Professional Documents
Culture Documents
Makalah Pop 18 Draft 2
Makalah Pop 18 Draft 2
MANAJEMEN LIMBAH
OLEH :
KELOMPOK 18
EDY PRIYADY (D0A016017)
DWI KURNIANINGSIH (D0A016021)
GANANG MAULANA AFIF (D0A016046)
HENDRO MARDIYANTO (D0A016058)
YAUMA ARHAM (D0A016072)
i
LEMBAR PENGESAHAN
MAKALAH
MANAJEMEN LIMBAH
Oleh :
Kelompok 18
EDY PRIYADY (D0A016017)
DWI KURNIANINGSIH (D0A016021)
GANANG MAULANA AFIF (D0A016046)
HENDRO MARDIYANTO (D0A016058)
YAUMA ARHAM (D0A016072)
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala berkat melimpah yang diberikan-Nya kepada saya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Makalah Praktikum Manajemen Limbah dengan judul “Pupuk
Organik Padat”.
Makalah ini dibuat bukan semata-mata menjadi beban bagi setiap
mahasiswa yang bersangkutan, tetapi makalah ini merupakan suatu bagian penting
dari proses pembelajaran, dimana setiap mahasiswa dilatih untuk menjadi mandiri
dan berwawasan tentang praktikum yang sudah dilaksanakan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dosen Pengampu Mata Kuliah
Manajemen Limbah yang telah membimbing untuk pembuatan makalah ini, kepada
asisten yang memberi materi dan mendampingi setiap kegiatan praktikum, teman-
teman kelompok 18 yang bekerjasama dalam setiap praktikum ini. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran pembaca, yang dapat berguna dalam
perbaikan ke depannya.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
I. PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan dan Manfaat
1. Mahasiswa dapat memanfaatkan limbah peternakan maupun pertanian.
2. Mahasiswa mampu terampil dalam pembuatan pupuk organik padat.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pupuk organik mulai banyak digunakan oleh masyarakat. Hal ini karena
adanya pertanian organik yang semakin berkembang, masyarakat mulai beralih
mengkonsumsi produk pertanian organik. Berkembangnya pertanian organik maka
kebutuhan akan pupuk organik semakin meningkat. Pupuk organik merupakan
pupuk dengan bahan dasar yang diambil dari alam dengan jumlah dan jenis unsur
hara yang terkandung secara alami. Salah satu bahan pembuatan pupuk organik
adalah limbah organik yang mengandung protein, yaitu limbah ternak. Limbah
ternak ini mengandung nutrisi yang baik bagi pertumbuhan tanaman (Musnamar,
2014). Pupuk kandang merupakan bahan organik yang dapat memperbaiki
kesuburan, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan daya ikat air dan memacu
aktivitas mikroorganisme tanah (Muhidin, 2008). Pupuk organik memiliki
kandungan unsur hara yang berbeda - beda tergantung dari jenis ternak, umur
ternak, macam pakan, cara penanganan dan penyimpanan pupuk organik tersebut
sebelum digunakan (Lingga, 2009).
Pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan disebut sebagai pupuk
kandang. Kandungan unsur haranya yang lengkap seperti natrium (N), fosfor (P),
dan kalium (K) membuat pupuk kandang cocok untuk dijadikan sebagai media
tanam. Unsur unsur tersebut penting untuk pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Pupuk kandang juga memiliki kandungan mikroorganisme yang diyakini
mampu merombak bahan organik yang sulit dicerna tanaman menjadi komponen
yang lebih mudah untuk diserap oleh tanaman (Wiryanta 2008). Zainudin (2008)
menjelaskan bahwa, pupuk kandang ialah campuran kotoran hewan dan urin. Pupuk
kandang dibagi menjadi dua macam: a) pupuk padat dan b) pupuk cair. Susunan
hara pupuk kandang sangat bervariasi tergantung macamnya dan jenis hewan
ternaknya. Nilai pupuk kandang dipengaruhi oleh: 1) makanan hewan yang
bersangkutan, 2) fungsi hewan tersebut sebagai pembantu pekerjaan atau
dibutuhkan dagingnya saja, 3) jenis atau macam hewan, dan 4) jumlah dan jenis
bahan yang digunakan sebagai alas kandang. Lukman (2008) menambahkan
pendapatnya bahwa, komposisi kandungan unsur hara pupuk kandang juga sangat
3
dipengaruhi oleh umur dan kondisi hewan, perlakuan serta penyimpanan pupuk
sebelum diaplikasikan sebagai media tanam.
Bahan organik dan pupuk kandang adalah bahan-bahan yang berasal dari
limbah tumbuhan atau hewan seperti pupuk kandang ternak atau unggas, jerami
padi yang dikompos atau residu tanaman lainnya, kotoran pada saluran air, bungkil,
pupuk hijau, dan potongan leguminosa. Pupuk kandang dan sumber organik lainnya
digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah, meningkatkan kadar bahan
organik tanah, menyediakan hara mikro, dan memperbaiki struktur tanah.
