You are on page 1of 7

pISSN 2085-9481 eISSN 2597-999X Jurnal Biomedik.

2021;13(2):185-191
Terakreditasi Nasional: SK Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan DOI: https://doi.org/10.35790/jbm.13.2.2021.31833
KemenRistekdikti RI no. 28/E/KPT/2019 Available from:https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/index

Efektivitas Anti Jamur Sistemik Terhadap Dermatofitosis

Mathilda W. M. Warouw,1 Tara S. Kairupan,2 Pieter L. Suling2

1
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Manado, Indonesia
2
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Manado, Indonesia
Email: mwmwarouw@gmail.com

Abstract: Dermatophytosis or tinea is the most frequent fungal infection in the world caused
by the dermatophyte fungi group. These dermatophytes infect the stratum corneum of the skin,
hair shaft, and nails. Systemic antifungals are one of the treatment options for
dermatophytosis, especially in cases of widespread infection or failure of topical therapy. This
study aims to determine the effectiveness of various systemic antifungals (griseofulvin,
terbinafine, and azole derivatives) against dermatophytosis. This study was in the form of a
literature review by searching and collecting data using the PubMed and ClinicalKey
databases, with the keywords antifungal sistemik, dermatofitosis, tinea (bahasa Indonesia), and
systemic antifungal, dermatophytosis, tinea (English). Based on the results of the literature
search, 10 articles were found that match the inclusion and exclusion criteria. From the article
review, it is known that the effectiveness of systemic antifungal therapy against
dermatophytosis varies according to the classification and duration of therapy. In conclusion,
systemic antifungals in the treatment of dermatophytosis have been shown to be effective.
Keywords: systemic antifungal, dermatophytosis, tinea

Abstrak: Dermatofitosis atau kata lainnya tinea merupakan infeksi jamur paling sering di
dunia yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita. Dermatofita ini menginfeksi stratum
korneum kulit, batang rambut, dan kuku. Antijamur sistemik merupakan salah satu pilihan
terapi dermatofitosis terutama pada kasus infeksi luas atau kegagalan terapi topikal. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas dari berbagai antijamur sistemik (griseofulvin,
terbinafin, dan turunan azole) terhadap dermatofitosis. Penelitian ini berbentuk literature
review dengan pencarian dan pengumpulan data menggunakan database PubMed dan
ClinicalKey, dengan kata kunci antijamur sistemik, dermatofitosis, tinea (Bahasa Indonesia),
serta systemic antifungal, dermatophytosis, tinea (Bahasa Inggris). Berdasarkan hasil
pencarian literatur didapatkan 10 artikel yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Dari
tinjauan artikel diketahui efektivitas dari pemberian terapi antijamur sistemik terhadap
dermatofitosis bervariasi sesuai klasifikasi dan durasi terapi. Sebagai simpulan, antijamur
sistemik pada terapi dermatofitosis terbukti efektif.
Kata kunci: antijamur sistemik, dermatofitosis, tinea.

PENDAHULUAN Dermatofitosis mengacu pada infeksi


Dermatofitosis merupakan infeksi mikotik superfisial yang disebabkan oleh
jamur paling sering terjadi di dunia yang salah satu dari tiga kelompok jamur
disebabkan oleh golongan jamur keratinofilik, yaitu, Trichophyton (mengin-
dermatofita. Organisme jenis ini mencerna feksi kulit, kuku, rambut), Microsporum
keratin atau disebut keratofilik, menyebab- (kulit dan rambut), dan Epidermophyton
kan kolonisasi dan infeksi pada stratum (kulit dan kuku).2
korneum kulit, batang rambut, dan kuku.1
185
186 Jurnal Biomedik (JBM), Volume 13, Nomor 2, Mei - Agustus 2021, hlm. 185-191

