You are on page 1of 13

ANALISIS PENERAPAN PURSED LIPS

BREATHING TERHADAP KEEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN

NAFAS ANAK DENGAN BRONKOPNEUMONIA

DI RUANG ANAK RSUD dr. DORIS SYLVANUS

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Disusun Oleh:

JULYANTO PUTRA ADMAJA

NIM.P1337420921185

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI

JURUSAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bronkopneumonia atau disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan

pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai

alveolus disekitarnya yang sering ditemukan pada balita dan anak-anak. Bronkopneumonia

disebabkan oleh agen infeksius seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.

Bronkopneumonia atau pneumonia merupakan penyebab utama kematian pada anakanak

diseluruh dunia dengan total mencapai 70% kematian di dunia. Insiden ini terbanyak

ditemukan di negara berkembang dengan jumlah kasus terbayak negara India sebanyak

158.176 kasus diikuti Nigeria terbanyak kedua 140.520 dan Indonesia berada di urutan

ketujuh (WHO, 2017). itu

Masuknya jamur, virus dan bakteri ke paru-paru yang mengakibatkan terjadinya

infeksi parenkim paru. Salah satu reaksi infeksi adalah dengan meningkatnya produksi

sputum. Produksi sputum yang meningkat akan menjadi masalah utama pada pasien dengan

bronkopneumonia yang akan mengakibatkan tidak efektifnya bersihan jalan nafas pada anak

(Adriana, 2015).

Ketidakmampuan untuk mengeluarkan dahak merupakan kendala yang sering

dijumpai pada anak usia bayi sampai dengan usia balita, karena pada usia tersebut reflek

batuk masih lemah sehingga anak tidak mampu untuk mengeluarkan dahak secara efektif

yang berakibat dahak lebih cendrung untuk ditelan yang beresiko terjadinya muntah yang

berakibat tidak nafsu makan pada anak (Muliasari & Iin, 2018).

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada anak harus mendapat penanganan segera

dan tepat. Obstruksi jalan nafas yang terjadi dapat menyebabkan penurunan konsetrasi

oksigen ke jaringan sehingga menimbulkann gangguan status oksigenasi dan

kegawatdaruratan respirasi (WHO,2009). Beberapa penatalaksanaan keperawatan yang dapat


dilakukan mengatasi masalah bersihan jalan nafas yaitu fisioterapi dada, vibrasi, penggunaan

nebulizer dan latihan batuk efektif dengan cara pernafasan pursed lips breathing (Kemenkes,

2011) .

Latihan pernafasan pursed lips breahting yaitu suatu latihan menghirup udara melalui

hidung dan mengeluarkan udara dengan cara bibir lebih dirapatkan atau dimonyongkan

dengan waktu ekhalasi lebih panjang (Tiep,Carter, et al 2013). Latihan nafas pursed lips

breathing yang dilakukan dapat mengekspansi alveolus pada semua lobus untuk meningkat.

Tekanan yang tinggi dalam alveolus dapat mengakatifkan silia pada saluran nafas untuk

mengevakuasi sekret keluar dari jalan nafas yang akan menurunkan tahanan jalan nafas dan

meningkatkan ventilasi yang pada akhirnya memberikan dampak terhadap proses perfusi

oksigen dan jaringan (Roberts, et al, (2009). Latihan pernafasan pursed lips breathing yang

dilakukan pada anak dapat menyehatkan ventilasi, membebaskan udara yang terperangkap

dalam paru-paru, memperlambat frekuensi pernafasan dan meningkatkan relaksasi (Garrod

& Matheison, 2012).

Penelitian yang di lakukan Linawati Novikasari dkk ( 2021 ) dengan judul Penerapan

Pursed Lips Breathing Terhadap Ketidakefektifan Pola Napas Pada Pasien Anak Dengan

Asma Bronchiale Di Desa Bumimas Lampung Timur pada anak rentang usia 4-5 tahun

menyatakan bahwa pursed lips breathing mampu mengoptimalkan pernapasan pasien dan

membantu meningkatkan kemampuan pasien dalam beraktivitas sehari-hari”.

