You are on page 1of 59
SEPSIS: Every Second DIREKTORAT MEDIK DAN KEPERAWATAN RSUP NASIONAL Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA 2016 KATA SAMBUTAN DIREKTUR UTAMA Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarkatuh Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, Karena atas izin-Nya maka Buku Pedoman Tatalaksana Sepsis ini dapat diselesaikan dan diterbitkan. Sebagai rumah sakit pendidikan tipe A, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo merupakan rumah sakit rujukan nasional diharapkan memberikan pelayanan yang cepat, tepat, dan akurat, untuk Pasien dengan tingkat keparahan (severity level) penyakit termasuk dalam level 3 - 4, dan sepsis adalah penyebab kematian pasien terbanyak di RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Dengan diterbitkannya buku pedoman ini, diharapkan dapat memberikan panduan teknis terhadap tata Kelola pasien sepsis di Unit Kerja, sehingga dapat terselenggara pelayanan Keschatan yang berkualitas dan aman bagi pasien, Saya sampaikan terimakasin kepada seluruh pihak terkait yang telah membantu dalam penyelesaian Pedoman Tatalaksana Sepsis ini tepat pada waktunya. Semoga kita dapat terus meningkatkan mutu pelayanan Kesehatan dan memberikan yang terbaik bagi pasien kita. Wassalamu’ alaikum warahmatullahi wabarokatuh, Jakarta, 1 April 2016 Direktur Utama, tu sdunetn Drdr. CH. Soejono, SpPD-KGer NIP 196006121985121001 KEMENTERIAN-KESEHATAN DIREKTORAT JENDE RAL PELAYANAN KESEHATAN u RSUP NASIONAL Nr. CIPTO MANGUNKUSUMO Jalan Diponegoro No, 71 Jakarta 10430 Kotak Pos 1086 RSCM Faksmite (021) 3148991 Call Ce ter : 1500135 Laman (iuite) KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA }.SUP NASIONAL Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO NOMOR: Hk 62.04/X1.3/1140//2016 TENTANG PEDOMAN TATALAKSANA SEPSIS RSUP NASIONAL Jr, CIPTO MANGUNKUSUMO DIREKTUR UTAMA RSUP NASIONAL Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO Menimbang ; a. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu layanan kesehatan berbasis pada ‘eselamatan pasien (patient safety) dan muta (quality), perlu disusun Pedoman Tatalaksana Sepsis RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf (a), maka perlu menetapkan Keputusan Direktur Utama RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo tentang Pedoman Tatalaksana Sepsis RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Mengingat _ Undang Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor: 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor: 4431) 2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); : 3. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 4. Undang Undar.g Republik Indonesia Nomor: 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor: 298, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor: 5607) 5. Peraturan Pemerintah Reoublik Indonesia Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor: 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Kevangan Badan Layanan Umum (Lemba-an Negara Republik indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502); 6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1672/Menkes/ Per/XII/2005 tanggal 27 Desember 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusum>; 7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 41/Menkes/Sk/1/2013 tanggal 30 Januari 2013 tentang Pengangkatan Dr.dr. Czeresna Heriawan Soejono, Sp-PL sebagai. Direl tur Utama RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusum). 8, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.03/1/2179/2015 tentang Pemberlakuan Peraturan Internal (Hospital By Laws) RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. hag Ly Al j pith KARS se Menotoag, memicrikan yorg berbaik SERTARTIVINZOTS on 7608.1 Menimbang Mengingat Memperhatikan SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA RSUP NASIONAL DR. CIPTO MANGUNKUSUMO + Nomor : 14448/TU.%/ 34/21/2013 TENTANG PEMBENTUKAN TIM NARASUMBER KONSENSUS SEPSIS 1. 2 i a ~ @ DIRSUP NASIONAL DR. CIPTO MANGUNKUSUMO DIREKS! RSUP NASIONAL Dr, CIPTO MANGUNKUSUMO. bahwa sepsis merupakan penyebab Kematian tertinggi di RSCM yaitu sebesar 28% (281 pasien dari 1001 pasien) pada periode Januari— Agustus 2013 Bahwa dalam rangka pengelolaan pasien dengan sepsis di RSUP Nasional Dr Cipto Mangurkusurmo, maka perlu disusun Konsensus Sepsis oi RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. bbahwa untuk mencapal tujuan tersebut, meka perlu dibentuk Tim Narasumber Konsensus Sepsis di RSUP Nasional Or. Ciplo Mangunkusumo yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur Utama RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo bahwa nama-nama yang tercantum dalam Surat Keputusan ini, dipandang ‘cakap dan mampu untuk duduk dalam Tim Nerasumber Konsensus Sepsis di RSUP Nasional Dr. Cioto Mangunkusumo |. Undang-Undang Ri Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik indonesia Nomor 4431) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063). Undang-Undang RI No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072) Peraturan Pemerintah RI Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum {Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik indonesia Nomor 4502). Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 129/Menkes /SKAI/2008 tanggal 08 Februari 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit . Peraturan Menteri Kesehatan Ri Nomor 1672/Menkes /Per/XIl/2005 tanggal 27 Desember 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja RSUP Nasional Dr Cipto Mangunkusumo. ‘Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 41/Menkes/SK/V/2013 tanggal 30 Januari 2013 tentang Pengangkatan Or, dr. Czeresna Heriawan Soejono, SpPD sebagai sevagat Direktur Utama RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Keputusan Mente’ Kesehatan Nomor : HK.02,04V2612/12 tentang Penggunaan Peraturan internal (Hospital by Laws) RSUP Nasinal Or. Cipto Mangunkusumo. Hasil rapat koordinasi Direktur Medik dan Keperawatan Menetapkan Kesatu Kedua MEMUTUSKAN PEMBENTUKAN TIM NARASUMBER KONSENSUS SEPSIS D! RSUP NASIONAL Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO- Membertakukan Pembentukan Tim Narasumber Konsensus Sepsis di RSUP Nasional Or. Cipto Mangunkusurno Penasehat : Direktur Utama Penanggung Jawab _: Direktur Medik dan Keperawatan Ketua :dr. Khe Chen, SpPD, KPT Sekertaris 21.dr, Hima Lilian’ 2. dr. Nancy Sartika Wardhani, MPH Anggota 1. Prof. dr. Taralan Tambunan, SpA (K) 2. Dr. Suhendro, SpPO, KPTI 3. Or. dr. Noroyono Wibowo, SpOG (K) 4, Dr Rima Irwinda, SpOG (k) 5, Dr. Dama Iniran, SpS (K) 6. Dr. Nurul Komari, SoS 7. Or. Dita Adityaningsin, SpAn 8. Dr. Rudyanio Sedono, Span, KIC 9. Dr. Adhrie Sugiarto, Span 40. Dr. Yarman Mazni, SpB(K)BD 11. Or. R. Aditya Wardhana, SpBP 12. Dr. Wifanto S.J, $pB(K)BD 13. Dr. Lily Rundjan, SpA. 14. Dr. Adi Teguh, SpA 18. Dr. Hindra trawan Sata, SpA 46. Dr. Tonay Loho, SpPK 17. Dr. Nuri Dyah indrasari, SpPK 18. Kepala Departemen Mikrobioiogi Klinik Ketiga Keempat Kelima Keenam Menugaskan kepada Tim Narasumber Konsensus Sepsis di RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo untuk 1 2. Menyusun Konsensus Sepsis di RSUP Nasional dr. Cipto Mangunkusumo. Melakukan rapat evaluasi kegiatan secara berkala dengan Penanggung Jawab Tim, Melaporkan hasil kerja Tim (out put) kepada Direksi untuk pengambilan kepulusan, ‘Membuat workshop penyusunen konsensus sepsis RSCM yang bertujuan untuk mendapatkan masukan dan tanggapan tethadap konsensus tersebut. Melaporkan hasii workshop penyusunan konsensus sepsis RSCM kepada Direksi dalam bentuk pedoman yang telah ditetapkan Mensosialisasikan konsensus sepsis RSCM yang telah disusun dan disepakali keseluruh Departemen/ UPT Konsensus Sepsis RSUP Nasional dr. Cipto Mangunkusumo akan dilakukan peninjauan jka dipertuken, untuk revisi dan atau penyempumean Segala biaya untuk Kegiztan tersebut dibebankan pada anggaran rutin RSUP ‘Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Keputusan ini berlaku sojak tanggel ditetapkan untuk jangke wektu 6 (enam) bulan. Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan diperbaiki sebagaimana mestinya Tembusan Yth: NO REN Para Direktur Ketua Komite Medik Ditetapkan di: Jakarta Pada Tanggal : 1 Movember 2013 Direktur Utama W glume Dr. dr. C. H Soejono, SpPD, KGer NIP 196006121985121001 Ketua Komite PPIRS Ketua Komite Mutu, Keselamatan dan Kinerja Ketua Komite Etk dan Hukum Ketva SPI Para Kepala Bagian / Bidang/ Dept! Instalasi/ UPT terkait Cetakan Pertama Mei 2016 ‘Tim Editor ; Ketua . dr. Khie Chen, SpPD, KPTI Kesekretariatan: 1. Dr, Hima Liliani 2. Dr. Theresia 3. Fidia Meisari, SKM Anggota 1. Dr. Zunilda S. Bustami, MS, SpFK. 2. Dr. Dita Adityaningsih, SpAn, KIC 3. Dr. Robert Sinto, SpPD DAFTAR ISI Halaman Judut Surat Keputusan Kata Sambutan DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN |, LATAR BELAKANG I. TUJUAN .. A. TUJUAN UMUM B. TUJUAN KHUSUS Ill, RUANG LINGKUP ... IV. DASAR HUKUM .. BAB II KETENTUAN UMUM |. PENGERTIAN 4 1. DEFINISI INFEKSI 4 2. DEFINISI SINDROM RESPONS INFLAMASI SISTEMIK 4 3. DEFINISI SEPSIS .... : 4 4 4 ONNNNe 4, DEFINIS! TERAPI ANTI! il. KRITERIA .. BAB Ill MATER] PEDOMAN |. PENAPISAN DAN STRATIFIKAS! PASIEN SEPSIS .. Il. PEMERIKSAAN LABORATORIUM IL PEMERIKSAAN LABORATORIUM BESERTA PENANDA BIOLOGIS 11.2 DIAGNOSTIK LABORATORIUM MIKROBIOLOGI .. ‘A. Spesimen yang Diperukan untuk Mendukung Diagnosis Sepsis B. Jenis Pemeriksaan Mikrobiol... C. Penapisan Methcilin Resistance Staphylococcus Aureus (MRSA) D. Interpretasi dan Pelaporan Hes. 13 DIAGNOSTIK LABORATORIUM JAMUR A. Kandidiasis Invasif /Sisterk... B._Kalegor Diagnosis Kandidosis Invasif dan pags Invasit.. TERAP! ANTIBIOTIKA DAN TERAPI JAMUR ... ILA STRATEGI DEESKALAS| «sn 11.2 OPTIMALISASI PENGGUNAAN ‘ANTIMIKROBA IIL3 PILIHAN ANTIMIKROBA PADA SEPSIS A. Karbapenem ... B. Piperasiln-tazobactam lIL4 PANDUAN TERAPI ANTIJAMUR PADA SEPSIS. IV. REKOMENDAS! TATA LAKSANA SEPSIS BERAT DAN RENJATAN SEPSIS V. PENGENDALIAN SUMBER INFEKS! PADA KASUS BEDAH V.1 PENGENDALIAN INFEKS! PADA KASUS LUKA BAKAR ..... V.2 PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PASIEN LUKA BAKAR V.3 KONTROL SUMBER INFEKS! ESKAREKTOMI (excisional debriment) Vi. TERAPI SUPORTIF Vil. ASPEK KHUSUS ...... Vil. SEPSIS NEONATORUM VIL2 PEMBAGIAN SEPSIS NEONATORUM VIL.3 ETIOLOG) ......... Vil4 FAKTOR RISIKO. VIS GAMBARAN KLINIS- Vil.6 DIAGNOSIS .... VIL? TATA LAKSANA .. VIL8 INFEKSI JAMUR Vill. TERAPI GIZi PADA PASIEI SEP: VIil.1 TERAPI GIZI PADA PASIEN SEPSIS. DEWASA VIil.2 TERAPI GIZI PADA PASIEN SEPSIS ANAK .... ‘VUL3 TERAPI GIZI PADA PASIEN SEPSIS NEONATLS .. BAB IV MONITORING DAN EVALUAS! |. INDIKATOR PROSES ... IL INDIKATOR OUTCOME Ill. MONEV TERHADAP PEDOMAN BAB V PENUTUP .. LAMPIRAN-LAMPIRAN .. IV. DASAR HUKUM 1. fe a UU nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit (pasal 12, pasal 13, Bagian kedua tentang Pengelolaan Klinik pasal 36 s/d 39, Bagian kelima tentang keselamatan pasien pasal 43) UU nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran (pasal 44, pasal 46, 46, pasal 49 ayatI,2, pasal 50 ayat b, ¢, pasal 51, pasal 52) JCI Accreditation Standard Quality Improvement and Patient Safely (QPS) dan Standar ‘Intemational Pationt Safety Goals (IPSG) SK Direktur Utama RSCM nomor: 14448/TU.K/34/XI/2013 tanggel 1 November 2013 tentang Pembentukan Tim Narasumber Konsensus Sepsis di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo SK Direktur Utama nomor: 3001/TU.K/34/V!2012 tentang Penetapan DPJP Utama di RSUPN dr. CCipto Mangunkusumo KRITERIA SEPSIS BERAT Pendata sepsis didiagnosis sepsis berat apabilaterjadi: 1. Hipotensi akibat sepsis 2. Peningkatan laktat di atas nilai normal 3. Produksi urin <0.5 mUkgijam dalam kurun waktu lebih dari 2 jam walaupun telah diberikan fluid challenge test Acute Lung Injury dengan PaQ2/Fi02 <250 tanpa riwayat gejala pneumonia ‘Acute Lung injury dengan PaO2/Fi02 <200 disertairiwayat gojala pneumonia Kreatinin >2.0 mg/dl. (176.8 moll) Bilirubin >2 mg/dL. (34.2 umoV/L) Hitung trombosit «100,000 pL Koagulopati (INR >1.5) pentane BAB Ill MATERI PEDOMAN |. PENAPISAN DAN STRATIFIKAS! PASIEN SEPSIS {dentifkasi dini dari sepsis dan implementasi terapi lebih awal dapat menurunkan angka mottalitas. ‘Semakin cepat mendiagnosis sepsis beral merupakan faktor yang penting untuk menurunkan angka moraltas serta terjadinya disfungsi organ mulipel akibat sepsis. Berdesarkan Surviving Sepsis Campaign-Guidelines, penapisan sepsis: 1. Perlu dilakukan rutin pada pasien dengan keadaan sepsis berat sehingga dapat dilakukan implementasiterapi lebih awal. 2. Perlu dlakukan upaya peningkatan kinerja berbasis rumah sak pada kasus sepsis berat . ALUR SKRINING SEPSIS BERAT oe ==) So Cartier) bel = — ‘takukan Tat Gambar 1. Alur penapisan pasien sepsis berat I PEMERIKSAAN LABORATORIUM IL1 PEMERIKSAAN LABORATORIUM BESERTA PENANDA BIOLOGIS Pemerksaan laboratorium pada sepsis dapat cibagi menjadi pemerksaan dasar dan khusus. Pemeriksaan dasar adalah pemeriksaan yang dilakukan rutin pada semua pasien tanpa indikasi khusus yaitu A. Hematologi Hemoglobin, hematokrt, MCV, MCH, MCHC, hitung leukosit,hitung jenis leukosit, hitung trombosit. Dari pemeriksaen hematologi ruin ini dapat diketahui apakah pasien menderita anemia, Juga didapat data hitung leukosit dan hitung jenis leukosit yang akan membantu dalam diagnosis SIRS. Hitung trombosit berguna untuk membantu diagnosis sepsis pada beyi B. Kira Klinik 41. Fungsi hati: protein total, albumin, globulin, bilirubin total, dire, indirek, SGOT, SGPT, gama GT. Bila terdepat gangguan fungsi hati maka dapat djumpai peningkatan SGOT, SGPT, Gama GT den bilirubin. Hipoaibuminemia dapat djumpai pada gangguan fungsi hal, ginal dan malnuts 2. Fungsi ginja: ureum, kreatinin, Ureum dan kreatinin dapat meningkat pada gangguan fungs ginjal 3. Glukosa darah sewakty, Giko Hb yang meningkat, menunjang diagnosis diabetes melitus. C. Urinalsis Kimiawi dan sedimen. Urinalisis dapat mendeteksi adanya kemungkinan infeksi saluran kemin Pemeriksaan khusus adalah pemeriksaan yang ditujukan untuk mencariKelainan Khusus seperti: 1. Laktat - untuk mendeteksi adanya hipoperfusi pada renjatan. 2. Biakan darah 3 Prokalctonin— untuk mendeteksi adanya sepsis 4, Analisis gas darah ~ untuk mendeteksi adanya alkalosis alau asidosis yang kemungkinan menyertai sepsis, juga untuk menial gangguan respiratork atau metabolk. Elektrolit- Na, K, Ci, - untuk menilai adanya gangguan elektrolit yang mungkin menyertai ‘gangguan keseimbangan asam basa, 6 Hemostasis - masa protrombin (PT-prothrombin time), APTT (Activated Partial Thromboplastin Time), fibrinogen, hitung trombosit, D-dimer untuk menilai apakah terjadl DIC (Disseminated intravascular Coagulation) 7. Biakan urin, sputum dan swab luka - dilakukan berdasarkan indikasi untuk mencari kemungkinan sumber kuman penyebab infeks 2 DIAGNOSTIK LABORATORIUM MIKROBIOLOG! Pemeriksaan mikrobiologi dilakukan untuk membantu penegakkan diagnosis dan penanganan pasien yang melpui pemiihan antbiotke dan pengendalian infeksi. Pengambilan spesimen dilakukan sebelum pemberian antibiotke, kecuall bila pengambilan spesimen tidak dapat diambil segera Karena membutuhkan persiapan khusus, misalnya cairan serebrospinal, infeksi intrabdominal atau abses, Spesimen yang dibutuhken adalah darah dan spesimen lainnya yang ‘berasal dari organ atau sistem yang sangat mungkin menjadi sumber infeksi.t ‘A. Spesimen yang Dipertukan untuk Mendukung