You are on page 1of 14

Ade Ariyani Sari Fajarwati, Representasi Tubuh Manusia dalam Omah Jawa

Representasi Tubuh Manusia dalam Omah Jawa

ADE ARIYANI SARI FAJARWATI


Interior Design, School of Design, Bina Nusantara University
e-mail: ade@binus.ac.id/ ade.fajarwati@gmail.com
ABSTRACT Omah Jawa is an architectural that has a great tradition, with a design that adheres
to the concept of cosmology and adapted to the human environment. This article is about the
description and architectural analysis of the Javanese tradition house that called omah, as a
human body representation, by knowing the meaning of important component in the concept,
function and form of the building. This analysis study is using Roland Barthes semiotics models,
which develop from De Saussure theory (signified and signifier). The result of this research is
explain that the design of Javanese house (form and function), has relation with human body
structure.

ABSTRAK Omah Jawa merupakan sebuah bangunan yang mempunyai nilai tradisi adiluhung,
dengan desain yang mengacu pada konsep kosmologi dan disesuaikan dengan lingkungan
hidup manusianya. Tulisan ini merupakan kajian yang mendeskripsikan serta menganalisis
arsitektural dan desain layout rumah Jawa sebagai representasi tubuh manusia, dengan men-
getahui makna yang menjadi komponen penting dalam konsep, fungsi dan bentuk bangunan.
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini yakni menggunakan model semiotika Roland
Barthes, yang mengembangkan teori tanda De Saussure (penanda dan petanda). Hasil peneli-
tian ini menjelaskan bahwa pada dasarnya antara desain bentuk dan fungsi layout rumah Jawa
memiliki keterkaitan dengan struktur tubuh manusia.

Keywords: representation, house, Java, body, semiotics


Kata kunci: representasi, rumah, Jawa, tubuh, semiotika

181

Omah Jawa sebagai Rumah


Tradisi

Rumah Jawa atau omah, merupakan salah


mencapai keharmonisan kehidupan.
satu jenis rumah tradisional di Indonesia
Walaupun pada perkembangannya omah
yang mempunyai ciri khusus baik dari
Jawa mengalami pengaruh dari Kolonial
bentuk maupun fungsinya. Berbeda dengan
Barat dan Islam secara bentuk dan
rumah modern, dalam merancang sebuah
ornamennya, namun filosofi kosmologi
rumah tradisional tidak hanya
Timur yang dibawa oleh pengaruh Hindu-
memperhatikan tiga elemen pokok
Budha tetap dipertahankan.
arsitektur-yakni kekuatan, fungsional dan
Sebagai suatu realitas ciptaan,
prinsip keindahan saja, tetapi ada hal
arsitektur rumah Jawa merupakan
pokok lain yang tidak bisa dilepaskan,
sebuah karya adiluhung bila dilihat
yaitu makna dari setiap ruangan. Hal ini
dari aspek filosofinya. Antara lain yaitu
disebabkan karena masyarakat Nusantara
adanya keseimbangan antara fungsi dan
memiliki filosofi hidup dengan mengacu
konstruksi, kesesuaian dengan lingkungan,
pada kosmologi (makrokosmos dan
pengaturan ruang/layout, bentuk ornamen,
mikrokosmos) untuk
Jurnal Urban Vol 1, No.2, Januari - Juni 2018 :115-

