You are on page 1of 21

MAKALAH

MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN DENGAN

MASALAH CACINGAN

OLEH:

ALVIANY FINDAYANI ETO

2021 0003

INSTITUT KESEHATAN DAN TEKNOLOGI BISNIS MENARA


BUNDA KOLAKA SULAWESI TENGGARA

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah mengenai
“Asuhan Kebidanan pada Pasien dengan Cephalhematoma” dengan tepat
waktu. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah askeb
neonatus dan bayi baru lahir Anak Program Studi institut kesehatan dan
teknologi bisnis menara bunda kolaka.
Kami menyadari dalam menyelesaikan tugas ini banyak kekurangan
dari teknik penulisan dan kelengkapan materi yang jauh dari sempurna.
Kami juga menerima kritik dan saran yang membangun sebagai bentuk
pembelajaran agar meminimalisir kesalahan dalam tugas berikutnya.
Semoga dengan terselesaikan tugas ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.

Wundulako 03 Desember 2022


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumus masalah
C. Tujuan penulis
D. Manfaat penulis
BAB II TEORI PEMBAHASAAN
A. Pengertian cacingan
1. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)

2. Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)

3. Cacing Tambang(Ancylostoma Duodenale dan Necator


Americanus)

BAB III TINJAUAN KASUS


BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Cacing adalah salah satu hewan yang menyebabkan suatu penyakit, di


Indonesia cukup banyak jumlah penyakit cacingan yang terjadi pada
anakanak sekolah dasar. Cacing biasanya masuk ketubuh manusia melalui
poripori kulit. Ada beberapa jenis cacing yaitu Ascaris lumbricoides, Trichus
trichiura, Necator americanus, Ankylostoma duodenale, dan Strongyloides
stercolaris. Cacing biasanya muncul disaat musim hujan karena tanahnya
lembab (Wintoko, 2014).Orang tua memegang peran terpenting dalam
perawatan anak. Rendahnya pengetahuan orang tua akan berdampak
terhadap ketidakmampuan orang tua mencegah maupun merawat anak.
Begitu juga sebaliknya tingkat perilaku orang tua yang baik sangat
menentukan pencegahan maupun perawatan anak cacingan. Infeksi
cacingan tergolong penyakit neglected disease yaitu infeksi yang kurang
diperhatikan dan penyakitnya bersifat kronis tanpa menimbulkan gejala klinis
yang jelas dan dampak yang ditimbulkannya baru terlihat dalam jangka
panjang seperti kekurangan gizi, dan gangguan tumbuh kembang anak
(Wintoko, 2014)

Golongan anak sekolah dasar merupakan kelompok usia yang


rentanterhadap infeksi cacing. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan bermain
dengan tidak memakai sandal atau sepatu atau(alas kaki) pada anak yang
tidak diperhatikan.Cacing sebagai hewan parasit tidak saja mengambil zat-
zat gizi dalam usus anak, tetapi juga merusak dinding usus, sehingga
mengganggu penyerapan zat-zat gizi tersebut. Anak-anak yang terinfeksi
cacing biasanya mengalami lesu, pucat/anemia, berat badan menurun, tidak
bergairah, konsentrasi belajar kurang, kadang disertai batuk-batuk dan diare.
Meskipun penyakit cacing usus tidak mematikan, tetapi menggerogoti
kesehatan tubuh manusia sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi dan
kesehatan masyarakat.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran“Perilaku Orang Tua Tentang Pencegahan


Cacingan pada Anak?”

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui “Perilaku Orang Tua Tentang Pencegahan Cacingan


pada Anak”.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teori

a) Bagi Ilmu Pengetahuan Hasil penenelitan dapat di jadikan dasar


referensi dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di
dunia Ilmu Kesehatan.
BAB II

TEORI PEMBAHASAAN

A. Pengertian Cacingan

Cacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit


berupa cacing. Cacing umumnya tidak menyebabkan penyakit berat
sehingga sering kali diabaikan walaupun sesungguhnya memberikan
gangguan kesehatan. Tetapi dalam keadaan infeksi berat atau keadaan yang
luar biasa, cacingan cenderung memberikan analisa keliru ke arah penyakit
lain dan tidak jarang dapat berakibat fatal (Margono, 2008).