Diagnosis Sepsis, 4. Darah'2 Dibutuhkan 2 set spesimen darah, masing-masing untuk biakan bakteri aerob dan anerob. Yang dimaksud dengan 1 set adalah pengambitan dari 1 punksi vena, Volume darah yang dibutuhkan adalah: a. Pada dewasa: 10 mL untuk biakan bakteri aerob dan 10 mL untuk biakan anaerob yang diambit masing-masing dari 1 vena punksi {1 set). Seperti telah disebutkan sebelumnya dibutuhkan 2 set spesimen darah, sehingga volume darah total yang ibutuhkan untuk pemeriksaan biakan adalah 40 mL. Apabita kateter vena telah tetpasang lebin dari 48 jam dan terdapat kecurigaan Kateler vena yang terpasang ‘merupaken sumber infeksi (lerutama bila tempat insersi bengkak, merah atau tersembal), maka dapat dilekukan pengambilan spesimen darah 1 set dari vena perifer dan 1 set dari lumen kateler vena. Spesimen darah kemudian dimasukkan ke dalam botol medium yang sesuai (aerob atau anaerob) dengan sistem tertutup (misalnya BACTEC atau BacTAlert aerob dan anaercb). Botol medium yang telah berisi darah segera dikrim ke laboratorium mikrobiologi pada suhu ruang. Apabita darah diambil pada melam hari atau hari bur, maka botol medium berisi darah diletakkan di atas meja pada suhu ruang dan dikirimkan ke laboratorium dalam 24 Jam.Berdasarkan pertimbangen biaya, pemeriksaan biskan bakteri anaerob pada spesimen dareh hanya ditakukan bila terdapat kecurigaan edanya infeksi anaerob, yaitu apabita Kecurigaan sumber infeksi edaleh intra-abdominal; luka kaki diabetk; abses; atau intra-pebvs. b. Pada bayi dan anak: pada prinsipnya sema dengan pengambilan darah pada dewasa namun dengan volume yang disesuaikan dengan usia dan berat badan pasien (hat abel). Darah kemudian dimasukkan ke dalam bolol medium khusus untuk pediatri. ‘Tabel 2. Volume spesimen darah untuk bayi dan anak <2 2 4 es Suna: ee # 4 4 on mt 4 2 6 3 ae >on0 0 0 a» 2s > 320 1% | 030 060 1827 2. Spesimen lain Spesimen diambil dari bagian tubuh atau sistem yang dicurigai sebagai sumber infeksi, yaitu dapat berupa urin, sputum, swab luka atau yang lainnya, cairan serebrospinal, cairan tubuh lainnya, swab genital, dan lainlain. Pengembilan spesimen harus dllakukan sebelum pemberian anibiotika, Kecuali bila memerlukan persiapan khusus sehingga tidak dapat dlakukan segera. * Spesimen dimasukkan ke dalam wadab steril atau bila dalam bentuk swab dimasukkan ke dalam medium transpor khusus. Wadah clber label yang mencantumkan nema dan usia atau tanggal lahir pasien; tomer rekam medi; ruangan; jenis spesimen dan asal pengambian (bila dalam bentuk swab atau secret); tanggal dan jam pengambilan. ‘Spesimen dikirim segera ke laboratorium disertai formulir permintaan pemeriksaan yang {elah ditsi engkap dan dicantumkan nomer telfon DPJP yang dapat dihubungi. B, Jenis Pemeriksaan Mikrobiologi 4. Pemeriksaan mikroskopik a, Pewamaan Gram langsung pada sediaan apus spesimen terientu (sputum, swab luka, darah, cairan tubuh lain) sangat berguna dalam menentukan kualitas spesimen dan pemilinan terapi antibiotka empirk sehingga hesil pewamnaan Gram tersebut harus segera disampaikan kepada dokter penanggung jawab pasien (DPUP).. b. Pewamaan Neisser atau Albert untuk mendeteksi adanya morfologi sel bakleri yang menyerupai Corynebacterium diphtheria sebagai penyebab difter, ¢. Pewaraan Ziehl Neefsen untuk mendeteksi adanya bakteri basil tahan asam (BTA) pada spesimen. 2. Pemeriksean biakan dan uji kepekaan antbiotika Pemeriksaan biakan terri atas biakan aerob dan anaerob. Pemeriksaan anaerob hanya dilakukan dengan permintgan khusus. Apabila tidak terdapat permintaan biakan anaerod 10 A. Kandidiasis Invasif/Sistemik Kandidosis Invasif (Kl) pada pasien non neutropeni yang di rawat ruang rawat intensif (ICU) merupakan infeksi berat dengan mortalitas tinggi, terutama bila pengobatan tidak segera diberikan. Pengobatan yang tepat memerlukan diagnosis akurat namun, meskipun banyak obat baru ditemukan, tetapi diagnosis masih terkendala oleh berbagai hal, baik karena gejala kins yang tidek khas maupun rendahnya sensitivitas biakan darah yang merupakan metode Utama diagnosis. Dalam upaya menegakkan diagnosis juga perlu diperhitungkan faktor resiko, yang penting dalam patogenesis penyakit, sehingga rendahnya sensitftes biakan darah dapat di ates Manifestasi Kiinis yang paling banyak diteukan pada pasien non neutropeni di ICU adalah kandidemia, meskipun Candida juga dapat menginfeksi organ dalam seperti hepar, lien, ‘mata, jantung sehingga bahan Klinik utama untuk diagnosis adalah biakan darah. Pada biakan darah bisanya dapal disolasi jamur penyebab yaitu golongan Canada yang terdiri atas banyak spesies dan spesies yang paling sering menyebabkan infeksi adalah Candida albicans. Saat ini dilaporkan munculnya Candida non C. albicans sebagai penyebab. Kemunculan spesies non albicans tersebut mempengaruhi pola infeksi dan pola kepekaan jamur terhadap obet. Dalam hal diagnostk terutarma yang menyangkut interpretasi hasil pemeriksan mikclogi(biakan) dari tempat tidek ster, peru dipertimbangkan siat jamur yang hidup sebagai saprofit dalam tubuh mnausia. Harus dibedakan apakah jamur yang tumbuh merupakan penyebab atau hanya kolonisasi Pemeriksaan Laboratorium 1. Biakan Bahan Klinik yang mempunyai arti Kinik paling tinggi adalah behan yang berasal dari tempat ster, seperti darah. Diagnosis defntf dapat ditegakkan bila biakan darah posit. Bila bahan Klinik yang berasal dari tempat tidak sterl misalnya saluran cema, sputum dan utin, memberikan hasit positif maka harus dipertimbangkan apakah hasil posit tersebut merupakan bagian infeksi atau hanya Kolonisasi Biakan darah sebaiknya dilakukan sebelum pemberian antifungal, dan pada hari ke-7 atau hari ke-10. Biakan pada hari ke-7 atau hari ke-10 perlu dilakukan untuk menilal pengobatan. Pada hari-nari tersebut bila pengobatan berhasiljumlah jamur dalam sirkulasi sudah sangat menurun. Hasil negatif memberikan informasi pengobatan harus dihentikan ‘seat dua minggu setelah hasil biakan terakhir negatit. B 2. Penanda biologis Biomarker yang kini banyak digunakan adaleh (1-3) B-D glucan (BG), yang merupakan agian dinding sel Candida, Aspergilus dan Pneumocystis jiroveci. Bahan Klinik yang digunakan untuk pemeriksaan BG adaleh serum. Pemeriksaan BG yang dilakukan saat auitan sepsis baik berdiri sendiri ataupun digabungkan dengan Candida score dapat digunakan untuk menetapkan kapan antifungal harus dimulai. 3. Candida score Candida score merupaken prediktor kendidiasis invasif di ICU, merupakan penggabungan antara survei mikologi dan gejala Klnis. Survei mikologi dilakukan dengan metokukan biakan multfokal terhadap bahan Klinik yang berasal dari beberapa tempat tidak ster, mmisalnya uri, sputum, dan swab rectum, 4, Asporgiosis invasit Sebanyak 20% kasus Aspergilosis Invasif (Al) tidak terdiagnosis sehingga angka Kematiannya tinggi. Kematian akibat Al sangat tinggi, mencapal 90% bila pengobatan diberikan 10 hari setelah awitan penyekil. Kematian menurun menjadi 40% bila ppengobatan diberikan lebih awal, sehingga diagnosis dini sangat penting dalam upaya memberikan obat antifungal secepat mungkin. Golongan Aspergilus yang paling sering merimbulkan Al adalah Aspergifus fumigatus isusul oleh Asporgius flavus, Aspergillus niger, Aspergilus nidulans dan Aspergilus terreus. Jamur masuk ke dalam saluran napas dan menyebabkan infeksi pada sinus, paru dan jaringan sekitamya namun infeksi dapat menyebar ke susunan saraf pusat. Di paru jamur tumbuh sebagai hifa dan menyebabkan kerusakan jaringan yang bermarifestasi sebagai gojala par yang tidak Khas (batuk, nyeri dada, hemoptsis) sehingga sult mengenali Al hanya berdasarkan gejala Kinis. Dalam menegakkan diagnosis Al dipertukan pemeriksaan laboratorium untuk menemukan jamur atau pemeriksaan biomarker seperti galaktomannan. 