You are on page 1of 62

Tugas Kelompok

INFEKSI MATERNAL

Oleh:
Firmansyah Ismail Nh0222018
Hasnawati Nh0222019
Helmi Hatami Nh0222020
Hikmaradianti Nh0222021
Husnaeni Nh0222022
Ikhnil Rhamadhan Nh0222023
Imanuel Sakka' Ma'dika Nh0222024
Janiartri Srigandi Barretasik Nh0222025
Jumrana Nh0222026
Jumruspita Sudirman Nh0222027
Junaeda Nh0222028
Karmila S. Laopo Nh0222029
Linda Nh0222030
Maria Paula Apriyanti Bon Nh0222031
Masniati Nh0222032
Muh. Fachrul Nh0222033
Muh. Sulkifli Nh0222034
Mutiara Nh0222071

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NANI HASANUDIN
MAKASSAR

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang


Maha Esa karena telah melimpahkan rahmat serta
karuniaNya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga
makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya.
Kami selaku penyusun mengucapkan banyak
terimakasih kepada Ibu Wa Mina La Isa,
S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku dosen pada mata
Keperawatan Reproduksi yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni dan juga
kepada semua pihak yang telah berkontribusi memberikan
ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik .
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah
pengetahuan para pembaca.Namun terlepas dari itu semua
kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik serta
saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah
yang lebih baik lagi selanjutnya.

Makassar, 2 Oktober 2022

Kelompok II

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................2

DAFTAR ISI...........................................................................................................3

BAB I PEMBAHASAN.........................................................................................4

A. Infeksi Menular.............................................................................................4

B. Infeksi TorcH................................................................................................8

C. Infeksi Virus (covid 19)..............................................................................23

D. Infeksi Human Papiloma Virus...................................................................28

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................31

3
BAB I
PEMBAHASAN
A. Infeksi Menular
1. Definisi PMS
Infeksi menular seksual (IMS) atau penyakit menular seksual (PMS)
adalah penyakit yang penularan utamanya melalui hubungan seksual. Dulu
kita kenal juga dengan nama penyakit kelamin. Jika melakukan hubungan
seks berisiko dapat terkena penyakit kelamin atau infeksi menular seksual
ini. Infeksi menular seksual (IMS) atau penyakit menular seksual
(PMS) atau dalam bahasa Inggrisnya sexually transmitted disease
(STDs), sexually transmitted infection (STI), dan venereal disease (VD).
Pengertian dari IMS ini adalah infeksi yang sebagian
besar menular lewat hubungan seksual baik seks vaginal, oral,
maupun anal dengan pasangan yang sudah tertular. IMS disebut juga
penyakit kelamin atau penyakit kotor. Namun ini hanya menunjuk
pada penyakit yang ada di kelamin. Istilah IMS lebih luas
2. Etiologi PMS
Penyakit menular seksual disebabkan oleh beberapa virus dan bakteri
yang menyebar melalui cairan tubuh. Terdapat beberapa jenis patogen
yang dapat menyebabkan penyakit
menular seksual, di antaranya:
a. Infeksi bakteri: Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis,
Treponema pallidum, Haemophilus ducreyi. Neisseria gonorrhoeae
adalah salah satu jenis bakteri penyebab PMS merupakanuman
gram negatif berbentuk diplokokus yang merupakan penyebab infeksi
saluran urogenitalis. Kuman ini bersifat fastidious dan untuk
tumbuhnya perlu media yang lengkap serta baik. Akan tetapi, ia
juga rentan terhadap kepanasan dan kekeringan sehingga tidak
dapat bertahan hidup lama di luar host-nya. Penularan umumnya
terjadi secara kontak seksual dan masa inkubasi terjadi sekitar 2–5
hari, dengan gejala dan tanda pada laki-laki dapat muncul 2 hari

4
setelah pajanan dan mulai dengan retritis, diikuti oleh secret
purulen, disuria dan sering berkemih serta melese. Pada perempuan
gejala dan tanda timbul dalam 7-21 hari, dimulai dengan secret
vagina. Pada pemeriksaan, serviks yang terinfeksi tampak
edematosa dan rapuh dengan drainase mukopurulen dari ostium2.
b. Infeksi virus: Human Immunodeficiency Virus, Herpes simplex
virus, Human
papillomavirus, hepatitis B. Salah satu golongan virus penyebab PMS
adalah herpes. Saat ini dikenal dua macam herpes yaitu herpes zoster
dan herpes simplek. Kedua herpes ini berasal dari virus erbeda.
Herpes zoster disebabkan oleh virus varicella, sedangkan herpes
simpleks isebabkan oleh herper simplex virus (HSV). Herpes
genitalis ialah infeksi pada
genital yang disebabkan oleh herpes simplex virus (HSV), terutama
HSV tipe 2, yang sering bersifat berulang. Masa tunas berkisar antara
3-7 hari, tetapi dapat lebih lama. Keluhan seperti sensasi terbakar
dan gatal, beberapa jam sebelum timbul lesi, terkadang disertai
gejala umum, misalnya lemas, demam dan nyeri otot.
c. Jamur: Candida albicans Kandidiasis adalah infeksi primer atau
sekunder dari genus Candida, terutama Candida albicans
(C.albicans). Manifestasi klinisnya sangat bervariasi dari akut,
ubakut dan kronis ke episodik. Kelainan dapat lokal di mulut,
tenggorokan, kulit, kepala, vagina, jari-jari tangan, kuku, bronkhi,
paru, atau saluran pencernaan
makanan, atau menjadi sistemik misalnya septikemia, endokarditis
dan meningitis. Prosespatologis yang timbul juga bervariasi dari iritasi
dan inflamasi sampai supurasi akut, kronis atau reaksi granulomatosis.
Karena Candida albicans merupakan spesies endogen, maka
penyakitnya merupakan infeksi oportunistik. (Dwidjoseputro, 2009).
d. Protozoa

5
Trichomonas vaginalis adalah anaerobik, protozoa flagellated,
bentuk mikro organisme. Parasit mikroorganisme adalah agen
penyebab trikomoniasis dan yang paling umum infeksi protozoa
patogen manusia di negara-negara industri. Tingkat infeksi antara
pria dan wanita adalah sama dengan perempuan menunjukkan
gejala sementara infeksi pada pria biasanya asimptomatik.
Trichomonas vaginalis adalah infeksi menular seksual (IMS). Hal ini
kadang-kadang disebut sebagai trichomonas atau trichomoniasis,
atau disingkat menjadi TV.
e. Trikomoniasis adalah penyakit yang sangat umum menular
seksual (PMS) yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis, motil
sebuah, golongan protozoa. Gejala lebih sering terjadi pada
wanita dibandingkan pada pria, meskipun perempuan dan laki-laki
mungkin asimtomatik. Peradangan kelamin yang berhubungan
dengan infeksi Trichomonas vaginalis memfasilitasi human
immunodeficiency virus (HIV)
3. Manifestasi Klinis PMS
a. Perempuan
1) Luka dengan atau tanpa rasa sakit di sekitar alat kelamin, anus,
mulut atau
bagian tubuh ang lain, tonjolan kecil – kecil, diikuti luka yang
sangat sakit
disekitar alat kelamin.
2) Cairan tidak normal yaitu cairan dari vagina bisa gatal, kekuningan,
kehijauan,
berbau atau berlendir.
3) Sakit pada saat buang air kecil yaitu IMS pada wanita biasanya
tidak
menyebabkan sakit atau burning urination.
4) Tonjolan seperti jengger ayam yang tumbuh disekitar alat kelamin.

6
5) Sakit pada bagian bawah perut yaitu rasa sakit yang hilang muncul dan
tidak
berkaitan dengan menstruasi bisa menjadi tanda infeksi saluran
reproduksi (infeksi yang telah berpindah kebagian dalam sistemik
reproduksi, termasuk
tuba fallopi dan ovarium)
6) Kemerahan yaitu pada sekitar alat kelamin
b. Laki – laki
1) Luka dengan atau tanpa rasa sakit di sekitar alat kelamin, anus ,
mulut atau
bagian tubuh yang lain, tonjolan kecil – kecil , diikuti luka yang sangat
sakit di
sekitar alat kelamin.
2) Cairan tidak normal yaitu cairan bening atau bewarna berasal dari
pembukaan
kepala penis atau anus.
3) Sakit pada saat buang air kecil yaitu rasa terbakar atau rasa sakit
selama atau
etelah urination.
4) Kemerahan pada sekitar alat kelamin, kemerahan dan sakit di kantong
zakar.
4. Patway

7
5. Pencegahan Perawatan
Terlepas dari sifat PMS yang sangat mudah menular, sejatinya cara
pencegahan PMS itu sendiri juga bisa dibilang mudah untuk dilakukan.
Adapun beberapa langkah umum yang bisa Anda ambil sebagai tindakan
pencegahan dalam hal ini adalah sebagai berikut.