dan lain sebagainya. Dalam merancang menggunakan data primer dan sekunder
atau membangun sebuah rumah Jawa, melalui observasi lapangan, dokumentasi
terdapat beberapa pakem-pakem khusus 1
kegiatan, referensi yang berkaitan dengan
yang mengikat perancangan rumah Jawa penelitian ini, dan data dari internet.
karena memiliki makna di baliknya. Pakem Teknik analisis data yang digunakan
ini meliputi desain pengaturan ruang atau pada penelitian ini dengan menggunakan
layout dan fungsi di tiap ruangnya. Hal model semiotika Roland Barthes, yang
ini berlaku bagi semua rumah Jawa yang mengembangkan teori tanda de Saussure
berada di bawah otoritas Keraton. (penanda dan petanda). Objek penelitian
Dalam membuat sebuah rumah, yang dipakai adalah layout rumah Jawa
orang Jawa selalu mempunyai makna pada dan relasinya dengan struktur anggota
setiap ruangnya. Rumah dianggap sebagai tubuh manusia, dilihat dari persamaan
sesuatu yang hidup dan merepresentasikan karakteristik dan fungsinya, serta perilaku
struktur tubuh manusia, yang hidup orang Jawa dalam berkegiatan pada setiap
dalam keseimbangan dan keselarasan ruang.
dengan lingkungannya. Bila diperhatikan
pembagian antar ruangnya, maka rumah Ruang dalam Omah
lebih dari struktur bangunan fisik semata,
omah adalah satuan simbolis, sosial dan Pembagian ruang pada omah Jawa
praktis (Santosa, 2005:4). Bagi manusia mempunyai ciri khas yang membuat kita
Jawa, rumah merupakan penerapan dapat menandai sekaligus memaknai
182
hubungan kosmologi yang diterapkan bahwa rumah tersebut adalah sebuah
dalam kehidupan yang selaras dengan rumah Jawa. Jenis ruang tersebut adalah
alam dan lingkungannya. Pemaknaan pada pendhapa, paringgitan, dalem, senthong
ruang hunian merupakan nilai hubungan (terbagi atas senthong kiwo, senthong
manusia dengan alam, manusia sebagai tengah dan senthong tengen), gandhok
mahluk sosial dan manusia sebagai kiwo, gandhok tengen dan pawon. Menurut
individu. (Cahyani, 2015). Rahmanu Widayat (2004:2), rumah tradisi
Kajian ini menganalisis bagaimana Jawa yang bentuknya beraneka ragam
rumah Jawa merepresentasikan tubuh mempunyai pembagian ruang yang khas,
manusia yang memunculkan pemaknaan yaitu terdiri atas pendhapa, paringgitan dan
dari setiap ruangan. Ruangan-ruangan dalem. Terjadi penerapan prinsip hierarki
tersebut meliputi teras (pendhapa), ruang dalam pola penataan ruangnya. Setiap
tamu (paringgitan), ruang tidur (senthong), ruangan memiliki perbedaan nilai, ruang
ruang tengah (dalem), dan dapur (pawon). bagian depan bersifat umum (publik), dan
Penelitian ini menggunakan metode bagian belakang bersifat khusus
penelitian kualitatif, berusaha menganalisa (pribadi/privat). Setiap ruangan mulai dari
dan mengartikan makna dari objek yang bagian teras, pendhapa sampai bagian
diteliti berdasarkan fakta di lapangan, belakang (pawon dan pekiwan) tidak hanya
1 Pakem ini merupakan suatu hal memiliki fungsi, tetapi juga sarat dengan
yang telah disepakati bersama dan diwariskan.
unsur filosofi hidup etnis Jawa.
Ade Ariyani Sari Fajarwati, Representasi Tubuh Manusia dalam Omah Jawa

Gambar 1.
Omah Jawa tampak depan. Sumber: Ade Fajarwati

Pendhapa merupakan ruang Keraton, mereka tidak memiliki pendhapa


bagian terdepan yang berfungsi sebagai 183
juga paringgitan, namun mereka tetap
tempat untuk menerima dan menjamu memiliki bagian inti dari omah Jawa,
tamu. Ruang ini sama dengan ruang teras yakni dalem, senthong dan pawon yang
bila dibandingkan dengan rumah modern juga merupakan representasi dari tubuh
pada umumnya dan bersifat semi privat. manusia.
Ruang ini, secara filosofi memiliki makna Pada omah Jawa, juga terdapat
tepa slira yakni sikap menghormati dan dalem, merupakan ruang tempat
menghargai orang lain. Kemudian dari berkumpul keluarga. Ruang ini bersifat
pendhapa sebelum masuk ke ruang dalem semi privat. Di ruang dalem terdapat
harus melewati ruang paringgitan terlebih beberapa ruang senthong, yaitu merupakan
dahulu. Paringgitan merupakan ruang ruang tidur/ kamar/bilik yang sudah tentu
tamu yang biasa digunakan untuk bersifat privat. Senthong dibagi lagi atas
melakukan kegiatan sosial budaya seperti senthong kiwo (kiri), senthong tengah dan
slametan dengan masyarakat sekitar. senthong tengen (kanan). Makna filosofi
Makna filosofis pada ruangan ini adalah senthong yakni bahwa manusia sebagai
manusia sebagai makhluk sosial, yaitu mahluk individual harus dapat bersumeleh
bahwa kita harus berbagi rasa syukur yang berarti pasrah dan menyerahkan diri.
kepada sesama, saling bergotong royong Pada ruangan ini sifat dan karakter pribadi
dan saling rukun agar sentosa. Bagi pemilik rumah tercermin, karena barang
masyarakat biasa di luar pribadi pemilik
Jurnal Urban Vol 1, No.2, Januari - Juni 2018 :115-

