You are on page 1of 15

LAYANAN PERLINDUNGAN SOSIAL KORBAN

BENCANA PADA DINAS SOSIAL PROVINSI BANTEN

Farhan Adli Fauzan 30.0611


Ismail Mahendra 30.0617
Muhammad Reyhan Shidqi Alana 30.0624
Grace Valentina Almalida Pasaribu 30.0613

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM

NEGERI 2022
DIGITALISASI LAYANAN PENDISTRIBUSIAN PANGAN KORBAN
BENCANA PADA DINAS SOSIAL PROVINSI BANTEN
Farhan Adli Fauzan 30.0611
Ismail Mahendra 30.0617
Muhammad Reyhan Shidqi Alana 30.0624
Grace Valentina Almalida Pasaribu 30.0613

Abstrak
Bencana alam merupakan hal yang seringkali meresahkan manusia. Selain dapat
menimbulkan kerugian, juga dapat mempengaruhi mental dari pihak yang mengalami
bencana. Tujuan diadakannya penelitian kali ini adalah untuk melihat bagaimana kondisi
dan pendistribusian pada kondisi bencana alam di daerah Banten khususnya Serang.
Adapun penelitian yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah dengan metode survey
langsung ke lapangan tempat yang akan di tinjau dengan pendekatan penelitian secara
kuantitatif yaitu dengan mengumpulkan data data terkait penelitian. Kesimpulan yang
didapat ialah dapat diketahui bagaimana kondisi pada daerah Serang ketika terjadi kondisi
Bencana, serta dapat diketahui daerah tersebut memerlukan digitalisasi dalam layanan
pendistribusian.

Kata Kunci: Bencana, Bantuan Sosial, Layanan, Perlindungan


Abstract
Natural disasters are things that often disturb people. Besides being able to cause losses,
it can also affect the mentality of the parties experiencing the disaster. The purpose of this
research is to see how the conditions and distribution of natural disasters in the Banten
area, especially Serang. The research used in this study is a direct survey method to the
field where it will be reviewed with a quantitative research approach, namely by collecting
data related to research. The conclusion obtained is that it can be seen how the conditions
in the Serang area when a disaster occurs, and it can be seen that the area requires
digitization in distribution services.
Keyword : Disaster, Social Assistance, Services, protection

