You are on page 1of 19

MAKALAH

“KAIDAH –KAIDAH DAN ASAS PEMBUATAN

KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA”

KELOMPOK 3

1. NIA DANIATI
2. SAIPUDIN ATSANI
3. WARO AHMAD RIFAI
4. WIWIN INDIRA UTARI
5. ARDIKA PANDIRAJA
6. ASRI HADI
7. FAJAR ARBAIN
8. IFTIHAR HUKMIYAKIN
9. HIDAYATUL IRSYAD
10. RUHUL AINI
11. YULIATI
12. RIZALMI AHDIAT FAUZI

SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI MUHAMMADIYAH SELONG


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAAN......................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG...................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................................4
C. TUJUAN..................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................5
1. KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA........................................................................5
2. UNSUR UNSUR KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA...............................................8
3. MACAM –MACAM KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA.......................................11
4. KAIDAH –KAIDAH DAN ASAS KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA.......................13
BAB III PENUTUP..............................................................................................................18
KESIMPULAN....................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................19
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warrahmatullahi Wabarakatub

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan Rahmat dan Anugerah sehingga makalah ini dapat terselesaikan
tepat pada waktunya. Penyusunan makalah yang berjudul “KAIDAH – KAIDAH
DAN ASAS PEMBUATAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA” ini,
bertujuan untuk mengetahui pertimbangaan apa saja yang di lakukan sebelum
pengambilan keputusan.

Penyusun menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini,


itu dikarenakan kemampuan ppenyusun yang terbatas.penyusun berharap dengan
makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun sendiri dan bagi para
pembaca umumnya serta semoga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk
mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan. semoga Allah SWT, senantiasa
memberikan rahmat dan taufik-Nya kepada kita semua. Aamiin

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


BAB I PENDAHULUAAN
A. LATAR BELAKANG
Pemerintahan yang baik dan dapat dikatakan berjalan
efektif dari sudut pandang hukum pemerintahan, apabila
pemerintahnya diberi kewenangan untuk memproduksi dua
produk hukum yakni peraturan perundang undangan dan
keputusan.. Keputusan tata usaha negara merupakan
penetapan tertulis yang diproduksi atau dibuat oleh pejabat
tata usaha negara yang mendasarkan diri pada peraturan
perundang-undangan, bersifat konkrit, individual dan final.
Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo
Undang Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara, memuat ketentuan bahwa yang dimaksudkan
dengan Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu
penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan
perundang undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit,
individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum
bagi seseorang atau badan hukum perdata.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Keputusan tata usaha negara ?
2. Apa saja Unsur – unsur keputusan tata usaha negara ?
3. Sebutkan macam macam keputusan tata usaha negara ?
4. Apa saja kaidah – kaidah dan asas keputusan tata usaha negara ?

C. TUJUAN
Untuk mengetahui kaidah dan asas yang menjadi pertimbangaan yang
di lakukan sebelum pengambilan keputusan oleh tata usaha negara.
BAB II PEMBAHASAN
1. KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA

Di Indonesia dikenal istilah beschikking pertama kali oleh WF. Prins. Para


ahli seperti E. Utrecht menerjemahkan istilah beschikking ini dengan
ketetapan. Namun menurut Djenal Hoesen dan Muchsan penggunaan istilah
keputusan lebih tepat untuk menghindari kesimpangsiuran pengertian dengan
istilah ketetapan. Beschikking adalah suatu keputusan pemerintahan untuk
sesuatu hal yang konkret dan dijadikan instrumen yuridis pemerintahan yang
utama. Keputusan merupakan konsep inti dari Hukum Administrasi Negara
karena keputusan administrasi adalah bagian dari tindakan pemerintah yang
paling banyak muncul dan paling banyak dipelajari. 

