You are on page 1of 15

BAB V

ATOM HIDROGEN

Tujuan Instruksional pada materi atom hidrogen:


Setelah mempelajari materi ini mahasiswa diharapkan mampu
1. menjelaskan gerak elektron pada atom hidrogen relatif terhadap inti
2. menjelaskan manfaat penggunaan koordinat bola untuk penyelesaian persamaan
Schrodinger tiga dimensi yang mendiskripsikan gerak elektron
3. menjabarkan persamaan Schrodinger untuk atom hidrogen menjadi tiga
persamaan diferensial orde dua satu dimensi
4. memecahkan penyelesaian persamaan Schrodinger bagian sudut polar dengan
menggunakan deret/polynomial Legendre berdasarkan persamaan Frobeneous
5. memecahkan penyelesaian persamaan Schrodinger bagian sudut polar dengan
menggunakan fungsi pembangkit Legendre
6. memecahkan penyelesaian persamaan Schrodinger bagian radial dengan fungsi
pembangkit Laguerre terasosiasi
7. Menentukan fungsi gelombang bagian polar dan radial untuk bilangan kuantum
tertentu, misalnya n=2, 3, 4.
8. Menentukan nilai harap posisi dan kuadrat posisi
9. Menentukan rapat probabilitas bagian polar saja dan bagian radial saja.
10. Mereview journal tentang atom hidrogen
11. Menjabarkan momentum sudut untuk elektron pada atom hidrogen.
12. Menjabarkan hubungan komutasi antara komponen-komponen momentum sudut
dengan momentum sudut.
13. Menjabarkan sifat-sifat operator penaik dan penurun pada momentum sudut.
14. Mengaplikasikan operator penaik dan penurun untuk menjabarkan fungsi
gelombang bola harmonik.
15. meriview journal tentang momentum sudut.

114
5.1 Pendahuluan
Atom hidrogen merupakan atom paling sederhana yang terdiri dari satu proton
sebagai nukleus dan satu elektron yang mengitarinya. Pada bab ini akan diuraikan
penyelesaian persamaan Schrodinger untuk atom hidrogen dan dan aplikasinya. Persamaan
Schrodinger untuk mendiskripsikan gerak elektron relatif terhadap proton sehingga energi
potensial sistem adalah energi potensial elektron yang terikat pada inti. Karena elektron
mengorbit inti pada kulit yang berbentuk bola maka fungsi gelombang dan tingkat-tingkat
energi elektron ditentukan berdasarkan penyelesaian persamaan Schrodinger dengan
koordinat bola. Hasil dari penyelesaian persamaan Schrodinger untuk atom Hidrogen dapat
digunakan untuk menjelaskan teori atom menurut Bohr dan sebagai dasar teori atom secara
umum. Diskripsi atom hidrogen dapat digunakan sebagai dasar untuk mendiskripsikan atom-
atom lain yang sejenis hidrogen.

5.2 Persamaan Schrodinger Atom Hidrogen


Persaman Schrodinger untuk atom Hidrogen tidak lain adalah persamaan
Schrodinger untuk sebuah partikel yang berupa elektron yang bergerak dalam medan
potensial Coulomb yang dihasilkan oleh gaya tarik-menarik antara elektron dengan inti,
maka massa partikel tersebut sebenarnya
z
merupakan massa sistem proton-elektron yang
me me  m p
θr
tereduksi, yaitu m  . Karena m p =1836
me m p
mp y
 me, maka dalam prakteknya biasanya
x
menggunakan massa elektron saja karena antara m

Gambar 5.1 Posisi relatif antara proton dan elektron


dan me selisihnya sangat kecil. Untuk
penyerdahanaan pembahasan, proton diasumsikan
diam di pusat koordinat dan elektron bergerak mengelilinginya di bawah pengaruh medan
atau gaya coloumb.
Karena proton dianggap diam, maka kontribusi energi sistem hanya diberikan oleh elektron
yaitu energi kinetik
 2
p 2 =   2
Ek  (5.1)
2me 2m

115
dan energi potensial sebuah elektron yang berjarak r dari inti
2
V(r)=  e 1 (5.2)
4 0 r

Dengan demikian persamaan schrodinger untuk atom hidrogen dapat dituliskan sebagai
 2 2 e2 1  
    (r )  E (r ) (5.3)
 2me 4 0 r

mengingat sistem atom hidrogen memiliki simetri bola, penyelesaian pers. Schrodinger
menjadi lebih sederhana bila oprator 2 disajikan dalam koordinat bola. Di dalam koordinat
bola ( r,  ,  ) , persamaan 5.3 menjadi

