You are on page 1of 10

“MISTERI PEMBUNUHAN DI PENGINAPAN”

Prolog :

Roy Adalah seorang Detektif terkenal yang bertugas di Seluruh Indonesia. Ia telah memecahkan
berbagai macam kasus pembunuhan dan lain-lain. Cara ia melihat dari sudut pandang yang berbeda
membuatnya di Juluki “Dewa Kematian”.

Adegan 1

Di sebuah penginapan di tengah kota. . . .

Bapak Joe : (tersenyum ramah) “Selamat datang di penginapan kami. Semoga kalian menyukai tempat
ini dan juga pelayanan kami.”

Yuli : (Mencibir) “Udahlah pak. Ngga usah banyak omong deh. Aku cape nih, jalanan dari rumah
kesini tuh nggak deket tau. Bisa ngga langsung nunjukin kamar, nggak usah pake basa basi atau apalah
gitu!”

Steven : “Kamu nggak boleh ngomong kaya gitu sama Pak Joe, Yul. Sopan dikit napa!”

Yuli : “Alah, kamu nggak usah sok baik deh! Cowok bego kaya kamu tuh bisanya nasehat mulu.
Nyusahin tau nggak!! Kalo kamu nggak mau dibilang nyusahin ya diem aja!”

Anita : “Makasih ya, Pak Joe. Maafin temen saya, dia memang gitu anaknya. Suka kasar bicaranya.
Bapak ke dalem aja, kali aja mau ngurusin yang lain. Aku kan udah biasa di sini, aku masih ingat kok
kamar-kamarnya”

Bapak Joe : “Kalau begitu saya permisi. (membungkuk sopan kemudian pergi meninggalkan mereka)

Anita : (mengelus Yuli) “Sabar, Yul. Kita tau kok kamu capek. Tapi kan yang capek nggak hanya
kamu. Kita semua juga. Jadi lebih baik kita nggak usah ribut di sini, biar bsa cepat istirahat. Lagian Steven
itu kan cowok kamu, jadi nggak baik kalo kamu ngomong kaya gitu ke dia.

Yuli : (mendengus) “Santai aja kali, Nit. Aku juga pacaran ama dia hanya karena dia selalu punya
waktu untuk nganter dan jemput aku. Kalo nggak gitu mana sudi aku punya cowok kaya dia. Ganteng
juga nggak, bego iya.”

Steven : (menampar Yuli) Ngomong tuh dijaga ya! Selama ini aku masih selalu sabar. Aku juga
nggak sudi lama-lama pacaran sama cewe yang nggak bisa jaga omongan kaya kamu! Mulai sekarang
kita putus!”

Yuli : “Shit!! Cowok brengsek! Berani banget kamu ngasarin aku, kamu nggak tau aku anak
siapa?”

Anita : (menahan Yuli) “Sudah. . . Sudah. . . Kalian ini kenapa sih? Kita ke sini kan mau seneng-
seneng Bisa nggak kita jangan buat keributan di sini!”
Seorang pria memasuki ruangan. . .

Roy : “Maaf ya, aku telat. Tadi nemu cilok di jalan. Hehehehe… Loh? Ada apa nih? Kok pada
tegang gini mukanya?”

Anita : “Nggak papa, Roy. Ada masalah dikit tadi. Si Anton nggak bareng kamu, Roy?”

Roy : “(menggeleng) tadi sih katanya dia ada perlu bentar. Makanya aku duluan, nah tuh dia
datang.”

Anton : “(melangkah menghampiri teman-temannya) Wah. . . Semuanya sudah di sini. Hai, Yuli,
Makin manis aja. Oh ya, kamarnya di sebelah mana?”

Yuli : “Hai, Nton. Kok tumben telat?”

Anton : “(nyengir) Tadi ketemu janda di jalan. Yuk ah,, ke kamar. Capek nih.”

Anita : “Aku ama Yuli di kamar 143, lantai 2. Cowok-cowok di lantai 3, Roy kamar 213, Anton
kamar 216, dan Steven di kamar 219. Cowok-cowok bantuin bawain barang-barang kita ya?”

Roy, Anton & Steven : “Oke.”

