You are on page 1of 44

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hidrografi (atau geodesi kelautan) adalah ilmu tentang pemetaan laut dan pesisir.
Hidrografi menurut International Hydrographic Organization (IHO) adalah ilmu tentang
pengukuran dan penggambaran parameter-parameter yang diperlukan utnuk menjelaskan
sifat-sifat dan konfigurasi dasar laut secara tepat, hubungan geografisnta dengan daratan, serta
karakteristik-karakteristik dan dinamika-dinamika lautan. Secara etimologi, Hidrografi bersal
dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata “hidro” yang berarti air dan “grafi” yang berarti
menulis, hidrografi artinya gambaran permukaan bumi yang digenangi air.
Sama seperti pekerjaan survey darat, terrestrial survey, survey hidrografi juga memerlukan
perencanaan yang baik dan terstruktur agar menjadi survey hidrografi yang tepat sasaran.
Dalam survey hidrografi, terdapat beberapa komponen yang merupakan bagian tak terpisahkan
dari suvey hidrografi itu sendiri, yaitu oenguuran pasang surut, pemeruman, pengukuran
tpografi dan volulme dari daereah pantai tersebut.
Pantai Dalegan yang terletak di Gresik, Provinsi Jawa Timur adalah salah satu pantai yang
dapat digunakan untuk survey hidrografi, karena mempunyai topografi yang lengkap dan juga
mempunyai ombak yang tidak membahayakan.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari praktikum ini adalah sebagai berikut:


a. Bagaimana proses pengolahan data pemetaan detil situasi pantai Dalegan?
b. Bagaimana proses pengolahan data pengamatan GPS untuk menentuan koordinat Base
point?
c. Bagaimana proses pengolahan data sounding kedalaman laut terhadap MSL?
d. Bagaimana proses pengolahan data pengamatan pasang surut terhadap MSL?
e. Bagaimana hasil tampilan peta batimetri hasil pengukuran dari hasil pengolahan data
praktikum survei hidrografi ?

1
2

1.3 Maksud dan Tujuan Praktikum

Adapun maksud dan tujuan dari rpraktikum ini adalah sebagai berikut:
a. Mahasiswa dapat mengatahui komponen dari survey hidrografi.
b. Mahasiswa dapat melakukan pengamatan dan pengolahan data pasang surut
c. Mahasiswa dapat melakukan pengukuran detil situasi dan memetakan area pengamatan.
d. Mahasiswa dapat melakukan pemeruman dan proses pengolahan datanya.
e. Mahasiswa dapat melakukan perhitungan posisi suatu tiitk menggunakan GPS metode
kinematik
f. Mahasiswa dapat membat tampilan peta batimetri dari hasil pengolahan data praktikum
survei hidrografi.

1
3

BAB II
DASAR TEORI

2.1 Hidrografi

Kata hidrografi merupakan serapan dari bahasa Inggris ‘hydrography’. Secara etimologis,
‘hydrography’ berasal dari kata sifat dalam bahasa Prancis abad pertengahan ‘hydrographique’
yaitu kata yang berhubungan dengan sifat dan pengukuran badan air, misalnya kedalaman dan
arus (Merriam-Webster Online, 2004). Sedangkan Batimetri berasal dari bahasa Yunani : βαθυς,
berarti "kedalaman", dan μετρον, berarti "ukuran". Batimetri adalah ilmu yang mempelajari
kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai samudra atau danau. Sebuah peta
batimetri umumnya menampilkan relief lantai atau dataran dengan garis-garis kontor (contour
lines) yang disebut kontur kedalaman (depth contours atau isobath), dan dapat memiliki
informasi tambahan berupa informasi navigasi permukaan yang merupakan hasil akhir yang
diharapkan dalam penyusunan laporan Survei Hidrografi ini.
Hingga sekitar akhir 1980-an, kegiatan hidrografi utamanya didominasi oleh survei dan
pemetaan laut untuk pembuatan peta navigasi laut (nautical chart) dan survei untuk eksplorasi
minyak dan gas bumi (Ingham, 1975). Peta navigasi laut memuat informasi penting yang
diperlukan untuk menjamin keselamatan pelayaran, seperti kedalaman perairan, rambu-rambu
navigasi, garis pantai, alur pelayaran, bahaya-bahaya pelayaran dan sebagainya. Selain itu,
kegiatan hidrografi juga didominasi oleh penentuan posisi dan kedalaman di laut lepas yang
mendukung eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi.
Definisi akademik untuk terminologi hidrografi, dikemukakan pertama kali oleh
International Hydrographic Organization (IHO) pada Special Publication Number 32 (SP-32)
tahun 1970 dan Group of Experts on Hydrographic Surveying and Nautical Charting dalam
laporannya pada Second United Nations Regional Cartographic Conference for the Americas di
Mexico City tahun 1979. IHO mengemukakan bahwa hidrografi adalah ‘that branch of applied
science which deals with measurement and description of physical features of the navigable
portion of earth’s surface and adjoining coastal areas, with special reference to their use for the
purpose of navigation’. Group of Experts on Hydrographic Surveying and Nautical Charting
mengemukakan bahwa hidrografi adalah ‘the science of measuring, describing, and depicting
nature and configuration of the seabed, geographical relationship to landmass, and
characteristics and dynamics of the sea’. Perkembangan hidrografi juga mengakibatkan

1
4

perubahan definisi hidrografi yang oleh IHO didefinisikan sebagai ‘that branch of applied
sciences which deals with the measurement and description of the features of the seas and coastal
areas for the primary purpose of navigation and all other marine purposes and activitie including
-inter alia- offshore activities, research, protection of the environment and prediction services’
(Gorziglia, 2004).
Awalnya, batimetri mengacu kepada pengukuran kedalaman samudra. Pengukuran
kedalaman dasar laut dapat dilakukan dengan Conventional Depth Echo Sounder dimana
kedalaman dasar laut dapat dihitung dari perbedaan waktu antara pengiriman dan penerimaan
pulsa suara. Dengan pertimbangan sistim Side-Scan Sonar  pada saat ini, pengukuran
kedalaman dasar laut (bathymetry) dapat dilaksanakan bersama-sama dengan pemetaan dasar
laut (Sea Bed Mapping) dan pengidentifikasian jenis-jenis lapisan sedimen dibawah dasar laut
(subbottom profilers). Pada pengaplikasian Hidrografi untuk membuat peta batimetri
diperlukan survei lokasi pantai terlebih dahulu, sehingga didapatkan data pengamatan pasang
surut, posisi kapal (x,y) dan data kedalaman laut (z) serta pemetaan detil di sekitar pantai.
Survei adalah kegiatan terpenting dalam menghasilkan informasi hidrografi. Adapun aktivitas
utama survei hidrografi meliputi :
• Penentuan posisi (1) dan penggunaan sistem referensi (7)
• Pengukuran kedalaman (pemeruman) (2)
• Pengukuran arus (3)
• Pengukuran (pengambilan contoh dan analisis) sedimen (4)
• Pengamatan pasut (5)
• Pengukuran detil situasi dan garis pantai (untuk pemetaan pesisir) (6)
Data yang diperoleh dari aktivitas-aktivitas tersebut di atas dapat disajikan sebagai
informasi dalam bentuk peta dan non-peta serta disusun dalam bentuk basis data kelautan.

2.2 Pemeruman

Pemeruman adalah proses dan aktivitas yang ditujukan untuk memperoleh gambaran
(model) bentuk permukaan (topografi) dasar perairan (seabed surface). Proses penggambaran
dasar perairan tersebut (sejak pengukuran, pengolahan hingga visualisasi) disebut dengan
survei batimetri.Model batimetri (kontur kedalaman) diperoleh dengan menginterpolasikan
titi-titik pengukuran kedalaman bergantung pada skala model yang hendak dibuat.

1
5

Titik-titik pengukuran kedalaman berada pada lajur-lajur pengukuran kedalaman yang


disebut sebagai lajur perum (sounding line). Jarak antar titik-titik fiks perum pada suatu lajur
pemeruman setidak-tidaknya sama dengan atau lebih rapat dari interval lajur perum.
Pengukuran kedalaman dilakukan pada titik-titik yang dipilih untuk mewakili keseluruhan
daerah yang akan dipetakan. Pada titik-titik tersebut juga dilakukan pengukuran untuk
penentuan posisi. Titik-titik tempat dilakukannya pengukuran untuk penentuan posisi dan
kedalaman disebut sebagai titik fiks perum. Pada setiap titik fiks perum harus juga dilakukan
pencatatan waktu (saat) pengukuran untuk reduksi hasil pengukuran karena pasut.

