You are on page 1of 84

Bahan materi buku

BAB I PROSES PENDIDIKAN


Pendidikan adalah salah satu kegiatan dalam kehidupan manusia. Pendidikan dalam pengertian
operasional sistematis adalah proses belajar- mengajar. Belajar adalah suatu proses mengonstruksi
pengetahuan baik yang alami maupun manusiawi. Beberapa factor seperti pengalaman, pengetahuan yang
dipunyai, kemampuan kognitif, dan lingkungan berpengaruh terhadap hasil belajar. Sedangkan mengajar
adalah suatu proses membentu seseorang untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Mengajar bukanlah
mentransfer pengetahuan dari orang yang sudah tau (guru) kepada yang belum tahu (murid), melainkan
membantu seseorang agar dapat mengonstruksi sendiri pengetahuannya lewat kegiatannya terhadap
fenomena dan objek yang ingin diketahui.
Proses pendidikan tidak dapat lepas dari kegiatan belajar-mengajar. Dalam lingkup pendidikan, belajar
diidentikkan dengan proses kegiatan sehari- hari siswa di sekolah / madrasah. Belajar merupakan hal
kompleks. Kompleksitas belajar dapat dipandang dari dua subjek, yaitu siswa dan guru. Dari segi siswa,
belajar dialami sebagai suatu proses. Siswa mengalami proses mental dalam menghadapi bahan belajar.
Bahan belajar itu sangat beragam, baik nahan- bahan yang dirancang dan disiapkan secara khusus oleh
guru, ataupun bahan belajar yang ada di alam sekitar yang tidak dirancang secara khusus tapi bisa
dimanfaatkan siswa. Sedangkan dari sisi guru, belajar itu dapat diamati secara tidak langsung. Artinya
proses belajar merupakan proses internal siswa dapat dipahami oleh guru. Proses belajar itu tampak lewat
perilaku siswa dalam mempelajari bahan ajar. Perilaku belajar itu tampak pada tindak- tindak hasil
belajar, termasuk tindak belajar belajar berbagai studi di sekolah. Perilaku belajar itu merupakan respons
siswa terhadap tindak belajar dan tindak pembelajaran yang dilakukan guru. Belajar pula dapat diartikan
memahami sesuatu yang baru dan kemudian memaknainya. Dengan kata lain belajar adalah perubahan
tingkah laku (change of behavior) para peserta didik, baik pada aspek pengetahuan, sikap, ataupun
keterampilan sebagai hasil respon pembelajaran yang dilakukan guru. Oleh Karena itu, belajar adalah
“perubahan tingkah laku lebih merupakan proses internal siswa dalam rangka menuju tingkat
kematangan.”
1. Pengertian pendidikan
Dengan perkembangan zaman di dunia pendidikan yang terus berubah dengan signifikan
sehingga banyak merubah pola pikir pendidik, dari pola pikir yang awam dan kaku menjadi lebih
modern. Hal tersebut sangat berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di Indonesia. Menyikapi
hal tersebut pakar-pakar pendidikan mengkritisi dengan cara mengungkapkan dan teori
pendidikan yang sebenarnya untuk mencapai tujuan pendidikan yang sesungguhnya.
Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkwalitas dan berkarakter sehingga
memiliki pandangan yang luas kedepan untuk mencapai suatu cita- cita yang di harapkan dan
mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan. Karena pendidikan itu
sendiri memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan.
Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yang dilakukan oleh banyak orang
dengan memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia bisa
mengajar bayi mereka sebelum kelahiran.
Bagi sebagian orang, pengalaman kehidupan sehari-hari lebih berarti daripada pendidikan formal.
Seperti kata Mark Twain, “Saya tidak pernah membiarkan sekolah
mengganggu pendidikan saya.”
Pada dasarnya pengertian pendidikan ( UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 ) adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya dan masyarakat.
Menurut kamus Bahasa Indonesia Kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat
imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan
mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusiamelalui upaya pengajaran
dan pelatihan.
Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan
tentang pengertian pendidikan yaitu: Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-
anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada
anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai
keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
Negara.
Sedangkan pengertian pendidikan menurut H. Horne, adalah proses yang terus menerus (abadi)
dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan
mental, yang bebas dan sadar kepada vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar
intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
Dari beberapa pengertian pendidikan menurut ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
Pendidikan adalah Bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada
perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap
melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain.
http://belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-menurut-ahli/
Pengertian Pendidikan  adalah sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran untuk peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pengertian Pendidikan dapat diartikan sebagai
usaha sadar dan sistematis untuk mencapai taraf hidup atau  untuk kemajuan lebih baik. Secara sederhana,
Pengertian pendidikan adalah proses pembelajaran bagi peserta didik untuk dapat mengerti, paham, dan
membuat manusia lebih kritis dalam berpikir.
pengertian pendidikan – Secara Etimologi atau asal-usul, kata pendidikan dalam bahasa inggris disebut
dengan education, dalam bahasa latin pendidikan disebut dengan educatum yang tersusun dari dua kata
yaitu E dan Duco dimana kata E berarti sebuah perkembangan dari dalam ke luar atau dari sedikit banyak,
sedangkan Duco berarti erkembangan atau sedang berkembang. Jadi, Secara Etimologi pengertian
pendidikan adalah proses mengembangkan kemampuan diri sendiri dan kekuatan individu.  Sedangkan
menurut Kamus Bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Lalu apa pengertian dari pendidikan yang selama ini dijalani manusia. Menurut KBBI kata pendidikan
datang dari kata “didik” dengan memperoleh imbuhan “pe” serta akhiran “an”, yang artinya langkah,
sistem atau perbuatan mendidik.

Kata pendidikan secara bahasa datang dari kata “pedagogi” yaitu “paid” yang artinya anak serta “agogos”
yang artinya menuntun, jadi pedagogi yaitu pengetahuan dalam menuntun anak. Sedang secara istilah
pengertian pendidikan adalah satu sistem pengubahan sikap serta perilaku seorang atau kelompok dalam
usaha mendewasakan manusia atau peserta didik lewat usaha pengajaran serta kursus.

pengertian pendidikan, Pendidikan dapat diperoleh baik secara formal dan non formal. Pendidikan secara
formal diperoleh dengan mengikuti program-program yang telah direncanakan, terstruktur oleh suatu
insititusi, departemen atau kementtrian suatu negara seperti di sekolah pendidikan memerlukan
sebuah Kurikulum untuk melaksanakan perencanaan penganjaran. Sedangkan pendidikan non formal
adalah pengetahuan yang diperoleh dari kehidupan sehari-hari dari berbagai pengalaman baik yang
dialami atau dipelajari dari orang lain.

Pengertian Pendidikan Menurut Para Ahli 

Pengetian pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia): Menurut Ki


Hajar Dewantara bahwa pengertian pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak,
adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar
mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan
kebahagiaan setinggi-tingginya.

Menurut Ahmad D. Marimba: Pengertian pendidikan menurut Ahmad D. Marimba adalah bimbingan atau
bimbingan secara sadar oleh pendidik terdapat perkembangan jasmani dan rohani terdidik menuju
terbentuknya keperibadian yang utama.

Martinus Jan Langeveld: Pengertian pendidikan menurut Martinus Jan Langeveld bahwa pengertian
pendidikan adalah upaya menolong anak untuk dapat melakukan tugas hidupnya secara mandiri supaya
dapat bertanggung jawab secara susila. Pendidikan merupakan usaha manusia dewasa dalam
membimbing manusia yang belum dewasa menuju kedewasaan.

Gunning dan Kohnstamm: Pengertian pendidikan menurut Gunning dan Kohnstamm adalah proses
pembentukan hati nurani. Sebuah pembentukan dan penentuan diri secara etis yang sesuai dengan hati
nurani.

Stella Van Petten Henderson: Menurut Stella Van Petten Henderson bahwa pendidikan adalah kombinasi
pertumbuhan, perkembangan diri dan warisan sosial.

Carter. V.Good: Pengertian pendidikan menurut Carter V. Good bahwa pendidikan adalah proses
perkembangan kecakapan individu dalam sikap dan perilaku bermasyarakat. Proses sosial dimana
seseorang dipengaruhi oleh suatu lingkungan yang terorganisir, seperti rumah atau sekolah, sehingga
dapat mencapai perkembangan diri dan kecakapan sosial.

Pengetian pendidikan Menurut UU No. 20 Tahun 2003: Pengertian pendidikan berdasarkan UU No.20


Tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar pesertadidik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pengetian pendidikan Menurut Kamus Besar Bhs Indonesia (KBBI) : Pendidikan yakni satu sistem
evaluasi untuk tiap-tiap individu untuk meraih pengetahuan serta pemahaman yang lebih tinggi tentang
object spesifik serta khusus. Pengetahuan yang didapat secara resmi itu menyebabkan pada tiap-tiap
individu yakni mempunyai pola fikir, tingkah laku serta akhlak yang sesuai dengan pendidikan yang
diperolehnya.

Prof. Herman H. Horn Beliau memiliki pendapat kalau pendidikan yaitu satu sistem dari penyesuaian
lebih tinggi untuk makhluk yang sudah berkembang secara fisik serta mental yang bebas dan sadar pada
Tuhan seperti termanifestasikan dalam alam sekitar, intelektual, emosional serta tekad dari manusia.

Pengetian pendidikan menurut Driyarkara Pendidikan disimpulkan sebagai satu usaha dalam


memanusiakan manusia muda atau pengangkatan manusia muda ke skala yang insani.

Tujuan Pendidikan 

Berdasarkan UU No. 2 Tahun 1985 yang berbunyi bahwa tujuan pendidikan yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsadan mengembangkan manusia yang seutuhnya yaitu yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan
bangsa.

Berdasarkan MPRS No. 2 Tahun 1960 bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk pancasilais sejati
berdasarkan ketentuan-ketentuan yang dikehendaki oleh pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 945.

Tujuan Pendidikan Nasional dalam UUD 1945 (versi Amandemen) 1) Pasal 31, ayat 3 menyebutkan,
“Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan
keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur
dengan undang-undang.” 2) Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan
dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”

Berdasarkan UU. No.20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 3, bahwa tujuan
pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan Pendidikan Menurut Unesco  Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara
lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan. Berangkat dari pemikiran itu, Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) melalui lembaga UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural
Organization) mencanangkan empat pilar pendidikan baik untuk masa sekarang maupun masa depan,
yakni: (1) learning to Know, (2) learning to do (3) learning to be, dan (4) learning to live together.
Dimana keempat pilar pendidikan tersebut menggabungkan tujuan-tujuan IQ, EQ dan SQ.

Pengertian Pendidikan dan Tujuan Pendidikan Secara Umum


Mas Wedan8 October 2016
http://silabus.org/pengertian-pendidikan/

2. Tujuan pendidikan
Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indoensia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Dengan adanya pendidikan, maka akan timbul dalam diri seseorang untuk berlomba-lomba dan
memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan. Pendidikan merupakan salah satu
syarat untuk lebih memajukan pemrintah ini, maka usahakan pendidikan mulai dari tingkat SD sampai
pendidikan di tingkat Universitas.
Pada intinya pendidikan itu bertujuan untuk membentuk karakter seseorang yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Akan tetapi disini pendidikan hanya menekankan pada intelektual saja,
dengan bukti bahwa adanya UN sebagai tolak ukur keberhasilan pendidikan tanpa melihat proses
pembentukan karakter dan budpekerti anak.
Tujuan Pendidikan Nasional dalam UUD 1945 (versi Amandemen)
1. Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”
2. Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban
serta kesejahteraan umat manusia.”
Tujuan Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003
Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3
menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.”
Tujuan Pendidikan Menurut UNESCO
Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu
pendidikan. Berangkat dari pemikiran itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui lembaga UNESCO
(United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization) mencanangkan empat pilar
pendidikan baik untuk masa sekarang maupun masa depan, yakni: (1) learning to Know, (2) learning to
do (3) learning to be, dan (4) learning to live together. Dimana keempat pilar pendidikan tersebut
menggabungkan tujuan-tujuan IQ, EQ dan SQ.

http://belajarpsikologi.com/tujuan-pendidikan-nasional/

3. Peserta didik
Pengertian , Tugas dan Fungsi Peserta Didik
Secara etimologi peserta didik adalah anak didik yang mendapat pengajaran ilmu. Secara
terminologi peserta didik adalah anak didik atau individu yang mengalami perubahan,
perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan dan arahan dalam membentuk
kepribadian serta sebagai bagian dari struktural proses pendidikan. Dengan kata lain peserta
didik adalah seorang individu yang tengah mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan baik
dari segi fisik dan mental maupun fikiran.
Sebagai individu yang tengah mengalami fase perkembangan, tentu peserta didik tersebut
masih banyak memerlukan bantuan, bimbingan dan arahan untuk menuju kesempurnaan. Hal ini
dapat dicontohkan ketika seorang peserta didik berada pada usia balita seorang selalu banyak
mendapat bantuan dari orang tua ataupun saudara yang lebih tua. Dengan demikina dapat di
simpulkan bahwa peserta didik merupakan barang mentah (raw material) yang harus diolah dan
bentuk sehingga menjadi suatu produk pendidikan.

Berdasarkan hal tersebut secara singkat dapat dikatakan bahwa setiap peserta didik
memiliki eksistensi atau kehadiran dalam sebuah lingkungan, seperti halnya sekolah, keluarga,
pesantren bahkan dalam lingkungan masyarakat. Dalam proses ini peserta didik akan banyak
sekali menerima bantuan yang mungkin tidak disadarinya, sebagai contoh seorang peserta didik
mendapatkan buku pelajaran tertentu yang ia beli dari sebuah toko buku. Dapat anda bayangkan
betapa banyak hal yang telah dilakukan orang lain dalam proses pembuatan dan pendistribusian
buku tersebut, mulai dari pengetikan, penyetakan, hingga penjualan.

Dengan diakuinya keberadaan seorang peserta didik dalam konteks kehadiran dan
keindividuannya, maka tugas dari seorang pendidik adalah memberikan bantuan, arahan dan
bimbingan kepada peserta didik menuju kesempurnaan atau kedewasaannya sesuai dengan
kedewasaannya. Dalam konteks ini seorang pendidik harus mengetahuai ciri-ciri dari peserta
didik tersebut.

Ciri-ciri peserta didik :


kelemahan dan ketak berdayaannya
berkemauan keras untuk berkembang
ingin menjadi diri sendiri (memperoleh kemampuan).
Kriteria peserta didik :
Syamsul nizar mendeskripsikan enam kriteria peserta didik, yaitu :

peserta didik bukanlah miniatur orang dewasa tetapi memiliki dunianya sendiri
peserta didik memiliki periodasi perkembangan dan pertumbuhan
peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individu baik disebabkan oleh
faktor bawaan maupun lingkungan dimana ia berada.
peserta didik merupakan dua unsur utama jasmani dan rohani, unsur jasmani memiliki daya fisik,
dan unsur rohani memiliki daya akal hati nurani dan nafsu
peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi atau fitrah yang dapat dikembangkan dan
berkembang secara dinamis.
Didalam proses pendidikan seorang peserta didik yang berpotensi adalah objek atau
tujuan dari sebuah sistem pendidikan yang secara langsung berperan sebagai subjek atau individu
yang perlu mendapat pengakuan dari lingkungan sesuai dengan keberadaan individu itu sendiri.
Sehingga dengan pengakuan tersebut seorang peserta didik akan mengenal lingkungan dan
mampu berkembang dan membentuk kepribadian sesuai dengan lingkungan yang dipilihnya dan
mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya pada lingkungan tersebut.
Sehingga agar seorang pendidik mampu membentuk peserta didik yang berkepribadian
dan dapat mempertanggungjawabkan sikapnya, maka seorang pendidik harus mampu memahami
peserta didik beserta segala karakteristiknya. Adapun hal-hal yang harus dipahami adalah :

kebutuhannya
dimensi-dimensinya
intelegensinya
kepribadiannya.
Allah SWT berfirman :

salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang
bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja
(pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya” (Q.S. Al – Qashas 28:26).

Aspek / Kebutuhan-Kebutuhan Peserta Didik


Pada sub bab sebelumnya tengah disinggung bahwasannya untuk mendapatkan
keberhasilan dalam proses pendidikan maka seorang pendidik harus mampu memahami
karakteristik seorang peserta didik itu sendiri. Kemudian salah satu dari nya adalah kebutuhan
peserta didik.

Kebutuhan peserta didik adalah sesuatu kebutuhan yang harus didapatkan oleh peserta
didik untuk mendapat kedewasaan ilmu. Kebutuhan peserta didik tersebut wajib dipenuhi atau
diberikan oleh pendidik kepada peserta didiknya. Menurut buku yang ditulis oleh Ramayulis, ada
delapan kebutuhan peserta didik yang harus dipenuhi, yaitu :

Kebutuhan Fisik
Fisik seorang didik selalu mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Proses
pertumbuhan fisik ini terbagi menjadi tiga tahapan :

Peserta didik pada usia 0 – 7 tahun, pada masa ini peserta didik masih mengalami masa kanak-
kanak
Peserta didik pada usia 7 – 14 tahun, pada usia ini biasanya peserta didik tengah mengalami masa
sekolah yang didukung dengan peraihan pendidikan formal
Peserta didik pada 14 – 21 tahun, pada masa ini peserta didik mulai mengalami masa pubertas
yang akan membawa kepada kedewasaan.
Pada masa perkembangan ini lah seorang pendidik perlu memperhatikan perubahan dan
perkembangan seorang didik. Karena pada usia ini seorang peserta didik mengalami masa yang
penuh dengan pengalaman (terutama pada masa pubertas) yang secara tidak langsung akan
membentuk kepribadian peserta didik itu sendiri.

Disamping memberikan memperhatikan hal tersebut, seorang pendidik harus selalu


memberikan bimbingan, arahan, serta dapat menuntun peserta didik kepada arah kedewasaan
yang pada akhirnya mampu menciptakan peserta didik yang dapat mempertanggungjawabkan
tentang ketentuan yang telah ia tentukan dalam perjalanan hidupnya dalam lingkungan
masyarakat.

Kebutuhan Sosial
Secara etimologi sosial adalah suatu lingkungan kehidupan. Pada hakekatnya kata sosial
selalu dikaitkan dengan lingkungan yang akan dilampaui oleh seorang peserta didik dalam proses
pendidikan.

Dengan demikian kebutuhan sosial adalah kebutuhan yang berhubungan lansung dengan
masyarakat agar peserta didik dapat berinteraksi dengan masyarakat lingkungannya, seperti yang
diterima teman-temannya secara wajar. Begitu juga supaya dapat diterima oleh orang lebih tinggi
dari dia seperti orang tuanya, guru-gurunya dan pemimpinnya. Kebutuhan ini perlu dipenuhi agar
peserta didik dapat memperoleh posisi dan berprestasi dalam pendidikan.

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa kebutuhan sosial adalah digunakan untuk
memberi pengakuan pada seorang peserta didik yang pada hakekatnya adalah seorang individu
yang ingin diterima eksistensi atau keberadaannya dalam lingkungan masyarakat sesuai dengan
keberadaan dirinya itu sendiri.

Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal (Q.S. Al-Hujarat, 49:13)

Kebutuhan Untuk Mendapatkan Status


Kebutuhan mendapatkan status adalah suatu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk
mendapatkan tempat dalam suatu lingkungan. Hal ini sangat dibutuhkan oleh peserta didik
terutama pada masa pubertas dengan tujuan untuk menumbuhkan sikap kemandirian, identitas
serta menumbuhkan rasa kebanggaan diri dalam lingkungan masyarakat.

Dalam proses memperoleh kebutuhan ini biasanya seorang peserta didik ingin menjadi
orang yang dapat dibanggakan atau dapat menjadi seorang yang benar-benar berguna dan dapat
berbaur secara sempurna di dalam sebuah lingkungan masyarakat.

Kebutuhan Mandiri
Ketika seorang peserta didik telah melewati masa anak dan memasuki masa keremajaan,
maka seorang peserta perlu mendapat sikap pendidik yang memberikan kebebasan kepada peserta
didik untuk membentuk kepribadian berdasarkan pengalaman. Hal ini disebabkan karena ketika
peserta telah menjadi seorang remaja, dia akan memiliki ambisi atau cita-cita yang mulai
ditampakkan dan terfikir oleh peserta didik, inilah yang akan menuntun peserta didik untuk dapat
memilih langkah yang dipilihnya.

Karena pembentukan kepribadian yang berdasarkan pengalaman itulah yang menyebabkan


para peserta didik harus dapat bersikap mandiri, mulai dari cara pandang mereka akan masa
depan hingga bagaimana ia dapat mencapai ambisi mereka tersebut. Kebutuhan mandiri ini pada
dasarnya memiliki tujuan utama yaitu untuk menghindarkan sifat pemberontak pada diri peserta
didik, serta menghilangkan rasa tidak puas akan kepercayaan dari orang tua atau pendidik, karena
ketika seorang peserta didik terlalu mendapat kekangan akan sangat menghambat daya kreatifitas
dan kepercayaan diri untuk berkembang.

Kebutuhan Untuk Berprestasi


Untuk mendapatkan kebutuhan ini maka peserta didik harus mampu mendapatkan
kebutuhan mendapatkan status dan kebutuhan mandiri terlebih dahulu. Karena kedua hal tersebut
sangat erat kaitannya dengan kebutuhan berprestasi. Ketika peserta didik telah mendapatkan
kedua kebutuhan tersebut, maka secara langsung peserta didik akan mampu mendapatkan rasa
kepercayaan diri dan kemandirian, kedua hal ini lah yang akan menuntutnun langkah peserta
didik untuk mendapatkan prestasi.

Kebutuhan Ingin Disayangi dan Dicintai


Kebutuhan ini tergolong sangat penting bagi peserta didik, karena kebutuhan ini sangatlah
berpengaruh akan pembentukan mental dan prestasi dari seorang peserta didik. Dalam sebuah
penelitian membuktikan bahwa sikap kasih sayang dari orang tua akan sangat memberikan
mitivasi kepada peserta didik untuk mendapatkan prestasi, dibandingkan dengan dengan sikap
yang kaku dan pasif malah akan menghambat proses pertumbuhan dan perkembangan sikap
mental peserta didik. Di dalam agama Islam, umat islam meyakini bahwa kasih sayang paling
indah adalah kasih sayang dari Allah. Oleh karena itu umat muslim selalu berlomba-lomba untuk
mendapatkan kasih sayang dan kenikmatan dari Allah. Sehingga manusia tersebut mendapat
jaminan hidup yang baik. Hal ini yang diharapkan para pakar pendidikan akan pentingnya kasih
sayang bagi peserta didik.

Kebutuhan Untuk Curhat


Ktika seorang peserta didik menghadapi masa pubertas, meka seorang peserta didik
tersebut tengah mulai mendapatkan problema-probelama keremajaan. Kebutuhan untuk curhat
biasanya ditujukan untuk mengurangi beban masalah yang dia hadapi. Pada hakekatnya ketika
seorang yang tengah menglami masa pubertas membutuhkan seorang yang dapat diajak berbagi
atau curhat. Tindakan ini akan membuat seorang peserta didik merasa bahwa apa yang dia
rasakan dapat dirasakan oleh orang lain. Namun ketika dia tidak memiliki kesempatan untuk
berbagi atau curhat masalahnya dengan orang lain, ini akan membentuk sikap tidak percayadiri,
merasa dilecehkan, beban masalah yang makin menumpuk yang kesemuanya itu akan memacu
emosi seorang peserta didik untuk melakukan hal-hal yang berjalan ke arah keburukan atau
negatif.

