You are on page 1of 79

i

HALAMAN PERSETUJUAN
Telah di periksa dan di setujui oleh dosen pembimbing untuk di pertahankan
di hadapan Panitia Ujian Skripsi pada Jurusan Ilmu Administrasi Publik Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo Kendari.

Nama : RISDAYANTI
Nim : S1A1 16 113
Jurusan : Ilmu Administrasi Publik
Judul : Implementasi Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan Dalam Pelayanan Publik Di Pusat Kesehatan
Masyarakat Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan

Kendari, 07 maret 2020

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Arifin Utha, M.Si                                   Dr. Hj.Erni Qomariyah, M.Si


NIP.19610101 198703 1 005          NIP.19691224 200501 2 001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Publik

Dr. Adrian Tawai, S,Sos, M.Si


NIP.19801014 200801 1 005

ii
ABSTRAK

Risdayanti (S1A1 16 113), Jurusan Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu


Sosial Dan Ilmu Politik Universitras Halu Oleo. Dengan judul Implementasi Program
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Dalam Pelayanan Publik di Pusat
Kesehatan Masyarakat Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan di bawah bimbingan
Bapak Dr.Arifin Utha, M.Si selaku pembimbing I dan Ibu Dr.Hj.Erni Qomariyah,
M.Si selaku pembimbing II.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Implementasi program Badan


Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Dalam Pelayanan Publik di Pusat
Kesehatan Masyarakat Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan, serta faktor faktor
yang mempengaruhi Implementasi Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan Dalam Pelayanan Publik di Pusat Kesehatan Masyarakat Tinanggea
Kabupaten Konawe Selatan. Jenis penelitian yang di gunakan adalah penelitian
kualitatif dengan menggunakan teknik pengumpulan data wawancara, dokumentasi
dan observasi. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum
memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah di lapangan.

Hasil penelitian di peroleh sebagai berikut bahwa pelaksanaan program BPJS


kesehatan secara umum belum berjalan dengan baik. Di lihat dari segi prosedur
pelayanan, waktu penyelesaian pelayanan, biaya pelayanan, produk yang di gunakan
untuk pelayanan sudah bagus. Namun di lihat dari segi sarana dan prasarana belum
memadai di mana kapasitas ruang tidak sesuai dengan jumlah pasien dan tempat
duduk yang ada pada ruang tunggu terbatas sehingga banyak pasien yang harus
menunggu di luar dan duduk di lantai untuk sementara menunggu antrian.kemudian
dari segi komunikasi masih belum bagus di karenakan Tidak adanya komunikasi yang
baik antara pihak BPJS dengan Kecamatan maupun Desa dalam proses
mensosialisasikan program BPJS, Sehingga Informasi yang di dapatkan oleh peserta
BPJS kurang jelas dan kurang di mengerti sehingga masih banyak nya masyarakat
yang kurang memanfaatkan dari program BPJS.

Kata kunci : Implementasi Program BPJS Kesehatan

iii
ABSTRACT

Risdayanti (S1A1 16 113), Department of Public Administration, Faculty of


Social and Political Sciences, University of Halu Oleo. With the title Program
Implementation of the Social Security Organizing Agency in Public Services at the
Tinanggea Community Health Center in South Konawe Regency under the guidance
of Dr.Arifin Utha, M.Si as supervisor I and Mrs. Dr.Hj.Erni Qomariyah, M.Si as
supervisor II.

This study aims to determine the implementation of the Social Security


Organizing Agency program in Public Services at the Tinanggea Community Health
Center in South Konawe District, as well as the factors that influence the
Implementation of the Social Security Organizing Agency Program in Public
Services at the Tinanggea Community Health Center in South Konawe Regency.
This type of research used is qualitative research using interview, documentation and
observation data collection techniques. Data analysis in qualitative research carried
out since before entering the field, while in the field, and after in the field.

The results of the study are as follows that the implementation of the BPJS
health program in general has not been going well. In terms of service procedures,
service completion time, service costs, the products used for service are good. But in
terms of facilities and infrastructure inadequate where the capacity of the room is not
in accordance with the number of patients and there is limited seating in the waiting
room so many patients have to wait outside and sit on the floor while waiting for a
queue. Then in terms of communication is still not good because there is no good
communication between the BPJS with the District and Village in the process of
socializing the BPJS program, so the information obtained by BPJS participants is
unclear and less understood so there are still many people who do not take advantage
of the BPJS program.

Keywords: Implementation of the Health BPJS Program

iv
KATA PENGANTAR

Bismillaahirrohmaanirrohiim. Puji syukur kehadirat Allah subahanawata’allah

atas segala limpahan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul Implementasi Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Kesehatan Dalam Pelayanan Publik di Pusat Kesehatan Masyarakat Tinanggea

Kabupaten Konawe Selatan.

Penulisan skripsi ini adalah memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana (strata satu) Jurusan Imu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Halu Oleo Kendari. Dalam penulisan skripsi ini masih

banyak menemui hambatan dan kesulitan yang di hadapi, namun berkat arahan,

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat di selesaikan sebagaimana

adanya. Untuk itu melalui kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis

mengucapkan terimakasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada Bapak Arifin

Utha selaku pembimbing I dan Ibu Erni Qomariyah selaku pembimbing II yang

telah banyak meluangkan waktu, pikiran, tenaga serta senantiasa memberikan

berbagai kemudahan serta arahan dan petunjuk dalam membimbing penulis dalam

menyelesaikan skripsi.

v
Melalui kesempatan ini pula, tanpa mengurangi rasa penghargaan, penulis

mengucapakan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Muhammad zamrun F., S.Si., M.Si., M.Sc Rektor Universitas

Halu Oleo.

2. Bapak Dr. La Tarifu, S.Pd., M.Si Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Halu Oleo

3. Bapak Dr. Adrian Tawai., S.Sos., M.Si ketua Jurusan Administrasi Publik

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo Kendari

4. Bapak Dr. Muhammad Yusuf mapati, M.Si., selaku Sekretaris Jurusan

Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu

Oleo

5. Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen serta Staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Halu Oleo Kendari atas segala sumbangsinya yang di

berikan kepada penulis selama dalam proses perkuliahan.

6. Sulastri, arlita, sindi, fina, dalmi, Muhammad fahrisal yang suka membantu

saya mengerjakan laporan, proposal, hasil hingga skripsi, terimakasih sebesar-

besarnya.

Tanpa mengurangi rasa penghargaan, saya mengucapkan banyak terimakasih

yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua saya : buat emmi ku tercinta, yang

selalu menjadi kebanggaanku, yang telah mengasuh, mendidik dan membesarkan aku

dengan ikhlas dan kesabaran yang tak ternilai di dunia ini. Dan untuk puangku

vi
tercinta yang selalu menjadi motivatorku dan terimakasih atas segaala nasehat yang

berharga yang puang berikan demi kehidupan yang baik untuk anakmu ini. Dan ter

untuk suamiku tersayang, terimakasih telah mengambil alih kewajiban Ayahku yaitu

menafkahi dan menjagaku di tanah rantau ini yang jauh dari kedua orangtuaku dan

keluargaku. Terima kasih atas semua kebaikan dan kesabaranmu dalam menghadapi

ku yang terkadang Egois ini.

Penulis menyadari sepenuhnya dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan serta banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis

sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Dengan kerendahan

hati penulis mengucapkan banyak terimakasih yang sebesar besarnya kepada semua

pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini, serta tak lupa penulis

memohon maaf yang sedalam-dalamnya apabila selama studi pada Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo Kendari terdapat sesuatu yang tak

berkenan di hati.

Akhirnya, saya abadikan ilmuku dalam kehidupanku, keluargaku, Agamaku,

Negaraku, serta kampung halamanku yang akan menjadi tanggung jawab besar

penulis. Semoga dapat bermanfaat dan senantiasa mendapatkan ridho dari Allah

subhanawata’allah.

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………..i

HALAMAN PERSETUJUAN…………………………………………..ii

ABSTRAK………………………………………………………………..iii

ABSTRACK……………………………………………………………...iv

KATA PENGANTAR…………………………………………………...v

DAFTAR ISI…………………………………………………………….viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..........................................................................1

B. Rumusan Masalah.....................................................................5

C. Tujuan Penelitian......................................................................5

D. Manfaat Penelitian....................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kebijakan.....................................................................7

B. Konsep Kebijakan Publik.........................................................10

C. Konsep Implementasi...............................................................13

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi..................17

E. Konsep Pelayanan Publik.........................................................23

viii
F. Kerangka pikir..........................................................................28

BAB III METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian......................................................................31

B. Informan Penelitian..................................................................31

C. Jenis Dan Sumber Data............................................................31

D. Teknik Pengumpulan Data.......................................................32

E. Teknik Analisis Data................................................................33

F. Definisi Konsep........................................................................35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian..............................................38

1). Letak Geografis……………………………………………….38

2). Demografi……………………………………………………..38

3). Sosial Ekonomi Masyarakat…………………………………..39

B. Gambaran Umum Puskesmas Tinanggea......................................39

C. Implementasi Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS) Kesehatan..........................................................................42

1). Program BPJS Kesehatan……………………………………..42

2). Implementasi Program Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial Kesehatan………………………………………………44

ix
D. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi………………45

1). Komunikasi…………………………………………………...45

2). Sumber daya…………………………………………………..46

3). Disposisi………………………………………………………50

4). Struktur birokrasi……………………………………………..53

E. Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Tianggea Kabupaten Konawe

Selatan…………………………………………………………….54

1). Prosedur pelayanan…………………………………………...55

2). Waktu penyelesaian…………………………………………..56

3). Biaya pelayanan………………………………………………57

4). Produk layanan……………………………………………….58

5). Sarana dan prasarana…………………………………………59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ...................................................................................61

B. Saran ..............................................................................................62

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..63

LAMPIRAN……………………………………………………………….67

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa Negara wajib

melayani setiap warga Negara dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan

dasarnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Seluruh

kepentingan publik harus dilaksanakan oleh pemerintah sebagai penyelenggara

Negara yaitu dalam berbagai sektor pelayanan, terutama yang menyangkut

pemenuhan hak-hak sipil dan kebutuhan dasar masyarakat. Dengan kata lain seluruh

kepentingan yang menyangkut hajat hidup orang banyak itu harus atau perlu adanya

suatu pelayanan. (undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun2009)

Kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk dapat hidup layak dan

produktif. Pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak mendasar masyarakat yang

penyediaannya wajib diselenggarakan oleh pemerintah sebagaimana telah

diamanatkan dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) “Setiap orang

berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan

lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan

kesehatan” dan Pasal 34 ayat (3) UUD NRI 1945 “Negara bertanggung jawab

atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang

layak”. Salah satu bentuk fasilitas pelayanan kesehatan untuk masyarakat yang

diselenggarakan oleh pemerintah adalah puskesmas.

1
Dalam perkembangan selanjutnya di Indonesia, untuk menjabarkan amanah

konstitusi, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004

tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) untuk memberikan jaminan sosial

menyeluruh bagi setiap orang dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar hidup yang

layak menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur.

Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juga ditegaskan

bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber

daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,

dan terjangkau. (UU No.36 Tahun 2009)

Selain itu, dalam tingkatan global hak tingkat hidup yang memadai untuk

kesehatan dan kesejahteraan diri dan keluarga merupakan hak asasi manusia dan

diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Pengakuan itu

tercantum dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 1948

tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 25 Ayat (1) menyatakan, setiap orang berhak

atas derajat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan

keluarganya termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan

kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan dan berhak atas jaminan pada

saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia

lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah, yang

berada di luar kekuasaannya. (Jakarta:Depkes.go.id, 2013)

Kebijakan pemerintah tentang Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan

Nasional perlu diketahui dan dipahami oleh seluruh masyarakat Indonesia. Sosialisasi

2
ketentuan Jaminan Sosial dibutuhkan menyangkut segala hal yang diatur dalam

Sistem Jaminan Sosial Nasional, sehingga dalam pelaksanaannya kelak masyarakat

mengerti dan sadar akan hak dan kewajiban mereka serta dapat memanfaatkan

jaminan kesehatan yang baik dan benar. Kurangnya informasi yang diterima

masyarakat menjadi salah satu kendala utama dalam pelaksanaan awal BPJS dalam

hal ini SJSN sebagai program kesehatan yang mulai diberlakukan 1 Januari 2014. Hal

ini dirasakan bagi pelaksana maupun penerima layanan. Program Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN) yang dijalankan pemerintah di Indonesia sangat baik namun kesiapan

pemangku pelaksana dalam hal ini pemerintah belum secara aktif menggandeng

pemerintah daerah dalam mensosialisasikan program tersebut.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Kesehatan, dapat diketahui pada tanggal 30 januari 2014 tercatat jumlah masyarakat

yang mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan adalah sebesar 124.553.040 jiwa,

sedangkan data per 8 agustus 2014 menyebutkan bahwa jumlah total peserta BPJS

Kesehatan adalah 126.487.166 (data kinerja badan penyelenggara jaminan sosial

kesehatan tahun 2014). Sedangkan per 4 Desember 2015 jumlah peserta BPJS

Kesehatan mencapai 155.189.547 jiwa yang terdiri dari 98.125.684 peserta penerima

bantuan iuran (PBI) dan 57.063.863 jiwa peserta non-PBI (Siregar, 2015).

Untuk wilayah Kabupaten Konawe Selatan, jumlah fasilitas kesehatan yang

ada yakni 1 unit Rumah Sakit, 23 unit Puskesmas yang diantaranya 9 unit Puskesmas

Perawatan, Pos Kesehatan Desa 137 unit, 420 Pos Pelayanan Keluarga Berencana

3
Kesehatan Terpadu, serta 27 unit Pondok Bersalin Desa, termasuk yang ada di

Tinanggea (Dinkes Sultra, 2018).

Berdasarkan data demografi Kecamatan Tinanggea tahun 2016 jumlah

penduduk kecamatan Tinanggea yaitu sebanyak 24.168 jiwa dengan jumlah kepala

keluarga sebanyak 5.412 tercatat bahwa pada tahun 2015 peserta BPJS Kesehatan

terdapat 8.603 jiwa dan tahun 2016 peserta tercatat 9.267 jiwa dari penduduk

Kecamatan Tinanggea yang telah menjadi peserta BPJS Kesehatan.

Data di atas menggambarkan bahwa jumlah peserta BPJS Kesehatan selalu

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan menandakan bahwa masyarakat saat

ini mulai menyadari akan pentingnya pemeliharaan kesehatan. Meskipun terdapat

adanya peningkatan jumlah badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan akan

tetapi, tidak dibarengi dengan pelaksanaan sistem pelayanan yang prima seperti

lambatnya pelayanan Masyarakat pengguna BPJS dan pengurusan administrasi yang

berbeli-belit.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Program Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial Kesehatan dalam Pelayanan Publik di Puskemas Tinanggea

Kabupaten Konawe Selatan”.

4
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah:

1. Bagaimana Implementasi Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Kesehatan dalam Pelayanan Publik di Puskesmas Tinanggea Kabupaten

Konawe Selatan ?

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi program Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dalam pelayanan publik di

puskesmas Tinanggea kabupaten Konawe Selatan ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui Implementasi Program Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial dalam Pelayanan Publik di Puskesmas Tinanggea kabupaten konawe

selatan.

2. Untuk mengetahui faktor factor yang mempengaruhi implementasi Program

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dalam pelayanan publik di

Puskesmas Tinanggea kabupaten Konawe Selatan

5
D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :

1. Manfaat teoritis

Bagi ilmu pengetahuan : Temuan yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat

memberikan kontribusi dalam pengembangan keilmuan yang berkaitan

langsung dengan implementasi program badan penyelenggara jaminan sosial

kesehatan.

2. Manfaat praktis

a. Bagi Pemerintah Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe selatan : Dapat

memberikan masukan positif bagi pihak pemerintah dalam pengambilan

keputusan yang berhubungan dengan implementasi program badan

penyelenggara jaminan sosial kesehatan dalam pelayanan publik.

b. Bagi masyarakat: Menambah pengetahuan mengenai program badan

penyelenggara jaminan sosial kesehatan agar lebih memudahkan jika ingin

memanfaatkan fasilitas yang diberikan oleh badan penyelenggara jaminan

sosial kesehatan.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kebijakan

“Secara etimilogis istilah policy (kebijakan) berasal dari bahasa Yunani,

Sansekerta, dan Latin. Akar kata dalam bahasa Yunani dan Sansekerta/polis (Negara-

kota) dan pur (kota) dikembangkan dalam bahasa Latin menjadi politia (Negara) dan

akhirnya dalam bahasa Inggris pertengahan menjadi policie yang berarti menangani

masalah-masalah publik atau administrasi pemerintahan” (dalam Dunn 2003:51).

Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan dalam Kismartini, dkk (2005:1),

mengemukakan kebijakan sebagai suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan

praktek-praktek yang terarah. Sedangkan James E. Anderson (1979) mengartikan

kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti

dan di laksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan

suatu masalah tertentu.

Menurut Pasalong (2007:39), bahwa pada umumnya kebijakan dapat

dibedakan atas 4 (empat) bentuk, yaitu :

1. Regulatory, yaitu mengatur perilaku orang;

2. Redistributive, yaitu mendistribusikan kembali kekayaan yang ada, atau

mengambil kekayaan dari yang kaya lalu memberikan kepada yang miskin;

7
3. Distributive, yaitu melakukan distribusi atau memberikan akses yang sama

terhadap sumber daya tertentu; dan

4. Constituent, yaitu ditujukan untuk melindungi Negara.

Kebijakan merupakan intrevensi pemerintah yang bersifat mengikat untuk

memecahkan masalah publik. Menurut Anderson (Winarno 2007:18), kebijakan

merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang

aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Konsep kebijakan ini kita

anggap tepat karena memusatkan perhatian pada apa sebenarnya dilakukan dan bukan

pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan. Selain itu, konsep ini juga membedakan

kebijakan dari keputusan yang merupakan pilihan diantara berbagai alternatif yang

ada.

Dalam kebijkan pemerintahan, pemerintah harus mempunyai sikap berbuat

atau tidak berbuat hal ini juga sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan, namun

perhatian utama kepemimpinan pemerintah adalah public policy (kebijakan publik).

Public policy (kebijakan publik) adalah pola ketergantungan yang kompleks

dari pilihan pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk keputuan keputusan

untuk tidak bertindak yang di buat badan atau kantor pemerintah. (Kristian Widya W,

2006).

Menurut Mac Rae dan Wilde dalam Islamy (2004:6), mengartikan kebijakan

public sebagai “serangkaian tindakan yang dipilih oleh pemerintah yang mempunyai

pengaruh penting terhadap sejumlah besar orang”. Pengertian ini mengandung

8
maksud bahwa kebijakan ini terdiri dari berbagai kegiatan yang terangkai, yang

merupakan pilihan pemerintah dan kebijakan tersebut mempunyai pengaruh dan

dampak terhadap sejumlah besar orang. Sedangkan Dye (dalam Islamy 2004:6)

memberikan definisi kebijakan publik sebagai “apapun yang dipilih oleh pemerintah

untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu”. Menutut Dye bila

pemerintah mengambil keputusan (berarti memilih sesuatu) untuk melakukan sesuatu

maka harus ada tujuannya dan kebijakan Negara itu harus meliputi “tindakan

pemerintah” jadi bukan semata-mata merupakan pernyataan keinginan pemerintah

atau pejabat pemerintah saja.

Easton dalam Islamy (2004:6) mengemukakan bahwa pengalokasian nilai-

nilai secara paksa atau sah kepada seluruh anggota masyarakat. Pernyataan tersebut

mempunyai makna bahwa dapat memaksakan suatu atau nilai-nilai kebijakan kepada

masyarakat secara keseluruhan hal ini disebabkan karena pemerintah merupakan para

penguasa dalam suatu sistem politik yang terlibat dalam masalah kehidupan rakyat

sehari-hari yang telah menjadi tanggungjawab dan peranannya.

Implikasi kebijakan publik dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Kebijakan publik itu berbentuk pilihan tindakan-tindakan pemerintah;

2. Tindakan-tindakan pemerintah itu dialokasikan kepada seluruh masyarakat

sehingga bersifat meningkat;

3. Tindakan-tindakan pemerintah itu mempunyai tujuan-tujuan tertentu;

4. Tindakan-tindakan pemerintah itu selalu diorientasikan terhadap terpenuhinya

kepentingan publik.

9
Dari pengertian dan implikasi kebijakan tersebut dapat dikatakan bahwa

kebijakan publik adalah kebijakan yang mengatur kehidupan bersama atau kehidupan

publik, bukan kehidupan private yang dibuat oleh administrator Negara dalam

kerangka memecahkan masalah publik dan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang

diinginkan. Kebijakan publik selalu berkaitan dengan apa yang senyatanya dilakukan

oleh pemerintah dan bukan sekedar apa yang diinginkan (Wahab, 1991:13).

Dari semua uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan

publik pada dasarnya merupakan serangkaian tindakan yang diambil oleh pemerintah

baik yang bersifat aktif maupun pasif, untuk mengatasi masalah publik. Suatu

kebijakan publik dibuat untuk dilaksanakan. Untuk itu, jika sebuah kegiatan telah di

sahkan, tidak ada manfaatnya apabila kebijakan itu tidak diimplementasikan. Apa

artinya implementasi kebijakan? Dalam kamus Wester, dirumuskan secara pendek

bahwa to implement berarti to provide the means for carrying out; effect to; to give

practical (Wahab, 2002 : 64).

B. Konsep Kebijakan Publik

Konsep kebijakan publik adalah serangkaian aktivitas intelektual yang

dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis tersebut

nampak dalam serangkaian kegiatan yang mencangkup penyusunan agenda,

formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian

kebijakan. Sedangkan aktivitas perumusan masalah, forecasting, rekomendasi

kebijakan, monitoring, dan evaluasi kebijakan adalah aktivitas yang lebih bersifat

intelektual (Subarsono, 2005 : 8)

10
Anderson (dalam Nawawi , 2009 : 15-16) menetapkan proses

kebijakan publik sebagai berikut:

1. Formulasi masalah (problem formulation);

2. Apa masalahnya? Apa yang membuat masalah tersebut menjadi rapat dalam

agenda pemerintah?

3. Formulasi kebijakan (formulation);

4. Bagaimana mengembangkan pilihan-pilihan atau alternatif-alternatif untuk

memecahkan masalah tersebut? Siapa saja yang berpartisipasi dalam

formulasi kebijakan?

5. Penentuan kebijakan (adoption): bagaimana alternative ditetapkan?

persyaratan/kriteria seperti apa yang harus dipenuhi? Siapa yang akan

melaksanakan kebijakan? Bagaimana proses atau strategi untuk

melaksanakan kebijakan? Apa isi dari kebijakana yang telah ditetapkan?

6. Implementing (implementation): Siapa yang terlibat dalam implementasi

kebijakan? Apa yang mereka kerjakan? Apa dampak dari isi kebijakan?

7. Evaluasi (evaluation): Bagaimana tingkat keberhasilan atau dampak

kebijakan diukur? Siapa yang mengevaluasi kebijakan? Apa konsekuensi

dari adanya evaluasi kebijakan? Adakah tuntutan untuk melakukan

perubahan atau pembatalan.