Gambar 2.1 Tahapan Pembuatan Peta Bathimetri

2.2.1 Desain Lajur Perum


Pemeruman dilakukan dengan membuat profil (potongan) pengukuran kedalaman.
Lajur perum dapat berbentuk garis-garis lurus, lingkaran-lingkaran konsentrik, atau
lainnya sesuai metode yang digunakan untuk penentuan posisi titik-titik fiks perumnya.
Lajur-lajur perum didesain sedemikian rupa sehingga memungkinkan pendeteksian
perubahan kedalaman yang lebih ekstrem. Untuk itu, desain lajur-lajur perum harus
memperhatikan kecenderungan bentuk dan topografi pantai sekitar perairan yang akan
disurvei. Agar mampu mendeteksi perubahan kedalaman yang lebih ekstrem lajur perum
dipilih dengan arah yang tegak lurus terhadap kecenderungan arah garis pantai.
Dari pengukuran kedalaman di titik-titik fiks perum pada lajur-lajur perum yang telah
didesain, akan didapatkan sebaran titik-titik fiks perum pada daerah survei yang nilai-

1
6

nilai pengukuran kedalamannya dapat dipakai untuk menggambarkan batimetri yang


diinginkan. Berdasarkan sebaran angka-angka kedalaman pada titik-titik fiks perum
itu, batimetri perairan yang disurvei dapat diperoleh dengan menarik garis-garis
kontur kedalaman. Penarikan garis kontur kedalaman dilakukan dengan membangun
grid dari sebaran data kedalaman. Dari grid yang dibangun, dapat ditarik garis-garis
yang menunjukkan angka-angka kedalaman yang sama.

2.2.2 Teknik Pengukuran Kedalaman


Pengukuran kedalaman merupakan bagian terpenting dari pemeruman yang
menurut prinsip dan karakter teknologi yang digunakan dapat dilakukan dengan metode
mekanik, optik atau akustik.
 Metode Mekanik
Disebut juga dengan metode pengukuran kedalaman secara langsung.
Metode ini efektif digunakan untuk perairan yang sangat dangkal atau rawa.
Instrumen yang digunakan adalah tongkat ukur atau rantai ukur yang dilakukan
dengan bantuan wahana apung. Bentuk tongkat ukur mirip dengan rambu ukur
yang dipakai untuk pengukuran sipat datar. Sedangkan rantai ukur, karena
fleksibilitas bentuknya, biasanya dipakai untuk pengukuran kedalaman yang rata-
rata lebih dalam dibanding dengan tongkat ukur. Pada ujung rantai ukur
digantungkan pemberat untuk menghindari sapuan arus perairan dan menjaga agar
rantai senantiasa relatif tegak. Pengukuran kedalaman dengan metode mekanik
efektif digunakan untuk pemetaan pada batas daerah survei yang relatif tidak luas
dengan skala yang cukup besar.
 Metode Optik
Memanfaatkan transmisi sinar laser dari pesawat terbang dan prinsip-
prinsip optik untuk mengukur kedalaman perairan.Dikenal dengan Laser Ariborne
Bathymetry (LAB).
Kanada : LIDAR (Light Detecting and Ranging)
AS : AOL (Airborne Oceanographic LIDAR) dam HALS (Hydrographi
Airborne Laser Sounder)
Australia : LADS (Laser Airborne Depth Sounder)
Prinsip kerja LADS adalah transmisi sinar laser dari pesawat terbang dengan sudut
tertentu terhadap sumbu vertikal ke permukaan air. Sebagian gelombang sinar laser
dipantulkan dan dibiaskan ke segala arah dan salah satu berkasnya akan menembus ke

1
7

dalam air. Berkas sinar laser yang menembus ke dalam air adalah 98% dari energi
awalnya dan akan dibiaskan dengan arah mendekati garis normal akibat perubahan dari
densitas medium yang lebih renggang ke densitas medium yang lebih rapat. Berkas
gelombang sinar laser akan meneruskan perjalanan perambatannya di dalam air hingga
menyentuh dasar perairan dan dipantulkan ke segala arah dan salah satu berkasnya
dipantulkan kembali ke arah sudut datangnya. Berkas sinar yang memantul ke arah sudut
datangnya kemudian meneruskan perjalanan perambatannya dan menembus batas air
dan udara. Karena perubahan densitas medium yang lebih rapat ke medium yang lebih
renggang, berkas sinar akan dibiaskan menjauhi garis normal dan merambat pada garis
lintasan yang searah dengan saat pertama kali ditransmisikan dan diterima kembali di
pesawat terbang oleh unit penerima gelombang. Teknologi LADS dioperasikan
menggunakan pesawat terbang sekelas Fokker-27 Seri 500 dengan kecepatan terbang
sekitar 145 knot pada ketinggian sekitar 500 m di atas permukaan laut menggunakan
sistem penentuan posisi kinematic differential GPS. Gelombang yang digunakan adalah
sinar laser infra merah dengan panjang gelombang 532 nm dan periode 5 ns dengan
pembangkit daya sebesar 1 MW. Sistem ini hanya untuk kedalaman 2 – 50 m dengan
kondisi air jernih dan terbuka, cakupan daerah survei yang luas dan untuk pemetaan
skala kecil.Teknik pengukuran kedalaman dengan metode optik efektif digunakan pada
perairan dangkal yang jernih dengan kedalaman sekitar 50 m.
 Metode Akustik
Metode ini paling sering digunakan. Gelombang akustik dengan frekuensi 5 kHz atau
100 Hz akan mempertahankan kehilangan intensitasnya hingga kurang dari 10% pada
kedalaman 10 km, sedangkan gelombang akustik dengan frekuensi 500 kHz akan
kehilangan intensitasnya pada kedalaman kurang dari 100 m. Alat yang digunakan adalah
echosounder (perum gema) yang pertama kali dikembangkan di Jerman tahun 1920.
Prinsip metode ini adalah pengukuran jarak dengan memanfaatkan gelombang akustik
yang dipancarkan dari tranduser. Tranduser adalah bagian dari alat perum gema yang
mengubah energi listrik menjadi mekanik (untuk membangkitkan gelombang suara) dan
sebaliknya. Gelombang akustik merambat pada medium air hingga menyentuh dasar
perairan dan dipantulkan kembali ke transduser.
d = ½ (vΔt)
dimana:
du = kedalaman hasil ukuran

1
8

v = kecepatan gelombang akustik pada medium air


Δt = selang waktu sejak gelombang dipancarkan dan diterima kembali
Untuk pemilihan echosounder, faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah sebagai
berikut :
– kedalaman maksimum daerah yang disurvei
– sudut pancaran pulsa
Jenis Echosounder berdasarkan kemampuan kedalaman yang dapat dicapai adalah :
– Echosounder laut dangkal
– Echosounder laut dalam

Teknik echo sounder yang dipakai untuk mengukur kedalaman laut, bisa dibuat alat
pengukur jarak dengan ultra sonic. Pengukur jarak ini memakai rangkaian yang sama
dengan Jam Digital dalam artikel yang lalu, ditambah dengan rangkaian pemancar dan
penerima Ultra Sonic.

Gambar 2.2 Echo Sounder Dual Frekuensi


Prinsip kerja echo sounder untuk pengukuran jarak digambarkan dalam Gambar 1.
Pulsa Ultrasonic, yang merupakan sinyal ultrasonic dengan frekwensi lebih kurang 41
KHz sebanyak 12 periode, dikirimkan dari pemancar Ultrasonic. Ketika pulsa mengenai
benda penghalang, pulsa ini dipantulkan, dan diterima kembali oleh penerima
Ultrasonic.Dengan mengukur selang waktu antara saat pulsa dikirim dan pulsa pantul
diterima, jarak antara alat pengukur dan benda penghalang bisa dihitung.

1
9

Gambar 2.3 Prinsip Echo Sounder

Gambar 2.4 Jenis echosounder berdasarkan beam

2.2.3 Single beam echosounder


Single-beam echo sounder merupakan alat ukur kedalaman air yang
menggunakan pancaran tunggal sebagai pengirim dan penerima sinyal gelombang suara.
Sistem batimetri dengan menggunakan single beam secara umum mempunyai susunan :
transciever (tranducer/reciever) yang terpasang pada lambung kapal atau sisi bantalan
pada kapal. Sistem ini mengukur kedalaman air secara langsung dari kapal penyelidikan.
Transciever yang terpasang pada lambung kapal mengirimkan pulsa akustik dengan
frekuensi tinggi yang terkandung dalam beam (gelombang suara) secara langsung
menyusuri bawah kolom air. Energi akustik memantulkan sampai dasar laut dari kapal
dan diterima kembali oleh tranciever.Transciever terdiri dari sebuah transmitter yang

1
10

mempunyai fungsi sebagai pengontrol panjang gelombang pulsa yang dipancarkan dan
menyediakan tenaga elektris untuk besar frekuensi yang diberikan.
Transmitter ini menerima secara berulang-ulang dlam kecepatan yang tinggi,
sampai pada orde kecepatan milisekon.Perekaman kedalaman air secara
berkesinambungan dari bawah kapal menghasilkan ukuran kedalamn beresolusi tinggi
sepanjang lajur yang disurvei. Informasi tambahan seperti heave (gerakan naik-turunnya
kapal yang disebabkan oleh gaya pengaruh air laut), pitch (gerakan kapal ke arah depan
(mengangguk) berpusat di titik tengah kapal), dan roll (gerakan kapal ke arah sisi-
sisinya (lambung kapal) atau pada sumbu memanjang) dari sebuah kapal dapat diukur
oleh sebuah alat dengan nama Motion Reference Unit (MRU), yang juga digunakan untuk
koreksi posisi pengukuran kedalaman selam proses berlangsung.
Range frekuensi yang dipakai pada sistem ini menurut WHSC Sea-floor Mapping
Group mengoperasikan range frekuensi dari 3.5 kHz sampai 200 kHz. Single-beam
echosounders relatif mudah untuk digunakan, tetapi alat ini hanya menyediakan
informasi kedalaman sepanjang garis trak yang dilalui oleh kapal.Jadi, ada feature yang
tidak terekam antara lajur per lajur sebagai garis traking perekaman, yang mana ada
ruang sekitar 10 sampai 100 meter yang tidak terlihat oleh sistem ini.

