You are on page 1of 17
PERBANDINGAN ANTARALIRAN: SIFAT-SIFAT TUHAN Kompetensi Dasar Mengkaji sifat-sifat Tuhan dalam perspektif teologi Mu’tazilah, Asy‘ariah, Maturidiah, dan Syi’ah Rafidhah. Indikator 1, Mahasiswa mengenal dan mampu memahami sifat-sifat Tuhan dalam perspektif para teolog, seperti Mu’tazilah, Asy‘ariah, Maturidiah, dan Syi’ah Rafidhah. 2. Mahasiswa mengenal dan mampu memahami beberapa pemikiran para teolog dan diperbandingankan secara seimbang sehingga dapat diketahui kekurangan dan kelebihannya. Persoalan kalam lain yang menjadi bahan perdebatan di antara aliran- aliran kalam adalah masalah sifat-sifat Tuhan. Tarik-menarik di antara aliran- aliran kalam dalam menyelesaikan persoalan ini, tampaknya dipicu oleh truth claim yang dibangun atas dasar kerangka pikir masing-masing dan klaim menauhidkan Allah. Tiap-tiap aliran mengaku bahwa pahamnya dapat Menyucikan dan memelihara keesaan Allah. Perdebatan antaraliran kalam tentang sifat-sifat Allah tidak terbatas Pada persoalan Allah memiliki sifat atau tidak, tetapi pada persoalan- Persoalan cabang sifat-sifat Allah, seperti antropomorfisme melihat Tuhan ‘an esensi Al-Quran. oka —”™”~ adalah Tuhan, yaitu dzat atau esensi Tuhan.© OLICIS Co ge GAZ, AG 528.4515 Also ONE BEN Sy SIVAN BS BAIL? bap 78 Antes 3 OR AIDEN 95 87 1 = v thc ANS Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandinga Peron) acalion Neal rbandingan, UI Press, 2 Asy-Syahrastani, Al-Milal wa An-Nihal, Dar Al-Fikri, Beirut, t.t., him. 46. 3. Al-Asy'ari, Prinsip-prinsip Dasar Aliran Theologi Islam, Buku 2, Te dan TTaufiq Rahman, Pustaka Setia, Bandung, 2000, him. 197-198! Nosinon Anwar oa 4 Ibid. 5 la adalah salah seorang tokoh Mu'tazilah terkemuka. Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Al-Hudzail bin ‘Abdillah Al-Bashri Al“Allaf. la adalah murid Abu ‘Utsman Az-Za'tarani (salah seorang murid Washil bin ‘Atha’). Sebutan Al-Allaf diperolehnya karena tempat tinggalnya di Bashrah terletak di kampung tempat orang menjual hewan ternak. la lahir ada tahun 135 H di Bashrah dan wafat pada tahun 236 H di Samarra, (Lihat Abd Al-Lathif Muhammad ALADS. Al-Ushul AL-Fiksiah {i AL-Madzhab Ahl As-Sunnah, Dat An-Nahdhah, Kairo, tt, him, 102) 6 Ibid ae ; 01 woe a Artinya: “sesunggufinya Allah Maha Mengetahini dengan pengetafinan; Mahakuasa dengan Kekuasaan; Mahahidup dengan kehidupan; dan penyetafinan, kekuasa- ian, dant Kehidiypa Nya itt adalah Deat Niya sendivi."” Arti "Tuhan mengetahui dengan esensinya’, menurut Al-Jubba'i® adalah untuk Mengetahui sesuatu, Tuhan tidak berhajat pada suatu sifat dalam bentuk pengetahuan atau keadaan mengetahui.?2 Abu Hasyim, sebaliknya berpendapat bahwa arti"Tuban mengetahui melalui esensinya” adalah Tuhan mempunyai keadaan mengetahui. Untuk mengetahui lebih jelas pandangan Mu'tazilah tentang sifat- sifat Allah, berikut akan dikemukakan pandangan tokoh-tokoh Mu'tazilah, di antaranya An-Nazhzham dan Abu Hudzail. An-Nazhzham menafikan pengetahuan, kekuasaan, pendengaran, penglihatan, dan sifat-sifat dzat Allah yang lain. Allah dalam pendapatnya senantiasa tahu, hidup, kuasa, mendengar, melihat, dan qadim dengan diri-Nya, bukan dengan pengetahu- , kekuasaan, perikehidupan, pendengaran, penglihatan, dan keqadiman. mikian pula, sifat-sifat Allah yang lain.1° An-Nazhzham mengatakan bahwa jika ditetapbkan bahwa Allah adalah czat yang Tahu, berkuasa, hidup, mendengar, melihat, dan qadim, yang citetapkan sebenarnya adalah dzat-Nya (bukan sifat-Nya). Dinafikan pula ti-Nya kebodohan, kelemahan, kematian, tuli, dan buta. Demikian pula, at-sifat Allah yang lain. Ketika ia ditanya,"Mengapa Anda menyebut ma yang beragam untuk dzat Allah, “Yang” Tahu, “Yang” Berkuasa, “Yang” Hidup, dan lain-lain. Kenapa Anda tidak menyebut dzat? Kenapa pula Anda menolak pemaknaan “Yang” Tahu dengan pemaknaan “Yang” Berkuasa can “Yang” Hidup?” la menjawab, “Karena beragamnya lawan sifat-sifat itu yang harus dinafikan dari-Nya, seperti bodoh, lemah, dan mati.” Akan tetapi, ‘a tidak menjawab pertanyaan yang terakhir."" seen mer eeeneereaeeea aan 7 Asy-Syahrastani, op. cit. him. 49-50. ® Ja adalah salah seorang tokoh Mu'tazilah terkemuka. Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad bin Abd AlWahhab bin Salam bin Khalid bin ‘Imran Al-Jubba'i la lahir di Jubba'i (suatu daerah di Kazakhtan) pada tahun 235 H dan wafat tahun 303 H. la merupakan Pemura Muttazilah di wilayah Bashrah bersama anaknya, Abu Hasyim, yang juga merupa- Fan pemuka Mu'tazilah yang cukup terkenal. (Lihat Abd Al-Qahir bir i u in Thahir bin Muhammad Al- nega. AlFarq Bain Al-Firag, Maktabah Muhammad Ali Shubain wa Auladuhu, Kaif, tt Im. 183), a" 8 10 1 Ura Kala [0 LI Nasution, ioc. cit ALAsyari, op. cit, him, 200-201 Ibid. An-Nazhzham berpendapat, “Perkataanku yang menyebutkan bahwa Allah “bersifat” tahu, berkuasa, mendengar, dan melihat merupakan pe- namaan Allah yang bersifat positif dan meniadakan lawannya.” Ketika ditanya, “Apakah Anda mengatakan bahwa Allah memiliki pengetahuan?” la menjawab, “Aku mengatakannya karena keluasan bahasa dan me- ngembalikannya pada penegasan bahwa la adalah dzat “Yang” Mahatahu. Demikian pula, perkataanku yang menyatakan bahwa Allah memiliki kekuasaan.” la tidak mengatakan bahwa Allah memiliki perikehidupan, atau pendengaran, atau penglihatan karena -katanya~ yang disebut Allah di dalam Al-Quran berkenaan dengan diri-Nya hanya pengetahuan dan kekuatan, sedangkan perikehidupan, pendengaran, dan penglihatan tidak pernah disebut.!? Sementara itu, dalam pandangan Abu Hudzail, esensi pengetahuan Allah adalah Allah sendiri. Demikian pula kekuasaan, pendengaran, penglihatan, dan kebijaksanaan, dan sifat-Nya yang lain. la berkata, “Apabila aku nyatakan Allah “bersifat” tahu, artinya aku pun menyatakan bahwa pada- Nya terdapat pengetahuan, dan pengetahuan itu adalah dzat-Nya. Dengan begitu aku menolak anggapan bahwa Allah itu bodoh terhadap sesuatu yang sudah atau akan terjadi. Apabila aku katakan bahwa Allah “bersifat” kuasa, artinya aku pun menyatakan bahwa pada-Nya terdapat kekuasaan, dan kekuasaan itu adalah dzat-Nya. Aku menolak anggapan bahwa Allah itu lemah terhadap sesuatu yang sudah atau akan terjadi.” Demikian pula, kata Abu Huzhail,“sifat-sifat” dzat Allah yang lain."3 Ketika Abu Huzhail ditanya, “Kami mendengar bahwa pengetahuan Allah adalah Allah sendiri, apakah Anda juga berpendapat bahwa pe- ngetahuan Allah adalah kekuasaan-Nya?" la menolaknya. Ketika ditanya lagi, “Bukan kekuasan-Nya?” la pun menolaknya. Atas jawaban Abu Huzhail yang kontradiktif ini, lawan-lawannya sering mengibaratkan pendapat Abu Huzhail tentang persoalan ini dengan ungkapan: a BA ry A eA BE AES Sass _4B9 prasb, Artinya: “Sesunggulinya pengetahuan Allah bukanlah hanya Allah, meluinkan bukan pula yang lain.” 12 Ibid, hi. 201-202 13. Ibid, him. 198-199. 14 Ibid, him. 199. 2027 Lt xan Ketika dikatakan kepadanya, "Anda mengatakan bahwa pengetahuan Allah pada esensinya adalah Allah. Anda pun harus mengatakan bahwa Allah adalah pengetahuan, Ternyata, ia tidak mau mengatakannya padahal ia yang mengatakan bahwa pengetahuan Allah adalah Allah sendiri.! Meskipun terdapat perbedaan paham antara pemuka-pemuka Mutazilah, mereka sepakat mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat."® Aliran Mu'tazilah yang memberikan pada akal daya yang besar ber- pendapat bahwa Tuhan tidak dapat dikatakan mempunyai sifat-sifat jasmani. Apabila Tuhan dikatakan mempunyai sifat jasmani, tentu Tuhan mempunyai ukuran panjang, lebar, dan dalam, atau Tuhan diciptakan sebagai kemestian dari sesuatu yang bersifat jasmani. Oleh karena itu, Mu'tazilah menafsirkan ayat-ayat yang terkesan Tuhan bersifat jasmani secara metaforis. Dengan kata lain, ayat-ayat Al-Quran yang menggambar- kan bahwa Tuhan bersifat jasmani diberi takwil oleh Mu'tazilah dengan pengertian yang layak bagi kebesaran dan keagungan Allah. Misalnya, kata istawa dalam surat Taha ayat 5 ditakwil dengan al-istila’ wa al-ghalabah (menguasai dan mengalahkan); kata ‘aini dalam surat Taha ayat 39 di- takwilkan dengan ‘ilmi (pengetahuan-Ku); kata wajhah dalam surat Al- Qashash ayat 88 ditakwilkan dengan @zatuhu ayy nafsuhu (dzat-Nya, yaitu diri-Nya); kata yad dalam surat Shad ayat 75 ditakwilkan dengan al-quwwah (kekuatan).!7 Selanjutnya, Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan bersifat immateri sehingga tidak dapat dilihat dengan mata kepala. Dua argumen pokok yang diajukan oleh Mu’tazilah untuk menjelaskan bahwa Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata jasmani. Pertama, Tuhan tidak mengambil tempat. Oleh karena itu, tidak dapat dilihat. Kedua, apabila Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala, berarti Tuhan dapat dilihat sekarang di dunia ini. Kenyataannya tidak seorang pun yang dapat melihat Tuhan di alam ini, Ayat-ayat Al-Quran yang dijadikan sandaran dalam mendukung Pendapat di atas adalah ayat 103 surat Al-An’am,'® ayat 22-23 surat Al- seh 15 Ibid. 16 Ibid, him. 136. M.Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam: Pemikiran Kalam, Perkasa Jakarta, 1990, him. 92-93. WIG ING ln eel A regen eG te — 2S 5 . ALIGN LIAS 1, Bhs aN a, BY (Dia tidak dapat dicapai oleh Pengtinatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu dan Dialah Yang fehahalus, Mahatelti).” Aliran Mu'tazilah memahami ayat ini sebagai penjelasan bahwa Tuhan tidak dapat dilhat dengan mata kepala kapan saja. Lafaz nafy yang terdapat dalam Yat tersebut pada waktu dan tempat tertentu, baik di dunia maupun di akhirat. lnm eof. SRB Qiyamah,'? ayat 143 surat Al-Araf,? ayat 110 surat Al-Kahf2! dan ayat 51 surat Asy-Sy dra? Mengenai hakikat Al-Quran, aliran Mu'tazilah berpendapat bahwa Al-Quran adalah makhluk sehingga itu tidak kekal. Mereka berargumen bahwa Al-Quran tersusun dari kata-kata, dan kata-kata itu tersusun dari huruf-huruf. Huruf hamzah misalnya, dalam kalimat al-hamd li Allah, menurut Abd Al-Jabbar mendahului huruf fam dan huruf lam men- dahului huruf ha. Demikian pula surat dan ayat ada yang terdahulu dan terkemudian, Sesuatu yang bersifat terdahulu dan datang kemudian mi ee agaess NES MW SEM ASS RS (Wajah-wajah [orang mukmin] pada hari itu berseri- sen. Memandang Tuharya). Ayat ini dipahami oleh Mu'tazilah, bukan berarti memandang ‘wajah Tuhan, tetapi menunggu-nunggu balasan pahala yang akan diberikan oleh Tuhan. thE AAG Ie Nee See GEA atrens % AES SH an Borg! Bt NM ghee 4k Sh G3 Banghyads BRE seeds otk “(Den ketika Musa datang untuk [munajat] pada waktu yang telah Kami tentukan den Tuhan telah berfirman [langsung] kepadanya, [Musa] berkata, ‘Ya Tuhanku, tampakkanlah [diri- Mu] kepadaku agar aku dapat melihat Engkau.' [Allah] berfirman, ‘Engkau tidak akan [senggup] melihat-Ku, namun lihatlah ke gunung itu, jika ia tetap di tempatnya [sebagai sediakala] niscaya engkau dapat meliat-Ku.’ Maka ketika Tuhannya menampakkan [keagungan-Nya] kepada gunung itu, gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan ).” Ayat ini ditafsirkan kaum Mu'tazilah dengan mengatakan bahwa permintaan untuk melihat Tuhan bukan datang dari Musa, tetapi dari para pengikutnya. Permintaan tersebut kemudian diajukan Musa untuk mematahkan kedurhakaan dan pembangkangan mereka Selanjutnya, dikatakan bahwa jawaban Tuhan adalah /an tarani, menurut Abd Al-Jabbar, mengandung arti “aku sekali-kali tidak dapat dilihat”. Lalu, ayat tersebut berlanjut dengan keadaan gunung yang istagarra makanahu (tetap tinggal di tempatnya), dipahami oleh Mu'tazilah sebagai penegasan Tuhan bahwa ia tidak dapat dilihat, sebab gunung itu tidak tetap di tempatnya dan Musa tidak melihat Tuhan, \ GAIL 124 Lhe A JE a LACS «. "CMake barang signa mengharap per- temuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan ...). 21 Zh et tgteA tetas tang \er WS Je Ne abi Ai, 24 BES joe ee Vi tS “(Dan tidaklah patut bagi seorang manusia bahwa Allah akan berbicara kepadanya, kecuali dengan perantaraan wahyu atau dari belakang tabir atau dengan mengutus utusan [malaikal]).” 20M th la tidak dapat dikatakan gadim, Ayat-ayat Al Quran yang dipergunakan oleh Mu'tazilah sebagai dalil bagi pendapat di aise adalah ° ff 2 surat ALAnbiyar?’ ayat 9 surat AL Lin” ayat 1 surat Hud?? dan ate surat Az- zuma”? ht ‘, “Bp , Aliran Asy‘ariah ou Sy, ariah Membawa Penyelesaian yang berlawanan dengan paham Mu'tazilah, Mereka dengan tegas Mengatakan bahwa Tuhan mem- rst Offir {(Setian citurunkan kepada mereka ayat-ayat yang baru dari Tuhan, meroka mendengar- kennya sambil bermain-main).” Qadi Abd Al-Jabbar Mmengatakan bahwa firman Allah di atas menunjukkan bahwa Al-Quran (Az-Zikr) disifati dengan baharu. (Lihat ibid., him. 101). 4, eS fie settee 24 arte @Gjhale My. ANAS SAL) “(Sesunggunnya Kamileh yang me- nurunkan Al-Quran, dan pasti Kami (pula) yang memelinaranya)." Ayat ini menyitati Al- Quran dengan sesutau yang diturunkan, sedangkan sesuatu yang diturunkan, harus baru Apalagi hal itu dihubungkan dengan pernyataan Allah, wa inna lahu lahafizun (dan Kami [pula] yang memeliharanya), berarti Al-Quran itu baru. Sebab, apabila Al-Quran sesuatu yang gadim, tentu tidak memerlukan pemeliharaan. (Lihat ibid.). Hale 8 EL aay ores « 2 aay OS S51 LEE C5 ESA Fi (ait Loam Raa. nlan] Kitab yang ayal-ayatnya disusun dengan rapi kemudian dijelaskan secara terperinci, [yang diturunkan] dari sisi [Allah] Yang