11
Beberapa konsep dasar berikut yang disusun oleh Young dan Quinn

sebagaimana dikutip oleh Suharto (2008:44-45) dapat membantu untuk memberikan

pemahaman lebih mendalam terhadap definisis kebijakan publik yang beragam:

1. Tindakan pemerintah yang berwenang, kebijakan publik adalah tindakan

yang dibuat dan diimplementasikan oleh badan pemerintah yang memiliki

kewenangan hukum, politis dan finansial untuk melakukannya.

2. Sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata, kebijakan publik

berupaya merespon masalah atau kebutuhan konkrit yang berkembang di

masyarakat.

3. Seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan, kebijakan publik

biasanya bukanlah sebuah keputusan tunggal, melainkan terdiri dari

beberapa pilihan tindakan atau strategi yang dibuat untuk mencapai tujuan

tertentu demi kepentingan orang banyak.

4. Sebuah keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, kebijakan

publik pada umumnya merupakan tindakan kolektif untuk memecahkan

masalah sosial. Namun, kebijkan publik juga dirumuskan berdasarkan

keyakinan bahwa masalah sosial akan dapat dipecahkan oleh kerangka

kebijakan yang sudah ada dan karenanya tidak memerlukan tindakan

tertentu.

5. Sebuah justifikasi yang dibuat oleh seseorang atau beberapa orang aktor,

kebijakan publik berisi sebuah pernyataan atau judtifikasi terhadap langkah-

langkah atau rencana tindakan yang telah dirumuskan, bukan sebuah

12
maksud atau janji yang belum dirumuskan. Keputusan yang telah

dirumuskan dalam kebijakan publik bisa dibuat oleh sebuah badan

pemerintah, maupun oleh beberapa perwakilan lembaga pemerintah.

Pada akhirnya dapat di tarik pengertian singkat dan umum bahwa kebijakan publik

merupakan upaya untuk menanggulangi masalah publik, maka itu kebijakan

berorientasi pada kepentingan publik, seperti yang diutarakan Utomo (2003:268).

C. Konsep Implementasi

Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan atau adanya

mekanisme suatu system. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi kegiatan yang

terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan. (Usman. 2002:70)

Implementasi sebagaimana dikatakan oleh Jones dalam Widodo (2001:86) adalah

“ambil pekerjaan dan laksanakan”. Suatu definisi yang teramat sederhana karena hanya

berbentuk suatu istilah; tetapi kata “laksanakan” memerlukan keterlibatan banyak orang,

uang dan keterampilan organisasi dari apa yang tersedia. Demikian juga kata “kerjakan”

yang memerlukan keterlibatan banyak orang, uang dan keterampilan organisasi dari apa

yang tersedia. Dengan kata lain, implementasi adalah suatu proses yang memerlukan

ekstra sumber agar dapat memecahkan masalah pekerjaan.

13
Abdullah (1988:398) pengertian dan unsur-unsur pokok dalam proses

implementasi sebagai berikut :

1. Proses implementasi kebijakan ialah rangkaian kegiatan tindak lanjut yang

terdiri atas pengambilan keputusan, langkah langkah yang strategis

maupun operasional yang ditempuh guna mewujudkan suatu program atau

kebijaksanaan menjadi kenyataan, guna mencapai sasaran yang ditetapkan

semula.

2. Proses implementasi dalam kenyataanya yang sesunguhnya dapat berhasil,

kurang berhasil ataupun gagal sama sekali ditinjau dari hasil yang dicapai

“outcomes” unsur yang pengaruhnya dapat bersifat mendukung atau

menghambat sasarn program.

3. Dalam proses implementasi sekurang-kurangnya terdapat tiga unsur yang

penting dan mutlak yaitu :

a. Implementasi program atau kebijaksanaan tidak mungkin

dilaksanakan dalam ruang hampa. Oleh karena itu faktor lingkungan

(fisik, sosial budaya dan politik akan mempengaruhi proses

implementasi program-program pembangunan pada umumnya.

b. Target groups yaitu kelompok yang menjadi sasaran dan diharapkan akan

menerima manfaat program tersebut.

c. Adanya program kebijaksanaan yang dilaksanakan.

14
d. Unsur pelaksanaan atau implementer, baik organisasi atau perorangan

yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan dan

pengawaasan implementasi tersebut.

Hakikat dari implementasi merupakan rangkaian kegiatan yang terencana dan

bertahap yang dilakukan oleh instansi pelaksana dengan didasarkan pada kebijakan

yang telah ditetapkan oleh otoritas berwenang. Sebagaimana rumusan dari

Mazmanian dan Sabartier (dalam Wahab 2005:68-69) mengemukakan “implementasi

adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya alam bentuk Undang-

Undang namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan

eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan”. Proses tersebut berlangsung

setelah melalui sejumlah tahap tertentu, biasanya diawali dengan tahapan

pengesahan-pengesahan Undang-Undang kemudian output kebijakan dalam bentuk

pelaksanaan keputusan oleh badan (instansi) pelaksana, dan akhirnya perbaikan-

perbaikan penting terhadap Undang-Undang atau peraturan yang bersangkutan.

Proses pelaksanaan pada umumnya terlihat cenderung mengarah pada

pendekatan yang bersifat sentralis atau dari atas ke bawah. Apa yang dilaksanakan

adalah apa yang telah diputuskan. Kebijakan publik adalah serangkaian kegiatan yang

mempunyai maksud aatau tujuan tertentu yang diikuti dan di laksanakan oleh

seoraang aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang di

perhatikan. (Loe Agustino, 2012:7)

15
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa fungsi implementasi itu ialah untuk

membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan ataupun sasaran

kebijaksanaan Negara diwujudkan secara out come (hasil akhir) kegiatan yang

dilakukan pemerintah. Sebelum suatu program atau kegiatan dilaksanakan, dilakukan

persiapan yang matang tentang segala hal yang menyangkut kegiatan, misalnya

organisasi, tenaga kerja, termasuk kualitas orang-orang yang terlibat didalamnya,

dana dan perlengkapan serta prosedur kerja yang mengikat semua pihak yang terlibat.

Kemudian Jones (Widodo, 2006:89) mengemukakan bahwa aktifitas

implementasi terdapat tiga macam:

1. Pengorganisasian, yaitu suatu upaya untuk menetapkan dan menata kembali

sumber daya, unit-unit dan metode-metode yang mempengaruhi pada upaya

mewujudkan kebijakan menjadi hasil sesuai dengan apa yang menjadi tujuan

dan sasaran kebijaksanaan;

2. Implementasi, yaitu aktifitas penjelasan subtansi dari suatu kebijaksanaan

dalam bahasa yang lebih operasional dan mudah dipahami sehingga dapat

dilaksanakan dan diterima oleh para pelaku dan sasaran kebijaksanaan; dan

3. Aplikasi, yaitu penyediaan layanan secara rutin, pembayaran atau lainnya

sesuai dengan tujuan dan sasaran kebijaksanaan yang ada.

16
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi

Menurut Eugene (Agustino, 2006:153) mengungkapkan kerumitan dalam

proses implementasi adalah cukup untuk membuat sebuah program kebijaksanaan

umum yang kelihatannya bagus diatas kertas. Lebih sulit lari merumuskannya dalam

kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakan bagi telinga para

pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi dalam

melaksanakannya dalam bentuk yang memuaskan semua orang.

Ripley dan Franklin (1986:12) merumuskan pengukuran keberhasilan

implementasi kebijakan melalui tiga aspek yaitu :

1. Tingkat kepatuhan birokrasi;

2. Lancarnya pelaksana rutinitas fungsi dan tidak adanya kendala; dan

3. Terwujudnya kinerja dan dampak yang diinginkan.

Meter dan Horn mengemukakan bahwa implementasi kebijakan ialah

tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat

atau kelompok-kelompok atau swasta yang diarahkan pada tercapainnya tujuan-

tujuan digariskan dalam keputusan kebijakan. Sedangkan menurut Mazmanian dan

Sabatier implementasi kebijakan adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar,

biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula bentuk perintah-perintah

atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan.

Keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan

secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk

mengstrukturkan atau mengatur proses implementasinnya (Agustino, 2006:139).

17
Dari definisi diatas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan

menyangkut (minimal) tiga aspek, yaitu :

1. Adanya tujuan atau sasaran kebijakan;

2. Adanya aktifitas atau kegiatan pencapaian tujuan; dan

3. Adanya hasil kegiatan.

Berdasarkan uraian ini dapat disimpulakan bahwa implementasi kebijakan adalah

suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kegiatan melakukan suatu kegiatan,

sehingga pada akhirnya mendapatkan suatu hasil yang dengan tujuan atau sasaran

kebijakan itu sendiri.

Hal ini sesuai pula dengan apa yang telah di ungkapkan oleh Lester dan

Stewart (Agustino, 2006:139) yang menyatakan bahwa implementasi sebagai suatu

proses dan suatu hasil (output) keberhasilan suatu implementasi dapat di ukur atau di

lihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir (output) yaitu tercapai atau

tidaknya atau tujuan-tujuan yang ingin diraih.

Sama halnya dengan apa yang ingin diutarakan oleh Grindle (Agustino,

2006:154) pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya,

dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah

ditentukan yaitu melihat pada action program individual projects dan yang kedua

apakah tujuan program telah tercapai.

Dari beberapa definisi implementasi dapat disimpulkan bahwa implementasi

dapat diartikan sebagai proses pelaksanaan dari kebijakan yang telah dirumuskan

sebelumnya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

18
Studi lebih mendalam mengenai kegagalan dan keberhasilan implementasi

kebijakan atau faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan telah

dilakukan dilakukan dengan menggunakan beberapa pendekatan :

a. Grindle.

Implementasi adalah suatu kebijakan, menurut Grindle (dalam Putra, 2009:24)

sangat ditentukan oleh isi kebijakan (content of public) dan konteks kebijakan

(context of policy). Grindle mencermati implementasi kebijakan dari sisi

pengaruh lingkungan.

Ide dasarnya adalah paska ketika kebijakan ditransformasikan menjadi

program aksi, akan tetapi pelaksanaanya tidak berjalan sebagaimana yang

direncanakan, dan sangat tergantung kepada isi dan konteks kebijakannya.

1. Isi kebijakan, mencakup sebagai berikut :

a. Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan.

b. Jenis manfaat yang akan dihasilkan.

c. Derajat perubahan yang diinginkan.

d. Kedudukan pembuat kebijakan.

e. Siapa pelaksana program

2. Sumber daya yang dikerahkan.

a. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat.

b. Karateristik lembaga dan penguasa.

c. Kepatuhan serta daya tanggap pelaksana.

19
Ide dasar Grindle adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan menjadi

program aksi maupun proyek individual dan biaya telah disediakan, maka

implementasi kebijakan dilaksanakan. Tetapi ini tidak berjalan mulus, tergantung

pada implementasi dari program itu yang dapat dilihat pada isi dan konteks

kebijakannya.

Dalam menformulasikan suatu kebijakan hendaknya diminimalisir terjadinya

banyak kepentingan yang berbeda yang dipengaruhinya. Dengan demikian dalam

proses implementasi akan semakin lebih baik. Manfaaat dari suatu kebijakan yang

dapat diminati secara realistis oleh suatu kelompok sasaran akan memperoleh

dukungan yang kuat dalam proses implementasinya, daripada suatu kebijakan yang

memberi manfaat yang kecil kepada kelompok sasaran.

b. Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier.

Mazmanian dan Sabatier (dalam Putra, 2009:26) melihat implementasi

kebijakan merupakan fungsi dari tiga variable, yaitu : 1). Karakteristik masalah.

