You are on page 1of 13

MANAJEMEN K3 DI PERKEBUNAN & PERTANIAN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


“K3 Bidang Pertanian dan Perkebunan”

Dosen Pengampuh : Bapak Hairil Akbar S.KM.,M.Epid

OLEH :
KELOMPOK 1
1. NASUTION KANDOLI 01901040014
2. NADIVA AZIZAH GULAMA 01901040013
3. REDINA AVRIELIA NAYOAN 01901040017
4. SITTI ARIFQA PAPUTUNGAN 01901040023
5. TRILYA ADATI 01901040026
6. SULASTRI ADAM 01901040032
7. SAFITRI POTABUAGA 01901040020
8. ALDA SIDAMPOY 01901040002
9. AUDITA MOKOAGOW 01901040034

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN DAN TEKNOLOGI
GRAHA MEDIKA KOTAMOBAGU
2021
BAB I
PEMBAHASAN
A. Manajememn K3 di Perkebunan
1. K3 di perkebunan
Pekerja perkebunan merupakan salah satu komponen penting
dalam proses produksi hasil perkebunan, karena merekalah yang
melakukan perawatan sampai pemanenan hasil tanam perkebunan. Dalam
menjallankan pekerjaannya, pekerja sangat mungkin untuk mengalami
kecelakaan kerja yang dapat menyebabkan luka-luka, cacat dan juga
kerugian lainnya. Dengan demikian harus ada perlindungan atas pekerja
atau buruh dalam menjalankan pekerjaannya, tapi kenyataannya ditengah
produksi dan keuntungan perkebunan yang terus meningkat, tidak
sebanding dengan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang
sesuai dengan standar bagi para pekerja oleh perusahaan.
Misalnya pada perkebunan kelapa sawit, penerapan K3 tidak
mudah diterapkan karena tenaga kerja terutama pekerja lapangan memiliki
tingkat pendidikan yang rendah sehingga sulit untuk menerapkan budaya
safety atau keselamatan kerja yang aman. Apalagi pekerja lapangan selalu
berhubungan dengan alat-alat kerja yang tajam seperti parang, cangkul,
dodos dan bahan-bahan kimia baik pestisida serta pupuk.
2. Tahapan penerapan K3 perkebunan
Berikut tahapan yang harus dilakukan untuk membentuk budaya
keselamatan dan kesehatan kerja yang baik dan system keamanan yang
berkelanjutan bagi para pekerja.
a. Safety talk
Sebagian staf perkebunan kelapa sawit telah memiliki pengetahuan
yang cukup sehingga sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap
keselamatan para pekerja harus mampu melakukan sosialisasi tentang
cara aman bekerja. Di saat apel pagi atau muster morning merupakan
saat yang tepat untuk menyelipkan pesan-pesan penting tentang
keselamatan kerja setidaknya sekitar 5-10 menit. Sebagai contoh
seorang asisten menjelaskan pentingnya pemakaian masker untuk tim
penyemprotan, kemudian menjelaskan lagi beberapa cara penggunaan
avron yang benar dan juga penjelasan-penjelasan safety harus
bertahap.
b. Monitoring penggunaan alat-alat keselamatan kerja
Jika proses safety talk telah berjalan dan dipahami oleh para
pekerja maka akan dilanjutkan dengan monitoring penggunaan alat-
alat safety oleh para supervise/mandor lapangan, setiap supervisi harus
mempunyai buku monitoring safety karyawan dimana buku tersebut
mencatumkan nama pekerja dan alat-alat safety, sebagai contoh untuk
pemanen ditulis nama pemanen dan juga alat safety yang digunakan
seperti sarung dodos, helm, sarung tangan, kacamata dan sepatu.
Setiap item yang tertulis akan dicek oleh supervise apakah sudah
dibawa dan sudah digunakan dengan baik dan benar.
c. Sosialisasi dan penerapan MSDS (material safety data sheet)
Sosialisasi MSDS ini sangat penting apalagi dalam penggunaan
bahan-bahan beracun/kimia seperti pestisida dan pupuk. Lembaran
MSDS terdiri dari panduan bahan aktif, bahaya dan gejala, peralatan
perlindungan dan tindakan menghindari kecelakaan dan P3K/first aid.