1.2. Perumusan Masalah

Bronkopneumonia merupakan penyakit infeksi yang sering di temukan pada

anakanak. Angka kejadian bronkopneumonia di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun

2015-2018 yaitu 4,0%, menjadi 4.5%.

Ketidakmampuan anak untuk batuk secara efektif dapat memperburuk keefektifan

bersihan jalan nafas anak. Pursed lips breathing sangat cocok untuk diterapkan pada anak

dengan gangguan masalah pernafasan selain untuk meningkatkan status oksigen,


memperbaiki frekuensi pernafasan dan juga bisa mengatasi masalah bersihan jalan nafas pada

anak dengan mudah dan tidak menimbulkan trauma pada anak.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis mengangkat judul “ANALISIS

PENERAPAN PURSED LIPS BREATHING TERHADAP KEEFEKTIFAN BERSIHAN

JALAN NAFAS ANAK DENGAN BRONKOPNEUMONIA DI RUANG ANAK RSUD

dr. DORIS SYLVANUS”

1.3. Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Menganalisa penerapan Pursed Lips Breathing pada anak dengan Bronkopneumonia

melalui pendekatan asuhan keperawatan.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Memberikan intervensi keperawatan dengan penerapan Pursed Lips Breathing pada

anak dengan bronchopneumonia sehingga jalan nafas efektif dengan kriteria hasil

a. Frekuensi nafas membai

b. Pola nafas membaik

c. Batuk efektif meningkat

d. Produksi sputum menurun

2. Menggambarkan analisis asuhan keperawatan ( pengkajian, menegakkan diagnosa,

intervensi, implementasi dan evaluasi ) pada anak dengan Bronkopneumonia.

3. Menganalisa hasil implementasi asuhan keperawatan dengan intervensi Pursed Lips

Breathing terhadap masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat menambah informasi, khususnya penerapan pemberian

tindakan pursed lips breathing pada anak dengan masalah keperawatan bersihan jalan
nafas tidak efektif di ruang anak RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya, dan juga

sebagai acuan dalam mengembangkan ilmu keperawatan anak bagi peserta didik

khususnya prodi profesi ners Poltekkes Kemenekes Semarang dan Poltekkes Kemenkes

Palangka Raya. Hasil dari proses dapat menjadi dasar atau data yang mendukung untuk

bahan pengajaran ilmu keperawatan anak dan adanya bentuk memodifikasi terapi

lainnya.

1.4.2. Bagi Perawat

Manfaat penelitian bagi penulis dan perawat adalah menambah wawasan penelitian

tentang asuhan keperawatan anak khususnya tentang pursed lips breathing pada anak

yang memiliki masalah keperawatan pada bersihan jalan nafas di ruang anak RSUD dr.

Doris Sylvanus.

1.4.3. Bagi Layanan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan kepada

petugas kesehatan khususnya perawat agar pihak rumah sakit melakukan penerapan

pursed lips breathing pada anak dengan masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak

efektif.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Penyakit Bronkopneumonia

2.1.1 Defenisi Bronkopneumonia

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim

paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus ditandai

dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh agen infeksius seperti bakteri, virus,

jamur dan benda asing yang ditandai dengan gejala demam tinggi, gelisah, dispnea, napas cepat dan

dangkal (terdengar adanya ronkhi basah), muntah, diare, batuk kering dan produktif (Dicky, 2017).

Menurut WHO (2016), pneumonia merupakan penyebab dari 16% kematian balita, yaitu

diperkirakan sebanyak 920.136 balita di tahun 2015. Pneumonia menyerang semua umur di semua

wilayah, namun terbanyak adalah di Asia Selatan dan Afrika sub-Sahara. Populasi yang rentan

terserang pneumonia adalah anak-anak usia dari 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun.

2.1.2 Etiologi

Penyebab tersering pada bronkopneumonia yaitu pneumokokus, sedang penyebab lainnya

antara lain streptococcuspneumoniae, stapilokokkus aureus, haemophillus influenza, jamur (seperti

candida albicans) dan virus. Pada bayi dan anak kecil ditemukan staphylococcus aureus sebagai

penyebab yang berat, serius dan sangat progresif dengan mortalitas tinggi (Riyadi,2017).

