You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perjuangan Pangeran Diponegoro terlihat didalam Perang Diponegoro.
Perang Diponegoro adalah perang besar dan menyeluruh berlangsung
selama lima tahun (1825-1830) yang terjadi di Jawa antara pasukan Belanda
di bawah pimpinan Jendral De Kock melawan penduduk pribumi Indonesia
dibawah pimpinan Pangeran Diponegoro. Perang ini menewaskan sekitar
200.000 orang warga pribumi. Sementara korban tewas di pihak Belanda
berjumlah 8.000. Perang Diponegoro merupakan salah satu pertempuran
terbesar yang pernah dialami oleh Belanda selama masa pendudukannya di
Nusantara.
Peperangan ini terjadi secara menyeluruh wilayah Jawa, sehingga
disebut Perang Jawa. Adapun medan peperangan Diponegoro itu adalah
berlainan daripada daerah yang akan dimasukkan dalam rancangan
perjuangan dalam abad ke-19. Memang orang berperang di tanah Jawa
Tengah, tetapi yang dipertaruhkan dalam peperangan waktu itu bukan sekali
sekali soal di sekeliling tanah Jawa. Ada dua barang yang dipertaruhkan
dalam peperangan itu, yaitu nasib bangsa dan tanah air Indonesia: akan
teruskah menjadi jajahan atau akan dapatkah mendirikan negeri baru di
Indonesia, yang memang lebih tinggi dan lebih lebar daripada daerah
perjuangan tersebut.
Tujuan peperangan Diponegoro selalu diarahkan kepada suatu negara
merdeka dan suatu masyarakat baru. Untuk mendirikan susunan baru itu,
maka keadaan dalam tahun 1825 tak dapat diubah dengan berangsur-angsur
atau sedikit demi sedikit, karena penindasan dan kesalahan telah mengenai
dasar dan tiang masyarakat.
Adapun peperangan Diponegoro itu pertama sekali ditujukan kepada
kekuasaan pemerintah Belanda, dan kedua kepada segala kekuasaan yang
sejalan dengan atau yang membantu pemerintah Belanda; jadi peperangan

1
Diponegoro bukanlah peperangan saudara, atau peperangan karena dendam
hati, melainkan peperangan kemerdekaan yang tentu tujuan dan dasarnya.
Guna menjaga dan mempertahankan kemerdekaan yang telah dicapai
maka diperlukan adanya kesadaran sejarah terutama dari generasi muda
karena generasi muda inilah nantinya yang diharapkan sebagai generasi
penerus bangsa yang akan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan yang
telah dicapai.
1.2  Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan perang Diponegoro?
2. Bagaimana jalan perang Diponegoro?
3. Jelaskan penyebab terjadinya perang Diponegoro!
4. Apa saja taktik Pangeran Diponegoro dalam perang?
5. Jelaskan akhir perang Diponegoro!

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perang Diponegoro


Perang Diponegoro (Inggris:The Java War, Belanda: De Java Oorlog),
adalah perang besar dan menyeluruh berlangsung selama lima tahun (1825-
1830) yang terjadi di Jawa, Hindia Belanda (sekarang Indonesia), antara
pasukan penjajah Belanda di bawah pimpinan Jendral De Kock[1] melawan
penduduk pribumi yang dipimpin seorang pangeran Yogyakarta bernama
Pangeran Diponegoro. Dalam perang ini telah berjatuhan korban yang tidak
sedikit. Baik korban harta maupun jiwa. Dokumen-dokumen Belanda yang
dikutip para ahli sejarah, disebutkan bahwa sekitar 200.000 jiwa rakyat yang
terenggut. Sementara itu di pihak serdadu Belanda, korban tewas berjumlah
8.000.
Perang Diponegoro merupakan salah satu pertempuran terbesar yang
pernah dialami oleh Belanda selama menjajah Nusantara. Peperangan ini
melibatkan seluruh wilayah Jawa, maka disebutlah perang ini sebagai
Perang Jawa.