Kebutuhan Untuk Memiliki Filsafat Hidup


Pada hakekatnya seetiap manusia telah memiliki filsafat walaupun terkadang ia tidak
menyadarinya. Begitu juga dengan peserta didik ia memiliki ide, keindahan, pemikiran,
kehidupan, tuhan, rasa benar, salah, berani, takut. Perasaan itulah yang dimaksud dengan filsafat
hidup yang dimiliki manusia.

Karena terkadang seorang peseta didik tidak menyadair akan adanya ikatan filsafat pada
dirinya, maka terkadang seorang peserta didik tidak menyadari bagaimana dia bisa
mendapatkannya dan bagaimana caranya. Filsafat hidup sangat erat kaitannya dengan agama,
karena agama lah yang akan membimbing manuasia untuk mendapatkan dan mengetahui apa
sebenarnya tujuan dari filsafat hidup. Sehingga tidak seorangpun yang tidak membutuhkan
agama.

Agama adalah fitrah yang diberikan Allah SWT dalam kehidupan manusia, sehingga
tatkala seorang peserta didik mengalami masa kanak-kanak, ia telah memiliki rasa iman. Namun
rasa iman ini akan berubah seiring dengan perkembangan usia peserta didik. Ketika seorang
peserta didik keluar dari masa kanak-kanak, maka iman tersebut akan berkembang, ia mulai
berfikir siapa yang menciptakan saya, siapa yang dapat melindungi saya, siapa yang dapat
memberikan perlinfungan kepada saya. Namun iman ini dapat menurun tergantung bagaiman ia
beribadah.

Pendidikan agana disamping memperhatikan kebutuhan-kebutuhan biologis dan


psikologis ataupun kebutuhan primer maupun skunder, maka penekanannya adalah pemenuhan
kebutuhan anak didik terhadap agama karena ajaran agama yang sudah dihayati, diyakini, dan
diamalkan oleh anak didik, akan dapat mewarnai seluruh aspek kehidupannya.

Dan orang-orang yang diberi ilmu (ahli Kitab) berpendapat bahwa wahyu yang diturunkan
kepadamu dari Tuhanmu Itulah yang benar dan menunjuki (manusia) kepada jalan Tuhan yang
Maha Perkasa lagi Maha Terpuji (Q.S. Saba 34:6).

Dimensi – Dimensi Peserta Didik


Pada hakekatnya dimensi adalah salah satu media yang dibutuhkan oleh peserta didik
untuk membentuk diri, sikap, mental, sosial, budaya, dan kepribadian di masa yang akan datang
(kedewasaan).

Widodo Supriyono, dalam bukunya yang berjudul Filsafat manusia dalam Islam, secara
garis besar membagi dimensi menjadi dua, yaitu dimensi fisik dan rohani. Dalam bukunya ia
menyatakan bahwa secara rohani manusia mempunyai potensi kerohanian yang tak terhingga
banyaknya. Potensi-potensi tersebut nampak dalam bentuk memahami sesuatu (Ulil Albab), dapat
berfikir atau merenung, memepergunakan akal, dapat beriman, bertaqwa, mengingat, atau
mengambil pelajaran, mendengar firman tuhan, dapat berilmu, berkesenian, dapat menguasai
tekhnologi tepat guna dan terakhir manusia lahir keduania dengan membawa fitrah.

Didalam Sub Bab ini penulis hanya akan membahas 7 dimensi saja. Adapun ketujuh
dimensi tersebut ialah : dimensi fisik, dimensi akal, dimensi keberagamaannya, dimensi akhlak,
dimensi rohani, dimensi seni, dan dimensi sosial.

Dimensi Fisik (Jasmani)


Fisik manusia terdiri dari dua unsur, yaitu unsur biotik dan unsur abaiotik. Manusia
sebagai peserta didik memiliki proses penciptaan yang sama dengan makhluk lain seperti hewan.
Namun yang membedakan adalah manusia lebih sempurna dari hewan, hal ini dikarenakan
manuasia memiliki nafsu yang dibentengi oleh akal sedangkan hewan hanya memiliki nafsu dan
insthink bukanya akal.

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (QS.
Attin :4).

Antara manusia dan hewan jiak dilihat susunan penciptaan secara abiotik dan biotik
manusia dan hewan memiliki proses penciptaan dan struktur yang sama, yaitu tercipta dari inti
sari tanah, air,api, dan udara. Dari keempat elemen abiotik itu oleh Allah SWT diciptakanlah
makhluk yang didalamnya diberikan sebuah energi kehidupan yang berupa ruh.
Ramayulis, dalam bukunya ia mengambil pendapat Alghazali yang menyatakan bahwa
daya hidup yang berupa ruh ini merupakan vitalitas kehidupan yang sangat bergantung pada
konstruksi fisik seperti susunan sel, fungsi kelenjar, alat pencernaan, susunan saraf, urat, darah,
daging, tulang sumsum, kulit, rambut, dan sebagainya.

Dimensi Akal
Ramayulis dalam bukunya ia mengambil pendapat al – Ishfahami yang membagi akal
menjadi dua macam yaitu :

Aql Al-Mathhu’: yaitu akal yang merupakan pancaran dari Allah SWT sebagai fitrah Illahi.
Aql al–masmu: yaitu akal yang merupakan kemampuan menerima yang dapat dikembangkan
oleh manusia. Akal ini tidak dapat dilepaskan dari diri manusia, karena digunakan untuk
menggerakkan akal mathhu untuk tetap berada di jalan Allah.
Akal memiliki fungsi sebagai berikut :

Akal adalah penahan nafsu.


Akal adalah pengertian dan pemikiran yang berubah-ubah dalam menghadapi. sesuatu baik yang
nampak jelas maupun yang tidak jelas.
Akal adalah petunjuk yang membedakan hidayah dan kesesatan.
Akal adalah kesadaran batin dan pengaturan.
Adalah pandangan batin yang berpandangan tembus melebihi penglihatan mata
Akal adalah daya ingat mengambil dari masa lampau untuk masa yang akan dihadapi.
Akal pada diri manusia tidak dapat berdiri sendiri, ia membutuhkan bantuan qolb (hati) agar
dapat memahai sesuatu yang bersifat ghoib seperti halnya ketuhanan, mu’jizat, wahyu dan
mempelajarinya lebih dalam. Akal yang seperti ini adalah potensi dasar manusia yang ada pada
diri manusia sejak lahir. Potensi ini perlu mendapatkan bimbingan serta didikan agar tetap
mampu berkembang kearah yang positif.

Dimensi Keberagaman
Manusia sejak lahir kedunia telah menerima kodrat sebagai homodivinous atau homo religius
yaitu makhluk yang percaya akan adanya tuhan atau makhluk yang beragama. Dalam agama
islam diyakini bahwa pada saat janin manusia berada dalam kandungan seorang ibu, dan ketika
ditiupkan nyawa kedalam janin tersebut oleh sang kholiq, maka janin mengatakan bahwa aku
akan beriman kepada-Mu (Allah). Dari sinilah manusia mempunyai fitrah sebagai makhluk yang
memiliki kepercayaan akan adanya tuhan sejak lahir. Dalam Ayat Al-qur’an ditegaskan :

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan
Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah aku ini
Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi”. (kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya Kami
(Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)” (Al – A’raf : 172)

Berkaitan dengan adanya kepercayaan akan adanya tuhan, ilsam memiliki tiga implikasi
dasar pada diri manusia yang didasarkan dari adanya satu kesamaan dari jutaan perbedaan yang
terdapat diri manusia, yaitu :
impikasi yang berkaitan dengan pendidikan di masa depan, dimana fitrah dikembangkan
seoptimal mungkin dengan tidak mendikotomikan materi
tujuan (ultimate goal) pendidikan, yaitu insan kamil yang akan berhasil jika manusia menjalankan
tugasnya sebagi abdullah dan kholifah
muatan materi dan metodologi pendidikan, diadakan spesialisasi dengan metode integralistik dan
disesuaikan dengan fitrah manusia.
Dimensi Akhlak
Kata akhlak dalam pendidikan islam adalah seuatu yang sangat diutamakan. Dalam islam akhlak
sangat erat kaitannya dengan pendidikan agama sehingga dikatakan bahwa akhlak tidak dapat
lepas dari pendidikan agama.

Akhlak menurut pengertian islam adalah salah satu hasil dari iman dan ibadat, karena iman dan
ibadat manusia tidak sempurna kecuali kalau dari situ muncul akhlak yang mulia. Maka akhlak
dalam islam bersumber pada iman dan taqwa dan mempunyai tujuan langsung yaitu keridhoan
dari Allah SWT.

Akhlak dalam islam memiliki tujuh ciri, yaitu :

bersifat menyeluruh atau universal


menghargai tabiat manusia yang terdiri dari berbagai dimensi
bersifat sederhana atau tidak berlebih-lebihan
realistis, sesuai dengan akal dan kemampuan manusia
kemudahan, manusia tidak diberi beban yang melebihi kemampuannya
mengikat kepercayaan dengan amal, perkataan, perbuatan, teori, dan praktek
tetap dalam dasar-dasar dan prinsip-prisnsip akhlak umum.
Pendidikan akhlak mulai diberikan sejak manusia lahir kedunia, dengan tujuan untuk membentuk
manusia yang bermoral baik, berkemauan keras, bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas,
jujur, dan suci. Namun perlu disadari bahwasannya pendidikan akhlak akan dapat terbentuk dari
adanya pengalaman pada diri peserta didik.

Disisi keagamaan, Ari Ginanjar menyatakan bahwa inti dari kecerdasan spiritual adalah
pemahaman tentang kehadiran manusia itu sendiri yang muaranya menjadi ma’rifat kepada Allah
SWT. Ketika manusia mendapatkan ma’rifat tersebut, maka manusia secara langsung akan dapat
mengenali dirinya sendiri sekaligus mengenal tuhannya. Dalam prespeksi islam hal ini
merupakan tingkat kecerdasan yang paling tinggi.

Kecerdasan spiritual memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

Bersikap asertif, memiliki keyakinan yang tinggi dan pemahaman yang sempurna tentang ke-
Esaan Tuhan, sehingga seorang tersebut tidak akan takut akan makhluk.
Berusaha mengadakan inovasi, selalu berusaha mencari hal baru untuk kemajuan hidup dan
menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari sesuatu yang telah ada.
Berfikit lateral, berfikir akan adanya sesuatu yang lebih tinggi dari semua keunggulan
manusia. Hal ini ditandai dengan adanya perenungan dan pemikiran akan adanya sifat maha
yang dimiliki oleh sang pencipta alam sehingga membuat manusia tersentuh perasaan dan
mampu menanamkan sikap tunduk dan patuh yang mebuat hati bergetar ketika dapat merasakan
sifat kemahaan tersebut.
Dalam islam kecerdasan spiritual dapat dikembangkan dengan peningkatan iman yang
merupakan sumber ketenangan batin dan keseleamatan, serta melakukan ibadah yang dapat
membersihkan jiwa seseorang.

Dimensi Rohani (Kejiwaan)


Tidak jauh berbeda dengan dimensi akhlak, dimensi rohani dalah adalah dimensi yang
sangat penting dan harus ada pada peserta didik. Hal ini dikarenakan rohani (kejiwaan) harus
dapat mengendalikan keadaan manusia untuk hidu bahagia, sehat, merasa aman dan tenteram.
Penciptaan manusia tidak akan sempurna debelum ditiupkan oleh Allah sebagian ruh baginya.

Allah SWT berfirman :

Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh
(ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud (Al – hijr : 29).

Menurut Al- Ghazali ruh terbagi menjadi dua bentuk, yaitu al – ruh dan al- nafs. Al-
ruhadalah daya manusia untuk mengenal dirinya sendiri, tuhan, dan mencapai ilmu pengetahuan,
sehingga dapat menentukan manusia berkepribadian, berakhlak mulia serta menjadi motivator
sekaligus penggerak bagi manusia untuk menjalankan perintah Allah. Al-nafs adalah pembeda
dengan makhluk lainnya dengan kata lain pembeda tingkatan manusia dengan makhluk lain yang
sama-sama memiliki al-nafs seperti halnya hewan dan tumbuhan.

Menurut pendapat Al-Syari’ati ruh adalah bersifat dinamis, sehingga dengan sifat yang
dinamis itu, memungkinkan manusia untuk mencapai derajat yang setinggi-tingginya. Atau malah
akan menjerumuskannya dari pada derajat yang serendah-rendahnya. Hal ini dikarenakan
manusia yang memiliki kebebasan untuk mendekatkan diri ke arah kutub rab nya atau malah
kearah kutub tanah. Dengan demikian secara singkat dapat dikatakan bahwa ruh manusia dapat
berkembang ketaraf yang lebih tinggi apabila bergerak kearah ruh illahinya.

Dimensi Seni (Keindahan)


Seni merupakan salah satu potensi rohani yang terdapat pada diri manusia. Sehingga
senia dalam diri manusia harus lah dikembangkan. seni dalam diri manusia merupakan sarana
untuk mencapai tujuan hidup. Namun tujuan utama seni pada diri manusia adalah untuk
beribadah kepada Allah dan menajalankan fungsi kekhalifahannya serta mendapatkan
kebahagiaan spiritual yang menjadi rahmat bagi sebagian alam dan keridhoan Allah SWT.

Dalam agama islam Allah telah menghadirkan dimensi seni ini didalam Al-Qur’an. Kitab
suci Al-qur’an memiliki kandungan nilai seni yang sangat mulia nan indah. Hal ini karena A-
lqur’an adalah ekspresi dari Allah SWT untuk memberikan kebijakan dan pengetahuan kepada
seluruh semesta Alam. Sehingga kesastraan yang terdapat di dalam Al-Qur’an benar-benar
menunjukkan kehadiran Illahi didalam mu’jizat yang bersifat universal ini.

Allah SWT berfirman :

Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke
kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan (QS. An-nahl : 6)
Keindahan selalu berkaitan dengan adanya keimanan pada diri manusia. Semakin tinggi
iman yang dimiliki oleh manusia maka dia akan makin dapat merasakan keindahan akan segala
sesuatu yang di ciptakan oleh tuhannya.

Dimensi Sosial
Dimensi sosial bagi manusia sangat erat kaitannya dengan sebuah golongan, kelompok,
maupun lingkungan masyarakat. Lingkungan terkecil dalam dimensi sosial adalah keluarga, yang
berperan sebagai sumber utama peserta didik untuk membentuk kedewasaan. Didalam islam
dimensi sosial dimaksudkan agar manusia mengetahui bahwa tanggung jawab tidak hanya
diperuntukkan pada perbuatan yang bersifat pribadi namun perbuatan yang bersifat umum.

Dalam dimensi sosial seorang peserta didik harus mampu menjalin ikatan yang dinamis
antara keperntingan pribadi dengan kepentingan sosial. Ikatan sosial yang kuat akan mendorong
setiap manusia untuk peduli akan orang lain, menolong sesama serta menunjukkan cermin
keimanan kepada Allah SWT. Nabi SAW bersabda :

Demi allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, orang yang tidur
kekenyangan, sedangkan tangannya kelaparan, padahal ia mengetahuinya.

Tingkat Intelegensi Peserta Didik


Secara bahasa Integensi dapat diartikan dengan kecerdasan, pemahaman, kecepatan,
kesempurnaan sesuatu atau kemampuan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indoneseia
(KBBI) intelegensi adalah daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan mempergunakan
alat-alat berpikir menurut tujuan dan kecerdasannya.

Berdasarkan pengertian diatas jelaslah bahwa intelegensi peserta didik adalah kecerdasan
yang dimiliki peserta didik yang digunakan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru
ataupun memahami sesuatu yang baru berdasarkan tingkat kecerdasan dan tujuan. Sehingga
intelegensi atau kecerdasan dalam pendidikan islam dikelompokkan menjadi empat golongan,
yaitu :

kecerdasan intelektual
kecerdasan emosional
kecerdasan spiritual
Kecerdasan Qalbiyah.
Kecerdasan Intelektual
Kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang berhubungan dengan pengambangan
tingkat kemampuan dan kecerdasan otak, logika atau IQ. Ramayulis dalam bukunya menyatakan,
kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang menuntut pemberdayaan otak, hati, jasmani, dan
pengaktifan manusia untuk berinteraksi secara fungsional dengan yang lain.[14]

Kecerdasan intelektual pada diri manusia sangat erat kaitannya dengan proses berfikir
atau kecerdasan fikiran yang disebut dengan aspek kognitif. Dalam aspek ini manusia dipaksa
untuk dapat mempertimbangkan sesuatu, memecahkan atau memutuskan sesuatu masalah dengan
menggunakan fikiran yang logis (logika). Secara umum kecerdasan intelektual dapat digolongkan
sebagai berikut :
 Tingkat Inteltua

 Super normal

 Normal dan sedikit dibawah normal

 Sub Normal

– Normal atau subnormal, IQ 90 – 110

– Berdorline, IQ 70 – 90

– Debil, IQ 50 – 70

– Insibil, IQ 25 – 50

– Idiot, IQ 20 – 25”

– Genius, IQ diatas 140

– Gifted, IQ 130 – 140

Menurut pengantar pendidikan anak luar biasa yang disusun oleh Sam Isbani, mengatakan
bahwa tingkat intelegensi peserta didik dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

berkelainan sosial
berkelainan jasmani
berkelainan mental
anak nakal/ delinquen
anak yang menyendiri, menjauhkan diri dari masyarakat
anak timpang
anak berkelainan penglihatan
anak berkelainan pendengaran
anak berkelainan bicara
anak kerdil
tingkat kecerdasan rendah
tingkat kecerdasan tinggi.
Kecerdasan Emosional
Menurut Daniel Gomelen, kecerdasan Emosional adalah kemampuan untuk memotovasi
diri sendiri, bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati, tidak melebih-lebihkan
kesenangan, mengatur suasana hati, menjaga akan beban stres tidak melumpuhkan kemampuan
berfikir, berempati dan berdo’a.

Secara umum kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual saling berkaitan satu sama
lain. Jika kecerdasan intelektual yang dihasilkan otak kiri digunakan untuk berfikir atau
memecahkan suatu masalah, maka kecerdasan emosional yang dihasilkan oleh otak kanan
digunakan untuk memberikan motivasi, mendorong kemauan dan mengendalikan dorongan hati.
Sehingga dengan adanya kecerdasan dalam diri peserta didik, peserta didik akan mampu
memotivasi dirinya sendiri untuk melakukan sesuatu hal yang bersifat positif, bahkan
diharapakan dengan adanya kecerdasan ini seorang peserta didik mampu untuk menghilangkan
rasa malas yang timbul pada dirinya.

Ari Ginanjar mengemukakan aspek-aspek yang berhubungan dengan kecerdasan


emosional, sebagai berikut :

Konsistensi (istiqamah)
Kerendahan hati (tawadhu’)
Berusaha dan berserah diri (tawakkal)
Ketulusan (ikhlas), totalitas (kaffah)
Keseimbangan (tawazun)
Integritas dan penyempurnaan (ihsan)
Didalam islam hal tersebut disebut dengan akhlaq al karimah. Akhlaq Al Karimah ini mampu
mengendalikan seseorang dari keinginan-keinginan, yang bersifat negatif, dan sebaliknya
mengarahkan seseorang untuk melakukan hal-hal yang posistif.

Solovery menerangkan tentang ciri-ciri kecerdasan emosional sebagai berikut :

Respon yang cepat namun ceroboh


Mendahulukan perasaan daripada fikiran
Realitas simbolik yang seperti anak-anak
Masa lampau diposisikan sebagai masa sekarang
Realitas yang ditentukan oleh keadaan.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional yang
bekerja secara acak tanpa pemikiran yang logis. Apabila tidak didampingi oleh pemikiran yang
bersifat logis (Kecerdasan Intelektual) dikhawatirkan malah akan mendorong peserta didik untuk
melakukan hal-hal yang negatif atau melakukan sesuatu yang monoton (tidak berkembang).

Jalaludin Rahmat, dalam bukunya yang berjudul Kecerdasan Emosional prespektif,


mengemukakan bahwa untuk mendapatkan kecerdasan emosional yang tinggi harus melakukan
hal-hal sebagai berikut :

musyarathah, berjanji pada diri sendiri untuk membiasakan perbuatan baik dan membuang
perbuatan buruk
muraqobah, memonitor reaksi dan perilaku sehari-hari
muhasabah, melakukan perhitungan baik dan buruk yang pernah dilakukan
mu’atabah dan mu’aqabah, mengecam keburukan yang dikerjakan dan menghukum diri
sendiri.
Kecerdasan Spiritual
Secara etimologi spritual berarti yang berkehidupan atau sifat hidup. Kecerdasan spiritula pada
diri manusia berorientasi pada dua hal, yakni berorientasi kepada hal yang bersifat duniawi dan
agama.

Ketika seseorang mengorirntasikan kecerdasan spiritual kedalam sesuatu yang bersifat


duniawai, maka yang hadir dalam dirinya adalah bagaimana ia dapat memaknai hidup dan
mengelola nilai-nilai kehidupan. Bukan untuk menentukan atau memilih keyakinan dan
kepercayaan akan suatu agama.

Disisi keagamaan, Ari Ginanjar menyatakan bahwa inti dari kecerdasan spiritual adalah
pemahaman tentang kehadiran manusia itu sendiri yang muaranya menjadi ma’rifat kepada Allah
SWT. Ketika manusia mendapatkan ma’rifat tersebut, maka manusia secara langsung akan dapat
mengenali dirinya sendiri sekaligus mengenal tuhannya. Dalam prespeksi islam hal ini
merupakan tingkat kecerdasan yang paling tinggi.

Kecerdasan spiritual memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

Bersikap asertif, memiliki keyakinan yang tinggi dan pemahaman yang sempurna tentang ke-
Esaan Tuhan, sehingga seorang tersebut tidak akan takut akan makhluk.
Berusaha mengadakan inovasi, selalu berusaha mencari hal baru untuk kemajuan hidup dan
menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari sesuatu yang telah ada.
Berfikit lateral, berfikir akan adanya sesuatu yang lebih tinggi dari semua keunggulan manusia.
Hal ini ditandai dengan adanya perenungan dan pemikiran akan adanya sifat maha yang dimiliki
oleh sang pencipta alam sehingga membuat manusia tersentuh perasaan dan mampu menanamkan
sikap tunduk dan patuh yang mebuat hati bergetar ketika dapat merasakan sifat kemahaan
tersebut.
Dalam islam kecerdasan spiritual dapat dikembangkan dengan peningkatan iman yang
merupakan sumber ketenangan batin dan keseleamatan, serta melakukan ibadah yang dapat
membersihkan jiwa seseorang.

Kecerdasan Qalbiyah
Secara etimologi qalbiah berasal dari kata qalbu yang berarti hati. Dalam pengertian
istilah kecerdasan qalbiyah berarti kemampuan manusia untuk memahami kalbu dengan
sempurna dan mengungkapkan isi hati dengan sempurna sehingga dapat menjalin hubungan
moralitas yang sempurna antara manusia dan ubudiyah.

