You are on page 1of 12

YAYASAN MEMAJUKAN ILMU DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS SIBER ASIA


Kampus Menara, Jl. RM. Harsono, Ragunan - Jakarta Selatan.Daerah Khusus Ibukota Jakarta
12550. Telp. (+6221) 27806189. asiacyberuni@acu.ac.id. www.unsia.ac.id

LEMBAR JAWABAN
UJIAN AKHIR SEMESTER
SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2020/2021

Mata Kuliah : Teori Komunikasi


Kelas : KM 05
Prodi : PJJ-Komunikasi
Nama Mahasiswa : Tri Damayantho
NIM : 200501072191
Dosen : Yayu Sriwartini, S.Sos.,M.Si.

1. Analisi teori-teori komunikasi dari artikel: “Ramai-Ramai Menteri Minta Maaf soal
Penanganan Covid-19, Cukupkah?”
Berikut analisis dari artikel tersebut:

Analisis akan dilakukan sesuai dengan urutan peristiwa, urutan pertama adalah diadakannya jumpa
pers (yang merupakan salah satu aplikasi teori sistem) dari Kementerian Maritim dan Investasi
dalam menanggapi reaksi kemarahan publik. Public relation Kementarian Maritim dan Investasi
(Marves) melakukan peran teknisnya dengan menyelenggarakan jumpa pers untuk membantu para
pejabat terkait mengidentifikasi dan memecahkan masalah. Pada tahap ini Kementerian Marves
melakukan peran manajerial dengan menunjukkan pada publik sebagai salah satu channel
informasi mengenai kebijakan yang dieksekusi oleh organisasinya sehingga membangun
komunikasi dua arah.

Teori sistem menganggap bahwa aktivitas organisasi mengakibatkan dampak bagi publiknya,
sebaliknya tindakan publik sebagai respon juga menimbulkan konsekuensi bagi organisasi, prinsip
ini dikenal dengan reciprocal consiquences.

Kemudian pernyataan Menteri Marves Luhut Binsar Pandjaitan bahwa penanganan Covid-19
terkendali di tengah terus meningkatnya kasus baru dan kasus aktif Covid -19 sontak memantik
kemarahan publik. Kata kunci disini adalah kemarahan publik. Analisis akan dimulai dari sisi
publik dengan menggunakan Situational Theory of The Publics (STP).

Dari informasi artikel didapat saya mengidentifikasi publik dengan menggunakan teori STP.
Berdasarkan teori ini, spesifikasi khas publik dari stakeholders adalah berdasarkan perilaku dan
efek komunikasinya, yaitu apakah individu tahu dan menyadari tentang masalah yang terkait
dengan diri mereka, apakah individu aktif mencari informasi atau pasif menerima informasi,
apakah individu aktif menyampaikan opini atau tidak. Menurut Grunig (Kriyantono, 2014: 154),
teori STP memiliki beberapa asumsi dasar yaitu:

a. Individu yang berbeda diasumsikan mempunyai perilaku yang lebih konsisten dan
cendrung sama jika mereka berada pada asumsi yang sama;
YAYASAN MEMAJUKAN ILMU DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS SIBER ASIA
Kampus Menara, Jl. RM. Harsono, Ragunan - Jakarta Selatan.Daerah Khusus Ibukota Jakarta
12550. Telp. (+6221) 27806189. asiacyberuni@acu.ac.id. www.unsia.ac.id

b. Persepsi seseorang pada suatu situasi akan menentukan kapan dia merespon, mengapa dia
merespon, bagaimana dia merespon, bagaimana cara dia merespon dan
mengkomunikasikan situasi tersebut;
c. Setiap individu akan berusaha untuk beradaptasi dengan suatu situasi dalam cara tertentu,
yang menurut persepsinya sesuai dengan karakteristik situasi tersebut;
d. Publik bersifat situasional tergantung pada situasi yang dihadapi. Untuk isu tertentu,
seseorang secara aktif mencari informasi, tetapi untuk isu yang lain dia memilih pasif. Hal
ini tergantung pada seberapa besar isu mempengaruhi kepentingannya.
e. Karena bersifat situasional, masalah atau isu bersifat dinamis, maka publik pun bersifat
dinamis. Masalah datang dan pergi bergantian dan hanya dianggaprelevan oleh individu
yang mengalami situasi problematik yang berkaitan dengan aktivitas organisasi.
Berdasarkan asumsi ini, publik bisa muncul atau hilang karena perubahan situasi, dan
organisasi dianggap jarang mempunyai publik yang permanen.