Gambar 2. Gambar 3.
Pendhapa dan Paringgitan dalam Omah Jawa. Ruang dalem omah Jawa.
Sumber: https://lostandwander1976.com Sumber: http://krjogja.com

akan ada di sini, berbeda dengan ruang lain juga sebagai dapur. Pawon dianggap
184
yang tidak bisa sembarangan meletakkan penting karena merupakan area yang dapat
barang-barang. Setelah dalem terdapat menghidupi keluarga, yakni menghasilkan
gandhok yang berada di sayap kanan makanan. Pawon walaupun sangat penting
dan kiri rumah Jawa, terpisah dari ruang keberadaannya, ia tetap diletakan di area
dalem. Gandhok kiwo dan gandhok tengen paling belakang. Hal ini disebabkan karena
merupakan ruangan yang dipergunakan kegiatan yang dilakukan di pawon bersifat
untuk anggota keluarga besar yang tinggal. service dan areanya tergolong dalam area
Dalam pemanfaatannya, ruang gandhok semi privat (Cahyani, 2015)
kanan lebih diutamakan untuk tamu dan
pihak luar yang sedang memerlukan Representasi tubuh dalam Omah
tempat menginap. Sedangkan anggota
keluarga yang lebih dekat, justru Dalam filosofi omah Jawa, antara
ditempatkan di gandhok kiri. Di ruang tubuh manusia dan ruang saling
semi publik ini, keluarga dapat aktif mengejawantahkan satu sama lain.
melakukan kegiatan karena bersifat lebih Jika dipandang dalam ilmu arsitektural,
terbuka. penggambaran denah arah masuk dimulai
Ruang terakhir yang sangat dari bawah. Namun pada penggambaran
penting dalam suatu rumah yakni pawon. bagan layout omah Jawa, digambarkan
Pawon adalah ruang yang berfungsi untuk mulai dari atas ke bawah, untuk
kegiatan masak-memasak, atau disebut
Ade Ariyani Sari Fajarwati, Representasi Tubuh Manusia dalam Omah Jawa

Gambar 4.
Layout Omah Jawa, dalam pemaknaan skala horisontal.
Sumber: Ade Fajarwati, 2017

menggambarkan kondisi tubuh manusia. dari rumah seorang raja sampai milik
Beberapa istilah rumah digunakan oleh 185
orang kampung. Ciri khas utama rumah
orang Jawa untuk menyebut dirinya. Salah Jawa berbentuk simetri yang berlaku pada
satunya yakni ketika dipanggil, orang Jawa semua penampakan rumah, mulai tampak
umumnya menjawab dengan kata “dalem”, depan, tampak atas, bentuk atap dan
sebagai jawaban “iya saya”. Kata dalem sebagainya. Desain yang simetri
juga memiliki arti yang sama dengan ruang merepresentasikan tubuh manusia yang
tengah dalam rumah. Masing-masing simetri, seimbang antara kanan dan kiri.
ruang dalam omah Jawa mempunyai Hal ini kemudian memunculkan makna
karakteristik dan fungsi yang bahwa kehidupan dalam sebuah rumah
merepresentasikan anggota tubuh manusia. haruslah seimbang antara raga dan batin,
Dari sini kita akan melihat bahwa makna kesenangan dan kesedihan, pemasukan dan
dari sebuah rumah tidak hanya sebagai pengeluaran, dan lain sebagainya.
sebuah tempat bernaung atau tinggal, Dalam bangunan rumah tradisional
melainkan dimaknai sebagaimana hal-hal dapat dilihat dalam dua skala, yaitu skala
yang berlaku pada tubuh manusia yang horisontal dan vertikal. Skala horisontal
hidup. membicarakan perihal ruang dan
Pada layout sebuah rumah, pembagiannya, sedangkan skala vertikal
masyarakat Jawa mempunyai standarisasi membicarakan pembagian bangunan
yang telah ditetapkan dan sudah menjadi rumah yang terdiri atas lantai dasar yang
konvensi bersama. Hal ini berlaku mulai disebut
Jurnal Urban Vol 1, No.2, Januari - Juni 2018 :115-

