You are on page 1of 9

JIM Fkep Volume V No.

1, 2021

GAMBARAN MASALAH MENTAL EMOSIONAL PADA ANAK


PENYANDANG DISABILITAS

THE DESCRIPTION OF EMOTIONAL AND MENTAL DISORDERS


OF DISABLED CHILDREN

Vira Jannati1 ; Sufriani2 ; Sri Intan Rahayuningsih2


1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
2
Bagian Keilmuan Keperawatan Anak Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
Email: jannatyvira@gmail.com; sufriani@gmail.com; sriintan@unsyiah.ac.id

ABSTRAK

Anak disabilitas pada umumnya memiliki perbedaan jika dibandingkan dengan anak-anak normal. Banyaknya
keterbatasan yang dimiliki oleh anak disabilitas membuat mereka sering mendapatkan stigma dan perlakuan
negatif dari teman- teman dan masyarakat. Hal ini menjadi salah satu faktor terganggunya psikologis pada anak
disabilitas yakni terjadinya masalah mental emosional. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran
masalah mental emosional pada anak penyandang disabilitas Kota Banda Aceh. Penelitian ini bersifat
descriptive exploratif menggunakan desain cross sectional study. Metode pengambilan sampel yaitu
nonprobability sampling dan menggunakan teknik total sampling sebanyak 62 responden. Alat pengumpulan
data berupa kuesioner Strength and Difficulties Questionnaire (SDQ) untuk mengukur masalah mental
emosional dengan metode wawancara terpimpin pada anak dan guru/pengasuh. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat beberapa anak mengalami masalah mental emosional kategori abnormal sebanyak 11 (17,7%)
anak, masalah emosional sebanyak 9 (14,5%) anak, perilaku mengganggu sebanyak 7 (11,3%) anak, hiperaktif-
inatensi sebanyak 3 (4,8%) anak, masalah relasi teman sebaya sebanyak 18 (29%) anak, serta sebanyak 58
(93,5%) anak memiliki perilaku prososial yang baik. Diharapkan bagi sekolah agar dapat membuat program
kreativitas sesuai minat bakat yang menyenangkan bagi anak untuk melatih perkembangan psikologis mereka,
serta bagi orang tua agar memberikan perlakuan khusus seperti rasa kasih sayang yang lebih bagi anak.

Kata Kunci : SDQ, mental emosional, disabilitas, anak.

ABSTRACT

Children with disabilities are different when compared to normal children due to their limitations. Their
limitations often make them being stigmatized and receiving negative treatment from their friends or society.
Such conditions may cause children to experience psychological disturbances, such as emotional and mental
disorders. This present study attempted to examine the emotional and mental disorders in children with
disabilities in Banda Aceh City. This study was a descriptive exploratory study using a cross-sectional study
design. The sampling method used was non-probability sampling with a total sampling technique. The size of
the sample was 62 children. The Strength and Difficulties Questionnaire (SDQ) was used as the data collection
tool to measure mental and emotional disorders in children with disabilities. It was administered through a
guided interview method involving children and teachers/caregivers. The results showed that only a small
proportion of the disabled children, 11 children (17.7%), experienced emotional and mental disorders in the
abnormal), 9 (14.5%) of children faced only emotional problems, 7 (11.3%) of the children showed a disruptive
behavior, 3 (4.8%) children had hyperactivity-attention, and as many as 18 (29%) children had peer relations
problems. However, the results also revealed that most children, 58 (93.5%), had good prosocial behavior. The
schools are urged to provide fun creativity programs according to children’s interests and talents to promote
their psychological development. The parents are also urged to provide special treatment, such as showing more
affection for their children.

