You are on page 1of 6

BADAI SITOKIN, APA ITU?

Beberapa hari ini dunia medsos diramaikan oleh podcast Deddy Corbuzier yang konon
tertular Covid-19 dan mengalami komplikasi badai sitokin. Banyak teman yg bertanya
kok ada penyakit “badai sitokin”? Pada kesempatan ini saya mencoba membahas apa
itu badai sitokin dengan bahasa sesederhana mungkin.

APA ITU BADAI SITOKIN?


BADAI SITOKIN bukanlah nama penyakit. Badai Sitokin atau Cytokine Storm adalah
suatu reaksi sistem imun (kekebalan) yang BERLEBIHAN dan TIDAK TERKONTROL
terhadap suatu benda asing (dalam hal ini virus). Reaksi imun yang berlebihan ini tidak
hanya “membunuh” si virus tapi juga menimbulkan reaksi keradangan yang bisa
menyebabkan kerusakan organ tubuh si pasien.

SITOKIN adalah protein sistem kekebalan tubuh yang mengatur interaksi antar sel. Dia
membawa sinyal kepada sistem kekebalan tubuh untuk melaksanakan mekanisme
pertahanan terhadap serangan suatu penyakit. Namun bila kadar sitokin ini berlebihan
maka yang terjadi justru sebaliknya. Pelepasan sitokin yang di luar kontrol dan dalam
jumlah banyak akan membuat sel-sel kekebalan terus mengirim sinyal bahaya secara
berlebihan. Akibatnya terjadi peradangan hebat di berbagai organ tubuh seperti paru-
paru, jantung, otak, ginjal, hati, juga usus. Dan terjadilah kerusakan organ multipel
(MODS) yang bisa berakibat fatal.
Penyebab badai sitokin BELUM DIKETAHUI. Kenapa si A terkena badai sitokin,
kenapa si B tidak. Ada yang mengatakan kondisi ini ada kaitannya dengan penyakit
autoimun. Dikatakan juga bahwa komplikasi ini berkaitan dengan faktor genetik, jumlah
virus (viral load), karakteristik sistem kekebalan tubuh, dan pola makanan. Anak-anak
lebih jarang terkena badai sitokin karena sistem kekebalan tubuhnya masih belum
berkembang.

Badai sitokin TIDAK HANYA terjadi pada pasien Covid-19 saja, tapi bisa juga terjadi
pada beberapa penyakit virus lain seperti influenza, SARS, MERS, flu burung H5N1,
pneumonia, dan sepsis. Juga bisa terjadi pada penyakit non infeksi seperti autoimun,
multiple sclerosis, dan pankreatitis. Jadi badai sitokin bukan istilah yang baru dikenal
pada masa pandemi ini.

APA YANG TERJADI BILA TUBUH KITA KEMASUKAN VIRUS SARS-CoV-2?


Dalam situasi NORMAL, pada saat virus SARS-CoV-2 masuk ke dalam tubuh manusia
maka sel-sel yang terinfeksi (kemasukan virus) akan memproduksi antivirus alami
yang disebut INTERFERON (IFN). Interferon ini akan melindungi sel-sel sehat yang
ada di sekitar sel yang telah terinfeksi, dan menghambat masuknya virus ke dalam sel
yang masih sehat. Dengan cara ini tubuh bisa menghambat upaya virus untuk replikasi
(memperbanyak diri), sehingga jumlah virus (VIRAL LOAD)-nya tidak terlalu banyak.

Selain interferon, virus sisa akan “ditangkap” oleh sel-sel imun dan diperkenalkan ke
sel-sel limfosit untuk dibuatkan “senjata” spesifiknya yaitu SEL T SITOTOKSIN dan
ANTIBODI. Antibodi berfungsi menetralisir virus sehingga virus tidak bisa menginfeksi
sel-sel lain yang masih sehat. Sedang Sel T Sitotoksin akan menghancurkan sel yang
sudah terlanjur terinfeksi oleh virus.
Jadi kita sudah mengenal TIGA “senjata” pertahanan tubuh manusia yaitu interferon,
sel T sitotoksin, dan antibodi. Peranan Interferon di awal proses sangat penting untuk
menekan jumlah virus (viral load) agar proses keradangan yang terjadi TIDAK
BERLEBIHAN.