Cara sosialisasi MSDS ini di lakukan dengan cara melaminating
lembaran MSDS yang akan diberikan kepada staff lapangan dan
supervisi. Untuk tahap awal para asisten lapangan/supervisi untuk
tahap awal para asisten lapangan/supervisi membacakan dan sosialisasi
MSDS saat karyawan akan bekerja. Selanjutnya setelah paham dan
mengerti karyawan secara bergantian menjelaskan kembali MSDS
tersebut setelah sosialisasi sosialisasi dalam beberapa bulan maka akan
dilakukan pertanyaan acak kepada karyawan dan sekaligus
mempraktekan. Contohnya, staff lapangan bertanya, “Jika racun
terkena mata, apa yang harus dilakukan?” jika pekerja paham, maka
mereka akan menjawab secara spontan “Segera dibilas dengan air
bersih yang mengalir selama 15 menit sambil membuka kelopak
mata,” yang setelahnya akan disimulasikan di depan karyawan yang
lain. Pada MSDS telah ada tindakan P3K, jika racun terkena mata,
kulit, terhirup atau tertelan, sehingga tindakan dasar P3K telah
diketahui oleh karyawan.
d. Pembuatan Nearmiss dalam Safety
Kita mengenal piramida safety, jika dalam 10000 kejadian hampir
celaka jika tidak diantisipasi dengan baik dapat menimbulkan 600
kecelakaan kecil dan akan menyebabkan 1 fatality atau kematian.
Tentunya, menghindari adanya korban adalah salah satu upaya dengan
pembuatan sistem nearmiss. Istilah nearmiss hampir sama dengan
hampir celaka, penerapan nearmiss di perkebunan dapat dilakukan
dengan cara pengisian lembar informasi nearmiss sesegera mungkin.
Setiap asisten lapangan diwajibkan membuat format nearmiss
sebanyak 5 sampai 10 dengan solusinya setiap bulan. Dengan
dibuatkannya nearmiss setiap bulan diharapkan hal-hal yang hampir
celaka dapat diantisipasi sebelumnya.
e. Rapat Safety Bulanan
Dalam satu kebun atau estate atau PT dibentuk tim P2K3I yang
terdiri dari pimpinan tinggi kebun, manajer, asisten, dan mandor di
perkebunan yang dibagi menjadi beberapa sesi, yaitu sesi kendaraan,
panen, perawatan dan lingkungan dalam setiap bulan mengadakan
rapat evaluasi tentang pelaksaan safety dan lingkungan serta program
perbaikan yang akan dilakukan.
f. Reward dan Punishment
Jika sosialisasi telah berjalan dengan baik, maka diterapkan sistem
denda sebagai sanksi jika karyawan melanggar prosedur, melakukan
tindakan tidak aman, tidak menggunakan APD, serta tindakan yang
mengancam keselamatan lainnya. Sementara untuk pekerja yang taat
protokol akan diberikan penghargaan.
B. Manajemen K3 di pertanian
1. K3 di pertanian
Dalam perspektif kesehatan dan keselamatan kerja penerapan
teknologi pertanian adalah health risk. Oleh karena itu ketika terjadi
sebuah pemilihan sebuah teknologi, secara implicit akan terjadi perubahan
factor resiko kesehatan. Teknologi mencangkul kini digantikan dengan
traktor, hal ini jelas mengubah factor resiko kesehatan dan keselamatan
kerja yang dihadapi oleh petani.
Penerapan teknologi baru di pertanian memerlukan adaptasi
sekaligus keterampilan. Demikian pula dengan penggunaan pestisida ,
seperti indikasi hama, takaran, teknik penyemprotan, dan lain-lain.
Ironisnya teknologi baru ini memiliki potensi bahaya khususnya pada saat
kritis pencampuran.Akibatnya, korban berjatuhan tanpa intervensi program
pencegahan dampak kesehatan yang seyogianya dilakukan Dinas
Kesehatan tingkat local maupun tingkat pusat.
Sudah dapat diduga bahwa pekerja-pekerja pertanian dan perkebunan
penyakit-penyakit oleh sanitasi buruk adalah hal yang terpenting.Dari itu
kesehatan dan kebersihan lingkungan serta sangatlah perlu.