Penggunaan bahan-bahan ini juga dapat meningkatkan pertumbuhan mikroba dan
perputaran hara dalam tanah (Bawolye & Syam 2010). Sarief (2009) menyatakan
bahwa, pupuk kandang merupakan hasil samping yang cukup penting, terdiri dari
kotoran padat dan cair dari hewan ternak yang bercampur sisa makanan, dapat
menambah unsur hara dalam tanah. Soepardi (2013) dalam Mayadewi (2009)
menambahkan bahwa, pemberian pupuk kandang selain dapat menambah
tersedianya unsur hara, juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah.
4
III. METODE
3.1 Materi
3.1.1 Alat
a. Cangkul 2 buah
b. Ember 1 buah
3.1.2 Bahan
a. Feses Sapi 100 Kg
b. Aktivator 250 gr
c. Abu 10 Kg
d. Serbuk Kayu 10 Kg
e. Kapur Dolomit 2 Kg
5
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
1. Pengamatan minggu ke-1
- tekstur = lembek, basah, kadar air turun sedikit
- bau = masih berbau feses
- asap = masih nampak ada asap
- temperatur = 28oC
2. Pengamatan minggu ke-2
- tekstur = kering, tetapi ada yang masih lembek
- bau = sedikit berbau feses
- asap = masih nampak ada asap
- temperatur = 33oC
3. Pengamatan minggu ke-3
- tekstur = kering, remah menyerupai tanah
- bau = berbau seperti tanah
- asap = tidak ada asap
- temperatur = 38oC
4. Hasil Rendemen
- bobot POP awal sebelum diayak = 125 kg
- bobot POP yang tidak terayak = 55 kg
- bobot POP yang terayak = 7 kg
% POP yang tidak terayak
= bobot POP tidak terayak : bobot POP awal x 100%
= 55: 125 x 100% = 44 %
Abu Serbuk
Kayu Kayu
10 Kg 10 Kg
6
Kapur Aktivator
dolomit stardec
2 Kg 250 gram
Timbangan
Untuk Feses
menimbang sapi
bobot tiap 100 Kg
bahan
Cangkul digunakan
untuk mengolah
POP
7
6. Homogenkan bahan-
5. Taburkan kapur dolomit
bahan tersebut dan
2 Kg diatasnya. bentuk gunungan 1
meter.
8
4.2 Pembahasan
Kompos merupakan pupuk yang dihasilkan dari proses fermentasi atau
dekomposisi dari bahan-bahan organik seperti tanaman, hewan, atau limbah
organik lainnya. Proses pembuatan kompos sebenarnya meniru proses terbentuknya
humus oleh alam yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitarnya. Secara
alami proses pembusukan berjalan dalam kondisi aerobik dan anaerobik secara
bergantian. Yovita Hety (2009), pembuatan kompos dapat dipercepat prosesnya
hanya dalam jangka waktu 30-90 hari dengan penambahan EM-4, Stardec, Starbio,
Orgadec, Harmony dan Fix-up Plus. Perlakuan pupuk kandang tersebut,
penambahan stardec lebih efektif di dalam proses dekomposisi dibandingkan
dengan perlakuan yang lain, terbukti dengan kandungan hara yang lebih tinggi
dengan C/N rasio yang rendah. Menurut Andoko (2012), stardec memiliki
kandungan mikrobia yang berperan sebagai pengurai limbah organik menjadi
kompos. Menurut Djuarnani (2009), penambahan stardec juga dilakukan untuk
mempercepat proses dekomposisi. Stardec berisi beberapa mikroba yang berperan
dalam penguraian atau dekomposisi limbah organik hingga dapat menjadi kompos.
Mikroba tersebut adalah mikroba lignolitik, mikroba selulolitik, mikroba
proteolitik, mikroba lipolitik, mikroba aminolitik, dan mikroba fiksasi nitrogen
non-simbiolitik. Pendapat tersebut sesuai dengan penjelasan saat praktikum, bahwa
aktivator yang digunakan untuk POP sebaiknya menggunakan aktivator stardec,
karena POP merupakan pupuk yang terbuat secara aerob.
Bahan lainnya yang digunakan dalam pembuatan pupuk organik padat
salah satunya adalah kapur dolomit. Kapur dolomit dipercaya sebagai anti bakteri
patogen dan mengandung unsur hara kalium. Berbeda dengan hasil praktikum
bahwa, pemberian dolomit pada proses pengomposan bertujauan untuk
memberikan pengaruh yang baik, maka pH kompos harus mendekati netral atau
sedikit alkalin. Pemberian dolomit pada tanah masam antara lain berguna untuk
meningkatkan pH tanah ke arah netral. Sementara untuk tanah yang pH mendekati
6 bertujuan untuk penambah nutrisi tanaman. Keuntungan penggunaaan kapur
dolomit menurut Israil (2009), dapat meningkatkan pertumbuhan akar dan
memperbaiki struktur tanah.