5, Diagnosis Aspergilosis invasif Bahan Mlinik yang diperlukan untuk diagnosis Al berbeda dengan bahan Klinik untuk KI, Biaken darah yang sangat penting pade KI tidak bermakna untuk Al karena jamur penyebab tidak ada dalam sirkulasi tetapi terbatas ci dalam jaringan, Karena pada umumnya Al merupakan infeski paru (invasive pulmonary aspergillosis) maka bahan Klinik tama biasanya berasal dari paru. Bahan Klinik dari paru dapat digunakan untuk emeriksaan mikologi (langsung dan kultur) dan yang bersifat cair seperti kurasan bronkus/eksreta paru lain dapat digunakan untuk pemeriksaan serologi. Bahan Klinik 4 serum dapat digunakan untuk pemeriksaan serclogi. Dibawah ini ringkasan berbagai bahan Klinik yang diperlukan untuk diagnosis Al (Tabel 3). Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis Al dilakukan bila 48 jam setelah pemberian antbiotka terdapat perburukan gejala Klinik (demam menetap, gejala paru memburuk) atau bila terjadi deiam berulang dua hari setelah bebas demam, Pemeriksaan serologi tiasanya dilakukan serial sebelum dan selama pemberian anti fungal sekaligus untuk menial keberhesilan terapi, ‘Tabel 4. Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis Aspergilosis invasif dan bahan kink yang dipertukan ae Spesimen Keuntungan Kerugian Pemeriksaan Tractus respiratorius | Murah Insensitif, tenaga terlatih langsung Kultur Tractus respiratorius! | Murah, analis lebih jauh | Insensitif, biopsi jeringan PA Jaringan Diagnosis past Biopst Galaktomanan | Serum, BAL Sensilf, spesimen “Tak sensilf pada pasien (eM) muda didapat yg sudeh depal an jamur 13980. [Serum Sensi spesimen] Tak spesfic untuk Al glucan (8D) imidah didapat PCR (deteksi Bermacam-macam sensitif Mabal, tenaga terlatin DNA) Kategori Diagnosis Kandidosis Invasif Dan Aspergilosis Invasif Berdasarkan gejala kinis, hasil pemeriksaan laboratorium dan faktor riko yang ditemukan pada pasien maka tingkatan diagnosis pada K! dan Al adalah sbb. 1. Diagnosis pasti dtegakkan bila ditemukan gejala Klinis yang sesuai, ditemukan fektor pejamu/faktorrisiko dan jamur dapat diisolasi dari bahan biopsi (Al dan Ki) atau biekan darah (Ki) 2, Diagnosis probable ditegakkan bila ditemukan gejala Klnis yang sesuai, dtemukan faktor pejamuffakiorrsiko dan pada pemeriksaan mikologijamur dapat disolasi dari tempat dak steril 3, Diagnosis possibe ditegakkan bila ditemukan gejala Kinis yang sesuei, ditemukan fektor pejamu ffektorrisko, dan pada pemeriksaan mikologi tidak ditemukan jamur, ‘A. Karbapenem Karbapenem merupakan antibiotika dengan spekturum luas yang dapat digunekan untuk kuman Gram positif, Gram negatif dan anaerob, termasuk kuman Pseudomonas sp, Acinetobacter sp. dan kuman penghasil ESBL (extended spectrum betafactamase), karvapenem merupakan antbiotik pilihan pada sepsis, ‘Karbapenem digolongkan dalam: 1. Katbapenem grup 1 (ertapenem) Memilki spektrum luas tethadap bakteri Gram positf, Gram negatif dan anaerob Kecuali Pseudomonas aeruginosa. Karbapenem grup 1 ditempatkan untuk sepsis berat yang berasal dari Komunitas seperti pneumonia (community acquired pneumonia, CAP) infeksi intraabdomen komplikata, infeksi Kult dan jaringen lunak Komplikata dan infeksi alan darah (blood stream infection, BSI). Ertapenem diberikan dengan dosis 4 ghhai 2. Katbapenem grup 2 (meropenem, imipenem, doripenem) Memiliki spekirum ues meliputi Gram posit, Gram negali, anaerob, termasuk Pseudomonas sp. dan Acinetobacter baumeni, kecuali MRSA dan E. fecalls a) Karbapenem grup 2 dindikasikan untuk: 1. Terapi empirik pada sepsis berat dari infeksi yang berasal dari: - Rumah sakit (infeksi nosokomial) termasuk pneumonia (hospital acquired pneumonia [HAP], ventilator associated pneumonia [VAP)), ~Infeks'intr2abdomen, infeksi Kult dan jaringan lunak komplikata, infeksi saluran emi, infeksi aliran darah dan febril netropeni 2. Terapi definiif pada infeksi yang disebabkan oleh kuman penghasil ESBL, a) Tetapi empirik pada sepsis berat dengan infeksi yang berasal dari rumah sakit termasuk pneumonia (HAP/VAP), infeks| intraabdomen, infeksi kult dan jaringan lunak Komplikata,infoksi alan darah dan febril neutropenia b) Terapi definiif untuk infeksi yang disebabkan Pseudomonas aeruginosa dan penghasii ESBL 2. Piperasilintazobactam diberikan dengan dosis 4 x 4.5 g secara inlermitten infusion atau continuous infusion. Berikut adalah rekomendasi pemilinan antibiotika empirik pada sepsis berdasarkan jenis infeksi: A. Pilihan Antibioitik untuk Sepsis dengan Infeksi Berasal dari Komunitas : 1. Pneumonia : ~ Ceftriaxone + Fluorokuinolon iv ~ Karbapenem grup 1 (ertapenam)* (* bilamana ertapenem tidak tersedia sebagai alterati diberikan karbapenem grup 2 : meropenem/imipenem) 2. Intraabdomen ~ Ceftriaxone + Metronidazole iv - Cefepime, Tygeciine ~ Karbapenem grup 1* 3. Infeksi saluran kemih komplikata : = Ciprofloxacin, Levojloxacin, Karbapenem grup 1* 4. Infeksikult dan jariangan iunek Komplikata: ~ Ampicillin-Sulbactam, Piperasilin-tazobactam, Tygeciline, - Carbapenem grup 1* 5. Infeksi aliran darah (blood stream infections) ; ~ Ceftriaxone, Cefepime, Carbapenem grup 1* 6. Infeksi susunan saraf pusat ~ Ceftriaxone, Karbapenem (Meropenem) B. Pilihan Antibiotika untuk Infeksi yang Berasal dari Rumah Sakit 41. Pneumonia (health care associated pneumonia [HCAPJHAPIVAP): ~ Karbapenem grup 2 (Meropeneni/ImipenenvDoripenem) atau Piperasilin Tazobactam ditambah Levofloxacin/Amikacin ditambah Vancomisin (bila ada rsiko infeksi MRSA) 2. Intraabdominal : ~ Karbapenem grup 2 :Piperasiintazobactam ~ Bila ada rsiko infeksi Enterococus fecalis ditambahkan Vancomisin ~ Bila ada risiko infeksi Candida ditambahkan Fluconazole atau Echinocandin 3. Infoksi saluran kemin komplikata: ~~ Karbapenem grup 2 19 4. Infeksi kulit dan jaringan lunak Komplikata : ~ Meropenem/Imipenem ditambah Vancomisin (bila ada risiko infeksi MRSA) 5. Infeksi aliran darah (BSI) : ~ Meropenem/Imipenem ditambah Vancomisin/Linezolide (bila ada risiko infeksi MRSA) 4 PANDUAN TERAPI ANTIJAMUR PADA SEPSIS ‘TERAPI ANTIFUNGAL DILAKUKAN DENGAN PENDEKATAN : 41. Terapi empirk: pemberian antifungal empirk didasarkan atas pertmbangan risko tinggi terinfeksi jamur sistemik, terdapatnya manifestasi kinis sehingga dicurgai tera infeksijamur serta tidak dimungkinkannya menunggu hasi! uj diagnosis karena risiko perburukan dan kematian, Khususnya pada pasien sepsis dengan kondisi krtis, apabila telah mendapat antibiotixa ‘spektrum iuas, namuun tidak memberikan respon yang memuaskan, terapi empirk antfungal perlu dipertimbangkan apabila skor Candida >3, Terapi defini: terapi antifungal definitftargeted diberikan apabila diagnosis defintif sudah depat ditegakan. Diagnosis defintf ditentukan apabila didapatkan pertumbuhan jamur dari pemeriksaan kuitur darahvcaitan tubuh atau atau histopatologi nN PILIHAN TERAP! ANTIFUNGAL 41. Terapi Empirik = Candidiasis sistemikicandidemia: Pian: Gotongan Echinocandin (Caspofungin, Mycafungin, Anidulafungin) Sebagai alternatif dapat diberikan Fluconazol dengan dosis pertama 800 mg iv drip dilanjutkan 2200 mg iv ~ Aspergillosis invasif: Pilihan: Voriconazole dengan dosis pertama 2300 mg iv drip cllanjutkan 2x200 mg ‘Sebagai alternatf dapat diberikan Amfoterisin B dengan dosis 0.7-1.0 mg/kgibbihar, dosis iberikan secara bertahap. 2. Terapi Definit ~ Candidemia.: @) C. albicans, tropicalis: Fluconazole iv b) C.glabrate, C. ruse? _: Echinocandin ) Aspergillosis invasif : Voriconazole, Amfotersin B, Itraconazole 9) Zygomicosis : Amfoterisin B IV. REKOMENDASI TATA LAKSANA SEPSIS BERAT DAN RENJATAN SEPTIK 4, Resusitasi awal Pada pasien sepsis berat, lakukan resusitasi yang terukur dan sesuai protokol tethadap pasien- pasien sepsis dengan tanda hipopertusi jaringan (didefinisikan sebagai bipotensi yang menetap stetah pemberian cairan awal atau kadar laktat darah 2 4 mmolL) Target selama 6 jam pertama resusitasi meliput: ~ CVP 8-12 mmHg, MAP 2 65 mmHg ~ Produksi urin > 0,5 mUkgfam ~ Saturasi oksigen vena sentral (vena kava superior) 70% atau vena campuran 65%. Target resusitasi pada pasien-pasien dengan peningkatan kadar laktat adalah menormalkan kadar laktat. 