 2 1    2   1     1  2   e 2 1 
   r    sin        E (5.4)
2me r 2  r  r  sin      sin 2   2   4 0 r 

karena

1  2  1     1 2
2   r    sin   
r 2 r  r  r 2 sin      r 2 sin 2   2
Penentuan fungsi gelombang dan tingkat energi dari PS pada pers (5.4), dapat dilperoleh

dengan menyelesaikan pers (5.4) dengan metode pemisahan variabel  (r )   ( r,  ,  )
sebagai berikut
 ( r,  ,  ) = R( r)Y ( , ) = R(r )( )( ) (5.5)
Bila persamaan (5.5) disubstitusikan ke dalam persamaan (5.4) dan kemudian dikalikan
  2m e r 2  maka pers (5.4) menjadi
 2

  

   2 R   1   R   1  2 R  2me r 2  e2 


 r   sin   2   
 E  R   R   0
 r  r  sin      sin   2

2
  4 0 

(5.6)
Dengan mendiferensialkan secara parsiel pers (5.6) diperoleh
   2 R   R     R  2    2me r 2  e2 
  r    sin     E R   R   0
 r  r  sin      sin 2   2  2  4 0 
(5.7)
dan bila pers (5.7) dibagi dengan R(r)( )( ) maka diperoleh

1 d  2 dR  1 d  d  1 d 2  2me r 2  e2 1
r   sin    2 E   0 (5.8)
R dr  dr   sin  d  d   sin 2  d 2   4 0 r 

116
Dapat dilihat pada persamaan (5.8) bahwa suku pertama dan keempat hanya bergantung jari-
jari r, suku kedua dan ketiga hanya bergantung sudut  dan  , maka kemudian suku yang
hanya merupakan fungsi r saja dipisahkan dari suku yang merupakan fungsi sudut saja.
Dengan memisahkan variabel r dan variabel sudut 𝜃 dan 𝜑 pada pers. (5.8) diperoleh dua
persamaan diferensial fungsi r saja dan fungsi 𝜃 dan 𝜑 saja dan keduanya harus sama
dengan suatu konstanta yang dinotasikan sebagai 𝜆, seperti yang terlihat pada pers. (5.9) dan
pers. (5.10).
1 d  2 dR  2me r 2  e2 
r   E  
R dr  dr   2  4 0 r 

atau
d  2 dR  2me r 2  e2 
r   E   R  R (5.9)
dr  dr  2  4 0 r 

Dengan substitusi variabel yang sesuai pada persamaan (5.9) akan diperoleh PD. Fungsi
Laguerre. Sedangkan suku yang hanya mengandung sudut 𝜃 dan 𝜑 dinyatakan sebagai
1 d  d  1 d 2
 sin     (5.10)
 sin  d  d   sin 2  d 2
dan jika dari pers. (5.10) variabel 𝜃 dan 𝜑 dipisahkan maka pers. (5.10) berubah menjadi
sin  d  d  1 d 2
 sin     sin 2
    m2 (5.11)
 d  d   d 2

Pada persamaan (5.11) dapat dilihat bahwa ada bagian yang hanya bergantung pada sudut
azimut  dan bagian yang bergantung pada  saja dan masing-masing persamaan diferensial
orde dua harus sama dengan konstanta yaitu m2 yang dinyatakan pada sebagai
1 d 2
 m 2 (5.12)
 d 2

dan

1 d  d   m2 
 sin      2   0 (5.13)
sin  d  d   sin  

117
Dengan demikian, persamaan (5.4) dipisahkan menjadi tiga persamaan deferensial orde dua
yang hanya bergantung pada satu variabel saja seperti yang dinyatakan pada pers. (5.9),
(5.12), dan (5.13) dan kemudian kita tentukan solusi masing-masing persamaan tersebut pada
bab berikut ini.