Berdasarkan evolusi perkembangan publik, Grunig membagi stakeholder menjadi 3 macam tipe
publik:

1. Publik tersembunyi (latent public): adalah sekelompok orang yang sebenarnya


mempunyai permasalahan yang sama,tetapi tidak dapat mengidentifikasikan atau
menyadari permasalahan itu sehingga mereka tidak memberikan respon.
2. Publik teridentifiksi (aware public): yaitu bentuk pengembangan dari laten publik
yaitu jika kelompok itu kemudian menyadari dan dapat mengidentifikasi suatu
permasalahan (isu) maka kelompok itu berkembang menjadi “aware public”, pada
tahap ini “kecendrungan untuk komplain, protes atau mendukung sudah mulai
muncul” (Mackay: 2009).
3. Publik aktif (active public): adalah sekelompok orang yang mendiskusikan dan
merespon permasalahan itu dengan mengeluarkan opini atau melakukan aksi-aksi
tertentu. Pada tahap ini anggota publik dapat menyampaikan ekspresinya secara
perorangan atau kelompok dan dapat menggunakan berbagai saluran komunikasi.
Teori ini juga mengidentifikasi seseorang, disebut bukan publik organisasi
(nonpublik) jika dia merasa tidak khawatir dengan aktivitas organisasi.

Berdasarkan sifat situasional publik, beberapa penelitian yang menggunakan teori STP membagi
publik menjadi beberapa katagori lagi, yaitu:

a. All issue public, yaitu publik yang aktif pada semua masalah yang terjadi.
b. Aphatetic public, yaitu publik yang tidak menaruh perhatian pada semua masalah
yang terjadi.
c. Single issue public, yaitu publik yang aktif pada satu atau bagian kecil dari satu
masalah.
YAYASAN MEMAJUKAN ILMU DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS SIBER ASIA
Kampus Menara, Jl. RM. Harsono, Ragunan - Jakarta Selatan.Daerah Khusus Ibukota Jakarta
12550. Telp. (+6221) 27806189. asiacyberuni@acu.ac.id. www.unsia.ac.id

d. Hot issue public, yaitu publik yang aktif pada satu masalah yang mempunyai
pengaruh pada hampir sebagian besar populasi dan mendapat pemberitaan besar-
besaran dari media massa.

Dari reaksi publik yang mendorong Menteri Marves Luhut Binsar Pandjaitan berinisiatif
melakukan jumpa pers dan meminta maaf, identifikasi saya adalah terjadi evolusi perkembangan
publik ketika Menteri Luhut memberikan pernyataan bahwa penanganan Covid -19 terkendali,
pernyataan ini berkembang menjadi “aware public” dan karena isu Covid 19 mempunyai
pengaruh besar dalam masyarakat dan juga akses informasi yang lancar dan kenyataan di lapangan
bertentangan dengan yang dirasakan publik, maka publik aktif (active public) mendiskusikan
permasalahan tersebut dan menjadi “hot issue public” dengan pemberitaan besar-besaran di media
massa, sehingga mendorong Menteri Luhut untuk memberikan pernyataan maaf ke publik.

Menurut Heath (Kriyantono, 2014: 302) individu membentuk sikapnya dengan cara memadukan
atau mengintegrasikan informasi atau hal-hal baik yang positif maupun negatif. Artinya, informasi
memegang peran penting dalam membentuk sikap. Teori ini disebut dengan Teori Integrasi
Informasi dan Perubahan Sikap. Akumulasi informasi dapat menimbulkan dampak:

a. Mengubah derajat kepercayaan seseorang terhadap suatu objek


b. Mengubah kredibilitas kepercayaan seseorang yang sudah dimiliki seseorang
c. Menambah kepercayaan baru yang telah ada dalam struktur sikap.

Teori ini menekankan pada peran penting informasi dalam mempengaruhi sikap atau
kecendrungan untuk berperilaku, karena terpaan informasi baru sikap masih cendrung dapat
berubah. Informasi tersebut dapat mengubah penilaian individu tentang arahan (valence) dan bobot
(weight), kedua komponen ini adalah variable pokok dari teori integrasi informasi. Pernyataan
Menteri Marves Luhut Binsar Pandjaitan dalam jumpa pers tersebut adalah salah satu upaya
membentuk variabel valensi agar informasi mengarah ke informasi positif (positive valence), agar
informasi itu mendukung kepercayaan atau penilaian individu terhadap suatu obyek. Semakin
individu menganggap informasi tersebut benar, maka bobot kredibilitasnya akan semakin tinggi,
variabel bobot ini ditangani langsung oleh Menteri Luhut, diharapkan kredibilitasnya akan
semakin tinggi.

