You are on page 1of 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/348336211

AKTIVASI KARBON AKTIF KULIT SINGKONG DENGAN AKTIVATOR NaCl, ZnCl


2 , DAN Na 2 CO 3 UNTUK ADSORBEN Pb 2+

Conference Paper · September 2019

CITATIONS READS

0 483

7 authors, including:

Herawati Budiastuti
Politeknik Negeri Bandung
37 PUBLICATIONS   35 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

AusAID View project

Universitas Darussalam Gontor and Government of Ponorogo View project

All content following this page was uploaded by Herawati Budiastuti on 08 January 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


AKTIVASI KARBON AKTIF KULIT SINGKONG DENGAN AKTIVATOR
NaCl, ZnCl2, DAN Na2CO3 UNTUK ADSORBEN Pb2+

Dela Cahya Putrianda1), Leonita Yuliana2), dan Herawati Budiastuti3*)


1,2,3
Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Bandung, Jl. Gegerkalong Hilir, Ds.
Ciwaruga, Bandung, 40012
*E-mail: herabudi@polban.ac.id

Abstract

Pb2+ in wastewater includes as hazardous and toxic waste, which must be handled seriously.
One way to overcome this problem is by adsorption process using activated carbon from
cassava peels. Cassava peels have a fairly high carbon content of 59.31%. This research
was conducted to determine the best type of activator and activator concentration in the
activation of cassava peels activated carbon. The making of activated carbon was done at
550oC for 2 hours. To increase activation, activators in the form of NaCl with
concentrations of 4%, 5%, and 6%; ZnCl2 with concentrations of 425 ppm, 477 ppm, and
529 ppm; and Na2CO3 with concentrations of 7%, 8%, and 9% were alternately added to
the cassava peels activated carbon. Activation was conducted with ratio mass of carbon and
activator volume of 1:5 for 1 hour. Analysis parameters conducted referring to SNI 06-
3730-1995 are moisture content, ash content, and Iod adsorption. The best type and
concentration of activator obtained were the NaCl activator with concentration of 5%, in
which a moisture content of 5.68%; ash content value of 11.65%; Iod adsorption value of
328.74 mg/g; and a decrease in the Pb2+ content of 99.34% were obtained.

Keywords: cassava peels, activated carbon, activator, adsorption, Pb 2+

Abstrak

Ion logam Pb2+ dalam limbah cair termasuk ke dalam limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) yang harus ditangani dengan serius. Salah satu cara untuk mengatasinya
adalah dengan proses adsorpsi oleh karbon aktif dari kulit singkong. Kulit singkong
mempunyai kandungan karbon yang cukup tinggi, sebesar 59,31%. Penelitian ini dilakukan
dengan tujuan untuk menentukan jenis aktivator dan konsentrasi aktivator terbaik pada
proses aktivasi karbon aktif kulit singkong. Pembuatan karbon aktif dari kulit singkong
dilakukan pada suhu 550 oC selama 2 jam. Untuk meningkatkan aktivasi ditambahkan
aktivator pada karbon aktif kulit singkong berupa larutan NaCl dengan konsentrasi 4%, 5%,
dan 6%; larutan ZnCl2 dengan konsentrasi 425 ppm, 477 ppm, and 529 ppm; dan larutan
Na2CO3 dengan konsentrasi 7%, 8%, dan 9%. Aktivasi dilakukan dengan perbandingan
massa karbon dengan volume aktivator sebesar 1:5 selama 1 jam. Analisis uji yang
dilakukan mengacu pada SNI 06-3730-1995 dengan parameter uji kadar air, kadar abu, dan
daya serap Iod. Jenis dan konsentrasi aktivator terbaik yang didapat adalah aktivator NaCl
dengan konsentrasi sebesar 5% dimana didapatkan nilai kadar air sebesar 5,68%; nilai
kadar abu sebesar 11,65%; nilai daya serap Iod sebesar 328,74 mg/g; dan nilai penurunan
kandungan Pb2+ sebesar 99,34%.