2.2 Jalannya Perang


Pertempuran terbuka dengan pengerahan pasukan-pasukan infantri,
kavaleri dan artileri (yang sejak perang Napoleon menjadi senjata andalan
dalam pertempuran frontal) di kedua belah pihak berlangsung dengan
sengit. Front pertempuran terjadi di puluhan kota dan desa di seluruh Jawa.
Pertempuran berlangsung sedemikian sengitnya sehingga bila suatu wilayah
dapat dikuasai pasukan Belanda pada siang hari, maka malam harinya
wilayah itu sudah direbut kembali oleh pasukan pribumi; begitu pula
sebaliknya. Jalur-jalur Iogistik dibangun dari satu wilayah ke wilayah lain
untuk menyokong keperluan perang. Berpuluh-puluh kilang mesiu dibangun
di hutan-hutan dan di dasar jurang. Produksi mesiu dan peluru berlangsung
terus sementara peperangan sedang berkecamuk. Para telik sandi dan kurir
bekerja keras mencari dan menyampaikan informasi yang diperlukan untuk

3
menyusun strategi perang. Informasi mengenai kekuatan musuh, jarak
tempuh dan waktu, kondisi medan, curah hujan menjadi berita utama;
karena taktik dan strategi yang jitu hanya dapat dibangun melalui
penguasaan informasi.
Serangan-serangan besar rakyat pribumi selalu dilaksanakan pada
bulan-bulan penghujan; para senopati menyadari sekali untuk bekerjasama
dengan alam sebagai "senjata" tak terkalahkan. Bila musim penghujan tiba,
gubernur Belanda akan melakukan usaha-usaha untuk gencatan senjata dan
berunding, karena hujan tropis yang deras membuat gerakan pasukan
mereka terhambat. Penyakit malaria, disentri, dan sebagainya merupakan
"musuh yang tak tampak", melemahkan moral dan kondisi fisik bahkan
merenggut nyawa pasukan mereka. Ketika gencatan senjata terjadi, Belanda
akan mengonsolidasikan pasukan dan menyebarkan mata-mata dan
provokator mereka bergerak di desa dan kota; menghasut, memecah belah
dan bahkan menekan anggota keluarga para pengeran dan pemimpin
perjuangan rakyat yang berjuang dibawah komando Pangeran Diponegoro.
Namun pejuang pribumi tersebut tidak gentar dan tetap berjuang melawan
Belanda.
Pada puncak peperangan, Belanda mengerahkan lebih dari 23.000 orang
serdadu; suatu hal yang belum pernah terjadi ketika itu di mana suatu
wilayah yang tidak terlalu luas seperti Jawa Tengah dan sebagian Jawa
timur dijaga oleh puluhan ribu serdadu. Dari sudut kemiliteran, ini adalah
perang pertama yang melibatkan semua metode yang dikenal dalam sebuah
perang modern. Baik metode perang terbuka (open warfare), maupun
metode perang gerilya (guerrilla warfare) yang dilaksanakan melalui taktik
hit and run dan penghadangan (Surpressing). Perang ini bukan merupakan
sebuah tribal war atau perang suku. Tapi suatu perang modern yang
memanfaatkan berbagai siasat yang saat itu belum pernah dipraktekkan.
Perang ini juga dilengkapi dengan taktik perang urat syaraf (psy-war)
melalui insinuasi dan tekanan-tekanan serta provokasi oleh pihak Belanda
terhadap mereka yang terlibat langsung dalam pertempuran; dan kegiatan