Definisi infeksi cacingan menurut WHO (2011) adalah sebagai


infestasisatu atau lebih cacing parasit usus yang terdiri dari golongan
nematodausus. Diantara nematoda usus ada sejumlah spesies yang
penularannyamelalui tanah atau biasa disebut dengan cacing jenis STH yaitu
Ascarislumbricoides, Necator americanus, Trichuris trichuira dan
Ancylosstomaduodenale (Margono, 2006). Cacingan ini umumnya ditemukan
didaerah tropis dan subtropis dan beriklim basah dimana
hygiene dan sanitasinya buruk.

Soil Transmitted Helminths adalah sekelompok cacing parasit


(kelasNematoda) yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia melalui
kontakdengan telur ataupun larva parasit itu sendiri yang berkembang di
tanahyang lembab yang terdapat di negara yang beriklim tropis maupun
subtropis (Bethony, 2006).

Spesies-spesies Soil Transmitted Helminths (STH) yang paling


sering menyebabkan infeksi cacingan adalah :

1. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)


a. Morfologi

Ascaris lumbricoides merupakan cacing terbesar diantara


Nematoda lainnya. Cacing betina memiliki ukuran besar dan panjang.
Manusia merupakan satu-satunya hospes cacing ini. Cacing jantan
berukuran 10-30 cm, sedangkan cacing betina 22-35 cm, kadang-
kadang sampai 39 cm dengan diameter 3-6 mm. Pada stadium
dewasa hidup di rongga usus halus, cacing betina dapat bertelur
sampai 100.000-200.000 butir sehari, terdiri dari telur yang dibuahi
dan telur yang tidak dibuahi. Dalam lingkungan yang sesuai, telur
yang dibuahi tumbuh menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang
lebih 3 minggu. Ascaris lumbricoides memiliki 4 macam telur yang
dapat dijumpai dalam feses yaitu telur fertil (telur yang dibuahi),
infertil (telur yang tidak dibuahi), decorticated (telur yang sudah
dibuahi tetapi kehilangan lapisan albuminnya) dan telur infektif (telur
yang megandung larva) (Prianto, 2006).

b. Patogenesis

Patogenesis berkaitan dengan jumlah organisme yang


menginvasi, sensitifitas individu, bentuk perkembangan cacing,
migrasi larva dan status nutrisi individu. Migrasi larva dapat
menyebabkan eosinophilia dan kadang-kadang reaksi alergi. Bentuk
dewasa dapat menyebabkan kerusakan pada organ akibat invasinya
dan mengakibatkan patogenesis yang lebih berat (Soedarmo, 2010).

c. Manifestasi Klinik

Gejala klinik yang dapat muncul akibat infeksi dari cacing


Ascaris lumbricoides antara lain rasa tidak enak pada perut, diare,
nausea, vomiting, berat badan menurun dan malnutrisi. Bolus yang
dihasilkan oleh cacing dapat menyebabkan obstruksi intestinal,
sedangkan larva yang migrasi dapat menyebabkan pneumonia dan
eosinophilia (Soedarmo, 2010).

d. Epidemiologi

Infeksi yang disebabkan oleh cacing A. lumbricoides disebut


Ascariasis. Di Indonesia kejadian Ascariasis tinggi, frekuensinya
antara 60% sampai 90% terutama terjadi pada anakanak. A.
lumbricoides banyak terjadi pada daerah iklim tropis dan subtropis
khususnya negara-negara berkembang seperti Asia dan Afrika
(Soedarmo, 2010).

e. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan dengan mengidentifikasi adanya


telur pada feses dan kadang dapat dijumpai cacing dewasa keluar
bersama feses, muntahan ataupun melalui pemeriksaan radiologi
dengan kontras barium (Soedarmo, 2010).

2. Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)

a. Morfologi

Cacing dewasa berbentuk cambuk dengan 2/5 bagian posterior


tubuhnya tebal dan 3/5 bagian anterior lebih kecil. Cacing jantan
memiliki ukuran lebih pendek (3-4cm) daripada betina dengan ujung
posterior yang melengkung ke ventral. Cacing betina memiliki ukuran
4-5 cm dengan ujung posterior yang membulat. Telur berukuran 30-54
x 23 mikron dengan bentukan yang khas lonjong seperti tong (barrel
shape) dengan dua mucoid plug pada kedua ujung yang berwarna
transparan (Prianto, 2006).
Cara infeksi langsung yaitu bila secara kebetulan manusia
menelan telur matang. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke
dalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa cacing turun ke bagian
distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum. Jadi cacing ini
tidak mempunyai siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang
tertelan sampai menjadi cacing dewasa betina meletakkan telur kira-
kira 30-90 hari (Srisasi Gandahusada, 2006).