Keputusan tata usaha negara merupakan penetapan tertulis yang


diproduksi atau dibuat oleh pejabat tata usaha negara yang mendasarkan
diri pada peraturan perundang-undangan, bersifat konkrit, individual dan
final. , terlebih dahulu di kemukakan pengertian keputusan berdasarkan Pasal
2 Undang-Undang Administrasi Belanda dan menurut Pasal 1 angka 3
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN juncto Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986 tentang PTUN, yaitu:

“Pernyataan kehendak Tertulis secara sepihak dari organ


pemerintahan pusat, yang diberikan berdasarkan kewajiban atau kewenangan
dari Hukum Tata Negara atau Hukum Administrasi Negara, yang
dimaksudkan untuk penentuan, penghapusan, atau punk akhiran hubungan
hukum yang sudah ada, atau menciptakan hubungan hukum baru, yang
memuat penolakan sehingga terjadi penetapan, perubahan, penghapusan,
atau penciptaan“.

Keputusan Tata Usaha Negara bersifat konkret artinya objek yang


diputuskan dalam Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak abstrak tetapi
berwujud tertentu atau dapat ditentukan. Bersifat individual artinya
Keputusan Tata Usaha Negara tersebut tidak ditunjuk untuk umum, tetapi
tertentu baik alamat maupun hal yang dituju. Bersifat final artinya
Keputusan Tata Usaha Negara sudah definitif dan karenanya dapat
menimbulkan akibat hukum.

Terdapat dua sudut pandang dalam menilai sahnya suatu Keputusan


Tata Usaha Negara yakni dari sudut pandang doktrin dan normatif.
Ditinjau dari sudut pandang doktrin, menurut Van der Pot, sebagaimana
dikutip oleh Tjandra, ada 4 (empat) syarat sahnya suatu Keputusan Tata
Usaha Negara, yakni:

1) Keputusan Tata Usaha Negara harus dibuat oleh alat (organ)


yang berwenang (bevoegd) untuk membuatnya.
2) Oleh karena Keputusan Tata Usaha Negara merupakan suatu
pernyataan kehendak (wilsverklaring), maka pembentukan
kehendak tersebut tidak boleh mengandung kekurangan
yuridis (geen juridisce gebreken in de wilsvorming) yakni
tidak boleh mengandung paksaan, kekeliruan dan penipuan.
3) Keputusan Tata Usaha Negara harus diberi bentuk (vorm)
yang ditetapkan dalam peraturan yang menjadi dasarnya dan
pembuatannya harus memperhatikan cara atau prosedur
pembuatan Keputusan Tata Usaha Negara itu, manakalah
cara itu ditetapkan dengan tegas dalam peraturan dasar
tersebut.
4) Isi dan tujuan Keputusan Tata Usaha Negara harus sesuai
dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya (Tjandra, 2008:71)

Terkait dengan syarat-syarat keabsahan suatu Keputusan Tata


Usaha Negara, Tjandra (2008:72) yang mengutip pandangan Van der
Wel membagi syarat-syarat tersebut menjadi dua golongan yakni:

1) Syarat-syarat materiil, meliputi:


Instansi/alat negara yang membuat Keputusan Tata
Usaha Negara tersebut harus berwenang menurut
jabatannya, baik kewenangan dalamlingkup wilayah
hukumnya maupun kewenangan berdasarkan
persoalanya.

a) Dalam kehendak alat negara yang membuat


Keputusan Tata Usaha Negara tidak boleh ada
kekurangan-kekurangan yuridis seperti kehilapan,
penipuan, paksaan, dan penyogokan.
a) Keputusan Tata Usaha Negara harus berdasarkan suatu
keadaan tertentu.
b) Keputusan Tata Usaha Negara tersebut harus dapat
dilaksanakan dan tanpa melanggar peraturan-peraturan
lain, menurut isi dan tujuan sesuai dengan peraturan-
peraturan lain yang menjadi dasar Keputusan Tata
Usaha Negara tersebut.
2) Syarat-syarat formil, meliputi:

a) Syarat-syarat yang ditentukan berkaitan dengan


persiapan dan cara pembuatan suatu Keputusan
Tata Usaha Negara.
b) Keputusan Tata Usaha Negara harus diberi
bentuk yang ditentukan.
c) Syarat-syarat yang ditentukan berkaitan dengan
pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara.
d) Jangka waktu yang ditentukan antara
timbulnya hal-halyang menyebabkan
dibuatnya suatu Keputusan Tata Usaha Negara
dan pengumuman Keputusan Tata Usaha
Negara itu tidak boleh dilewati.
2. UNSUR UNSUR KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA
Dari definisi diatas tentang keputusan tata usaha negara terdapat 6
unsur keputusan, yaitu:

1. Pernyataan Kehendak Sepihak Secara Tertulis

Hukum Administrasi merupakan bagian dari hukum publik, yang


berarti tindakan hukum publik itu selalu bersifat sepihak, sehingga keputusan
merupakan hasil dari tindakan sepihak pemerintah yang dituangkan dalam
bentuk tertulis.

