You are on page 1of 21

Komunikasi Politik Serat Kala Tida

(Analisis Wacana Komunikasi Politik Serat Kala Tida Karya R.Ng. Ranggawarsito)
Oleh: Agung Purnomo

Dosen Ilmu Komunikasi UYP

Abstract Serat/ syair merupakan salah satu media komunikasi pujangga untuk
menyampaikan pesannya tentang apa yang dianggapnya penting dan pantas di kenang,
baik itu suatu peristiwa, petuah, hiburan atau cerita mitos. Dalam Serat Kalatidha
pujangga Ronggowarsito menceritakan tentang keterpurukan kondisi pemerintahan,
pemimpin, dan abdi keraton pada massa itu..
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komunikasi politik yang
disampaikan oleh pujangga Ronggowarsito dalam serat Kala Tida dan juga untuk
mengetahui pesan dalam teks Serat Kala Tida serta bagaimana komunikasi pujangga
kerajaan dalam menyampaikan pendapatnya kepada kerajaan dan masyarakat luas.
Meode yang digunakan dalam melakukan analisis komunikasi politik pesan Serat
Kala Tida adalah menggunakan pendekatan analisis wacana Sara Mills. Dimana Sara
Mills lebih melihat pada bagaimana posisi-posisi aktor ditampilkan dalam teks.
Dari pesan komunikasi politik serat Kala Tida, dapat ditarik kesimpulan bawa
subjek dalam hal ini adalah Pujangga memberikan gambaran yang dominan pada
rusaknya tatanan negara dikarenakan oleh objek Kala Tida, Raja dan abdi kerajaan.
Dari ketiga objek, Kala Tida merupakan objek dominan yang menjadi tumpuan segala
kerusakan tatanan negara. Sedangkan yang kedua adalah pada abdi kerajaan, disini
abdi kerajaan digambarkan sebagai penyebab rusaknya tatanan karena sudah tidak
lagi mengindahkan aturan-aturan lama.

Kata Kunci: Serat Kala Tida, Komunikasi Politik,

1. Latarbelakang Rangga Warsita (lahir di Surakarta, Jawa

Serat Kala Tida atau lebih sering Tengah, 15 Maret 1802 – meninggal di

dikenal sebagai syair “Zaman Edan” Surakarta, Jawa Tengah, 24 Desember

merupakan sebuah hasil karya pujangga 1873 pada umur 71 tahun) adalah

dan sastrawan Jawa yang berjenis Suluk/ pujangga besar budaya Jawa yang hidup

tembang mocopat. Ditulis pada tahun di Kasunanan Surakarta. Ia dianggap

1860 oleh Raden Ngabehi sebagai pujangga besar terakhir tanah

Ronggowarsito pada masa pemerintahan Jawa (wikipedia.com). Ronggowarsito

Pakubuwono VIII. Raden Ngabehi disebut juga sebagai pujangga penutup

Jurnal Heritage Volume 1 Nomor 2. Januari 2012 Program Studi Ilmu Komunikasi UYP
1
atau terakhir dikarenakan setelahnya abdi keraton pada massa itu. Dimana

tidak ada pujangga lagi yang diangkat pemerintahan kerajaan pada saat itu

secara resmi menggantikan dianggap oleh Ronggowarsito sudah

Ronggowarsito oleh keraton Surakarta. mulai rusak, karena dipengaruhi oleh

Ronggowarsito menjabat sebagai pola-pola penjajahan Belanda, yang

pujangga kraton kasunanan Surakarta memang memliki kepentingan untuk

dalam tiga periode kepemimpinan, yang penguasaan kebijakan, wilayah dan hasil

pertama adalah kepemimpinan bumi dipulau Jawa.

Pakubuwono VII yang notabene Pola-pola penjajahan inilah yang

pengangkat Ronggowarsito sebagai akhitnya membuat setiap kebijakan-

pujangga kerajaan, Pakubuwono ke VIII kebijakan kerajaan bergeser sesuai

dan kepemimpinan Pakubuwono ke IX. dengan keinginan Belanda, misalnya

Namun pengabdiannya pada keraton pemilihan bupati atau pamong yang

kasunanan Surakarta sejak masa didasarkan pada kepatuhan dan besaran

kepemimpinan Sri Susuhan Pakubuwono upeti. Pola lain yang sudah tidak asing

VI atau Sinuhun Bangun Tapa. lagi adalah politik adu domba, dimana

Serat/ syair merupakan salah satu Belanda pada saat itu membuat kondisi

media komunikasi pujangga untuk kesultanan kurang nyaman, misalnya

menyampaikan pesannya tentang apa membantu beberapa pihak keluarga yang

yang dianggapnya penting dan pantas di menginginkan untuk merebut tahta

kenang, baik itu suatu peristiwa, petuah, kesultanan. Bahkan Belanda tidak hanya

hiburan atau cerita mitos. Dalam Serat mempengaruhi untuk perebutan

Kalatidha pujangga Ronggowarsito kekuasaan antar keluarga keraton, tapi

menceritakan tentang keterpurukan juga menyingkirkan dan

kondisi pemerintahan, pemimpin, dan mengkondisikan orang-orang abdi kraton

Jurnal Heritage Volume 1 Nomor 2. Januari 2012 Program Studi Ilmu Komunikasi UYP
2
yang bisa mempengaruhi kepentingan tidak ikut-ikutan tidak kebagian) atau

Belanda. lebih pendek lagi ketika orang

Takheran jika terjadi banyak menggangap suatu fenomena atau

penjilat dilingkungan keraton. Dalam pranata sosial yang rusak tidak sesuai

serat ini pujangga Ronggowarsito aturan dan norma dengan meyebutnya

menceritakan dirinya yang merupakan “Jaman Edan”.

bagian dari korban kepentingan Belanda. Bukti kemasyuran, kebesaran dan

Kuatnya pengaruh adu domba yang kedalaman makna yang tersimpan dalam

dilakukan oleh Belanda, mengakibatkan Serat Kala Tida samapai ke negeri

Ronggowarsito pada saat itu tidak seberang seperti tulisan karya Anwar

dinaikkan pangkat sesuai dengan Ibrahim mantan wakil perdana menteri

ketentuan yang berlaku. Dengan kondisi Malaysia dengan judul Kupasan Karya

seperti inilah Serat Kala Tida dibuat. Ronggowarsito yang diterbitkan pada

Suatu kondisi yang menurut situs harapanmalaysia.com. Bahkan di

Ronggowarsito adalah “jaman edan”. negeri Belanda, petikan Serat Kala Tida

Hingga saat ini kemasyuran dan tertulis di salah satu tembok di disudut

kedalalam makna Serat Kala Tida masih kota Leiden.

dapat kita nikmati. Bahkan masih

banyak orang yang hafal beberapa

petikan dari Serat Kalatidha atau

mengambil kesimpulan dari serat

Kalatidha seperti “Jaman edan yen ora

melu ora keduman” (Jaman gila bila (sumber foto: www.wikipedia.com)

Jurnal Heritage Volume 1 Nomor 2. Januari 2012 Program Studi Ilmu Komunikasi UYP
3
pemerintah Belanda telah memasuki

wilayah-wilayah kerajaan namun bisa

dibilang kondusif.

