You are on page 1of 6

TEORI RECEPTIE DALAM PERKEMBANGAN HUKUM DI INDONESIA

Materi ini bisa dikatakan sebagai rangkuman tentang kedudukan hukum Islam dalam tata hukum
di Indonesia. Teori ini merupakan kesimpulan bagaimana penerapan hukum Islam di Indonesia selama ini
sejak sebelum kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan. Teori ini tidak hanya sekedar teori ilmiah yang
dilakukann secara objektif tapi ternyata teori-teori tersebut juga ada muatan politik. Jadi ada rekayasa
ilmiah juga sengaja yang dibuat untuk kepentingan-kepentingan politik tertentu khususnya nanti yang
dilakukan oleh Belanda.

Teori pertama yang digagas oleh Prof. Mr. Lodewijk Willieam Cristian Van de Bergh lahir tahun
1845-1927 yang membuat buku untuk mendukung teori ini, judulnya “De Beginselen Van Het
Mohammedaanshch Recht” isi buku ini, menceritakan hukum islam ialah hukumnya Nabi Muhammad.
Lalu, banyak orang-orang yang mengkritik bahwa hukum Islam itu bukanlah hukum Nabi Muhammad,
melainkan hukum yang di buat oleh Allah SWT dan disampaikan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW.
Maka banyak yang tidak setuju dengan statement bahwa ini bukan hukum Muhammad, melainkan hukum
Allah. Hal demikian dikarenakan, orang-orang barat itu tidak menerima konsep Tuhan itu, makanya di
sebut hukum Muhammad.

Teori yang dimunculkan oleh Van de Bergh ini, menurutnya bagi seorang penganut Islam,
berlaku penuh hukum Islam untuk dirinya. Sebab mereka telah memeluk agamanya meskipun dalam
pelaksanaannya terdapat penyimpangan-penyimpangan. Teori ilmiah yang sangat objektif yang
disampaikan oleh Van de Bergh. Ia melihat fakta di lapangan bahwa memang ternyata, masyarakat
Indonesia sejak VOC datang, maupun sebelum datang ke Nusantara ternyata Islam itu sudah menjadi
aturan dan hukum yang berlaku di tengah-tengah masyarakat,

Seperti Living Law hidup di masyarakat itu adalah hukum Islam, khususnya bagi orang-orang
penganut agama Islam. Meskipun menurut Van de bergh dalam penerapannya terdapat beberapa-beberpa
penyimpangan. Maksudnya, hukum Islam yang berlaku itu tidak persis sama yang diterapkan nabi
Muhammad beserta sahabat.

Penyimpangan ini terjadi karena adanya dialog dengan adat istiadat masnyarakat sekitar. Tapi
sumber intinya tetap hukum Islam. Contoh dari penyimpangan tersebut ialah pada persoalan hukum
keluarga dan hukum pidana tidak sama persis dengan hukum Islam, ada sedikit penambahan dan
pengurangan atau kreasi dari masyarakat pada saat itu dalam memahami ajaran Islam. Hal menarik pada
masa kerajaan Islam di Nusantara ialah pada penerapan hukum pidananya. Yang kita ketahui hukuman
bagi seorang pencuri ialah potong tangan, namun ternyata dalam praktiknya bukan potong tangan
melainkan potong kaki. kalau dalam Islam apabila mencuri hukumannya adalah potong tangan, bila
mengulangi lagi potong kaki bila mengulangi lagi potong tangan sebelahnya dan sterusnya. Hal ini tidak
dilakukan demikian di kerajaan Islam di Nusantra.

Bahkan hukuman bagi seorang pezina dan pemerkosa yang harusnya hukuman yang lain malah
dipotong bibir nya atau kemaluannya. Hal ini berlaku pada masa kerajaan Islam pada saat itu jadi hal ini
keluar dari konsep hukum Pidana Islam itu sendiri. Dan hal ini dilakukan di Kerajaan Islam di Nusantara.
Inilah yang dimaksd oleh Van de Bergh tentang penyimpangan-penyimpangan penerapan hukum Islam
tapi, secara umum hukum yang berlaku adalah hukum Islam. Dan hal ini telah diakui oleh Wiliam van de
Bergh.
Cristian William Van De Berg adalah tokoh dari VOC yang di utus merupakan seorang
akademisi untuk mempelajari hukum yang berlaku di nusantara. Teori ini berangkat dari fakta bahwa
sebelum colonial Belanda datang ke Nusantra untuk misi berdagang pada saat itu, Kerajaan-kerajaaan
Islam telah berdiri dan masyarakat telah memberlakukan hukum islam dalam kehidupan sehari-hari. Hal
inilah yang merupakan fakta dan diangkatnya sebagai teorinya. Van de Bergh berusaha untuk objektif
selain memang tujuannya ialah untuk kepentingan VOC karena mereka baru datang ke Nusantara, mau
tidak mau menerima kehadiran VOC. Mereka ingin menjajah dan mengambil hasil empah-rempah
pribumi, tapi bagaimana caranya agar bisa di terima di masyarakat pribumi. Sehingga mereka berusaha
untuk menerima kebiasaan masyarakat pada saat itu.

Maka atas teori ini, Van de Bergh mengatakan “hukum yang diterapkan di nusantara pada saat itu
adalah hukum Islam bagi orang Islam, kita harus menuruti itu, kita akui, dan jangan mengganggu atau di
ubah, kalau di ubah nanti akan terjadi perlawanan yang sangat luar biasa khususnya oleh orang Islam
karena pada saat itu Islam sangat mendominasi di nusantara”.

Berpegang pada teori tersebut, Van de Berg Mengatakan Pengadilan Agama itu seharusya sudah
ada dan berwenang dalam urusan-urusan yang berhubungan dengan hukum perkawinan, hukum
kewarisan Islam. Ia melihat di beberapa wilayah itu ada semacam Pengadilan Agama meskipun namanya
bukan PA. Ada Mahkamah Syar’iyah letaknya di Aceh, lalu ada Kerapatan Qadi di wilayah Banjar Kalsel,
dll. Dengan berdirinya peradilan sederhana ini, menurutnya harus ada Pengadilan Agama yang berlaku di
beberapa tempat atau di seluruh tempat di nusantara karena umat Islam itu masyarakatnya sangat kuat,
dan sangat teguh saat menjalankan hukum Islam khusunya dalam persolaan perkawinan dan kewarisan.
Oleh karenanya untuk mengambil hati masyarakat Nusantara khususnya umat Islam. Di berikan fasilitas
atau wadah untuk PA ini, sebagai institusi yang menegakkan syariat Islam.

Teori yang dikemukakan Van de Bergh ini memiliki pengaruh yang sangat besar dalam
penerapan hukum Islam di Nusantara jadi, umat Islam sangat di untungkan dengan teori Van De Bergh ini.
Apa saja yang di untungkan dengan teori Van de Bergh ini? Pada saat itu, di zaman Penjajahan Belanda
banyak di jumpai instruksi-intruksi gubernur jenderal yang ditujukan kepada para Bupati Agar memberi
kesempatan kepada para ulama menyelesaikan pekara perdata di kalangan penduduk menurut ajaran
Islam. Bisa kita simpulkan Islam sangat berjaya dan penerapan hukum, Islam bisa bebas dilaksanakan
oleh masyarakat islam pada saat itu. Ini lah penjelasan mengenai teori Receptie In complexiu, teori yang
berlaku pada masa pemerintahan Belanda, hal ini juga diakui bahwa hukum Islam dapat diterapkan dan
diberlakukan untuk masyarakat muslim.

Teori Recepti

Teori ini di kemukakan oleh Cristian Snouck Hurgronje (1857-1936) diantara tokoh-tokoh
Belanda yang paling terkenal adalah Snouck Hurgronje dan tetori ini sudah sangat popular bagi kita
yang sudah mengkaji hukum Islam.

lalu apa itu teori Recepti?? menurut teori ini hukum yang berlaku bagi umat Islam adalah hukum
masing-masing adat. Hukum Islam dapat berlaku apabila telah diresepsi (diterima) oleh hukum adat. Jadi
menurut teori Recepti ini, bahwa sebenarnya hukum adat yang ada di masyarkat itu hukum Islam yang
mengikuti. Maksudnya hukum Islam itu di terima di hukum adat bukan hukum adat yang diterima oleh
hukum islam. Teori ini merupakan kebalikan dari teori Receptie in complexiu.
apa tujuan dari hadirnya teori ini,?? tujuannya ialah berupaya untuk mengeliminasi
perkembangan legislasi hukum islam di Indonesia yang tanpa disadari ternyata semakin mengokohkan
eksistensi Belanda itu sendiri. jadi, teori ini di buat semacam rekayasa ilmiah untuk menggiring opini
masyarakat pada saat itu agar mulai mengakui hukum adat bukan hukum Islamnya. Hal ini merupakan
siasat semacam taktik politik yang dibuat oleh Belanda dengan dengan mengirim Snouck Hurgronje
untuk mengobservasi, mengamati perilaku umat Islam di Nusantara pada saat itu. lalu dibuatnya rekayasa
ilmiah bahwa “teori yang dulu itu salah fakta yang benar adalah teori Recepti ini”. Yaitu, yang berlaku di
nusantara bagi masyarakat islam itu bukan hukum Islam tetapi sejatinya adalah hukum adat.

Perlu kita ketahui dan fahami bahwa teori ini bukanlah teori ilmiah sebenarnya, teori ini di susun
untuk kepentingan politik Belanda. Berpegang pada teori ini, Belanda membuat Staatsblad tahun 1937 No.
116 yang berisi pencabutan wewenang PA untuk menangani masalah waris dan yang lainnya. Perkara-
perkara ini kemudian di limpahkan wewenangnya ke Landraad (Pengadilan negeri). Inilah tujan Belanda,
jadi mereka sengaja mulai membatasi pemberlakuan hukum Islam yang ada di Indonesia dengan cara
membuat teori recepti. Teori yang dimana mengatakan hukum yang berlaku dimasyarakat muslim itu ada
di hukum adat. Inilah yang digagas oleh pihak Belanda. Kalau hukum adat, mereka bisa mengalihkan ke
Pengadilan negeri, bukan lagi pengadilan agama yang akan mengurusi persoalan-persoalan waris dan
perkawinan tapi PN yaitu tujuan mereka untuk membatasi penarapan hukum Islam di Indonesia.

Muatan pokok teori recepti ini, Devide et empire yang bertujuan untuk menghambat dan
menghentikan meluasnya hukum Islam dan membentuk konsep hukum tandingan yang mendukung
politik pecah belah pemerintah colonial. Belanda sengaja memecah belah masyarakat agar bisa
menegakkan hukum mereka di Nusantara. Kalau dilihat dari sejarahnya Snouck hurgronje ini sengaja
dikirim ke mekkah untuk mempelajari hukum Islam kemudian ia mengaku sebagai seorang mualaf dan
mengubah namanya menjadi Abdul Ghafar kemudian pergi ke mekkah untuk naik haji tujuannya untuk
mempelajari dan mengetahui apa kegiatan orang-orang islam dalam menunaikan haji. Ternyata ketika ia
menjalankan ibadah haji, efek dari haji itu luar biasa. Disana, ada jaringan ulama yang mengajarkan
berbagai macam keilmuan keislaman tidak hanya dari persoalan-persoalan ibadah dan agama tapi juga
pesan-pesan politik. Hal ini sangat membahayakan bagi Belanda pada saat itu. Karena kaum umat islam
ini punya kekuatan politik yang luar biasa dan mereka biasa menguasai nusantra hal ini membahayakan
dan dianggap mengancam bagi colonial Belanda.