Terjadinya bronkopneumonia bermula dari adanya peradangan paru yang terjadi pada

jaringan paru atau alveoli yang biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratorius bagian atas
selama beberapa hari. Factor penyebab utama adalah bakteri, virus, jamur dan benda asing (Ridha,

2016).

2.1.3 Patofosiologi

Bakteri masuk kedalam jaringan paru- paru melalui saluran pernafasan dari atas untuk

mencapai bronchiolus dan kemudian alveolus sekitarnya. Kelainan yang timbul berupa bercak

konsolidasi yang tersebar pada kedua paru- paru, lebih banyak pada bagian basal (Riyadi & Sukarmin,

2017).

Bronkopneumonia dapat terjadi akibat inhalasi mikroba yang ada di udara, aspirasi organisme

dari nasofaring atau penyebaran hematogen dari fokus infeksi jauh. Bakteri yang masuk ke paru

melalui saluran nafas masuk ke bronkioli dan alveoli, menimbulkan reaksi peradangan hebat dan

menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan interstitial. Kuman

pneumokokus dapat meluas melalui porus kohn dari alveoli ke seluruh segmen atau lobus. Eritrosit

mengalami perembesan dan beberapa leukosit dari kepiler paru- paru. Alveoli dan septa menjadi

penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit dan fibrin serta relatif sedikit leukosit sehingga

kapiler alveoli menjadi melebar. Paru menjadi tidak berisi udara lagi, kenyal dan berwarna merah.

Bakteri masuk kedalam jaringan paru- paru melalui saluran pernafasan dari atas untuk

mencapai bronchiolus dan kemudian alveolus sekitarnya. Kelainan yang timbul berupa bercak

konsolidasi yang tersebar pada kedua paru- paru, lebih banyak pada bagian basal (Riyadi & Sukarmin,

2016).

Bronkopneumonia dapat terjadi akibat inhalasi mikroba yang ada di udara, aspirasi organisme

dari nasofaring atau penyebaran hematogen dari fokus infeksi jauh. Bakteri yang masuk ke paru

melalui saluran nafas masuk ke bronkioli dan alveoli, menimbulkan reaksi peradangan hebat dan

menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan interstitial. Kuman
pneumokokus dapat meluas melalui porus kohn dari alveoli ke seluruh segmen atau lobus. Eritrosit

mengalami perembesan dan beberapa leukosit dari kepiler paru- paru. Alveoli dan septa menjadi

penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit dan fibrin serta relatif sedikit leukosit sehingga

kapiler alveoli menjadi melebar. Paru menjadi tidak berisi udara lagi, kenyal dan berwarna merah.

Bakteri penyebab bronchopneumonia masuk ke dalam jaringan paru-paru melalui saluran

pernafasan atas ke bronchioles, kemudian kuman masuk ke dalam alveolus ke alveolus lainnya

melalui poros kohn, sehingga terjadi peradangan pada dinding bronchus atau bronkhiolus dan alveolus

sekitarnya. Kemudian proses radang ini selalu dimulai pada hilus paru yang menyebar secara

progresif ke perifer sampai seluruh lobus. Hipertermi dapat terjadi 4-12 jam pertama sebagai respon

inflamasi awal pada daerah paru yang disebabkan pelepasan histamin dan postaglandin serta

mengaktifkan komplemen (Ridha, 2015).

Akan tetapi bila proses konsolidasi tidak dapat berlangsung dengan baik maka setelah edema

dan terdapatnya eksudat pada alveolus maka membran dari alveolus akan mengalami kerusakan yang

dapat mengakibatkan gangguan proses diffusi osmosis oksigen pada alveolus. Perubahan tersebut

akan berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah. Penurunan itu yang secara

klinis penderita mengalami pucat sampai sianosis. Terdapatnya cairan purulent pada alveolus juga

dapat mengakibatkan peningkatan tekanan pada paru, selain dapat berakibat penurunan kemampuan

mengambil oksigen dari luar juga mengakibatkan berkurangnya kapasitas paru. Penderita akan

berusaha melawan tingginya tekanan tersebut menggunakan otototot bantu pernafasan (otot

interkosta) yang dapat menimbulkan peningkatan retraksi dada (Riyadi & Sukarmin, 2019).