2). Struktur manajemen program yang tercermin dalam berbagai macam

peraturan yang mengoperasionalkan kebijakan, dan 3). Faktor-faktor di luar

peraturan kebijakan. Pemikiran Sabatier dan Mazmanian ini berkesan

menganggap bahwa suatu implementasi akan efektif apabila birokrasi

pelaksananya mematuhi apa yang telah digariskan oleh peraturan (petunjuk

pelaksanaan, petunjuk tekhis). Oleh karena itulah model ini disebut sebagai

model top down. Dengan pendekatan semacam ini sudah seharusnya tujuan dan

sasaran yang akan dituju hendaknya dituangkan dalam program maupun proyek

20
yang jelas, dan mudah dipahami sehingga para birokrat akan mudah untuk

memahaminya kemana arah tujuan atau sasaran yang hendak dituju.

c. George C. Edwards III (Winarno, 2012 : 177)

Pada pendekatan teori ini yang dipilihnya terlebih dahulu mengemukakan

faktor-faktor atau variabel-variabel yang merupakan syarat-syarat penting guna

berhasilnya implementasi kebijakan yang terdiri dari :

1. Komunikasi (Communication)

Keberhasilan suatu implementasi kebijakan memberikan persyaratan kepadan

implementator dengan maksud agar mengetahui apa yang harus di lksanakan.

Widodo kemudian menambahkan bahwa informasi perlu disampaiakan

kepada pelaku kebijakan agar pelaku kebijakan dapat memahami apa yang menjadi

isi, tujuan, arah, kelompok sasaran (target group) kebijakan, sehingga pelaku

kebijakan dapat mempersiapkan hal-hal apa saja yang berhubungan dengan

pelaksanaan kebijakan, agar proses implementasi kebijakan bisa berjalan dengan

efektif serta sesuai dengan tujuan kebijakan itu sendiri.

2. Sumber daya (Resources)

Edwards III (Winarno, 2012 : 184) mengemukakan bahwa “bagaimanapun jelas

dan konsistensinya ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan serta bagaimanapun

akuratnya penyampaian ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan tersebut, jika para

pelaksana kebijakan yang bertanggungjawab untuk melaksanakan kebijakan kurang

mempunyai sumber-sumber daya untuk melaksanakan kebijakan secara efektif maka

implementasi kebijakan tersebut tidak akan efektif”.

21
Sumber daya di sini berkaitan dengan segala sumber yang dapat digunakan

untuk mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. Sumber daya ini mencakup

sumber daya manusia, anggaran, fasilitas, informasi dan kewenangan.

3. Disposisi (Disposition)

Kecenderungan perilaku atau karakteristik dari pelaksana kebijakan yang

sesuai dengan tujuan atau sasaran. Karakter enting yang harus dimiliki oleh pelaksana

kebijakan misalnya kejujuran atau komitmen yang tinggi. Kejujuran mengarahkan

implementor untuk tetap berada dalam asa program yang telah digariskan, sedangkan

komitmen yang tinggi dari pelaksana kebijakan akan membuat mereka selalu antusias

dalam melaksanakan tugas, wewenang, fungsi dan tanggung jawab sesuai dengan

peraturan yang telah ditetapkan (Winarno, 2012 : 197)

Sikap dari pelaksana kebijakan akan sangat berpengaruh dalam implementasi

kebijakan. Apabila implementator memiliki sikap yang baik maka dia akan dapat

menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat

kebijakan, sebaliknya apabila sikapnya tidak mendukung maka implementasi tidak

akan terlaksana dengan baik.

4. Struktur birokrasi (Bureucratic structure)

Struktur birokrasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi

kebijakan. Aspek struktur organisasi ini meliputi dua hal yaitu mekanisme dan

struktur birokrasi itu sendiri. Aspek pertama adalah mekanisme, dalam implementasi

kebijakan biasanya sudah dibuat standar operation procedur (SOP). SOP menjadi

pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak agar dalam pelaksanaan kebijakan

22
tidak melenceng dari tujuan dan sasaran kebijakan. Aspek kedua adalah struktur

birokrasi, struktur birokrasi yang terlalu panjang dan terfragmentasi akan cenderung

melemahkan pengawasan dan menyebabkan prosedur birokrasi yang rumit dan

kompleks yang selanjutnya akan menyebabkan aktifitas organisasi menjadi tidak

fleksibel (Winarno, 2012 : 205)

Allison (Tangkilsan, 2003 : 77) dalam menilai konteks implementasi

kebijakan, menampilkan tiga model pembuatan keputusan untuk implementasi yaitu :

aktor rasional, proses organisasional, dan model politik birokrasi. Kedua dan ketiga

dari model ini terfokus pada prosedur operasi standar (Starting Operating Procedure)

SOP dan politik birokrasi secara berurutan dan telah memperbanyak perhatian untuk

membuat keputusan. Pendekatan dilakukan sesuai dengankondisi lingkungan masing-

masing institusi. Namun tetap terfokus pada pentingnya faktor dalam pembuatan

keputusan. Dengan demikian, pendekatan terhadap faktor tersebut adalah bagaimana

faktor-faktor dominan tersebut mempengaruhi implementasi secara khusus.

E. Konsep Pelayanan Publik

Pengertian pelayanan publik menurut Widodo (2001:209) adalah pemberian

layanan (melayani) keperluan orang lain atau masyarakat yang mempunyai

kepentingan pada kepentingan organisasi sesuai dengan aturan pokok atau tata cara

yang telah ditetapkan.

Sedangkan menurut Thoha dalam Seanipar (1997:78) menyatakan bahwa

pelayanan publik adalah sebagai usaha yang dilakukan oleh seseorang, kelompok,

23
instansi tertentu untuk memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat

dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

Jika kita ingin melihat secara teori sebuah pelayanan publik harus memenuhi

kaidah-kaidah sebagai berikut (Dewa 2011:104) :

a. Kesederhanaan, yaitu proses pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah

dipahami dan mudah dilaksanakan

b. Kejelasan memuat tentang :

1. Persyaratan teknis dan administrasi pelayanan publik;

2. Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam

memberikan pelayanan dan menyelesaikan keseluruhan / persoalan /

sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik:

3. Kepastian waktu, dimana dalam pelaksanaan pelayanan publik dapat

diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan (antara 1 hari

hingga 3 hari );

4. Akurasi, dimana produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat

dan sah;

5. Keamanan, proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman

dan kepastian hukum;

6. Tanggung jawab, pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau

pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan

pelayanan dan penyelesaian keluhan atau persoalan dalam pelaksanaan

pelayanan publik;

24
7. Kelengkapan sarana dan prasarana, yaitu tersediannya sarana dan

prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai

termasuk penyediaan sarana teknologi komunikasi dan informatika

(Telematika):

8. Kemudahan akses, yaitu dimana tempat dan lokasi serta sarana

pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat dan dapat

memanfaatkan teknologi komunikasi dan informatika;

9. Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan dimana pemberi pelayanan

harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta memberikan

pelayanan dengan ikhlas;

10. Kenyamanan, yaitu lingkungan pelayanan harus tertib, teratur dan

disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang

indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan

seperti toilet, tempat ibadah dan lainnya.

Adapun penyelenggara pelayanan publik adalah setiap institusi penyelenggara

negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang

untuk kegiatan pelayanan publik dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata

untuk kegiatan pelayanan publik.

25
Setiap penyelenggara pelayanan publik harus berasaskan (Dewa, 2011:103) :

1. Kepentingan umum;

2. Kepastian hukum;

3. Kesamaan hak;

4. Keseimbangan hak dan kewajiban;

5. Keprofesionalan;

6. Partisipatif;

7. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif;

8. Keterbukaan;

9. Akuntabilitas;

10. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan;

11. Ketepatan waktu;

12. Kecepatan,kemudahan dan keterjangkauan.

Asas-asas diatas adalah standar yang harus dipenuhi oleh semua institusi

pelayanan publik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat termasuk juga

pelayanan publik di bidang kesehatan.

Secara teoritis, tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan

masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang

tercermin dari (Ibid dalam Dewa, 2011:100):

26
a. Transparansi, yaitu pelayanan yang bersifat terbuka, mudah, dan dapat diakses

oleh semua pihak yang membutuhkan serta disediakan secara memadai serta

medah dimengerti;

b. Akuntabilitas, yaitu pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. Kondisional, yaitu pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan

pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip

efsiensi dan efektivitas;

d. Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat

dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi,

kebutuhan dan harapan masyarakat;

e. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat

dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial dan

lain-laian;

f. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang mempertimbangkan

aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik.

Menurut Mahmudi (2005:236) standar pelayanan publik harus diberikan

standar tertentu yang dikemukakan oleh standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu

yang dilakukan sebagai patokan dan melakukan pelayanan publik. Standar pelayanan

publik tersebut merupakan ukuran atau persyaratan baku yang harus dipenuhi dalam

penyelanggaraan pelayanan publik dan wajib ditaati oleh pemberi pelayanan

(pemerintah) dan atau pengguna pelayanan (masyarakat).

27
Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan

dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan.

Standar pelayanan, sekurang-kurangnya meliputi :

1. Prosedur pelayanan, prosedur pelayanan yang dilakukan bagi pemberi dan

penerima pelayanan termasuk pengaduan;

2. Waktu penyelesaian, waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat

pengajuan pemohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk

pengaduan;

3. Biaya/tarif pelayanan, biaya pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan

dalam proses pemberian pelayanan;

4. Produk pelayanan, hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan

ketentuan yang telah ditetapkan;

5. Sarana dan prasarana, penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang

memadai oleh penyelenggara pelayanan publik; dan

6. Kompetensi petugas pemberi pelayanan, kompetensi petugas pemberi

pelayanan harus ditetapkan dengan rapat berdasarkan pengetahuan, keahlian,

keterampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan.

F. Kerangka Pikir

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian sebagaimana dilakukan

pada bab sebelumnya, serta berdasarkan kajian beberapa teori implementasi

kebijakan pablik di atas, maka kerangaka pikir dalam penelitian yaitu implementasi

28
kebijakan publik dapat dilaksanakan sesuai dengan mekanisme pedoman pelaksanaan

program, dan dapat memperoleh keberhasilan.

Dengan pendekatan konsep George C. Edwards III (Winarno, 2012), penulis

mengadopsi beberapa variabel yang dikembangkan oleh ahli tersebut dan disesuaikan

dengan jenis, isi dan lingkup kebijakan yang dikaji, maka yang diduga faktor faktor

yang mempengaruhi implementasi program badan penyelenggara jaminan sosial

kesehatan (BPJS) dalam pelayanan publik di puskesmas Tinanggea Kabupaten

Konawe Selatan, antara lain:

1. Komunikasi (Communication)

2. Ketersediaan sumber daya (Resource)

3. Disposisi (Disposition)

4. Struktur birokrasi (Bureucratic structure)

Adapun implementasi program dalam pelayanan publik menurut Mahmudi

(2005:236) memiliki indikator sebagai berikut :

1. Prosedur pelayanan;

2. Waktu penyelesaian;

3. Biaya pelayanan;

4. Produk pelayanan; dan

5. Sarana dan prasaran;

29
Berikut ini gambar kerangka pikir Implementasi Program Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) dalam pelayanan publik :

Implementasi program

Faktor-faktor yang
mempengaruhi implementasi
6. berik
1. Komunikasi
2. Sumber daya
3. Disposisi
4. Struktur birokrasi

(Edwards III, dalam Winarno


2012) Faktor-faktor yang
mempengaruhi
keberhasilan dan factor-
faktor yang menghambat
implementasi program

Pelayanan Publik

1. Prosedur Pelayanan
2. Waktu Penyelesaian
3. Biaya Penyelesaian
4. Produk Penyelesaian
5. Sarana dan Prasarana

Mahmudi (2005,236)

30
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Lokasi pada penelitian ini adalah yaitu pada Puskesmas Tinanggea,

Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan Propinsi Sulawesi Tenggara.