Mahabijaksana, Mahatelt)." Ayat ini, menurut Abd AL Jabbar mempertihatkan dengan jelas bahwa Al-Quran itu baru. Keadaan Al-Quran tersusun deri huruf-huruf serta terkumpul dalam bentuk tulisan tidak dapat dikatakan gadim, sebab yang gadiim tidak tersusun dan terkumpul menjadi satu. (Linat ibid) Ea, Pee ae ee ee wpe OA LEN girs La MS “ohn 23 es 28 aah th ecb At Op Sj, S Gi pss 55 Le mer Si “(Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik [yaitu) Al-Quran yang serupa layat-ayatnya] lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka ketika mengingat Allah. itulah petunjuk Allah, dengan Kitab itu Dia memberi petunjuk kepada siapa yang Dia dikehendaki. Dan barang siapa dibiarkan sesat oleh Allah, maka tidak seorang pun yang dapat memberi petunjuk).” Ayat ini menyebutkan bahwa Al-Quran turun secara berulang- ulang merupakan berita sebaik-baiknya, dan dikatakan sebagai kitab yang tertulis. Semua Sifat-sifat tersebut menunjukkan sifat baru, bukan menunjukkan sifat gadim. (Lihat, ibid.). UrarKkelamy — R205) ak dapat dimungkari bahwa Tuhan mem- punyai sifat karena perbuatan-perbuatannya Selain itu, Tuhan mengetahui, Menghendaki, berkuasa, dan sebagainya di samping mempunyal penge- tahuan, kemauan, dan daya. AF-Asy‘ati lebih jauh berpendapat bahwa Allah memiliki sifat-sifat (bertentangan dengan Mu'tazilah). Sifat-sifat itu seperti mempunyai tangan dan kaki, tidak boleh diartikan secara harfiah, tetapi secara simbolis (berbeda dengan pendapat kelompok sifatiah). Selanjutnya, AL-Asy'ari berpendapat bahwa sifat-sifat Allah ity unik dan tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat manusia yang tampaknya mirip. Sifat-sifat Allah berbeda dengan Allah, tetapi ~sejauh menyangkut realitasnya (hagiqah)- tidak terpisah dari esensi-Nya. Dengan demikian, tidak berbeda a2? punyai sifat. Menurut Al-Asy’ari, tid dengan-Ny. Sementara itu, Al-Baghdadi melihat adanya konsensus di kalangan kaum Asy'ariah bahwa daya, pengetahuan, hayat, kemauan, pendengaran, penglihatan, dan sabda Tuhan adalah kekal. Menurut Al-Ghazali, sifat-sifat ini tidak sama dengan esensi Tuhan, tetapi berwujud dalam esensinya. Uraian-uraian ini juga membawa paham banyak yang kekal. Untuk mengatasinya, kaum Asy’ariah mengatakan bahwa sifat-sifat itu bukan Tuhan, melainkan dari Tuhan. Karena sifat-sifat bukan dari Tuhan, adanya sifat-sifat tidak membawa pada paham banyak kekal.?8 Paham kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhanlah yang mendorong kaum Asy’ariah memilih penyelesaian di atas. “Sifat” mengandung arti tetap dan kekal, sedangkan “keadaan” mengandung arti berubah. Selanjut- nya, sifat mengandung arti kuat, sedangkan keadaan mengandung arti lemah. Oleh karena itu, perkataan bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat, tetapi hanya mempunyai keadaan, tidak segaris dengan konsep kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Untuk mempertahankan kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, Tuhan harus mempunyai sifat-sifat yang kekal.”9 Asy/ariah sebagai aliran kalam tradisional yang memberikan daya pada akal menolak paham Tuhan mempunyai sifat-sifat jasmani apabila sifat jasmani dipandang sama dengan sifat manusia. Akan tetapi, ayat- ayat Al-Quran meskipun menggambarkan Tuhan mempunyai sifat-sifat jasmani, tidak boleh ditakwilkan dan harus diterima sebagaimana makna harfinya, Oleh karena itu, Tuhan dalam pandangan Asy’ariah mempunyai 27 cm ade, Filsafat dan limu Pengetahuan dalam Islam, Yayasan Obor, Jakarta, 1991, him 28 Nasution, Teologi ..., op. cit, him. 136. 29 Ibid. thn Kalam mata, wajah, tangan, serta betsemayam di singgasana, Akan tetapi, semua itu dikatakan la yukayyaf wa la yuhadd (tanpa diketahui cara dan batas- nya). Bertentangan dengan pendapat Mu't mengatakan bahwa Tuhan d. Aopala, Asy'ari menjelask azilah di atas, aliran Asy‘ariah apat dilihat di akhirat kelak dengan mata an bahwa sesuatu yang dapat dilihat adalah sesuatal yang Mempunyai wujud, Karena Tuhan mempunyai wujud, la dapat dilihat. Lebih jauh dikatakan bahwa Tuhan melihat apa yang ada. Dengan demikian, melihat diri Nya juga. Apabila Tuhan melihat diri-Nya, tentu la dapat membuat manusia mempunyai kemampuan melihat diri-Nya.3 Ayat-ayat Al-Quran yang dijadikan sandaran Asy'ari alam menopang pendapat di atas adalah surat Al-Qiyamah ayat 22-23,22 surat Al-Araf ayat 143,33 dan surat Yanus ayat 26.34 ‘Yusuf, op. cit, him. 93-94, ibid, him. 