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan Darah Lengkap Hitung darah lengkap menunjukkan leukositosis, dapat

mencapai 15.000- 40.000/mm3 dengan pergeseran ke kiri (Yasmara & Nursiswati, 2016).

Pada klien Bronkopneumonia terjadi leukositosis, ini terjadi karena selama infeksi terjadi
mekanisme yang mendorong meningkatnya leukosit yang berguna untuk menanggulangi

infeksi (Sujono & Sukarmin, 2009). Kultur darah positif terhadap organisme penyebab.

b. Nilai analisis gas darah arteri menunjukkan hipoksemia (normal : 75-100 mmHg). Atau

untuk menunjukan adanya asidosis metabolik dengan atau tanpa retensi CO2

c. Kultur jamur atau basil tahan asam menunjukkan agen penyebab.

d. Pemeriksaan kadar tanigen larut legionella pada urine.

e. Kultur sputum, pewarnaan gram, dan apusan mengungkap organisme penyebab infeksi

2. Pemeriksaan Radiologi

Pada pemeriksaan radiologi bronkopneumonia terdapat bercak-bercak konsolidasi yang merata

pada lobus dan gambaran bronkopneumonia difus atau infiltrat pada pneumonia stafilokok

(Sujono & Sukarmin, 2016).

3. Pemeriksaan Cairan Pleura

Pemeriksaan cairan mikrobiologi, dapat dibiakkan dari spesimen usap tenggorok, sekresi

nasofaring, bilasan bronkus atau sputum, darah, aspirasi trakea, fungsi pleura atau aspirasi paru

(Mansjoer, A 2000 dalam (Sujono & Sukarmin, 2016)

2.1.6 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi adalah :

1. Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura yang terdapat

disatu tempat atau seluruh rongga pleura.

2. Otitis media akut adalah suatu peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba

eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid (Brunner & Suddarth, 2015).

3. Atelektasis adalah penyakit restriktif akut yang mencangkup kolaps jaringan paru (alveoli) atau

unit fungsional paru (Soemantri, 2014).

4. Emfisema adalah gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang udara

di dalam paru-paru disertai destruktif jaringan (Soemantri, 2014).


5. Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang menutupi otak dan medula

spinalis). Komplikasi tidak terjadi bila diberikan antibiotik secara tepat (Ngastiyah, 2014).

2.2 Konsep Sistem Penafasan

2.2.1 Sistem Pernafasan

Pernafasan adalah sebuah proses pertukaran gas antara individu dengan lingkungan. Proses

pernafasan melibatkan dua komponen :

1. Ventilasi paru atau pernafasan, perpindahan udara antara lingkungan dan alveolus paru

2. Difusi Oksigen dan karbon dioksida antara alveolus dan kapiler paru Fungsi sistem

pernafasan adalah pertukaran gas. Oksigen dari udara yang dihirup berdifusi dari alveolus

dan dihasilkan selama metabolisme sel berdifusi dari drah ke dalam alveolus dan kemudian

dikeluarkan. Organ sistem pernafasan memfasilitasi pertukaran gan ini dan melingungi

tubuh dari benda asing seperti partikel dan patogen.

Udara masuk melalui hidung yang didalamnya udara dihangatkan, dilembabkan dan disaring.

Partikel besar yang terkandung dalam udara ditangkap oleh rambut di pintu masuk lubang hidung dan

partikel kecil disaring dan ditangkap saat udara berubah arah sewaktu kontak dengan turbin nasal dan

septum. Refleks bersin ditimbulkan oleh iritasi didalam saluran hidung. Banyak volume udara secara

cepat keluar melalui hidung dan mulut selama bersin, yang membantu membersihkan saluran hidung.

Udara yang diinspirasi mengalir dari hidung ke faring.