1
Pendahuluan
Setiap kelompok masyarakat mempunyai pengetahuan dan cara untuk
menghadapi lingkungan demi kelangsungan hidupnya. Pengetahuan dan cara ini dikenal
sebagai “wisdom to cope with the local events” atau sering disingkat dengan istilah “local
wisdom”. Sebagai contoh, di masyarakat Simeuleue dikenal local wisdom yang disebut
smong, yaitu suatu pengetahuan yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke
generasi untuk bertindak bila masyarakat menghadapi bencana tsunami. Mekanisme
dalam menghadapi kejadian (coping mechanism) terbentuk dan lahir dari pengalaman,
pengetahuan, pemahaman, dan pemaknaan terhadap setiap kejadian, fenomena, harapan
dan masalah yang terjadi di sekitarnya. Mekanisme tersebut diteruskan lewat proses
sosialisasi dari generasi ke generasi dan pelaksanaannya tergantung pada kadar kualitas
pemahaman dan implikasinya dalam kehidupan mereka.
Sejarah mencatat bahwa pada tahun 1883 tsunami besar terjadi di Selat Sunda
yang dipicu oleh letusan Gunung api Krakatau dan mengakibatkan kerusakan
infrastruktur serta lebih dari 35.000 korban jiwa (Self & Rampino, 1981; Simkin & Fiske,
1983; Sigurdsson et al., 1991). Peristiwa yang sama kembali terjadi pada tahun 1928 dan
memicu terjadinya tsunami kecil di sekitar G. Anak Krakatau (Yudhicara & Budiono,
2008). Selain karena letusan gunung api, Selat Sunda juga memiliki potensi tsunami yang
dipicu oleh proses tektonik atau gempa bumi akibat pergerakan lempeng di zona subduksi
atau dikenal dengan istilah megathrust seperti tsunami yang terjadi di Aceh 2004,
Mentawai 2005, dan Pangandaran 2006 (de Langeet et al., 2001; Maeno & Imamura,
2007).
Namun demikian, jejak tsunami akibat proses tektonik di Selat Sunda tersebut
sampai hari ini belum ditemukan atau dibuktikan secara ilmiah (Prasetya, komunikasi
personal, 5 Februari 2019).Provinsi Banten menjadi salah satu daerah yang sering terjadi
bencana, salah satunya banjir yang mengenai pemukiman warga di daerah Kota Serang.
Banjir sebagai salah satu jenis bencana alam merupakan bencana yang paling sering
terjadi di Indonesia (Yunida et al., 2017). Dalam hal ini, banjir merupakan bencana alam
yang patut mendapat perhatian karena merupakan bencana alam terbesar ketiga di dunia
dan telah menimbulkan banyak korban dan kerugian baik materil maupun non fisik
(Umar Nurlailah, 2013).
Banjir tersebut berasal dari curah hujan yang tinggi sejak Senin 28 Februari 2022.
2
Hujan deras itu membuat air dari air Sungai Cibanten meluap dan mengenai rumah-
rumah warga. Ketinggian air mencapai atap-atap rumah. Tak hanya itu, pohon-pohon
yang bertumbangan juga menutup akses jalan raya. Banjir ini juga menimbulkan korban
jiwa sejumlah dua orang dinyatakan meninggal dunia, satu orang meninggal karena
tersengat listrik dan satu orang lainnya karena tertimbun tanah longsor. Hal ini
menandakan bahwa banjir mendatangkan korban jiwa dan juga lingkungan social
masyarakat yang menjadi terganggu. Maka perlu adanya manajemen bencana dalam
upaya mengurangi risiko bencana tersebut.
Manajemen Bencana dibutuhkan untuk mengurangi dan mencengah kerugian
yang timbul dari bencana alam yang terjadi baik kerugian harta benda maupun materi,
serta bantuan-bantuan yang baik untuk para korban bencana mulai dari sebelum, saat, dan
setelah bencana. Hal ini membuat para korban bencana sangat membutuhkan berbagai
bantuan dari pemerintah maupun swasta. Bantuan yang sangat dibutuhkan para korban
adalah bantuan pokok seperti bahan-bahan pangan
Dukungan logistik sangat diperlukan untuk penanggulangan bencana, terutama
pada saat terjadi bencana. Bantuan yang diberikan BNPB biasanya berupa selimut
200pcs, makanan tambahan gizi 500 paket, makanan siap saji 1000, tenda pengungsi 1
unit dan pelampung 15 unit. Bantuan tersebut biasanya disampaikan kepada Dinas Sosial
yang juga turut berkoordinasi dengan BPBD serta TAGANA dalam menyalurkan bantuan
kepada korban bencana, namun para korban masih ada saja yang mengeluhkan tidak
mendapatkan ataupun merasakan manfaat dari bantuan yang telah dialokasikan padahal
sebelumnya Dinas Sosial telah melakukan pendataan terkait jumlah korban dan
kebutuhan yang diperlukan.
Jurnal ini ditulis untuk mengetahui seberapa efektif pendistribusian logistik ketika
terjadi bencana pada daerah yang akan diteliti dalam hal ini yaitu Banten khususnya
daerah serang dan sekitarnya. Dalam hal tersebut akan dapat dilihat bagaiman
pendistribusian bantuan logistik yang nantinya akan dicocokkan untuk menggunakan
digitalisasi sebagai alat untuk membantu pendistribusian logistik tersebut.