8
a. Menghilangkan kebiasaan berganti pasangan
Penyakit menular seksual sejatinya dapat disebabkan oleh berbagai
hal, mulai dari virus, parasit, hingga bakteri. Penularan
mikroorganisme berbahaya ini paling sering terjadi ketika
berhubungan seksual. 
Meskipun menghindari hubungan seksual sepenuhnya bisa menjadi cara
paling efektif dalam mencegah PMS, tetapi di sini Anda juga bisa
mencoba cara kedua, yakni dengan menghilangkan kebiasaan sering
berganti pasangan dalam berhubungan seksual. Hal ini menjadi semakin
penting terutama jika pasangan Anda tidak jelas riwayat kesehatan
seksualnya.
b. Menggunakan proteksi
Penggunaan alat kontrasepsi saat berhubungan seksual tidak hanya
untuk mencegah kehamilan saja, akan tetapi juga penting untuk
menghindari terjadinya penularan PMS. Untuk itu, jangan pernah
lupakan penggunaan proteksi seperti kondom ketika berhubungan
seksual, terutama jika riwayat kesehatan seksual pasangan masih
belum dapat diketahui dengan pasti.
Dalam hal ini, Anda bisa memilih jenis kondom lateks, sebagaimana
yang direkomendasikan oleh Central for Disease Control (CDC).
Kondom lateks diketahui lebih aman dan memiliki risiko kerusakan
atau kebocoran yang lebih kecil dibandingkan dengan kondom
sintetis. 
c. Melakukan vaksinasi
Ada beberapa jenis penyakit menular seksual (PMS) yang sejatinya
bisa Anda cegah dengan mendapatkan vaksinasi. Sebagai contoh
adalah vaksin hepatitis B dan vaksin HPV yang dapat mengurangi
risiko penyakit kutil kelamin dan juga terjadinya kanker serviks. 
Untuk jenis vaksin hepatitis B, sebaiknya dilakukan segera setelah
bayi lahir, yakni dalam jangka 24 jam waktu kelahiran, sedangkan
untuk vaksinasi HPV sebaiknya dilakukan begitu anak perempuan

9
menginjak usia 9 tahun. Vaksinasi HPV juga masih bisa didapatkan
oleh wanita hingga umur 26 tahun.
d. Mendeteksi PMS melalui tes
Cara pencegahan PMS berikutnya ini cukup penting, tetapi sering
diabaikan oleh para pasangan yang aktif secara seksual. Dalam hal ini,
tes perlu dilakukan sedini mungkin untuk mengetahui ada atau
tidaknya jenis PMS yang diderita oleh Anda maupun pasangan Anda. 
Apabila hasil tes menunjukkan adanya indikasi PMS, maka tindakan
pencegahan dan pengobatan dapat diambil dengan sesegera mungkin.
Apabila keduanya terindikasi sehat, maka hasil tes ini akan mampu
menciptakan rasa yang lebih aman saat berhubungan seksual.
e. Menjaga kebersihan diri dan pasangan
Setelah berhubungan seksual, sangat penting untuk para pasangan
tetap menjaga kebersihan dirinya dengan baik. Hanya dengan cara ini,
perkembangan mikroorganisme berbahaya penyebab PMS dapat
diminimalisir dengan lebih baik. 
Dalam hal ini, cobalah untuk tidak berbagai pakaian dalam ataupun
handuk dengan pasangan. Selain itu, jangan lupa untuk membersihkan
diri dengan mandi dan buang air kecil setelah melakukan hubungan
seksual, sebagai tindakan pencegahan PMS.

6
(infeksi yang telah
berpindah kebagian
dalam sistemik
reproduksi, termasuk
10
tuba fallopi dan ovarium)
6. Kemerahan yaitu pada
sekitar alat kelamin
b. Laki – laki
1. Luka dengan atau
tanpa rasa sakit di
sekitar alat kelamin, anus
, mulut atau
bagian tubuh yang lain,
tonjolan kecil – kecil ,
diikuti luka yang sangat
sakit di
sekitar alat kelamin.
2. Cairan tidak normal
yaitu cairan bening atau
11
bewarna berasal dari
pembukaan
kepala penis atau anus.
3. Sakit pada saat buang
air kecil yaitu rasa terbakar
atau rasa sakit selama atau
setelah urination.
4. Kemerahan pada
sekitar alat kelamin,
kemerahan dan sakit di
kantong zakar.
6
(infeksi yang telah
berpindah kebagian

12
dalam sistemik
reproduksi, termasuk
tuba fallopi dan ovarium)
6. Kemerahan yaitu pada
sekitar alat kelamin
b. Laki – laki
1. Luka dengan atau
tanpa rasa sakit di
sekitar alat kelamin, anus
, mulut atau
bagian tubuh yang lain,
tonjolan kecil – kecil ,
diikuti luka yang sangat
sakit di
sekitar alat kelamin.
13
2. Cairan tidak normal
yaitu cairan bening atau
bewarna berasal dari
pembukaan
kepala penis atau anus.
3. Sakit pada saat buang
air kecil yaitu rasa terbakar
atau rasa sakit selama atau
setelah urination.
4. Kemerahan pada
sekitar alat kelamin,
kemerahan dan sakit di
kantong zakar.
6

14
(infeksi yang telah
berpindah kebagian
dalam sistemik
reproduksi, termasuk
tuba fallopi dan ovarium)
6. Kemerahan yaitu pada
sekitar alat kelamin
b. Laki – laki
1. Luka dengan atau
tanpa rasa sakit di
sekitar alat kelamin, anus
, mulut atau
bagian tubuh yang lain,
tonjolan kecil – kecil ,

15
diikuti luka yang sangat
sakit di
sekitar alat kelamin.
2. Cairan tidak normal
yaitu cairan bening atau
bewarna berasal dari
pembukaan
kepala penis atau anus.
3. Sakit pada saat buang
air kecil yaitu rasa terbakar
atau rasa sakit selama atau
setelah urination.
4. Kemerahan pada
sekitar alat kelamin,

16
kemerahan dan sakit di
kantong za
B. Infeksi TorcH
1. Definisi infeksi torch
Infeksi TORCH (Toxoplasma, Other Disease, Rubella,
Cytomegalovirus dan Herpe Simplexs Virus) merupakan beberapa
jenis infeksi yang bisa dialami oleh wanita yang akan ataupun
sedang hamil. Infeksi ini dapat menyebabkan cacat bayi akibat
adanya penularan dari ibu ke bayi pada saat hamil.
TORCH adalah singkatan dari Toxoplasma gondii (Toxo),
Rubella, Cyto Megalo Virus (CMV), Herpes Simplex Virus (HSV)
yang terdiri dari HSV1 dan HSV2 serta kemungkinan oleh virus
lain yang dampak klinisnya lebih terbatas (Misalnya Measles,
Varicella, Echovirus, Mumps, virus Vaccinia, virus Polio, dan
virus Coxsackie-B).
Penyakit TORCH ini dikenal karena menyebabkan kelainan
dan berbagai keluhan yang bisa menyerang siapa saja, mulai anak-
anak sampai orang dewasa, baik pria maupun wanita. Bagi ibu
yang terinfeksi saat hamil dapat menyebabkan", kelainan
pertumbuhan pada bayinya, yaitu cacat fisik dan mental yang
beraneka ragam
TORCH merupakan gabungan infeksi prenatal yang disebabkan oleh
infeksi Toxoplasma, rubella, citomegalo virus dan herpes simplex dan
infeksi lain seperti sipilis, hepatitis B, HIV,Parpovirus-B19). Gejala klinik
TORCH mengalami kemiripan satu sama lain, jika terjadi pada kehamilan
infeksi ini sering tidak menimbulkan gejala atau bersifat (asimtomatik).
Infeksi TORCH pada kehamilan berpotensi menyebabkan
transmisi penularan infeksi dari ibu ke janin, melalui jalan transplasenta
yang dapat mengakibatkan keguguran, kematian janin atau kelainan