Menarik disimak bahwa publik yang terdiri dari individu-individu memiliki keinginan untuk
menyampaikan opininya sebagai fungsi dan persepsinya terhadap opini publik. Ide, sikap dan
perilaku individu dipengaruhi oleh persepsinya terhadap apa yang dipikirkan dan dilakukan orang
lain. Pernyataan diatas merupakan asumsi dari Teori Spiral of Silence. Opini publik akan menjadi
penekan bagi individu untuk menyesuaikan nilai-nilainya dengan kelompok mayoritas. Pernyataan
Menteri Luhut yang “..belum maksimal” adalah salah satu langkah untuk mengakomodasi opini
publik yang terbungkam dan memilih diam. Kekuatan media massa sebagai pembentuk opini
publik adalah tercermin oleh tiga konsep yang disampaikan oleh Noelle-Neumann, penting yaitu:
ubiquitous, cumulative, dan consonant. Pembentukan opini publik pada artikel tersebut merupakan
YAYASAN MEMAJUKAN ILMU DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS SIBER ASIA
Kampus Menara, Jl. RM. Harsono, Ragunan - Jakarta Selatan.Daerah Khusus Ibukota Jakarta
12550. Telp. (+6221) 27806189. asiacyberuni@acu.ac.id. www.unsia.ac.id

salah satu contoh dari tiga konsep diatas, sifat ubiquitous-nya membuat media menjadi sumber
informasi dan sumber rujukan yang kuat. Individu begitu mudah diterpa media dan mengaksesnya.
Sering kali terpaan informasi ini dilakukan secara berulang-ulang, dengan menyajikan informasi
dan narasumber yang sama bahkan dengan angle tertentu, menekankan pada aspek tertentu, atau
memilih sumber berita tertentu sesuai dengan kepentingan media tersebut. Pengulangan pesan
yang sama dalam satu waktu adalah konsep cumulative. Media massa yang bersifat simultan dan
jangkauan luas, sehingga membangun kesamaan persepsi dan opini yang tersebar secara luas ini
yang diesbut dengan konsep consonant.

Dilihat dari sisi judul artikel tersebut terlihat teori komunikasi yang digunakan adalah teori
Apologia untuk Merespon Krisis. Terdapat kata “minta maaf” adalah upaya pertahanan diri dari
para menteri karena masyarakat telah menuduh pemerintah melakukan kesalahan dalam
menangani Covid-19. Walaupun permintaan maaf bisa menjadi bagian dari teori ini, teori
apologia ini bukan otomatis diartikan sebagai permintaan maaf, namun dapat diartikan sebagai
justifikasi organisasi dengan mempresentasikan interpretasi perusahaan tentang fakta yang
sebenarnya terjadi, sehingga dapat memperbaiki reputasi.

Teori Apologia adalah suatu genre dari retorika yang merujuk pada upaya pertahanan diri atas
serangan atau tuduhan telah bertindak salah. Dikutip dari Kriyantono (2014: 178) Ware &
Linkugel mendefinisikan apologia: “a public speech of self defence that is a response to an attack
upon a person’s character, upon his worth as a human being that does seem to demand a direct
response”. Ware & Linkugel juga menambahkan bahwa individu dalam menghadapi tuduhan akan
melakukan:

Menyatakan dirinya tidak bersalah (misal, saya tidak melakukannya); menjelaskan definisi
(saya tidak melakukan apa yang dituduhkan); menjustifikasi kualitas (saya telah berbuat
baik atau saya bermaksud baik); mencoba menanyakan lagi argumen orang lain yang
menuduhnya (misalkan, saya sangat meminta untuk diberi khalayak atau juri yang berbeda
sehingga bisa memahami argumen saya)

Pernyataan Menteri Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pada jumpa pers adalah
sebagai berikut:

"Sebagai Koordinator PPKM Darurat Jawa-Bali, dari lubuk hati yang paling dalam, saya
ingin meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia jika dalam penanganan PPKM Jawa-
Bali ini masih belum maksimal,"

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pernyataan Menteri Marves Luhut Binsar Pandjaitan
juga menyertakan sisi pribadinya, dengan kalimat “dari lubuk hati paling dalam” yang merupakan
pernyataan individu dalam menghadapi tuduhan, berikutnya kata “meminta maaf kepada seluruh
rakyat Indonesia” adalah respon individu terhadap yang menuduhnya berbuat salah, dalam hal ini
terjadi perilaku sosial atau unit interaksi sosial yang mencakup individu dengan banyak orang (one
to many apologies). Dalam ranah sosiologi (Kriyantono, 2014: 178) apologia didefinisikan sebagai
perilaku sosial atau instrumen sosial sebagai unit interaksi sosial yang mencakup: interpersonal
YAYASAN MEMAJUKAN ILMU DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS SIBER ASIA
Kampus Menara, Jl. RM. Harsono, Ragunan - Jakarta Selatan.Daerah Khusus Ibukota Jakarta
12550. Telp. (+6221) 27806189. asiacyberuni@acu.ac.id. www.unsia.ac.id

apologies (one to one apologies); individu dengan banyak orang (one to many apologies); banyak
orang dengan individu (many to one apologies); dan banyak orang dengan banyak orang (many to
many apologies).