5.3 Persamaan Azimuth


Penyelesaian persamaan Schrodinger untuk atom H kita mulai dari persamaan yang
paling sederhana yaitu pers. (5.12) yang merupakan persamaan azimuth yang
menggambarkan rotasi elektron terhadap sumbu z. Rentangan sudut rotasi disekitar sumbu-z
ini adalah 0 sampai 2  , dan kelipatannya. Itulah sebabnya konstanta (5.12) dipilih negatif
(  m 2 ) agar memberi solusi yang merupakan fungsi sinusoidal yang bersifat periodik. Bila
dipilih positif akan memberi solusi fungsi exponensial sehingga untuk satu posisi yang sama
akan diberi nilai yang berbeda, misal  / 6  e / 6 , dan 2   / 6  e 2  / 6 padahal posisi
  /6 sama dengan posisi   2   / 6 . Dapat dijelaskan bahwa pemilihan konstanta
positif ini tidak menggambarkan kondisi fisis yang sesungguhnya. Karena bilangan bulat m
dapat berharga positif atau negatif, m= 0, ±1, ±2….. maka penyelesaian persamaan (5.12)
dinyatakan sebagai
 m  Am e im (5.14)
dengan A merupakan faktor normalisasi yang dapat diperoleh dari penerapan syarat
normalisasi
yang dinyatakan sebagai
2
 1..untuk ..m  n
  m   n  d   mn 

(5.15)
0  0..untuk ..m  n

dan dengan keunikan  untuk setiap harga  yaitu


im(  2 )
(  2 )  ( ) atau e  eim ...karena...eim2  1

Karena kompleks konjugate dari m adalah  m  Am e im maka kondisi normalisasi untuk

fungsi gelombang azimutal adalah

118
2

Ae
* in
Ae in d  1
0

2

 d Am 2
2 2
1 = Am =
0

1
sehingga diperoleh faktor normalisasi 𝐴𝑚 = dengan bilangan bulat m disebut bilangan
2𝜋

kuantum magnetik, jadi

1 im
m  e (5.16)
2

5.4 Persamaan Polar


Persamaan Schrodinger untuk atom hidrogen yang merupakan fungsi sudut 𝜃 disebut
persamaan polar dan 𝜃 adalah sudut yang dibuat oleh vektor posisi elektron relatif terhadap
titik awal sistem koordinat yang merupakan posisi proton dengan sumbu z, jadi 𝜃 berharga
dari 0 sampai 𝜋.
Persamaan diferensial pada persamaan (5.13) dengan parameter konstanta 𝜆 dan m 2
dikenal sebagai persamaan diferensial Legendre terasosiasi. Solusi dari persamaan ini dapat
diperoleh dengan menggunakan metode Frobenius yang dinyatakan dalam bentuk deret
pangkat tinggi berhingga yang dikenal sebagai polinom Legendre terasosiasi. Untuk
menyederhanakan penyelesaian pers (5.13), pertama-tama dimisalkan m = 0, dalam kondisi
ini PD Legendre terasosiasi berubah menjadi PD Legendre seperti ditunjukkan pada pers
(5.17).
1 d  d 
 sin      0 (5.17)
sin  d  d 
Untuk memudahkan penyelesaian, pers (5.17) disederhanakan lebih dahulu dengan
menggunakan substitusi variabel, misal
𝑐𝑜𝑠𝜃 = 𝑤 , maka 𝑠𝑖𝑛𝜃 = 1 − 𝑐𝑜𝑠 2 𝜃 = 1 − 𝑤 2
𝑑𝑤 𝑑 𝑑 𝑑𝑤 𝑑
= −𝑠𝑖𝑛𝜃 dan = 𝑑𝑤 = −𝑠𝑖𝑛𝜃 𝑑𝑤 (5.18)
𝑑𝜃 𝑑𝜃 𝑑𝜃

Pers (5.18) dimasukkan ke dalam pers (5.17) diperoleh

119
1 d  d 
( sin  ) sin  { sin  }    0
sin  dw  dw 

d  d 
   sin      0
2

dw  dw 

d  2 d 
 (1  w )     0
dw  dw 

d 2 d
(1  w 2 ) 2
 2w    0 (5.19)
dw dw
Pers (5.19) merupakan bentuk umum dari persmaan differensial orde dua fungsi Legendre.
Bentuk penyelesaian PD fungsi Legendre dipilih dalam bentuk deret seperti pada
penyelesaian dengan metode Frobenius yang telah dibahas pada sistem Osilator Harmonik,
dimana bentuk umum PD orde dua yang diselesaikan dengan metode Frobenius adalah
𝜕2𝑄 𝜕𝑄
+𝐴 𝑞 +𝐵 𝑞 𝑄 =0 (5.20)
𝜕𝑞 2 𝜕𝑞

