You are on page 1of 14

PENDIDIKAN KARAKTER KI HADJAR DEWANTARA: STUDI

KRITIS PEMIKIRAN KARAKTER DAN BUDI PEKERTI DALAM


TINJAUAN ISLAM

Muthoifin dan Mutohharun Jinan


Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani Pabelan Tromol Pos I Surakarta 57102
E-Mail: mut122@ums.ac.id dan E-Mail: mth.jinan@gmail.com

Abstract: What an importance of character, Ki Hadjar makes it as a soul from the


concept of his education. Even the government admitted, almost all national educational
concepts referring to his idea. the focus of this issue is how the concept of Ki Hadjar’s
character in the Islamic view. The method used is historical approach, by the technique
of content analysis, descriptive and comparative. The data is analyzed to be conclusion
from the existing phenomenon. The results of the study, Ki Hadjar’s idea about the
character is not found the base that is closely related to faith, but rather stands on
a universal national identity, it can be seen that the Ki Hadjar wants the Indonesian
nation has a good attitude and personality and remain to stand on the personality of the
Indonesian nation that has a distinctive culture and personality. While the characters
in Islam can not be separated with monotheism and faith.

Keywords: character; Ki Hadjar Dewantara; budi pekerti; Islam.

Abstrak: Begitu pentingnya karakter, Ki Hadjar menjadikan hal ini sebagi jiwa dari
konsep pendidikannya. Bahkan pemerintahpun mengakui, hampir semua konsep
pendidikan nasional merujuk pada pemikirannya. Untuk itu, fokus permasalahan ini
adalah bagaimana konsep karakter Ki Hadjar dalam pandangan Islam. Metode yang
digunakan adalah historical approach, dengan teknik content analysis, deskriptif dan
komparatif. Data-data itu dianalisa untuk diambil kesimpulan dari fenomena yang ada.
Hasil penelitian, pemikiran Ki Hadjar tentang karakter tidak ditemukan landasan yang
bertalian erat dengan keimanan, melainkan berpijak pada kepribadian bangsa yang
universal, hal ini dapat ditemui bahwa Ki Hadjar menginginkan agar bangsa Indonesia
memiliki sikap dan kepribadian yang baik dan tetap berpijak pada kepribadian bangsa
Indonesia yang memiliki budaya dan kepribadian yang khas. Sementara karakter dalam
Islam tidak bisa lepas dengan tauhid dan keimanan.

Kata kunci: Karakter; Ki Hadjar Dewantara; budi pekerti; Islam.

PENDAHULUAN menghabiskan waktunya hanya untuk


bermain playstation, gadget, game
Diakui atau tidak bahwa karakter online, dan sejenisnya, mereka hampa
generasi muda akhir-akhir ini banyak akan nilai-nilai budaya lokal serta asing
mengalami kelunturan yang sangat terhadap istilah-istilah seperti budi
dahsyat. Generasi muda sekarang, pekerti, tata krama, gotong royong dan
baik di desa maupun di kota banyak nilai-nilai luhur lainnya yang ada di

167
PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 16, No. 2, Desember 2015: 167-180

bumi nusantara ini. Berbagai aktifitas masyarakat, tetapi juga sering terlihat
kehidupan dan permainan seakan-akan dalam tindak kekerasan massal seperti
membuatnya sibuk bahkan sudah tidak tawuran.
mengenal lagi arti pentingnya interaksi Pandangan simplistik menganggap,
sosial dan kerjasama, ditambah lagi bahwa kemerosotan akhlak, moral, dan
dengan kondisi sekolah akhir-akhir ini etika peserta didik disebabkan gagalnya
yang banyak menyita waktu, sehingga pendidikan agama di sekolah. Harus
semakin membatasi anak-anak untuk diakui, dalam batas tertentu, pendidikan
mempelajari berbagai kearifan lokal. agama memiliki kelemahan-kelemahan
Tentunya hal ini merupakan kegagalan tertentu, sejak dari jumlah jam yang
pendidikan dalam menyikapi perubahan minim, materi pendidikan agama yang
zaman yang tidak berpihak pada terlalu banyak teoritis, sampai kepada
pembentukan karakter yang berbasiskan pendekatan pendidikan agama yang
agama dan moralitas. Memang, anak- cenderung bertumpu pada aspek kognisi
anak merupakan masa penting bagi daripada afeksi dan psikomotorik peserta
pertumbuhan dan penanaman nilai-nilai didik. Berhadapan dengan berbagai
moral bangsa, karena masa itu merupakan kendala, constraints, dan masalah-masalah
masa emas untuk melukiskan nilai-nilai seperti ini, pendidikan agama tidak atau
karakter bijak dalam benak sanubarinya. kurang fungsional dalam membentuk
Anak yang dibekali dengan akhlak dan akhlak, moral, dan bahkan kepribadian
pengalaman hidup dengan baik, ia akan peserta didik.
tumbuh menjadi anak yang berbudi, Masalah yang sudah tersebut di
bernilai, kreatif, dan mandiri. atas hampir bisa dipastikan hanyalah
Sebaliknya jika anak itu selalu merupakan tip of iceberg dari krisis yang
disuguhi dengan kesibukan yang tidak dihadapi pendidikan nasional umumnya.
jelas, permainan yang melalaikan, serta Krisis yang dihadapi kelihatannya bukan
berbagai tontonan yang tidak bermutu, hanya menyangkut kinerja sekolah atau
maka bisa dipastikan ia akan cenderung dunia pendidikan umumnya dalam hal
berperilaku tidak sesuai dengan kualitas akademis lulusannya, tetapi juga
karakter bangsa. Hal ini tentu akan dalam hal mentalitas, moral dan karakter.
merugikan terhadap dirinya sendiri juga Sehingga tidak ragu lagi, keberhasilan
lingkungan sekitar. Maka diperlukan dalam mendidik dan membentuk akhlak,
sebuah solusi untuk menjadikan generasi moral, dan budi pekerti atau karakter
muda ini agar menjadi generasi yang peserta didik pada tingkat dasar dan
berkarakter kuat, unggul, beriman dan menengah merupakan langkah paling
beradab. Azyumardi Azra menyatakan fundamental dan dasariah dalam
bahwa munculnya kembali gagasan membentuk karakter bangsa nantinya.
tentang pendidikan budi pekerti harus Sejauh menyangkut krisis mentaliatas
diakui berkaitan erat dengan semakin dan moral peserta didik, terdapat beberapa
berkembangnya pandangan dalam masalah pokok yang turut menjadi akar
masyarakat luas, bahwa pendidikan krisis mentalitas dan moral di lingkungan
nasional dalam berbagai jenjangnya, pendidikan nasional: 1) arah pendidikan
khususnya jenjang menengah dan tinggi, telah kehilangan objektivitasnya. Sekolah
”telah gagal” dalam membentuk peserta dan lingkungannya tidak lagi merupakan
didik yang memiliki akhlak, moral, dan tempat peserta didik melatih diri untuk
budi pekerti yang baik. Lebih jauh lagi, berbuat sesuatu berdasarkan nilai-nilai
banyak pesereta didik sering dinilai tidak moral dan akhlak. 2) proses pendewasaaan
hanya kurang memiliki kesantunan, diri tidak berlangsung baik di lingkungan
baik di sekolah, rumah dan lingkungan sekolah. 3) proses pendidikan di
168
Pendidikan Karakter Ki Hadjar Dewantara...(Muthoifin dan Mutohharun Jinan)