Pemerintahan Pakubuwana VII

relatif damai dibandingkan raja-raja

sebelumya. Tidak ada lagi bangsawan


(sumber foto: www.wikipedia.com)
yang memberontak secara fisik besar-

Karya-karya Ng.Ronggowarsito besaran setelah Pangeran Diponegoro.

dalam halini sangat kental dengan Jika pun ada hanyalah pemberontakan

pengaruh kepemimpinan. Pergantian kecil yang tidak sampai mengganggu

kepemimpinan kerajaan menjadi ukuran stabilitas keraton (wikipedia). Pada masa

siklus hubungan antara Raja dan inilah karya-karya sastra pujangga

Pujangga yang dapat berdampak pada kraton berkembang pesat, hal ini terjadi

karya-karya pujangga. Seperti pada masa karena hubungan harmonis antara raja

kepemimpinan Pakubuwono VII kondisi dan pujangga. Keadaan yang damai itu

pemerintahan kasunanan Surakarta bisa mendorong tumbuhnya kegiatan sastra

dibilang kondusif, ini dapat dilihat pada secara besar-besaran di lingkungan

karya-karya pujangga pada massa itu keraton. Masa pemerintahan

yang banyak menceritakan tentang Pakubuwana VII dianggap sebagai

kehidupan damai dan konsep-konsep puncak kejayaan sastra di Kasunanan

hidup bagi orang Jawa. Selain itu juga Surakarta dengan pujangga besar

kehidupan harmonis, terlihat pada Ronggowarsito sebagai pelopornya.

hubungan kerajaan Surakarta dengan Hampir sebagian besar karya

kerajaan-kerajaan sekitarnya, semisal Ronggowarsito lahir pada masa ini.

Yogyakarta Hadiningrat. Meski Hubungan antara raja dan pujangga

Jurnal Heritage Volume 1 Nomor 2. Januari 2012 Program Studi Ilmu Komunikasi UYP
4
tersebut juga dikisahkan sangat kepada Belanda. Faktor kedua adalah

harmonis. (wikipedia) fitnah yang dilakukan Belanda kepada

Hubungan harmonis pujangga Pakubuwono IX, bahwa penyebab

dan raja harus berakhir sejak dibunuhnya Pakubuwono VI karena

meninggalnya Pakubuwono VII dan telah dibocorkannya persekongkolan

digantikan oleh Pakubuwono VIII. antara Pakubuwono ke VI dengan

Hubungan tidak harmonis ini berlanjut Diponegoro oleh Pajangswara yang

hingga kepemimpinan Pakubuwono ke merupakan ayah dari Ronggowarsito.

IX. Ada beberapa factor yang Diterimanya isi Serat Kala Tida

menyebabkan kurang baiknya hubungan oleh berbagai pihak bahkan lintas negara

pujangga Ronggowarsito dengan dan budaya merupakan bukti bahwa

Pakubuwono VIII dan Pakubuwono IX. serat Kalatidha yang ditulis berdasarkan

Yang pertama adalah factor kepentingan pengalaman, pengetahuan, dan kondisi

Pakubuwono VIII untuk merebut di pulau Jawa juga terjadi diberbagai

kekuasaan dari Pakubuwono ke VII negara lain. Dari paparan diatas dapat

dengan memfitnah Pakubuwono VII, dirumuskan bahwa terdapat komunikasi

bahwa Pakubuwono VII telah berupaya politik yang telah disampaikan oleh

bekerjasama dengan Pangeran Ronggowarsito, pada syairnya serat Kala

Diponegoro dalam penyerangannya ke Tida.

Batavia.

Selain itu juga ada kepentingan 1.2. Tujuan

Belanda untuk menyingkirkan 1. Penelitian ini bertujuan untuk

Ronggowarsito karena tulisan-tulisannya mengetahui komunikasi politik

yang dibuat di bulletin Bramartani bisa yang disampaikan oleh pujangga

mengundang perlawanan rakyat pribumi

Jurnal Heritage Volume 1 Nomor 2. Januari 2012 Program Studi Ilmu Komunikasi UYP
5
Ronggowarsito dalam serat Kala as a field of inquiry is cross

Tida. disciplinary”(Nimmo,1981).

2. Mengetahui pesan dalam teks Ada beberapa pendapat pakar

Serat Kala Tida dan bagaimana komunikasi yang berupaya

komunikasi pujangga kerajaan mendefinisikan pengertian dari

dalam menyampaikan komunikasi politik. Jalaludin Rahmad

pendapatnya kepada kerajaan dan memberikan pernyataan dari Fagen dan

masyarakat luas. Medow , bahwa definisi komunikasi

politik sebagai “commanicatory activity

2. Kerangka Konseptual considered political by virtue of its

2.1. Komunikasi Politik consequences, actual and potential, that

Komunikasi politik merupakan it has for the functioning of political

pengetahuan baru dalam memahami system”. Begitu pula pendapat Medow,

proses perjalanan kegiatan politik, ”political communication refers to any

meskipun dalam prakteknya sudah exchange of symbols or messages that to

berlangsung sejak manusia mengenal a significant extent have been shaped by

kekuasaan. Istilah komunikasi politik or have consequences for the political

muncul seiring dengan perkembangan system” (Nimmo, vi:2000). Sedangkan

ilmu komunikasi yang memang pendapat dari Nimmo, bahwa

melintasi kehususan ilmu politik, yang komunikasi politik yaitu (kegiatan)

pada mulanya karakteristik ilmu komunikasi yang dianggap komunikasi

komunikasi memang melintasi berbagai politik berdasarkan konsekuensi-

disiplin ilmu dan dibesarkan secara konsekuensi (actual maupun potensial)

multidisipliner. “Poitical communication yang mengatur perbuatan manusia

Jurnal Heritage Volume 1 Nomor 2. Januari 2012 Program Studi Ilmu Komunikasi UYP
6
didalam kondisi-kondisi konflik ketiga adalah bagaimana komunikasi

(Nimmo, 2000:9) dilakukan pada kondisi konflik.