Kata Kunci: kulit singkong, karbon aktif, aktivator, adsorpsi, Pb 2+

PENDAHULUAN
Kulit singkong merupakan salah satu material biomassa dari residu hasil pertanian
yang belum banyak dimanfaatkan dan mempunyai potensi yang cukup baik sebagai

274
adsorben logam berat. Hal ini karena singkong mengandung selulosa yang efektif
mengikat ion logam. Selulosa merupakan komponen utama tumbuhan. Bahan tumbuhan
ini ditemukan di dalam dinding sel buah-buahan dan sayur-sayuran seperti kayu, dahan,
dan daun. (Maulinda, 2015). Kulit singkong bagian dalam dapat mencapai 15% dari
berat total singkong. Kulit singkong merupakan limbah dari singkong yang
mengandung 59,31% karbon (Ekawati & Melati, 2010). Dengan adanya kandungan
karbon yang cukup tinggi maka kulit singkong dapat dimanfaatkan sebagai karbon aktif
alami (Permatasari, 2014).
Perkembangan industri yang pesat dapat menjadi ancaman apabila industri
menghasilkan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), yang salah satunya
mengadung logam Pb. Logam Pb dan persenyawaannya dapat berada di dalam badan
perairan secara alamiah karena timbal merupakan bahan alami yang terdapat dalam
kerak bumi. Senyawa Pb dapat pula ditemui di perairan sebagai dampak dari aktivitas
manusia, di antaranya air buangan (limbah cair) dari industri yang berkaitan dengan Pb
seperti industri farmasi, bahan peledak, dan industri keramik; air buangan dari
pertambangan bijih timah hitam; dan sisa industri baterai. Limbah logam berat Pb yang
ditemui di industri farmasi mengandung logam Pb sebesar 57,4 ppm (Susanti dkk.,
2014).
Senyawa Pb yang ada dalam badan perairan dapat ditemukan dalam bentuk ion-ion
divalen atau ion-ion tetravalen (Pb2+, Pb4+). Ion Pb tetravalen mempunyai daya racun
yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan ion Pb divalen. Akan tetapi 14 dari beberapa
penelitian menunjukkan bahwa ion Pb divalen lebih berbahaya dibandingkan dengan
ion Pb tetravelen (Yehia dkk., 2008).
Salah satu cara untuk mengurangi kandungan ion logam dalam limbah adalah
dengan penggunaan adsorben, dimana adsorben yang paling umum digunakan adalah
karbon aktif. Salah satu cara dalam meningkatkan kemampuan karbon aktif adalah
dengan aktivasi fisika berupa pemanasan pada suhu tinggi, dan aktivasi kimia dengan
penambahan bahan kimia (Miranti, 2014). Peneliti ini melakukan aktivasi secara kimia
dengan mencampurkan karbon aktif dengan bahan kimia seperti ZnCl2, CaCl2, H3PO4,
NaCl, AlCl3, MgCl2, HNO3, HCl, NaOH. Pori-pori karbon yang dimasuki zat aktivator
akan mengakibatkan terlepasnya air yang awalnya terikat kuat dan tidak hilang saat
proses karbonisasi.

275
Pada penelitian ini dilakukan proses pembuatan karbon aktif dari kulit singkong
dengan menggunakan jenis aktivator garam yaitu NaCl, ZnCl2, dan Na2CO3 dengan
konsentrasi yang berbeda. Dasar pemilihan NaCl sebagai aktivator karbon aktif kulit
singkong berasal dari penelitian yang sudah dilakukan oleh Permatasari (2014), dimana
aktivator NaCl merupakan aktivator terbaik. Dasar pemilihan ZnCl2 sebagai aktivator
berasal dari penelitian Gin dkk. (2014). Peneliti ini memperoleh ZnCl2 sebagai aktivator
terbaik. Dasar pemilihan Na2CO3 sebagai aktivator berasal dari penelitian yang
dilakukan oleh Agustina (2014) dimana diperoleh aktivator Na2CO3 8% yang
merupakan hasil terbaik dalam penyerapan logam Pb.