Di faring yang kaya akan jaringan limfe yang akan menangkap dan menghancurkan patogen

yang masuk bersama udara. Reflek batuk terjadi karena adanya implus saraf dikirim melalui saraf

vagus ke medula. Terjadi inspirasi yang besar sekitar 2,5 L. Epiglotis dan glotis menutup, kontraksi

kuat otot abdomen dan intercosta internal secara dramatis meningkatkan tekanan didalam paru.
Epiglotis dan glotis terbuka secara mendadak, udara bergegas keluar dengan velositas yang sangat

besar. Lendir dan setiap benda asing dikeluarkan dari saluran pernafasan bawah dan dikeluarkan ke

atas dan keluar (Muttaqin, 2017).

2.1.2 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

A. Anatomi Sistem Pernafasan

Anatomi saluran pernafasan terbagi menjadi dua bagian yaitu saluran pernafasan bagian atas

dan saluran pernafasan bagian bawah.

1. Sistem Pernafasan Atas

a. Hidung

Hidung (nasal) merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat pernafasan

(respirasi ) dan indra penciuman (pembau). Dinding organ hidung dilapisi oleh

mukosa yang berfungsi untuk menyaring, menghangatkan, dan melembabkan udara

yang masuk melalui hidung. Vestibulum merupakan bagian dari rongga hidung yang

berambut dan berfungsi menyaring partikel-partikel asing berukuran besar agar

tidak masuk kesaluran pernafasan bagian bawah.

b. Faring

Faring (tekak) adalah saluran otot selaput kedudukan nya tegak lurus antara basis

krani dan vertebrae servikalis VI. Faring merupakan saluran yang sama-sama dilalui

oleh udara dan makanan. Faring terbagi menjadi nasofaring dan orofaring yang kaya

akan pasokan jaringan limfe yang menangkap dan menghancurkan patogen yang

masuk bersamaan dengan udara.

c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan jalinan tulang rawan yang dilengkapi

dengan otot, membrane, jaringan ikat, dan ligamentum. Laring sangat penting untuk

mempertahankan kepatenan jalan nafas bawah dari makanan dan minuman yang

ditelan. Selama menelan pintu masuk ke laring (epiglottis) menutup, mengarahkan

makanan masuk ke esophagus. Epiglottis terbuka selama bernafas, yang

memungkinkan udara bergerak bebas ke jalan nafas bawah (Muttaqin, 2012).

2. Sistem Pernafasan Bawah

a. Trakea (batang tenggorokan)

Trakea (batang tenggorokan) adalah tabung berbentuk pipa seperti huruf C yang

dibentuk oleh tulang-tulang rawan yang disempurnakan oleh selaput, terletak

diantara vertebrae servikalis VI sampai ke tepi bawah kartilago krikoidea vertebra V.

tabung tulang yang menghubungkan hidung dan mulut ke paru-paru, maka

merupakan bagian penting pada system pernafasan. trakea adalah tabung berotot

kaku terletak di depan kerongkongan, yang sekitar 4,5 inci panjang dan lebar 1 inci.

Diameter didalam sekitar 21-27 mm, panjang 10-16 c, ada sekitar 15-20 cincin tulang

rawan berbentuk C tidak lengkap, yang melindung trakea dan menjaga jalan nafas.

Otot-otot trakea yang terhubung ke cincin lengkap dan kontrak saat batuk, yang

mengurangi ukuran lumen trakea untuk meningkatkan aliran udara.

b. Bronkus dan bronkiolus

Trakea bercabang menjadi bronkus utama kanan dan kiri. Bronkus kanan lebih

pendek, lebar, dan lebih vertical daripada kiri. Bronkus kiri lebih panjang dan langsing

dari yang kanan , dan berjalan dibawah artei pulmonalis sebelum di belah menjadi

beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah. Bronkiolus membentuk

percabangan bronkiolus terminalis , yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia.

Bronkiolus terminalis ini kemudian menjadi bronkiolus respiratori yang di anggap


menjadi saluran tradisional antara jalan udara transisional antara jalan udara konduksi

dan jalan udara pertukaran gas.

c. Pulmo (paru)

Pulmo (paru) adalah organ utama dalam sistem pernafasan, merupakan salah satu

organ sistem pernafasan yang berada di dalam kantong yang dibentuk oleh pleura

parietalis dan pleura viseralis. Kedua paru sangat lunak, elastis dan berada dalam

rongga torak. Sifatnya ringan dan terapung di dalam air (Muttaqin, 2012).

You might also like