17
kongenital saat dilahirkan seperti hidrocephalus, mikrocephalus, anggota
badan tidak lengkap, pembentukan syaraf yang tidak sempurna,
pengapuran otak, idiot, serta kecacatan seumur hidup (Juanda, I, 2014).
Infeksi Toxoplasma ditularkan dalam bentuk Ookista, yang secara
tidak sengaja tertelan oleh manusia melalui makanan, atau tinja hewan,
sehingga masuk kedalam tubuh, ataupun penularan lain seperti memakan
daging hewan yang mengandung Ookista parasit protozoa, ditularkan dari
ibu yang terinfeksi saat hamil, atau donor organ/darah yang terinfeksi.
Prognosis penularan toxoplasma dari ibu dan bayi ditentukan oleh usia
kehamilan saat terinfeksi. Angka penularan sebesar 12% jika terjadi pada
usia 6-16 minggu, 20% jika terinfeksi pada usia kehamilan 28 minggu
hingga saat melahirkan. Prognosis berat jika terinfeksi pada TM 1
kehamilan karena dapat mengakibatkan keguguran, IUFD (kematian janin
dalam kandungan), jika terinfeksi pada TM II resiko penularan sebesar
25%, dan jika terinfeksi pada TM III resiko penularan sebesar 65% tanpa
disertai tanda gejala atau bersifast asimtomatik. Rubella merupakan
penyakit yang disebabkan oleh virus Rubella. Rubella merupakan virus
RNA yang termasuk dalam genus Rubivirus, famili Togaviridae, dengan
jenis antigen tunggal yang tidak dapat bereaksi silang dengan sejumlah
grup Togavirus lainnya. Rubella menyerupai penyakit campak ringan
“campak jerman” (Mawson and Croft, 2019 dalam Azizah, N.,et.,al.,
2022., dan Dewi, 2019). Virus Rubella ditransmisikan melalui pernapasan
dan mengalami replikasi di nasofaring dan di daerah kelenjar getah bening.
Viremia terjadi antara hari ke-5 sampai hari ke-7 setelah terpajan virus
Rubella. Dalam ruangan tertutup, virus Rubella dapat menular ke setiap
orang yang berada di ruangan yang sama dengan penderita. Masa inkubasi
virus Rubella berkisar antara 14–21 hari. Masa penularan 1 minggu
sebelum dan 4) hari setelah permulaan (onset) ruam (rash). Pada fase ini,
Virus Rubella sangat menular (Dewi, 2019).
Menurut WHO, 2020 dalam Azizah, N.,et.,al., (2022) menyatakan
bahwa virus ini menyebabkan demam ringan dan ruam pada anak-anak

18
maupun dewasa. virus ini ditularkan melalui Droplet (udara) oleh orang
yang bersin atau batuk. Infeksi Rubella pada kehamilan umumnya ringan,
namun jika virus ini menginfeksi pada kehamilan dapat menyebabkan
masalah dan beresiko pada kematian janin atau kecacatan yang dikenal
dengan syndrome kongenital rubella (CRS). Leung Hon and Congenital
Rubella Syndrome (CRS) atau Fetal Rubella Syndrome merupakan
gabungan beberapa keabnormalan fisik yang berkembang pada bayi
sebagai akibat infeksi virus Rubella maternal yang berlanjut dalam fetus.
CRS dapat mengakibatkan terjadinya abortus, bayi lahir mati, prematur
dan cacat apabila bayi tetap hidup. Risiko infeksi janin beragam
berdasarkan waktu terjadinya infeksi maternal. Apabila infeksi terjadi pada
0–12 minggu usia kehamilan, maka terjadi 80–90% risiko infeksi janin.
Infeksi maternal yang terjadi sebelum terjadi kehamilan tidak
mempengaruhi janin. Infeksi maternal pada usia kehamilan15–30 minggu
risiko infeksi janin menurun yaitu 30% atau 10–20% (Azizah, N.,et.,al.,
2022 dan Dewi, 2019).
Penyakit Rubella hamper tidak menimbulkan gejala pada masa
prodomal. Beberapa diantaranya mengalami demam ringan 1–5 hari,
malaise, adenopati, sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, disertai dengan
eksantema bercak berwarna merah. Gejala lain adalah timbul ruam dalam
waktu 24 jam kemudian hilang memudar dalam waktu 72 jam. Adanya
bitnik merah dan ruam dibagian tenggorok dapat digunakan sebagai
diagnosis banding, bisa juga disertai dengan nyeri sendi (Mawson and
Croft, 2019 dalam Azizah, N.,et.,al., 2022). Infeksi Rubella pada
kehamilan diketahui berdampak buruk pada janin. Greeg (1892-1966)
dalam Azizah, N.,et.,al., (2022) menyatakan bahwa infeksi rubella pada
kehamilan berhubungan dengan kejadian katarak kongenital. Sedangkan
menurut Mawson and Croft, (2019) dalam Azizah, N.,et.,al., (2022)
menyatakan infeksi rubella pada kehamilan dapat menimbulkan dampak
kelainan mata (katarak kongenital),mikroftalmia, retinopati, ruam pada
saat lahir, gangguan pertumbuhan janin (IUGR), kejang, defek

19
pendengaran dan kardiovaskular, mikrosephali, gangguan psikomotor,
gangguan perilaku dan bicara, purpura trombositopenik, hepatitis,
hepatospenomegali, lesi tulang, radang paru-paru, diabetes mellitus,
fangguan tiroid, panensefalitis rubella.
infeksi rubella ditularkan oleh manusia, pada kehamilan infeksi ini
ditularkan dari transmisi plasenta ibu ke janin. Virus Rubella mampu
menginfeksi plasenta, merubah beberapa sistem janin dan mengganggu
pertumbuhan organ dan menyebabkan peradangan sistemik, akibatnya
virus dapat menginvasi sel pada awal pertumbuhan janin. Bukti
menunjukkan bahwa perlekatan virion virus rubella ke sel inang dimediasi
oleh protein EL. Mawson and Croft, (2019) menyebutkan Virus Rubella
dapat menginfeksi ibu hamil selama fase perkembangan organ janin,
sehingga menyebabkan CRS, hal ini dikarenakan janin melum memiliki
kekebalan yang matang. Infeksi rubella merusak enzim yang
bertanggungjawab terhadap perubahan retinol menjadi asam retinoat,
sehingga meningkatkan konsentrasi vit A dan merusak fungsi hati.
konsentrasi serum retinol menurun sebagai akibat gangguan mobilisasi hat
dan sekresi protein pembawa retinol-binding protein jika infeksi ini terjadi
pada minggu awal kehamilan akan menyebabkan kerusakan hati Azizah,
N.,et.,al., (2022
Transmisi Vertikal Dan Resiko Crs pada janin didapat secara
hematogen, dan laju transmisi bervariasi dengan usia kehamilan. Setelah
menginfeksi plasenta, rubela Virus menyebar melalui sistem vaskular yang
sedang berkembang, menyebabkan kerusakan sitopatik pada pembuluh
darah dan iskemia. Saat infeksi / paparan ibu terjadi pada trimester I,
tingkat infeksi janin mendekati 80%, turun menjadi 25% pada akhir
trimester kedua dan meningkat lagi di urutan ketiga trimester dari 35%
pada usia kehamilan 27-30 minggu sampai hampir 100% di luar usia
kehamilan 36 minggu. Resiko kelainan kongenital telah dilaporkan 90%
ketika ibu terinfeksi sebelum usia kehamilan 11 minggu, 33% pada 11-12
minggu, 11% pada 13-14 minggu, 24% pada 15-16 minggu, dan 0%