Kecerdasan kalbu pada diri manusia yang sempurna akan menghandirkan kecerdasan
agama dalam dirinya. Kecerdasan agama adalah tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dari
kecerdasan qalbiyah. Ketika seseorang telah mencapai kecerdasan agama maka secara langsung
seorang tersebut akan memiliki kecerdasan yang melampaui kecerdasan intelktula, kecerdasan
emosional, dan kecerdasan spiritual.

Ramayulis dalam bukunya menyatakah bahwa ciri utama kecerdasan qalbiyah adalah:

respon yang intuitif ilabiab


lebih mendahulukan nilai-nilai ketuhanan dari pada nilai-nilai kemanusiaan
realitas subyektif diposiskan sama kuatnya posisinya, atau lebih tinggi dengan realitas
obyektif
didapat dengan pendekatan penerapan spiritual keagamaan dan pensucian diri.
Etika Peserta Didik
Etika peserta didik adalah seuatu yang harus dipenuhi dalam proses pendidikan. Dalam
etika peserta didik, peserta didik memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan oleh peserta didik.
Dalam buku yang ditulis oleh Rama yulis, menurut Al-Ghozali ada sebelas kewajiban peserta
didik, yaitu :

Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqoruhkepada Allah SWT, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari anak didik dituntut untuk mensucikan jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak
yang tercela.
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepadaku (Ad-
dzariat : 56)

Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan masalah ukhrowi.


Dan Sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang

(Adh Dhuha : 4)

Bersikap tawadhu’ (rendah hati) dengan cara meninggalkan kepentingan pribadi untuk
kepentingan pendidikannya.
Menjaga pikiran dan pertantangan yang timbul dari berbagai aliran
Mempelajari ilmu – ilmu yang terpuji, baik untuk ukhrowi maupun untuk duniawi.
Belajar dengan bertahap dengan cara memulai pelajaran yang mudah menuju pelajaran yang
sukar.
Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian hari beralih pada ilmu yang lainnya, sehingga anak
didik memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara mendalam.
Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari.
Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi.
Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan, yaitu ilmu yang dapat bermanfaat
dalam kehidupan dinia akherat.
Anak didik harus tunduk pada nasehat pendidik.
Agar peserta didik mendapatkan keridhoan dari Allah SWT dalam menuntut ilmu, maka peserta
didik harus mampu memahami etika yang harus dimilkinya, yaitu :

Peserta didik hendaknya senantiasa membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu.


Tujuan belajar hendaknya ditujukan untuk menghiasi roh dengan berbagai sifat keutamaan.
Memiliki kemauan yang kuat untuk mencari dan menuntut ilmu di berbagai tempat.
Setiap peserta didik wajib menghormati pendidiknya.
Peserta didik hendaknya belajar secara sungguh-sungguh dan tabah.
Namun etika peserta didik tersebut perlu disempurnakan dengan empat akhlak peserta
didik dalam menuntut ilmu, yaitu :

Peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa sebelum ia menuntut
ilmu, sebab belajar merupakan ibadah yang harus dikerjakan dengan hati yang bersih.
Peserta didik harus mempunyai tujuan menuntut ilmu dalam rangka menghiasi jiwa dengan sifat
keimanan, mendekatkan diri kepada Allah.
Seorang peserta didik harus tabah dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan sabar dalam
menghadapi tantangan dan cobaan yang datang.
Seorang harus ikhlas dalam menuntut ilmu dengan menghormati guru atau pendidik, berusaha
memperoleh kerelaan dari guru dengan mempergunakan beberapa cara yang baik.
PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK
19 AGU 2014 by mirnawatisapar in Tak Berkategori
https://mirnawatisapar.wordpress.com/2014/08/19/pendidik-dan-peserta-didik/
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132049754/pendidikan/Tujuan+Pendidikan.pdf
4. Tenaga kependidikan
http://pps.unj.ac.id/sdm/tenaga-kependidikan/
Tenaga kependidikan memang pada umumnya adalah pengajar seperti guru, mentor, maupun
tenaga pengajar lainnya. Namun selain itu, orang yang bekerja atau memiliki profesi yang
berhubungan dengan dunia pendidikan juga termasuk ke dalam tenaga kependidikan. Contoh
tenaga kependidikan selain pengajar misalnya pengawas sekolah, pegawai dinas pendidikan,
hingga bahkan Menteri Pendidikan juga termasuk tenaga kependidikan.

Tenaga kependidikan merupakan profesi-profesi yang berhubungan dengan pendidikan dan


bertugas untuk merencanakan, melaksanakan, menilai, mengawasi hingga mengendalikan
pendidikan. Tenaga pendidikan ini ada untuk mendukung jalannya pendidikan yang
dilangsungkan. Tanpa adanya tenaga-tenaga kependidikan maka pendidikan tidak dapat
dilaksanakan. Terutama guru yang memegang peranan utama dalam pelaksanaan pendidikan.

Semiawan dalam (Sudarwan, 2002: 31) mengemukakan hirarki profesi tenaga kependidikan,
yaitu (1) tenaga profesional, (2) tenaga semi profesional, (3) tenaga para profesional.

Tenaga Profesional

Tenaga profesional merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan sekurang-


kurangnya S-1 atau yang setara, dan memiliki wewenang dalam perencanaan, pelaksanaan,
penilaian dan pengendalian pendidikan atau pengajaran. Tenaga kependidikan yang termasuk
dalam kategori ini juga berwenang untuk membina tenaga kependidikan yang lebih rendah
jenjang profesionalnya, misal guru senior membina guru yang lebih junior.

Tenaga Semi Profesional

Merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan D-3 atau
yang setara yang telah berwenang mengajar secara mandiri tetapi masih harus melakukan
konsultasi dengan tenaga kependidikan yang lebih tinggi jenjang profesionalnya, baik dalam hal
perencanaan, pelaksanaan, penilaian, maupun pengendalian pengajaran.

Tenaga Para Profesional

Merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan D-2 ke


bawah, yang memerlukan pembinaan dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan
pengendalian pendidikan atau pengajaran.

Hirarki profesi tenaga kependidikan diatas sangat menunjukkan bagaimana tingkatan tenaga
kependidikan yang ada. Tenaga profesional tentu memiliki tingkatan yang paling tinggi karena
tenaga profesional ini memang sengaja dibentuk dan dipilih untuk berperan dalam dunia
pendidikan. Kualifikasi atau kompetensi tenaga profesional juga lebih baik dari tenaga semi atau
para profesional. Tenaga semi profesional dan para profesional tentunya juga mampu dan
berkesempatan untuk menjadi tenaga profesional dengan meningkatkan kualifikasi dan tingkat
kompetensi mereka agar mampu menjadi tenaga profesional dalam bidang pendidikan.

Besarnya jasa yang diemban oleh masing-masing profesi pada tenaga pendidikan sangat perlu
diberikan apresiasi yang layak. Tak heran pemerintah memberikan kesempatan agar tenaga
pendidikan dapat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) yang dijamin negara sehingga mendapat
jaminan hidup yang layak. Beberapa program lain seperti sertifikasi guru juga merupakan
apresiasi kepada tenaga kependidikan agar senantiasa mendapat penghidupan yang layak dan
mampu meningkatkan kualitas profesinya.

Referensi:
Sudarwan, Danim. 2002. Inovasi Pendidikan : Dalam Upaya Meningkatkan Profesionalisme
Tenaga Kependidikan. Bandung : Pustaka Setia.
HIRARKI PROFESI TENAGA KEPENDIDIKAN
Sabtu, 04 Oktober 2014 Nur Anisa Noviana
https://ilmu-pendidikan.net/profesi-kependidikan/hirarki-profesi-tenaga-kependidikan

5. Pendekatan pengajaran
Pendekatan Guru dalam Proses Pembelajaran
Posted on Agustus 11, 2011 by IRPAN HARAHAP
1. Pengertian Pendekatan Guru
Dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam kurikulum, guru perlu
melakukan serangkaian kegiatan pembelajaran mulai dari perencanaan, menentukan strategi,
pemilihan materi dan metode pembelajaran, sampai pada penilaian. Serangkaian kegiatan
pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan pendidikan tersebut sering disebut dengan
pendekatan yang dilakukan oleh guru atau pendekatan pembelajaran.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia pendekatan adalah proses, cara perbuatan mendekati.
Sedangkan guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.[1]

Dengan demikian dapat disimpulkan pendekatan guru adalah proses, cara atau perbuatan
mendekati yang dilakukan seorang guru kepada peserta didik untuk menciptakan proses
pembelajaran yang efektif dan efisien, dalam mengajar, guru harus pandai menggunakan
pendekatan secara arif dan bijaksana, pandangan guru terhadap siswa akan menentukan sikap dan
perbuatan. Setiap guru tidak selalu mempunyai pandangan yang sama dalam menilai siswa, hal
ini akan mempengaruhi pendekatan yang guru ambil dalam pengajaran.

Guru yang memandang siswa sebagai pribadi yang berbeda dengan anak didik lainnya akan
berbeda dengan guru yang memandang siswa sebagai makhluk yang sama dan tidak ada
perbedaan dalam segala hal, maka sangat penting meluruskan kekeliruan dalam memandang
setiap siswa, dalam memandang siswa sebaiknya dipandang bahwa setiap siswa mempunyai
kepribadian yang berbeda-beda, sehingga guru dapat dengan mudah melakukan pendekatan
pengajaran.[2]
Sedangkan pendekatan pembelajaran menurut Syaiful Sagala merupakan jalan yang akan
ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional, pendekatan pembelajaran
merupakan aktivitas guru dalam memilih kegiatan pembelajaran, apakah guru akan menjelaskan
suatu pengajaran dengan materi bidang studi yang sudah tersusun dalam urutan tertentu, ataukah
dengan menggunakan materi yang terkait satu dengan yang lainnya dalam tingkatan kedalaman
yang berbeda, atau bahkan merupakan materi yang terintegrasi dalam suatu kesatuan multi
disiplin ilmu.[3]

Pendekatan pembelajaran ini merupakan suatu penjelas mempermudah bagi para guru
memberikan pelayanan belajar dan juga mempermudah bagi siswa untuk memahami materi ajar
yang disampaikan guru, dengan memelihara suasana pembelajaran yang menyenangkan.

pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap
proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya
masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode
pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.

2. Macam-Macam Pendekatan Guru dalam Pembelajaran


Menjadi guru kreatif, profesional, dan menyenangkan dituntut untuk memiliki kemampuan
mengembangkan pendekatan dan memilih metode pembelajaran yang efektif. Hal ini penting
terutama untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan. Cara guru
melakukan sesuatu kegiatan pembelajaran mungkin memerlukan pendekatan dan metode yang
berbeda dengan pembelajaran lainnya. E. Mulyasa mengungkapkan lima pendekatan
pembelajaran yang perlu dipahami guru untuk dapat mengajar dengan baik, yaitu: [4]

Pendekatan kompetensi
Kompetensi menunjukkan kepada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui
pembelajaran dan latihan. Dalam hubungannya dengan proses pembelajaran, kompetensi
menunjukkan kepada perbuatan yang bersifat rasional dan memenuhi spesifikasi tertentu dalam
proses belajar. Dengan demikian dapat disimpulkan kompetensi merupakan indikator yang
menunjukkan kepada perbuatan yang bisa diamati, dan sebagai konsep yang mencakup aspek-
aspek pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap, serta tahap-tahap pelaksanaanya secara utuh.
Paling tidak terdapat empat teoritis yang mendasari pendidikan berdasarkan pendekatan
kompetensi.

Pertama, adanya pergeseran dari pembelajaran kelompok ke arah pembelajaran individual.


Melalui pembelajaran individual siswa diharapkan dapat belajar sendiri, tidak tergantung pada
orang lain. Setiap siswa dapat belajar dengan cara dan berdasarkan kemampuan masing-masing.

Kedua, pengembangan konsep belajar tuntas (mastery learning) atau belajar sebagai penguasaan
(learning for mastery) adalah suatu falsafah tentang pembelajaran yang mengatakan bahwa
dengan sistem pembelajaran yang tepat semua peserta didik akan dapat belajar dengan hasil yang
baik dari seluruh bahan yang diberikan.
Ketiga, landasan teoritis ketiga bagi perkembangan pendidikan berdasarkan kompetensi adalah
usaha penyusunan kembali bakat.

Keempat, strategi mencapai kompetensi merupakan strategi untuk membantu siswa dalam
menguasai kompetensi yang ditetapkan. Untuk itu dapat dibuat sejumlah alternatif kegiatan,
misalnya membaca, mendengarkan, berkreasi, berinteraksi, observasi dan sebagainya sampai
terbentuk suatu kompetensi.

Berdasarkan uraian di atas pembelajaran dengan pendekatan kompetensi dapat dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:

1) Tahap perencanaan

2) Pelaksanaan pembelajaran

3) Evaluasi dan penyempurnaan

Dalam tahap perencanaan pertama-tama perlu ditetapkan kompetensi-kompetensi yang akan


diwujudkan dalam kegiatan pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran merupakan langkah
merealisasikan konsep pembelajaran dalam bentuk perbuatan. Sedangkan evaluasi dan
penyempurnaan perlu dilakukan sebagai suatu yang kontiniu untuk memperbaiki pembelajaran
dan membimbing pertumbuhan siswa. Dalam kaitannya dengan pembelajaran berdasarkan
pendekatan kompetensi, evaluasi dilakukan untuk menggambarkan perilaku hasil belajar dengan
respon siswa yang dapat diberikan berdasarkan apa yang diperoleh dari belajar.

Pendekatan keterampilan proses


Pendekatan keterampilan proses merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada
proses belajar, aktivitas, kreativitas siswa dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai,
dan sikap, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pengertian tersebut
termasuk di antaranya keterlibatan fisik, mental, dan sosial siswa dalam proses pembelajaran
untuk mencapai suatu tujuan.

Pembelajaran berdasarkan pendekatan keterampilan proses perlu memperhatikan hal-hal sebagai


berikut:

1) Keaktifan peserta didik didorong oleh kemauan untuk belajar karena adanya tujuan yang
ingin dicapai

2) Keaktifan peserta didik akan berkembang jika dilandasi dengan pendayagunaan potensi yang
dimilikinya.

3) Suasana kelas dapat mendorong atau mengurangi aktivitas peserta didik. Suasana kelas harus
dikelola agar dapat merangsang aktivitas dan kreativitas belajar peserta didik.

4) Dalam kegiatan pembelajaran, tugas guru adalah memberikan kemudahan belajar melalui
bimbingan dan motivasi untuk mencapai tujuan.[5]
Pendekatan keterampilan proses bertolak dari suatu pandangan bahwa setiap siswa memiliki
potensi yang berbeda, dan dalam situasi yang normal, mereka dapat mengembangkan potensinya
secara optimal. Oleh karena itu tugas guru adalah memberikan kemudahan kepada siswa dengan
menciptakan lingkungan yang kondusif agar semua siswa dapat berkembang secara optimal.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan untuk mendorong aktivitas dan kreativitas peserta didik
dalam pembelajaran antara lain: diskusi, pengamatan, penelitian, praktikum, tanya jawab, karya
wisata, studi kasus, bermain peran, dan kegiatan-kegiatan lain yang dapat menunjang tercapainya
tujuan pembelajaran.

Pendekatan lingkungan
Pendekatan lingkungan merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang berusaha untuk
meningkatkan keterlibatan siswa melalui pendayagunaan lingkungan sebagai sumber belajar.
Pendekatan ini berasumsi bahwa kegiatan pembelajaran akan menarik perhatian jika apa yang
dipelajari diangkat dari lingkungan, sehingga apa yang dipelajari berhubungan dengan kehidupan
dan berfaedah bagi lingkungan.

Belajar dengan pendekatan lingkungan berarti siswa mendapatkan pengetahuan dan pemahaman
dengan cara mengamati sendiri apa-apa yang ada di lingkungan sekitar, baik di lingkungan rumah
maupun di lingkungan sekolah. Dalam hal ini siswa dapat menanyakan sesuatu yang ingin
diketahui kepada orang lain di lingkungan mereka yang dianggap tahu tentang masalah yang
dihadapi. Pembelajaran berdasarkan pendekatan lingkungan dapat dilakukan dengan cara:

1) Membawa peserta didik ke lingkungan untuk kepentingan pembelajaran. Hal ini bisa
dilakukan dengan metode karya wisata, metode pemberian tugas, dan lain-lain.

2) Membawa sumber-sumber dari lingkungan ke sekolah untuk kepentingan pembelajaran.


Sumber tersebut bisa sumber asli, seperti nara sumber, bisa juga sumber tiruan seperti: model
atau gambar.[6]

Guru sebagai pemandu pembelajaran dapat memilih lingkungan dan menentukan cara-cara yang
tepat untuk mendayagunakannya dalam kegiatan pembelajaran, dan pemilihan tema dan
lingkungan yang akan didayagunakan hendaknya didiskusikan dengan siswa.

Pendekatan kontekstual
Pendekatan kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan
antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan siswa secara nyata, sehingga para siswa
mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pembelajaran kontekstual ada beberapa elemen yang harus diperhatikan yaitu:

a) Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik.
b) Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagiannya secara khusus(dari
umum ke khusus).

c) Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman.

d) Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekkan secara langsung apa-apa yang


dipelajari.

e) Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang


dipelajari.[7]

Dalam pembelajaran kontekstual ini tugas guru adalah memberikan kemudahan belajar pada
siswa, dengan menyediakan berbagai sumber belajar yang memadai. Guru bukan hanya
menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hafalan, tetapi mengatur lingkungan dan
strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar. Lingkungan belajar yang kondusif
sangat penting dan sangat menunjang pembelajaran kontekstual, dan keberhasilan pembelajaran
secara keseluruhan.

Pembelajaran kontekstual ini juga mendorong siswa memahami hakekat, makna, dan manfaat
belajar, sehingga memungkinkan mereka untuk rajin, dan termotivasi untuk senantiasa belajar
bahkan kecanduan belajar.

Pendekatan tematik
Pendekatan tematik merupakan pendekatan pembelajaran untuk mengadakan hubungan yang erat
dan serasi antara berbagai aspek yang mempengaruhi siswa dalam proses belajar. Oleh karena itu
pendekatan tematik sering juga disebut pendekatan terpadu.

Pendekatan tematik atau pendekatan terpadu merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang
menyatupadukan serangakaian pengalaman belajar, sehingga terjadi saling berhubungan satu
dengan yang lainnya. Pelaksanaan pendekatan tematik secara optimal perlu ditunjang oleh
kondisi sekolah sebagai berikut:

1) Guru mesti berpartisipasi dalam sebuah tim serta mempunyai tanggung jawab untuk
mensukseskan tujuan tim.

2) Guru harus mempunyai kemampuan untuk mengembangkan program pembelajaran


tematis pada jadwal yang telah ditentukan.

3) Peralatan yang diperlukan untuk pelaksanaan pendekatan tematik harus tersedia, baik di
lingkungan sekolah maupun berupa pinjaman dari luar sekolah.

4) Pelaksanaan pendekatan tematik harus ada dalam struktur sekolah, sehingga guru dapat
menggunakan berbagai saran sekolah yang diperlukan.[8]
Pendekatan tematik dapat dilaksanakan oleh seorang guru, jadi semua bahan pelajaran menjadi
tanggung jawabnya. Dapat pula dilaksanakan oleh beberapa orang guru secara kolektif, namun
harus dilandasi kelancaran komunikasi, semangat kerja sama, dan mengadakan kordinasi yang
baik di antara mereka.

Guru yang profesional tidak hanya menguasai sejumlah materi pembelajaran, namun penguasaan
pendekatan dan metode pembelajaran yang tepat dan sesuai mutlak diperlukan. Untuk itu perlu
kiranya para guru mampu menggunakan pendekatan dan metode yang tepat agar pembelajaran
aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Selain beberapa pendekatan yang telah
dikemukakan di atas ada lagi pendekatan pembelajaran yaitu: [9]

Pendekatan individu
Dalam sebuah ruangan kelas terdapat berbagai macam jenis kepribadian peserta didik yang
berbeda-beda, hal ini mesti diperhatikan oleh seorang guru agar proses pembelajaran dapat
berjalan dengan baik. Perbedaan individu siswa memberikan wawasan kepada guru bahwa
strategi pembelajaran harus memperhatikan perbedaan siswa pada aspek individul ini.

Pendekatan indvidual ini mempunyai arti yang sangat penting bagi kepentingan pengajaran.
Pengelolaan kelas sangat memerlukan pendekatan individual ini. Dalam pemilihan metode juga
seorang guru tidak bisa sembarangan dalam pendekatan individu, sehingga seorang guru dalam
proses kegiatan pembelajaran harus memperhatikan individual yang dihadapinya.

Pendekatan kelompok
Dalam kegiatan pembelajaran terkadang guru juga memerlukan pendekatan kelompok,
pendekatan kelompok ini diperlukan sewaktu membina dan mengembangkan sikap sosial siswa.
Dengan pendekatan kelompok, diharapkan dapat ditumbuh kembangkan rasa sosial yang tinggi
pada diri setiap siswa.

Ketika guru ingin menggunakan pendekatan kelompok, maka guru harus mempertimbangkan
bahwa hal itu tidak bertentangan dengan tujuan, fasilitas, metode dan bahan yang diberikan.
Dalam pengelolaan kelas terutama berhubungan dengan penempatan siswa pendekatan kelompok
sangat diperlukan. Perbedaan individual siswa dijadikan sebagai pijakan dalam melakukan
pendekatan kelompok.

Pendekatan bervariasi
Dalam belajar siswa mempunyai motivasi yang berbeda-beda, pada satu sisi siswa mempunyai
motivasi yang rendah, tapi pada saat yang lain siswa mempunyai motivasi yang tinggi. Dalam
mengajar, guru yang hanya menggunakan satu metode biasanya sukar menciptakan suasana kelas
yang kondusif dalam waktu yang relatif lama. Bila terjadi perubahan suasana kelas, sulit
menormalkannya kembali.

Pendekatan bervariasi ini bertolak dari konsepsi bahwa permasalahan yang dihadapi oleh setiap
siswa dalam belajar bermacam-macam. Kasus yang biasanya muncul dalam pengajaran dengan
berbagai motif, sehingga diperlukan variasi teknik pemecahan untuk setiap kasus.

Pendekatan edukatif
Apapun yang dilakukan guru dalam pendidikan dan pengajaran dengan tujuan mendidik, bukan
karena motif-motif lain. Dalam pendekatan edukatif ini tujuannya adalah untuk membina watak
siswa dengan pendidikan yang bersifat positif.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendekatan Pembelajaran


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pendekatan pembelajaran, yaitu:

Strategi pembelajaran.
Secara umum strategi mempunyai pengertian sebagai suatu garis besar haluan dalam bertindak
untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Kata “strategi” jika kita kaitkan dengan
peperangan maka dapat diartikan dengan seni dalam merancang (operasi) peperangan. Dewasa ini
istilah strategi banyak dipinjam oleh bidang-bidang ilmu lain, temasuk bidang ilmu pendidikan.
Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran, pemakaian istilah strategi dimaksudkan sebagai
daya upaya guru dalam menciptakan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya
proses mengajar.[10]

Kemp, yang dikutip Wina Sanjaya bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai
secara efektif dan efisien.[11]

Strategi pembelajaran dapat dikatakan sebagai pilihan pola kegiatan pembelajaran yang diambil
untuk mencapai tujuan secara efektif. Untuk melaksanakan tugas secara profesional, guru
memerlukan wawasan yang luas mengenai strategi pembelajaran.