Berdasarkan penjelasan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 5


Tahun 1986 istilah penetapan tertulis itu menunjuk kepada isi dan bukan
kepada bentuk keputusan yang dikeluarkan oleh badan atau Pejabat TUN. Jadi
keputusan itu memang diharuskan tertulis, tapi disini yang disyaratkan tertulis
itu bukanlah bentuk formatnya Seperti surat keputusan pengangkatan dan
sebagainya.

Dalam pernyataan kehendak sepihak yang dituangkan dalam bentuk


tertulis dapat muncul dalam dua kemungkinan, yaitu:

1. Ditujukan ke dalam, yaitu keputusan berlaku ke dalam lingkungan


administrasi negara sendiri.
2. Ditujukkan keluar, yaitu keputusan berlaku bagi warga negara atau
badan hukum perdata.

2. Dikeluarkan oleh Pemerintah

Keputusan yang dimaksudkan di sini adalah keputusan yang dikeluarkan


oleh pemerintah selaku administrasi negara. Keputusan yang dikeluarkan oleh
organ-organ kenegaraan tidak termasuk dalam pengertian keputusan
berdasarkan Hukum Administrasi Negara.
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU NO. 5 Tahun 1986, menjelaskan
bahwa Tata Usaha Negara adalah administrasi yang melaksanakan fungsi
untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik pusat maupun di daerah. 

Berdasarkan pasal tersebut, yang dimaksud urusan pemerintahan


adalah kegiatan yang bersifat eksekutif. Artinya pemerintahan merupakan
bagian dari organ dan fungsi pemerintahan, selain organ dan fungsi
pembuatan Undang-Undang dan peradilan

Dengan demikian pemerintahan disini diartikan semua aktivitas


pemerintah yang tidak termasuk sebagai pembuat Undang-Undang dan
peradilan.

3. Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang Berlaku

Pembuatan dan penerbitan keputusan harus didasarkan pada


perundang-undangan yang berlaku atau harus didasarkan pada wewenang
pemerintah yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. 

4. Bersifat Konkret, Individual, dan Final

Dalam ilmu Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara,


keputusan itu memiliki sifat norma hukum yang individual-konkret dari
rangkaian norma hukum yang bersifat umum-abstrak. 

KTUN bersifat individual artinya tidak untuk umum, tertentu


berdasarkan apa yang dituju oleh keputusan itu dan tidak bersifat umum
objeknya, yang mungkin terbatas waktu atau tempatnya.

5. Menimbulkan Akibat Hukum

Tindakan hukum pemerintahan merupakan tindakan hukum yang


dilakukan oleh organ pemerintahan untuk menimbulkan akibat-akibat
hukum tertentu, khususnya di bidang pemerintahan atau administrasi
negara.
6. Seseorang atau Badan Hukum Perdata 

Dalam lalu lintas pergaulan hukum khususnya dalam bidang


keperdataan, dikenal istilah subjek hukum yaitu pendukung hak dan
kewajiban. Subjek hukum ini terdiri dari manusia dan badan hukum yang
mampu bertanggung jawab.

Dengan demikian, badan hukum keperdataan dalam keadaan dan alasan


tertentu dapat dikualifikasi sebagai jabatan pemerintahan, khususnya ketika
sedang menjalankan salah satu fungsi pemerintahan.
3. MACAM –MACAM KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA

Secara teoritis dalam Hukum Administrasi Negara, dikenal ada


beberapa macam dan sifat keputusan, yaitu:

1. Keputusan Deklaratoir dan Keputusan Konstitutif

Keputusan deklaratoir adalah keputusan yang tidak mengubah hak dan


kewajiban yang telah ada, tetapi sekedar menyatakan hak dan kewajiban
tersebut.