4
telik sandi (spionase) di mana kedua belah pihak saling memata-matai dan
mencari informasi mengenai kekuatan dan kelemahan lawannya.
Pada tahun 1827, Belanda melakukan penyerangan terhadap
Diponegoro dengan menggunakan sistem benteng sehingga Pasukan
Diponegoro terjepit. Pada tahun 1829, Kyai Modjo, pemimpin spiritual
pemberontakan, ditangkap. Menyusul kemudian Pangeran Mangkubumi dan
panglima utamanya Alibasah Sentot Prawirodirjo menyerah kepada
Belanda. Akhirnya pada tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil
menjepit pasukan Diponegoro di Magelang. Di sana, Pangeran Diponegoro
menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya
dilepaskan. Maka, Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke
Manado, kemudian dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di Benteng
Rotterdam tanggal 8 Januari 1855.
Berakhirnya Perang Jawa merupakan akhir perlawanan bangsawan
Jawa. Perang Jawa ini banyak memakan korban dipihak pemerintah Hindia
sebanyak 8.000 serdadu berkebangsaan Eropa, 7.000 pribumi, dan 200.000
orang Jawa. Sehingga setelah perang ini jumlah penduduk Yogyakarta
menyusut separuhnya. Mengingat bagi sebagian orang Kraton Yogyakarta
Diponegoro dianggap pemberontak, sehingga konon anak cucunya tidak
diperbolehkan lagi masuk ke Kraton, sampai kemudian Sri Sultan
Hamengkubuwono IX memberi amnesti bagi keturunan Diponegoro,
dengan mempertimbangkan semangat kebangsaan yang dipunyai
Diponegoro kala itu. Kini anak cucu Diponegoro dapat bebas masuk Kraton,
terutama untuk mengurus silsilah bagi mereka, tanpa rasa takut akan diusir.

2.3 Penyebab Terjadinya Perang Diponegoro


Ada beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya Perang
Diponegoro. Sebab-sebab tersebut antara lain
a.       Sebab Umum
Kekuasaan dan wibawa raja-raja di Jawa Tengah semakin merosot
karena daerah kekuasaannya semakin berkurang. Kaum bangsawan merasa
dikurangi haknya, tanah-tanah yang mereka sewakan kepada pihak swasta

5
Eropa telah diambil alih oleh pemerintah kolonial. Akibatnya, mereka harus
mengembalikan uang persekot yang telah diterimanya. Kaum bangsawan
kemudian diangkat menjadi pegawai kolonial dengan mendapatkan gaji.
Rakyat mempunyai beban yang sangat berat dalam hidupnya, seperti
kerja rodi dan membayar pajak tanah. Disamping itu, juga terdapat
pemungutan pajak yang diborongkan kepada orang-orang Cina.
Pemungutan yang dilakukan bersifat memeras dan menjadi beban buat
rakyat.
b.        Sebab Khusus
Sebab khusus Perang Diponegoro adalah pembuatan jalan yang melalui
tanah makam leluhur Pangeran Diponegoro di Tegalrejo. Pembuatan jalan
itu dilaksanakan oleh Patih Danurejo IV sebagai kaki tangan bangsa
Belanda. Patok-patok yang dipasang atas perintah Patih Danurejo IV
dicabut oleh pasukan pangeran diponegoro. Pemasangan dan pencabutan
patok-patok tanda pembuatan jalan itu telah terjadi berulang kali. akhirnya
Pangeran Diponegoro memerintahkan agar patok-patok itu diganti dengan
tombak sebagai pernyataan perang.
Sementara itu, pihak Belanda tidak menginginkan terjadinya perang.
Pihak Belanda mengirim Pangeran Mangkubumi (Paman Pangeran
Diponegoro) untuk membujuk Pangeran Diponegoro agar mau bertemu
dengan Residen Belanda di rumah dinasnya. Pangeran Diponegoro
menolak, karena telah mengetahui maksud Belanda. Ketika pembicaraan
antara Pangeran Mangkubumi dengan Pangeran Diponegoro sedang
berlangsung, tiba-tiba pihak Belanda melancarkan serangan. Serangan pihak
Belanda itulah yang menjadi awal dari Perang Diponegoro.