Keywords : SDQ, mental emotional, disability, children

1
JIM Fkep Volume V No. 1, 2021

PENDAHULUAN merawat dan memenuhi kebutuhan anak (Sen


Masa anak-anak merupakan masa yang & Yurtsever, 2007). Selain itu, mereka juga
sangat penting dalam mendeteksi kelainan dan sering mendapatkan stigma dan perlakuan
penyimpangan yang terjadi dalam proses negatif dari teman-teman dan orang yang
perkembangan anak (Kemenkes, 2016). Saat berada di sekitarnya.
masa remaja, emosi anak biasa sering Hal inilah yang menyebabkan timbulnya
bergejolak, perasaan tidak tenang dan khawatir berbagai permasalahan psikologis, salah
mengalami kesepian (Malfasari, et al. 2020). satunya yaitu masalah mental emosional.
Sehingga banyak dari mereka yang mengalami Menurut Kemendikbud (2019) terdapat 5
gangguan, hambatan, keterlambatan yang masalah utama perilaku anak yang muncul
dapat mencegah mereka untuk berkembang yakni, masalah emosional, gangguan perilaku,
secara optimal, salah satunya juga dapat hiperaktif-inatensi, masalah dengan teman
dialami oleh anak penyandang disabilitas sebaya dan perilaku prososial-ketidakpedulian.
(Rachmansyah & Rahaju, 2020; Astuti, Sari & Farida & Naviati (2014) mengatakan bahwa
Saloko, 2019). Berdasarkan Peraturan Menteri masalah mental emosional yang tidak segera
PPPA No. 4 Tahun 2017 mengatakan bahwa ditangani akan beresiko tinggi dalam
anak penyandang disabilitas adalah anak yang memberikan dampak negatif terhadap
mengalami keterbatasan fisik, mental, dan perkembangan dan pematangan karakter anak.
intelektual, serta sulit untuk beradaptasi dan Nasional Institute of Mental health
berinteraksi secara baik dengan anak-anak (NIMH) menyebutkan bahwa prevalensi
lainnya. gangguan mental emosional pada anak sekitar
Menurut data Kementerian Sosial jumlah 10-15% di dunia (KMHO, 2019). Hasil
populasi anak disabilitas di Indonesia penelitian yang dilakukan oleh Devgan,
sebanyak 30% (Nurakhmi, Santoso & Sharma, Mal, et al (2018) menunjukkan
Pangestu, 2019). Persentase disabilitas yang prevalensi masalah mental dan emosional yang
berada di provinsi Aceh dilaporkan sebanyak terjadi pada remaja sebanyak 16,5% sampai
12.7% tahun 2013 meningkat menjadi 18% 40,8%. Prevalensi masalah mental emosional
tahun 2018. Sedangkan menurut data Dinas di Indonesia pada tahun 2013 sebanyak 6,0%
Sosial kota Banda Aceh, jumlah anak dan pada tahun 2018 mengalami peningkatan
penyandang disabilitas berjumlah 467 anak sebesar 9,8% (Kemenkes RI, 2013; Kemenkes
(Rispalman & Islami, 2019). Anak RI, 2018). Menurut data dari Riskesdas tahun
penyandang disabilitas pada umumnya tidak 2018 mengatakan bahwa sekitar 10% anak
mampu melakukan aktivitas secara mandiri, mengalami gangguan mental emosional. Dapat
sehingga mereka cenderung sering bergantung disimpulkan bahwa adanya peningkatan
terhadap orang lain. Hal ini menjadi beban masalah mental emosional pada anak dari
tersendiri bagi keluarga khususnya orang tua tahun 2013-2018 sebanyak 4,0% (Kholifah &
yang memiliki kewajiban penuh dalam Sodikin,2020).

