Professional Documents
Culture Documents
1. A. Analisa jenis penyelesaian sengketa apa saja yang terlibat dalam kasus
di atas! Serta apa yang membedakan ke-2 nya ?
Dalam soal tersebut, dikatakan terkait perihal klausul penyelesaian sengketa yang
menggunakan forum mediasi, namun disisi lain setelah perusahaan B melakukan
wanprestasi sehingga perusaan A mengajukan gugatan kesalah satu lembaga
arbitrase. Sehingga berdasar analisis saya dalam kasus tersebut penyelesaian
sengketa adalah melalui forum mediasi sesuai klausul dan selanjutnya adalah
berdasar lembaga arbitrase.
1. B. Telaah apakah kasus di atas telah sesuai dengan dasar yang dimiliki
oleh ajaran positivisme hukum ?
Aliran Hukum Positif atau Positivisme Hukum merupakan salah satu aliran dalam
filsafat hukum. Aliran ini memandang perlu memisahkan secara tegas antara
hukum dan moral (antara hukum yang berlaku dan hukum yang seharusnya,
antara das sein dan das sollen). Positivisme Hukum sangat mengagungkan hukum
yang tertulis dan menganggap bahwa tidak ada norma hukum di luar hukum
positif. Bagi aliran ini, semua persoalan dalam masyarakat harus diatur dalam
hukum tertulis. Sikap penganut aliran ini dilatarbelakangi oleh penghargaan yang
berlebihan terhadap kekuasaan yang menciptakan hukum tertulis, mereka
menganggap kekuasaan itu adalah sumber hukum dan kekuasaan adalah hukum.
Austin membedakan hukum menjadi dua jenis, yaitu hukum dari Tuhan untuk
manusia dan hukum yang dibuat oleh manusia. Hukum yang dibuat oleh manusia
kemudian dibedakan lagi menjadi:
1. Hukum yang sebenarnya (hukum positif), yaitu hukum yang dibuat oleh
penguasa dan hukum yang disusun oleh manusia secara individu untuk
melaksanakan hak-hak yang diberikan kepadanya. Hukum yang sebenarnya
memiliki empat unsur, yaitu perintah (command), sanksi (sanction),
kewajiban (duty) dan kedaulatan (sovereignty).
2. Hukum yang tidak sebenarnya, adalah hukum yang tidak dibuat oleh
penguasa, sehingga tidak memenuhi persyaratan sebagai hukum, contohnya
peraturan dari suatu organisasi olahraga.
Sehingga menurut saya pada kasus tersebut sesuai dengan dasar dalam positivme
hukum.
pidana Narkotika tidak melanggar hak asasi manusia, akan tetapi justru para
pelaku tersebut telah melanggar hak asasi manusia lain, yang memberikan
dampak terhadap kehancuran generasi muda di masa yang akan datang, Selain
itu, hukuman mati telah diatur dalam KUHP, pasal 10 yang merupakan bagian dari
sistem hukum nasional dan telah berlaku berabad-abad lamaya, Pelaksanaan
hukuman mati tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan ICCPR. Dalam
membaca dan menafsirkan pasal-pasal dalam UUD 1945 tidak bisa sepotong-
sepotong, hak setiap orang untuk hidup sebagaimana tertera dalam pasal 28 a
dan 28 i ayat (1) harus dibaca dan ditafsirkan dalam kesatuan dengan pasal 28 j
ayat (2) yaitu dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang wajib
tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan
maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak
dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam
suatu masyarakat yang demokratis.International Covenant on Civil and Political
Rights (ICCPR), yang sudah diratifikasi oleh Indonesia dalam pasal 6 ayat (1)
menyatakan : Every human being has the inherent right to life. This right shall be
protected by law. No one shall be arbitrarily deprived of his life,Tetapi ICCPR
masih membolehkan adanya hukuman mati bagi tindak pidana narkotika karena
kejahatan narkotika adalah kejahatan extra ordinary most serious transnational
organized crime
Kewenangan melakukan tugas represif dalam hal ini tembak ditempat oleh aparat
kepolisian disebut dengan diskresi kepolisian aktif, dan umumnya tugas ini
kewenangannya diberikan kepada aparat kepolisian unit reserse. Setiap
melakukan tindakan, aparat kepolisian mempunyai kewenangan bertindak
menurut penilaiannya sendiri dan hal inilah yang terkadang disalahgunakan oleh
aparat Kepolisian. Kewenangan ini tertulis di dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia berisi
: “Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya
sendiri”. Pasal ini dapat disebut dengan kewenangan diskresi. Adapun pengertian
diskresi Kepolisan menurut Thomas J. Aaron adalah ”Suatu wewenang yang
diberikan kepada Polisi,untuk mengambil keputusan dalam situasi tertentu yang
membutuhkan pertimbangan sendiri dan menyangkut masalah moral, serta
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA
terletak dalam garis batas antara hukum dan moral”. Dalam melakukan tugas nya,
tak jarang pihak kepolisian melakukan tindakan tembak di tempat terhadap pelaku
yang diduga kuat sebagai pengedar narkotika. Secara formal prosedur
penggunaan senjata api telah diatur dalam Peraturan Kapolri No. 1 Tahun 2009
Tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian. Pasal 5 ayat (1)
menyatakan “Tahapan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian terdiri
dari Tahap 1 : kekuatan yang memiliki dampak deterrent/pencegahan, Tahap 2 :
perintah lisan, Tahap 3 : kendali tangan kosong lunak, Tahap 4 : kendali tangan
kosong keras, Tahap 5 : kendali senjata tumpul, senjata kimia antara lain gas air
mata, semprotan cabe atau alat lain sesui dengan standar Polri.
Dogmatika hukum membatasi diri pada pemaparan dan sistematisasi dari hukum
positif yang berlaku, dalam arti bahwa kegiatan ini tidak dapat dipandang
sebagai netral dan obyektif melainkan berlangsung dengan beranjak dari suatu
sudut pendekatan subyektif atau inter-subyektif. Berkenaan dengan tipe-tipe
ilmu klasik seperti fisika dan sejarah, dogmatika hukum tidak bertujuan mencari
penjelasan yang melandasi atau meramalkan gejala-gejala hukum.
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA