You are on page 1of 46

TUGAS

ANALISA PAPER
OPERASI WADUK

DISUSUN OLEH :
Kelompok : 04
Tria Evangelista 112017035
Aprezky Aldi 112018052
Ikhwan Mukmin 112018055
M. Taufik Dzakwan 112018060
Reinaldi Primadoni 112018175
Raditya Aprilando Maulana 112019074

Nama Dosen Pengasuh :


Ir. H.Jonizar,M. T.
R. Dewo Hiraliyamaesa H, S. T.

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2022
Judul Jurnal : Pengaruh Sedimetasi Pada Kinerja Pengoperasian Waduk
Serbaguna Wonogiri
Volume : 5
Tahun : 2016
Penulis : Hana Umayektinisa, Niken Ajeng, Suharyanto, Sumbogo
Pranoto
Latar : Waduk adalah tampungan air yang terbentuk akibat adanya
Belakang bangunan yang melintang sungai (bendungan). Akibat dari
membendung sungai, maka secara alami bahan angkutan
sedimen di sungai akan tertampung dan terendapkan di dalam
waduk. Namun tidak semua sedimen yang terendap di waduk
akan langsung masuk pada tampungan mati (dead storage),
sebagian sedimen yg bergradasi besar akan mengendap pada
tampungan efektif. Hal ini menyebabkan tampungan efektif
waduk berkurang, sehingga kinerja operasi waduk terganggu
meskipun umur waduk belum tercapai.Salah satu studi
tentang pengaruh sedimentasi pada kinerja pengoperasian
waduk tunggal guna PLTA, menyatakan bahwa pengaruh
sedimen tidak secara signifikan mempengaruhi kinerja Waduk
Sutami (Daniel Rohi, et.al.,2015). Sedangkan studi tentang
pengaruh sedimen pada kinerja waduk serbaguna masih
sedikit. Berdasarkan uraian diatas timbul pemikiran untuk
melakukan penelitian mengenai pengaruh sedimentasi
terhadap kinerja waduk serbaguna. Penelitian ini akan
mengkaji seberapa besar pengaruh sedimentasi terhadap
kinerja waduk dengan melakukan simulasi pengoperasian
waduk pada berbagai pola operasi dan kondisi sedimentasi.
Tujuan : Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui seberapa besar
pengaruh sedimentasi pada kinerja pengoperasian Waduk
Serbaguna Wonogiri dengan melakukan simulasi
pengoperasian waduk dengan berbagai pola operasi dan
kondisi sedimentasi.
Hasil : Sedimentasi adalah hasil dari pengikisan permukaan tanah
yang diangkut oleh aliran air sungai dari daerah hulu dan
kemudian diendapkan di daerah hilir. Beberapa angkutan
sedimen hasil erosi pada DAS yang sebagian mengendap di
dalam waduk berupa (Mulyanto, 2008) yaitu wash load,
suspended load dan bed load. Untuk menetukan besar
sedimentasi yang terjadi, terdapat 2 cara yaitu analisa dari
pengukuran sedimen di lapangan dan perhitungan nisbah
pelepasan sedimen atau sediment delivery ratio (SDR). Pada
penelitian ini dilakukan analisa erosi dan sedimentasi untuk
menentukan kurva elevasi- volume – luas genangan. Untuk
menentukan kurva tersebut, diambil nilai hasil sedimen yang
terbesar diantara metode pengukuran lapangan dan SDR.
Hasil analisa erosi dan sedimentasi.Dari kedua metode
tersebut didapatkan besar sedimen berdasarkan pengukuran
lapangan yaitu 16.257,77 ton/tahun sedangkan metode SDR
yaitu sebesar 4.170.436,19 ton/tahun. Besar sedimen hasil
pengukuran lebih kecil dari metode SDR karena pengambilan
sampel hanya dilakukan pada saat musim kemarau sehingga
konsentrasi sedimen layang menjadi kecil. Oleh karenanya,
besar sedimen hasil pengukuran lapangan tidak dapat
mewakili besar sedimen yang sebenarnya. Dengan kondisi
seperti itu, maka nilai yang diambil untuk membuat kurva
elevasi-volume–luas genangan 2015 adalah besar sedimen
dengan metode SDR (4.170.436,19 ton/tahun) karena nilainya
yang besar dan dapat mewakili besar sedimen yang
sebenarnya. Berikut ini adalah kurva elevasi volume dari
tahun 1980, 2005, 2014 dan 2015 yang digunakan untuk
simulasi pengoperasian Waduk Wonogiri. Setelah didapatkan
kurva seperti itu, kemudian akan didapatkan suatu persamaan
untuk dilakukan simulasi pengoperasian waduk. Simulasi
pengoperasian waduk dengan berbagai pola operasi dilakukan
dengan tujuan untuk mendapatkan pola operasi terbaik. Pola
operasi yang disimulasikan pada laporan ini adalah pola
operasi eksisting, SOP dan rule curve. Berikut ini adalah hasil
simulasi pengoperasian Waduk Wonogiri dengan persamaan
kurva tahun 1980 pada berbagai pola operasi, dapat
disimpulkan bahwa pola operasi SOP merupakan pola operasi
terbaik dibandingkan pola operasi lainnya. Hal tersebut dapat
dilihat dari indikator kinerja keandalan waduk pola SOP
memiliki nilai paling tinggi (0,952). Nilai keandalan yang
tinggi menunjukkan waduk dapat memenuhi kebutuhan air
dari yang diminta. Selanjutnya untuk indikator kelentingan,
pola SOP juga memiliki nilai yang tertinggi (1,26). Hal ini
menunjukkan dengan pola SOP kemampuan waduk untuk
kembali sukses dari kondisi gagal sangat cepat. Dan tingkat
kerawanan pola SOP sangat kecil yaitu 0,884 dari kebutuhan
air yang tidak dapat terpenuhi. Simulasi pengoperasian waduk
dengan berbagai kondisi sedimentasi dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui seberapa besar pengaruh sedimentasi
terhadap kinerja Waduk. Simulasi ini dilakukan dengan
menggunakan pola operasi terbaik dan kondisi sedimentasi
yang ditinjau adalah pada tahun 1980, tahun 2005, tahun
2014, dan 2015. Berikut adalah hasil simulasi pengoperasian
waduk dengan berbagai kondisi sedimentasi: menunjukkan
bahwa dari tahun 1980 hingga tahun 2015 hampir seluruh
indikator mengalami penurunan kinerja. Indikator keandalan
dikatakan mengalami penurunan jika nilai keandalan dari
tahun ke tahun nilainya menjadi lebih kecil. Besar pengaruh
sedimentasi tahun 2005 terhadap keandalan awal operasi
(tahun 1980) adalah -0,096%, untuk kondisi tahun 2014
sebesar -2,814%, dan kondisi sedimen pada tahun 2015
mengalami penurunan 3,285%. Sama halnya dengan nilai
keandalan, indakator kelentingan dikatakan mengalami
penurunan jika dari tahun ke tahun nilainya menjadi lebih
kecil. Besar pengaruh sedimentasi pada tahun 2005 terhadap
kelentingan awal operasi (tahun 1980) adalah 1,92%, untuk
kondisi tahun 2014 sebesar -18,003%, dan kondisi sedimen
pada tahun 2015 mengalami penurunan 22,617%. Sedangkan
indikator kerawanan dikatakan mengalami penurunan jika
dari tahun ke tahun nilai yang terjadi semakin besar. Besar
pengaruh sedimentasi pada tahun 2005 terhadap kerawanan
awal operasi (tahun 1980) adalah +2,274%, untuk kondisi
tahun 2014 sebesar +17,212%, dan kondisi sedimen pada
tahun 2015 mengalami peningkatan 24,02%. dikatakan
mengalami penurunan jika dari tahun ke tahun nilai yang
terjadi semakin besar. Besar pengaruh sedimentasi pada tahun
2005 terhadap kerawanan awal operasi (tahun 1980) adalah
+2,274%, untuk kondisi tahun 2014 sebesar +17,212%, dan
kondisi sedimen pada tahun 2015 mengalami peningkatan
24,02%. Besar sedimen yang terendap dalam Waduk
Wonogiri yang berasal dari Sungai Keduang, Sungai
Tirtomoyo, Sungai Temon, Sungai Bengawan Solo dan
Sungai Wuryantoro adalah 4.170.436,19 ton/tahun. Hasil
simulasi pengoperasian waduk dengan berbagai pola operasi
dan sedimentasi menunjukkan berpengaruh atau tidaknya
sedimentasi terhadap kinerja waduk. Berdasarkan hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa pola operasi terbaik untuk
Waduk Wonogiri adalah pola operasi baku (SOP) dan besar
pengaruh sedimentasi waduk serbaguna terhadap kinerja
waduk cukup kecil yaitu kurang dari 25% terhadap kinerja
awal operasi waduk. Walaupun pengaruh sedimentasi kecil,
upaya pengendalian sedimentasi tetap diperlukan karena
sedimentasi akan terus ada.
Judul Jurnal : Evaluasi Kinerja Pola Operasi Waduk (Pow) Wonogiri 2014
Volume : 22
Tahun : 2017
Penulis : Dinia Anggraheni, Rachmad Jayadi, dan Istiarto
Latar : Waduk adalah wadah buatan yang terbentuk sebagai akibat
Belakang dibangunnya bendungan. Bendungan adalah bangunan yang
berupa urukan tanah, urukan batu, dan beton, yang dibangun
selain untuk menahan dan menampung air, dapat pula
dibangun untuk menahan dan menampung limbah tambang,
atau menampung lumpur sehingga terbentuk waduk
(Peraturan Menteri PUPR, 2015). Waduk merupakan proyek
infrastruktur yang tidak hanya selesai pada proses
pembangunan, tetapi berlanjut dalam proses pengembangan
dan manajemen yang baik oleh pemerintah agar air dapat
termanfaatkan secara optimal bagi kepentingan negara dan
masyarakat. Waduk Wonogiri merupakan salah satu waduk di
Jawa Tengah. Waduk serba guna (multipurpose reservoir)
yang memiliki fungsi sebagai pengendali banjir, pemasok air
irigasi, pembangkit listrik (PLTA), dan pemenuhan air baku.
Berbagai fungsi yang dilayani oleh Waduk Wonogiri
mengharuskan waduk mampu mengatur air yang dikeluarkan
untuk mencapai keuntungan maksimal. Oleh karena itu,
diperlukan suatu kebijakan berupa. Pola Operasi Waduk
(POW) Wonogiri. POW Wonogiri dijadikan dasar dalam
menentukan debit outflow untuk mencukupi kebutuhan air
irigasi dan air baku baik kebutuhan domestik maupun
industri. Seiring berjalannya waktu, Waduk Wonogiri
mengalami banyak permasalahan terutama permasalahan
sedimentasi yang mengakibatkan berkurangnya kapasitas
waduk. Pada musim kemarau, air waduk yang tertampung
tidak mampu maksimal sehingga menyebabkan waduk dalam
kondisi kering
Tujuan : Tujuan penelitian adalah melakukan evaluasi terhadap
kebijakan Pola Operasi Waduk (POW) Wonogiri.
Hasil : Kebijakan pola operasi dalam sistem sumberdaya air
berfungsi untuk memanajemen air dalam sistem. Kebijakan
tersebut dikhususkan untuk menerima peraturan sistem
pengaliran dan sistem kebutuhan dengan suatu cara optimasi
dengan memaksimalkan tujuan operasi yang biasanya
berkaitan erat dengan keuntungan. Kebijakan pola operasi
biasanya didesain untuk waktu yang bervariasi sesuai
kebutuhan airnya serta persediaan air yang bersifat stokastik.
Kebijakan pola operasi biasanya disusun atas dasar bulanan
ataupun sesuai dengan sistem yang ada (Mays &Tung, 1992).
Kebijakan operasi waduk sangat dipengaruhi oleh permintaan
stakeholder. Suen, dkk (2009) pernah melakukan evaluasi
terhadap potensi operasi Waduk Shihmen pada komunitas
ikan di Taiwan. Proses pembuatan kebijakan ditentukan
berdasarkan kebutuhan aliran dari komunitas ikan dengan
pendekatan dengan penggabungan prasyarat ekologi dan
riwayat kebutuhan komunitas ikan. Kebijakan operasi waduk
yang telah disusun tentu akan menyebabkan perubahan
hidrologi, tetapi memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan
air, sehingga perlu adanya perbaikan dalam integritas ekologi
dalam jangka panjang. Penyelesaian atau pembuatan
kebijakan operasi waduk tidak bisa terlepas dari optimasi
untuk menentukan keuntungan maksimal dan atau kerugian
minimal demi
optimalnya pemanfaatan air waduk. Teknik optimasi yang
sering digunakan dalam operasi waduk di antaranya adalah
dengan metode kalkulus, program linier, program non-linier,
program dinamik, operasi real time, dan teknik simulasi.
Hilmi, dkk (2012) melakukan optimasi pola operasi Waduk
Pelaparado di Kabupaten Bima, Provinsi NTB dengan
program dinamik. Tujuan optimasi adalah dengan
memaksimalkan keuntungan produksi pertanian dalam rupiah.
Optimasi yang dilakukan merupakan teknik optimasi dengan
menggunakan program dinamik. Wesli (2013) juga
melakukan optimasi terhadap kebutuhan air Waduk Keuliling
dengan teknik optimasi dengan program linier. Tujuan
optimasi adalah mengoptimalkan volume tampungan air
waduk setiap bulan. Proses optimasi dibantu dengan software
LINDO. Hasil dari proses optimasi adalah volume tampungan
setiap akhir bulan Oktober, November, dan Januari yang
memperlihatkan bahwa tidak pernah terjadi level tampungan
mati. Alur kerja penelitian dimulai dari tahap studi pustaka,
perolehan data sekunder, analisis kebutuhan air irigasi, air
baku, dan pengolahan data inflow, kemudian melakukan
optimasi untuk menghasilkan pola operasi optimum waduk,
yang kemudian dilakukan evaluasi terhadap Pola Operasi
Waduk Wonogiri tahun 2014. Pada tahun 2014, berdasarkan
hasil pengamatan tinggi muka air (TMA) pada tanggal 30
Oktober 2014, elevasi di Waduk Wonogiri berada di +126,66
m, sedangkan di POW 2013-2014 telah ditetapkan elevasi
berada pada +127,63 m. Hal tersebut menunjukkan bahwa
Waduk Wonogiri dalam kondisi ekstrem kering. Beberapa hal
yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut ini
1. Alasan terjadinya kondisi ekstrem kering dengan elevasi
muka air berada di bawah elevasi dead storage +126,64 m
pada Bulan Oktober disebabkan kebijakan operasi aktual yang
diterapkan Waduk Wonogiri pada bulan-bulan tertentu tidak
sesuai dengan POW 2014 yang seharusnya berada pada
elevasi aman yaitu +127,63 m.
2. Perlunya perbaikan dalam pembuatan pola operasi sebagai
acuan dalam pembuatan kebijakan operasi waduk agar sesuai
dengan kondisi di lapangan dengan memaksimalkan faktor k
yang artinya sebisa mungkin kebutuhan irigasi dapat
terpenuhi.
3. Optimasi waduk dengan program dinamik stokastik dapat
menghasilkan
pola operasi optimum yang hasilnya mengikuti kebijakan pola
operasi aktual dan juga lebih baik karena faktor k dengan
penerapan pola operasi optimum didapatkan nilai sama
dengan 1 yang artinya kebutuhan air irigasi terpenuhi 100%
serta dapat mempertahankan elevasi pada level aman di atas
elevasi dead storage +132,595 m.