Dapat disimpulkan bahwa Fagen Konsep pengertian ilmu

memberikan pernyataan yang menitik komunikasi terhadap komunikasi politik,

beratkan komunikasi politik pada segala esensinya tidak jauh berda. Seperti

bentuk aktifitas komunikasi yang pengertian komunikasi yang

memiliki konsekuensi actual dan disampaikan oleh Harold Lasswell

potensial untuk keperluan system politik. mengatakan bahwa cara yang terbaik

Sedangkan Medow, memberikan menjelaskan komunikasi ialah menjawab

penjelasan bahwa komunikasi politik pertanyaan sebagai berikut: Who Says

merupakan pertukaran symbol dan pesan What In Which Channel To Whom With

untuk kegiatan system politik. Pada sisi What Effect? Atau pendapat Hovland

yang agak berbeda Dan Nimmo yang menyatakan bahwa

menekankan pada kegiatan komunikasi “Communication is the process to

pada kondisi konflik. Dari pendapat modify the behavior of other individuals.

tersebut bisa kita tarik benang merahnya, (Efendy:10:2002).

terdapat tiga faktor yang mendasari dari Jika mengamati dari pendapat

paktek komunikasi politik, yang pertama Harold Lasswell, komunikator

adalah pesan komunikator terhadap merupakan bagian pokok dalam proses

pebicaraan-pembicaraan yang berkaitan komunikasi, juga pada komunikasi

dengan system politik, pemerintahan politik. Komunikasi politik berdasarkan

atau negara. Kedua adalah pesan tujuannya adalah untuk memberikan

pembicaraan yang menunjukkan kondisi kontribusi pada system politik yang

pertukaran symbol dan pesan yang tejadi sedang atau akan berjalan. Posisi

pada system politik. Sedangkan yang komunikator secara ideal akan mengarah

Jurnal Heritage Volume 1 Nomor 2. Januari 2012 Program Studi Ilmu Komunikasi UYP
7
pada penanggapan politik, yang menurut, R.Wayne Pace, Brent D

berdasarkan konsep politik. Politik Peterson, dan M Dallas Burnett

adalah siapa memperoleh apa, kapan, memberikan pendapat dalam tujuan

dan bagaimana, pembagian nilai-nilai sentarl dari strategi komunikasi, yaitu: to

oleh yang berwenang, kekuasaan dan secure understanding, to establish

pemegang kekuasaan, pengaruh, acceptance, to motivate action.

tindakan yang diarahkan untuk (Efendy:32:2002). Sehingga pesan

mempertahankan dan atau memperluas komunikator politik akan sangat efektif

tindakannya (Nimmo,2000:8). jika pengaturan strategi pesan yang

Pada tahapan politik sebenarnya disampaikan dapat diterima dan

merupakan bagian yang memiliki ikatan memiliki persamaan persepsi antara

dari tindakan perpaduan antara system komunikator dan komunikan.

komunikasi makro dan mikro, namun Dalam tindakan strategi

untuk memperjelas garis batasnya adalah komunikasi tentu akan

pada tujuan politik itu sendiri mempertimbangkan elemen dalam

diantaranya adalah yang meliputi proses komunikasi, serta system

kekuasaan. Yang secara prinsip tidak komunikasi makro dan mikro. Sisi lain

bisa lebas dari manusia, disebabkan pada yang tak kalah pentingnya dalam

tiap diri manusia mengandung zoon pelaksanaan strategi komunikasi adalah

politicon (manusia politik) factor situasional. Communication

Komunikator politik merupakan always involves at least one massage,

bagian ujung tombak dari keberhasisan transmitted by a source, via a medium,

strategi komunikasi politik. Maka peran to a receiver, within a situasional

startegi komunikasi menjadi bagian yang context. Demikian kata Herbert W.

tak kalah penting. Strategi komunikasi Simons (Efendy:39:2002).

Jurnal Heritage Volume 1 Nomor 2. Januari 2012 Program Studi Ilmu Komunikasi UYP
8
Ini banyak terbukti bahwa media mempengaruhi tanggapan masyarakat

dan penyampai pesan menjadi rujukan pada pesan yang disampaikannya.

kebenaran bagi masyarakat. Pada level Misalnya adalah kedudukan Kiyai,

komunikator, komunikator politik Pendeta atau yang lainnnya, akan

merupakan bagian sentral dalam memiliki tanggapan yang berbeda pada

kegiatan politik, terutama pada saat masyarakat atau golongan yang

menyampaikan gagasan kepada dipimpinnya. Aristoteles menyebut

pemerintah. Komunikator politik ini karakter komunikator ini sebagai ethos.

memainkan peran social yang utama, Ethos terdiri dari pikiran baik, akhlak

terutama pada proses opini publik yang baik, dan maksud yang baik (good

(Nimmo, 2000:29). Peran dan startegi sense, good moral character, good will)

komunikator politik selain sebagai (Rahmad, 225:2003)

opinion leader adalah mempersuasi Faktor berikutnya setelah peran

khalayak, suatu cara pembicaraan komunikator dalam startegi komunikasi

politik. Dengan sadar atau tidak, orang politik adalah pesan. Dimana pesan

yang turut serta dalam politik bertujuan adalah seperangkat lambang yang

membuat orang lain bertinfak dengan bermakna yang disampaikan oleh

cara yang mingkin tidak akan komunikator (Efendy,18:2001). Pada

dilakukannyajika tidak ada persuasi - tahapan ini seorang komunikator dalam

mengubah persepsi, pikiran, perasaan melakukan strategi politik harus mampu,

dan pengharapannya (Nimmo, menempatkan pesan pada konteks dan

121:2000). Pada tahapan komunikator media yang akan digunakan. Bila pesan-

selain muatan opini yang disampaikan pesan kita maksudkan untuk

oleh komunikator, juga kedudukan mempengaruhi orang lain maka kita

komunikator secara pribadi akan harus menyentuh motif yang

Jurnal Heritage Volume 1 Nomor 2. Januari 2012 Program Studi Ilmu Komunikasi UYP
9
menggerakkan atau mendorong prilaku Pencarian Kebenaran Sejati (ilahiyyah),

komunikate (Rahmad, 298:2003). melalui penempaan diri seumur hidup

Dengan kekuatan pesan dan strategi dengan melakukan syariat lahiriah

yang tepat akan mampu merubah serta sekaligus syariat batiniah demi mencapai

mempengaruhi tanggapan/ pandangan kesucian hati untuk mengenal diri dan

masyarakat terhadap isu politik. Pesan Tuhan. (wikipedia). Dengan berjenis

(message) yang disampaikan oleh suluk, serat Kalaitdha disampaikan

komunikator kepada lomunikan tediri dengan teknik lagu tembang macapat,

atas isi (the content) dan lambing dalam bahasa jawa macapat merupakan

(symbol). (Efendy, 12:2001) singkatan dari maca papat-papat

Serat Kalatidha merupakan pesan (membaca empat-empat), berarti dalam

yang disampaikan oleh pujangga teknik membacanya pada serta Kalatidha

kerajaan yang berjenis suluk dengan adalah membaca syairnya terjalin tiap

bentuk tembang macapat. Jenis suluk empat suku kata. Macapat merupakan

dalam kategori syair jawa, merupakan isi teknik membaca yang paling mudah

syair yang mengarah pada aturan hidup dalam pembacaan syair jawa

dan tatanan agama. Menempuh jalan dibandingkan denga yang lainnya seperti

suluk (bersuluk) mencakup sebuah teknik Kakawin.

disiplin seumur hidup dalam Tahapan akhir dalam komunikasi

melaksanakan aturan-aturan eksoteris politik adalah penggunaan media,

agama Islam (syariat) sekaligus aturan- sebagai sarana penyampai pesan politik

aturan esoteris agama Islam (hakikat). atau berkaitan dengan system politik.