sekolah sangat membelenggu peserta Tauchid, seorang aktifis Tamansiswa


didik dan bahkan juga para guru. 4) juga menyimpulkan bahwa konsep
beban kurikulum yang demikian berat, Tripusat Pendidikan, Sistem Among, Tut
lebih parah lagi, hampir seluruhnya Wuri Handayani, Pancadharma dan lain-
diorientasikan pada pengembangan lainnya serta tex books ilmu pendidikan,
ranah kognitif belaka. 5) kalaupun ada telah mensejajarkan Ki Hadjar dengan
materi yang dapat menumbuhkan rasa tokoh-tokoh pendidikan dunia, seperti
afeksi -seperti mata pelajaran agama- Frobel, Montessorie, Peztalozzi, John
misalnya, umumnya disampaikan dalam Dewey, Rabindranat Tagore, dan lain-
bentuk verbalisme. 6) pada saat yang sama lain. Hal yang demikian dikarenakan,
para peserta didik dihadapkan dengan Ki Hadjar telah mewariskan berbagai
nilai-nilai yangs sering bertentangan jasa dan jiwa kependidikannya yang
(contra-dictory set of values). Pada satu tidak memihak pada kelompok, suku,
pihak mereka diajar para guru pendidikan dan golongan tertentu, akan tetapi
agamanya untuk bertingkah laku baik bersifat nasionalistik, universal, dan
seperti: jujur, hemat, rajin, disiplin dan multikultural.2
sebagainya, tetapi pada saat yang sama, Tsuchiya menyimpulkan bahwa
banyak orang di lingkungan sekolah berbagai aspek yang terkait dengan
justru melakukan tindakan berlawanan pendidikan seperti visi, misi, tujuan,
dengan hal-hal seperti itu. 7) selain kurikulum, metode, dan tahapan
itu para peserta didik juga mengalami pendidikan lainnya harus dirumuskan
kesulitan dalam mencari figur panutan berdasarkan kemauan bangsa Indonesia
untuk dijadikan sebagai teladan (uswah yang berasal dari berbagai suku, etnis,
hasanah) di lingkungan sekolah maupun dan budaya yang beraneka ragam.
di lingkungan masyarakat. Sehingga agasan dan pemikiran dari Ki
Pertimbahan awal, perlu dilakukan Hadjar inilah yang kemudian menjadi
reformasi total terhadap peran acuan penyelenggaraan pendidikan
pendidikan dalam membentuk karakter nasional hingga sekarang ini. Apalagi
bangsa. Begitu juga perlu adanya khittah gagasan dan pemikiran pendidikan Ki
atau kembali ke garis awal tentang Hadjar yang sudah ditulis dalam berbagai
inti dari tujuan pendidikan itu sendiri, karangannya, mendapat sambutan
sebagaimana yang pernah digagas oleh hangat dari Presiden Republik Indonesia
Bapak Pendidikan Nasional Ki Hadjar pertama Ir. Soekarno. Sebagaimana
Dewantara. Mengapa merujuk pada gagasan tentang prinsip pendidikan yang
Ki Hadjar, karena menurut Abuddin berbunyi Ing ngarso sung tulodo, Ing madya
Nata, bahwa masalah pendidikan pada mangun karso, Tut wuri handayani adalah
umumnya serta pendidikan Islam berasal dari buah pemikirannya.3
pada khususnya di Indonesia, kiranya Corak pendidikan yang digagas
tidak dapat ditinggalkan pembicaraan adalah suatu dasar pendidikan yang
terhadap tokoh yang bernama Ki berbentuk nasionalistik dan universal,
Hadjar Dewantara, seorang pakar yang sebagaimana diungkapkan Bambang
berkecimpung dan mengonsentrasikan Sukowati, bahwa landasan filosofisnya
keahliannya dalam bidang pendidikan. 2005, hlm. 127.
Hal yang demikian, disebabkan berbagai 2 Moch. Tauchid, Ki Hadjar Dewantara Pahlawan, hlm.
88.
konsep strategis tentang pendidikan 3 Kenji Tsuchiya, Democracy and Leadership: The
di Indonesia hampir seluruh aspeknya Rise of The Taman Siswa Movement in Indonesia,
senantiasa merujuk pada pemikirannya.1 Kyoto-Jepang: University of Honolulu Press, 1987,
terjemahan H.B. Jassin, Demokrasi dan Kepemimpinan
1 Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Kebangkitan Gerakan Taman Siswa, Jakarta: Balai
Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Pustaka, 1992, hlm. V.