Bila q = q0 menyebabkan nilai A(q) atau B(q0) adalah tertentu, maka q=q0 disebut titik
ordinary dan penyelesaian pers diff. orde dua adalah merupakan polynom (deret pangkat
tinggi) yang dinyatakan
𝑛
𝑄 𝑞 = 𝑛=0 𝑐𝑛 (𝑞 − 𝑞𝑛 )𝑛 (5.21)
Tetapi bila untuk q = q0, harga A(q0) atau B(q0) adalah tak terhingga, maka q = q0 disebut
titik regular singular dan bentuk penyelesaian umum nya adalah
𝑛
𝑄 𝑞 = (𝑞 − 𝑞0 )𝑠 𝑛=0 𝑐𝑛 (𝑞 − 𝑞0 )𝑛 (5.22)
Bila prinsip di atas diaplikasikan pada PD fungsi Legendre pada pers (5.19)
d 2 2w d 
  0
dw 2
(1  w)(1  w) dw (1  w)(1  w)
untuk w = 0,
2𝑤 0
𝐴 0 = =1=0
1+𝑤 (1−𝑤 )
𝜆
𝐵 0 = =𝜆
1+0 (1−0)

Maka untuk w = 0 yang merupakan titik ordinary, bentuk umum penyelesaian PD fungsi
Legendre pada pers (5.19) adalah
𝑛
(w) = 𝑛=0 𝑐𝑛 (𝑤 − 0)𝑛 = c0 + c1w + c2w2 + c3w3 + … (5.23)
Tetapi untuk w = 1, yang memberikan harga A dan B sebagai

120
2𝑤 2𝑤
𝐴 𝑤±1 = = =∞
1+𝑤 (1−𝑤 ) 0
𝜆
𝐵 𝑤±1 = =∞
1−1 (1+1)

maka w = 1 merupakan titik regular singular sehingga diperoleh bentuk penyelesaian PD


fungsi Legendre di sekitar titik w = 1 dinyatakan sebagai

(w)  ( w  1)
s
c
n 0
n ( w  1) n  ( w  1) s (c0  c1 (w  1)

 c2 (w  1) 2  c3 (w  1)3  c4 (w  1) 4  c5 (w  1)5  c6 (w  1) 6  ... (5.24)


Tetapi karena di dalam pembahasan prinsip-prinsip Fisika selalu dipilih bentuk penyelesaian
yang sederhana maka dipilih bentuk penyelesaian pada pers. (5.23), dan bila pers. (5.23)
dimasukkan ke pers (5.19) diperoleh:
 (w) =  (c0 + c1w + c2w2 + c3w3 + c4w4 + c5w5 + … + cnwn)

-2w d = -2w( c1 + 2 c2w + 3c3w2 + 4c4w3 + 5c5w4 + … + ncnwn-1)


dw

(1-w2) d 
2
= (1-w2) ( 2c2 + 3.2c3w + 4.3c4w2 + 5.4c5w3 + … + n(n-1)cnwn-2) +
dw 2
+
0 = c0 + 2c2 + (c1-2c1+6c3)w + (c2 - 4c2 – 2c2 + 12c4)w +( c3-6c3-6c3+20c5)w
2 3

(5.25)
Pers (5.25) adalah pers. polynomial atau identitas maka masing-masing koefisien dari semua
pangkat w harus sama dengan nol, sehingga diperoleh hubungan antara koefisien-koeficien
sebagai berikut:

w0  c0 + 2c2 = 0 c2 = c0
2
 2
w1  c1 - 2c1 + 6c3 = 0 c3 = c1
2.3
   2.3
w2  c2 - 6c + 12c4 = 0 c4 = c2
4.3
   4.3
w3 c3-12c3+20c5 = 0 c5 = c3
5.4