Pada keadaan tertentu, kerja Interferon ini TIDAK OPTIMAL. Kondisi ini bisa terjadi
karena interferon TERLAMBAT dihasilkan atau jumlah virus yang masuk TERLALU
BANYAK sehingga interveronnya “nggak nututi”. Jumlah interferon yang dihasilkan
tidak sebanding dengan kecepatan virus masuk ke dalam sel. Nah jumlah virus (viral
load) yang masih banyak ini nantinya bisa memicu REAKSI RADANG yg berlebihan.

Lalu dimana peranan sitokin?


Sistem kekebalan tubuh melibatkan banyak sekali komponen. Ada sel-sel darah putih,
antibodi, dan sebagainya. Agar dapat menjalankan fungsinya, tiap komponen ini harus
berkomunikasi satu sama lain. Nah, di sinilah peranan sitokin dibutuhkan yaitu sebagai
pembawa pesan antar sel pada sistem kekebalan tubuh.
Sitokin dibagi berdasarkan jenis sel yang memproduksinya atau cara kerjanya dalam
tubuh. Ada empat macam sitokin, yaitu
 Limfokin, diproduksi oleh sel limfosit-T. Fungsinya mengarahkan respon sistem
imun menuju daerah infeksi.
 Monokin, diproduksi oleh sel monosit. Fungsinya mengarahkan sel-sel neutrofil
yang akan membunuh patogen.
 Kemokin, diproduksi oleh sel sistem imun. Fungsinya memicu perpindahan respon
imun ke daerah infeksi.
 Interleukin, diproduksi oleh sel darah putih. Fungsinya untuk mengatur produksi,
pertumbuhan, dan pergerakan respon imun dalam reaksi peradangan.

BAGAIMANA PERJALANAN PENYAKIT COVID-19?


Dampak infeksi virus SARS-CoV-2 pada setiap orang berbeda. Perjalanan penyakitnya
sulit diprediksi. Ada orang yang tidak menunjukkan gejala sama sekali (OTG). Ada
juga yang hanya menunjukkan gejala ringan saja (80%), tetapi tidak sedikit orang yang
langsung jadi parah (15%), bahkan sampai masuk ke stadium kritis (5%).
Namun perlu diwaspadai bahwa apapun gejala awalnya (mau ringan ataupun berat)
sewaktu-waktu bisa terjadi perburukan kondisi. Seseorang dengan gejala awal ringan,
bisa saja berubah menjadi berat, kritis, bahkan sampai meninggal.

Ada beberapa kemungkinan yang bisa terjadi


1. Bila respon interferon BAIK, paparan virusnya sedikit, maka viral load-nya akan
cepat turun  gejala penyakitnya ringan saja. Kondisi seperti ini biasanya terjadi
pada pasien usia muda tanpa kelainan genetik dan pasien tanpa penyakit komorbid.
2. Bila respon interferon TERLAMBAT, paparan virusnya banyak, maka viral load-nya
tetap tinggi dan memicu keradangan  timbul gejala-gejala yang berat. Kondisi
seperti ini bisa terjadi pada pasien lansia dan pasien dengan penyakit komorbid.
3. Bila respon interferon TIDAK ADA (genetik), baik paparan virusnya banyak atau
sedikit, maka viral load-nya tetap tinggi dan bisa memicu keradangan yang hebat 
timbul gejala berat. Kondisi seperti ini bisa terjadi pada semua umur yang memiliki
kelainan genetik di respon interferon.
Nah, pada kelompok 2 dan 3 inilah dapat terjadi BADAI SITOKIN.

POLA UMUM PERJALANAN PENYAKIT COVID-19


Secara umum, perjalanan penyakit Covid-19 dapat dibagi menjadi TIGA STADIUM.

STADIUM 1 (FASE INFEKSI AWAL)


Disebut juga viral response phase. Tahap ini berlangsung mulai masuknya virus ke
dalam tubuh (infeksi) sampai hari H+5, lamanya antara 7-10 hari.
HARI H–5 : Terjadi infeksi virus SARS-CoV-2. Virus masuk melalui saluran napas
(hidung atau mulut). Masa tunas virus Corona rata-rata 5 hari (2-14 hari). Selama 5
hari terjadi replikasi virus (memperbanyak diri). Tubuh pun mengadakan perlawanan
melalui interferon, sel T sitotoksin, dan antibodi. Pada tahap ini uji Antigen dan PCR
sudah positif sejak awal terjadi infeksi virus.