Keputusan yang bersifat konstitusi dapat berupa hal-hal yang meliputi:

1. Keputusan-keputusan yang meletakkan kewajiban untuk melakukan


sesuatu, tidak melakukan sesuatu, atau memperkenankan sesuatu.
2. Keputusan-keputusan yang memberikan status pada seseorang, lembaga,
dan perusahaan.
3. Keputusan-keputusan yang meletakkan prestasi atau harapan pada
perbuatan pemerintah.
4. Keputusan yang mengizinkan sesuatu yang sebelumnya tidak diizinkan.
5. Keputusan-keputusan yang menyetujui atau membatalkan berlakunya
keputusan organ yang lebih rendah.

2. Keputusan yang menguntungkan dan yang memberi beban

Keputusan bersifat menguntungkan artinya keputusan itu memberi


hak-hak atau memberikan kemungkinan untuk memperoleh sesuatu yang
tanpa adanya keputusan itu tidak akan ada atau bilamana keputusan itu
memberikan keringanan beban yang ada.

Keputusan yang memberi beban merupakan keputusan yang


meletakkan kewajiban yang sebelumnya tidak ada atau keputusan mengenai
penolakan terhadap permohonan untuk memperoleh keringanan.
3. Keputusan Eenmalig dan Keputusan yang Permanen

Keputusan eenmalig adalah keputusan yang hanya berlaku sekali, yang


dalam istilah lain itu disebut sebagai keputusan yang bersifat kilat, seperti izin
untuk melaksanakan rapat umum.

Sedangkan, keputusan permanen adalah keputusan yang memiliki


masa berlaku yang relatif lama.

4. Keputusan yang Bebas dan yang Terikat

Keputusan yang bersifat bebas merupakan keputusan yang didasarkan


pada kewenangan bebas atau kebebasan bertindak yang dimiliki oleh pejabat
Tata Usaha Negara, baik dalam bentuk kebebasan kebijaksanaan maupun
kebebasan interpretasi.

Sedangkan keputusan yang terikat adalah keputusan yang didasarkan


pada kewenangan pemerintahan yang bersifat terikat, artinya keputusan itu
hanya melaksanakan ketentuan yang sudah ada tanpa adanya ruang kebebasan
bagi pejabat yang bersangkutan.

5. Keputusan Positif dan Negatif

Keputusan positif adalah keputusan yang menimbulkan hak dan


kewajiban bagi yang dikenai keputusan.

Sedangkan keputusan negatif adalah keputusan yang tidak


menimbulkan perubahan keadaan hukum yang telah ada.

6. Keputusan Perorangan dan Kebendaan

Keputusan perorangan adalah keputusan yang diterbitkan berdasarkan kualitas


pribadi orang tertentu atau keputusan yang berkaitan dengan orang, misalnya
keputusan tentang pengangkatan seorang sebagai pegawai negeri.
Sedangkan keputusan kebendaan adalah keputusan yang diterbitkan
atas dasar kualitas kebendaan atau keputusan yang berkaitan dengan benda,
misalnya sertifikat tanah.

4. KAIDAH –KAIDAH DAN ASAS KEPUTUSAN TATA USAHA


NEGARA

Aturan-aturan yang mengikat badan-badan pemerintahan dalam


memberikan KTUN. Aturan-aturan itu dapat menyangkut acara atau isi. Disini
pembuat undang-undang memberikan kepada administrasi satu ruang
kebijaksanaan bebas, yang dilihat dari sudut rangka perundangan dapat diisi
menurut lebih dari satu cara. Tidak ada ketentuan umum yang mengatur tentang
tata cara pembuatan keputusan tata usaha Negara. Tiap bidang mempunyai
prosedur tersendiri, dan persyaratan tersendiri. Dalam bidang perijinan saja
masing-masing perijinan mempunyai tata cara dan persyaratan tersendiri.

Dengan demikian perlu study tersendiri untuk masing-masing bidang


hukum administrasi khusus untuk dapat mamahami prosedur dan segala
persyaratan yang di butuhkan. Suatu prosedur yang baik hendaknya memenuhi 3
landasan utama hukum administrasi yaitu landasan Negara hukum, landasan
demokrasi, landasan instrumental yaitu daya guna (efisiensi, doelmatigheid) dan
hasil guna (efektif, doeltrffenheid).