20
setelah 16 minggu. Oleh karena itu, risiko cacat bawaan setelah ibu
mengalami infeksi pada dasarnya terbatas pada 16 minggu pertama
gestation. FGR nampaknya sequela paling sering infeksi trimester ketiga
(Surya.i., Mulyana S., Pangkahila E., n.d).
Diagnosis infeksi Rubella dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
Antibodi IgG+IgM. Pemeriksaan IgG digunakan untuk memastikan
adanya infeksi pada masa lampau, kemudian pemeriksaan IgM digunakan
untuk melihat infeksi pada saat ini. Pemeriksaan Rubella tergolong mahal
sehingga pemeriksaan ini dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan
infeksi TORCH. Skrining TORCH pada kehamilan dilakukan pada
perempuan dengan tanda gejala, yang saat ini tergabung dengan Antenatal
Care Terpadu tes laboratorium. Pencegahan infeksi ini dapat dilakukan
dengan vaksin rubella pada anak-anak, dewasa dan ibu hamil. Imunitas
maternal, baik setelah vaksinasi maupun secara alami, umumnya bersifat
protektif terhadap infeksi rubella intrauteri (Azizah, et.,al, 2019)
Surya.i., Mulyana S., Pangkahila E., n.d mengatakan gambaran
kelainan CMV dapat dilihat melalui sonografi, computed tomography,
atau magnetic resonance imaging. Pada beberapa kasus pemeriksaan
sonografi perinatal ditemukan gambaran mikrocephaly, ventriculomegaly,
kalsifikasi serebral, asites, hepatomegaly, splenomegaly, dan usus
hyperechoic, hydrops, dan ologohidramnion. Penatalaksaan ibu hamil
dengan infeksi Rubella dilakukan dengan penanganan simtomatik, jika
infeksi primer baru terkonfirmasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan
amniosintesis. Infeksi primer menentukan resiko yang ditimbulkan
terhadap janin. Pencegahan infeksi bergantung pada pencegahan infeksi
primer pada awal kehamilan.
Manuaba (2007) dan CDC (2019) mengatakan bahwa Herpes
merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Herpes simpleks, virus ini
tersusun atas protein DNA untai Ganda. Virus ini terbagi dua yaitu virus
Herpes HSV-1 dan HSV-2. HSV-1 menyebabkan infeksi nosofaring,
ginggivastomatis, keratokonjuntivitis, labialis, dan sekitar 15-20%

21
menginfeksi bagian genital. HSV-2 menginfeksi bagian genitalia dan
merupakan infeksi rekuren yang berulang (Sari, et.,al, 2022). Masa
inkubasi virus ini adalah 2-12 hari kemudian bereplikasi di epidermis dan
dermis dan mengakibatkan terjadinya destruksi dan inflamasi.
Manisfestasi klinik dapat dilihat dari tanda gejala infeksi primer yang
dapat dilihat dari lesi yang mengandung antibodi dalam serum (Brown,
Gardella, Morrow, Corey, 2007 dalam Sari, et.,al, 2022).
Infeksi Herpes ditandai dengan tanda gejala demam, panas, lemas,
nyeri otot, sakit kepala, mual, muntah disertai dengangejala lokal infeksi
herpes yaitu timbulnya vesikel genitalia disertai nyeri, limfadenopati
inguinalis, vesical dapat pecah dan membentuk ulkus. Gejala ini muncul
karena dalam prosesnya virus berdomisili di ganglion serabut saraf
(Manuaba, 2007 dalam Sari, et.,al, 2022). Penularan infeksi Herpes pada
kehamilan terjadi penderita HSV-1 dan HSV-2 kontak dengan ibu hamil
dan ibu hamil tidak memiliki antibodi terhadap virus sebelumnya. Pada
kebanyakan pasien gejala berupa asimtomatik atau gejala ringan, dan
hanya sepertiga dari ibu hamil yang menunjukkan gejala konsisten dengan
Herpes (Brown,1997 dalam Sari, et.,al, 2022). Manifestasi klinis yang
khas adalah timbulnya lesi unilateral dan bilateral dengan dasar
eritematosa, terletak diantara dermatosa sacral, pada kulit bagian genital
atau sekitarnya. Diagnosis klinis dapat diketahui dengan pemeriksaan
antibodi tes serologi, tes PCR, dan kultur virus. Diagnosis klinis biasanya
ditegakkan dengan ditemukannya lesi vesicular atau ulserasi yang
dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium.
Penularan virus dari ibu ke janin terjadi saat persalinan saat bayi
kontak langsung dengan virus yang terinfeksi seperti serviks, vulva,
vagina, dan area perineum. Resiko penularan dari infeksi dari ibu bersalin
ke janin adalah 50%. Infeksi neonates tertinggi terjadi apabila ibu hamil
terinfeksi primer pada akhir kehamilan. Pada saat itu antibodi IgG ibu
belum terbentuk sehingga bayi belum mendapatkan perlindungan saat bayi
dilahirkan. Infeksi ibu ke janin terjadi melalui transmisi transplasenta atau

22
transerviks. Infeksi yang terjadi pada trimester pertama dan trimester
kedua dapat mengakibatkan keguguran, prematuritas serta IUGR.
Manifestasi janin meliputi anansephali, hepatosplenomegali, IUGR dan
IUFD (Money, dan Steben, 2008 dalam Sari, et.,al, 2022).
Penatalaksanaan herpes pada ibu hamil dapat dilakukan dengan pemberian
antivirus supresif sejak usia kehamilan 36 minggu.ibu yang terinfeksi
Herpes disarankan untuk persalinan sesar, hal ini dilakukan untuk
mencegah penularan infeksi dari ibu ke bayi. Penatalaksanaan disesuaikan
dengan usia kehamilan saat terinfeksi primer. Jika ibu terinfeksi trimester
1 dan 2 maka dilakukan rujukan ke dokter Ogyn, perawatan tidak boleh
ditunda untuk pemberian anti retovirus, pertahankan kehamilan dengan
baik hingga 6 minggu ke depan. Jika terinfeksi pada Trimester ketiga
lakukan perawatan segera, anjurkan untuk bersalin secara sesar, karena
peningkatan infeksi sangat besar 41% pada 6 minggu ke depan, lakukan
tes antibody spesifik (Sari, et.,al, 2022).
Pravalensi TORCH juga dipengaruhi oleh geografi, sosial
ekonomi, lingkungan dan personal hygiene (Sahu SK., et al dan Surpam
RB., et al, 2019, 2006). Pendidikan dan pengetahuan akan infeksi ini
sangat penting, untuk mengetahui cara penularan, sehingga dapat
mencegah infeksi penyakit ini dan resiko yang ditimbulkan. Dalam rangka
menekan angka kematian neonatal akibat infeksi kongenital salah satunya
adalah dengan pelayanan kesehatan janin dalam kandungan yang tertuang
pada Permenkes No 25 Tahun 2014, selain itu juga dilakukan dengan
menjamin pelayanan kesehatan berkualitas oleh tenaga kesehatan dengan
peningkatan pengetahuan dalam deteksi dini penyakit dan komplikasi yang
diakibatkan oleh penyakit infeksi, terutama yang dapat ditularkan secara
vertical dari ibu ke janin (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2019).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan diantaranya adalah dengan
menekan infeksi perinatal dengan program pemeriksaan Triple
Elimination (sifilis, hepatitis B dan HIV) dan skrining dan deteksi dini

23
resiko komplikasi pada kehamilan termasuk TORCH. srining ini ditujukan
untuk memyus rantai penularan TORCH yang mungkin ditularkan secara
vertical dari ibu ke janin. Meskipun demikian skrining TORCH cukup
jarang dilakukan karena pemeriksaan ini cukup mahal, karenanya keahlian
dalam mengenal tanda gejala infeksi TORCH oleh tenaga kesehatan sangat
perlu agar penyakit ini dapat dideteksi dini dan tidak menyebabkan resiko
kematian kongenital ataupun kematian janin.
Bidan merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan di
Masyarakat bagi perempuan sepanjang siklus hidupnya. Deteksi dini
komplikasi merupakan salah satu bentuk pelayanan kebidanan yang
tertuang dalam asuhan selama kehamilan (Antenatal Care). Kebijakan
mengenai Skrining TORCH tertuang pada Antenatal terpadu yaitu
pelayanan tes laboratorium da tatalaksana kasus sesuai indikasi.
Pengetahuan yang baik dalam mendeteksi tanda gejala TORCH membantu
penegakan diagnosa secara dini sehingga infeksi dapat segera diobati.
Pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kualitas petugas pelayanan
khususnya bidan dalam memberikan konseling dalam mencegah infeksi
pada masa kehamilan. Beberapa laporan menyebutkan pendidikan yang
baik dapat membantu mencegah terjadinya infeksi primer, sehingga dapat
mengurangi dampak resiko kecacatan kongenital yang ditimbulkan
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2019)
Penurunan kematian ibu dan anak tidak dapat lepas dari peran
pemberdayaan masyarakat, yang salah satunya dilakukan melalui
pelaksanaan kelas ibu hamil dan Program Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K). Salah Satu peran bidan adalah
memberikan pembekalan terhadap ibu hamil, keluarga serta masyarakat
dalam merencanakan persalinan yang aman dan persiapan menghadapi
komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas, dimana salah satunya melalui
deteksi dini komplikasi dan pencegahan TORCH (Kemeskes, RI, 2019).
2. Patologis