b. Manifestasi Klinik

Kelainan patologis yang disebabkan oleh cacing dewasa


terutama terjadi karena kerusakan mekanik di bagian mukosa usus
dan respons alergi. Keadaan ini erat hubungannya dengan jumlah
cacing, lama infeksi, umur dan status kesehatan umum dari hospes
(penderita). Gejala yang ditimbulkan oleh cacing cambuk biasanya
tanpa gejala pada infeksi ringan. Pada infeksi menahun dapat
menimbulkan anemia, diare, sakit perut, mual dan berat badan turun
(Onggowaluyo, 2002).

c. Epidemiologi
Trichuristrichura, cacing ini tersebar diseluruh dunia, tetapi lebih
banyak terdapat di daerah panas dan lembab dan sering terlihat
bersama-sama dengan infeksi ascaris. Trichuriasis banyak ditemukan
di Asia dimana prevalensinya lebih dari 50% di daerah pedesaan. Di
Afrika, prevalensinya 25% dan di Amerika Latin 12% (Soedarmo,
2008).

3. Cacing Tambang(Ancylostoma Duodenale dan Necator Americanus)

a. Morfologi
Cacing dewasa hidup di dalam usus halus manusia, cacing
melekat pada mukosa usus dengan bagian mulutnya yang
berkembang dengan baik. Cacing ini berbentuk silindris dan berwarna
putih keabuan. Cacing dewasa jantan berukuran 8 sampai 11 mm
sedangkan betina berukuran 10 sampai 13 mm. Cacing
N.americanus betina dapat bertelur ±9000 butir/hari sedangkan cacing
A.duodenale betina dapat bertelur ±10.000 butir/hari. Bentuk badan
N.americanus biasanya menyerupai huruf S sedangkan A.duodenale
menyerupai huruf C. Rongga mulut kedua jenis cacing ini besar.
N.americanus mempunyai benda kitin, sedangkan pada A.duodenale
terdapat dua pasang gigi ( Safar, 2010). Telur cacing tambang sulit
dibedakan, karena itu apabila ditemukan dalam tinja disebut sebagai
telur hookworm atau telur cacing tambang. Telur cacing tambang
besarnya ±60 x 40 mikron, berbentuk oval, dinding tipis dan rata,
warna putih. Di dalam telur terdapat 4-8 sel. Dalam waktu 1-1,5 hari
setelah dikeluarkan melalui tinja maka keluarlah larva rhabditiform.
Larva pada stadium rhabditiform dari cacing tambang sulit dibedakan.
Panjangnya 250 mikron, ekor runcing dan mulut terbuka. Larva pada
stadium filariform (Infective larvae) panjangnya 600-700 mikron, mulut
tertutup ekor runcing dan panjang oesophagus 1/3 dari panjang badan
(Margono, 2008).

Infeksi pada manusia dapat terjadi melalui penetrasi kulit oleh


larva filariorm yang ada di tanah. Cacing betina menghasilkan 9.000-
10.000 butir telur sehari. Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1
cm, cacing jantan kira-kira 0,8 cm, cacing dewasa berbentuk seperti
hurup S atau C dan di dalam mulutnya ada sepasang gigi. Daur hidup
cacing tambang dimulai dari keluarnya telur cacing bersama feses,
setelah 1-1,5 hari dalam tanah, telur tersebut menetas menjadi larva
rhabditiform. Dalam waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi larva
filariform yang dapat menembus kulit dan dapat bertahan hidup 7-8
minggu di tanah ( Safar, 2010). Setelah menembus kulit, larva ikut
aliran darah ke jantung terus ke paruparu. Di paru-paru menembus
pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan larynk. Dari
larynk, larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi
cacing dewasa. Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit atau
ikut tertelan bersama makanan (Margono, 2006).

b. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis walaupun tidak khas, tidak cukup mendukung


untuk memastikan untuk dapat membedakan dengan anemia karena
defisiensi makanan atau karena infeksi cacing lainnya. Secara praktis
telur cacingAncylostoma duodenale tidak dapat dibedakan dengan
telur Necator americanus. Untuk membedakan kedua spesies ini
biasanya dilakukan tekhnik pembiakan larva (Onggowaluyo, 2002).
Larva cacing tambang kemudian bermigrasi ke bagian kerongkongan
dan kemudian tertelan. Larva kemudian menuju usus halus dan
menjadi dewasa dengan menghisap darah penderita. Cacing tambang
bertelur di usus halus yang kemudian dikeluarkan bersama dengan
feses ke alam dan akan menyebar kemanamana (Gracia, 2006).