Judul Jurnal : Kajian Pola Operasi Waduk Keureuto Untuk Memenuhi


Kebutuhan Air Baku Di Kabupaten Aceh Utara Provinsi Aceh
Volume : 1
Tahun : 2018
Penulis : Kadri Ramadhan, Masimin, Syamsidik
Latar : Kabupaten Aceh Utara di Propinsi Aceh merupakan daerah yang
Belakang berkembang pesat dengan beberapa sektor andalan seperti
pertambangan, pertanian, perdagangan, pariwisata dan lain-lain.
Berdampak secara tidak langsung mendorong kemajuan ekonomi
sehingga menjadi salah satu penunjang pendapatan daerah
kabupaten Aceh Utara. Perkembangan yang pesat ini tentunya
berdampak pada meningkatnya kebutuhan air. Sesuai dengan
amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber
Daya Air. Konservasi Sumber Daya Air adalah upaya memelihara
keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi Sumber
Daya Air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang
memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada
waktu sekarang maupun yang akan datang yang dapat dilakukan
melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber air,
pengawetan air, serta pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air. Berdasarkan alasan tersebut di atas maka
Kementerian Pekerjaan Umum membangun Waduk Keureuto.
Metode pengoperasian waduk dianalisis menggunakan teknik
optimasi dengan program solver (Microsoft Excel). Tahapan yang
dilakukan adalah data debit inflow waduk dibagi menjadi tiga jenis
tahun operasi yaitu tahun kering,normal, dan tahun basah.
Selanjutnya dianalisis kebutuhan air wadukKeureuto berdasarkan
data kebutuhan air. Storage diperoleh dari data lengkung kapasitas
waduk, sedangkan output diperoleh dari data kebutuhan air waduk.
Setelah itu penyusunan dan optimasi pada pola operasi Waduk
Keureuto.
Tujuan : 1. Menentukan debit inflow Waduk Keureuto berdasarkan
probabilitas debit dengan pembagian tiga jenis tahun operasi;
2. Menentukan debit kebutuhan air Waduk Keureutoe untuk
kebutuhan air baku;
3. Melakukan optimasi untuk mengoptimalkan Elevasi Muka Air
Waduk Keureuto pada Tahun Basah, Tahun Normal dan Tahun
Kering.
Hasil : Debit inflow yang masuk ke dalam Waduk Keureuto diambil dari
data debit yang tersedia selama 24 tahun dari awal tahun 1986
hingga tahun 2009. Gambar di bawah ini menunjukkan debit rata-
rata Waduk Keureuto.
Debit Minimum terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 19,52
m3/s, dan Debit Maksimum sebesar 34,16 m 3/s terjadi pada bulan
Desember. Pada Tahun 2008 jumlah debit rata-rata bulanan dalam
setahun sebesar 281,96 m3/s dan pada tahun 1993 dengan jumlah
debit rata-rata bulanan dalam setahun sebesar 389,62m3/s. Dari
data debit diurutkan dari nilai yang terbesar sampai dengan yang
terkecil dilanjutkan dengan perhitungan tingkat peluang kejadian
dari urutan data. Hasil perhitungan debit inflow berdasarkan ketiga
jenis kondisi tahun operasi. Kehilangan air yang terjadi akibat
evaporasi pada permukaan genangan air waduk menyebabkan
berkurangnya volume tampungan waduk. Diharapkan dengan
diketahuinya volume evaporasi waduk dapat diperkirakan volume
kehilangan air waduk. Besarnya kehilangan air akibat evaporasi
berubah sesuai dengan perubahan iklim dan luas permukaan air
waduk. Data keluaran waduk Keureuto akan dipengaruhi,
kebutuhan air baku, Kebutuhan air irigasi, debit pemeliharaan
sungai, dan lain-lain. Berdasarkan data dari perencanaan Waduk
Keureuto akan memenuhi kebutuhan air baku DMI sebesar 0,50
m3/s. Sedangkan kebutuhan air irigasi diambil dari data perhitungan
BWS Sumatera I. Debit rata-rata pemeliharaan Sungai yang
didapatkan dari debit minimum sungai diambil 5% dari debit rata-
rata bulanan yang tersedia yaitu sebesar 1,11 m 3/s. yang
merupakan hasil perhitungan debit andalan dengan mengurutkan
debit terbesar ke terkecil dan juga probabilitasnya. Volume air yang
keluar merupakan jumlah dari debit untuk irigasi, DMI, dan
pemeliharaan sungai. Grafik kebutuhan air yang akan dipenuhi
Waduk Keureuto Grafik Elevasi menunjukkan bahwa ketinggian
permukaan waduk akan cenderung menurun pada akhir tahun
karena permintaan air baku irigasi yang besar terjadi pada akhir
tahun. Pada kondisi hujan, Waduk Keureuto akan mengalami
penurunan ketinggian permukaan waduk. Hal ini juga berarti
mendukung pengendalian banjir pada musim hujan, terutama jika
terjadi curah hujan ekstrim pada hulu. Volume inflow waduk pada
kondisi basah terendah pada bulan Agustus yaitu sebesar 19,927
MCM.Volume Kebutuhan air baku rata-rata adalah sebesar 1.314
MCM, volume release kebutuhan air baku terendah adalah sebesar
1,710 MCM pada bulan Februari dan mengalami peningkatan pada
bulan Maret sebesar 0,129 MCM.Volumereleasekebutuhan air
irigasi rata-rataadalah11,687 MCM sedangkan volume kebutuhan
air irigasirata-rata adalahsebesar 8,686 MCM.
Pada tahun normal pengoperasian terhadap kebutuhan air baku dan
kebutuhan air irigasi adalah tetap seperti pada tahun basah. Hal ini
akan berpengaruh terhadap besarnya release air yang dikeluarkan
oleh waduk untuk memenuhi kebutuhan air. Hasil perhitungan
optimasi pengoperasian waduk pada musim normal. Pengoperasian
waduk pada kondisi tahun kering adalah kondisi dimana
ketersediaan debit air yang masuk ke waduk (inflow) yang paling
minimum, sementara dalam pelayanannya terhadap kebutuhan air
bersih dan kebutuhan air irigasi adalah tetap seperti pada tahun
normal dan tahun basah. Hal ini akan berpengaruh terhadap
besarnya release air yang dikeluarkan oleh waduk dalam
memenuhi kebutuhan air baku. Hasil perhitungan optimasi waduk
pada musim kering diperlihatkan pada Volumeinflowwadukpada
kondisi kering tertinggi pada bulan Januari yaitu sebesar 44,006
MCM.Volume Kebutuhan air baku rata-rata adalah sebesar 1.314
MCM, volume release kebutuhan air baku terendah adalah sebesar
1,220 MCM pada bulan Februari.Volume release kebutuhan air
irigasi rata-rata adalah 8,887 MCM sedangkan volume kebutuhan
air irigasi rata-rata adalah sebesar 8,687 MCM. Hasil kajian dari
penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan diantaranya
adalah sebagai berikut. Hasil Debit inflow yang masuk ke dalam
Waduk Keureuto diambil dari data debit yang tersedia selama 24
tahun dari awal tahun 1986 hingga tahun 2009 Debit Minimum
terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 19,52 m3/s, dan Debit
Maksimum sebesar 34,16 m3/s terjadi pada bulan Desember. Hasil
Simulasi Operasi menunjukkan bahwa elevasi permukaan waduk
minimum justru terjadi pada awal dan akhir tahun sehingga Waduk
Keureuto dinilai siap untuk dapat menerima dan menampung air
pada musim hujan. Hal ini terjadi karena kebutuhan yang besar
pada awal dan akhir tahun. Debit Waduk Keureuto mengalami
perubahan berdasarkan tiga jenis tahun operasi berdasarkan
probabilitas debit yaitu tahun basah, tahun normal, dan tahun
kering. Untuk tahun basah debit maksimal sebesar 43,42 m3/s.
Untuk tahun normal debit maksimal sebesar 47,36 m3/s, Sedangkan
untuk tahun kering debit maksimal sebesar 37,70 m3/s. Air waduk
Keureuto digunakan untuk memenuhi tiga kebutuhan utama yaitu
pemenuhan kebutuhan aliran pemeliharaan sungai sebesar 1,11
m3/s, pemenuhan kebutuhan air penduduk sebesar 0,50 m3/s serta
pemenuhan kebutuhan air untuk irigasi sebesar 0,82 m3/s. Hasil
optimasi untuk pemenuhan kebutuhan air baku dari Waduk
Keureutoe menunjukkan bahwa elevasi maksimum pada tahun
kering berada pada elevasi 98,75 m, dan elevasi minimum berada
pada elevasi 80 m, untuk tahun normal elevasi maksimum berada
pada elevasi 100 m dan elevasi minimum berada pada elevasi 81 m,
sedangkan elevasi maksimum tahun basah berada pada elevasi
100,60 m dan elevasi minimum berada pada elevasi 83 m.

