Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Hidrografi (atau geodesi kelautan) adalah ilmu tentang pemetaan laut dan pesisir.
Hidrografi menurut International Hydrographic Organization (IHO) adalah ilmu tentang
pengukuran dan penggambaran parameter-parameter yang diperlukan utnuk menjelaskan
sifat-sifat dan konfigurasi dasar laut secara tepat, hubungan geografisnta dengan daratan, serta
karakteristik-karakteristik dan dinamika-dinamika lautan. Secara etimologi, Hidrografi bersal
dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata “hidro” yang berarti air dan “grafi” yang berarti
menulis, hidrografi artinya gambaran permukaan bumi yang digenangi air.
Sama seperti pekerjaan survey darat, terrestrial survey, survey hidrografi juga memerlukan
perencanaan yang baik dan terstruktur agar menjadi survey hidrografi yang tepat sasaran.
Dalam survey hidrografi, terdapat beberapa komponen yang merupakan bagian tak terpisahkan
dari suvey hidrografi itu sendiri, yaitu oenguuran pasang surut, pemeruman, pengukuran
tpografi dan volulme dari daereah pantai tersebut.
Pantai Dalegan yang terletak di Gresik, Provinsi Jawa Timur adalah salah satu pantai yang
dapat digunakan untuk survey hidrografi, karena mempunyai topografi yang lengkap dan juga
mempunyai ombak yang tidak membahayakan.
1
2
Adapun maksud dan tujuan dari rpraktikum ini adalah sebagai berikut:
a. Mahasiswa dapat mengatahui komponen dari survey hidrografi.
b. Mahasiswa dapat melakukan pengamatan dan pengolahan data pasang surut
c. Mahasiswa dapat melakukan pengukuran detil situasi dan memetakan area pengamatan.
d. Mahasiswa dapat melakukan pemeruman dan proses pengolahan datanya.
e. Mahasiswa dapat melakukan perhitungan posisi suatu tiitk menggunakan GPS metode
kinematik
f. Mahasiswa dapat membat tampilan peta batimetri dari hasil pengolahan data praktikum
survei hidrografi.
1
3
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Hidrografi
Kata hidrografi merupakan serapan dari bahasa Inggris ‘hydrography’. Secara etimologis,
‘hydrography’ berasal dari kata sifat dalam bahasa Prancis abad pertengahan ‘hydrographique’
yaitu kata yang berhubungan dengan sifat dan pengukuran badan air, misalnya kedalaman dan
arus (Merriam-Webster Online, 2004). Sedangkan Batimetri berasal dari bahasa Yunani : βαθυς,
berarti "kedalaman", dan μετρον, berarti "ukuran". Batimetri adalah ilmu yang mempelajari
kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai samudra atau danau. Sebuah peta
batimetri umumnya menampilkan relief lantai atau dataran dengan garis-garis kontor (contour
lines) yang disebut kontur kedalaman (depth contours atau isobath), dan dapat memiliki
informasi tambahan berupa informasi navigasi permukaan yang merupakan hasil akhir yang
diharapkan dalam penyusunan laporan Survei Hidrografi ini.
Hingga sekitar akhir 1980-an, kegiatan hidrografi utamanya didominasi oleh survei dan
pemetaan laut untuk pembuatan peta navigasi laut (nautical chart) dan survei untuk eksplorasi
minyak dan gas bumi (Ingham, 1975). Peta navigasi laut memuat informasi penting yang
diperlukan untuk menjamin keselamatan pelayaran, seperti kedalaman perairan, rambu-rambu
navigasi, garis pantai, alur pelayaran, bahaya-bahaya pelayaran dan sebagainya. Selain itu,
kegiatan hidrografi juga didominasi oleh penentuan posisi dan kedalaman di laut lepas yang
mendukung eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi.
Definisi akademik untuk terminologi hidrografi, dikemukakan pertama kali oleh
International Hydrographic Organization (IHO) pada Special Publication Number 32 (SP-32)
tahun 1970 dan Group of Experts on Hydrographic Surveying and Nautical Charting dalam
laporannya pada Second United Nations Regional Cartographic Conference for the Americas di
Mexico City tahun 1979. IHO mengemukakan bahwa hidrografi adalah ‘that branch of applied
science which deals with measurement and description of physical features of the navigable
portion of earth’s surface and adjoining coastal areas, with special reference to their use for the
purpose of navigation’. Group of Experts on Hydrographic Surveying and Nautical Charting
mengemukakan bahwa hidrografi adalah ‘the science of measuring, describing, and depicting
nature and configuration of the seabed, geographical relationship to landmass, and
characteristics and dynamics of the sea’. Perkembangan hidrografi juga mengakibatkan
1
4
perubahan definisi hidrografi yang oleh IHO didefinisikan sebagai ‘that branch of applied
sciences which deals with the measurement and description of the features of the seas and coastal
areas for the primary purpose of navigation and all other marine purposes and activitie including
-inter alia- offshore activities, research, protection of the environment and prediction services’
(Gorziglia, 2004).