Pernyataan selanjutnya adalah “…masih belum maksimal” yang merupakan respon dalam
menghadapi tuduhan seperti yang dijelaskan oleh Ware & Linkugel yaitu berupa justifikasi
kualitas, pernyataan untuk perbuatan yang sudah benar, tetapi akan dimaksimalkan. Dengan
pernyataan tersebut, dilihat dari sisi 4 strategi apologia, Menteri Marves menggunakan strategi
mendefinisikan kembali (re-definition) dengan itikad baik (good intention).

Melanjutkan dengan permintaan maaf Menteri BUMN Erick Tohir dengan mewakili dari
Kementerian BUMN dengan pernyataan sebagai berikut:

“Kementerian BUMN dengan segala kerendahan hati memohon maaf ketika penugasan-
penugasan yang diberikan kepada kami tidak sempurna, karena kesempurnaan milik Allah
SWT," ujar Erick dalam acara Peresmian RSPJ Extensi Arafah Asrama Haji Embarkasi
Jakarta yang ditayangkan virtual, Senin (19/7/2021)

Kendati demikian, Erick memastikan bahwa Kementerian BUMN terus berupaya maksimal
dalam melaksanakan penugasan terkait penanganan Covid-19, baik di jajaran kementerian
maupun semua BUMN. "Tapi, percayalah dengan segala kekuatan yang kami punya, baik
korporasi maupun layanan publik, kami berusaha sekeras-kerasnya dan mudah-mudahan
ini bermanfaat bagi kita semua,” imbuh dia.

Pada umumnya analisa untuk pernyataan Menteri BUMN sama seperti analisa yang dilakukan
dengan Kementerian Maritim dan Investasi. Sedangkan untuk pernyataan Presiden Jokowi
mengenai komunikasi publik pejabat dalam penanganan pandemi Covid-19 pada ratas evaluasi,
menunjukkan perhatian presiden terhadap pentingnya berkomunikasi yang baik di hadapan publik.

2. Media massa merupakan salah satu saluran ragam informasi yang dapat dikatakan
berperan penting dalam kehidupan masyarakat. Media massa dapat memberikan
kepuasan kepada khalayaknya dan memberi pengaruh dan dipengaruhi masyarakat.

Teori uses and gratifications (U&G) adalah teori yang berangkat dari kajian komunikasi massa.
Berbeda dengan teori agenda setting yang berdasarkan asumsi bahwa media memiliki kekuatan
untuk mempengaruhi khalayak, maka U&G memandang khalayak sebagai individu yang memiliki
kemampuan memilih isi media berdasarkan kebutuhannya (Kriyantono, 2014: 335).

Teori ini menyediakan kerangka untuk memahami kapan dan bagaimana individu sebagai
konsumen media menjadi lebih banyak atau kurang aktif dan konsekuensi pelibatan yang
meningkat atau menurun. Terdapat 5 asumsi dasar dari teori U&G (West, 2014: 129)

• Audiens bersifat aktif dan penggunaan media memiliki orientasi tujuan


YAYASAN MEMAJUKAN ILMU DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS SIBER ASIA
Kampus Menara, Jl. RM. Harsono, Ragunan - Jakarta Selatan.Daerah Khusus Ibukota Jakarta
12550. Telp. (+6221) 27806189. asiacyberuni@acu.ac.id. www.unsia.ac.id

• Inisiatif dalam menghubungkan kebutuhan gratifikasi kepada pilihan medium yang


spesifik bergantung pada anggota audiens
• Media berkompetisi dengan sumber lainnya untuk kebutuhan pemuasan.
• Orang-orang memiliki kesadaran diri yang cukup terhadap penggunaan media, minat
da motif untuk mampu mneyediakan bagi peneliti dengan gambaran akurat mengenai
kegunaannya.
• Pemberian penilaian mengenai konten media hanya dapat dilakukan oleh audiens.

