You are on page 1of 10

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA KEJANG DEMAM

PADA AN. R DI RUANG MELATI 5


RSUD DR. SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners


Stase Pendidikan Profesi Keperawatan Anak (PPKA)

Nama Mahasiswa : Dewi Agustiani


NIM : 221FK09008

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA TASIKMALAYA
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
A. Pengertian
Kejang demam adalah suatu kondisi saat tubuh anak sudah tidak dapat
menahan serangan demam pada suhu tertentu (Widjaja, 2001). Kejang demam
adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi. Suhu badan ini disebabkan
oleh kelainan ekstrakranial (Lumbantobing, 1995). Dari pengertian di atas penulis
dapat menyimpulkan bahwa kejang demam adalah kondisi tubuh anak yang tidak
dapat menahan demam pada peningkatan suhu tubuh yang disebabkan oleh karena
proses ekstrakranial.

B. Etiologi
Menurut Randle-Short (1994) kejang demam dapat disebabkan oleh:
a. Demam tinggi. Demam dapat disebabkan oleh karena tonsilitis, faringitis, otitis
media, gastroentritis, bronkitis, bronchopneumonia, morbili, varisela, demam
berdarah, dan lain-lain.
b. Efek produk toksik dari mikroorganisme (kuman dan otak) terhadap otak.
c. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.
d. Perubahan cairan dan elektrolit.
e. Faktor predispisisi kejang deman, antara lain:
• Riwayat keluarga dengan kejang biasanya positif, mencapai 60% kasus.
Diturunkan secara dominan, tapi gejala yang muncul tidak lengkap.
• Angka kejadian adanya latar belakang kelainan masa pre-natal dan perinatal
tinggi.
• Angka kejadian adanya kelainan neurologis minor sebelumnya juga tinggi, tapi
kelainan neurologis berat biasanya jarang terjadi.

C. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+ ) dan sangat
sulit dilalui oleh ion natrium (N+ ) dan elektrolit lainnya kecuali ion klorida (Cl).
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan yang sebaliknya. Karena perbedaan
jenis dan konsentrasi di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial
membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K
ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini
dapat berubah oleh:
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler
2. Rangsangan yang datangnya mendadak seperti mekanis, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologi dari membran itu sendiri karena penyakit atau
keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikan


metabolisme basal 10 - 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.

Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari
seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya mencapai 15%. Oleh
karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium i ion natrium
melalui membran tersebut dengan akibat terjadi pelepasan listrik.

Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas


keseluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang
disebut “Neurotransmitter” dan terjadilah kejang.

D. Klasifikasi Kejang Demam


A. Kejang demam sederhana

1) Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi

2) Sebelumnya tidak ada riwayat cedra otak oleh penyakit apapun

3) Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6 tahun

4) Lamanya kejang berlangsung < 20 menit

5) Kejang tidak bersifat tonik klonik

6) Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang


7) Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologi atau

abnormalitas perkembangan

8) Kejang tidak berulang dalam waktu sngkat

9) Tanpa gerakan focal dan berulang dalam 24 jam (H. Nabiel Ridha, 2014)

B. Kejang demam kompleks

Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai

kejang parsial simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan

otomatik; mengecap-ecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang

berulang-ulang pada tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa

otomatisme tatapan terpaku. (Cecily L.Betz dan Linda A.Sowden, 2002)

E. Manifestasi Klinik
Menurut Arif Mansjoer (2000), kejang demam umumnya berlangsung
singkat, yaitu berupa serangan kejang klonik atau tonik-klonik bilateral. Bentuk
kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan disertai
kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului dengan
kekakuan atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8%
berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti dengan sendirinya.
Setelah kejang berhenti, anak tidak memberikan reaksi apapun untuk sementara
waktu, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali
tanpa ada defisit neurologis. Kejang dapat diikuti dengan hemiparesis sementara.
(Todd’s hemiparesis) yang berlangsung selama beberapa jam hingga beberapa hari.
Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap.
Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kelang demam
yang pertama.
F. Pathway

G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mansjoer (2000), beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan
pada pasien dengan kejang demam adalah meliputi:
1. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG
abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya
epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini
pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang
sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan
untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil
seringkali gejala meningitis fidak jelas sehingga. harus dilakukan lumbal
pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang
berumur kurang dari 18 bulan.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM

A. Pengkajian Keperawatan
1. Anamnesa
a. Aktivitas atau Istirahat
Keletihan, kelemahan umumKeterbatasan dalam beraktivitas, bekerja,
dan lain-lain
b. SirkulasiIktal: Hipertensi, peningkatan nadi sinosis
Posiktal: Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi
dan pernafasan
c. Intergritas Ego
Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan
atau penangananPeka rangsangan: pernafasan tidak ada harapan atau
tidak berdaya Perubahan dalam berhubungan
d. Eliminasi
1). Inkontinensia epirodik
2). Makanan atau cairan
3). Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang
berhubungan dengan aktivitaskejang
e. Neurosensori
1. Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing
riwayat trauma kepala,anoreksia, dan infeksi serebal
2. Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi)
3. Posiktal: Kelamaan, nyeri otot, area paratise atau paralisisf.
f. Kenyamanan
1. Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal
2. Nyeri abnormal proksimal selama fase iktalg.
g. Pernafasan
1. Fase iktal: Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat
peningkatan sekresi mulus
2. Fase posektal: Apneah.
h. Keamanan
1. Riwayat terjatuh
2. Adanya alergi
i. Interaksi Sosial
Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga lingkungan
sosialnya
2. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas
1. Perubahan tonus otot atau kekuatan otot
2. Gerakan involanter atau kontraksi otot atau sekelompok otot b.
b. Integritas Ego
1. Pelebaran rentang respon emosionalc.
c. Eleminasi
Iktal: penurunan tekanan kandung kemih dan tonus spinter
Posiktal: otot relaksasi yang mengakibatkan inkonmesiad.
d. Makanan atau cairan
1. Kerusakan jaringan lunak (cedera selama kejang)
2. Hyperplasia ginginale.
e. Neurosensori (karakteristik kejang)
1. Fase prodomal: Adanya perubahan pada reaksi emosi atau respon
efektifitas yangtidak menentu yang mengarah pada fase area
2. Kejang umum: Tonik– klonik: kekakuan dan postur menjejak,
mengenag peningkatan keadaan, pupildilatasi, inkontineusia urine
3. Fosiktal : pasien tertidur selama 30 menit sampai beberapa jam,
lemah kalau mentaldan anesia
4. Absen (patitmal): periode gangguan kesadaran dan atau makanan
5. Kejang parsial: Jaksomia atau motorik fokal: sering didahului
dengan aura, berakhir 15 menit tdak ada penurunan kesadaran
gerakan ersifat konvulsiff.
f. Kenyamanan
Sikap atau tingkah laku yang berhati-hati, perubahan pada tonus otot,
tingkah laku distraksi atau gelisah
g. KeamananTrauma pada jaringan lunakPenurunan kekuatan atau tonus
otot secara menyeluruh
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi Berhubungan dengan proses penyakit
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kerusakan sel neuron otak
3. Resiko tinggi cedra berhubungan dengan spasme otot ektermitas
4. Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh
5. Kurang pengetahuan keluarga tentang cara penanganan kejang
berhubungan dengankurangnya informasi.
C. Perencanaan
No Dx Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

1. Hipertermi Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor suhu tubuh sesering

berhubungan keperawatan selama mungkin

dengan proses 2x24 jam diharapkan 2. Monitor warna kulit

infeksi tidak terjadi hipertermi 3. Monitor tekanan darah, nadi dan

atau peningkatan suhu RR

tubuh dengan kriteria 4. Monitor penurunan tingkat

hasil: kesadaran

a. Suhu tubuh dalam 5. Tingkatkan sirkulasi udara

rentan normal (36,5- dengan membatasi pengunjung

37oC) 6. Berikan cairan dan elektrolit

b. Nadi dalam rentan sesuai kebutuhan

normal 80-120x/menit
c. RR dalam rentan 7. Menganjurkan menggunakan

normal 18-24x/menit pakaian yang tipis dan menyerap

d. Tidak ada perubahan keringat

warna kulit dan tidak 8. Berikan edukasi pada keluarga

ada pusing. tentang kompres hangat

dilanjutkan dengan kompres

dingin saat anak demam

9. Kolaborasi dengan dokter dalam

pemberian obat penurun panas

3. Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Sediakan lingkungan yang

cedra tindakan keperawatan aman untuk pasien

berhubungan selama 2x24 jam 2. Identifikasi kebutuhan dan

dengan spasme diharapkan masalah tidak keamanan pasien

otot ekstermitas menjadi aktual dengan 3. Menghindarkan lingkungan

kriteria hasil: yang berbahaya

a. Tidak terjadi 4. Memasang side rail tempat

kejang tidur

b. Tidak terjadi 5. Menyediakan tempat tidur

cedra yang nyaman dan bersih

6. Membatasi pengunjung

7. Memberikan penerangan

yang cukup

8. Menganjurkan keluarga

untuk menemani pasien


9. Mengontrol lingkungan dari

kebisingan

10. Edukasi tentang penyakit

kepada keluarga.

H. Evidance Based Practice


Pada kasus kejang yang dilakukan penulis kepada An. S dilakukan asuhan
keperawatan berupa dilakukannya kompres hangat tepid sponge. Sejalan dengan
hasil penelitian yang telah dilakukan Nurul, 2018 mengungkapkan bahwa tapid
sponge dapat berpengaruh dalam menurunkan demam pada pasien hipertermi.
Kompres tepid sponge efektif untuk menurunkan demam diatas 37,50C disamping
dilakukakanya pemberian kolaborasi dengan dokter yaitu dengan diberikannya
antipiretik.

Daftar Pustaka
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, alih bahasa; I
Made Kariasa, editor; Monica Ester, Edisi 3. EGC: Jakarta.

You might also like