Awalnya, batimetri mengacu kepada pengukuran kedalaman samudra. Pengukuran
kedalaman dasar laut dapat dilakukan dengan Conventional Depth Echo Sounder dimana
kedalaman dasar laut dapat dihitung dari perbedaan waktu antara pengiriman dan penerimaan
pulsa suara. Dengan pertimbangan sistim Side-Scan Sonar pada saat ini, pengukuran
kedalaman dasar laut (bathymetry) dapat dilaksanakan bersama-sama dengan pemetaan dasar
laut (Sea Bed Mapping) dan pengidentifikasian jenis-jenis lapisan sedimen dibawah dasar laut
(subbottom profilers). Pada pengaplikasian Hidrografi untuk membuat peta batimetri
diperlukan survei lokasi pantai terlebih dahulu, sehingga didapatkan data pengamatan pasang
surut, posisi kapal (x,y) dan data kedalaman laut (z) serta pemetaan detil di sekitar pantai.
Survei adalah kegiatan terpenting dalam menghasilkan informasi hidrografi. Adapun aktivitas
utama survei hidrografi meliputi :
• Penentuan posisi (1) dan penggunaan sistem referensi (7)
• Pengukuran kedalaman (pemeruman) (2)
• Pengukuran arus (3)
• Pengukuran (pengambilan contoh dan analisis) sedimen (4)
• Pengamatan pasut (5)
• Pengukuran detil situasi dan garis pantai (untuk pemetaan pesisir) (6)
Data yang diperoleh dari aktivitas-aktivitas tersebut di atas dapat disajikan sebagai
informasi dalam bentuk peta dan non-peta serta disusun dalam bentuk basis data kelautan.
2.2 Pemeruman
Pemeruman adalah proses dan aktivitas yang ditujukan untuk memperoleh gambaran
(model) bentuk permukaan (topografi) dasar perairan (seabed surface). Proses penggambaran
dasar perairan tersebut (sejak pengukuran, pengolahan hingga visualisasi) disebut dengan
survei batimetri.Model batimetri (kontur kedalaman) diperoleh dengan menginterpolasikan
titi-titik pengukuran kedalaman bergantung pada skala model yang hendak dibuat.
1
5
1
6
1
7
dalam air. Berkas sinar laser yang menembus ke dalam air adalah 98% dari energi
awalnya dan akan dibiaskan dengan arah mendekati garis normal akibat perubahan dari
densitas medium yang lebih renggang ke densitas medium yang lebih rapat. Berkas
gelombang sinar laser akan meneruskan perjalanan perambatannya di dalam air hingga
menyentuh dasar perairan dan dipantulkan ke segala arah dan salah satu berkasnya
dipantulkan kembali ke arah sudut datangnya. Berkas sinar yang memantul ke arah sudut
datangnya kemudian meneruskan perjalanan perambatannya dan menembus batas air
dan udara. Karena perubahan densitas medium yang lebih rapat ke medium yang lebih
renggang, berkas sinar akan dibiaskan menjauhi garis normal dan merambat pada garis
lintasan yang searah dengan saat pertama kali ditransmisikan dan diterima kembali di
pesawat terbang oleh unit penerima gelombang. Teknologi LADS dioperasikan
menggunakan pesawat terbang sekelas Fokker-27 Seri 500 dengan kecepatan terbang
sekitar 145 knot pada ketinggian sekitar 500 m di atas permukaan laut menggunakan
sistem penentuan posisi kinematic differential GPS. Gelombang yang digunakan adalah
sinar laser infra merah dengan panjang gelombang 532 nm dan periode 5 ns dengan
pembangkit daya sebesar 1 MW. Sistem ini hanya untuk kedalaman 2 – 50 m dengan
kondisi air jernih dan terbuka, cakupan daerah survei yang luas dan untuk pemetaan
skala kecil.Teknik pengukuran kedalaman dengan metode optik efektif digunakan pada
perairan dangkal yang jernih dengan kedalaman sekitar 50 m.
Metode Akustik
Metode ini paling sering digunakan. Gelombang akustik dengan frekuensi 5 kHz atau
100 Hz akan mempertahankan kehilangan intensitasnya hingga kurang dari 10% pada
kedalaman 10 km, sedangkan gelombang akustik dengan frekuensi 500 kHz akan
kehilangan intensitasnya pada kedalaman kurang dari 100 m. Alat yang digunakan adalah
echosounder (perum gema) yang pertama kali dikembangkan di Jerman tahun 1920.
Prinsip metode ini adalah pengukuran jarak dengan memanfaatkan gelombang akustik
yang dipancarkan dari tranduser. Tranduser adalah bagian dari alat perum gema yang
mengubah energi listrik menjadi mekanik (untuk membangkitkan gelombang suara) dan
sebaliknya. Gelombang akustik merambat pada medium air hingga menyentuh dasar
perairan dan dipantulkan kembali ke transduser.
d = ½ (vΔt)
dimana:
du = kedalaman hasil ukuran
1
8
Teknik echo sounder yang dipakai untuk mengukur kedalaman laut, bisa dibuat alat
pengukur jarak dengan ultra sonic. Pengukur jarak ini memakai rangkaian yang sama
dengan Jam Digital dalam artikel yang lalu, ditambah dengan rangkaian pemancar dan
penerima Ultra Sonic.
1
9
1
10
mempunyai fungsi sebagai pengontrol panjang gelombang pulsa yang dipancarkan dan
menyediakan tenaga elektris untuk besar frekuensi yang diberikan.