Ber-suluk juga mencakup hasrat untuk Posisi media sebenarnya hanya sebagai

Mengenal Diri, Memahami Esensi perpanjangan tangan dari pesan yang

Kehidupan, Pencarian Tuhan, dan disampaikan komunikator untuk

Jurnal Heritage Volume 1 Nomor 2. Januari 2012 Program Studi Ilmu Komunikasi UYP
10
komunikan yang homogen atau Pengolahan data yang diperoleh

heterogen. Namun posisi ini juga dari Serat Kala Tida akan dianalisa

merupakan bagian penting dalam proses dengan pendekatan analisis wacana Sara

strategi komunikasi politik, mengingat Mills. Data disini diperoleh dari hasil

karakteristik komunikator akan pengamatan (opservasi) pada teks serat

menentukan penggunaan saluran media Kalatidha yang merujuk pada konsep

yang dibutuhkan. Antonio Gramsci analisis wacana Sara Mills. Dimana Sara

melihat media sebagai runang dimana Mills lebih melihat pada bagaimana

berbagai idiologi direpresantikan. Ini posisi-posisi aktor ditampilkan dalam

berarti, disatu sisi media bisa menjadi teks. Posisi-posisi ini dalam arti siapa

sarana penyebaran idiologi penguasa, yang menjadi subjek penceritraan dan

alat legitimasi dan kontrol atas wacana siapa yang menjadi objek penceritaan

publik (Sobur, 30:2001). akan menentukan bagaimana struktur

teks dan bagaimana diperlakukan dalam

3. Metode Penelitian teks secara keseluruhan (Erianto,

Dalam melakukan tahapan 200:2001).

analisis komunikasi politik pesan Serat Posisi subyek dan objek yang

Kala Tida, akan menggunakan teknik dimaksud oleh Sara Mills adalah

analisis wacana. Merupakan study bagaimana suatu peristiwa itu dilihat

tentang struktur pesan dalam oleh seseorang. Siapa yang diposisikan

komunikasi. Lebih tepatnya lagi analisis sebagai pencerita (subjek) dan siapa

wacana adalah telaah mengenai aneka yang menjadi objek yang diceritakan.

fingsi (prakmatik) bahasa. (Sobur, Jadi posisi subjek dan objek disini

48:2001). adalah menentukan posisi dari subjek

pencerita suatu peristiwa dan objek yang

Jurnal Heritage Volume 1 Nomor 2. Januari 2012 Program Studi Ilmu Komunikasi UYP
11
diceritakan, serta bagaimana seorang pujangga terakir kraton, karena tidak ada

pencerita menceritakan objek yang pujangga lain yang diangkat oleh kraton

diceritakan. sesudahnya. Menurut H.H. Juynbell

Selanjutnya adalah mengamati dalam Oud Javansche Woodenlijst

dan menganalisis bagaimana posisi terbitan Leiden tahun 1923, Pujangga

penulis dan pembaca dikonstrusi pada dapat diartikan sebagai cendekiawan,

teks Serat Kala Tida. Bagaimana posisi atau rohaniawan. (Any, 153:1980).

pembaca ditampilkan dalam teks. Sedangkan dalam Serat Wirid Hidayat

Bagaimana pembaca memposisikan Jati seorang pujangga memiliki kritria:

dirinya dalam teks yang ditampilkan. 1. Paramasastra artinya mahir

Pada kelompok manakah pembaca dalam hal sastra.

mengidentifikasikan dirinya. (Erianto, 2. Parama Kawi artinya mahir

211:2001). dalam memakai bahasa kawi.

Dengan menganalisis isi pesan 3. Mardibasa artinya paham

Serat Kala Tida diharapkan akan dapat memainkan kata-kata dalam

melihat komunikasi politik secara bahasa.

mendasar. Sesuai dengan tujuan yang 4. Mardawalagu berarti mahir

ingin dicapai dalam penelitian ini. dalam seni suara (tembang).

5. Awicara berarti pandai berbicara,


4. Analisis Data
bercerita maupun mengarang.
4.1. Pesan Komunikasi Politik dalam
Serat Kalatidha: Posisi Subjek 6. Mandraguna berarti menguasai
dan Objek
kepandaian/ pengetahuan yang
Serat Kala Tida merupakan hasil
kasar maupun yang halus.
karya pujangga kraton Surakarta

R.Ng.Ronggowarsito yang diangkat oleh

Pakubuwono VII. Juga merupakan

Jurnal Heritage Volume 1 Nomor 2. Januari 2012 Program Studi Ilmu Komunikasi UYP
12
7. Nawungkrida artinya menguasai atau kakawin. Macapat dalam

pengetahuan lahir batin serta arif pembagian tembang jawa berada pada

bijaksana dan waksita. urutan tembang yang paling kecil,

8. Sambegana yang berarti memiliki selanjutnya adalah tembang tengahan

daya ingatan yang kuat. atau biasa disebut kidung, dan yang

(Any, 153-154:1980) terakhir adalah tembang gedhe atau

kakawin.

Seperti yang telah dipaparkan Penggunaan tembang macapat

sebelumnya bahwa serat Kala Tida pada serat Kala Tida merupakan target

ditulis dengan tembang macapat. penulisnya untuk memberi kemudahan

Penggunaan teknik baca macapat pada pembaca dalam membawakan

membuat pembaca lebih mudah syairnya, dan sudah barang tentu akan

disbanding dengan tembang lain, karena lebih cepat menerima maksud dan tujuan

tembang macapat merupakan teknik pesan yang disampaikan pada syair

membaca tembang paling ringkas tembangnya. Berikut adalah syair serat

dibandingkan dengan tembang kidung Kala Tida dapat dilihat dibawah ini:

Serat Kala Tida


Karya R.Ng.Ronggowarsito

Sinom Terjemah
1. Mangkya darajating praja. Kawuryan wus Pada waktu ki Pujangga menulis karyanya tersebut keadaan negara
sunyaturi, Rurah pangrehing ukara. Karana telah nampak merosot (kosong). Situasinya telah hancur, Sebab tidak
tanpa palupi, Atilar silastuti, Sujana sarjana ada yang dapat diikuti lagi, Banyak yang meninggalkan sopan santun
kelu, Kalulun kala tida, Tidhem tandhaning Orang cerdik cendekia terbawa arus Kala Tida (zaman yang penuh
dumadi, Ardayengrat dene karoban rubeda keragu-raguan dan ketidak tentuan). Suasananya semakin mencekam,
karena dunia penuh dengan kejahiliahan

2. Ratune ratu utama, Patihe patih linuwih, Pra Sebenarnya rajanya termasuk raja yang baik, Patihnya juga cerdik,
nayaka tyas raharja, Panekare becik-becik, Semua anak buah hatinya baik, Pemuka-pemuka masyarakat juga
Paranedene tan dadi, Paliyasing Kala Bendu, bagus, Namun segalanya itu tidak dapat menciptakan kebaikan. Sebab
Mandar mangkin andadra, Rubeda angrebedi, daya kekuatan zaman Kala Bendu (zaman durhaka). Kerepotan-
Beda-beda ardaning wong saknegara kerepotan semakin menjadi-jadi. Sebab kemauan orang berlainan.