24
Penyebab utama dari virus dan parasit TORCH
(Toxoplasma, Rubella, CMV, dan Herpes) adalah hewan yang ada
di sekitar kita, seperti ayam, kucing, burung, tikus, merpati,
kambing, sapi, anjing, babi dan lainnya. Meskipun tidak secara
langsung sebagai penyebab terjangkitnya penyakit yang berasal dari
virus ini adalah hewan, namun juga bisa disebabkan oleh karena
perantara (tidak langsung) seperti memakan sayuran, daging
setengah matang dan lainnya.
Dalam dunia medis, Toxoplasma sering disebut juga dengan
virus kucing. Biasanya disebut juga Toxo, tokso,
toksoplasma, atau toksoplasmosis. Padahal sesungguhnya ini
bukan virus kucing, tetapi parasit darah. Kenapa sering disebut
virus kucing : selain sebutan ini sudah salah kaprah, memang
parasit ini tumbuhnya di dalam tubuh binatang. Hal mana menurut
penelitian di dalam maupun di luar negeri, 70% penyebab penyakit
ini adalah kotoran kucing Kemudian melalui hewan lain yang
menempel dalam makanan, lalu masuklah ke dalam tubuh manusia
dan menyat dalam darah.
a. Toxoplasma Dondii
Toxoplasmosis adalah penyakit infeksi oleh parasit yang
disebabkan oleh Toxoplasma gondii yang dapat menimbulkan radang
pada kulit, kelenjar getah bening, jantung, paru, mata, otak dan selaput
otak. Toxoplasmosis sendiri merupakan penyakit zoonosis yang
tersebar luas di seluruh dunia dengan prevalensi yang tinggi pada
burung dan mamalia termasuk manusia. Kucing merupakan sumber
infeksi bagi manusia.
b. Rubella
Kematian pada post natal rubella biasanya disebabkan
oleh enchepalitis. Pada infeksi awal, virus akan masuk melalui
traktus respiratorius yang kemudian akan menyebar ke kelenjar
limfe sekitar dan mengalami multiplikasi serta mengawali

25
terjadinya viremia dalam waktu 7 hari. Janin dapat terinfeksi
selama terjadinya viremia maternal.
Saat ini, telah diketahui bahwa infeksi plasenta terjadi
pada 80% kasus dan risiko kerusakan jantung, mata, atau
telinga janin sangat tinggi pada trisemester pertama. Jika infeksi
maternal terjadi sebelum usia kehamilan 12 minggu, 60% bayi
akan terinfeksi. Kemudian, risiko akan menurun menjadi 17%
pada minggu ke-14 dan selanjutnya menjadi 6% setelah usia
kehamilan 20 minggu. Akan tetapi, plasenta biasanya terinfeksi
dan virus dapat menjadi laten pada bayi yang terinfeksi
kongenital selama bertahun- tahun.
c. Cytomegalovirus (CMV)
Penyakit yang disebabkan oleh Cytomegalovirus dapat
terjadi secara kongenital saat bayi atau infeksi pada usia anak.
Kadang- kadang, CMV juga dapat menyebabkan infeksi primer
pada dewasa, tetapi sebagian besar infeksi pada usia dewasa
disebabkan reaktivasi virus yang telah didapat sebelumnya.
Infeksi kongenital biasanya disebabkan oleh reaktivasi CMV
selama kehamilan.
Di negara berkembang, jarang terjadi infeksi primer selama
kehamilan, karena sebagian besar orang telah terinfeksi
dengan virus ini sebelumnya. Bila infeksi primer terjadi pada
ibu, maka bayi akan dapat lahir dengan kerusakan otak, ikterus
dengan pembesaran hepar dan lien, trombositopenia, serta dapat
menyebabkan retardasi mental.
Bayi juga dapat terinfeksi selama proses kelahiran karena
terdapatnya CMV yang banyak dalam serviks. Penderita
dengan infeksi CMV aktif dapat mengekskresikan virus dalam
urin, sekret traktus respiratorius, saliva, semen, dan serviks.
Virus juga didapatkan pada leukosit dan dapat menular melalui
tranfusi.

26
d. Herpes Simpleks (HSV)
HSV merupakan virus DNA yang dapat diklasifikasikan ke
dalam HSV 1 dan 2. HSV 1 biasanya menyebabkan lesi di
wajah, bibir, dan mata, sedangkan HSV 2 dapat menyebabkan
lesi genital. Virus ditransmisikan dengan cara berhubungan
seksual atau kontak fisik lainnya. Melalui inokulasi pada kulit
dan membran mukosa, HSV akan mengadakan replikasi pada
sel epitel, dengan waktu inkubasi 4 sampai 6 hari. Replikasi
akan berlangsung terus sehingga sel akan menjadi lisis serta
terjadi inflamasi lokal. Selanjutnya, akan terjadi viremia di
mana virus akan menyebar ke saraf sensoris perifer. Di sini
virus akan mengadakan replikasi yang diikuti penyebarannya ke
daerah mukosa dan kulit yang lain2,4,9,10.

3. Patway

27
4. Manifestasi Klinis

28
TORCH merupakan infeksi yang dapat menyerang ibu dan janin yang
dikandungnya. Pada orang dewasa, gejala yang ditimbulkan biasanya tidak
terlalu berat, misalnya:
1.     Demam, tidak enak badan
2.     Flu
3.     Nyeri telan
4.     Ruam pada kulit
Namun, jika terinfeksi saat hamil bisa saja menularkan janin yang
dikandungnya, dan imbasnya janin bisa mengalami gangguan
perkembangan di rahim, gangguan otak, saraf, jantung, dan cacat lahir
lainnya. Untuk itu, pada wanita hamil sangat disarankan untuk
memeriksakan diri untuk mendeteksi adanya TORCH dalam dirinya,
terlebih jika memiliki tanda dan gejala. Pemeriksaan TORCH bisa
dilakukan di rumah sakit yang memiliki fasilitas pemeriksaan TORCH.
5. penjengahan perawatan
Mengingat bahaya dari TORCH untuk ibu hamil, bagi yang sedang
merencanakan kehamilan atau yang saat ini sedang
hamil, dapat mempertimbangkan saran-saran berikut agar bayi
dapat terlahir dengan baik dan sempurna.
a. Makan makanan bergizi Saat hamil, sebaiknya mengkonsumsi
banyak makanan bergizi. Selain baik untuk perkembangan janin,
gizi yang cukup juga akan membuat tubuh tetap sehat dan kuat.
Bila tubuh sehat, maka tubuh dapat melawan berbagai penyakit
termasuk TORCH sehingga tidak akan menginfeksi tubuh
b. Lakukan pemeriksaan sebelum kehamilan Ada baiknya,
memeriksakan tubuh sebelum merencanakan kehamilan. Dapat
memeriksa apakah dalam tubuh terdapat virus atau bakteri yang
dapat menyebabkan infeksi TORCH. Jika sudah terinfeksi, ikuti
saran dokter untuk mengobatinya dan tunda kehamilan hingga
benar-benar sembuh.