Adegan 2

Di kamar Roy tampak Ia sedang sibuk berbenah-benah namun tiba-tiba . . .

Anita : “(berdiri di depan pintu yang terbuka) Hai, Roy. Boleh aku masuk?”

Roy : “(mengintip kea rah pintu yang terbuka) Eh, Anita. Masuk aja. Masih berantakan nih,
belum selesai beberes. Ada apa?”

Anita : “Boleh aku membantumu? Aku bosen di kamar soalnya nggak ada temen ngobrol, Si Yuli
tidur, Anton sama Steven nggak ngebukain pintu, mungkin mereka juga tidur. Kebetulan aku liat pintu
kamar kamu kebuka jadi aku ke sini deh.”

Roy : “(nyengir) Ada rejeki nomplok nih. Dibantuin ngeberesin barang-barang, yang bantu cantik
pula.”

Anita : “Ah, kamu bisa aja. Ini taroh di mana, Roy? (Tertawa sembari menunjukkan berbagai
pakaian dalam)”

Roy : “Eits… Yang itu pribadi, Nit. Jangan diusik. Kamu nih jail banget. Hahahaha. . . .”

Adegan 3

Pada Malam harinya merekapun selesai dengan pekerjaan mereka dan berenana ingin mencari angin
segar . . .
Anton : “(keluar dari kamar sembari menguap)”

Anita & Roy : “(Berjalan menghampiri Anton)”

Anton : “Ciee. . . Ada yang bakalan cinlok nih”

Roy : “Siapa, Nton? Siapa?”

Anton : “Nggak usah pura-pura gitu lah, Roy. Aku tau kok kalau kamu itu. . .

Roy : “(membekap mulut Anton) Jangan didengerin Nit. Kayanya dia masih ngelindur.”

Anita : “(tertawa) Aku jadi curiga, jangan-jangan kalian yang cinlok.”

Steven : “(keluar kamar) Rame amat nih. Kalian udah mandi belum? Laper nih, cari makan yok?”

Anita : “Steven udah rapi nih. Aku belum mandi. Tadi baru abis bantuin Roy beresin barang-
barangnya.”

Anton : “Udah kaya istri aja kamu, Nit. Aku mau mandi dulu, nanti kita ketemu di loby aja.
Gimana?”

Steven : “Ya udah, aku ke loby duluan.”

Roy : “Yuk, bareng. Aku juga udah mandi tadi.”

Anita : “Aku ikut, mau balik ke kamar, gerah nih mau mandi. Sekalian ngebangunin Yuli.”

Adegan 4

Mereka pun berjalan menuruni tangga. Anita berbelok di lantai 2 menuju kamarnya, sedangkan Roy dan
Steven kembali menuruni tangga ke lantai 1 menuju loby.

Anita : “(Mengetuk pintu) Yul. . . Yuli?? Kau sedang apa? Bangun. Udah malam nih.”

Hening dan tidak ada jawaban. . .

Anita : “(mengetuk lebih keras dan setengah berteriak) Yuli. . .?”

Adegan 5

Anita melangkah menuju loby dengan menuruni tangga.

Anita : “Roy, Stev. . .”

Roy : “Kenapa, Nit? Tadi katanya mau mandi?”

Anita : “Yuli nggak ngebukain pintu. Udah aku gedor, aku juga udah teriak-teriak tapi nggak ada
jawaban. HP juga ketinggalan di dalam kamar.”
Steven : “Kali aja dia tidur, Nit.”

Anita : “Nggak mungkin, Stev. Aku kenal betul bagaimana dia. Dia akan cepat bangun meskipun
mendengar suara tikus sekalipun. Makanya dia yang paling milih-milih penginapan soalnya dia sering
merasa keganggu dengan suara-suara kecil saat dia tidur. Aku khawatir, Roy.”

Anton : “(berjalan mendekat) Ada apa nih? Kok Anita udah di sini? Cepet amat mandinya, nggak
mau pisah lama dari Roy ya?”

Anita : “Bukan waktunya bercanda, Nton. Si Yuli nggak mau ngebukain pintu. Gimana nih?”

Steven : “Ya udah, gini aja. Kita laporan aja ke Pak Joe, pasti dia punya kunci cadangan.”