3
Metode
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah dengan
menggunakan metode deskriptif analisis yaitu dengan cara mengumpulkan data,
menganalisa data, membuat suatu pemecahan masalah, dan kemudian disusun untuk
menarik kesimpulan mengenai masalah tesebut. Untuk target dari penelitian ini yaitu
mencoba mengidentifikasi penyaluran bantuan logistic kepada korban bencana pada
Dinas Sosial Provinsi Banten. Hal tersebut diperoleh dengan mengutamakan wawancara
dengan kerja lapangan dan pemangku kepentingan terkait pelaksanaan alokasi bantuan
untuk mendapatkan data data primer yang dibutuhkan.
Focus penelitian ini yaitu:
1) mengidentifikasi mekanisme pendistribusian bantuan logistic bagi korban
bencana banjir di kota serang.
2) mengidentifikasi penerapan mekanisme pendistribusian bantuan di Kota
Serang. Dengan mengambarkan jenis bantuan dan menganalisis penerapan Fungsi
Manajemen Logistik serta hambatan-hambatan dalam pendistribusian bantuan.
3) Penerapan digitalisasi sebagai upaya perbaikan desain mekanisme yang lebih
efektif dalam pendistribusian bantuan logistic.
Untuk lokasi yang dijadikan sebagai objek penelitian kali ini yaitu di wilayah
yang mengalami bencana banjir di Kota Serang pada tahun 2022, untuk sumber data
yang digunakan adalah dokumen-dokumen yang relefan dan terpercaya. Teknik
pengumpulan data melalui pengumpulan data melalui studi Pustaka dan wawancara.
Instrumen wawancara yakni peneliti, pedoman wawancara, atau interview serta catatan
lapangan. Pemilihan informan kunci dan informan menggunakan teknik kesengajaan,
dengan pertimbangan bahwa mereka paham bencana dan terampil, baik formal maupun
informal, dalam menangani korban bencana di lingkungannya, yaitu aparat yang ada di
Dinas Sosial Provinsi Banten. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis dengan
menggunakan teknik deskriptif-kualitatif terhadap distribusi bantuan bagi korban bencana
alam di ranah empirik.

4
Hasil dan Pembahasan
Dalam upaya penanggulanagan bencana yang dilakukan dalam skala nasional
terdapat klaster yang menjadi acuan dalam melakukan penanggulanagan bencana, adapun
klaster klaster tersebut adalah

- Klaster kesehatan

Tugasnya: Pelayanan Kesehatan, Pengendalian Penyakit, Penyehatan Lingkungan,


Penyiapan Air Bersih dan Sanitasi yang berkualitas, Pelayanan Kesehatan Gizi,
Pengelolaan Obat Bencana, Penyiapan Kesehatan Reproduksi dalam Situasi Bencana,
Penatalaksanaan Korban Mati, Pengelolaan Informasi dibidang Kesehatan

- Klaster pencarian dan penyelamatan

Tugasnya: Mengerahkan, Mengkoordinir, serta mengendalikan sarana dan personil


dalam pelaksanaan operasi pencarian, penyelamatan, dan evakuasi terhadap korban
bencana secara cepat, efisien dan efektif, Pengelolaan Informasi dibidang Pencarian dan
Penyelamatan.

- Klaster logistik

Tugasnya: Pengadaan barang, sandang, permakanan dan peralatan, Bea Cukai (untuk
barang yang dibawa dari luar negri/impor), Penyimpanan/Pergudangan, Distribusi
Logistik, Keamanan Logistik, Pengelolaan Informasi dibidang Logistik.

- Klaster Pengungsian dan perlindungan

Tugasnya: Penyiapan Dapur Umum, Pencegahan dan Penanganan Kekerasan berbasis


Gender, Tempat Pengungsian, Keamanan, Manajemen Pengungsian dan Penyiapan
Hunian Sementara, Perlindungan Kelompok Rentan, Pengelolaan Informasi dibidang
Pengungsian dan Perlindungan.

- Klaster pendidikan

Tugasnya: Pelayanan Belajar Mengajar Formal dan Informal, Penyiapan Sekolah


Darurat, Bimbingan dan Penyuluhan bagi Anak Dewasa, Kerohanian, Pengelolaan
Informasi dibidang Pendidikan.

5
- Klaster sarana dan prasarana

Tugasnya: Pembersihan puing-puing/debris clearance, Penyediaan Alat Transportasi,


Telekomunikasi dan Energi, Penyediaan Hunian Tetap, Penyediaan Air dan Sanitasi,
Pengelolaan Informasi dibidang Sarana dan Prasarana.

- Klaster ekonomi

Tugasnya: Pengelolaan Sektor Pertambangan dan Galian, Listrik, Gas, dan Air
Minum, Industri Pengolah, Konstruksi, Perdagangan, Hotel dan Restoran, Jasa dan
Pertanian, serta Pengelolaan Informasi dibidang Ekonomi.