2.3 Pengukuran Detil Situasi dan Garis Pantai

Pemetaan Situasi Detil Tachymetri adalah pemetaan untuk titik-titik detil. Detil adalah
segala obyek yang ada di lapangan, baik yang bersifat alamiah seperti : sungai, lembah, bukit
alur, rawa, dll, maupun hasil budaya manusia seperti : jalan, jembatan, gedung, lapangan,
stasiun, selokan, dll yang akan dijadikan isi dari peta yang akan dibuat. Pemilihan detil dan
teknik pengukurannya dalam pemetaan sangat tergantung dari tujuan peta itu dibuat. Misal
untuk peta teknik, maka yang diperlukan adalah unsur-unsur topografinya serta detil alamiah
maupun hasil budaya manusia yang konkrit di lapangan (Purwohardjo, 1986).
Pada dasarnya, pengukuran detil situasi dan garis pantai juga merupakan kegiatan
penentuan posisi titik-titik detil sepanjang topografi pantai dan titik-titik yang terletak pada
garis pantai. Selain dengan menggunakan GPS, pengukuran garis pantai dapat pula dilakukan
menggunakan cara offset atau polar, data hasil pengukuran lapangan dengan metoda
tachymetri. Untuk keperluan ini, diperlukan sedikitnya sepasang titik kontrol (kerangka dasar)
sebagai referensi posisi. Kerapatan titik detil pantai tergantung dari skala peta yang akan

10

1
11

dibuat, serta bentuk geometris garis pantai. Semakin besar skala peta, semakin rapat titik detil
pantai yang harus diukur. Demikian juga, kerumitan bentuk garis pantai akan memperbanyak
titik detil yang harus diukur. Ketelitian detil situasi dan garis pantai yang disyaratkan umumnya
adalah 1 mm pada skala peta.
Rumus dasar Tachimetri :
V = (BA-BB)*50 sin 2a
H = (BA-BB)100*cos² a
Δh = ta – BT+ tp+ (BA-BB)*100 sin a cos a
= ta – BT+ tp+ (BA-BB)*50 sin 2a

BA’ BA

S BT
BB’
BB V

Z
α S
Δh
t Alat

t Patok

Gambar 2.4 Metode Tachimetri


Dimana :
Δh = beda tinggi (m)
ta = tinggi alat yang berdiri pada titik yang diketahui (m)
V = jarak vertikal yang diketahui (m)
tp = tinggi patok pada titik alat berdiri (m)
 = sudut zenith (derajat
BB = bacaan benang bawah (m)
BA = bacaan benang atas (m)
BT = bacaan benang tengah (m)

Kerangka Kontrol Horizontal (KKH)


Kerangka kontrol horisontal adalah sekumpulan titik yang telah diketahui atau ditentukan
posisi horisontalnya, berupa koordinat pada bidang datar (X,Y), dalam sistem proyeksi tertentu,
dan satu sistem koordinat tertentu. Sistem koordinat yang dimaksud disini adalah sistem
koordinat kartesian bidang datar. Penentuan KKH dapat dikelompokkan dalam metode
penentuan :

11

1
12

1. Penentuan titik tunggal :


- Metode polar
- Metode perpotongan kemuka
- Metode perpotongan kebelakang
2. Penentuan banyak titik :
- Metode poligon : terbuka dan tertutup
- Metode triangulasi
- Metode trilaterasi
Jenis Poligon :
 Poligon Terbuka
Pada poligon terbuka ini diperlukan titik ikat yang tentu dan jurusan yang tentu
pula pada kedua ujungnya. Sebelum dimulai dengan menghitung koordinat-koordinat titik
poligon, maka lebih dahulu harus diteliti pengukuran poligon. Karena untuk dapat
menentukan koordinat-koordinat diperlukan sudut dan jarak, maka yang diukur pada
poligon adalah sudut-sudut dan jarak itu. Untuk dapat melakukan penelitian maka harus
diketahui dan ditentukan lebih dulu syarat-syarat apakah yang harus dipenuhi oleh suatu
poligon. Diukur pada poligon semua sudut antara sisi-sisi dan panjang semua sisi.

Gambar 2.5 Poligon Terbuka Terikat Sempurna

 Poligon Tertutup
Untuk poligon tertutup, koordinat awal sama dengan koordinat akhir dan azimuth
awal sama dengan azimuth akhir.

12

1
13

Y B
B
d
Y A 5
Y 4
A
4
d
Y 11 d
d
Y1 d 4

Y 2
2 3
2 3
3 XX X X X X
1 A 2 B 3 4
Gambar 2.6 Poligon tertutup

Kerangka Kontrol Vertikal (KKV)


Kerangka kontrol vertikal merupakan kumpulan titik-titik yang telah diketahui atau
ditentukan posisi vertikalnya terhadap sebuah datum ketinggian. Datum ketinggian ini dapat
berupa ketinggian muka air laut rata-rata (mean sea level - MSL) atau ditentukan lokal.
Tinggi adalah perbedaan vertikal atau jarak tegak dari suatu bidang referensi yang telah
ditentukan terhadap suatu titik sepanjang garis vertikalnya. Untuk mendapatkan tingi suatu
titik perlu dilakukan pengukuran beda tinggi antara suatu titik terhadap titik yang telah
diketahui tingginya dengan mempergunakan alat sipat datar. Pengukuran kerangka kontrol
vertikal bertujuan untuk menentukan tinggi titik-titik yang dicari (koordinat vertikal)
terhadap bidang referensi.
Pengukuran kerangka kontrol vertikal bertujuan untuk menentukan tinggi titik-titik yang
dicari (koordinat vertikal) terhadap bidang referensi.
Syarat pengukuran:
1. Alat berada di tengah-tengah rambu (tidak harus segaris dengan kedua rambu).
2. Data yang dicatat adalah bacaan benang tengah (BT), benang bawah (BB) dan benang
atas (BA).
3. Baca rambu belakang (b) baru kemudian dibaca rambu muka (m).
4. Seksi dibagi dalam slag berjumlah genap.
5. Pengukuran dapat dilakukan dengan cara pergi pulang atau dengan double stand (pada
survei hidrografi ini, kerangka utama menggunakan kedua metode, sednagkan
kerangka yang lain menggunakan salah satu metode saja).
6. Jumlah jarak muka = jumlah jarak belakang.
7. Jarak alat ke rambu maksimum = 75 meter.

13

1
14

8. Pemindahan rambu ke slag berikutnya dengan cara leap frog, yaitu rambu muka
dipindahkan terlebih dulu (menjadi rambu belakang di slag dua), kemudian dilakukan
pengukuran di slag kedua, baru rambu belakang dipindahkan. (Chatarina,2004).
2.4 Pasang Surut
Pasut laut (ocean tide) adalah fenomena naik dan turunnya permukaan air laut secara
periodik yang disebabkan oleh pengaruh gravitasi benda-benda langit terutama bulan dan
matahari. ‘Pasut laut’ dalam laporan ini selanjutnya dinyatakan dengan ‘pasut’ yang merupakan
gerak naik dan turun muka laut dengan periode rata-rata sekitar 12.4 jam atau 24.8 jam. Pasang
surut dan perubahan elevasi air laut yang ditimbulkan dapat dihitung dan diprediksikan,
sehingga dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti:
1. Navigasi yang aman pada alur pelayaran yang sempit dan strategis, contoh Selat Malaka
dimana sekitar 75 ribu kapal berlalu lalang setiap tahunnya
2. Tata pelabuhan serta metode pengoperasiannya secara efisien
3. Pengembangan daerah tambak untuk budidaya berbagai komoditas perikanan
4. Memperkirakan arus pasang surut yang erat kaitannya dengan pencemaran laut terutama
minyak (oil spills)
5. Penelitian tentang frekuensi dari variasi abnormal dari paras laut yang berhubungan erat
dengan pertahanan pantai (break water, groin, dll) maupun pembuangan limbah industri
6. Menyediakan informasi penunjang untuk mengetahui fenomena gelombang pasang yang
disebabkan oleh badai maupun gempa yang mengakibatkan tsunami.
7. Mempelajari perubahan iklim secara global seperti El Nino. Isu internasional tentang
pemanasan global berakibat pada mencairnya es dikutub yang menambah tinggi
permukaan laut, sangat mungkin dapat dipantau dengan pengamatan pasut yang
dilakukan secara baik, pada tempat yang tetap, berkesinambungan dan dalam waktu lama.
8. Menentukan permukaan air laut rata-rata (MLR) dan ketinggian titk ikat pasut (tidal
datum plane) lainnya untuk keperluan survai dan rekayasa dengan melakukan satu sistem
pengikatan terhadap bidang referensi tersebut.
9. Memberikan data yang tepat untuk studi muara sungai tertentu.
Alat yang paling sederhana yang digunakan untuk melakukan pengamatan pasut adalah
palem atau rambu pasut.Alat ini berupa papan yang telah diberi skala dalam meter atau
centimeter. Biasanya digunakan pada pengukuran pasang surut di lapangan. Tide Pole (Palem)
merupakan alat pengukur pasut paling sederhana yang umumnya digunakan untuk mengamati
ketinggian muka laut atau tinggi gelombang air laut.  Bahan yang digunakan biasanya terbuat