2
JIM Fkep Volume V No. 1, 2021

Begitu pula masalah mental emosional Bukesra Banda Aceh. Alat pengumpulan data
yang terdapat di Provinsi Aceh dilaporkan berupa kuesioner Strengths and Difficulties
sebanyak 4,9% tahun 2007 meningkat Questionnaire (SDQ).
menjadi 6,6% tahun 2013 dan kembali Strengths and Difficulties Questionnaire
meningkat menjadi 9,8% tahun 2018 (SDQ) adalah sebuah alat ukur untuk
(Kemenkes RI, 2007; Kemenkes RI, 2013; mendeteksi secara dini kondisi kesehatan
Kemenkes RI, 2018). Sedangkan hasil mental emosional pada anak. SDQ dapat diisi
penelitian yang dilakukan oleh Wiguna, oleh orang tua/anak/guru/pengasuh. Terdapat
Manengkei, Pamela, et al. (2010) menjelaskan 25 pernyataan dengan 5 sub skala psikologis
bahwa masalah emosi pada anak dan remaja yakni sub-skala emotional symptoms (E), sub-
sebanyak 42,2%, perilaku mengganggu skala conduct problems (C), subs-skala
sebanyak 38,5%, hiperaktivitas sebanyak 35,4 hyperactivity-inattention (H), sub skala peer
%, masalah hubungan dengan teman sebaya problems (P), dan sub skala prososial-
sebanyak 54% anak. ketidakpedulian (Pr).
Hasil observasi yang didapatkan oleh Populasi dalam penelitian ini adalah
peneliti di daerah Ulee Kareng tepatnya di seluruh anak penyandang disabilitas yang
SLB Bukesra Banda Aceh tahun 2021, yang berjumlah 65 siswa dengan usia 13-18 tahun di
mana terdapat 3-4 anak hanya duduk SLB Bukesra Banda Aceh. Jumlah sampel
melamun, tidak melakukan kontak sosial sebanyak 62 siswa dengan kriteria ekslusi anak
dengan teman-temannya yang lain dan senang usia > 18 tahun. Pengambilan sampel
mengganggu teman-temannya. Berdasarkan dilakukan dengan teknik total sampling.
uraian tersebut dan disertai terbatasnya Analisa data menggunakan analisa univariat.
penelitian mengenai masalah mental
emosional di Aceh terutama pada anak HASIL
penyandang disabilitas, maka peneliti tertarik Berdasarkan hasil pengumpulan data
untuk melakukan penelitian tentang pada 62 responden pada tabel 1 menunjukkan
“Gambaran Masalah Mental Emosional Pada bahwa mayoritas usia anak berada pada
Anak Penyandang Disabilitas Kota Banda kategori remaja pertengahan (15-16 tahun)
Aceh”. sebanyak 25 (40,3%) responden, mayoritas
jenis kelamin adalah laki-laki yakni 41
METODE (66,1%) responden. Ditinjau dari segi jenjang
Metode penelitian yang digunakan adalah pendidikan mayoritas reponden adalah SMP
descriptif exploratif. Teknik pengumpulan data sebanyak 32 (51,6%) responden. Kemudian,
dengan wawancara terpimpin. Penelitian ini pada kategori jenis ketunaan mayoritas
menggunakan desain cross sectional study. responden adalah Tuna Netra yakni 22
Pengumpulan data dilakukan selama 6 hari (35,5%) responden.
sejak tanggal 12 -17 Juli 2021 di SLB

3
JIM Fkep Volume V No. 1, 2021

Tabel 1. Data Demografi Responden penyandang disabilitas kota Banda Aceh pada
No Kategori n % kategori abnormal sebanyak 7 (11,3%) anak.
1 Usia:
Remaja Awal (13-14 13 21 Tabel 4. Hiperaktif-Inatensi Pada Anak
tahun) Penyandang Disabilitas
Remaja Pertengahan 25 40,3
No Kategori n %
(15-16 tahun)
Remaja Akhir (17-18 24 38,7 1 Normal 53 85,5
tahun) 2 Perbatasan 6 9,7
2 Jenis Kelamin: 3 Abnormal 3 4,8
Laki-laki 41 66,1 Total 62 100,0
Perempuan 21 33,9
3 Jenjang Pendidikan: Berdasarkan tabel 4 diatas, dapat disimpulkan
SMP 32 51,6
bahwa perilaku Hiperaktif-Inatensi pada anak
SMA 30 48,4
4 Jenis Ketunaan: penyandang disabilitas kota Banda Aceh pada
Tuna Netra 22 35,5
kategori abnormal sebanyak 3 (4,8%) anak.
Tuna Rungu 17 27,4
Tuna Grahita 15 24,1
Tuna Daksa 4 6,5 Tabel 5. Masalah Relasi Teman Sebaya Pada
Autis 4 6,5 Anak Penyandang Disabilitas