169
PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 16, No. 2, Desember 2015: 167-180

nasionalistik dan universalistik. studi ini juga dikategorikan sebagai


Nasionalistik maksudnya adalah penelitian kualitatif. Dikatakan kualitatif,
budaya nasional, bangsa yang merdeka karena studi ini lebih menekankan pada
dan independen baik secara politis, pendeskripsian pemikiran pendidikan Ki
ekonomis, maupun spiritual. Universal Hadjar Dewantara, terutama pemikiran
artinya berdasarkan pada hukum alam pendidikannya jika ditinjau dari
(natural law), segala sesuatu merupakan perspektif pendidikan Islam. Karena
perwujudan dari kehendak Tuhan.4 fokusnya pada deskriptif, maka penelitian
Sedangkan Muthoifin berargumen bahwa ini juga bersifat alamiah dan induktif.
melihat sosok Ki Hadjar, yang tanggal Sebagaimana diungkapkan Bodgan
lahirnya 02 Mei selalu dijadikan sebagai dan Biklen, bahwa penelitian kualitatif
Hari Pendidikan Nasional di Indonesia memiliki lima karakteristik khusus,
serta beberapa konsep dan pemikirannya yaitu: (a) naturalistik, (b) deskriptif, (c)
banyak dijadikan sumber rujukan perhatian pada proses, (d) induktif, dan
pendidikan nasional di Indonesia, maka, (e) perhatian pada makna.6
pada penelitian ini akan menelaah Sedangkan pendekatan yang
pendidikan karakter Ki Hadjar dalam digunakan dalam penelitian ini adalah
perspektif Islam.5 pendekatan sejarah (Historical approach).
Penelitian awal ditemukan beberapa Nata,7 menyatakan bahwa historis
indikasi bahwa: 1). Pemikiran Ki atau sejarah adalah suatu ilmu yang di
Hadjar Dewantara dipakai sebagai dalamnya dibahas berbagai peristiwa
dasar pendidikan nasional, 2). Adanya dengan memperhatikan unsur tempat,
perbedaan antara konsep budi pekerti waktu, obyek, latar belakang, dan pelaku
Ki Hadjar dengan akhlak dalam Islam, dari peristiwa tersebut. Pendekatan lain
3). Adanya kontroversi sosok pemikiran dalam penelitian ini adalah pendekatan
Ki Hadjar, 4). Adanya indikasi konsep biografi, Komaruddin8 beralasan karena
budipekerti Ki Hadjar mulai ditinggalkan memaparkan tentang pemikiran atau
dan terpinggirkan, 5). Adanya indikasi pun pandangan tokoh, agamawan,
konsep pendidikan Islam yang politikus, ataupun sejarawan. Selain
mengedepankan akhlak dan adab itu, penulis juga memakai pendekatan
dalam pendidikan tetap berkembang normatif, yaitu untuk merumuskan
kesimpulan-kesimpulan mengenai
dan diminati. Untuk itu penelitian ini
keadaan dan kaidah yang berlaku pada
dilakukan untuk menjawab, bagaimana
obyek penelitian.
pemikiran karakter Ki Hadjar Dewantara
Sumber data primer diperoleh
selama ini? dan bagaimana jika karakter
langsung dari subyek penelitian dengan
versi Ki Hadjar ini ditinjau dari sudut
mengenakan alat pengukur atau alat
pandang Islam?
pengambilan data langsung pada subyek
sebagai sumber informasi yang dicari.
METODE PENELITIAN
Sedangkan lokasi penelitian adalah
data-data dari pemikiran Ki Hadjar
Jenis penelitian yang digunakan
yang tersimpan di Musem Tamansiswa
dalam penulisan ini adalah library research.
Yogyakarta, seperti buku Karya Ki Hadjar
Bodgan dan Biklen menyimpulkan bahwa
6 Robert C. Bodgan dan Sari Knopp Biklen,
4 Bambang Sokawati, Ki Hadjar Dewantara Ayahku, Qualitative Research for Education: An Introduction
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1989, hlm. 39. to Theory and Methods, London: Allyn and Bacon,
5 Muthoifin, Prosiding Bidang Pendidikan, Humaniora 1998, hlm. 4-5.
dan Agama, The 1rd University Research Colloquium 7 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja
2015 Diseminasi Luaran Riset dan Pengabdian Grafindo Persada, 1998. hlm. 59.
Masyarakat untuk Indonesia Berkemajuan, LPPM 8 Komaruddin, Metode Penelitian Kualitatif,
UMS Surakarta, Januari 2016. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1991, hlm. 72.

170
Pendidikan Karakter Ki Hadjar Dewantara...(Muthoifin dan Mutohharun Jinan)

Dewantara: Bagian Pertama Pendidikan, Selanjutnya, karena penelitian ini


Yogyakarta: Percetakan Majlis Luhur merupakan studi tokoh dan sejarah, maka
Taman Siswa, 1962., Karya Ki Hadjar langkah-langkah yang digunakannya
Dewantara: Bagian Kedua Kebudayaan, meliputi: a) pemilihan topik, b)
Yogyakarta: Percetakan Majlis Luhur pengumpulan sumber, c) verifikasi
Taman Siswa, 1967, Asas-asas dan Dasar- (kritik sejarah, keabsahan sumber),
dasar Tamansiswa, Yogyakarta: Majlis d) interpretasi (analisis dan sintesis),
Luhur Taman Siswa, 1961., Pengaruh e) historiografi atau penulisan, dan f)
Keluarga terhadap Moral, Jakarta: Endang, penyimpulan.
1951., Taman Indrya (Kindergarten),
Yogyakarta: Majlis Luhur Taman HASIL PENELITIAN DAN
Siswa, 1959., Demokrasi dan Leiderschap, PEMBAHASAN
Yogyakarta: Majlis Luhur Taman Siswa,
1959 dan untuk mendukung sumber 1. Budi Pekerti
primer tersebut, peneliti melakukan Dalam beberapa buku tulisan Ki
wawancara langsung dengan tokoh Hadjar tidak ditemukan istilah karakter
dan pakar di Perguruan Tamansiswa jika karakter yang dimaksud itu adalah
Yogyakarta, terkait pemikiran Ki Hadjar akhlak dalam Islam, akan tetapi secara
tentang pendidikan. inplisit istilah itu muncul dalam berbagai
Teknik analsis datanya menggunakan buku karangannya dengan istilah budi
Content analysis, sebagaimana ungkapan pekerti. Nata menyebutkan bahwa dalam
Suryabrata9 bahwa conten analysis pandangan Ki Hadjar, budi pekerti adalah
adalah menganalisis data sesuai dengan
jiwa dari pengajaran. Budi pekerti bukan
kandungan isinya. Dengan ini data-data
konsep yang bersifat teoritis sebagaimana
yang penulis kumpulkankan adalah
yang dipahami oleh masyarakat pada
bersifat deskriptif dan data tekstual
umumnya, dan bukan pula pengajaran
yang bersifat fenomenal, maka dalam
budi pekerti dalam arti mengajar teori
mengelola data-data tersebut penulis
menggunakan analisis ini. Dengan analisis tentang baik buruk, benar salah dan
ini penulis akan melakukan analisis data seterusnya. Akan tetapi pengajaran budi
secara ilmiah dan menyeluruh tentang pekerti mengandung arti pemberian
konsepsi pendidikan Ki Hadjar, yaitu kuliah atau ceramah tentang hidup
dengan cara: a) komparatif, b) deskriptif, kejiwaan atau perikeadaban manusia.
dan c) induktif. Atau dengan kata lain, keharusan
Untuk melakukan penelitian memberi keterangan-keterangan dan
terhadap pemikiran karakter Ki Hadjar penjelasan-penjelasan tentang budi
Dewantara, kiranya perlu dilakukan pekerti secara luas dan mendalam.10
telaah terhadap kajian-kajian yang sudah Ki Hadjar menyatakan bahwa
pernah dilakukan sebelumnya, hal ini mungkin ada yang mengira, kalau
dimaksudkan untuk melihat relevansi seorang pengajar harus seorang yang
dan sumber-sumber yang akan dijadikan berpengetahuan dan berpengalaman,
rujukan dalam penelitian ini dan paling tidak harus yang suci hidupnya
sekaligus sebagai upaya menghindari lahir dan batin, karena mereka beralasan
duplikasi terhadap penelitian yang sudah guru adalah orang yang harus ”digugu”
ada. Beberapa literatur lebih dominan dan ”ditiru”. Segala dugaan itu menurut
mendudukkan Ki Hadjar sebagai Ki Hadjar adalah tidak benar, atau
bapak pendidikan nasional, dan tokoh hanya sangkaan-sangkaan yang melebihi
pendidikan di Indonesia. batas kemungkinan dan keinginan.
9 Sumardi Suryabrata, Metode Penelitian, Jakarta: 10 Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan,
Rajawali Press, 1998, hlm. 94. hlm. 126.