HARI H : Saatnya muncul gejala pertama, bisa berupa demam, sakit tenggorok, batuk
kering atau hilangnya indera pengecapan dan penciuman. Hal ini bisa dimaklumi
mengingat pintu masuk (port d’entrée) dari virus ini adalah mulut dan hidung. Gejala
lain seperti kelelahan, sakit kepala, dan nyeri otot biasanya terjadi setelah virus masuk
ke tubuh dan menyebar (viraemia). Kadang ada diare dan mual.
Sama seperti infeksi virus lainnya (campak, cacar air, dsb), sebagian besar (80%)
kasus akan sembuh sendiri (self limited disease). Gejalanya akan reda dalam 4-5 hari
dan pasien pun sembuh. Pada akhir tahap ke-1 ini biasanya virus sudah menghilang,
dan uji Antigen pun jadi negatif. Jadi uji Antigen tidak perlu dilakukan pada hari H+5
ke atas, tapi uji PCR bisa tetap positif sampai 3 minggu ke depan.

STADIUM 2 (FASE PARU-PARU)


HARI H+5 : Pada beberapa penderita (20%) akan timbul gejala kesulitan bernapas.
Kondisi ini biasanya terjadi pada penderita lansia atau yg memiliki penyakit komorbid.
Pada pemeriksaan paru (foto toraks atau CTscan) nampak gambaran pneumonia
(radang paru). Pada stadium ini pasien dianjurkan untuk segera dirawat di rumah sakit.

STADIUM 3 (FASE HIPERINFLAMASI)


Pada stadium ini, sebagian kecil penderita (5%) mengalami sindroma gangguan napas
akut (ARDS), sepsis, gagal ginjal, dan kerusakan organ lainnya. Seringkali berakhir
fatal (2%). Pada stadium ini pasien perlu dirawat di ICU.
Gejala-gejala yang tadinya sudah mereda timbul kembali. Hal ini bisa disebabkan oleh
adanya komplikasi badai sitokin atau infeksi sekunder oleh bakteri atau jamur.
Adapun gejala dari badai sitokin adalah demam tinggi yang sulit diturunkan dengan
parasetamol, menggigil, ruam, nyeri otot dan sendi, tidak ada nafsu makan, mual/
muntah, diare, sesak sampai gagal napas yang ditandai oleh saturasi oksigen yang
drop, tekanan darah drop sampai gagal jantung, kesadaran menurun, kejang, dan
sebagainya. Gejala-gejala ini disebabkan oleh adanya kerusakan dan gangguan fungsi
di berbagai organ tubuh. Dan bila pasien tidak segera ditolong dapat berakhir dengan
kematian. Gejala-gejala ini umumnya timbul pada hari H+6 sampai 7, tapi bisa juga
timbul lambat seperti yang dialami Deddy Corbuzier (setelah dua minggu) di kala uji
PCR sudah dinyatakan negatif.

Jadi, WASPADALAH bila muncul gejala demam tinggi setelah hari H+5. Apalagi bila
disertai dengan sesak dan penurunan saturasi oksigen. Bagi mereka yang dirawat di
rumah sakit (pada stadium kedua) dan sudah membaik, jangan cepat-cepat minta
pulang apalagi kalau sampai pulang paksa, karena masih ada kemungkinan terjadi
komplikasi badai sitokin.


PELAJARAN APA YANG BISA KITA PETIK DARI KASUS DC?
Semua penderita Covid-19 berisiko terkena badai sitokin, termasuk seorang Deddy
Corbuzier yang masih muda (44 tahun), rajin minum vitamin dan berolahraga. Uniknya,
Deddy dinyatakan positif Covid-19 (PCR positif) tanpa gejala. Ia bahkan terlalu pede
akan kondisinya, dan menganggap tak mungkin dia terkena Covid-19. Sekitar dua
minggu setelah dinyatakan positif, tiba-tiba timbul demam tinggi, pusing, badan sakit
semua. Waktu diperiksa PCR-nya dinyatakan negatif, paru-parunya terselubung 60%.
Dia dirawat di ICU dengan badai sitokin, walaupun kala itu saturasi oksigennya masih
99%. Beruntung nyawanya masih terselamatkan.