2.4 Taktik Perang Diponegoro


Karena taktik dan strategi yang jitu hanya dapat dibangun melalui
penguasaan informasi.Serangan-serangan besar rakyat pribumi selalu
dilaksanakan pada bulan-bulan penghujan; para senopati menyadari sekali
untuk bekerjasama dengan alam sebagai “senjata” tak terkalahkan. Bila
musim penghujan tiba, gubernur Belanda akan melakukan usaha usaha

6
untuk gencatan senjata dan berunding, karena hujan tropis yang deras
membuat gerakan pasukan mereka terhambat.
Penyakit malaria, disentri, dan sebagainya merupakan “musuh yang tak
tampak” melemahkan moral dan kondisi fisik bahkan merenggut nyawa
pasukan mereka. Ketika gencatan senjata terjadi, Belanda akan
mengkonsolidasikan pasukan dan menyebarkan mata-mata dan provokator
mereka bergerak di desa dan kota; menghasut, memecah belah dan bahkan
menekan anggota keluarga para pengeran dan pemimpin perjuangan rakyat
yang berjuang dibawah komando pangeran Dipanegara. Namun pejuang
pribumi tersebut tidak gentar dan tetap berjuang melawan Belanda.

2.5 Akhir Perang Diponegoro


Tahun 1829 merupakan tahun kemunduran bagi Diponegoro. Di tahun
itu pula Diponegoro sudah tidak pernah mengadakan ofensif lagi dan justru
inisiatif serangan beralih ke tangan Belanda. Pengikut Diponegoro banyak
yang menyerah kepada Belanda karena sudah tidak kuat dengan cobaan dan
perang gerilya.
Sementara itu Pangeran Diponegoro dapat menembus kepungan
Belanda di Pengasih dan melarikan diri ke Kedu. Daerah Kedu adalah
daerah yang bergunung-gunung sehingga memudahkan Diponegoro
melakukan gerilya dan menyusahkan Belanda dalam bergerak. Tetapi de
Kock segera membangun benteng-benteng untuk mengepung daerah Kedu
sehingga gerakan Diponegoro dapat dibatasi.Pengepungan atas Kedu ini
membuat Diponegoro dan pengikutnya hidup dalam keprihatinan yang luar
biasa walaupun masih tetap melanjutkan perang gerilya.Banyak pemimpin
perang Diponegoro yang menyerahkan diri pada Belanda.
Sementara pada tahun 1829 pula terjadi pergantian kepemimpinan di
Hidia-Belanda. Komisaris Gubernur Jenderal Du Bus yang menjalankan
pemerintahan sejak Van Der Capellen mengundurkan diri pada tahun 1826
digantikan oleh Johaness Van den Bosch. Di tubuh militer sendiri terjadi
rotasi pergantian, De Kock diangkat sebagai panglima militer untuk seluruh
Hindia-Belanda, dan sebagai panglima tentara Belanda di Jawa daingkat

7
Mayor Jenderal Benjamin Bisschof. Tetapi sebelum menunaikan tugasnya
Bisschof meninggal karena sakit. Kemudian kepada gubernur jenderal De
Kock meminta agar tetap dipercaya memimpin langsung penumpasan
terhadap Diponegoro.
Di tahun 1829, Diponegoro kembali pada taktik perang gerilya. Berkat
perubahan taktik ini Diponegoro mampu kembali menguasai Bagelen,
sebagian sungai progo, sebagian sungai bogowonto, dan Banyumas. Ini
semua berkat taktik gerilya Gusti Bei yang brilian.De Kock membalas
gerakan Pasukan Diponegoro ini dengan sebuah serangan cepat dan kuat.
Segera Bagelen direbut, Sungai Bogowonto diseberangi dari Timur ke
Barat. Selanjutnya serangan dilanjutkan ke Ledok dan Karangkobar.
Dua daerah itu dipertahankan oleh Imam Musbah. Dalam serangan ini
Belanda memakai pasukan pribumi dari Sulawesi Utara, Maluku, Bali dan
pasukan Belanda sendiri. Kemudian pasukan Belanda bergerak ke Boyolali-
Kanigoro. Mereka lalu bergabung dengan pasukan Kasunanan Surakarta.
Kedua pasukan ini segera menyerang pasukan Diponegoro yang dipimpin
oleh Adipati Urawan dan Pangeran Sumonegoro. Pasukan Diponegoro
berhasil didesak, sementara itu Adipati Danu memimpin 200 orang pasukan
Diponegoro bermaksud membantu pasukan Adipati Urawan dan Pangeran
Sumonegoro. Pasukan Bulkiya pimpinan Haji Usman juga ikut serta
bergerak untuk memberi bantuan. Tidak ketinggalan pula Gusti Basah
(putra Diponegoro) bersama pasukannya turut bergerak memberi bantuan.
Di lain pihak, pasukan bantuan Belanda dari Magelang turut bergerak
memberi bantuan. Sementara dari Yogyakarta bergerak pasukan Yogyakarta
dan Belanda, dari Surakarta juga bergerak Legioen Mangkunegaran.
Pasukan Belanda berjumlah 3000 orang sedangkan gabungan pasukan
Diponegoro berjumlah 5000 orang bertemu di Desa Genjuran. Meletuslah
pertempuran sengit. Walaupun Belanda tidak bisa dikatakan menang tetapi
lebih banyak prajurit Diponegoro tewas dalam pertempuran ini, bahkan
komandan pasukan Bulkiya yaitu Haji Usman tewas.Pada tanggal 30 April
1829 terjadi pertempuran di RawaGenda. Basah Prawirokusumo terkena
pecahan meriam dan lumpuh dalam serangan Belanda itu. Sementara