METODE PENELITIAN
Penelitian dimulai dari persiapan kulit singkong berupa pembersihan dan pre-
treatment. Kulit singkong dibersihkan dari pengotornya dan dibuang kulit bagian
luarnya. Kulit singkong bagian dalam yang berwarna putih kemudian dilakukan pre-
treatment, berupa perendaman di dalam wadah yang berisi air selama 5 hari dengan
penggantian air rendaman setiap 24 jam (Oghenejoboh dkk., 2016). Kulit singkong
kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari selama 10 jam.
Tahapan dalam karbonisasi merujuk pada tahapan yang dilakukan oleh Maulinda
(2015), dimana karbonisasi dimulai dengan pemanasan pada temperatur 105°C selama 3
jam sebelum pembakaran pada temperatur 550°C selama 2 jam dalam reaktor
karbonisasi. Analisis rendemen kabon aktif dilakukan setelah diperoleh berat konstan
hasil penimbangan setelah proses pembakaran. Selanjutnya, penggerusan dan
pengayakan dilakukan untuk memperoleh ukuran karbon aktif 60-120 mesh. Analisis
kadar air, kadar abu, dan daya serap Iod kemudian dilakukan terhadap hasil ayakan
karbon aktif ini.
Sampel hasil proses karbonisasi dilakukan aktivasi melalui perendaman karbon
aktif dalam larutan aktivasi yang terdiri atas larutan NaCl, ZnCl2, dan Na2CO3. Masing-
masing aktivator digunakan dengan tiga variasi konsentrasi. Karbon kemudian dicuci
dengan menggunakan aquades hingga pH netral. Kemudian karbon dikeringkan
menggunakan oven hingga kering (Gambar 1).
Proses adsorpsi dilakukan terhadap kabon aktif tanpa aktivasi dan dengan aktivasi.
Karbon aktif dicampur dengan larutan Pb(NO3)2 dengan konsentrasi 57,4 ppm dalam

276
shaker dengan putaran 151 rpm selama 1 jam. Setelah itu, dilakukan penyaringan dan
filtratnya dianalisis menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) untuk
menentukan penurunan Pb2+ serta jenis dan konsentrasi aktivator terbaik.

Aktivasi karbon

NaCl 4, 5, ZnCL2 425, 477, 529 Na2CO3 7, 8,


6%, t=3jam ppm, t=3jam 9%, t=3jam

Penyaringan dan Pencucian karbon Aquades

Tidak

pH netral?

Ya

Pengeringan karbon dalam oven


T = 105oC, t = 2 jam

Analisis kadar air, kadar abu, dan daya


serap Iod

Gambar 1. Flowchart proses aktivasi karbon aktif

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pre-treatment dalam bentuk perendaman kulit singkong selama 5 hari dilakukan
dalam rangka mengurangi kadar glikosida sianogen yang terdapat pada kulit singkong
Oghenejoboh dkk. (2016). Selain itu, efluen yang dikontakkan dengan karbon aktif yang
dilakukan pre-treatment menghasilkan pH efluen yang lebih tinggi (7,52) dibanding
karbon aktif tanpa pre-treatment (6,69). Nilai pH 7,52 sangat menguntungkan untuk
adsorpsi polutan organik dan logam dari air limbah. Dari penelitian Oghenejoboh
(2016) didapatkan nilai penurunan kadar kandungan logam Pb2+ dari nilai 2,05 ppm
menjadi <0.001 ppm. Pada permukaan gugus fungsi adsorben biasanya terdapat ikatan
repulsif dengan ion hidroksonium pada pH rendah. (Oghenejoboh dkk., 2016).
Setelah dilakukan pre-treatment, pengeringan kulit singkong sebanyak dua kali
ditujukan dalam rangka mengurangi kadar airnya. Pengurangan kadar air ini dilakukan
untuk pencegahan terbentuknya uap air yang berlebihan. Uap air yang berlebihan dapat
menyebabkan karbon yang terbentuk pada proses karbonisasi bereaksi dengan uap air

277
sehingga dihasilkan CO2 dan H2 yang tinggi, sedangkan karbon yang dihasilkan sedikit
(Maulinda dkk., 2015).
Proses Karbonisasi yang dilakukan pada suhu 550°C selama dua jam membuat
penguraian hemiselulosa dan selulosa menjadi larutan piroglinat, yang terjadi pada suhu
200°C-240°C, dilanjutkan proses depolimerisasi dan pemutusan ikatan C-O dan C-C
pada suhu 240°C-400°C, dan terjadi pembentukan lapisan aromatik serta penguraian
lignin hingga suhu 500°C, yang akhirnya dihasilkan arang yang mencapai 90% hingga
suhu 700°C sehingga terjadi peningkatan luas permukaan arang. (Hutanbaubau, 2014;
Siahaan, dkk (2013)).
Penentuan nilai rendemen dilakukan untuk mengetahui persentase karbon aktif yang
dihasilkan setelah dilakukan proses karbonisasi kulit singkong kering pada suhu 550°C.
Rendemen yang diperoleh sebesar 22,48%. Nilai rendemen yang rendah disebabkan
oleh adanya reaksi antara karbon dengan uap air sehingga karbon yang bereaksi menjadi
CO2 dan H2 menjadi banyak (Maulinda, 2015).
Penentuan Kadar Air dilakukan untuk mengetahui sifat higroskopis dari karbon
aktif, dimana umumnya karbon aktif memiliki sifat afinitas yang sangat besar terhadap
air sehingga karbon aktif banyak digunakan sebagai adsorben. Berdasarkan hasil yang
didapat, nilai kadar air pada semua sampel karbon aktif yang diuji telah memenuhi
standar kadar air pada SNI 06-3730-1995, yaitu maksimal sebesar 15% (Gambar 2).
Kadar air diperoleh dari aktivator NaCl 5% sebesar 5,68%, ZnCl2 477 ppm sebesar
0,97%, Na2CO3 9% sebesar 1,95%.

