Professional Documents
Culture Documents
1 PB
1 PB
1, 2021
ABSTRAK
Anak disabilitas pada umumnya memiliki perbedaan jika dibandingkan dengan anak-anak normal. Banyaknya
keterbatasan yang dimiliki oleh anak disabilitas membuat mereka sering mendapatkan stigma dan perlakuan
negatif dari teman- teman dan masyarakat. Hal ini menjadi salah satu faktor terganggunya psikologis pada anak
disabilitas yakni terjadinya masalah mental emosional. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran
masalah mental emosional pada anak penyandang disabilitas Kota Banda Aceh. Penelitian ini bersifat
descriptive exploratif menggunakan desain cross sectional study. Metode pengambilan sampel yaitu
nonprobability sampling dan menggunakan teknik total sampling sebanyak 62 responden. Alat pengumpulan
data berupa kuesioner Strength and Difficulties Questionnaire (SDQ) untuk mengukur masalah mental
emosional dengan metode wawancara terpimpin pada anak dan guru/pengasuh. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat beberapa anak mengalami masalah mental emosional kategori abnormal sebanyak 11 (17,7%)
anak, masalah emosional sebanyak 9 (14,5%) anak, perilaku mengganggu sebanyak 7 (11,3%) anak, hiperaktif-
inatensi sebanyak 3 (4,8%) anak, masalah relasi teman sebaya sebanyak 18 (29%) anak, serta sebanyak 58
(93,5%) anak memiliki perilaku prososial yang baik. Diharapkan bagi sekolah agar dapat membuat program
kreativitas sesuai minat bakat yang menyenangkan bagi anak untuk melatih perkembangan psikologis mereka,
serta bagi orang tua agar memberikan perlakuan khusus seperti rasa kasih sayang yang lebih bagi anak.
ABSTRACT
Children with disabilities are different when compared to normal children due to their limitations. Their
limitations often make them being stigmatized and receiving negative treatment from their friends or society.
Such conditions may cause children to experience psychological disturbances, such as emotional and mental
disorders. This present study attempted to examine the emotional and mental disorders in children with
disabilities in Banda Aceh City. This study was a descriptive exploratory study using a cross-sectional study
design. The sampling method used was non-probability sampling with a total sampling technique. The size of
the sample was 62 children. The Strength and Difficulties Questionnaire (SDQ) was used as the data collection
tool to measure mental and emotional disorders in children with disabilities. It was administered through a
guided interview method involving children and teachers/caregivers. The results showed that only a small
proportion of the disabled children, 11 children (17.7%), experienced emotional and mental disorders in the
abnormal), 9 (14.5%) of children faced only emotional problems, 7 (11.3%) of the children showed a disruptive
behavior, 3 (4.8%) children had hyperactivity-attention, and as many as 18 (29%) children had peer relations
problems. However, the results also revealed that most children, 58 (93.5%), had good prosocial behavior. The
schools are urged to provide fun creativity programs according to children’s interests and talents to promote
their psychological development. The parents are also urged to provide special treatment, such as showing more
affection for their children.
1
JIM Fkep Volume V No. 1, 2021
2
JIM Fkep Volume V No. 1, 2021
Begitu pula masalah mental emosional Bukesra Banda Aceh. Alat pengumpulan data
yang terdapat di Provinsi Aceh dilaporkan berupa kuesioner Strengths and Difficulties
sebanyak 4,9% tahun 2007 meningkat Questionnaire (SDQ).
menjadi 6,6% tahun 2013 dan kembali Strengths and Difficulties Questionnaire
meningkat menjadi 9,8% tahun 2018 (SDQ) adalah sebuah alat ukur untuk
(Kemenkes RI, 2007; Kemenkes RI, 2013; mendeteksi secara dini kondisi kesehatan
Kemenkes RI, 2018). Sedangkan hasil mental emosional pada anak. SDQ dapat diisi
penelitian yang dilakukan oleh Wiguna, oleh orang tua/anak/guru/pengasuh. Terdapat
Manengkei, Pamela, et al. (2010) menjelaskan 25 pernyataan dengan 5 sub skala psikologis
bahwa masalah emosi pada anak dan remaja yakni sub-skala emotional symptoms (E), sub-
sebanyak 42,2%, perilaku mengganggu skala conduct problems (C), subs-skala
sebanyak 38,5%, hiperaktivitas sebanyak 35,4 hyperactivity-inattention (H), sub skala peer
%, masalah hubungan dengan teman sebaya problems (P), dan sub skala prososial-
sebanyak 54% anak. ketidakpedulian (Pr).