Oleh karenanya ketika umat islam di nusantara ingin menunaikan haji pada saat itu, mereka
dibatasi, tidak boleh banyak yang melaksanakan dan pulang dari haji pun orang Belanda menggelarinya
dengan sebutan Haji. Jadi, gelar haji bagi orang Indonesia itu di buat oleh orang Belada tujuannya untuk
menandai bahwa orang ini sudah pernah ke Mekkah, bagi yang sudah pernah ke Mekkah itu biasanya
akan terpengaruh dengan jaaran-ajaran islam dan ini merupakan sebuah ancaman untuk VOC jadi harus di
identifikasi karena apabila ada perlawanan terhadap belanda orang-orangnya itu tidak jauh dari yang
sudah sepulang dari Haji. Karena mereka memiliki kelimuan, keislaman, yang mumpuni dan ditakutkan
mereka memiliki kekuatan politik untuk menghancurkan Belanda. Jadi, teori ini sengaja di buat
propaganda atau rekayasa Ilmiah untuk menghancurkan atau membatasi pemberlakuan hukum islam di
Nusantara pada saat itu.
Teori Receptie Exit

Teori Receptie Exit berlaku pada masa setelah penjajahan Belanda setelah merdeka. Selama masa
kemerdekaan, dianggap bahwa Teori Receptie itu telah hilang tapi ternyata masih meninggalkan aroma
Receptie di masa setelah Indonesia merdeka. Oleh karenanya prof. Dr. Hazairin 1906-1975
memunculkan namanya Teori Recepti Exit. Jadi, pada tahun 1950, Prof. Hazairin tepatnya di kota
salatiga memunculkan dalam rapat kerja departemen kehakiman tahun 1950 Prof. Hazairin berpendapat
bahwa Hukum Islam di berlakukan kembali di Indonesia menurutnya, teori receptie oleh Snouck
Hurgronje colonial Belanda pada saat itu sudah exit, atau sudah kelaur dan hilang jadi, mau tidak mau
yang diterapkan adalah hukum Islam pada masa kemerdekaan Indoensia.

Tiga hal yang menjadi pegangan teori ini :

1. Teori receptie telah patah, tidak berlaku dan keluar dari Tata Negara Indonesa sejak berlakunya
UUD 1945. Kenapa ada teori yang dimunculkan oleh Hazairin, Teori Receptie Exit, ternyata pada
tahun 1948 muncul UU tahun 19 yang mengatur tentang kekuasaan kehakiman dan ternyata
hanya tiga institusi peradilan yang diakui dalam UU itu. Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha
dan Peradilan Ketentaraan (Militer) sedangkan Peradilan Agama tidak ada. Dengan tidak adanya
kekuasaan Peradilan Agama, menimbulkan kegaduhan umat Islam yang sangat luar biasa.
Kenapa bisa Pengadilan Agama tidak ada atau tidak diakui, Padahal Pengadilan Agama ini
sebagai institusi untuk menegakkan syariat Islam di Indonesia malah sengaja dihilangkan. Oleh
karenanya Prof. hazairin menulis tulisan tentang teori receptie exit. ia telah memunculkan fakta
dan bukti bahwa resepsi ini sudah hilang, sudah tidak ada lagi. Ia melihat pada Undang-undang
No 19 tahun 1948 masih meninggalkan sedikit teori Receptie, mirip seperti teori yang ditawarkan
oleh colonial Belanda pada saat itu berusaha untuk membatasi wewenang Pengadilan Agama
yang dimasukkan ke Pengadilan Negeri dan Pengadilan Umum dan ini terjadi saat kemerdekaan.