Judul Jurnal : Analisis Hidrologi Waduk Penjalin Guna Optimasi D. I.


Pemali
Volume : 4
Tahun : 2019
Penulis : Akbar Winasis
Latar : Pada umumnya waduk beserta irigasi dapat dikatakan saling
Belakang berkesinambungan dimana waduk berfungsi sebagai tempat
untuk menampung, mengeluarkan/menyalurkan air yang
sebagian besar dimanfaatkan untuk irigasi yaitu mengairi
lahan pertanian, selain itu waduk juga digunakan untuk
beberapa kepentingan lainnya diantaranya untuk pengendalian
banjir pada saat musim hujan, budidaya ikan air tawar dan
juga sebagai tempat sarana rekreasi/pariwisata. Air yang
mengisi waduk dapat bersumber dari air hujan, air tanah dan
dari daerah aliran sungai (DAS) yang dialirkan melalui
sungai-sungai yang bermuara ke waduk tersebut. Waduk
Penjalin merupakan waduk yang terletak di Desa Winduaji,
Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa
Tengah dengan titik koordinat 108’41’’37’’ BT –
109’11’’29’’ BT dan 6”44”56” LS – 7”20”51,48” LS. Waduk
ini dibangun sekitar tahun 1930-1934 dengan desain bangunan
berupa batu-batuan kali sebagai material dasar pembentuk
waduk. Waduk Penjalin memiliki luas 1,25 km2 yang sumber
airnya selain dari sumber mata air disekitarnya juga berasal
dari air hujan yang jatuh langsung pada daerah sekitar waduk
tersebut. Waduk Penjalin sendiri mempunyai fungsi utama
yaitu sebagai pengendali banjir dengan volume maksimum
rata-rata tahunan pada waduk sebesar 7,9 juta m3 dimana
volume air tersebut juga digunakan sebagai pasokan air pada
daerah irigasi pemali guna membantu suplay air agar dapat
mencukupi kebutuhan air irigasi pada lahan pertanian dengan
luas areal 26.952 hektar. Suplai tersebut dilakukan untuk
mengantisipasi kekeringan pada musim kemarau yang
melanda lahan pertanian tersebut. Berdasarkan kondisi
tersebut di atas, maka penulis merasa tertarik untuk dapat
membuat kajian pada penelitian dengan judul: “Analisis
Kinerja Waduk Penjalin Guna Optimasi Irigasi” Penelitian ini
difokuskan pada pemanfaatan ketersediaan air waduk agar
dapat memenuhi kebutuhan air irigasi secara optimal. Maka
dapat dibuat perumusan masalah penelitian ini yaitu:
“Bagaimana kondisi ketersediaan air pada Waduk Penjalin
dan Bendung Notog untuk dapat melayani cakupan D.I.
Pemali secara optimal.”
Tujuan : Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
memaksimalkan kinerja operasi Waduk Pejok berdasarkan
tampungan dan mencapai kondisi yang optimal dalam
peruntukan kebutuhan irigasi D.I. Pacal Kerjo.
Hasil : Penelitian ini dibuat dengan menggunakan metode penelitian
kualitatif yang bermakna bahwa penelitian yang digunakan
untuk meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti
merupakan instrumen kunci (Sugiyono, 200). Metode
kualitatif yang digunakan adalah metode kualitatif yang
bersifat deskriptif–induktif dimana sifat penelitian deskriptif
ini dimaksudkan untuk dapat memberikan uraian dan
penjelasan data dan informasi yang diperoleh selama
penelitian, sedangkan pendekatan induktif berdasarkan proses
befikir/pengamatan di lapangan/fakta-fakta empirik. Jenis dan
sumber data yang digunakan adalah data Primer dan data
Sekunder  dengan teknik pengumpulan data,
interview/wawancara dan observasi. Debit potensi andalan
adalah debit potensi waduk yang akan digunakan sebagai debit
yang diandalkan untuk memenuhi kebutuhan air irigasi pada
tanaman dalam suatu daerah irigasi. Debit potensi andalan
waduk dihitung melalui dua tahapan yakni: 1. Perhitungan
debit potensi curah hujan 2. Debit potensi andalan waduk.
Perhitungan tersebut dinyatakan dengan rumus sebagai
berikut: Dalam perhitungan evapotranspirasi waduk ini
dilakukan menggunakan metode Pennam Modifikasi dimana
data penunjang berupa data (temperatur udara, kelembaban
relatif, penyinaran matahari, kecepatan angin) keseluruhan
data yang digunakan tersebut didapatkan dari data stasiun
klimatologi Waduk Malahayu dikarenakan pada Waduk
Penjalin tidak tersedianya stasiun klimatologi yang dapat
memuat data-data yang dibutuhkan. Digunakannya data yang
bersumber dari stasiun klimatologi Waduk Malahayu telah
melalui pertimbangan yang dilakukan dimana adanya
persamaan letak wilayah yaitu sama-sama berada pada
wilayah Perbukitan Salem Kabupaten Brebes. Waduk penjalin
dengan fungsi utamanya yaitu sebagai pengendali banjir
adalah waduk dengan klasifikasi waduk eka guna dimana
waduk hanya diandalkan untuk memenuhi suplai kebutuhan
irigasi bila diperlukan saja. Ketersediaan air pada waduk
penjalin diperoleh dari hujan yang turun langsung pada
permukaan waduk, aliran air dari sungai-sungai kecil yang
berada pada DAS Penjalin yang sumber airnya berasal dari
mata air langsung/air dalam tanah. Ketersediaan air pada
waduk meliputi kapasitas tampungan yang dapat dilihat dari
volume maksimum, volume minimum serta volume efektif
dimana volume yang tersedia pada waduk dapat dimanfaatkan
dengan sebaik-baiknya. Volume maksimum waduk penjalin
pada saat pertama kali dibangun dapat menampung air sebesar
9.500.000 m3 dengan bertambahnya umur waduk maka
volume maksimum rata-rata tahunan yang dapat ditampung
oleh waduk pada saat sekarang adalah sebesar 7.942.500 m3
yang berada pada elevasi +340.50 berkurangnya volume
tampungan pada waduk adalah lebih banyak diakibatkan oleh
adanya sedimen yang terbawa oleh arus air yang masuk pada
waduk. Volume minimum pada waduk penjalin dapat berada
pada elevasi +326.00 dengan luas genangan 17.500 m2 dan
volume tampungan sebesar 440 m3 akan tetapi pada
pengelolaannya volume minimum rata-rata tahunan waduk
penjalin dapat berkisar pada angka 2.610.000 m3 dimana
angka tersebut didapat pada saat pintu outflow waduk telah
dibuka guna keperluan layanan air irigasi untuk daerah irigasi
yang berada dibawahnya khususnya pada Bendung Notog
untuk daerah layanan irigasinya yaitu D.I Pemali. Volume
efektif atau lebih sering disebut elevasi normal pada waduk
penjalin adalah keadaan dimana tampungan air pada waduk
akan selalu dijaga kestabilannya yang dimaksudkan pada
fungsinya untuk kebutuhan irigasi bila diperlukan serta untuk
mengantisipasi luapan/limpasan air berlebihan
pada spillway yang dapat menyebabkan banjir. Elevasi muka
air normal waduk penjalin sendiri berada pada elevasi +339.50
dengan luas genangan 1.284.800 m2 dan volume tampungan
7.770.000 m3. Metode poligon thiessen digunakan untuk
mencari luas lahan pada masing-masing stasiun curah hujan
yang digunakan sebagai parameter dalam mencari debit
potensi yang digunakan. Adapun langkah dalam menggunakan
metode poligon thiessen adalah sebagai berikut:
1.      Tentukan peta DAS yang akan dianalisa
berikut dengan titik stasiun curah hujan yang
digunakan sebagai obyek utama.
2.      Buat sambungan garis antara titik-titik stasiun
curah hujan dengan membentuk segitiga.
3.      Ambil garis tengah pada setiap sambungan
titik-titik stasiun curah hujan tersebut, kemudian
tarik garis tersebut dengan ketentuan sudut 90
derajat pada setiap sisinya.
4.      Tarik garis tersebut hingga membentuk
sebuah poligon pada masing-masing daerah
stasiun curah hujan serta tarik garis yang telah
dibuat tadi sampai batas DAS yang ditentukan.
5.      Hitung luas masing-masing poligon yang telah
terbentuk dari hasil metode poligon
thiessen tersebut.
Perhitungan debit potensi dilakukan dengan menggunakan
parameter luas sub DAS yang didapatkan dari hasil
metode poligon thiessen serta data debit curah hujan pada
masing-masing stasiun hujan yang telah ditentukan. Adapun
tata cara perhitungannya adalah sebagai berikut:
1.Sub DAS NOTOG                                 : 254 Km2
2.Sub DAS BANTAR KAWUNG  : 349 Km2
3.Sub DAS BUMIAYU                             : 224 Km2
4.Sub DAS TONJONG                             : 142 Km2
5.Sub DAS PARAKAN KIDANG            : 333 Km2
Untuk data curah hujan serta perhitungan debit potensi pada
tiap sub DAS dapat dilihat pada tabel berikut:
Debit potensi D.I Pemali adalah debit yang dihasilkan oleh
curah hujan yang jatuh langsung pada lahan pertanian sebagai
salah satu faktor guna memenuhi kebutuhan air pada lahan
pertanian tersebut. Langkah perhitungan pada debit potensi
daerah irigasi sama halnya dengan perhitungan pada debit
potensi sungai hanya saja luas sub DAS digantikan dengan
luas lahan pertanian pada daerah irigasi tersebut.
1.      Luas lahan daerah irigasi Pemali yang diamati adalah
seluas 25.129 Ha
2.      Data curah hujan yang digunakan adalah data curah
hujan yang berasal dari stasiun hujan Notog dimana stasiun
hujan Notog adalah stasiun hujan yang lokasinya terdekat
dengan D.I Pemali yang diamati.
Debit potensi ketersediaan adalah penggabungan dari debit
potensi sungai dengan debit potensi daerah irigasi/lahan
pertanian dimana kedua perhitungan debit potensi tersebut
yang nantinya akan digunakan sebagai debit yang diandalkan
untuk memenuhi kebutuhan air irigasi pada tanaman dalam
suatu daerah irigasi. Debit potensi yang diandalkan guna
memenuhi kebutuhan air irigasi pada suatu daerah layanan
irigasi dinyatakan dengan
Pola tanam adalah suatu urutan tanam pada sebidang lahan
dalam satu tahun, termasuk didalamnya masa pengolahan
tanah. Pola tanam merupakan bagian atau sub sistem dari
sistem budidaya tanaman, maka dari sistem budidaya tanaman
ini dapat dikembangkan satu atau lebih sistem pola tanam.
Hasil analisis pembahasan sistem pola tanam pada D.I Pemali
Bawah diberlakukan sistem pola tanam PADI-PADI-PADI.
Pola tanam ini diterapkan dengan tujuan memanfaatkan
sumber daya secara optimal. Rumus yang diterapkan pada
perhitungan kebutuhan air untuk pola tanam. Ketersediaan air
pada daerah irigasi Pemali diperoleh dari debit potensi
Bendung Notog dan debit potensi Waduk Penjalin. Dari
ketersediaan air tersebut maka dapat dikatakan bahwa
kebutuhan air pada daerah irigasi Pemali ditentukan oleh
tingkat keandalan pada kedua kondisi tempat ketersediaan air
tersebut. Untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam
pemanfaatan air ini, maka analisis kebutuhan air, khususnya
air irigasi dapat dilakukan dengan beberapa alternatif pola
tanam dan jadwal tanam. Untuk rencana tata tanam D.I
Pemali, dipilih alternatif pola tanam optimalisasi lahan yang
diprioritaskan untuk padi.
Berdasarkan hasil analisis pada bab-bab sebelumnya, maka
kajian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.      Dalam penelitian ini dilakukan analisis debit potensi
pada Bendung Notog dan Waduk Penjalin yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan irigasi dengan
total debit potensi yang tersedia berada pada volume
sebesar 2.838.745.169 m3.
2.      Analisis kebutuhan air yang dilakukan hanya sebatas
pada daerah irigasi Pemali Bawah dengan total
kebutuhan air berada pada volume sebesar 564.650.352
m3 dengan pola pembagian air secara bergilir dimulai
dengan musim tanam pertama pada bulan oktober.
3.      Pola taman yang diberlakukan pada D.I Pemali bawah
berupa PADI-PADI-PADI yang mana dinilai bahwa
pola tanam tersebut dapat memberikan keuntungan
penghasilan yang lebih baik bagi para petani dan dapat
memaksimalkan potensi ketersediaan air secara optimal.
4.      Kebutuhan air irigasi D.I Pemali Bawah didapatkan
dari debit potensi Bendung Notog dan debit potensi
Waduk Penjalin dimana persentase terkecil yang dapat
terpenuhi berada pada angka persentase 65% yang
berarti bahwa potensi ketersediaan air dapat mencukupi
kebutuhan air yang dibutuhkan sehingga tanaman bisa
tumbuh dengan baik tanpa kekurangan air.