Dari kasus ini kita dapat menarik beberapa simpulan :


1. SEMUA pasien Covid-19 dapat terkena badai sitokin, tidak hanya para lansia dan
yang punya komorbid. Bahkan pada OTG pun bisa terjadi badai sitokin. Sangat sulit
untuk memprediksi siapa saja yang nantinya akan mengalami badai sitokin.
2. Badai sitokin bisa timbul pada saat uji PCR sudah “negatif”. Kalau kita lihat gambar
di atas, nampak ada dua peristiwa yang berhubungan sebab-akibat. Yang pertama
adalah viral response (warna biru). Ini mirip infeksi virus (viral infection) lain yang
berlangsung sekitar 7-10 hari. Bisa tanpa gejala atau dengan gejala ringan sampai
berat (bila terjadi pneumonia), bisa sembuh tapi bisa juga meninggal. Yang kedua
adalah host inflammatory response (warna merah). Pada beberapa orang timbul
salah kedaden, reaksi imunnya berlebihan sehingga menimbulkan keradangan dan
kerusakan di berbagai organ tubuh (badai sitokin).
3. Jangan sombong dan takabur. Walaupun Anda seorang atlet muda yg masih aktif,
fisik kuat, selalu makan bergizi dan aneka vitamin, bila sampai tertular Covid-19
(walau OTG sekalipun) tetap waspada dan pasrah diri. Tapi jangan stress, karena
akan menurunkan sistem imun. Tetap semangat!

FASE PENYEMBUHAN
 Sebagian besar penderita (80%) dengan gejala ringan akan sembuh sendiri dalam
waktu sekitar 1 minggu, walaupun kadang masih ada gejala sisa seperti kelelahan,
anosmia, kurang nafsu makan, dsb yang akan hilang berangsur-angsur.
 Bagi pasien dengan gejala berat dan perlu dirawat di rumah sakit, umumnya sudah
bisa keluar rumah sakit pada hari H+17 sampai 21.
 Beberapa penderita masih mengalami gejala sisa sampai berbulan-bulan, bisa nyeri
dada, sesak, mual, jantung berdebar, hingga hilang penciuman atau pengecapan.
Kelompok ini yang disebut dengan LONG COVID.

BAGAIMANA MENCEGAH BADAI SITOKIN?


Penyebab badai sitokin belum diketahui sehingga sulit untuk memprediksi siapa saja
yang akan mengalami badai sitokin, siapa yang tidak. Faktornya terlalu kompleks. Jadi,
pencegahannya adalah JANGAN SAMPAI TERKENA COVID-19. Caranya?
 Disiplin akan PROTOKOL KESEHATAN. Tetap perhatikan 6M. Ingat bahwa varian
Delta yang sekarang lagi dominan di Indonesia selain kecepatan penularannya dua
kali lipat virus aslinya, viral load-nya 300 kali lebih tinggi dari virus asli. Dikatakan
juga bahwa varian Delta ini bisa “kamuflase” sehingga tidak dikenali oleh sistem
imun kita.
 VAKSINASI. Memang tidak ada satupun vaksin (termasuk vaksin non-covid) yang
dapat memberi perlindungan 100 persen. Tapi apapun vaksinnya, sudah terbukti
dapat mengurangi risiko covid-19 dengan gejala berat serta menurunkan angka
kematian.
 POLA HIDUP SEHAT, termasuk pola makan sehat, olahraga teratur, tidur cukup (7-
9 jam), dan kendalikan stress (meditasi, latihan pernapasan, yoga, dsb).

Apa yang harus dilakukan apabila sampai tertular Covid-19?


 Segeralah LAPOR ke faskes terdekat. Selain dilakukan 3T (testing, treatment dan
tracing), sangat penting untuk melakukan penanganan dini, termasuk pengendalian
komorbid. Semuanya itu akan mempersingkat proses infeksi sehingga produksi
sitokin tidak sampai berlebih.
 Semua penderita Covid-19 harus bisa melakukan DETEKSI DINI gejala-gejala
badai sitokin, karena semakin cepat pasien ditangani semakin kecil kemungkinan
tubuh akan mengalami kerusakan organ yang lebih parah.
 Dan… jangan lupa tetap BERDOA dan pasrah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena Dialah yang menentukan semuanya, manusia hanya bisa berusaha.

Bojonegoro, 30 Agustus 2021


Salam sehat (FXS)

You might also like