Roy : “Iya, bener juga.”

Adegan 6

Mereka pun berjalan mencari Bapak Joe.

Bapak Joe : “Selamat malam. Ada yang bisa bapak bantu nak?”

Anita : “Gini pak. Temenku nggak ngebukain pintu padahal udah digedor-gedor juga. Bapak punya
kunci cadangannya nggak?”

Bapak Joe : “Maaf, nak Anita. Bapak baru saja kehilangan kunci kamar yang kamu tempati itu dua hari
yang lalu. Reparasi kunci bilang baru akan selesai besok. Apa kamu yakin dia benar-benar ada di dalam?”

Anita : “Aku yakin, Pak. Soalnya sendal dia juga masih ada di tempat sepatu.”

Bapak Joe : “Di dobrak aja kalau gitu. Ayo ke atas. Bantu bapak.”

Adegan 7

Mereka melangkah menuju lantai 2 tepat di kamar yang ditempati Anita dan Yuli. Para pria mendobrak
pintu. Setelah beberapa kali mencoba maka pintu pun terbuka.

Anita : “Aaaaaaa. . . . . Yuliiiiii. . . .”

Tampak Yuli bergelantungan di hadapan mereka dengan tali yang mengikat lehernya.

Steven : “Minggir, aku akan menurunkannya. Aku . . .

Roy : “Tidak, Stev. Jangan ada yang memasuki kamar ini. Anton, segera hubungi polisi setempat.
Aku akan menyelidiki TKP. Yang lain tetap di tempat, jangan ada yang meninggalkan tempat ini. Pak Joe,
bantu aku menurunkan tubuhnya.”

Anita : “(menangis terisak) Tapi, Roy. . . Yuli teman kami, dia sahabat terbaikku. Kami tak mungkin
diam saja melihat Yuli seperti itu.”
Steven : “Kenapa kami tidak boleh memasuki kamar, sedangkan kau boleh? Siapa kau, Roy? Punya
hak apa kamu memerintah kami?”

Anton : “(menunjukkan identitas) Aku adalah Roy Saputra, Detektif Kepolisian yang bertugas di
Bandung. Jadi sembari menunggu polisi datang, aku yang akan memeriksa TKP.”

Anton : “Aku tak menyangka bahwa teman SMA kami ada yang menjadi seorang detektif.
Baguslah, aku sedikit lebih tenang. Aku telah menghubungi polisi.”

Anita : “Yuli. . . Bagaimana bisa ini terjadi?”

Anton : “Sabar, Anita.”

Dua orang polisi datang, Roy melaporkan kejadian pada mereka.

Polisi 1 : “Pak, kami menemukan ini di TKP.”

Polisi 2 : “Apa ini? Sebuah surat?”

Polisi 1 : “Sepertinya ini pesan bunuh diri, Pak.”

Anita : “Oh tuhan, Yuli. . . Mengapa kau lakukan itu? Apa yang sebenarnya kamu pikirkan?
Masalah apa yang membuatmu hingga berpikiran bodoh seperti ini?”

Anton : Kau yang mengakibatkan ini semua Stevan.

Stevan : Apa hakmu menyalahkanku ?

Anton : Ya, Memang benar kau lah yang memutuskaannya tadi, sehingga ia melakukan bunuh diri
seperti ini !

Anita : “Tidak, tidak mungkin Yuli Melakukan Hal Bodoh seperti itu”

Roy : “Tidak, Anita ! Yuli memang tidak akan melakukan hal itu, karena Ini bukan bunuh diri, ini
jelas adalah pembunuhan.

Anton : “Apa lagi yang kau pikirkan Roy ?”

Stevan : “Ini Jelas-jelas bunuh diri, lihatlah isi surat itu !”

Roy : “Tanpa melihat surat itupun aku dapat mengatakan bahwa ini bukanlah bunuh diri. Surat
itu ditulis oleh pembunuhnya. Pikirkan kembali, bagaimana mungkin dia bisa menggantung dirinya tanpa
sebuah pijakan seperti kursi atau apapun itu? Terlebih lagi, ada bekas cekikan di lehernya, aku menduga
bahwa ia mati karena dicekik, bukan karena gantung diri. Dan pembunuhnya masih ada di sini untuk
menghilangkan bukti.”