2. Diagnosis 2. Pemeriksaan kultur yang topat dlakukan sebelum memulai terapi antimikroba dan prosesnya Jangan melebihi 45 menit. Untuk kultur darah setidaknya 2 set botol (aerob dan anaerob) sudah tharus diambll sebelum terapi antimikroba, Satu set diambil perkutan dan satu lagi dapat diambil ‘melalui akses vena, kecuali akses vena tersebut terpasang <48 jam. . Gunakan pemeriksaan 1,3 beta-D-glucan, atau pemeriksean antibodi mannan dan antimannan Jka tersedia, pada kondisi dimana kandidiasis invasif merupakan diagnosis diferensial penyebab infeksi © Gunakan pemeriksaan peneitraan segera untuk mengkonfirmasi sumber infeksi yang potensial. 3, Terapi Antimikroba @. Antimikroba intravena yang efektifdiberikan dalam waktu satu jam sejak diagnosis renjatan septik dan sepsis berat tanpa renjatan, sebagai target terapi b. i. Terapi antinfeksi empiris awal dapat berupa satu alau lebih obat yang memiki aktvitas {erhadap semua patogen yang mungkin (bakteri dan/atau jamur atau virus) dan juga memiliki kkemampuan penetrasi dalam Konsentrasi yang adekuat ke dalam jaringan yang diduga menjadi sumber sepsis . ii Rejimen antimikroba yang diberikan harus diilai setap hari untuk melhat kemungkinan deeskalasi. ©. Gunakan kader prokalsitonin yang rendah atau biomarker lain yang serupa untuk membantu kinisi menghentikan terapi antibiotk empiis pada pasien-pasien yang pada awalnya merniliki tampilan Kinis sepsis, namun ternyata tidak memiiki bukiinfeks 4. i. Terapi empiris Kombinasi digunakan untuk pasien-pasien neutropenia dengan sepsis berat ddan untuk pasien-pasion yang sult diterapi kerena adanya patogen yang resisten terhadap banyak obat seperti Acinetobacter dan Pseudomonas spp. Untuk pasien-pasion tertentu dengan infeksi berat yang dlsertai Kegagalan napas dan renjalan septk Karena bakleremia P. aeruginosa ciberikan terapi Kombinasi bete-lektam spektrum luas dengan aminogikosida atau 2 fluorokuinolon. Untuk pasien-pasion renjatan septik karena bakleremia Streptococcus pneumoniae diberikan terapi kombinasi beta-laktam dan makrold, ii, Torapi empiris Kombinasi sebaiknya tidak diberikan lebih dari 3-6 hari. Deeskelasi harus ssegera dlakukan sesudah profil kepekaan kuman dikelahui, e. Lama terapi antimikroba sebaiknya 7-10 hari; pemberian iebin lama dapat diberkan pada pasien-pasien dengan respons Kinis yang lambet, fokus infeksi yang tidak dapat didrainase, baiteremia S. aureus; beberapa infeksi jamur dan virus atau defisiensi imunologis, termasuk neutropenia, {. Terapi antivirus dimulai seawal mungkin pada pasien-pasien dengan sepsis berat atau renjatan sepsis dengan penyebab virus. 9. Antimikroba tidak boleh diberikan pada pasion-pasien dengan kondisi inflamasi berat yang terbukti bukan disebabkan oleh penyebab noninfeksi. 4. Kontrol suber infeksi @. Diagnosis anatomis yang spesifk yang memerfukan kontrol sumber infeksi segera harus dicari an didiagnosis atau disingkirkan segera, dan jika memungkinkan intervensi untuk kontrol ‘umber infeksi dilakuxan dalam 12 jam pertama sesudah diagnosis dibuat,jka memungkinkan. b. Jika nekrosis peripankreatik yang terinfeksi ditdentikasi sebagai potensial sumber infoksi, intervensi definitf paling balk ditunda sampai batas jaringan viabel dan nonviabel sudah terbentuk, ¢._ Ketika kontrol sumber infeksi diperiukan pada pasien sepsis beral, gunakan intervensi dengan damoak cedera fsiologik yang minimal (contoh: drainase perkutan lebih baik daripada dreinase bedah untuk abses), 4. Jika alatalat ekses intravaskular dianggap sebagai sumber dari sepsis berat atau renjatan seplik, alat-alat tersebut sebalknya segera dikeluarkan sesudah alat-alat akses vaskular yang baru dipasang, 5. Pencegahan infeksi & Dekontaminasi oral selektif dan dekontaminasi digestif selektif sebaiknya dilakukan dan 4linvestigesi sebagai metode untuk menurunkan insidens VAP; langkeh kontrol infeks ni dapat dilakukan pada pelayanan kesohatan dan daerah dimana metodologi ini memberiken hail yang efektit b. Klotheksidin glukonat oral digunakan sebagai suetu bentuk dekontaminasi oral untuk ‘merurunkan risiko VAP pada pasien-pasien ICU dengan sepsis berat. 6. Terapi cairan untuk sepsis berat a, Cairan phan untuk resusitas! awal sepsis berat dan renjatan septik adalah kristaloid. b. Penggunaan cairan Kolold hidroksietil starch sebaiknya dihindari untuk resusitasi sepsis berat dan renjatan septik. 2 ¢. Pada resusitasi sepsis berat dan renjatan septi, albumin diberkan ketka pasien membutuhkan cairan krstaloid dalam jumiah banyak. 4, Uji pemberian resusitasi cairan (fuid challenge) pada pasien sepsis dengan tanda gangguan hipoperfusi jaringan yang dicurigat dalam keadaan hipovolemia dilakukan dengan pemberian caitan krstaloid minimel 30 cclkgB8 (albumin dapat diberikan dalam jumiah yang sama). e. Uji pemberian resusitasi cairn ini dapat dilakukan secera berulang selama pemberian cairan tersebut dapat memperbaiki Kondisi hemodinamik berdasarkan parameter secara dinamis (perubahan pulse pressure, varasi stroke volume) atau secara statis (Iekanan arteri,frekuensi radi. 7. Vasopresor a, Tetapi vasopresor diberikan untuk mencapai target tekanan rerata erteri 65 mmHg. b._ Plihan pertama vasopressor adalah norepinefrin, ©. Epinefrin (dapat ditambahkan atau digantiken dengan norepinettin) bila dibutuhkan obat tambahan untuk mencapai tekanan darah yang adekuat 4. Vasopresin 0.03 unitimenit dapat ditambahkan pada norepineftin untuk meningkatkan tekanan rerala arteri atau untuk menurunkan dosis norepinettin. @. Vasopresin dosis rendah tidak direkomendasikan sebagai obat vasopresorinisial tunggal untuk mengatasi hipotensi pada sepsis, dan dosis lebih finggi dari 0,03 - 0,04 unit / menit hanya diberikan sebagai terapi penolong bila pemberian obat vasopresor lin gagal _mencapai tekanan rerata artri yang adekuat. £. Dopamin dapat menjadi obat alternatit vasopresor selain norepineftin hanya untuk pasien tertentu yang memilik isiko rendah mengalami takiaritmia dan bradikardia absolut atau relat g. Fenilefin tidak direkomendasikan sebagai terapi renjatan sepik kecuali pada kondisi pemberian ‘orepinefrin menimbulkan aritmia yang serius, curah jantung linggi dan tekanan darah tetap ‘endah, sebagai terapl penolong bila kombinasi obat inotropik atau vasopresor dan vasopresin ‘dosis rend tidak berhasil mencapai target rerala tekanan ater h. Dopamin dosis rendah tidak dipakai untuk perlindungan fungsi ginjal. i. Semua pasien yang mendapat vasopresor sebaiknya dipasang monitor tekanan darah intraarterial apabila kaletertersedia dan memungkinkan untuk dipasang, 8. Terapi inotropik a Dobutamin dapat diberikan sampai dosis 20 ughgbb/menit atau ditambahkan bersama vasopresor lin apabila terdapatdistungsi mickard yang ditandai peningkatan tekanan Pengisian jantung dan curah jantung yang rendah, penurunan perfusi yang terus berianjut ‘meskipun volume intravaskular dan tekanan rerata arteri yang adekuet telah tercapei, b._Dobutamin tidak dipakai untuk meningkatkan indeks curah jantung sampai supranormal 9. Kortxosteroid a. Pada pasion renjatan septk dewasa hidrokortson intravena tidak diberikan apabila resusitasi cairan telah adekuat dan pemakaian obat vasopressor telah dapat mencapai hemodinamik 23 10, H. 2 13. 