171
PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 16, No. 2, Desember 2015: 167-180

Perlu dipahami bahwa pengajaran kepribadian dalam upaya pembiasaan


budi pekerti tidak lain artinya untuk untuk melakukan perbuatan terpuji yang
menyokong perkembangan hidup anak- dilakukan sejak kecil hingga dewasa.12
anak lahir batin dari sifat kodratinya Ki Hadjar juga menyimpulkan bahwa
menuju peradaban dalam sifatnya yang yang dimaksud pendidikan budi pekerti
umum, seperti menganjurkan atau bukanlah mengajarkan teori-teori tentang
memerintahkan anak-anak untuk duduk baik buruk dengan dalil-dalinya yang
yang baik, jangan berteriak-teriak agar serba menjelimet, yang ia kehendaki
tidak mengganggu orang lain, bersih dengan pendidikan budi pekerti adalah
badan dan pakaiannya, hormat terhadap pembiasaan berbuat baik pada diri anak
ibu, bapak dan orang-orang tua lainnya, dalam kehidupan sehari-hari, hingga
menolong teman-teman yang perlu mendarah daging, dan kalaupun ada
ditolong, demikian seterusnya, itulah penjelasan dan keterangan, tapi hal
yang dimaksud pengajaran budi pekerti.11 yang demikian dilakukan hanya sebagi
Ki Hadjar juga menyatakan penguat, alat dan bukan tujuan. Selain itu,
terhadap anak-anak kecil cukuplah kita pendidikan budi pekerti harus bersifat
membiasakan mereka untuk bertingkah integrated dengan pengajaran pada setiap
laku yang baik, sedangkan bagi anak-anak bidang studi. Atau dengan kata lain, Ki
yang sudah dapat berfikir, seyogyanya Hadjar menginginkan bahwa pada setiap
diberikan keterangan-keterangan yang pengajaran bidang studi apapun harus
perlu, agar mereka dapat pengertian mengintegrasikannya dengan pendidikan
dan keinsyafan tentang kebaikan dan budi pekerti, dan tidak berhenti pada
keburukan pada umumnya. Barang tentu pengajaran mata pelajaran tersebut.
perlu juga kepada anak-anak dewasa Sebagaimana disebutkan Abuddin Nata
kita berikan anjuran-anjuran untuk bahwa Ki Hadjar menyatakan kalau
melakukan pelbagai laku yang baik pengajaran adalah alat dan bukan tujuan.
dengan cara disengaja. Dengan begitu Pengajaran matematika misalnya, ia
maka syarat pendidikan budi pekerti adalah alat untuk menghasilkan anak
yang dahulu biasa disebut metode yang memiliki keterampilan dalam
menyadari, menginsyafi dan melakukan memahami dan mempraktikkan rumusan
hitungan secara tepat dan akurat. Namun
dapat terpenuhi.
bersamaan dengan itu pengajaran
Menurut Ki Hadjar bahwa maksud
matematika tersebut harus diarahkan
dan tujuan pemberian pengajaran budi
pada menghasilkan manusia yang dapat
pekerti, juga bisa dihubungkan dengan
bersikap teliti, cermat, kerja, teratur dan
tingkatan perkembangan jiwa yang ada
jujur.13
di dalam hidupnya anak-anak, mulai
Ki Hadjar juga mengharapkan
kecil sampai masa dewasa, begitu juga
pendidikan budi pekerti harus
diberi ilmu perbandingkan agar mengerti
mempergunakan syarat-syarat yang
tradisi pendidikan keagamaan yang
selaras dengan jiwa kebangsaan
sudah ada di zaman dahulu, seperti ilmu
menuju kepada kesucian, ketertiban
pengetahuan syari’ah, hakikat, tarikat,
dan kedamaian lahir batin. Melihat
dan makrifat. Hal inilah yang menjadi hal tersebut, terlihat jelas bahwa
perhatian besar dari Ki Hadjar akan pendidikan budi pekerti diarahkan pada
pentingnya pendidikan budi pekerti yang pembentukan karakter bangsa yang sesuai
ditekankan pada pembentukan karakter.
Karakter ini merupakan perilaku dan 12 Ki Hadjar Dewantara, Asas-asas dan Dasar-dasar
Tamansiswa, Yogjakarta: Majelis Luhur Taman Siswa,
11 Ki Hadjar Dewantara, Karya Ki Hadjar Dewantara: 1966. hlm. 25.
Bagian Pertama, Pendidikan, Yogyakarta: Majlis 13 Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan,
Luhur Tamansiswa, 1967, hlm. 20. hlm. 125.

172
Pendidikan Karakter Ki Hadjar Dewantara...(Muthoifin dan Mutohharun Jinan)

dengan nilai-nilai agama dan budaya kosep budi pekerti menggunakan pijakan
bangsa. Ia menginginkan agar bangsa atau dasar yang disebut Pancadarma,
Indonesia memiliki sikap dan pandangan yaitu suatu dasar yang berasaskan pada
yang maju di satu pihak, namun di pihak lima asas. Pancadarma ini memuat
lain ia tetap berpijak pada kepribadian lima asas yang sangat fundamental,
sebagai bangsa Indonesia yang memiliki dimana ia merupakan dasar yang harus
budaya dan kepribadian yang khas, tidak dilaksanakan dalam proses pendidikan.
meniru atau bersikap kebarat-baratan Kelima asas itu terdiri dari: 1) asas
dan sebagainya. Selanjutnya menurut Ki kemerdekaan, 2), asas kebangsaan, 3)
Hadjar bahwa adab atau keluhuran budi asas kemanusiaan, 4) asas kebudayaan,
manusia itu menunjukkan sifat batinnya dan 5) asas kodrat alam. Sedangkan
manusia, sedangkan kesusilaan atau dasar-dasar lain yang digunakan dalam
kehalusan itu menunjukkan sifat hidup kelangsungan pendidikan di perguruan
lahiriyah manusia yang serba halus dan
Tamansiswa, Ki Hadjar menambahkan
indah, atau sering dipakai kata-kata
tujuh dasar, ketujuh dasar itu berupa
etis dan estetis, yang merupakan dua
sebuah rangkaian cita-cita pendidikan
sifat manusia yang luhur dan indah. Ki
yang memuat tujuh pasal, dimana lima
Hadjar juga mengatakan bahwa budi
pekerti seseorang itu dapat mewujudkan dari tujuh pasal itu merupakan cerminan
sifat batinnya seseorang dengan pasti atau intisari dari asas pendidikan
dan tetap. Juga ungkapannya ”tidak Tamansiswa (Pancadarma).15
ada dua budi pekerti orang yang sama” Pancadarma yang dirangkai oleh
Jadi meskipun sama dua roman wajah Ki Hadjar dalam sebuah kalimat yang
seseorang, tidaklah sama kedua budi berbunyi: ”Berilah (Kemerdekaan) dan
pekertinya.14 kebebasan kepada anak-anak kita; bukan
Mengenai budi pekerti dan dampak kemerdekaan yang leluasa, namun yang
keturunan yang dihasilkan, Ki Hadjar terbatas oleh tuntutan-tuntutan (Kodrat
juga mengungkapkan bahwa soal watak alam) yang hak atau nyata dan menuju
atau budi pekerti manusia janganlah ke arah (Kebudayaan), yakni keluhuran
kiranya dilupakan, bahwa tiap-tiap dan kehalusan hidup manusia, agar
manusia itu mendapat pengaruh dari kebudayaan tadi dapat menyelamatkan
yang menurunkan (erfelijkheidsleer); jadi dan membahagiakan hidup dan
sama pula dengan turun-temurunnya penghidupan diri dan masyarakat, maka
sifat-sifat jasmani dari tiap-tiap orang perlulah dipakainya dasar (Kebangsaan),
(sifat roman mukanya, rambutnya, akan tetapi jangan sekali-kali dasar ini
warna kulitnya, pendek-tingginya badan, melanggar atau bertentangan dengan
dll). Juga janganlah dilupakan, bahwa dasar yang lebih luas, yaitu dasar
seperti yang sudah diuraikan dimuka, (Kemanusiaan).16
pendidikan dan segala pengalaman serta
keadaan itu semuanya berpengaruh besar 2. Akhlak
pada tumbuhnya budi pekerti. Pendidikan akhlak adalah jiwa
dari pendidikan Islam, dan Islam telah
Dasar Budi Pekerti Dan Karakter
menyimpulkan bahwa pendidikan
Dasar adalah landasan atau pijakan
budi pekerti dan akhlak adalah jiwa
sebuah bangunan, jika landasanya kuat
pendidikan Islam. Hal ini menurut
maka kuatlah suatu bagunan itu. Begitu
juga halnya dengan konsep karakter atau
budi pekerti. Ki Hadjar dalam meletakkan 15 Ki Hadjar Dewantara, Bagian Pertama, Pendidikan,
hlm. 34.
14 Ki Hadjar Dewantara, Asas-asas dan, hlm. 27. 16 Ibid., hlm. 36.