Transmitter ini menerima secara berulang-ulang dlam kecepatan yang tinggi,
sampai pada orde kecepatan milisekon.Perekaman kedalaman air secara
berkesinambungan dari bawah kapal menghasilkan ukuran kedalamn beresolusi tinggi
sepanjang lajur yang disurvei. Informasi tambahan seperti heave (gerakan naik-turunnya
kapal yang disebabkan oleh gaya pengaruh air laut), pitch (gerakan kapal ke arah depan
(mengangguk) berpusat di titik tengah kapal), dan roll (gerakan kapal ke arah sisi-
sisinya (lambung kapal) atau pada sumbu memanjang) dari sebuah kapal dapat diukur
oleh sebuah alat dengan nama Motion Reference Unit (MRU), yang juga digunakan untuk
koreksi posisi pengukuran kedalaman selam proses berlangsung.
Range frekuensi yang dipakai pada sistem ini menurut WHSC Sea-floor Mapping
Group mengoperasikan range frekuensi dari 3.5 kHz sampai 200 kHz. Single-beam
echosounders relatif mudah untuk digunakan, tetapi alat ini hanya menyediakan
informasi kedalaman sepanjang garis trak yang dilalui oleh kapal.Jadi, ada feature yang
tidak terekam antara lajur per lajur sebagai garis traking perekaman, yang mana ada
ruang sekitar 10 sampai 100 meter yang tidak terlihat oleh sistem ini.
Pemetaan Situasi Detil Tachymetri adalah pemetaan untuk titik-titik detil. Detil adalah
segala obyek yang ada di lapangan, baik yang bersifat alamiah seperti : sungai, lembah, bukit
alur, rawa, dll, maupun hasil budaya manusia seperti : jalan, jembatan, gedung, lapangan,
stasiun, selokan, dll yang akan dijadikan isi dari peta yang akan dibuat. Pemilihan detil dan
teknik pengukurannya dalam pemetaan sangat tergantung dari tujuan peta itu dibuat. Misal
untuk peta teknik, maka yang diperlukan adalah unsur-unsur topografinya serta detil alamiah
maupun hasil budaya manusia yang konkrit di lapangan (Purwohardjo, 1986).
Pada dasarnya, pengukuran detil situasi dan garis pantai juga merupakan kegiatan
penentuan posisi titik-titik detil sepanjang topografi pantai dan titik-titik yang terletak pada
garis pantai. Selain dengan menggunakan GPS, pengukuran garis pantai dapat pula dilakukan
menggunakan cara offset atau polar, data hasil pengukuran lapangan dengan metoda
tachymetri. Untuk keperluan ini, diperlukan sedikitnya sepasang titik kontrol (kerangka dasar)
sebagai referensi posisi. Kerapatan titik detil pantai tergantung dari skala peta yang akan
10
1
11
dibuat, serta bentuk geometris garis pantai. Semakin besar skala peta, semakin rapat titik detil
pantai yang harus diukur. Demikian juga, kerumitan bentuk garis pantai akan memperbanyak
titik detil yang harus diukur. Ketelitian detil situasi dan garis pantai yang disyaratkan umumnya
adalah 1 mm pada skala peta.
Rumus dasar Tachimetri :
V = (BA-BB)*50 sin 2a
H = (BA-BB)100*cos² a
Δh = ta – BT+ tp+ (BA-BB)*100 sin a cos a
= ta – BT+ tp+ (BA-BB)*50 sin 2a
BA’ BA
S BT
BB’
BB V
Z
α S
Δh
t Alat
t Patok
11
1
12
Poligon Tertutup
Untuk poligon tertutup, koordinat awal sama dengan koordinat akhir dan azimuth
awal sama dengan azimuth akhir.
12
1
13
Y B
B
d
Y A 5
Y 4
A
4
d
Y 11 d
d
Y1 d 4
Y 2
2 3
2 3
3 XX X X X X
1 A 2 B 3 4
Gambar 2.6 Poligon tertutup
13
1
14
8. Pemindahan rambu ke slag berikutnya dengan cara leap frog, yaitu rambu muka
dipindahkan terlebih dulu (menjadi rambu belakang di slag dua), kemudian dilakukan
pengukuran di slag kedua, baru rambu belakang dipindahkan. (Chatarina,2004).
2.4 Pasang Surut
Pasut laut (ocean tide) adalah fenomena naik dan turunnya permukaan air laut secara
periodik yang disebabkan oleh pengaruh gravitasi benda-benda langit terutama bulan dan
matahari. ‘Pasut laut’ dalam laporan ini selanjutnya dinyatakan dengan ‘pasut’ yang merupakan
gerak naik dan turun muka laut dengan periode rata-rata sekitar 12.4 jam atau 24.8 jam. Pasang
surut dan perubahan elevasi air laut yang ditimbulkan dapat dihitung dan diprediksikan,
sehingga dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti:
1. Navigasi yang aman pada alur pelayaran yang sempit dan strategis, contoh Selat Malaka
dimana sekitar 75 ribu kapal berlalu lalang setiap tahunnya
2. Tata pelabuhan serta metode pengoperasiannya secara efisien
3. Pengembangan daerah tambak untuk budidaya berbagai komoditas perikanan
4. Memperkirakan arus pasang surut yang erat kaitannya dengan pencemaran laut terutama
minyak (oil spills)
5. Penelitian tentang frekuensi dari variasi abnormal dari paras laut yang berhubungan erat
dengan pertahanan pantai (break water, groin, dll) maupun pembuangan limbah industri
6. Menyediakan informasi penunjang untuk mengetahui fenomena gelombang pasang yang
disebabkan oleh badai maupun gempa yang mengakibatkan tsunami.