121
Dari beberapa perhitungan di atas hubungan antara koefisien dari w yang pangkatnya selisih
dua dapat digeneralisasikan sebagai
   (n  1)(n  2)
cn  cn  2 (5.26)
n(n  1)
Karena koefisien dari variabel w yang saling berhubungan berbeda dua angka, maka
penyelesaian umum terbelah menjadi dua yaitu penyelesaian genap dan ganjil yang
dinyatakan sebagai
(w) ={ c0 + c2w2 + c4w4 + c6w6 + … + c2nw2n}+{ c1w + c3w3 + c5w5 + c7w7… + c2n-1w2n-1}
(5.27)
Deret pada pers (5.27), baik yang genap ataupun yang ganjil, terputus bila pangkat tertinggi
dari deret ditentukan, misal pangkat tertinggi adalah n, maka cn+2 = 0, karena tidak
diperbolehkan variabelnya mempunyai pangkat yang lebih besar dari n, dari cn+2 = 0
   (n  1)(n)
cn2  cn = 0 diperoleh   n(n  1) , n= 0,1,2,3,…. (5.28)
(n  2)(n  1)
Pada pers (5.28) n disebut bilangan kuantum orbital. Untuk konsistensi penggunaan
symbol yang mendiskripsikan bilangan kuantum orbital baik untuk fungsi gelombang atau
tingkat-tingkat energi elektron pada atom biasanya bilangan kuantum n diganti dengan
symbol  sehingga harga 𝜆 menjadi 𝜆 = 𝑙(𝑙 + 1).
Penentuan penyelesaian fungsi Θ(θ) dalam bentuk deret dapat diperoleh dari pers
(5.26), (5.27) dan (5.28) dengan cara pangkat tertinggi dari deret sudah diketahui, misalnya
pangkat tertinggi deret adalah 4 atau 5, hal ini berarti bahwa 𝑙 = 4 atau 𝑙 = 5 . Kemudian
setelah pangkat tertinggi ditentukan, 𝜆 dihitung dan digunakan untuk mencari hubungan
antara koefisien c yang berturutan dengan selang dua angka dan setelah dimasukkan ke pers
(5.27), Θ(θ) masih mengandung parameter yang harganya belum diketahui yaitu c0 atau c1.
Penentuan harga c0 atau c1 dilakukan dengan kondisi bahwa untuk harga w=1, masing-
masing harga 𝛩𝑙 (𝜃) = 𝛩𝑙 (𝑤) harus sama dengan 1.

Contoh
Marilah kita tentukan 4 ( ) dan 5 ( ) . Untuk 4 ( ) , pangkat tertinggi w dari fungsi

ini adalah 4, maka c6 harus sama dengan nol dan 4 ( w) = c0 + c2w2 + c4w4

122
   5.4
dan dengan menggunakan pers (5.26) c6  c4  0
6.5
sehingga diperoleh   20 karena pembilang persaman di atas harus sama dengan nol.
 20
Dengan menggunakan pers (5.26) diperoleh c2  c0  10c0
2.1
 20  3.2 7 35
c4  c2  c2  c0
4.3 6 3
35
dan 4 ( w)  c0  10c0 w 2  c0 w 4
3
untuk w = 1 harga 4 ( w) =1 sehingga diperoleh
35 3
4 ( w)  c0  10c0  c0 =1 yang memberikan harga c0 
3 8
1
Jadi 4 ( w)  8 {3  30w  35w }
2 4

   6.5
Sedangkan untuk Θ5(w) = c1w + c3w3 + c5w5, dari kondisi c7  7.6
c5  0

 30  2 14  30  12 9  14  21
diperoleh   30 , c3  c1   c1 , c5  c3    c1  c1
2.3 3 5.4 10  3  5
14 21
sehingga ( w)  c1w  c1w3  c1w5
3 5
Karena untuk w = 1 harga 5 ( w) =1 ,

14 21 15
( w)  c1.1  c1.1  c1.1  1 maka diperoleh harga c1 = sehingga
3 5 8
15 35 63
5 ( w)  w  w3  w5
8 4 8
Dengan cara di atas penyelesaian persamaan Schrodinger bagian polar dapat diperoleh dalam
bentuk deret yang dinyatakan seperti pada pers (5.27) dimana harga c0 dan c1 diperoleh dari
kondisi
untuk harga w=1, masing-masing harga 𝛩𝑙 (𝜃) harus sama dengan 1.
Dengan memasukkan harga 𝜆 = 𝑙(𝑙 + 1) pada pers (5.19) maka PD fungsi Legendre dapat
dituliskan sebagai
𝑑2𝛩 𝑑𝛩
1 − 𝑤2 − 2𝑤 𝑑𝑤 + 𝑙 𝑙 + 1 𝛩 = 0 (5.29)
𝑑𝑤 2

123
Bentuk umum penyelesaian pers (5.29) dapat ditentukan dengan bentuk deret pada
pers (5.27) dan jika pangkat tertinggi fungsi juga sudah ditentukan, kemudian menggunakan
pers (5.26) dan (5.28) untuk menentukan koefisien masing-masing suku dalam deret, namun
biasanya masih tersisa satu parameter yang harus ditentukan yaitu c0 untuk penyelesaian
genap dan c1 untuk penyelesaian ganjil seperti pada contoh yang telah dibahas diatas.
Disamping penyelesaian bentuk deret, PD fungsi Legendre dapat diselesaiakan
dengan fungsi pembangkit PD legendre yang dinyatakan sebagai
1
− ∞
𝑔 𝑡, 𝑤 = 1 − 2𝑤𝑡 + 𝑡 2 2 = 𝑙=0 Θl (w)t
n
(5.30)