14

1
15

dari kayu, alumunium atau bahan lain yang di cat anti karat. Syarat pemasangan papan pasut
adalah :

1. Saat pasang tertinggi tidak terendam air dan pada surut terendah masih tergenang oleh
air.
2. Jangan dipasang pada gelombang pecah karena akan bias atau pada daerah aliran sungai
(aliran debit air).
3. Jangan dipasang didaerah dekat kapal bersandar atau aktivitas yang menyebabkan air
bergerak secara tidak teratur.
4. Dipasang pada daerah yang terlindung dan pada tempat yang mudah untuk diamati dan
dipasang tegak lurus.
5. Caritempat yang mudah untuk pemasangan agar papanmudahdikaitkan.
6. Dekat dengan bench mark atau titik referensi lain yang ada sehingga data pasang surut
mudah untuk diikatkan terhadap titik referensi.
7. Tanah dan dasarlaut atau sungai tempat didirikannya papan harus stabil.
8. Tempat didirikannya papan harus dibuat pengaman dari arus dan sampah.
Pengamatan pasut dilakukan untuk mendapatkan model tinggi muka air laut di suatu titik
dengan mengambil contoh data tinggi muka air laut pada selang waktu tertentu. Pada dasarnya
pengamatan pasut dilakukan dengan cara mengukur tinggi muka air laut terhadap suatu acuan
tertentu, yaitu stasiun pengamat pasut. Oleh karena itu harus dilakukan pengikatan palem
dengan stasiun pengamat pasut. Pengikatan pengamatan pasut ditujukan untuk menentukan
posisi horisontal titik pengamat pasut dan utamanya selisih tinggi palem terhadap titik ikat
(BM). Selisih tinggi palem terhadap BM nantinya akan digunakan untuk mendefinisikan tinggi
BM itu sendiri setelah bidang referensi kedalaman ditentukan dari pengamatan pasut.

2.4.1 Perhitungan Pasang Surut menggunakan Metode Dodsoon


Jika fenomena pasang surut posisi bulan dan matahari terhadap bumi
berubahubah, maka resultan gaya pasut yang dihasilkan dari gaya tarik kedua
benda angkasa tersebut tidak sesederhana yang dipikir. Akan tetapi, karena rotasi bumi,
revolusi bumi terhadap matahari, dan revolusi bulan terhadap bumi sangat teratur, maka
resultan gaya penggerak pasang surut yang rumit ini dapat diuraikan sebagai hasil
gabungan sejumlah komponen harmonik pasut (harmonic constituents). Doodson
mengembangkan metode sederhana untuk menentukan komponenkomponen
(constituents) utama pasang surut, Principal Lunar (M2), Principal Solar (S2), Large

15

1
16

Lunar Elliptic (N), Lunar-Solar (K2), Luni Solar Diurnal (K1), Principal Lunar Diurnal
(O1), Principal Lunar Diurnal (P1), Komponen Laut Dangkal (M4), dan Komponen
Laut Dangkal (MS4), dengan menggunakan panjang data pengamatan pasang surut 15
dan 29 hari dengan pengamatan jamjaman. Sembilan komponen tersebut dan jumlah
seri data 15 harian dipergunakan dalam membuat program interaktif untuk penguraian
komponen pasang surut.
Untuk menentukan nilai pasang surut dilakukan dengan menggunakan metode
pengamatan 39 jam yang dikenalkan oleh Doodson (Ongkosongo dan Suyarso, 1989).
Data pasang surut diperiukan sebagai koreksi kedalaman dan penentuan tipe pasut.
Penentuan MSL menggunakan persamaan berikut:

Keterangan :
MSL = Tinggi Muka Air Rata-Rata (cm)
H = Tinggi muka air
C = Konstanta Doodson
I = Nomor Pengamatan

2.5 Global Positioning System

GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit. Nama
formatnya adalah NAVSTAR GPS (Navigation Satellite Timing and Ranging Global Positioning
System). GPS didesain untuk memberikan informasi posisi, kecepatan dan waktu. Pada
dasarnya GPS terdiri dari 3 segmen utama, yaitu:
1. Segmen angkasa (space segment)
Satelit GPS pada dasarnya teridiri dari [FAA, 2005] : Solar Panel, komponen internal
dan komponen eksternal. Setiap satelit memiliki 2 sayap yang dilengkapi dengan sel-sel
pembangkit tenaga matahari. Komponen internal yaitu seperti jam atom dan pembangkit
sinyal. Dan komponen eskternal satelit GPS adalah beberapa antena yang digunakan
untuk menerima dan memancrarkan sinyal-sinyal ke dan dari satelit GPS.
Satelit GPS terdiri dari 24 satelit yang terbagi dalam 6 orbit dengan inklinasi 55
dan ketinggian 20200 km dan periode orbit 11 jam 58 menit.

16

1
17

2. Segmen Sistem Kontrol (Control System Segment)


Berfungsi untuk mengontrol dan memantau operasional semua satelit GPS dan
memastikan bahwa semua satelit berfungsi sebagai mestinya. Misalnya untuk
sinkronisasi waktu, prediksi orbit, dan monitoring “kesehatan” satelit.
3. Segmen Pemakai (User Segment)
Segmen Pemakai terdiri dari para pengguna satelit GPS, baik di darat, laut, udara
yang menggunakan receiver GPS untuk mendapatkan sinyal dari satelit GPS sehingga
dapat menghitung posisi, kecepatan, waktu dan parameter lainnya.

2.5.1 Cara Kerja GPS


Konsep dasar penentuan posisi dengan GPS adalah reseksi (pengikatan ke belakang)
dengan jarak, yaitu dengan pengukuran jarak secara simultan ke beberapa satelit GPS
yang koordiatnya telah diketahui.

Gambar 2.7 Penentuan posisi dengan GPS

S2(x2,y2,z2)

S1(x1,y1,z1) S3(x3,y3,z3)

d1 d2
d3
d4
Pesawat GPS S4(x4,y4,z4)
P(xp,yp,zp)
pppp1(
x1,

Gambar 2.8 Proses Pengambilan Data dengan Alat GPS Melalui Satelit

17

1
18

Titik P adalah titik dimana alat GPS diset, misal koordinat P (xp,yp,zp) yang akan
dicari harganya. S1, S2, S3 dan S4 adalah posisi sebagian satelit yang sedang mengorbit
di angkasa, dimana posisinya diketahui (dari sinyal yang dipancarkan ke alat GPS).
Jarak dari titik GPS ke masing-masing satelit adalah d1,d2,d3 dan d4, dimana jarak-
jarak tersebut akan diukur dan dihitung oleh alat GPS di titik P. Persamaan jarak dari
satelit ke alat GPS dapat ditulis sebagai berikut :
1). Jarak S1-P = {(x1-xp)2 + (y1-yp)2 + (z1-zp)2 }0.5 + Δt
2). Jarak S2-P = {(x2-xp)2 + (y2-yp)2 + (z2-zp)2 }0.5 + Δt
dst sampai satelit ke-n
3). Jarak Sn-P = {(xn-xp)2 + (yn-yp)2 + (zn-zp)2 }0.5 + Δt
dimana : Δt = error waktu
Posisi dari alat GPS xp,yp dan zp akan diperoleh dari penyelesaian dari n
persamaan diatas. Pada operasionalisasinya, prinsip penentuan posisi dasar dengan GPS
tergantung pada mekanisme pengaplikasiannya.

2.5.2 Penentuan Posisi menggunakan GPS


Posisi yang diberikan oleh GPS adalah posisi tiga dimensi (X, Y, Z ataupun α, λ, h)
yang dinyatakan GPS (Global Positioning System), atau nama formalnya NAVSTAR GPS
(Navigation Satellite Timing and Ranging Global Positioning System) adalah sistem satelit
navigasi dan penentuan posisi yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat. Sistem ini
didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi serta informasi mengenai
waktu, secara kontinyu di seluruh dunia tanpa tergantung waktu dan cuaca, kepada
banyak orang secara simultan. Pada saat ini, sistem GPS sudah banyak digunakan orang
di seluruh dunia. Di Indonesia pun GPS sudah banyak diaplikasikan, terutama terkait
dengan aplikasi-aplikasi yang menuntut informasi tentang posisi.
Prinsip dasar penentuan posisi dengan GPS adalah pengukuran jarak ke beberapa
satelit (yang koordinatnya telah diketahui) sekaligus, yang tidak lain merupakan
kombinasi dari beberapa permukaan posisi bola konsentrik dalam ruang.
Dibandingkan dengan sistem dan metode penentuan posisi lainnya, GPS memiliki
banyak kelebihan dan menawarkan lebih banyak keuntungan, baik dalam segi
operasional maupun kualitas posisi yang diberikan. dengan datum WGS-1984. dengan
GPS, titik yang akan ditentukan posisinya dapat diam (static positioning) ataupun
bergerak (kinematic positioning). Posisi titik dapat ditentukan dengan menggunakan satu

18

1
19

receiver GPS terhadap pusat bumi dengan menggunakan metode penentuan posisi
absolut, ataupun terhadap titik lainnya yang telah diketahui koordinatnya (stasiun
referensi) dengan menggunakan metode deferensial (relatif) yang minimal
menggunakan dua receiver GPS. GPS dapat pula memberikan posisi secara instan
(realtime) ataupun sesudah pengamatan setelah data pengamatannya diproses secara
lebih ekstensif (post processing) yang biasanya dilakukan untuk mendapatkan ketelitian
yang lebih baik.
Survai GPS dapat didefinisikan sebagai proses penentuan koordinat dari sejumlah
titik terhadap beberapa buah titik yang telah diketahui koordinatnya dengan
menggunakan metode penentuan posisi diferensial serta data pengamatan fase dari
sinyal GPS. Pada survai GPS pengolahan data umumnya dilakukan setelah pengamatan
selesai (post processing), meskipun dengan berkembangnya sistem RTK (Real Time
Kinematic), survai GPS secara real time juga mulai dapat terealisasi.