96-97, : LAC ely Poe s careus 2 array CREOLE L A865 (Wojah-wajan [orang mukmin} pada hari itu berseri-serl. Memandang Tuhannya). Ayat ini dipahami oleh Asy’ari meiihat dengan mata kepala. Kata nazirah, demikian Asy/ari, tidak bermakna /'tibar (memerhatikan) atau intizer (menunggu), sebab kata tersebut apabila dituturkan dengan kata wajh, mengandung makna melihat dengan kedua mata yang terdapat pada wajah, (Ibid, him. 97). eree® Sor ERE nest se ae ert ds Ne ou? Vee ee eee eg Auge VFS BGS Ig f Lt ae seeder ne oe BF BR BE Ugh AS, Ves 32, Oo rete ene tase wr ASS oe Jed 05, SBE foe * “(Dan ketika Musa datang untuk [munajat] pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah bertirman flangsur ing] kepadanya, [Musa] berkata, ‘Ya Tuhanku, tampakkaniah [diri- Mu] kepadaku agar aku dapat melinat Engkau.' [Aliah] berfirman, ‘Engkau tidak akon [sanggup] melihat-Ku, namun lihatlah ke gunung itu, jika ia tetap di tempatnya [sebagai jauiakela] niscaya engkau dapat melihat-Ku.’ Maka ketika Tuhannya menampakkan [Keagungan-Nya] kepada gunung itu, qunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan ).” Ayat ini ditafsirkan oleh Asy/ari dengan menjelaskan bahwa permintaan Musa meminta pesuatu yang mustahil. Apabila pemahaman itu yang dianut, berarti telah merusak sifat Kenabian Musa. Oleh sebab itu, melihat Tuhan bukaniah mustahil, tetapi sesuatu yang te 9andung kemungkinan. Apabila aya itu menyangkut kemampuan melihat di gunung yang ‘dak hancur adalah Tuhan, berarti sebenarnya Tuhan dapat diihat oleh Musa (ibid) Vu Kalan M207. Aliran Asy'ariah berpendapat bahwa Al-Quran adalah kekal tidak diciptakan. Asy’ari berpegang teguh pada pernyataan bahwa Al-Quran bukan makhluk. Sebab, segala sesuatu tercipta, setelah Allah berfirman kun (jadilah), segala sesuatu pun terjadi. Penjelasan ini mengisyaratkan bahwa Al-Quran dalam paham mereka bukan yang tersusun dari huruf dan suara, tetapi yang terdapat di balik yang tersusun dan suara itu? Ayat-ayat Al-Quran dijadikan dalil oleh Asy'ari untuk menopang pen- dapatnya di atas adalah surat Ar-Rum ayat 25,6 surat Al-Arraf ayat 54,’” Ou 5 PALO AS95 aT te “(Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik [surga] dan tambahannya [kenikmatan melihat Allah]. Dan wajah mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak [pula] daiem kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya).” Ayat ini menurut Asy’ari, mengandung pemahaman bahwa orang-orang mukmin mendapat tambahan (ziyedah) dari Tuhan, yaitu melihat Tuhan dengan mata kepala, di samping sudah mendapat ganjaran surga. Sementara, ayat 103 surat Al-An’am ditafsirkan oleh Asy'ari dalam dua pengertian, yaitu Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata kepala di dunia, baik oleh orang mukmin maupun orang kafir. Di akhirat Tuhan dapat dilihat oleh orang mukmin, tidak dapat dilihat oleh orang kafir. (/bid.). 35 Ibid, him. 101. eh yea 6 Qe oh Ae syed ee 98 ESE orb NN Sofas ute l ey tie tte are ee OURS LMa) 2591 Ges “(Dan di antara tanda-tanda [kebesaran]-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan kehendak-Nya. Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu kamu keluar [dari kubur)).” 37 est Angered 356, atest . . ce hisltine ® side ssersy jaa IV ae SS (Sungguh, Tuhanmu [adalah] Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, Jalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy. la menutupkan malam kepada siang yang meng- ikutinya dengan cepat! [Dia ciptakan] matahari, bulan, dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah! Segala penciptaan dan urusan menjadi hak-Nya. Mahasuci Allah, Tuhan seluruh alam) 20: tra Kalan Ee ee eee ee * ees Aliran Maturidiah Re Berkaitan dengan masalah sifat Tuhan, dapat ditemukan persamaan antara pemikiran Al-Maturidi dengan AL-Asy‘ari, Seperti halnya Al-Asy’ari, ia berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat seperti sama’ bashar, dan sebagainya."’ Walaupun begitu, pengertian Al-Maturidi tentang sifat Juhan berbeda dengan Al-Asy‘ari. Al-Asy‘ari mengartikan sifat Tuhan sebagai sesuatu yang bukan dzat, melainkan melekat pada dzat itu. Menurut Al- Maturidi, sifat tidak dikatakan sebagai esensi-Nya dan bukan pula lain dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu mulazamah (ada bersama, baca: inheren) dzat tanpa terpisah (innaha lam takun ‘ain adz-dzat wa Ia hiya ghairuhu). Menetapkan sifat bagi Allah tidak harus membawa pada pengertian antropomorpisme karena sifat tidak berwujud yang tersendiri dari dzat, sehingga sifat tidak akan membawa pada berbilangnya yang gadim (taaddud al-qudama).? Tampaknya, paham Al-Maturidi tentang makna sifat Tuhan cenderung mendekati paham Mu’tazilah. Perbedaan keduanya terletak pada peng- (4%: OG, “(Sesungguhnya urusan- 5 wh eek 8 air ee OES SIBLE OS 575 Nya epabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya’ berkata kepadanya, ‘Jadileh!’ Maka jadiiah sesuatu itu).” WALK see Rae pane FS LBA Ah AES) > ve To he nae yb AE @ BE Ajanta S$ ial sol HANA agi ye “(Ketokanlah [Muhammad), ‘Seandainya fautan menjadi tinta untuk (menuts] Katimnat- kalimat Tuhanku, maka pasti habisiah fautan itu sebelum setesal [penulisan] kalimat- kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu [pula PAIN AG ast CoN ced ee A cee 40 Pid ea aide Bb aS as ange Opie “(yaitu) pada hari [kelika] mereka keluar (dari kubutl tidak sesuatu pun keadaan mereka ing tersembunyi di sisi Allah, (Lalu Allah bertirman), Milk siapakah kerajaan pada hari ini?’ Milk Allah Yang Maha Esa, Maha Mengalahkan) 1-182, 41 Muhammad Abu Zaneah, Tarikh AbMadzahib Al-istamiah, Dar ALFikt, Kaivo, him 18) Lat Mahmud Qasim, Dirasat fi Al-Falsafah Al-islamiah, Dar A-Ma‘anf, Mest 1973, him. 171 42 Nasution, op. cit, him. 135. p00 thm Kalam | akuan Al-Maturidi tentang adanya sifat-sifat Tuhan, sedangkan Mu'tazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan. Sementara itu, Maturidiah Bukhara yang mempertahankan kekuasa- an mutlak Tuhan, berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat. Persoalan banyak yang kekal mereka selesaikan dengan mengata- kan bahwa sifat-sifat Tuhan kekal melalui kekekalan yang terdapat dalam esensi Tuhan dan bukan melalui kekekalan sifat-sifat itu; juga dengan mengatakan bahwa Tuhan bersama-sama sifat-Nya kekal, tetapi sifat-sifat itu tidak kekal.? Aliran Maturidiah Bukhara berbeda dengan Asy’ariah. Sebagaimana aliran lain, Maturidiah Bukhara berpendapat bahwa Tuhan tidak mem- punyai sifat-sifat jasmani. Ayat-ayat Al-Quran yang menggambarkan’ Tuhan mempunyai sifat-sifat jasmani harus diberi takwil. Oleh karena itu, menurut Al-Bazdawi, kata istaway harus dipahami dengan arti al- istila’ ala asy-syai‘i wa al-qahr ‘alaihi (menguasai sesuatu dan memaksa- kannya). Demikian juga ayat-ayat yang menggambarkan Tuhan mem- punyai dua mata dan dua tangan, bukanlah Tuhan mempunyai anggota badan.4 Golongan Samarkand dalam hal ini tidak sepaham dengan Mu'tazilah karena Al-Maturidi mengatakan bahwa sifat bukanlah Tuhan, melainkan tidak lain dari Tuhan.> Maturidiah Samarkand sependapat dengan Mu'tazilah dalam meng- hadapi ayat-ayat yang memberi gambaran Tuhan bersifat dengan meng- hadapi jasmani ini. Al-Maturidi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tangan, muka, mata, dan kaki adalah kekuasaan Tuhan.* Maturidiah Samarkand sejalan dengan Asy’ariah dalam hal Tuhan dapat dilihat. Sebagaimana yang dijelaskan Al-Maturidi bahwa melihat Tuhan merupakan hal yang seharusnya dan benar, tetapi tidak dapat di- jelaskan cara melihatnya. Dalam Al-Quran surat Al-An’am ayat 103 dijadi- kan dalil oleh Maturidi dalam mendukung pendapatnya tentang Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala diberi tafsiran dengan mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat, penafiyan al-idrak (pengungkapan dengan cara-cara yang jelas) tidak ada artinya. Sebab, apabila selain Tuhan hanya 43 Ibid, hin. 137. 44 Yusuf, op. cit,, him. 94, 45. Nasution, loc. cit 46 Yusuf, op. cit, him. 93. Y2107— Lt aa dapat ditangkap dengan pandangan menempatkan nafy al-idrak, menurut Al-Maturidi, menjadi tidak bermakna. Oleh karena itu, Tuhan dapat dilihat dengan mata.” Demikian pula, Maturidiah Bukhara sependapat dengan Asy’ariah dan Maturidiah Samarkand bahwa Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala. Al Bazdawi (421-493) mengatakan bahwa Tuban kelak memper- lihatkan diti-Nya untuk kita lihat dengan mata kepala, menurut apa yang la kehendaki."® Aliran Maturidiah Bukhara dan Maturidiah Samarkand berpendapat bahwa Al-Quran itu kekal tidak diciptakan. Maturidiah Bukhara berpen- dapat sebagaimana dijelaskan oleh Bazdawi, kalamullah (Al-Quran) adalah sesuatu yang berdiri dengan Dzat-Nya. Adapun yang tersusun dalam bentuk surat yang mempunyai akhir dan awal, jumlah dan bagian-bagian, bukan kalamullah secara hakikat, melainkan Al-Quran dalam pengertian kiasan (majaz).9 Maturidiah Samarkand mengatakan bahwa Al-Quran adalah kala- mullah yang bersifat kekal dari Tuhan, sifat yang berhubungan dengan dzat Tuhan dan qadim. Selanjutnya, dikatakan bahwa kalamullah tidak tersusun dari huruf dan kalimat, sebab huruf dan kalimat diciptakan.