3. Katetangi tangisira. Sira sang Dikala itulah sang Pujangga menangis, Bersedih hati sebab mendapat
paramengkawi, Kawileting tyas duhkita, aib, Karena tadinya muncul suatu harapan yang menghibur hati,
Katamen ing ren wirangi, Dening upaya sandi, dengan pamrih mendapatkan sesuatu, sehingga hilanglah kegembiraan
Sumaruna angrawung, Mangimur manuhara, karena kurang waspada.
Met pamrih melik pakolih, Temah suka ing

Jurnal Heritage Volume 1 Nomor 2. Januari 2012 Program Studi Ilmu Komunikasi UYP
13
karsa tanpa wiwek.

4. Dasar karoban pawarta, Bebaratun ujar Persoalannya berpangkal karena ada berita palsu. Dikabarkan akan
lamis, Pinudya dadya pangarsa, Wekasan menjadi pejabat yang lebih tinggi (Bupati) ternyata tidak. Karena
malah kawuri, Yan pinikir sayekti, Mundhak kecewa akhirnya berpikir, apa gunanya ada didepan sebagai pejabat.
apa aneng ngayun, Andhedher kaluputan, Nantinya apabila tidak hati-hati akan mendapat kesalahan lebih-lebih
Siniraman banyu lali, Lamun tuwuh dadi kalau sudah lupa diri akan menimbulkan malapetaka saja.
kekembanging beka.

5. Ujaring panitisastra, Awewarah asung Menurut buku Panitisastra, sebenarnya sudah ada peringatan. Di zaman
peling, Ing jaman keneng musibat, Wong ambeg yang penuh kebatilan ini, orang yang baik tidak terpakai. Demikian itu
jatmika kontit, Mengkono yen niteni, Pedah apa apabila dapat menilai. Maka apapula gunanya mendengar berita tidak
amituhu, Pawarta lolawara, Mundhuk benar. Kalau dirasakan hanya akan menyakitkan hati saja. Untuk ki
angreranta ati, Angurbaya angiket cariteng Pujangga lebih baik membuat kisah-kisah lama
kuna.

6. Keni kinarta darsana, Panglimbang ala lan Kisah-kisah ini dapat dipakai sebagai contoh yang baik serta yang
becik, Sayekti akeh kewala, Lelakon kang dadi buruk. Memang banyak kejadian-kejadian yang pantas menjadi
tamsil, Masalahing ngaurip, Wahaninira teladan, tentang kehidupan, dengan demikian akan dijumpai intinya.
tinemu, Temahan anarima, Mupus pepesthening Kemudian lebih baikmenerima keadaan, memang demikian takdir
takdir. Puluh-Puluh anglakoni kaelokan hidup ini dalam masa yang penuh keajaiban.

7. Amenangi jaman edan, Ewuh aya ing Zaman yang dilalui itu memang zaman gila, untuk menentukan sikap
pambudi, Milu edan nora tahan, Yen tan milu repot sekali. Akan ikut gila (menggila) seringkali hati tak tega. Namun
anglakoni, Boya kaduman melik, Kaliren apabila tidak mengikuti tidak akan mendapatkan hasil akhirnya
wekasanipun, Ndilalah karsa Allah, Begja- kelaparan. Namun sudah menjadi kehendak Tuhan. Bagaimanapun
begjane kang lali, Luwih begja kang eling juga sebahagia bahagia yang lupa diri masih bahagia yang senantiasa
lawan waspada. ingat serta waspada.

8. Semono iku bebasan, Padu-padune kepengin, Itu hanya perumpamaan saja sebenarnya ada masa keinginan juga.
Enggih mekoten man Doblang, Bener ingkang Bukan demikian? Memang benar yang mengatakan tetapi di dalam hati
angarani, Nanging sajroning batin, Sejatine repot. Ki Pujangga sudah tua, mau apa lagi. Lebih baik menyendiri
nyamut-nyamut, Wis tuwa arep apa, Muhung agar mendapat ampunan dari Tuhan.
mahas ing asepi, Supayantuk pangaksamaning
Hyang Suksma.

9. Beda lan kang wus santosa, Kinarilah ing Lain dengan yang sudah kuat atau berkuasa. Mendapat rakhmat Tuhan,
Hyang Widhi, Satiba malanganeya, Tan susah Bagaimanapun juga keadaannya tidak repot dalam mencari nafkah,
ngupaya kasil, Saking mangunah prapti, Tidak perlu bersusah payah, Tuhan memberikan pertolongan lewat
Pangeran paring pitulung, Marga samaning sesama mahluk berupa apapun juga, Walaupun demikian masih juga
titah, Rupa sabarang pakolih, Parandene berikhtiar.
maksih taberi ikhtiyar.

10. Sakadare linakonan, Mung tumindak mara Segalanya dijalankan. Dengan cara membuat senang pihak atasan.
ati, Angger tan dadi prakara, Karana riwayat Pokoknya jangan sampai menimbulkan persoalan. Dalam riwayat lama
muni, Ikhtiyar iku yekti, Pamilihing reh rahayu, dikatakan bahwa ikhtiar itu harus dengan memakai cara yang baik,
Sinambi budidaya, Kanthi awas lawan eling, sambil berusaha tetap waras dan waspada. Cita-citanya hanyalah agar
Kanti kaesthi antuka parmaning Suksma. supaya mendapat rahmad Tuhan.

11. Ya Allah ya Rasulullah, Kang sipat murah Oh Tuhan yang bersifat Maha Murah dan Maha Asih, semoga Tuhan
lan asih, Mugi-mugi aparinga, Pitulung memberikan pertolongan kepada badan kami (ki Pujangga) yang
ingkang martani, Ing alam awal akhir, berguna dialam sekarang dan akherat nanti selama hidup kami.
Dumununging gesang ulun, Mangkya sampun Sekarang kami (ki Pujangga) telah merasa tua bagimanakah nasib kami
awredha, Ing wekasan kadi pundi, Mula mugi selanjutnya terserah ditangan Tuhan (mudah-mudahan Tuhan mau
wontena pitulung Tuwan. menolong kami)

12. Sageda sabar santosa, Mati sajroning Semoga kami dapat sabar dan sentosa, seolah-olah dapat mati didalam
ngaurip, Kalis ing reh aruraha, Murka angkara hidup ini (artinya tidak dihanyutkan oleh nafsu-nafsu serakah). Lepas
sumingkir, Tarlen meleng malat sih, dari kerepotan dan jauhkanlah dari angakara murka. Biarkanlah kami
Sanityaseng tyas mematuh, Badharing hanya memohon kepada-Mu, agar mendapatkan ampunan sekedarnya.
sapudhendha, Antuk mayar sawetawis, Borong Kemudian kami serahkan jiwa dan raga dan kami ke tangan-Mu ya
angga sawarga mesimartaya Tuhan yang di Sorga.