29
c. Melakukan vaksinasi Vaksinasi bertujuan untuk mencegah masuknya
parasit penyebab TORCH. Seperti vaksin rubela dapat dilakukan
sebelum kehamilan. Hanya saja, Anda tidak boleh hamil dahulu
sampai 2 bulan kemudian.
d. Makan makanan yang matang Hindari memakan makanan tidak
matang atau setengah matang. Virus atau parasit penyebab TORCH
bisa terdapat pada makanan dan tidak akan mati apabila makanan tidak
dimasak sampai matang. Untuk mencegah kemungkinan tersebut,
selalu konsumsi makanan matang dalam keseharian.
e. Periksa kandungan secara teratur Selama masa kehamilan, pastikan
juga agar memeriksakan kandungan secara rutin dan teratur.
Maksudnya adalah agar dapat dilakukan tindakan secepatnya apabila
di dalam tubuh ternyata terinfeksi TORCH. Penanganan yang cepat
dapat membantu agar kondisi bayi tidak menjadi buruk.
f. Jaga kebersihan tubuh Jaga higiene tubuh. Prosedur higiene dasar,
seperti mencuci tangan, sangatlah

30
C. Infeksi Virus (covid 19)
1. Definisi
COVID-19 (coronavirus disease 2019) merupakan penyakit infeksi
saluran pernapasan yang disebabkan oleh severe acute respiratory
syndrome virus corona 2 (SARS-CoV-2), atau yang sering disebut virus
Corona. Virus ini memiliki tingkat mutasi yang tinggi dan merupakan
patogen zoonotik yang dapat menetap pada manusia dan binatang dengan
presentasi klinis yang sangat beragam, mulai dari asimptomatik, gejala
ringan hingga berat, bahkan sampai kematian.
2. Patofisiologi
Pada awalnya diketahui virus covid 19 mungkin memiliki
kesamaan dengan SARS dan MERS CoV, tetapi dari hasil evaluasi
genomik isolasi dari 10 pasien, didapatkan kesamaan mencapai 99% yang
menunjukkan suatu virus baru, dan menunjukkan kesamaan (identik 88%)
dengan bat-derived severe acute respiratory syndrome (SARS)- like
coronaviruses, bat-SL-CoVZC45 dan bat-SL-CoVZXC21, yang diambil
pada tahun 2018 di Zhoushan, Cina bagian Timur, kedekatan dengan
SARS-CoV adalah 79% dan lebih jauh lagi dengan MERS-CoV (50%).
Gambar 2 menunjukkan evaluasi filogenetik COVID-19 dengan berbagai
virus corona. Analisis filogenetik menunjukkan COVID-19 merupakan
bagian dari subgenus Sarbecovirus dan genus Betacoronavirus penelitian
lain menunjukkan protein (s) memfasilitasi masuknya virus corona ke
dalam sel target. Proses ini bergantung pada peningkatan protein S ke
protease seluler. Penelitian hingga saat ini menu jukkan kemungkinan
proses masuknya COVID- 19 ke dalam sel mirip dengan SARS. Hal ini
didasarkan pada kesamaaan struktur 76% antara SARSdan COVID- 19.
Sehingga diperkirakan virus ini menarget Angiotensin Converting Enzyme
2 (ACE2) sebagai reseptor masuk dan menggunakan serine protease
TMPRSS2 untuk priming S Protein, meskipun hal ini masih membutuhkan
penelitian lebih lanjut (PDPI, 2020).

31
Proses imunologik dari host selanjutnya belum banyak diketahui.
Dari data kasus yang ada, pemeriksaan stokin yang berperan pada ARDS
menunjukkan hasil terjadinya badai sitokin (cytokine stroms) seperti apa
kondisi ARDS lainnya. Dari penelitian sejauh ini ditemukan beberapa
sitokin dalam jumlah tinggi, yaitu interleukin-1 beta (IL-1β), interferon -
gamma (IFN-y), inducible protein/CXCL10 (IP10) dan monocyte
chemoattractant protein 1 (MCP1) serta kemungkinan mengaktifkan T-
helper-1 (Th1) (PDPI, 2020).
Selain sitokin tersebut, COVID-19 juga meningkatkan sitokin T-
helper-2 (Th2) (misalnya, IL4 and IL 10) yang mensupresi imflamasi
berbeda dari pasien SARS-CoV. Data lain juga menunjukkan, pada pasien
COVID-19 di ICU ditemukan kadar granulocyte-colony stimulating factor
(GCSF), IP10, MCP1, macrophage inflammatory proteins 1A (MIP1A)
dan TNFα yang lebih tinggi dibandingkan pasien yang tidak memerlukan
perawatan ICU. Hal ini mengindikasikan badai sitokin akibat infeksi
COVID-19 berkaitan dengan derajat keparahan penyakit (PDPI, 2020).
3. Patologi dan Patway
Coronavirus hanya bisa memperbanyak diri melalui sel host-nya.
Virus tidak dapat hidup tanpa sel host. Berikut siklus dari Coronavirus
setelah menemukan sel host sesuai tropismenya. Pertama, penempelan dan
masuk virus ke sel host diperantarai oleh protein S yang dipertemukan
virus. Protein S penentu utama dalam menginfeksi spesies host-nya serta
penentu tropisnya (Wang, 2020). Pada studi SARS-Cov protein S
berinteraksi dengan reseptor di sel host yaitu enzim ACE-2 (angiotensin-
converting enzim 2). ACE-2 dapat ditemukan pada mukosa oral dan nasal,
nasofaring, paru, lambung, usus halus, usus besar, kulit, timus, sumsum
tulang, limpa, hati, ginjal, otak, sel epitel alveolar paru, sel enterosit usus
halus, sel endotel arteri vena, dan sel otot polos. Setelah berhasil masuk
selanjutnya translasi replikasi gen dari RNA genom virus. Selanjutnya
translasi replikasi dari transkripsi dimana sintesis virus RNA melalui

32
translasi dan perakitan darri kompleks replikasi virus. Tahap selanjutnya
adalah perakitan dan rilis virus (Fehr, 2015)
Setelah terjadi transmisi, virus masuk ke saluran napas atas
kemudian bereplikasi di sel epitel saluran napas atas (melakukan siklus
hidupnya). Setelah menyebar ke saluran napas bawah. pada infeksi akut
terjadi peluruhan virus dari saluran napas dan virus dapat berlanjut
meluruh beberapa waktu di sel gastrointestinal setelah penyembuhan.
Masa inkubasi virus sampai muncul penyakit sekitar 3-7 hari (PDPI,
2020).

Pathway Covid 19

Rasa cemas/khawatir
Covid 19

Menyerang system persarafan Gangguan pola


tidur
Mengambil alih sel-sel dilorong hidung dan
Fokus membuat lebih banyak virus

Terjadi kerusakan sel-sel hidung Hipertermi

peningkatan leukosit

Batuk kering sakit tenggorokan

Batuk berdahak Nyeri

Bersihan jalan nafa tidak efektif

Virus masuk keparu-paru

Menyerang sel paru radang paru

peningkatan produksi mucus


Penurunan fungsi paru
Kontraksi berlebih
Rusaknya alveoli
Hiperventilasi paru

pneumonia
33
Sesak
Atelektari

Hypoxemia

peningkatan kompensasi frekuensi nafas

Ketidakefektifan pola nafas

4. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang dialami biasanya bersifat ringan dan muncul
secara bertahap. Beberapa orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala
apapun dan tetap merasa sehat. Gejala COVID-19 yang paling umum
adalah demam, rasa lelah, dan batuk kering. Beberapa pasien mungkin
mengalami rasa nyeri dan sakit, hidung 12 tersumbat, pilek, nyeri kepala,
konjungtivitis, sakit tenggorokan, diare, hilang penciuman dan pembauan
atau ruam kulit (Kemenkes RI, 2020).
Menurut data dari negara-negara yang terkena dampak awal
pandemi, 40% kasus akan mengalami penyakit ringan, 40% akan
mengalami penyakit sedang termasuk pneumonia, 15% kasus akan
mengalami penyakit parah, dan 5% kasus akan mengalami kondisi kritis.
Pasien dengan gejala ringan dilaporkan sembuh setelah 1 minggu. Pada
kasus berat akan mengalami Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS), sepsis dan syok septik, gagal multi-organ, termasuk gagal ginjal
atau gagal jantung akut hingga berakibat kematian. Orang lanjut usia
(lansia) dan orang dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya
seperti tekanan darah tinggi, gangguan jantung dan paru, diabetes dan
kanker berisiko lebih besar mengalami keparahan (Kemenkes RI, 2020).
WHO merekomendasikan pemeriksaan molekuler untuk seluruh pasien
yang terduga terinfeksi COVID-19. Metode yang dianjurkan adalah
metode deteksi molekuler/NAAT (Nucleic Acid Amplification Test)
seperti pemeriksaan RT-PCR (Kemenkes RI, 2020)

34
5. Pencegahan Perawatan
Tindakan pencegahan dan mitigasi merupakan kunci penerapan di
pelayanan kesehatan dan masyarakat. Langkah-langkah pencegahan yang
paling efektif di masyarakat meliputi:
a. Melakukan kebersihan tangan menggunakan hand sanitizer jika tangan
tidak terlihat kotor atau cuci tangan dengan sabun jika tangan terlihat
kotor.
b. Menghindari menyentuh mata, hidung dan mulut.
c. Terapkan etika batuk atau bersin dengan menutup hidung dan mulut
dengan lengan atas bagian dalam atau tisu, lalu buanglah tisu ke
tempat sampah.
d. Pakailah masker medis jika memiliki gejala pernapasan dan melakukan
kebersihan tangan setelah membuang masker.
e. Menjaga jarak (minimal 1 meter) dari orang yang mengalami gejala
gangguan pernapasan.