173
PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 16, No. 2, Desember 2015: 167-180

Abrasyi17 sejalan dengan misi kerasulan Pembiasaan untuk berbuat baik;


Nabi Muhammad Saw, yaitu untuk pembiasaan untuk berlaku jujur, ksatria;
menyempurnakan akhlak yang mulia. malu berbuat curang; malu bersikap
Sebagaimana sabda Nabi: Sesungguhnya malas; malu membiarkan lingkungan
aku diutus untuk menyempurnakan akhlak kotor. Karakter tidak terbentuk secara
yang mulia” (H.R. Baihaqi). Sementara instan tetapi harus dilatih secara serius
Nahlawi18 menyatakan bahwa perjalanan dan proporsional agar mencapai bentuk
Nabi Muhammad SAW penuh dengan serta kekuatan yang ideal. Hal ini juga
akhlak yang luhur yang apabila disampaikan Fadhil al-Jamali bahwa
diterapkan dalam kehidupan akan pendidikan akhlak dalam Islam yang
memberi kebahagiaan bagi individu tersimpul dalam al-Qur’an dan hadits
dan masyarakat. Sebagaimana yang Nabi banyak mengemukakan akhlak
ditegaskan oleh Aisyah r.a. Bahwa akhlak yang diserukan untuk dipraktikkan,
beliau adalah al-Qur’an. Juga firman antara lain amar ma’ruf dan nahi munkar.21
Allah dalam Surat al-Qalam ayat 4 Akhlak atau karakter, dalam hal ini
mempertegas hal itu: Sesungguhnya kamu Husaini22 mempertegas bahwa pemerintah
benar-benar berbudi pekerti yang agung”. Indonesia telah mencanangkan perlunya
Abrasyi mempertegas bahwa tujuan pendidikan berbasis karakter. Sejak itu,
utama dari pendidikan adalah untuk berbagai program tentang pendidikan
membentuk moral yang tinggi serta karakter Telah diluncurkan. Dasar
akhlak yang mulia. karePara ulama dan pemikirannya adalah bahwasanya,
para sarjana muslim dengan sepenuh hati tujuan pendidikan menurut Undang-
dan perhatiannya, berusaha menanamkan undang Pendidikan Nasional, adalah
akhlak yang mulia, meresapkan fadhilah untuk membentuk anak didik yang
ke dalam jiwa para penuntut ilmu, cerdas, kreatif, beriman, bertaqwa, dan
membiasakan mereka berpegang pada sebagainya. Pendidikan bukan hanya
moral yang tinggi dan menghindari pada sekedar untuk menghasilkan manusia
hal-hal tercela, berfikir secara bathiniyah cerdas, tapi manusia yang berkarakter.
dan ihsaniyyah (kemanusiaan yang Justru, karakterlah yang dipandang
jernih), serta mempergunakan waktu lebih penting dalam kehidupan manusia.
untuk belajar ilmu-ilmu duniawi dan Pendidikan karakter bukanlah sebuah
ilmu-ilmu keagamaan sekaligus tanpa proses menghafal materi soal ujian, dan
memandang keuntungan-keuntungan teknik-teknik menjawabnya. Pendidikan
materi. 19
Adapun menurut Husaini20 karakter memerlukan pembiasaan.
bahwa pendidikan karakter (akhlak) Pembiasaan untuk berbuat baik;
bukanlah sebuah proses menghafal pembiasaan untuk berlaku jujur, ksatria;
materi soal ujian, dan teknik-teknik malu berbuat curang; malu bersikap
menjawabnya. Pendidikan karakter malas; malu membiarkan lingkungan
(akhlak) memerlukan pembiasaan. kotor. Karakter tidak terbentuk secara
instan tetapi harus dilatih secara serius
17 M. Athiyyah al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok
Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Bulan Bintang, hlm.
dan proporsional agar mencapai bentuk
1. serta kekuatan yang ideal.
18 Abdurrahman al-Nahlawi, Usulut Tarbiyah al-
Islamiyah wa Asalibuha atau Pendidikan Islam di
Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, terj. Shihabuddin,
Dasar Akhlak dalam Islam
Jakarta: Gema Insani Press, 1995, hlm. 25. Menurut Achmadi23 yang dimaksud
19 M. Athiyyah al-Abrasy, Pokok Pendidikan Islam, dasar pendidikan adalah pandangan
hlm. 2.
20 Adian Husaini, Pendidikan Islam: Membentuk 21 M. Fadhil al-Jamali, Filsafat Pendidikan, hlm. 27.
Manusia Berkarakter dan Beradab, Bogor: Komunitas 22 Adian Husaini, Pendidikan Islam, hlm. 12.
Nuun Bekerjasama dengan Pps Pendidikan dan 23 Achmadi, Ideologi Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka
Pemikiran Islam UIKA, 2011, hlm. 11. Pelajar, hlm. 86.

