Professional Documents
Culture Documents
Makalah Bahasa Indonesia 3A
Makalah Bahasa Indonesia 3A
PENGELOLAAN RESEP
oleh:
Novianti Dwi Lestari (209691)
Nyemas Carrisa Alya Kusuma (209697)
Pebriana Clara Iswara (209700)
Ragil Cesaria Anggita (209706)
Resti Nurfitrianin (209709)
Reza Putri Wulandari (209712)
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Pengelolaan Resep”
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Bahasa Indonesia. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
Pengelolaan Resep bagi para pembaca dan juga penulis.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran yang membangun
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
C. Tujuan ..................................................................................................................... 2
A. Pengertian Resep..................................................................................................... 3
B. Kelengkapan Resep................................................................................................. 4
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Resep
3
Menurut undang-undang yang dibolehkan menulis resep ialah dokter umum,
dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter hewan. Bagi dokter umum dan dokter spesialis
tidak ada pembatasan mengenai jenis obat yang boleh diberikan kepada penderitanya.
Menurut peraturah pemerintah pada pelayanan di apotek, jika obatnya sudah
diserahkan kepada penderita, kertas resep tersebut harus disimpan dan diatur menurut
urutan tanggal dan nomor urut pembuatan serta harus disimpan sekurang-kurangnya
selama 3 tahun.
B. Kelengkapan Resep
Resep yang baik harus ditulis lengkap dan jelas supaya dapat dilayani secara
tepat dan relatif cepat. Selain itu, agar proses pengobatan dapat berhasil maka resepnya
harus baik dan benar ( Aprilani, 2010). Resep harus ditulis dengan lengkap supaya dapat
memenuhi syarat untuk dibuatkan obatnya di apotek. Adapun kelengkapan resep harus
memuat:
1. Nama, alamat dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi, dan dokter hewan,
2. Tanggal penulisan resep (inscription),
3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep. Nama setiap obat atau
komposisi obat
4. Aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura),
5. Tanda tangan atau paraf Dokter penulis resep, sesuai dengan perundang-
undangan yang berlaku (subcriptio),
6. Jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep Dokter hewan.
7. Tanda seru dan paraf Dokter untuk resep yang mengandung obat yang
jumlahnya melebihi dosis maksimal.
8. Resep Dokter hewan hanya ditujukan untuk pengguna pada hewan.
9. Resep yang mengandung narkotika harus ditulis tersendiri yaitu tidak boleh ada
pengulangan (iterasie); ditulis nama pasien tidak boleh untuk di pakai sendiri
(m.i = mihi ipsi) ; alamat pasien dan aturan pakai (signa) yang jelas, tidak boleh
di tulis sudah tahu pakainya (usus cognitus).
10. Jika dokter tidak ingin resepnya yang mengandung obat keras tanpa
sepengetahuannya diulang, dokter akan menulis tanda tidak boleh diulang (n.i
= ne iteratur).
4
C. Pelayanan Resep Obat
Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi, dan dokter hewan. Pelayanan
resep adalah menjadi tanggung Apoteker Pengelola Apotek (APA). Apoteker wajib
melayani resep sesuai dengan tanggung dengan keahlian profesinya dan dilandasi pada
kepentingan masyarakat. Apoteker wajib memberi informasi tentang penggunaan
secara tepat, aman, rasional, kepada pasien atas permintaan masyarakat. Pelayanan
kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu
kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan palayanan kefarmasian yang semula hanya
berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang
komprehensif, bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien.
Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi,
monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan
terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan
terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan (Saibi,
2016).
D. Pengelolaan Resep
Cara apoteker memproses suatu resep merupakan hal penting dalam rangka
pemenuhan tanggung jawab profesional mereka. Dalam pengelolaan resep, resep yang
sudah diterima apoteker harus dibaca secara lengkap dan hati-hati, sehingga tidak ada
keraguan dalam resep tersebut. Pengelolaan resep meliputi:
1. Skrining Resep
Apoteker harus melakukan skrining resep sesuai persyaratan administrasi,
farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat
jalan.
a. Persyaratan administrasi meliputi :
• Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan serta tinggi badan pasien.
• Nama, nomor izin praktek, alamat dan paraf dokter.
• Tanggal penulisan resep.
• Ruangan/unit asal resep.
5
b. Persyaratan farmasetik meliputi:
• Nama obat, bentuk, dan kekuatan sediaan.
• Dosis dan jumlah obat.
• Stabilitas.
• Aturan, dan cara penggunaan.
Jika terdapat sesuatu yang kurang jelas atau jika nampak telah terjadi kesalahan,
apoteker harus mengonsultasikan kepada penulis resep. Hendaknya apoteker tidak
mengartikan maksud dari kata yang tidak jelas atau singkatan yang tidak diketahui.
Adapun syarat dan penanganan resep narkotika adalah:
6
aslinya, maka copy resep tidak bisa ditebus melainkan harus dibuatkan resep
baru dari dokter di daerah/kota tersebut dengan menunjukan copy resep yang
dibawa sehingga pasien tetap bisa memperoleh obatnya.