- Klaster pemulihan dini

Tugasnya: Penguatan Kapasitas pemerintah pusat/daerah untuk koordinasi,


Revitalisasi fungsi pemerintah desa/camat/kabupaten/kota/provinsi, Pemulihan Layanan
Publik, Sarana Pendukung kepemerintahan, Penguatan Kapasitas Perencanaan dan
Pendanaan, Pengelolaan Informasi dibidang Pemulihan Dini.

Pemerintah provinsi Banten dalam menjalankan semua klaster diatas tidak sendiri,
mereka juga ditemani oleh beberapa personil lain seperti halnya TNI, Polri, Tagana,
Distrik, dan masyarakat yang turut membantu jalannya 8 klaster tersebut

1. Permasalahan Kebencanaan di Kota Serang, Banten

a. Belum adanya Peraturan Perundangan yang mengatur operasional dalam


penanggulangan bencana Tingkat Provinsi

Peraturan perundangan yang mengatur tentang kebencanaan di Provinsi Banten


mengacu kepada Perda Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana. Peraturan perundangan yang mengatur tentang Standar Operasional Prosedur
Kebencanaan belum ada turunan berupa Peraturan Gubernur. Hal ini mengakibatkan
belum terkoordinasikannya upaya penanggulangan bencana khususnya Bencana skala
provinsi di lingkungan OPD Provinsi Banten yang terkait dengan kebencanaan;

Kewenangan Dinas Sosial Provinsi Banten dalam penanggulangan bencana sesuai


dengan Klaster Nasional Penanggulangan Bencana (Keputusan Kepala BNPB Nomor 173
Tahun 2014) adalah pada Klaster Pengungsian dan Perlindungan. Yang kemudian
6
ditindaklanjuti dengan Permensos Nomor 26 Tahun 2015 tentang Pedoman Koordinasi
Klaster Pengungsian dan Perlindungan dalam Penanggulangan Bencana. Sehubungan
dengan itu, untuk mengkoordinasikan berbagai pihak yang terlibat dalam respon
bencana khususnya untuk pengungsian dan perlindungan tersebut pada akhir 2021 ini,
Dinas Sosial telah mengajukan Draft Keputusan Gubernur tentang Klaster Pengungsian
dan Perlindungan dalam Penanggulangan Bencana Provinsi Banten ke Biro Hukum
(melalui Surat Nomor 460/1516-Dinsos/XI/2021, Tanggal 30 November 2021 tentang
Permhonan Pembuatan Kepgub). Hal ini merupakan tindak lanjut dari adanya Program
Kepemimpinan Lokal dalam Kesiapsiagaan dan Perlindungan Bencana / Locally Led
Disaster Preparednes and Protection (LLDPP Project) yang merupakan Program dari
Klaster Nasional Pengungsian dan Perlindungan dengan konsorsium dari MDMC, RedR
Indonesia dan Yayasan Plan Internasional Indonesia. Dengan terbitnya Keputusan
Gubernur ini diharapkan penanggulangan bencana di Provinsi Banten dapat terkoordinasi
secara maksimal antara pemerintah, masyarakat, dunia usaha, akademisi dan media
(pentahelix). Sumber daya yang dimiliki Provinsi Banten cukup banyak, namun apabila
tidak terkoordinasi dengan baik tentu saja tidak akan mendapatkan hasil secara maksimal.
Relawan yang tergabung dalam Forum Pengurangan Risiko Bencana ada sekitar 60 (enam
puluh) lembaga. Sumber daya ini dapat dimaksimalkan manfaatnya baik dari potensi
Sumber Daya Manusianya ataupun sarana prasarana yang mereka miliki untuk
meningkatkan kualitas respon bencana khususnya dalam pengungsian dan perlindungan.

b. Belum tersedianya sarana dan prasarana yang memadai untuk penanggulangan


bencana, diantaranya:

Kondisi Gudang Bufferstock yang dimiliki saat ini belum memadai baik dari segi
luasnya ataupun dari peralatan pendukung pergudangan seperti rak barang, lemari
penyimpanan, troli pengangkut barang, timbangan, mesin jahit karung, komputer dan
printer khusus untuk manajemen pergudangan;

Manajemen pergudangan belum didukung dengan aplikasi logistik untuk


memudahkan pencatatan keluar masuknya barang secara tertib dan dapat
dipertanggungjawabkan;

Kendaraan operasional pendukung kebencanaan sudah dalam kondisi rusak berat/tidak

7
layak pakai. Kendaraan yang ada saat ini merupakan kendaraan operasional dari Kemensos
RI sebagai aset pinjam pakai. Hal ini mengakibatkan tidak terakomodirnya pemeliharaan
terhadap aset dimaksud dari APBD. Dengan tidak layaknya kendaraan operasional
tersebut, sangat menghambat respon bencana di lapangan (daftar aset, terlampir).

c. Belum tersedianya logistik yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar korban
bencana

Berdasarkan Permensos Nomor 9 Tahun 2018 tentang Standar Teknis Pelayanan Dasar
pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Sosial di Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota,
penyintas sebanyak 51 s.d 100 orang, dengan daerah terdampaak lebih dari 1 kab/Kota
sudah dapat menjadi kewenangan provinsi. Bencana alam yang cukup besar dan menjadi
bencana provinsi terjadi pada Tahun 2018 (Tsunami Selat Sunda) dan Tahun 2019 (banjir
Bandang Kabupaten Lebak dan Banjir di Wil Tangerang Raya). Namun pada kejadian
bencana alam ini, untuk pemenuhan kebutuhan dasar korban bencana lebih banyak
diakomodir dari para donatur karena tidak ada anggaran khusus dari Pemprov Banten
untuk logistik yang diperuntukan bagi pemenuhan dasar korban bencana baik itu
kebutuhan sandang, pangan ataupun shelter.

Sejak Tahun 2017 s.d 2020, Dinas Sosial Provinsi Banten tidak dapat mengalokasikan
Bufferstock untuk pemenuhan kebutuhan dasar korban bencana sendiri sesuai dengan hasil
evaluasi Kemendagri. Untuk bencana tidak dapat masuk ke belanja langsung. Namun
dimungkinkan dari Belanja Tidak Terduga (BTT). Namun pengeluaran anggaran melalui
BTT juga sangat tergantung kepada kebijakan Kepala Daerah (SK Tanggap Darurat
Provinsi) dan tidak setiap bencana ada SK Tanggap Darurat nya;

Sejak terbitnya Permendagri Nomor 90 Tahun 2019, tentang Klasifikasi, Kodefikasi


dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah, pada Tahun 2021
penganggaran untuk pemenuhan kebutuhan dasar dapat dialokasikan untuk penyediaan
sandang, pangan, tempat pengungsian, pelayanan kelompok rentan dan layanan dukungan
psikososial. Namun anggaran yang dialokasikan masih sangat terbatas.

Belum teraktivasinya Klaster Logistik. Dalam Sistem klaster penanggulangan bencana,


logistik ada dibawah koordinator BPBD. Namun sampai dengan saat ini, klaster tersebut
belum teraktivasi, sehingga menyulitkan dalam berkoordinasi dengan pihak lain untuk
8
memenuhi kebutuhan logistik bencana dalam klaster pengungsian dan perlindungan.

2. Pendistribusian Bantuan Logistik bagi Korban Bencana Banjir di Kota Serang


Banten

Dalam penanganan bencana di Kabupaten Serang tidak dapt dilakukan oleh pemerintah
dan masyarakat semata, melainkan membutuhkan tokoh tokoh lain untuk keberhasilan
penanggulanagan bencana. Yang dimaksud pemeran pemeran lain tersebut adalah tokoh
tokoh daerah di Kota Serang dan lainnya. Koorfinasi antar stakeholders tersebut dinilai
memenuhi apa yang harusnya dilakukan oleh instansi administrasi publik

Gambar 1 Proses Distribusi Bantuan


berdasarkan SOP.

Gambar diatas merupakan alur terjadinya distribusi bantuan bagi korban banjir di Kota
Serang berdasarkan SOP, terdapat 8 tahapan proses yang dilakukan hingga bantuan
tersebut diterima oleh korban bencana banjir. 8 tahapan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kepala desa/Kelurahan melaporkan kejadian bencana banjir atas informasi dari


masyarakat kepada Camat setempat. Laporan tersebut selambat-lambatnya 1 jam
setelah kejadian tersebut terjadi dan dapat dilakukan melalui telepon yang selanjutnya
diikuti laporan tertulis.