174
Pendidikan Karakter Ki Hadjar Dewantara...(Muthoifin dan Mutohharun Jinan)

hidup yang melandasi seluruh aktifitas dan kebenaran yang universal untuk
pendidikan. Karena dasar pendidikan semua tempat dan waktu dari sejarah
menyangkut masalah ideal dan nasib manusia.
fundamental, maka diperlukan landasan Dibandingkan dengan nilai-nilai
pandangan hidup yang kokoh dan yang lain dalam Islam tauhid merupakan
komprehensif, serta tidak mudah berubah nilai intrinsik, nilai dasar dan tidak akan
karena diyakini memiliki kebenaran yang berubah menjadi nilai instrumental
telah teruji oleh sejarah. Kalau nilai-nilai karena kedudukannya paling tinggi.
sebagai pandangan hidup yang dijadikan Seluruh nilai yang lain dalam konteks
landasan pendidikan itu bersifat tauhid menjadi nilai instrumental.
relatif dan temporal, maka pendidikan Misalnya, kebahagiaan, kesejahteraan
akan mudah terombang ambing oleh dan kemajuan di satu saat merupakan
kepentingan dan tuntutan sesaat yang nilai intrinsik, sedangkan kekayaan, ilmu
bersifat teknis dan pragmatis. pengetahuan dan jabatan etos kerja, taat
Islam sebagai pandangan hidup yang beribadah mahdlah (shalat dan puasa),
berdasarkan nilai-nilai Ilahiyah, baik yang sabar, syukur, dan nilai-nilai kebaikan
termuat dalam al-Qur’an maupun Sunnah lainya adalah nilai instrumental untuk
Rasul diyakini mengandung kebenaran menuju tauhid. Pendek kata semua nilai
mutlak yang bersifat transendental, selain Tauhid walaupun ia dalam realita
universal dan eternal (abadi), sehingga kehidupan tampak sebagai nilai intrinsik
secara akidah diyakini oleh pemeluknya berubah posisinya menjadi instrumental,
akan selalu sesuai dengan fitrah manusia, karena tauhid merupakan fondasi seluruh
artinya memenuhi kebutuhan manusia bangunan ajaran Islam.
kapan dan dimana saja (likulli zamanin Sudah disebutkan di awal bahwa
wa makanin). Karena pendidikan Islam dalam beberapa buku tulisan Ki Hadjar
adalah upaya normatif yang berfungsi tidak ditemukan istilah karakter jika
untuk memelihara dan mengembangkan karakter yang dimaksud itu adalah
fitrah manusia, maka harus didasarkan akhlak dalam Islam, tetapi secara inplisit
pada nilai-nilai tersebut diatas dalam menurut analisis penulis, bahwa istilah
menyusun teori maupun praktik itu muncul diberbagai buku karangannya
pendidikan. Berdasarkan nilai-nilai dengan istilah budi pekerti. Budi pekerti
yang demikian itu konsep pendidikan dalam pandangan Ki Hadjar merupakan
Islam dapat dibedakan dengan konsep jiwa atau ruh dari pengajarananya, karena
pendidikan lain yang bukan Islam. pengajaran dan budi pekerti ibarat dua
Budiman24 mengungkapkan sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan,
bahwa dalam al-Qur’an manusia akan hal yang demikian menurutnya karena
menemukan kerangka dasar yang pengajaran atau pendidikan berarti
dapat dijadikan pedoman dasar bagi menuntun tumbuhnya budi pekerti
pelaksanaan pendidikan, dan akan dalam hidup anak didik supaya mereka
menjadi pedoman dasar pendidikan kelak menjadi manusia berpribadi yang
itu sendiri. Sesuai tuntunan al-Quran beradab dan susila.
bahwasannya yang menjadi inti Budi pekerti menurut Ki Hadjar
pendidikan adalah tauhid atau keimanan bukan sekedar konsep yang bersifat
yang harus dimantapkan dengan unsur teoritis sebagaimana yang dipahami
pokok yang tidak dapat dirubah. Tauhid oleh masyarakat pada umumnya, bukan
merupakan esensi dan inti ajaran Islam pula pengajaran budi pekerti dalam arti
serta merupakan nilai dasar dari realitas mengajar teori tentang baik buruk, benar
24 Budiman, M. Nasir , Pendidikan dalam Perspektif salah dan seterusnya, bahkan dikiranya
Islam, Jakarta: Madani press, 2001, hlm. 86. pengajaran budi pekerti mengandung
175
PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 16, No. 2, Desember 2015: 167-180

arti pemberian kuliah atau ceramah Ki Hadjar menghendaki budi pekerti


tentang hidup kejiwaan atau peri- yang bersifat integrated dengan pengajaran
keadaban manusia dan atau keharusan pada setiap bidang studi. Dengan kata
memberi keterangan-keterangan tentang lain, Ki Hadjar menginginkan bahwa
budi pekerti secara luas dan mendalam. pada setiap pengajaran bidang studi
Budi pekerti yang sebenarnya adalah apapun harus mengintegrasikannya
hendaknya perlu diinsyafi bahwa dengan pendidikan budi pekerti, dan
pengajaran budi pekerti tidak lain adalah tidak berhenti pada pengajaran mata
untuk menyokong perkembangan hidup pelajaran tersebut semata-mata. Baginya
anak-anak lahir dan batin dari sifat pengajaran adalah alat bukan tujuan.
kodratinya menuju ke arah peradaban Pengajaran matematika misalnya adalah
dalam sifatnya yang umum, seperti alat untuk menghasilkan anak yang
memerintahkan anak untuk duduk memiliki keterampilan dalam memahami
yang baik, jangan berteriak-teriak agar dan mempraktikkan rumusan hitungan
tidak mengganggu orang lain, bersih secara tepat dan akurat. Namun
badan dan pakaian, hormat terhadap ibu bersamaan dengan itu pengajaran
bapak dan orang lain, menolong dan lain matematika tersebut harus diarahkan
sebagainya. pada menghasilkan manusia yang dapat
Ki Hadjar yang sangat konsen dengan bersikap teliti, cermat, kerja teratur dan
dunia pendidikan mengharapkan kepada jujur.
anak-anak didik hendaknya diberikan Ki Hadjar juga berpendapat
anjuran-anjuran untuk melakukan bahwa pendidikan budi pekerti harus
pelbagai laku yang baik dengan cara mempergunakan syarat-syarat yang
disengaja. Dengan begitu maka syarat selaras dengan jiwa kebangsaan menuju
pendidikan budi pekerti yang dahulu kepada kesucian, ketertiban dan
biasa saja disebut metode menyadari, kedamaian lahir batin. Dengan demikian
menginsyafi dan melakukan, atau ngerti, melihat gagasan dan pemikirannya
ngerasa dan ngelakoni (tri-nga) dapat tentang pendidikan budi pekerti di atas,
terpenuhi. terlihat dengan jelas diarahkan pada
Gambaran di atas jelas memperlihatkan pembentukan karakter bangsa yang
perhatian Ki Hadjar terhadap pentingnya sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa
pendidikan budi pekerti yang ditekankan yang universal.
pada pembentukan karakter, perilaku Sementara Islam meletakkan sifat-
dan kepribadian melalui upaya sifat baik seperti: jujur, sopan dan
pembiasaan melakukan perbuatan toleransi semuanya dalam bingkai
terpuji yang dilakukan mulai dari sejak dan dasar keimanan, bukan sekedar
kecil hingga dewasa. Pendidikan budi “rasa kemanusiaan” semata yang lepas
pekerti yang dimaksudkan olehnya dari nilai-nilai Islam. Seorang muslim
bukanlah mengajarkan teori-teori tentang diajarkan untuk jujur, bukan karena
baik buruk dengan dalil-dalinya yang kemanfaatan sifat jujur semata, tetapi
serba menjelimet. Yang ia kehendaki karena jujur itu perintah Allah Swt.
dengan pendidikan budi pekerti adalah Sebagaimana diungkapkan Husaini
pembiasaan berbuat baik pada diri bahwa semua aktifitas kemanusiaan baik
anak dalam kehidupan sehari-hari, berupa amal shaleh, akhlak, maupun
hingga mendarah daging, kalaupun nilai-nilai kebajikan lainnya seperti
ada penjelasan dan keterangan hal jujur, kebersihan, dan kerja keras, harus
yang demikian dilakukan hanya sebagi dilandasi dan dalam bingkai keimanan,
penguat dan alat, bukan tujuan. jika amal shaleh atau sifat kemanusiaan