Anita : “Jadi menurutmu, semua orang di sini mungkin adalah pelakunya?”


Roy : “(Mengangguk) Iya, dan Kalian semua adalah tersangka dalam kasus ini”

Anita : “Aku tau, pasti kamu yang membunuhnya kan, Stev!! Aku tau bagaimana bencinya kamu
padanya!! Karena semua perlakuannya padamu, kamu menyimpan dendam yang besar hingga
membunuhnya kan?”

Steven : “AKu memang membencinya, tapi di sisi lain aku benar-benar mencintainya. Aku tak
mungkin membunuh orang yang aku cintai! Bukankah kamu satu kamarnya? Bisa saja kamu yang
membunuhnya sebelum keluar dari kamar. Kamu mempunyai kesempatan yang lebih banyak.”

Anita : “Apa? Kamu menuduhku? AKu tak mungkin membunuh sahabatku sendiri. Lagipula sejak
tadi siang aku berada di kamar Roy membantunya merapikan barang-barangnya.”

Roy : “Ya, Anita sejak tadi bersamaku, dan waktu kejadian adalah sekitar jam 4 sampai jam 7
malam. Jadi Anita tidak mungkin melakukannya.”

Polisi 1 : “Apa yang anda lakukan dari jam 4 sampai jam 7 malam ini?”

Steven : “Aku hanya diam di kamar dan keluar saat lapar. Itupun aku bertemu Roy dan Anita di
depan pintu kamar.”

Anita : “Bisa saja kamu keluar tanpa sepengetahuan kami kan? Kemudian ke kamarku dan
membunuh Yuli.”

Steven : “Tidak! Aku tidak melakukannya. Selain aku, Anton juga tidak mempunyai alibi. Dia juga
berada di kamarnya. Iya kan?”

Anton : “Hei. Kau tak punya bukti. Jangan menuduh sembarangan tanpa bukti. Selain itu, untuk
apa juga aku membunuhnya? Aku tak punya alas an. Aku juga tak membencinya, dan diapun selalu
bersikap baik padaku.”

Polisi 2 : “Tenanglah. Kalian boleh beristirahat dulu sembari menenangkan diri. Asalkan jangan ada
yang meninggalkan tempat ini. Kami akan menyelidiki ini lebih dalam.”

Anton, Anita dan Steven pun meninggalkan tempat itu menuju loby dan memesan makanan di sana.

Adegan 8

Roy duduk di sebuah kursi yang berada di hotel itu. Ia mengusap-usap dagunya sembari mengerutkan
keningnya.

Roy : “Bagaimana ini bisa terjadi? Siapa pelakunya dan apa motif pembunuhannya?”

Bapak Joe : “(membawakan secangkir kopi) Minum ini dulu, Nak. Kamu tidak mau makan dulu?
Bukankah kamu belum makan malam?”
Roy : “(menerima cangkir itu dan menyeruput kopi tersebut) Makasih, pak. Silahkan bapak
makan duluan.”

Bapak Joe : “Bapak pikir kejadian ini adalah bunuh diri yang terulang. Ternyata ini pembunuhan. Pasti
dia ingat akan kekasihnya lagi. Kenangan yang mengerikan. Semoga saja ia bisa menenangkan dirinya.”

Roy : “Maksud bapak?”

Bapak Joe : “Bapak hanya membicarakan tentang kisah di masa lalu. Hal itu melintas begitu saja di
benak bapak karena kejadian hari ini.”

Roy : “Boleh bapak menceritakan kisah yang bapak maksudkan?”

Bapak Joe pun menceritakan kisah masa lalu yang mulai terkuak satu persatu. Ternyata, sebelum kasus
ini, Maya pernah mengalami hal mengerikan disini. Ia memutuskan untuk gantung diri setelah
mengalami permasalahan yang pelik dirumahnya.

Adegan 9

Setelah jam menunjukan Pukul 20:00, Roy kembali menuju TKP. . .

Roy : “(melihat satu persatu hasil pengambilan mayat korban dan TKP) Akhirnya, Aku telah
menemukan pembunuh dan motifnya. Namun bukti apa yang tersisa?”