Berdasarkan asumsi pertama kebutuhan audiens yang dipenuhi oleh media adalah sebagai
berikut (West, 2017: 130)

Tabel 1 Kebutuhan yang dipenuhi oleh Media

Tipe Kebutuhan Deskripsi Contoh Media


Mendapatkan informasi, pengetahuan, Televisi (berita), video tutorial, film
Kognitif
dan pemahaman dokumenter, film sejarah
Emosional, menyenangkan diri atau Film-film, televisi (komedi situasi, opera
Afeksi/Roman
pengalaman keindahan sabun)
Meningkatkan kredibilitas, kepercayaan
Integrasi Pribadi Video (Speaking with Conviction)
diri dan status
Meningkatkan hubungan dengan keluarga, Internet (surel, ruang ngobrol, chatting
Integrasi sosial
teman-teman dan seterusnya dsb)
Pelepasan tegangan Pelarian dan diversi Televisi, film-film, video, radio, internet

Efek media menurut teori U&G ini adalah (West, 2013: 134):

1. Situasi sosial dapat memproduksi tekanan dna konflik, mengarah pada tekanan
untuk kemudahan mereka melalui konsumsi media. Kita hidup dalam dunia dan
kejadian-kejadian yang dapat mendorong kita untuk mencari media dan materi
spesifik.
2. Situasi sosial dapat menciptakan kewaspadaan akan masalah yang membutuhkan
perhatian, informasi yang mungkin didapatkan dari media. Dunia temapt kita hidup
berisi informasi yang membuat kita sadar pada hal-hal yang menarik bagi kita, dan
kita dapat mencari lebih banyak informasi mengenai ketertarikan kita melalui
media.
3. Situasi sosial dapat memiskinkan kesempatan di dunia nyata untuk memuaskan
kebutuhan tertentu dan media dapat melayani sebagai substitusi untuk hal tertentu.
Terkadang kita membuat media sebagai satu-satunya sumber yang terbaik, jika
bukan satu-satunya, yang mungkin didapatkan.
4. Situasi sosial yang sering kali menghasilkan nilai tertentu dan afirmasi serta
penguatan dapat difasilitasi oleh konsumsi yang berhubungan dengan materi media.
Media menawarkan lokasi yang pantas untuk afirmasi dan penguatan akan
pengetahuan dan kesadaran yang Anda hargai.
5. Situasi sosial menuntut kebiasaan dengan media, tuntutan ini harus dipenuhi untuk
membina keanggotaan dalam grup sosial spesifik.
YAYASAN MEMAJUKAN ILMU DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS SIBER ASIA
Kampus Menara, Jl. RM. Harsono, Ragunan - Jakarta Selatan.Daerah Khusus Ibukota Jakarta
12550. Telp. (+6221) 27806189. asiacyberuni@acu.ac.id. www.unsia.ac.id

Menurut teori Ketergantungan Media1, pandangan mengenai “Media massa merupakan salah
satu saluran ragam informasi yang dapat dikatakan berperan penting dalam kehidupan
masyarakat. Media massa dapat memberi kepuasan kepada khalayaknya. Selain itu media massa
pun bisa mempengaruhi dan dipengaruhi masyarakat” adalah sebagai berikut:

Inti dasar dari teori ini adalah khalayak bergantung pada media dalam menerima informasi untuk
memenuhi kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Ketergantungan Media ini bergantung pada
sumber-sumber informasi dari sistem media. Sumber-sumber yang dimaksud adalah kapasitas
media dalam mengumpulkan , menciptakan, memproses dan memperluas informasi.

Berdasarkan pernyatan diatas, terlihat jelas peranan media terhadap khalayak/masyarakat, media
massa mempunyai kontrol eksluisf dalam penyebaran pesan-pesan, sedangkan khalayak
membutuhkan informasi untuk mencapai tujuannya. Dalam masyarakat kapitalsi modern,
kelangsungan dan kesejahteraan sistem media tergantung pada sistem ekonomi dan sistem politik,
begitu juga sebaliknya, sistem politik akan bergantung pada sumber media. Di masyarakat modern
kota, ketergantungan pada informasi media sangat tinggi, dan menjadi variabel pokok untuk
memahami kapan dan mengapapesan dapat mengubah kepercayaan, perasaan dan perilaku mereka.

Menurut teori ketergantungan media akan menimbulkan 3 efek, yaitu:

a. Efek kognitif, terdiri dari lima jenis pengaruh kognitif, yaitu resolusi terhadap situasi
lingkungan yang ambigu, pembentukan sikap, menjadi fungsi agenda setting,
memperluas sejumlah kenyakinan, dan memberikan klasifikasi tentang nilai-nilai.
b. Efek afektif, berhubungan dengan perasaan dan emosional. Pemberitaan media tentang
peristiwa yang negatif akan menimbulkan perasaan negatif juga, seperti cemas, takut dan
khawatir.
c. Efek behavioral, akan menggerakkan masyarakat untuk bertindak, mengaktifkan atau
meredakan, membentuk isu tertentu, meredan dan penyelesaian, menjangkau atau
menyediakan strategi untuk beraktivitas, dan menjadi penyebab kedermawanan.

