You are on page 1of 1024
PENATALAKSANAAN DI BIDANG ILMU PENYAKIT DALAM PANDUAN PRAKTIK KLINIS Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia Editor Prof. Dr: dr: Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP dr: Simon Salim, SpPD, FINASIM, MKes, AIFO dr. Rudy Hidayat, SpPD, K-R, FINASIM dr: Juferdy Kurniawan, SpPD dr. Dicky L. Tahapary, SpPD Tim Editor Pelaksana 1. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH, FINASIM, MMB, FACP 2. Dr. dr. Rino Alvani Gani, SpPD, K-GEH, FINASIM 3. Dr. dr Iris Rengganis, SpPD, K-Al, FINASIM 4, Dr. dr: Lugyanti Sukrisman, SpPD, K-HOM, FINASIM 5. dr. Sally A. Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM 6. dr: Ceva W. Pitoyo, SpPD, K-P, FINASIM, KIC 7. dr. Edy Rizal Wahyudi, SpPD, K-Ger, FINSIM 8. dr. Rudy Hidayat, SpPD, K-R, FINASIM 9, dr. Erni Juwita Nelwan, SpPD, K-PTI, FINASIM 10.dr. Tri Juli Edi Tarigan, SpPD, K-EMD, FINASIM 11.dr, Rudi Putranto, SpPD, K-Psi, FINASIM 12.dr. Pringgodigdo Nugroho, SpPD, FINASIM MUNN 786028 © 907675 17.5 cm x25 cm xiv+ 986 Halaman Hak Cipta Dilindungi Undang-undang Dilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara dan bentuk apapun tanpa seizin penulis dan penerbit Diterbitkan pertama kali oleh InternaPublishing Pusat Penerbitan Iimu Penyakit Dalam Telp. : 021-31903775 Faks. : 021-31903776 Email : pipfkui@yahoo.com Cetakan Pertama, September 2015 Cetakan Kedua, April 2016 Cetakan ketiga, Oktober 2016 Cetakan Keempat, Februari 2019 Disclaimer Seluruh naskah yang terdapat dalam buku Panduan Praktik Klinis (PPK) yang diterbitkan oleh Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB.PAPDI) hanya sebagai rujukan/referensi, guna membantu penyusunan panduan pelayanan klinis yang baik dan benar, disesuaikan dengan kondisi rumah sakit masing-masing. KATA PENGANTA Assalamu’alaikum Wr. Wb. buku Panduan Praktik Klinis (PPK) PAPDI. Dengan terbitnya buku PPK PAPDI ini, diharapkan akan semakin jelas rujukan/ panduan segala sesuatu yang berhubungan dengan prosedur standar operasional dalam pelayanan dan perawatan kepada pasien. Buku PPK PAPDI ini terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu penatalaksanaan dan prosedur. Seiring dengan arus kemajuan dan perkembangan pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam serta dalam rangka meningkatkan profesionalisme Dokter Spesialis Penyakit Dalam, diharapkan buku ini menjadi acuan/ panduan dalam menjalankan tugas profesi seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam di rumah sakit pemerintah dan swasta serta fasilitas pelayanan kesehatan lain di seluruh Indonesia, disesuaikan dengan sarana yang tersedia. Untuk mencapai keberhasilan pelayanan dan perawatan kepada pasien yang berkualitas dan bertanggung jawab, disamping mengacu pada buku PPK PAPDI yang sudah dirancang dengan sebaik-baiknya sebagai panduan kerja yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan, juga harus didukung sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dalam pengetahuan dan bertanggungjawab secara moral dalam sikap dan perilaku serta sarana prasarana yang sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu Dokter Spesialis Penyakit dalam harus selalu berupaya memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan terutama dalam hubungannya dengan pasien baik melalui pendidikan formal maupun non formal. Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada Tim Penyusun buku PPK PAPDI yang telah membantu terbitnya buku ini serta kepada para Ketua Perhimpunan Seminat dalam Lingkup Ilmu Penyakit Dalam yang telah berpartisipasi dalam penyusunan buku ini. ‘Semoga buku ini dapat membantu dalam melaksanakan tugas sehari-hari Dokter Spesialis Penyakit Dalam di rumah sakit sebagai bentuk pelayanan dan pengabdian P uji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas keberhasilan penyusunan masyarakat, dan semoga Allah SWT memberikan bimbingan dan meridhoi segala aktivitas para Dokter Spesialis Penyakit Dalam seluruh Indonesia, Amin. Jakarta, September 2015 Ketua Umum PB PAPDI Prof. Dr. dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC; FAPSIC, FACP KONTRIBUTOR Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia (PERALMUNI) Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia (PERGEMI) Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia (PGI) Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) Perhimpunan Hematologi Dan Transfusi Darah Indonesia (PHTDI) Dan Perhimpunan Hematologi Onkologi Medik Iimu Penyakitdalam Indonesia (PERHOMPEDIN) Tkatan Keseminatan Kardioserebrovaskular Indonesia (IKKI) Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) Perhimpunan Kedokteran Psikosomatik Indonesia (PKP!) Perhimpunan Respirologi Indonesia (PERPARI) Perhimpunan Reumatologi Indonesia (IRA) Perhimpunan Peneliti Penyakit Tropik Dan Infeksi Indonesia (PETRI) DAFTAR ISI ALERGI IMUNOLOGI Alergi Oba... Asma Bronkial.. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) Vaksinasi Pada Orang Dewasa HIV/AIDS Tanpa Komplikas' METABOLIK ENDOKRIN Diabetes Melitus... Diabetes Melitus Gestasional Dislipidemia.... Hipoglikemia Hipogonadisme Hipoparatiroidisme, Hipotiroidisme Hiperparatiroidisme Karsinoma Tiroid Kelainan Adrenal Kista Tiroid.... Krisis Hiperglikemi: Krisis Tiroid Perioperatif Diabetes Melitus Kaki Diabetik... Sindrom Ovarium Polikistik (PCOS). Struma Difusa Non Toksik. Struma Nodosa Non Toksik (SNNT). Struma Nodosa Toksik. ‘Tiroiditis... Tirotoksikosis . 156 162 Tumor Hipofisis Obesitas GASTROENTEROLOGI 167 172 176 182 186 189 196 201 Diare Kronik Gastroesophageal Reflux Disease (GERD). Hematemesis Melena.. Hematokezi Meus Paralitik. Konstipasi Pankreatitis Akut. Penyakit Tukak Peptik. ‘Tumor Gaster 208 ‘Tumor Kolorektal.. 211 HEPATOLOGI Abses Hati, ww 217 223 227 232 236 240 242 244 250 253 256 259 261 266 272 277 Batu Sistem Bilier.. Hepatitis Imbas Obat... Hepatitis Virus Akut. Hepatitis B Kronik. Hepatitis C Kronik. Hepatitis D Kronik Hepatoma. Ikterus. Kolangi Kolesistitis Kolesistitis Kronik Penyakit Perlemakan Hati Non Alkoholik. Sirosis Hati.. Tumor Pankreas. Tumor Sistem Bilier .. GERIATRI Dehidrasi Gangguan Kognitif Ringan dan Demensia... Imobilisasi Inkontinensia Urin Instabilitas dan Jatuh. ‘Tatalaksana Nutrisi Pada “Frailty” Usia Lanjut.. Pendekatan Paripurna Pasien Geriatri (Comprehensive Geriatric Assessment). Sindrom Delirium Akut GINJAL HIPERTENSI Batu Saluran Kemih.. Gangguan Asam Bas Alkalosis Metabolik.. Alkalosis Respirator! Gangguan Ginjal Akut. Gangguan Kalium.. Gangguan Kalsium Gangguan Natrium. Hiponatremia. Hipertensi Hipertrofi Prostat Benigna Infeksi Saluran Kemih ISK pada Wanita Ha ISK yang Disebabkan oleh Jamur.. Krisis Hipertensi Penyakit Glomerula Penyakit Ginjal Kronik.. Penyakit Ginjal Polikistik.. Sindrom Nefrot HEMATOLOGI ONKOLOGI MEDIK Anemia Aplastik. Anemia Defisiensi Bes Anemia Hemolitik.. Anemia Penyakit Kronik. Dasar-Dasar Kemoterap! Diatesis Hemoragik Hemoglobinopati Trombositopenia Imun Koagulasi Intravaskular Diseminata Leukemia. Limfoma .. Polisitemia Vera. Sindrom Antifosfolipid Sindrom Lisis Tumor... ‘Terapi Suportif pada Pasien Kanker. Trombosis Vena Dalam Trombositosis Esensial. KARDIOLOGI Angina Pektoris Stabil Angina Pektoris Tidak Stabil/Non St Elevation Myocardial Infarction (APTS/NSTEMI), ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI). Penyakit Jantung Koroner. Bradiartima. Takiaritmia Cardiac Arrest. Ekstrasistol Ventrikular. Gagal Jantung Endokarditis Infekti Penyakit Katup Jantung, Peripartum Cardiomyopathy. Perikarditis. Penyakit Jantung Kongenital Hipertensi Pulmonal Penyakit Arteri Perifer. Kelainan Sistem Vena dan Limfatik. PSIKOSOMATIK Ansietas.. Depresi Dispepsia Fungsional.. Nyeri Psikogenik. Penyakit Jantung Fungsional (Neurosis Kardiak) Sindrom Kolon Iritabel .. Sindrom Lelah Kronik, Sindrom Hiperventilasi.. Pengelolaan Paliatif pada Penyakit Kroni PULMONOLOGI Acute Respiratory Distress Syndrome. Bronkiektasis.. Emboli Paru.. Massa Mediastinum. Penyakit Paru Kerja Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Pleura Pneumonia Atipik, Pneumonia Didapat di Rumah Sakit Pneumonia Didapat di Masyarakat... Sindrom Vena Kava Superior. Kelainan Napas Saat Tidur (Sleep-Disordered Breathing/Sleep Apneq).. Tuberkulosis Paru.. Tumor Paru.. REUMATOLOGI Artritis Reumatoid Artritis Gout dan Hiperurisemia. Artritis Septik.. Fibromialgia. Lupus Eritematosus Sistemik.. Nyeri Pinggang.. Reumatik Ekstraartikular. Skleroderm: Spondiloartropati. TROPIK INFEKSI Chikungunya... Demam Berdarah Dengue. Demam Neutropenia Demam Tifoid Diare Infeks: Diare Terkait Antibiotik (Infeksi Clostridium Dij Fever Of Unknown Origin Filariasis. Leptospiros Human Immunodeficiency Virus (HIV) /Acquired Immunodeficiency Syndrome (alps) Infeksi Jamur. Infeksi Oportunistik pada AIDS Infeksi pada Kehamilan Intoksikasi Organofosfat Intoksikasi Opia Keracunan Makanan Malaria. Penatalaksanaan Gigitan Ular Penggunaan Antibiotika Rasional. Rabies.. Sepsis dan Renjatan Septik PENATALAKSANAAN DI BIDANG ILMU PENYAKIT DALAM PANDUAN PRAKTIK KLINIS ALERGI IMUNOLOGI Aletgi ObGt..cassesenees . Baeversscregcevt Asma Bronkial. re _ : ea Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) 12 Renjatan Anaffilaksis... aS nee IGT Cletetiseeen sees senses MPR ss slseoteesrert 2? Vaksinasi Pada Orang Dewasa. Pe 33 HIV/AIDS Tanpa KOomplikGsi......... preeenssenssezeses wee 4 suse MADOHAY a | = Le Ea ALERGI OBAT PENGERTIAN Alergi obat merupakan reaksi simpang obat yang tidak diinginkan akibat adanya interaksi antara agen farmakologi dan sistem imun manusia. Terdapat empat jenis reaksi imunologi menurut Gell dan Coombs, yaitu hipersensitivitas tipe 1 (reaksi dengan Igk), tipe 2 (reaksi sitotoksik), tipe 3 (reaksi kompleks imun) dan tipe 4 (reaksi imun selular)." Manifestasi alergi obat tersering adalah di kulit, yang terbanyak yaitu berupa ruam makulopapular. Selain di kulit, alergi obat dapat bermanifestasi pada organ lain, seperti hati, paru, ginjal, dan darah. Reaksi alergi obat dapat terjadi cepat atau lambat, dapat terjadi setelah 30 menit pemberian obat hingga beberapa minggu.* PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis Riwayat obat-obatan yang sedang dipakai pasien, riwayat obat-obatan masa lampau, lama pemakaian dan reaksi yang pernah timbul, lama waktu yang diperlukan mulai dari pemakaian obat hingga timbulnya gejala, gejala hilang setelah pemakaian obat dihentikan dan timbul kembali bila diberikan kembali, riwayat pemakaian antibiotik topikal jangka lama, keluhan yang dialami pasien dapat timbul segera ataupun beberapa hari setelah pemakaian obat (pasien dapat mengeluh pingsan, sesak, batuk, pruritus, demam, nyeri sendi, mual)'** Pemeriksaan Fisik Pasien tampak sesak, hipotensi, limfadenopati, ronki, mengi, urtikaria, angioedema, eritema, makulopapular, eritema multiforme, bengkak dan kemerahan pada sendi"*> Pemeriksaan Penunjang:'** * Pemeriksaan hematologi: darah lengkap, fungsi ginjal, fungsi hati + Urinalisis lengkap + Foto toraks + Pemeriksaan RAST (Radio Allergo Sorbent test) + Pemeriksaan Coombs indirek + Pemeriksaan fiksasi komplemen, reaksi aglutinasi © Uji tusuk kulit (skin prick test) * Uji kulit intradermal + Ujitempel(patch test) DIAGNOSIS BANDING* * Sindrom karsinoid « Penyakit graft-versus-host + Gigitan serangga » Penyakit Kawasaki * Mastositosis + Psoriasis * Asma + Infeksi virus + Alergi makanan * Infeksi Streptococcus + Keracunan makanan © Alergi lateks + Infeksi TATALAKSANA Non Farmakologis' ‘Tindakan pertama adalah menghentikan pemakaian obat yang dicurigai. Farmakologis + Terapi tergantung dari manifestasi dan mekanisme terjadinya alergi obat. Pengobatan simtomatik tergantung atas berat ringannya reaksi alergi obat. Gejala ringan biasanya hilang sendiri setelah obat dihentikan.' Pada kasus yang berat, kortikosteroid sistemik dapat mempercepat penyembuhan* * Pada kelainan kulit yang berat seperti pada SS), pasien harus menjalani perawatan. Pasien memerlukan asupan nutrisi dan cairan yang adekuat. Perawatan kulit juga memerlukan waktu yang cukup lama, mulai dari hitungan hari hingga minggu. Hal lain yang harus diperhatikan adalah terjadinya infeksi sekunder yang membuat pasien perlu diberikan antibiotika.* + Tata laksana anafilaksis dapat dibaca pada bagian anafilaksis. * Pada kasus urtikaria dan angioedema pemberian antihistamin saja biasanya sudah memadai, tetapi untuk kelainan yang lebih berat seperti vaskulitis, penyakit serum, kelainan darah, hepatitis, atau nefritis interstisial biasanya memerlukan Alergi Obat Gy Berikut ini adalah algoritma penatalaksanaan alergi obat:* + Anamness: gejala, dotfar obal yang seciang digunakan, temporal sequence * Pemerilsciamn fai + Femelikiciin (aboratorium Ya ‘Merujuk pada Tidak eaks| obat a Kecurigaan terhadop hipersensttivitas Carietiolog!toin tethadap obal/ reaksi ie Evaluasi dan terapi ess) io etlologi tersebut ‘Mokeniéme rion imun: Nekeetraimproinic —_etaomping are ++ Diperantaral ae + Toksisitos obat * Sitotoksiie + Intaroke antarebat + Kormpleks imun + Overdoss obat ‘Redtipeionbal | Paul TMtentmeimotan —— ioaron cise wanderer Evaluas! dengan Ss Mocmesteces; + Aiud cba Se + Atos afek samping «(ata pemeren ppdtentesnencunng ini diagnosis alergi obat karena reaks! imunologi? va_| na Diagnosis ‘Apakah fes memifki Soasse: ch emakncon non itegakkan Tidak Ya | 4 Boiten obat Mepcierae dengan core + Desensiisadi atau vii bertahop sebelum obal cibenikcin + Reaksl onaifiaksis eliberikan feropi emergens! + Hindari pemokalan obat Petnberion profiaisis sebelum pemakalon obat Waspada pada penggunacn bat dimasa mendaiang Erika posien Gambar 1. Algorttma Penatalaksanaan Alerg! Obat* kortikosteroid sistemik dosis tinggi (60-100 mg prednison atau setaranya) sampai gejala terkendali. Kortikosteroid tersebut selanjutnya diturunkan dosisnya secara dertahap selama satu sampai dua minggu.* KOMPLIKASI Anafilaksis, anemia imbas obat, serum sickness, kematian*** PROGNOSIS Alergi obat akan membaik dengan penghentian obat penyebab dan tatalaksana yang tepat. Apabila penghentian pemberian obat yang menjadi penyebab alergi segera dilakukan, maka prognosis akan semakin baik.*5 UNIT YANG MENANGANI + RS pendidikan : Divisi Alergi-Imunologi - Departemen Penyakit Dalam +RSnon pendidikan — ; Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RS pendidikan : Semua Divisi di lingkungan Departemen Penyakit Dalam, Bagian Kulit dan Kelamin + RSnon pendidikan : Departemen Kulit dan Kelamin REFERENSI 1. Djauzi 8, Sundaru H, Mahdi D, Sukmana N. Aletgi obat. Dalam: Sudoyo A, Setiyohadi 8, Abi |, Smadibrata M, Setiatl S, ed. Buku Gjar imu penyokit dalam. 5 ed. Jakarta: Pusat Informasi dan Fenerbitan Bagian limu Penyakit Dalam FKUI, 2009 p. 387-91 2, Barctawidjaja KG, Rengganis |, Alergi Dasar edisi ke-1. Jakarta: Pusat Penerbitan imu Penyakit Dalam, 2009. h, 457-96. 3. Shinkai k, Stern R, Wintroub B. Cutaneous drug reactions, In: Fauci A, Kasper, Longo D, Braunwald E, Hauser S, Jameson J, Loscaizo J, editors. Harrison's principles of int mal medicine. 18” ed. United States of America: The McGraw-Hill Companies, 2012 p. 432-9, 4. Ried! M, Casillas A, Adverse drug reactions: types and treatment options, Am Fam Physician 2003: 68(9):1781 ~91 Warrington R,Siviu-Dan F. Drug allergy. Allergy, Asthma & Clinical Immunology 2011; 7(Suppl 1):510 Greenberger PA. Drug allergy. J Allergy Clin Immunol 2006; 117(2 Supp):$464-70 ASMA BRONKIAL PENGERTIAN ‘Asma bronkial adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemen selular. Inflamasi kronik ini terkait dengan hiperreaktivitas saluran napas, pembatasan aliran udara, gejala respiratorik dan perjalanan penyakit yang kronis. Episode ini biasanya terkait dengan obstruksi aliran udara dalam para yang reversibel baik secara spontan ataupun dengan pengobatan.!* ‘Asma disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik yang berpengaruh adalah riwayat keluarga dan atopi. Obesitas juga terkait dengan peningkatan prevalensi asma. Beberapa pemicu serangan asma antara lain alergen, infeksi virus pada saluran napas atas, olahraga dan hiperventilasi, udara dingin, polusi udara (asap rokok, gas iritan), obat-obatan seperti penyekat beta dan aspirin, serta stres? Pada asma, terdapat inflamasi mukosa saluran napas dari trakea sampai bronkiolus terminal, namun predominan pada bronkus. Sel-sel inflamasi yang terlibat pada asma antara lain sel mast, eosinofil, limfosit T, sel dendritik, makrofag, dan netrofil. Sel-sel struktural saluran napas yang terlibat antara lain sel epitel, sel otot polos, sel endotel, fibreblas dan miofibroblas, serta sel saraf. Penyempitan saluran nafas terutama terjadi akibat kontraksi otot polos saluran napas, edema saluran napas, penebalan saluran napas akibat remodeling, serta hipersekresi mukus.? PENDEKATAN DIAGNOSIS Asma dapat didiagnosis dari gejala yang dialami dan riwayat penyakit pasien. Anamnesis'* Episode berulang sesak napas, mengi, batuk, dan rasa berat di dada, terutama saat malam dan dini hari, Riwayat munculnya gejala setelah terpapar alergen atau terkena udara dingin atau setelah olahraga. Gejala membaik dengan obat asma. Riwayatasma pada keluarga dan penyakit atopi dapat membantu diagnosis. Alergi Imunologi Temuan fisis paling sering adalah mengi pada auskultasi. Pada eksaserbasi berat, mengi dapat tidak ditemukan namun pasien mengalami tanda lain seperti sianosis, mengantuk, kesulitan berbicara, takikardi, dada hiperinflasi, penggunaan otot pernapasan tambahan, dan retraksi interkostal. Pemeriksaan Penunjang"* Spirometri (terutama pengukuran VEP1 [volume ekspirasi paksa dalam 1 detik] dan KVP [kapasitas vital paksa]) serta pengukuran APE (arus puncak ekspirasi) adalah pemeriksaan yang penting, + Spirometri: peningkatan VEP1 212% dan 200cc setelah pemberian bronkodilator menandakan reversibilitas penyempitan jalan napas yang sesuai dengan asma. Sebagian besar pasien asma tidak menunjukkan reversibilitas pada tiap pemeriksaan sehingga dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan ulang. * Pengukuran APE Idealnya dibandingkan dengan nilai terbaik APE pasien sendiri sebelumnya, dengan menggunakan alat peak flow meter sendiri. Peningkatan 60 L/menit (atau 220% dari APE prebronkodilator) setelah pemberian inhalasi bronkodilator atau variasi diurnal APE lebih dari 20% (lebih dari 10% dengan pemeriksaan dua kali sehari) mendukung diagnosis asma. Pemeriksaan IgE serum total dan IgE spesifik terhadap alergen hirup (radioallergosorbent test (RAST)] dapat dilakukan pada beberapa pasien. Foto toraks dan uji tusuk kulit (skin prick test/SPT) dapat membantu walaupun tidak menegakkan diagnosis asma. Selain itu, dapat pula dilakukan uji bronkodilator atas indikasi, tes provokasi bronkus atas indikasi, dan analisis gas darah atas indikasi. KLASIFIKAS] ASMA BERDASARKAN TINGKAT KONTROL Tabel 1. Klasifikasi asma berdasarkan tingkat kontrol asma* Terkontrol Terkontrol sebagian Belum Keralderstk (semua yang di bawah nl). (ada keadaan ll bawah Int) terkontrol Gelala harian Tidak ada (s 2x/ mingau) >2x/ minggu Pembatasan aktivitas Tidak ada Adal Gejala malam/ Tidak ada Ada terbangun saat Tiga atau lebih matam harl dari keadaan- keadaan pada Penggunaan obat Tidak ada (< 2x/ minggu} > 2x/ minggu ametertcnac penghilang sesak seppgla Fungs! paru (APE atau Normal < 80% prediks! otau nila EP) terbaik pribadi (ik diketahui) DIAGNOSIS BANDING Sindrom hiperventilasi dan serangan panik, obstruksi saluran napas atas dan terhirupnya benda asing, disfungsi pita suara, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), penyakit paru parenkim difus, gagal jantung, TATALAKSANA Nonfarmakologis* Menghindari paparan terhadap alergen dan penggunaan obat yang menjadi pemicu asma, penurunan berat badan pada pasien yang obese. Farmakologis ‘Tahap-tahap tatalaksana untuk mencapai kontrol?: 1. Obat penghilang sesak sesuai kebutuhan Menggunakan agonis-B2 inhalasi kerja cepat. Alternatifnya adalah antikolinergik inhalasi, agonis-B2 oral kerja singkat dan teofilin kerja singkat. 2. Obat penghilang sesak ditambah satu obat pengendali Menggunakan obat penghilang sesak ditambah obat pengendali kortikosteroid inhalasi dosis rendah (budesonid 200-400 pig atau ekivalennya). Alternatif obat pengendali adalah leukotriene modifier teofilin lepas-lambat, kromolin. 3. Obat penghilang sesak ditambah satu atau dua obat pengendali Menggunakan obat penghilang sesak ditambah obat pengendali kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis rendah dengan agonis-f2 inhalasi kerja- panjang (LABA). Alternatif pengendali adalah kortikosteroid inhalasi dosis sedang (budesonide 400-800 pg atau ekivalennya) atau kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis rendah dengan leukotriene modifier atau kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis rendah dengan teofilin lepas-lambat. 