14, yang stabil. Apabila target ini tidak tercepai, maka dapat dipakai hidrokortson intravena dengan dosis 200 mg per har. b. Uji slimulasi ACTH tidak perlu dakukan pada pasien renjatan seplk dewasa yang diniai ‘membutuhkan hidrokortison intravena, Pemberian hidrokortison harus dihentkan secara bertahap apabila sudah tidak diperukan lagi Hidrokortison tidak diberikan pada pasien sepsis yang tidak menunjukan tanda renjatan, ‘Terapi hidrokorison diberikan secara infus Kontinu, gage Pemberian produk darah ‘a, Pada pasien dewasa bila gangguan perfusi berhasil diatasi dan tidak disertai Kondlsi penyult fain seperti iskemia miokard, hipoksemia berat, perderahan akut atau penyakitjantung iskernik, tranfusi sel dareh merah hanya diberikan bila konsentrasi hemoglobin <7,0 gridl dengan target Konsentrasi hemoglobin 7,0 - 9,0 geld b. Ertropoietin tidak diberikan untuk mengatasi anemia akibat sepsis berat. ©. Pemberian tranfusi plasma darah segar (ffesh frozen plasma) tidak dilskukan untuk mengkoreksi nilal faktor pembekuan abnormal tanpa adanya tanda perdarahan aki atau tindakan invasif. 4d, Anti trombin tidak diberikan sebagai terapi sepsis berat atau renjatan septk. @. Pada pasien sepsis berat profitaksis trombosit diberikan bila hitung trombosit <10.000/mm? tanpa perdarahan yang terthat. Kami mengarjurkan pemberian profilaksis trombost bila hitung ‘rombosit <20.000/mm? pada pasien dengan tisiko perdarahan yang signifikan. Dianjurkan ‘mencapai target trombosit 250.000 mm? bila terdapat perdarahan aktif,indakan pembedahan atau prosedur invasif. Immunoglobulin tidak diberikan sebagai terapi sepsis berat atau renjatan septik. ‘Selenium tidak diberikan sebagai terapi sepsis berat. Pemberian rhAPC tidak direkomendasikan lagi dalam Surviving Sepsis Campaign, Ventilesi mekanik pada sepsis dengan ARDS 2. Target volume tidal adalah 6 mlkg berat badan prediksi. b. Pada pasien dengan ARDS plateau pressure diukur dan batas alas inflasi paru inisial secara pasif adalah < 30 omHz0. ©. Tekanan posit akhir ekspirasi (Positive end-expiratory pressure, PEEP) diberikan untuk mencegah kolepsnya alveolus pada akhir ekspirasi(atelektotrauma). 4. Strategi pemakaian PEEP tinggi lebih baik dibandingkan PEEP rendah pada pasion sepsis dengan derajat ARDS sedang atau berat. ®. Recruitment maneuver dapat dilakukan pada pasien sepsis disertai hipoksemia berat yang reftakter. 2 \V.1 PENGENDALIAN INFEKSI PADA KASUS LUKA BAKAR Sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien luka bakar. Trauma luka bakar menginduksi respon sistem hipermetabolik menyebabken reaksi inflamasi, keadaan immunocompromised, disfungsi endokrin, dan peningkatan Katabolisme. Sebagei tambahan, koagulasi protein dan avaskularisasi pada eskar luka bakar dapat meningkatkan resikoinfeksi. Infeksi adalah penyebab kompikasi dan Kematian utama pada pasien luka baker. Talalaksana utama yang disarankan pada luka bekar dalam adalah eksisi dini dan tandur Kult Pendekatan tatalaksana ini dapat membuang jaringan nekrobk dan terinlamasi dan meningkatkan ‘penulupan fisiologis Iuka, Eksisi pada luka bekar eskar juga membuang nidus untuk infeksi bakteri ddan menyiapkan jaringan hidup untuk tandur kul Tandur kuit meminimalisasi hilangnya cairan, menurunkan Kebutuhan metabolik, dan memproteksi luka dari organisme infekslus. Eksisi dini dan tandur Kult sudan dibuktikan dapat menurunkan inflamasi, risiko infeksi, sepsis, gagal organ multipel. V.2 PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PASIEN LUKA BAKAR Penggunaan antbiotika pada pasien fuka bakar didasarkan pada derajat kedalaman dan luas Luka. Pada luka bakar ringan (derajat 2A dangkal)tidek dipertukan antibioika topikal maupun sistemik. Penggunaan antbiotka pada pasien luka baker diperlukan mulai derejat 2A dalam hingga derajat 3, dengan kiinis dan ditemukan kuman pada pengambilan spesimen kultur jaringan, swab luka, dan kultur darah, ‘VI.2 PEMBAGIAN SEPSIS NEONATORUM Berdasarkan onset timbulnya gejala dan etiologinya, sepsis neonatorum dibagi menjadi 2 jenis yaitu sepsis neonatal awitan dini dan sepsis neonatal awitan lambat. Tabel 7. Pembagian sepsis neonatorum Karaktoristik ‘Awitan Dini ‘Awitan Lambat Wakiu imbulnya gejala——<72jam 3 72am ‘Kompiikasi kehamilan + 7 dan persalinan Sumber mikroorganisme _Traktus genitalia ibu lingkungan pasca natal Manistestasi klnis Fulminan, multi sistem, Progresif,lambat, meningitis, pneumonia Mortaltas 15-50% 10-20% ViL3 ETIOLOGI ‘Sepsis awitan dini (SAD) merupakan infeksi perinatal yang terjdi segera dalam periode pascanatal (Kurang dari 72 jam) dan biasenya diperoleh pada saat proses kelahiran atau in ulero. Dinegara meju, kuman tersering yang ditemukan pada kasus SAD adalah Streptokokus Grup B {8GB) [(>40% kasus)}, Escherichia cof, Haemophilus inenza, dan Listeria monocytogenes, sedangkan di negara berkembang termasuk Indonesia, mikroorganisme penyebabnya adalah batang Gram negalif. Sepsis neonatorum awitan dini memiki Kekerapan 3.5 kasus per 1000 kelahiran hidup dengan angka mortaltas sebesar 15-50%. ‘Sepsis awitan lambat (SAL) merupakan infeksi pascanatal (lebih dari 72 jam) yang diperoleh dati lingkungan sekitar atau rumah sakit {infeksi nosokomial).' Proses infeksi pasien semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal. Angka mortalitas SAL lebih rendah daripeda SAD yaitu kirackira 10-20%. Di negara maju, Coagulase-negative Staphilocacei (CoNS) dan Candida albicans merupakan penyebab utama SAL, sedangkan di negara berkembang didominasi oleh mikroorgenisme batang Gram negalif (E. coli, Klebsiella, dan Pseudomonas aeruginosa). ‘Tabel 8. Perbandingan etiologi sepsis neonatorum 1975-1980 1085-1990 1995-2003 RSCMIFKUI ‘Salmonella sp Pseudomonas sp Acinetobacter sp (Monintja, 1981; Klebsiola sp Klebsiella sp Enterobacter sp Amir Aminutlah E.coli Pseudomonas sp 4983, 12003) Serratia sp ‘Amerika Serikat Group B Strep. Group B Strep. E.coli (Texas Univ.;CDC E.coli Listeria sp Group B Strep Aanta) Listeria sp Enterovirus Usteria sp (Shattuck 1992; Strep. Pheumoniae Schuchat 1997) Inggris Group B Strep. Group 8 Strep (Health PT 2003) E cof Listeria sp Usteria sp E.coli Enterovirus Enterovirus Pada periode Januati-uni tahun 2011, Divisi perinatologi FKUL-RSCM melekukan kultur darah lethadap beberapa penyebab kuman infeksi yang hasil nya posit. Lima mikroba tersering sebagai penyebab infoksi neonatus adalah Pseudomonas aeruginosa 28 kultur positf dikut Enterobacter cloaca 20 kultur positf, Candida tropicalis 18 kuilur posit, Klebsiela pneumoniae 8 kultur posit, Acinetobacter baumanii§ kultur posit, VIL4 FAKTOR RISIKO- Faktor risico untuk terjadinya SNAD ~ Prematuritas ~ Kolonisasi Group B Streptococcus pada jalan tahir = Ketuban pecah dini > 18 jam ~ Gejaia Korioamnionitis pada ibu Gejala korioamionitis sangat mungkin bila ibu demam ($>38eC) dan ditambah 2 dari gejala-gejala berikut ~ Leukosit bu >15,000 sel ~ Ibu takikardi (HR >100 smn) = Janin takikardi (HR >160 x/mnt) ~ Ketuban hijau, kental dan berbau ~ Nyeri di daerah rabim VIS GAMBARAN KLINIS Gejala dan tanda yang tidak spesifik, menyerupai Keadaan lain seperti kelainan non infeksi, menjadikan diagnosis sepsis neonatorum tidak mudah. Hel ini dapat menimbulkan tatalaksana yang berlebihan dan penggunaan antbiotika spektrum tuas jangka panjang yang dapat berdampak buruk berkaitan dengan pola resistensi kuman. Gejala Klnis yang terlihat sangat berhubungan dengan karakteristk kuman penyebad dan respon tubuh tethadap masuknya kkuman.? Di bawah ini menggamberkan manifestasi klnis yang timbul pada sepsis neonatorum. ojala klinis umum: ~ Subu tubuh tidak stabil (>37,5°C atau <36,5°C) = Lau nad >180 kalvment, <100 kalimenit ~ Laju nafas >60 kali/fmenit, dengan retraksi atau desaturasi oksigen ~ Letargi ~ Infoleransi glukosa ( plasma glukosa >40 mmol. ) = Intoleransi minum Gangguan