176
Pendidikan Karakter Ki Hadjar Dewantara...(Muthoifin dan Mutohharun Jinan)

yang tidak dilandasi dengan keimanan soko-guru utama dalam Islam. Dan
maka perbuatan itu akan menjadi semua aktifitas yang berpijak pada dasar
berbahaya bahkan melanggar batas-batas keimanan akan mendatangkan hasil
ketentuan Allah Swt”. Dan hubungan yang lebih berkualitas lahir maupun
antara iman dan budi pekerti adalah bathin, lantaran iman merupakan
hubungan yang tidak bisa dilepaskan, hubungan antara hamba dan Sang Khaliq.
karena iman merupakan sumber akhlak Muhaimin26 juga menyatakan bahwa
yang luhur, akhlak pada gilirannya iman merupakan potensi rohani yang
menuntun manusia untuk menemukan harus diaktualisasikan dalam bentuk
kebenaran dan hakikat sesuatu, amal sholeh, sehingga menghasilkan
sedangkan ilmu akan menuntun manusia prestasi rohani yang disebut takwa.
untuk menjadi manusia yang beradab. Dengan demikian, jelaslah bahwa gagasan
Hal ini sejalan dengan misi kerasulan Ki Hadjar tentang budi pekerti ini tidak
Nabi Muhammad Saw. yaitu untuk ditemukan landasan yang bertalian erat
menyempurnakan akhlak yang mulia.25 dengan tauhid, melainkan berpijak pada
Dalam pandangan Islam ternyata kepribadian bangsa yang universal,
pemikiran Ki Hadjar tentang budi hal ini dapat ditemui bahwa Ki Hadjar
pekerti ini tidak sesuai dengan ajaran menginginkan agar bangsa Indonesia
Islam, karena dalam Islam dinyatakan memiliki sikap dan pandangan yang
bahwa semua aktifitas kehidupan maju dan tetap berpijak pada kepribadian
harus berlandaskan pada tauhid atau bangsa Indonesia yang memiliki
keimanan, karena keimanan merupakan budaya dan kepribadian yang khas.
Tabel 1. Inti Ajaran Karakter Ki Hadjar dan Islam

Prespektif Ki Hadjar Sama/


No Inti Ajaran Perspektif Islam
Dewantara Tidak

Perilaku terpuji
Membentuk akhlak mulia
menuju ke adab
Budi pekerti/ sebagai implementasi
1 kemanuisaan Tidak sama
Akhlak keimanan seseorang
berasaskan
berdasarkan wahyu Ilahiyah
Pancadarma
Kemuliaan lahir batin Mahluk termulia dan sebagai
Kemanusiaan/ dengan kesucian khalifah untuk memakmurkan Tidak sama
2
Humanisme hati ke arah adab bumi sebagai sarana ibadah
kemanusiaan kepada Allah.
Merdeka fisik, mental Kebebasan berbuat dengan
Merdeka/ dan rohani dengan disertai aturan Islam dan
3 Tidak sama
Kebebasan tertib-damainya dipertanggung-jawabkan di
masyarakat akhirat kelak
Rasa satu dengan Manusia berbangsa-bangsa
bangsa sendiri, satu untuk saling mengenal dan
4 Kebangsaan dalam suka-duka masyarakat Islam terwujud Tidak sama
menuju kebahagiaan atas dasar ikatan keimanan
hidup seluruh bangsa dan tauhid
Manusia tidak
Fitrah insani atau pembawaan
bisa lepas dari
yang bisa berubah ke arah
5 Kodrat Alam kehendak alam Tidak sama
lebih baik berdasarkan
yang mengandung
kehendak Allah Swt
kemajuan

25 Adian Husaini, Pendidikan Islam: Membentuk 26 Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, Jakarta:
Manusia Berkarakte.,, hlm. 13. Rajagrafindo Persada, 2009, hlm. 14.

177
PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 16, No. 2, Desember 2015: 167-180

Prespektif Ki Hadjar Sama/


No Inti Ajaran Perspektif Islam
Dewantara Tidak

Memelihara Perwujudan riil dari pemikiran


kebudayaan dan tindakan manusia sebagai
6 Kebudayaan Tidak sama
kebangsaan ke arah hamba Allah berdasar sumber
kemajuan dunia yang mapan

Lantas bagaimana dengan dasar asas kodrat alam. Sedangkan dasar-dasar


pendidikan Ki Hadjar? Seperti yang lain yang digunakan dalam kelangsungan
sudah disebutkan diawal, bahwa Ki pendidikan di perguruannya Ki Hadjar
Hadjar juga mempunyai dasar tersendiri menambahkan tujuh dasar. ketujuh
dalam pelaksanaan pendidikannya, yaitu dasar itu berupa sebuah rangkaian cita-
suatu dasar yang berasaskan pada lima cita pendidikan yang memuat tujuh
asas atau lebih dikenal dengan sebutan pasal, dimana lima dari tujuh pasal
(Pancadarma). Pancadarma ini memuat itu merupakan cerminan atau intisari
lima asas yang sangat fundamental, dari asas pendidikan Tamansiswa
dimana ia merupakan dasar yang harus (Pancadarma).
dilaksanakan dalam proses pendidikan. Melihat uraian di atas, akan tampak
Kelima asas itu terdiri dari: 1) asas jelas gambaran antara dasar pendidikan
kemerdekaan, 2), asas kebangsaan, 3) asas Ki Hadjar dengan dasar pendidikan Islam
kemanusiaan, 4) asas kebudayaan, dan 5) jika dilihat dalam suatu tabel.