c. Patogenesis

Larva cacing menembus kulit akan menyebabkan reaksi


erythematous. Larva di paru-paru akan menyebabkan perdarahan,
eosinophilia, dan pneumonia. Kehilangan banyak darah dapat
menyebabkan anemia (Soedarmo, 2010).

d. Epidemiologi
Hookworm menyebabkan infeksi pada lebih dari 900 juta orang
dan mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 7 Liter. Cacing ini
ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Kondisi yang 27 optimal
untuk daya tahan larva adalah kelembaban sedang dengan suhu
berkisar 23°-33°C. Kejadian infeksi cacing ini terjadi pada anak-anak
(Soedarmo, 2010).
BAB III

KONSEP ASKEP

MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY “A”

DENGAN CACINGAN DI RUMAH SAKIT BENYAMIN

GULUH KOLAKA TANGGAL 6

DESEMBER 2022

LANGKAH I Pengkajian

1. Identifikasi Data Dasar

a. Identitas bayi

Nama : By “A”

Tanggal lahir : 02 April 2022, Pukul 12.48 WITA

Anak ke : 1 (pertama)

Jenis kelamin : perempuan

b. Identitas ibu dan ayah

Nama : Ny “S” / Tn “I”

Umur : 20 tahun / 22 tahun

Nikah : 1x

Suku : Bugis / Tolaki


Agama : Islam / islam

Pendidikan : SMA/SMA

Pekerjaan : IRT / Wiraswasta

Alamat : kolaka

2. Data Obyektif

a. Aktifitas dan Istirahat

Gejala : Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah, insomnia,

tidak tidur semalam karena diare

Tanda : Merasa gelisah dan ansietas.

b. Sirkulasi

Tanda : Takikardi {respon terhadap demam, dehidrasi, proses

inflamasi dan nyeri.)

c. Nutrisi / Cairan

Gejala: Mual, muntah, anoreksia.

Tanda : Hipoglikemia, perut buncit, dehidrasi, berat badan

turun.

d. Eliminasi

Tanda : diare, penurunan haluaran urine.

e. Nyeri

Gejala : Nyeri epigastrik, nyeri daerah pusat, colik.

f. Integritas Eg

Gejala : Ansietas.
Tanda : Gelisah, ketakutan.

g. Keamanan

Tanda : Kulit kemerahan, kering, panas, suhu meningkat.

LANGKAH II Identifikasi Diagnosa dan Intervensi

1. Diagnosa

1) Infeksi STH terjadi apabila terdapat kontak anatar anak dengan

tanah yang terkontaminasi dengan feces yang terinfeksi

2) Sumber air yang terkontaminasi dengan feces yang mengandung

telur juga bisa menjadi jalur penularan

a. Ibu mengatakan anaknya mengalami mual dan muntah

b. Ibu mengatakan sebelum anaknya merasa mual anaknya

mengalami nyeri bagian perut dan terasa pucat di wajahnya.

2. Intervensi

Intervensi :

a. Monitor intake dan out put cairan.

b. Observasi tanda-tanda dehidrasi (hipertermi, turgor kulit turun,


membran mukosa kering).

c. Berikan oral rehidrasi solution sedikit demi sedikit membantu


hidrasi yang adekuat.

d. Observsasi tanda-tanda dehidrasi.

e. Observasi pemberian cairan intra vena.


1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan spasme otot polos
sekunder akibat migrasi parasit di lambung.

Tujuan :  Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri akan hilang


atau berkurang dengan kriteria klien tidak menunjukkan kesakitan.

Intervensi :

a. Kaji tingkat dan karakteristik nyeri.

b. Beri kompres hangat di perut.

c. Ajarkan metoda distraksi selama nyeri akut.

d. Atur posisi yang nyaman yang dapat mengurangi nyeri.

e. Kolaburasi untuk pemberian analgesik.


2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan muntah
Tujuan : Nutrisi terpenuhi dengan menunjukkan nafsu makan
meningkat, berat badan sesuai usia.

Intervensi:

a. Beri diit makanan yang adekuat, nutrisi yang bergizi.

b. Timbang BB setiap hari.

c. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat.

d. Pertahankan kebersihan mulut yang baik.

3. Hipertermi berhubungan dengan penurunan sirkulasi


sekunder terhadap dehidrasi (Carpenito, 2000 ; 21)

Tujuan : Mempertahankan normotermi yang ditunjukkan dengan tidak


terdapatnya tanda-tanda dan gejala hipertermia, seperti tachicardia,
kulit kemerahan, suhu dan tekanan darah normal.