hemodinarik = TD<2SD menurut usia bay = TD sistoik <50 mmHg (bayi usia 4 har) ~ TD sistolik <65 mmHg (bayi usia < 1 bulan) Gangguan perfusi aringan ~ Pengisian kembali kapiler >3 detik ~ Asam laktat plasma >3 mmol/L Marker inflemasi = Leukositosis (34000x109/L) ~ Leukopenia (<5000 x 109/L) = Neutrofl muda >10% ~ Neutrofl muda/tota! neutrofl (VT ratio) >0,2 = Trombositopenia <100000 x 109A. ~ CReactive Protein >10 mg/dL atau >2 SD dari nit normal ~ Procalitonin >8,1 mg/dl. atau >2 SD dari nilai normal ~ IL-6 atau IL-8 >70 pgiMt Berdasarkan sistem organ, gejala sepsis yang mungkin timbul dapat diihat pada tabel 9. Tabel 9. Gojala sepsis pada setiap organ Organ Gejala SSP Letargi, releks hisep buruk, limp, tidak dapat dibangunkan, poor or high pitch cry, iitabel, kejang Kardiovaskuler Pusat, sianosis, dingin, tummy skin Respirator Takipnu, apnu, merinth, retraksi Saluran pencemaan Muntah, diare, distensi abdomen Hematologi Pendarahan, jaundice Kult Ruam, purpura, pustule VILS DIAGNOSIS Untuk mendiagnosis sepsis neonatal minimal terdapat 2 gejala kiinis dan 1 gejala laboratorium pada Tabel 10. Tabel 10. Gejala klinis dan laboratorium pada sepsis neonatorum Gejala klinis Gejala laboratorium Subu ubun inti > 38.6% atau Kurang deri 36°C. Leto <4000x 10" sel >20000x 10° sev. Bradikardia (Denyut jantung kurang dari persenil —» IT ralio >0.02 10 berdasarkan usia tanpa disebabkan stimulus vagal, obat beta bloker, penyakit Jantung Bawaan atau berlangsung secara persisten lebin dari % jam) Takikardia (denyut jantung diatas 2 SD nilai ‘© Trombosit <100,000 x 10° sel. ‘normal berdasarkan usia), bukan disebabkan oleh stimulus ekstemiak seperti nyeri, obat@an atau berlangsung secara persisten lebih dari ¥6jam Produksi urine kurang dari 1 mUKgBB/jam + BE<10 Hipotensi(lekanan rerata arterial kurang dari 5 th Laktat serum >2 mmolt. persentil sesuai usia) Kutis marmorata © Hiperglkemia ( >180 mg/dL) Pemanjangen waktu pengisian kapiler © Hipoglikemia (<4 g/dL) Petechie, rash atau sklerem © CRP>15 mglL Apne ‘© Prokalsiton >=2.5 mmol. Tachipnea (RR lebih dari 2 SD nia normal sesuai usia) Peningkatan kebutuhan oksigen a VILT TATA LAKSANA Pilihan utama dalam tata laksana sepsis neonatorum adalah eliminasi kuman penyebab dengan pemberian antibioka. Penggunaan antibiotika secara empitis dapat dilekukan dengan memperhatikan pola kuman penyebab tersering serta pola resistenst kuman yang ditemukan di tempat porawatan tersebut. Segera setelah didapatkan hasil kultur darah, maka jenis antibiotika disesuaikan dengan kuman penyebab dan pola resistensinya. Bila hasil Kultur tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri dalam 2-3 hari dan bayi secara klinis baik, pemberian antbiotita harus dihentikan Penggunaan antibiotika yang berlebihan akan menimbulkan maselah resistensi di kemudian hari. Antbiotika spektrum tuas lebih sering menimbuikan resistensi daripada antbiotka spektrum ssempit. Upaya untuk menurunkan resistensi bakleri memeriukan dua strategi utama ait, ‘mengonirol infeksi dan mengontrol pemakaian antibiotika. i unit perinatologi RSCM terdapat kesepakatan penggunaan antibiotka berjenjang. Antibiotika {ini pertama adalah kombinasi amoksisiin asam Klavulanat dengan gentamisin, Antibiotka fini edua adalah Kombinasi piperasilin tazobaktam dengan amikasin, Antibiotka lini ketiga adalah meropenem, Tatalaksana sepsis neonatorum re Geofata klinis sepsis (+) Gejala klinis sepsis (-) ‘ Antibiotika (+) Faktorrisiko(+) — Faktorrisiko(-) (sebelumnya dilakukan septic workup) 4 mayor atau 2 minor 4 t Periksa septic marker Observasi —— Normal Meragukan Abnormal 1 J (min. 2 septic marker* (+)) Ulangi septic marker* —_Ulangi septic marker® 12.24jam 2234i0m Normal Normal Abnormal—> Kultur —>| ABB Observast fl Stop bila Kultur () Gambar 4. Tata laksana sepsis neonatorum Keterangan: = *Septic markers -> jumtah leukosit,jumleh trombosit, CRP, IT ratio = "Septic Workup: septic markers + kultur darah ~ Urinalsiskultururin: hanya dikerjakan pada Sepsis Neonatorum Awitan Lambat - AB= antibiotic — Pungsi lumbal: hanya dikerjakan pada SNAL atau pada Sepsis Neonatorum Awitan Dini (SNAD) dengan hasil kultur darah (+) = Foto roentgen dada: pada neonatus dengan gejala sindrom Gawat Napas. 39 Awainya diberikan nuttisi sejumiah 25-27 kcalkg berat badan dan 1,5 gram proteinkkg. Rekomendesi akan berubah menjadi 20-25 kealkg berat badan dan 1.5-2.0 gram protein ikg untuk fase akut dan meningkat menjadi 25-30 kcalkg dan 1.5-2.5 gram protein/kg pada fase anabolik atau pasien dengan malnuttisi berat. Untuk pasion kritis dengan obesitas dianjurkan 2supan kalori mulai dari 11-14 koallkg berat badan ektual atau 22 -26 kcallkg berat badan ideal ketka indoks massa tubuh (IMT) > 30 kgim2, Kebutuhan protein direkomendasikan 1.2-2 granukg berat badan aktual jka indeks massa tubuh (IMT) < 30 kg/m? dan 2 2 gram/kg berat badan ideal Jka IMT berkisar 30 sampai dengan 40 kgim?, dan = 2.5 gram /kg berat badan ideal ja IMT >40 kglm?, Asosiasi Parenteral Enteral Nutisi merekomendasikan terapi gizi dilanjutkan sampai ecukupan pasien mencepai §0 sampai 60% dari kebuluhan kalorifolal dalam waktu 48 sampai 72 jam setelah dirawat, Pemberian tambahan nutrisi parenteral harus diperlimbengkan pada saat pasien tidak mampu mencapei kecukupan nya dari makanan enteral dalam memenuhi kalori yang ibutuhkan sesudah 7 sampai 10 hari perawatan, VIIL2 TERAPI GIZI PADA PASIEN SEPSIS ANAK 1 Pemberian nutisi parenteral total dalam 24-48 jam pertama setelah resusitasi dan hemodinamik stabil 2. Pemberian dextrose dengan giucose infusion rate (GIR) 4 pada 6 jam pertama, Target GIR <20kgBB adalah 2-4 dan 230kgBB adalah 4-5 3. Bila toleransi baik, secara bertahap pemberian nutrisi perenteral dapat dicmapur dengan rutrsi enteral '. Pemberian nutisi enteral dengan trophic feeding / priming dengan target mencapai full feeding, paling cepat 36-48 jam, dalam 1 minggu sejak pemberian nutrisi Inisil pemberian EN dan cairan adalah 25% dar target volume full feeding Pemberian EN kemudian dinaikkan bertahap sebanyak 25% setiap 12 jam sampai tercapai target full feeding, Volume target full feeding adalah 130 mi-kgfhari Protein diberikan 1.S/kgihari dan dinaitkan bertahap hingga mencepai target Sg/kg/hari . Target pemberian lipid untuk parenteral nutrisi adalah 3-4 g/kgihari untuk <1 tahun dan 2-3 g/kgfhari untuk 21 tahun, 410. Karbohidrat diverixan 40-50% total energi ‘11. Residu lambung direkomendasikan untuk cimonitor seliap 4 jam. Intoleransi bila residu 250% volume pemberian nutisi * on pan Vill.3 TERAPI GIZI PADA PASIEN SEPSIS NEONATUS 1. Nutisi parenteral total diberikan setelah resusitasi dan hemodinamik stabil 2. Komposisi nutisi parenteral total direkomendasikan 60% karbohidrat, 10-15% protein dan 30% lemak (dengan komposisi yang dapat dithat pada Tabel 11) 42 Tabel 11. Rekomendasi komposisi parenteral nutrisi neonatus Nutrien Rekomendasi komposist PN per KgBB Densitas energi 50-120Kcal dengan inisial pemberian 30Kcai Protein/asam amino 1.76-3.5g dengan inisial pemberian 1-1.59 kemudian dtingkatkan 1g perhari Temak ‘fg pada harl perlama seat AA diberikan 2g pada hari ke dua 3g pada hari ke liga dan seterusnya Rekomendas' lipid Kombinasi MCTILCT Target 20-35% Non Protein Caloric (NPC) Karbohidrat ‘6-10g. Target inisial GIR 4-6, naik bertahap mencapai GIR 12-18. Target GD 150-200mgldL Insulin diberikan bila GD 2200mg/dL Rasio karbohidratlemak Monitor tiap 4 jam bila GD <100mg/dL 24 Dosis vitamin larut air imi Dosis vitamin larut lemak ‘Ami ‘Mineral dan trace elements Natrium 3-5mmol Klorida 3-Smmol Kalium 1-2mmol Kalsium 1.6-2.2mmol Fosfat 1.5-2.2mmol Magnesium 0.3-0.4mmol ‘Seng 0.6-0.8umol Tembaga 0.3-0.6umol Selenium 13-25nmol Mangan 18-180nmol logium 8nmot Kromium 4-8nm Molibdenum 2-0nmol 3. Nutrisi enteral, terutama ASI, direkomendasikan diberikan dalam 24 jam sejak pemberian ‘uttisi parenteral total. 