Professional Documents
Culture Documents
Sejarah Tafsir Sufistik Dalam Tradisi Akademisi Barat Dalam Tafsir An Najm Ayat 8
Sejarah Tafsir Sufistik Dalam Tradisi Akademisi Barat Dalam Tafsir An Najm Ayat 8
Oleh :
M. Fathul Hadi
i
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER ....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 1
C. Tujuan.................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A.Pengertian Tafsir Sufistik..................................................................... 4
B. Perkembangan Tafsir Sufistik Dalam Tradisi Akademisi Barat........... 5
C. Macam-Macam Tafsir Sufistik............................................................. 6
D.Bagaimana Tafsir surah An Najm ayat 9 ............................................. 7
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an al-Karim adalah mu’jizat Islam yang kekal dan mu’jizatnya
selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Ia diturunkan Allah kepada
Rasulullah Muhammad saw, untuk mengeluarkan manusia dari suasana yang
gelap menuju yang terang, serta membimbing mereka ke jalan yang lurus.
Rasulullah saw menyampaikan al-Qur’an itu kepada para sahabatnya, orang-
orang Arab asli, sehingga mereka dapat memahaminya berdasarkan naluri
mereka. Apabila mereka mengalami ketidakjelasan dalam memahami suatu
ayat, mereka menanyakan kepada Rasulullah SAW.1
Dalam mendalami ilmu-ilmu al-Qur’an agar pemahaman dapat maksimal,
sungguh-sungguh dan mendalam, diperlukan ilmu tafsir.Dalam rangka studi
al-Qur’an yang mulia ini diperlukan upaya yang tidak mudah. Para guru besar
serta ulama terkenal telah menyita waktu dan pikirannya untuk mendalami
wahyu yang diturunkan Allah swt, sehingga mereka telah banyak yang
meninggalkan khazanah ilmu pengetahuan yang luar biasa banyaknya, bahkan
melimpah ruah dan tidak akan habis sepanjang masa. Namun, sekalipun
seluruh tenaga untuk mendalami al-Qur’an telah dicurahkan, mereka tetap saja
masih kekurangan karena begitu luasnya ilmu pengetahuan yang terkandung
dalam al-Qur’an itu.Itulah sebabnya, diperlukan penyelam yang terjun ke
dalamnya untuk mempelajari al-Qur’an agar dapat mengambil mutiara dan
permata al-Qur’an dari dasarnya. Hal itu karena al-Qur’an merupakan wahyu
Allah dan mu’jizat yang dapat menjadi pedoman hidup manusia di dunia dan
akhirat. Manusia yang ingin bahagia dunia akhirat harus memahami serta
mengamalkan al-Qur’an.2
Corak penafsiran al-Qur’an tidak terlepas dari perbedaan, kecenderungan,
motivasi mufassir, perbedaan misi yang diemban, perbedaan kedalaman dan
1
Irwan Muhibudim, Tafsir Ayat-Ayat Sufistik (Studi Komparatif Tafsir Al-Qusyairi Dan
Al Jailani), (Skripsi Jakarta, Uai Press, 2018), Hlm 1
2
Irwan Muhibudim, Tafsir Ayat-Ayat Sufistik., hlm 3
1
ragam ilmu yang dikuasai, perbedaan masa, lingkungan serta perbedaan situasi
dan kondisi, dan sebagainya. Kesemuannya menimbulkan berbagai corak
penafsiran yang berkembang menjadi aliran yang bermacam- macam dengan
metode-metode yang berbeda-beda.3
Corak-corak tersebut muncul sejak masa afirmatif kelompok-kelompok
mufassir. Corak tersebut terus mengalami perkembangan dan tempat pada
masing-masing kelompok pendukungnya. Dalam konteks yang demikian,
tidak terkecuali adalah tafsir bercorak sufi yang juga turut memberikan
kontribusi besar dalam sejarah perkembangan tafsir. Sebagian kelompok ada
yang sangat gigih mendukung kebenaran otoritas yang dimiliki oleh para sufi
dalam menafsirkan al-Qur’an dan memandang tafsir sufi sebagai tafsir yang
inklusif dibanding dengan tafsir lainnya, namun ada pula sebagai kelompok
yang mengecam pola penafsiran yang dilakukan oleh kaum sufi.
Bagi para sufi, al-Qur’an adalah lautan tanpa tepi yang dikedalamannya
terkandung mutiara dan permata, dan karenanya hanya mereka yang
menyelaminya saja, yaitu mereka yang menjalani sulûk yang akan
mendapatkannya. Samudera yang demikian luas itu hanya ibarat setetes air
jika dibanding dengan ilmu dan pengetahuan yang diberikan Allah kepada
para Nabi dan Rasul-Nya, kemudian kepada para wali-Nya serta orang-orang
pilihan-Nya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Tafsir Sufistik?