Tiba-tiba ia menatap salah satu foto dengan sangat lama.

Roy : “Rupanya begitu. Aku akan mengungkapkan kebenarannya. Kebenaran yang hanya ada
satu di dunia ini. Dan untuk itu, Aku Detektif Roy adalah Pengungkap jawaban Sang Dewa Kematian.”

Roy menghampiri dua polisi yang masih sibuk mengurusi TKP.

Roy : “Pak, aku telah menemukan pembunuh beserta motifnya. Bisa tolong kumpulkan semua
orang di kamar ini?”

Polisi 1 : “Baik, akan saya kumpulkan.”

Roy : “Bapak bantu saya menyusun tempat ini.”

Polisi 2 : “Baiklah.”

Pukul 20.30. . .

Semua orang telah berkumpul di kamar tempat meninggalnya Yuli.

Anton : “Apa yang terjadi? Apa kamu telah menemukan pembunuhnya?”


Anita : “Aku yakin bahwa semua ini ulah Steven!!”

Steven : “Tutup mulutmu, Nit! Jangan bicara sembarangan!”

Roy : “Tenanglah. Aku akan menjelaskan satu persatu, siapa pembunuhnya dan apa motifnya.
Pembunuhnya adalah kau!! (menunjuk Anton).

Anton : “(tertawa) Jangan ngawur, Roy. Aku?? Untuk apa aku membunuhnya? Aku tak punya alas
an untuk membunuhnya!”

Roy : “Alasannya adalah kejadian yang terjadi 2 tahun yang lalu. Saat seorang gadis cantik mati
gantung diri di penginapan ini. Dia adalah salah satu teman kuliah Yuli saat itu yang tak lain dan tak
bukan adalah kekasihmu, Anton. Tentu kamu masih ingat pada Maya kan?”

Anton : “(tercengang) Itu semua masa lalu Roy. Biarkan dia tenang di alam sana, tak usah
mengungkit-ungkit dia lagi. Apa kaitannya dengan ini ?”

Roy : “Ini jelas berkaitan. Kamulah yang melakukan hal keji ini atas dasar namanya, Anton.
Tidakkah kamu berpikir bahwa dia akan sangat sedih melihat kamu menjadi pria yang mengerikan
seperti ini?”

Anton : “(membentak) Cukup Roy!! Hentikan omong kosongmu! Kamu bahkan tidak mempunyai
bukti apapun!”

Roy : “Aku tau buktinya yang bahkan kaupun tidak menyadarinya. Bisakah kau melonggarkan
dasimu? Bukankah suatu keanehan bahwa kamu yang selalu menggunakan dasi longgar tiba-tiba
mengeratkannya seperti itu? Apakah tidak sesak?”

Anton : “(melonggarkan dasinya sembari tersenyum sinis) Apa yang ingin kau cari di dasi ini? Aku
hanya ingin menjadi lebih rapi saja. Apakah itu bisa dijadikan bukti kejahatan? Jangan konyol Roy! Kita
sedang tidak bermain detektif-detektifan!”

Roy : “(tersenyum) aku tau, pasti kamu mengira aku akan mencari bekas cat kuku yang tadinya
menempel di kemeja yang kau kenakan sebelumnya. Kau menyadari hal itu dan merapikan dasimu saat
menemukan mayat Yuli. Dan kamu pun tak ingin mengambil resiko sehingga kamu pun mengganti
kemeja itu saat diberi kesempatan istirahat dan tetap mengeratkan dasimu agar tidak ingin ada yang
curiga. Tapi aku tidak mencari hal itu, tidakkah kau merasakan perih sejak aku menyuruh kau
melonggarkan dasimu?”

Anton : “(mengernyit dan menyadari sesuatu hal)”

Roy : “Ya, sejak tadi kau tidak merasakannya karena dasi yang erat mencegah angin
mengenainya, dan sekarang perih itu baru terasa. Perih yang terasa pada luka di daerah samping
lehermu, yang tak lain adalah bekas cakaran dari Yuli saat kau mencekiknya. Aku menyadari sesuatu hal,
yaitu bekas kulit dan sedikit darah pada kuku Yuli. Aku pun menyadari bahwa kau mengganti kemejamu
karna pada kemejamu yang sebelumnya, aku melihat kancing atas kemejamu sedikit tertarik keluar
akibat perkelahianmu dengan Yuli. Jadi aku memperkirakan bahwa Yuli melukai bagian lehermu. Jika
kamu masih mengelak, kami akan melakukan tes DNA pada bekas kulit yang menempel di kuku Yuli.”