Menurut Newman dan Logan dalam buku strategi belajar mengajar karangan Abu Ahmadi &
Joko Prasetyo, mengungkapkan strategi dasar arti setiap usaha meliputi empat masalah, yaitu:

1) Pengidentifikasian dan penetapan spesifikasi dan kualifikasi hasil yang harus dicapai dan
menjadi sasaran usaha tersebut, dengan mempertimbangkan aspirasi masyarakat yang
memerlukannya.

2) Pertimbangan dan pemilihan pendekatan utama yang ampuh untuk mencapai sasaran.

3) Pertimbangan dan penetapan langkah-langkah yang ditempuh sejak awal sampai akhir.

4) Pertimbangan dan penetapan tolak ukur dan ukuran baku yang akan dipergunakan untuk
menilai keberhasilan usaha yang dilakukan.[12]

Jika diterapkan dalam konteks pendidikan, keempat strategi dasar tersebut bisa diterjemahkan
menjadi:
1) Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan
kepribadian peserta didik sebagaimana yang diharapkan.

2) Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup
masyarakat.

3) Memilih dan menetapkan prosedur, metode, teknik belajar mengajar yang dianggap paling
tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh para guru dalam kegiatan mengajarnya.

4) Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria dan standar
keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil
kegiatan belajar mengajar, yang selanjutnya menjadi umpan balik bagi penyempurnaan sistem,
instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.[13]

Menurut Tabrani Rusyan dkk dalam buku strategi belajar mengajar karangan Abu Ahmadi &
Joko Prasetyo, mengungkapkan Ada beberapa penggolongan strategi pembelajaran, yaitu:

1) Konsep dasar strategi belajar mengajar

2) Sasaran kegiatan belajar

3) Belajar mengajar suatu sistem

4) Hakikat proses belajar

5) Entering behavior siswa

6) Pola-pola belajar siswa

7) Pemilihan sistem belajar mengajar

8) Pengorganisasian kelompok belajar.[14]

Metode pembelajaran.
Permasalahan yang sering terjadi dalam pengajaran adalah bagaimana cara menyajikan materi
kepada siswa secara baik sehingga diperoleh hasil yang efektif dan efisien. Di samping itu
masalah yang sering dijumpai juga kurangnya perhatian guru terhadap variasi penggunaan
metode mengajar dalam upaya peningkatan mutu pengajaran secara baik.

Sebagai alternatif jawaban terhadap masalah-masalah tersebut sangat diperlukan pengkajian


secara kontiniutas dan mendalam tentang metode pengajaran yang digunakan. Bertitik tolak pada
pengertian metode pengajaran, yaitu suatu cara penyampaian bahan pelajaran untuk mecapai
tujuan yang ditetapkan, maka fungsi metode mengajar tidak dapat diabaikan, karena metode
mengajar tersebut turut menentukan berhasil tidaknya suatu proses belajar mengajar dan
merupakan bagian yang integral dalam suatu sistem pengajaran.[15]

Penggunaan metode yang tepat akan turut menentukan efektivitas dan efisiensi pembelajaran.
Pembelajaran perlu dilakukan dengan sedikit ceramah dan metode-metode yang berpusat pada
guru, serta lebih menekankan pada interaksi siswa. Penggunaan metode yang bervariasi akan
membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pengalaman belajar di sekolah harus
fleksibel dan tidak kaku, serta menekankan pada kreativitas, rasa ingin tahu, bimbingan dan
pengarahan ke arah kedewasaan.

Sesuai dengan pendekatan seperti yang telah dibahas diatas, metode pembelajaran harus dipilih
dan dikembangkan untuk meningkatkan aktivitas dan kreativitas siswa. Banyak sekali metode
yang dapat dilakukan seorang guru dalam menyampaikan sebuah materi, yaitu:

1) Metode ceramah

2) Metode tanya jawab

3) Metode diskusi

4) Metode pemberian tugas

5) Metode resitasi

6) Metode demonstrasi

7) Metode eksperimen

8) Metode sosiodrama dan bermain peran

9) Metode bekerja dalam kelompok

10) Metode proyek

11) Metode problem solving

12) Metode karya wisata

13) Metode film-strips

14) Metode manusia sumber/resource people. [16]

Akan tetapi yang akan diuraikan dalam penelitian ini hanyalah metode resitasi/ pemberian tugas
sesuai dengan judul penelitian ini.
Metode resitasi biasa disebut metode pekerjaan rumah, karena siswa-siswi diberi tugas khusus di
luar jam pelajaran. Sebenarnya penekanan metode ini terletak pada jam pelajaran berlangsung,
siswa disuruh untuk mencari informasi atau fakta-fakta berupa data yang dapat ditemukan di
laboratorium, perpustakaan, di rumah siswa, pusat sumber belajar, atau di mana saja asal tugas itu
dapat dikerjakan.

Metode ini diberikan karena dirasakan bahan pelajaran terlalu banyak, sementara waktu yang
disediakan cuma sedikit. Artinya banyaknya bahan pelajaran yang tersedia dengan waktu yang
kurang seimbang. Agar bahan pelajaran selesai pada batas waktu yang ditentukan, maka metode
inilah yang biasa digunakan oleh seorang guru untuk mengatasinya.

Agar metode ini bisa berlangsung secara efektif, guru perlu memperhatikan langkah-langkah
sebagai berikut:

1) Tugas harus direncanakan secara jelas dan sistematis, terutama tujuan penugasan dan cara
pengerjaannya. Sebaiknya tujuan penugasan dikomunikasikan pada peserta didik agar tahu arah
tugas yang akan dikerjakannya.

2) Tugas yang diberikan harus dapat dipahami oleh peserta didik, kapan mengerjakannya,
bagaimana cara mengerjakannya, secara individu atau kelompok dan lain-lain. Hal tersebut akan
menentukan efektifitas penggunaan metode ini dalam pembelajaran.

3) Apabila tugas tersebut berupa tugas kelompok, perlu diupayakan agar seluruh anggota
kelompok dapat terlibat secara aktif dalam proses penyelesaian tugas tersebut.

4) Perlu diupayakan guru mengontrol proses penyelesaian tugas yang dikerjakan oleh peserta
didik. Jika tugas tersebut di selesaikan di luar kelas, guru bisa mengontrol proses penyelesaian
tugas melalui konsultasi dari peserta didik.

5) Berikanlah penilaian secara operasional terhadap tugas-tugas yang dikerjakan peserta didik.
Penilaian yang diberikan sebaiknya tidak hanya menitik beratkan pada produk, tetapi perlu
dipertimbangkan pula bagaimana proses penyelesaian tugas tersebut. Penilaian hendaknya
diberikaan secara langsung setelah tugas diselesaikan, hal ini dilakukan disamping menimbulkan
minat dan semangat belajar peserta didik, juga menghindarkan bertumpuknya pekerjaan peserta
didik yang harus diperiksa.[17]

Banyak sekali para ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang langkah-langkah yang harus
diperhatikan dalam menggunakan metode ini selain beberapa langkah yang telah disebutkan di
atas dan yang senada dengan pendapat tersebut, antara lain:

1) Memberikan bimbingan.

2) Memberikan dorongan sehingga peserta didik mau mengerjakan tugas yang diberikan.

3) Diusahakan dikerjakan oleh siswa itu sendiri, tidak menyuruh orang lain.
4) Dianjurkan agar siswa mencatat hasil-hasil yang ia peroleh dengan baik dan sistematik.
[18]

Metode ini juga dilakukan apabila guru mengharapkan pengetahuan yang diterima siswa lebih
mantap, dan mengaktifkan mereka dalam mencari atau mempelajari suatu masalah dengan lebih
banyak membaca, mengerjakan sesuatu secara langsung. Metode ini sangat sesuai dengan
pendekatan belajar siswa aktif yang dikenal dengan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) yang saat
ini sedang dikembangkan di sekolah-sekolah. Metode ini cocok digunakan bilamana:

1) Ditujukan untuk mendapatkan keterampilan khusus dalam mengerjakan sesuatu.

2) Untuk memantapkan pengetahuan yang telah diterima oleh para siswa.

Yang menjadi keunggulan metode ini yaitu:

1) Siswa lebih banyak mengalami sendiri apa yang dipelajarinya, sehingga memperkuat daya
retensi mereka.

2) Sangat berguna untuk mengisi kekosongan waktu agar siswa dapat melakukan hal-hal yang
bersifat konstruktif.

3) Siswa lebih aktif dan memiliki rasa tanggung jawab.

Sedangkan yang menjadi kelemahan metode ini adalah:

1) Dapat menimbulkan keraguan, karena adanya kemungkinan pekerjaan yang diberikan


kepada peserta didik justru dikerjakan oleh orang lain.

2) Guru sering mengalami kesukaran dalam pemberian tugas yang sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki oleh siswa, karena adanya perbedaan kemampuan individual, intelegensi, dan
kematangan masing-masing individu.

3) Bilamana tugas terlalu dipaksakan dapat mengganggu kestabilan dan pikiran sisiwa.[19]

Selain beberapa kelebihan dan kelemahan yang disebutkan di atas ada lagi kelebihan dan
kelemahan dari metode ini, seperti yang dikemukakan oleh Saifu Bahri Djamarah, yaitu:

1) Kelebihannya

a) Lebih merangsang siswa dalam melakukan aktivitas belajar individual ataupun kelompok.

b) Dapat mengembangkan kemandirian siswa diluar pengawasan guru.

c) Dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa.


d) Dapat mengembangkan kreativitas siswa.

2) Kekurangannya

a) Siswa sulit dikontrol, apakah benar dia sendiri yang mengerjakan tugas atau malah orang
lain.

b) Tidak mudah memberikan tugas yang sesuai dengan perbedaan individu siswa.

c) Sering memberikan tugas yang monoton dapat menimbulkan kebosanan (tidak


bervariasi)siswa

d) Khusus untuk tugas kelompok, tidak jarang yang aktif mengerjakan dan menyelesaikannya
adalah anggota tertentu saja, sedangkan anggota yang lainnya tidak ikut berpartisipasi.[20]

Sebagai pedoman pengguna metode ini ada beberapa fase yang perlu diperhatikan. Ada beberapa
fase dalam dalam melakukan metode pemberian tugas ini, yaitu: Fase pertama: tahap pemberian
tugas yang menyangkut:

1) Tujuan harus dirumuskan secara spesifik.

2) Tugas-tugas yang diberikan jelas arahnya.

3) Para siswa diberikan petunjuk-petunjuk dalam pelaksanaannya untuk menghindari


kebingungan mereka.

4) Pemusatan perhatian para siswa pada hal-hal yang pokok dengan tidak menghilangkan
aspek-aspek lainnya yang berkaitan.

Fase kedua, tahap belajar yakni, siswa melaksanakan tugas sesuai dengan tujuan dan petunjuk
yang diberikan oleh guru. Fase ketiga, yaitu tahap resitasi di mana siswa bertanggung jawab atas
tugas yang telah dikerjakannya.[21]

Materi pembelajaran.
Materi pembelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran. Tanpa
materi pembelajaran proses pembelajaran tidak akan jalan. Karena itu, guru yang akan mengajar
pasti memiliki dan menguasai materi pelajaran yang akan disampaikan kepada siswa. Ada dua
persoalan dalam menguasai bahan pelajaran ini, yaitu:

1) Penguasaan materi pelajaran pokok

Materi pelajaran pokok adalah materi pelajaran yang menyangkut bidang studi yang dipegang
oleh guru sesuai dengan profesinya (disiplin keilmuannya).
2) Materi pelajaran pelengkap.

Materi pelajaran pelengkap atau penunjang adalah materi pelajaran yang dapat membuka
wawasan seorang guru agar dalam mengajar dapat menunjang penyampaian materi pelajaran
pokok.[22]

Dalam suatu bidang studi selalu ada struktur ilmu yang pasti. Karena itu pokok bahasan
menolong dalam rumusan tujuan instruksional. Sebaliknya tujuan dapat dinyatakan lebih dahulu,
karena dapat diturunkan dari tujuan umum pokok bahasan, kemudian perincian isi bahan
pelajaran dapat diturunkan dari tujuan instruksional khusus, tujuan pembelajaran khusus, tujuan
perilaku, atau sasaran belajar.

Isi dari materi pembelajaran adalah seleksi dan organisasi pengetahuan tertentu (seperti fakta dan
informasi), keterampilan tertentu (seperti prosedur selangkah demi selangkah, kondisi dan
persyaratan) dan sikap setiap pokok pembahasan.

Dalam memperhatian tujuan pembelajaran, kita mengkaji kategori perilaku belajar seperti yang
diusulkan Gagne yang dikutip A. Tresna Sastrawijaya, yaitu: [23]

1) Fakta

Informasi fakta (penanaman, pemberian etiket, dan uraian sederhana suatu kejadian atau suatu
benda), memberikan dasar pengetahuan tentang benda atau pokok bahasan. Bila sejumlah fakta
dapat diidentifikasikan mempunyai sifat-sifat umum bersama, maka kita sampai kepada konsep.

2) Konsep

Suatu konsep kursi merupakan tempat duduk yang mungkin berkaki empat, tiga atau satu.
Struktur politik suatu negara mungkin berbeda-beda tapi kita kenal dengan konsep. Konsep
merupakan hasil mengorganisasikan informasi menuju struktur yang bermakna.

3) Prinsip

Hubungan antara dua konsep atau lebih dinamakan perumusan atau suatu prinsip. Misalnya:
”udara panas mengembang” didasarkan pada konsep molekul dan gerak ”rancangan artistik
berselera” menggunakan konsep kesatuan, kesederhanaan, tekanan, dan keseimbangan.

4) Pemecahan masalah

Setelah siswa belajar suatu prinsip, mereka harus belajar dengan pemecahan masalah. Hal ini
meminta siswa untuk:

a) Menjelaskan peristiwa

b) Menduga sebabnya

c) Meramalkan akibatnya
d) Mengendalikan situasi.

Media pembelajaran.
Kata media berasal dari bahasa Latin yaitu “medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara
atau pengantar. Dalam bahasa Arab media adalah (‫ ) و سا نل‬atau pengantar pesan dari pengirim
kepada penerima pesan”.[24] Sejalan dengan pengertian di atas, Wina sanjaya menjelaskan
bahwa media merupakan jamak dari medium, yang berarti perantara atau pengantar.[25]

Sejalan dengan defenisi media maka kegunaan media pembelajaran yang dimaksudkan di atas,
Nana Sudjana dan Ahmadi Rivai menjelaskan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar
mengajar adalah sebagai berikut:

1) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi
belajar.

2) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para
siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pembelajaran lebih baik.

3) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui
penuturan kata-kata oleh guru, sehingga komunikasi siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan
tenaga, apalagi guru mengajar untuk setiap jam pelajaran.

4) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian
dari guru, tetapi juga aktifitas lain, seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-
lain.[26]

Selain yang dikemukakan di atas, penggunaan media pembelajaran dapat mempertinggi proses
dan hasil pengajaran, terutama yang berkaitan dengan taraf berpikir siswa, sejalan dengan hal ini
Nana Sudjana dan Ahmad Rivai mengemukakan: taraf berfikir manusia mengikuti tahap
perkembangan dari berfikir konkrit menuju ke berpikir abstrak, di mulai dari berfikir sederhana
menuju ke berpikir kompleks. Penggunaan media pembelajaran erat kaitannya dengan tahapan
berfikir tersebut sebab melalui media pembelajaran hal-hal yang abstrak dapat dikonkretkan dan
hal-hal yang kompleks dapat disederhanakan.[27]

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa penggunaan media pembelajaran dalam proses
belajar mengajar dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan dan
tentunya juga akan meningkatkan prestasi belajar siswa.

Dilihat dari jenisnya media dapat dibagi kepada: “media auditif, media visual dan media audio
visual”.[28]

Lebih jelasnya berikut diuraikan secara singkat tentang jenis-jenis media pembelajaran, yaitu:
1) Media auditif

Media auditif adalah media yang hanya menghandalkan kemampuan suara saja. Media ini
berkaitan denga indra pendengaran. “pesan yang akan disampaikan dituangkan kepada lambang-
lambang auditif, baik verbal (kata-kata dan bahasa lisan) maupun nonverbal. Media audio
meliputi radio, alat perekam pita magnetik (tape recorder) piring hitam dan laboratorium bahasa”.

2) Media visual

Media visual ini adalah pesan yang disampaikan dituangkan ke dalam simbol-simbol kemunikasi
visual (menyangkut indra pengelihatan). Media visual ini meliputi: gambar/foto, sketsa, gambar,
kartun, poster, peta/globe, papan panel dan papan buletin.

3) Media audio visual

Media audio visual adalah media yang mempunyai unsur suara dan gambar. Jenis media ini
mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi kedua jenis media yang pertama dan
kedua, media ini dibagi kedalam dua bahagian:

a) Audiovisual diam

b) Audiovisual gerak.[29]

Evaluasi pembelajaran.
Guba dan Lincoln mendefenisikan yang dikutip Wina Sanjaya, evaluasi itu merupakan suatu
proses memberikan pertimbangan mengenai nilai dan arti sesuatu yang dipertimbangkan
(evaluand). Sesuatu yang dipertimbangkan itu bisa berupa orang, benda, kegiatan, keadaan, atau
sesuatu kesatuan tertentu.[30]

Evaluasi merupakan proses yang sangat penting dalam kegiatan pendidikan formal, karena bagi
guru evaluasi dapat menentukan efektivitas kinerja selama ini, sedang bagi pengembang
kurikulum evaluasi dapat memberikan informasi untuk memperbaiki kurikulum yang sedang
berjalan. Ada beberapa fungsi evaluasi, yaitu:

1) Evaluasi merupakan alat yang penting sebagai umpan balik bagi siswa. Melalui evaluasi
siswa akan mendapatkan informasi tentang efektivitas pembelajaran yang dilakukannya.

2) Evaluasi merupakan alat yang penting untuk mengetahui bagaimana ketercapaian siswa
dalam menguasai tujuan yang telah ditentukan.

3) Evaluasi dapat memberikan informasi untuk mengembangkan program kurikulum.

4) Informasi dari hasil evaluasi dapat digunakan oleh siswa secara individual dalam
mengambil keputusan, khususnya untuk menentukan masa depan sehubungan dengan pemilihan
bidang pekerjaan serta pengembangan karier.
5) Evaluasi berguna untuk para pengembang kurikulum khususnya dalam menentukan
kejelasan tujuan khusus yang ingin dicapai.

6) Evaluasi berfungsi sebagai umpan balik untuk semua pihak yang berkaitan dengan
pendidikan di sekolah.[31]
https://irpan1990.wordpress.com/2011/08/11/pendekatan-guru-dalam-proses-pembelajaran/
BAB II DASAR PENGEMBANGAN KURIKULUM
1. Pengertian
Pengertian Kurikulum, Fungsi, Tujuan dan Komponennya| Banyak para ahli yang mendefinisikan
pengertian kurikulum. Ada juga fungsi dan komponennya yang mungkin teman-teman belum
mengetahuinya. Dalam pengertian kurikulum. Secara umum, Pengertian kurikulum adalah seperangkat
atau sistem rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pembelajaran yang dipedomani dalam
aktivitas belajar mengajar. Secara etimologis, kurikulum berasal dari istilah curriculum dimana dalam
bahasa inggris, kurikulum adalah rencana pelajaran. Curriculum berasal dari bahasa latin
yaitu currere, kata currere memiliki banyak arti yaitu berlari cepat, maju dengan cepat, menjalani dan
berusaha untuk.

Dalam bahasa arab, kurikulum disebut dengan manhaj yang berarti jalan yang dilalui manusia pada
berbagai bidang kehidupan, dalam pengertian kurikulum pendidikan bahasa arab yang dikenal dengan
istilah manhaj al-dirasah yang jika dilihat artinya pada kamus tarbiyah adalah seperangkat perencanaan
dan media yang dijadikan sebagai acuan lembaga pendidikan untuk mewujudkan tujuan-tujuan
pendidikan. Dalam pengertian kurikulum, para ahli mengemukakan pendapatnya dalam memberikan
gambaran berupa definisi-definisi pengertian kurikulum seperti yang dapat dilihat dibawah ini...

Pengertian Kurikulum Menurut Definisi Para Ahli - Pengertian kurikulum menurut definisi Kerr, J.F
(1968) adalah semua pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan secara individu ataupun
berkelompok, baik disekolah maupun diluar sekolah. Pengertian kurikulum menurut definisi Inlow
(1966), mengemukakan pendapatnya bahwa pengertian kurikulum adalah usaha menyeluruh yang
dirancang khusus oleh pihak sekolah guna membimbing murid untuk memperoleh hasil dari pembelajaran
yang sudah ditentukan. Menurut definisi Neagley dan Evans (1967), pengertian kurikulum adalah semua
pengalaman yang telah dirancang oleh pihak sekolah. Menurut pendapat Beauchamp (1968), pengertian
kurikulum adalah dokumen tertulis yang kandungannya berisi mata pelajaran yang akan diajarkan kepada
peserta didik dengan melalui berbagai mata pelajaran, pilihan disiplin ilmu, rumusan masalah dalam
kehidupan sehari-hari. Pengertian kurikulum menurut definisi Good V.Carter (1973), mengemukakan
pendapatnya bahwa pengertian kurikulum adalah kumpulan kursus ataupun urutan pembelajaran yang
sistematik. Menurut UU No. 20 Tahun 2003, pengertian kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pembelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Pengertian
kurikulum menurut definisi Murray Print yang mengemukakan pendapatnya bahwa pengertian kurikulum
adalah sebuah ruang pembelajaran yang terencana, yang diberikan secara langsung kepada siswa oleh
sebuah lembaga pendidikan dan pengalaman yang dapat dinikmati oleh semua siswa pada saat kurikulum
diterapkan.

Dari Pengertian Kurikulum secara umum dan pengertian kurikulum menurut definisi para ahli dapat


disimpulkan bahwa dari penjelasan diatas tentang pengertian kurikulum sangatlah fundamental yang
menggambarkan fungsi kurikulum yang sesungguhnya dalam sebuah proses pendidikan. Dalam
perkembangannya, sejarah indonesia mengenai kurikulum telah berganti-ganti antara lain sebagai
berikut...

 Tahun 1947- Leer Plan (Rencana Pelajaran) 


 Tahun 1952 - Rencana Pelajaran Terurai 
 Tahun 1964 - Renthjana Pendidikan 
 Tahun 1968 - Kurikulum 1968
 Tahun 1975 - Kurikulum 1975
 Tahun 1984 - Kurikulum 1984
 Tahun 1994 - dan Kurikulum 1999 - Kurikulum 1994 dan Sublemen Kurikulum 1999
 Tahun 2004- Kurikulum Berbasis Kompetensi 
 Tahun 2006- Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 
 Tahun 2013- Kurikulum 2013. 