2.6 Pengukuran Beda Tinggi


Pengukuran beda tinggi dilakukan dengan menggunakan alat sipat datar (waterpass). Alat
didirikan pada suatu titik yang diarahkan pada dua buah rambu yang berdiri vertical. Maka
beda tinggi dapat dicari dengan menggunakan pengurangan antara bacaan muka dan bacaan
belakang.
Rumus beda tinggi antara dua titik :
BT = BTB – BTA
Keterangan :
BT = beda tinggi
BTA = bacaan benang tengah A
BTB = bacaan benang tengah B
Sebelum mendapatkan beda tinggi antara dua titik, diperlukan dulu pembacaan benang tengah
titik tersebut, dengan menggunakan rumus :
BT = BA + BB / 2
Keterangan :
BT = bacaan benang tengah
BA = bacaan banang atas
BB = bacaan benang bawah

19

1
20

Untuk mencari jarak optis antara dua titik dapat digunakan rumus sebagai berikut :
J = (BA – BB) x 100
Keterangan :
J = jarak datar optis
BA = bacaan benang atas
BB = bacaan benang bawah
100 = konstanta pesawat
Dalam setiap pengukuran tidaklah lepas dari adanya kesalahan pembacaan angka, sehingga
diperlukan adanya koreksi antara hasil yang didapat di lapangan dengan hasil dari perhitungan.
Fungsi dari pengukuran beda tinggi ini, antara lain :
a. Merancang jalan raya, jalan baja, dan saluran-saluran yang mempunyai garis gradien
paling sesuai dengan topografi yang ada.
b. Merencanakan proyek-proyek konsruksi menurut evaluasi terencana.
c. Menghitung volume pekerjaan tanah.
d. Menyelidiki ciri-ciri aliran di suatu wilayah.
e. Mengembangkan peta-peta yang menunjukkan bentuk tanah secara umum.
Digunakan untuk mementukan ketinggian titik-titik yang menyebar dengan kerapatan tertentu
untuk membuat garis-garis ketinggian (kontur)
1. Pengukuran sipat datar resiprokal (reciprocal levelling)
Adalah pengukuran sipat datar dimana alat sipat datar tidak dapat ditempatkan antara dua
station. Misalnya pengukuran sipat datar menyeberangi sungai/lembah yang lebar.
2. Pengukuran sipat datar teliti (precise levelling)
Adalah pengukuran sipat datar yang menggunakan aturan serta peralatan sipat datar teliti

2.7 Reduksi Kedalaman Laut

Pengukuran kedalaman dilakukan pada lajur perum dan titik titik yang telah ditentukan.
Lajur lajur pemeruman dibagi atas seksi seksi sesuai dengan luas wilayah laut yang dipetakan.
Selain dilakukan pengukuran kedalaman juga dilakukan penentuan titik titik fiks perum dan
pecatatan waktu saat pengukuran untuk keperluan reduksi kedalaman hasil pengukuran
terhadap pasut. Pecatatan waktu dan penentuan posisi dilakukan secara simultan dengan
pengukuran kedalaman

20

1
21

Dalam pengukuran kedalaman dengan alat, perum gema tidak lepas dari berbagai
kesalahan, sehingga harus dilakukan koreksi terhadap hasil ukuran. Koreksi yang harus
dilakukan adalah
 Salah sistematik alat
Peralatan sounding system digital umumnya telah minimal dari kesalahan ini, karena
kesalahan sistematik tersebut umumnya bersumber dari bagian mekanis peralatan
dalam menterjemahkan sinyal kedalaman dalam bentuk grafis seperti misalnya
ketidaktepatan kecepatan penggulungan keras perekaman/echogram dan pergerakan
jarum pencetakan. Kesalahan ini dapat dideteksi dapat dideteksi dengan melakukan
kalibrasi untuk diset kembali ke nilai sebenarnya dalam proses kalibrasi alat
 Koreksi kecepatan bunyi
Kecepatan gelombang bunyi berkaitan dengan media yang dilaluinya, juga dipengaruhi
oleh tekanan, temperature, dan masa jenis media yang dilaluinya. Salah satu metode
pemberia koreksi ini adalah model matematika dari Wilson (dengan anggapan tekanan
hidrostatik linier dengan kedalaman air laut) dapat digunakan sebagai dasar
pemberian koreksi :

 Draft Tranduser
Yaitu perubahan kedalaman tranduser yang terjadi apabila kapal sedang bergerak
maju, perubahan tersebut :
o Settlement, yaitu perubahan yang disebabkan oleh semakin turunnya perahu
bila bergerak maju
o Squate, yaitu perubahan yang disebabkan oleh turunnya buritan perahu pada
saat bergerak maju sedangkan haluan kapal terangkat
Kedua kesalahan tersebut sulit sekali diamati dengan peralatan yang sederhana,
solusinya adalah tranduser ditempatkan dibagian tengah kapal dan perlu dihindari
pengukuran pada saat gelombang besar. Untuk menghindar offset posisi, penempatan
receiver GPS diletakan tepat diatas posisi tranduser

21

1
22

Hasil pengukuran pemeruman berupa kertas grafik kedalaman dasar laut ( koordinat Z ) ,
hasil ini harus dikoreksi dengan hasil pengamatan pasang surut selama pengukuran, serta
tinggi acuan yang di gunakan

Gambar 2.9 Reduksi Elevasi Hasil Pemeruman

Elevasi titik fix dapat ditulis sebagai berikut :


Elevasi titik fix = h -r + p – d
dimana :
h = Elevasi titik BM terhadap referensi tinggi yang
dipakai (m)
p = bacaan pasut (m)
r = beda tinggi antara BM dengan nol pasut hasil pengukuran waterpas
d = kedalaman air laut saat penentuan posisi titik fix.
Hasil pengukuran pemeruman berupa kertas grafik kedalaman dasar laut ( koordinat Z ) ,
hasil ini harus dikoreksi dengan hasil pengamatan pasang surut selama pengukuran, serta
tinggi acuan yang di gunakan

22

1
23

BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Lokasi Pelaksanaan Praktikum


Adapun waktu praktikum survei hidrografi ini adalah sebagai berikut :
Hari : Jumat - Minggu
Tanggal : 8 - 10 Mei 2015
Lokasi : Pantai Dalegan, Panceng, Gresik, Jawa Timur
3.2Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum survei hidrografi antara lain :
Pasang surut
1) Rambu ukur pasang surut 1 buah
2) Senter 1 buah

Pemeruman
1) GPS Navigasi 2 buah
2) Kompas 2 buah
3) Kabel download 2 buah
4) Echoosounder 1 set
5) Maps Sounder 1 set
6) Tranduser 1 buah
7) Tongkat tranduser 1 buah
8) Barcheck 1 buah
9) Pelampung 15 buah
10) Perahu 1 buah

Pegukuran detail dan garis pantai


1) Total Station Topcon 3 set
2) Jalon 6 buah
3) Statif 3 buah
4) Prisma 6 buah
5) Kabel download 3 buah
6) Tribrach 3 buah

23

1
24

7) Charger 3 buah
8) Roll meter (3 meter) 1 buah
9) Roll meter (100 meter) 3 buah
10) Payung 3 buah

Pengukuran beda tinggi


1) Waterpass 1 set
2) Rambu ukur 3 buah
3) Payung 1 buah

Pengamatan GPS
1) Global Positioning System Geodetik 2 seT
2) Statif 2 buah
3) Roll meter (3 meter) 1 buah
4) Charger 2 buah
5) Kabel download 1 buah
6) Controller 1 buah
7) Baterai controller 1 buah
8) Aki nagoya 1 buah

Lain-lain
1) Kayu penyangga secukupnya
2) Karet ban secukupnya
3) Tali secukupnya
4) Accu 6 buah
5) Patok paralon 2 buah
6) Patok kayu 4 buah
7) Form pengukuran secukupnya
8) Alat pencatat waktu
9) Alat tulis
10) Kalkulator

24

1
25

Adapun perangkat kertas dan lunak yang digunakan dalam mengolah data dari praktikum
survei hidrigrafi antara lain :

1) Ms. Word
2) Ms. Excel
3) Ms. powerpoint
4) AutoCAD Land Desktop
5) Topcon tools
6) Surfer
7) MicroCAD

3.3 Jadwal Pelaksanaan Survei

Dalam praktikum survei hidrografi terdapat beberapa sub kegiatan survei antara lain :
1) Survei penentuan posisi
2) Survei bathimetric
3) Pengamatan pasang surut
4) Pengukuran topografi
Semua pekerjaan tersebut dilakukan oleh 8 kelompok dengan jadwal sebagai berikut :

Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Survei


Hari Waktu Kegiatan Sasaran Keterangan

Jumat Semua
06.00 – 08.00 Persiapan Keberangkatan
Peserta  

Semua
08.00 – 08.30 Upacara Keberangkatan
Peserta  

Semua
08.30 – 11.00 Perjalanan
Peserta  

Semua
11.00 – 13.00 Ishoma
Peserta  

13.00 – 16.00 ·   List Persiapan Survei Kelompok 2-8 Rambu Ukur sudah

25

1
26

·   Orientasi Lapangan

·   Pemasangan BM

·   Pemasangan Patok terpasang sebelum


Shoreline 13.00

·   Pemasangan Rambu Ukur

·   Briefing Orang Kapal

Sesi 1

13.00-17.00 pengukuran pasut Kelompok 1  

Sesi 2

17.00 – 21.00 pengukuran pasut Kelompok 2


 

Sesi 3

21.00 – 02.00 pengukuran pasut Kelompok 6


 

Sesi 4

02.00 – 07.00 pengukuran pasut Kelompok 4


 

Sesi 5

pengukuran pasut Kelompok 5  


Sabtu
Pengukuran GPS Kelompok 7 05.00-07.00

Pengukuran Sounding Kelompok 8 Persiapan Sounding


07.00 – 09.30

Pengukuran TS 1 Kelompok 1  

Pengukuran TS 2 Kelompok 2  

Pengukuran TS 3 Kelompok 3  

26

1
27

pengukuran pasut Kelompok 5  

Pengukuran GPS Kelompok 8  

Pengukuran Sounding Kelompok 7  


09.30 – 12.00
Pengukuran TS 1 Kelompok 1  

Pengukuran TS 2 Kelompok 2  

Pengukuran TS 3 Kelompok 3  

Sesi 6

pengukuran pasut Kelompok 1  

Pengukuran GPS Kelompok 3  

Pengukuran Sounding Kelompok 4  


12.00 – 14.30
Pengukuran TS 1 Kelompok 5  

Pengukuran TS 2 Kelompok 6  

Pengukuran TS 3 Kelompok 7  

pengukuran pasut Kelompok 1  

Pengukuran GPS Kelompok 4  

Pengukuran Sounding Kelompok 3  


14.30 – 17.00
Pengukuran TS 1 Kelompok 5  

Pengukuran TS 2 Kelompok 6  

Pengukuran TS 3 Kelompok 7  

Sesi 7

27

1
28

17.00 – 22.00 pengukuran pasut Kelompok 3


 

Sesi 8

22.00 – 03.00 pengukuran pasut Kelompok 7


 

Minggu Sesi 9

03.00 – 07.00 pengukuran pasut Kelompok 8


 

Sesi 10

pengukuran pasut Kelompok 2  

Pengukuran GPS Kelompok 5 05.00-07.00

Pengukuran Sounding Kelompok 6 Persiapan Sounding


07.00 – 09.30
Pengukuran TS 1 Kelompok 4  

Pengukuran TS 2 Kelompok 8  

Pengukuran TS 3 Optional  

pengukuran pasut Kelompok 7  

Pengukuran GPS Kelompok 6  

Pengukuran Sounding Kelompok 5  


09.30 – 12.00
Pengukuran TS 1 Kelompok 4  

Pengukuran TS 2 Kelompok 8  

Pengukuran TS 3 Optional  

Sesi 11

12.00 – 14.30 pengukuran pasut Kelompok 3  

28

1
29

Pengukuran GPS Kelompok 1  

Pengukuran Sounding Kelompok 2  

Pengukuran TS 1  

Pengukuran TS 2 Optional  

Pengukuran TS 3  

pengukuran pasut Kelompok 3  

Pengukuran GPS Kelompok 2  

Pengukuran Sounding Kelompok 1  


14.30 – 17.00
Pengukuran TS 1  

Pengukuran TS 2 Optional  

Pengukuran TS 3  

Semua
17.00 – 19.00 Persiapan Pulang
Peserta  

Semua
19.00 – Selesai Pulang
Peserta  

3.4 Tahapan Praktikum


Adapun tahapan praktikum dalam survei hidrografi ini adalah sebagai berikut.
1. Pengukuran detil situasi sekitar pantai sendang biru menggunakan Total Station.
2. Pengamatan pasang surut air laut dengan menggunakan Dodson.
3. Pemeruman atau pengukuran kedalaman laut menggunakan alat GPS Mapsounder dan
echosounder.
4. Penentuan posisi horizontal (fix point) pada saat pemeruman dengan metode kinematic.
5. Pengukuran beda tinggi untuk menentukan ketinggian datum vertical (chart datum).
6. Pengamatan Benchmark dengan metode radial.

29

1
30

3.4.1 Pengukuran Detil


Adapun tahapan pengukuran detil adalah sebagai berikut.
1. Pembuatan titik-titik kerangka horisontal dengan metode kerangka poligon.
2. Tandai titik-ttik kerangka poligon tersebut dengan patok paralon atau bisa juga
dengan menggunakan paku payung.
3. Berdirikan alat Total station dan lakukan centering.
4. Ukur tinggi alat dengan roll meter.
5. Lakukan pengukuran kerangka kontrol horisontal.
6. Lakukan pengukuran detail situasi untuk area garis pantai (shoreline) seperti jalan,
bangunan, jembatan, tiang lampu, pohon, dermaga, dan sekitar area garis pantai.
7. Catat hasil pengukuran poligon dan lakukan penggamabaran sketsa untuk
pengukuran detail situasi agar memudahkan dalam pengolahan data.

3.4.2 Pengamatan Pasang Surut


Metode pelaksanaan pengamatan pasang surut pada survai hidrografi ini
menggunakan rambu pasang surut/palem. Inetrval waktu untuk pengamatan pasang
surut ini terbagi menjadi interval waktu pengamatan setiap 15 menit.
Adapun tahapan pengamatan pasang surut adalah sebagai berikut.
1. Letakkan rambu pasang surut pada lokasi dimana pada saat surut, rambu masih
terkena air dan saat pasang rambu tidak tenggelam (masih terlihat).
2. Rambu diikat dengan menggunakan karet ban (tali karet) dan klem agar kokoh dan
berada dalam keadaan stabil.
3. Selama pengamatan berlangsung Rambu harus diamati. Catat waktu dan kedudukan
muka air laut pada Rambu dengan interval 15 menit .

3.4.3. Pemeruman
Pemeruman atau sounding dilakukan dengan membuat profil (potongan)
pengukuran kedalaman dengan menggunakan alat echosounder dan GPS map sounder
dengan titik fix perum diamati sesuai dengan jalur pemeruman yang telah dibuat.
Pada praktikum kali ini, jalur perum dibuat dengan panjang jalur 1,5 km dan lebar jalur
500 m terhadap garis pantai.

3.4.3.1. Tahapan Pemeruman


Tahapan pelaksanaan praktikum pemeruman adalah sebagai berikut :

30

1
31

1. Pasang alat-alat yang akan digunakan di perahu (echosounder dan GPS map
sounder serta perlengkapannya).
 Siapkan kabel penghubung antara depth recorder dengan accu dan
transduser .
 Pasang transduser pada pipa penyangga dan kencangkan transduser pada
pipa penyangga dengan baut.
 Pasang dudukan pipa penyangga di lambung kapal dengan kokoh supaya
tegak dan tidak goyah oleh arus dan gelombang laut.
 Pasang antena GPS map sounder di atas tiang penyangga transduser.
 Tempatkan depth recorder pada tempat yang aman di perahu, pastikan
Power dalam keadaan Off.
 Hubungkan kabel transduser dengan recorder di Transducer dengan accu.
 Atur alat dept recorder :
- Tekan tombol Power dan Enter untuk menghidupkan alat.
- Tekan tombol Date untuk mengatur waktu ( tanggal dan jam ).
- Tekan tombol Range 1x untuk mengatur tingkat kedalaman dan atur
pada posisi 0 – 40 m
- Tekan tombol Range 2x untuk mengatur fase dan atur pada posisi 5 m
- Tekan tombol Offset untuk mengatur kedalaman tranduser dan atur
tranduser pada kedalaman 40 cm
- Tekan tombol Gain untuk mengatur tingkat kecerahan grafik pada
kertas fax (echogram) dan diatur pada skala 50
 Buka tutup bagian depan dan putar stylus belt satu putaran penuh sehingga
stylus terlihat melintasi echogram dengan baik. Setelah semua lancar tutup
kembali penutup depan dan kunci.
 Nyalakan recorder dengan menempatkan On pada saklar Power.
2. Wajib dilakukan pengukuran dengan bar-check untuk memastikan bahwa data
kedalaman yang terekam secara digital telah sesuai dengan data kedalaman bar-
check dan data kedalaman sudah sesuai dengan bacaan yang tampil dalam
echogram.
3. Siapkan posisi perahu pada jalur perum yang telah direncanakan.
4. Lakukan pemeruman dengan aba-aba dari salah satu orang di perahu.

31

1
32

5. Pada setiap titik fix perum, akan diberikan aba-aba ”fix”, dan operator akan
menekan tombol marker pada echosounder serta mencatat nomor titik pada
kertas fax (echogram).
6. Pada GPS map sounder, ketika aba-aba ”fix” maka operator akan menekan
tombol Enter hingga muncul posisi perahu dalam lintang dan bujur.
7. Lakukan prosedur yang sama pada semua titik fix perum hingga jalur terakhir.