(Any, 79-82:1980)

Jurnal Heritage Volume 1 Nomor 2. Januari 2012 Program Studi Ilmu Komunikasi UYP
14
Peristiwa Kala Tida diliat dari pandangan pujangga. Jadi subjek (sebagai pencerita menurut
Sara Mills) yang menceritakan dan menggambarkan kondisi/ zaman Kala Tida disini adalah
R.Ng.Ronggowarsito. Ini dapat dilihat pada pernyataan-pernytaannya dalam syair Kala Tida
seperti pada paragraph ke tiga, delapan dan sebelas.
Paragraf ke tiga “Katetangi tangisira, siro sang paramengkawi, Kawileting tyas
duhkita” (Dikala itulah sang Pujangga menangis, Bersedih hati sebab mendapat aib).
Paragraf ke delapan “Wis tuwa arep apa, Muhung mahas ing asepi, Supayantuk
pangaksamaning Hyang Suksma” (Ki Pujangga sudah tua, mau apa lagi. Lebih baik
menyendiri agar mendapat ampunan dari Tuhan).
Ke sebelas “Ya Allah ya Rasulullah, Kang sipat murah lan asih, Mugi-mugi paringa,
Pitulung ingkang martani, Ing alam awal akhir, Dumununging gesang ulun, Mangkya
sampun awredha, Ing wekasan kadi pundi, Mula mugi wontena pitulung Tuwan”. (Oh Tuhan
yang bersifat Maha Murah dan Maha Asih, semoga Tuhan memberikan pertolongan kepada
badan kami (ki Pujangga) yang berguna dialam sekarang dan akherat nanti selama hidup
kami. Sekarang kami (ki Pujangga) telah merasa tua bagimanakah nasib kami selanjutnya
terserah ditangan Tuhan (mudah-mudahan Tuhan mau menolong kami.).
Dengan beberapa pernyataan-pernyataan syair serat Kala Tida yang melibatkan serta
menyatakan keberadaan subjek pencerita, jelas bahwa yang terdapat didalamnya merupakan
pandangan, pengalaman dan pengetahuan yang dilihat dalam kacamata Pujangga
R.Ng.Ronggowarsito. Jika dimasukkan dalam struktur kata penegasan yang merujuk pada
subjek pencerita pandangan Sara Mills adalah pada kata “tangisira” paragraph ke tiga,
karena kata “ira” yang bisa diartikan “aku” menjadikan ungkapan diri penulis.
Objek komunikasi politik yang diceritakan disini diletakkan pada tiga objek, yang
pertama adalah penceritaan pada objek Kala Tida/ kondisi yang terjadi pada waktu itu atau
bisa disebut jamannya. Kedua adalah penceritaan objek raja dan para pembantunya
(komponen pembantu raja). Ketiga adalah Pujangga, yang notabene sebagai subjek/ pencerita

Jurnal Heritage Volume 1 Nomor 2. Januari 2012 Program Studi Ilmu Komunikasi UYP
15
Memang secara harfiah dalam penelitian ini keterangan waktu dimasukkan sebagai
objek kajian, karena terdapat garis tegas diantaranya. Hal ini disebabkan subjek memang
menekankan dan membuat waktu sebagai bahan pembanding pada beberapa peristiwa yang
seolah-olah mempunyai wujud dan sifat. Oleh karenanya peneliti menjadikannya keterangan
waktu sebagai objek kajian komunikasi politik serat Kala Tida.

4.2. Komunikasi Politik: Objek Kala Tida


Arti dari Kala Tida adalah zaman yang penuh keragu-raguan dan ketidak tentuan.
Dari judulnya, subjek (R.Ng.Ronggowarsito) telah mengkomunikasikan suatu gambaran
tentang waktu/ kondisi yang mengarah pada ketidak stabilan suatu tatanan kenegaraan dan
masyarakat. Dalam bahasa Jawa Kuno kata “Tida”/ “keragu-raguan/ ketidak tentuan”
merupakan bentuk penggambaran ketidak stabilan kondisi. Upaya subjek untuk memberi
judul Kala Tida merupakan bentuk generalisasi dari apa yang dikandung dalam keseluruhan
isi syair.
Pada judul ini pembaca diberi ruang imajinasi dari arti kata keragu-raguan/ tidak
menentu bisa merujuk pada upaya penyelesaian masalah kenegaraan yang tidak tegas,
gamang, abu-abu atau malah membingungkan. Dimana subjek memposisikan pembaca pada
kebenaran subjek untuk menilai bahwa objek yang akan disampaikan adalah sebuah kondisi/
keadaan yang tidak ideal. Judul Kala Tida memiliki potensi menarik pembaca untuk lebih
mendalami isi kandungan syair. Mengingat posisi penulis yang notabene adalah pujangga
kerajaan, menulis pesan kritiknya untuk kerajaan. Yang pesan syairnya dinikmati oleh
berbagai lapisan (massa).
Pada bagian awal paragraph kritik sudah mulai terasa. Sperti pada paragraph pertama
subjek menggambarkan suatu kondisi tata Negara yang tidak stabil dan cenderung merosot
karena dampak dari Kala Tida (jaman keragu-raguan), yang disebabkan ditinggalkannya
aturan/ petuah lama. Pada paragraph pertama ini jelas subjek menunjuk pada tatanan negara:
“Mangkya darajating praja. Kawuryan wus sunyaturi, Rurah pangrehing ukara. Karana
tanpa palupi, Atilar silastuti”( Pada waktu ki Pujangga menulis karyanya tersebut keadaan
negara telah nampak merosot (kosong). Situasinya telah hancur, Sebab tidak ada yang dapat
diikuti lagi, Banyak yang meninggalkan sopan santun)
Penekanan pada objek penceritaan Kala Tida, objek komunikasi politik digambarkan
hampir pada seluruh paragraph atau paragraph yang berkitan yaitu, paragraph satu samapai
paragraph sepuluh. Kala Tida merupakan objek yang digambarkan sebagai tumpuan