Judul Jurnal : Simulasi Optimasi Pola Operasi Waduk Jatigede


Volume : 2
Tahun : 2020
Penulis : Ira Mulyawati, Ibnu Fazhar
Latar : Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Perkotaan terbagi
Belakang dalam 3 (tiga) komponen, yaitu berturut-turut komponen
sumber air, komponen pengolahan air dan komponen
pelayanan air.Pada tingkat komponen pelayanan air,
kepuasaan konsumen harus memenuhi standar kualitas air,
kuantitas air, kontinuitas air dan harga jual air yang
kompetitif. Keberhasilan pelayanan air bersih sangat
tergantung pada keandalan sumber air baku baik kualitas air
maupun kontinuitas sumber air. Salah satu kebijakan dalam
menjamin kontinuitas sumber daya air adalah pengembangan
infrastruktur air. Oleh karena itu pemerintah membangun
waduk Jatigede agar kuantitas dan kualitas air tetap terjamin
sepanjang tahun. Waduk Jatigede yang berada dalam Daerah
Aliran Sungai (DAS) Cimanuk merupakan waduk kedua
terbesar di Indonesia dengan tujuan pembangunnya adalah
untuk memenuhi kebutuhan air baku, mengairi Daerah Irigasi
Rentang seluas 90.000 ha. Selain itu waduk multiguna
Jatigede juga dibangun untuk mencukupi kebutuhan air PLTA
Jatigede 67,83 m3/dt guna membangkitkan daya listrik
sebesar 110 MW(Risdiana Cholifatul Afifah, Pranoto Samto
Atmodjo, Sri Sangkawati, 2015). Kebijakan strategis
pengembangan infrastruktur air terdiri dari beberapa tahapan
(SIDCOM) ; Survey yaitu melakukan indentifikasi air baku;
Investigation yaitu melakukan analisis studi kelayakan;
Design yaitu dengan melakukan analisis desain waduk;
Construction yaitu dengan melakukan pembangunan
bangunan air; Operation yaitu dengan melakukan
pengelolaan waduk; Maintenance yaitu dengan melakukan
pemeliharaan waduk dan daya dukung waduk. Dalam tahap
operasi pemanfaatan Waduk Jatigede memerlukan
pengusahaan waduk yang sesuai dengan peruntukannya
sehingga fungsi waduk dapat dimanfaatkan secara optimal.
Pengelola waduk wajib membuat manajemen waduk berupa
pola lintasan kering, normal dan basah sesuai dengan PP No
37 Tahun 2010 tentang Bendungan pasal 44 (Arwin, 2009).
Hal ini sangat berkaitan erat untuk memastikan keandalan air
baku dalam rangka pengembangan
SPAM. Pola Pengusahaan yang sesuai adalah pola
pengusahaan yang bertujuan untuk menghindari degradasi
fungsi infrastruktur air minum yang mana perencanaan/design
utilitas SPAM harus didasarkan pada konsep pengembangan
SPAM berkelanjutan dan peraturan/perundangan yang berlaku
untuk infrastruktur air minum (Arwin, 2010).
Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan model
optimal pola operasi waduk jatigede dalam rangka pemenuhan
kebutuhan air di hilir DAS.
Hasil : Penelitian ini akan membahas mengenai rencana
pengembangan infrastruktur air minum sumber daya air
(SDA) dengan memanfaatkan Waduk Jatigede kebutuhan air
baku minum domestic untuk daerah kabupaten cirebon dan
indramayu sebesar 3.500 l/det. Penelitian ini dilakukan di
waduk Jatigede yang terletak di DAS Cimanuk Kampung
Jatigede Kulon, Desa Cijeungjing, Kecamatan Jatigede,
Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Data yang
digunakan dalam penelitian adalah data sekunder curah hujan
(P) dan debit (Q) yang tercatat di pos-pos hujan dan debit di
DAS Cimanuk dengan seri data hujan dan data debit harian
dalam kurun waktu minimal 10 tahun. Data diperoleh dari
Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung
(BBWSC-2), Pusat Litbang Sumber Daya Air (PUSAIR)
Bandung, Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah
Sungai Cimanuk Cisanggarung. Kemudian data curah hujan
dan data debit yang diperoleh dibuat model prakiraan debit
yang masuk ke Waduk Jatigede menggunakan model korelasi
spasial hujan-debit untuk selanjutnya dibuat model optimasi
pola operasi waduk menggunakan model Hybrid Kontinu dan
Hybrid Markov. Pola Pengusahaan Waduk model Hybrid
Markov menggunakan model debit prakiraan masa depan
korelasi spasial hujan dan debit (kontinu) kemudian lintasan
pedoman yang digunakan adalah lintasan pedoman kering,
normal, basah Teoritik periode ulang 5 dan 10 tahun. Untuk
penentuan tahun kering, normal dan basah digunakan Model
Diskrit Chain Markov tiga kelas orde 1 tahunan dapat dilihat
pada Tabel Model diskrit Markov terdiri dari 2 (dua)
penentuan. Penentuan pertama kondisi dan kedua adalah
penentuan besaran. Probabilitas kejadian pada suatu waktu
tertentu bergantung/ditentukan hanya dari kejadian waktu
sebelumnya. Data debit bersifat stokastik, oleh karena itu
maka pendekatan dengan model Markov dibuat melalui
pembuatan matrik transisi untuk menjelaskan mengenai nilai
probabilitas (ketidakpastian) kejadian besaran debit tertentu
dimana jumlah probabilitas seluruh kejadian sama dengan 1
seperti ditunjukkan pada (Arwin,2002). Matrik transisi
tersebut bersifat homogen atau matriks stokhastik karena
semua transisi probabilitas Pij adalah tetap dan independen
terhadap waktu. Probabilitas Pij harus memenuhi kondisi.
Untuk melakukan Perhitungan pedoman lintasan dibutuhkan
beberapa langkah diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Melakukan prediksi debit bulanan
2. Mengurutkan debit bulanan dari yang terbesar ke yang
terkecil
3. Kemudian dihitung probabilitas kejadiannya menggunakan
rumus Weibull.
Simulasi pengelolaan waduk optimal dengan menggunakan
model debit prakiraan korelasi spasial hujan dan debit
kemudian penentuan tahun kering, normal dan basah
digunakan matriks transisi tiga kelas orde 1 tahunan yang
dihitung dengan menggunakan metode Chain Markov dapat
dilihat pada Lintasan pedoman yang digunakan adalah
lintasan pedoman kering, normal, basah periode 10 tahun.
Untuk Perhitungan Pedoman Lintasan Kering PU 10 Tahun
menggunakan debit prakiraan korelasi spasial hujan debit
dapat dilihat pada tabel 3. Perhitungan pedoman lintasan
dengan cara membuat rata-rata Qin kemudian Qin dikurangi
Qin rata-rata. Kemudian menghitung St dengan
menngakumulasikan nilai Qsurplus dan Qdeficit Untuk
Perhitungan Pedoman Lintasan basah PU 10 Tahun
menggunakan debit prakiraan korelasi spasial hujan debit
dapat dilihat pada Pada pola pengusahaan waduk ini debit
yang masuk diantisipasi sehingga meminimalkan air yang
terbuang ke spillway dan selalu masuk ke fungsi utilitas
Penyediaan Air Minum. Hasil Perhitungan simulasi pola
pengusahaan waduk optimal menggunakan debit prakiraan
korelasi spasial (Qin) dengan pedoman lintasan PU 10 tahun
(St pedoman) dapat dilihat Perhitungan simulasi pola
pengusahaan waduk optimal menggunakan prinsip mass
balance. Perhitungan QPLTA bertujuan untuk mengamankan
Qair baku , sehingga Q airbaku terjamin sepanjang tahun.
Untuk debit PLTA pada pembahasan debit rencana telah
dibahas bahawa hanya bisa terpenuhi 20% pada simulasi
dapat dilihat pada tahun 2012 hingga 2014 awal bisa
terpenuhi sedangkan pada tahun yang lain tidak terpenuhi,
karena keterbatasan data dalam proses simulasi pola optimasi
unjuk kerja waduk Jatigede dapat terlihat bahwa St koreksi
tertinggi adalahs sebensar 422 sedangkan st efektif waduk
adalah 796 . Hal ini menunjukkan bahwa volume tampungan
waduk masih dalam batas aman. Untuk melihat kesesuaian
antara St Pedoman dengan St Koreksi kemudian dilakukan
analisis korelasi linier untuk melihat nilai korelasinya,
hasilnya bisa dilihat bahwa nilai korelasi antara St pedoman
dan St koreksi adalah 0,965 hal ini menunjukkan hubungan
yang kuat dan linier antara St pedoman dan St koreksi.
Sehingga St pedoman dari hasil perhitungan menggunakan
model prakiraan debit korelasi spasial hujan dan debit layak
untuk digunakan sebagai stoke ataupun lintasan dalam
manajemen optimal waduk Jatigede. Pada manajeman optimal
waduk Jatigede nilai korelasi koefisien korelasi antara St
pedoman dan St koreksi adalah 0,965 hal ini menunjukkan
hubungan yang kuat dan linier antara St pedoman dan St
koreksi. Sehingga St pedoman dari hasil perhitungan
menggunakan model prakiraan debit korelasi spasial hujan
dan debit layak untuk digunakan sebagai St pedoman dalam
optimasi pola operasi waduk Jatigede.