Menurut penelitian yang dilakukan di “tinea” (Bahasa Indonesia). Literatur yang


Jepang sepanjang tahun 2016 didapatkan akan digunakan adalah literatur terbitan 10
6.776 total kasus dermatomikosis dengan tahun terakhir (2011 – 2020) yang bisa
kasus dermatofitosis sebanyak 5.772 kasus diakses full text, berbahasa Inggris dan/atau
(85,2%).3 Di Indonesia, insidensi penyakit Indonesia, sesuai topik, serta memenuhi
yang disebabkan oleh jamur berkisar 2,93- kriteria inklusi dan eksklusi.
37,65% untuk tahun 2009-2011. Prevalensi
kasus dermatofitosis mencapai 52% dengan HASIL PENELITIAN
kasus terbanyak tinea kruris dan tinea Berdasarkan pencarian literatur melalui
korporis, sehingga dermatofitosis berada di database elektronik seperti Pubmed dan
urutan kedua setelah pityriasis versicolor Clinical Key, peneliti mendapatkan artikel
untuk penyakit yang disebabkan oleh sebanyak 13.762 menggunakan Pubmed,
jamur.4 Di Manado menurut penelitian yang dan 135 menggunakan Clinical Key (n =
dilakukan di RSUP Prof Dr. R. D. Kandou 13.897). Kata kunci yang digunakan dalam
periode Januari-Desember 2013 didapatkan pencarian literatur adalah systematic
153 kasus (3,7%) dari 4099 total kasus antifungal AND dermatophytosis OR tinea
penyakit kulit.5 (bahasa Inggris), antijamur sistemik AND
Pada saat ini penemuan obat-obat anti- dermatofitosis OR tinea (bahasa Indonesia).
jamur yang baru telah mengalami Setelah dilakukan pencarian, disesuaikan
perkembangan yang pesat baik berbentuk dengan kriteria inklusi dan eksklusi,
topikal maupun sistemik dan diharapkan kemudian dieksklusi dengan alasan: (i)
dapat mengurangi prevalensi penyakit tidak didapatkan artikel dengan fulltext; (ii)
infeksi jamur. Antijamur sistemik di- artikel systematic review dengan literatur
indikasikan dalam kasus pasien yang gagal yang dipublikasi dibawah tahun 2010; (iii)
terapi topical, seperti Terbinafin, Griseo- artikel yang tidak dapat diakses penuh.
fulvin, Itrakonazol dan Flukonazol yang Hasil seleksi akhir didapatkan 10 literatur
dapat memberikan respon yang baik dalam yang memenuhi kriteria dan lolos tahap
pengobatan dermatofitosis.6 Namun, anti- seleksi yang tergambar dalam table di
jamur tersebut memiliki tingkat efektivitas, bawah ini.
kelebihan dan kekurangan berbeda-beda.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk BAHASAN
melakukan penelitian literature review Berdasarkan hasil penelitian dari
tentang informasi ilmiah mengenai terapi literatur-literatur yang direview, menunjuk-
sistemik pada dermatofitosis.7 kan bahwa pengobatan dermatofitosis yang
paling sering digunakan adalah terbinafin
METODE PENELITIAN diikuti oleh itrakonazol, griseofulvin dan
Penelitian ini merupakan penelitian flukonazol. Seperti pada empat literatur
deskriptif berbentuk literature review. yang membahas tatalaksana tinea kruris
Literature review merupakan rangkuman dan tinea korporis yang didominasi dengan
menyeluruh beberapa studi penelitian yang antijamur oral terbinafin. Pada penelitian
ditentukan berdasarkan topik tertentu. Data Singh tahun 2018 pada 500 orang berusia
yang digunakan yaitu data sekunder yang antara 4 sampai 80 tahun. Dari hasil
diperoleh bukan dari pengamatan langsung, penelitian ditemukan bahwa efektivitas
akan tetapi diperoleh dari hasil penelitian terbinafin dalam pengobatan tinea corporis
yang telah dilakukan dan dipublikasikan. dan tinea cruris adalah 2% pada 2 minggu
Pencarian literatur dilakukan pada dan 30,6% pada 4 minggu. Namun tidak
database PubMed dan ClinicalKey dengan ditindaklanjuti kepatuhan pasien dalam
menggunakan kata kunci “systemic minum obat dan pasien yang menyelesai-
antifungal” AND “dermatophytosis” OR kan pengobatan untuk menentukan tingkat
“tinea” (Bahasa Inggris), serta “antijamur kekambuhan.8
sistemik” AND “dermatofitosis” OR
Warouw, Kairupan, Suling: Efektifitas anti jamur sistemik ... 187