Jurnal Heritage Volume 1 Nomor 2. Januari 2012 Program Studi Ilmu Komunikasi UYP
16
kelsalahan-kesalahan pada semua pristiwa kerepotan dan rusaknya situasi tata negara yang
terjadi.
Hal itu dapat dilihat pada paragraph pertama “Sujono sarjono kelu kalulun kala tida”
(Orang cerdik cendekiawan terbawa arus kalatida). Kerepotan negara meski pemimpin dan
pamongnya baik yang terjadi dikarenakan sudah jamannya, seperti yang tertuang pada
paragraph ke dua “Ratune ratu utama, patihe patih linuwih, pra nayaka tyas raharja,
panekare becik-becik, paranedene tan dadi paliyasing Kala Bendu”. (Sebenarnya rajanya
termasuk raja yang baik, patihnya juga cerdik, semua anak buah hatinya baik,pmuka-pemuka
masyarakat baik,namun segalanya itu tidak menciptakan kebaikan.Oleh karena daya jaman
Kala Bendu. Yang paling menonjol adalah pada paragraph yang ketujuh. “Amenangi jaman
edan. Ewuh aya ing pambudi. Milu edan nora tahan yen tan milu anglakoni boya kaduman
melik kaliren wekasanipun” (Zaman yang dilalui itu memang zaman gila, untuk menentukan
sikap repot sekali. Akan ikut gila (menggila) seringkali hati tak tega. Namun apabila tidak
mengikuti tidak akan mendapatkan hasil akhirnya kelaparan)
Disini subjek menggambarkan Kala Tida merupakan situasi yang luar biasa, dimana
orang cerdik cedekiawan saja bisa hanyut terbawa arus Kala Tida, bukan hanya itu, raja yang
baik, patih yang baik dan para pembantu raja yang baik, dapat masuk dalam arus Kala Tida.
Kala Tida digambarkan sebagai ruang yang multi fungsi, disipliner, dan multi level serta
menjadi tumpuan kahidupan. Ini mengakibatkan jika orang tidak mengikuti arus Kala Tida
maka tidak akan mendapatkan apapun didunia ini dan hanya akan mendapatkan kelaparan/
kesusahan. Jadi subjek disini menggambarkan Kala Tida merupakan kenikmatan dunia dan
yang wajib diikuti kalau tidak mau hidup sengsara.
Penekanan subjek pada objek Kala Tida, memiliki kesan menguntungkan posisi raja
dan para abdinya. Karena segala kerusakan kerajaan dan tatanan masyarakat yang
digambarkan oleh subjek memang sudah jamannya, atau ememang sudah diatur oleh yang
maha kuasa. Jadi bagi yang merasakan kecil hati atau merasa disakiti oleh kebijakan
pemerintahan pada waktu itu harap dimaklumi karena memang jamannya demikian adanya.
Atau kalau maumenyalahkan, silahkan menyalahkan jamannya, atau karena sudah kehendak
jaman dari yang maha kuasa/ Tuhan. Disini jelas bahwa Kala Tida memang dijadikan
“kambing hitam” pada segala keputusan dan kebijakan negara yang sifatnya kurang baik
dalam anggapan masyarakat.
Selain sebagai “bamper” Kala Tida juga digambarkan sebagai bukti berlakunya
ramalan dari buku Panitisastra (ahli sastra), yang dikarenakan akibat dari tidak berlakunya
kembali aturan/ petuah-petuah lama, dimana orang-orang yang baik/ berbudi tidak dipakai.

Jurnal Heritage Volume 1 Nomor 2. Januari 2012 Program Studi Ilmu Komunikasi UYP
17
“Ujaring panitisastra, Awewarah asung peling, Ing jaman keneng musibat, Wong ambeg
jatmika kontit, Mengkono yen niteni” (Menurut buku Panitisastra, sebenarnya sudah ada
peringatan. Di zaman yang penuh kebatilan ini, orang yang baik tidak terpakai ).
Disini subjek mengajak pembaca untuk menaruh simpati pada kondsisi zaman itu
(Kala Tida). Dimana kerusakan jaman bukan dikarenakan pada raja dan para pembantunya
naumun pada suatu kondisi yang mengabaikan tatanan lama, yang mengakibatkan perbedaan
pandangan pada para abdi kerajaan, akirnya terjadi kekacauan seperti yang digambarkan oleh
subjek. Juga karena sudah kehendak Tuhan.

4.3. Penggambaran Komunikasi


Politik: Raja, Abdi Kerajaan
dan Pujangga

Terdapat beberapa paragraph yang menggambarkan tentang raja, kondisi


pemerintahan, abdi kerajaan (termasuk pujangga) yang merupakan objek dalam serat Kala
Tida. Subjek dalam menggambarkan objek raja hanya sekali saja, yaitu pada paragraph ke
dua “Ratune ratu utama” (Sebenarnya rajanya termasuk raja yang baik). Penggambaran
objek raja disini menunjukkan bahwa subjek menggambarkan raja yang baik, namun dalam
rangkaian kalimat-kalimat selanjutnya adalah mengarah pada ketidak mampuan raja
mengetahui cara kerja bawahannya, meski tidak ada teks yang menegaskan tentang ketidak
mampuan raja.
Merosotnya keadaan negara dan ketidak mampuan raja ditutupi oleh penggambaran
sikap para abdi kerajaan yang digambarkan berperilaku “asal babak senang”, ramalan pada
buku Panitisastra dan karena sudah jamannya. Prilaku “asal bapak senang” oleh abdi kerajaan
seperti yang terdapat pada paragraph ke sepuluh “Sakadare linakonan, Mung tumindak mara
ati, Angger tan dadi prakara”. (Segalanya dijalankan. Dengan cara membuat senang pihak
atasan. Pokoknya jangan sampai menimbulkan persoalan). Disini jelas bahwa subjek dalam
menggambarkan raja dalam kondisi Kala Tida masih ditempatkan pada posisi yang baik.
Sedangkan keburukan dan berbagai kesalahan yang menyebabkan Kala Tida merupakan
perbuatan bawahan raja yang membuat sedemikian rupa supaya rajanya senang.
Pada level ini jelas, bahwa subjek mengajak pembaca untuk memberi pandangan
kurang baik pada abdi kerajaan. Namun disini terjadi penyeimbanggan penggambaran abdi
kerajaan yang dilakukan oleh subjek. Misalnya adalah pada paragraph kedua “Patihe patih
linuwih, Pra nayaka tyas raharja, Panekare becik-becik”(Patihnya juga cerdik, Semua anak
buah hatinya baik, Pemuka-pemuka masyarakat juga bagus). Dengan penggambaran