3.4.3.2. Penentuan Jalur


 Jalur perum dibuat dengan panjang jalur 1,5 km dan lebar jalur 500 m terhadap
garis pantai.
 Lajur perum utama kurang lebih tegak lurus garis pantai dengan spasi 50 meter.
 Total jumlah jalur adalah 30 jalur yang dibagi menjadi 3 zona. Dimana masing-
masing zona terdiri dari 10 jalur.
 Dikaitkan dengan penggunaan alat pengukur kedalaman yaitu Echosounder
yang menggunakan gelombang akustik, maka Kecepatan kapal saat melakukan
pemeruman tidak lebih dari 5 knot atau sekitar 9.26 km/jam.
 Data hasil pengukuran disimpan dalam format ASCII(*.dat) untuk setiap lajur
bersama tanggal dan waktu pengukuran, nomor lajur, serta kode operator.
 Data kedalaman langsung direkam dan digabungkan dengan data posisi dari
hasil pengukuran titik fix perum.

3.4.4. Penentuan Posisi Horisontal (dengan GPS Kinematik)


Metode ini dilaksanakan untuk menentukan posisi horisontal selama proses
pemeruman di laut dimana kondisi objek bergerak dan receiver juga bergerak serta
minimal terdapat 2 receiver. Adapun metode yang digunakan adalah metode kinematic
dengan tahapan sebagai berikut :

1. Mendirikan alat GPS Geodetik di Benchmark yang ditetapkan sebagai base


2. Pasang rover dan controller GPS di perahu
3. Pasang rover segaris dengan pemasangan tranducer
4. Melakukan perekaman data GPS selama proses pemeruman dilaksanakan

3.4.5. Pengukuran Sipat Datar


Pengukuran sipat datar dilaksanakan untuk mengikatkan rambu pasang surut
terhadap benchmark agar diketahui tinggi datum vertikal berdasarkan referensi mean

32

1
33

sea level. Metode yang dilakukan menggunakan metode sipat datar pada umumnya
(pulang-pergi) dengan tahapan sebagai berikut :

1. Pembuatan kerangka kontrol vertikal untuk pengikatan BM terhadap rambu


pasang surut
2. Pembagian slug selama proses pengukuran sipat datar
3. Mendirikan alat waterpass kemudian lakukan centering
4. Pembacaan rambu waterpass, kemudian pencatatan hasil pembacaan
5. Proses pengukuran dilakukan sesuai dengan rute pulang-pergi
6. Lakukan pengukuran jarak antara titik berdiri alat dan rambu ukur

3.4.6 Pengamatan Benchmark Metode Radial


Pengamatan benchmark dilakukan untuk menghitung dan menentukan koordinat-
koordinat benchmark yang ada dengan menggunakan metode rapid static (radial) dengan
alat GPS Geodetik.
Adapun tahapan pengamatan BM adalah sebagai berikut.
1. Pertama-tama lakukan perencanaan titik-titik benchmark (BM).
2. Pasang BM sesuai dengan persebaran titik yang telah ditentukan. Dalam hal ini
pemasangan BM dilakukan secara permanen.
3. Pengamatan BM dilakukan dengan cara berdirikan alat diatas BM dan lakukan
centering.
4. Berdirikan alat GPS Geodetik di salah satu BM yang telah diketahui koordinatnya.
5. Berdiriakan juga alat GPS pada titik yang akan dicari koordinatnya.
6. Nyalakan GPS dan lakukan setting GPS dengan interval pengamatan selama 30
menit dengan spesifikasi perekaman data setiap 15 detik.
2. Setelah selasai, pindahkan GPS ke titik yang lain hingga semua titik selasai
dilakukan pengamatan.
3.5 Metode Perhitungan

Pada praktikum survey hidrografi mempunyai tujuan utama untuk pembuatan peta
bathimetry. Oleh karena itu data hasil dari pengukuran diolah agar menghasilkan X, Y, Z dari
titik fix kedalaman, dan posisi detil dari daratan beserta garis pantai.

33

1
34

1. Metode Perhitungan Detil Topografi Pesisir Pantai. Umumnya menggunakan metode


tachimetry. Data yang diambil adalah :
 Data sudut horizontal polygon
 Data sudut horizontal detil
 Data sudut vertikal detil
 Data jarak vertikal
 Data tinggi alat
 Sketsa gambar detil

Dari data diatas dapat dihitung :

 Besar sudut horizontal


φ = Bacaan sudut horizontal detil – Bacaan sudut horizontal backsight
 Besar sudut vertikal dengan rumus
σ = 90 – Bacaan sudut vertikal
 Jarak miring dan jarak mendatar dengan rumus
Dm = 100(BA-BB)cos m atau Dm = 100(BA-BB)sin z
D = Dm cos m atau Dm sin z
 Perhitungan beda tinggi dengan rumus
ΔHAB = Talat + Tpatok-alat + D.tan m – BT – Tpatok-objek
 Koordinat titik detil dapat dihitung dengan rumus
Xd = Xa + D sin α
Yd = Ya + D cos α
Hd = Ha + Δhab
2. Metode Pengamatan Pasut. Data yang diperoleh :
 Bacaan rambu pasut
 Tinggi Alat
 Waktu pengambilan data
 Bacaan bak ukur (BA, BB, BT)

Dari data di atas dapat dihitung :

 Tinggi muka air laut rata-rata dengan menjumlahkan semua data dan dibagi jumlah
data.
 Beda tinggi dari rambu pasut ke BM dengan rumus

34

1
35

Δh = (BT rambu pasut – BT rambu) + (BT rambu – BT rambu BM)


3. Metode Perhitungan Kedalaman Titik Fix dengan Tranduser. Data yang diperlukan untuk
perhitungan :

 Pengamatan pasut.
 Data sounding tranduser.
 Tinggi BM terhadap MSL.
 Beda tinggi dari rambu pasut ke BM.
Dari data di atas dapat dihitung
 Interpolasi linier antara waktu dan ketinggian pasut.
Dtitik fix 1 = D1 + ((Wtitik fix – W1/W2-W1) x D2 – D1
 Kedalaman titik dari rambu pasut
Drm 1 = data sounding tranduser + Dtitik fix 1
 Kedalaman titik dari BM
Dbm 1 = Drm + Δh
 Kedalaman titik dari MSL
Dmsl = Dbm + MSL
4. Metode Perhitungan Penentuan Posisi Titik Fix dengan Map Sounder atau Echosounder.
Metode perhitungan kedalaman titik fix dengan menggunakan alat map sounder atau
Echosounder, data – datanya telah terekam secara digital sehingga pengguna tidak perlu
untuk menghitung data kedalaman dan posisi titik fix. Data yang ada di map sounder
berupa:
 Data kedalaman.
 Data posisi.
 Data track kapal (perahu).
 Data waktu pengambilan.
 Nomor titik fix.
 Jalur pengukuran pada GPS Map Sounder.

35

1
36

3.6 Diagram Alir Praktikum

Berikut diagram alir praktikum survey hidrografi :

Gambar 3.1 Flowchart Pekerjaan

BAB IV

36

1
37

HASIL DAN ANALISA

4.1 Hasil Praktikum


Berikut hasil praktikum dari pelaksanaan survei hidrografi kelompok kami yaitu :
a. Berdasarkan Pengukuran GPS Geodetik
Diperoleh data koordinat UTM dari lokasi titik tersebut, baik secara horizontal maupun
vertikal.
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran GPS Geodetik
Elevasi
Easting
Titik Lintang Bujur Northing (m) Terhadap
(m)
Ellipsoid (m)
Base 1 6°53'32,03856"S 112°28'03,4781"E 662155,796 9237915,119 34,053
Rover 1 6°53'31,63473"S 112°28'02,3918"E 662122,488 9237927,626 34,266
Rover 2 6°53'21,71297"S 112°27'47,0688"E 661653,040 9238233,837 34,430
Rover 3 6°53'22,164853"S 112°27'46,3452"E 661630,786 9238220,025 34,440
Rover 4 6°53'54,14368"S 112°28'25,7935"E 662838,732 9237234,002 34,113
Rover 5 6°53'54,48400"S 112°28'26,1892"E 662850,845 9237223,511 34,044

b. Berdasarkan pengukuran pasung-surut tepi pantai Delegan, Gresik

Pengamatan pasang surut dilakukan pada tanggal 8 Mei 2015 (dimulai pukul 17.00
WIB) – 10 Mei 2015 (berakhir pukul 07.00 WIB). Hasil pengamatan pasang surut diolah
dengan metode Doodson dengan hari tengah pengukuran tanggal 9 Mei 2015 pukul 12.00
WIB.

Mean Sea Level diperoleh dari metode Doodson selama 39 jam dengan faktor
pengali untuk waktu pengamatan pasang surut 1-19 jam, matrix pengali metode Doodson
adalah

F=

Sehingga hasil pengamatan pasang surut didapatkan hasil sebagai berikut.