Gambar 2 Kadar Air Karbon Aktif tiap Jenis dan Konsentrasi Aktivator
Kadar air yang rendah diperoleh dari fungsi aktivator yang dapat melakukan hal-hal
sebagai berikut. Aktivator berfungsi menghidrasi molekul organik selama proses

278
karbonisasi, membatasi pembentukan tar, membantu dekomposisi senyawa organik
pada aktivasi berikutnya, dehidrasi air yang terjebak dalam rongga-rongga karbon,
membantu menghilangkan endapan hidrokarbon yang dihasilkan saat proses
karbonisasi, dan melindungi permukaan karbon sehingga kemungkinan terjadinya
oksidasi dapat dikurangi (Manocha, 2003).
Penentuan Kadar Abu dilakukan karena komponen senyawa penyusun bahan
dasar karbon aktif tidak hanya terdiri dari karbon saja tetapi juga mineral-mineral lain
diantaranya kalium, natrium, magnesium, kalsium, dan pengotor lain (Prastiwi, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa keseluruhan karbon mempunyai nilai kadar
abu yang lebih tinggi dibandingkan dengan SNI 06-3730-1995 yang mensyaratkan
minimal 10% (Gambar 3). Kadar abu terendah diperoleh dari aktivator NaCl 5% sebesar
11,65%; ZnCl2 529 ppm sebesar 14,60%; Na2CO3 9% sebesar 16,03%.

Gambar 3 Kadar Abu Karbon Aktif tiap Jenis dan Konsentrasi Aktivator
Penentuan Daya Serap Iod dilakukan dengan menggunakan metode titrasi
iodometri, dengan reaksi: I2 + 2S2O32-  2I- + S4O62-. Pada iodometri, digunakan kanji
sebagai indikator yang ditambahkan saat titrasi mendekati titik ekivalen sehinga
terbentuk senyawa kompleks yang stabil dengan iodin. Dari hasil yang didapat, seluruh
karbon aktif baik yang dilakukan aktivasi maupun tidak, keseluruhan memiliki nilai
daya serap iod di bawah ketentuan SNI 06-3730-1995, sebesar 750 mg/g (Gambar 4).
Daya serap Iod yang rendah dapat diakibatkan oleh rendahnya konsentrasi aktivator
sehingga senyawa tar dan air yang diserap activating agent masih kurang. Sebaliknya,
rendahnya nilai daya serap Iod juga dapat diakibatkan dari konsentrasi aktivator yang
terlalu tinggi sehingga struktur pori pada karbon aktif mengalami kerusakan dan dapat
berakibat menurunkan kualitas karbon aktif.

279
Gambar 4 Daya Serap Iod Karbon Aktif tiap Jenis dan Konsentrasi Aktivator
Karbon aktif yang telah ditambahkan aktivator mempunya daya serap lebih tinggi
dibandingkan tanpa penambahan aktivator. Hal tersebut mengindikasikan proses
aktivasi dapat memperbanyak jumlah pori-pori pada karbon aktif. Semakin banyak pori-
pori yang terbentuk pada karbon aktif, semakin banyak pula konsentrasi Iod yang
terserap oleh karbon aktif. Penyerapan Iod tertinggi diperoleh dari aktivator NaCl 5%
sebesar 328,74 mg/g, ZnCl2 477 ppm sebesar 311,79 mg/g, Na2CO3 7% sebesar 294,85
mg/g.
Penurunan Kandungan Pb2+ dapat dilihat pada Tabel 2. Terlihat bahwa nilai
penurunan Pb2+ pada larutan yang diaplikasikan dengan karbon aktif tanpa aktivasi
kimia memiliki nilai yang paling kecil dibandingkan larutan yang diadsorpsi dengan
karbon aktif yang teraktivasi, kecuali Na2CO3 7% dan 9%.
Tabel 2. Penurunan Kandungan Pb2+ tiap Jenis dan Konsentrasi Aktivator