Tabel Penjelasan Pemaknaan Omah Jawa Berdasarkan Bagan 1

Referensi Omah Jawa

Penanda/signifier Layout rumah Jawa

Petanda/signified: Anatomi tubuh manusia

Bagan 1.
Pemaknaan Omah Jawa Berdasarkan Kajian Semiotika

sebagai kaki (umpak, bebatur), tubuh (tiang, Makna-makna yang telah


dinding) dan bagian atas yaitu kepala atau ditetapkan tersebut dapat juga dikatakan
atap. Skala vertikal pada rumah merupakan sebagai makna konotasi seperti yang
struktur tegak yang berupa oposisi antara diterangkan oleh Barthes, yakni merupakan
dunia transenden (immaterial) dengan makna yang dibawa dan didasari oleh
dunia imanen (material). Dalam konteks kesepakatan bersama. Connotation is
mistik kejawen, struktur atas adalah bagian arbitrary in that the meanings brought to
puncak yang merepresentasikan kegaiban, the image are based on rules or
sedangkan struktur horisontal atau bagian conventions that the reader has learnt.
bawah adalah tempat manusia melakukan (Crow, 2010: 55). Saussure
kehidupan (Djono, 2012). Berikut layout mengemukakan bahwa dalam kehidupan
sosial budaya, penanda adalah
186 omah Jawa yang merepresentasikan “ekspresi” (E) tanda, sedangkan petanda
struktur tubuh manusia. adalah “isi” yang dalam bahasa Perancis
Berdasarkan penjelasan di atas disebut sebagai contenu (c). Sehingga
dapat dikatakan juga bahwa omah Jawa tanda adalah ‘relasi’ (R) antara E dan C.
memiliki banyak simbol makna. Menurut Barthes mengembangkan tanda yang
segitiga Pierce, tanda dibagi menjadi dikemukakan oleh Saussure di atas, dari
sesuatu yang ditampilkan (representamen), signifikasi pertama (denotasi) menjadi
makna tanda (intepretant) dan objek itu signifikasi kedua sebagai konotasi,
sendiri. Simbol itu sendiri merupakan kemudian menjadi signifikasi ketiga
tanda yang bersifat mewakili sebuah hal menjadi mitos. Selanjutnya mitos akan
yang lebih besar dari yang ada di mengalami signifikasi berikutnya menjadi
belakangnya sekaligus juga menunjukan ideologi (Hoed, 2012).
arti yang telah disepakati bersama. Dalam Makna denotasi (what we see)
hal ini, objek merepresentasikan merupakan makna sesungguhnya dari
maknanya, walaupun dalam memaknainya sebuah tanda. Dalam kajian ini, bentuk
(intepretasi) tidak harus memiliki makna arsitektural yang membangun bentuk omah
tunggal melainkan multi-intepretant Jawa memiliki makna denotasi sebagai
(Short, 2007). Dalam kasus omah Jawa, ruang-ruang yang memiliki fungsi. Seperti
simbol beserta maknanya sudah disepakati halnya ruang pendhapa yang memiliki
bersama, ditentukan oleh kuasa Keraton. fungsi sebagai tempat yang berfungsi
sebagai pusat kegiatan keluarga, atau
Ade Ariyani Sari Fajarwati, Representasi Tubuh Manusia dalam Omah Jawa

Omah Jawa sebagai sebuah susunan ruang dengan fungsi


Denotasi dan layout tertentu yang dipergunakan sebagai ruang
masyarakat Jawa beraktifitas.

Omah Jawa adalah sebagai tubuh sebagaimana fungsi


Konotasi
anatomi tubuh manusia

Mitos Mempercayai Omah Jawa sebagai tubuh manusia.