8
Tumenggung Banyak Wedi menyerah pada pimpinan pasukan Belanda
(Kapten Busseheus).
Pada tanggal 17 Juli 1829, markas Gusti Bei di Desa Geger diserang.
Gudang dan pabrik amunisi pasukan Diponegoro turut diratakan. Gusti Bei
yang terluka melarikan diri sementara Raden Joyonegoro meneruskan
perlawanan sampai dia mati. Dengan direbutnya Geger maka suply amunisi
pasukan Diponegoro sangat terganggu.
Pada 30 Juli 1829, Letkol. Sollevipu memimpin pasukan menyerang
sebuah desa yang dicurigai sebagai markas pasukan Diponegoro. Dalam
sergapan itu berhasil ditangkap Raden Hasa Mahmud dan Pangeran Anom
Diponegoro (putra tertua Pangeran Diponegoro). Belanda mengancam akan
membunuh Anom Diponegoro jika Diponegoro tidak menyerah. Tetapi
ancaman ini tidak digubris. Akhirnya Anom Diponegoro tidak dibunuh.
Tanggal 31 Juli, istri Pangeran Mangkubumi, putranya Raden Mas
Wiryokusumo, Raden Mas Wiryoatmojo dan Raden Mas Surdi menyerah
pada Belanda. Belanda kemudian meminta kepada Pangeran Mangkubumi
untuk menyerah dan memberitahukan letak persembunyian keluarga
Pangeran Diponegoro dan keluarga para panglima perlawanan yang lain,
tetapi tuntutan itu tidak dijawab. Seperti kita ketahui bahwa Pangeran
Mangkubumi adalah pimpinan pasukan Jogokaryo yang bertanggung jawab
atas keamanan keluarga Pangeran Diponegoro dan keluarga para panglima
perang lain.
Pada bulan September 1829, Tumenggung Wonorejo, Tumenggung
Wiryodirjo dan ratusan pengikutnya menyerah pada Belanda menyusul
kemudian Tumenggung Surodeksono, Pangeran Pakuningrat beserta
pengikut-pengikutnya. Dan Raden Ayu Anom (istri kedua Pangeran
Mangkubumi) juga menyerah beserta 50 orang pengikutnya.Pada tanggal 28
September 1829, Pangeran Mangkubumi akhirnya menyerah setelah
keluarga-keluarga panglima perang yang dilindunginya dikembalikan pada
Pangeran Diponegoro. Pada tanggal 30 September 1829, pukulan kembali
terjadi. Gusti Bei dan kedua putranya Joyokusumo dan Harnokusumo
disergap oleh Belanda di Desa Sangir dan mereka semua gugur.