2. Bagaimana sejarah perkembangan tafsir sufistik dalam tradisi akademisi
barat?
3. Apa macam-macam Tafsir Sufistik?
4. Bagaimana Tafsir surah An Najm ayat 9?
3
Irwan Muhibudim, Tafsir Ayat-Ayat Sufistik, hlm 3
2
C. Tujuan
1. Untuk pengertian Tafsir Sufistik.
2. Untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan Tafsir Sufistik dalam
tradisi akademisi barat.
3. Untuk mengetahui macam-macam Tafsir Sufistik.
4. Untuk mengetahui Bagaimana Tafsir surah An Najm ayat 9.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Al-Zarqani, Manahil Al-Irfan Fi Ulum Al-Qur’an, Hlm 67
5
Op.cit., hlm 68
4
menembus rahasia al- Qur’an al-‘Adzim, atau mereka yang telah digoresi
pikirannya dengan sebagian makna yang dalam melalui lham ilahi atu
futuh rabbani yang memungkinkan baginya untuk memadukan dengan
yang zhahir, yakni makna ayat-ayat yang dimaksud.6
4. Menurut Subhi Shalih, tafsir sufi adalah Menta’wilkan ayat-ayat al-
Qur’an berbeda dengan makna zhahirnya serta memalingkan seluruh
makna di antara yang zhahir dan yang tersembunyi.7
5. Menurut Quraish Shihab, tafsir sufi adalah tafsir yang ditulis oleh para
sufi.8
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkanbahwa yang
dimaksud dengan tafsir sufi adalah mentawilkan ayat al-Qur’an yang
dilakukan oleh para sufi berdasarkan aspek tinjauan tasawuf baik tasawuf
amali maupun tasawuf nazari.
5
mempertahankan pola hidup sederhana lebih dikenal dengan kaum sufiyah.
Pada masa ini pulalah istilah tasawuf mulai dikenal. Dan orang yang dianggap
pertama kali menggunakan istilah sufi adalah Hasyim al-Sufi yang wafat
tahun 150 H. 9
Menurut Henry Corbin, kata sufi sendiri mulai dikenal pada abad ke-3 H.
Ia merupakan suatu kata yang pertama kali disematkan kepada seorang
anggota kelompok mistis Syi’ah di Kufah yang bernama “Abdakal sufi (w.
210 H./825 M).4 Pendapat lain menyatakan bahwa kata sufi telah dikenal
sebelumnya pada abad ke-2 H. Orang pertama yang dikenal sebagai sufi
adalah Abu Hasyim al-Suffi (w. 150 H).5 Hal ini juga diperkuat dengan
pendapat yang mengatakan bahwa sejak abad ke 2 H./8 M. telah muncul suatu
gerakan dengan tendensi anti pemerintahan dan anti-sosial yang konon dikenal
dengan nama al-sufiyyah. Mereka merintis sebuah relasi yang sensitif dengan
Tuhan dan mengembangkan konsep cinta kepada Tuhan.10
Sufisme sebagai aliran mistis dan asketis mulai menjadi sebuahtrend pada
masa awal Imperium Abbasiah bersamaan dengan munculnya gerakan esoteris
di wilayah Syiria, Iran dan Asia Tengah yang dengan nama-nama yang
berbeda. Di Khurasan dan wilayah Transaxonia misalnya, seorang yang
menekuni mistisisme disebut al- hakim (bijak bestari) atau al-‘a’rif (orang
yang makrifat kepada Tuhan). Selanjutnya, mulai abad ke-4 H./10 M gerakan
asketisme Islam mulai terkonsentrasi di wilayah Irak terutama di Baghdad.