Akhirnya beliau munculkan Teori ini, bahwa sejak Indonesia merdeka dan berlaku UU
itu 1945, Teori recptie itu hilang maka hukum yang berlaku di Indonesia khusunya bagi umat
Islam. Tetapi Prof hazairin juga toleransi kepada umat beragama yang lain, Agama Kristen
berlaku Agama Kristen, Budha, dan Hindu juga berlaku sesuai dengan keyakinan yang dianut.
Hal ini ditujukan untuk membela kedudukan hukum Islam di Indoensia

2. Sesuai pasal 29 ayat 1 UUD 1945, Negara RI berkewajiban membentuk hukum Nasional di
Indonesia yang materinya adalah hukum agama. Karena telah dijelaskan setiap manusia memiliki
kebebasan untuk menganut kepercayaan dan keyakinan agamanya maka atas dasar itu, Indonesia
harus menganut hukum2 agama termasuk hukum Islam. Hukum Islam memiliki kontribusi yang
sangat luar biasa sebelum dan setelah kemerdekaan maka mau tidak mau hukum agama itu harus
tetap diberlakukan bagi orang islam hukum Islamlah yang di berlakukan. Maka, harus ada
Pengadilan Agama yang bertujuan untuk menegakkan syariat Islam.
3. Hukum Agama yang masuk dan menjadi hukum nasional tidak hanya hukum Islam tetapi hukum
agama lain untuk memeluk agama selain islam, jadi Prof. Hazairin hanya berusaha untuk toleran
juga tidak hanya ekslusif bagi umat Islam saja.

Akhirnya dengan adanya teori ini, masyarakat muslim juga mulai saar dan bergerak. Lalu UU Tahun
1948 tentang kekuasaan kehakiman tidak berlaku dan tidak diterapkan di Indonesia dan hal ini
nantinya punya pengaruh besar terhadap perkembangan hukum Islam selanjutnya. Akibat dari adanya
teori ini, bisa terlihat dari penerapan UU di Indonesia yang Islami seperti Zakat, wakaf, Infaq, Haji
dll. Ini semua karena adanya teori recepti exit, seandainya apabila teori ini tidak dimunculkan pada
saat itu, dan tidak disampaikan bukti-bukti bahwa hukum Islam itu berlaku di nusantara maka
mungkin Negara kita sudah sangat anti dengan agama khususnya agama islam, dengan adanya teori
ini menyadarkan masyarakat Indonesia bahwa Islam itu eksis dan diterima juga berlaku di Negara
kita. Setelah itu, muncul teori-teori yang lain, yang mendukung teori receptie exit.

Teori Receptie A Contrario

Teori ini disampaikan oleh Sayuti Thalib, Seorang pengajar luar biasa, dari Universitas Indonesia,
dikembangkan oleh beliau. Karya beliau dalam tulisan yang berjudul Teori Receptie A Contrario
hubungan hukum adat dan hukum Islam, jadi teori ini mendukung Teori Recepti Exit, yang ditawarkan
Hazairin. Teori ini hadir sebagai respon dari teori receptie yang aromanya muncul lagi di Indonesia yang
juga dinilai sebagai alat rekayasa pemeritah Koloial belanda yang bertujuan untuk menghambat kemajuan
hukum Islam.

Menurut teori ini Negara RI yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945 seharusnya orang-orang
yang beragama Islam harus taat kepada hukum agamanya kemudian hukum adat bisa berlaku jika tidak
bertentangan dengan hukum Islam. Ini merupakan kebalikan dari teori Receptie Snouck Hurgronje, kalau
teori Snouck, Hukum Islam itu berlaku jika diterima oleh hukum adat, namun menurut Sayuti Thalib itu
salah yang benar hukum adat itu bisa diterima selama tidak bertentangan dengan hukum Islam. Jadi yang
berlaku itu adalah hukum Islam bukan hukum adat. hal inilah yang benar sebagai seorang muslim bahwa,
yang kita jalankan ini, adalah hukum Islam. Tapi, kita tidak menolak hukum adat, selama hukum adat itu,
tidak bertentangan dengan syariat Islam. Maka yang terjadi dalam perawinan masyarakat Banjar biasanya
ada mandi pengantin, terus antar jujuran, dan lain sebagainya itu hukum adat tapi bisa diterima dalam
hukum Islam selama tidak bertentangan.