Tabel 1. Hasil penelitian masing-masing literatur


Jumlah Nama
No. Penulis, Dosis, frekuensi Hasil
Sampel Obat
A. Tinea Korporis dan Tinea Kruris
1 Singh, dkk8 n=500 TBF 5 mg/kgBB/hari Penyembuhan klinis 2% (minggu ke-
2), dan 30,6% (minggu ke-4)
2 Bhatia, dkk9 n=320 TBF 500 mg/hari Penyembuhan mikologis
ITK 200 mg/hari (minggu ke-4)
itrakonazol 91,8% dan terbinafine
74,3%
(p = 0,05)
3 Sharma, n=60 TBF 250 mg/hari Penyembuhan total (minggu ke-3),
dkk10 ITK 200 mg/hari terbinafin 35%, itrakonazol 50%,
TBF 250 mg/hari + 200 terapi kombinasi 90%
+ ITK mg/hari (p = 0,002).
4 Singh, dkk11 n=200 FZL 5 mg/kgBB/hari Penyembuhan total (minggu ke-4),
GFN 10 mg/kgBB/hari flukonazol 8%, griseofulvin 2%,
ITK 5 mg/kgBB/hari itrakonazol 4%, terbinafin 8% (p =
TBF 75 mg/kgBB/hari 0,042). Penyembuhan total (minggu
ke-8) flukonazol 42%, griseofulvin
14%, itrakonazol 66%, terbinafin 28%
(p <0,001).
B. Tinea Kapitis dan Tinea Barbae
5 Duarte, n=22 TBF 250 mg/hari Tinea kapitis: penyembuhan klinis
dkk12 ITK 200 mg/hari terbinafin 47% (minggu ke-4) dan
kelompok itrakonazol 27% (minggu
ke-6).
Tinea barbae: penyembuhan klinis
terbinafin 100% (minggu ke-6)
6 Shemer, n=113 GSF 15 mg/kgBB/hari Penyembuhan klinis (minggu ke-12),
dkk13 25 mg/kgBB/hari griseofulvin dosis rendah 23%,
FZL 4 mg/kgBB/hari flukonazol dosis rendah 27%,
6 mg/kgBB/hari griseofulvin dosis tinggi 23%,
flukonzaol dosis tinggi 24%
(p <0,001)
7 Deng, dkk14 n=88 GSF 20 mg/kgBB/hari Penyembuhan klinis (minggu ke-8)
TBF <20 kg: 62,5 mg/hari griseofulvin 84,2%, terbinafin
20-40 kg: 125 mg/hari 85,2%.
>40 kg: 250 mg/hari Penyembuhan mikologis (minggu ke-
8) griseoulvin 83,3%, terbinafin
95%
8 Grover, n=75 GSF 15-20 mg/kgBB/hari Penyembuhan total (minggu ke-4),
dkk15 FZL 6-8 mg/kgBB/hari griseofulvin 96%, flukonazol 84%,
TBF 3-5 mg/kgBB/hari terbinafin 88%
C. Tinea Unguium
9 Khater, n=30 ITK 200 mg 2x/hari Penyembuhan klinis 86%.
dkk16 Penyembuhan mikologis 66%.
10 Hryncewicz- n=33 FZL 400 mg/minggu Penyembuhan total 66,7%,
gwóźdź, dkk17 Penyembuhan mikologi 21%