Tabel 2. Masalah Emosional Pada Anak No Kategori n %


Penyandang Disabilitas 1 Normal 26 42,0
2 Perbatasan 18 29,0
No Kategori n %
3 Abnormal 18 29,0
1 Normal 48 77,4 Total 62 100,0
2 Perbatasan 5 8,1
3 Abnormal 9 14,5
Berdasarkan tabel 5 diatas, dapat disimpulkan
Total 62 100,0
bahwa masalah relasi teman sebaya pada anak
Berdasarkan tabel 2 diatas, dapat disimpulkan penyandang disabilitas kota Banda Aceh pada
bahwa masalah emosional pada anak kategori abnormal 26 (42%) anak.
penyandang disabilitas kota Banda Aceh pada
Tabel 6. Masalah Mental Emosional Pada
kategori abnormal sebanyak 9 (14,5%) anak. Anak Penyandang Disabilitas

Tabel 3. Perilaku Mengganggu Pada Anak No Kategori n %


Penyandang Disabilitas 1 Normal 41 66,2
2 Perbatasan 10 16,1
No Kategori n % 3 Abnormal 11 17,7
1 Normal 53 85,5 Total 62 100,0
2 Perbatasan 2 3,2
3 Abnormal 7 11,3
Berdasarkan tabel 6 diatas, dapat disimpulkan
Total 62 100,0
bahwa masalah mental emosional pada anak
Berdasarkan tabel 3 diatas, dapat disimpulkan penyandang disabilitas kota Banda Aceh pada
bahwa perilaku mengganggu pada anak kategori abnormal sebanyak 41 (66,2%) anak.

4
JIM Fkep Volume V No. 1, 2021

Tabel 7. Perilaku Ketidakpedulian-Prososial daripada dengan orang-orang yang seumuran


Pada Anak Penyandang Disabilitas
dengannya sebanyak 40 (64,5%) anak.
No Kategori n % Berdasarkan penelitian Malfasari et al.
1 Normal 58 93,5 (2020) di SMPN Pekanbaru, menujukkan
2 Perbatasan 1 1,6
3 Abnormal 3 4,8 bahwa remaja yang mengalami masalah
Total 62 100,0 hubungan dengan teman sebaya pada kategori
perbatasan sebanyak 15 (9,1%) anak dan
Berdasarkan tabel 7 diatas, dapat disimpulkan
mayoritas berada pada kategori abnormal
bahwa perilaku ketidakpedulian-prososial pada
sebanyak 86 (54,8%) anak. Hal ini ditunjukkan
anak penyandang disabilitas kota Banda Aceh
dengan adanya masalah eksternalisasi yang
pada kategori normal yaitu sebanyak 58
menimbulkan berbagai konflik dengan diri
(93,6%) anak.
mereka, sehingga menyebabkan anak-anak
kurang diterima pergaulannya oleh teman
PEMBAHASAN
sebaya mereka.
Penelitian ini terdiri dari 62 Responden
Perilaku kedua yang ditunjukkan adalah
di Sekolah Luar Biasa (SLB) Bukesra Banda
masalah emosional yakni sebanyak 9 (14,5%)
Aceh. Berdasarkan data yang telah diperoleh
anak berada pada kategori abnormal yang
dari guru/pengasuh dan anak menunjukkan
dibuktikan dengan sering sakit kepala, sakit
bahwa mayoritas anak berada pada kategori
perut atau sakit lainnya sebanyak 2 (3,2%)
normal. Namun, hanya sebagian kecil dai
anak, sering khawatir sebanyak 13 (21%),
mereka yang berada pada kategori perbatasan
sering menangis sebanyak 13 (21%), sering
dan abnormal. Secara umum, masalah mental
merasa gugup pada situasi baru dan mudah
emosional yang paling menonjol pada
kehilangan rasa percaya diri sebanyak 28
responden adalah masalah relasi teman sebaya
(45,2%) anak, serta sering takut dan mudah
yakni sebanyak 18 (29%) anak berada pada
menjadi takut sebanyak 14 (22,6%) anak.
kategori perbatasan dan abnormal.
Menurut Sarwono & Meinarno (2009)
Hal ini dibuktikan dengan anak lebih
emosi remaja juga dapat ditunjukkan dengan
suka sendirian daripada bersama dengan
perilaku suka melawan, depresi, sering
orang-orang yang seumuran dengannya
menangis dan cepat putus asa. Berdasarkan
sebanyak 23 (37,1%) anak, tidak mempunyai
teori yang dikemukakan oleh Wong (2008),
satu orang teman baik atau lebih sebanyak 36
anak-anak dapat mengalami deprivasi emosi
(58,1%) anak, orang lain yang seumuran
jika mereka gagal menjalin hubungan
dengannya pada umumnya tidak menyukai dia
intrapersonal dalam lingkungan sosialnya. Hal
sebanyak 40 (63,5%) anak, sering diganggu
ini juga dapat membantu melatih anak untuk
atau dipermainkan oleh anak-anak atau remaja
mengoptimalkan perkembangan emosi,
lainnya sebanyak 16 (25,8%) anak, serta lebih
kepribadian dan intelektual mereka dengan
mudah berteman dengan orang dewasa
baik.