Sejak itulah tradisi tas}awwuf mulai diterima sebagai suatu tradisi yang
tersendiri dalam kehidupan sosial-masyarakat.11
Semenjak abad ke-4 H. tradisi sufisme terus berkembang. Diakhir abad
ini, beberapa doktrin fundamental dalam sufisme mulai terbentuk, disusul
dengan berkembangnya beberapa praktek ritual tertentu. Hal tersebut
kemudian menjadi sebuah orientasi kehidupan, etos dan akhirnya menjadi
identitas bagi generasi selanjutnya. Dengan bermunculannya beberapa tariqat
9
Ibid., hlm 70
10
Asep Nahrul Musasad, Tafsir Sufistik Dalam Tradisi Penafsiran Al-Qur’an (Sejarah
Perkembangan Dan Konstruksi Hermeneutis) (Jurnal Farabi Vol. 12 No. 1 Tahun 2015) Hlm 108
11
Ibid., Hlm 109
6
(sufi order) pada abad ke-5 s.d. 7 H./11 sd. 13 M., sufisme kemudian menjadi
suatu bagian integral dari kehidupan spiritual, sosial dan politik di kalangan
umat Islam pra- modern. Namun seiring dengan kemunculan modernisme
Islam pada abad ke-13 H./19 M., sufisme menuai banyak kritik dari para
reformis Islam dan menemukan titik deklinasinya menjelang abad modern.12
Dalam perjalanannya, doktrin sufisme telah melewati beberapa tahap
perkembangan. Meskipun pada awalnya ia hanya berupa gerakan asketisme
murni yang melawan tendensi eksoteris, namun dalam perkembangannya ia
mengalami berbagai asimilasi dan hibrida dengan tradisi lainnya. Pada
gilirannya sufisme berasimilasi terutama dengan tradisi falsafah. Sejak tahap
ini, sufisme kemudian menjadi suatu keilmuan yang teoritis, terkodifikasi dan
bercorak filosofis.
Terdapat beberapa penjelasan terkait kontak dan relasi antara teks al-
Qur’an dengan tradisi sufisme. Pada dasarnya al-Qur’an merupakan sumber
kontemplasi dan inspirasi yang utama bagi kelompok muslim asketis, baik ia
sufi secara formal atau tidak. Namun dalam tahapan teknisnya, terdapat dua
asumsi yang berbeda, sebagian menyatakan bahwa kontak sufisme dengan
teks al-Qur’an adalah eisegesis (dari gagasan ke teks) sebagian lagi
mengatakan exegesis (dari teks ke gagasan).13
Ignaz Goldziher mengatakan bahwa tradisi tafsir sufi termasuk ke dalam
kategori eisegesis. Ia berkeyakinan bahwa doktrin sufisme bukan merupakan
ide yang bersifat Qur’ani, melainkan lebih terpengaruh oleh gagasan Neo-
Platonis. Kaum sufi, menurutnya hanya sekedar mencari basis untuk
memperkuat doktrin yang mereka yakini. Ia bahan berkesimpulan bahwa apa
yang sebenarnya dilakukan oleh kaum sufi adalah merekonsiliasi perbedaan
doktrinal tersebut dan melegalisasi doktrin mereka dalam dunia Islam melalui
metode allegoris dalam penafsiran al-Qur’an.14
7
Kemudian terkait klasifikasinya, dalam kitab al-Tafsir wa al-
Mufassirun karya Syaikh Husain al-Dzahabi, beliau menjelaskan bahwa Corak
tafsir sufistik ini terbagi dalam menjadi dua bagian yaitu:
1. Tafsir Sufi Nazhari (Teoretis): madzhab tafsir yang dalam pengungkapan
makna ayat Al-Quran menggunakan pendekatan kajian terhadap beberapa
teori tasawuf maupun filsafat. Kemudian, dari kajian tersebut kemudian
dicari dalil-dalil dari Al-Quran untuk memperkuat teori tersebut. Salah
satu tokoh sufi yang mengusung corak tafsir ini adalah Muhyiddin Ibnu
Arabi (w. 1240 M) dalam karyanya al-Futuhat al-Makkiyah.
Ulama yang dianggap kompeten dalam tafsir tasawuf teoritis
(nadhari) yaitu Muhyiddin Ibn al-‘Arabi. Ibn ‘Arabi dianggap sebagai
ulama tafsir sufi nadhari yang meyandarkan bebarapa teori-teori
tasawufnya dengan al-Qur’an. Karya tafsir Ibn al-‘Arabi di antaranya al-
Futuhat al-Makiyat dan al-Fushush. Ibn al-‘Arabi adalah seorang sufi yang
dikenal dengan paham wahdatul wujud-nya. Wahdat al-wujud dalam teori
sufi adalah paham adanya persatuan antara manusia dengan Tuhan.
a. Pengaruh Teori-teori Filsafat terhadap Pemikiran Ibn ‘Arabi
Sebagai contoh, dia menafsirkan beberapa ayat yang sesuai dengan
teori-teori filsafat kosmik. Ketika menafsirkan firman Allah Swt. tentang
Nabi Idris as.:
8
َولَ ْن يَتِ َر ُك ْم َأ ْع َمالَ ُك ْم َوَأ ْنتُ ُم اَأْل ْعلَوْ نَ َوهَّللا ُ َم َع ُك ْم فَاَل تَ ِهنُوا َوتَ ْد ُعوا ِإلَى الس َّْل ِم
Artinya:
“Janganlah kamu lemah dan minta damai Padahal kamulah yang di atas
dan Allah pun bersamamu dan Dia sekali-kali tidak akan mengurangi
pahala amal-amalmu.” (QS. Muhammad [47]: 35).