dengan g t, w  1  2wt  t 2 


1 2
merupakan fungsi pembangkit fungsi Legendre. Dengan
mendiferensialkan ruas kiri dan kanan pada pers (5.30), masing-masing terhadap t dan
terhadap w, kita akan memperoleh PD fungsi Legendre. Dengan mengekspansikan fungsi
pembangkit dengan menggunakan teorema binomial, kita juga akan memperoleh Polynom
Legendre atau formula Rodrigues yang dinyatakan sebagai
1 𝑑𝑙
Θ𝑙 𝑤 = 2𝑙 𝑙! 𝑑𝑤 𝑙 𝑤 2 − 1 𝑙
(5.31)

Pembahasan penjabaran PD fungsi Legendre dan Polinom Legendre dari fungsi pembangkit
dapat di lihat pada lampiran I
Cara ke tiga untuk menyelesaikan PD fungsi Legendre juga dapat dilakukan dengan
mentransformasi PD Legendre menjadi PD fungsi Hypergeometric dengan substitusi
variable yang sesuai. Penjabaran penyelesaian PD fungsi Hypergeometrik dapat dilihat pada
bagian PD fungsi Hypergeometrik.
Dengan memasukkan nilai 𝜆 = 𝑙(𝑙 + 1) dalam pers (5.13) diperoleh
1 𝑑 𝑑Θ 𝑚2
𝑠𝑖𝑛𝜃 𝑑𝜃 + 𝑙 𝑙 + 1 − 𝑠𝑖𝑛 2 𝜃 Θ = 0 (5.32)
𝑠𝑖𝑛𝜃 𝑑𝜃

Seperti pada PD fungsi Legendre, variabel  diganti dengan w sehingga diperoleh


𝑑2𝛩 𝑑𝛩 𝑚2
1 − 𝑤2 − 2𝑤 𝑑𝑤 + 𝑙 𝑙 + 1 − 1−𝑤 2 𝛩 = 0 (5.33)
𝑑𝑤 2

Salah satu cara untuk menyelesaikan persamaan Legendre associated pada pers (5.33)
adalah pertama-tama dengan menyelesaiakan PD fungsi Legendre dan kemudian mengubah
PD fungsi legendre menjadi PD fungsi Legendre associated yang dinyatakan pada pers.
(5.33) dengan mendiferensialkan PD fungsi Legendre yang dinyatakan pada pers (5.29) m
kali terhadap w sebagai berikut

124
𝑑𝑚 𝑑2𝛩 𝑑𝛩
1 − 𝑤2 − 2𝑤 𝑑𝑤 + 𝑙 𝑙 + 1 𝛩 = 0 (5.34)
𝑑𝑤 𝑚 𝑑𝑤 2

Pers (5.34) diselesaikan dengan menggunakan formula Leibnitz’s yang dinyatakan pada pers
(5.35)
n  n  n
dn d ns ds n!
[ A( X ) B( x)]     ns A( x) s B( x),   
  ,
dx n
s 0  s  dx dx  
s
( n  s )! s!

Setelah didiferensialkan m kali terhadap w dengan menggunakan formula Leibnitz’s, pers


(5.34) menjadi 1 − 𝑤 2 𝑢′′ − 2𝑤 𝑚 + 1 𝑢′ − 𝑚2 + 𝑚 𝑢 + 𝑙 𝑙 + 1 𝑢 = 0
atau
1 − 𝑤 2 𝑢′′ − 2𝑤 𝑚 + 1 𝑢′ + 𝑙 − 𝑚 𝑙 + 𝑚 + 1 𝑢 = 0 (5.35)
𝑑𝑚
dimana 𝑢 = 𝑑𝑤 𝑚 Θ𝑙 (𝑤)

Persamaan (5.35) adalah bukan self adjoint. Untuk membuatnya menjadi bentuk self-adjoint,
kita melakukan substitusi terhadap fungsi u(w) yang dinyatakan pada pers (5.36).
𝑚 𝑚
𝑑𝑚
𝑣 𝑤 = 1 − 𝑤2 2 𝑢 𝑤 = 1 − 𝑤2 2 Θ𝑙 (𝑤) (5.36)
𝑑𝑤 𝑚
𝑚

atau 𝑢 𝑤 = 𝑣 𝑤 1 − 𝑤 2 2

Dengan memasukkan pers (5.36) ke pers (5.35) diperoleh


𝑚2
1 − 𝑤 2 𝑣 ′′ − 2𝑤𝑣 ′ + 𝑙 𝑙 + 1 − 1−𝑤 2 𝑣 = 0 (5.37)