7. Mempelajari perubahan iklim secara global seperti El Nino. Isu internasional tentang
pemanasan global berakibat pada mencairnya es dikutub yang menambah tinggi
permukaan laut, sangat mungkin dapat dipantau dengan pengamatan pasut yang
dilakukan secara baik, pada tempat yang tetap, berkesinambungan dan dalam waktu lama.
8. Menentukan permukaan air laut rata-rata (MLR) dan ketinggian titk ikat pasut (tidal
datum plane) lainnya untuk keperluan survai dan rekayasa dengan melakukan satu sistem
pengikatan terhadap bidang referensi tersebut.
9. Memberikan data yang tepat untuk studi muara sungai tertentu.
Alat yang paling sederhana yang digunakan untuk melakukan pengamatan pasut adalah
palem atau rambu pasut.Alat ini berupa papan yang telah diberi skala dalam meter atau
centimeter. Biasanya digunakan pada pengukuran pasang surut di lapangan. Tide Pole (Palem)
merupakan alat pengukur pasut paling sederhana yang umumnya digunakan untuk mengamati
ketinggian muka laut atau tinggi gelombang air laut. Bahan yang digunakan biasanya terbuat
14
1
15
dari kayu, alumunium atau bahan lain yang di cat anti karat. Syarat pemasangan papan pasut
adalah :
1. Saat pasang tertinggi tidak terendam air dan pada surut terendah masih tergenang oleh
air.
2. Jangan dipasang pada gelombang pecah karena akan bias atau pada daerah aliran sungai
(aliran debit air).
3. Jangan dipasang didaerah dekat kapal bersandar atau aktivitas yang menyebabkan air
bergerak secara tidak teratur.
4. Dipasang pada daerah yang terlindung dan pada tempat yang mudah untuk diamati dan
dipasang tegak lurus.
5. Caritempat yang mudah untuk pemasangan agar papanmudahdikaitkan.
6. Dekat dengan bench mark atau titik referensi lain yang ada sehingga data pasang surut
mudah untuk diikatkan terhadap titik referensi.
7. Tanah dan dasarlaut atau sungai tempat didirikannya papan harus stabil.
8. Tempat didirikannya papan harus dibuat pengaman dari arus dan sampah.
Pengamatan pasut dilakukan untuk mendapatkan model tinggi muka air laut di suatu titik
dengan mengambil contoh data tinggi muka air laut pada selang waktu tertentu. Pada dasarnya
pengamatan pasut dilakukan dengan cara mengukur tinggi muka air laut terhadap suatu acuan
tertentu, yaitu stasiun pengamat pasut. Oleh karena itu harus dilakukan pengikatan palem
dengan stasiun pengamat pasut. Pengikatan pengamatan pasut ditujukan untuk menentukan
posisi horisontal titik pengamat pasut dan utamanya selisih tinggi palem terhadap titik ikat
(BM). Selisih tinggi palem terhadap BM nantinya akan digunakan untuk mendefinisikan tinggi
BM itu sendiri setelah bidang referensi kedalaman ditentukan dari pengamatan pasut.
15
1
16
Lunar Elliptic (N), Lunar-Solar (K2), Luni Solar Diurnal (K1), Principal Lunar Diurnal
(O1), Principal Lunar Diurnal (P1), Komponen Laut Dangkal (M4), dan Komponen
Laut Dangkal (MS4), dengan menggunakan panjang data pengamatan pasang surut 15
dan 29 hari dengan pengamatan jamjaman. Sembilan komponen tersebut dan jumlah
seri data 15 harian dipergunakan dalam membuat program interaktif untuk penguraian
komponen pasang surut.
Untuk menentukan nilai pasang surut dilakukan dengan menggunakan metode
pengamatan 39 jam yang dikenalkan oleh Doodson (Ongkosongo dan Suyarso, 1989).
Data pasang surut diperiukan sebagai koreksi kedalaman dan penentuan tipe pasut.
Penentuan MSL menggunakan persamaan berikut:
Keterangan :
MSL = Tinggi Muka Air Rata-Rata (cm)
H = Tinggi muka air
C = Konstanta Doodson
I = Nomor Pengamatan
GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit. Nama
formatnya adalah NAVSTAR GPS (Navigation Satellite Timing and Ranging Global Positioning
System). GPS didesain untuk memberikan informasi posisi, kecepatan dan waktu. Pada
dasarnya GPS terdiri dari 3 segmen utama, yaitu:
1. Segmen angkasa (space segment)
Satelit GPS pada dasarnya teridiri dari [FAA, 2005] : Solar Panel, komponen internal
dan komponen eksternal. Setiap satelit memiliki 2 sayap yang dilengkapi dengan sel-sel
pembangkit tenaga matahari. Komponen internal yaitu seperti jam atom dan pembangkit
sinyal. Dan komponen eskternal satelit GPS adalah beberapa antena yang digunakan
untuk menerima dan memancrarkan sinyal-sinyal ke dan dari satelit GPS.
Satelit GPS terdiri dari 24 satelit yang terbagi dalam 6 orbit dengan inklinasi 55
dan ketinggian 20200 km dan periode orbit 11 jam 58 menit.