Judul Jurnal : Optimasi Operasi Waduk Dolok dengan Program Dinamik


Volume : 6
Tahun : 2021
Penulis : Lisa Adatika, Suripin, Suseno Darsono
Latar : Pembangunan Waduk Dolok yang terletak di DAS Dolok,
Belakang Kabupaten Demak, Jawa Tengah merupakan salah satu solusi
untuk mengatasi masalah kurangnya ketersediaan air pada
DAS Dolok (BBWS Pemali Juana, 2016). Untuk dapat
memanfaatkan tampungan waduk sebaik mungkin diperlukan
pengoperasian sehingga kebutuhan yang direncanakan dapat
terpenuhi secara optimal. Salah satu metode yang digunakan
untuk menyusun pedoman pengoperasian waduk adalah
dengan model optimasi. Penelitian ini bertujuan untuk
menyusun pola operasi Waduk Dolok yang optimal dengan
menggunakan program dinamik. Pola operasi adalah patokan
operasional periode suatu waduk dimana debit air yang
dikeluarkan oleh waduk harus mengikuti ketentuan agar
elevasinya terjaga sesuai dengan rancangan (Samosir et al,
2015). Pola operasi waduk paling sedikit memuat tata cara
pengeluaran air dari waduk sesuai dengan kondisi volume
dan/atau elevasi air waduk dan kebutuhan air serta kapasitas
sungai di hilir bendungan (Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat, 2015). Model optimasi merupakan salah
satu alternatif dalam menyusun pedoman pengoperasian
waduk dengan memperhatikan semaksimal mungkin aspek-
aspek yang berkaitan dengan tujuan pemanfaatan waduk, serta
melibatkan segala kendala yang membatasi upaya
pemanfaatan sumber daya air tersebut (Jayadi, 1993). Ada
tiga tahapan dalam mempersiapkan model optimasi, yaitu
mengidentifikasi fungsi objektif, decision variable secara
kuantutatif, dan faktor yang membatasi (Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2004). Beberapa teknik
optimasi yang digunakan untuk operasi waduk antara lain
program linier, program non linier, program dinamik
(deterministik dan stokastik), pembagian zona peruntukan
dengan cara rule curve, serta pola pengoperasian baku (SOP)
(Jayadi, 1993; Suharyanto, 2005). Program dinamik yang
digunakan dalam penelitan ini adalah program dinamik
deterministik. Menurut Sri Harto (1985), optimasi
deterministik adalah optimasi yang tidak memasukkan
“kesempatan kejadian” dari masing-masing variabelnya,
dimana setiap masukan dengan sifat-sifat tertentu akan
menghasilkan keluaran yang tertentu juga. Debit inflow,
evaporasi dan target kebutuhan sebagai input program pada
penelitian ini sudah ditentukan. Dengan bantuan perangkat
lunak CSUDP (Colorado State University Dynamic Program)
diharapkan dapat menghasilkan keluaran nilai fungsi objektif,
pelepasan dan elevasi waduk yang bisa dijadikan dasar dalam
penyusunan rule curve yang optimal.
Tujuan : Tujuan dari penelitian ini adalah menyusun pola operasi
waduk yang optimal menggunakan program dinamik dengan
bantuan software CSUDP.
Hasil : Pengumpulan Data yang digunakan pada penelitian ini adalah
data sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi terkait
berupa : data curah hujan sepanjang 13 tahun, data
klimatologi, data irigasi, data teknis waduk, data DAS, serta
data penduduk. Data tersebut kemudian dianalisis untuk
memperoleh inflow dan outflow waduk. Analisis Inflow dan
Outflow waduk Inflow waduk diperoleh dari perhitungan
debit berdasarkan data hujan, hari hujan, dan evapotranspirasi
dengan menggunakan Metode Mock. Kelebihan metode yang
diperkenalkan oleh Dr. F.J.Mock ini adalah hasil analisisnya
lebih akurat karena lebih banyak mempertimbangkan keadaan
alam yang mempengaruhi ketersediaan air (Habibi, 2010).
Hasil analisis Model Mock divalidasi dengan debit observasi
menggunakan cara grafis dan kriteria statistik. Kriteria
statistik yang digunakan adalah R dan NSE seperti pada
persamaan 1 dan persamaan 2. Apabila debit simulasi nilainya
mendekati debit observasi maka hasil perhitungan debit
dengan metode Mock bisa digunakan untuk analisis
selanjutnya. Kriteria R yang digunakan adalah jika bernilai =
0,60 disebut “good”, dan jika < 0,60 disebut “bad”.
Sedangkan uji statistik terhadap NSE, apabila nilanya = 0,75
mempunyai kriteria “good”, nilai 0,36 = NSE < 0,75 adalah
“satisfactorily”, dan NSE < 0,36 adalah “poor” (Hidayat et al,
2016; Priyanto, 2016; Suprayogi et al, 2013). Analisis
Program Dinamik Langkah selanjutnya adalah merumuskan
fungsi tujuan dan fungsi kendala. Fungsi tujuan pada optimasi
waduk dengan program dinamik seperti pada penelitian
sebelumnya bisa berupa memaksimumkan fungsi (Natalia
P.R., 2008;Nuf’a et al, 2016; Resmi, 2015) ataupun
meminimumkan fungsi (Wulandari et al, 2012). Tujuan
optimasi operasi waduk pada penelitian ini adalah untuk
meminimalkan penyimpangan relatif antara pelepasan air
waduk dan kebutuhan air yaitu perbandingan antara selisih
target kebutuhan air dan pelepasan air waduk dengan target
kebutuhan air. Sedangkan fungsi kendala berupa faktor
pembatas tampungan waduk dan pelepasan. Dengan
menggunakan kurva hubungan antara elevasi muka air –
volume – dan luas genangan waduk seperti pada ditentukan
faktor pembatas tampungan yaitu 9,860 = Si = 34,09 juta m.
Sedangkan faktor pembatas pelepasan yang digunakan adalah
0 = X= target kebutuhan air. Diskritisasi adalah membagi data
menerus ke dalam jumlah terbatas elemen diskrit atau menjadi
beberapa interval. Diskritasasi untuk tampungan (ΔS)
diperoleh dengan membagi selisih antara tampungan
maksimum dan tampungan minimum dengan jumlah diskrit,
yaitu ΔS = 0,2423 juta m dengan jumlah diskrit 100. Input
data yang digunakan untuk masukan software CSUDP adalah
inflow, target kebutuhan air, dan evaporasi selanjutnya diketik
dalam software notepad dan disimpan dengan penamaan file
namafile$.dat. Perhitungan inflow Waduk Dolok dilakukan
dengan menggunakan Metode Mock. Metode ini merupakan
model hidrologi dengan prinsip kerja keseimbangan air untuk
aliran dengan hujan sebagai data masukan model. Hasil
analisis debit dengan Metode Mock sepanjang 13 tahun (2003
– 2015) menunjukkan bahwa debit simulasi terkecil sebesar
0,01 pada periode November-2 tahun 2003,sedangkan debit
simulasi terbesar sebesar 6,85 terjadi pada periode Desember-
1 tahun 2013, seperti pada gambar 3. Hasil perhitungan debit
simulasi tersebut kemudian dikalibrasi dengan debit
pengamatan yang ada di stasiun AWLR Bendung Barang
yang terletak di hilir DAS Waduk Dolok. Debit pengamatan
yang tersedia adalah tahun 2005, 2010 dan tahun 2013.
Berdasarkan gambar 4 dapat dilihat bahwa debit perhitungan
dan debit pengamatan memiliki kecenderungan yang hampir
sama. Selain disajikan dengan grafik, kalibrasi juga dilakukan
dengan menggunakan uji statistik melalui perhitungan
koefisien determinasi (R) dan NashSutcliffe Efficiency
Coefficient (NSE). Perhitungan uji statistik secara rinci dapat
dilihat dapa Lampiran D. Nilai R yang diperoleh sebesar 0,6
(good) dan NSE 0,54 (satisfactorily). Hal ini menunjukkan
bahwa model tersebut dapat digunakan pada DAS. Hasil Rule
Curve pengoperasian waduk adalah kurva/grafik yang
menunjukkan hubungan antara elevasi muka air waduk, debit
outflow dengan waktu (mingguan, dalam satu tahun) (Natalia
P.R., 2008). Tinggi muka air waduk ratarata hasil running
program dinamik kemudian dibuat grafik dua mingguan
sehingga terlihat hubungan antara elevasi dan periode waktu.
Aturan umum dalam simulasi pengaturan release waduk.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di DAS Waduk
Dolok dapat disimpulkan bahwa rata – rata volume pelepasan
Waduk Dolok berdasarkan hasil optimasi menggunakan
program CSUDP sepanjang 312 periode (2 mingguan) adalah
1,81 juta m3 atau setara 1,40 m3/detik. Sedangkan rata – rata
volume kebutuhan air sebesar 1,67 juta m3 atau setara 1,29
m3/detik. Hal ini menunjukan bahwa dengan jumlah
pelepasan waduk yang lebih besar dari pada kebutuhan air,
waduk mampu memenuhi kebutuhan air irigasi seluas 1296
ha. Sedangkan sisanya untuk kebutuhan air baku serta untuk
pemeliharaan sungai. Rencana pola operasi Waduk Dolok
yang optimum didasarkan pada rule curve hasil optimasi. Rule
curve hasil optimasi berada pada zona normal, yaitu terletak
antara elevasi maksimum waduk dan elevasi tahun nomal.
Dengan demikian rule curve ini bisa dijadikan dasar
perngoperasian waduk.