Teori Eksistensi

Teori ini digagas oleh Ichtiyanto, Ia pernah menjabat sebagai peneliti bidang agama pada
BALITNANG Depag RI dan sebagai dosen mata kuliah Hukum Adat pada IAIN Syarif Hidayatullah.
Teori ini dibangun atas 3 Argumen:

1. Hukum Islam merupakan bagian integral dari hukum nasional Indonesia keberadaan, kemandirian,
kekuatan dan wibawanya dikaui oleh hukum nasional dan juga telah diberi status hukum nasional.
Bahan baku dari hukum nasional itu ada 3, hukum adat, hukum Islam, dan hukum Barat.
Hal demikian, telah diakui bersama dan hukum Islam itu tidak bisa disingkirkan tau di jauhkan,
kenapa?? karena hukum Islam adalah bahan bakunya hukum nasional. Keberadaan, kemandirian,
kekuatan dan wibawanya diakui oleh hukum nasioanal. Hal inilah yang di sampaikan oleh Ichtiyanto
dalam teori eksitensinya, mau tidak mau hukum Islam harus diterapkan dan diberlakukan karena itu
adalah harga mati.
2. Norma-norma hukum Islam sebagai penyaring bahan-bahan hukum nasional Indonesia.
hal ini telah terbukti pada beberpa waktu yang lalu HIP (Haluan Ideologi Pancasila) pada
beberapa waktu yang lalu sempata adanya pemberlakuan UU karena ada aroma Komunisme, mereka
berusaha menghilagkan konsep Ketuhanan YME jadi Pancasila itu. kemudian dirujuk lagi menjadi gotong
royong, hal ini jelas komunis sekali tidak memunculkan Ketuhanannya. Contoh selanjutnya Perpres
investasi miras, yang baru terjadi pada tahun 2021 silam, bahwa miras itu bisa di produksi di daerah
tertentu. Tentu hal ini ditolak luar biasa oleh ulama-ualama di Indonesia. Karena tidak sesuai dengan
konsep Ketuhanan Yang Maha Esa yang diamana ajaran agama itu sangat mengahramkan namaya Khamr,
karena akibat buruk apabila telah mengonsusmi kahmar, dan miras masuk kategori khamr. Maksdnya
Islam itu sebagai norma hukum yang berfungsi sebagai penyaring bahan-bahan komplit nasional, UU
yang di sahkan itu tidak boleh bertentangan dnegan syari’at islam. hal ini tidak hanya tentang keyakinan
agama islam saja yang melarang adanya miras, miras setelah dikaji secara ilmiah dapat merusak fungsi
otak dan banyak mengakibatkan kejahatan karena miras. Tentunya ajarana agama manapun akan
melarang yang namanya perbuatan yang berakibat merugikan orang lain.
3. Hukum Islam sebagai bahan utama dan unsur utama hukum nasional.

hal ini sudah sangat jelas bahan baku hukum nasioanl itu ada 3 hukum islam salah satunya. Kemudian
banyak juga UU yang berisi tentang islam, seperti zakat, haji, Infaq, waqaf dll. Contohnya Sebentar
lagi kita akan masuk ke bulan Ramdhan, masuknya bulan Ramadhan ini difasilitasi oleh pemerintah
dengan adanya sidang isbath yang akan menetapkan kapan jatuhnya awal ramadhan juga Awal
Syawal. jadi Indonesia ini sangat Islami menurut ichtiyanto.

Meingislamkan Indonesia itu adalah sesuatu yang sia-sia karna sejatinya Indonesia itu memang
sudah bersyariat sudah bnayak syariat islam yang sudah di akomodir dalam hukum nasional ini
maksud dari penggagas teori tersebut. Jadi jangan sampai para kaula muda dengan mudah termakan
hasutan doktrin-doktrin yang menyebut bahwa hukum Islam di Indoensia ini tidak berlaku, hukum
islam dikucilkan dan sebagainya, karena itu akan menghadirkan cikal bakal teroris2 yang baru. Jadi,
niatnya teroris yang seperti itu sengaja memprovokasi orang2 yang mau belajar islam dengan cara
yang radikal. Dengan kita mempelajarai teori ini Insyaallah akan faham dan mengerti akan
kedudukan islam di hukum nasional.

You might also like