16
1
17
S2(x2,y2,z2)
S1(x1,y1,z1) S3(x3,y3,z3)
d1 d2
d3
d4
Pesawat GPS S4(x4,y4,z4)
P(xp,yp,zp)
pppp1(
x1,
Gambar 2.8 Proses Pengambilan Data dengan Alat GPS Melalui Satelit
17
1
18
Titik P adalah titik dimana alat GPS diset, misal koordinat P (xp,yp,zp) yang akan
dicari harganya. S1, S2, S3 dan S4 adalah posisi sebagian satelit yang sedang mengorbit
di angkasa, dimana posisinya diketahui (dari sinyal yang dipancarkan ke alat GPS).
Jarak dari titik GPS ke masing-masing satelit adalah d1,d2,d3 dan d4, dimana jarak-
jarak tersebut akan diukur dan dihitung oleh alat GPS di titik P. Persamaan jarak dari
satelit ke alat GPS dapat ditulis sebagai berikut :
1). Jarak S1-P = {(x1-xp)2 + (y1-yp)2 + (z1-zp)2 }0.5 + Δt
2). Jarak S2-P = {(x2-xp)2 + (y2-yp)2 + (z2-zp)2 }0.5 + Δt
dst sampai satelit ke-n
3). Jarak Sn-P = {(xn-xp)2 + (yn-yp)2 + (zn-zp)2 }0.5 + Δt
dimana : Δt = error waktu
Posisi dari alat GPS xp,yp dan zp akan diperoleh dari penyelesaian dari n
persamaan diatas. Pada operasionalisasinya, prinsip penentuan posisi dasar dengan GPS
tergantung pada mekanisme pengaplikasiannya.
18
1
19
receiver GPS terhadap pusat bumi dengan menggunakan metode penentuan posisi
absolut, ataupun terhadap titik lainnya yang telah diketahui koordinatnya (stasiun
referensi) dengan menggunakan metode deferensial (relatif) yang minimal
menggunakan dua receiver GPS. GPS dapat pula memberikan posisi secara instan
(realtime) ataupun sesudah pengamatan setelah data pengamatannya diproses secara
lebih ekstensif (post processing) yang biasanya dilakukan untuk mendapatkan ketelitian
yang lebih baik.
Survai GPS dapat didefinisikan sebagai proses penentuan koordinat dari sejumlah
titik terhadap beberapa buah titik yang telah diketahui koordinatnya dengan
menggunakan metode penentuan posisi diferensial serta data pengamatan fase dari
sinyal GPS. Pada survai GPS pengolahan data umumnya dilakukan setelah pengamatan
selesai (post processing), meskipun dengan berkembangnya sistem RTK (Real Time
Kinematic), survai GPS secara real time juga mulai dapat terealisasi.
19
1
20
Untuk mencari jarak optis antara dua titik dapat digunakan rumus sebagai berikut :
J = (BA – BB) x 100
Keterangan :
J = jarak datar optis
BA = bacaan benang atas
BB = bacaan benang bawah
100 = konstanta pesawat
Dalam setiap pengukuran tidaklah lepas dari adanya kesalahan pembacaan angka, sehingga
diperlukan adanya koreksi antara hasil yang didapat di lapangan dengan hasil dari perhitungan.
Fungsi dari pengukuran beda tinggi ini, antara lain :
a. Merancang jalan raya, jalan baja, dan saluran-saluran yang mempunyai garis gradien
paling sesuai dengan topografi yang ada.
b. Merencanakan proyek-proyek konsruksi menurut evaluasi terencana.
c. Menghitung volume pekerjaan tanah.
d. Menyelidiki ciri-ciri aliran di suatu wilayah.
e. Mengembangkan peta-peta yang menunjukkan bentuk tanah secara umum.
Digunakan untuk mementukan ketinggian titik-titik yang menyebar dengan kerapatan tertentu
untuk membuat garis-garis ketinggian (kontur)
1. Pengukuran sipat datar resiprokal (reciprocal levelling)
Adalah pengukuran sipat datar dimana alat sipat datar tidak dapat ditempatkan antara dua
station. Misalnya pengukuran sipat datar menyeberangi sungai/lembah yang lebar.
2. Pengukuran sipat datar teliti (precise levelling)
Adalah pengukuran sipat datar yang menggunakan aturan serta peralatan sipat datar teliti
Pengukuran kedalaman dilakukan pada lajur perum dan titik titik yang telah ditentukan.
Lajur lajur pemeruman dibagi atas seksi seksi sesuai dengan luas wilayah laut yang dipetakan.