Judul Jurnal : Analisis Pola Operasi Waduk Sangiran


Volume : 4
Tahun : 2020
Penulis : Rifki Maulana, Rr Rintis Hadiani , Cahyono Ikhsan

Latar : Waduk adalah tampungan air buatan yang berfungsi untuk


Belakang menampung air pada musim hujan dan memanfaatkannya
pada musim kemarau (Permen No.27/PRT/M/2015, 2015).
Pengoprasian waduk merupakan suatu system, dengan sub-
sistem ketersediaan air untuk berbagai kebutuhan air di hilir
dan juga menentukan seberapa besar manfaat waduk yang
akan diperoleh (Ubaidah, 2020) Daerah Aliran Sungai (DAS)
atau catchment area adalah luasan lahan atau lokasi yang
terkena hujan lalu dari lokasi tersebut air mengalir ke
sungai(Ven Te Chow, 1988). Luas DAS Waduk Sangiran
adalah 18,20 km dengan luas layanan irigasi sebesar 1535 ha
(Unit Pengelola Bendungan, 2017). Waduk Sangiran
merupakan waduk dengan bangunan bendungan baru yang
mulai beroperasi tahun 2000. Waduk Sangiran merupakan
kewenangan dan dikelola oleh Balai Besar Wilayah Sungai
Bengawan Solo. Bendungan Sangiran dibangun dengan tipe
urugan batu dengan inti tegak di tengah dengan panjang
puncak 137,40 m, lebar
puncak 6,00 m dan tinggi maksimum 28,00 m. Waduk
sangiran dilengkapi dengan bangunan pelimpah tipe
overflowogee crest dengan side channel. Intake Waduk
Sangiran bertipe slide gate dengan cara pengoperasian
otomatis menggunakan elektrik genset (Bidang Operasi dan
Pemeliharaan, 2017). Manfaat waduk Sangiran dari mulai
dioperasikan sampai saat ini digunakan untuk memenuhi
kebutuhan irigasi dan pariwisata. Seiring berjalannya waktu,
pengoprasian Waduk Sangiran mengalami penyimpangan dan
kebutuhan air tidak dapat terpenuhi. Untuk mengatasi hal
tersebut, dilakukan penelitian ini untuk mengetahui kondisi
Pola Operasi yang ada saat ini dibandingkan terhadap Pola
Operasi pada saat desain sehingga dapat diketahui besaran
penyimpangan Pola Operasi terhadap desain awal. Kondisi
Penyimpangan tersebut menjadi bahan penelitian lanjutan
untuk menyusun rencana pola operasi baru yang optimum
guna menjaga kelestarian sumber daya air.
Tujuan : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan analisa
pola operasi optimum dari waduk Sangiran dan atau pola
operasi yang memungkinkan dalam pemenuhan kebutuhan air
irigasi pada tahun – tahun berikutnya.
Hasil : Rencana Pola Operasi Waduk (RPOW) adalah pola operasi
waduk normal yang didasarkan pada kondisi debit air masuk
(inflow), debit keluar (outflow), kebutuhan air (release) dan
kondisi tampungan waduk. Pola operasi waduk normal untuk
Bendungan Sangiran dibagi menjadi tiga yaitu pola operasi
batas bawah, pola operasi normal, dan pola operasi batas atas
(Unit Pengelola Bendungan, 2018). Rencana Pola Operasi
Waduk (RPOW) adalah pola operasi waduk normal yang
didasarkan pada kondisi debit air
masuk (inflow), debit keluar (outflow), kebutuhan air
(release) dan kondisi tampungan waduk. Pola operasi waduk
normal untuk Bendungan Sangiran dibagi menjadi tiga yaitu
pola operasi batas bawah, pola operasi normal, dan pola
operasi batas atas(Unit Pengelola Bendungan, 2018). ada
dalam waduk. yaitu dengan membatasi lepasan berdasarkan
status tampungan waduk(Unit Pengelola Bendungan, 2018).
Pada pola operasi normal ini debit masukan (Inflow) waduk
yang digunakan adalah debit andalan waduk 50%. Pada aturan
operasi Waduk Sangiran ini, metode yang digunakan adalah
dengan memperhitungkan tampungan yang ada dalam waduk.
yaitu dengan membatasi lepasan berdasarkan status
tampungan waduk(Unit Pengelola Bendungan, 2018). Pada
pola operasi batas atas ini debit masukan (Inflow) waduk yang
digunakan adalah debit andalan waduk 35%.
Pada aturan operasi Waduk Sangiran ini, metode yang
digunakan adalah dengan memperhitungan tampungan yang
ada dalam waduk. yaitu dengan membatasi lepasan
berdasarkan status tampungan waduk(Unit Pengelola
Bendungan, 2018). Operasi waduk harus memuat batasan-
batasan yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada
operator. Petunjuk tersebut harus dipahami betul oleh operator
agar waduk tersebut manfaatnya dapat lestari dan
berkesinambungan dalam operasi. Salah satu cara agar
ketersediaan air pada waduk tetap terjaga adalah menetapkan
besaran volume yang harus dijaga sebagai batas minimum
pemeliharaan waduk yaitu sebesar 20% dari besaran
tampungan efektif waduk. Selain menetapkan minimum
pemeliharaan waduk, ditampilkan pula elevasi puncak
bendungan, muka air banjir PMF, muka air normal, minimum
waduk atau intake, dan dasar waduk. Dari hasil analisis
rencana dan realisasi pola operasi Waduk Sangiran selama
tiga tahun, debit pengeluaran air (outflow) tahun 2016 sampai
tahun 2018 mengalami penurunan. Kondisi ini merupakan
indikasi bahwa pola operasi yang dilaksanakan mengalami
penyimpangan dari rencana pola operasi yang sudah
ditetapkan. Penyimpangan ini bisa terjadi karena beberapa
factor salah satunya yaitu akibat berkurangnya tampungan
waduk. Apabila rencana pola operasi yang lama tetap
dilaksanakan maka akan terjadi ketidak stabilan ketersediaan
air dan tidak optimalnya pemanfaatan Waduk Sangiran.
Penyimpangan yang terjadi antara rencana pola operasi
menunjukkan persamaan regresi dari grafik perbandingan
rencana dan realisasi pola operasi tahun 2016 didapatkan nilai
determinasi sebesar 0.83 dan 0.94. Grafik rencana dan
realisasi pola operasi tahun 2017 nilai determinasi sebesar
0.83 dan 0.95. Grafik rencana dan realisasi pola operasi tahun
2018 nilai determinasi sebesar 0.83 dan 0.92 dimana dengan
besaran nilai determinasi tersebut menunjukkan persamaan
dari grafik yang dibuat sudah mendekati kondisi dari data
yang ada sehingga kedua grafik tersebut dapat dijadikan
acuan dalam menganalisa penyimpangan pola operasi
eksisting terhadap pola operasi desain. Hasil rekapitulasi
dalam tiga tahun pengamatan pola operasi yang di
realisasikan mengalami penyimpangan dari rencana pola
operasi sebesar 51.78%. Penyimpangan tersebut sangat
mungkin bertambah lagi dari tahun ke tahun. Oleh karena itu
perlu adanya analisis lebih lanjut mengenai pola operasi yang
optimum dengan dilengkapi batasan atas dan bawah dalam
pengoperasian waduk yang dilakukan melalui pemodelan pola
operasi baru untuk menjaga ketersediaan air dan
mengoptimalkan pemanfaatan Waduk Sangiran.

