Professional Documents
Culture Documents
Apakah Semua Agama Sama
Apakah Semua Agama Sama
sehingga yang diberikan kepada Allah bukanlah yang sesungguhnya melainkan hanya
separuh hati (Qs. Ali Imron : 92)
Perkembangan populasi manusia yang demikian besar menjadi bersuku bangsa (Qs. Al
Hujurat :13) menyebabkan munculnya berbagai interpretasi baru mengenai agama dan
kepercayaan yang dianut oleh manusia. Dalam konteks tersebut, Allah berkali-kali
menurunkan Rasul dan Nabi untuk menyamakan persepsi tentang eksistensi Tuhan,
kebaikan dan hidup setelah berakhirnya kehidupan di dunia – memberi peringatan tentang
akibat pengerusakan tehadap alam dan pelanggaran terhadap perintah Tuhan (Qs. Al
Baqoroh : 285). Pertanyaan yang kemudian berkembang – apakah semua/ajaran agama itu
sama ?.
2. Bahwa dalam spektrum menjaga kepentingan stabilitas dan politik, maka agama
harus ditempatkan dalam posisi dan mendapat penghargaan yang sama baik
menyangkut hak hidup maupun kebenaran agama itu sendiri.
Ketika komunitas Madinah terbentuk, Rasulullah sebagai penggagas perlu
membi-carakannya dengan baik dengan semua komponen masyarakat Madinah.
Hak dan kewajiban masyarakat Madinah disusun dalam sebuah “Traktat Madinah”
yang berisi 37 pasal – di dalamnya agama tidak menjadi simbol yang
diperdebatkan, karena Rasulullah telah mengisi prinsip piagam Madinah dengan
nilai-nilai Qur‟ani.
Soekarno pernah menggunakan standar politik untuk menyamakan
(membenar-kan) semua agama yang hidup di Indonesia dengan menggunakan
Ibarat 4 orang buta yang memegang Gajah – apapun yang mereka pegang,
mereka akan mengatakan bahwa yang dipegang tersebut adalah Gajah; artinya
apapun pemahaman mereka terhadap agama – berbeda atau tidak, mereka
mengatakan bahwa itu adalah nilai-nilai agama dan pasti dai mengatakan
agamanya adalah benar (Baca Dr. H.M. Rasyidi – Kuliah Agama di PT).
B. Tidak Sama
Pandangan tersebut berkembang dari prinsip-prinsip agama yang diintepretasikan
oleh penganutnya. Penganut suatu agama tentu akan mengatakan bahwa agamanya
tidak sama dengan agama orang lain, misalnya tentang keimanan terhadap Tuhan –
apakah ia menganut prinsip monotheisme (satu Tuhan), politheisme (Tuhan banyak)
atau henotheisme (tuhan banyak tapi ada yang paling tinggi). Dalam konsep satu
Tuhan itupun terjadi perbedaan dalam penafsiran dan aplikasinya yaitu satu tuhan
dalam arti yang sebenarnya seperti dalam konsep tauhid pada agama Islam. Allah
adalah Esa, Esa dalam arti yang sebenarnya, bukan satu terdiri dari tiga atau tiga
menjadi satu. Di sisi lain ada satu tuhan yang berasal tiga unsur, misalnya Trinitas bagi
agama Kristen dan Trimurti bagi agama Hindu. Oleh sebab itu sikap yang baik adalah
memahami perbedaan dan tidak berusaha menyamakan (Qs. Al Kafirun : 1-6).
Ajaran bahwa Allah adalah tuhan yang satu dapat dicerna secara rasional dengan
berbagai pembuktian yang rasional pula. Adalah sebuah kemustahilan, jika di dunia ini
terdapat lebih dari satu tuhan dengan kekuasaan yang sama – karena mereka pasti
akan berebut kekuasaan. Sebagaimana firman Allah dalam Qs. Al Anbiya' ayat 22 :
“Andaikan ada tuhan selain Allah di bumi dan langit ini pastilah kehan-curan yang akan
di dapat”
Dengan logika yang sistematis tersebut, jika agama dipandang sebagai pengabdi-
an kepada Tuhan atau agama tersebut dibangun berdasarkan nilai-nilai ilahiyah dari
tuhan yang berbeda, maka bentuk dan wujud pengabdiannya juga berbeda. Jangankan
dari Tuhan yang berbeda – ajaran agama dan konsep theologis lainnya diklaim berasal
dari tuhan yang sama, pada perkembangannya juga mengalami perbedaan. Apakah
perubahan tersebut dikarenakan modifikasi pelaku atau tokoh agama untuk penyesuai-
an jaman ataukah karena sengaja dipalsukan.
Terlepas dari perdebatan tersebut, secara subtansial semua agama memiliki prinsip-
prinsip yang tidak jauh berbeda. Prinsip-prinsip yang hampir sama tersebut adalah :
A. Visi dan Misi agama yaitu kepercayaan kepada Tuhan dan aplikasinya yang mengarah
pada terwujudnya kedamaian, ketentraman dan kesejahteraan, kecuali sekte-sekte
agama yang muncul secara kondisional terutama diluar agama Islam.