37

1
38

Tabel 4.2 Data Hasil Pengamatan Pasang Surut

No Waktu Tinggi Pasut Matrik Pengali Hasil T x F


. Tanggal Pengamatan Pengamatan (T) (F) (m)
1 Friday, May 8, 2015 17:00:00 0.9 1 0.9
2 Friday, May 8, 2015 18:00:00 0.69 0 0
3 Friday, May 8, 2015 19:00:00 0.61 1 0.61
4 Friday, May 8, 2015 20:00:00 0.53 0 0
5 Friday, May 8, 2015 21:00:00 0.44 0 0
6 Friday, May 8, 2015 22:00:00 0.37 1 0.37
7 Friday, May 8, 2015 23:00:00 0.35 0 0
8 Friday, May 8, 2015 0:00:00 0.38 1 0.38
9 Saturday, May 9, 2015 1:00:00 0.51 1 0.51
10 Saturday, May 9, 2015 2:00:00 0.6 0 0
11 Saturday, May 9, 2015 3:00:00 0.65 2 1.3
12 Saturday, May 9, 2015 4:00:00 0.71 0 0
13 Saturday, May 9, 2015 5:00:00 0.94 1 0.94
14 Saturday, May 9, 2015 6:00:00 1.18 1 1.18
15 Saturday, May 9, 2015 7:00:00 1.36 0 0
16 Saturday, May 9, 2015 8:00:00 1.48 2 2.96
17 Saturday, May 9, 2015 9:00:00 1.6 1 1.6
18 Saturday, May 9, 2015 10:00:00 1.74 1 1.74
19 Saturday, May 9, 2015 11:00:00 1.68 2 3.36
20 Saturday, May 9, 2015 12:00:00 1.68 0 0
21 Saturday, May 9, 2015 13:00:00 1.55 2 3.1
22 Saturday, May 9, 2015 14:00:00 1.4 1 1.4
23 Saturday, May 9, 2015 15:00:00 1.22 1 1.22
24 Saturday, May 9, 2015 16:00:00 1.02 2 2.04
25 Saturday, May 9, 2015 17:00:00 0.92 0 0
26 Saturday, May 9, 2015 18:00:00 0.78 1 0.78
27 Saturday, May 9, 2015 19:00:00 0.66 1 0.66
28 Saturday, May 9, 2015 20:00:00 0.53 0 0
29 Saturday, May 9, 2015 21:00:00 0.45 2 0.9

38

1
39

No Waktu Tinggi Pasut Matrik Pengali Hasil T x F


. Tanggal Pengamatan Pengamatan (T) (F) (m)
30 Saturday, May 9, 2015 22:00:00 0.38 0 0
31 Saturday, May 9, 2015 23:00:00 0.42 1 0.42
32 Saturday, May 9, 2015 0:00:00 0.37 1 0.37
33 Sunday, May 10, 2015 1:00:00 0.36 0 0
34 Sunday, May 10, 2015 2:00:00 0.46 1 0.46
35 Sunday, May 10, 2015 3:00:00 0.52 0 0
36 Sunday, May 10, 2015 4:00:00 0.7 0 0
37 Sunday, May 10, 2015 5:00:00 0.87 1 0.87
38 Sunday, May 10, 2015 6:00:00 1.03 0 0
39 Sunday, May 10, 2015 7:00:00 1.22 1 1.22
Total 30 29.29
MSL (∑(F x T )/∑F) 0.976333333
Pasang Maksimum 1.74
Pasang Minimum 0.31

NB: warna hijau adalah titik tengah pengamatan pasang surut

Grafik pengamatan pasang surut di Pantai Delegan, Gresik pada tanggal 8 Mei 2015
(dimulai pukul 17.00 WIB) – 10 Mei 2015 (berakhir pukul 07.00 WIB) sebagai berikut.

T 2
i 1.8
n 1.6
g 1.4
g 1.2
i 1
0.8
A 0.6 permukaan air
i 0.4
r 0.2
0
- 02:15:00 PM09:45:00 PM05:14:59 AM12:44:59 PM08:14:59 PM03:44:59 AM
m
e Waktu Pengamatan
t
e
r
-

Gambar 4.1 Diagram Pasanng Surut

39

1
40

c. Berdasarkan pengukuran total station


Adapun hasil pengukuran titik-titik poligon adalah sebagai berikut:

Tabel 4,3 Hasil Perhitungan koordinat Poligon

Koordinat

No Berdiri Alat
Bowditch

Easting (X) (m) Northing (Y) (m)

1 BM GPS
662155.796 9237915.119

2 TP1
662190.77 9237897.524

3 TP2
662129.7822 9237659.633

4 TP3
662299.9803 9237572.046

5 TP4
662282.2884 9237548.045

6 TP5
662364.7312 9237528.667

7 TP6
662424.1598 9237521.902

8 TP7
662447.7044 9237518.579

9 TP8
662456.9771 9237513.465

10 TP9
662615.8122 9237416.654

11 TP10
662612.8174 9237405.796

12 TP11
662806.9644 9237376.804

40

1
41

4.2 Analisa Praktikum

4.2.1 Analisa Hasil Pengukuran GPS Geodetik

Gambar 4.2 Design Penguuran GPS

 Praktikum Survei Hidrografi dilaksanakan di Pantai Dalegan. Kelompok kami melakukan

pengukuran pada zona 1

 Kami melakukan pengamatan pasang surut pada 8 Mei 2015 pukul 14.15 WIB sampai 17.00

WIB dan pada 9 Mei 2015 pukul 13.00 WIB sampai 17.00 WIB. Setelah data pengamatan

pasang surut digabungkan yang memiliki total 39 jam maka disimpulkan bahwa Pantai

Dalegan memiliki tipe 1 kali pasang dan 1 kali surut .

 Pada pengamatan pasang surut air laut yang dilakukan disimpulkan bahwa Pantai Dalegan

memiliki tipe pasang surut 1 kali pasang dan 1 kali surut.

 Kami melakukan pemeruman pada zona 1. Zona tersebut berjarak 0 meter sampai dengan

500 meter. Dengan spasi setiap jalur sebesar 50 m.

 Pada pemeruman zona 1 disimpulkan bahwa wilayah tersebut lebih dalam dibandingkan

zona 3 terlihat setelah data echosounder di semua zona di plot. Kedalaman zona 1 (wilayah

timur pantai) rata-ratta hampir sama dengan zona 2

41

1
42

Hasil pemeruman kurang baik karena pemeruman hanya tegak lurus jalur tanpa cross.

Selain itu, terdapat beberapa faktor lain, antara lain: perahu terlalu kencang, nahkoda perahu

kurang memiliki pengalaman dalam mengarahkan perahu sesuai jalur yang telah

42

1
43

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang di dapat dalam Survei Hidrografi 2015 di Pantai Dalegan,
Kabupaten Gresik adalah sebagai berikut.
 Didapatkan pasang tertinggi adalah 1,740 m bacaan rambu, nilai Mean Sea Level adalah
0,976 m bacaan rambu, serta surut terendah adalah 0.310 m bacaan rambu. Pengolahan
data pasang surut dengan menggunakan metode Doodson ini hanya bisa mendapatkan nilai
MSL saja.
 Setelah data pemeruman di hubungankan dengan data pasang surut yang menghasilkan
nilai Mean Sea Level (MSL) di angka 0,976 m.
 Pada pengamatan pasang surut air laut yang dilakukan disimpulkan bahwa Pantai Dalegan

memiliki tipe pasang surut 1 kali pasang dan 1 kali surut.

 Pengukuran fix point dilakukan dengan dua alat, yaitu mapsounder dan echosounder.

5.2 Saran

Adapun saran dalam Survei Hidrografi 2015 di Pantai Dalegan, Kabupaten Gresik adalah
sebagai berikut.
 Dalam melakukan pengamatan pasang surut, sebaiknya menggunakan alat bantu teropong
maupun senter untuk mempermudah dah menghidari kesalahan yang teralu besar
 Dalam melakukan pemeruman, dibutuhkan kerjasama tim yang baik agar data yang didapat
secara otomatis (data dari echosounder) dan secara manual tidak berbeda.
 Dalam melakukan pengukuran detil, dibutuhkan ketelitian dalam memilih titik detik yang
lebih agar tidak terjadi kekurangan data.
 Sebaiknya pengukuran garis pantai dilakukan saat air surut, untuk mempermudah akses
jalan menuju lokasi yang diharuskan untuk menyebrang melalui air yang cukup dalam

43

1
44

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Hasanuddin Z. 2002. Survei dengan GPS. Jakarta : Institut Teknologi Bandung.
Anonim. 1985. Manual on Sea Level Measurement and Interpretation Volume I- Basic Procedures.
Intergovermental Oceanographic Commision. UNESCO.
Anonim. http://ftsl.itb.ac.id/wp-content/uploads/2007/11/Kuliah%20II%20new1.pdf. (diakses
tanggal 11 Mei 2015 pada pukul 09.20 WIB)
Anonim. Pengertian Pasang Surut. http://bukukita1.blogspot.com/2012/12/pengertian-pasang-
surut-air-1.html. (diakses tanggal 11 Mei 2015 pada pukul 09.15 WIB )
Anonim. Geologi Lingkungan Laut. http://ilmu-kelautan-geologi-lingkungan-laut.blogspot.com/.
(diakses tanggal 11 Mei 2015 pada pukul 09.00 WIB)
Anonim. http://mesutkhan.blogspot.com/. (diakses tanggal 11 Mei 2014 pada pukul 09.10 WIB)

44

You might also like