4. Obat penghilang sesak ditambah dua atau lebih obat pengendali Menggunakan obat penghilang sesak ditambah obat pengendali kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis sedang/tinggi (budesonide 800-1600 pg atau ekivalennya) dengan LABA. Alternatif pengendali adalah kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis sedang/tinggi dengan leukotriene modifier atau kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis sedang/tinggi dengan teofilin lepas-lambat. 5. Obat penghilang sesak ditambah pilihan pengendali tambahan Menggunakan obat penghilang sesak ditambah obat pengendali tahap 4 ditambah kortikosteroid oral. Alternatifnya adalah ditambah terapi anti-IgE Tatalaksang| perlahankan dan lakukan penurunan tahap secara Perlahan sampai ditemukan tahap paling rendah yang masih dapat mengonirol Tingkat kontrol Terkontrol Terkontrol ssbagion ertimbangkan peningkatan tahap sompai terkontrol Belum terkontrol peningkatan tahop sampaiasma terkontrol WoNoYeuRip. coy Exsaserbasi Tata laksana sebagai eksaserbasi PEI — TAHAP PENGOBATAN Tahap 1 Tahap 2 Tahop 3 Tohap 4 Tahop's) Edukasi asma, Bengandafian lingkungan {kat peningkatan tahop dipertimbangkan untuk mengendatikan asma yang tidak terkonirol, pertamo- tama periksa cara pemakcian inhaler, periksa adherens, don konimasi apokah gejaia benar disebabkan ‘agonis-B2 kerja cepal sesuci kebutuhan Pilihan obat Pilh sotu pengendall* kortkosteroid inhalas! dosis: rendch leukotriene modiier** Keterangan ‘oleh asma} ‘agonis-62 kerja cepat sesuai kebutuhan Pith satu kortikosteroid inhalas! dosis endah ditamboh ‘agonis-B2 inhalasi kerjo-panjang korlikostoroid inhalas! dosis sedang atay tinggi kortikosteroid inhalas! dosis rendah citambah leukotriene modiier kortikosteroid inhalasi dosis rendch ditambah teoiln lepas- lambat Selain terapi pada tahap 3, plih saty atau lebih dart terapi berikut kortkosteroid eee sedang/ tinggi itambah ‘agonis-B2 inhalas! kerja-panjang leukotriene modiier teollin lpas- lombat Selain terapi pada tahap 4, tambahkan salah satu dari terapi berikut kortikosteroid oral (dosis terenciah) terapi antHigé “Kotak yang diarsr merupakan terapi yang drekomendasikan bercaserkan data rerata kelompok. Horus dipertimbangkan kebuiuhan dan konds pase “antagonis resepior atau irhitr sinteis Gambar 1, Pendekatan fatalaksana asma berdasarkan tingkat kontro Asma Bronkial Gy Bila terjadi eksaserbasi akut maka tahap penatalaksanaannya sebagai berikut:* 1. Oksigen (target saturasi oksigen 95%) 2. Menggunakan agonis-B2 inhalasi kerja cepat dengan dosis adekuat (pemberian tiap 20 menit selama satu jam pertama, selanjutnya setiap jam) 3. Dapat juga menggunakan kombinasi ipratropium bromida dengan agonis-B2 inhalasi kerja cepat. 4, Kortikosteroid oral dengan dosis 0,5-1 mg prednisolon/kg atau ekivalen dalam periode 24 jam. 5. Metilsantin tidak dianjurkan, Namun teofilin dapat digunakan jika agonis-B2 inhalasi tidak tersedia, 6. Dapat menggunakan 2 g magnesium sulfat IV pada pasien dengan eksaserbasi berat yang tidak respons dengan bronkodilator dan kortikosteroid sistemik 7. Antibiotika bila ada infeksi sekunder Pasien diobservasi 1-2 jam kemudian. jika respons baik dan tetap baik 60 menitsesudah pemberian agonis-f2 terakhir, tidak ada distres pernapasan, APE>70%, saturasi oksigen >90%, pasien dapat dipulangkan dengan pengobatan (3-5 hari): inhalasi agonis-62 diteruskan, steroid oral dipertimbangkan, penyuluhan dan pengobatan lanjutan, antibiotika diberikan bila ada indikasi, perjanjian kontrol berobat. 9. Bila setelah observasi 1-2 jam respons kurang baik atau pasien termasuk golongan risiko tinggi, gejala dan tanda tetap ada, APE <60% dan tidak ada perbaikan saturasi oksigen, pasien harus dirawat. 10. Bila setelah observasi 1-2 jam tidak ada perbaikan atau pasien termasuk golongan risiko tinggi, gejala bertambah berat, APE <30%, PCO2 >45 mmHg, P02 <60 mmHg, pasien harus dirawat di unit perawatan intensif. ‘abel 4, Derajat keparahan eksaserbasi asma* Respiratory arrest Ringan Sedang Berat eee Sesak napas Berjalan Berbicara Saat istirarat Dopat Lebih memilh Badan condong berbaring duduk ke depan Berbicara dalam. Kalimat Frase Kata Kesadaran Dapat agitas)Biasanyaagitas’ Biasanya agitas|_ Mengantuk atou bingung Frekvensi napas Meningkat Meningkat —Sering > 30 meni Ototaksesorls dan —Biasanyatidak —_Blasanya ya Biosanya ya Gerakan retraksi suprastemnal forakoabdominal paradoksikal Mengt Sedang Keras Biasanya keras Tidak ada Panduan Praktik Klinis Alergi IMUnologi Patimpunen Dotter Spss anys Dolan anes Respiratory arrest Ringan Sedang Berat iamieest Frekvens! nadi per < 100 100-120 > 120 Bradikaral menit Pulsus paradoksus Tidak ada Dapat ada Sering ada Tidak ada <10 mmHg 10-25 mmHg > 25 mmHg menuniukkon adanya kelelahan otot perapasan APE setelah > 80% 60-80% <60% bronkodllator inisial % prediksl atau % nilal terbalk pribadi Pao, Normal > 60 mmHg <60mmHg Kemungkinan dan atau sianosis Paco, < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg Kemungkinan gagal napas a0, > 95% 91-95% <90% KOMPLIKASI Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), gagal jantung. Pada keadaan eksaserbasi akut dapat terjadi gagal napas dan pneumotoraks. PROGNOSIS Keadaan yang berkaitan dengan prognosis yang kurang baik antara lain asma tidak terkontrol secara klinis, eksaserbasi sering terjadi dalam satu tahun terakhir, menjalani perawatan kritis karena asma, VEP1 yang rendah, paparan terhadap asap rokok, pengobatan dosis tinggi? UNIT YANG MENANGANI + RS pendidikan : Divisi Alergi-Imunologi, Divisi Pulmonologi - Departemen Penyakit Dalam + RSnonpendidikan ; Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RS pendidikan :ICU/Medical High Care + RSnon pendidikan : ICU 10 REFERENS! L Sundaru H, Sukamto. Asma bronkial. Dalam: Sudoyo AW, SetlyohadiB, Alwil, Simadibrata M, Setiati Ss, penyunting, Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jakarta: IntemaPubiishing, 2099. H. 404-14 Bames PJ. Asthma. Dalam: Longo DL. Kasper DL. Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, penyunting. Harrison's principle of internal medicine. Edis! XVII. McGraw-Hill Companies, 2012. bh. 2102-15 Global initiative for asthma, Global strategy for asthma management and prevention. 2011 ACQUIRED IMMUNODEFICIENCY SYNDROME (AIDS) PENGERTIAN AIDS adalah infeksi yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus yang menyebabkan suatu spektrum penyakit yang menyerang sel-sel kekebalan tubuh yang meliputi infeksi primer, dengan atau tanpa sindrom akut, stadium asimtomatik, hingga stadium lanjut).1 Stadium AIDS menurut WHO yaitu:? * Stadium 1: asimtomatik, limfadenopati generalisata * Stadium 2 - Beat badan turun kurang dari 10% - Manifestasi mukokutan minor (dermatitis seboroik, prurigo, infeksi jamur kuku, ulkus oral rekuren, cheilitis angularis) - Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir - Infeksi saluran napas atas rekuren + Stadium 3 - Berat badan turun lebih dari 10% - _ Diare yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan - Demam berkepanjangan (intermiten atau konstan) kurang dari 1 bulan - Kandidiasis oral = Oral hairy leucoplakia Tuberkulosis paru - _ Infeksi bakteri berat (pneumonia, piomiositis) * Stadium 4 - HIV wasting syndrome Pneumonia Pneumocystis carinii - Toksoplasmosis serebral - Kriptosporidiosis dengan diare lebih dari 1 bulan - Sitomegalovirus pada organ selain hati, limpa atau kelenjar getah bening (misalnya retinitis CMV) Infeksi herpes simpleks, mukokutan (>1 bulan) atau viseral Progressive multifocal leucoencephalopathy - Mikosis endemik diseminata - Kandidiasis esofagus, trakea, dan bronkus Mikobakteriosis atipik, diseminata atau paru - Septikemia salmonela non-tifosa - Tuberkulosis ekstrapulmonar - Limfoma - Sarkoma kaposi - Ensefalopati HIV DIAGNOSIS'** Anamnesis * Kemungkinan sumber infeksi HIV + Gejala dan keluhan pasien saat ini, termasuk untuk mencari adanya infeksi oportunistik, antara lain demam, batuk, sakit kepala, diare + Riwayat penyakit sebelumnya, diagnosis dan pengobatan yang diterima termasuk infeksi oportunistik + Riwayat penyakit dan pengobatan tuberkulosis (TB) termasulk kemungkinan kontak dengan TB sebelumnya + Riwayat kemungkinan infeksi menular seksual (IMS) + Riwayat dan kemungkinan adanya kehamilan + Riwayat penggunaan terapi anti retroviral (Anti Retroviral Therapy (ART)) termasuk riwayat regimen untuk PMTCT (Prevention of Mother to Child Transmission) sebelumnya + Riwayat pengobatan dan penggunaan kontrasepsi oral pada perempuan + Kebiasaan sehari-hari dan riwayat perilaku seksual + Kebiasaan merokok * Riwayat alergi + Riwayat vaksinasi + Riwayat penggunaan NAPZA suntik Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik meliputi tanda-tanda vital, berat badan, tanda-tanda yang mengarah kepada infeksi oportunistik sesuai dengan stadium klinis HIV seperti yang terdapat pada tabel di bawah ini. Pemeriksaan fisik juga bertujuan untuk mencari faktor risiko penularan HIV dan AIDS seperti needle track pada pengguna NAPZA. suntik, dan tanda-tanda IMS. Pemeriksaan Penunjang + Pemeriksaan penyaring: enzyme immunoassay (EIA) atau rapid tests (aglutinasi, immunoblot) dengan tiga metode yang berbeda + Pemeriksaan konfirmasi: metode Western Blot (WB) bila diperlukan + Pemeriksaan Darah lainnya - DPL dengan hitung jenis - Total lymphocye count (TLC) atau hitung limfosit total: [% limfosit x jumlah Leukosit] (dengan catatan jumlah leukosit dalam batas normal) - Hitung CD4 absolut - Pemeriksaan HIV RNA viral load dengan polymerase chain reaction Pemeriksaan HIV sebaiknya ditawarkan pada: «Ibu hamil * Pasien tuberkulosis + Pasien yang menunjukkan gejala infeksi oportunistik + Kelompok berisiko (pengguna narkoba suntik, pekerja seks komersial (PSK), Lelaki seks dengan lelaki (LSL) + Pasangan atau anak dari orang yang terinfeksi HIV + Infeksi menular secara seksual (IMS) Konseling untuk tes anti-HIV dapat dilakukan dengan cara: 1. Voluntary Counseling and Testing (VCT)/Konseling dan Tes Sukarela (KTS) Konseling yang dilakukan atas dasar permintaan dan atau kesadaran seorang klien untuk mengetahui faktor risiko dan status HIV-nya. 2. Provider-initiated Testing and Counseling (PITC)/Konseling dan Tes Atas Inisiasi Petugas (KTIP) Konseling yang dilakukan atas dasar inisiasi tenaga kesehatan, terutama berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yang dicurigai berhubungan dengan infeksi HIV. DIAGNOSIS BANDING'? Penyakit imunodefisiensi primer Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) Gy Pemeriksaan Lanjutan'* * Serologi Hepatitis B dan Hepatitis C + Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis infeksi oportunistik 1. Tuberkulosis a. Pemeriksaan BTA sewaktu-pagi-sewaktu (SPS) dan atau foto toraks