7
signa atau aturan pakai, kadang kata signa yang dituliskan kurang jelas atau kurang
lengkap.
a. Aturan pakai tidak ditulis lengkap, tidak sesuai atau tidak ditulis sebagai aturan
pakai /”signa”.
b. Tidak menyebutkan nama obat yang diminta dengan jelas, misalnya obat ditulis
dengan kode-kode tertentu (biasanya untuk obat dengan resep yang diulang atau
copy resep).
c. Resep tidak menyebutkan kekuatan obat yang diminta padahal obat tersedia dalam
bermacam- macam kekuatan.
d. Tidak ada umur pasien terutama untuk pasien anak.
e. Tidak ada tanda tangan dokter (precriber).
f. Obat yang diresepkan telah dilanjutkan lebih dari 3 bulan (tidak diproduksi lagi)
dan stock obat tidak ada.
g. Bentuk sediaan yang diresepkan tidak sesuai atau berbeda dengan yang diminta
pasien.
h. Nama obat tidak jelas karena tulisan yang sulit dibaca.
i. Tanggal resep tidak ditulis.
j. Penulisan obat dengan khasiat sama lebih dari 1 kali dalam 1 lembar resep, baik
dengan nama sama atau merk berbeda.
k. Pasien tidak cocok atau mengalami efek samping selama pemberian obat.
l. Tidak menyebutkan bentuk sediaan yang diminta padahal obat tersebut tersedia
dalam bermacam macam bentuk.
1. Penyimpanan Resep
Resep obat harus disimpan dengan baik dengan prosedur sebagai berikut (Satibi;
M. Rifki; Hadika Aditama, 2015):
a. Resep asli dikumpulkan berdasarkan tanggal yang sama dan diurutkan sesuai
nomor resep,
b. Resep yang berisi narkotika dipisahkan atau digaris bawahi dengan tinta merah
c. Resep yang berisi psikotropika digaris bawah dengan tinta biru
d. Resep dibendel sesuai dengan kelompoknya,
8
e. Bendel resep ditulis tanggal, bulan dan tahun yang mudah dibaca dan disimpan
di tempat yang telah ditentukan
f. Penyimpanan bendel resep dilakukan secara berurutan dan teratur sehingga
memudahkan untuk penelusuran,
g. Resep yang diambil dari bandel pada saat penelusuran harus dikembalikan pada
bendel semula tanpa merubah urutan,
h. Resep yang telah disimpan selama lebih dari 3 (tiga) tahun dapat dimusnahkan
sesuai tata cara pemusnahan.
2. Pemusnahan Resep
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016, resep yang telah
disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan
resep dilakukan oleh apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di
apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan
berita acara pemusnahan resep menggunakan formulir dua sebagaimna terlampir
dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/ kota.
Berdasarkan Standar Prosedur Operasional Pemusnahan Resep (Indonesia, 2013),
prosedur ini dibuat untuk pelaksanaan kegiatan pemusnahan resep yang telah
disimpan 3 (tiga) tahun atau lebih. Yang bertanggung jawab adalah Apoteker
dibantu oleh personil yang ditunjuk bertanggung jawab atas pelaksanaan
pemusnahan resep.
9
• Jumlah resep narkotika dan berat resep yang dimusnahkan
• Nama Apoteker pelaksana pemusnahan resep
• Nama saksi dalam pelaksanaan pemusnahan resep
f. Membuat Berita Acara Pemusnahan yang ditandatangani oleh Apoteker dan
saksi dalam pelaksanaan pemusnahan resep.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Cara apoteker memproses suatu resep merupakan hal penting dalam rangka
pemenuhan tanggung jawab profesional mereka. Dalam pelayanan resep ini, resep
yang sudah diterima apoteker harus dibaca secara lengkap dan hati-hati, sehingga
tidak ada keraguan dalam resep tersebut. Apoteker harus melakukan skrining resep
yaitu persyaratan administrative, kesesuaian farmasetis, pertimbangan klinis 2.
2. Pengelolaan resep yang diterima dan dikerjakan harus disimpan, untuk resep
Narkotika dan psikotropika harus dipisahkan dan ditandai garis merah untuk resep
obat narkotika dan garis biru untuk resep obat psikotropika. Resep juga harus
dibendel setiap bulan dan diurutkan berdasarkan urutan penerimaan resep dan
urutan tanggal.
3. Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya
petugas lain di apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang
dibuktikan dengan berita acara pemusnahan resep menggunakan formulir dua
sebagaimna terlampir dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan
kabupaten/ kota.
11
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan RI No 72 Tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: departemen kesehatan Repoblik Indonesia.
Depkes RI. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan RI No 72 Tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta: departemen kesehatan Repoblik
Indonesia.
Isnariani, TA, and Hutabarat, M. (2017). Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta:
BPOM. Satibi; M. Rifki; Hadika Aditama. (2015). Manajemen apoteker. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
12