Hasil observasi yang didapatkan oleh Populasi dalam penelitian ini adalah
peneliti di daerah Ulee Kareng tepatnya di seluruh anak penyandang disabilitas yang
SLB Bukesra Banda Aceh tahun 2021, yang berjumlah 65 siswa dengan usia 13-18 tahun di
mana terdapat 3-4 anak hanya duduk SLB Bukesra Banda Aceh. Jumlah sampel
melamun, tidak melakukan kontak sosial sebanyak 62 siswa dengan kriteria ekslusi anak
dengan teman-temannya yang lain dan senang usia > 18 tahun. Pengambilan sampel
mengganggu teman-temannya. Berdasarkan dilakukan dengan teknik total sampling.
uraian tersebut dan disertai terbatasnya Analisa data menggunakan analisa univariat.
penelitian mengenai masalah mental
emosional di Aceh terutama pada anak HASIL
penyandang disabilitas, maka peneliti tertarik Berdasarkan hasil pengumpulan data
untuk melakukan penelitian tentang pada 62 responden pada tabel 1 menunjukkan
“Gambaran Masalah Mental Emosional Pada bahwa mayoritas usia anak berada pada
Anak Penyandang Disabilitas Kota Banda kategori remaja pertengahan (15-16 tahun)
Aceh”. sebanyak 25 (40,3%) responden, mayoritas
jenis kelamin adalah laki-laki yakni 41
METODE (66,1%) responden. Ditinjau dari segi jenjang
Metode penelitian yang digunakan adalah pendidikan mayoritas reponden adalah SMP
descriptif exploratif. Teknik pengumpulan data sebanyak 32 (51,6%) responden. Kemudian,
dengan wawancara terpimpin. Penelitian ini pada kategori jenis ketunaan mayoritas
menggunakan desain cross sectional study. responden adalah Tuna Netra yakni 22
Pengumpulan data dilakukan selama 6 hari (35,5%) responden.
sejak tanggal 12 -17 Juli 2021 di SLB
3
JIM Fkep Volume V No. 1, 2021
Tabel 1. Data Demografi Responden penyandang disabilitas kota Banda Aceh pada
No Kategori n % kategori abnormal sebanyak 7 (11,3%) anak.
1 Usia:
Remaja Awal (13-14 13 21 Tabel 4. Hiperaktif-Inatensi Pada Anak
tahun) Penyandang Disabilitas
Remaja Pertengahan 25 40,3
No Kategori n %
(15-16 tahun)
Remaja Akhir (17-18 24 38,7 1 Normal 53 85,5
tahun) 2 Perbatasan 6 9,7
2 Jenis Kelamin: 3 Abnormal 3 4,8
Laki-laki 41 66,1 Total 62 100,0
Perempuan 21 33,9
3 Jenjang Pendidikan: Berdasarkan tabel 4 diatas, dapat disimpulkan
SMP 32 51,6
bahwa perilaku Hiperaktif-Inatensi pada anak
SMA 30 48,4
4 Jenis Ketunaan: penyandang disabilitas kota Banda Aceh pada
Tuna Netra 22 35,5
kategori abnormal sebanyak 3 (4,8%) anak.
Tuna Rungu 17 27,4
Tuna Grahita 15 24,1
Tuna Daksa 4 6,5 Tabel 5. Masalah Relasi Teman Sebaya Pada
Autis 4 6,5 Anak Penyandang Disabilitas
4
JIM Fkep Volume V No. 1, 2021
5
JIM Fkep Volume V No. 1, 2021
Perilaku ketiga yang ditunjukkan adalah membutuhkan arahan baik dari orang
perilaku mengganggu yakni sebanyak 7 terdekatnya maupun dari lingkungannya.
(11,3%) anak berada pada kategori abnormal. Perilaku keempat yang ditunjukkan
Hal ini dibuktikan dengan anak menjadi sangat adalah hiperaktif-inatensi yakni sebanyak 3
marah dan tidak dapat mengendalikan (4,8%) anak. Hal ini dibuktikan dengan sering
kemarahannya sebanyak 9 (14,5%) anak, tidak gelisah dan tidak dapat diam untuk waktu yang
melakukan apa yang diperintahkan oleh orang lama sebanyak 28 (45,2%) anak, saat gelisah
lain sebanyak 41 (66,1%) anak, sering atau cemas sering menggerak-gerakkan badan
bertengkar dengan orang lain dan memaksa tanpa disadari sebanyak 18 (29%) anak,
orang lain melakukan apa yang diinginkan perhatiannya mudah teralihkan dan sulit
sebanyak 7 (11,3%) anak, serta mengambil memusatkan perhatian pada apa pun sebanyak
barang yang bukan miliknya dari rumah, 32 (51,6%) anak, sebelum melakukan sesuatu
sekolah atau dari mana saja sebanyak 1 (1,6%) tidak pernah berpikir dahulu tentang
anak. akibatnya, serta tidak menyelesaikan pekerjaan
Pada penelitian ini, rata-rata usia anak yang sedang dilakukan sebanyak 45 (72,6%)
berada pada kategori remaja pertengahan (15- anak.