5
JIM Fkep Volume V No. 1, 2021

Perilaku ketiga yang ditunjukkan adalah membutuhkan arahan baik dari orang
perilaku mengganggu yakni sebanyak 7 terdekatnya maupun dari lingkungannya.
(11,3%) anak berada pada kategori abnormal. Perilaku keempat yang ditunjukkan
Hal ini dibuktikan dengan anak menjadi sangat adalah hiperaktif-inatensi yakni sebanyak 3
marah dan tidak dapat mengendalikan (4,8%) anak. Hal ini dibuktikan dengan sering
kemarahannya sebanyak 9 (14,5%) anak, tidak gelisah dan tidak dapat diam untuk waktu yang
melakukan apa yang diperintahkan oleh orang lama sebanyak 28 (45,2%) anak, saat gelisah
lain sebanyak 41 (66,1%) anak, sering atau cemas sering menggerak-gerakkan badan
bertengkar dengan orang lain dan memaksa tanpa disadari sebanyak 18 (29%) anak,
orang lain melakukan apa yang diinginkan perhatiannya mudah teralihkan dan sulit
sebanyak 7 (11,3%) anak, serta mengambil memusatkan perhatian pada apa pun sebanyak
barang yang bukan miliknya dari rumah, 32 (51,6%) anak, sebelum melakukan sesuatu
sekolah atau dari mana saja sebanyak 1 (1,6%) tidak pernah berpikir dahulu tentang
anak. akibatnya, serta tidak menyelesaikan pekerjaan
Pada penelitian ini, rata-rata usia anak yang sedang dilakukan sebanyak 45 (72,6%)
berada pada kategori remaja pertengahan (15- anak.
16 tahun) sebanyak 25 (40,3%) anak. Saat Jika dianalisis lebih lanjut, perilaku
menduduki fase remaja pertengahan, anak hiperaktif ini sejalan dengan hasil penelitian
sudah mulai lebih fleksibel dengan lingkungan yang sudah dilakukan oleh peneliti di SLB
sosialnya dan anak juga sudah mulai Bukesra Banda Aceh, dimana mayoritas anak
memperoleh peran untuk menemukan jati diri sebelum melakukan sesuatu tidak pernah
mereka (Marheni, 2004). Menurut McDevitt & berpikir dahulu tentang akibatnya dan tidak
Omrod (2002) mengatakan pada fase remaja menyelesaikan pekerjaan yang sedang
tengah anak akan mengganggap bahwa dirinya dilakukan. Hal ini sejalan dengan penelitian
sudah memiliki pemikiran yang logis dan yang dilakukan oleh Sultan (2015) di SMPN 2
mereka mulai menonjolkan tingkah laku yang Pinrang, mengatakan bahwa siswa-siswanya
menyerupai orang dewasa muda, serta tidak fokus pada pembelajaran karena
mengganggap bahwa dirinya berhak membuat perhatian mereka mudah beralih dari satu hal
keputusan sendiri. ke hal lainnya dan siswa juga mendapatkan
Jika dianalisis lebih lanjut hal ini sejalan hukuman akibat tidak menyelesaikan tugasnya
dengan hasil penelitian pada kategori Masalah Mental Emosional pada anak
abnormal yang mayoritas menunjukkan sikap terjadi akibat adanya masalah emosional,
tidak mau melakukan apa yang diperintahkan perilaku mengganggu, hiperaktif-inatensi dan
oleh orang lain, hal ini bisa disebabkan oleh masalah relasi dengan teman sebaya. Jika
pola pikir yang mulai terbentuk dari dalam diri ditinjau menurut jenjang pendidikan,
mereka, sehingga menganggap dirinya tidak mayoritas responden berada pada kategori
SMP yakni sebanyak 32 (51,6%). Pada