Selain dilakukan pengukuran kedalaman juga dilakukan penentuan titik titik fiks perum dan
pecatatan waktu saat pengukuran untuk keperluan reduksi kedalaman hasil pengukuran
terhadap pasut. Pecatatan waktu dan penentuan posisi dilakukan secara simultan dengan
pengukuran kedalaman
20
1
21
Dalam pengukuran kedalaman dengan alat, perum gema tidak lepas dari berbagai
kesalahan, sehingga harus dilakukan koreksi terhadap hasil ukuran. Koreksi yang harus
dilakukan adalah
Salah sistematik alat
Peralatan sounding system digital umumnya telah minimal dari kesalahan ini, karena
kesalahan sistematik tersebut umumnya bersumber dari bagian mekanis peralatan
dalam menterjemahkan sinyal kedalaman dalam bentuk grafis seperti misalnya
ketidaktepatan kecepatan penggulungan keras perekaman/echogram dan pergerakan
jarum pencetakan. Kesalahan ini dapat dideteksi dapat dideteksi dengan melakukan
kalibrasi untuk diset kembali ke nilai sebenarnya dalam proses kalibrasi alat
Koreksi kecepatan bunyi
Kecepatan gelombang bunyi berkaitan dengan media yang dilaluinya, juga dipengaruhi
oleh tekanan, temperature, dan masa jenis media yang dilaluinya. Salah satu metode
pemberia koreksi ini adalah model matematika dari Wilson (dengan anggapan tekanan
hidrostatik linier dengan kedalaman air laut) dapat digunakan sebagai dasar
pemberian koreksi :
Draft Tranduser
Yaitu perubahan kedalaman tranduser yang terjadi apabila kapal sedang bergerak
maju, perubahan tersebut :
o Settlement, yaitu perubahan yang disebabkan oleh semakin turunnya perahu
bila bergerak maju
o Squate, yaitu perubahan yang disebabkan oleh turunnya buritan perahu pada
saat bergerak maju sedangkan haluan kapal terangkat
Kedua kesalahan tersebut sulit sekali diamati dengan peralatan yang sederhana,
solusinya adalah tranduser ditempatkan dibagian tengah kapal dan perlu dihindari
pengukuran pada saat gelombang besar. Untuk menghindar offset posisi, penempatan
receiver GPS diletakan tepat diatas posisi tranduser
21
1
22
Hasil pengukuran pemeruman berupa kertas grafik kedalaman dasar laut ( koordinat Z ) ,
hasil ini harus dikoreksi dengan hasil pengamatan pasang surut selama pengukuran, serta
tinggi acuan yang di gunakan
22
1
23
BAB III
METODOLOGI
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum survei hidrografi antara lain :
Pasang surut
1) Rambu ukur pasang surut 1 buah
2) Senter 1 buah
Pemeruman
1) GPS Navigasi 2 buah
2) Kompas 2 buah
3) Kabel download 2 buah
4) Echoosounder 1 set
5) Maps Sounder 1 set
6) Tranduser 1 buah
7) Tongkat tranduser 1 buah
8) Barcheck 1 buah
9) Pelampung 15 buah
10) Perahu 1 buah
23
1
24
7) Charger 3 buah
8) Roll meter (3 meter) 1 buah
9) Roll meter (100 meter) 3 buah
10) Payung 3 buah
Pengamatan GPS
1) Global Positioning System Geodetik 2 seT
2) Statif 2 buah
3) Roll meter (3 meter) 1 buah
4) Charger 2 buah
5) Kabel download 1 buah
6) Controller 1 buah
7) Baterai controller 1 buah
8) Aki nagoya 1 buah
Lain-lain
1) Kayu penyangga secukupnya
2) Karet ban secukupnya
3) Tali secukupnya
4) Accu 6 buah
5) Patok paralon 2 buah
6) Patok kayu 4 buah
7) Form pengukuran secukupnya
8) Alat pencatat waktu
9) Alat tulis
10) Kalkulator
24
1
25
Adapun perangkat kertas dan lunak yang digunakan dalam mengolah data dari praktikum
survei hidrigrafi antara lain :
1) Ms. Word
2) Ms. Excel
3) Ms. powerpoint
4) AutoCAD Land Desktop
5) Topcon tools
6) Surfer
7) MicroCAD
Dalam praktikum survei hidrografi terdapat beberapa sub kegiatan survei antara lain :
1) Survei penentuan posisi
2) Survei bathimetric
3) Pengamatan pasang surut
4) Pengukuran topografi
Semua pekerjaan tersebut dilakukan oleh 8 kelompok dengan jadwal sebagai berikut :
Jumat Semua
06.00 – 08.00 Persiapan Keberangkatan
Peserta
Semua
08.00 – 08.30 Upacara Keberangkatan
Peserta
Semua
08.30 – 11.00 Perjalanan
Peserta
Semua
11.00 – 13.00 Ishoma
Peserta
13.00 – 16.00 · List Persiapan Survei Kelompok 2-8 Rambu Ukur sudah
25
1
26
· Pemasangan BM
Sesi 1
Sesi 2
Sesi 3
Sesi 4
Sesi 5
Pengukuran TS 1 Kelompok 1
Pengukuran TS 2 Kelompok 2
Pengukuran TS 3 Kelompok 3
26
1
27
Pengukuran TS 2 Kelompok 2
Pengukuran TS 3 Kelompok 3
Sesi 6
Pengukuran TS 2 Kelompok 6
Pengukuran TS 3 Kelompok 7
Pengukuran TS 2 Kelompok 6
Pengukuran TS 3 Kelompok 7
Sesi 7
27
1
28
Sesi 8
Minggu Sesi 9
Sesi 10
Pengukuran TS 2 Kelompok 8
Pengukuran TS 3 Optional
Pengukuran TS 2 Kelompok 8
Pengukuran TS 3 Optional
Sesi 11
28
1
29
Pengukuran TS 1
Pengukuran TS 2 Optional
Pengukuran TS 3
Pengukuran TS 2 Optional
Pengukuran TS 3
Semua
17.00 – 19.00 Persiapan Pulang
Peserta
Semua
19.00 – Selesai Pulang
Peserta
29
1
30
3.4.3. Pemeruman
Pemeruman atau sounding dilakukan dengan membuat profil (potongan)
pengukuran kedalaman dengan menggunakan alat echosounder dan GPS map sounder
dengan titik fix perum diamati sesuai dengan jalur pemeruman yang telah dibuat.