Jenis Aktivator Konsentrasi Aktivator (%) Penurunan Pb (%)


Tanpa Aktivasi - 98,89
4% 99,08
NaCl
5% 99,34
6% 99,22
425 ppm 99,01
ZnCl2
477 ppm 99,61
529 ppm 99,30
7% 98,69
Na2CO3
8% 99,31
9% 97,25

Berdasarkan pengamatan secara visual, pada jenis aktivator Na2CO3, pada


pembandingan tiap konsentrasi aktivator, semakin besar nilai konsentrasi filtrat,
semakin tinggi kekeruhan yang dihasilkan. Hasil kekeruhan kemungkinan karena

280
terbentuknya Pb(OH)2 yang dapat mengganggu proses pengukuran kadar Pb2+ dalam
larutan oleh AAS.

SIMPULAN
Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa aktivator terbaik adalah
NaCl 5% dengan hasil kadar air memenuhi SNI 06-3730-1995 (5,68%), kadar abu
terendah sebesar 11,65%, daya serap Iod tertinggi sebesar 328,74 mg/g, dan penurunan
Pb2+ terbesar dibandingkan dua aktivator lain, yakni sebesar 99,34%.

DAFTAR PUSTAKA
Maulinda, Leni. 2015. Pemanfaatan Kulit Singkong sebagai Bahan Baku Karbon Aktif.
Lhokseumawe : Universitas Malikussaleh.
Ikawati dan Melati. 2010. Pembuatan Karbon Aktif dari Limbah Kulit Singkong UKM
Tapioka Kabupaten Pati. Semkarbon : Universitas Diponegoro.
Permatasari, Anugrah Rizki. 2014. Karakterisasi Karbon Aktif Kulit Singkong dengan
Variasi Jenis Aktivator.Surakarta: Universitas Negeri Surakarta.
Susanti, R. Adi, Dewi Mustikaningtyas, dan Fitri Arum Sasi. (2014). Analisis Kadar
Logam Berat pada Sungai di Jawa Tengah. Semarang: Universitas Negeri
Semarang.
Yehia, A., El-Rahiem, A. F., & El-Taweel, R. S. (2008). Removal of heavy metals from
aqueous solutions by unburned carbon separated from blast furnace flue dust.
Mineral Processing and Extractive Metallurgy, 117(4),205-208.
Miranti, Siti Tias. 2012. Pembuatan Karbon Aktif dari Bambu dengan Metode Aktivasi
Terkontrol menggunakan Activating Agent H3PO4 dan KOH. Depok : Universitas
Indonesia.
Gin, W. A., Jimoh, A., Abdulkareem, A. S., & Giwa, A. (2014). Utilization of Cassava
Peel Waste as a Raw Material for Activated Carbon Production: Approach to
Environmental Protection in Nigeria. International Journal of Engineering Research
and Technology, 3(1), 35-42. Minna : Faderal University of Technology.
Agustina, Valeni. 2014. Pemanfaatan Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa sebagai
Adsorben Logam Pb pada Limbah Tumpahan Minyak Mentah (Crude Oil).
Palembang : Politeknik Negeri Sriwijaya.
Oghenejoboh,Kigho Moses , Smith Orode Otuagoma dan Evuensiri Onogwharitefe
Ohimor. 2016. Application of Cassava Peel Activated Carbon in The Treatment of
Oil Refinery Wastewater.Nigeria : Delta State University.
Hutanbaubau. 2014. Metode-Metode Pembuatan Arang. http://
hutanbaubau.blogspot.com/2014/07/metode-metode-pembuatan-arang.html.
[diakses 4 April 2019].
Siahaan, Satriyani, Melvha Hutapea, dan Rosdanelli Hasibuan. 2013. Penentuan
Kondisi Optimum Suhu Dan Waktu Karbonisasi Pada Pembuatan Arang Dari
Sekam Padi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

281
View publication stats

You might also like