Ketika masyarakat Jawa bertindak atas makna yang


Ideologi
dipercayainya

Bagan 2.
Pemaknaan rumah sebagai representasi tubuh manusia.
Sumber: Ade Fajarwati

senthong yang merupakan tempat privasi meanings are seen as part of the
keluarga. natural order of things. Where these
Makna konotatif (what we think) meanings came from, and the process
seperti yang dijelaskan oleh Barthes di that transformed the meaning of
atas, dalam omah Jawa ini, dimaknai the signs, are either forgotten or
bahwa rumah adalah simbol yang hidden. The process of generating 187
merepresentasikan tubuh manusia, yang myths filters the political content out
memiliki fungsi-fungsi yang diserupakan of signification. In today’s society,
dengan anggota tubuh manusia. Simbol modern myths are built around things
dan maknanya telah mengalami like notions of masculinity and
kesepakatan. Ketika makna-makna femininity; the signs of success and
konotasi tersebut dipercayai, maka oleh failure; what signifies good health
Barthes makna dianggap sebagai mitos. and what does not (Crow.2010:60).
Mitos pun akan mengalami signifikasi
ketiga menjadi ideologi (atau disebut juga Orang Jawa sering menerapkan
sebagai denotasi baru), jika dipraktekkan segala sesuatu dalam kehidupan tidak
oleh masyarakat Jawa. Ideologi ini ketika boleh berlebihan, melainkan semua harus
terus dilakukan akan menjadi pola pikir dalam keseimbangan. Keseimbangan ini
kehidupan yang terjadi secara berulang, disimbolkan ke dalam bentuk layout
sehingga dikatakan juga sebagai produk rumah. Jika melihat bentuk layoutnya,
budaya. maka pendhapa disimbolkan sebagai
kepala. Dalam kepala manusia terdapat
For him, myths were the result of otak yang mengatur seluruh hal yang
meaning generated by the groups dilakukan oleh tubuh. Otak juga dianggap
in society who have control of the sebagai pusat tubuh manusia. Tidak
language and the media. These hanya itu,
Jurnal Urban Vol 1, No.2, Januari - Juni 2018 :115-

Gambar 5
Pendhapa Omah Jawa.
Sumber: Ade
Fajarwati

kepala juga memilki wajah yang tentunya kehidupan manusianya. Berdasarkan


akan dilihat oleh siapapun. Ketika kepala hal tersebut, tak jarang kita menemui
direpresentasikan ke dalam bentuk ruang di beberapa tempat, orang Jawa masih
188 depan, maka pendhapa juga dianggap menaruh sesaji yang biasanya diletakkan
sebagai titik pusat energi rumah secara tepat di tengah ruangan. Mereka meyakini
keseluruhan, yakni sebagai tempat yang tempat ini adalah pusat energi, sehingga
dapat mengatur seluruh kegiatan yang memudahkan koneksi dengan Tuhan. Dalam
ada di rumah, juga sebagai wajah dari hal ini, menaruh sesaji dapat dikatakan
pemilik rumah. Oleh karena itu, pada juga merupakan ideologi orang Jawa dalam
ruang ini tampilan sangat diperhatikan. memaknai rumahnya.
Begitu juga segala bentuk permasalahan Pendhapa dianggap memiliki
selalu dimusyawarahkan di ruangan ini. atribut-atribut simbolis dan konfigurasi
Titik pusat energi dari sebuah geometris yang menandakan perannya
rumah terletak pada titik tengah dari sebagai sumbu semesta yang dilindungi
sebuah ruang. Namun, sebuah ruangan oleh mantra-mantra magis dari para
juga memiliki titik pusat energinya sendiri. pengacau. Namun demikian, hanya ketika
Pendhapa yang berbentuk segi empat tuan rumah duduk di pendhapa dan
memiliki pusat energi pada titik pertemuan mempergunakannya sebagai tempat untuk
diagonalnya. Sehingga dalam melakukan menerima tamu (yang berarti orang-orang
kegiatan pada titik pusat sebuah ruangan di sekitarnya), maka ruang ini berperan
(area tengah pendhapa) harus berhati- dan bermakna sebagai sumbu “semesta”
hati dalam bersikap dan bertindak, karena sekitarnya. (Santosa, 2000:5).
dianggap akan memberikan efek pada
Ade Ariyani Sari Fajarwati, Representasi Tubuh Manusia dalam Omah Jawa