Pada praktikum kali ini, jalur perum dibuat dengan panjang jalur 1,5 km dan lebar jalur
500 m terhadap garis pantai.
30
1
31
1. Pasang alat-alat yang akan digunakan di perahu (echosounder dan GPS map
sounder serta perlengkapannya).
Siapkan kabel penghubung antara depth recorder dengan accu dan
transduser .
Pasang transduser pada pipa penyangga dan kencangkan transduser pada
pipa penyangga dengan baut.
Pasang dudukan pipa penyangga di lambung kapal dengan kokoh supaya
tegak dan tidak goyah oleh arus dan gelombang laut.
Pasang antena GPS map sounder di atas tiang penyangga transduser.
Tempatkan depth recorder pada tempat yang aman di perahu, pastikan
Power dalam keadaan Off.
Hubungkan kabel transduser dengan recorder di Transducer dengan accu.
Atur alat dept recorder :
- Tekan tombol Power dan Enter untuk menghidupkan alat.
- Tekan tombol Date untuk mengatur waktu ( tanggal dan jam ).
- Tekan tombol Range 1x untuk mengatur tingkat kedalaman dan atur
pada posisi 0 – 40 m
- Tekan tombol Range 2x untuk mengatur fase dan atur pada posisi 5 m
- Tekan tombol Offset untuk mengatur kedalaman tranduser dan atur
tranduser pada kedalaman 40 cm
- Tekan tombol Gain untuk mengatur tingkat kecerahan grafik pada
kertas fax (echogram) dan diatur pada skala 50
Buka tutup bagian depan dan putar stylus belt satu putaran penuh sehingga
stylus terlihat melintasi echogram dengan baik. Setelah semua lancar tutup
kembali penutup depan dan kunci.
Nyalakan recorder dengan menempatkan On pada saklar Power.
2. Wajib dilakukan pengukuran dengan bar-check untuk memastikan bahwa data
kedalaman yang terekam secara digital telah sesuai dengan data kedalaman bar-
check dan data kedalaman sudah sesuai dengan bacaan yang tampil dalam
echogram.
3. Siapkan posisi perahu pada jalur perum yang telah direncanakan.
4. Lakukan pemeruman dengan aba-aba dari salah satu orang di perahu.
31
1
32
5. Pada setiap titik fix perum, akan diberikan aba-aba ”fix”, dan operator akan
menekan tombol marker pada echosounder serta mencatat nomor titik pada
kertas fax (echogram).
6. Pada GPS map sounder, ketika aba-aba ”fix” maka operator akan menekan
tombol Enter hingga muncul posisi perahu dalam lintang dan bujur.
7. Lakukan prosedur yang sama pada semua titik fix perum hingga jalur terakhir.
32
1
33
sea level. Metode yang dilakukan menggunakan metode sipat datar pada umumnya
(pulang-pergi) dengan tahapan sebagai berikut :
Pada praktikum survey hidrografi mempunyai tujuan utama untuk pembuatan peta
bathimetry. Oleh karena itu data hasil dari pengukuran diolah agar menghasilkan X, Y, Z dari
titik fix kedalaman, dan posisi detil dari daratan beserta garis pantai.
33
1
34
Tinggi muka air laut rata-rata dengan menjumlahkan semua data dan dibagi jumlah
data.
Beda tinggi dari rambu pasut ke BM dengan rumus
34
1
35
Pengamatan pasut.
Data sounding tranduser.
Tinggi BM terhadap MSL.
Beda tinggi dari rambu pasut ke BM.
Dari data di atas dapat dihitung
Interpolasi linier antara waktu dan ketinggian pasut.
Dtitik fix 1 = D1 + ((Wtitik fix – W1/W2-W1) x D2 – D1
Kedalaman titik dari rambu pasut
Drm 1 = data sounding tranduser + Dtitik fix 1
Kedalaman titik dari BM
Dbm 1 = Drm + Δh
Kedalaman titik dari MSL
Dmsl = Dbm + MSL
4. Metode Perhitungan Penentuan Posisi Titik Fix dengan Map Sounder atau Echosounder.
Metode perhitungan kedalaman titik fix dengan menggunakan alat map sounder atau
Echosounder, data – datanya telah terekam secara digital sehingga pengguna tidak perlu
untuk menghitung data kedalaman dan posisi titik fix. Data yang ada di map sounder
berupa:
Data kedalaman.
Data posisi.
Data track kapal (perahu).
Data waktu pengambilan.
Nomor titik fix.
Jalur pengukuran pada GPS Map Sounder.
35
1
36
BAB IV
36
1
37
Pengamatan pasang surut dilakukan pada tanggal 8 Mei 2015 (dimulai pukul 17.00
WIB) – 10 Mei 2015 (berakhir pukul 07.00 WIB). Hasil pengamatan pasang surut diolah
dengan metode Doodson dengan hari tengah pengukuran tanggal 9 Mei 2015 pukul 12.00
WIB.