Fungsi Kurikulum - Kurikulum sebagai alat dalam pendidikan memiliki berbagai macam fungsi dalam
pendidikan yang sangat berperan dalam kegunannya. Fungsi Kurikulum adalah sebagai berikut...
Advertisement
 

 Fungsi Penyesuaian (the adjustive or adaptive function) : Kurikulum berfungsi sebagai


penyesuain adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi
dilingkungannya karna lingkungan bersifat dinamis artinya dapat berubah-ubah. 
 Fungsi Integrasi (the integrating function) : Kurikulum berfungsi sebagai penyesuain
mengandung makna bahwa kurikulum merupakan alat pendidikan yang mampu menghasilkan
pribadi-pribadi yang utut yang dapat dibutuhkan dan berintegrasi di masyarakat. 
 Fungsi Diferensiasi (the diferentiating function) : Kurikulum berfungsi sebagai diferensiansi
adalah sebagai alat yang memberikan pelayanan dari berbagai perbedaan disetiap siswa yang
harus dihargai dan dilayani. 
 Fungsi Persiapan (the propaeduetic function) : Kurikulum berfungsi sebagai persiapan yang
mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan mampu mempersiapkan siswa
kejenjang selanjutnya dan juga dapat mempersiapkan diri dapat hidup dalam masyarakat, jika
tidak melanjukan pendidikan.
 Fungsi Pemilihan (the selective function) : Kurikulum berfungsi sebagai pemilihan adalah
memberikan kesempatan bagi siswa untuk menentukan pilihan program belajar yang sesuai
dengan minat dan bakatnya. 
 Fungsi Diagnostik (the diagnostic function) : Kurikulum sebagai diagnostik mengandung makna
bahwa kurikulum adalah alat pendidikan yang mampu mengarahkan dan memahami potensi
siswa serta kelemahan dalam dirinya. Jika telah memahami potensi dan mengetahui
kelemahannya, maka diharapkan siswa dapat mengembangkan potensi dan memperbaiki
kelemahannya. 

Komponen Kurikulum - Kurikulum mempunyai 4 unsur komponen yang membentuk/penyusun


kurikulum. 4 Unsur komponen kurikulum adalah sebagai berikut... 
a. Komponen Tujuan 
Kurikulum merupakan suatu sistem pembelajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan karna berhasil
atau tidaknya sistem pembelajaran diukur dari banyaknya tujuan-tujuan yang tercapai. Tujuan pendidikan
menurut permendiknas No. 22 Tahun 2007 pada tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah adalah
sebagai berikut.. 

 Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia, dan keterampilan hidup mandiri serta mengikuti pendidikan selanjutnya.
 Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
akhlak mulia dan keterampilan hidup mandiri serta mengikuti pendidikan selanjutnya
 Tujuan pendidikan menengah kejurusan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia dan keterampilan hidup mandiri serta mengikuti pendidikan
selanjutnya sesuai kejurusan 
 Tujuan pendidikan institusional adalah tujuan pendidikan yang dikembangkan di kurikuler dalam
setiap mata pelajaran disekolah. 

b. Komponen Isi (Bahan pengajaran) 


Kurikulum dalam komponen isi adalah suatu yang diberikan kepada anak didik untuk bahan belajar
mengajar guna mencapai tujuan. Kurikulum memiliki kriteria yang membantu perencanaan pada
kurikulum. Kriteria kurikulum adalah sebagai berikut..

 Sesuai, tepat dan bermakna bagi perkembangan siswa


 Mencerminkan kenyataan sosial
 Mengandung pengetahuan ilmiah yang tahan uji
 Menunjang tercapainya tujuan pendidikan

c. Komponen Strategi 
Kurikulum sebagai komponen strategi yang merujuk pada pendekatan dan metode serta peralatan dalam
proses belajar mengajar. Strategi dalam pembelajaran tergambar dari cara yang ditempuh dalam
pembelajaran, mengadakan penilaian, pelaksanaan bimbingan dan mengatur kegiatan baik umum maupun
yang sifatnya khusus. Strategi Pelaksanaan adalah pengajaran, penilaian, bimbingan, dan penyeluhan
kegiatan sekolah. Tercapainya tujuan, ini diperlukan pelaksanaan yang baik dalam menghantarkan peserta
didik ke tujuan tersebut yang merupakan tolak ukur dari program pembelajaran (kurikulum).

d. Komponen Evaluasi 
Komponen evaluasi dalam kurikulum adalah memeriksa tingkat ketercapaian tujuan suatu kurikulum
dalam proses dan hasil belajar peserta didik yang memiliki peranan penting dalam memberikan keputusan
dari hasil evaluasi guna dalam pengembangan model kurikulum sehingga mampu mengetahui tingkat
keberhasilan suatu siswa dalam mencapai tujuannya.
http://www.artikelsiana.com/2015/02/pengertian-kurikulum-fungsi-komponen.html
2. Landasan pengembangan
Landasan Kurikulum
Posted on 22 Januari 2008 by AKHMAD SUDRAJAT 
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/22/landasan-kurikulum/

Oleh : Akhmad Sudrajat

Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan
pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka
penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan
landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam.
Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap
kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses
pengembangan manusia.
Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam
pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan
dan teknologi..Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas keempat landasan
tersebut.

1. Landasan Filosofis

Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat
Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme,
eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa
berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi
kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini
diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.

1. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada
warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang
memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada
kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih
berorientasi ke masa lalu.
2. Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan
keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika,
sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga
untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi
pada masa lalu.
3. Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna.
Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini
mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?
4. Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta
didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan
belajar peserta didik aktif.
5. Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme,
peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan
individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan
masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis,
memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar
dari pada proses.
Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari
terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme
memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat
rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum Interaksional.
Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu,
dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif
untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan
pendidikan. Meskipun demikian saat ini, pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya
mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan
pada filsafat rekonstruktivisme.

2. Landasan Psikologis

Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang
mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2) psikologi belajar.
Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan
perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan
perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya
yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang
perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-
teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.

Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori psikologi yang
mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati
mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi merupakan “karakteristik mendasar dari
seseorang yang merupakan hubungan kausal dengan referensi kriteria yang efektif dan atau penampilan
yang terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi“.

Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu :

1. motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan untuk
melakukan suatu aksi.
2. bawaan; yaitu karakteristik fisik yang merespons secara konsisten berbagai situasi atau informasi.
3. konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang;
4. pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang; dan
5. keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental.

Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan sumber daya manusia
atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan ciri-ciri
seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam serta
merupakan pusat kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih
mudah dikembangkan. Pelatihan merupakan hal tepat untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya,
kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit untuk dikenali dan dikembangkan.

Dalam konteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2002) menyoroti tentang aspek perbedaan
dan karakteristik peserta didik, Dikemukakannya, bahwa sedikitnya terdapat lima perbedaan dan
karakteristik peserta didik yang perlu diperhatikan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, yaitu : (1)
perbedaan tingkat kecerdasan; (2) perbedaan kreativitas; (3) perbedaan cacat fisik; (4) kebutuhan peserta
didik; dan (5) pertumbuhan dan perkembangan kognitif.

3. Landasan Sosial-Budaya

Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum
menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha
mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk
pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup,
bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.

Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam
lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan
segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.

Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi terasing dari
lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu
membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus
disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di
masyakarakat.

Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur
pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem
sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga
masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan
lainnya.

Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut
berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian
terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.

Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukmadinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia
mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang
akan datang.

Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan, merespons dan
berlandaskan pada perkembangan sosial – budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal,
nasional maupun global.

4.Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun
sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus
berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang
Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak
mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia bisa
menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada
pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang
pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.

Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah
berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini
terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara
nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal.

Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui
belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus
dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan
kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn)
dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif
terhadap ketidakpastian..

Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan
komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya
dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga
peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.

Sumber Bacaan:
 Daeng Sudirwo. 2002 Otonomi Perguruan Tinggi Hubungannya dengan Otonomi Daerah. Manajerial.
Vol .01. No1:72-79
 Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi Bahan Kajian; Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.
 ________. 2003. Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif; Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang
 ________. 2003. Penilaian Kelas; Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta:
Puskur Balitbang.
 E. Mulyasa.2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep; Karakteristik dan Implementasi.
Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
 _________. 2004. Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi; Panduan Pembelajaran KBK.
Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
 _________. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya
 Nana Syaodih Sukmadinata. 1997. Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek. Bandung: P.T.
Remaja Rosdakarya.
Permendiknas No. 22, 23 dan 24 Tahun 2007
 Tim Pengembang MKDK Kurikulum dan Pembelajaran.2002. Kurikulum dan
Pembelajaran. Bandung : Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan
UPI.
 Uyoh Sadulloh.1994. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: P.T. Media Iptek

3. Komponen
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195705101985031-
ENDANG_RUSYANI/Landasan_Pengembangan_Kurikulum.pdf
4. Prinsip
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._KURIKULUM_DAN_TEK._PENDIDIKAN/
196610191991021-RUDI_SUSILANA/KP3-PRINSIP_PENGKUR.pdf
PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM
Posted on December 18, 2012 by bellamyfajar
Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar
yang disediakan bagi siswa disekolah. Agar kurikulum dapat berfungsi sebagai pedoman,
maka ada sejumlah prinsip dalam proses pengembangannya.

A. Prinsip-Prisip Umum
Ada beberapa prinsip umum dalam pengembangan kurikulum, yaitu:

1. Prinsip Relevansi
Pengalaman-pengalaman belajar yang disusun dalam kurikulum harus relevan dengan
kebutuhan masyarakat, inilah yang disebut dengan prinsip relevansi. Ada dua macam
relevansi, yaitu relevansi internal dan relevansi eksternal. Relevansi internal adalah bahwa
setiap kurikulum harus memiliki keserasian antara komponen-komponennya, yaitu keserasian
antara tujuan yang harusa dicapai, isi, materi atau pengalaman belajar yang harus dimiliki
siswa, strategi atau metode yang digunakan serta alat penilaian untuk melihat ketercapaian
tujuan.

Relevansi eksternal berkaitan dengan keserasian antara tujuan, isi dan proses belajar siswa
yang tercakup dalam kurikulim dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Ada tiga macam
relevansi eksternal dala pengembangan kurikulum: pertama, relevan dengan lingkungan
hidup peserta didik. Kedua, relevan dengan perkembangan zamanbaik sekarang maupun yang
akan datang. Ketiga, relevan dengan tuntutan dunia pekerjaan.

2. Prinsip Fleksibilitas
Kurikulum harus bersifat lentur atau fleksibel. Artinya, kurikulum itu harus dilaksanakan
sesuai dengan kondisi yang ada, karena kurikulum yang kaku atau tidak fleksibel akan sulit
diterapkan. Prinsip fleksibilitas memiliki dua sisi: pertama, fleksibel bagi guru, yang artinya
kurikulum harus memberikan ruang gerak bagi guru untuk engembangkan program
pengajarannya sesuai dengan kondisi yang ada. Kedua, fleksibel bagi siswa, artinya
kurikulum harus menyediakan berbagai kemungkinan program pilihan sesuai dengan bakat
dan minat siswa.

3. Prinsip kontinuitasi
Prinsip kontinuitas artinya berkesinambungan antara materi pelajaran pada berbagai jnjang
dan jenis program pendidikan. Perkembangan dan proses belajar anak berlangsung secara
berkesinambungan, tidak terputus-putus, atau berhenti-henti. Oleh karena itu, pengalaman
belajar yang disediakan kurikulum juga hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat
kelas, dengan kelas lainnya, antara satu jenjang pendidikan dengan jenjang lainnya, juga
antara jenjang pendidikan dan pekerjaan. Pengembangan kurikulum perlu dilakukan
serempak bersama-sama, perlu ada komunikasi dan kerja sama antara para pengembang
kurikulum sekolah dasar dengan SMTP, SMTA, dan perguruan tinggi.
4. Efektifitas
Walaupun kurikulum tersebut harus murah dan sederhana, tetapi keberhasilannya tetap harus
diperhatikan. Keberhasilan pelaksanaan kurikulum ini baik secara kuantitas maupun kualitas.
Pengembangan suatu kurikulum tidak dapat dilepaskan dan merupakan penjabaran dari
perencanaan pendidikan. Perencanaan dibidang pendidikan juga merupakan bagian yang
dijabarkan dari kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dibidang pendidikan. Keberhasilan
kurikulum akan mempengaruhi keberhasilan pendidikan.

5. Efisiensi
Prinsip efisiensi berhubungan dengan perbandingan antara tenaga, waktu, suara, dan biaya
yang dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh. Kurikulum dikatakan memiliki tingkat
efisiensi yang tinggi apabila dengan sarana, biaya yang minimal dan waktu yang terbatas
dapat memperoleh hasil yang maksimal. Betapapun bagus dan idealnya suatu kurikulum,
manakala menuntut peralatan, sarana dan prasarana yang khusus serta mahal pula harganya,
maka kurikulum itu tidak praktis dan sukar untuk dilaksanakan.

B. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebuatuhan, dan kepentingan Peserta didik,


dan lingkungannya.
KTSP memiliki prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan
potensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertaggung
jawab.

2. Beragam dan terpadu.


Pengembangan kurikulum memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi
daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap
perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, social, ekonomi, dan gender.

3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.


Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pnengetahuan, teknologi, dan
seni berkembang secara dinamis.

4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan.


Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan untuk
menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan.

5. Menyeluruh dan berkesinambungan.


Subtansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan
mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara brkesinambungan antarsemua jenjang
pendidikan.

6. Belajar sepanjang hayat.


Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan
peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.

7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.


Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan
daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Disamping itu KTSP juga harus memperhatikan priransip-prinsip pelaksanaan, diantaranya:

1. Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia.


Pembentukan keimanan, ketakwaan serta akhlak mulia harus menjadi dasar dalam
pengembangan kurikulum.

2. Pengembangan potensi, kecerdasan dan minat sesuai dengan tingakat


perkembangan dan kemampuan peserta didik.
Kurikulum disusun agar mampu mengembangkan potensi, minat, keserdasan intelektual,
emosional, kemampuan sesuai dengan tahap perkembangannya.

3. Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan.


Kurikulum harus dapat memuat perbedaan dan keragaman setiap daerah.

4. Tuntutan pengembangan daerah dan nasional.


Walaupun KTSP disusun sesuai dengan karakteristik daerah, akan tetapi tidak boleh terlepas
dari semangat kesatuan dan persatuan nasional.

5. Tuntutan dunia kerja.


Kurikulum harus dapat mempersiapkan peserta didik agar mampu brsaing dalam dunia kerja.

6. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan seni.


Isi kurikulum harus ditinjau dan disempurnakan secara terus menerus, agar sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

7. Agama.
Kurikulum harus dikembangkan agar peserta didik dapat menghormati dan toleran terhadap
setiap agamayang dipeluknya.

8. Dinamika perkembangan global.


Kurikulum harus dikembangkan agar peserta didik mampu bersaing secara global dan dapat
berdampingan dengan bangsa lain.

9. Persatuan dan nilai-nilai kebangsaan.


Kurikulum harus dapat mendorong agar peserta didik memiliki wawasan dan sikap
kebangsaan yang kuat sehingga terciptanya persatuan nasional yang dapat memperkukuh
kesatuan bangsa dalam Negara kesatuan RI.

10. Kondisi social budaya masyarakat setempat.


Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan keragaman social budaya masing-masing
daerah serta dapat melestarikannya sebagai kekayaan bangsa.

11. Kesetaraan gender.


Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan rasa keadilan setiap individu dengan
tidak mengotak-ngotakan dalam kelompok tertentu.

12. Karakteristik satuan pendidikan.


Setiap satuan pendidikan memiliki visi dan misi yang berbeda. Pengembangan kurikulum
harus sesuai dan dapat mengembangkan visi dan misi sekolah.
Prinsip Pengembangan Kurikulum
Posted on 31 Januari 2008 by AKHMAD SUDRAJAT 
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/31/prinsip-pengembangan-kurikulum/
Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya
mencakup: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal
membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk
menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan Kurikulum atau
biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam
tindakan operasional. Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk
menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah
direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri. Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya
melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan
banyak orang, seperti : politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur – unsur masyarakat
lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.
Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan
kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat
menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru
menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu
lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum
yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip
yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum.
Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan
kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok : (1) prinsip – prinsip umum : relevansi, fleksibilitas,
kontinuitas, praktis, dan efektivitas; (2) prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan
pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan
proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip
berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian. Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002)
mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu 
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/aris-fajar-pambudi-mor/prinsip-
pengembangan-kurikulum.pdf
http://nisamuktiana.blogs.uny.ac.id/wp-content/uploads/sites/2010/2015/10/
nisamukti_Landasan-dan-Prinsip-Pengembangan-Kurikulum.pdf
BAB III
1. Pengertian
Pengertian Hakikat Belajar Menurut Para Ahli dan Hakekat Pembelajaran Menurut Para Ahli

 Penulis FGD Football 2

HTTP://WWW.KARYATULISKU.COM/2017/10/HAKIKAT-BELAJAR-HAKIKAT-

PEMBELAJARAN-HASIL-BELAJAR.HTML

A. Hakikat Belajar

Hakikat Belajar

Manusia memiliki kemampuan untuk selalu mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Kemampuan
manusia semakin bertambah dengan banyaknya pengalaman yang didapat. Belajar merupakan proses di
mana manusia mencari pengalaman untuk terus bertahan hidup. Menurut Burton (1984) dalam Siregar
(2014: 4), “belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada diri individu karena adanya interaksi antara
individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya”.
Gagne dan Berliner (1983: 252) dalam Rifa’i (2011: 82) menyatakan bahwa belajar merupakan proses
dimana suatu organisme mengubah perilakunya sebagai hasil dari pengalaman.

Fontana (1981) dalam Winataputra (2007: 1.8) berpendapat bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan
yang relatif tetap dalam perilaku individu sebagai hasil dari pengalaman. Seperti Fontana, Gagne (1985)
dalam Winataputra (2007: 1.8) juga menyatakan bahwa “belajar adalah suatu perubahan dalam
kemampuan yang bertahan lama dan bukan berasal dari proses pertumbuhan”.
Slameto (2010: 2) menyampaikan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Definisi tersebut menekankan bahwa belajar adalah
sebuah proses, artinya belajar tidak dilakukan secara singkat melainkan terus menerus (continu). Belajar
adalah usaha, yang dilakukan oleh individu untuk menjadi lebih baik, dan merupakan hasil dari perilaku
sebelumnya yang berupa pengalaman.

Sementara Surya (1997) dalam Rusman (2015: 13), menjelasakan bahwa belajar sebagai suatu proses
yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan prilaku secara keseluruhan, sebagai hasil dari
pengalaman pribadi itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Suraya menjelaskan bahwa belajar
adalah proses, artinya bahwa belajar adalah hasil dari sebuah tindakan yang dilakukan atau tidak tiba-tiba
berubah. Lebih lanjut belajar itu merupakan suatu tindakan yang disengaja. Tindakan yang disengaja itu
adalah untuk mencapai perubahan yang bertujuan. Rusman (2015: 12) berpendapat bahwa belajar
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan
perilaku individu. Pendapat tersebut menempatkan belajar sebagai faktor dalam pembentukan karakter
dan perilaku. Pembentukan pribadi dan prilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh kegiatan belajarnya,
misal dia tidak dapat belajar dengan baik, maka akan menghasilkan pembentukan pribadi dan prilaku
tidak baik begitupun sebaliknya.

Howard L. Kingskey dalam Rusman (2015: 13) mengatakan bahwa learning is process by which behavior
(in the broader sence) os originated or changed through practice or traning. Belajar adalah proses yang
mana perilaku (dalam arti luas)  ditimbulkan atau diubah melalui praktik atau latihan. Pendapat tersebut
hampir sama dengan pendapat dari Surya yang menjelaskan bahwa belajar merupakan hasil dari proses.
Proses yang dimaksud oleh Howard L kingkey berupa latihn atau praktik. Selanjutnya berdasarkan
pendapat ahli diatas, hal yang paling utama dalam belajar adalah terjadinya perubahan prilaku. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses secara sadar yang dilakukan untuk mencapai tujuan,
belajar ditandai dengan adanya perubahan perilaku secara menyeluruh yang diakibatkan oleh interaksi
secara individu maupun secara kelompok.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku
individu sebagai akibat dari pengalaman yang berupa interaksi dengan lingkungan sekitar. Melihat dari
berbagai pendapat ahli, Rifa’i (2011: 82-83) menyebutkan bahwa konsep belajar mengandung tiga unsur
utama yaitu:
1. Belajar berkaitan dengan perubahan perilaku.

Dalam kegiatan belajar di sekolah, perubahan perilaku siswa mengacu pada kemampuan mengingat atau
menguasai berbagai bahan belajar dan kecenderungan siswa memiliki sikap dan nilai-nilai yang diajarkan
oleh pendidik. Untuk mengukur apakah seseorang telah belajar atau belum belajar, diperlukan adanya
perbandingan antara perilaku sebelum dan setelah mengalami kegiatan belajar. Apabila terjadi perbedaan
perilaku, maka dapat disimpulkan bahwa itu telah belajar.

2. Perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses pengalaman.

Pengalaman dapat membatasi jenis-jenis perubahan perilaku yang dipandang mencerminkan belajar.
Perubahan perilaku karena pertumbuhan dan kematangan fisik, seperti tinggi badan, berat badan, dan
kekuatan fisik, tidak dipandang sebagai hasil belajar. Kematangan pada diri seseorang berkaitan dengan
pertumbuhan dan perkembangan fisik, dan kematangan itu menjadi prasyarat untuk belajar.

3. Perubahan perilaku karena belajar bersifat relatif permanen.

Seseorang yang mampu memahami proses belajar dan menerapkan pengetahuan yang diperoleh dari
belajar pada kehidupan nyata, maka ia akan mampu menjelaskan segala sesuatu yang ada di
lingkungannya. Belajar mengacu pada perubahan perilaku yang terjadi sebagai akibat dari interaksi antara
individu dengan lingkungannya. Apa yang dipelajari seseorang dapat diuraikan dan disimpulkan dari
perubahan yang terjadi.

Perubahan perilaku pada setiap individu berbeda-beda bergantung dari pengalaman yang mereka
dapatkan. Pengalaman yang bermakna akan membentuk perilaku yang jauh lebih kuat. Sama halnya
dengan proses belajar pada siswa, ketika proses belajar kurang bermakna akan mengakibatkan perubahan
perilaku yang terjadi bersifat sementara. Karenanya dibutuhkan proses pembelajaran yang variatif yang
mampu memberikan kesempatan bagi siswa untuk bertanya, mencari dan mencoba sendiri apa yang
sedang mereka pelajari. Kegiatan semacam ini memberi kesan tersendiri bagi siswa sebagai hal yang
menarik dan tidak membosankan yang berujung pada kebermaknaan sebuah pembelajaran. Dengan
demikian, perubahan perilaku sebagai hasil proses belajar akan maksimal.