2. Penyebab kecelakaan kerja
Menurut Mangkunegara (2008) faktor-faktor penyebab terjadinya
kecelakaan kerja, yaitu:
a. Keadaan tempat lingkungan kerja : penyusunan dan penyimpanan
barang-barang yang berbahaya kurang diperhitungkan keamanannya,
ruang kerja yang terlalu padat dab sesak, serta pembuangan kotoran
dan limbah yang tidak pada tempatnya.
b. Pengaturan udara : pergantian udara di ruang kerja yang tidak baik
(ruang kerja yang kotor, berdebu, dan berbau tidak enak, serta suhu
udara yang tidak dikondisikan pengaturannya.
c. Pengaturan penerangan : pengaturan dan penggunaan sumber cahaya
yang tidak tepat, ruang kerja yang kurang cahaya dan juga remang-
remang.
d. Pemakaian peralatan kerja : pengamanan peralatan kerja yang sudah
using dan rusak, penggunaan mesin, alat elektornik tanpa pengamanan
yang baik.
e. Kondisi fisik dan mental pegawai : stamina pegawai yang tidak stabil,
emosi pegawai yang tidak stabil, kepribadian pegawai yang rapuh, cara
berpikir dan kemampuan persepsi yang lemah, motivasi kerja rendah,
sikap pegawai yang ceroboh, kurang cermat, dan kurang pengetahuan
dalam penggunaan fasilitas kerja terutama fasilitas kerja yang
membawa risiko bahaya.
3. Penyakit akibat kerja dibidang pertanian
Petani Indonesia pada umumnya tidak memerlukan transportasi
menuju tempat pekerjaannya, namun bagi petani perkebunan apalagi yang
tinggal diperkotaan yang memerlukan waktu lama menuju tempat kerjanya
maka kualitas dan kapasitas kerjanya akan berkurang. Terlebih lagi bagi
petani yang menggunakan sepeda motor yang harus exposed terhadap
pencemaran udara dan kebisingan jalan raya. Tentu akan menimbulkan
beban yang lebih berat. Mengacu pada teori kesehatan kerja maka resiko
kesehatan petani yang ditemui di tempat kerjanya adalah sebagai berikut :
1. Mikroba
Faktor resiko yang memberikan konstribusi terhadap kejadian
penyakit infeksi, parasit, kecacingan, maupun malaria. Penyakit
kecacingan dan malaria selain merupakan ancaman kesehatan juga
merupakan factor risiko pekerjaan petani karet, perkebunan lada, dan
lain-lain.Berbagai factor risiko yang menyertai leptospirosis, gigitan
serangga, dan binatang berbisa.
2. Faktor lingkungan kerja fisik
Sinar ultraviolet, suhu panas, suhu dingin, cuaca, hujan, angin, dan
lain-lain.
3. Ergonomi
kesesuaian alat dengan kondisi fisik petani seperti cangkul, traktor,
dan alat-alat pertanian lainnya.
4. Bahan kimia
Agrokimia seperti pupuk, herbisida, akarisida, dan pestisida.
5. Faktor biologi
a. Malaria
Petani Indonesia umumnya bekerja di daerah endemic
malaria , habitat utama di persawahan dan perkebunan. Parasit
malaria akan menyerang dan berkembang biak dalam butir darah
merah sehingga seseorang yang terkena malaria akan menderita
demam dan anemia sedang hingga berat. Anemia dan kekurangan
hemoglobin dapat mengganggu kesehatan tubuh serta stamina
petani. Seseorang yang menderita anemia akan memiliki stamina
yang rendah, loyo, cepat lelah, dan tentu saja tidak produktif.
b. Tuberkolosis
Penyakit yang sering diderita oleh angkatan kerja Indonesia
termasuk petani adalah tuberculosis (TBC).Kelompok yang terkena
resiko penyakit TBC adalah golongan ekonomi lemah khususnya
petani dengan kondisi ekonomi lemah tersebut. TBC diperburuk
dengan kondisi perumahan yang buruk, rumah tanpa ventilasi
dengan lantai tanah akan menyebabkan kondisi lembab, pengap,
yang akan memperpanjang masa viabilitas atau daya tahan kuman
TBC dalam lingkungan. Penderita TBC akan mengalami
penurunan penghasilan 20-30%, kinerja dan produktivitas rendah,
dan akan membebani keluarga.
c. Kecacingan dan gizi kerja
Untuk melakukan aktivitas kerja membutuhkan tenaga yang
diperoleh dari pasokan makanan. Namun makanan yang diperoleh
dengan susah payah dan seringkali tidak mencukupi masih
digerogoti oleh berbagai penyakit menular dan kecacingan.