Mean Sea Level diperoleh dari metode Doodson selama 39 jam dengan faktor
pengali untuk waktu pengamatan pasang surut 1-19 jam, matrix pengali metode Doodson
adalah
F=
37
1
38
38
1
39
Grafik pengamatan pasang surut di Pantai Delegan, Gresik pada tanggal 8 Mei 2015
(dimulai pukul 17.00 WIB) – 10 Mei 2015 (berakhir pukul 07.00 WIB) sebagai berikut.
T 2
i 1.8
n 1.6
g 1.4
g 1.2
i 1
0.8
A 0.6 permukaan air
i 0.4
r 0.2
0
- 02:15:00 PM09:45:00 PM05:14:59 AM12:44:59 PM08:14:59 PM03:44:59 AM
m
e Waktu Pengamatan
t
e
r
-
39
1
40
Koordinat
No Berdiri Alat
Bowditch
1 BM GPS
662155.796 9237915.119
2 TP1
662190.77 9237897.524
3 TP2
662129.7822 9237659.633
4 TP3
662299.9803 9237572.046
5 TP4
662282.2884 9237548.045
6 TP5
662364.7312 9237528.667
7 TP6
662424.1598 9237521.902
8 TP7
662447.7044 9237518.579
9 TP8
662456.9771 9237513.465
10 TP9
662615.8122 9237416.654
11 TP10
662612.8174 9237405.796
12 TP11
662806.9644 9237376.804
40
1
41
Kami melakukan pengamatan pasang surut pada 8 Mei 2015 pukul 14.15 WIB sampai 17.00
WIB dan pada 9 Mei 2015 pukul 13.00 WIB sampai 17.00 WIB. Setelah data pengamatan
pasang surut digabungkan yang memiliki total 39 jam maka disimpulkan bahwa Pantai
Pada pengamatan pasang surut air laut yang dilakukan disimpulkan bahwa Pantai Dalegan
Kami melakukan pemeruman pada zona 1. Zona tersebut berjarak 0 meter sampai dengan
Pada pemeruman zona 1 disimpulkan bahwa wilayah tersebut lebih dalam dibandingkan
zona 3 terlihat setelah data echosounder di semua zona di plot. Kedalaman zona 1 (wilayah
41
1
42
Hasil pemeruman kurang baik karena pemeruman hanya tegak lurus jalur tanpa cross.
Selain itu, terdapat beberapa faktor lain, antara lain: perahu terlalu kencang, nahkoda perahu
kurang memiliki pengalaman dalam mengarahkan perahu sesuai jalur yang telah
42
1
43
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang di dapat dalam Survei Hidrografi 2015 di Pantai Dalegan,
Kabupaten Gresik adalah sebagai berikut.
Didapatkan pasang tertinggi adalah 1,740 m bacaan rambu, nilai Mean Sea Level adalah
0,976 m bacaan rambu, serta surut terendah adalah 0.310 m bacaan rambu. Pengolahan
data pasang surut dengan menggunakan metode Doodson ini hanya bisa mendapatkan nilai
MSL saja.
Setelah data pemeruman di hubungankan dengan data pasang surut yang menghasilkan
nilai Mean Sea Level (MSL) di angka 0,976 m.
Pada pengamatan pasang surut air laut yang dilakukan disimpulkan bahwa Pantai Dalegan
Pengukuran fix point dilakukan dengan dua alat, yaitu mapsounder dan echosounder.
5.2 Saran
Adapun saran dalam Survei Hidrografi 2015 di Pantai Dalegan, Kabupaten Gresik adalah
sebagai berikut.
Dalam melakukan pengamatan pasang surut, sebaiknya menggunakan alat bantu teropong
maupun senter untuk mempermudah dah menghidari kesalahan yang teralu besar
Dalam melakukan pemeruman, dibutuhkan kerjasama tim yang baik agar data yang didapat
secara otomatis (data dari echosounder) dan secara manual tidak berbeda.
Dalam melakukan pengukuran detil, dibutuhkan ketelitian dalam memilih titik detik yang
lebih agar tidak terjadi kekurangan data.
Sebaiknya pengukuran garis pantai dilakukan saat air surut, untuk mempermudah akses
jalan menuju lokasi yang diharuskan untuk menyebrang melalui air yang cukup dalam
43
1
44
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Hasanuddin Z. 2002. Survei dengan GPS. Jakarta : Institut Teknologi Bandung.
Anonim. 1985. Manual on Sea Level Measurement and Interpretation Volume I- Basic Procedures.
Intergovermental Oceanographic Commision. UNESCO.
Anonim. http://ftsl.itb.ac.id/wp-content/uploads/2007/11/Kuliah%20II%20new1.pdf. (diakses
tanggal 11 Mei 2015 pada pukul 09.20 WIB)
Anonim. Pengertian Pasang Surut. http://bukukita1.blogspot.com/2012/12/pengertian-pasang-
surut-air-1.html. (diakses tanggal 11 Mei 2015 pada pukul 09.15 WIB )
Anonim. Geologi Lingkungan Laut. http://ilmu-kelautan-geologi-lingkungan-laut.blogspot.com/.
(diakses tanggal 11 Mei 2015 pada pukul 09.00 WIB)
Anonim. http://mesutkhan.blogspot.com/. (diakses tanggal 11 Mei 2014 pada pukul 09.10 WIB)
44