35
D. Infeksi Human Papiloma Virus
1. Definisi
Human Papiloma Virus atau HPV adalah virus yag menyebabkan kutil
kelamin dan kanker, yang penyebaranya bisa terjadi lewat aktivitas seks.
HPV dapat menyerang siapa saja,baik pria dan Wanita. HPV sering
dialami oleh remaja dan orang dewasa mudah yang aktif berhubungan
intim yaitu pada pria berumur 20-24 tahun dan Wanita berumur 16-19
tahun.
Human Papiloma Virus (HPV) adalah virus yang paling sering dijumpai
pada penyakit menular seksual dan diduga berperan dalam proses
terjadinya kanker. Terdapat sekitar 130 tipe HPV yang telah berhasil
diidentifikasi dan lebih dari 40 tipe HPV dapat menginfeksi area genital
laki-laki dan perempuan, mulut, serta tenggorokan. Virus ini terutama
ditularkan melalui hubungan seksual. Varian yang sangat berbahaya dari
virus ini adalah HPV .
Human Papiloma Virus (HPV) adalah virus yang sering dijumpi pada
penyakit menular seksual dan diduga berperan dalam proses terjadinya
kanker
Human Papiloma Virus (HPV) adalah virus deoxyribonucleic acid (DNA)
untayan ganda yang menular secara seksual dan menginfeksi permukaan
kulit dan Mukosa epitel
2. Patofisiologi
Human Papilomavirus (HPV), dimulai dari infeksi virus dalam
mukosa atau keratinosit basal eoidermis akibat adanyadefek pada kulit
atau permukaan mukosa. Di lokasi ini virus tetap laten di dalam sel
sebagai episom melingkar dalam jumlah Salinan rendah. Proses infeksi
Human Papilomavirus yang paling banyak diidentifikasi adalah 16, 18,
dan 31. Mekanisme infeksi diantara masing-masing tipe sama meskipun
setiap tipe HPV memiliki variabilitas genetic berbeda-beda. Virus ini
hanya menginfeksi sel-sel lapisan dalam yang tidak berdiferensiasi pada

36
kulit atau selaput lender yang disebut sel target hanya melalui mikrolesi
akibat adanya trauma pada permukaan luar kulit atau mukosa.
Partikel HPV memiliki struktur icosahedral yang tidak berselubung
dengan diameter 50-60 nm. Genom HPV terdiri dari lingkaran beruntai
ganda (episom) dari sekitar 8000 pasangan basa, yang berisi delapan atau
Sembilan ORF (open reading frame).
3. Manifestasi klinis
Infeksi virus HPV sering kali tidak menimbulkan gejala. Namun, pada
beberapa kasus, virus ini dapat bertahan hingga menimbulkan gejala
berupa tumbuhnya kutil di permukaan kulit, seperti di lengan, tungkai,
wajah, dan kelamin. Berikut ini adalah ciri-ciri kutil di kulit sesuai dengan
area tumbuhnya :
a. Kutildibahu,lengan,dan jari tangan
Kutil yang tumbuh di area ini berbentuk benjolan yang terasa kasar
dan dapat terasa sakit serta rentan mengalami perdarahan.
b. Kutil ditelapak kaki(plantarwarts)
Kutil di telapak kaki berbentuk bejolan keras dan terasa kasar sehingga
menimbulkan rasa tidak nyaman saat menapak.
c. Kutil didaerahwajahKutil di wajah memiliki permukaan yang datar
(flat warts). Pada anak-anak, kutil di wajah lebih sering muncul di
daerah rahang bawah.
d. Kutil kelamin Kutil kelamin berbentuk seperti kembang kol dan bisa
tumbuh pada kelamin wanita atau laki-laki. Selain di kelamin, kutil
juga bisa tumbuh di dubur dan menimbulkan rasa gatal.
4. Pencegahan dan perawatan
a. Pemberian vaksin HPV
b. Hindari menyentuh kutil secara langsung
c. Jangan berganti ganti pasangan
d. Menjaga kebersihan tubuh
e. Hindari berbagi pemakaian barang pribadi

37
Langkah utama untuk mencegah infeksi HPV adalah
melakukan vaksinasi HPV. Vaksin HPV menjadi salah satu vaksin
wajib dalam program imunisasi nasional, untuk mencegah infeksi HPV
yang bisa menyebabkan kanker serviks. Berdasarkan peraturan
Menteri Kesehatan, berikut ini adalah anjuran pemberian vaksin HPV :
a. Anak perempuan usia di bawah 9–13 tahun dianjurkan untuk
menjalani dua kali vaksinasi HPV dengan selang waktu 12 bulan
b. Perempuan usia di atas 13–45 tahun disarankan untuk menjalani tiga
kali vaksinasi HPV, dengan jarak waktu 2 bulan antara vaksinasi
pertama dan kedua, serta 6 bulan antara vaksinasi kedua dan ketiga
Perlu diketahui, pemberian vaksin ini digratiskan khusus bagi anak
perempuan usia 9–13 tahun. Pemberian vaksin dilakukan tiap bulan
Agustus melalui program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). Tidak
hanya pada wanita, vaksinasi juga perlu dilakukan pada pria untuk
mencegah penyebaran HPV. Pria dan wanita usia 27–45 tahun yang belum
pernah menerima vaksin HPV juga dapat melakukan vaksinasi yang
berjenis 9-valen. Di samping vaksinasi, terdapat sejumlah langkah
pencegahan yang dapat dilakukan, di antaranya:
a. Melakukan pemeriksaan kesehatan rutin, agar jika ada infeksi HPV
bisa cepat terdeteksi dan segera ditangani
b. Tidak menyentuh kutil secara langsung dan segera mencuci tangan jika
tidak sengaja menyentuhnya
c. Melakukan hubungan seksual yang aman, antara lain dengan tidak
bergonta-ganti pasangan dan selalu menggunakan kondom
d. Memakai alas kaki ketika beraktivitas di luar rumah agar tidak tertular
infeksi HPV di tempat umum

38
DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, Ridwan.
(2012). Kebijakan dan
Respon Epidemik Penyakit
Menular. Bogor:IPB
Press.
Adhitama. (2010). Data
Kasus Infeksi Menular
Seksual. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka
Utama.
GWLmuda. (2012). Buku
Kesehatan dan Hak
Seksual serta Reproduksi
GWLmuda

39
Amiruddin, Ridwan.
(2012). Kebijakan dan
Respon Epidemik Penyakit
Menular. Bogor:IPB
Press.
Adhitama. (2010). Data
Kasus Infeksi Menular
Seksual. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka
Utama.
GWLmuda. (2012). Buku
Kesehatan dan Hak
Seksual serta Reproduksi
GWLmuda

40
Amiruddin, Ridwan.
(2012). Kebijakan dan
Respon Epidemik Penyakit
Menular. Bogor:IPB
Press.
Adhitama. (2010). Data
Kasus Infeksi Menular
Seksual. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka
Utama.
GWLmuda. (2012). Buku
Kesehatan dan Hak
Seksual serta Reproduksi
GWLmuda
17
41
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin, Ridwan.
(2012). Kebijakan dan
Respon Epidemik Penyakit
Menular. Bogor:IPB
Press.
Adhitama. (2010). Data
Kasus Infeksi Menular
Seksual. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka
Utama.
GWLmuda. (2012). Buku
Kesehatan dan Hak