Gambar 6
Pagelaran Wayang di ruang paringgitan.
Sumber: https://phinemo.com

Pendhapa yang indah dan megah terletak di bagian yang pertama kali
merupakan tanda bahwa sang pemilik dilihat sebagai tanda bagi sang pemilik
adalah orang terhormat, begitu juga wajah. Wajah bersifat terbuka, karena
sebaliknya. Dapat dikatakan begitu karena seseorang bisa melihat wajah orang lain 189
walaupun pendhapa diposisikan sebagai ketika berpandangan walau dengan aturan
ruang tamu , namun jika disimbolkan
2
tertentu, dengan cara membaca ekspresi
sebagai kepala dari tubuh manusia, maka wajah tersebut. Pendhapa juga memberi
pendhapa merupakan representasi dari kesan pertama tentang bagaimana pemilik
wajah seseorang. Pendhapa memiliki rumah yang di dalamnya. Tidak hanya
makna denotasi sebagai ruangan untuk itu, tamu maupun pemilik rumah harus
menerima tamu, Sedangkan pada makna mengikuti aturan khusus untuk duduk
konotasinya, pendhapa adalah penanda maupun bersikap di pendhapa. Sebagai
tentang status dan kondisi manusia yang ruang publik, pendhapa pada hakikatnya
berada di dalamnya. Orang Jawa berusaha adalah merupakan sebuah ruang privasi,
membuat bangunan pendhapa semenarik karena tidak semua orang diijinkan untuk
mungkin dan menerima tamu di pendhapa dapat berada di ruang ini. Publik diijinkan
dengan sebaik-baiknya, karena ruangan masuk atas kuasa dari pemilik rumah.
ini merupakan ekspresi pertama kali yang Walaupun pendhapa dapat diakses semua
hadir dan mewakili seluruh bagian rumah. orang, tetapi ada kuasa yang mengatur
Dalam analogi tubuh manusia, pendhapa perilaku pada ruangan tersebut.
merupakan wajah, di mana wajah manusia Setelah pendhapa, terdapat sebuah
2 Sebuah ruang terbuka yang difungsikan selasar pendek yang biasa dipergunakan
untuk menerima tamu atau mengadakan suatu
acara terbuka sebagai tempat pertunjukan wayang kulit
Jurnal Urban Vol 1, No.2, Januari - Juni 2018 :115-

Gambar 7.
Area paringgitan.
Sumber: www.pinterest.com.

190 yang disebut dengan paringgitan. Orang yang dapat menunjukkan kemakmurannya.
yang diperbolehkan menanggap wayang Oleh karena itu, umumnya di ruangan ini
kulit (ringgit) biasanya merupakan orang biasanya pemilik rumah menampilkan
yang mempunyai strata sosial tinggi. pertunjukan wayang. Wayang dianggap
Paringgitan ini secara fungsi merupakan sebagai suatu kemewahan bagi orang Jawa.
selasar pendek, semacam ruang transisi Dalam pertunjukan wayang, posisi tamu
menuju ruang utama. Namun jika dimaknai berada di area pendhapa, sedangkan layar
secara konotatif, maka ruang ini diletakkan di paringgitan untuk menutupi
merupakan representasi leher manusia, rumah utama. Sehingga ruang paringgitan
yakni sebagai penghubung antara kepala
ini secara fungsi merupakan ruang batas
dan tubuh manusia.
antara ruang publik (pendhapa) dan ruang
Pada orang Jawa, umumnya
privat (dalem), sehingga tamu tidak bisa
leher tidak ditutupi pakaian, melainkan
melihat apa yang ada di dalam rumah.
dibuka dan dijadikan tempat perhiasan Ruang utama setelah paringgitan
seperti kalung dengan bandulnya yang adalah ruang dalem. Seluruh kegiatan
besar. Semakin makmur pemakainya, anggota penghuni rumah terjadi di ruang
maka semakin besar dan indah perhiasan dalem. Ruang ini secara konotasi dimaknai
bandul yang dipakainya. Berdasarkan sebagai tubuh manusia yang harus selalu
penjelasan di atas, maka makna konotasi ditutupi pakaian agar tertutup auratnya.
dari paringgitan, yakni merupakan tempat Bagi orang Jawa ruang dalem merupakan
Ade Ariyani Sari Fajarwati, Representasi Tubuh Manusia dalam Omah Jawa