*TBF: Terbinafin, GSF: Griseofulvin, ITK: Itrakonazol, FZL: Flukonazol


188 Jurnal Biomedik (JBM), Volume 13, Nomor 2, Mei - Agustus 2021, hlm. 185-191

Pada penelitian yang dilakukan oleh banyak di kelompok kedua dan sakit kepala
Bhatia dan Sharma menemukan itrakonazol pada pasien yang baru 3-5 hari
lebih unggul dalam pengobatan tinea mengonsumsi obat.10
korporis dan tinea kruris dibandingkan Literatur keempat yang menjelaskan
terbinafine. Hal ini dibuktikan dengan pengobatan pada tinea korporis dan tinea
persentase kesembuhan, perubahan klinis kruris adalah penelitian oleh Singh,
dari kelompok yang memiliki tine korporis Chandra, dkk pada sampel 200 pasien
dan/atau tinea kruris. Dalam penelitian oleh dengan tinea korporis dan tinea kruris
Bhatia, sampel 320 orang berumur 18 dialokasikan ke empat kelompok sesuai
sampai 60 tahun yang dibagi menjadi dua pemberian terapi (50 pasien dalam setiap
kelompok masing-masing 160 orang. kelompok). Setiap kelompok diberikan
Kelompok pertama memiliki 104 laki-laki terapi berbeda seperti kelompok pertama
(65%) dan 53 perempuan (33,2%) diberikan Flukonazol 5 mg/kg/hari,
diberikan Terbinafin 500 mg/hari dan kelompok kedua diberikan Griseofulvin 10
kelompok kedua memiliki 107 laki-laki mg/kg/hari, kelompok ketiga diberikan
(66,8%) dan 53 perempuan (33,2%) terapi Itrakonazol 5 mg/kg/hari, dan
diberikan Itrakonazol 200 mg/hari. Kedua kelompok keempat diberikan Terbinafin 75
kelompok diamati selama 4 minggu dan mg/kg/hari. Sampel dinilai sembuh apabila
hasilnya didapatkan Itraconazole memiliki dalam 8 minggu lesi sudah bersih dan
angka kesembuhan klinis dan mikologis penyembuhan mikologi menggunakan
yang lebih tinggi yaitu 147 orang (91,8%) mikroskop dan KOH negatif. Hasil dari
dibandingkan dengan Terbinafine yaitu 119 penelitian ini menunjukan efektivitas
orang (74,3%) dengan p = 0,05. Efek terbatas dari keempat obat antijamur.
samping ringan seperti gangguan Berdasarkan penyembuhan klinis dan
gastrointestinal, sakit kepala, dan gangguan mikologi pada minggu keempat semua obat
indra pengecap; namun, tidak ada yang memiliki tingkat kesembuhan menjadi 8%
cukup parah untuk menjamin penghentian atau kurang. Namun pada minggu ke 8,
pengobatan. Meskipun biaya terbinafine jumlah pasien penyembuhan total pasien
lebih rendah, tingkat kegagalannya lebih meningkat dengan p <0,001. Mengingat
tinggi dan durasi pengobatan yang tingkat kesembuhan dan jumlah antijamur
diperlukan lebih lama.9,10 yang dibutuhkan untuk mengobati,
Sejalan dengan hasil tersebut, Itrakonazol adalah obat yang paling efektif,
penelitian oleh Sharma,dkk (2019) diikuti oleh Flukonazol, Terbinafin dan
dilakukan pada 60 pasien yang menderita Griseofulvin.11
tinea korporis dan tinea kruris. Penelitian Berdasarkan keempat literatur yang
ini dilakukan pada tiga kelompok masing- dibahas, terbinafine merupakan agen
masing 20 orang dengan kelompok pertama antijamur yang banyak digunakan dalam
diberikan Terbinafin 250 mg/hari, pengobatan tinea kruris dan tinea korporis.
kelompok kedua diberikan Itrakonazol 200 Untuk tingkat keefektifan itrakonazol lebih
mg/hari, dan kelompok terakhir diberikan efektif dibandingkan antijamur yang lain
kombinasi Terbinafin 250 mg/hari dan dilihat dari persentase respon penyembuhan
Itrakonazol 200 mg/hari diamati selama 3 klinis dan mikologis dari sampel yang
minggu, 6 minggu dan 9 minggu. Pada 3 diberi terapi itrakonazol dibandingkan
minggu pertama, 90% pasien dalam dengan persentase antijamur lain.
kelompok ketiga mengalami perbaikan Kombinasi terbinafin dan itrakonazol
mikologi, diikuti kelompok kedua sebanyak terbukti lebih efektif dari monoterapi
50% dan kelompok pertama sebanyak 35%. itrakonazol maupun terbinafin. Namun,
Tindak lanjut pada minggu ke-6 pemberian terapi antijamur yang lain
menunjukan kekambuhan pada kelompok seperti griseofulvin dan flukonazol dapat
kedua dan pada minggu ke-9 satu pasien dipertimbangkan apabila terjadi efek
dari kelompok ketiga. Efek samping paling samping ataupun kekambuhan.8,9,10,11
Warouw, Kairupan, Suling: Efektifitas anti jamur sistemik ... 189