b. Diagnosis definitif dengan kultur BTA, tetapi hal ini membutuhkan waktu yang lama Diare: pemeriksaan analisis feses Infeksi otak: ensefalitits toksoplasma, meningoensefalitis tuberkulosis, atau kriptokokkus. Diagnosis dan tata laksana bekerja sama dengan Departemen Neurologi. TATALAKSANA™ + Konseling ° Suportif + Terapi infeksi oportunistik dan pencegahan infeksi oportunistik + Profilaksis kotrimoksasol: + Profilaksis kotrimoksasol diberikan sebagai pencegahan terhadap pneumonia Pneumocystis jirovecii dan infeksi toxoplasmosis pada pasien dengan CD4 kurang dari 200 sel/mm* Profilaksis primer menggunakan kotrimoksasol double strength (DS) 1 tablet/hari. + Terapi antiretroviral (ART) dengan pemantauan efek samping dan adherens minum obat. Pada tabel 1 dapat dilihat indikasi untuk memulai ART. Pada tabel 2 dapat dilihat rekomendasi regimen lini pertama ART pada target populasi yang belum pernah terapi ARV. Dosis ART dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 1. indikasi untuk memulai ART Karakteristik pasien ‘ans Rekomendas! Asimtomatik WHO stadium 1 D4 <350/uL Simtomatk: WHO stadium 2 CDA <350/pL WHOstadium 3 atau 4 D4 berapapun 1 TB oktif D4 berapapun, diberkan secepatnya setelah ‘bat anti tuberkulosis (dotam 8 minggu) Hepatts 8 Hepatitis B yang membutuhkan terapi (D4 berapapun bu hama WHO stadium apopun (€Dé berapapun a) 16 Tabel 2, Obat ARV yang digunakan** No NamaGenerlk — Golongan Formulasi 1. Zidovudin (ZV) NRT Tablet : 300mg 2. Lamivudin (31) NRTI Tablet: 150mg 3, Kombinasitetap RTI Tablet: IDV +31 300mg ZDV pplus 150 mg STC 4. Nevirapin (NVP) ——-NNATI Tablet: 200mg 5. Havirenz(EFV) NAT 600mg 6. Stavudin (47) NRT Tablet: 30mg 7. Abacavir (ABC) NRTI Tablet: 300 mg 8 Tenofovir NRTI Tablet: 300 mg dlsoproxil fumarat (TDF) a Tenofovir + NRT| Tablet: 200 mg/ 300 Emiricitabin mg Un! kedua 1. Lopinavir/tttonavir inhibitor Tablet tahan suhu (vin protease panas, 200mg lopinavir + 50 mg ritonavir 2 TDF NRT! Tablet: 300 mg kelerangan: NRTi=nucleoside reverse transcriptase inhibitor NNR 1onnucleoside reverse transcriptase inhibitor Alergi Imunologi Dosis 300 mg/dosis, 2x/haar 150 mg/dosis,2x/hari | fabblet/dosis, 2x/hari ‘dua minggu pertama sekali sehari Selanjutnya dua kali sehari. 33 - < 40 kg: 400 mg sekall sehari Dosis maksimal: 2 40 kg: 600 mg sekali sehari 30 mg/dosis, 2x/hari 300 mg/dosis, 2x/hari, Diberikan setiap 24 jam Interaksi obat dengan didanosine (dal), tidak lagi dipadukan dengan dai I tablet/dosis, Ix/hari 400 mg/100 mg setiap 12 jam- untuk pasien naive Diberikan seta 24 jam Interaksi obat dengan ddl, tidak lagi dipadukan dengan dat Pada ODHA yang mengalami resistensi pada lini pertama maka kombinasi obat yang digunakan adalah : (TDF atau ZDV) + 3TC atau FTC+(LPV/RTV) Apabila pada lini pertama menggunakan d4T atau AZT maka gunakan TDF + (3T7C atau FTC) sebagai dasar NRT! pada regimen lini kedua, Apabila pada lini pertama menggunakan TDF maka gunakan AZT + 3TC sebagai dasar NRTI pada regimen lini kedua. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) @ ‘Tabel 3. Rekomendas! regimen lini pertama pada target populasi yang belum perah terapi ARV"? ‘Target Populasi Rekomendaal Cataten) Dewasa dan IDV atau TDF +*3TC = Pilih regimen yang bisa diberikan untuk mayoritas Remola atau FIC +EFV atau ODHA NYP + Gunakan fixed dose combination + Kombinasi awal yang digunakan bagi pasien HIV dengan hasi lab nomal adalah 2DV+3TC (Duviral + NVP (Neviral) Perempyan IDV +3IC + EFV atau * Tidak boleh menggunakan EFV pada trimester Hamil NVP. pertama + TDF bisa merupakan piihan Koinfeksi HIV/IB 2DV clay TDF +3TC + Mulailah terapi ARV dalam 8 minggu pertama setelah atau FIC + EFV memulai terapi TB. = Gunakan NYP atau triple NRT bila EFV tidak dapat digunakan KoinfeksiHIV/ TDF+3TC atau FIC + + Perimbangkan screening HBsAg sebelum memulal HBV atau NVP terapi ARV = Diperiukan penggunaan 2 terapi ARV yang memiliki aktivitas anti-HBV Keterangan: 20V: zkdovudine: 1DF=tenofovir; STC: lamivudine; FIC: emtiitabine; EFV: efavirens: NVF: nevirapine Bia pasion memilii Hb>5000 kopi/ml berhubungan dengan perkembangan klnis dan penurunan CD4 Substtus! Jika digunakan pada terapi lini Pertama, TDF (atau dT jika tidak ada piihan lain) Jka digunakan pada terapilini kedua, at IDV atau TOF IDV atau TOF Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) Gy Emfricitabine Efavirenz Ritonavir Lopinavir Vaksin Antraks Kolera Hepatitis A Hepatitis 8 Bek Samping Asthenia, sakit kepala, diare, mul muntah, sering buang angi insufisiensi ginjal, sindrom Fanconi ‘Osteomalasia Penurunan densitas tulang Hepatitis eksaserbasi akut berat pada pasien HIV dengan koinfeksi Hepatitis B yang menghentikan TDF Ditoleransi dengan balk + Reaksi hipersensttivitas Sindroma Steven-Johnson Ruom Toksisitas hepor Toksisitas sistem saraf pusat yang berat dan persisten (depresi dan pusing) Hiperlipidemia Ginekomostia (pada lakiaki) Kemungkinan efek teratogenik (pada kehamilan trimester pertama atau wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi yang adekuat) Reaksi hipersenstivitas Sindroma Steven-Johnson Ruam Toksisitas hepar Hiperlipidemia Hipetipidemia + Infoleransi gastrointestinal, mual, muntah, semutan, hepatitis, dan pan- kreatitis, hiperglikemia, pemindahan Jemak dan abnormaiitas ipid pertahun. 2tahun 2:3 dosis S tahun 3-4 dosis, jika anti-HBs <10 ‘SubsHiai * Jika digunakan pada lini pertama, ZDV (atau d4T jka tidak ada pil: han) Jika digunakan pada lini kedua, Secara pendekatan kesehatan masyorakat, maka tidak ada pilihan lain jika pasien telah gogal ZDV/ d4T pada terapi lini pertama. Jika memungkinkan, dipertimbangkan merujuk ke tingkat perawatan yang lebih tinggi dimana terapi individual tersedia. NVP. PI jka tidak toleran terhadap kedua NNRTI * Tiga NTI jika tidak ada pilthan lain EV PI ka tidak toleran terhadap kedua NNRTI Tiga NRT jka tidak ada pilihan lain Jika digunakan pada lini kedua, tidak ada pilihan lain*® cpa (sel/mm’) berapapun berapapun berapapun Keterangan 3 dosis ka CD4 <300 sei/mm? berapapun —_periksa kadar ‘anti-HBs fiap tahun erimpuran Do a Soe Penyatt Dalam ena Alergi Imunologi Pemberlan cpa Vaksin Indikast i Booster (soymm) — Keterangen HPV r 3 dosis tidak ada berapapun Infuenza R 1 dosis figp tahun berapapun Jopanese 6 3-4 dosis 3 tahun berapepun encephalitis MMR: RS 1-2 dosis tidak ada >200 2 dosis jka IgG measles negati Meningokok s 1 dosis S tahun berapapun Pneumokok R 1 dosis 5-10 tahun beropapun Rabies RS 3doss I tahun pertama, _ berapapun 35 tahun berkutnya Tetanus-difteri R 1-5 dosis 10 tahun berapapun Titoid RS 1 dosis 2:3 tohun. beropapun Varisela RS/CS 2 dosis tidak ada >200 Yellow fever cs 1 dosis 100 tahun >200 kontraindikasi Jka usia >60 tahun R= rekomendost RS = fekomnendasi pada orang tertentu: CS = dpertimbanakan pada orong tertenty KOMPLIKASI Infeksi oportunistik, kanker terkait HIV, dan manifestasi HIV pada organ lain.'* PROGNOSIS Pemberian terapi ARV kepada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dapat menurunkan penyebaran virus Human Immunodefficiency Virus (HIV) hingga 92%." UNIT YANG MENANGANI + RSpendidikan + RSnon pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Alergi Imunologi : Bagian IImu Penyakit Dalam UNIT TERKAIT * RS Pendidikan :Semua Sub Bagian di Lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam * RSnonpeni 20 Fauci AS, Lane HC. Human Immunodeficiency Virus: AIDS and related disorders. Brounwaid E, Kasper D. Harrison's Principles of Internal Medicine. 17th ed. New York: McGraw- ‘Hil; 2009: 1138-1204 HIV. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi 8, Alwi |, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar imu Penyaikit Dalom. Jakarta: interna Publishing; 2009.p. 2130-32. Departemen Kesehatan RI, Tata Laksana HIV/AIDS. 2012 World Health Organization. Antiretroviral therapy forhiv infection in adults and adolescent. 2010 revision. [Update 2010; cited 2011 Mar 11] Available from http://www.who int Antiretroviral Drugs for Treating Pregnant Women and Preventing HIV Infections in Infants: Guidelines on care, treatment and support for women living with HIV/AIDS and their children in resource-consirained settings. World Health Organization. Switzerland, 2004 ‘Centers for Disease Control and Prevention. Recommended Adult immunization Schedule. United States. 2012. Diunduh dati http://www.cde.gov/vaccines/recs/schedules/downloads/acuit/ adutt-schedule.pdf pada tanggal 2 Mei 2012. RENJATAN ANAFILAKSIS PENGERTIAN Anafilaksis adalah reaksihipersensitivitas tipe 1 yang beronset cepat, sistemik, dan mengancam nyawa. Jika reaksi tersebut hebat dapat menimbulkan syok yang disebut syok anafilaktik. Syok anafilaktik membutuhkan pertolongan cepat dan tepat. Untuk itu diperlukan pengetahuan serta keterampilan dalam pengelolaan syok anafilaktik. Insidens syok anafilaktik 40-60 persen adalah akibat gigitan serangga, 20-40 persen akibat zat kontras radiografi, dan 10-20 persen akibat pemberian obat penisilin, Belum ada data yng akurat dalam insiden dan prevalensi terjadinya syok anafilaktik di Indonesia. Anafilaksis yang fatal hanya kira-kira 4 kasus kematian dari 10 juta masyarakat pertahun. Penisilin merupakan penyebab kematian 100 dari 500 kematian akibat reaksi anafilaksis. PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis Menegakkan diagnosis penyakit alergi diawali dengan anamnesis yang teliti. Gambaran atau gejala Klinik suatu reaksi anafilakis berbeda-beda gradasinya sesuai dengan tingkat sensitivitas seseorang, namun pada tingkat yang berat berupa syok anafilaktik, gejala yang menonjol adalah gangguan sirkulasi dan gangguan respirasi. Kedua gangguan tersebut dapat timbul bersamaan atau berurutan yang kronologisnya sangat bervariasi dari beberapa detik sampai beberapa jam. Pada dasarnya, makin cepat reaksi timbul makin berat keadaan penderita. Gejala respirasi dapat dimulai berupa bersin, hidung tersumbat atau batuk saja yang kemudian segera diikuti dengan sesak napas. Gejala pada kulit merupakan gejala Klinik yang paling sering ditemukan pada reaksi anafilaktik. Walaupun gejala ini tidak mematikan namun gejala ini amat penting untuk diperhatikan sebab ini mungkin merupakan gejala prodromal untuk timbulnya gejala yang lebih berat berupa gangguan napas dan gangguan sirkulasi, Oleh karena itu setiap gejala kulit berupa gatal, kulit kemerahan harus diwaspadai untuk kemungkinan timbulnya gejala yang lebih berat. Manifestasi dari gangguan gastrointestinal berupa perut kram, mual, muntah sampai diare yang juga dapat merupakan gejala prodromal untuk timbulnya gejala gangguan napas dan sirkulasi. Faktor Risiko Faktor risiko terjadinya anafilaksis antara lain usia, jenis kelamin, rute pajanan, maupun riwayat atopi. Anafilaksis lebih sering terjadi pada wanita dewasa (60%) yang umumnya terjadi pada usia kurang dari 39 tahun. Pada anak-anak usia di bawah 15 tahun, anafilaksis lebih sering terjadi pada laki-laki. Rute pajanan paraenteral blasanya menimbulkan reaksi yang lebih berat dibanding oral. Pemeriksaan Fisik Pasien tampak sesak, frekuensi napas meningkat, sianosis karena edema laring dan bronkospasme. Hipotensi merupakan gejala yang menonjol pada syok anafilaktik. ‘Adanya takikardia, edema periorbital, mata berair, hiperemi konjungtiva. Tanda prodromal pada kulit berupa urtikaria dan eritema. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium hitung eosinofil darah tepi dapat normal atau meningkat, demikian halnya dengan IgE total sering kali menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan secara invivo dengan ujikulit kulit (skin prick test/SPT) untuk mencari faktor pencetus yang disebabkan oleh alergen hirup dan makanan dapat dilakukan setelah pasiennya sehat. Penegakan Diagnostis Diagnosis Klinis Untuk membantu menegakkan diagnosis maka World Allergy Organization telah membuat beberapa kriteria di mana reaksi anafilaktik dinyatakan sangat mungkin bila (Simons et al. 2011): 1. Onset gejala akut (beberapa menit hingga beberapa jam) yang melibatkan kulit, jaringan mukosa, atau keduanya (misal: urtikaria generalisata, pruritus dengan kemerahan, pembengkakan bibir/lidah /uvula) dan sedikitnya salah satu dari tanda berikut ini: a. Gangguan respirasi (misal: sesak nafas, wheezing akibat bronkospasme, stridor, penurunan arus puncak ekspirasi/APE, hipoksemia) b. Penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan dengan kegagalan organ target (misal: hipotonia, kolaps vaskular, sinkop, inkontinensia). SS 3, Atau, dua atau lebih tanda berikut yang muncul segera (beberapa menit hingga beberapa jam) setelah terpapar alergen yang mungkin (likely allergen), yaitu: a. Keterlibatan jaringan mukosa dan kulit b. Gangguan respirasi c. Penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan dengan kegagalan organ target d. Gejala gastrointestinal yang persisten (mis nyeri kram abdomen, muntah) 5. Atau, penurunan tekanan darah segera (beberapa menit atau jam) setelah terpapar alergen yang telah diketahui (known allergen), sesuai kriteria berikut: a. Bayi dan anak : Tekanan darah sistolik rendah (menurut umur) atau terjadi penurunan >30% dari tekanan darah sistolik semula b, Dewasa: Tekanan darah sistolik <90 mmHg atau terjadi penurunan ¢. >30% dari tekanan darah sistolik semula. DIAGNOSIS BANDING 1, Beberapa kelainan menyerupai anafilaksis a. Serangan asma akut Sinkop Gangguan cemas/serangan panik b. c d. Urtikaria akut generalisata e, Aspirasi benda asing f. Kelainan kardiovaskuler akut (infark miokard, emboli paru) g. Kelainan neurologis akut (kejang, strok) 2. Sindrom flush a. Peri-menopause b. Sindrom karsinoid c. Epilepsi otonomik 4. Karsinoma tiroid meduler 3. Sindrom pasca-prandial a, Scombroidosis, yaitu keracunan histamin dari ikan, misalnya tuna, yang disimpan pada suhu tinggi. b. Sindrom alergi makanan berpolen, umumnya buah atau sayur yangmengandung protein tanaman yang telah bereaksi silang dengan alergen di udara ¢. Monosodium glutamat atau Chinese restaurant syndrome dd. Sulfit Keracunan makanan . Syok jenis lain a, Hipovolemik b. Kardiogenik c. Distributif d. Septik Kelainan non-organik a. Disfungsi pita suara b._hiperventilasi c. Episode psikosomatis Peningkatan histamin endogen a. Mastositosis/kelainan klonal sel mast b. Leukemia basofilik Lainnya a. Angioedema non-alergik, misal: angioedema herediter tipe 1, II, atau III, angioedema terkait ACE-inhibitor) b. Systemic capillary leak syndrome Red man syndrome akibat vancomycin d._ Respon paradoksikal pada feokromositoma TATALAKSANA 1. Posisi trendelenburg atau berbaring dengan kedua tungkai diangkat (diganjal dengan kursi) akan membantu menaikkan venous return sehingga tekanan darah ikut meningkat. Pemberian Oksigen 3-5 liter/menit harus dilakukan, pada keadaan yang amat ekstrim tindakan t29 rakeostomi atau krikotiroidektomi perlu dipertimbangkan. Pemasangan infus, Cairan plasma expander (Dextran) merupakan pilihan utama guna dapat mengisi volume intravaskuler secepatnya. Jika cairan tersebut tak tersedia, Ringer Laktat atau NaCl fisiologis dapat dipakai sebagai cairan pengganti. Pemberian cairan infus sebaiknya dipertahankan sampai tekanan darah kembali optimal dan stabil. Adrenalin 0,3-0,5 ml dari larutan 1:1000 diberikan secara intramuskuler yang. dapat diulangi 5-10 menit. Dosis ulangan umumnya diperlukan, mengingat lama kerja adrenalin cukup singkat. jika respon pemberian secara intramuskuler kurang efektif, dapat diberi secara intravenous setelah 0,1-0,2 ml adrenalin dilarutkan dalam spuit 10 ml dengan NaC! fisiologis, diberikan perlahan-lahan. Pemberian subkutan, sebaiknya dihindari pada syok anafilaktik karena efeknya lambat bahkan mungkin tidak ada akibat vasokonstriksi pada kulit, sehingga absorbsi obat tidak terjadi. Aminofilin, dapat diberikan dengan sangat hati-hati apabila bronkospasme belum hilang dengan pemberian adrenalin. 250 mg aminofilin diberikan perlahan-lahan selama 10 menit intravena. Dapat dilanjutkan 250 mg lagi melalui drips infus bila dianggap perlu. Antihistamin dan kortikosteroid merupakan pilihan kedua setelah adrenalin, Kedua obat tersebut kurang manfaatnya pada tingkat syok anafilaktik, dapat diberikan setelah gejala klinik mulai membaik guna mencegah komplikasi selanjutnya berupa serum sickness atau prolonged effect. Antihistamin yang biasa digunakan adalah difenhidramin HCI 5-20 mg IV dan untuk golongan kortikosteroid dapat digunakan deksametason 5-10 mg IV atau hidrokortison 100-250 mg LV. Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP), seandainya terjadi henti jantung (cardiac arrest) maka prosedur resusitasi kardiopulmoner segera harus dilakukan sesuai dengan falsafah ABC dan seterusnya. Mengingat kemungkinan terjadinya henti jantung pada suatu syok anafilaktik selalu ada, maka sewajarnya ditiap ruang praktek seorang dokter tersedia selain obat-obat emergency, perangkat infus dan cairannya juga perangkat resusitasi (Resuscitation kit) untuk memudahkan tindakan secepatnya. 9. Penatalaksanaan reaksi anafilaksis Renjatan Anafilaksis HINDARKAN / HENTIKAN poporan ciergen yang diketonu ssieuigal | | NILAL CAB - MSW dengan segera dan socepat mungkin | Circulation, Away. Breathing. Mental Siafvs, Skin, Body Weight | —— simatan ——— | CCARIBANTUAN | EPINEFRIN | EVASI! Hubungi 8 (amoulons) ____Segeralniekskon EpineiniM pada ____Telentongkin pasen cengon tunakol ‘tou RS tordokat (mi-onterolateral paha. ‘bawah delevas Posi pemuthan bio ‘Doss 001 ma/kaBB (sediacn cmpul Tejou defer alou posien muntah. ‘mg/ml: moksimal pada dewosa 0.5 'JANGAN BIARKAN PASIEN DUDUK ‘mg, maksinal peso anak 03 mg, ‘ATAU RERORI OBSERVASI! ang! Epinettin S15 meni kemucion bla belomada perbaikan OxSIGENT Blo ade indkas, ber Oksgen 6 Biter / ment INTRAVENAT mur Poxong njus dergenionm vkuian {4-16 || Dlsetlop saat. apabla perv. fakukan Gouge). Bla syok. borkan NOIDA | ~2 Resustas Joniung Foru (RI) dengan clongn sungkup muka atau iar secora cepat pada $~ 1 merit kompresljanfung yang Kortinuy (Dewasa: ‘ro-phanngea away porta. depat Gberkan Ss I0mikgbB 100 120x/ment,kedotornan 5-6 cm. OPA niucdewara dan iO mugOBUsTU anak) Anak: 100.x/menl, kedcloman 4~ 5 cm. MONTOR! Nici don cotat TANDA VITAL, STATUS MENTAL, dan OKSIGENASIseliap 5-15 merit sesuolkonde paslon. ‘Observasi 1 ~ 3x24 om atau rue ke RS ferdekat. Untuk kat nga, ebserval eukup dlakukan setama 6 jam TERAPITAMBAHAN, [kertkosterord untuk semua kosus borat, bervang. dan pasien dengan osma ‘2 Melty prednisolone 125 ~ 250 ma IV © Dexamethasone 20 mg iV © Hydrocortisone 100 00mg V pelan ‘nhalas! shor wetng. B2-agonist pada bronkospasme berot 1 VaropressoriV vaniiistamin WV ‘aka keadaan stabi, dapat mula! dberkan kortkostereld dan antistomrin PO soloma3x24jam {Simons et al. 2011} Gambar 1. Algorltma Penanganan Reaksi Anafilaktik Rencana Tindak Lanjut Mencari penyebab reaksi anafilaktik dan mencatatnya di rekam medis serta memberitahakan kepada pasien dan keluarga untuk menghindari alergen penyebab agar tidak terjadi reaksi anafilaktik lagi Konseling dan Edukasi Keluarga perlu diberitahukan mengenai penyuntikan apapun bentuknya terutama obat-obat yang telah dilaporkan bersifat antigen (serum, penisillin, anestesi lokal, dll) harus selalu waspada untuk timbulnya reaksi anafilaktik, Penderita yang tergolong risiko tinggi (ada riwayat asma, rinitis, eksim, atau penyakit-penyakitalergilainnya) harus lebih diwaspadai lagi, Jangan mencoba menyuntikkan obat yang sama bila sebelumnya pernah ada riwayat alergi betapapun kecilnya. Sebaiknya mengganti dengan preparat lain yang lebih aman. Kriteria Rujukan Kegawatan pasien ditangani, apabila dengan penanganan yang dilakukan tidak terdapat perbaikan, pasien dirujuk ke layanan sekunder, KOMPLIKASI Kerusakan otak, koma, kematian. PROGNOSIS Prognosis suatu syok anafilaktik amat tergantung dari kecepatan diagnosa dan pengelolaannya karena itu umumnya adalah dubia ad bonam. UNIT YANG MENANGANI + RS pendidikan : Divisi Alergi-Imunologi Klinik - Departemen Penyakit Dalam * RSnon pendidikan : Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RS pendidikan a6 + RSnon pendidikan : - REFERENS! 1. Simons FER, et.al. 2012 Update: World Allergy Organization Guidelines for the assessment and management of anaphylaxis. Curr Opin Allergy Clin Immunol 2012: 12:389-99 2. Simons FER, et.al. Worid Allergy Organization Guidelines for the Assessment and Management of Anaphylaxis, WAO Journal 2011; 4:13-37 3. Baralawidjaja KG, Rengganis |. Reaksi Anaflaksis dan Anafilaktoid. Dalam: Alergi Dasar. Jakaria: Intema Publishing, 2009. Hal. 67-94, URTIKARIA PENGERTIAN Urtikaria adalah suatu kelainan yang terbatas pada superfisial dermis berupa bentol (wheal) yang terasa gatal, berbatas jelas, dikelilingi daerah eritematous, tampak kepucatan di bagian tengahnya, bersifat sementara, gejala puncaknya selama 3-6 jam dan menghilang dalam 24 jam, lesi lama berangsur hilang sejalan dengan munculnyallesi baru, serta dapat terjadi di manapun pada permukaan kulit di seluruh tubuh, terutama ekstremitas dan wajah. Episode urtikaria yang berlangsung kurang dari 6 minggu disebut urtikaria akut, sedangkan yang menetap lebih dari 6 minggu disebut urtikaria kronik.'