16 tahun) sebanyak 25 (40,3%) anak. Saat Jika dianalisis lebih lanjut, perilaku
menduduki fase remaja pertengahan, anak hiperaktif ini sejalan dengan hasil penelitian
sudah mulai lebih fleksibel dengan lingkungan yang sudah dilakukan oleh peneliti di SLB
sosialnya dan anak juga sudah mulai Bukesra Banda Aceh, dimana mayoritas anak
memperoleh peran untuk menemukan jati diri sebelum melakukan sesuatu tidak pernah
mereka (Marheni, 2004). Menurut McDevitt & berpikir dahulu tentang akibatnya dan tidak
Omrod (2002) mengatakan pada fase remaja menyelesaikan pekerjaan yang sedang
tengah anak akan mengganggap bahwa dirinya dilakukan. Hal ini sejalan dengan penelitian
sudah memiliki pemikiran yang logis dan yang dilakukan oleh Sultan (2015) di SMPN 2
mereka mulai menonjolkan tingkah laku yang Pinrang, mengatakan bahwa siswa-siswanya
menyerupai orang dewasa muda, serta tidak fokus pada pembelajaran karena
mengganggap bahwa dirinya berhak membuat perhatian mereka mudah beralih dari satu hal
keputusan sendiri. ke hal lainnya dan siswa juga mendapatkan
Jika dianalisis lebih lanjut hal ini sejalan hukuman akibat tidak menyelesaikan tugasnya
dengan hasil penelitian pada kategori Masalah Mental Emosional pada anak
abnormal yang mayoritas menunjukkan sikap terjadi akibat adanya masalah emosional,
tidak mau melakukan apa yang diperintahkan perilaku mengganggu, hiperaktif-inatensi dan
oleh orang lain, hal ini bisa disebabkan oleh masalah relasi dengan teman sebaya. Jika
pola pikir yang mulai terbentuk dari dalam diri ditinjau menurut jenjang pendidikan,
mereka, sehingga menganggap dirinya tidak mayoritas responden berada pada kategori
SMP yakni sebanyak 32 (51,6%). Pada
6
JIM Fkep Volume V No. 1, 2021
penelitian ini ditemukan sebanyak 11 (17,7%) masalah mental emosional, perlu diingat
anak mengalami masalah mental emosional. bahwa jangan memberikan label negatif pada
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh anak. Walaupun anak tersebut memiliki
Hartanto & Selina (2010), mengatakan bahwa masalah mental emosional, maka kita juga
sebanyak 9,1% siswa Sekolah Menengah perlu melihat bahwa masih ada perilaku
Pertama (SMP) di Kota Semarang mengalami prososial yang baik di dalam diri mereka
masalah mental emosional. (Kemendikbud, 2019).
Pada penelitian ini, walaupun mayoritas Hasil penelitian ini juga menunjukkan
anak pada kategori normal lebih dominan, bahwa mayoritas anak memiliki perilaku
anak yang berada pada kategori abnormal juga prososial yakni sebanyak 58 (93,5%) anak. Hal
perlu mendapatkan perhatian khusus dan ini dibuktikan dengan anak bersikap baik
tindakan lebih lanjut, dikarenakan masih kepada orang lain dan peduli dengan perasaan
terdapat beberapa anak yang menunjukkan mereka sebanyak 53 (85,5%) anak, sering
perilaku suka menyendiri, mudah merasa berbagi mainan atau makanan kepada orang
gugup ketika berada pada situasi baru, takut lain sebanyak 38 (61,3%) anak, selalu siap
keramaian dan ada beberapa dari mereka juga menolong jika ada orang yang terluka, kecewa
yang terkadang memperlihatkan raut wajah atau merasa sakit sebanyak 35 (56,5%) anak,
yang tidak bahagia. selalu bersikap baik terhadap anak-anak yang
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan lebih muda dari dirinya sebanyak 48 (77,4%)
penelitian yang dilakukan oleh Malfasari, et al. anak, serta sering menawarkan diri untuk
(2020) di SMPN 18 Pekanbaru, yang membantu orang lain (orang tua, guru, anak-
menunjukkan bahwa mayoritas anak yang anak) sebanyak 43 (69,4%) anak.
mengalami masalah mental emosional berada Hal ini sejalan dengan penelitian yang
pada kategori abnormal yakni sebanyak 78 dilakukan oleh Lestari et al (2018) pada anak
(36,1%) anak diantara kategori normal dan disabilitas di Jakarta dan Surakarta, yang
perbatasan. Pada penelitian tersebut ditemukan mengatakan bahwa sebanyak 89 (89%)
data bahwa banyak anak tanpa disabilitas yang perilaku prososial remaja berada pada kategori
menunjukkan perilaku lebih agresif seperti normal, dimana remaja disabilitas masih
suka merokok, berkata kasar kepada guru, sangat senang saat membantu anak yang lebih
mengejek, berkelahi, dan suka memukul muda, memikirkan perasaan orang lain, serta
teman-temannya. Sedangkan pada anak sangat serung menawarkan bantuan kepada
disabilitas yang ditemukan oleh peneliti di orang yang sedang membutuhkan. Namun,
SLB Bukesra Kota Banda Aceh lebih hasil penelitian ini juga ditemukan masih ada
menujukkan sifat peduli antar sesama, anak yang berada pada kategori perbatasan
sedangkan sifat negatifnya hanya terpaut pada sebanyak 1 (1,6%) anak dan kategori abnormal
dirinya sendiri, serta jarang melibatkan banyak sebanyak 3 (4,8%).
orang. Meskipun sebagian anak mengalami
7
JIM Fkep Volume V No. 1, 2021
8
JIM Fkep Volume V No. 1, 2021