Menurut teori Agenda Setting, pandangan mengenai “Media massa merupakan salah satu saluran
ragam informasi yang dapat dikatakan berperan penting dalam kehidupan masyarakat. Media
massa dapat memberi kepuasan kepada khalayaknya. Selain itu media massa pun bisa
mempengaruhi dan dipengaruhi masyarakat” adalah sebagai berikut:

Media mempunyai kemampuan mentransfer isu untuk mempengaruhi agenda publik. Khalayka
akan menganggapsuatu isu itu penting karena media menganggap isu tersebut juga penting.
Agenda setting adalah fungsi media yang mempunyai kekuatan menyeleksi objek yang diberitakan,
sehingga mempengaruhi apa yang dipikirkan oleh publik (what to think) dan menyeleksi arus
informasi atau frame dari objek yang diberitakan, sehingga mempengaruhi bagaimana publik
memikirkan objek tersebut (how to think), sehingga publik akan menganggap isu yang sering

1
YAYASAN MEMAJUKAN ILMU DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS SIBER ASIA
Kampus Menara, Jl. RM. Harsono, Ragunan - Jakarta Selatan.Daerah Khusus Ibukota Jakarta
12550. Telp. (+6221) 27806189. asiacyberuni@acu.ac.id. www.unsia.ac.id

muncul di media massa sebagai isu yang penting dan perlu mendapatkan perhatian. Proses
pengaruh media ini melalui empat tahap:

1. Media membentuk agendanya sendiri (agenda media), berupa menyusun berita-berita yang
akan disampaikan ke publik. Tahap ini disebut agenda building, tahap ini akan
memperkuat fungsi media sebagai gatekeeper yang menjadi filter peristiwa yang akan
disampaikan atau yang tidak disampaikan kepada publik. Biasanya isu yang diangkat
berkaitan dengan politik, pemerintahan, tokoh publik, organisasi dan hal lain yang
berpotensi menarik perhatian.
2. Media menyebarkan agendanya ke publik, Penyebaran ini dilakukan berulang terhadap isu
yang sama sehingga dapat menimbulkan efek yang besar.
3. Efek agenda media, dapat membentuk cara pandang publik tentang apa yang diberitakan,
termasuk penting tidaknya isu dan bagaimana pemahaman publik terhadap isi berita. Dari
hasil penelitian, efek agenda setting terjadi tidak secara langsung saat isu itu digulirkan
media. Beberapa faktor yang mempengaruhi efek terhadap individu ada pada isu serta
frekuensi terpaan isu.
4. Agenda publik dapat menstimulasikan apa yang dipikirkan untuk dianggap penting oleh
para pembuat kebijakan publik.

Dari deskripsi diatas terjadi hubungan antara Public relation, mass media dan khalayak, dimana
media memiliki kekuatan dalam dua dimensi, (1) kuasa (power) yang dapat mempengaruhi
publik, (2) berfungsi sebagai gatekeeper untuk menyeleksi dan membingkai isu yang akan
menjadi berita utama.

3. “Tiket Murah Disebar, Garuda Menanti Peningkatan Penumpang (Sabtu,


24/10/2020)” dan artikel ” Garuda Indonesia Putus Kontrak 700 Karyawan Mulai 1
November (Selasa, 27/10/2020)” analisa artikel:
Kedua artikel terpaut sekitar 3 hari, dengan artikel pada tanggal 24/10/2020, merupakan usaha
Garuda untuk menaikkan jumlah penumpang dengan menpromosikan harga tiket, walaupun
dengan cara disubsidi oleh pmerintah, tiga hari kemudian, Garuda mengumumkan pemutusan
YAYASAN MEMAJUKAN ILMU DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS SIBER ASIA
Kampus Menara, Jl. RM. Harsono, Ragunan - Jakarta Selatan.Daerah Khusus Ibukota Jakarta
12550. Telp. (+6221) 27806189. asiacyberuni@acu.ac.id. www.unsia.ac.id

kontrak karyawam mulai 1 November, kedua artikel ini menunjukkan usaha Garuda untuk
menyelamatkan perusahaan dari kerugian.

Dari artikel diatas, teori komunikasi yang dapat dianalisi pada kasus tersebut adalah berkaitan
dengan teori-teori hubungan perusahaan dengan publik, dimana terdapat usaha Garuda untuk
mempromosikan layanannya pada saat terpaan pandemi, dan teori-teori manajemen krisis, isu
dan citra, dimana tersirat pada artikel tanggal 27/10/2020 yang menyatakan ketidakberdayaan
Garuda dalam menangani krisis.