Gambar 8.
Senthong Omah Jawa.
Sumber: Ade Fajarwati, 2017 191

ruangan privasi yang hanya bisa diakses harta dan pusakanya. Di sebelah kanan
oleh anggota keluarga. Ada kewajiban bagi senthong tengah ada senthong tengen,
penghuni rumah untuk tidak mengumbar yakni merupakan kamar khusus untuk istri
ke luar segala kegiatan yang berada di dan anak yang masih kecil. Lalu di sebelah
ruang dalem. Harus bisa menjaga situasi kiri ada senthong kiwo, merupakan kamar
keluarga agar selalu nampak baik di mata bagi anak gadis yang sudah beranjak
orang lain, sehingga harkat dan martabat remaja. Bagi orang Jawa, senthong tidak
keluarga tetap terjaga. hanya sebagai kamar dan ruang privasi,
Di area ruang dalem, terdapat namun merupakan representasi dari rahim
tiga kamar berjejer yang disebut dengan perempuan. Rahim merupakan tempat
senthong yang terbagi atas senthong penanaman benih seorang pria untuk
tengen (kanan), senthong tengah dan mendapatkan keturunan, sehingga harus
senthong kiwo (kiri). Senthong artinya dijaga dengan baik. Begitu juga dengan
kamar atau bilik. Senthong tengah senthong, yang harus dilindungi dan dijaga
merupakan ruang persembahan. Kegiatan dengan baik.
yang dilakukan di ruang ini yakni segala Untuk suami dan anak laki laki,
hal yang berhubungan dengan ritual. Di senthongnya tidak berada di area dalem,
senthong tengah, biasanya orang Jawa tetapi suami memiliki akses ke senthong
menyimpan
Jurnal Urban Vol 1, No.2, Januari - Juni 2018 :115-

Gambar 9.
Krobongan di ruang dalem Sasono Mulyo Kasunan Surakarta.
Sumber: https://hiveminer.com.
192

tengen. Oleh karena itu, senthong dalem dan berada di sayap kanan dan kiri
dimaknai sebagai ruang yang sangat sakral, omah Jawa. Gandhok terdiri dari gandhok
tertutup dan harus selalu dijaga sebagai kiwo dan gandhok tengen. Gandhok ini
tempat penyimpanan. Orang Jawa sering berfungsi sebagai tempat tinggal bagi
melakukan upacara ritual seperti anggota keluarga besar. Biasanya keluarga
pernikahan dan acara ritual lainnya di besar melakukan kegiatan di sepanjang
depan senthong tengah. Biasanya tempat area antara dalem dan gandhok. Gandhok
ini dipasang krobongan, yakni kamar yang secara simbolik merupakan representasi
selalu kosong namun lengkap dengan dari tangan manusia, yang aktif melakukan
ranjang, kasur, bantal, dan guling, dan kegiatan dan bersifat lebih terbuka. Ada
dapat juga digunakan untuk malam perlakuan khusus dalam memanfaatkan
pertama bagi pengantin baru. Ruang ini ruang gandhok. Gandhok tengen,
juga merupakan tempat menaruh sesaji diutamakan untuk tamu dan pihak luar
sebagai pemujaan terhadap Dewi Sri3, yang sedang memerlukan tempat menginap,
yakni Dewi kesuburan dan kebahagiaan sedangkan gandhok kiwo digunakan
rumah tangga (Widayat, 2004:7). untuk anggota keluarga yang lebih dekat.
Setelah dalem ada ruang gandhok,
Pemaknaan sisi kanan lebih baik daripada
merupakan ruangan yang terpisah dari
sisi kiri direpresentasikan dalam gandhok
3 Hal ini sesuai dengan mata pencaharian
masyarakat Jawa sebagai petani agraris
Ade Ariyani Sari Fajarwati, Representasi Tubuh Manusia dalam Omah Jawa

Gambar 10.
Gambar 11.
Gandhok Omah Jawa.
Pawon sebagai ruang yang sangat penting
Sumber: Ade Fajarwati
keberadaannya dalam omah Jawa.
Sumber: http://andisetyaji.blogspot.co.id.