*° tty “D.. Aliran Syi’ah Rafidhah Sebagian besar tokoh Syi’ah Rafidhah menolak bahwa Allah se- nantiasa bersifat tahu. Pendapat ini lebih keras daripada pendapat Al- Fuwaithi. Mereka menilai bahwa pengetahuan itu bersifat baru, tidak qadim. Sebagian besar dari mereka berpendapat bahwa Allah tidak tahu terhadap sesuatu sebelum kemunculannya." Sebagian dari mereka berpendapat bahwa Allah tidak bersifat tahu terhadap sesuatu sebelum la menghendakinya. Ketika la menghendaki sesuatu, la pun bersifat tahu; jika tidak menghendaki-Nya, la tidak ber- sifat tahu. Makna Allah berkehendak menurut mereka adalah Allah mengeluarkan gerakan (taharraka harkah). Ketika gerakan itu muncul, la OO 47 Ibid., him. 98. 48 Ibid., him. 99. 49 Ibid., him. 104. 50 Ibid. 51 Al-Asy’ari, op. cit., him, 203. Tere el RE bersifat tahu terhadap sesuatu, Ketika tidak ada gerakan, tidak dapat dikatakan bahwa la bersifat tabu terhadap sesuatu. Mereka berpendapat pula bahwa Allah tidak bersifat tabu terhadap sesuatu yang tidak ada. Sebagian dati mereka berpendapat bahwa Allah tidak bersifat tahu terhadap sesuatu sebelum la berkehendak terhadapnya. Ketika la ber- kehendak agar sesuatu itu ada, la tahu bahwa sesuatu itu ada; ketika la berkehendak agar sesuatu itu tidak ada, la pun tahu bahwa sesuatu itu tidak ada: ketika la tidak berkehendak agar sesuatu itu ada atau tidak ada, la pun tidak tahu bahwa sesuatu itu ada atau tidak ada.” Sebagian dari mereka berpendapat bahwa makna Allah bersifat tahu adalah la berbuat. Ketika ditanya apakah Allah senantiasa bersifat tahu terhadap diri-Nya, jawaban mereka beragam. Sebagian menjawab bahwa Allah tidak bersifat tahu terhadap diri-Nya sebelum menciptakan pengetahuan. Sebab, la memang ada, tetapi belum berbuat. Sebagian lagi menjawab bahwa Allah senantiasa tahu terhadap diri-Nya. Jika ditanya apakah Allah senantiasa berbuat, mereka menjawab, “Ya, tetapi kami tidak mengatakan bahwa perbuatan-Nya juga qadim.’** Sebagian dari mereka berpendapat bahwa pengetahuan merupakan sifat dzat Allah dan Allah tahu tentang diri-Nya. Hanya, la tidak dapat disifati tahu terhadap sesuatu sebelum sesuatu itu ada. Jika sesuatu tidak ada, tidak dapat dikatakan bahwa la bersifat tahu. Sebab, tidak mungkin bersifat tahu terhadap sesuatu yang tidak ada wujudnya. Pendapat ini diceritakan oleh kelompok As-Sakkakiyyah.5> Sebagian dari mereka berpendapat bahwa Allah senantiasa menge- tahui dan pengetahuan-Nya itu merupakan sifat dzat-Nya. la tidak dapat Gisifati bersifat tahu terhadap sesuatu sebelum sesuatu itu ada, sebagai- mana manusia tidak dapat disifati melihat dan mendengar sesuatu sebelum bertemu dengan sesuatu itu. Mayoritas tokoh Rafidhah menyifati Tuhannya dengan bada’ (per- ubahan). Mereka beranggapan bahwa Tuhan mengalami banyak perubahan. Sebagian mengatakan bahwa Allah terkadang memerintahkan sesuatu alu mengubahnya. Terkadang la menghendaki melakukan sesuatu pada suatu waktu, lalu mengurungkannya karena ada perubahan di dalam diti- 52 Ibid. 53 Ibid. 54 Ibid, him. 203-204 55. Ibid, him. 204 56 Ibid. 2127 a Ltn ala Nya. Perubahan ini bukan dalam artian nash, tetapi dalam arti bahwa pada waktu yang pertama la tidak tabu apa yang akan terjadi pada waktu yang kedua.” Ringkasan }— 1 Aliran Mu'tazilah: mencoba menyelesaikan persoalan dengan me- ngatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat. Definisinya tentang Tuhan bersifat negatif. Tuhan tidak mempunyai pengetahuan, tidak mempunyai kekuasaan, tidak mempunyai hajat, dan sebagainya. Ini tidak berarti bahwa Tuhan bagi mereka tidak mengetahui, tidak berkuasa, tidak hidup, dan sebagainya. Tuhan bagi mereka tetap mengetahui, berkuasa, dan sebagainya, tetapi bukan dengan sifat dalam arti kata sebenarnya. Artinya, “Tuhan mengetahui dengan pengetahuan dan pengetahuan itu adalah Tuhan.” Aliran Asy’ariah: membawa penyelesaian yang berlawanan dengan paham Mu'tazilah. Mereka dengan tegas mengatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat. Menurut Al-Asy‘ari, tidak dapat diingkari bahwa Tuhan mempunyai sifat karena perbuatan-perbuatannya, di samping menyatakan bahwa Tuhan mengetahui, menghendaki, berkuasa, dan sebagainya juga