Jurnal Heritage Volume 1 Nomor 2. Januari 2012 Program Studi Ilmu Komunikasi UYP
18
selanjutnya adalah “Beda-beda ardaning wong saknegara” (Sebab kemauan orang
berlainan). Nampak yang mengakibatkan kesalahan adalah kemauan orang yang berlainan/
berbeda-beda. Pada posisi ini sebenarnya terjadi pengaburan objek dimana terjadi banyak
abdi kerajaan yang melakukan tindakan “asal bapak senang” namun tidak semuanya.
Klimaks rusaknya moral abdi kerajaan digambarkan oleh subjek pada paragraph ke
empat yang menggambarkan tentang kebijakan/ putusan pemerintah “Dasar karoban
pawarta, Bebaratun ujar lamis, Pinudya dadya pangarsa“. (Persoalannya berpangkal karena
ada berita palsu. Dikabarkan akan menjadi pejabat yang lebih tinggi (Bupati) ternyata tidak).
Ini merupakan ungkapan kejengkelan subjek/ pujangga karena menjadi korban dari keputusan
kerajaan yang dianggap merugikan dirinya.
Dari beberapa paragraph yang digambarkan oleh subjek diatas, abdi kerajaan
merupakan bagian objek yang digambarkan tidak baik. Rusaknya moral abdi kerajaan lebih
mendominasi dari pada penggambaran yang memberikan penyeimbang dari rusaknya moral
abdi kerajaan. Sedangkan pada posisi raja masih digambarkan dengan baik meski terjadi
banyak kerusakan yang terjadi dalam kepemimpinannya.
Pada tahap ini subjek mengajak pembaca untuk bersimpati pada objek Pujangga,
karena merupakan bagian dari objek yang terkena dampak Kala Tida. Dapat dilihat pada
paragraph yang ke tiga “Katetangi tangisira. Sira sang paramengkawi, Kawileting tyas
duhkita, Katamen ing ren wirangi, Dening upaya sandi, Sumaruna angrawung, Mangimur
manuhara, Met pamrih melik pakolih, Temah suka ing karsa tanpa wiwek”. (Dikala itulah
sang Pujangga menangis, Bersedih hati sebab mendapat aib, Karena tadinya muncul suatu
harapan yang menghibur hati, dengan pamrih mendapatkan sesuatu, sehingga hilanglah
kegembiraan karena kurang waspada).
Penggambaran subjek terhadapt sosok objek pujangga terlihat sangat bertolak
belakang dengan penggambaran objek yang lain. Dalam hal ini perlu dipahami seperti yang
telah saya jelaskan sebelumnya bahwa subjek merupakan objek Pujangga sendiri. Jadi objek
pujangga dimenceritakan sebagai korban dari Kala Tida, ini dapat dilihat pada paragraph
ketiga dan ke empat. Disitu diceritakan bahwa pujangga bersedih, kecewa dan malu yang
disebabkan oleh berita bohong tentang kenaikan pangkatnya kejenjang yang lebih tinggi
ternyata tidak terjadi.
Posisi pujangga ditegaskan lagi pada paragraph kelima, dimana subjek mengutip dari
Panitisastra tentang tidak berlakunya orang-orang baik. Jadi secara tidak langsung pujangga
disini digambarkan dan memposisikan dirinya merupakan bagian dari orang-orang yang baik.

Jurnal Heritage Volume 1 Nomor 2. Januari 2012 Program Studi Ilmu Komunikasi UYP
19
4.4. Penampilan Posisi Pembaca
dalam Serat Kalatidha

Serat Kala Tida memiliki sekmentasi pembaca yang luas serta melintasi tingkatan
pranata sosial, mengingat jenis tembang dan penggunaan bahasa yang mudah diserap oleh
masyarakat dibanding dengan penggunaan bahasa-bahasa pada tembang yang lain. Faktor
inilah yang menjadi pemicu, hingga isi, penggalan dan kandungan Serat Kala Tida dapat
populer hingga sekarang sampai manca negara.
Dalam Serat Kala Tida subjek mengajak pembaca untuk merasakan, mengamati dan
mempersepsikan kelompok-kelompok dalam elemen kerajaan. Seperti bagaimana raja, abdi
kerajaan ditampilkan dengan citra kurang baik yang menyebabkan kekacauan pada kebijakan
kerajaan.
Dalam penggambaran isi serat Kala Tida subjek menempatkan posisi pembaca pada
apa yang dialami oleh Pujangga. Digambarkan disini pujangga merupakan bagian dari korban
rusaknya tatanan kerajaan. Hingga digambarkan pada paragraph kedua ,keempat, sebelas dan
dua belas, bahwa pujangga digambarkan dengan dirundung permasalahan berat karena
melihat Kala Tida (zaman keragu-raguan). Pada paragraph ini pujangga menangis, kecewa
dan putus asa. Keputus asaan dapat dilihat pada paragraph ke sebelas dan dua belas, dimana
Pujangga menyandarkan permasalahan yang terjadi pada yang maha kuasa (Tuhan). Pada
posisi ini jelas bahwa subjek memposisikan pembaca pada keadaan yang dialami oleh
Pujangga.
Dari penggambaran subjek, pembaca jelas mengidentifikasikan dirinya pada
kelompok yang berada dibelakang Peujangga. Jadi munculah rasa iba dan simpati dari
pembaca pada Pujangga dan bertolak belakang pada kerajaan.

5. Hasil Penelitian.
Pertama komunikasi politik dalam serat Kala Tida merupakan kritik terhadap sikap
kebijakan kerajaan atas rusaknya prilaku abdi kerajaan yang menyebabkan rusaknya tatanan
negara. Kedua adalah kritik kepada raja atas tidak diangkatnya dirinya sesuai dengan aturan
yang berlaku. Ketiga adalah penunjukan sikap keputus asaan diri Pujangga Ronggowarsito
atas pengabdiannya pada kerajaan.
Dari pesan komunikasi politik serat Kala Tida, dapat ditarik kesimpulan bawa subjek
dalam hal ini adalah Pujangga memberikan gambaran yang dominan pada rusaknya tatanan
negara dikarenakan oleh objek Kala Tida, Raja dan abdi kerajaan. Dari ketiga objek, Kala

Jurnal Heritage Volume 1 Nomor 2. Januari 2012 Program Studi Ilmu Komunikasi UYP
20
Tida merupakan objek dominan yang menjadi tumpuan segala kerusakan tatanan negara.
Sedangkan yang kedua adalah pada abdi kerajaan, disini abdi kerajaan digambarkan sebagai
penyebab rusaknya tatanan karena sudah tidak lagi mengindahkan aturan-aturan lama.
Penggambaran sosok pribadi raja menempati posisi yang terakhir, artinya
penggambaran citra paling sedikit ditampilkan. Dalam menggambarkan citra raja, Pujangga
menggambarkan dengan kalimat “Ratune Ratu Utama” yang berarti rajanya raja yang baik.
Ini menunjukkan penggambaran yang baik pada sosok pribadi raja. Penggambaran raja yang
bertolak belakang dari teks yang menyatakan “rajanya raja yang baik” dengan keseluruhan isi
yang banyak mengungkapkan ketidak puasan disini menunjukkan bagaimana seorang
pujangga kerajaan masih menghormati rajanya meski kurang berkenan dalam diri pujangga.
Komunikasi politik yang tidak harmonis sangat nampak pada serat Kala Tida, ini
menunjukkan bahwa serat Kala Tida ditulis karena hubungan kurang baik antara Pujangga
Ronggowarsito dengan kerajaan termasuk disini adalah rajanya yang notabene dipimpin oleh
pemerintahan Pakubuwono VIII.
Daftar Pustaka

Any, Andjar. 1980. Raden Ngabehi Ronggowarsito Apa yang terjadi?. Aneka Ilmu.Semarang

Effendy, Onong Uchjana.2002. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Rosda.Bandung


Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media. Rosda. Bandung

Eriyanto. 2001. Analisis Wacana. Pengantar Analisis Teks Media. LkiS. Yogyakarta
Rahmad, Jalaludin. 2003. Psikologi Komunikasi. Rosda. Bandung

Nimmo, Dan. 2000. Komunikasi Politik. Rosda Bandung

www.wikipedia.com

Jurnal Heritage Volume 1 Nomor 2. Januari 2012 Program Studi Ilmu Komunikasi UYP
21

You might also like