Teori pertama yang akan dibahas adalah teori-teori hubungan perusahaan dengan publik, menurut
pengamatan saya, kondisi Garuda pada artikel 24/10/2020 dapat dianalisis dengan menggunakan
teori sistem dan fungsi boundary spanning, dan teori Contigency of Accomodation in PR.
Sedangkan untuk teori manajeman krisis, isu dan citra akan digunakan teori komunikasi krisis
situasional.

Garuda melakukan dua kali rilis pers, pada tanggal 24 dan 27 Oktober 2020, yang menunjukkan
sebagai organisasi yang menjalankan dua peran, yang disebut oleh Lattimore (2007) yang
dilakukan secara terus menerus, yaitu peran teknis yaitu menyangkut pekerjaan teknis seperti
membuat press rilis, fotografi, event dst dan peran manajerial yang berkaitan dengan membantu
manajemen dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah, menjadi mediator dan fasilitator
menyediakan saluran komunikasi dua arah dan bertindak sebagai partner.

Pada isu ini, peran teknis yang dilakukan oleh public relations Garuda adalah dengan menyiapkan
dan menyelenggarakan rilis pers yang langsung disampaikan oleh direktur utamanya. Hal ini
menunjukkan kepada publik bahwa isu ini menjadi perhatian serius dari Garuda, di lain pihak
Garuda menunjukkan diri sebagai organisasi yang memiliki karakteristik sebagai suatu sistem
yang dimiliki oleh setiap sistem sosial, seperti yang dijelaskan pada Teori Sistem mengenai
hubungan antar bagian dalam organisasi terdapat 6 karaktersitik yang tercermin dalam rilis pers
tersebut:

a. Keseluruhan dan saling tergantung: antar divisi saling terkait satu sama lain;
b. Terdapat hirarki lengkap dengan struktur dan pembagian kerja yang jelas dan baik, secara
horizontal maupun vertikal;
c. Ada peraturan sendiri dan kontrol (SOP); membuat pres rilis
d. Ada keseimbangan; ketika setiap subsistem menajlankan fungsinya dengan baik.
e. Terjadi perubahan dan kemampuan adaptasi; sistem harus mempunyai kemampuan
beradaptasi dengan lingkungan,
f. Sama Tujuan (equifinality): mengarahkan ke perilaku anggota sistem dan dirumuskan
dalam visi dan misi organisasi.

Garuda juga menjalanka aktivitas Boundary Spanning, yang berfungsi sebagai penghubung antara
organisasi dengan lingkungannya, cakupan aktivitasnya adalah:
YAYASAN MEMAJUKAN ILMU DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS SIBER ASIA
Kampus Menara, Jl. RM. Harsono, Ragunan - Jakarta Selatan.Daerah Khusus Ibukota Jakarta
12550. Telp. (+6221) 27806189. asiacyberuni@acu.ac.id. www.unsia.ac.id

a. Menjelaskan informasi organisasi ke publik. Fungsi komunikator.


b. Memonitoring lingkungannya. Fungsi manajemen
c. Membangun sistem dua arah dengan publik. Fungsi fasilitator komunikasi.

Selanjutnya analisis akan menggunakan teori Contigency of Accomodation

Teori ini merupakan pengembangan (kritik) dari teori Excellence in PR, yang menganggap teori
Contigency of Accomodation menganggap model symmetric sulit diterapkan karena pada
kenyataannya relasi publik terjadi dalam kondisi di mana PR memilih antara bersikap akomodasi
atau advokasi dengan publik, sebagai pembela bagi organisasi.

Akomodasi dapat diartikan sebagai penyesuain diri terhadao lingkungan. PR berupaya memenuhi
kebutuhan organisasi dan publiknya melalui dialog, negosiasi dan kompromi. Advokasi dapat
diartikan sebagai upaya memberi dukungan dan pembelaan terhadap kebijakan organisasi. Teori
ini menjelaskan bagaimana PR mengelola konflik dan menjaga hubungan dengan publik eksternal.
Organisasi memosisikan diri pada suatu kontinum antar bersikap akomodasi dan bersikap advokasi
untuk membangun konsensus.