Masalah lain yang dihadapi ankgatan kerja petani adalah
kekurangan gizi. Kekurangan gizi dapat berupa kekurangan kalori
untuk tenaga maupun zat mikronutrien lainnya, akibat dari tingkat
pengetahuan yang rendah dan kemiskinan.
d. Sanitasi dasar
Sanitasi dasar merupakan salah satu factor risiko utama
timbulnya penyakit-penyakit infeksi baik yang akut seperti kolera,
hepatitis A, disentri, Infeksi Bakteri Coli maupun penyakit kronik
lainnya.
Tidak mungkin petani bekerja dengan baik kalau sedang
menderita malaria kronik atau diare kronik.apalagi TBC. Untuk
meningkatkan produktivitas, seorang petani harus senantiasa
mengikuti pengembangan diri. Lalu tidak mungkin mengikuti
pelatihan dengan baik kalau tidak sehat. Untuk itu diperlukan
khusus kesehatan dan keselamatan kerja petani sebagai modal awal
seseorang atau kelompok tani agar bisa bekerja dengan baik dan
lebih produktif.
4. Kapasitas dan beban kerja di bidang pertanian
Kapasitas kerja dan beban kerja merupakan dua komponen utama
dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara kedua
komponen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang baik dan
optimal. Kapasitas kerja yang baik, seperti status kesehatan kerja dan gizi
kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima, diperlukan agar
seseorang pekerja dapat melakukan pekerjaannya secara baik. Beban kerja
meliputi beban kerja fisik maupun mental. Akibat beban kerja yang terlalu
berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan
seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Kondisi
lingkungan kerja (misalnya panas, bising, debu, zat kimia, dan lainnya)
dapat merupakan beban tambahan terhadap pekerja. Beban tambahan
tersebut secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dapat menimbulkan
gangguan atau penyakit.
a. Kapasitas kerja
Kualitas petani, langsung maupun tidak, berhubungan dengan
indeks perkembangan manusia (IPM) .dalam IPM kesehatan petani
harus dilihat dalam dua aspek. Yakni, kesehatan sebagai modal kerja
dan aspek penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan, khususnya
factor risiko akibat penggunaan teknologi baru dan agrokimia.
Bekerja sebagai petani memerlukan modal awal.Selain stamina,
kondisi fisik harus mendukung pekerjaan tersebut. Seorang petani
jangan sampai sakit-sakitan Kesehatan petani diperlukan utnuk
mendukung produktivitas. Secara teoretis apabila seseorang bekerja,
ada tiga variable pokok yang saling berinteraksi.Yakni, kualitas tenaga
kerja, jenis atau beban pekerjaan dan lingkungan pekerjaannya.
Kapasitas petani dapat diukur dengan beberapa faktor misalnya
faktor usia, petani yang masih muda tentu memiliki tenaga yang lebih
besar dibanding petani yang sudah berusia lanjut dan itu dapat
mempengaruhi kapasitas dalam bekerja.
b. Beban kerja
Kerja dapat juga diartikan sebagai suatu aktivitas untuk
menghasilkan sesuatu. Manusia menggunakan otot mereka hampir
untuk seluruh jenis kegiatan atau pekerjaan, otot manusia sendiri
memerlukan energi untuk melakukan kerja fisik. Jumlah energi yang
dibutuhkan manusia untuk melakukan kerja tergantung dari tingkat
pekerjaan yang dikerjakan. Beban kerja fisik dapat dilihat ketika
pekerja melakukan pekerjaannya. Semakin besar beban kerja dalam
melakukan suatu pekerjaan ditandai dengan kebutuhan energi yang
semakin besar pula, dengan demikian sistem pernafasan bergerak lebih
cepat, kebutuhan oksigen meningkat, denyut jantung semakin cepat
dan terjadi peningkatan panas pada seluruh tubuh.
Pengukuran beban kerja fisik dapat dilakukan dengan
pengukuran fisiologis dan psikologis. Jika ditinjau dari pengukuran
fisiologis maka bisa dilihat tiga parameter yaitu kimiawi, elektrik, dan
fisik. Pengukuran dengan parameter kimiawi dapat berupa pengukuran
kandungan urin dan konsumsi oksigen, sedangkan jika menggunakan
parameter elektrik bisa berupa pengukuran dengan elektrokardiograf
dan elektromiograf. Kalau dilihat dari segi parameter fisik maka bisa
digunakan berbagai jenis parameter seperti denyut jantung, tekanan
darah, suhu tubuh, dan laju pernapasan.