9
Berdasarkan penjelasan pada saat praktikum, bahwa pH dalam pupuk
organik padat berbahan dasar feses pH yang normal 6-8, apabila Fe tinggi akan
meracuni tanaman yang diberi pupuk organik tersebut. Bakteri lebih senang pada
pH netral, fungi berkembang cukup baik pada kondisi pH agak asam. Kondisi yang
alkali kuat menyebabkan kehilangan nitrogen, hal ini kemungkinan terjadi apabila
ditambahkan kapur pada saat pengomposan berlangsung. Proses pengomposan
akan menyebabkan terjadinya perubahan pada bahan organik dan pH-nya. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Gaur (2013), bahwa pada proses pengomposan
akan terjadi penguraian bahan organik yang efektif dengan pH netral (6-8). Selain
itu, Haug (2011) menyatakan bahwa, pH sangat erat hubungannya dengan jumlah
mikroorganisme perombak dan bakteri aerobik akan berkurang secara nyata pada
pH sama dengan 11,5 atau pH lebih tinggi dari 11,5.
Berdasarkan hasil praktikum bahwa, penambahan activator stardec pada
pupuk organik padat sebanyak 250 gram, mampu membentuk suhu pada minggu
ke-1 hingga 28oC pada minggu ke-2 33oC dan pada minggu ke-3 38oC. Menurut
standar suhu SNI bahwa suhu normal 27-30oC, pupuk organik dalam praktikum
menunjukan bahwa suhu POP yang dibuat belum sesuai dan melebihi dari standar
SNI. Simmamora (2009) menyatakan bahwa, faktor suhu sangat berpengaruh
terhadap proses pengomposan karena berhubungan dengan jenis mikroorganisme
yang terlibat. Sedangkan Arifin (2012) menyatakan bahwa, suhu yang kurang akan
menyebabkan bakteri pengurai tidak bisa berkembangbiak atau bekerja secara
wajar. Suhu yang terlalu tinggi bisa membunuh bakteri pengurai. Kondisi yang
kekurangan udara dapat memacu perrumbuhan bakteri aerobik.
Berdasarkan hasil praktikum, bahwa pembuatan pupuk organik padat
menggunakan abu kayu sebagai bahan pendukungnya. Kandungan unsur-unsur
mineral sebagai hara makro dan mikro dalam abu dapat diarahkan untuk memenuhi
kebutuhan hara tanaman (Purwati,2017). Selain itu kandungan C/N abu kayu
menyerupai tanah. Abu menjadi bahan pedukung pupuk organik padat yang bahan
utamanya berupa feses sapi. Senyawa hilang pijar abu sekam padi yang dibuat
sebesar 21,43% dapat dijadikan petunjuk bahwa jumlah karbon terikat pada abu
sekam padi cukup besar. Karbon terikat ini merupakan unsur karbon dari senyawa
10
biomassa sekam padi yang tidak menguap pada saat pembakaran. Persentase jumlah
karbon terikat yang besar ini akan mengurangi persentase kandungan silika pada
abu sekam padi (Bakri, 2018). Karbon mempunyai banyak manfaat diantaranya
sebagai pengikat kotoran dan lain sebagainya.
Pupuk organik dapat menambah unsur hara, menambah mikroba dalam
tanah, memperbaiki struktur tanah, mengikat unsur nitrogen, melarutkan fosfat,
mengurai kalium, merangsang pertumbuhan tanaman, menetralisir zat kimia yang
bersifat racun (Al dan Fe) dalam tanah, mengurangi kerontokan bunga dan buah,
mereduksi penggunaan pupuk anorganik, meningkatkan kualitas dan kuantitas
produksi tanaman, dan membuat tanaman menjadi lebih tahan terhadap serangan
hama (Khairullah, 2010). Unsur yang dibutuhkan tanaman berasal dari hasil
pencernaan hewan ruminansia, meskipun kadarnya lebih sedikit dari pupuk kimia
tetapi kandunganya lebih kompleks dan ramah lingkungan. Mikroba pupuk organik
dari feses sapi berasal dari mikroba dalam rumen yang ikut berperan dalam proses
pencernaan hewan ruminansia. Unsur hara yang terdapat dalam pupuk organik
hanya sebagian kecil saja yang dapat dimanfaatkan langsung oleh tanaman
sedangkan sebagiannya lagi akan terurai dalam jangka waktu yang cukup lama
(Sukmawan, 2016). Hal tersebut diatas sesuai dengan penjelasan pada praktikum
pembuatan POP bahwa, pupuk yang berasal dari feses sapi supaya dapat digunakan,
maka diperlakukan proses fermentasi aerob supaya pupuk organik dapat
dimanfaatkan oleh tanaman.
11
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Pembuatan pupuk organik padat dengan menggunakan bahan utama feses sapi
yang ditambah dengan aktivator, kapur doolmit, abu kayu untuk difermentasi
secara aerob.
2. Fungsi seluruh bahan POP akan optimal setelah 4 minggu dilakukan fermentasi
aerob.
5.2 Saran
Pencampuran bahan POP harus benar-benar merata supaya setiap partikel
dari proses pembuatan POP dapat dimanfaatkan dengan baik.
12
DAFTAR PUSTAKA
13
Soepardi G. 2013. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Wiryanta BTW. 2008. Media Tanam Untuk Tanaman Hias. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Zainudin NW. 2008. Pupuk Organik Padat. Yogyakarrta : Penebar Swadaya.
14