tengen dan gandhok kiwo. Sebagaimana Kesimpulan 193


sifat orang Jawa yang senang membantu,
mengutamakan orang lain dan lingkungan Berdasarkan penjelasan di atas, kita bisa
sosialnya di atas kepentingan pribadi. melihat bahwa pengaturan tata ruang/
Pada bagian belakang rumah, layout omah Jawa merupakan simbol
terdapat pawon (dapur) yang merupakan tubuh manusia, memiliki kemampuan
ruang servis. Pawon merupakan representasi berkomunikasi melalui tanda (sign) yang
dari kaki manusia, yang letaknya berada di melekat padanya. Dengan kata lain tanda-
struktur tubuh paling bawah. Kaki sering tanda (sign) arsitektural yang membangun
diposisikan sebagai hal yang rendah, tetapi bentuk omah Jawa mempunyai muatan
merupakan kebutuhan vital karena dapat denotatif ketika difungsikan sekaligus juga
membuat tubuh dapat berpindah. Secara konotatif jika dimaknai secara simbolik.
fungsi, pawon juga merupakan tempat para Melalui pembacaan semiotika
abdi dalem bekerja, sehingga jika tidak ada pada omah Jawa, maka didapatkan makna-
pawon maka kegiatan makan dan servis di makna simbolik dari ruang (sebagai tanda)
omah Jawa tidak berjalan. yang ada di omah Jawa. Makna simbolik
tersebut merupakan signifikasi kedua
(konotasi) setelah makna awalnya
(denotasi). Rumah bukan hanya sekadar
tempat tinggal dan untuk berlindung,
namun juga dimaknai
Jurnal Urban Vol 1, No.2, Januari - Juni 2018 :115-

sebagai sesuatu yang hidup, sekaligus juga DAFTAR PUSTAKA


merepresentasikan struktur tubuh manusia
yang hidup. Makna-makna tersebut Cahyani, Rizqi; Lisa Dwi Wulandari
mengacu pada filosofi kosmologi Timur, & Antariksa. 2015. “Pengaruh
yakni makrokosmos dan mikrokosmos. Arsitektur Tradisional Jawa dalam
Ketika apa yang ada di kehidupan sehari- Hunian Kolonial di Kampung
hari harus merepresentasikan alam Bubutan Surabaya”. Jurnal Ruas,
semesta. Sehingga, pemaknaan pada rumah Vol. 13 No 1, Juni 2015, ISSN 1693-
tradisi juga dikaitkan dengan pemaknaan 370.
tubuh manusia. Ada relasi yang kuat antara Crow, David. 2010. Visible Signs, An
fungsi tubuh manusia dengan fungsi ruang Introductions to Semiotics in the
pada rumah tradisi, dalam hal ini yaitu Visual Art. Switzerland: AVA
omah Jawa. Kedua relasi tersebut pada Publishing SA.
akhirnya dimaknai dengan pemakaan yang Djono; Prasetyo Utomo & Slamet
sama. Makna-makna yang diproduksi ini Subiyantoro. 2012. “Nilai Kearifan
secara tidak langsung merupakan media Lokal Rumah Tradisional Jawa”.
yang berisi muatan atau pesan yang Humaniora, Vol. 24, No. 3 Oktober
hendak disampaikan. Pesan yang bersifat 2012: 269 – 278
abstrak akan menjadi nyata (konkrit) Hoed, Benny. 2012. Semiotik dan Dinamika
apabila direpresentasikan dalam bentuk Sosial Budaya. Depok: Komunitas
benda keseharian, seperti halnya rumah Bambu
194
sebagai bentuk nyata secara fisik. Santosa, R.B. 2000. Omah: Membaca Makna
Tanda-tanda (sign) Rumah Jawa. Yogyakarta: Yayasan
direpresentasikan
Bentang Budaya
pada penataan ruang/layout ruang omah
Widayat, Rahmanu. 2004. “Krobongan
Jawa, telah melalui kesepakatan (bukan
Ruang Sakral Rumah Tradisi Jawa”.
multi-tafsir) yang sudah berlangsung lama
Dimensi Interior, Vol. 2 No.1, hal. 1-
diterima secara luas dan menjadi memori
21.
kolektif atau pengalaman sosial
masyarakat Jawa. Penataan ruang ini
meliputi tampak dan denah. Rumah dalam
hal ini adalah sebagai produk budaya
tangible, sedangkan pemaknaan ruang-
ruang pada rumah tradisi Jawa (Omah)
adalah produk budaya intangible.
Pemaknaan konotatif pada rumah tradisi
Jawa ini ketika dimaknai dan dipercaya,
maka pemaknaan ini akan menjadi mitos.
Ketika mitos ini sudah dilakukan dan tidak
sekadar dimaknai, maka pemaknaannya
akan berubah menjadi ideologi.

You might also like