Ciri - Ciri Belajar


Menurut Surya (1997) dalam Rusman (2015 :14) ada delapan ciri-ciri dari perubahan perilaku, yaitu: 1)
perubahan yang disadari dan disengaja, 2) perubahan yang berkesinambungan, 3) perubahan yang
fungsional, 4) perubahan yang bersifat positif, 5) perubahan yang bersifat aktif, 6) perubahan yang
bersifat permanen, 7) perubahan yang bertujuan dan terarah, 8) perubahan perilaku secara keseluruhan.

Perubahan yang disadari atau disengaja artinya adalah bahwa perubahan merupakan hasil dari sebuah
pemikiran. Perubahan dilakukan tanpa adanya paksaan dan terjadi atas dasar keinginan. Perubahan
berkesinambungan artinya bahwa perubahan yang terjadi merupakan kelanjutan dari pengetahuan atau
hasil dari perubahan sebelumnya. Perubahan yang fungsional artinya bahwa perubahan yang baik,
perubahan yang baik dimaksudkan bahwa perubahan yang terjadi akibat dari belajar adalah perubahan
yang dapat berfungsi untuk hal hal yang bersifat positif. Perubahan yang bersifat aktif artinya adalah
perubahan tersebut merupakan hasil dari perbuatan yang dilakukan, bukan karena sebuah perlakuan dari
luar. Perubahan bersifat permanen diartikan sebagai perubahan yang berlangsung lama, dan tetap.
Perubahan tersebut bukan yang bersifat sementara. Perubahan yang terarah artinya perubahan tersebut
sudah direncanakan sedemikian rupa atau diartikan lagi sebaai sebuah perubahan yang disadari. Dan
perubahan perilaku secara keseluruhan mempunyai arti bahwa perubahan yang terjadi secara menyeluruh
tidak bagian per bagian.

Sedangkan menurut Slameto (2010: 3) menyampaikan bahwa ciri-ciri dari perubahan tingkah laku dalam
pengertian belajar, yaitu: 1) perubahan terjadi secara sadar, 2) perubahan dalam belajar bersifat kontinu
dan fungsional, 3) perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif, 4) perubahan dalam belajar bukan
bersifat sementara, 5) perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah, 6) perubahan mencakup seluruh
aspek tingkah laku.

B. Hakikat Pembelajaran
Hakikat Pembelajaran

Kata pembelajaran diambil dari kata dasar “ajar” ditambah awalan “pe” dan akhiran “an” menjadi kata
“pembelajaran”, diartikan sebagai proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan sehingga anak didik
mau belajar (Susanto 2013: 19). Pembelajaran menurut Briggs (1992) dalam Rifa’i (2011:191) adalah
“seperangkat peristiwa (events) yang mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga peserta didik
itu memperoleh kemudahan”. Seperangkat peristiwa itu membangun suatu pembelajaran yang bersifat
internal jika peserta didik  melakukan  self  instruction  dan  bersifat  eksternal  dengan  guru 
sebagai pendidik. Sedangkan menurut Winkel (1991) dalam Siregar (2014:12),“pembelajaran  adalah 
seperangkat tindakan  yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan
kejadian-kejadian ekstrim yang berperan terhadap rangkaian kejadian-kejadian intern yang berlangsung
dialami siswa”.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang
dengan sengaja dirancang untuk memudahkan siswa dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya
secara maksimal.

Pembelajaran pada dasarnya bertujuan untuk mengarahkan bagaimana siswa berperilaku. Perilaku yang
ditunjukan siswa harus sesuai dengan apa yang telah dirumuskan dalam tujuan sebagai hasil dari
pembelajaran. Hasil belajar akan diperoleh secara maksimal ketika pembelajaran tersebut memberi makna
bagi siswa. Untuk itu, kreativitas guru dalam proses pembelajaran sangat diperlukan. Gagne (1977) dalam
Siregar (2014: 16-17) mengemukakan ada 9 prinsip yang dapat dilakukan guru dalam melaksanakan
pembelajaran, sebagai berikut:

 Menarik perhatian yaitu hal yang menimbulkan minat siswa dengan mengemukakan sesuatu yang
lucu, aneh, kontradiksi atau kompleks.

 Menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu memberitahukan kemampuan yang harus dikuasai siswa
setelah selesai mengikuti pelajaran.

 Mengingatkan konsep/prinsip yang telah dipelajari.

 Menyampaikan materi pelajaran.

 Memberikan bimbingan belajar yaitu melalui pertanyaan-pertanyaan.

 Memperoleh kinerja/penampilan siswa yaitu siswa diminta untuk menunjukan apa yang telah
dipelajari.

 Memberikan balikan yaitu memberitahu seberapa jauh ketepatan penampilan siswa.

 Menilai hasil belajar yaitu memberikan tes / tugas.

 Memperkuat retensi dan transfer belajar yaitu merangsang kemampuan mengingat-ingat dan
mentransfer dengan memberikan rangkuman.

Ketika guru mampu melaksanakan pembelajaran sesuai prinsip yang ada, diharapkan akan tercipta
pembelajaran yang bervariasi. Pembelajaran yang menarik akan mampu menarik minat belajar siswa yang
akan diiringi dengan hasil belajar yang meksimal.

C. Hasil Belajar

 
Hasil Belajar

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:3) hasil belajar merupakan  hasil dari suatu interaksi tindak belajar
dan tindak mengajar. Pendapat tersebut menekankan bahwa hasil belajar berasal dari suatu interaksi.
Interaksi adalah komunikasi anatar guru dan peserta didik. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri
dengan proses evaluasi hasil belajar.

Sedangkan menurut Suprijono (2009:5) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-
pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan ketrampilan. Hal ini berarti hasil belajar merupakan cerminan
siswa pada saat melakukan proses pembelajaran. Cerminan ini merupakan akibat dari terjadinya suatu
proses interaksi anatar guru dan murid yang disebut dengan proses pembelajaran.

Kegiatan pembelajaran dilandasi oleh sebuah tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Ketercapaian
tujuan pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar yang telah diperoleh siswa. Rifa’i (2011: 85)
mengatakan “hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami
kegiatan belajar”. Sejalan dengan pernyataan Rifa’i, Susanto (2013: 5) mengemukakan bahwa “hasil
belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar”. Gagne dalam Purwanto
(2014: 42) menambahkan bahwa “hasil belajar adalah terbentuknya konsep, yaitu kategori yang kita
berikan pada stimulus yang ada di lingkungan yang menyediakan skema yang terorganisasi untuk
mengasimilasi stimulus-stimulus baru dan menentukan hubungan di dalam dan diantara kategori-
kategori”.

Hasil belajar harus menunjukan suatu perubahaan tingkah laku atau perolehan perilaku yang baru dari
siswa yang bersifat menetap, fungsional, positif dan disadari (Anitah 2009: 2.19). Gagne dalam Suprijono
(2012: 5-6) mengemukakan bahwa hasil belajar berupa: (1) informasi verbal, yaitu kapabilitas
mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis; (2) keterampilan
intelektual, yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang; (3) strategi kognitif, yaitu
kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri; (4) keterampilan motorik, yaitu
kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud
otomatisme gerak jasmani; (5) sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan
penilaian terhadap objek tersebut.

Keberhasilan siswa dalam mencapai hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor. Wasliman (2007)
dalam Susanto (2013: 12-13) menyebutkan bahwa hasil belajar yang dicapai peserta didik merupakan
hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya, faktor tersebut yaitu:

 Faktor internal: merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang
mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi: kecerdasan, minat dan
perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar serta kondisi fisik dan kesehatan.

 Faktor eksternal: merupakan faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang mempengaruhi
hasil belajar yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.

Berdasarkan penjelasan  di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil  belajar merupakan  perubahan  perilaku 
siswa  sebagai  akibat  dari  proses  belajar  yang dipengaruhi oleh faktor dalam dirinya maupun dari luar.
Perubahan perilaku pada siswa haruslah bersifat menyeluruh menyangkut semua aspek. Oleh karena itu,
guru harus memperhatikan secara seksama supaya perilaku tersebut dapat dicapai sepenuhnya oleh siswa.
Guru merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Susanto (2013: 13)
menjelaskan bahwa peran guru dalam proses pembelajaran sangat penting. Sebab, siswa merupakan
organisme yang sedang berkembang yang memerlukan bimbingan dan bantuan orang dewasa. Guru harus
mampu melihat siswanya sebagai pribadi yang berbeda-beda, di mana kebutuhan setiap siswa akan
berbeda dengan siswa lain. Perlakuan yang tepat oleh guru akan membantu siswa dalam memperoleh
hasil belajar yang maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Siregar, Eveline dan Hartini Nara. 2014. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.

Rifa’i, Achmad dan Catharina Tri Anni. 2011. Psikologi Pendidikan. Semarang: UNNES Press.
Purwanto. 2014. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suprijono, Agus. 2012. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Susanto,  Ahmad.  2013.  Teori  Belajar  dan  Pembelajaran  di  Sekolah  Dasar. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Winataputra, Udin S dkk. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.
Slameto. 2010. Belajar & Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta
Rusman. 2013. Model-model pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning: Teori & Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

http://eprints.umk.ac.id/1794/3/BAB_II.pdf
2. Teori

10 Macam – macam Teori Belajar Dalam Psikologi


Sponsors Link
Dalam suatu lingkungan pendidikan, terjadi proses interaksi antara guru dan siswa, juga antara siswa
dengan siswa lainnya pada kegiatan belajar kelompok. Sebuah proses pembelajaran akan terjadi ketika
interaksi tersebut berlangsung.

ads
Secara umum, pembelajaran akan didefinisikan sebagai suatu proses yang menyatukan kognitif,
emosional dan pengaruh lingkungan serta pengalaman untuk memperoleh, meningkatkan, atau membuat
perubahan. Sebagai suatu proses, fokusnya ada pada apa yang terjadi ketika kegiatan belajar sedang
berlangsung. Sedangkan teori – teori belajar merupakan penjelasan mengenai apa yang terjadi pada
proses belajar tersebut.

Teori belajar adalah upaya yang disusun untuk memberikan gambaran akan bagaimana manusia
mempelajari sesuatu sehingga didapatkan pemahaman mengenai proses pembelajaran yang kompleks dan
inheren. Perbuatan belajar akan menimbulkan perubahan pada beberapa aspek kehidupan seseorang,
maka para ahli berusaha memberikan rumusan mengenai pengertian belajar, yang sampai kepada
kesimpulan umum bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan dalam tingkah laku yang dapat
mengarah kepada baik dan buruk.

Belajar adalah suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan pengalaman sehingga mendapatkan
kecakapan atau keterampilan baru yang dapat digunakan dalam waktu yang relatif lama. Perubahan
tingkah laku karena belajar meliputi berbagai aspek dari kepribadian, fisik ataupun psikis. Macam –
macam teori belajar dalam psikologi adalah:

1. Teori belajar behavioristik


ini adalah sebuah teori yang berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Agar perilaku yang
diinginkan dapat menjadi kebiasaan, diperlukan penggunaan pengulangan dan pelatihan. Penerapan teori
behavioristik mengharapkan hasil berupa terbentuknya perilaku yang diinginkan. Penguatan positif akan
diberikan pada perilaku yang diinginkan dan sebaliknya perilaku yang tidak atau kurang sesuai akan
mendapatkan penilaian atau penghargaan negatif.
Teori ini dicetuskan oleh Gage dan Berliner mengenai perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman menggunakan model stimulus – respon. Orang yang belajar diposisikan sebagai individu
yang pasif dan menggunakan metode pelatihan untuk memicu respon atau perilaku tertentu. Evaluasi dan
penilaian pada teori behavioristik akan didasarkan pada perilaku yang tampak. Guru tidak akan banyak
memberikan ceramah, namun akan memberikan instruksi singkat yang diikuti dengan pemberian contoh
melalui simulasi atau dari guru sendiri.

2.Teori belajar kognitif

Menurut  , proses belajar akan berjalan dengan baik apabila materi pelajaran yang diberikan secara
berkesinambungan dan beradaptasi dengan tepat dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa
sebelumnya. Dalam teori ini, ilmu pengetahuan tersebut akan dibangun dalam diri seseorang melalui
proses interaksi yang berhubungan dan berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan
sepotong – sepotong melainkan bersambung dan menyeluruh. Guru bukanlah sumber pembelajaran utama
dan bukan kepatuhan siswa yang akan dituntut dalam teori ini , melainkan refleksi mengenai apa yang
dilakukan siswa mengenai yang diperintahkan dan dilakukan oleh guru.

Evaluasi dalam teori belajar ini bukanlah bertumpu pada hasil namun pada seberapa sukses siswa
mengorganisasi pengalaman belajar yang didapatnya. Peneliti yang mengembangkan macam – macam
teori belajar dalam psikologi berupa teori belajar kognitif yaitu Ausubel, Bruner dan Gagne.

Masing – masing peneliti menekankan pada aspek yang berbeda. Ausubel menekankan aspek pengelolaan
atau organizer yang merupakan pengaruh utama terhadap belajar. Bruner memfokuskan pada
pengelompokan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban bagaimana peserta didik dapat
memperoleh informasi dari lingkungan.

Sponsors Link

3. Teori belajar humanistik

Tujuan dari proses belajar adalah untuk memanusiakan manusia itu sendiri. Proses belajar akan dianggap
berhasil ketika pelajar telah dapat memahami lingkungannya serta dirinya sendiri, dan berusaha untuk
mencapai aktualisasi diri dengan sebaik – baiknya. Teori ini akan mengambil sudut pandang dari pelaku
belajar dan bukan dari pengamat. Guru berperan sebagai fasilitator untuk memberikan motivasi dan
kesadaran mengenai makna kehidupan pada siswa. Pelaku utama dalam teori ini adalah siswa yang dapat
memaknai proses pengalaman belajarnya dengan sendirinya.

Karena itu, faktor emosional dan pengalaman emosional siswa sangat penting dalam peristiwa
pembelajaran sebab tanpa adanya motivasi dan keinginan dari pihak siswa maka asimilasi pengetahuan
baru ke dalam kognitif yang dimiliki siswa  tidak akan terjadi.

Teori ini menyatakan bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan asalkan bertujuan untuk
memanusiakan manusia agar dapat mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri pelajar
secara optimal. Teori ini merangkum dan memanfaatkan kelebihan serta kekurangan berbagai teori
belajar untuk mencapai tujuannya.
4. Teori Belajar Konstruktivistik

Satu lagi teori belajar dalam psikologi adalah teori belajar konstruktivistik yang menyatakan bahwa
permasalahan dimunculkan dari pancingan secara internal, dan muncul karena terbangun berdasarkan
pengetahuan yang direkonstruksi sendiri oleh para siswa sedikit demi sedikit, dan hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas dan tidak datang secara tiba – tiba.

ads
Dalam teori ini sangat dipercaya bahwa siswa mampu mencari sendiri masalahnya, menyusun
pengetahuannya sendiri melalui kemampuannya berpikir dan tantangan yang dihadapi oleh para siswa,
dapat menyelesaikan dan membuat konsep mengenai keseluruhan pengalaman yang berupa kenyataan
dan teori dalam satu bangunan yang utuh.
Teori ini diartikan sebagai upaya untuk membangun susunan hidup yang berbudaya modern. Pengetahuan
tidak dianggap sebagai seperangkat fakta, konsep ataupun kaidah yang sudah siap untuk diambil dan
diingat begitu saja melainkan harus direkonstruksi oleh manusia dan diberi makna yang didapat melalui
pengalaman yang nyata.

Siswa akan lebih paham dengan teori ini karena terlibat langsung dalam membina pengetahuan baru dan
akan mampu mengaplikasikan dalam semua situasi. Jika siswa terlibat dalam knsep belajar secara
langsung maka mereka akan dapat mengingat informasi dan konsep lebih lama.

5. Teori Belajar Gestalt

Kata Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang artinya ‘bentuk atau konfigurasi’. Merupakan teori belajar
menurut para ahli , teori gestalt menyatakan bahwa seseorang memperoleh pengetahuan melalui sensasi
atau informasi dengan melihat struktur secara menyeluruh lalu untuk menyusunnya lagi dalam struktur
yang lebih berbentuk sederhana sehingga struktur tersebut akan lebih mudah dipahami.

Kemudian, pokok dari pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau suatu peristiwa dipandang sebagai
keseluruhan yang terorganisasi.

6. Teori Belajar Kecerdasan Ganda

Kecerdasan merupakan suatu kemampuan untuk memecahkan masalah atau menghasilkan sesuatu hal
yang dibutuhkan dalam suatu latar budaya tertentu. Orang dikatakan cerdas apabila ia mampu
memecahkan masalah yang dihadapi dalam hidupnya dan menghasilkan sesuatu yang berguna dalam
hidupnya dan orang lain.

Hasil penelitian dari Howard Gardner mengenai kecerdasan ganda menunjukkan bahwa tidak ada
kegiatan manusia satupun yang hanya menggunakan satu macam kecerdasan saja melainkan
menggunakan seluru kecerdasan yang dimiliki manusia yang bekerja sama sebagai kesatuan yang utuh
dan terpadu, yang komposisinya berbeda pada masing –  masing orang. Kecerdasan lainnya akan
dikontrol oleh kecerdasan yang paling menonjol dalam memecahkan suatu masalah.

7. Teori Belajar Sosial


Pokok dari teori belajar sosial adalah bahwa manusia belajar melalui pengamatan yang dilihatnya
terhadap perilaku orang lain. Pakar yang banyak melakukan riset tentang teori belajar sosial adalah Albert
Bandura dan Bernard Weiner.

Teori ini merupakan perluasan dari teori konstruktivisme yang memperluas fokusnya dari pembelajaran
individual kepada pembelajaran kolaboratif dan sosial. Anak – anak dan orang dewasa akan belajar
banyak dari melakukan pengamatan dan imitasi ini. Bahkan, tipe belajar ini memainkan peranan yang
penting dalam cara membentuk karakter anak usia dini dan juga dalam tahap perkembangan anak.

8. Teori  Belajar Van Hiele

Van Hiele adalah seorang guru berkebangsaan Belanda yang meneliti aspek pembelajaran dalam
pelajaran geometri, dan menemukan bahwa ada tahap – tahap perkembangan mental anak dalam
mempelajari geometri.

Kesimpulan dari beberapa penelitian yang dilakukannya melahirkan beberapa kesimpulan yang berkaitan
denga tahap – tahap perkembangan kognitif anak dalam memahami pelajaran geometri. Lima tahap
pengenalan geometri menurut Van Hiele yaitu pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi dan akurasi.

9. Teori Belajar Revolusi Sosiokultural

Arah dari pembahasan teori belajar ini adalah lepada dua teori belajar menurut para ahli yaitu teori
Piagetin dan teori Vygotsky. Menurut Piaget, perkembangan kognitif adalah suatu proses yang didasarkan
atas mekanisme biologis dalam perkembangan syaraf seseorang, dan demikian kegiatan belajar akan
terjadi seiring dengan pola tahap perkembangan tertentu sesuai dengan usia seseorang.

Sedangkan Vygotsky menyatakan bahwa untuk mengerti pikiran seseorang maka diperlukan pengetahuan
mengenai latar sosial budaya dan sejarah kehidupannya. Yang berarti bahwa untuk memahami pikiran
seseorang bukan dengan cara meneliti apa yang ada pada otak atau jiwanya melainkan pada asal usul dari
tindakan yang dilakukannya secara sadar berdasarkan sejarah dan latar belakang kehidupannya.

10. Teori Belajar Sibernetik

Teori ini merupakan teori belajar yang relatif baru jika dibandingkan dengan teori – teori lainnya. Belajar
adalah pengolahan informasi, begitulah yang dinyatakan oleh teori ini. Yang lebih penting dari proses
belajar adalah sistem informasi yang diproses dan dipelajari siswa.

Pendapat lain dari teori ini bahwa tidak ada satupun proses pembelajaran yang cocok digunakan dalam
segala situasi dan semua siswa, sebab bagaimana cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi.

Belajar adalah proses yang berlangsung tidak hanya di dalam kelas saja melainkan akan berlangsung
seumur hidup manusia. Manfaat psikologi pendidikan bagi guru atau pengajar sangat besar. Pentingnya
mengetahui dasar – dasar psikologi pendidikan bagi guru dan juga macam – macam teori belajar dalam
psikologi serta jenis – jenis metode pembelajaran akan berperan besar dalam menyampaikan materi
pembelajaran dan informasi yang harus diterima siswa serta untuk mempermudah mencapai tujuan
pembelajaran tersebut.

https://dosenpsikologi.com/macam-macam-teori-belajar-dalam-psikologi
Macam-macam Teori Belajar
Ada tiga kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori-teori belajar, yaitu: teori
belajar behaviorisme,  teori belajar kognitivisme, dan  teori belajar konstruktivisme.  Teori belajar
behaviorisme hanya berfokus pada aspek objektif diamati pembelajaran. Teori kognitif melihat
melampaui perilaku untuk menjelaskan pembelajaran berbasis otak. Dan pandangan konstruktivisme
belajar sebagai sebuah proses di mana pelajar aktif membangun atau membangun ide-ide baru atau
konsep.
1. Teori belajar Behaviorisme
Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar
yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang
dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar
sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
2. Teori  Belajar kognitivisme
Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang
yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik
memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian
menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini
menekankan pada bagaimana informasi diproses.

Baca juga :  Teori Pengembangan Kepribadian

Peneliti yang mengembangkan teori kognitif  ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti
ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan
(organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar.Bruner bekerja pada pengelompokkan atau
penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi
dari lingkungan.
3. Teori Belajar Konstruktivisme

Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan dapat diartikan Konstruktivisme
adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.

Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa


pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas dan tidak sekonyong-konyong.

Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.
Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari idea dan
membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam mebina pengetahuan
baru, mereka akan lebih pahamdan mampu mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selian itu siswa
terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep.
http://belajarpsikologi.com/macam-macam-teori-belajar/
Teori-teori Belajar Menurut Para Ahli
19 Oktober 2017 18:38 Diperbarui: 19 Oktober 2017 19:38 26368 1 0
Teori-teori Belajar Menurut Para Ahli
20170408-085146-59e88e8bc4af35392c444c82.jpg

Berbicara tentang sebuah teori banyak sekali yang mengartikan teori itu suatu pemahaman, ide-ide yang
sudah dibuktikan oleh ilmuan dan lain-lain. Bahwasanya Teori adalah seperangkat yang didalamnya
memuat tentang ide, konsep, prosedur dan prinsip yang terdiri dari satu atau lebih dan saling
berhubungan satu sama lainnya, teori itu sendiri dapat dipelajari, dianalisis dan diuji serta dibuktikan
kebenarannya.

Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk suatu perubahan dari
tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap benar, dari tidak terampil menjadi
terampil melakukan sesuatu. Belajar tidak hanya saja dilakukan dibangku Sekolah tetapi belajar dapat
dilakukan dimanapun dan kapapun, belajar tidak hanya memberi informasi atau menyampaikan informasi
tetapi dengan adanya belajar diharapkan individu tersebut memahami informasi yang akan disampaikan
begitu juga informasi yang diterimanya.