Pers (5.37) merupakan persamaan yang sama dengan pers persamaan (5.33) yang merupakan
𝑑2𝑣 𝑑2Θ𝑚
PD Legendre associated dimana = 𝑙
, atau fungsi 𝑣 𝑤 = Θ𝑚
𝑙 (𝑤), yang merupakan
𝑑𝑤 2 𝑑𝑤 2

fungsi Legendre associated. Penjabaran PD Legendre associated dari PD Legendre secara


lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1.
Jadi penyelesaian umum dari PD fungsi Legendre associated dapat dinyatakan dalam bentuk
polynomial Legendre associated pada pers (5.38)
𝑚 𝑚
𝑑𝑚
Θ𝑚
𝑙 𝑤 = 1−𝑤
2 2 𝑢 𝑤 = 1 − 𝑤2 2 Θ𝑙 (𝑤) (5.38)
𝑑𝑤 𝑚

dimana Θ𝑙 (𝑤) dapat diperoleh dalam bentuk deret seperti pada pers (5.31) dalam bentuk
1 𝑑𝑙
polinom Legendre Θ𝑙 𝑤 = 2𝑙 𝑙! 𝑑𝑤 𝑙 𝑤 2 − 1 𝑙

Dalam beberapa buku Kuantum, biasanya fungsi Legendre atau Legendre associated
dinyatakan dalam istilah P𝑙 𝑤 = P𝑙 (𝑐𝑜𝑠𝜃) atau 𝑃𝑙𝑚 𝑤 = 𝑃𝑙𝑚 (𝑐𝑜𝑠𝜃), maka jika

125
seandainya dalam uraian di beberapa bagian penulis mencantumkan istilah yang berbeda,
para pembaca harap maklum.
Penyelesaian fungsi gelombang bagian sudut adalah
𝑌𝑙𝑚 𝜃, 𝜑 ∝ 𝛩𝑙𝑚 𝜃 𝛷 𝜑 = 𝑁𝑜𝑟𝑏 𝛩𝑙𝑚 (𝜃)𝑒 𝑖𝑚𝜑 (5.39)
Dengan menggunakan syarat normalisasi untuk fungsi gelombang bagian sudut yang
dinyatakan sebagai
𝜋 2𝜋 2
𝜃=0 𝜑=0
𝑌𝑙𝑚 𝜃, 𝜑 𝑠𝑖𝑛𝜃𝑑𝜃𝑑𝜑 = 1 (5.40)

diperoleh faktor normalisasi fungsi gelombang bagian sudut yang dinyatakan sebagai

𝑚 + 𝑚 /2 2𝑙+1 𝑙− 𝑚 !
𝑁𝑜𝑟𝑏 = −1 (5.41)
4𝜋 𝑙+ 𝑚 !

sehingga pers (5.39) menjadi


2𝑙+1 𝑙− 𝑚 !
𝑌𝑙𝑚 𝜃, 𝜑 = −1 𝑚 + 𝑚 /2
𝛩𝑙𝑚 (𝜃)𝑒 𝑖𝑚𝜑 (5.42)
4𝜋 𝑙+ 𝑚 !

Dari pers (5.42) dapat dilihat bahwa harga (1)( m|m|) / 2 selalu 1 untuk m genap baik positif
maupun negatif dan untuk harga m yang negatif dan ganjil, sedangkan untuk harga m yang
positif dan ganjil harganya selalu sama dengan -1.

Contoh penentuan fungsi gelombang bagian sudut


Fungsi gelombang bagian sudut ditentukan dengan menggunakan pers (5.42), yaitu
2𝑙+1 𝑙− 𝑚 !
𝑌𝑙𝑚 𝜃, 𝜑 = −1 𝑚 + 𝑚 /2
𝛩𝑙𝑚 (𝜃)𝑒 𝑖𝑚𝜑
4𝜋 𝑙+ 𝑚 !

Mula-mula marilah kita hitung Y00 , Y10 , Y11, Y20 :

2.0  1 0  0 ! 0
 0 cos  e i 0 
1
Y00 
4 0  0 ! 4

untuk Y10

21  1 1  0 ! 0
Y10  (1) 0 1 cos  e i 0
4 1  0 !
1
Y10 
3 1
4 210!