Anton : “(tersenyum) Aku tak menyangka bahwa aka nada Detektif hebat pada reunian kita ini. Aku
bodoh karena tak mengecek lebih awal. Aku tidak menyesal melakukan ini. Aku telah membalas dendam
Maya padanya. Maya yang akhirnya memilih untuk mengakhiri hidupnya karena perbuatan perempuan
laknat itu. Perempuan yang telah memenjarakan kedua orang tua Maya dan membuat adiknya terbunuh
hanya karena Maya didekati oleh orang yang disukainya. Hanya karena hal sepele itu, ia telah
merenggut kebahagiaan satu keluarga sederhana yang sebelumnya sangat bahagia.”

Roy : “Tapi Maya tak akan bangga melihat kekasihnya merenggut nyawa seseorang dan
kebahagiaannya sendiri. Bapak Joe mengatakan padaku bahwa Maya selalu menceritakan padanya
tentang kamu yang katanya sangat baik, pengertian dan lemah lembut. Seperti itulah kau di mata Maya,
Anton.”

Anton : “(Bersimpuh dan terisak) Aku hanya tak bisa mengendalikan emosiku. Aku tak berniat
untuk membunuhnya. Awalnya aku hanya ingin dia menyesali perbuatannya namun dia justru
mengatakan bahwa Maya memang pantas untuk mati. Hal itu membuatku hilang akal sehingga aku
mencekiknya tanpa sadar.”

Polisi 1 : “Anda bisa menjelaskan semuanya di kantor polisi.” (memborgol Anton)

Polisi 2 : “Terima kasih atas kerja sama anda, Pak. Berkat bapak kasus ini terpecahkan. Salam untuk
anggota kepolisian di Bandung. Jika anda punya waktu, mampirlah di kepolisian kami. Selamat tinggal.”

Roy : “Baik, pak. Sama-sama.”

Anita : “Maafkan aku, Stev. Aku telah menuduhmu tanpa bukti yang kuat.”

Steven : “Aku juga minta maaf karena bicara kasar padamu.”

Anita : “Aku akan mengabari orang tua Yuli. Kalian silahkan mengepak barang-barang. Kita akan
berjumpa lagi di pemakaman Yuli. Sekali lagi makasih, Roy. Kamu telah menemukan pembunuh Yuli.”

Roy : “Tidak apa-apa. Itu memang tugasku.”

Steven : “Aku akan kembali ke kamar mengepak barang-barangku. Yuk, Roy!”

Anita : “Sebentar, aku ingin bicara padamu dulu, Roy.”

Steven : “Oh, okey. Aku mengerti. Kalau begitu aku akan meninggalkan kalian berdua di sini.”

Roy : “Apa yang ingin kau bicarakan?”

Anita : “Sebentar. (pergi mengambil alat P3K dan kembali kea rah Roy). Aku tak tau kamu
mendapatkan luka ini di mana. Tapi ini tak boleh dibiarkan seperti ini, luka ini cukup besar. Nanti bisa
infeksi.” (membersihkan luka robekan pada lengan Roy).
Roy : “Aaaa..aahh.. pelan-pelan. Ini tadi kegores di situ waktu ngedobrak pintu ini. (menunjuk
engsel pintu). Makasih ya sudah memperhatikanku.

Anita : “Ini sudah tugas seorang dokter.”

Roy : “Dan juga tugas seorang pacar. Hehehe. . . Aku akan mengantarmu pulang sebentar. Ibumu
juga menyuruhku untuk singgah di rumah.”

Anita : “Iya, baiklah. Oke, selesai juga. Jangan sampai basah ya. Luka ini harus kering!!”

Roy : “Siap, bu Dokter!” (Tertawa dan mengusap lembut kepala kekasihnya itu).

~~ TAMAT ~~

You might also like