Aliran teori-teori belajar yang dipakari oleh psikolog, antara lain :

Teori Belajar Behavioristik : Yang berasal dari Behavior yang artinya tingkah laku. Semakin seseorang
diberikan penguatan dalam belajar, ia akan semakin menunjukkan tingkah laku yang sesuai dengan
informasi yang ia dapatkan. Bila teori behavioristik inidikaitkan dengan pembelajaran, tingkahlaku ini
merupakan wujud capaian atau hasil belajar. Teori behavioristik mulanya, teori belajar psikologi yang
muncul sejak 1940-an sampai sampai dengan awal 1950 dan John B. Watson dianggap sebagai pelapor.
Teori Belajar Kognitif : Yang berarti berfikir, arti dari kognitif itu sendiriadalah tindakan mengenal atau
memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi. Bila teori kognitif ini dikaitkan dengan pembelajaran,
dengan kognitif semua melibatkan pikiran karena dengan belajar individu tersebut sengan memikirkan
sesuatu untuk merubah tingkah laku yang terjadi, lebih menekankan pada perkembangan berfikir peserta
didik. Adapun ciri-ciri pembelajaran kognitif, antara lain sebagai berikut : Dalam proses pembelajaran
lebih menghendaki pada pengertian dari pada hafalan, hukuman dan ganjaran dan juga dalam
pembelajaran lebih menggunakan insting untuk memecahkan masalah. Teori kognitif memiliki banyak
kelompok aliran yang diplopori oleh para psikolog, diantaranya yaitu teori belajar Gestalt, teori belajar
Cognitive Field dan teori belajar Cognitive Developmental. Pakar teori Kognitif ini lebih terkenal yaitu
John Piaget dan Vigotsky.
Teori Belajar Humanistik : Human yang berarti manusia, teori ini adalah suatu teori dalam pembelajaran
yang mengedepankan bagaimana memanusiakan manusia. Dalam pembelajaran lebih mengutamakan
pengembangan potensi diri peserta didik, dalam teori ini belajar dianggap berhasil jika peserta didik
memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari
sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tokoh-tokoh Teori Belajar
Humanistik antara lain : Abraham maslow, Arthur Combs, Carl Ransom Rogers.
Teori Belajar Kontruktivistik : Kontruktif yang berarti bersifat membangun. Dalam pembelajaran pada
dasarnya pengetahuan atau informasi dibangun oleh peserta didik sedikit demi sedikit, yang hasilnya akan
diperoleh informasi secara utuh atau penuh. Pengetahuan memberi makna melalui pengalaman-
pengalaman yang nyata dan hanya bisa didaptkan dengan belajar. Dengan teori konstruktivisme siswa
dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari ide dan membuat keputusan.
Teori Belajar Gestalt : Teori belajar gestalt merupakan teori belajar kognitif yang dikemukakan dan
dikembangkan oleh Max Wertheimer, seorang psikolog Jerman. Tokoh lainnya yang berperan penting
dalam teori ini Max Wertheimer, mengemukakan lima hukum dari hasil penelitian yang dilakukannya.
Kelima hukum tersebut dapat diimplementasikan dalam kegiatan belajar mengajar, khususnya untuk
pendidikan anak usia dini, antara lain : Pengalaman, Pembelajaran yang bermakna, Perilaku, Prinsip dan
Transfer dalam belajar.
Sumber : Psikolinguistik (Kajian Teoristik) -- Abdul Chaer
https://www.kompasiana.com/usfitriyah/59e88eb628d54e1e7e18cec2/teori-teori-belajar-menurut-para-
ahli
Teori – Teori Belajar: Behaviorisme, Kognitif, dan Gestalt
Posted on 2 Februari 2008 by AKHMAD SUDRAJAT — 214 Komentar
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/02/teori-belajar/
oleh : Akhmad Sudrajat
Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan sejumlah teori belajar yang bersumber dari aliran
aliran psikologi. Di bawah ini akan dikemukakan empat jenis teori belajar, yaitu: (A) teori belajar
behaviorisme, (B) teori belajar kognitif Piaget, (C) teori belajar pemrosesan informasi, dan (D) teori
belajar Gestalt.
A. Teori Belajar Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena
jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorismetidak mengakui
adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata
melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.

Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :

1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.


Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya:

Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan
Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai
respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
1. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu
berasal dari pendayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan
kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
2. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah
erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov

Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya :

1. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus
dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan
stimulus lainnya akan meningkat.
2. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah
diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer,
maka kekuatannya akan menurun.
3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner

Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati
menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

1. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka
kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
2. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses
conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun
bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah
perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning
terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh
reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan
timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya
seperti dalam classical conditioning.
4. Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif
masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme
lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R
Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema
kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu
terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh
perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui
pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana
yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti :
Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang
disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode
meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response
Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.
B. Teori Belajar Kognitif Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran
konstruktivisme [lihat: Teori Belajar Konstruktivisme]. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak
digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan
perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap
yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational.
Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan
akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a
person takes material into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of
their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the
process of assimilation”
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan
eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh
pertanyaan tilikan dari guru.Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar
mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :

1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan
menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus
membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan
teman-temanya.
C. Teori Belajar Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting
dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne
bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga
menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi
antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan
dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam
individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu
dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman;
(3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan
balik.
D. Teori Belajar Gestalt

Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”.
Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu
keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang
terpenting yaitu :

1. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang
pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek
seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure
dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
2. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam
bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
3. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai
suatu obyek yang saling memiliki.
4. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah
yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
5. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang
sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan
susunan simetris dan keteraturan; dan
6. Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau
pengamatan yang tidak lengkap.

Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:

1. Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku
“Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku
“Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti
kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai
makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
2. Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan
lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan
lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh
seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu
lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
3. Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan
tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan
bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini.
Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
4. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis
dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis
dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.

Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :

1. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam
proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan
mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan
menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu
unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan
masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal
yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses
kehidupannya.
3. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya
terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin
dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin
dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan
membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
4. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan
dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan
situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
5. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke
situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian
obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi
konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-
prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum
(generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip
pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam
memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta
didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
3. Ciri ciri
Ciri-ciri Belajar
 Fakhrizal  Senin, 03 April 2017  pendidikan
http://www.jejakpendidikan.com/2017/04/ciri-ciri-belajar.html
Jejak Pendidikan- Proses mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa
tetapi suatu kegiatan yang memungkinkan siswa merekonstruksi sendiri pengetahuannya dan
menggunakan pengetahuan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu guru sangat
dibutuhkan untuk membantu belajar siswa sebagai perwujudan perannya sebagai mediator dan fasilitator.
Menurut Djamarah (2011: 15) ciri-ciri belajar ada enam, yaitu sebagai berikut:

1. Perubahan yang terjadi secara sadar.


2. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional.
3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif.
4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara.
5. Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah.
6. Perubahan mencakup seluruh aspek.

Sedangkan Menurut Slameto (2010: 3) Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar yaitu :

1) Perubahan terjadi secara sadar

Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu akan merasakan telah
terjadi adanya perubahan dalam

dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa pengetahuannya bertambah.

2) Perubahan dalam belajar bersifat fungsional

Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan,
tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi

kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.

3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif

Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah


dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian makin banyak
usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang
bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha
individu sendiri. 

Hal ini sejalan dengan menurut Jihari (2008: 245) menyatakan bahwa ada beberapa ciri-ciri belajar yaitu
belajar dapat mencari makna yang diciptakan murid dari apa yang telah mereka lihat, mereka mendengar
dan mereka rasakan, dan belajar dapat melakukan kegiatan mengumpulkan fakta. rasakan, dan belajar
dapat melakukan kegiatan mengumpulkan fakta.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar tidak hanya berkenaan dengan jumlah
pengetahuan tetapi juga meliputi seluruh kemampuan individu. Dengan demikian, maka ciri-ciri belajar
juga dapat dirumuskan yaitu harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada diri individu.
Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek pengetahuan atau kognitif saja tetapi juga meliputi aspek
sikap dan nilai serta keterampilan.

CIRI-CIRI BELAJAR
Senin, 22 Agustus 2016 Syaiful Imran Leave a comment

https://ilmu-pendidikan.net/pembelajaran/ciri-ciri-belajar

Telah kita ketahui bahwa pada dasarnya hakikat belajar adalah adanya perubahan pada diri pembelajar.
Dari yang tadinya tidak mengetahui jadi tahu, dari yang sebelumnya tidak bisa menjadi bisa, itulah
belajar. Jika tidak ada perubahan maka belum bisa disebut dengan belajar. Mungkin semua orang dapat
mengalami proses belajar, namun tidak semua orang dapat belajar.

Lalu perubahan seperti apa sehingga orang dapat dikatakan belajar?. Tentunya ada ciri-ciri yang dapat
diamati dari orang yang mampu belajar maupun tidak belajar.

Suardi (2015, 12-13) mengemukakan bahwa beberapa ciri-ciri dari konsep belajar antara lain adalah
sebagai berikut:
1. Perubahan yang bersifat fungsional. Perubahan yang terjadi pada aspek kepribadian seseorang
mempunai dampak pada perubahan selanjutnya. Karena belajar anak dapat membaca, karena belajar
pengetahuan bertambah, karena pengetahuannya bertambah akan mempengaruhi sikap dan
perilakunya.
2. Belajar adalah perbuatan yang sudah mungkin sewaktu terjadinya prioritas. Yang bersangkutan
tidak begitu menyadarinya namun demikian paling tidak dia menyadari setelah peristiwa itu
berlangsung. Dia menjadi sadar apa yang dialaminya dan apa dampaknya. Kalau orang tua sudah
dua kali kehilangan tongkat, maka itu berarti dia tidak belajar dari pengalaman terdahulu.
3. Belajar terjadi melalui pengalaman yang bersifat individual. Belajar hanya terjadi apabila dialami
sendiri oleh yang bersangkutan, dan tidak dapat digantikan oleh orang lain. Cara memahami dan
menerapkan bersifat individualistik, yang pada gilirannya juga akan menimbulkan hasil yang
bersifat pribadi.
4. Perubahan yang terjadi bersifat menyeluruh dan terintegrasi. Yang berubah bukan bagian-bagian
dari diri seseorang, namun yang berubah adalah kepribadiannya. Kepandaian menulis bukan
dilokalosasi tempat saja. Terapi menyangkut aspek kepribadian lainnya, dan pengaruhnya akan
terdapat pada perubahan perilaku yang bersangkutan.
5. Belajar adalah prsoses interaksi. Belajar bukanlah proses penyerapan yang berlangsung tanpa usaha
yang aktif dari yang bersangkutan. Apa yang diajarkan guru belum tentu menyebabkan terjadinya
perubahan, apabila yang belajar tidak melibatkan diri dalam situasi tersebut. Perubahan akan terjadi
kalau yang bersangkutan memberikan reaksi terhadap situasi yang dihadapi.
6. Perubahan berlangsung dari yang sederhana ke arah yang lebih kompleks. Seorang anak baru akan
dapat melakukan operasi bilangan kalau yang bersangkutan sedang menguasai simbol-simbol yang
berkaitan dengan operasi tersebut.
Jadi kita dapat memahami bahwa belajar memang hakikatnya adalah adanya perubahan pada diri
pembelajar. Tentunya perubahan yang terjadi adalah perubahan ke arah yang lebih baik dimana dimulai
dari perubahan yang sederhana hingga kompleks. Dalam ciri-ciri diatas dapat diketahui bahwa dalam
proses belajar sangat penting adanya pengambilan keputusan dan reaksi tindakan terhadap keputusan
yang diambil, karena hasil dari tindakan inilah yang menentukan adanya perubahan atau tidak.

Ini mengapa pendidikan sangat erat kaitannya dengan pembelajaran. Pendidikan yang memang pada
dasarnya bertujuan mencerdaskan dan menghasilkan sumber daya yang terdidik tidak bisa dilakukan
tanpa adanya pembelajaran.

Referensi:
https://ilmu-pendidikan.net/pembelajaran/ciri-ciri-belajar
4. Unsur dinamis
UNSUR-UNSUR DINAMIS 

Dalam Belajar

Motivasi Keinginan untuk mencapai suatu hal tentu berdasarkan pada motivasi tertentu.
ARTIKEL PEMBELAJARAN

diposting pada tanggal:


Sabtu, 23 Juli 2011 | 12:34 WIB
 Click to share on Twitter (Opens in new window)
 Click to share on Facebook (Opens in new window)
COMMENTS

Begitu pula halnya dengan seseorang yang melakukan kegiatan belajar. Dalam hal belajar memang
dibutuhkan motivasi. Untuk itu ada berbagai macam motivasi. Tetapi motivasi ingin berprestasi
merupakan motivasi yang terpenting. Bila pebelajar tidak mempunyai motivasi untuk belajar, pengajar
hendaknya memberi penjelasan sedemikian rupa sehingga dapat timbul motivasi yang dibutuhkan.
Sehubungan dengan motivasi, ada tiga hal yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan proses belajar :

1. Motivasi jangka panjang Seorang murid yang belajar secara tekun guna menghadapi ujian akhir,
mempunyai motivasi jangka panjang. Setiap kali ia selalu memaksa diri untuk dapat mengerti hal
yang dijelaskan oleh pengajarnya. Motivasi seperti ini mempunyai arti sama pentingnya dengan
inteligensi yang baik.
2. Motivasi jangka pendek Motivasi jenis ini merupakan minat pada saat itu, yang dibutuhkan agar
para murid (pebelajar) mengerti penjelasan pengajar. Motivasi ini sangat dipengaruhi oleh
motivasi jangka panjang. Dan sebaliknya motivasi jangka panjang memperoleh isi dari motivasi
jangka pendek.
3. Kadar surut ingatan (regresi) Yang dimaksud dengan kadar surut ingatan atau regresi adalah
proses melemahnya ingatan seseorang akan sesuatu hal. Pebelajar dengan kadar surut ingatan-
ingatan yang tinggi mudah lupa akan masalah yang dijelaskan oleh pengajar. Tetapi pebelajar
dengan kadar surut ingatan yang rendah akan dapat mengingat lebih lama mengenai hal yang
diajarkan. Pengajar dapat memperkecil regresi murid-muridnya dengan jalan menanamkan
motivasi kepada mereka, baik motivasi jangka panjang maupun motivasi jangka pendek.

Selain tiga hal diatas, untuk menimbulkan motivasi pebelajar, dapat ditempuh dengan cara-cara :

1. Memperpadukan motif-motif kuat yang sudah ada Motif yang ada apabila motif itu kuat, akan
dapat mendorong individu untuk berbuat dengan baik. Apabila pengajar mengetahui lebih dari
satu motif yang ada pada pebelajar, maka motif-motif kuat itu dapat diperpadukan menjadi motif
yang lebih kuat.
2. Memperjelas tujuan yang hendak dicapai Seseorang yang berbuat lebih efektif, apabila dia
mengetahui pasti apa tujuan perbuatannya itu. Oleh karena itu dalam membimbing pebelajar
melakukan perbuatan belajar, perlu diperjelas apa tujuan belajarnya.
3. Merumuskan tujuan-tujuan sementara apabila dikatakan tujuan belajar, biasanya tujuan itu terlalu
jauh untuk dicapai. Oleh karena itu perlu dikemukakan tujuan-tujuan sementara yang dapat
dicapai dalam waktu yang tidak terlalu lama.
4. Merangsang pencapaian kegiatan Sehubungan dengan tujuan sementara itu ada suatu kaidah
perbuatan individu yang menyatakan bahwa makin dekat individu itu kepada pencapaian tujuan
makin besarlah usaha untuk mencapainya. Hal ini dapat pula digunakan untuk merangsang
pebelajar untuk mencapai tujuan itu. Caranya ialah dengan selalu membuat pebelajar sadar bahwa
dia sedang mendekati tujuan yang akan dicapainya.
5. Membuat situasi persaingan diantara pebelajar Hal ini akan berhasil apabila persaingan akan lebih
giat berusaha mengerjakan sesuatu apabila melihat orang lain melakukannya dengan giat pula.
Umotif penonjolan diri dan ingin dihargai dapat dikuatkan dalam situasi persaingan ini.
6. Persaingan dengan diri sendiri Persaingan semacam ini dapat dilakukan dengan memberi tugas
dalam berbagai kegiatan yang harus dilakukan sendiri. Dengan sendirinya pebelajar akan dapat
membandingkan kemampuannya dalam mengerjakan satu pekerjaan dengan kemampuannya
dalam mengerjakan pekerjaan yang lain.
7. Berikan pengetahuan tentang hasil kerja yang telah dicapai Apabila seseorang mengetahui hasil
yang telah dicapainya dalam suatu usaha, dia selalu ingin mendapat hasil yang lebih baik lagi.
Itulah sebabnya pada saat pengajar memberikan penilaian itu kepada masing-masing pebelajar
yang bersangkutan. Untuk persaingan kelompok ada baiknya juga diberitahukan hasil penilaian
itu secara terbuka sehingga pebelajar tahu tentang hasil semua teman-temannya.

Bahan belajar Bahan atau hal yang dipelajari akan menentukan bagaimana proses belajar itu terjadi dan
akan menentukan pula kuantitas maupun kualitas hasil belajar. Mempelajari informasi atau fakta berbeda
caranya dengan mempelajari konsep atau prinsip. Demikian pula mempelajari keterampilan akan berbeda
dengan mempelajari sikap. Tiap jenis bahan yang dipelajari apakah itu fakta, konsep, prinsip,
keterampilan atau sikap memiliki karakteristik tersendiri sama lain. Pengajar perlu memahami berbagai
macam kondisi belajar yang merupakan prasyarat dapat terjadinya proses belajar yang efektif untuk tiap
jenis bahan yang dipelajari. Agar bahan yang dipelajari pebelajar dapat mencapai tujuan belajar yang
diinginkan, disarankan beberapa hal :

1. Bahan hendaknya menarik minat pebelajar.


2. Bahan hendaknya mempunyai makna bagi kehidupan pebelajar kelak dikemudian hari.
3. Bahan dipilih sesuai dengan pengalaman yang telah dimiliki pebelajar.
4. Bahan disusun dari yang mudah ke tingkat yang lebih sulit.
5. Bahan disusun dari yang sederhana ke tingkat yang lebih kompleks.

Suasana Belajar Suasana belajar memegang peranan penting dalam kegiatan belajar. Suasana yang
kondusif dan menyenangkan, suasana yang membuat pebelajar menjadi kerasan, akan sangat membantu
mereka dalam mencapai tujuan belajar. Sebaliknya, suasana yang menakutkan, tegang dan tidak luwes
menyebabkan pebelajar banyak mengalami hambatan-hambatan dalam belajar. Tugas pengajar adalah
menciptakan suasana belajar sedemikian rupa sehingga memungkinkan pebelajar dapat melakukan
kegiatan belajarnya dengan tenang dan aman, sehingga tidak terjadi hambatan-hambatan yang berakibat
terjadinya kegagalan dalam mencapai tujuan belajar yang ingin dicapai. Hal-hal yang dapat dilakukan
pengajar agar tercipta suasana belajar yang baik adalah :

1. Hargailah pebelajar dengan memberikan respon yang wajar apabila mereka bertanya tentang
bahan pelajaran yang belum jelas. Pengajar hendaknya mengusahakan menjawab sedemikian
rupa sehingga timbul rasa puas pada diri pebelajar.
2. Demikian juga pengajar hendaknya menghargai jawaban yang diberikan oleh pebelajar, karena
jawaban ini menunjukkan suatu keberanian yang patut dihargai tersendiri, terlepas dari
benar/tidaknya jawaban tersebut. Pebelajar akan merasa puas walaupun jawaban yang
dikemukakan tadi kurang benar asalkan diberitahu dimana letak kesalahannya.
3. Memberi “kelonggaran” pebelajar dengan membentuk diskusi kelompok untuk memecahkan
suatu masalah. Dengan diskusi kelompok situasi belajar menjadi lebih fleksibel, tidak tradisional,
sehingga akan menghilangkan suasana tegang dan menakutkan.
4. Memberikan pujian baik verbal maupun nonverbal bagi pebelajar yang berhasil dalam
menyelesaikan tugas.
5. Berusaha selalu bersikap adil terhadap semua murid, sehingga dapat menghilangkan rasa saling
curiga, iri hati dan rasa tidak senang baik terhadap sesama teman maupun terhadap pengajar.
Apabila tidak, pasti akan menimbulkan suasana belajar yang tidak menguntungkan semua pihak.
6. Pengajar hendaknya berupaya menggunakan multi metode dan multi media. Dengan demikian
pebelajar akan menemukan variasi dalam belajar, aktivitas belajar lebih meningkat, rasa bersaing
secara positip antar sesama teman akan muncul dengan sendirinya.

Media Pembelajaran Kegiatan pembelajaran sebagai suatu sistem memandang bahwa media merupakan
bagian integral dalam kegiatan tersebut. Dengan fungsi media seperti itu, kedudukan media sama
pentingnya dengan komponen-komponen lain dalam sistem pembelajaran, strategi pembelajaran, evaluasi
hasil belajar. Penggunaan media pembelajaran hendaknya mempunyai tujuan tertentu dan dapat
meningkatkan aktivitas serta kreativitas pebelajar. Penggunaan media belajar yang dirancang secara
matang dan terintegrasi, tidak saja dapat membantu siswa belajar tetapi yang lebih penting membantu
dalam mencapai tujuan belajar yang diinginkan. Melihat pentingnya fungsi dan kedudukan media
pembelajaran tersebut, hendaknya pengajar benar-benar dapat memilih dan menggunakan sesuai dengan
tujuan belajar yang ingin dicapai pebelajar. Beberapa hal yang perlu diperhatikan didalam pengadaan dan
pemilihan media pembelajaran :

1. Tujuan Pemilihan Memilih dan menggunakan media harus berdasarkan maksud dan tujuan
pemilihan yang jelas.
2. Karakteristik media pembelajaran Setiap media mempunyai karakteristik tertentu baik dilihat dari
segi keampuhannya, cara pembuatannya maupun cara penggunaannya.
3. Obyektivitas Unsur subyektivitas pengajar didalam memilih media pembelajaran harus
dihindarkan, artinya pengajar hendaknya menghindari pemilihan dan penggunaan media atas
dasar kesenangan pribadi.
4. Situasi dan kondisiSituasi dan kondisi yang ada juga perlu mendapat perhatian didalam
menentukan media yang akan digunakan. Situasi dan kondisi yang dimaksud meliputi
o situasi dan kondisi sekolah atau tempat dan ruangan yang akan dipergunakannya seperti
ukurannya, perlengkapannya, ventilasinya, dan
o situasi serta kondisi siswa, tentang jumlahnya, motivasi dan kegairahannya.
5. Kualitas teknik Dari segi teknik media yang akan digunakan perlu juga diperhatikan. Apakah
gambar-gambarnya sudah jelas, apakah suaranya jelas dapat didengar, yang kesemuanya dapat
mengganggu kegiatan belajar.
6. Keefektifan dan efisiensi penggunaan Kefektifan berkenaan dengan hasil yang dicapai,
sedangkan efisiensi berkenaan dengan proses pencapaian hasil tersebut. Kefektifan dalam
menggunakan media meliputi apakah dengan menggunakan media tersebut informasi pengajaran
dapat diserap oleh pebelajar dengan optimal sehingga menimbulkan perubahan tingkah lakunya.
Sedangkan efisiensi meliputi apakah dengan menggunakan media tersebut waktu, tenaga dan
biaya yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut sedikit mungkin.