9
Satu-satunya senopati perang Pangeran Diponegoro yang tak
terkalahkan hanyalah Sentot. Tetapi walaupun masih ditakuti kondisi
pasukan Sentot sendiri mengkhawatirkan karena kekurangan bahan
makanan dan terputus jalur logistiknya. Akhirnya dengan perantaraan
Bupati Madiun, Belanda melakukan perundingan dengan Sentot. Sentot
bersedia menyerah dengan syarat sebagai berikut :
a.       Diberi uang sebesar 10.000 Ringgit
b.      Tetap memimpin pasukan Pinilih nya
c.       Diberi 500 pucuk senapan.
d.      Tetap memeluk agama Islam
e.       Sentot dan pasukannya tetap diijinkan memakai surban
Belanda memenuhi permintaan Sentot itu. Akhirnya pada tanggal 17
Oktober 1829 Sentot menyerah pada Belanda di Imogiri. Pada tanggal 24
Oktober 1829 Sentot dan pasukannya masuk ke Yogyakarta, ketika
melewati jalan-jalan kota Yogyakarta banyak rakyat duduk bersimpuh dan
menyembah sebagai tanda penghormatannya. Sentot kemudian menghadap
Sultan Hamengkubuwono V di kraton.Oleh Belanda Sentot diberi pangkat
Mayoor Cavalerie dengan gaji 100 ringgit per bulan.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pangeran Diponegoro merupakan putra pertama Sri Sultan
Hamengkubuwono II sehingga tidak lain lagi beliau adalah Sri Sultan
Hamengkubuwono III sekaligus pewaris tahta kerajaan di Yogyakarta.
Walaupun Pangeran Diponegoro adalah putera seorang raja, beliau tidak
senang tinggal di istana, karena adanya pengaruh dari Belanda. Karena
Pengaruh dari Belanda membawa dampak yang sangat besar baik di
kalangan keraton maupun di kalangan rakyat biasa. Oleh sebab itulah beliau
tidak suka tinggal di istana.
Taktik gerilya membawa keuntungan dan kemenangan. Walaupun saat
itu Belanda telah menggunakan senjata modern. Bahwa perilaku yang luhur
Pangeran Diponegoro menimbulkan simpati baik di kalangan bangsawan
sampai di kalangan rakyat jelata, yang akhirnya mereka bersatu untuk
melawan Belanda. Mereka sangat bersemangat dalam mengusir Belanda
bahkan nyawa dipertaruhkan untuk bisa mengusir Belanda. Harga diri dan
kehormatan keluarga adalah segala-galanya bagi Pangeran Diponegoro.
Namun tipu muslihat dan kelicikan Belanda menyeret Pangeran Diponegoro
ke meja perundingan, sekaligus pengasingan beliau, sampai ajal
menjemputnya.

3.2 Saran
Saran kami selaku yang membuat makalah ini kita harus selalu
mengenang dan menghargai perjuangan pahlawan-pahlawan kita yang
sudah memperjuangkan nyawa dan hidupnya untuk membela negeri kita
dari para penjajah. Dan dalam penulisan makalah ini juga penulis menyadari
bahwa masih banyak kekurangannya atau masih jauh dari kesempurnaannya
seperti yang diharapkan oleh karena itu kritik dan saran baik itu dari
bapak/Ibu Guru maupun rekan siswa/siswi yang bersifat konstruktif sangat
diharapkan guna memperbaiki penulisan lebih lanjut.

11
DAFTAR PUSTAKA

https://fendygoo.blogspot.com/2015/01/makalah-perang-diponegoro.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Diponegoro
Kartodirjo,Sartono, Marwati djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto,  1975.
Sejarah nasional Indonesia IV, Jakarta:DEPDIKBUD
Yatim, Badri,2005. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada
Pane,sanusi 1965, Sejarah Indonesia II, Jakarta:P.N.Balai Pustaka
Kartodirjo, Sartono, 1973 Sejarah Perlawanan terhadap Kolonialisme,
Jakarta:        DEPHANKAM, PUSAT SEJARAH ABRI
Carey, Peter, 1986, Asal usul Perang jawa (pemberontakan Sepoy dan Lukisan
Raden       saleh), Jakarta : Pustaka Azet

12

You might also like