Tabel1. Dasar Pemikiran Ki Hadjar dan Dasar Islam

No Dasar Pemikiran Ki Hadjar Dasar Pemikiran Islam

Terdiri dari Lima


Dasarnya Dasarnya Inti Ajaranya
Asas
Kemanuisaan Keimanan
1 Kemerdekaan Amaliah
al-Qur’an dan
Pancadharma Kebangsaan Ilmiah
al-Hadits
Kebudayaan Akhlak
Kodrat alam Sosial

Tabel 2. Rincian Dasar Pemikiran Ki Hadjar perspektif Islam


Sesuai
Dasar Pendidikan Ki
No Pendidikan Islam Tidak
Pendidikan Hadjar Dewntara
Sesuai
Kemuliaan lahir batin Mahluk termulia, khalifatullah
Kemanusiaan/ dengan kesucian yang diberi amanah untuk Tidak sesuai
1
Humanisme hati ke arah adab memakmurkan bumi yang
kemanusiaan akan dipertanggungjawabkan
Merdeka fisik, mental Kebebasan berbuat dengan
Merdeka/ dan rohani dengan disertai aturan Islam dan
2 Tidak sesuai
Kebebasan tertib-damainya dipertanggung-jawabkan di
masyarakat akhirat kelak

178
Pendidikan Karakter Ki Hadjar Dewantara...(Muthoifin dan Mutohharun Jinan)

Sesuai
Dasar Pendidikan Ki
No Pendidikan Islam
Pendidikan Hadjar Dewntara Tidak
Sesuai
Rasa satu dengan Manusia berbangsa-bangsa
bangsa sendiri, satu untuk saling mengenal dan
3 Kebangsaan dalam suka-duka masyarakat Islam terwujud Tidak sesuai
menuju kebahagiaan atas dasar ikatan keimanan
hidup seluruh bangsa dan tauhid
Manusia tidak
Fitrah insani atau pembawaan
bisa lepas dari
yang bisa berubah ke arah
4 Kodrat Alam kehendak alam Tidak sesuai
lebih baik berdasarkan
yang mengandung
kehendak Allah Swt
kemajuan
Memelihara Perwujudan riil dari pemikiran
kebudayaan dan tindakan manusia sebagai
5 Kebudayaan Tidak sesuai
kebangsaan ke arah hamba Allah berdasar sumber
kemajuan dunia yang mapan

Untuk itu, dalam rangka menjalankan konsep Islam adalah perbuatan baik dan
pemikiran dan pendidikan karakter Ki terpuji yang tidak bisa lepas dari nilai-
Hadjar Dewantara agar berjalan efektif nilai ibadah dan keimanan kepada Allah
penulis menyarankan agar konsep-konsep Swt demi mencapai kebahagiaan setinggi-
Ki Hadjar tentang budi pekerti yang tingginya dunia dan akhirat. Dasar
bersifat universal ini dimasukkan unsur- karakter yang dipakai Ki Hadjar adalah
unsur ketauhidan dan mengembangkan Pancadarma atau lima asas yang meliputi
konsepnya dengan berbasiskan iman dan asas kemerdekaan, asas kebangsaan,
takwa (imtak) agar berjalan sesuai UU asas kemanusiaan, asas kebudayaan, dan
Sisdiknas No 20 Pasal 3 tahun 2003. asas kodrat alam. Sedangkan asas dalam
karakter Islam adalah al-Qur’an dan
PENUTUP al-Hadits yang selalu mengedepankan
aspek ibadah dan keimanan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1) konsep karakter atau budi pekerti Menyadari urgensitas karakter dan
menurut Ki Hadjar Dewantara bertujuan akhlak, maka peneliti memberikan saran
untuk mendidik anak-anak agar dapat kepada pemerintah Indonesia, khususnya
menjadi anak yang baik, terpuji, beradab, yang menangani masalah pendidikan dan
dan mencapai kebahagiaan yang setingi- karakter bangsa, pengurus Perguruan
tinginya sesuai dengan budaya luhur Majlis Luhur Tamansiswa, dan pihak lain
bangsa. 2) jika ditinjauan dalam perspektif yang berkaitan dengan tema ini, agar
Islam, ternyata ditemukan terdapat mengembangkan konsep pendidikan Ki
ketidaksesuaian. Hal ini dapat dilihat Hadjar Dewantara dengan berbasiskan
pada konsep karakter Ki Hadjar yang iman dan takwa (imtak) sesuai UU Sistem
tidak menekankan pada aspek ubudiyah Pendidikan Nasional No. 20. Pasal 3.
dan tauhid. Sedangkan akhlak dalam Tahun 2003.

179
PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 16, No. 2, Desember 2015: 167-180

DAFTAR PUSTAKA

Abrasyi, M. A. 2003. Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia.


Achmadi, 2009. Ideologi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Budiman, M. Nasir , Pendidikan dalam Perspektif Islam, Jakarta: Madani press, 2001
Dewantara, B. S. 1989. Ki Hadjar Dewantara Ayahku, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Dewantara, K. H. 1967. Karya Ki Hadjar Dewantara bagian kedua A (Kebudayaan).
Yogyakarta: Majlis Luhur Persatuan Tamansiswa.
-----------------. 1964. Asas-asas dan Dasar-dasar Tamansiswa. Yogyakarta: Majlis Luhur
Tamaniswa, Cet. III.
-----------------. 1967. Karya Ki Hadjar Dewantara: Bagian Pertama, (Pendidikan), Yogyakarta:
Majlis Luhur Tamansiswa.
Fadhil M.J. 1986. Filsafat Pendidikan dalam al-Qur’an, Surabaya: Bumi Ilmu.
Husaini, A. 2013. Pendidikan Islam: Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab, Bogor:
Komunitas Nuun Bekerjasama dengan Pps Pendidikan dan Pemikiran Islam UIKA.
Komaruddin, 1991. Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Muthoifin. 2014. Pendidikan Multikultural Ki Hadjar Dewantara: Tantangan, Peluang, Dan
Relevansinya Terhadap Pendidikan Islam Di Indonesia. Paper dipresentasikan dalam
Annual International Conference on Islamic Studies, IAIN Samarinda.
Nata, A. 2005. Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Rajagrafindo
Persada.
Surjomiharjo, A. 1986. Ki Hadjar Dewantara dan Taman Siswa dalam Sejarah Indonesia
Modern, Yogyakarta: Sinar Harapan.
Tauchid, M. 1968. Ki Hadjar Dewantara: Pahlawan dan Pelopor Pendidikan Nasional,
Yogyakarta: Madjelis Luhur Persatuan Tamansiswa.
Tsuchiya, Kenji, Democracy and Leadership: The Rise of The Taman Siswa Movement in
Indonesia, Kyoto-Jepang: University of Honolulu Press, 1987, terjemahan H.B. Jassin,
Demokrasi dan Kepemimpinan Kebangkitan Gerakan Taman Siswa, Jakarta: Balai
Pustaka, Jakarta.

180

You might also like