6
JIM Fkep Volume V No. 1, 2021

penelitian ini ditemukan sebanyak 11 (17,7%) masalah mental emosional, perlu diingat
anak mengalami masalah mental emosional. bahwa jangan memberikan label negatif pada
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh anak. Walaupun anak tersebut memiliki
Hartanto & Selina (2010), mengatakan bahwa masalah mental emosional, maka kita juga
sebanyak 9,1% siswa Sekolah Menengah perlu melihat bahwa masih ada perilaku
Pertama (SMP) di Kota Semarang mengalami prososial yang baik di dalam diri mereka
masalah mental emosional. (Kemendikbud, 2019).
Pada penelitian ini, walaupun mayoritas Hasil penelitian ini juga menunjukkan
anak pada kategori normal lebih dominan, bahwa mayoritas anak memiliki perilaku
anak yang berada pada kategori abnormal juga prososial yakni sebanyak 58 (93,5%) anak. Hal
perlu mendapatkan perhatian khusus dan ini dibuktikan dengan anak bersikap baik
tindakan lebih lanjut, dikarenakan masih kepada orang lain dan peduli dengan perasaan
terdapat beberapa anak yang menunjukkan mereka sebanyak 53 (85,5%) anak, sering
perilaku suka menyendiri, mudah merasa berbagi mainan atau makanan kepada orang
gugup ketika berada pada situasi baru, takut lain sebanyak 38 (61,3%) anak, selalu siap
keramaian dan ada beberapa dari mereka juga menolong jika ada orang yang terluka, kecewa
yang terkadang memperlihatkan raut wajah atau merasa sakit sebanyak 35 (56,5%) anak,
yang tidak bahagia. selalu bersikap baik terhadap anak-anak yang
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan lebih muda dari dirinya sebanyak 48 (77,4%)
penelitian yang dilakukan oleh Malfasari, et al. anak, serta sering menawarkan diri untuk
(2020) di SMPN 18 Pekanbaru, yang membantu orang lain (orang tua, guru, anak-
menunjukkan bahwa mayoritas anak yang anak) sebanyak 43 (69,4%) anak.
mengalami masalah mental emosional berada Hal ini sejalan dengan penelitian yang
pada kategori abnormal yakni sebanyak 78 dilakukan oleh Lestari et al (2018) pada anak
(36,1%) anak diantara kategori normal dan disabilitas di Jakarta dan Surakarta, yang
perbatasan. Pada penelitian tersebut ditemukan mengatakan bahwa sebanyak 89 (89%)
data bahwa banyak anak tanpa disabilitas yang perilaku prososial remaja berada pada kategori
menunjukkan perilaku lebih agresif seperti normal, dimana remaja disabilitas masih
suka merokok, berkata kasar kepada guru, sangat senang saat membantu anak yang lebih
mengejek, berkelahi, dan suka memukul muda, memikirkan perasaan orang lain, serta
teman-temannya. Sedangkan pada anak sangat serung menawarkan bantuan kepada
disabilitas yang ditemukan oleh peneliti di orang yang sedang membutuhkan. Namun,
SLB Bukesra Kota Banda Aceh lebih hasil penelitian ini juga ditemukan masih ada
menujukkan sifat peduli antar sesama, anak yang berada pada kategori perbatasan
sedangkan sifat negatifnya hanya terpaut pada sebanyak 1 (1,6%) anak dan kategori abnormal
dirinya sendiri, serta jarang melibatkan banyak sebanyak 3 (4,8%).
orang. Meskipun sebagian anak mengalami