Terdapat empat literatur yang flukonazol membutuhkan 8 minggu untuk


dilakukan oleh Duarte, Shemer, Deng dan dosis tinggi dan 12 minggu untuk dosis
Grover yang membahas pengobatan pada rendah. Kedua antijamur tersebut dengan
tinea kapitis dan tinea barbae. Dalam dosis yang lebih rendah membutuhkan
keempat literatur ini antijamur oral yang durasi pengobatan yang lebih lama secara
diberikan bervariasi seperti pada penelitian signifikan sampai penyembuhan mikologis
Duarte dengan catatan medis dan mikologi daripada dosis yang lebih tinggi.13
elektronik dari tinea kapitis dan/atau barbae Seperti literatur sebelumnya yang
yang dibuktikan dengan kultur selama membahas terapi antijamur pada tinea
periode 11 tahun (dari Januari 2008 hingga kapitis, Deng dan kawan-kawan mengambil
Desember 2018) diambil melalui alat sampel 88 pasien yang dibagi menjadi 3
pencarian database yang dihosting di kelompok dengan kelompok pertama
institusi. Data kemudian diekstraksi dan diberikan griseofulvin 20 mg/kg/BB selama
ditinjau. Sebanyak 860 diagnosis kultur 4 minggu, kelompok kedua diberikan
yang dikonfirmasi dari tinea kapitis dan terbinafin dengan dosis tergantung berat
tinea barbae sebanyak 15 dan 7 pasien. badan: 20 kg, 62,5 mg / hari; 20–40 kg, 125
Penyembuhan klinis dicapai pada semua mg / hari; dan 40 kg, 250 mg / hari,
pasien yang memiliki tinea barbae, namun kelompok ketiga diberikan terbinafine,
pada kelompok pasien tinea kapitis yang selama 4 minggu berturut-turut, dengan
diberi terapi terbinafin mengalami dosis 20 kg, 62,5 mg / hari; 20–40 kg, 125
penyembuhan klinis sebesar 47% dan mg / hari; dan 40 kg, 250 mg / hari. Angka
kelompok yang diberi terapi itrakonazol kesembuhan klinis setelah diamati selama 8
mengalami penyembuhan klinis sebesar minggu pada kelompok pertama sebesar
27% dengan antijamur sistemik yaitu 84,2%, dan kelompok kedua 85,2% Serta
terbinafin dengan dosis 250 mg/hari selama Angka kesembuhan mikologis setelah
4 minggu diikuti oleh itrakonazol 200 diamati selama 8 minggu pada kelompok
mg/hari selama 6 minggu.12 pertama sebesar 83,3% dan kelompok
Pada penelitian yang dilakukan oleh kedua.14
Shemer yang membandingkan antijamur Literatur selanjutnya yang dilakukan
griseofulvin dan antijamur terbinafin oleh Grover, Arora dan Manchanda
diberikan pada sampel 113 anak dengan melakukan penelitian dengan
tinea kapitis. Sampel dibagi menjadi empat membandingkan ketiga antijamur yang
kelompok dengan kelompok pertama diberi dibahas pada literatur sebelumnya, yaitu
terapi griseofulvin 15 mg/kg/hari, griseofulvin, flukonazol, dan terbinafin.
kelompok kedua diberi terapi 25 Sampel penelitian ini melibatkan 75 anak-
mg/kg/hari, kelompok ketiga diberi anak berumur 8-12 tahun yang mengalami
flukonazol 4 mg/kg/hari, kelompok kerontokan rambut tidak merata dan rambut
keempat diberi terapi flukonazol 6 rontok dengan atau tanpa perubahan
mg/kg/hari. Keempat kelompok dirawat inflamasi terkait. Sampel dibagi dalam 3
sampai mengalami penyembuhan total kelompok pemberian terapi masing-masing
dibuktikan dengan hasil kultur jamur 25 orang dengan kelompok pertama
negative. Selama 12 minggu diamati diberikan griseofulvin 15-20 mg/kgBB/hari
didapatkan respon penyembuhan klinis yang diberikan dalam dua dosis perhari
kelompok pertama sebesar 23%, kelompok selama 6 minggu, kelompok kedua
kedua 23%, kelompok ketiga 27% dan diberikan flukonazol 6-8 mg/kgBB/hari
kelompok keempat 24%. Pasien yang yang diberikan setiap minggu selama 6
diobati dengan griseofulvin terbukti minggu, dan kelompok ketiga diberikan
memiliki durasi lebih pendek dalam terbinafin 3-5 mg/kgBB/hari selama dua
pengobatan dengan waktu 7 minggu pada minggu. Setelah diamati didapatkan
dosis tinggi dan 11 minggu pada dosis penyembuhan total pada kelompok pertama
rendah dibandingkan kelompok terapi sebanyak 24 (96%) pasien, kelompok
190 Jurnal Biomedik (JBM), Volume 13, Nomor 2, Mei - Agustus 2021, hlm. 185-191