2. Berdasar laporan dari kepala desa tersebut, Camat bersama Muspika mengadakan
peninjauan lokasi kejadian dan mengambil langkah-langkah seperlunya.

3. Camat melaporkan kronologis kejadian bencana banjir dan langkah-langkah yang


telah diambil, serta saran/usulan penanggulangan bencana kepada Bupati. Laporan
tersebut dapat dilakukan melalui telepon yang selanjutnya diikuti laporan tertulis
9
dengan tembusan Kepala Pelaksana BPBD.

4. Kepala BPBD menugaskan Tim Reaksi Cepat (TRC) guna mendapatkan data kaji
cepat dan langkah-langkah yang perlu diambil.

5. Tim Reaksi Cepat (TRC) dan Camat melaporkan semua permasalahan/keadaan yang
terjadi dilapangan kepada Kepala BPBD untuk mendapatkan petunjuk/langkahlangkah
strategis selanjutnya.

6. BPBD menindaklanjuti dengan usulan pemberian bantuan/santunan dari Badan


Penanggulangan Bencana Daerah melalui Nota Dinas kepada Bupati.

7. Diajukan pencairannya (bantuan/santunan) tersebut kepada Badan Pengelolaan


Keuangan dan Kekayaan Daerah (BPKKD).

8. Selanjutnya bantuan tersebut didistribusikan kepada korban bencana banjir.

3. Penerapan Mekanisme Pendistribusian Bantuan Di Kota Serang

10
Dalam kondisi real di lapangan saat kondisi darurat, bantuan dari organisasi
masyarakat, partai politik,dll lebih cepat datang dibandingkan dengan bantuan yang
berasaldari BPBD. Kecukupan bantuan antara SOP dengan pengalaman empiris
menunjukkan kesamaan, yaitu kecukupan bantuan makanan 3 (tiga) kali sehari, bahkan
dilapangan bantuan tersebut lebih dari cukup. Sebelum bantuan diberikan kepada
masyarakat, Sebelum bantuan tersebut dibagikan ke masyarakat, terlebih dahulu personel
BPBD memeriksa kondisi dan tanggal kadaluarsa barang tersebut, namun yang terjadi
dilapangan beras yang diberikan kurang berkualitas. Hal ini disebabkan kurang
memadainya gudang yang dimiliki BPBD, serta lamanya penimbunan beras. Untuk
pasokan atau distribusi yang diberikan ke tempat pengungsian dapat dilihat sebagai berikut

Kesimpulan

Di kota serang Banten tersebut telah diperoleh data data yang meunjukkan bahwa
dinas sosial yang berindak sebagai penerima sekaligus penyalur bantuan logistik untuk
korban banjir yang ada dikawasan tersebut. Dan juga permasalahan permasahalan dalam
melakukan pendistribusian masih saja sering terjadi di kota serang itu sendiri. Salah satu
langkah solusi yang ditawarkan yaitu dengan penerapan digitalisasi, yang memang oleh
Dinas Sosial juga sedang mengembangkan sebuah aplikasi yang bernama Simlog dengan
berbagai macam fasilitas yang diperuntukan guna memudahkan pendistribusian layanan
agar dapat bergerak sesuai secara efektif dan efisien. Juga adanya informasi secara
transpara yang tercantum pada aplikasi agar semuanya tergambar secara jelas pada
aplikasi tersebut dan tidak menimbulkan prasangka buruk dari masyarakat mengenai
bantuan bencana.

Daftar Pustaka

Akhmad Purnama & Murdiyanto. (2013). Penyaluran Bantuan Korban Bencana Alam Studi
Kasus Pemulihan Kehidupan Korban Bencana Alam di Kota Jayapura, 12 (2), 183-
196 https://ejournal.kemensos.go.id
Miles, M.B, Huberman, A.M. & Saldana, J. (2013) Qualitative Data Analysis: A Methods
Sourcebook Third Edition [Internet]. SAGe Publications, London. Diakses melalui
http://www.gumtree.com.au/s-st-lucia-brisbane/leguages/k013005912/ [Diakses pada
tanggal 17 Januari 2015].
11
Samsul maarif, dkk. 2012. “Studi Kasus Ancaman Bencana”. Jakarta. Badan Penanggulangan
Bencana

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.


Jakarta, Badan Nasional Penanggulangan Bencana

12
13

You might also like