B. Informan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti berperan sebagai instrument utama dalam

penelitian, dimana informan sebagai kunci dan informan sebagai instrument

pendukung, dengan menggunakan alat bantu panduan wawancara dan alat rekam

suara dan video (kamera digital/hp). Peneliti berperan sebagai pengamat untuk

mengobservasi secara langsung, sekaligus sebagai partisipan untuk melakukan

interaksi dengan obyek penelitian lapangan (Bagong suyanto:2005:172). Adapun

informan dalam penelitian ini yaitu:

1. Kepala puskesmas Tinanggea

2. Bendahara JKN/suster 1 orang, Bidan Puskesmas Tinanggea 1 orang, staff 1

orang

3. Dan peserta BPJS sebanyak 6 orang.

C. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Data kualitatif yaitu data

yang disajikan dalam bentuk kata verbal bukan dalam bentuk angka, yang termasuk

data kualitatif dalam penelitian ini yaitu gambaran umum obyek penelitian, meliputi :

31
sejarah singkat berdirinya, letak geografis, obyek, visi dan misi, struktur organisasi,

keadaan pegawai dan keadaan sarana dan prasarana (Arikunto,1998:234)

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Data primer,

Data Primer yaitu data yang diperoleh dari lokasi penelitian. Sumber

informasi berasal dari informan yang dianggap mengetahui permasalahan

dengan jelas, dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber informasi yang baik

serta mampu mengemukakan pendapat secara baik dan benar yang berkaitan

dengan variabel pelaksana program Badan penyelenggara Jaminan Sosial

Kesehatan (BPJS).

2) Data sekunder,

Data sekunder yaitu data perlengkapan yang diperoleh dari data puskesmas

Tinanggea, buku teks, dokumen-dokumen, laporan-laporan yang berhubungan

dengan penelitian yang dibahas.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalm penelitian ini yaitu: (Sugiyono

2013:231)

1. Wawancara (Interview). Wawancara yaitu suatu cara untuk mendapatkan dan

mengumpulkan data melalui Tanya jawab dan dialog atau diskusi dengan

informan yang dianggap mengetahui banyak tentang dan masalah penelitian.

2. Observasi (Observation)

32
Observasi yaitu metode pengumpulan data yang digunakan pada riset

kualitatif juga sebagai kegiatan mengamati secara langsung tanpa mediator sesuai

objek untuk melihat dengan dekat kegiatan yang dilakukan objek tertentu.

Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu pelayanan publik.

3. Dokumentasi (Documentation Study)

Studi dokemen dimaksud sebagai pengumpulan data dan telaah pustaka,

dimana dokumen-dokumen yang dianggap menunjang dan relevan dengan

permasalahan yang akan ditiliti baik berupa buku-buku, literatur, laporan tahunan,

jurnal, table, karya tulis ilmiah, dokumen peraturan pemerintah dan undang-undang

yang telah tersedia pada lembaga yang terkait dipelajari, dikaji dan

disusun/dikategorikan sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh data guna

memberikan informasi berkenaan dengan penelitian yang akan dilakukan, meliputi :

UU No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, UU No. 40

tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU No. 36 tahun 2009 tentang

Kesehatan, dan data dinas kesehatan Sulawesi Tenggara 2016.

E. Teknik Analisis data

Jenis penelitian ini merupakan suatu bentuk penelitin yang menggunakan

pendekatan kualitatif. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak

sebelum memasuki lapangan, selama dilapangan, dan setelah selesai dilapangan.

Menurut Nasution (Sugiono, 2016) menyatakan bahwa analisis telah mulai sejak

33
merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun kelapangan, dan berlangsung

terus sampai penulisan hasil penelitian.

Berikut ini pandangan analisis data kualitatif menurut Miles, Huberman dan

Saldana (1984) adalah :

1). Kondensasi Data

Data yang diperoleh dari lapangan melalui wawancara dan observasi direduksi

dengan cara merangkum, memilih dan memfokuskan data pada hal-hal yang sesuai

dengan tujuan penelitian. Pada tahap ini, Peneliti melakukan reduksi data dengan cara

memilah-milah, mengkategorikan dan membuat abstraksi dari catatan lapangan,

wawancara dan observasi.

2). Penyajian Data (Data Display)

Penyajian data dilakukan setelah selesai direduksi atau dirangkum. Data yang

diperoleh dari hasil observasi dan wawancara dianalisis kemudian disajikan dalam

bentuk CW (Catatan Wawancara), dan CL (Catatan Lapangan). Data yang sudah

disajikan dalam bentuk wawancara dan catatan lapangan diberi kode data untuk

mengorganisasi data, sehingga peneliti dapat menganalisis dengan cepat dan mudah.

Peneliti membuat daftar awal kode yang sesuai dengan pedoman wawancara dan

observasi. Masing-masing dara yang sudah diberi kode dianalisis dalam bentuk

refleksi dan disajikan dalam bentuk teks.

34
3). Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi (Conclusion Drawing/ Verification)

Langkah terakhir dalam analisis model interaktif adalah penarikan kesimpulan/

verifikasi. Berdasarkan data yang telah direduksi dan disajikan, peneliti membuat

kesimpulan yang didukung dengan bukti yang kuat pada tahap pengumpulan

data. Kesimpulan adalah jawaban dari rumusan masalah dan pertanyaan yang

telah diungkapkan oleh peneliti sejak awal.

Berikut ini gambar analisis data model interaktif menurut Miles, Huberman

dan Saldana :

Pengumpulan Penyajian data


data

Reduksi data Penarikan


kesimpuan/verifikasi

Gambar 2. Analisi data Miles, Huberman dan Saldana (2014)

F. Definisi Konsep

Dalam penelitian ini, peneliti membagi 2 (dua) definisi konsep. Hal ini terkait

dengan kerangka pikir yang telah dikemukakan sebelumnya, maka definisi konsep

pada penelitian ini adalah :

35
1. Implementasi program adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh

individu-individu (dan kelompok) pemerintah dan swasta yang diarahkan pada

pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Ada 4 (empat) faktor yang dapat

digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan implementasi kebijakan yaitu :

a) Komunikasi, dalam implementasi, komunikasi sangat penting Karena dapat

mempengaruhi implementasi kebijakan publik dan menentukan keberhasilan

pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik.

b) Sumber daya manusia (SDM), meskipun sebelumnya kebijakan telah

dikomunikasikan dengan baik dan konsisten secara jelas, tetapi tidak disertai

dengan sumber daya yang memadai, maka dari itu implementasi kebijakan

tidak akan efektif;

c) Disposisi, watak dan prilaku yang dimiliki oleh implementor, seperti

komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis; dan

d) Struktur birokrasi, struktur organisasi yang mengimplementasikan kebijakan

yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan,

salah satu aspek yang penting dalam setiap organisasi adalah prosedur

operasional standar (Standar Operating Procedures atau SOP) yang dijadikan

pedoman bagi setiap implementator bertindak.

2. Pelayanan publik yaitu segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk

barang publik maupun jasa publik yang menjadi tanggung jawab dan di laksanakan

oleh instansi pemerintah di pusat, daerah, dan di lingkungan badan usaha milik

Negara atau badan usaha milik daearah dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan

36
masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang

undangan. Pelayanan publik juga merupakan pelayanan yang diselenggarakan oleh

pemerintah untuk melayani keperluan orang/masyarakat yang telah ditetapkan.

Standar pelayanan meliputi :

a. Prosedur pelayanan, yaitu tata cara pelayanan yang dilakukan bagi pemberi

dan penerima pelayanan, termasuk pengaduan.

b. Waktu penyelesaian,yaitu jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan

seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.

c. Biaya pelayanan, yaitu ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan

dalam mengurus atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang

besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dengan

masyarakat.

d. Produk pelayanan, yaitu hasil pelayanan yang diberikan dan diterima sesuai

dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

e. Sarana dan prasarana, yaitu penyediaan fasilitas-fasilitas yang memadai oleh

penyelenggara pelayanan.

f. Kompetensi petugas pemberi pelayanan, yaitu pemberi pelayanan harus

ditetapkan dengan rapat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan,

sikap dan perilaku yang dibutuhkan.

37
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Letak geografis

Kecamatan Tinanggea adalah sebuah Kecamatan yang berada di Kabupaten

Konawe Selatan dengan jarak tempuh ke IbuKota 21 KM, serta memiliki kondisi

geografis daerah dataran rendah/daerah pesisir dengan batas wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Lalembuu

b. Sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Palangga dan Kecamatan

Palangga Selatan.

c. Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Tiworo

d. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bombana.

Kaitannya dengan penelitian ini adalah menerangkan bahwa wilayah kerja

puskesmas Tinanggea yang berbatasan dengan beberapa wilayah kecamatan di

Kabupaten Konawe Selatan.

2. Demografi

Kecamatan Tinanggea terdiri dari 2 Kelurahan dan 24 desa. Jumlah penduduk

Kecamatan Tinanggea sebanyak 24.168 jiwa atau 5.412 kepala keluarga. Data ini

memiliki kaitan dengan pelayanan Puskesmas Tinanggea yaitu melayani kesehatan

38
masyarakat di Kecamatan Tinanggea. Dalam pelaksanaan penelitian ini di temukan

bahwa masih ada warga masyarakat yang belum terjangkau oleh pelayanan

Puskesmas Tinanggea. Namun demikian hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi pihak

pemerintah daerah untuk mengembangkan jangkauan pelayanan Puskesmas

Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan.

3. Sosial Ekonomi Masyarakat

Penduduk wilayah Kecamatan Tinanggea terdiri atas beragam suku agama.

Suku suku yang ada di wilayah Kecamatan Tinanggea antara lain suku Tolaki, Bugis,

Jawa, Sunda, Bajo, dan suku suku lainnya yang mayoritas bekerja sebagai

petani/pekebun dan nelayan di samping pekerja lain seperti wiraswasta, PNS dan

TNI/POLRI.

B. Gambaran Umum Puskesmas Tinanggea

Puskesmas Tinanggea adalah adalah salah satu puskesmas perawatan yang

ada di Kabupaten Konawe Selatan yang berkedudukan di Kecamatan Tinanggea

dengan jarak tempuh 21 KM ke arah timur dari Ibu Kota Kabupaten Konawe

Selatan.

1. Sarana dan prasarana

Berikut ini sarana dan prasarana yang ada di Puskesmas Tinanggea Kabupaten

Konawe Selatan:

39
Tabel. 1

Sarana dan prasarana puskesmas Tinanggea

No Nama barang Jumlah

1. Mobil ambulance 1

2. Motor 3

3. Kursi tunggu 10

4. Computer 2

5. Lemari obat 2

6. Usg 1

7. Ruang kerja pimpinan 1

8. Ruang inap 3

9. Meja kerja 13

10. Obat obatan Sesuai kebutuhan

Sumber: profil puskesmas Tinanggea Tahun 2018

Berdasarkan tabel di atas dapat di simpulkan bahwa keadaan sarana dan

prasarana di puskesmas Tinanggea dapat di katakan telah memadai, dengan adanya

mobil ambulance dan motor yang mempermudah pegawai untuk melakukan

sosialisasi terhadap masyarakat.

2. Keadaan pegawai puskesmas Tinanggea.

Berikut ini tabel pendidikan pegawai puskesmas kecamatan Tinanggea kabupaten

konawe selatan.