Dick dan Carey lebih tegas mengemukakan ada empat faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
pemilihan dan pengadaan media: a) ketersediaan sumber tempat b) ketersediaan dana, tenaga, fasilitas c)
keluwesan, kepraktisan dan ketahanan media d) efektivitas biaya yang diperlukan. Kondisi subyek yang
belajar Kondisi subyek yang belajar (pebelajar) sangat mempengaruhi kegiatan belajar, kondisi subyek ini
dapat berkenaan dengan kondisi jasmaniah, kondisi psikologis dan kelelahan.

1. Kondisi jasmaniah
o Faktor kesehatan Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan terganggu, selain itu
juga ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, mengantuk jika badannya lemah,
kurang darah ataupun ada gangguan-gangguan/kelainan-kelainan fungsi alat indera serta
tubuhnya.
o Cacat tubuh Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar. Kondisi pebelajar seperti ini
hendaknya diberi kesempatan khusus belajar pada lembaga pendidikan yang menangani kasus
seperti itu.
2. Kondisi psikologi
o Inteligensi Inteligensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang sama,
pebelajar yang mempunyai tingkat inteligensi yang tinggi akan lebih berhasil dari pada yang
mempunyai tingkat inteligensi rendah.
o Perhatian Untuk menjamin hasil belajar yang baik, maka pebelajar harus mempunyai perhatian
terhadap bahan yang dipelajari. Jika bahan pebelajar tidak menjadi perhatian siswa maka
timbullah kebosanan. Usahakan bahan pelajaran selalu menarik bagi pebelajar.
o Minat Minat besar pengaruhnya terhadap belajar. Karena apabila bahan pelajaran tidak sesuai
dengan minat siswa, mereka tidak akan belajar secara sungguh-sungguh, sebab tidak ada daya
tarik baginya. Bahan pelajaran yang menarik minat akan lebih mudah dihafalkan dan disimpan.
o Motif Motif erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. Untuk mencapai tujuan
diperlukan suatu perbuatan. Motif adalah daya penggerak/pendorong yang menyebabkan
seseorang melakukan perbuatan. Dalam proses belajar haruslah diperhatikan apa yang dapat
mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik. Motif yang kuat sangat diperlukan dalam
belajar.
o Kematangan Kesiapan adalah suatu kesediaan untuk memberi respon atau reaksi. Kesediaan itu
timbul dari dalam diri pebelajar, yang erat hubungannya dengan kematangan. Individu yang
matang akan lebih siap dalam melakukan kegiatan belajar.
3. Kelelahan Kelelahan dapat berujud kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Kelelahan jasmani
terlihat dari tubuh yang lemah dan terjadi karena kekacauan substansi sisa pembakaran didalam
tubuh, sehingga darah kurang lancar pada bagian-bagian tertentu. Kelelahan rohani dapat terlihat
dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan
sesuatu menjadi hilang. Dalam kegiatan belajar, harus diupayakan agar pebelajar tidak dihinggapi
kelelahan baik jasmani maupun rohani yang dapat mengganggu pencapaian tujuan belajarnya.

http://blog.alimsumarno.com/unsur-unsur-dinamis-dalam-belajar

BAB IV
1. PENGERTIAN
Pengertian Pembelajaran Menurut Para Ahli Pendidikan
16 Maret 2018 Oleh Zakky
https://www.zonareferensi.com/pengertian-pembelajaran/
Pengertian Pembelajaran Menurut Para Ahli Pendidikan – Kali ini akan dibahas tentang
definisi pembelajaran menurut berbagai versi. Hal ini dikarenakan banyak literatur yang
berbeda beda ketika anda mencari tahu apa itu arti pembelajaran. Masing masing pakar dan
ahli memiliki pendapatnya sendiri dalam mendefinisikan apa itu pembelajaran.

Menurut undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan


pembelajaran adalah “proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar”. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru
untuk mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir
siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksikan pengetahuan baru sebagai
upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.

Sedangkan dikutip dari laman wikipedia, dinyatakan bahwa pengertian pembelajaran adalah
proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Pembelajaran adalah
proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses
perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap
dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk
membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.

Secara umum pengertian pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik/siswa
dengan pendidik/guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang meliputi guru
dan siswa yang saling bertukar informasi. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan
pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran
dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik.

Dengan kata lain, definisi pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar
dapat belajar dengan baik. Atau mudahnya usaha sadar dari guru untuk membuat siswa
belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana
perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu tertentu
dan karena adanya usaha.

Pengertian Pembelajaran Menurut Para Ahli Pendidikan

Proses pembelajaran pada awalnya mengharuskan guru untuk mengetahui kemampuan dasar
yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang
akademisnya, latar belakang ekonominya, dan lain sebagainya. kesiapan guru untuk
mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama yang sangat
penting dalam penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan
pembelajaran.

Ciri–ciri pembelajaran Menurut Sugandi, dkk (2000:25) diantaranya adalah :


Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara sistematis;
Pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa dalam belajar;
Pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik dan menantang bagi siswa;
Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan menarik;
Pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan menyenangkan bagi siswa;
Pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran baik secara fisik maupun
psikologis.
Pengertian Pembelajaran Menurut Para Ahli
Dan untuk lebih jelasnya dalam memahami definifi pembelajaran yang benar, simak pendapat
dan penjelasan mengenai apa itu arti pembelajaran versi beberapa ahli pendidikan :

Gagne (1977)
Pengertian pembelajaran adalah seperangkat peristiwa -peristiwa eksternal yang dirancang
untuk mendukung beberapa proses belajar yang bersifat internal.

Munif Chatib

Pembelajaran merupakan proses tranfer ilmu dua arah, antara guru sebagai pemberi informasi
dan siswa sebagai penerima informasi.

Warsita

Pembelajaran merupakan suatau usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suatu
kegiatan untuk membelajarkan peserta didik.

Gagne dan Briggs (1979:3)

Pengertian pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar
siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk
mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.

Sugandi, dkk (2004:9)

Menyatakan bahwa pembelajaran terjemahan dari kata “instruction” yang berarti self
instruction (dari internal) dan eksternal instructions (dari eksternal). Pembelajaran yang
bersifat eksternal antara lain datang dari guru yang disebut teacing atau pengajaran. Dalam
pembelajaran yang bersifat eksternal prinsip-prinsip belajar dengan sendirinya akan menjadi
prinsip-prinsip pembelajaran.

Achjar Chalil

Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar.

David Ausubel
Menurutnya teori belajar yaitu teori belajar bermakna, belajar dapat diklasifikasikan dalam
dua dimensi yaitu:

Dimensi yang berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan kepada
siswa melalui penerimaan atau penemuan.
Dimensi yang menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengabaikan informasi pada struktur
kognitif yang ada, Struktur kognitif adalah fakta, konsep, dan generalisasinya yang telah
dipelajari dan diingat siswa. Dalam implementasinya teori ini terdiri dari dua fase, yaitu
mula-mula ia menyangkut pemberian “the organizer” atau materi pendahuluan diberikan
sebelum kegiatan berlangsung dan dalam tingkat abstraksi, fase berikutnya dimana
organisasinya lebih spesifik dan terarah.
G.A Kimbleg

Pengertian pembelajaran adalah perubahan kekal secara relatif dalam keupayaan kelakukan
akibat latihan yang diperkukuh.

Gagne (1985)

Pembelajaran dimaksudkan untuk menghasilkan belajar, situasi eksternal harus dirancang


sedemikian rupa untuk mengaktifkan, mendukung, dan mempertahankan proses internal yang
terdapat dalam setiap peristiwa belajar.

Syaiful Sagala (61: 2009)

Pengertian pembelajaran adalah “membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan


maupun teori belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan”.
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah. Mengajar dilakukan pihak guru
sebagai pendidik., sedangkan belajar oleh peserta didik.

Corey
Pengertian pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seeorang secara disengaja
dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku dalam kondisi khusus atau
menghasilkan respon terhadap situasi tertentu.

Sudjana

Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan sengaja untuk
menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi edukatif antara dua pihak yaitu antara peserta
didik “warga belajar” dan pendidik “sumber belajar” yang melakukan kegiatan
membelajarkan.

Rahil Mahyuddin

Pengertian pembelajaran adalah perubahan tingkah laku yang melibatkan ketrampilan


kognitif yaitu penguasaan ilmu dan perkembangan kemahiran intelek.

Briggs

Pembelajaran merupakan seperangkat peristiwa yang mempengaruhi si belajar sedemikian


rupa sehingga si belajar itu memperoleh kemudahan dalam berinteraksi berikutnya dengan
lingkungan.

Oemar Hamalik

Pembelajaran merupakan kombinasi yang tertata meliputi segala unsur manusiawi,


perlengkapan, fasilitas, prosedur yang saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan dari
pembelajaran. Beliau mengemukakan tiga rumusan yang dianggap penting tentang
pembelajaran yaitu:

Pembelajaran merupakan upaya dalam mengorganisasikan lingkungan pendidikan untuk


menciptakan situasi dan kondisi belajar bagi siswa.
Pembelajaran merupakan upaya penting dalam mempersiapkan siswa untuk menjadi warga
masyarakat yang baik dan diharapkan.
Pembelajaran merupakan proses dalam membantu siswa untuk menghadapi kehidupan atau
terjun di lingkungan masyarakat.
Dimyati Dan Mudjiono

Pembelajaran merupakan kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk
membuat siswa belajar aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.

Trianto

Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks yang tidak sepenuhnya
dapat dijelaskan. Pembelajaran secara simpel dapar diartikan sebagai produk interaksi
berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Pembelajaran dalam makna
kompleks adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya
“mengarahkan interaksi siswa dengan sumber lainnya” dalam rangkan mencapai tujuan yang
diharapkan.

Knowles

Pengertian pembelajaran adalah cara pengorganisasian peserta didik untuk mencapai tujuan
pendidikan.

Arifin (2010:10)

Pembelajaran merupakan suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan sistemik yang
bersifat interaktif dan komunikatif antara pendidik “guru” dengan siswa, sumber belajar, dan
lingkungan untuk menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan terjadinya tindakan belajar
siswa.

Sanjaya (2011:13-14)

Pembelajaran merupakan suatu sistem yang kompleks yang keberhasilannya dapat dilihat dari
dua aspek yaitu aspek produk dan aspek proses. Keberhasilan pembelajaran dilihat dari sisi
produk adalah keberhasilan siswa mengenai hasil yang diperoleh dengan mengabaikan proses
pembelajaran.

Slavin
Pembelajaran didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku individu yang disebabkan oleh
pengalaman.

Woolfolk

Pembelajaran berlaku apabila sesuatu pengalaman secara relatifnya menghasilkan perubahan


kekal dalam pengetahuan dan tingkah laku.

Crow & Crow

Pengertian pembelajaran adalah pemerolehan tabiat, pengetahuan dan sikap.

Komalasari (2013:3)

Pembelajaran merupakan suatu sistem atau proses membelajarkan pembelajar yang


direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara sistematis agar pembelajar dapat mencapai
tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efesien.
Syah (2010:215)
Pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan seseorang agara orang lain belajar.
Demikianlah penjelasan dan pengertian pembelajaran menurut para ahli pendidikan lengkap. Semoga
bermanfaat dan bisa menjadi referensi pengetahuan dalam memahami definisi pembelajaran yang benar.
Referensi
Pengertian Hasil Belajar Siswa dan Definisinya Menurut Para Ahli
4 Prinsip Geografi & Contohnya (Distribusi, Interelasi, Deskripsi, Korologi)
2. CIRI-CIRI
CIRI-CIRI PEMBELAJARAN
Ada tiga ciri khas dalam sistem pembelajaran, seperti yang dikemukakan oleh Oemar
Hamalik dalam bukunya kurikulum dan pembelajaran yaitu sebagai berikut :
1.Rencana ialah penataan ketenagaan, material, dan prosedur yang merupakan unsur –
unsur sistem pembelajaran dalam suatu rencana khusus.
2.Kesalingtergantungan (interdepence), antara unsur “ sistem pembelajaran yang serasi
dalam suatu keseluruhan”. Tiap unsur bersifat esensial, dan masing masing memberikan
sumbangannya kepada sistem pembelajaran.
3. Tujuan,
sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai. Seperti sistem
transportasi, sistem komunikasi, sistem pemerintahan, semuanya memiliki tujuan (Oemar
Hamalik, 1995: 66)
3. Ciri-ciri Pembelajaran

Menurut Eggen & Kauchak (1998) Menjelaskan bahwa ada enam ciri pembelajaran yang efektif, yaitu:

(1) siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan,
menemukan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi
berdasarkan kesamaan-kesamaan yang ditemukan,

(2) guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam pelajaran,

(3) aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian,

(4) guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada siswa dalam menganalisis
informasi,

(5) orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan keterampilan berpikir, serta

(6) guru menggunakan teknik mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan gaya mengajar guru.

Adapun ciri-ciri pembelajaran yang menganut unsur-unsur dinamis dalam proses belajar siswa sebagai
berikut :

Motivasi belajar

Motivasi dapat dikatakan sebagai serangkaina usaha untuk menyediakan kondisi kondisi tertentu,
sehingga seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatau, dan bila ia tidak suka, maka ia akan berusaha
mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi, motivasi dapat dirangsang dari luar, tetapi motivasi itu tumbuh
di dalam diri seseorang. Adalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan
daya penggerak di dalam diri seseorang/siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjalin
kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dihendaki dapat dicapai
oleh siswa (Sardiman, A.M. 1992)

Bahan belajar

Yakni segala informasi yang berupa fakta, prinsip dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Selain bahan yang berupa informasi, maka perlu diusahakan isi pengajaran dapat
merangsang daya cipta agar menumbuhkan dorongan pada diri siswa untuk memecahkannya sehingga
kelas menjadi hidup.

Alat Bantu belajar


Semua alat yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran, dengan maksud untuk menyampaikan pesan
(informasi)) dari sumber (guru maupun sumber lain) kepada penerima (siswa). Inforamsi yang
disampaikan melalui media harus dapat diterima oleh siswa, dengan menggunakan salah satu ataupun
gabungan beberaapa alat indera mereka. Sehingga, apabila pengajaran disampaikan dengan bantuan
gambar-gambar, foto, grafik, dan sebagainya, dan siswa diberi kesempatan untuk melihat, memegang,
meraba, atau mengerjakan sendiri maka memudahkan siswa untuk mengerti pengajaran tersebut.

Suasana belajar

Suasana yang dapat menimbulkan aktivitas atau gairah pada siswa adalah apabila terjadi :

a. Adanya komunikasi dua arah (antara guru-siswa maupun sebaliknya) yang intim dan
hangat, sehingga hubungan guru-siswa yang secara hakiki setara dan dapat berbuat
bersama.

b.Adanya kegairahan dan kegembiraan belajar. Hal ini dapat terjadi apabila isi pelajaran
yang disediakan berkesusaian dengan karakteristik siswa.

Kegairahan dan kegembiraan belajar jug adapat ditimbulkan dari media, selain isis pelajaran yang
disesuaiakan dengan karakteristik siswa, juga didukung oleh factor intern siswa yang belajar yaitu sehat
jasmani, ada minat, perhatian, motivasi, dan lain sebagainya.

Kondisi siswa yang belajar

Mengenai kondisi siswa, adapat dikemukakan di sini sebagai berikut :

a. Siswa memilki sifat yang unik, artinya anatara anak yang satu dengan yang lainnya
berbeda.

b. Kesamaan siwa, yaitu memiliki langkah-langkah perkenbangan, dan memiliki


potensi yang perlu diaktualisasikan melalui pembelajaran.

Kondisi siswa sendiri sangat dipengaruhi oleh factor intern dan juga factor luar, yaitu segala sesuatau
yang ada di luar diri siswa, termasuk situasi pembelajaran yang diciptakan guru. Oleh Karena itu kegiatan
pembelajaran lebih menekankan pada peranan dan partisipasi siswa, bukan peran guru yang dominant,
tetapi lebih berperan sebagai fasilitaor, motivator, dan pembimbing.

http://krisna1.blog.uns.ac.id/2009/10/19/pengertian-dan-ciri-ciri-pembelajaran/
OCT 2009
3. UNSUR
Unsur dalam sistem pembelajaran adalah seorang siswa atau peserta didik, suatu tujuan
dan suatu prosedur kerja untuk mencapai tujuan. Menurut Oemar Hamalik dalam
bukunya Kurikulum dan Pembelajaran, mengemukakan unsur – unsur pembelajaran
sebagai berikut :
1. Unsur dinamis pembelajaran pada diri guru

a. Motivasi pembelajaran siswa

b. Kondisi guru siap membelajarkan siswa

2. Unsur pembelajaran kongruen dengan unsur belajar

a. Motivasi belajar menuntut sikap tanggap dari pihak guru serta kemampuan untuk
mendorong motivasi dengan berbagai upaya pembelajaran.

b. Sumber yang digunakan sebagai bahan belajar terdapat pada buku pelajaran, pribadi
guru, dan sumber masyarakat.

c. Pengadaan alat-alat Bantu belajar dilakukan oleh guru, siswa sendiri, dan bantuan
orangtua.

d. Menjamin dan membina suasana belajar yang efektif

e. Subjek belajar yang berada dalam kondisi kurang mantap perlu diberikan binaan.
(Oemar Hamalik, 1995:68)
Unsur-Unsur dalam Proses Pembelajaran Dan Hubungannya dengan Strategi Pengajaran
untuk Guru dan Mahasiswa Calon Guru
http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2014/10/unsur-unsur-dalam-proses-pembelajaran.html
Friday, October 3, 2014
Unsur-Unsur dalam Proses Pembelajaran Dan Hubungannya dengan Strategi Pengajaran
Labels: lingkungan sekolah
Unsur-Unsur dalam proses Pembelajaran Dan Hubungannya dengan Strategi Pengajaran

Kali ini, blog penelitian tindakan kelas dan model-model pembelajaran akan mengetengahkan sebuah
pendapat dari Martha Kaufeldt tentang unsur-unsur pembelajaran dalam hubungannya dengan strategi
pengajaran yang dilakukan oleh guru.

unsur-unsur dalam proses pembelajaran


Jika membicarakan tentang strategi pengajaran, maka kita tiak akan bisa lepas dari unsur-unsur sebuah
pembelajaran. Menurut Martha Kaufeldt (2008) dalam buku Teachers, Change Your Bait! Brain –
Compatible Differentiated Instruction yang diterbitkan oleh Crown House Publishing Company LL.C.
USA,  terdapat 6 unsur dalam sebuah proses pembelajaran yaitu:
1. Lingkungan fisik
2. Lingkungan sosial
3. Penyajian oleh guru
4. Konten atau materi pembelajaran
5. Proses pembelajaran
6. Produk-produk pembelajaran

Martha Kaufeldt menyarankan dalam menentukan strategi-strategi pengajaran guru harus memperhatikan
ke-6 unsur ini dengan baik dan mempertimbangkan keserasiannya dengan otak siswa. Strategi pengajaran
terbaik tidak akan dapat memberikan hasil yang optimal apabila diterapkan dalam lingkungan yang
berlawanan dengan prinsip-prinsip cara otak siswa bekerja. Karena itu, guru seyogyanya memikirkan
pengajaran yang berbeda sebagai sebuah unsur yang sangat penting agar harmonis dengan otak. Ini tentu
berkaitan dengan uniknya setiap individu siswa, sehingga guru akan semakin dapat merancang
pembelajaran dan lingkungan belajar yang sesuai dengan standar kurikulum yang berlaku.

Beberapa tips yang diberikan oleh Kaufeldt berkaitan dengan ke-6 unsur pembelajaran, penyesuaian
dengan cara kerja otak manusia dan pengajaran yang berbeda (differentiated instruction) tersebut adalah:

Lingkungan Fisik
1. Pertimbangkanlah bagaimana dampak-dampak yang akan muncul oleh adanya rangsangan
lingkungan terhadap otak dan tubuh (fisik) siswa.
2. Buatlah pengubahan tempat duduk dalam ruang kelas anda agar dapat mengakomodasi pilihan-
pilihan yang diinginkan oleh siswa.
3. Sebaiknya, guru juga mengkaji kemungkinan-kemungkinan penggunaan tempat belajar (sumber
belajar) lainnya selain dalam ruang kelas.

Lingkungan Sosial
1. Kepada semua siswa, guru harus dapat memantapkan perasaan memiliki dan diikutsertakan dalam
kelompok-kelompok belajar.
2. Buatlah pengaturan terlebih dahulu sebelum proses pembelajaran dimulai dalam kaitan
pembentukan pasangan diskusi atau kelompok-kelompok belajar. Ini dpat membantu  mengurangi
kemungkinan stres pada siswa dn tentu saja lebih menghemat waktu.
3. Guru harus mampu mengenali kelompok-kelompok belajar yang terbentuk secara natural di
dalam kelas. Ini penting karena dapat membantu guru mengajar ulang atau mengelompokkan siswa-siswa
berdasarkan minat mereka.
Penyajian Pembelajaran
1. Dalam menyajikan materi ajar, guru harus dapat menggunakan hal-hal baru yang dapat menarik
perhatian siswa, dan mungkin dengan tambahan humor.
2. Buatlah koneksi antara konsep dan keterampilan baru dengan kehidupan sehari-hari siswa,
sehingga membuat pembelajaran mereka menjadi kontekstual.
3. Buatlah proses-proses pembelajaran dan penemuan dengan sebuah proyek, percobaan,
eksperimen, atau pemanfaatan IT.

Konten atau Materi Pembelajaran


1. Selalu menekankan arti konten, relevansi, dan manfaatnya sehingga siswa tertantang dan
termotivasi untuk belajar
2. Buatlah siswa menjadi terpikat dengan materi ajar. Caranya dengan mengajarkan suatu wilayah
spesifik secara lebih mendalam.
3. Usahakan mengatur agar pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum itu cocok dan dapat
memberi akomodasi kepada seluruh siswa dalam berbagai tingkatan dan kesiapan siswa yang berbeda-
beda.

Proses Pembelajaran
1. Di dalam proses pembelajaran, masukkan beragam kegiatan dan refleksi agar terbangun ingatan
jangka panjang.
2. Susunlah secara harmonis peluang-peluang untuk pilihan dengan menggunakan berbagai tingkat
kemampuan siswa sehingga mereka berkesempatan untuk sukses
3. Manfaatkan sumber-sumber teknologi yang ada untuk pengumpulan beragam informasi untuk
mengintegrasikan pemahaman siswa.

Produk-Produk Pembelajaran
1. Rancanglah urutan-urutan proyek sehingga memungkinkan siswa untuk mengaplikasikan
pemahamannya melaluipencapaian-pencapaian nyata.
2. Berikan tugas-tugas, atau pertanyaan-pertanyaan pada level yang lebih tinggi (higher order
thinking) dalam taksonomi Bloom.
3. Rancanglah beragam produk dan tes bagi siswa untuk menunjukkan seberapa dalam pemahaman
mereka akan suatu konten pembelajaran.

You might also like