5. Pentingnya K3 di bidang pertanian
Sektor pertanian di Indonesia memegang peranan penting,
mengingat lebih dari40% angkatan kerjanya menggantungkan hidup di
sektor ini. Berdasarkan dataInternational Labour Organization(ILO),
sekitar 1,3 juta orang bekerja di bidangpertanian di seluruh dunia. Dari
angka tersebut, 60% diantaranyabekerja di negara berkembang (Forastieri
V, 1999).
Tingkat kecelakaan fatal di Negara berkembang empat kali lebih
besar dari negara industri yang kebanyakan terjadi penggunaan mesin-
mesin dan alat-alat berat seperti traktor, mesin permanen, alattanam dan
sebagainya di sektor pertanian merupakan sumber bahaya yang
dapatmengakibatkan cedera dan kecelakaan kerja yang fatal.Selain itu,
penggunaanpestisida dapat menyebabkan keracunan atau penyakit yang
serius, serta debu dan tumbuhan yang mengakibatkan alergi dan penyakit
pernafasan.Faktor lain yang memicu terjadinya kecelakaan kerjadi bidang
pertanian adalahterbatasnya waktu yang tersedia untuk menyelesaikan
suatu pekerjaanyangdiakibatkan oleh batasan iklim sehingga petani
cenderung bekerja terburu-burutanpa memperhatikan keselamatan dirinya.
Hal yang mempengaruhi tingginya kecelakaan kerjadi negara
berkembang(termasuk Indonesia) adalah perspektif masyarakat terhadap
pentingnya menjagakesehatan dan keselamatan kerja. Di negara maju,
kesadaran masyarakat akanpentingnya kesehatan dan keselamatan kerja
sangat tinggi, hal ini diakibatkanoleh adanya perangkatsistem dan hukum
yang memadai dan diterapkan hukumsecara tegas. Pemerintah Indonesia
telah berupaya membuat perangkat hokumkeselamatan dan kesehatan
kerja (K3) yang cukup lengkap, namun perangkathukum yang spesifik
pada bidang pertanian kurang memadai. Kondisi inidiperparah dengan
lemahnya penegakan hukum dan rendahnya kesadaran,perilaku dan sikap
untuk menerapkan budaya keselamatan dan kesehatan kerja.
Keterbatasan mengenai perangkat hukum mengenai keselamatan
dan kesehatan kerja di Indonesia terlihat dengan terbatasnya hukum
yanghanya mengatur mengenai penggunaan pestisida saja, yaitu PP. No. 7
tahun 1973 tentang pengawasan distribusi, penyimpanan dan penggunaan
pestisida (RepublikIndonesia, 2001) dan Peraturan Menteri No. 3 tahun
1986 tentang pemakaian pestisida di tempat kerja (Republik Indonesia,
1986). Mengingat Indonesia merupakan negara agraris dengan sekitar 70%
wilayahnya terdiri dari daerah pedesaan dan pertanian, maka konvensi ILO
No. 184 tahun2001 (ILO, 2001)tentang K3 dibidang pertanian dianggap
sebagai perangkat kebijakan yang bermanfaat, namun kendalanya adalah
Indonesia dianggap belum siap meratifikasi konvensi ini karena tingkat
kesadaran akan K3 oleh masyarakat masih rendah
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pekerjaan di sector pertanian dan perkebunan biasanya berlokasi dan
beroperasi di daerah rual (pedesaan), sehingga higine dan kesehatan
pedesaan langsung mempengaruhi keadaan higine dan kesehatan
masyarakat petani dan perkebunan.
Untuk mencegah timbulnya bahaya di tempat kerja pertanian dan
perkebunan, maka perlu diadakan program kesehatan meliputi upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, baik terhadap penyakit akibat
kerjamaupun terhadap kecelakaan kerja.
B. Saran
Masih diperlukan peningkatan kesadaran masyarakat, khususnya
pekerja dan ketegasan serta penegakan hokum yang kuat dari pemerintah
dalam penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di bidang pertanian dan
juga perkebunan.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Prabu Mangkunegara, 2008. Faktor Penyebab Terjadinya Kecelakaan
Kerja
Atuti, R.D., 2007. Aktifitas Kerja Dan Beban Angkat. Scholar 28
Departemen Kesehatan RI. 2004 Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan, Pusat
Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI

You might also like