40
Keadaan pegawai puskesmas Tinanggea

Tabel. 2

Status kepegawaian
Pendidikan Jumlah
PNS PTT Honorer

Dokter umum 1 - 1

Perawat gigi 1 - - 1

Kesehatan lingkungan 1 - - 1

Keperawatan 12 - 6 18

Kebidanan 20 - 10 30

Ahli gizi 2 3 - 5

Laboratorium 1 1 - 2

Apoteker 1 - - 1

Penjaga kantor - - 2 2

Supir ambulance - - 1 1

Cleaning service - - 1 1

Jumlah 39 4 20 63

Sumber: Data puskesmas Tinanggea 2018

Berdasarkan tabel tersebut, dapat di lihat bahwa pegawai yang ada pada

puskesmas Tinanggea sebanyak 63 orang dengan 1 orang dokter. Status pendidikan

pegawai ini adalah sarjana, diploma kesehatan dan juga SMA. Dengan demikian,

41
pelayanan kesehatan di laksanakan secara bersama sama. Implikasinya adalah bahwa

pelayanan kesehatan dapat berlangsung dengan baik.

C. Implementasi Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Kesehatan

1. Program BPJS Kesehatan

Program dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yaitu fokus

meningkatkan rekrutmen peserta potensial dan meminimalkan asimetri informasi atau

terbatasnya informasi dari pihak peserta. Selain itu BPJS Kesehatan juga fokus

meningkatkan kolektibilitas iuran peserta dan seluruh segmen, peningkatan kepastian

dan kemudahan pembayaran iuran, penerapan penegakan hukum pada fasilitas

kesehatan, peserta, maupun Badan usaha yang terbukti menyalahi aturan. Serta

efisiensi dan efektifitas pengelolaan dana operasional serta optimaslisasi kendali mutu

dan kendali biaya Dana Jaminan Sosial. Sementara untuk meningkatkan kualitas

BPJS Kesehatan fokus dalam kepuasan peserta. Kemudian perluasan dan peningkatan

kualitas fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan lanjutan khususnya

optimalisasi peran FKTP sebagai jaringan pelayanan tingkat pertama, serta

kemudahan penanganan keluhan pelanggan dan akses informasi peserta.

Program pemerintah untuk bidang kesehatan telah di kembangkan dalam

berbagai bentuk seperti program yang di lakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial (BPJS) Kesehatan dengan tujuan untuk mengoperasikan program bernama

42
JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). Seluruh masyarakat Indonesia dianjurkan untuk

mengikuti dan menjadi anggota BPJS Kesehatan, sebagaimana amanat dari Undang

Undang namun keanggotaan dari BPJS kesehatan ini sendiri terbagi menjadi dua

yaitu :

a. Penerima bantuan iuran atau PBI merupakan peserta yang mengikuti program

BPJS kesehatan berdasarkan bantuan dari pemerintah, terdiri dari golongan

fakir miskin, orang tidak mampu, serta penderita cacat total, baik tetap

maupun tidak mampu.

b. Bukan penerima bantuan iuran Non-PBI berarti kelompok peserta yang bukan

termasuk kedalam jaminan bantuan iuran dan biaya untuk menjadi anggota

peserta BPJS ditanggung oleh masing masing peserta, terdiri dari pekerja

penerima upah, pekerja bukan penerima upah, dan bukan pekerja.

Berdasarkan pembagian tersebut, pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial (BPJS) Kesehatan di Puskesmas Tinanggea melayani warga masyarakat

Kecamatan Tinanggea sebanyak 24.168 jiwa atau 5.412 kepala keluarga. Kelas sosial

masyarakat yang ada di Kecamatan Tinanggea terdiri dari masyarakat pra sejahtera

dan sejahtera. Hasil observasi di objek penelitian diperoleh bahwa kesadaran

masyarakat untuk menggunakan pelayanan kesehatan pada puskesmas relative

rendah. Alasannya bahwa puskesmas hanya 1 (satu) unit sedangkan yang

membutuhkan pelayanan cukup banyak.

43
2. Implementasi program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang di lakukan oleh peneliti

yang berjudul Implementasi Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Kesehatan Dalam Pelayanan Publik di Pusat Kesehatan Masyarakat Tinanggea

Kabupaten Konawe Selatan, dengan aspek penelitian yaitu berdasarkan informasi

yang telah peneliti dapatkan selama berada di lapangan bahwa, sosialisasi secara

langsung dan tidak langsung memang ada atau di lakukan. Tetapi sangat minim,

karena sosialisasi langsung hanya di adakan di puskesmas. sedangkan pihak BPJS

belum ada kontribusi yang baik kepada kecamatan maupun desa dalam proses

mensosialisasikan nya karena pihak BPJS hanya mau mensosialisasikan jika di

undang langsung oleh pihak yang ingin melakukan sosialisasi, pihak Kecamatan dan

Desa hanya berperan dalam pendistribusian kartu BPJS untuk masyarakat yang

tergolong miskin dan kurang mampu. Sedangkan untuk sosialisasi tidak langsung

pihak BPJS sudah memasang spanduk di Puskesmas Tinanggea. Secara umum

pelaksanaan sosialisasi masih banyak kendala karna kurangnya sosialisasi yang di

berikan, akibatnya kurang terpahaminya program BPJS oleh masyarakat baik

menyangkut kemanfaatan bagi masyarakat maupun tata cara pelayanannya.

44
Kurangnya sosialisasi sebagaimana tersebut di atas berdampak adanya kebingungan

masyarakat terkait dengan pelaksanaan pelayanan kesehatan.

Ketersediaan sarana dan prasarana di Puskesmas Tinanggea sesuai dengan

penelitian kurang baik. Di mana kapasitas ruang yang tidak sesuai dengan jumlah

pasien terlebih khusus ruang tunggu untuk pengurusan administrasi, tempat duduk di

ruang tunggu yang tidak mencukupi sehingga banyak pasien yang harus menunggu di

luar dan duduk di lantai untuk sementara menunggu antrian. Jadi sebaiknya pihak

Puskesmas Tinanggea meningkatkan koordinasi dengan pihak Dinas kesehatan

mengenai sarana dan prasarana baik di ruangan pelayanan maupun sarana lainnya.

D. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Implementasi BPJS

1. Komunikasi

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan memiliki kerangka

kerja yang kompleks dan di dukung dengan Undang Undang . pekerjaan yang di

lakukan dalam pelayanan BPJS kesehatan di komunikasikan kepada masyarakat

melalui sosialisasi program BPJS dan penggunaan system imformasi. Masyarakat

kecamatan Tinanggea membutuhkan informasi yang jelas dari proses Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan di kecamatan Tinanggea.

45
Masyarakat yang ada di kecamatan Tinanggea mengharapkan adanya

komunikasi yang baik sebagai bentuk sosialisasi program BPJS kesehatan dengan

jelas. Komunikasi merupakan salah satu variabel yang menetukan keberhasilan dari

indikator pencapaian tujuan kebijakan program.

a. Informasi

Informasi yang di berikan pihak puskesmas Tinanggea dapat di katakan belum

baik atau belum jelas dan belum di mengerti oleh masyarakat. Sehingga

sebagian masyarakat belum memahami program BPJS. Seperti yang di

kemukakan oleh ibu Masna (peserta BPJS)

“program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan di


sosialisasikan di Puskesmas Tinanggea. Penyampaian program belum jelas
dan di sampaikan hanya secara singkat oleh pihak puskesmas Tinanggea.
Sehingga masih ada sebagian warga yang tidak memahami bahkan tidak
mengetahui adanya program BPJS Kesehataan Kecamatan Tinanggea..
(wawancara, 07 januari 2020)

Selanjutnya menurut ibu Nusra (peserta BPJS)


“belum banyak yang memahi dari program BPJS, karena proses
sosialisasinya belum jelas dan di pahami oleh sebagian masyarakat karena
hanya di sosialisasikan dipuskesmas, sedangkan masih ada masyarakat yg
tempat tinggalnya jauh dari tempat diadakannya sosialisasi tentang program
BPJS yaitu di puskesmas. (wawancara, 07 januari 2020)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat di katakan bahwa informasi

mengenai penggunaan layanan BPJS bagi setiap pesertanya kurang di sosialisasikan,

sehingga menyebabkan kebanyakan peserta BPJS tidak mengetahui dalam

menggunakan jasa layanan BPJS.

46
2. Sumber daya

Tujuan mengimplementasikan program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS) Kesehatan adalah untuk memeratakan pelayanan Jaminan Sosial BPJS

Kesehatan kepada masyarakat di Kecamatan Tinanggea. Sumber daya untuk

mengimplementasikan program program BPJS Kesehatan menggunakan anggaran

kerja dari pemerintah dalam hal ini kementrian Kesehatan. Selain itu pemerintah juga

menyediakan berbagai sarana dan prasarana BPJS Kesehatan yang akan di gunakan

dalam pelayanan kesehatan di Kecamatan Tinanggea.

Sumberdaya dalam sebuah implementasi kebijakan menjadi indikator yang

paling penting selain indikator komunikasi. Sumberdaya terdiri dari sumber daya

manusia, sarana dan prasarana serta financial.

a. Sumber daya manusia

Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya

di sebabkan oleh manusianya yang tidak mencukupi, memadai, ataupun tidak

kompeten di bidangnya. Penambahan jumlah staf dan implementer saja tidak

mencukupi, tetapi di perlukan staf yang cukup serta memiliki kemampuan yang

sesuai untuk menjalankan program tersebut. Ridwan (peserta BPJS) mengatakan

bahwa:

47
“Biasanya petugas pelayanan administrasi di bagian BPJS di gantikan oleh
petugas bagian bidang lainnya, sehingga kurangnya pemahaman petugas
pengganti sementara tersebut berakibat pelayanan yang agak lambat.
Sehingga kami harus menunggu lama. Sehingga kami kesulitan saat
mengurus surat rujukan ketingkat atas.(wawancara, 08 januari 2020)
Sedangkan menurut Ibu Bilqis (petugas Administrasi) mengemukakan
bahwa:
“kurang tepatnya penempatan pegawai itu terjadi hanya pada saat kami
berhalangan atau izin, jadi harus ada yang menggantikan untuk sementara
waktu.
b. Sarana dan prasarana

Sarana dan prasarana yang di miliki puskesmas Tinanggea dapat di katakan

belum memadai. Berikut wawancara dengan Bapak Indra (peserta BPJS) yaitu:

“pelayanan dengan ambulance sudah bagus, tetapi kadang kadang pelayanan


tidak tepat sasaran, artinya begini, ambulance harus membawa fasilitas
kesehatan ke desa desa untuk mendukung pelayanan kesehatan. Tetapi,
kenyataannya ambulance di gunakan untuk sosialisasi saja. Bagaimana bisa
ada pelayanan kesehatan jika hanya ada sosialisasi saja. Untuk itu kami
warga desa mengharapkan adanya pelayanan terpadu dengan program kerja
yang baik agar rakyat dapat menikmati layanan kesehatan dari puskesmas
Tinanggea.”(wawancara, 08 januari 2020)
Hasil wawancara yang di kemukakan tersebut menunjukkan bahwa perlu ada

peningkatan pelayanan kesehatan dengan menggunakan kendaraan ambulance ke

desa desa untuk memberikan pelayanan kesehatan yang efektif kepada masyarakat.

c. Finansial

Sumber daya finansial menjadi penting juga dalam menentukan berhasil atau

tidaknya sebuah program, bahkan terkadang program memerlukan budget yang

48
banyak untuk menghasilkan program yang berkualitas pula terkait dengan program

BPJS Kesehatan.