menyatakan bahwa la mempunyai pengetahuan, kemauan, dan daya. Al-Asy’ari lebih jauh berpendapat bahwa Allah memiliki sifat-sifat (bertentangan dengan Mu'tazilah) dan sifat-sifat itu, seperti mempunyai tangan dan kaki, tidak boleh diartikan secara harfiah, tetapi secara simbolis (berbeda dengan pendapat kelompok sifatiah). Selanjutnya, Al-Asy‘ari berpendapat bahwa sifat-sifat Allah itu unik dan tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat manusia yang tampak mirip. Sifat-sifat Allah berbeda dengan Allah, tetapi -sejauh menyangkut realitasnya (haqiqah)- tidak terpisah dari esensi-Nya. Dengan demikian, tidak berbeda dengan-Nya. Aliran Maturidiah: Maturidiah Bukhara mempertahankan kekuasaan mutlak Tuhan, berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat. Aliran Maturidiah Bukhara berbeda dengan Asy’ariah. Sebagaimana aliran lain, Maturidiah Bukhara juga berpendapat Tuhan tidak mempunyai sifat-sifat jasmani. Ayat-ayat Al-Quran yang menggambarkan Tuhan mempunyai sifat-sifat jasmani harus diberi takwil. Oleh karena itu, 57 Ibid. ha Kalam ee ee menurut Al-Bazdawi, kata istaway harus dipahami dengan arti at-istila’ ala asy-syai’i wa al-qahr ‘alaihi (menguasai sesuatu dan memaksa- kannya). Demikian juga, ayat-ayat yang menggambarkan Tuhan mempunyai dua mata dan dua tangan, bukanlah Tuhan mempunyai anggota badan. Golongan Samarkand tidak sepaham dengan Mu'tazilah karena Al-Maturidi mengatakan bahwa sifat bukanlah Tuhan, melainkan tidak lain dari Tuhan. Maturidiah Samarkand sependapat dengan Mu'tazilah dalam menghadapi ayat-ayat yang memberi gambaran Tuhan bersifat dengan menghadapi jasmani ini. Al-Maturidi mengatakan bahwa yang dimaskud dengan tangan, muka, mata, dan kaki adalah kekuasaan Tuhan. 4. Aliran Syi’ah Rafidhah: sebagian besar tokoh Syi’ah Rafidhah menolak bahwa Allah senantiasa bersifat tahu. Pendapat ini lebih keras dari- pada pendapat Al-Fuwaithi. Mereka menilai bahwa pengetahuan itu bersifat baru, tidak qadim. Sebagian besar berpendapat bahwa Allah tidak tahu terhadap sesuatu sebelum kemunculannya. Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini dengan baik dan benar! 1. Bandingkan antara doktrin teologis Mu'tazilah dan Asy‘ariah tentang sifat-sifat Tuhan! 2. Apa yang dimaksud dengan istilah ta‘addud al-qudama’? Dalam konteks apa istilah ini muncul? 3. Apa perbedaan antara doktrin Maturidiah Samarkand dan Maturidiah Bukhara tentang sifat-sifat Tuhan? 4. Kemukakan pandangan Syi’ah Rafidhah tentang sifat-sifat Tuhan! 5. Kemukakan beberapa analisis tentang perbandingan antaraliran teo- logis menyangkut sifat-sifat Tuhan! Bahan Bacaan yang Dianjurkan Buku daras oleh Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, imu kalam; Abdullah Amin, Falsafah Kalam; Al-Asy'ari, Al-lbanah ‘an Ushul Ad-Diyanah, Jo, AbLuma Ar-Rad ‘ala ‘ahli Az-Zayq wa Ab-Bida, Jo, Maqalat Al-Islamiyyin; Isma‘il Raji Al- Faruqi, Tauhid; Al-Gurabi, Tarikh Al-Farg Al-Islamiyyah wa Nasy’atu imi Al- Kalam ‘Inda Al-Muslimin; H.A.R. Gibb, The Enyclopedi of Islam; Ignaz Goldzihet, wy tana pengantar Teologi dan Hukun Islam; Salat Muhammad ‘Abd Al-Hamid, An- Nasyiah AF-Asy‘ariyah wa Tathawwuruh; Abu Hanifah, Al-Fiq h AL-Akbars Hanafi Hasan, Min AFAgidah ila As Saurah; Mushthafa Hanafi Manha) Ulama AL-Hadits wa As-Sunnah Ushul Ad. Din; Kafrawi Ridwan (ed), Ensiklopedi Islam; Chumaidi Syarif Romas, Wacana Teologi Islam Kontemporer; Ja'far Subhani, al-Buhuts fi Al-Milal wa An-Nihal; Syahrastani, Al-Milal wea An-Nihal; W. Montgomery Watt, Islamic Philosophy and Teology: An Extended Survey; Hans Weht, A Dictionary of Modern Written Arabic; Muhammad Abu Zahrah, Tarikh Al-Madzahib Al-slamiyyah; Harry Austryn Wolfson, The Philosophy of Kalam; Ahmad Mahmud Shubhi, Fi ‘Imi Al-Kalam; M. Abdel Haleem, Early Kalam; Muhsin Abdu Al-Hamid, Tajdid Al-Fikr Al-Islamiy; dan Aun Syarif Qasim, Al- Risalah Al-Khatimah, (Daftar Istilah }-——~ Multiplicity of eternals: berarti berbilangnya yang qadim. Istilah ini muncul dari kalangan tokoh-tokoh Mu'tazilah menanggapi doktrin yang menyata- kan bahwa Allah memiliki sifat. Mereka menyatakan, jika dikatakan memiliki sifat, yang qadim tidak hanya Allah, tetapi juga sifat-sifatnya, berarti yang gadim itu berbilang. Atas dasar itu, mereka menafikan sifat-sifat dari Allah. Oleh karena itu, Mu'tazilah disebut juga aliran Muta‘aththilah, yaitu yang mengosongkan Allah dari sifat-sifat. W215) Unrate. ff

You might also like