* Klasifikasi * 1. IgE-dependent: Sensitifitas terhadap alergen seperti tungau debu rumah, serbuk sari, makanan, obat, jamur udara, bulu binatang peliharaan, venom Hymenoptera) 2. Fisik: dermografisme, dingin, cahaya, kolinergik, getaran, berhubungan dengan olahraga 3. Autoimun 4, Perantaraan bradikinin a, Angioedema herediter, defisiensi inhibitor C1: null (tipe 1) dan disfungsional (tipe 2) b. Angioedema didapat: defisiensi inhibitor C1: anti idiotipe dan anti-C1 inhibitor cc. Angiotensin-converting enzyme(ACE) inhibitor 5. Perantaraan komplemen a. Vaskulitis nekrotikans b. Serum-sickness c. Reaksi produk darah 6. Non imunologis a. Zat pelepas langsung sel mast (opiat, antibiotik, kurare, D-tubocurarin, media radiokontras) b. Zat pengubah metabolisme asam arakidonat (aspirin, NSAID, azo-dyes, benzoat) 7. Idiopatik PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis '* + Onset dan lamanya keluhan, apakah sudah pernah berulang atau baru pertama kali + Faktor pencetus; misalnya zat farmakologis (seperti antibiotik, analgetik, antikonvulsan, cairan infus, imunisasi), makanan tertentu, bahan pengawet, bahan kimia (contact urticaria), rangsang tekanan (pressure urticaria) atau rangsang fisik (physical urticaria) seperti paparan dingin, air (aquagenic urticaria), cahaya (solar urticaria), dan trauma ringan. + Faktor yang memperberat: seperti stres, temperatur panas, alkohol. + Riwayat infeksi terutama karena virus (infeksi saluran napas atas, hepatitis, rubela) Pemeriksaan Fisik' + Bentuk, distribusi, dan aktivitas lesi urtikaria pada kulit + Adakah angioedema pada profunda dermis dan jaringan subkutan, keterlibatan mukosa atau submukosa, memar, keterlibatan jaringan ikat, dan edema kulit yangluas + Kemungkinan kelainan sistemik atau metabolik, seperti gangguan tiroid, ikterus, artritis + Urtikaria yang ditemukan di tungkai saja dan tidak hilang dalam 24 jam dicurigai adanya urtikaria vaskulitis. Pemeriksaan Penunjang'* + Pemeriksaan dasar: darah perifer lengkap, urin lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal «Tes Alergi © IgE Atopi DIAGNOSIS BANDING Mastositosis (urtikaria pigmentosa), mastositosis sistemik, vaskulitis kulit (cutaneous vasculitis), Episodic Angioedema Associated with Eosinophilia (EAAE), angioedema herediter, urtikaria papular, dermatitis atopik, eritema _ultiformis, pemfigoid bulosa.?? TATALAKSANA + Paliatif, edukasi untuk mengurangi gejala, menghindari pencetus * Urtikaria akut akan sembuh sendiri dan memberikan respons yang baik dengan pemberian antihistamin generasi pertama.* * Medikamentosa:' Lini 1: Antihistamin generasi pertama (klorfeniramin, hidroksizit lifenhidramin), antihistamin generasi kedua (setirizin, loratadin), antagonis H2 (simetidin, ranitidin) per oral Lini 2 : Kortikosteroid per oral jangka panjang, pada beberapa kasus yang berat, kalau perlu dilakukan biopsi bila dicurigai adanya vaskulitis untuk klasifikasi histopatologis. Bila disertai angioedema yang berat, injeksi adrenalin intramuskular dapat diberikan. KOMPLIKASI + Sumbatan jalan napas akibat angioedema akut pada faring atau laring + Gangguan tidur dan aktivitas sehari-hari PROGNOSIS Belum ada data pasti mengenai kasus urtikaria, tapi diperkirakan 15-23% individu pernah mengalami urtikaria, dan sebagian besar menjadi kronik dan sering kambuh. Pada 25 % kasus urtikaria seringkali disertai angioedema. Diperkirakan wanita dua kali lebih sering mengidap urtikaria dari pada laki-laki.* UNIT YANG MENANGANI + RSpendidikan : Divisi Alergi-Imunologi - Departemen Penyakit Dalam + RSnon pendidikan : Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RS pendidikan ; Departemen Kulit dan Kelamin, Unit Perawatan Intensif + RSnonpendidikan agian Kulit dan Kelamin, Unit Perawatan Intensif REFERENSI 1. Baskoro A, Soegiarto G, Effendi C, Konthen PG. Urtikaria dan Angioedema. Dalam: Setiatis, Alwi |, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohaai 8, Syam AF, eds. Buku Ajar limu Penyakit Dalam Eaisi VI Jlid |. Jakarta: Interna Publishing; 2014. h495-503. 2, Sundaru Hetu, Urfikaria. Dalam :Setiati Siti, el al editor, Lima Puluh Masalah Kesehatan Di Bidang imu Penyakit Dalam, jiid |. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen imu Penyakit Dalam FKUI; 2008. fh. 245-50 3. Baratawidjoja KG, Rengganis|. Urtikarria dan Angioedema dalam Alergi Dasar edisi ke-1. Jakarta: Pusat Penerbitan limu Penyakit Dolam:2009. Hal 96-123. 4, Bemstein JA, et.al, The diagnosis and management of acute and chronic urticaria: 2014 update. J Alergy Clin Immunol, 2014:133(5}:1270-7. 5. Miynek A, et al. How to assess disease activity in patients with chronic urticaria? Allergy. 2008;63(6):777-80.ht1p://www.ncbi.nim.nih.gov/pubmed/18445192 Mathlas $D;efal, Evaluating the minimally important difference of the urticaria activity score another measures of disease activity in patients with chroriic idiopathic urticaria. Ann Allergy Asthma Immunol 108 (2012) 20-24.hitp: //marcus-maurer.info/ fleadmin/decuments/ publications/ original/ 121_ Mathias _et _al Evaluating _UAS_CIU_AAAI_2012,pdf 33 VAKSINASI PADA ORANG DEWASA PENGERTIAN Imunisasi adalah induksi yang bertuj berbagai cara, baik secara aktif maupun juan untuk membentuk suatu imunitas dengan pasif, Sebagai contoh imunisasi pasif adalah pemberian imunoglobulin, sedangkan vaksinasi merupakan imunisasi aktif dengan cara pemberian vaksin# JENIS VAKSIN Tabel 1. Jenis-jenis vaksin'? Tipe VaKsin Virus yang diemankan flive attenuated virus) Bakteri yang ditemahkan (live attenuated bacterium) Virus yang telah dimatikan {killed whole virus) Sel bakteri yang dimatikan (killed whole cel bacterium) Toxoid Moleculor vaccine: protein Moleculor vaccine: carbohydrate ‘Molecular vaccine: carbohydrate-protein conjugate Combination vaccine Keterangare 1G = bocdus Calmette-Guerin, vaksin antituberk oss “HPV = Human Popsoma Vius Contoh Polio sabin, measles, mumps, rubela, varicella, yellow fever BCG", TY21a (vaksin oral tifoid) Polio salk, influenza, hepatitis A Pertusis, kolera, antraks Difter, tetanus cellular pertusis, subunit influenza. Hepatitis B. HPVs? Haemophilus influenza type B (Hib), Vititoid, meningokok, pneumokok Hib, meningokok, pyeumokok Difteri, pertusis, tetanus (DPT): measies- mumps-ubella (MMR); DPT-Hib Beberapa vaksin dapat diberikan secara bersamaan pada satu waktu. Bila dua atau lebih vaksin hidup diberikan secara terpisah, maka sebaiknya pemberian pertama dan kedua berjarak lebih daripada 28 hari, Apabila pemberian vaksin hidup (MMR, MMRV, varicella zoster, yellow fever) dilakukai in kurang daripada 28 hari, maka pemberian vaksin hidup kedua perlu diulang untuk mencegah menurunnya efektivitas vaksin hidup yang kedua. Namun terdapat pengecualian, misalnya pemberian vaksin yellow fever dapat dilakukan kurang daripada 28 hari setelah pemberian vaksin campak."? Memperpanjang interval pemberian vaksin tidak mengurangi efektivitas vaksin sehingga dosis tidak peru diulang atau ditambah, Sebaliknya, mempercepat interval pemberian vaksin dapat mempengaruhi proteksi dan respons antibodi. Oleh karena itu, vaksin tidak boleh diberikan lebih cepat daripada interval minimum, kecuali ada dukungan data uji klinik. Selain itu, vaksin juga tidak boleh diberikan lebih cepat dari usia minimum yang telah ditentukan, misalnya pada vaksinasi di sekolah yang perlu diperhatikan adalah usia, bukan kelas siswa. Jadi, bila usia siswa belum mencapai usia yang diindikasikan pada pemberian vaksin, meski ia satu kelas dengan temannya, ia tidak divaksin. Meski demikian, berdasarkan rekomendasi Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP), pemberian vaksin empat hari sebelum interval dari usia minimum diperbolehkans JADWAL IMUNISASI YANG DIREKOMENDASIKAN Setiap orang dewasa yang ingin mendapatkan kekebalan terhadap penyakit infeksi dapat dilakukan pencegahan dengan pemberian vaksinasi. Jadwal Imunisasi Dewasa telah direkomendasikan oleh PAPDI, dan dibawah ini dapat rekomendasi tahun 2014. (unyoy OL xNIUN sISOP | ) nJUeHe) DDBAU Sy UDIGIedieq UDO Oyq COM, UNYOL E ARHUA SOP 1 (98 | (0-84 UDING] sIsop & (9° 1 0-84 uDINg) sIsOP {Z1-9°8 ‘0-84 UDING) ssp Z (uAYOE? AAIUN sisop 1) YOUN UDP oy UODWS! ynJUN aIOM {unupy ¢ yojates uyeqp UDBUD|NBUEd) SSOP Z NOI | S80 | (wou 9 wunuuNIW Opel) SOP z NO}D | SSOP | (9 uop ‘9-84 uping) sop € jUS}ONYOND AdH Vaksinasi pada Orang Dewasa wy (9 uop *% nD}D | ‘0-2¥ UDINg) {UBIDAUPON/JUBIOAIT AdH SISOP E {uorpnusey ABBUW +7 ¥ 0-24 UOING) SSOP Z ‘unyor 01 doyos uowaqp dopy/P1se)s00q sIsoP | OAUIAlUDjas (E1-Z ‘| “0-84 UOING) SSOP ¢ UOMO JoWUd sOsIUALL| unyp; dojjas sisop 1 ‘unyo} $92) UNYDI POR UNGOH ESOS, EROS 6 LE ON ETE wnyey ee“ ‘PL0Z UNYDI |ddvd Ye|O UDYISOPUEWIOe11G BUDA DsDMAG [sOsIUNUI [OMPOL *Z [P41 JBAQ MOIEA Ploy WowsG, (souquioy] @°8 v sHYOdeH a sqyodoH vv suyodeH jpxOXOBUIUAW siBUIUEWY {€zASdd) ppyoyOSIOd joyoxouNNeUd {e1-ADd) waImn-eL 4PBnfioy joyXOWNEUS an 194807 PIOFPOH NYUN (hai) sna, owoyded UoWAH uondwaied ynjun (nat) sna, owojjded uoWnH 200A (dopy/PL) pzuenyuy UIA 35 ay USIA LANJUT Alergi Imunologi Orang yang berusia di atas 60 tahun memiliki kekebalan tubuh yang menurun. Produksi dan proliferasi limfosit T berkurang sesuai usia sehingga imunitas selular dan produksi antibodi herkurang sehingga lebih mudah terserang penyakit.t Menurut American Geriatrics Society, vaksinasi yang dianjurkan bagi individu > 65 tahun yaitu, seperti tercantum pada tabel 3. Tabel 3. Vaksinasi yang dianjurkan pada usia lanjut* Nama Vaksin Infuenza. Pneumococcal Polysaccharide Vaccine (PPSV) Herpes Zoster Tetanus, ditteri (Td) Dosis dan Cara Pemberian 1 dosis (0,5 mi) iM deltoid (setiap tahun) 1 dosis (0,5 mil) IM atau SC 1 dosis (0,65 ml) SC deltoid 2.dosis serial bila VV seronegatif 3 dosis Td toksoid (2 dosis pettama selang 4minggu, dosiske-3 612bIn kemudion, booster tiap 10 tahun) *Catatan: dapat diberikan lebih sering ada Iuka resiko ting! (luka bokarr, Iuka tusuk, Joka jaringan lunak ekstensif) Koniraindlicas! dan Indikast Peringotan Usio 2 50 tahun, termasuk — Riwayal reaks! anafiaks's Tisiko tinggi fama, tethadap vaksin atau PPOK, penyakit jantung, komponennya (mis. telur) ginjal, hati, gangguan —— Jangan memberikan metabolk, imunosupres!] _ vaksin hidup pada usia 250 tahun Sindrom Guillain-Barre dalam 6 minggu dari dosis terakhir Usia 2 65 tahun yang Riwayat reaksi onatfilaks's belum pemah divaksin —_tethadap PPSV atau sebelumnya komponennya Saki ringan dengan/ tanpa demam bukan kontroindikasi Gunakan dengan hati- hat! pada penyokit akut sedang/berat PCY tidak dianjurkan untuk lansia. Usio'= 65 tahun tanpa~——_Riwayat reaksi anafiiaksis metihal riwayat infeks| —_tethadap vaksin atau zoster sebelumnya komponennya (gelatin, neomisin) Imunokompromis {infeksi HIV dengan <200 CD4 cells/l) Gunakan dengan hati- hati pada penyokit akut sedang/berat serial lengkap Riwayat reaksi anafilaksis dindikasikan pada tethadap vaksin Td dewasa tua dengan Penyakit akut rlwayat vaksin tidak jelas atau kurang dari 3 dosis Vaksinasi pada Orang Dewasa a HAMIL Pada wanita hamil terjadi perubahan pada tubuhnya termasuk sistem imun. Pada kehamilan, sistem imun mengalami pergeseran dari imunitas selular menjadi imunitas humoral sehingga wanita hamil rentan terkena infeksi.