Iuran adalah sistem gotong royong, iuran yang di bayarkan akan di gunakan

untuk membiayai peserta lain yang membutuhkan, begitu pula sebaliknya biaya

berobat peserta BPJS akan di tanggung BPJS melalui iuran peserta lainnya. Besar

iuran peserta telah di atur dalam peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2016. Berikut

ini tabel iuran pesrta BPJS Kesehatan:

Tabel. 3

Iuran peserta BPJS

Kelas Iuran peserta BPJS Jumlah peserta BPJS

Kelas 1 Rp. 80.000/bulan 1.545

Kelas 2 Rp. 51.000/bulan 3.089

Kelas 3 Rp. 25.500/bulan 4.633

Tabel: iuran BPJS Kesehatan tahun 2018

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa peserta BPJS kelas 1 dengan

jumlah peserta 1.545 jiwa dan iuran sebesar Rp. 80.000/orang tiap bulan. Kemudian

kelas 2 dengan jumlah peserta BPJS sebanyak 3.089 dengan iuran Rp. 51.000/orang

tiap bulan. Sedangkan kelas 3 dengan jumlah peserta 4.633 jiwa dengan iuran tiap

49
bulannya yanti Rp. 25.500/orang tiap bulan. Berikut ini wawancara dengan

(suster/Bendahara JKN puskesmas Tinanggea) adalah :

“anggaran BPJS Kesehatan di atur dan di kelola oleh BPJS Kesehatan,


puskesmas Tinanggea hanya menjadi fasilitator untuk mendukung program
kesehatan yang di laksanakan oleh pemerintah dalam program BPJS
kesehatan tersebut.”(wawancara, 08 januari 2020)
Polarisasi pelayanan dengan sumber daya yang memudahkan warga

masyarakat penyertaan pendaftaran sebagai pengguna jasa BPJS Kesehatan. Sumber

daya yang di gunakan untuk pelayanan kesehatan selain kendaraan, dan fasilitas kerja

juga ada penggunaan tenaga kerja pegawai negeri di puskesmas Tinanggea

Kabupaten Konawe Selatan yang di libatkan langsung untuk melayani masyarakat

bersama Kepala puskesmas di kecamatan Tinaggea.

Hasil penelitian di peroleh bahwa sumber daya yang di gunakan dalam

implementasi program BPJS Kesehatan adalah anggaran kerja yang di salurkan

kepada setiap puskesmas di Kabupaten Konawe Selatan dan di dukung dengan

fasilitas kerja dan pegawai Negeri Sipil di puskesmas Tinanggea kabupaten Konawe

Selatan yang ikut mempertanggung jawabkan penyelenggaraan program BPJS

Kesehatan di kecamatan Tinanggea.

3. Disposisi

Sasaran dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah

peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di Kecamatan Tianggea.

Pencapaian sasaran di lakukan dengan prosedur pelayanan yang telah di tetapkan

50
yaitu bahwa warga harus menjadi peserta BPJS Kesehatan dan kemudian di susul

dengan penyetoran iuran BPJS yang di tetapkan dalam surat perjanjian antara Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dengan dengan warga masyarakat

Kecamatan Tinanggea dengan mengutamakan kejujuran dan komitmen dalam

mengimplementasikan program BPJS Kesehatan.

Kualitas dari sumber daya manusia dalam implementasi program BPJS

Kesehatan di puskesmas Tinanggea akan menentukan keberhasilan dari tujuan

kebijakan. Kualitas tersebut akan di tunjukkan oleh sikap dan perilaku yang di miliki

oleh pelaksana yang terdiri dari beberapa hal yaitu sebagai berikut:

a. Kejujuran

Kejujuran yang di miliki pegawai puskesmas Tinanggea dapat di katakan

sudah baik. Hal tersebut di tunjukkan oleh adanya keterbukaan mengenai hal yang

terkait dengan Program BPJS Kesehatan dan pada kenyataannya di lapangan telah di

lakukan sesuai dengan peraturan yang ada . Hal ini sesuai dengan wawancara dengan

Indra (peserta BPJS) pada tanggal 08 januari 2020 mengatakan bahwa :

“pelayanan kesehatan yang di lakukan oleh para pegawai puskesmas selama


ini jujur dan tepat waktu, hanya saja masyarakat yang mereka hadapi
memiliki berbagai karakter yang membuat mereka harus sabar dalam
melayani, kami juga sangat menghargai kejujuran pelayanan puskesmas dan
selalu mendukung kegiatan sosialisasi di desa kami terutama dalam
melaksanakan program BPJS Kesehatan.”

51
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, maka di peroleh kesimpulan bahwa

pelayanan puskesmas membutuhkan adanya kejujuran untuk melayani masyarakat

dengan baik.

b. Komitmen

Komitmen pegawai di puskesmas Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan

dapat di katakan baik. Hal tersebut di buktikan dengan di laksanakannya tugas tugas

yang di berikan oleh pihak BPJS Kesehatan pusat kepada puskesmas Tinanggea serta

selesai dengan tepat waktu. Komitmen dalam melaksanakan program BPJS

Kesehatan menurut (Bidan Puskesmas Tinanggea) bahwa:

“komitmen di bangun untuk membuktikan kepada masyarakat Kecamatan


Tinanggea atas pelaksanaan program BPJS Kesehatan dengan tujuan untuk
pemerataan kesehatan di desa-desa yang ada di Tinanggea. Kami dari BPJS
Kesehatan memberikan pelayanan kesehatan untuk memudahkan ibu bapak
dalam memperoleh jasa BPJS pada saat melakukan proses pengobatan di
puskesmas atau rumah sakit. Komitmen kami juga untuk bekerja sama
dengan pihak puskesmas dalam melayani masyarakat secara transparan dan
akuntabel guna memberikan pelayanan kesehatan yang baik. (wawancara,
09 januari 2020)
Disposisi untuk pelaksanaan pelayanan kesehatan di kecamatan Tinanggea

berhubungan dengan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab puskesmas kepada

masyarakat. Sikap dari pemerintah untuk melaksanakan program Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Puskesmas Tinanggea Kabupaten

Konawe Selatan menunjukkan bahwa pemerintah berupaya memeratakan pelayanan

52
kesehatan sesuai dengan pedoman kerja pelayanan BPJS Kesehatan di Puskesmas

Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan.

Hasil penelitian di peroleh informasi bahwa pelayanan selama ini tidak

berlangsung dengan baik karena sebagian warga memilih menggunakan jasa

puskesmas di daerah lain dan bahkan akibat pelayanan kesehatan buruk, warga

mencari pengobatan alternatif. Hal seperti ini dapat menimbulkan kesan negative

bahwa pemerintah tidak mampu menyediakan layanan kesehatan kepada warga di

daerah-daerah yang jauh dari pusat pemerintahan atau pusat kesehatan serta

puskesmas.

Berdasarkan hasil temuan di lapangan, program BPJS Kesehatan

diimplementasi oleh kepala puskesmas bersama para pegawainya di setiap desa yang

ada dalam wilayah Kecamatan Tinanggea. Proses ini di ikuti dengan adanya

pendataan dan pendaftaran warga untuk memiliki karena BPJS Kesehatan dengan

iuran yang di tetapkan sesuai dengan penghasilan warga.

4. Struktur birokrasi

Implementasi program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Kesehatan dapat berlangsung dengan baik karena adanya struktur birokrasi yang baik

pada puskesmas Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan. Hal ini akan menunjang

pelaksanaan pekerjaan. Pekerjaan pada puskesmas adalah pekerjaan pelayanan

kesehatan masyarakat yang di dalamnya terdapat berbagai prosedur pelaksanaan

53
pekerjaan seperti pelayanan kesehatan umum, pelayanan kesehatan kepada ibu dan

anak dan pelayanan sosialisasi kesehatan kepada masyarakat.

Struktur birokrasi yang jelas di butuhkan untuk menuntun suatu kebijakan

agar dapat di arahkan sesuai dengan keadaan yang ada.

a. Mekanisme pelaksanaan program BPJS Kesehatan di puskesma Tinanggea

sesuai dengan aturan yang berlaku, dari mulai pendaftaran, rujukkan hingga

ke tahap selanjutnya sesuai dengan regulasi yang di atur oleh Permenkes

No.40 Tahun 2012 tentang pedoman pelaksanaan jaminan kesehatan nasional.

b. Struktur birokrsi memberikan arti bahwa dalam suatu organisasi pemerintah

atau atau birokrasi memiliki struktur yang jelas /SOP terkait dengan tugas dan

tanggung jawab yang telah di bebankan.

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan hasil wawancara yang

dikemukakan di atas, hasil analisis penelitian pada Implementasi Program BPJS yaitu

komunikasi dalam mensosialisasikan program BPJS belum bisa di katakan dengan

baik, karena di mana sosialisasi di lakukan masih sangat minim dan hanya di adakan

di puskesmas Tinanggea.dan pihak BPJS juga belum ada kontribusi yang baik kepada

kecamatan maupun desa dalam proses mensosialisasikannya, karena pihak BPJS

hanya mau mensosialisasikan jika diundang langsung oleh pihak yang ingin

mengadakan sosialisasi. Kurangnya sosialisasi yang di berikan sehingga

mengakibatkan banyaknya masyarakat yang tidak memanfaatkan program dari BPJS.

54
E. Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan

Pelayanan menjadi suatu kata yang menggambarkan adanya tindakan untuk

melaksanakan pekerjaan jasa kepada orang lain yang membutuhkannya. Dalam

penelitian ini pelayanan di gunakan untuk membangun masyarakat yang sehat di

kecamatan Tinanggea. Pelayanan public dalam lingkup kerja Puskesmas Tinanggea

Kabupaten Konawe Selatan merupakan pemberian layanan (melayani) keperluan

masyarakat yang mempunyai kebutuhan layanan kesehatan sesuai.

Dalam implementasi program BPJS Kesehatan, pelayanan publik menjadi

salah satu motor penggerak pencapaian tujuan untuk mensosialisasi program BPJS

Kesehatan. Pelayanan di lakukan dengan prosedur, waktu, biaya, jenis produk dan

sarana prasarana yang di gunakan.

1. Prosedur pelayanan

Prosedur secara umum di kenal sebagai aturan atau tatacara pelaksanaan

pekerjaan dalam stimulus implementasi program BPJS Kesehatan di Puskesmas

Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan. Prosedur pelayanan BPJS yaitu:

a. Pelayanan kesehatan bagi peserta di laksanakan secara berjenjang sesuai

kebutuhan medis di mulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama

b. Pelayanan kesehataan Tingkat pertama bagi Peserta diselenggarakan oleh

Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat peserta terdaftar

55
c. Dalam keadaan tertentu, ketentuan sebagaimana di maksud di atastidak

berlaku bagi Peserta yang

d. Berada di luar wilayah Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat peserta

terdaftar Dalam keadaan kedaruratan medis

e. Dalam hal peserta memerlukan pelayanan kesehatan Rujukan Tingkat

lanjutan atas indikasi medis, Fasilitas Kesehatan tingkat pertama harus

merujuk ke Fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan terdekat sesuai dengan

sistem rujukan yang di atur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

f. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat di berikan atas rujukan dari

pelayanan kesehatan tingkat pertama.

g. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya Dapat di berikan atas rujukan dari

pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama.

h. Ketentuan sebagaimana di maksud di atas di kecualikan pada kesehatan

pasien, pertimbangan geografis, dan pertimbangan ketersediaan fasilitas.

i. Tata cara rujukaan di laksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Prosedur sudah ada, namun demikian masih ada

pelayanan yang tidak sesui prosedur dan membuat suasana pelayanan menjadi

tidak kondusif, artinya ada sebagian masyarakat yang tidak mau mengikuti

prosedur layananan di puskesmas. Hal ini seperti di kemukakan oleh Bidan

puskesmas bahwa:

“Kegiatan pelayanan sudah di susun sebagai aturan kerja tetapi perilaku


warga yang membutuhkan pelayanan itu beragam dan tidak mau mengikuti

56
prosedur, akibatnya kami dari pihak puskesmas berupaya untuk mengatasi
permasalahnan”.