B. Adanya Pengakuan sebagai sebuah kebenaran (Claim of Truth) dan pengakuan sebagai
keselamatan (Claim of Salvation).
Dalam tataran yang lebih praksis, pemahaman terhadap subtansi Agama tersebut,
terutama terhadap Claim of Truth dan Claim of Salvation akan mendorong tumbuhnya hal-
hal sebagai berikut :
A. Proses Integrasi artinya agama menjadi instrument yang kuat untuk menintegrasikan
setiap komponen masyarakat. Cara yang paling efektif untuk membangun kebersama-
an adalah melalui pendekatan agama. Wujud dari proses integratif yang dimunculkan
oleh agama tersebut dapat berbentuk :
1. Rasa persatuan
2. Adanya prinsip persamaan dan persaudaraaan (Solidaritas umat)
3. Keinginan untuk melindungi sesama ummat baik bidang Sosial, Ekonomi, politik
dan hukum.
B. Proses Desintegratif dan Konflik artinya agama merupakan kekuatan yang dominan
mendorong terjadinya perpecahan dan pertentangan dalam masyarakat. Agama adalah
instrument (alat) yang signifikan untuk memecah belah suatu masyarakat. Ada dua
ruang kemungkinan terjadinya desintegrasi dan konflik yang disebabkan oleh agama :
1. Konflik antar pemeluk agama – artinya terjadi peperangan antar pemeluk agama
yang satu dengan pemeluk agama yang, misalnya perang agama antara Islam dan
Kristen (perang salib).
2. Konflik intern umat di dalam satu agama (internal agama) – konflik tersebut dapat
berkembang karena adanya perbedaan pemahaman terhadap dasar nilai dan
wujud aplikasi dari sebuah nilai yang dinyatakan kebenarannya oleh agama
Konflik yang mengarah pada bentuk destruktif yang berkembang dalam masyarakat ter-
utama yang berkaitan dengan pemahaman terhadap klaim kebenaran dan keselamatan
tersebut lebih banyak disebabkan oleh :
A. Faktor Internal
1. Pemahaman yang keras terhadap konsep Claim of Truth dan Claim of Salvation
dengan menekankan pada rekruitmen atau dakwah agama yang agresif dan
radikal.
2. Adanya radikalisme oleh suatu kelompok dalam agama – dengan menggunakan
pemahaman yang bersifat simbolitas belaka.
3. Sebagian besar umat suatu agama masih berfikir simbolitas dan meninggalkan cara
berfikir subtansial.
4. Tingkat pendidikan masyarakat masih rendah, memungkinkan orang mudah
diprovoka-si oleh orang lain yang menggunakan jargon-jargon dan kaidah agama,
padahal mereka hanya mengadu domba dan memecah belah ukhuwah.
B. Faktor eksternal
1. Kelompok X yang memang menghendaki adanya konflik antar agama karena
kepen-tingan sosial, ekonomi dan politik tertentu.
2. Pendapat-pendapat Orientalis dan Analis ketimuran yang mempengaruhi pemikiran
masyarakat, misalnya analis dari Dr. Samuel Hungtington yang meramal bahwa
konflik masa depan (abad 21) akan disebabkan oleh perebutan kepentingan
budaya antara Islam (Timur) dan Non Islam (Barat).
Bahwa semua agama menghendaki umatnya berlaku santun, tidak sadis dan
menggunakan agama sebagai alaat legitimasi kekerasan dan pengerusakan hak milik orang
lain. Oleh sebab itu diperlukan usaha yang efektif untuk menghentikan konflik antar agama
dengan elakukan hal-hal sebagai berikut :
A. Memahami aturan agama secara keseluruhan (komprehensif/totalitas) artinya jangan
mengambil ajaran yang bersifat keras saja dan meninggalkan ajaran agama yang
mendorong tumbuhnya toleransi.
B. Meninggalkan cara pemahaman agama yang bersifat simbolitas dan mengembangkan
kebiasaan pengkajian agama yang bersifat subtansial.
C. Meningkatkan kualitas pendidikan umat suatu agama sehingga melahirkan pemahaman
yang obyketif dan ilmiyah.
D. Membiasakan hidup dalam perbedaan dan menjadikan perbedaan sebagai sumber
keragam-an akan keindahan hidup.
PENUTUP
Allah telah memberikan cara yang paling efektif untuk meredam asumsi-asumsi yang
menyesatkan mengenai status agama, demikian juga dengan klaim-klaim yang dilakukan
oleh agama-agama tersebut yaitu dengan mengkaji ulang Qs. Al Baqoroh : 256 dan Al
Kafirun : 6
DAFTAR RUJUKAN
1. Drs. Nasruddin Razak : Dienul Islam
2. Quraisy Shihab : Membumikan Al Qur‟an
3. Fazlur Rahman : Thema-thema pokok Al Qur‟an
4. Taufiq Adnan Amal : Islam dan Tantangan Modernitas
5. Harun Nasution : Islam Rasional, gagasan dan pemikiran.