Judul Jurnal : Penelitian Pola Pergerakan Air Waduk Jatiluhur Secara


Lateral Dengan Menggunakan Teknik Perunut Isotop Alam
Volume : 4
Tahun : 2008
Penulis : Paston Sidauruk
Latar : Danau atau waduk adalah sumber daya air yang sangat
Belakang penting baik sebagai sumber utama air bersih dan sebagai
salah satu unsur utama dalam siklus karbon, nitrogen, dan
fosfor bumi melalui beberapa proses (1, 2, 3). Bendungan
Jatiluhur yang merupakan bendungan multiguna yang
diantaranya sebagai penyedia air minum, irigasi, pembangkit
listrik, rekreasi, perikanan dan pengendalian banjir
mempunyai peran yang sangat penting baik dari segi
ekonomi, sosial dan lingkungan. Oleh karena perannya yang
sangat penting dan posisinya yang sangat strategis, maka
keamanan bendungan perlu diupayakan seoptimal mungkin.
Salah satu aspek yang harus dipelajari sebagai bahan
pertimbangan untuk perencanaan pengelolaan waduk adalah
pola dinamika air waduk baik secara horizontal maupun
vertikal. Kemampuan suatu waduk untuk mendukung
kehidupan mahluk air didalamnya sangat tergantung terhadap
beberapa factor seperti pola pergerakan air khususnya
percampuran. Pola pergerakan adalah penting sebagai bahan
masukan untuk merencanakan pengelolaan waduk khususnya
yang berhubungan dengan kualitas air baik untuk mendukung
kehidupan yang ada di dalamnya maupun sebagai sumber air
bersih. Pergerakan air adalah penting untuk menjamin
terdistribusinya oksigen terlarut sampai kedalaman tertentu
yang dapat mendukung kehidupan mahluk air dalam waduk.
Stratifikasi adalah fenomena yang umum terjadi di daerah
tropis seperti Indonesia yang dapat menghambat sirkulasi
secara vertikal yang sekaligus menghambat proses pertukaran
oksigen dengan udara dan fotosintesis pada kedalaman
tertentu. Untuk tujuan ini, SIDAURUK, dkk, telah melalukan
pengamatan pola stratifikasi air waduk Jatiluhur Dalam
penelitian tersebut, telah disimpulkan adanya stratifikasi di air
waduk Jatiluhur khususnya di bagian tengah air waduk. Di
samping pola stratifikasi, pola pergerakan air waduk secara
lateral dapat membantu pengelola bendungan untuk
merencanakan tata ruang semua kegiatan dalam waduk
termasuk didalamnya pemilihan lokasi yang cocok untuk
pembudidayaan ikan. Pengamatan pola pergerakan air waduk
yang didasarkan pada kelimpahan isotop stabil seperti
deuterium dan oksigen-18 dapat juga digunakan sebagai alat
untuk memprediksi secara kualitatif masukan air tanah dari
sekeliling waduk.
Tujuan : Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hasil interpretasi
analisis kelimpahan isotop alam stabil oksigen-18 yang
diambil dari bagian tengah air waduk.
Hasil : Pengambilan contoh dilakukan pada 12 lokasi. Kedua belas
lokasi pengambilan contoh air waduk dirancang sedemikian
rupa sehingga dapat mewakili seluruh permukaan air waduk
mulai dari hilir hingga ke hulu termasuk air masukannya.
Posisi relatif (kordinat) tiap tipe pengambilan contoh air
dicatat melalui alat bantu sistim pencacatat posisi global
(GPS, global posistioning system). Pencacatatan posisi ini
dilakukan untuk mempertahankan posisi titik pengambilan
contoh pada periode pengambilan contoh berikutnya sehingga
konsistensi variasi parameter sebagai fungsi waktu dapat
dilihat. Pengambilan contoh yang demikian dilakukan untuk
melihat penyebaran horizontal dari parameter yang diamati
dalam upaya membantu menerangkan dinamika air waduk
secara horizontal. Untuk analisis kelimpahan relatif isotop
stabil oksigen-18, contoh air sebanyak 20 ml diambil dari tiap
titik pengambilan contoh dan dimasukkan ke dalam tabung
kedap udara. Dalam pekerjaan analisis isotop oksigen-18,
contoh air dimasukkan ke dalam gelas pada Isoprep-18,
dengan kapasitas 24 gelas untuk 24 contoh air. Sebelum
analisis dilakukan, gas standar kerja terlebih dahulu diatur
pada alat spektrometer massa dan melalui program komputer
gas CO2 standar tersebut dialirkan ke isoprep-18 yang berisi
gelas contoh selama 2 menit dan diikuti pengocokan selama 8
jam. Selama dalam pengocokan 8 jam tersebut reaksi
kesetimbangan dan
pertukaran isotop antara gas CO2H218O (cair) + C.
Data ion utama terlarut dalam berbagai contoh yang
dikumpulkan dalam 2 periode pengambilan contoh yaitu pada
bulan Agustus dan Oktober 2004 ini dapat dilihat bahwa
kandungan hidrokimia contoh air waduk yang dianalisis tidak
menunjukkan variasi yang cukup nyata baik horizontal,
maupun sebagai fungsi waktu. Hal ini juga dapat dilihat dari
trilinear Piper
ini dapat dilihat bahwa semua ion utama contoh yang
dikumpulkan mengelompok pada kelompok yang sama. Hal
ini adalah wajar karena perubahan kandungan hidrokimia air
terjadi dengan adanya interaksi antara air dengan batuan atau
formasi yang dilaluinya atau karena interaksi dengan sumber
air lain yang mempunyai kandungan hidrokimia yang
berbeda. Dengan demikian untuk volume waduk yang cukup
besar dan waktu tinggal yang cukup lama maka adalah wajar
jika kandungan hidrokimia air waduk tidak bervariasi secara
nyata. Karena memang secara umum airnya berasal dari
sumber yang sama, dan waktu tinggal yang cukup lama juga
memberikan kesempatan kepada air waduk untuk bercampur
secara merata. Untuk tujuan penelitian pola pergerakan air
waduk secara lateral akan didasarkan pada variasi Oksigen-18
dari contoh yang dikumpulkan. Hal ini dilakukan karena
oksigen-18 adalah salah satu isotop pembentuk molekul air
sehingga variasi oksigen-18 dapat menerangkan proses yang
telah dialami oleh air waduk termasuk pergerakannya (8). Di
samping itu, menurut BEDMAR dan ARAGUAS (1), variasi
kelimpahan relatif oksigen-18 menunjukkan hasil yang lebih
peka khususnya untuk penelitian dinamika air. Hasil analisis
kelimpahan relatif oksigen-18 Fenomena kelimpahan relatif
okisgen-18 yang secara umum lebih miskin di bagian tengah
waduk juga dapat menunjukkan bahwa bagian air waduk yang
berada di tengah adalah lebih dinamis jika dibandingkan
dengan air yang berada di sebelah pinggir air waduk dengan
demikian waktu tinggal air yang berada di tengah waduk akan
lebih pendek jika dibandingkan dengan air yang berada di
sebelah pinggir waduk. Waktu tinggal ini juga akan
mempengaruhi komposisi kelimpahan Oksigen-18. Air yang
waktu tinggalnya lebih panjang akan mempunyai kelimpahan
relatif Oksigen-18 yang lebih kaya karena adanya penguapan.
Hasil analisis ion utama seluruh contoh yang dikumpulkan
tidak bervariasi secara nyata baik secara horizontal maupun
sebagai fungsi waktu. Fenomena ini terjadi karena waktu
tinggal air (recidence time) secara rata-rata adalah panjang
dan juga hal ini juga dapat berarti bahwa air waduk secara
umum berasal dari jenis air yang sama. Hasil analisis
kelimpahan relatif Oksigen-18 secara lateral menunjukkan
bahwa air yang terdapat di bagian tengah waduk mempunyai
kelimpahan relatif oksigen-18 yang lebih kecil (depleted) jika
dibandingkan dengan air yang berada pada bagian pinggir
waduk. Phenomena ini menunjukkan antara lain: adanya
masukan air tanah dari sekitarnya, di mana air tanah ini
mempunyai kelimpahan isotop stabil yang relatif lebih kaya
(enrich) karena daerah imbuhnya jika dibandingkan dengan
air waduk yang berasal dari hulu mempunyai kelimpahan
yang Hasil analisis ion utama seluruh contoh yang
dikumpulkan tidak bervariasi secara nyata baik secara
horizontal maupun sebagai fungsi waktu. Fenomena ini terjadi
karena waktu tinggal air (recidence time) secara rata-rata
adalah panjang dan juga hal ini juga dapat berarti bahwa air
waduk secara umum berasal dari jenis air yang sama. Hasil
analisis kelimpahan relatif Oksigen-18 secara lateral
menunjukkan bahwa air yang terdapat di bagian tengah
waduk mempunyai kelimpahan relatif oksigen-18 yang lebih
kecil (depleted) jika dibandingkan dengan air yang berada
pada bagian pinggir waduk. Phenomena ini menunjukkan
antara lain: adanya masukan air tanah dari sekitarnya, di mana
air tanah ini
mempunyai kelimpahan isotop stabil yang relatif lebih kaya
(enrich) karena daerah imbuhnya jika dibandingkan dengan
air waduk yang berasal dari hulu mempunyai kelimpahan
yang jauh lebih rendah, dan waktu tinggal air yang berada di
bagian tengah waduk adalah lebih pendek karena
mobilitasnya lebih tinggi dari air yang berada di sebelah
pinggir waduk.

Judul Jurnal : Kajian Optimasi Pengoperasian Waduk Malahayu


Volume : 22
Tahun : 2018
Penulis : Ohan Farhan
Latar : Pada umumnya waduk berfungsi sebagai tempat untuk
Belakang menampung, mengeluarkan / menyalurkan air yang sebagian
besar dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian atau untuk
beberapa kepentingan lainnya diantaranya yaitu untuk
pengendalian banjir pada saat musim hujan, budi daya ikan air
tawar dan juga sebagai tempat sarana rekreasi / pariwisata. Air
yang ditampung dalam waduk utamya berasal dari aliran
permukaan dan yang berasal dari air hujan langsung (Yuono,
2012). Waduk merupakan tempat untuk menampung dan
menabung air secukupnya pada musim basah, sehingga air itu
dapat dimanfaatkan pada musim kering. Sebagian besar
waduk dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian atau
untuk beberapa kepentingan lainnya diantaranya yaitu untuk
pengendalian banjir pada saat musim hujan, budi daya ikan air
tawar dan juga sebagai tempat sarana rekreasi / pariwisata.
Dalam upaya peningkatan kinerja waduk beberapa data
pendukung yang dibutuhkan adalah, sistem dan kinerja
operasional waduk, data hidrologi, prosedur dan pembuatan
pola pengoperasian waduk, dan data irigasi. Sistem dan
kinerja waduk faktor-faktor yang perlu diperhatikan
diantaranya adalah kapasitas tampung waduk,banjir rencana
dan penulusuran banjir, perkiraan air masuk, jadwal pengisian
air dan prosedur pengeluaran air, serta petunjuk
pengoperasian waduk. Sedangkan penyusunan pola operasi
waduk hal yang perlu diperhatikan adalah masukan dan
keluaran air waduk. Air yang masuk ke Waduk dapat berupa
aliran air yang masuk dari sungai, dari daerah sekelilingnya
dan dari curah hujan yang jatuh langsung pada permukaan
waduk. Sedangkan keluaran dari Waduk merupakan total dari
seluruh kebutuhan seperti untuk irigasi, air baku dan
perikanan.
Tujuan : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hidrologi
dan kinerja irigasi waduk Malahayu..

Hasil : Perhitungan hidrologi yang dibutuhkan untuk pengukuran


kinerja waduk meliputi curah hujan rata-rata DAS, curah
hujan efektif, metode Hidrograf Satuan Sitentis (HSS)
Nakayasu, dan debit andalan. Curah hujan yang digunakan
untuk menyusun rencana pemanfaatan air maupun
pengendalian banjir dalam suatu wilayah adalah curah hujan
rata-rata dan bukan menggunkan curah hujan pada titik
tertentu (Djafar, Limantara, & Asmaranto, 2015). Curah hujan
dapat dihitung dengan beberapa metode diantaranya Aritmatic
mean, Thiesen, dan metode Isohyet Waduk Malahayu
merupakan waduk buatan yang berada pada hulu DAS
Kabuyutan dan secara administratif berada di Kabupaten
Brebes. Waduk Malahayu dioperasikan untuk menampung air
dari sungai Kabuyutan dan beberapa sungai kecil lainnya.
Daya tampung waduk Malahayu mencapai 69 juta dan
digunakan untuk menyuplai daerah irigasi Kabuyutan 4.166
Ha, Jengkelok 6.173 Ha serta daerah irigasi Babakan seluas
2.335Ha. Pada saat musim hujan waduk Malahayu tidak
mengeluarkan air, tetapi pada musim hujan harus diusahakan
agar aaduk bisa mencapai volume yang maksimal yaitu 47
juta m3. Sedangkan pada musim kemarau air waduk dialirkan
untuk memenuhi kebutuhan tanaman padi, palawija dan tebu.
Setiap tahunnya pengeluaran air akan dimulai pada bulan Juni
dan Juli, dimana keadaan air pada daerah-daerah pengaliran
yang dimaksud sudah tidak mencukupi lagi untuk kebutuhan
tanaman. Akibat adanya sedimentasi waduk Malahayu,
dimana endapan sedimen saat ini telah mencapai 30 juta m3
menyebabkan waduk Malahayu terus mengalami penyusutan
kinerja waduk. Endapan pada tiga saluran induk dan saluran
sekunder Tanjung serta kerusakan pada bangunan pembagi
dan pintu bendung juga menambah permasalahan bagi waduk
Malahayu. Penelitian ini dilaksanakan di Waduk Malahayu
Kabupaten Brebes. Data yang diperlukan meliputi peta DAS,
data klimatologi, curah hujan harian 10 tahun (2006-2015),
kebutuhan irigasi, debit air, evaporasi, dan karakteristik
waduk. Peta DAS digunakan dalam perhitungan curah hujan
rata-rata. Curah hujan harian dihitung denagn metode poligon
Thiesen untuk mendapatkan curah huja rerata. Data kebutuhan
irigasi digunakan untuk mengetahui besarnya debit inflow dan
outflow waduk Malahayu, meliputi D.I. Kabuyutan, D.I.
Jengkolak, D.I Babakan. Sedangkan karakteristik waduk yang
digunakan data tampungan aktif, data tampungan mati, luas
genangan waduk, volume efektif waduk, dan tinggi muka air
waduk. Data tersebut digunakan dalam perhitungan optimasi
waduk menggunakan rule curve. Simulasi waduk berdasarkan
tampungan dilakukan berdasarkan hasil analisis evaporasi,
kebutuhan air irigasi dan data debit. Inflow menggambarkan
jumlah air yang masuk waduk baik yang berasal dari sungai
dan daerah sekeliling maupun dari curah hujan yang langsung
jatuh di permukaan waduk. Sedangkan outflow merupakan
total kebutuhan air baik untuk irigasi, air baku, dll termasuk
jumlah air yang dievaporasikan. Data klimatologi yang
digunkan dalam penghitungan evapotranspirasi meliputi lama
penyinaran matahari, kecepatan angin, kelembapan udara, dll.
Analisis volume inflow dan outflow waduk
Malahayu.Berdasarkan hasil analisis menunjukan bahwa
pengoperasian Waduk Malahayu masih kurang optimal karena
berdasarkan hasil analisis simulasi operasi waduk menunjukan
bahwa volume air Waduk Malahayu masih dibawah
Minimum Operating Level (MOL). Pada saat-saat dimana air
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan air tanaman dengan
pengaliran menerus, maka pemberian air tanaman dilakukan
secara bergilir.