Dari arti ayat al-Quran di atas mengandung makna bahwa “ada di
tempat yang tinggi ini”. Ketinggian itu berkaitan dengan tempat, bukan
berkaitan dengan kedudukan.
9
اذا جاء نصر هللا والفتح
Di antara mereka ada yang mencoba memberikan penafsiran ayat
tersebut dengan mengatakan bahwa ayat tersebut memerintahkan kepada
mereka untuk bersyukur kepada Allah dan meminta ampunannya. Tetapi
berbeda dengan Ibn Abbas yang mengatakan bahwa ayat tersebut adalah
sebagai tanda ajal Rasulullah Saw. Contoh lainnya adalah ayat tiga dari surat
al-Maidah yang dianggap oleh sebagian ulama sebagai ayat yang terakhir
diturunkan. ‘Umar ibn al-Khatab ketika mendengar ayat tersebut beliau
menangis tidak seperti sahabat yang lain yang ketika mendengar ayat ini
sangat gembira. Dalam sebuah riwayat Ibnu Abi Syaibah menyatakan bahwa
ketika ayat ini diturunkan ‘Umar ibn al-Khatab menangis, lantas Nabi
bertanya: “apa yang kamu tangisi (‘Umar) ? “saya menangisi bahwa
sesungguhnya kita telah bertambah dalam agama kita, maka ada tidak sesuatu
yang sempurna lagi kecuali tambah berkurang”.
16
https://tafsir.learn-quran.co/id/surat-53-an-najm/ayat-9# (Diakses Hari Minggu Tanggal
09 Oktober Tahun 2022)
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tafsir sufi adalah tafsir yang ditulis oleh para sufi yang mereka lebih
mementingkan bathinnya lafal daripada lahirnya. Dalam tafsir sufi terdapat
dua corak tafsir, yaitu: tafsir sufi nazhari dan tafsir sufi isyari.
Tafsir sufi nadzhari adalah tafsir sufi yang dibangun untuk
mempromosikan dan memperkuat teori-teori mistik yang dianut mufassir.
Sedangkan Tafsir sufi isyari adalah penakwilan ayat-ayat Al-Quran dengan
makna yang berbeda dari makna lahiriahnya berdasarkan tuntutan isyarat-
isyarat tersembunyi yang tampak kepada para penempuh jalan spiritual (arbab
al-suluk).
Perbedaan antara tafsir sufi nadzhari dan tafsir sufi isyari adalah pertama,
tafsir sufi nadzari dibangun atas dasar pengetahuan ilmu sebelumnya yang ada
dalam seorang sufi yang kemudian menafsirkan al-Qur’an yang dijadikan
sebagai landasan tasawufnya sedangkan tafsir sufi isyari bukan didasarkan
pada adanya pengetahuan ilmu sebelumnya, tetapi didasari oleh ketulusan hati
seorang sufi yang mencapai derajat tertentu sehingga tersingkapnya isyarat-
isyarat al-Qur’an. Kedua, dalam tafsir sufi nadzari seorang sufi berpendapat
bahwa semua ayat al-Qur’an mempunyai makna-makna tertentu dan bukan
makna lain yang di balik ayat. Adapun dalam tafsir sufi isyari asumsi dasarnya
bahwa ayat-ayat al-Qur’an mempunyai makna lain yang ada di balik makna
lahir. Dengan perkataan lain bahwa al-Qur’an terdiri dari makna zahir dan
batin.
B. Saran
Penulis berharap kita dapat mengetahui bagaimana corak tafsir sufistik
yang juga diriringi dnegan kefilsafatan dnegan baik.
11
DAFTAR PUSTAKA
Goldzier, 2009, Mazhab Tafsir: Dari Klasik Hingga Modern, terj.Saifuddin Zuhri
Qudsy, dkk., Yogyakarta: eLSAQ Press,
Muhibudim, Irwan, 2018, Tafsir Ayat-Ayat Sufistik (Studi Komparatif Tafsir Al-
Qusyairi Dan Al Jailani), Skripsi Jakarta, Uai Press.
Musasad, Asep Nahrul, Jurnal Farabi Vol. 12 No. 1 Tahun 2015.Tafsir Sufistik
Dalam Tradisi Penafsiran Al-Qur’an (Sejarah Perkembangan Dan
Konstruksi Hermeneutis).
Quraish Shihab, 2001, Sejarah & Ulum al- Qur’an, Jakarta: Pustaka Firdaus
Ris’an Rusli, Tasawuf dan Tarekat; Studi Pemikiran dan Pengalaman Sufi
12