Professional Documents
Culture Documents
Makalah Filsafat Saintek Ontologi Dan Epistemologi Aslan Heru Ansabri
Makalah Filsafat Saintek Ontologi Dan Epistemologi Aslan Heru Ansabri
Oleh:
ASLAN HERU ANSABRI
F1A2 21 028
Dosen Pengampu:
BAHRIDDIN ABAPIHI, S.Si, M.Si.
KENDARI
2022
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………….……………… ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………...........1
1.1 Latar Belakang…………...……………………………………….……1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………….. …...2
1.3 Tujuan…………………………………………………………….……2
1.4 Manfaat…………………………………………………………….…..2
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………............3
2.1 Pengertian Ontologi………………………………………….……..….3
2.2 Pembagian Pembagian Ontologi……………………………………….3
2.3 Pandangan Pandangan tentang Ontologi……………………………. ..4
2.4 Pengertian Epistemologi……………………………………….……. ..5
2.5 Pembagian Pembagian Epistemologi………………………….……. ...6
BAB III PENUTUP…………………………………………………….………8
3.1 Kesimpulan…………………………………………………….………8
3.2 Saran………………………………………………………….………..8
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................9
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Dengan kata lain, pembahasan ontologi biasanya diarahkan pada
pendeskripsian tentang sifat dasar dari wujud, sebagai kategori paling umum yang
meliputi bukan hanya wujud Tuhan, tetapi juga pembagian wujud. Wujud dibagi ke
dalam beberapa kategori, yakni wajib (wajib al-wujud), yaitu wujud yang niscaya
ada dan selalu aktual, mustahil (mumtani’al wujud) yaitu wujud yang mustahil akan
ada baik dalam potensi maupun aktualitas, dan mungkin (mumkin al-wujud), yaitu
wujud yang mungkin ada, baik dalam potensi maupun aktualitas ketika diaktualkan
ke dalam realitas nyata.
Persoalan tentang ontologi ini menjadi pembahasan utama di bidang filsafat,
baik filsafaf kuno maupun modern. Ontologi adalah cabang dari filsafat yang
membahas realitas. Realitas adalah kenyataan yang selanjutnya menjurus pada suatu
kebenaran. Bedanya, realitas dalam ontologi ini melahirkan pertanyaan-pertanyaan:
apakah sesungguhnya realitas yang ada ini; apakah realitas yang tampak ini suatu
realita materi saja; adakah sesuatu di ballik realita itu; apakah realita ini terdiri dari
satu unsur (monisme), dua unsur (dualisme) atau serba banyak (pluralisme).
2.3 Pandangan-Pandangan tentang Ontologi
Di bawah ini adalah berbagai macam pandangan tentang ontologi.
a. Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanya
satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang
asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani. Tidak mungkin ada
hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya
merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang
lainnya. Istilah monisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe.
Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran yaitu materialisme dan idealism
b. Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal
sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan
spirit. Materi bukan muncul dari ruh dan ruh bukan muncul dari benda. Sama-
sama hakikat. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri
sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan kehidupan
dalam alam ini. Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama ini kedua
hakikat ini adalah dalam diri manusia
4
c. Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segala macam bentuk merupakan kenyataan.
Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam
bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy and
Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini
tersusun dari unsur banyak, lebih dari satu atau dua entitas.
d. Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah
doktrin yang tidak mengakui validitas alternative yang positif. Istilah nihilisme
diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya Fathers and Children yang
ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia.
e. Agnostisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda.
Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata agnosticisme berasal dari
bahasa Yunani yaitu agnostos yang berarti “unknown”. A artinya not dan no
artinya know. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal
dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri
dan dapat kita kenal. Aliran ini dengan tegas selalu menyangkal adanya suatu
kenyataan mutlak yang bersifat transcendent.
5
Dengan kata lain, epistemologi adalah bidang ilmu yang membahas
pengetahuan manusia, dalam berbagai jenis dan ukuran kebenarannya.2 Isu-isu yang
akan muncul berkaitan dengan masalah epistemologi adalah bagaimana pengetahuan
itu bisa diperoleh? Jika keberadaan itu mempunyai gradasi (tingkatan), mulai dari
yang metafisik hingga fisik maka dengan menggunakan apakah kita bisa
mengetahuinya? Apakah dengan menggunakan indera sebagaimana kaum empiris,
akal sebagaimana kaum rasionalis atau bahkan dengan menggunakan intuisi
sebagaimana urafa’ (para sufi)? Oleh sebab itu yang perlu dibahas berkaitan dengan
masalah ini adalah tentang teori pengetahuan dan metode ilmiah serta tema-tema
yang berkaitan dengan masalah epistemologi.