Intervensi :
a. Ajarkan klien dan keluarga pentingnya masukan adekuat.

b. Monitor intake dan output cairan

c. Monitor suhu dan tanda vital

d. Lakukan kompres.

4. Perubahan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi antara


dermal – epidermal sekunder akibat cacing gelang (Carpenito, 2000 ;
300)

Tujuan :  Setelah dilakukan tindakan keperawatan gangguan integritas


kulit teratasi dengan kriteria tidak terjadi lecet dan kemerahan.

Intervensi :

a. Beri bedak antiseptik.

b. Anjurkan untuk menjaga kebersihan diri / personal hygiene.

c. Anjurkan untuk tidak menggaruk .

d. Anjurkan untuk menggunakan pakaian yang meresap keringat.

LANGKAH III DIAGNOSA POTENSIAL

Batuk, sesak, munculnya rasa tidak enak di bagian perut, nyeri dada,
dari nutrisi menyebabkan kekurangan berbagai jeis nutrien termasuk vitamin
A dan Vitamin C.

LANGKAH IV ANTISIPASI TINDAKAN SEGERA

Tidak ada
LANGKAH V Perencanaan

1. Memberitahukan ibu pentingnya pemberian obat cacing pada anak

2. Memberihtahukan ibu untuk menghindari makanan yang kotor

3. Menyuruh anaka tidak melakukan mengigit kuku

4. Mencuci tangan setelah buar air

5. Potong kuku anak secara rutin

LANGKAH VI PELAKSANAAN

1. Biasakan anak cuci tangan mengunakan sabun dengan benar secara

rutin, terutama setelah bermain. Sebelum dan sesudah mengunakan

kamar mandi. Serta sebelum dan sesudah makan

2. Biasakan anak unruk selalu mengenakan pakaian bersih dan

mengganti pakaian setiap hari

3. Potong kuku anak secara rutin, terutama ketika suda panjang,

sehingga tidak ada cukup rung untuk pertunbuhan telur cacing

4. Gunakan alas kaki yang bersih dan nyaman anak bermain dan keluar

rumah
5. Perhatikan kebersihan makanan yang dikonsumsi

LANGKAH VII EVALUASI

1. Pemberian obat cacing pada anak minimal satu kali tiap tahun

2. Pemberhian lingkungan sangat lang penting bagi anak

3. Memberikan anak buah-buahan, sebelum memakan buah setidaknya

mecuci buah

4. Menerapkan perilaku anak dengan kehidupan bersih dan sehat

5. Jangan biarkan anak bermain diluar rumah terlalu lamah


BAB IV

PENUTUP

A.KESIMPULAN

            Penyakit askariasis ini di sebabkan oleh investasi cacing askaris


lumbricoides atau cacing gelang. Cacing ini berbentuk bulat besar dan hidup
dalam usus manusia. Cacing ini terutam tumbuh dan berkembang pada
penduduk di daerah yang beriklim panas dan lembab dengan sanitasi yang
buruk. Di indonesia prevalensi askariasis tinggi terutama pada anak.
Kurangnya pemakaian jamban keluarga menimbulkan pencemaran tanah
dengan tinja di sekitar rumah. Cacing betina akan mengeluarkan telur yang
kemudian akan menjadi matang dan invektif, dengan tumbuhnya larva pada
telurnya di dalam waktu 2-3 minggu.

            Infeksi pada manusia terjadi karna larva cacing ini mengkontaminasi
makanan dan minuman. Di dalam usus halus larva cacing akan keluar
menembus dinding usus dan kemudian menuju pembuluh darah dan limpe
menuju paru. Setelah itu larva cacing ini akan bermigrassi ke bronkus, faring
dan kemudian turun ke esofagus dan usus halus. Lama perjalanan sampai
menjadi bentuk cacing dewasa 60-75 hari, panjang cacing dewasa 20-40 cm
dan hidup di dalam usus halus manusia untuk bertahun-tahun lamanya.
Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur di perlukan waktu
kurang lebih 2 bulan.

B.SARAN

            Dalam menyusun makalah ini kami menyadari masih jauh dari


kesempurnaan, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk
perbaikan di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan, (terjemahan) Edisi 8, EGC, Jakarta.

Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., Parasitologi Kedokteran


(terjemahan), EGC, Jakarta.

Garcia, L.S., Bruchner, D.A., 1996, Diagnostik Parasitologi Kedokteran (terjemahan), EGC,


Jakarta

Noer, S., 1996, buku ajar ilmu penyakit dalam, Edisi 3, FKUI, Jakarta.

You might also like