kedua sebanyak 21 (84%) pasien dan pada 22 pasien dengan 1 pasien mengalami
kelompok ketiga sebanyak 22 pasien kekambuhan dan 6 pasien mengalami efek
(88%).15 samping berupa peningkatan enzim hati
Griseofulvin dibandingkan anti jamur dan gangguan gastrointestinal.17
yang lain, dapat dikatakan unggul dalam Berdasarkan kedua penelitian tersebut,
pengobatan tinea kapitis. Hal ini dibuktikan pengobatan itrakonazol lebih efektif
dalam penelitian oleh Grover, dengan dibandingkan flukonazol. Hal ini
tingkat kesembuhan kelompok yang disebabkan penggunaan itrakonazol pada
diberikan griseofulvin sebesar 96% penelitian Khater menjelaskan bahwa
dibandingkan antijamur lain, berbeda semua sampel merespon perbaikan klinis
halnya dengan respon penyembuhan klinis dan perbaikan mikologis, tanpa adanya
pada kelompok griseofulvin yang diteliti gagal pengobatan, dibandingkan hasil
oleh Shemer dan Deng. Berdasarkan penelitian oleh Hryncewicz-gwóźdź dengan
penelitian Shemer, kelompok terapi penggunaan flukonazol yang pada beberapa
flukonazol memberi respon penyembuhan pasien mengakibatkan efek samping dan
klinis lebih efektif dari kelompok kekambuhan setelah pengobatan terakhir.
griseofulvin, seperti yang dilaporkan oleh Namun, keduanya memberika respon
Deng, dengan kelompok terbinafin penyembuhan klinis yang baik.16,17
merespon penyembuhan klinis lebih efektif
dari kelompok griseofulvin.13,14,15 SIMPULAN
Terdapat 2 literatur yang membahas Antijamur griseofulvin kurang efektif
pengobatan pada tinea unguium. Kedua dalam terapi tinea korporis dan tinea kruris.
literatur menggunakan antijamur yang Griseofulvin dianjurkan pada kasus tinea
berbeda dalam penelitiannya. Penelitian kapitis. Sementara itu, terbinafin yang
yang dilakukan oleh Mohamed dan Fathia merupakan antijamur yang paling sering
pada sampel 30 pasien dengan usia 19-60 digunakan dinilai efektif pada terapi tinea
tahun yang positif uji KOH dan kultur korporis, tinea kruris dan tinea kapitis.
jamur memiliki satu atau lebih infeksi Itrakonazol dinilai efektif pada terapi tinea
jamur kuku kaki dan/atau kuku dari jenis korporis dan tinea kruris serta cukup efektif
berikut : subungual distal, distrofi total, dalam terapi tinea kapitis dan tinea
atau unguium candida. Sampel yang terdiri unguium. Selain itrakonazol, flukonazol
dari 18 laki-laki dan 12 perempuan ini yang merupakan turunan azol efektif pada
dibagi dalam 2 kelompok yang sama-sama pengobatan kasus tinea unguium dan
diberikan terapi itrakonazol namun kapitis dan kurang efektif pada kasus tinea
kelompok kedua diberikan terapi Long korporis dan tinea kruris.
Pulse Nd Yag laser. Para peneliti menilai
menggunakan “Onychomycosis Severity
Index (OSI)”, foto, dan mikologi pada 6 Konflik Kepentingan
bulan dan 9 bulan setelah pengobatan, Penulis menyatakan tidak terdapat
didapatkan penyembuhan mikologis yang konflik kepentingan dalam studi ini.
baik. Di sisi lain, kombinasi terapi Long
Pulse Nd Yag laser dan itrakonazol DAFTAR PUSTAKA
sistemik memberikan hasil penyembuhan 1. Devy D, Ervianti E. Studi Retrospektif:
klinis terbaik.16 Karakteristik Dermatofitosis
Selain itu terdapat juga 1 literatur yang BIKK 2016;30(1):66–72.
membahas pengobatan pada tinea unguium 2. Mysore V, Parthasaradhi A, Kharkar R,
yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh Ghoshal A, Ganjoo A,
Hryncewicz-gwóźdź, dkk (2015). Sampel Ravichandran G, dkk. Expert
diberikan terapi flukonazol 400 mg/minggu consensus on the management of
delama 12 bulan. Penyembuhan klinis dan androgenetic alopecia in India. Int
mikologi secara keseluruhan ditunjukkan J Trichology 2019;11(3):101–6.
Warouw, Kairupan, Suling: Efektifitas anti jamur sistemik ... 191

3. Shimoyama H, Sei Y, Investigation E. 11. Singh SD, Chandra U, Anchan VN,


2016 Epidemiological Survey of Verma P, Tilak R. Limited
Dermatomycoses in Japan. effectiveness of four oral
2019;60(3). antifungal drugs (fluconazole,
4. Sondakh CEE, Pandeleke T, Mawu F. griseofulvin, itraconazole and
Profil Dermatofitosis di Poliklinik terbinafine) in the current
Kulit dan Kelamin RSUP Prof. epidemic of altered dermato-
Dr.R. D. Kandou Manado periode phytosis in India : results of a
Januari-Desember 2013. e-CliniC. randomized pragmatic trial. Br J
2016;4(2). Dermatol 2020;183(5):840-6.
5. Nurwulan D, Hidayatullah TA, Nuzula 12. Duarte B, Galhardas C, Cabete J.
AF, Puspita R. Profil Dermato- Adult tinea capitis and tinea
fitosis Superfisialis Periode barbae in a tertiary Portuguese
Januari–Desember 2017 Di hospital : A 11‐year audit.
Rumah Sakit Islam Aisiyah Mycoses 2019;62(11): 1079–83.
Malang. Saintika Med. 2019;15 13. Shemer A, Plotnik IB, Davidovici B,
(1):25. Grunwald MH, Magun R,
6. Widaty S, Budimulja U. Dermatofitosis. Amichai B. Treatment of tinea
Edisi ke-7. Jakarta: Fakultas capitis – griseofulvin versus
Kedokteran Universitas Indonesia, fluconazole – a comparative
2013. study. J Dtsch Dermatol Ges.
7. Setiabudy R. Obat Jamur. In: Dalam 2013;11(8):737–41.
Gunawan S, editor. Farmakologi 14. Deng S, Hu H, Abliz P, Wan Z, Wang
dan Terapi. Edisi ke-6. Jakarta: A, Cheng W, dkk. A Random
Departemen Farmakologi dan Comparative Study of Terbina-
Terapeutik Fakultas Kedokteran fine Versus Griseofulvin in
Universitas Indonesia, 2016. Patients with Tinea Capitis in
8. Singh S, Shukla P. End of the road for Western China.Mycopathologia
terbinafine? Results of a 2011;172 (5):365–72.
pragmatic prospective cohort 15. Grover C, Arora P, Manchanda V.
study of 500 patients. Indian Clinical trial Comparative
Journal of Dermatology, Venereo- evaluation of griseofulvin,
logy and Leprology 2018;84: terbinafine and fluconazole in the
554–7. treatment of tinea capitis. Int J
9. Bhatia A, Kanish B, Badyal D, Kate P, Dermatol 2012;51(4):455–8.
Choudhary S. Efficacy of oral 16. Khater MH, Khattab FM. Combined
terbinafine versus itraconazole in long-pulsed Nd-Yag laser and
treatment of dermatophytic itraconazole versus itraconazole
infection of skin – A prospective, alone in the treatment of onycho-
randomized comparative study. mycosis nails. J Dermatolog Treat
Indian J Pharmacol 2019;51(2): 2020;31(4):406-9.
116–9. 17. Hryncewicz-gwóźdź A, Plomer-
10. Sharma P, Bhalla M, Thami GP, Niezgoda E, Kalinowska K,
Chander J. Evaluation of efficacy Czarnecka A, Maj J. Efficacy of
and safety of oral terbinafine and Fluconazole at a 400 mg Weekly
itraconazole combination therapy Dose for the Treatment of
in the management of dermato- Onychomycosis. Acta Derm
phytosis. J Dermatolog Treat Venereol 2015;95(2):251.
2019;31(7):1–5.

You might also like