42
Seksual serta Reproduksi
GWLmuda.
Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia
(2020). Laporan
perkembangan
HIV/AIDS. & Penyakit
Infeksi Menular Seksual
(PIMS) TRWIULAN III
Tahun 2020.
kemenkes RI pedoman
nasional penanganan
infeksi menular seks 2011.
17

43
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin, Ridwan.
(2012). Kebijakan dan
Respon Epidemik Penyakit
Menular. Bogor:IPB
Press.
Adhitama. (2010). Data
Kasus Infeksi Menular
Seksual. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka
Utama.
GWLmuda. (2012). Buku
Kesehatan dan Hak
Seksual serta Reproduksi
GWLmuda.
44
Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia
(2020). Laporan
perkembangan
HIV/AIDS. & Penyakit
Infeksi Menular Seksual
(PIMS) TRWIULAN III
Tahun 2020.
kemenkes RI pedoman
nasional penanganan
infeksi menular seks 2011.
17
DAFTAR PUSTAKA

45
Amiruddin, Ridwan.
(2012). Kebijakan dan
Respon Epidemik Penyakit
Menular. Bogor:IPB
Press.
Adhitama. (2010). Data
Kasus Infeksi Menular
Seksual. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka
Utama.
GWLmuda. (2012). Buku
Kesehatan dan Hak
Seksual serta Reproduksi
GWLmuda.

46
Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia
(2020). Laporan
perkembangan
HIV/AIDS. & Penyakit
Infeksi Menular Seksual
(PIMS) TRWIULAN III
Tahun 2020.
kemenkes RI pedoman
nasional penanganan
infeksi menular seks 2011.
17
DAFTAR PUSTAKA

47
Amiruddin, Ridwan.
(2012). Kebijakan dan
Respon Epidemik Penyakit
Menular. Bogor:IPB
Press.
Adhitama. (2010). Data
Kasus Infeksi Menular
Seksual. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka
Utama.
GWLmuda. (2012). Buku
Kesehatan dan Hak
Seksual serta Reproduksi
GWLmuda.

48
Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia
(2020). Laporan
perkembangan
HIV/AIDS. & Penyakit
Infeksi Menular Seksual
(PIMS) TRWIULAN III
Tahun 2020.
kemenkes RI pedoman
nasional penanganan
infeksi menular seks 2011.
17
DAFTAR PUSTAKA

49
Amiruddin, Ridwan.
(2012). Kebijakan dan
Respon Epidemik Penyakit
Menular. Bogor:IPB
Press.
Adhitama. (2010). Data
Kasus Infeksi Menular
Seksual. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka
Utama.
GWLmuda. (2012). Buku
Kesehatan dan Hak
Seksual serta Reproduksi
GWLmuda.

50
Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia
(2020). Laporan
perkembangan
HIV/AIDS. & Penyakit
Infeksi Menular Seksual
(PIMS) TRWIULAN III
Tahun 2020.
kemenkes RI pedoman
nasional penanganan
infeksi menular seks 2011
17
DAFTAR PUSTAKA

51
Amiruddin, Ridwan.
(2012). Kebijakan dan
Respon Epidemik Penyakit
Menular. Bogor:IPB
Press.
Adhitama. (2010). Data
Kasus Infeksi Menular
Seksual. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka
Utama.
GWLmuda. (2012). Buku
Kesehatan dan Hak
Seksual serta Reproduksi
GWLmuda.

52
Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia
(2020). Laporan
perkembangan
HIV/AIDS. & Penyakit
Infeksi Menular Seksual
(PIMS) TRWIULAN III
Tahun 2020.
kemenkes RI pedoman
nasional penanganan
infeksi menular seks 201
17
DAFTAR PUSTAKA

53
Amiruddin, Ridwan.
(2012). Kebijakan dan
Respon Epidemik Penyakit
Menular. Bogor:IPB
Press.
Adhitama. (2010). Data
Kasus Infeksi Menular
Seksual. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka
Utama.
GWLmuda. (2012). Buku
Kesehatan dan Hak
Seksual serta Reproduksi
GWLmuda.

54
Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia
(2020). Laporan
perkembangan
HIV/AIDS. & Penyakit
Infeksi Menular Seksual
(PIMS) TRWIULAN III
Tahun 2020.
kemenkes RI pedoman
nasional penanganan
infeksi menular seks 2011
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin, Ridwan.
(2012). Kebijakan dan

55
Respon Epidemik Penyakit
Menular. Bogor:IPB
Press.
Adhitama. (2010). Data
Kasus Infeksi Menular
Seksual. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka
Utama.
GWLmuda. (2012). Buku
Kesehatan dan Hak
Seksual serta Reproduksi
GWLmuda.
Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia

56
(2020). Laporan
perkembangan
HIV/AIDS. & Penyakit
Infeksi Menular Seksual
(PIMS) TRWIULAN III
Tahun 2020.
kemenkes RI pedoman
nasional penanganan
infeksi menular seks 2011.
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin, Ridwan.
(2012). Kebijakan dan
Respon Epidemik Penyakit
Menular. Bogor:IPB
Press.
57
Adhitama. (2010). Data
Kasus Infeksi Menular
Seksual. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka
Utama.
GWLmuda. (2012). Buku
Kesehatan dan Hak
Seksual serta Reproduksi
GWLmuda.
Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia
(2020). Laporan
perkembangan

58
HIV/AIDS. & Penyakit
Infeksi Menular Seksual
(PIMS) TRWIULAN III
Tahun 2020.
kemenkes RI pedoman
nasional penanganan
infeksi menular seks 2011.
Amiruddin, Ridwan.
(2012). Kebijakan dan
Respon Epidemik Penyakit
Menular. Bogor:IPB
Press.
Adhitama. (2010). Data
Kasus Infeksi Menular

59
Seksual. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka
Utama.
GWLmuda. (2012). Buku
Kesehatan dan Hak
Seksual serta Reproduksi
GWLmuda
Amiruddin, Ridwan.
(2012). Kebijakan dan
Respon Epidemik Penyakit
Menular. Bogor:IPB
Press.
Adhitama. (2010). Data
Kasus Infeksi Menular

60
Seksual. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka
Utama.
GWLmuda. (2012). Buku
Kesehatan dan Hak
Seksual serta Reproduksi
GWLmu
Cascella M, R. M. (2021). Features, Evaluation and Treatment Virus
corona (COVID-19). StatPearls.

Kemenkes RI. (2020). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian


Coronavirus Disease Covod-19 Revisi 5. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

Perhimpunan Dokter paru Indonesia, (2020). Panduan Praktik Klinis:


Pnemumonia 2019-nCoV. PDPI: Jakarta

Perhimpunan Dokter Indonesia, (2020). Majalah Resmi Perhimpunan


Dokter Paru Indonesia: Jurnal Respirologi Indonesia. PDPI: Jakarta Timur.

Wang, Z., Qiang, W., Ke, H. (2020). A Handbook of 2019-nCoV


Pneumonia Control and Prevention. Hubei Science and Technologi Press.
China

Sembiring EB, Roza E. Aplikasi diagnosa infeksi torch


pada kehamilan.Jurnal Integrasi. 2016; 8(2):119-24.

Prabandari, Mustika G, Musthofa SB, Kusumawati A.


Beberapa faktor yang berhubungan dengan penerimaan ibu
terhadpa imunisasi measles rubella pada anak sd di desa

61
gumpang, kecamatan kartasura, kabupaten sukoharjo.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2018; 6(4):573-81

Azizah, N. et.,al, (2022). Penyakit dan Kelainan dalam Kehamilan. Yayasan


Kita Menulis: Medan Sumatera Utara

Dewi, R. (2019). Kehamilan dengan Infeksi TORCH Pregnancy with Torch


Infection. 3, 176–181.

Fitzpatrick D, Holmes NE, Hui L. (2022 ) A systematic review of maternal


TORCH serology as a screen for suspected fetal infection. Prenat Diagn.
Jan;42(1):87-96. doi: 10.1002/pd.6073.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). The Stategy and policy
to involveproperty in Indonesia. In Germas (Vol. 2, Issue 2).

62

You might also like