Asas-asas umum pemerintahan yang baik dapat di pandang sebagai


aturan-aturan hukum tidak tertulis terutama untuk pengambilan KTUN dalam hal-
hal pemerintahan memiliki ruang kebijaksanaan tidak ada pertentangan asasi
antara ABBB (algemene beginselenn van behoorlijik bestuur) tidak tertulis dan
hokum tertulis. Namun ABBB dirumuskan sebagai asas-asas. Arti kongkretnya
untuk tiap keadaan tersendiri tidak selalu dapat dilihat dengan mudah sebelumnya.

Kepustakaan berbahasa Indonesia belum banyak membahas asas ini. Prof.


Kuntjoro purbopranoto mengetengahkan 13 asas yaitu :

1. Asas kepastian hukum


2. Asas keseimbangan
3. Asas kesamaan
4. Asas bertindak cermat
5. Asas motivasi untuk setiap keputusan pangreh
6. Asas jangan mencampuradukan kewenangan
7. Asas permainan yang layak
8. Asas keadilan atau kewajaran
9. Asas menanggapi penghargaan yang wajar
10. Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal
11. Asas perlindungan atas pandangan hidup
12. Asas kebijaksanan
13. Asas penyelenggaraan kepentingan umum Asas lain yang digunakan
dalam penbuatan KTUN asas-asas pemerintahan yang baik (AUPB) di
Belanda.

Asas ini disepakati seiring dengan telah diterimanya pendapat bahwa


ABBB harus di pandang sebagai norma-norma hukum tidak tertulis yang
senantiasa harus di taati oleh pemerintah. Meskipun arti yang tepat dari ABBB
bagi tiap keadaan tersendiri tidak selalu dapat di jabarkan dengan teliti. Dapat
pula dikatakan bahwa ABBB adalah asas-asas hukum tidak tertulis dari mana
untuk keadaan-keadaan tertentu dapat di tarik aturan-aturan hukum yang dapat
di terapkan. Dalam praktek hukum di Neaderland ABBB berikut ini telah
mendapat tempat yang jelas :

1. Asas Persamaan Asas persamaan memaksa pemerintah untuk menjalankan


kebijaksanaan. Bila pemerintahan di hadapkan pada tugas baru, yang
dalam rangka itu harus di ambil banyak sekali KTUN. Maka pemerintah
memerlukan aturan-aturan atau pedoman-pedoman. Bila ia sendiri
menyusun aturan-aturan (pedoman-pedoman) itu untuk memberi arah pada
pelaksanaan (pada dasarnya) wewenang bebasnya, maka itu disebut
aturan- aturan kebijaksanaan. Jadi, tujuan aturan-aturan kebijaksanaan
ialah menunjukan perwujudan asas perlakuan yang sama atau asas
persamaan.
2. Asas Kepercayaan Asas kepercayaan juga termasuk kedalam asas –asas
hukum yang paling mendasar dalam hukum public dan hukum perdata.
Asas ini terutama penting sebagai dasar bagi arti yuridis dari janji-janji,
keterangan-keterangan, aturan-aturan kebijaksanaan dan bentuk-bentuk
rencana (yang tidak diatur dengan perundang-undangan).
3. Asas Kepastian Hukum Asas kepastian hikim mempunyai dua aspek yang
satu lebih bersifat hukum materiil yang lain bersifat formil. Aspek hukum
material berhubungan erat dengan asas kepercayaan. Harus di ingat
bahwa: Asas kepastian hukum tidak menghalangi penarikan kembali atau
perubahan suatu ketetapan, bila sudah sekian waktu di paksa oleh
perubahan keadaan atau pendapat. 

Penarikan kembali atau perubahan juga mungkin bila ketetapan


yang menguntungkan di dasarkan pada kekeliruan, asal saja kekeliruan itu
dapat di ketahui oleh yang berkepentingan.  Demikian pula penarikan
kembali atau perubahan mungkin, bila yang berkepentingan dengan
memberikan keterangan yang tidak benar atau tidak lengkap, telah ikut
menyebabkan terjadinya ketetapan yang keliru.  Penarikan kembali atau
perubahan mungkin bila syarat-syarat atau ketentuan-ketentuan yang di
kaitakn pada suatu ketetapan yang menguntungkan tidak di tati. Dalam hal
ini dikatakan ada penarikan kembali sebagai sanksi.