Judul Jurnal : Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Air Waduk Serbaguna


Jatigede, Jawa Barat
Volume : 4
Tahun : 2020
Penulis : Dhiky Pediano Pradwipa, R. Jayadi, Istiarto
Latar : Waduk Serbaguna Jatigede di Sungai Cimanuk berada di DAS
Belakang Cimanuk Wilayah Kabupaten Indramayu Jawa Barat.
Bendungan Jatigede berada di hulu Bendung Rentang
berfungsi untuk mengatur aliran air agar saat musim
penghujan air tersebut bisa ditampung dan saat musim
kemarau air dialirkan sesuai dengan kebutuhan irigasi,
pemikiran ini sudah direncanakan sejak lama untuk memenuhi
kebutuhan air irigasi di Daerah Irigasi Rentang secara
menerus.Fungsi Bendungan Jatigede ini disamping untuk
memenuhi kebutuhan air irigasi untuk daerah irigasi Rentang
seluas
90.000 ha, juga untuk memenuhi kebutuhan air baku untuk
daerah Kabupaten Cirebon dan Indramayu sebesar 3.500 l/s,
pembangkit tenaga listrik dengan kapasitas sebesar 2 x 55
MW, dan untuk pengendalian banjir sungai Cimanuk pada
daerah rawan banjir seluas 14.000 ha. Waduk Jatigede saat ini
sudah beroperasi sebagai pemasok air irigasi, sedangkan
untuk instalasi air baku sedang dalam proses pembangunan
dan pembangkit listrik (PLTA) telah dibangun namun belum
beroperasi. Melihat kondisi Waduk Jatigede yang sangat
penting bagi masyarakat sekitar, sehingga perlu kajian ilmiah
mengenai kapasitas dan pengelolaan air untuk air irigasi, air
baku dan pembangkit listrik (PLTA).
Tujuan : Tujuan dan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. melakukan kajian pemanfaatan air waduk guna mengetahui
kemampuan Waduk Jatigede dalam memenuhi kebutuhan air
irigasi, air baku dan PLTA berdasarkan kapasitas dan debit
inflow yang ada, serta mendapatkan pedoman operasi waduk
optimal dalam bentuk RuleCurve.
2. menghasilkan informasi dan rekomendasi mengenai
kapasitas layanan kebutuhan air berupa operatingpolicy
(kebijakan pengoperasian) kepada lembaga/instansi terkait
dalam rangka pemanfaatan dan pengembangan potensi air
Waduk Jatigede agar dapat berjalan secara optimal.
Hasil : Simulasi pengaturan release waduk tergantung dengan
kebutuhannya, maka lingkup waktu dari simulasi mencakup 1
tahun operasi atau lebih. Salah satu operasi waduk dibagi
menjadi sejumlah periode misalnya bulanan, tengah bulanan,
10 harian, mingguan maupun harian. Persamaan umum
simulasi operasi waduk adalah water balance (Petrova, 2016).
Aturan umum dalam simulasi pengaturan release waduk
adalah:
1. air waduk tidak boleh turun di bawah tampungan efekt if.
Dalam banyak keadaan, maka batas bawah tampungan efektif
ini ditentukan oleh tingginya lubang outlet waduk,
2. air waduk tidak dapat melebihi batas atas tampungan
efektif. Dalam banyak keadaan maka batas atas tampungan
efektif ini ditentukan oleh puncak spillway. Apabila terjadi
kelebihan air, maka kelebihan ini akan melimpah melalui
spillway,
3. ada beberapa waduk mutiguna yang memiliki batasan debit
yang dikeluarkan, baik debit maksimum maupun debit
minimum.
Pengaturan release waduk multi guna dapat dilakukan dengan
pendekatan pola operasi standar (standardoperatingrule) pada
Gambar 1 (Rachmad Jayadi, 2009). Kinerja pengoperasian
waduk merupakan indikat or waduk dalam pengoperasian
untuk memenuhi kebutuhan. Beberapa indikator untuk
menilai besarnya performance operasi waduk dapat meliputi
keandalan (reliability), kelentingan (resiliency dan kerawanan
(vulnerability) (Suharyanto, l997). Pada penelitian ini ki nerja
operasi waduk yang digunakan adalah keandalan (reliability).
Perumusan model simulasi dilakukan dengan menggunakan 2
model. Model pertama yaitu simulasi pemanfaatan
sumberdaya air waduk dengan prioritas air irigasi dan untuk
model kedua yaitu simulasi pemanfaatan suumberdaya air
waduk dengan prioritas pembangkit listrik.Pada setiap
prioritas air dikeluarkan melalui 2 outlet yaitu, outlet PLTA
dan outlet utama (irigasi). Untuk outlet PLTA debit maksimal
yang mampu dikeluarkan adalah sebesar 73 m 143/s dan
minimal 0 m/s namun untuk menggerakkan turbin, debit
minimal yang dibutuhkan adalah sebesar 14,6 m/s. Sedangkan
untuk outlet utama (irigasi) debit minimal yang harus
dikeluarkan sebesar 1 m/s yang dibutuhkan sebagai debit
pemeliharaan sungai. Hal ini dibutuhkan karena lokasi dari
outlet PLTA dan outlet utama (irigasi) yang berjauhan
sehingga apabila pada kondisi tertentu air cukup untuk
dikeluarkan melalui outlet PLTA ada bagian pada sungai yang
tidak terairi sehingga harus ada air yang selalu dikeluarkan
melalui outlet utama (irigasi). Pada model simulasi yang
pertama dengan prioritas waduk untuk irigasi, kebutuhan air
yang harus dipenuhi pertama kali oleh waduk adalah air
irigasi. Untuk kebutuhan air yang lain seperti kebutuhan air
baku, kebutuhan air PLTA dan dutyflow dipenuhi setelah
kebutuhan air irigasi terpenuhi. Dalam beberapa kondisi jika
ketersediaan air sedikit maka kebutuhan air yang didahulukan
adalah kebutuhan air irigasi sedangkan untuk kebutuhan yang
lain tetap dipenuhi namun tidak sesuai dengan kebutuhan air
yang dibutuhkan. Pada model simulasi yang kedua dengan
prioritas waduk untuk PLTA, kebutuhan air yang harus
dipenuhi pertama kali oleh waduk adalah air untuk PLTA.
untuk kebutuhan air yang lain seperti kebutuhan air baku,
kebutuhan air irigasi dan duty flow dipenuhi setelah kebutuhan
air PLTA terpenuhi. Dalam beberapa kondisi jika kebutuhan
air sedikit maka kebutuhan yang didahulukan adalah
kebutuhan air PLTA sedangkan untuk kebutuhan air tetap
dipenuhi dengan sisa air yang telah digunakan untuk PLTA
namun kemungkinan kebutuhan air selain kebutuhan PLTA
jumlah
tidak sesuai atau lebih kecil dari jumlah air yang dibutuhkan.
Dari rulecurve diatas dapat dilihat untuk zona A merupakan
zona banjir dimana muka air berada diantara elevasi
maksimum waduk dan elevasi pada tahun basah. Zona B
merupakan zona normal atau merupakan zona air waduk yang
ideal, dimana muka air berada diantara elevasi muka air tahun
basah dan tahun kering. Zona C merupakan zona kering dan
zona D merupakan zona kering. Zona yang digunakan
sebagai dasar pengoperasian Waduk Jatigede yaitu zona B,
zona yang berada diantara tahun basah dan tahun normal.
Sehingga apabila kondisi elevasi muka air berada diluar dari
zona B, maka diperlukan pengaturan pola pengoperasian
waduk agar elevasi muka air berada pada zona B. Berdasarkan
hasil penelit ian yang telah dilakukan dapat diambil
kesimpulan bahwa inflow yang masuk kedalam Waduk
Jatigede cukup besar dan hanya mengalami sedikit defisit
pada akhir tahun untuk set iap tahunnya. Sehingga setelah
dilakukan simulasi dengan 2 model prioritas didapatkan untuk
prioritas sebagai fungsi irigasi, reliabilitas irigasi, air baku dan
PLTA berturut-turut sebesar 89%, 81% dan 96% sedangkan
untuk prioritas sebagai fungsi PLTA, reliabilitas irigasi, air
baku dan PLTA berturut-turut sebesar 88%, 100% dan 96%
Simulasi juga dilakukan dengan variasi tahun basah, normal
dan kering dari skenario pola debit. Variasi ada simulasi
dimaksudkan agar dapat memperkirakan bebagai macam
keadaan yang akan waduk alami baik dengan prioritas waduk
sebagai penyuplai kebutuhan irigasi maupun prioritas waduk
sebagai penyuplai kebutuhan PLTA. Hasil simulasi 1 tahun
dengan inflow tahun basah, normal dan kering dengan
prioritas waduk untuk irigasi juga menghasilkan reliabilitas
air irigasi, air baku dan PLTA berturut untuk tahun kering
sebesar 92%, 88% dan 95% sedangkan dengan prioritas
waduk untuk PLTA juga menghasilkan reliabilitas air irigasi,
air baku dan PLTA berturutturut untuk tahun kering sebesar
91%, 100%, 95%. Untuk tahun basah dan normal, kedua
prioritas sama menunjukkan kemampuan waduk melayani
kebutuhan air waduk dengan reliabilitas untuk semua
kebutuhan air 100%. Berdasarkan hasil simulasi operasi
Waduk Jatigede didapatkan zona elevasi muka air ideal yang
berada pada zona B, dimana kondisi yang berapa diantara
elevasi muka air tahun basah dan elevasi muka air tahun
normal sehingga pola pengoperasian waduk sebisa mungkin
mengatur elevasi air waduk berada pada zona B agar waduk
mampu untuk melayani kebutuhan air untuk irigasi, air baku
dan air untuk PLTA sepanjang tahun.

You might also like