® Rekomendasi vaksinasi untuk wanita hamil dapat dilihat pada tabel dibawah i Tabel 4. Rekomendasi vaksin bagi wanita homil'** Nona Sebelum ‘Slama, Jenis Cara Kehamiian Kehamilan Vaksin Pemberlan Hepallis A Jka ada risko Sika ada tisiko Inaktif IM Hepalllis B Ya, Jkaada Ya, Jkaada Ya, Jikaada_inokif IM tisiko. tisiko Tisiko Human Poploma Yo, usio 9-24 Tidak Yo, usia 9-24 inaktif IM Virus (HPV) ‘tahun ‘tahun infvenma (inakE) Yo, hindari Ya Ya inaktif IM konsepsi selama 4 minggu Meningokok Jika oda Ya, Jika ada Jka ada + konjugot indikasi inctkasi indikas| ——_inaktit iM + Polsokerida inaktit sc Preumokok Jkaada Jka adaindkosi_ — Jkaada —inaktif__ IM atau SC polisokorida indikasi indikasi Polo (Fv) Jkaada —Dihindari,kecuall. © Jkacada_—_inoktif sc indikasi ada risiko indikasi Tetonus- Ya, Tdaplebin Jikc adaindikasi Ya, Tdap lebih toxoid IM DipthestofId) dipiih dipilin Tetonus- Ya Ya, Jika risko Ya tox (M Dipiheric- tinggi pertusis Perlusis{Tdop) Voricesa Ya, hindari Tidak Ya, hindai —_hidup sc konsepsi konsepsi selama 4 selama 4 minggu minggu Infuenma (LAV) Ya, ka <50 Tidak Ya,jka<60 hidup Nasal spray ‘tahun dan tahun dan sehat; hindart sehat; hindari konsepsi konseps! selama 4 selama 4 minggu minggu mun Yo, hindari Tidak Ya, hindari —hidup sc konsepsi konsepsi selama 4 selama 4 minggu minggu 37 38 Panduan Praktik Klinis Ajergi Imunologi PEMBERIAN VAKSIN PADA IMUNODEFISIENS! SEKUNDER Imunodefisiensi sekunder merupakan bagian dari imunokompromais (gangguan sistem imun). Infeksi sering menjadi penyebab kematian pada pasien imunokompromais, karena itu vaksinasi dibutuhkan untuk mencegah risiko terkena infeksi.’ Dibawah ini terdapat rekomendasi pemberian vaksin pada pasien dengan imunodefisiensi sekunder. Tabel 5. Rekomendasi Pemberian Vaksin pada Imunodefisiensi sekunder’ Vaksin yang Vokiin yang Imunodefisiens) oy ontraindikesl aanjirken Efektivitas dan keterangan_ HIV/AIDS opv* Infivenza (TIV)AA MMR, varicella, dan BCG Pneumokok Yellow fever diberikan bila hitung Laivess Hepatitis AdanB — CD>200 Sel/nl HAJI'® Kementerian Kesehatan Kerajaan Arab Saudi, sejak tahun 2002 telah mewajibkan negara-negara yang mengirimkan jemaah haji untuk memberikan vaksinasi meningokok tetravalen (A/C/Y/W-135) sebagai syarat pokok pemberian visa haji dan umroh, dalam upaya mencegah penularan meningitis meningokokus. Cara pemberian vaksin berupa dosis tunggal 0,5 mL disuntikkan subkutan di daerah deltoid atau gluteal. Respons antibodi terhadap vaksin dapat diperoleh setelah 10-14 hari dan dapat bertahan selama 2-3 tahun. Vaksin diberikan pada jemaah haji minimal 10 hari sebelum berangkat ke Arab Saudi dan bagi jemaah yang sudah divaksin sebelumnya (kurang dari tiga tahun) tidak perlu vaksinasi ulang. Di samping vaksin meningokok dianjurkan juga pemberian vaksin influenza dan pneumokok mengingat lingkungan tempat tinggal yang berdesakkan dan usia jemaah yang sebagian besar termasuk usia lanjut. UNIT YANG MENANGANI + RS pendidikan : Divisi Alergi-Imunologi, Departemen Penyakit Dalam + RSnon pendidikan : Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RS pendidikan : Bagian Penyakit Dalam + RSnon pendidikan : Bagian Penyakit Dalam REFERENS| a 4 5. Winulyo £8. Imunisas| Dewasa, Dalam: SetiatlS, Alwil, Sudoyo AW, Simadiibrata M, Setiyohadi 8, Syam AF (ed). Buku Ajar imu Penyokit Dalam Ji |, Els! ke-6. Jakarta: Interna Publishing: 2014. h.951-7. Yunihastut E. Vaksinasi pada Kelompok khusus. Dalam: Sefiat S, Aiwi|, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF (ed,). Buku Ajar imu Penyakit Dalam Jil |. Edisi ke-6. Jakarta: Interna, Publishing; 2014. h. 958-62. Center for Disease Control & Prevention. Recommended immunization schedule, United States. Washington DC: Center for Disease Control & Prevention; 2014. ‘The American Geriatrics Society. A Pocket Guide To Common Immunization for the Older Adults. Centers for Disease Control and Prevention. USA, 2009. Wahyudi ER, Yasmin E, Vaksinas! pada Usia Lanjut. Dalam: Pedoman Imunisasi pada Orang Dewasa. Djauzi $, Rengganis |, Koenoe S, Ahani AR (ed). Tahun2012. Jakarta; Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas indonesia; 2012. h.261-7. Ocvyanti D, Novianti H. Vaksinas| pada Kehamilar. Dalam: Fedoman imunisas! pada Orang Dewasa, Djauzi S, Rengganis I, Koenoe S, Ahani AR (ed). Tahun2012. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokieran Universitas Indonesia; 2012. h.268-79. Yunihastuti E, Winulyo BE, Sukmana N, Yogani |. Vaksinasi pada Pasien Imunokompromais. Dalam: Pedoman Imunisasi pada Orang Dewasa. Djauz, Rengganis |, Koenoe S, Ahani AR (Ed). Tahun2012. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012. h.331-41. Koesnoe S, Novianti H. Voksinasi untuk Jemach Umroh dan Haji. Dalam: Pedoman imunisasi pada Orang Dewasa. DjauziS, Rengganis |, Koenoe 5, Ahani AR (ed). Tahun2012. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokleran Universitas Indonesia; 2012. h320-6. HIV/AIDS TANPA KOMPLIKASI PENGERTIAN Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak negara di dunia serta menyebabkan krisis multi dimensi. Berdasarkan hasil estimasi Departemen Kesehatan tahun 2006 diperkirakan terdapat 169.000 - 216.000 orang dengan HIV dan AIDS di Indonesia. Program bersama UNAIDS dan WHO memperkirakan sekitar 4,9 juta orang hidup dengan HIV di Asia. PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis Keluhan Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan gejala atau keluhan tertentu. Pasien datang dapat dengan keluhan: 1, Demam (suhu>37,5°C) terus menerus atau intermiten lebih dari satu bulan. 2. Diare yang terus menerus atau intermiten lebih dari satu bulan. 3. Keluhan disertai kehilangan berat badan (BB) >10% dari berat badan dasar. 4. Keluhan lain bergantung dari penyakit yang menyertainya. Faktor Risiko Penjaja seks laki-laki atau perempuan . Pengguna NAPZA suntik . Laki-laki yang berhubungan seks dengan sesama laki-laki dan transgender . Hubungan seksual yang berisiko/tidak aman Pernah atau sedang mengidap penyakit infeksi menular seksual (IMS) Pernah mendapatkan transfusi darah . Pembuatan tato dan atau alat medis/alat tajam yang tercemar HIV Bayi dari ibu dengan HIV/AIDS Pasangan serodiskor (yang satu terinfeksi HIV, lainnya tidak) dan salah satu PPNanewene pasangan positif HIV Pemeriksaan Fisik 1, Keadaan Umum a. Berat badan turun b. Demam 2. Kulit a. Tanda-tanda masalah kulit terkait HIV misalnya kulit kering, dermatitis seboroik. b. Tanda-tanda herpes simpleks dan zoster atau jaringan parut bekas herpes zoster. |. Pembesaran kelenjar getah bening . Mulut: kandidiasi oral, oral hairy leukoplakia, keilitis angularis Dada: dapat dijumpai ronki basah akibat infeksi paru Abdomen: hepatosplenomegali, nyeri, atau massa. . Anogenital: tanda-tanda herpes simpleks, duh vagina atau uretra |. Neurologi: tanda neuropati dan kelemahan neurologis. Sr Anew Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium a. Hitung jenis leukosit : Limfopenia, dan CD4 hitung <500 (CD4sekitar 30 % dari jumlah total limfosit) b. Tes HIV menggunakan strategi III yaitu menggunakan 3 macam tes dengan titik tangkap yang berbeda, umumnya dengan ELISA dan dikonfirmasi Western Blot c. Pemeriksaan DPI 2. Radiologi: Rontgen toraks Sebelum melakukan tes HIV perlu dilakukan konseling sebelumnya. Terdapat dua macam pendekatan untuk tes HIV : 1. Konseling dan tes HIV sukarela (KTS-VCT = Voluntary Counseling & Testing) 2. Tes HIV dan konseling atas inisiatif petugas kesehatan (TIPK — PITC = Provider- Initiated Testing and Counseling) Penegakan Diagnostis (Assessment) Diagnosis Klinis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil tes: HIV. Stadium klinis harus dinilai pada saat kunjungan awal dan setiap kali kunjungan. 1. Tidak ada penurunan BB 2. Tidak ada gejala atau hanya limfa denopati generalsata persisten ‘Stadiim'2 Sakit Ringon 1, Penurunan BB bersifat seclang yang tidak diketahui penyebabnya (<10% dari perkiraan BB atau BB sebelumnya) 2. ISPA berulang (sinusitis, tonsitis, otitis media, faringits) 3. Herpes zosterciaiam 5 tahun terakhir 4. Keiltis Anguloris 5. Ulkus mulut yang bervliang 6. Ruam kulit yang gatal (Papular pruritic eruption) 7. Dermatitis seborolik 8. Infeksi jamur pada kuku Stadiim 3 Sakit Sedang |. Penurunan berat badan yang tak ciketahui penyebabnya (> 10% doriperkraan BB atau BB sebelumnya)} 2. Diare kronis yang tak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan 3, Demam menetap yang tak diketahui penyebab 4, Kandidiasis pada mulut yang menetap 5. Oral hairy leukoplakia 6. Tuberkulosis pau 7. Infeksi bakteri yang berat (contoh: pneumonia, empiema, meningtts, piomiosits, infeksi tulang tau sendi, bakteriemia, penyakit inflamasi panggul yang berat) 8, Stomaiitis nekrotikans ulseratif akut, gingivitis atau periodontitis 9. Anemia yang tak diketahui penyebabnya (Hb 200 mg/dl Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir atau 2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa > 126 mg/dL. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam 3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO > 200 mg/dl ‘TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrat yang dilarutkan ke dalam air: Keluhon Klink Diobetes a aimed a zim <126 2126 (ante | <100 bred <200 2200 <140 a 140199 |: sang GDS atau GDP cor omy 2126 | <126 |—__> C32} Gos >m00 | <0 y Vi y vt 2200 140.199 <0. y v DIABETES MELTUS ict | Gort J Normal TOT: Digneis TY ton hate prmeisam TTCO deaption spams? jm eee bk ts 140-199 CPT Dgeni GDPT dem bia cnecksh pemevibcas ges plana pe Sida ater 100-125 mg/d (56-69 mmol/l} dan ‘Pemeribsann TTGO ea darah 2am < 140 mel Gombar 1. Algoritma Alur Diagnosis DM' Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994)? + Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa) + Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan © Diperiksa kadar glukosa darah puasa + Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram /kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit + Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai + Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa + Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidakmerokok* ANAMNESIS, © Gejala yang timbul + Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu meliputi : glukosa darah, A1C, dan hasil pemeriksaan khusus yang terkait DM * Polamakan, status nutrisi, dan riwayat perubahan berat badan * Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda «Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara mandir, serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi kesehatan Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan makan dan program latihan jasmani + Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar hiperglikemia, dan hipoglikemia) + Riwaya infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenitalis serta kaki © Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal, jantung, susunan saraf, mata, saluran pencernaan, dl.) ‘+ Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah © Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain) « Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM + Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi * Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan kehamilan' Pemeriksaan Fisik' Pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar pinggang Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari Pemeriksaan funduskopi Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid Pemeriksaan jantung Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan pemeriksaan neurologis Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinann adanya hipotensi ortostatik, serta ankle brachial index (ABI), untuk mencari kemungkinan penyakit pembuluh darah arteri tepi Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe lain! Pemeriksaan Penunjang Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial HbAlc Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida) Kreatinin serum Albuminuria Keton, sedimen, dan protein dalam urin Elektrokardiogram Foto sinar-x dada’ DIAGNOSIS BANDING Hiperglikemia reaktif Pre diabetes TATALAKSANA Non farmakologis' Edukasi Terapi gizi medis Kebutuhan kalori' Cara menghitung berat badan ideal pasien DM menggunakan rumus Brocca: Berat Badan Idea] (BBI) = 90% x(TB.dalgm ¢m-100) x1kg Bagi pria dengan tinggi badan <160 em dan wanita <150 cm rumus dimodifikasi menjadi : oe BBI = (TB dalam cm-100) x 1 kgBB normal : BBI + 10% 2 BB kurus : <(BBI - 10%) BB-gemuk:; >(BBI + 10%) Indeks massa tubuh, (IMT) dapat dihitung dengan rumus : Kebutuhan kalori basal; Kalori Basal = Berat Badan Ideal x 25:kal/kgBB (untuk wanita):. Kalori Basal = Berat Badan Ideal x 30 kal/kgBB (untuk pria) Faktor-faktor yang menentukan kebytuhan kalori: 1, Umur - 40-59 ,tahun-5% - - 60-69 tahun -10% - >70 tahun -20% 2. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan — Istirahat +1.0%; — Aktivitas ringan +20% — Aktivitas sedang +30% — Aktivitas sangat berat +50% 3. Berat Badan - Kegemukan -20-30% - Kurus +20-30% 4, Stres metabolik: +10-30% Klasifikasi IMT (WHO WPR/IASO/IOTF) Tabel 2. Klasifikasi IMT" Untuk wanita paling sedikit 1000-1200 kkal, untuk pria 1200-1600 kkal, dibagi menjadi makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) diantaranya. Karbohidrat Karbohidrat 45-65% total asupan energi, diutamakan yang berserat tinggi Pembatasan karbohidrat total <130 gr/hari tidak dianjurkan Gula dalam bumbu diperbolehkan, sukrosa <5% total asupan energi Pemanis alternatif dapat digunakan asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian Makan 3x/hari. makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori lain dapat diberikan Lemak Asupan lemak + 20-25% kebutuhan kalori, Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi Lemak jenuh <7% kebutuhan kalori Lemak tak jenuh ganda < 10%, selebihnya dari lemak tak jenuh tunggal Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan penuh susu (whole milk) Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari Protein 10-20% total asupan energi Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa Jemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe Pada pasien dengan nefropati : 0,8 g/KgBB/hari atau 10% kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi Diabetes Melitus Gy © Natri m - <3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur - Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg = Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit * Serat - Kacang-kacangan, buah, sayuran, serta sumber karbohidrat yang tinggi serat -+ 25 g/hari + Pemanis alternatif - Fruktosa tidak dianjurkan - Pemanis sesuai batas aman konsumsi harian - Pemanis tak berkalori yang dapat digunakan: aspartam, sakarin, acesulfam potassium, sukralose, dan neotame « Latihan - Teratur, 4-5x seminggu selama kurang lebih 30 menit (total durasi minimal 150 menit/minggu) - Yang dianjurkan, yang bersifat aerobik: jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang Farmakologis ” ‘Tabel 3. Obat Hipoglikemik Oral’ Golongan Gener Mg/tab Dosis Harlan (mg) “MA KeIS ek shart Waktu am) Sulforilurea Gibenklamid 25-5 25-20 12-24 12 Glipizid 5-10 5-20 1016 12 Glipizid XL 5-10 5-20 1216 1 Giikiozid 80 80-320 10-20 12 Gliklazid MR 30-60 30-120 24 1 Glikuidon 30 30-120 68 23 Glimepirid 05-6 2 1 16 24 1 16 24 1 1-6 24 1 Glinia Repaglinid 1 156 3 Nateatinid 120 360 3 Tiazolidin-__Pioglitazon 15-30 15-45 4 1 dion 15-30 15-45 Fr) 1 53 Panduan Praktik Klinis \Metabolik Endokrin Perimpunen Cote Sposa Parva Daler snes Golongan Pengham- bat Glukosi- dase alfa Biguania Pengham- bat DPPV Obat kombinasi tetop Vildagiiptin + Metformin Saxagiiptin + Metformin Unagiiptin + Metformin Generk Acarbose Metfor Metformin XR Vildagtiptin Sitagliptin Soxagiiptin Unagliptin Metformin + Glibenclamid Glimepirid + Metformin Pioglitazone+ ‘Metformin, Sitagliptin + ‘Metformin, 50-100 500-850 500 500-750 500 50 25, 50, 100 5 5 250/1,25 500/2,5, 50/5 1/250 2/500 15/500 30/850 50/500 50/1000 50/500 50/850 50/1000 5/500 5/1000 2,5/1000 25/500 2,5/850 25/1000 Dosis Harlan (mg) 15-45 100-300 100-300 250-3000 500-3000 500-2000 50-100 25-100 Total glibenclamid maksimal 20 mg/ hari 2/500 4/1000 Total sitagliptin maksimal 100 mg/ hari Total vildagiiptin maksimal 100 mg/ hari Total saxagiiptin maksimal 5 mg/hari. Total metformin. maksimal 2000 mg/hari Total inagiiptin maksimal 5 mg/hati. Total metformin 2000 mg/har. Lama kerja dem) 18-24 68 68 24 24 12-24 24 24 24 12-24 18-24 1224 24 12 Frek/harl Waktu Diabetes Melitus i Tabel 4. indikas! penggunaan insulin’ indikasl Mutiok DMT! Indikas! Relattt Gagal mencapal target dengan penggunaan kombinasi OHO dosis optimal (3-6 bulan} DMT2 rawat jalan dengan : * Kehamilan Infeksi oaru (tuberkulosis) Kaki diabetik terinfeksi Fluktuasi glukosa darah yang tinggi Riwayat ketoasidosis berulang + Riwayat pankreatektomi Selain incikas di atas, terdopat beberape kondis| fertenty yang memervkan pemakaicn nsuin, seperti penyo- Kit hati kronik, gangguan fungsiginjal, dan terapl steroid doss tinggi Tabel 5. Jenis-Jenis insulin! Profil Kerja Gam) Insulin Manusia atau insulin Analog. Pe nr Kerja cepat (Insutin analog) Insulin ispro (Humalog) 0.295 05-2 Insulin aspart (Novorapid) 0.2.05 05-2 Insulin gluisin (Apidra) 0.20.5 05-2 Kerla pendek (insulin manusia, insulin regular) Humuiin R O51 05-1 Actrapid Kerla menengah (Insulin manusia, NPH) Humutin N 1s4 Insulatard 410 Kerja panjang (/ong-insulin analog) 13 Insulin glargine (Lantus) Hampir tanpa Insulin detemir (Levernit) puncak Campuran (premixed, Insulin manusia) 70/30 Hurtin {70% NPH, 30% reguler) 70/30 Mixtard (0% NPH, 30% reguler) 05-1 312 Campuran (premixed, insulin analog} 75/25 Humalog (75% NPL, 25% Lispro} 0.20.5 14 70-30 Novomix (70% protamine aspart, 30% aspart} 0.205 14 Individualisasi Terapi Berdasarkan pedoman yang dikeluarkan oleh ADA/EASD 2012, maka diperlukan pendekatan individual untuk menentukan regimen dan target pengobatan pada penyandang DM tipe 2. Lebih agresif Kurang agresit ee Sikap pasien dan usaha yang ——_-Motivas! tinggi, mengikutl nasihat, Kurang molivas. tidak penuiut, 91VaH 4010} 49610} jodoouew xOPY doYO} ‘doy opod uping ¢z owD}es 1dos2} 019 ]PB06 UOYOIOAUIAT yues dapiy of08 =sHo “L "UeyeIeD SHO i-deye =] wa ] 57 ulsjui24uy ynjun OwDInI9}) [sosUedWoyep OduD} Z-edy Wa UDD}O|@Bued DULOBIY ‘y 1DqQUIDD Ss ns 0102 “Vay Oue}D jrunuewd 91H 24 UDy -S!9AUOMIP BUDA OYas YOIOP O504N\6 JO odoaqaq uopsyiowed |soy D}OFO}Oy as0an|6 pabo1eAD ajowyse uDpswauied uDyoUNBiedy yodop 91 ¥qH UoDseWed Opp xOPY D| « 40> 91¥OH dov94 j9610) jodoouewi xDpy doyo) doy pod uojng £7 OwDjas Ido124 DIG J]OBDB uDyD}OAUIG “| “UD}O}OD ‘uynsul jeseg ‘OZL ‘PID tov 'Ns 8W yeqo “OZL ‘plu £ seulquioy = erse snyo19} a uowsof Esseuiquioy fete te up injo6uew upppg jo! Fy ddd ‘OZ pul go fea he Dv ‘ns 39 fais a) dnpiy DAD, Z!seulquioy SHO ‘%OL> ] %OL-6 Fl %6< ] %6-8 ] EL %L> ay Panduan PraktikKlinis Metabolik Endokrin UNIT YANG MENANGANI RS pendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam + RSnon pendidikan : Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RSpendidikan : Divisi Ginjal-Hipertensi, Divisi Kardiologi - Departemen Penyakit Dalam, Departemen Neurologi, Patologi Klinik, Mata dan Gizi. = RSnonpendidikan ; Bagian Neurologi, Patologi Klinik, Mata dan Gizi. REFERENSI 1. PERKENI. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. 2011, 2. The Expert Committee on The Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus, Report of The Expert Committee on The Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care, Jan 2003;26 (Suppl. 1):55-20. 3. SuyonoS. Type 2 Diabetes Mellitus is a Beta-Cell Dysfunction. Prosiding Jakarta Diabetes Meeting 2002: The Recent Management in Diabetes and Its Complications : From Molecular to Clinic. Jakarta, 2-3 Nov 2002. Simposium Current Treatment in intemal Medicine 2000. Jakarta, 11-12 November 2000:185-99. 4, Inauech SE, Bergenstal RM, Buse JB et al. Management of Hypergiycemiaiinlype2 Diabetes: A Patient-Centered Approach. Position Statement of the American Diabetes Association (ADA) ‘and the European Association for the Study of Diabetes (EASD).Diunduh dari http://care. diabetesjournals.org/content/35/6/ 1364 full,odf+html pada tanggal 7 Juni 2012

You might also like