7
JIM Fkep Volume V No. 1, 2021

Thompson et al (1980 dalam Hapsari, mengalami masalah mental emosional kategori


2018) mengatakan bahwa anak yang memiliki abnormal sebanyak 11 (17,7%) anak, masalah
suasana hati dan perasaan positif pada dirinya emosional sebanyak 9 (14,5%) anak, perilaku
akan memberikan dorongan lebih untuk mengganggu sebanyak 7 (11,3%) anak,
menawarkan bantuan kepada orang lain. Jika hiperaktif-inatensi sebanyak 3 (4,8%) anak,
suasana hati anak buruk, mereka cenderung masalah relasi teman sebaya sebanyak 18
lebih memusatkan perhatian pada diri sendiri (29%) anak, serta sebanyak 58 (93,5%) anak
dan menurunkan kesediaan mereka dalam memiliki perilaku prososial yang baik.
membantu orang lain. Pada penelitian ini, Diharapkan bagi sekolah agar dapat
perilaku prososial anak sangat baik, hal ini membuat program kreativitas sesuai minat
bisa disebabkan karna anak mendapatkan bakat yang menyenangkan bagi anak untuk
program pembelajaran khusus yang sesuai melatih perkembangan psikologis mereka,
dengan kondisi dan kemampuan mereka, serta bagi orang tua agar memberikan
mendapatkan rasa kasih sayang yang cukup perlakuan khusus seperti rasa kasih sayang
dari orang tua dan guru/pengasuh, anak juga yang lebih bagi anak.
diakui kesamaan haknya seperti kesamaan hak
pada anak normal. REFERENSI
Jika ditinjau menurut jenis ketunaan Astuti, E. Y., Sari, D. Y., & Saloko, A. (2019).
Implementasi metode deteksi dini
didapatkan hasil bahwa mayoritas anak berada
tumbuh kembang dalam identifikasi
pada kategori tuna netra, diikuti oleh tuna anak berkebutuhan khusus usia dini.
Journal Of Special Education, 5(2).
rungu, tuna grahita, tuna daksa dan autis, yang
129-141.
mana peneliti memperbolehkan semua anak Devgan, S., Sharma, A., Mal, H., Gupta, S.,
Padda, P., & Urvashi. (2018). A
terlibat dalam penelitian, terkecuali anak yang
comparative study of level of anxiety
berusia lebih dari 18 tahun. Penelitian ini and depression among adolescents aged
between 13-19 Years. Journal of
sejalan dengan penelitian yang dilakukan di
Advanced Medical and Dental Sciences
YPAC Jimbaran, Bali yang mengikutsertakan Research, 6(6), 83-88.
Farida, L. N. & Naviati, E. (2014). Hubungan
semua anak penyandang disabilitas (Liwan et
pola asuh otoritatif dengan
al., 2019). Beda halnya penelitian yang perkembangan mental emosional pada
anak usia prasekolah di TK Melati Putih
dilakukan oleh Fidhzalidhar (2015) yang
Banyumanik. Jurnal Unimus, 222–228.
hanya mengikutsertakan anak tuna daksa saja, Retrieved from
Fidhzalidhar, M.G. (2015). Tingkat kecemasan
karena peneliti menerapkan kriteria khusus
sosial pada anak yang mengalami cacat
untuk siswa yang bisa membaca dan menulis, fisis di YPAC. Seminar Psikologi &
Kemanusiaan, 519-23.
Hartanto, F. & Selina H. (2010). Masalah
KESIMPULAN mental remaja di kota Semarang. Media
Medika Indonesiana, 44(3), 118-124.
Berdasarkan hasil penelitian yang
Hapsari, S. (2018). Masalah kesehatan jiwa
dilakukan terhadap 62 responden dapat anak usia sekolah (6-12 tahun) di
wilayah binaan puskesmas Padang
disimpulkan bahwa terdapat beberapa anak

8
JIM Fkep Volume V No. 1, 2021

Bulan Medan. Skripsi. Fakultas remaja dan permasalahannya. Jakarta:


Keperawatan Universitas Sumatera Sagung Seto.
Utara. Medan. McDevitt, T. M. & Omrod, J. E. (2002). Child
Kemendikbud. (2019). Pengembangan model development and education. Colombos
dukungan psikologis awal bagi Ohio: Merril Prentice Hall.
pendidikan anak dan remaja. Jakarta: Nurakhmi, R., Santoso, Y. B., & Pangestu, P.
Direktorat Pembinaan Pendidikan D. (2019). Menemukenali dan
Keluarga. menstimulasi anak penyandang
Kemenkes, RI. (2007). Profil kesehatan disabilitas. Jakarta: Kementerian
indonesia tahun 2006. Jakarta: Pemberdayaan Perempuan dan
Kementrian Kesehatan Republik Perlindungan Anak.
Indonesia. Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan
Kemenkes, RI. (2013). Profil kesehatan dan Perlindungan Anak Republik
indonesia tahun 2012. Jakarta: Indonesia Nomor 4 Tahun 2017
Kementrian Kesehatan Republik Perlindungan Khusus Bagi Anak
Indonesia. Penyandang Disabilitas. 14 Juli 2017.
Kemenkes, RI. (2016). Petunjuk teknis Berita Negara Republik Indonesia
managemen dan tatalaksana TB anak. Tahun 2017 Nomor 963. Jakarta.
Jakarta: Kementrian Kesehatan Rachmansyah, D. S. & Rahaju, T. (2020).
Republik Indonesia. Implementasi home program (HP) untuk
Kemenkes, RI. (2018). Profil kesehatan anak berkebutuhan khusus (ABK) di
indonesia tahun 2017. Jakarta: poli tumbuh kembang anak dan remaja
Kementrian Kesehatan Republik rumah sakit jiwa (RSJ) Menur Provinsi
Indonesia. Jawa Timur. Publika, 1(8).
Kholifah, N. & Sodikin. (2020). Hubungan Rispalman, & Islami, M. I. (2019). Upaya
pola asuh orang tua dan lingkungan pemerintah Kota Banda Aceh dalam
teman sebaya dengan masalah mental melindungi anak penyandang
emosional remaja di SMP N 2 Sokaraja. disabilitas. Jurnal Hukum Keluarga dan
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, Hukum Islam, 3(2), 491-514.
5(2), 99-108. Sarwono, S.W. & Meinarno, E. A. (2009).
KMHO, K. M. H. O. (2019). Childrens Psikologi sosial. Jakarta: Penerbit
behavioral and emosional disorders. Salemba Humanika.
Retreived from Sultan. (2015) Perilaku hiperaktif siswa di
http://www.kidsmentalhealth.org/childre SMP negeri 2 Pinrang, Jurnal Studi
ns-behavioral-and-emotional-disorders/ Pendidikan, 13(2), 130-142.
Lestari, T. R., Adyas, A., Rachmawaty, E., Sen, E., & Yurtsever, S. (2007). Difficulties
Ardesa, Y. H. & Pasaribu, E. S. (2018). experienced by families with disabled
Kekuatan dan kesulitan remaja children. Journal For Specialist In
disabilitas di Yayasan Pendidikan Anak Pediatric Nursing, 12(4). 238-52.
Cacat (YPAC) Jakarta dan Surakarta. Wiguna, T., Manengkei, P. S. K, Pamela, C.,
Jurnal Kesehatan, 9(2), 248-252. Rheza, A. M., & Hapsari, W. A. (2010).
Liwan, A. S., Windiani, I. T., Adnyana, I. S., Masalah emosi dan perilaku pada anak
& Soetjiningsih. (2019). Karakteristik dan remaja di poliklinik jiwa anak dan
mental dan emosional anak disabilitas remaja RSUPN dr.
berdasarkan strength and difficulties Ciptomangunkusumo (RSCM), Jakarta.
questionnaire di Yayasan Pendidikan Sari Pediatri,12(4), 270-277.
Anak Cacat (YPAC) Jimbaran, Bali. Wong, D., Hockenberry-Eaton, M., Wilson,
Medicina, 3(50), 569-575. D., Winkelstein, M., & Schwartz, P.
Malfasari, E., Sarimah., Febtrina, R., & (2008). Buku ajar keperawatan
Herniyanti, R. (2020). Kondisi mental pediatrik. Edisi 6. Vol. I. Jakarta: EGC.
emosional pada remaja. Jurnal
Keperawatan Jiwa, 8(3), 241-246.
Marheni, A. (2004). Perkembangan
psikososial dan kepribadian remaja
dalam buku ajar tumbuh kembang

You might also like