4. Asas Kecermatan Asas Kecermatan mengandung arti bahwa suatu


keputusan harus di persiapkan dan di ambil dengan cermat. Badan
pemerintahan dalam memepersiapkan dan mengambil ketetapan dapat
dengan berbagai cara melanggar asas ini.
5. Asas Pemberian Alasan Asas Pemberian alasan berarti bahwa suatu
keputusan harus dapat di dukung oleh alasan-alasan yang di jadikan
dasarna. Dapat di bedakan tiga sub varian :
6. Syarat bahwa suatu ketetapan harus di beri alasan.
7. Ketetapan harus memiliki dasar fakta yang teguh. (3). Pemberian alasan
harus cukup dapat mendukung.
8. Asas Larangan Detournment de Pouvoir (penyalahgunaan wewenang)
Sebagai asas umum pemerintahan yang layak di pandang pula aturan
bahwa suatu wewenang tidak boleh di gunakan untukk tujuan lain selain
untuk tujuan ia di berikan. Pada umumnya penyalahgunaan suatu
wewenang juga akan bertentangan dengan suatu peratiran
perundangundangan. Dewasa ini para hakim lebih condong pada
kesimpulan terakhir.

Keputusan Tata Usaha Negara sesuai dengan Asas Asas Umum


Pemerintahan Yang Baik Pasal 53 ayat (2) Undang Undang Nomor 9
Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, memuat ketentuan
bahwa yang dimaksudkan dengan asas asas umum pemerintahan yang
baik merupakan asas asas umum penyelenggara negara sebagaimana
yang dimaksudkan dalam pasal 3 Undang Undang Nomor 28 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, yang meliputi (Tjandra, 2008:74-76):
a) Asas kepastian hukum

Asas dalam negara hukum yang mengutamakan


landasan peraturan perundang undangan yang berlaku,
keputusan dan keadilan dalam setiap kebijakan.
b) Asas tertib penyelenggaraan negara

Asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian dan


keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan
negara.
c) Asas keterbukaan

Asas yang membuka diri pada hak-hak masyarakat


untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan
tidak diskriminatif tentang penyelenggara negara
dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak-hak
atas pribadi, golongan dan rahasia negara.
d) Asas proporsionalitas

Asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak


dan kewajiban penyelenggara negara.
e) Asas profesionalitas

Asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan


kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
f) Asas akuntabilitas

Asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil


akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat
sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang
berlaku.
BAB III PENUTUP

KESIMPULAN

Keputusan Tata Usaha Negara merupakan suatu


penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat
Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha
Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, bersifat konkret, individual dan final, yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum
perdata (Pasal 1 angka 3 UU No.5 Tahun 1986). Pada rumusan
pasal 1 angka 3 mengenai keputusan tata usaha Negara
menjelaskan unsur-unsur atau elemen-elemen yang terdapat
dalam KTUN. Susunan pembuatan KTUN sama dengan
susunan keputusan lainnya, dimana dalam pembuatan keputusan
tata usaha Negara agar menjadi sah menurut hukum
(Rechtsmatig) harus mencakup syarat materiil dan syarat
formiil. Sehingga berdasarkan tujuan pembuatannya, KTUN
memiliki banyak ragam meskipun dibatasi oleh peraturan yang
lain. Dalam pembuatannya, KTUN harus didasarkan pada
kaidah dan asas yang telah disepakati dalam hukum administrasi
negara.
DAFTAR PUSTAKA

Ridwan, H 2020, Hukum Administrasi Negara, Depok: Rajawali Pers.

Bagir Manan dan Kuntana Magnar, 1997, Beberapa Masalah Hukum


Tata Negara Indonesia, Penerbit Alumni, Bandung.

Bruggink, J.J.H., 1996, Refleksi Tentang Hukum Refleksi Tentang


Hukum, terjemahan, Citra Aditya Bakti, Bandung.
TRIWULAN, Titik; SH, M. H. Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara
Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia. Prenada Media, 2016.

You might also like