2. Waktu penyelesaian

Hal penting dalam pelaksanaan pekerjaan adalah penggunaan waktu dalam

pelayanan. Jika waktu kerja tidak sesuai dengan di tetapkan maka dapat menaikan

biaya operasional. Hasil wawancara dengan Bapak Karim (peserta BPJS) mengatakan

bahwa :

“pelayanan yang di berikan oleh puskesmas kepada masyarakat sesuai


dengan jam kerja puskesmas yang di tetapkan, tapi kadang-kadang waktu
kerja di percepat dan kemudian tutup hari kerja dengan cepat. Hal ini biasa
terjadi pada hari jumat dan sabtu sehingga kami harus menunggu sampai
hari senin untuk memperoleh layanan kesehatan. Walaupun demikian adanya,
jika ada warga yang membutuhkan layanan darurat, maka pihak puskesmas
memberi dengan cepat walaupun bukan pada jam kerja.(wawancara, 10
januari 2020)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, maka dapat di peroleh bahwa

pelayanan waktu penyelesaian pekerjaan dapat di lakukan dengan baik oleh phak

puskesmas dan memberikan bantuan kepada warga dengan tepat waktu yang di

butuhkan oleh warga, artinya bahwa pelayanan waktu penyelesaian pekerjaan telah di

lakukan sesuai dengan kebutuhan warga di Kecamatan Tinanggea.

3. Biaya pelayanan

Dalam pelayanan Kesehatan, terdapat biasa jasa layanan yang di tetapkan

oleh kepala puskesmas sebagai biaya administrasi dan biaya obat. Biaya ini berlaku

57
umum bagi semua puskesmas. Tidak ada pengobatan gratis di puskesmas, yang ada

hanyalah pengurangan biaya pengobatan. Hasil wawancara dengan Bapak Usman

(peserta BPJS) mengatakan bahwa :

“kalau di puskesmas Tinanggea, pihak puskesmas sudah menyediakan


pengobatan gratis kepada pengguna BPJS. Jadi yang menggunakan kartu
BPJS sudah tidak membayar biaya obat atau pengobatan lainnya.
(wawancara, 11 januari 2020)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut maka dapat di katakan bahwa pihak

puskesmas melaksanakan layanan kesehatan bagi pesrta BPJS dengan gratis.

Hal ini di perjelas oleh suster/bendahara JKN puskesmas Tinanggea bahwa:

“layanan puskesmas mengikuti standar operasional prosedur untuk biaya


sehingga tidak ada penetapan harga selain harga yang sudah di tetapkan oleh
pemerintah dalam memberikan layanan kepada masyarakat. Memang benar
adalah masyarakat yang menganggap bahwa biaya kesehatan di puskesmas
mahal, tetapi hal ini dapat di lihat dari pola pemeriksaan atau diagnosa
penyakit dan jenis obat yang di rekomendasikan atau juga pasien di rujuk
kerumah sakit, maka biaya akan berubah sesuai pola layanan di terima
pasien dan keluarga pasien. Jika memiliki kartu BPJS Kesehatan maka
layanan akan menjadi gratis sebab biaya telah di kumpul duluan melalui
iuran bulanan sebagai anggotan BPJS Kesehatan. Dan jika tidak menjadi
anggota BPJS Kesehatana maka biaya kesehatannya mengikut pada aturan
yang di tetapkan pemerintah.

4. Produk layanan

Pelayanan dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

menyediakan produk produk layanan dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS) Kesehatan seperti bantuan penerima iuran. Produk ini mejadi bagian dari

58
pelayanan BPJS Kesehatan untuk mendukung kualitas kesehatan masyarakat. Produk

lainnya adalah jasa layanan yang di berikan oleh pihak Puskesmas Tinanggea kepada

warga kecamatan Tinanggea. Puskesmas memiliki hubungan kerja sama BPJS

Kesehatan dengan rumah sakit di Kabupaten Konawe Selatan. Hasil wawancara

dengan Bapak Usman (peserta BPJS) mengatakan bahwa:

“produk layanan yang ada pada pada program BPJS Kesehatan sebagian
besar adalah jasa layanan kesehatan gratis. Produk ini tidak terlihat tapi di
rasakan masyarakat. Kami mendapatkan pelayanan produk tersebut dengan
baik setelah menjadi anggota dan menyetor iuran wajib sebagai anggota
BPJS Kesehatan kemudian kami mendapat layanan gratis di puskesmas
maupun rumah sakit yang ada di Kabupaten Konawe Selatan.(wawancara,
11 januari 2020)
Berdasarkan hasil wawancara yang di kemukakan tersebut, maka dapat di

simpulkan bahwa produk layanan yang di berikan oleh BPJS Kesehatan adalah kartu

BPJS kesehatan dan juga ada sebagian warga yang di beri bantuan penerima iuran

BPJS Kesehatan untuk memperbaiki taraf kesehatan keluarga peserta BPJS

Kesehatan di Puskesmas Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan.

5. Sarana dan prasarana

Dalam penelitian ini di ketahui pihak puskesmas Tinanggea menggunakan

sarana dan prasarana puskesmas untuk melaksanakan kegiatan sosialisasi program

BPJS Kesehatan. Menurut suster/bendahara JKN Tinanggea, puskesmas memiliki

kendaraan Ambulance untuk melakukan sosialisasi ke desa desa selain itu ada juga

kendaraan milik pegawai yang di manfaatkan untuk mendukung kegiatan sosialisasi.

59
Sarana dan prasarana di dalam puskesmas seperti obat obatan dan peralatan

medis menjadi bagian penting yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan program BPJS

Kesehatan. Hasil wawancara dengan Ibu Hj.Isa (peserta BPJS) mengatakan bahwa:

“warga di desa Kecamatan Tinanggea biasa mendapatkan pelayanan


kesehatan yang di lakukan oleh pihak puskesmas Tinanggea yang melakukan
kunjungan ke desa-desa. Di desa kami,pelayanan dengan menggunakan
kendaraan ambulance yang di dalamnya menjadi tempat pemeriksaan dan
perawatan pasien selain itu tersedia juga sarana prasarana pelayanan.
(wawancara, 14 januari 2020)
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber tersebut, Ukuran dari

pelayanan dalam program BPJS Kesehatan ini adalah kepuasan masyarakat yang

menjadi anggota BPJS Kesehatan dan menggunakan pelayanan jasa pada Puskesmas

Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan.

Berdasarkan temuan di lapangan, analisis hasil penelitian pada pelayanan

publik yaitu masih kurang memadai, dapat di lihat dari ketersediaan sarana dan

prasarana nya. Yaitu di mana kapasitas ruang yang tidak sesuai dengan jumlah pasien

terlebih khusus ruang tunggu untuk pengurusan administrasi, tempat duduk di ruang

tunggu yang tidak mencukupi sehingga banyak pasien yang harus menunggu di luar

dan duduk di lantai untuk sementara menunggu antrian. Jadi sebaiknya pihak

puskesmas Tinanggea meningkatkan koordinasi dengan pihak Dinas Kesehatan

mengenai sarana dan prasarana baik di ruangan pelayanan maupun sarana lainnya.

60
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang di kemukakan

sebelumnya, maka dapat di simpulkan bahwa implementasi program BPJS Kesehatan

dalam pelayanan publik di Puskesmas Tinanggea yaitu

1. Implementasi. Di lihat dari segi prosedur pelayanan, waktu penyelesaian

pelayanan, biaya pelayanan, produk yang di gunakan untuk pelayanan sudah

bagus, namun jika di lihat dari sarana dan prasarana belum bagus dikarenakan

sarana dan prasarana di puskesmas Tinanggea belum memadai, karna kapasitas

ruang yang tidak sesuai dengan jumlah pasien dan tempat duduk yang ada pada

ruang tunggu terbatas sehingga banyak pasien yang harus menunggu di luar dan

duduk di lantai untuk sementara menunggu antrian.

2. Faktor faktor yang mempengaruhi implementasi program Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial Kesehatan seperti komunikasi di puskesmas Tinanggea, dengan

61
hasil penelitian kurang memadai. tentunya masyarakat Tinanggea

membutuhkan informasi yang jelas. Sedangkan yang terjadi di lapangan, masih

banyak masyarakat peserta BPJS yang kurang mengerti atau memahami

program dari BPJS sehingga banyak yang tidak memanfaatkan program dari

BPJS Kesehatan.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang di sajikan sebelumnya, maka dapat di sarankan

sebagai berikut :

1. Untuk mengimplementasi program BPJS Kesehatan pada pelayanan publik.

Di perlukan sarana dan prasarana yang baik agar peserta BPJS merasa nyaman

pada saat membutuhkan pelayanan.

2. Perlunya sosialisasi kepada peserta BPJS mengenai informasi yang jelas

tentang program dari BPJS Kesehatan sehingga warga masyarakat dapat

memanfaatkan program BPJS dengan baik.

62
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Syukur, 1988. Laporan Temukajian Posisi Dan Peran Ilmu Administrasi
Negara Dan Manajemen. Jakarta : Lembaga Administrasi Negara Republik
Indonesia dan Asia Foundation
Agustino, L., 2016. Dasar-dasar Kebijakan Publik. CV. Alfabet, Bandung

Dunn, William. 2003. Pengantar Analisis Kebijaksanaan Publik. University press.

Islamy, Irfan, 2003. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta : Bumi


Aksara,
Kismartini, dkk, 2005, Analisis Kebijakan Publik, Universitas Terbuka, Jakarta.

Mahmudi, 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik, edisi I. Yogyakarta : BPFE

Nawawi, Ismail. 2009. Public Policy. Surabaya: PMN.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Putra, Nanang Thomas. 2009. Implementasi Peraturan Daerah Kotamadya Daerah


Tingkat Ii Surabaya Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Penataan dan Pembinaan
Pedagang Kaki Lima Di Kota Surakarta. Tesis. Program Pascasarjana
Universitas sebelas Maret Surakarta.
Pasalong, Harbani. 2010. Teori Administrasi Publik. Bandung : alfabeta

63
Ripley, Randal B and Grace A. Franklin. 1986. Policy Implementation And
Bureaucracy. Chicago : the Dorsey press
Seanipar. 1997. Manajemen Pemasaran Publik. Gunung Agung : Jakarta

Subarsono, AG.2005. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Suharto, Edi. 2008. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta

Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan R&G. Bandung :


Alfabeta
Tangkilsan, H. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta : Lukman Offset
YPAPI.
Utomo, 2003. Administrasi Publik Baru di Indonesia. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Wahab, S. 1997. Analisis Kebijakan Dari Formulasi Kebijaksanaan ke Implementasi


Kebijakan Negara, Jakarta : Bumi Aksara.
Wahab, S. 1991. Evaluasi Kebijakan Kebijakan : Penerbit FIA. Universitas
Brawijaya dan IKIP. Malang
Wahab, S. 2002. Analisis Kebijaksanaan, Dari Formulasi Ke Implementasi
Kebijaksanaan Negara. Jakarta : Bumi Aksara
Widodo, 2001. Pemberdayaan Kelembagaan Daerah. Remaja Rosada. Bandung

Widodo, 2011. Analisis Kebijakan Publik : Konsep dan Aplikasi Analisis Proses
Kebijakan Publik. Malang : Bayu Media
Widodo, 2006. Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja, Malang : Bayu Media
Publishing
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik : Teori dan Proses, Yogyakarta: Media
Pressindo
Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik : Teori, Proses dan Studi Kasus.
Yogyakarta : CAPS

64
Dokumen-dokumen lainnya :

Mathew Miles, B.A, Michael Huberman, Saldana, Analisis Data Kualitatif,

Penerjemah TjetjepRohendi Rohidi, UI Press. Jakarta. 2014, hlm.31-33

Siregar,BoykeP.(11 Desember2015).‘PesertaBPJSKesehatanJadi 155Jut’,Warta

Ekonomi.

Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun 1948 tentang Hak Asasi Manusia

Undang-undang Negara Republik Indonesia tahun 1945

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.

Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Undang-undang No.24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Keputusan Menteri Nomor 25/KEP/M.PAN/2/2014

Data Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara 2016

Depkes Republik Indonesia Tahun 2009

65
LAMPIRAN

66
67
68
\\\

69

You might also like