Analisis Variabel eksternal yang mempengaruhi adalah (Kriyantono, 2014: 124)

1. Lingkungan Industri:
a. Perubahan dinamis
b. Jumlah pesaing dan level persaingan
c. Kondisi sumberdaya dilingkungannya
2. Level ketidakpastian kondisi sosial
a. Tingkatan dukungan sosial pada dunia bisnis
3. Publik Eksternal
a. Pengalaman publik di masa lalu dalam melakukan perubahan
b. Level komitmen/keterlibatan anggota publik
c. Persepsi publik
d. Media coverage yang diterima publik dimasa lalu
e. Publik mengetahui perwakilan organisasi

Analisis Variabel Internal yang mempengaruhi adalah:

1. Karakterisitk organisasi
a. Budaya terbuka
b. Terdistribusi secara geografis
c. Teknologi jasa
d. Homogen
e. Usia dan nilai tradisi yang tinggi
f. Stabilitas ekonomi
g. Memiliki program manajemen
YAYASAN MEMAJUKAN ILMU DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS SIBER ASIA
Kampus Menara, Jl. RM. Harsono, Ragunan - Jakarta Selatan.Daerah Khusus Ibukota Jakarta
12550. Telp. (+6221) 27806189. asiacyberuni@acu.ac.id. www.unsia.ac.id

h. Memiliki pengalaman masa lalu


i. Distribusi pembuat keputusan
j. Formalisasi
k. Stratifikasi/Posisi Hirarki
l. Terpaan Bisnis
m. Budaya Korporat
2. Karakteristik koalisi dominan
a. Gaya manajemen
b. Level kepekaan
c. Frekuensi kontak eksternal dengan publik
3. Ancaman-ancaman (threats)
a. Kerugian dan keuntungan ekonomi akibat implementasi kebijakan
b. Persepsi negatif karyawan dan pemangku kepentingan terhadap organisasi
c. Perspesi negatif pada reputasi personal pengambil keputusan
4. Karakteristik hubungan:
a. Level kepercayaan antara organisasi dan publik eksternal
b. Ketergantungan pihak-pihak yang terlibat

Analisis dapat juga menggunakan variabel situasional yang terdiri dari:

• Ancaman, seperti pemberitaan negatif, intervensi pemerintah


• Biaya dan keuntungan akomodasi
• Keseimbangan kepentingan anatar berbagai publik
• Persepsi publik terhadap isu
• Reputasi organisasi
• Karakteristik publik eksternal beserta tuntutannya.

Analisis dengan menggunakan SCC

Dikutip dari Kriyantono (2014: 189) teori SCC ini dikembangkan dari pendekatan retorika, dan
banyak mengadaptasi asumsi teori apologia. Teori SCC ini mengidentifikasikan bagaimana aspek
dari situasi krisis mempengaruhi atribusi tentang krisis dan reputasi yang dibuat oleh publik. Atas
dasar ini, public relations memberi pemahaman kepada pemangku kepentingan bagaimana
merespon krisis tersebut, baik berupa simbol retoris maupun tindakan. Teori SCC menyediakan
mekanisme melalui komunikasi untuk mengantisipasi reaksi publik yang dapat mengancam
reputasi organisasi. Fokus pada kekuatan komunikasi ini yang menyamakan teori SCC dengan
teori Image Restoration (TIR) dengan fokus mengidentifikasi strategi merespon krisis dan
bagaimana penggunaannya.

Poin penting dari teori SCC ini adalah penekanan pada upaya melindungi publik dan pemangku
kepentingan dari kerugian dan kerusakan daripada melindungi reputasi organisasi. Menjamin
keselamatan, keamanan publik dan pemangku kepentingan adalah prioritas utama dalam
YAYASAN MEMAJUKAN ILMU DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS SIBER ASIA
Kampus Menara, Jl. RM. Harsono, Ragunan - Jakarta Selatan.Daerah Khusus Ibukota Jakarta
12550. Telp. (+6221) 27806189. asiacyberuni@acu.ac.id. www.unsia.ac.id

menghadapi situasi krisis, dengan ini diharapkan dapat membangun atribusi positif daripublik
terhadap reputasi organisasi.

Berdasarkan Teori Atribusi dalam Organisasi teori ini dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku
komunikasi dalam konteks keorganisasian, khususnya dalam situasi krisis. Menurut Kriyantono
(2017: 176) aplikasi teori atribusi dalam krisis ini dimungkinkan: Pertama, krisis adalah situasi
yang tidak diharapkan bisa kapan pun terjadi, berpotensi menimbulkan konflik mempengaruhi
operasional organisasi dan memunculkan ketidakpastian informasi. Kedua teori atribusi berasumsi
bahwa individu akan terdorong untuk mencari penyebab dari suatu situasi atau peristiwa,
khususnya jika situasi atau peristiwa itu bersifat tidak terduga atau negatif.

Tanda Tangan Dosen Tanda Tangan


Nilai
Pengampu Mahasiswa

(……………………..) (Tri Damayantho)


Diseahkan pada Tanggal : Tanggal Mengumpulkan :
3 Agustus 2021

You might also like