1  cos 2   0/ 2

 cos  1
 
cos 2   1

3
Y10  cos 
4

126
Untuk lebih mudahnya, kita hitung lebih dahulu polinom Legendre associated Θ𝑚
𝑙 𝑤 =

Θ𝑚
𝑙 𝑐𝑜𝑠𝜃 dengan menggunakan persamaan (5.38), baik untuk harga m positif maupun

negatif, karena Θ𝑚 −𝑚
𝑙 𝑐𝑜𝑠𝜃 = Θ𝑙 𝑐𝑜𝑠𝜃 dan persamaannya dinyatakan sebagai
𝑚 𝑚
𝑑𝑚 1 𝑑𝑙
Θ𝑚
𝑙 𝑤 = 1−𝑤
2 2 𝑢 𝑤 = 1 − 𝑤2 2 Θ𝑙 (𝑤) , dengan Θ𝑙 𝑤 = 2𝑙 𝑙! 𝑑𝑤 𝑙 𝑤 2 − 1 𝑙 ,
𝑑𝑤 𝑚

Misal untuk l = 1, maka harga m= -1, 0, 1


1 d 1 2
1 ( w)  ( ) ( w  1)1  w ,
211! dw
dw
maka 11 (w)  (1  w2 )1 / 2  (1  w )  sin 
2 1/ 2

dw
d 0w
10 ( w)  (1  w2 )0  w  cos 
dw0
Untuk l=2, maka harga m= -2, -1, 0, 1,2
1 d 2 2 1 3 1
2 ( w)  2
( ) ( w  1) 2  (12w2  4)  ( w2  )
2 2! dw 8 2 2
3 1
d 2 ( w2  )
maka 2 2 ( w)  (1  w2 ) 2 / 2 2 2  (1  w2 ).3  3sin 2 
dw2
3 1
d 1 ( w2  )
21 ( w)  (1  w2 )1 / 2 2 2  (1  w2 )1 / 2 3w  3sin  cos
1
dw
3 1
d 0 ( w2  )
dan 02 ( w)  (1  w2 )0 2 2  3 cos 2   1
0
dw 2 2
Setelah Θ𝑚 𝑚
𝑙 𝑤 = Θ𝑙 𝑐𝑜𝑠𝜃 dihitung, kemudian kita hitung 𝑌𝑙𝑚 𝜃, 𝜑 dengan menggunakan

pers (5.40) yang dinyatakan sebagai

2.1  1 1  1 ! 1
1 cos  e i1   sin  ei
3
Y11  (1) 2 / 2
4 1  1 ! 8

dan Y11  (1) 0 / 2 2.1  1


1  1 !1 cos ei1  3
sin  e i
4 1  1 !
1
8

Untuk   2 ,

2.2  1 2  2 ! 2 5 1 15
Y22  (1) 4 / 2  2 cos  e i 2  .3sin 2 e i 2  .sin 2 e i 2
4 2  2 ! 4 4! 32

127
2.2  1 2  2 ! 2 15
Y22  (1) 0 / 2  2 cos  ei.2  .sin 2 e i 2
4 2  2 ! 32

2.2  1 2  0 !  1
Y20 
4 2  0 !  2
2 1  i 0
 3 cos   e 
2
5
16

3 cos 2   1 
Dengan cara yang sama anda dapat menentukan Y21danY2 1 . Beberapa fungsi bola harmonik,
𝑌𝑙𝑚 𝜃, 𝜑 dituliskan pada Tabel 6.1 dan faktor normalisasinya ditentukan dengan persamaan
yang dinyatakan sebagai

𝑌𝑙′𝑚′ 𝜃, 𝜑 𝑌𝑙𝑚 𝜃, 𝜑 𝑠𝑖𝑛𝜃𝑑𝜃𝑑𝜑 = 𝛿𝑙′𝑙 𝛿𝑚′𝑚 (5.43)

Tabel 5.1 Fungsi Harmonik Bola

Y00  ,  
1
Y20  ,   
5
(3 cos 2   1)
4 16

Y10  ,  
3
Y21  ,    
15
cos  sin  cos e i
4 8

Y11  ,     Y22  ,   
3 15
sin e i sin 2 e 2i
8 32

Mengingat  m hanya merupakan fungsi  saja, maka rapat probabilitas polar hanya

bergantung pada sudut  saja yang dinyatakan sebagai


P ,   Y * m  , Ym  ,   * m  lm    P  (5.44)

Grafik fungsi Ym  ,  sebagai fungsi (𝜃, 𝜑) dilukiskan dalam diagram tiga dimensi
menggunakan bahasa pemrograman Mathematica ditunjukkan pada gambar 5.2.

Gambar 5.2 Representasi permukaan Ym  , 

128

You might also like