4, Transitional feeding dengan pemberian nutrisi enteral dengan trophic feeding (10- 20mUKgBBMhari) minimal selama 5 hari dengan dosis yang sama, untuk meningkatkan toleransi diet dan mengurasi efek samping dari PN, menuju full feeding (minimal S0mitkgBBihari) 5. Trophic feeding diberikan dalam 3-4 hari pertama kelahiran (lihat Tabel 12). Tabel 12. Pemberian trophic feeding pada neonatus Berat neonatus Pemberian trophic feeding <1000g “mi per {jam 1000-1500g 2m per 2 jam 1500-20009 ‘3m per 3 jam . >2000g 4m per 4 jam Bila ada distress pernapasan | Diberikan {ml dalam 2-6 jam Transitional feeding Diberikan 10-30m! per KgBB setelah 4 jam mencapal full feeding Suplemen multivitamin Diberikan bla sudah ful feeding 6. Pemberian makanan lengkap melalui nutrsi enteral sebaiknya dapat dicapal pada akbir mminggu ke-2 sejak pemberian nutis! dengan target minimal 50mVkgBB/hari 7. Pemberian cairan awal sebanyak 20m/kgBB pada 4 jam pertama 8. Protein diberikan 1-1.Sgfkg/hari dan dinaikkan bertahap hingga mencapai target 2-3g/kg/hari 9, Perbandingan lipid dan karbohidrat adalah 1:3 410. Suplementasi mikronutiien, terutama _kelsium-fosfat-seng, direkomendasikan untuk berat bayi lahir rendah. 11. Rekomendasi komposisi formula/Enteral (PASI) bagi neonatus (Lihat Tabel 12) 12. Cairan nutrsi enteral diberikan 60-150mVkgBB pada pemberien ASI ‘Tabel 13. Rekomendasi komposisi nutrisi enteral Nutrion per 100Kkal Rekomendasi komposisi pada PASI Densifas energy 83-71 Keal100mL. Full feeding tercapai, berikan 80Kcal/100m1 Protein 17-34 Kamitin 1.2-2mg Taurin 042mg Nukleotida o-46mg Lemak 44-6.4g ‘Asam Lenoleat (LA) 350-2240mg (8-36% total asam lemak) ‘Asam Lenolenat Alpha (ALA) | Minimal 77mg (1.7-4% total asam lemak) Rasio LA‘ALA 6:1 sampai 16:1 Karbohidrat 313g Laktosa Maksimal 13g Gos 0.2-04g/100m1 Fos 0.05-0.19/100mI MCT, AA den DHA Tidak direkomendasikan sebagai suplemen BABIV MONITORING DAN EVALUAS! |. INDIKATOR PROSES Kesesuaian tatalaksana pasien sepsis dengan pedoman yang telah disusun I INDIKATOR OUTCOME Indikator outcome yang dapat diukur: b. Kematian (Death) Kecacatan (Disabitiy) Ketidaknyamanan (Discomfor) Keparahan penyakit (Disease) Katidakpuasan (Dissatisfied) >epae I, MONEV TERHADAP PEDOMAN Tim narasumber melakukan evaluasi lerhadap pedoman pengelolaan sepsis dibagi dalam 2 tahap, yaitu: ‘a. Tahap pertama : 3 bulan setelah pemberlakuan pedoman b. Tahapkedua :2 tahun setelah pemberlakuan pedoman 45 BABV PENUTUP LAMPIRAN - LAMPIRAN Lampiran 1, Pesangkat penapisan sepsis berat Perangkat Penapisan Sepsis Berat ‘anaton perro oth neenaian best hs enpenepes pang dunt Bachan nde Famer te ‘tun prpin Sang 1. Apalah pealen éicriga| mengalar inks!” ‘Prwurona ‘atone ia a a ar Cina Sorenkenm Sides Kann eegan rile 2. Apakah ditemukan du tanda dai SIRS cibawah il? 2m 20200, pata degen tana ‘Brae uaa <0 ols» 1200s bang >O% (YA unl jwaban 1 dan 2: Dagnosa SEPSIS, anjatkan ke 3 LUTIDAK. Stop penapisan. Diognoels adalah nfs, bat! sesual inks! ‘3 tka serum aktat?>4 mmol. atau takanan carah sist <90 rng Stelah lding awa isataloid 20-39 ming ‘eta 39-60 merit? "Cahn jet fcr apa prin aan Rk ra OYA. ska normeteos dleabut RENJATAN KRIPTHC ‘Seger aktean lta aksona sepats berat “dengan meratakan protocol Ea Goa! Directed Therapy (EGOT) ‘th eta dtr as $e ark vrata apa pos dpakan cas epea bar.” ‘Gia ya, toes pees Pad mr a rap propane CL ‘Canal manana agian anneal am lrg bk kod 20 kg oi rr COTIDAK. Lanjuan he pertanyaan no 4 4, Apakah itemukan salah satu britvacisfungs organ sebagai akibat nf ibawah ini? ‘Teta dn a <0 gu wats tara ra «Te a tan dah wlan A ey dt a ‘Dahle etm 22 meet aman 2 e988 ‘tain 2g ra ‘iat ea pry pr enn a PLODE'0? <0 apa pmo bg wba as ‘Bete nang pr angers P2CRPIC2 <0 Ganga rum seep ee ah ‘Bronte 109200 eclaan (215 alan STE > ee) vA Diagnosis adatah sepsis beeat "Segre ru apes tap ape ac ts EOD bk man paraeaan w3) ‘Clan ant riavere ctr we Leen ara ed OT we aay dan #12 bk COTIAK, Diagnosis adalah sepais ‘Drian ata erro atta abn Mong pnw in 12 2a ar Lampiran 2. Protokol early goat directed therapy ‘Sepia sige = ad coal dos ves sek Gambar 1. Protokol EGDT Keterangan singkatan: CVP: central venous pressure, MAP: mean arterial pressure, ScvOat superior vena cava oxygen saturation Lampiran 3. Kelompok tindakan resusitasi Terpenuht dalam 3 jam 1. Ukur kadar taktat 2. Pengambian kuitur darah sebelum pemberian antibiotics 3. Pemberian amtibiouta spektrum tues 4. Pemberian kristaloid 30 mt/sg untuk hipotensi atau laktat >4 mmol/L ‘Terpenuhi daism 6 jam 5. Pemberien vesopresor (untuk hipotens! yang tidak berespon techadap resusitas} caren awa) untuk mempertahanken MAP 265 mmHg 6. Jka hipotensi arteri menetap walaupun resustasi volume telah cikerjakan (renjatan septik atau fata awal 24 mmol (36 mg/dl): 1. Ukur eve 2. Ukur Sex02 7. Ukue Kembali kadar isktat ka terdopat peningkoten kadar fakrat 48 DAFTAR PUSTAKA Bone RC, Balk RA, Cerra FB, Dellinger RP, Fein AM, Knaus WA, et al. Definitions for sepsis and organ failure and guidelines for the use of innovative therapies in sepsis. The ACCP/SCCM Consensus Conference Committee. American College of Chest Physiolans/Sociely of Catical Care Medicine. Chest, 1992 Jun;101(6):1644-55. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal SM, et al. Surviving sopsis campaign: international guidelines for management of severe sepsis and septic shock: 2012. Crit Care Med. 2013 Feb44(2):580-637. Dennis P. Orgill, Early Excision and Skin Grafting of Thermal Bums. The New England Journal of Medicine. University Of Colorado. August 3, 2010, n engl j med 360;9 nejm.org february 26, 2009. ELWiner, Conel TT, Kissoon N and Shanley TP, 2011, Management and Treatment Guidelines for Sepsis in Pediatric Patients, Open Inflammation Journal 2011 Oct;7:4 (suppl M11): 101-9. Enteral nutrtion therapy in septic patient in ICU: compliance with nutriéonal guidelines for eniicaly it patients. Society of Crical Care Medicine European Society of Intensive Care Medine; 2013. Hemdon, et al. Total of Burn Care John A D Settle, Principles and Practice of Burns Management. Chapter 13: Microbiology. Churchill livingstone, 1996: Pg.177- 80. Levy MM, Fink MP, Marshell JC, Abraham £, Angus D, Cook D, et al, 2001 SCCM/ESICM/ACCPIATS/SIS International Sepsis Definitions Conference, Crit Care Med. 2003 Apr;31(4):1250-6, Mayes T, Gottschlich MM, Warden GD, 2000, Nutrition Intervention in Pediatric Patients with Thermal Injuries who Requite Laparotomy, Joumat of Burn Care Rehabilitation 2000 Sept-Oct; 21 (6): 451-6; discussion 450-1. Osborn TM, Nguyen HB, Rivers EP. Emergency medicine and the surviving sepsis campaign: an Intemational approach to managing severe sepsis and septic shock. Ann Emerg Med. 2005 Sep;46(3):228-31 Prieto MB and Lopez-Herce Cid J, 2011. Malnutrition in the Critically il Child: The Importance of Enteral ‘Nutrition, International Journal of Environmental Research and Public Health 2011 Nov; 8: 4353-66 The surviving sepsis campaign infemational guidelines for management of severe sepsis and septic shook: 2012, condensed from Dellinger RP, Levy MM. Rhodes A. et al: Surviving Sepsis Campaign: {Intemational guidelines for management of severe sepsis and septic shock. Intensive Care Med 201 39(2): 165-228 and Cnt Care Med 2013; 44(2): 580-637. 49 Van Waardenburg DA, Jansen TC, Vos GD and Burman W, 2006. Hyperglycemia in Children with Menigococcal Sepsis ans Septic Shock: The Relation Between Plasma Levels of Insulin and Inflammatory Mediators, Journal of Clinical Endocrinology Metabolism Volume 91 (10): 3916-24 50

You might also like