6
cara kita bertindak.
Ada beberapa macam teori kebenaran, yaitu:
1. Teori Koherensi
2. Teori Korespondensi
3. Teori Kebenaran Pragmatis
c. Batasan Pengetahuan
Pembatasan ruang lingkup ilmu yang seperti ini nampaknya sangat sempit
sekali. Memang hal ini tidak bisa dilepaskan dari tradisi keilmuan yang
berkembang di Barat. Ilmu yang dalam bahasa Barat disebut dengan science
merupakan suatu pengetahuan yang tidak diragukan lagi kebenarannya karena ia
memenuhi standar-standar ilmiah. Ia bisa dibuktikan secara empiris dan bisa di
eksperimentasi.
d. Klasifikasi Ilmu Pengetahuan
Ada berbagai macam kalsifikasi ilmu pengetahuan yang diberikan oleh
para ahli. Salah satunya klasifikasi ilmu yang disusun oleh Ibn khaldun dalam
kitab al-Muqaddimah. Ia memberikan gambaran yang sangat komprehensif
mulai dari yang paling utama—dalam arti mencapai tingkat kematangannya—
hingga yang paling bawah yaitu ilmu fisik. Ia membagi ilmu ke dalam dua
kategori besar yaitu:
A. Ilmu-ilmu Naqliyyah (Transmitted Science) yang terdiri dari:
1. Tafsir al-Qur’an dan Hadits
2. Ilmu fiqih yang meliputi fiqh, fara’id dan ushul fiqh
3. Ilmu Kalam
4. Tafisr-tafsir ayat Mutasyabihat
5. Tasawuf
6. Tabir Mimpi (ta’bir al-Ru’yah)
B. Ilmu-ilmu Aqliyyah (Rational Science)
1. Ilmu logika
2. Fisika
3. Matematika
4. Metafisika
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan materi yang telah dipaparkan, kita dapat mengetahui betapa
luasnya objek kajian filsafat seperti masalah ontologis dan epistemologis. Hal itu
memberikan sebuah kerangkan berpikir yang sangat sistematis. Hal itu dikarenakan
merupakan proses berpikir yang diawali dengan pembahasan “Apa itu kebenaran?”,
“Bagaimana mendapatkan kebenaran?”, dan “Untuk apa kebenaran tersebut
(aplikasinya) dalam kehidupan sehari-hari?”
Hal tersebut mengindikasikan bahwa filsafat layak dikatakan sebagai induk
dari semua ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu-ilmu lain akan mengalami
hambatan tanpa peranan filsafat. Hal itu dikarenakan semua permasalah mendasar
dari seluruh ilmu adalah problem filosofis. Hal tersebut harus segera dipecahkan
sebagai langkah awal untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan sekunder.
Dengan kata lain, pada dasarnya semua ilmu pengetahun tidak terlepas dari tiga
problem filosofis tersebut (ontologis, epistemologis dan aksiologis). Artinya semua
ilmu pengetahuan pasti berbicara tentang apa yang menjadi objek kajiannya,
bagaimana cara mengetahuinya dan apa manfaatnya buat kehidupan manusia.
3.2 Saran
Saran saya agar makalah ini bisa menjadi bahan pembelajaran demi
perkembangan pemikiran kita. Sehingga, buah pemikiran tersebut dapat melahirkan
peradaban besar. Perbedaan pendapat berkaitan dengan Ontologi dan Epistemologi,
Di kalangan filosof semata karena berdasaekan pada aliran filsafat yang mereka anut.
Tetapi, semua itu harus kita apresiasi karena merupakan tahapan pencarian
“kebenaran yang hakiki”. Hal itu dikarenakan ilmu pengetahun berbicara tentang
peluang dan prediksi. Walaupun, sesungguhnya terdapat kebenaran absolut, tetapi
hanya Realitas Absolut yang mengetahui hal itu. Kita sebagai manusia yang
memiliki akal dan hati nurani hanya berupaya mencapai kebenaran tersebut sampai
akhir hayat dan mengaplikasikannya untuk kemaslahatan umat manusia.
8
DAFTAR PUSTAKA
Mishbah Yazdi, Muhammad Taqi. Buku Daras Filsafat Islam. Bandung: Mizan.
2003.
Mulyana. Filsafat Agama, Diktat Kuliah Filsafat Agama UIN Bandung. Bandung:
Fak Ushuluddin. 2001