You are on page 1of 55

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perusahaan go public memiliki tujuan untuk meningkatkan

kemakmuran para pemilik atau para pemegang saham melalui kenaikan nilai

perusahaan (Salvatore, 2005). Nilai perusahaan yang tinggi sangat penting

bagi perusahaan dapat diikuti oleh kemakmuran pemegang saham

(Brigham & Gapenski, 2006). Kemakmuran para pemegang saham

mencerminkan bahwa perusahaan tersebut memiliki nilai perusahaan yang

baik, adanya kekayaan yang dimiliki para pemegang saham dan perusahaan

dapat direpresentasikan oleh harga pasar saham yang merupakan cerminan

dari keputusan investasi, pendanaan (financing), dan manajemen asset.

(Oktaviani et al., 2019)

Perusahaan yang go public memiliki tujuan untuk meningkatkan nilai

perusahaan yang terasosiasikan dengan harga sahammnya. Semakin tinggi

harga saham, maka makin tinggi kemakmuran pemegang saham. Nilai

perusahaan mencerminkan nilai aset yang dimiliki dan sangat penting karena

dengan nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran

pemegang saham. Saat investor ingin berinvestasi di dalam suatu perusahaan,

atau menjual perusahaan perlu dihitung nilai perusahaannya.(Bintari &

Kusnandar, 2020)

Nilai perusahaan diartikan sebagai harga yang bersedia dibayar oleh

calon investor seandainya suatu perusahaan akan dijual (Sartono,

1
2010).Optimalisasi nilai perusahaan yang merupakan tujuan perusahaan dapat

dicapai melalui pelaksanaan fungsi manajemen keuangan, di mana satu

keputusan keuangan yang diambil akan mempengaruhi keputusan keuangan

lainnya dan berdampak pada nilai perusahaan (Fama & French, 1998)

Banyak faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan, diantaranya

yaitu , Return on Asset, Debt to Asset Ratio, Current Ratio, Firm Size,

Dividend Payout Ratio,dan Sales Growth.

Return On Assets (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas

yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam

menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan total aktiva yang

dimilikinya.(Widodo, 2019)

Return On Assets (ROA) merupakan ukuran kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan laba (profit) dengan segala aktiva yang

dimiliki perusahaan.Tingkat Return On Assets(ROA) mempengaruhi niat

investor untuk berinvestasi sehingga akan memberikan dampak pada tingkat

penjualan saham (Moniaga, 2013).

Semakin tinggi ROA maka semakin tinggi efisiensi perusahaan

tersebut dalam memanfaatkan fasilitas perusahaan untuk menghasilkan laba

dan akan menciptakan nilai perusahaan yang semakin tinggi serta dapat

memaksimumkan kekayaan pemegang saham.(Zurriah, n.d, 2021)

Debt ratio merupakan rasio yang mengukur tingkat penggunaan

hutang terhadap total aktiva yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi hasil

persentasenya, cenderung semakin besar resiko keuangannya bagi kreditur

2
maupun pemegang saham.Debt to Assets Ratio (DAR) mempunyai

pengertian perbandingan antara total utang dengan total aset yang dimiliki

oleh perusahaan.

Menurut (Siahaan et al., 2016), Debt to Assets Ratio adalah rasio total

utang suatu perusahaan terhadap aset perusahaan. Semakin rendah rasio

utang,maka semakin rendah pula sumber pembiayaan melalui utang.

Sebaliknya, semakin tinggi debt ratio maka semakin tinggi sumber

pembiayaannya melalui hutang.

Currrent ratio adalah ukuran yang umum digunakan atas solvensi

jangka pendek,kemampuan suatu perusah aan memenuhi kebutuhan utang

ketika jatuh tempo. Harus dipahami bahwa penggunaan Current ratio dalam

menganalisis laporan keuangan hanya mampu memberikan analisa secara

kasar, oleh karena itu perlu adanya dukungan analisa secara kualitatif dan

lebih komprehensif (Fahmi, 2017). Current ratio merupakan rasio untuk

mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek

atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan.

Current ratio mengukur tingkat likuiditas pada suatu perusahaan, semakin

likuid sebuah perusahaan maka nilai current ratio akan semakin tinggi.

Dengan tingkat current ratio yang tinggi mencerminkan kecukupan kas

sehingga sehingga semakin likuid suatu perusahaan maka tingkat kepercayaan

investor akan meningkat hal ini akan meningkatkan citra perusahaan dimata

investor sehingga dapat berpengaruh kepada nilai perusahaan (Annisa dan

3
Chabachib, 2017).Current ratio terlalu tinggi akan dianggap tidak bagus

karena itu dapat mengindikasikan masalah.

Ukuran dari sebuah perusahaan juga ikut menentukan nilai

perusahaan. Ukuran perusahaan (SIZE) merupakan suatu indikator dari

kekuatan financial suatu perusahaan (Hermuningsih, 2013). Dewi and

Wirajaya (2013) dan Pantow, S. Murni, and Trang (2015), bahwa

besarnya skala perusahaan semakin mudah perusahaan memperoleh

sumber pendanaan baik internal maupun eksternal, sumber dana yang

diperoleh mendukung kegiatan operasional sehingga meningkatkan harga

saham perusahaan tersebut.

Dividen Payout Ratio (DPR) yang merupakan bagian dari laba bersih

perusahaan yang dibagikan sebagai dividen. Berdasarkan Theory Bird In The

Hand Besarnya dividen yang dibagikan kepada para pemegang saham akan

menjadi daya tarik bagi pemegang saham karena sebagian investor cenderung

lebih menyukai dividen dibandingkan dengan Capital Gain karena dividen

bersifat lebih pasti.(Andri Dwi Aprianto et al., 2020)

Menurut Husnan (2012:297) laba yang di dapat perusahaan bisa

dibagi sebagai dividen atau ditahan untuk diinvestasikan kembali. Dividen

dapat menunjukkan prospek bagi suatu perusahaan, apabila dividen yang

dibagikan kepada para investor tinggi maka manajemen perusahaan

dianggap memiliki kinerja yang baik dalam mengelola perusahaan.

Pertumbuhan penjualan (sales growth) adalah salah satu faktor yang

dapat mencerminkan pencapaian perusahaan di masa lalu dan digunakan untuk

4
memprediksi pencapaian perusahaan di masa depan (Pantow, Murni dan

Trang, 2015). Pertumbuhan penjualan dapat mencerminkan kinerja pemasaran

dari suatu perusahaan dan kemampuan daya saing perusahaan dalam satu area

industri yang sama. Prospek pertumbuhan yang baik di masa depan yang

ditunjukkan dari pertumbuhan penjualan juga dapat menggambarkan

bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan untuk memberikan return

saham yang tinggi bagi investor.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti

sebelumnya, ternyata ditemukan adanya perbedaan hasil. Perbedaan

tersebut mendorong peneliti untuk meneliti penelitian dengan judul

‘’Pengaruh Return On Asset, Debt To Asset Ratio, Current Ratio, Firm

Size,Dividend Payout Ratio,Dan Sales Growth Terhadap Nilai Perusahaan

Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia’’

5
1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah Return On Asset, Debt To Asset Ratio, Current Ratio,

Firm Size,Dividend Payout Ratio,Dan Sales Growth berpengaruh

terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur Sub

Sektor Makanan & Minuman Yang Terdaftar Di Bursa Efek

Indonesia Periode 2019-2021?

2. Apakah Return On Asset Ratio berpengaruh terhadap Nilai

Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Makanan &

Minuman Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2019-

2021?

3. Apakah Dept To Asset Ratio berpengaruh terhadap Nilai

Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Makanan &

Minuman Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2019-

2021?

4. Apakah Current Ratio berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan Pada

Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Makanan & Minuman Yang

Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2019-2021?

5. Apakah Firm Size berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan Pada

Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Makanan & Minuman Yang

Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2019-2021?

6. Apakah Dividend Pay Out Ratio berpengaruh terhadap Nilai

Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Makanan &

6
Minuman Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2019-

2021?

7. Apakah Sales Growth berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan Pada

Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Makanan & Minuman Yang

Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2019-2021?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Return On Asset,

Debt To Asset Ratio, Current Ratio, Firm Size,Dividend Payout

Ratio,Dan Sales Growth terhadap Nilai Perusahaan Pada

Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Makanan & Minuman Yang

Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2019-2021.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Return On Asset

Ratio terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur Sub

Sektor Makanan & Minuman Yang Terdaftar Di Bursa Efek

Indonesia Periode 2019-2021.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Dept To Asset

Ratio terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur Sub

Sektor Makanan & Minuman Yang Terdaftar Di Bursa Efek

Indonesia Periode 2019-2021.

4. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Current Ratio

terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur Sub

Sektor Makanan & Minuman Yang Terdaftar Di Bursa Efek

Indonesia Periode 2019-2021.

7
5. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Firm Size terhadap

Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor

Makanan & Minuman Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

Periode 2019-2021.

6. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Dividend Pay Out

Ratio terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur Sub

Sektor Makanan & Minuman Yang Terdaftar Di Bursa Efek

Indonesia Periode 2019-2021.

7. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Sales Growth

terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur Sub

Sektor Makanan & Minuman Yang Terdaftar Di Bursa Efek

Indonesia Periode 2019-2021.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang akan dicapai, maka penelitian ini akan

bermanfaat:

a. Bagi Penulis

1) Memberikan solusi dalam pemecahan suatu masalah empiris yang

didukung dengan teori yang mendukung sehingga dapat

memberikan pola pikir yang terstruktur dalam memecahkan suatu

permasalahan.

2) Untuk mengambil kesimpulan bahwasannya adanya keuntungan

yang dapat dirasakan bagi penulis dari berdasarkan tujuan masalah

tentang pengaruh Return On Asset, Debt To Asset Ratio, Current

8
Ratio, Firm Size,Dividend Payout Ratio,Dan Sales Growth

terhadap Nilai Perusahaan (Price Book Value).

b. Bagi Perusahaan

1) Diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi untuk

meninjau kembali terhadap masalah pendanaan perusahaan, yang

berhubungan dengan pengaruh Return On Asset, Debt To Asset

Ratio, Current Ratio, Firm Size,Dividend Payout Ratio,Dan Sales

Growth terhadap Nilai Perusahaan (Price Book Value).

2) Sebagai sumber masukan kepada perusahaan tentang hasil dari

penelitian yang akan diteliti sebagai acuan dalam mengambil

sebuah keputusan.

c. Bagi peneliti lainnya

1) Sebagai salah satu bahan kajian empiris terutama menyangkut

masalah pendanaan perusahaan khususnya pada aspek Return On

Asset, Debt To Asset Ratio, Current Ratio, Firm Size,Dividend

Payout Ratio,Sales Growth dan Nilai Perusahaan (Price Book

Value).

2) Sebagai sumber referensi untuk penelitian selanjutnya untuk lebih

mengembangkan hasil penelitian yang akan diteliti untuk nantinya

terkhusus aspek Return On Asset, Debt To Asset Ratio, Current

Ratio, Firm Size,Dividend Payout Ratio,Sales Growth dan Nilai

Perusahaan (Price Book Value).

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

9
Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian pada perusahaan

Manufaktur periode 2019-2021 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia,

penulis membatasi penelitian ini pada permasalahan Return On Asset,

Debt To Asset Ratio, Current Ratio, Firm Size,Dividend Payout Ratio,Dan

Sales Growth adapun pada nilai perusahaan membatasi hanya pada Price

Book Value(PBV).

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Nurwahyuni , Masdar Mas’ud, Syamsu Alam & Asdar Djamareng (2020)

dalam sebuah penelitian yang berjudul ‘’ Pengaruh Profitability, Growth

Opportunities Dan Leverage Terhadap Nilai Perusahaan Perusahaan

Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia’’dimana penelitian

tersebut bertujuan untuk menguji pengaruh profitabilitas, peluang

pertumbuhan dan leverage terhadap nilai perusahaan pada perusahaan

manufaktur yang terdaftar di bursa efek Indonesia. Data dalam penelitian

tersebut diperoleh dari laporan keuangan perusahaan manufaktur yang

terdaftar di BEI. Penelitian tersebut menggunakan data sekunder dengan

mengamati dengan mengunjungi metode analisis data Pusat Informasi Pasar

Modal (PIPM) menggunakan pendekatan Partial Least Square (PLS). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa: secara parsial, variabel profitabilitas dan

peluang pertumbuhan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai

perusahaan, sedangkan leverage berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

nilai perusahaan.

Lusiana Veronika Sinaga, Antonia Masriani Nababan, Annisa Nauli Sinaga,

Thomas Firdaus Hutahean, Siti Tiffany Guci (2019) dalam sebuah penelitian

yang berjudul ‘’Pengaruh Sales Growth, Firm Size, Debt Policy, Return On

Asset Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan property Dan Real Estate

Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia’’dimana penelitian tersebut bertujuan

11
untuk menguji pengaruh Pertumbuhan Penjualan, Ukuran Perusahaan,

Kebijakan Hutang, dan ROA, terhadap nilai perusahaan pada perusahaan

Property and Real Estate periode 2013-2016 yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia. Teknik pemilihan sampel menggunakan teknik Purposive Sampling

dan diperoleh 26 perusahaan sebagai sampel penelitian. Metode analisis data

menggunakan uji Regresi Linier Berganda. Hasil analisis data disimpulkan

bahwa Pertumbuhan Penjualan tidak berpengaruh dan signifikan terhadap

Nilai Perusahaan, Ukuran Perusahaan berpengaruh positif dan signifikan

terhadap Nilai Perusahaan, Kebijakan Hutang tidak berpengaruh dan tidak

signifikan terhadap nilai perusahaan, dan ROA berpengaruh positif dan

signifikan terhadap Nilai Perusahaan. Nilai perusahaan sangat penting karena

nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran

pemegang saham.

Jesica Andriyani,Francis Hutabarat (2020) dalam sebuah penelitian yang

berjudul ‘’ Pengaruh Kebijakan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan Dengan

Variabel Mediasi Penghindaran Pajak Perusahaan Property’’ dimana

penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi nilai perusahaan pada perusahaan sub sektor BEI pada sektor

property dan real estate. Dalam analisis ini, mekanismenya bersifat kuantitatif.

Data yang digunakan adalah data sekunder berupa laporan keuangan tahunan

dari 8 Perusahaan Sub Sektor Property & Real Estate. Dividend Pay out Ratio

atau DPR (X1), Tarif Pajak Efektif Tunai atau Cash ETR (X1), dan Nilai

Perusahaan atau Q (Y) merupakan variabel penelitian. Analisis jalur adalah

12
pendekatan analisis data yang digunakan. Hasil pengujian model 1

menunjukkan bahwa kebijakan dividen (DPR) tidak berpengaruh terhadap Q

dengan dan penghindaran pajak (Cash ETR) tidak berpengaruh terhadap Q

dengan.Hasil pengujian Model 2 menjelaskan bahwa dengan makna

signifikansi, kebijakan dividen (DPR) berpengaruh terhadap penghindaran

pajak (Cash ETR). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa

adanya tax avoidance secara total memediasi pengaruh kebijakan dividen

terhadap nilai perusahaan.

2.2 Kajian Teoritis

2.2.1 Pengertian Manajemen Keuangan

Manajemen keuangan adalah suatu kegiatan perencanaan,

penganggaran, pemeriksaan, pengelolaan, pengendalian, pencairan, dan

penyimpanan dana yang dimiliki oleh organisasi atau perusahaan

(Sugiyono, 2009:3).

Manajemen juga dapat diartikan sebagai kegiatan perencanaan,

pengorganisasian, staffing, pelaksanaan dan pengendalian fungsi-fungsi

keuangan (Mamduh, 2008:2).

2.2.2 Tujuan Manajemen Keuangan

Dengan adanya manajer keuangan untuk mengelola dana

perusahaan pada suatu perusahaan secara umum adalah untuk

memaksimalisasi nilai perusahaan.

Dengan demikian apabila suatu saat perusahaan dijual maka

harganya dapat ditetapkan setinggi mungkin (Sugiyono, 2009:5)

13
2.2.3 Fungsi Manajemen Keuangan

Menurut (Mamduh, 2008:2) fungsi manjemen keuangan dapat

dirincikan kedalam tiga bentuk kebijakan perusahaan, yaitu:

a. Keputusan Investasi

b. Keputusan Pendanaan

c. Kebijakan Dividen

2.2.4 Laporan Keuangan

Harahap (2013) menyatakan bahwa laporan keuangan menjelaskan

situasi keuangan perusahaan dan hasil operasi pada waktu tertentu. Jenis

laporan keuangan seperti Neraca, Laporan laba rugi, Laporan ekuitas, serta

laporan Arus kas.

Laporan keuangan ialah rangkuman dari alur pencatatan transaksi

keuangan yang dilaksanakan dalam periode akuntansi dimana laporan

penanggung jawab kepada pemilik perusahaan pradana (2018).

Laporan Keuangan (financial statement) ialah hasil akhir dari

proses pencatatan serta pengikhtisiran data transaksi bisnis. Akuntan

dituntut dapat menyusun semua data akuntansi agar dapat menghasilkan

laporan keuangan, serta memahami dan menganalisis laporan keuangan

yang dibuatnya. Laporan keuangan dipakai guna mengkomunikasikan

informasi keuangan atau operasi perusahaan kepada pihak berkepentingan

atau laporan keuangan ini berfungsi sebagai media mempunyai hubungan

perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan

menampilkan kondisi kinerja keuangan perusahaan (Hery 2016).

14
2.2.5 Nilai Perusahaan

Perusahaan adalah suatu organisasi yang mengkombinasikan dan

mengorganisasikan berbagai sumber daya dengan tujuan untuk

memproduksi barang dan atau jasa untuk di jual (Salvatore, 2005).

Pengertian nilai perusahaan menurut Sartono (2010, hal. 487)

adalah sebagai berikut : “Nilai Perusahaan adalah nilai jual sebuah

perusahaan sebagai suatu bisnis yang sedang beroperasi. Adanya kelebihan

nilai jual diatas nilai likuidasi adalah nilai dari organisasi manajemen yang

menjalankan perusahaan itu”.

Menurut Harmono (2011, hal. 233),“Nilai Perusahaan adalah

kinerja perusahaan yang dicerminkan oleh harga saham yang dibentuk

olehpermintaan dan penawaran pasar modalyang merefleksikan penilaian

masyarakat terhadap kinerja perusahaan”.

Menurut Sudana (2011, hal. 8), nilai perusahaan adalah nilai

sekarang dari arus pendapatan atau kas yang diharapkan diterima pada

masa yang akan datang. Jenis alat ukur nilai perusahaan yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu Price to Book Value (PBV).

Bagi perusahaan yang sudah go public, nilai perusahaan akan

tercermin dari nilai pasarnya. Berdasarkan definisi nilai perusahaan yang

dijelaskan di atas maka dapat dikaitkan dengan sebuah teori yang disebut

Signalling Theory, yang mana Signalling Theory sendiri menekankan pada

pentingnya informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan terhadap

keputusan investasi pihak luar perusahaan (investor).

15
Menurut Jogiyanto (2010, hal. 392), “Informasi yang

dipublikasikan sebagai suatu pengumuman akan memberikan signal bagi

investor dalam pengambilan keputusan investasi. Jika pengumuman

tersebut mengandung nilai positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi

pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Pada waktu

informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima informasi

atas suatu perusahaan, pelaku pasar terlebih dahulu menginterpretasikan

dan menganalisisis informasi tersebut sebagai signal baik (good news)

atau signal buruk (bad news). Jika pengumuman tersebut menjadi signal

baik bagi investor maka akan terjadi peningkatan dalam volume

perdagangan saham yang mengakibatkan tingginya harga saham di pasar

modal sebagai cerminan atas nilai perusahaan”.

2.2.5.1 Nilai Buku

Nilai buku perlembar saham (BVS) digunakan untuk

mengukur nilai shareholder equity atas setip saham, dan besarnya

nilai BVS dihitung dengan cara membagi total shareholder equity

dengan jumlah saham yang beredar. Adapun komponen dari

shareholder equity yaitu agio saham (paid up capital in excess par

value) dan laba di tahan (retained earning).

2.2.5.2 Nilai Pasar Saham

Sebagaiman dinyatakan dalam kuotasi pasar modal adalah

pendekatan lain untuk memperkirakan nilai bersih dari suatu

bisnis. Apabila saham didaftarkan dalam bursa sekuritas utama dan

16
secara luas diperdagangkan,sebua nilai pendekatan dpat dibangun

berdasarkan nilai pasar.

2.2.5.3 Nilai Arus Kas

Pendekatan arus kas untuk penilaian dimaksudkan agar

dapat mengestimasi arus kas bersih yang tersedia untuk perusahaan

yang menawarkan sebagai hasil merger atau akuisisi.Nilai sekarang

untuk arus kas ini kemudian akan ditentukan dan akan menjadi

jumlah maksimum yang harus dibayar oleh perusahaan yang

ditargetkan. Pembayaran awal kemudian dapat dikurangi untuk

menghitung nilai bersih sekarang dari merger.

Sedangkan menurut Hartono (2000:79) terdapat tiga jenis

penilaian yang berhubungan dengan saham,yaitu nilai buku (book

value), nilai pasar (maket value) dari nilai intrinstik (intrinstic

value), nilai buku merupakan nilai saham menurut pembukuan

emiten.

2.2.6 Return On Asset

Profitabilitas perusahaan merupakan salah satu dasar penilaian

kondisi suatu perusahaan, untuk itu dibutuhkan suatu alat analisis untuk

bisa menilainya. Alat analisis yang dimaksud adalah rasio-rasio keuangan.

Ratio profitabilitas mengukur efektifitas manajemen berdasarkan hasil

pengembalian yang diperoleh dari penjualan dan investasi. Profitabilitas

juga mempunyai arti penting dalam usaha mempertahankan kelangsungan

hidupnya dalam jangka panjang, karena profitabilitas menunjukkan apakah

17
badan usaha tersebut mempunyai prospek yang baik di masa yang akan

datang. Dengan demikian setiap badan usaha akan selalu berusaha

meningkatkan profitabilitasnya, karena semakin tinggi tingkat

profitabilitas suatu badan usaha maka kelangsungan hidup badan usaha

tersebut akan lebih terjamin. Profitabilitas dalam perusahaan dapat

menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva ataupun modal yang

dapat menciptakan laba tersebut, atau dapat dikatakan profitabilitas adalah

kemampuan suatu perusahaan untuk menciptakan laba. Menurut Agus

Sartono (2010:122), profitabilitas adalah kemampuan perusahaan

memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan total aktiva

maupun modal setendiri. Menurut Kasmir (2011:196), profitabilitas adalah

untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan.

(Nurrahman et al., n.d.)

Return On Asset adalah kemampuan menghasilkan laba/profit

selama periode tertentu dengan menggunakan aktiva atau modal, baik

modal secara keseluruhan maupun modal sendiri Return

OnAsset(ROA) menunjukkan kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan laba.

Return On Asset (ROA) merupakan bagian dari rasio profitabilitas

dalam laporan keuangan atas laporan kinerja keuangan perusahaan. ROA

mampu mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan pada

masa lampau untuk kemudian diproyeksikan di masa yang akan datang.

Asset atau aktiva yang dimaksud adalah keseluruhan harta perusahaan,

18
yang diperoleh dari modal sendiri maupun dari modal asing yang telah

diubah perusahaan menjadi aktiva-aktiva perusahaan yang digunakan

untuk kelangsungan hidup perusahaan.

Menurut Kasmir (2014, hal. 201) menyatakan: Return On Asset

(ROA) merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah

aktiva yang digunakan dalam perusahaan.

Disamping itu, hasil pengembalian investasi menunjukkan

produktivitas dari seluruh dana perusahaan, baik modal pinjaman maupun

modal sendiri. Semakin kecil (rendah) rasio ini, semakin kurang baik,

demikian pula sebaliknya. Artinya rasio ini digunakan untuk mengukur

efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan.

Menurut Hani (2014, hal. 75) menyatakan: ROA merupakan

kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva

untuk menghasilkan keuntungan neto.

Jika hasil dari aktiva lebih dari atau sama dengan 10%, maka

perusahaan tersebut efektif atau kinerja keuangannya relatif baik. Hasil

pengembalian suatu aktiva mencoba mengukur efisiensi perusahaan dalam

memanfaatkan seluruh sumber dananya, yang kadang-kadang disebut

dengan hasil pengembalian atas investasi atau return invesment. Investasi

merupakan konversi nilai uang saat ini untuk memperoleh arus kas dimasa

mendatang yang lebih besar guna meningkatkan konsumsi atau

kemakmuran politik. Dalam perusahaan, keputusan investasi akan

19
tercermin pada sisi aktiva perusahaan dan oleh karena itu istilah Return On

Invesment sering disamakan dengan Return On Asset (ROA).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa return on

asset adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba. ROA

menunjukkan koefisienan dalam mengelola seluruh aktivanya.

2.2.6.1 Faktor yang Mempengaruhi Return on Assets (ROA)

Profitabilitas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur

kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Return On Asset

(ROA) merupakan salah satu dari rasio peofitabilitas. Return on

Asset menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan

laba setelah pajak.

Menurut Munawir (2009, hal. 89) besarnya Return on Asset

dipengaruhi oleh dua faktor yaitu :

1. Turnover dari operating asset (tingkat perputaran aktiva

yang digunakan untuk operasi)

2. Profit margin, yaitu besarnya keuntungan operasi yang

dinyatakan dalam persentase dan jumlah penjualan bersih.

Profit margin ini mengukur tingkat keuntungan yang dapat

di capai oleh perusahaan yang dihubungkan dengan

penjualnya.

Besarnya Return on Asset akan berubah kalau ada

perubahan pada profit margin atau asset turnover, baik masing-

masing atau keduanya. Dengan demikian pimpinan perusahaan

20
dapat menggunakan salah satu atau keduanya dalam rangka usaha

untuk memperbesar Return on Asset.

2.2.6.2 Pengukuran Return On Asset (ROA)

Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2011, hal. 74) hasil

pengembalian investasi atau lebih dikenal dengan nama Return On

Invesment (ROI) atau Return On Asset (ROA) menunjukkan

seberapa banyak laba bersih yang bisa dipoles dari seluruh

kekayaan yang dimiliki perusahaan. ROI juga merupakan suatu

ukuran tentang aktivitas manajemen dalam mengelola

investasinya.

Return On Asset dapat di hitung dengan beberapa rumus

sebagai berikut :

Laba Bersih Sesudah Pajak


ROA = X 100%
Total Aktiva

Sumber : Syafrida Hani (2014, hal. 75)

Dari perhitungan diatas, dapat disimpulkan bahwa seberapa

besar pengembalian atas investasi yang dihasilkan oleh prusahaan

dengan membandingkan laba usaha dengan total assets atau

operating assets. Oleh karena itu, semakin besar rasio ini semakin

baik karena berarti semakin besar kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan laba.

2.2.7 Debt To Asset Ratio

Debt to Asset Ratio (DAR) atau rasio utang terhadap aktiva

merupakan rasio keuangan yang termasuk kedalam rasio leverage.

21
Semakin tinggi rasio ini maka semakin besar resiko yang dihadapi dan

investor akan meminta tingkat keuntungan semakin tinggi. Rasio yang

tinggi juga menunjukkan proporsi modal sendiri yang rendah untuk

membiayai aktiva.

Kasmir (2014, hal.156) menyatakan : Debt To Asset Ratio

merupakan utang yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara

total utang dengan total aktiva. Dengan kata lain, seberapa aktiva

perusahaan dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang perusahaan

berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva.

Sedangkan menurut lukman Syamsuddin (2009, hal.54)

menyatakan : Rasio ini mengukur beberapa besar aktiva yang dibiayai oleh

kreditur. Semakin tinggi debt ratio semakin besar jumlah modal pinjaman

yang digunakan di dalam menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.

Kemudian menurut Harahap (2010, hal. 304) menyatakan: Rasio

ini meunjukkan sejauh mana utang dapat ditutupi oleh aktiva lebih besar

rasionya lebih aman (solvable). Bisa juga dibaca beberapa porsi utang

dibandingkan aktiva.

Dari pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Debt To

Asset Ratio merupakan ratio keuangan yang digunakan untuk mengukur

seberapa besar aktiva perusahaan yang dibiayai oleh utang atau seberapa

besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva.

2.2.7.1 Manfaat Debt to Asset Ratio

22
Sama dengan Debt To Equity Ratio, manfaat dari Debt To

Asset Ratio.Karena kedua rasio ini merupakan rasio

leverage(solvabilitas) yang untuk memilih menggunakan modal

sendiri atau modal pinjaman haruslah menggunakan beberapa

perhitungan. Seperti diketahui bahwa penggunaan modal sendiri

atau dari modal pinjaman akan memberikan dampak tertentu bagi

perusahaan. Pihak manajemen harus pandai mengatur Debt To

Equity Ratio. Pengaturan rasio yang baik akan memberikan

banyak manfaat bagi perusahaan guna menghadapi segala

kemungkinan yang akan terjadi. Namun semua kebijakan

tergantung dari tujuan perusahaan secara keseluruhan.

2.2.7.2 Pengukuran Debt to Asset Ratio

Rasio ini merupakan perbandingan antara utang lancar

dengan utang jangka panjang dan jumlah seluruh aktiva diketahui.

Rasio ini menunjukan bebrapa bagian dari keseluruha aktiva yang

dibelanjai oleh utang.

Rasio ini dapat dihitung dengan rumus, menurut Harahap

(2010, hal.304) yaitu :

Total Utang
Rasio Utang Atas Aktiva =
Total Aktiva

Dari rumus diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Debt To

Asset Ratiomerupakan mengukur bagian aktiva yang

digunakan untuk menjamin keseluruhan kewajiban atau utang.

23
2.2.8 Current Ratio

Currrent ratio adalah ukuran yang umum digunakan atas solvensi

jangka pendek,kemampuan suatu perusahaan memenuhi kebutuhan utang

ketika jatuh tempo. Harus dipahami bahwa penggunaan Current ratio

dalam menganalisis laporan keuangan hanya mampu memberikan analisa

secara kasar, oleh karena itu perlu adanya dukungan analisa secara

kualitatif dan lebih komprehensif (Fahmi, 2017). Current ratio merupakan

rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar

kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat

ditagih secara keseluruhan. Current ratio mengukur tingkat likuiditas pada

suatu perusahaan, semakin likuid sebuah perusahaan maka nilai current

ratio akan semakin tinggi.

Dengan tingkat current ratio yang tinggi mencerminkan kecukupan

kas sehingga sehingga semakin likuid suatu perusahaan maka tingkat

kepercayaan investor akan meningkat hal ini akan meningkatkan citra

perusahaan dimata investor sehingga dapat berpengaruh kepada nilai

perusahaan (Annisa dan Chabachib, 2017).

2.2.8.1 Pengukuran Current Ratio

Menurut Kasmir (2016) Curent ratio merupakan rasio untuk

mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban

jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat

ditagih secara keseluruhan. Dengan kata lain, seberapa banyak

aktiva lancar yang tersedia untuk menutupi kewajiban jangka

24
pendek yang segera jatuh tempo. Rasio lancar merupakan rasio

yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam

memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang segera jatuh tempo.

Asset Lancar
Current Ratio =
Hutang Lancar

(Sumber: Kasmir 2015)

2.2.9 Dividen Payout Ratio

Berdampaknya kebijakan dividen dikarenakan investor

memperkirakan bahwa kinerja perusahaan tersebut baik, sebab investor

mengharapkan keuntungan dari apa yang diinvestasikannya, hal ini

memberikan tanda pada investor, yang nantinya dapat menarik

investor(Salama et al., 2019).

Semakin naik keuntungan yang didapat maka kemampuan

membayar dividen juga semakin besar sehingga dapat meningkatkan nilai

perusahaan. Pembayaran dividen berdampak pada kesejahteraan pemegang

saham, apabila perusahaan tidak mempunyai kebijakan dividen yang

konstan maka investor tidak akan mau mempertahankan modalnya(Yuniar,

2020).

Dividen menjadi salah satu sebab dilakukannya investasi, dengan

pembagian dividen yang tinggi maka kesejahteraan investor terpenuhi

sehingga nilai perusahaan akan dinilai baik(Wulandari et al., 2020).

Sudana (2011:167) menyatakan bahwa kebijakan dividen

berhubungan dengan

25
penentuan prosentase besar kecilnya laba bersih yang akan di bagikan

sebagai dividen kepada para pemegang saham, apakah akan dibagikan

semua atau ditahan dalam bentuk laba ditahan. Hal ini menunjukkan

bahwa semakin besar dividen yang akan dibagikan akan membawa

informasi sinyal yang positif bagi para investor karena jumlah dividen

yang akan dibagikan menentukan reaksi harga saham. Peningkatan

pembayaran dividen akan membawa dampak positif bagi nilai perusahaan.

Nilai perusahaan yang meningkat akan membawa peningkatan dalam

kesejahteraan para pemegang saham.

Kebijakan dividen ini didukung dengan adanya signaling theory

yang dikemukakan oleh Bhattacharya (1979). Sriwahyuni dan Wihandaru

(2016) yang menyatakan bahwa kebijakan dividen berpengaruh positif

signifikan terhadap nilai perusahaan. Dimana laba yang akan dibagikan

akan menarik calon investor untuk menanamkan modalnya terhadap

perusahaan, hal ini sejalan dengan signaling theory yang mana pembagian

laba diharapkan membawa signal yang positif kepada calon pemegang

saham.

Menurut Sartono (2017) menyatakan bahwa perusahaan akan

bereaksi negatif terhadap pengurangan dividen. Oleh sebab itu dividen

digunakan sebagai sinyal bagi prospek perusahaan di masa datang,

kenaikan dividen akan dianggap sebagai sinyal positif dan sebaliknya

pengurangan dividen digunakan sebagai sinyal negatif bagi prospek

perusahaan. Perusahaan harus memaksimalkan peningkatan laba agar tidak

26
terjadi pengurangan dalam Perusahaan harus memaksimalkan peningkatan

laba agar tidak terjadi pengurangan dalam pembagian dividen yang akan

diterima oleh pihak investor.

Kebijakan dividen merupakan suatu hak yang akan diperoleh oleh

pemegang saham biasa, laba biasanya menjadi dasar penentuan

pembayaran dividen dan kenaikan nilai saham di masa datang.(Santika

Dewi & Suryono, 2019).Oleh karena itu Dividen Payout Ratio Dividend

Payout Ratio (DPR). DPR merupakan rasio pembagian dividen yang

diberikan ke pemegang saham terhadap laba bersih per lembar saham.

Dividen yang akan dibagikan merupakan kesepakatan bersama antara

manajer dan pemegang saham yang ditentukan melalui Rapat Umum

Pemegang Saham (RUPS).

Berdasarkan Theory Bird In The Hand Besarnya dividen yang

dibagikan kepada para pemegang saham akan menjadi daya tarik bagi

pemegang saham karena sebagian investor cenderung lebih menyukai

dividen dibandingkan dengan Capital Gain karena dividen bersifat lebih

pasti.(Andri Dwi Aprianto et al., 2020)

2.2.9.1 Pengukuran Dividend Payout Ratio

Investor akan yakin bahwa manajemen akan mengumumkan

perubahan positif pada keuntungan yang diharapkan perusahaan

karena DPR yang stabil dan kemampuan perusahaan untuk

meningkatkan rasio. Dewan direksi dan manajemen harus

mengirimkan sinyal dan meyakinkan pemegang saham secara

27
menyeluruh bahwa kondisi keuangan lebih baik daripada yang

terwakili dalam harga saham. Peningkatan dividen ini dapat

berdampak menguntungkan pada harga saham, yang karenanya

akan berdampak baik pada PBV (Crane et al., 2016). Hal ini

dikuatkan oleh temuan (Crane et al., 2016), yang mengklaim

bahwa DPR memiliki dampak yang cukup besar terhadap nilai

bisnis.(Husna & Satria, 2019).

Rasio pembayaran dividen (DPR) merupakan indikator yang

digunakan dalam penelitian ini untuk menghitung kebijakan

dividen. Rasio Pembayaran Dividen atau Dividend Pay Out Ratio

adalah rasio yang mewakili penyajian pendapatan yang diterima

yang akan dibayarkan secara tunai kepada pemegang saham.

(Andriyani et al., 2020)

Dalam bentuk rumus yaitu:

Dividend Per Share


Dividend Payout Ratio =
Earning Per Share

2.2.10 Firm Size

Ukuran perusahaan (SIZE) merupakan suatu indikator dari

kekuatan financial suatu perusahaan (Hermuningsih, 2013). Dewi and

Wirajaya (2013) dan Pantow, S. Murni, and Trang (2015), bahwa besarnya

skala perusahaan semakin mudah perusahaan memperoleh sumber

pendanaan baik internal maupun eksternal, sumber dana yang diperoleh

28
mendukung kegiatan operasional sehingga meningkatkan harga saham

perusahaan tersebut. Peningkatan harga saham perusahaan maka

peningkatan nilai perusahaan dapat ditentukan oleh harga saham yang

tercantum di Bursa Efek. Harga saham tinggi menunjukan bahwa

perusahaan tersebut mampu meningkatkan kinerjanya secara baik dan nilai

perusahaan naik (Wulandari, 2013).

Firm Size ( Ukuran perusahaan )Besar kecilnya usaha tersebut ditinjau dari

lapangan usaha yang dijalankan. Penentuan skala besar kecilnya

perusahaan dapat ditentukan berdasarkan total penjualan, total asset, rata-

rata tingkat penjualan. Ukuran perusahaan dapat menggunakan tolak

ukuran aset. Karena total asset perusahaan bernilai besar maka hal ini

dapat disederhanakan dengan mentranformasikan kedalam logaritma

natural.

Menurut Ramadan (2013) firm size juga merupakan ukuran untuk

meningkatkan kepercayaan para investor. Semakin besarnya perusahaan

maka perusahaan tersebut mudah diketahui banyak masyarakat, sehingga

informasi tentang perusahaan tersebut akan lebih mudah didapatkan, hal

ini mampu membuat nilai perusahaan meningkat. Total aktiva yang

mengalami peningkatan serta lebih besar dari jumlah hutang perusahaan

merupakan tanda dari peningkatan nilai perusahaan. Sebab kondisi yang

stabil biasanya dimiliki oleh perusahaan yang besar. Penentuan firm size

ini berdasar pada total asset perusahaan.(Septriana & Mahaeswari, 2019)

29
Semakin besar ukuran perusahaan, maka akan semakin mudah pula

bagi perusahaan untuk memperoleh sumber pendanaan baik dari internal

maupun eksternal. Besar kecilnya ukuran suatu perusahaan dapat

didasarkan pada total nilai aktiva, total penjualan, kapitalisasi pasar,

jumlah tenaga kerja dan sebagainya. Menurut Hilmi dan Ali (2008) dalam

Khairati et al (2015), semakin besar aktiva suatu perusahaan maka akan

semakin besar pula modal yang ditanamkan dalam perusahaan tersebut,

semakin besar total penjualan suatu perusahaan maka akan semakin

banyak juga perputaran uang dalam perusahaan tersebut, dan semakin

besar kapitalisasi pasar maka akan semkin besar pula perusahaan tersebut

dikenal oleh masyarakat.(Lestari & Indarto, 2019)

2.2.10.1 Pengukuran Firm Size

Menurut Prasetyantoko (2008) Ukuran Perusahaan merupakan

perusahaan yang berskala besar pada umumnya lebih mudah

memperoleh hutang di bandingkan dari perusahaan kecil

karena terkait dengan tingkat kepercayaan kreditur pada

perusahaan- perusahaan besar.

Menurut Prasetyantoko (2008) Ukuran Perusahaan biasanya

diukur dengan rasio antara aset tetap perusahaan dan total aset

yang dimiliki.

Ukuran Perusahaan = Ln Total Asset

30
2.2.11 Sales Growth

Pertumbuhan penjualan (sales growth) adalah salah satu faktor yang dapat

mencerminkan pencapaian perusahaan di masa lalu dan digunakan untuk

memprediksi pencapaian perusahaan di masa depan (Pantow, Murni dan

Trang, 2015).

Pertumbuhan penjualan dapat mencerminkan kinerja pemasaran

dari suatu perusahaan dan kemampuan daya saing perusahaan dalam satu

area industri yang sama. Prospek pertumbuhan yang baik di masa depan

yang ditunjukkan dari pertumbuhan penjualan juga dapat menggambarkan

bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan untuk memberikan

return saham yang tinggi bagi investor.

Pertumbuhan penjualan mencerminkan pencapaian perusahaan di masa

lalu, dimana pertumbuhan penjualan digunakan untuk memprediksikan

pencapaian perusahaan di masa depan. Pertumbuhan penjualan juga dapat

menunjukkan daya saing perusahaan dalam pasar. Apabila pertumbuhan

penjualan perusahaan positif dan semakin meningkat,maka akan

mengindikasikan nilai perusahaan yang besar, yang merupakan harapan

dari pemilik perusahaan. Para investor menggunakan pertumbuhan

penjualan sebagai indikator untuk melihat prospek dari perusahaan tempat

mereka akan berinvestasi nantinya. (Wijaya, 2019)

Pantow et.al (2015) menyatakan pertumbuhan penjualan

berpengaruh positif tidak signifikan terhadap Nilai Perusahaan. Sedangkan

Mandalika ( 2016 ) menyatakan bahwa pertumbuhan penjualan tidak

31
memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai perusahaan pada

perusahaan sektor otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia,

Limbong dan Chabachib (2016) menyatakan bahwa variabel pertumbuhan

penjualan berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap nilai

perusahaan.

2.2.11.1 Pengukuran Sales Growth

Pertumbuhan penjualan (Sales growth) dapat diartikan sebagai

kenaikan jumlah penjualan dari tahun ketahun atau dari periode

ke periode (Dewi dan Sujana, 2019). Pertumbuhan penjualan

dapat menggambarkan prestasi investasi periode masa lalu dan

dapat dijadikan sebagai tolak ukur pertumbuhan di masa yang

akan datang.

Pengukuran sales growth adalah sebagai berikut :

Penjualan ( t )−Penjualan(t −1)


SalesGrowth =
Penjualan(t −1)

2.3 Hubungan Antar Variabel

2.3.1 Pengaruh Return On Asset Terhadap Nilai Perusahaan

Return on asset (ROA) merupakan rasio yang menunjukkan berapa

besar laba yang diperoleh perusahaan diukur dari nilai aset yang dimiliki

32
perusahaan. Oleh sebab itu return on asset sebagai salah satu rasio

keuangan yang menjadi dasar untuk mengetahui kondisi keuangan suatu

perusahaan. Semakin tinggi return on asset ini semakin baik keadaan suatu

perusahaan. Menurut Kasmir (2014). Return on asset yang positif

menunjukkan bahwa dari total aktiva yang

dipergunakan untuk beroperasi, perusahaan mampu memberikan

laba bagi perusahaan. Sebaliknya apabila return on asset yang negatif

menunjukkan bahwa perusahaan mengalami kerugian. Profit yang tinggi

memberikan indikasi prospek perusahaan yang baik sehingga dapat

memicu investor untuk ikut meningkatkan permintaan saham. Permintaan

saham yang meningkat menyebabkan nilai perusahaan meningkat

(Halimah dan Komariah, 2015). Teori ini didukung oleh penelitian Putri

dan Ukhriyawati (2016), yang menunjukkan bahwa return on asset

berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan.

Studi yang menguji profitabilitas terhadap nilai perusahaan juga

telah dilakukan oleh (Hermuningsih, 2019),(Dewi dan Wirajaya, 2019),

(Hidayati, 2018) dan (Nurmayasari, 2018) yang menunjukkan hasil bahwa

profitabilitas berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap nilai

perusahaan. Pendapat lain ditemukan oleh (Caringsih, 2018) yang

menunjukkan hasil bahwa ROA berpengaruh negative terhadap nilai

perusahaan.

33
2.3.2 Pengaruh Dept To Asset Ratio Terhadap Nilai Perusahaan

Menurut Fred Wenston dalam buku (Kasmir, 2012), solvabilitas

adalah rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat aktiva yang dimiliki

perusahaan dibiayai dengan utang. Dapat disimpulkan bahwa solvabilitas

merupakan penggunaan hutang oleh perusahaan sebagai sumber

pembiayaan untuk melakukan kegiatan perusahaan dimana untuk

menggunakannya perusahaan harus membayar beban tetap. Solvabilitas

merupakan rasio yang menghitung seberapa jauh dana yang disediakan

oleh kreditur, juga sebagai rasio yang membandingkan total hutang

terhadap keseluruhan aktiva suatu perusahaan. Rasio solvabilitas dalam

penelitian ini diproksikan dengan rasio Debt to Assets Ratio (DAR). Debt

to Assets Ratio (DAR) mempunyai pengertian perbandingan antara total

utang dengan total aset yang dimiliki oleh perusahaan (Sutama & Lisa,

2019).

Menurut Sawir (2011, hal. 13) Debt to Asset Ratio memperlihat

proporsi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh kekayaan yang

dimiliki. Semakin tinggi hasil prestasemnya, cenderung makin besar risiko

keuangannya bagi investor. Menurut Brealey, Myers dan Marcus (2008,

hal. 75) saat perusahaan meminjam uang, perusahaan berjanji melakukan

sederet pembayaran bunga dan kemudian mengembalikan jumlah uang

pinjamannya utang meningkatkan pengembalian bagi pemegang saham

dalam masa-masa baik dan menguranginya pada masa-masa buruk.

34
Penelitian yang telah dilakukan oleh (Permatasari & Azizah, 2018)

menyatakan bahwa tingkat solvabilitas yang diukur debt to asset ratio

berpengaruh tidak signifikan terhadap nilai perusahaan, sedangkan

menurut (Andriani & Rudianto, 2019), variabel Debt To Total Asset Ratio

(DAR) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai

perusahaan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diajukan hipotesis

sebagai berikut:

2.3.3 Pengaruh Current Ratio Terhadap Nilai Perusahaan

Current ratio atau rasio lancar merupakan rasio untuk mengukur

kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek atau utang

yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Dengan kata

lain, seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia untuk menutupi

kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo. Rasio lancar dapat pula

dikatakan sebagai bentuk untuk mengukur tingkat keamanan (margin of

safety) suatu perusahaan (Kasmir, 2014). Current ratio mengukur tingkat

likuiditas pada suatu perusahaan, semakin likuid sebuah perusahaan maka

current ratio nya akan semakin tinggi. Tingkat current ratio yang tinggi

mencerminkan kecukupan kas dan tingkat likuiditas yang tinggi pula,

sehingga tingkat kepercayaan investor akan meningkat. Hal ini akan

meningkatkan citra perusahaan di mata investor sehingga dapat

berpengaruh positif kepada nilai perusahaan (Annisa dan Chabachib,

2017). Penjelasan tersebut didukung oleh penelitian Putri dan Lestari

(2016), yang menunjukkan bahwa current ratio berpengaruh positif

35
signifikan terhadap nilai perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh

(Andriani & Rudianto, 2019) menunjukkan tingkat likuiditas yang diukur

likuiditas (current ratio) memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan

terhadap nilai perusahaan yang diukur oleh price to book value, sedangkan

penelitian menurut (Nurhayati, 2018) likuiditas berpengaruh tidak

signifikan terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka

dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: .

2.3.4 Pengaruh Firm Size Terhadap Nilai Perusahaan

Signaling theory menyatakan bahwa pasar akan mau membayar

lebih mahal untuk mendapatkan sahamnya karena percaya akan

mendapatkan pengembalian yang menguntungkan dari perusahaan

tersebut. Semakin besar ukuran perusahaan maka ada kecenderungan lebih

banyak investor yang menaruh perhatian pada perusahaan tersebut. Hal ini

dikarenakan perusahaan besar cenderung memiliki kondisi yang lebih

stabil, sehingga akan lebih menarik minat investor untuk memiliki saham

perusahaan tersebut (Dharmendra, 2016). Kondisi tersebut menjadi

penyebab naiknya harga saham perusahaan di pasar modal. Investor

memiliki ekspektasi yang besar terhadap perusahaan dengan ukuran

besar yang berupa perolehan dividen. Peningkatan permintaan

saham akan memacu naiknya harga saham perusahaan di pasar modal, dan

menunjukkan bahwa perusahaan dianggap memiliki nilai yang lebih besar.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prasetyorini

36
(2013) dalam Pratama dan Wiksuana (2016), yang menyatakan bahwa

ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif signifikan terhadap nilai

suatu perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, maka diajukan hipotesis

sebagai berikut :

2.3.5 Pengaruh Dividend Payout Ratio Terhadap Nilai Perusahaan

Kebijakan dividen merupakan bagian yang menyatu dengan keputusan

pendanaan perusahaan. Rasio pembayaran dividen menentukan jumlah laba yang

ditahan sebagai sumber pendanaan. Semakin besar laba ditahan semakin sedikit

jumlah laba yang dialokasikan untuk pembayaran dividen. Alokasi penentuan

laba sebagai laba ditahan dan pembayaran dividen merupakan aspek utama dalam

kebijakan dividen (Wachowicz ,1997: p.496). Setiap perusahaan selalu

menginginkan adanya pertumbuhan bagi perusahaan tersebut di satu pihak dan

juga dapat membayarkan dividen kepada para pemegang saham di lain pihak,

tetapi kedua tujuan tersebut selalu bertentangan. Sebab kalau makin tinggi tingkat

dividen yang dibayarkan, berarti semakin sedikit laba yang ditahan, dan sebagai

akibatnya ialah menghambat tingkat pertumbuhan (rate of growth) dalam

pendapatan dan harga sahamnya. Kalau perusahaan ingin menahan sebagian

besar dari pendapatan yang tersedia untuk pembayaran dividen adalah semakin

kecil. Persentase dari pendapatan yang akan di bayarkan kepada pemegang saham

sebagai cash dividen disebut dividen payout ratio . Dengan demikian dapatlah

dikatakan bahwa makin tingginya dividen payout ratio(DPR) yang ditetapkan

oleh perusahaan berarti makin kecil dana yang tersedia untuk ditanamkan

kembali di dalam perusahaan yang ini berarti akan menghambat pertumbuhan

perusahaan (Riyanto 2001: p.266).

37
Kebijakan dividen dalam suatu perusahaan merupakan hal yang

kompleks karena akan melibatkan kepentingan dari banyak pihak yang

akan terkait. Tujuan investasi para pemegang saham adalah

untukmeningkatkan kesejahteraaan dengan memperoleh return dari dana

yang diinvestasikan. Kebijakan keputusan pembagian dividen merupakan

hal yang sangat penting karena menyangkut apakah laba/profit di bagikan

kepada investor atau diinvestasikan kembali oleh perusahaan. Proporsi Net

Income After Tax yang dibagikan sebagai dividen biasanya

dipresentasikan dalam Dividend Pay Out Ratio (DPR). Dividend Pay Out

Ratio (DPR) inilah yang akan menentukan besarnya dividen per lembar

saham (Dividend Per Share) dibandingkan dengan Laba per lembar saham

(Earning Per Share). Jika dividen yang dibagikan besar maka hal tersebut

akan meningkatkan harga saham yang juga akan berakibat pada

peningkatan nilai perusahaan. Kebijakan dividen yang diukur dengan

Dividend Payout Ratio dapat menggambarkan keadaan keuangan

perusahaan dalam sudut pandang investor. Besarnya dividen yang

dibagikan kepada pemegang saham akan menjadi daya tarik bagi

pemegang saham karena sebagian investor cenderung lebih menyukai

dividen dibandingkan dengan Capital Gain karena dividen bersifat lebih

pasti. Tingginya minat investor dapat menyebabkan meningkatkan

permintaan dan harga saham sehingga dengan peningkatan harga pasar

saham akan meningkatkan nilai perusahaan tersebut. Penelitian yang

38
dilakukan oleh (Mayogi dan Fidiana 2016) menunjukkan bahwa kebijakan

dividen berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

2.3.6 Pengaruh Sales Growth Terhadap Nilai Perusahaan

Pertumbuhan penjualan (Sales growth) dapat diartikan sebagai

kenaikan jumlah penjualan dari tahun ke tahun atau dari periode ke

periode (Dewi dan Sujana, 2019). Pertumbuhan penjualan dapat

menggambarkan prestasi investasi periode masa lalu dan dapat dijadikan

sebagai tolak ukur pertumbuhan di masa yang akan datang.

Tingkat pertumbuhan penjualan menunjukkan tingkat perubahan penjualan

dari tahun

ke tahun. Semakin tinggi tingkat pertumbuhannya, suatu perusahaan akan

lebih banyak mengandalkan pada modal eksternal. Penjualan memiliki

pengaruh yang strategis bagi sebuah perusahaan, karena penjualan yang

dilakukan harus didukung dengan harta atau aktiva dan bila penjualan

ditingkatkan maka aktiva pun harus ditambah (Weston dan

Brigham,1991:95)

Pantow, Murni dan Trang (2017) dalam penelitiannya berjudul

Analisa Pertumbuhan Penjualan, Ukuran Perusahaan, Return On Asset,

dan Struktur Modal Terhadap Nilai Perusahaan yang Tercatat di Indeks

LQ 45, hasil penelitian menyatakan bahwa pertumbuhan penjualan

berpengaruh positif tidak signifikan terhadap nilai perusahaan, ukuran

perusahaan berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap nilai perusahaan,

39
sedangkan ROA dan struktur modal berpengaruh positif signifikan

terhadap nilai perusahaan.

Dewi dan Sujana (2019) dalam penelitiannya berjudul Pengaruh

Likuiditas, Pertumbuhan Penjualan, dan Risiko Bisnis Terhadap Nilai

Perusahaan, hasil penelitian menyatakan bahwa likuiditas berpengaruh

positif terhadap nilai perusahaan, pertumbuhan penjualan berpengaruh

positif terhadap nilai perusahaan dan risiko bisnis berpengaruh negatif

terhadap nilai perusahaan.

40
2.4 Kerangka Pikir

Berdasarkan Landasan Teoritis dan hasil penelitian yang relevan, maka

kerangka pikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Return On Asset
(X1) H1

Debt To Asset Ratio


H2
(X2)

Current Ratio H3
(X3)
Nilai Perusahaan
H4
(Y)
Firm Size
(X4) H5

Dividen Payout Ratio


(X5) H6

Sales Growth
(X6)

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

41
2.5 Hipotesis

Berdasarkan Latar belakang, Rumusan Masalah, Hubungan Antar

Variabel dan Kerangka Pemikiran yang telah dikemukakan di atas,peneliti

mengemukakan sebuah hipotesis mengenai pengaruh Return On Asset,Debt

To Asseet Ratio,Current Ratio,Firm Size,Dividend Payout Ratio,dan Sales

Growth Terhadap Nilai Perusahaan Sebagai Berikut:

H1 : Return On Asset Ratio,Debt To Asset Ratio,Current Ratio,Dividend

Payout Ratio,Firm Size,dan Sales Growth berpengaruh signifikan terhadap

Nilai Perusahaan.

H2 : Return On Asset Ratio berpengaruh signifikan terhadap Nilai

Perusahaan.

H3 : Debt To Asset Ratio berpengaruh signifikan terhadap Nilai

Perusahaan.

H4 : Current Ratio berpengaruh signifikan terhadap Nilai Perusahaan.

H5 : Dividend Payout Ratio berpengaruh signifikan terhadap Nilai

Perusahaan.

H6 : Firm Size berpengaruh signifikan terhadap Nilai Perusahaan.

H6 : Sales Growth berpengaruh signifikan terhadap Nilai Perusahaan.

42
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan data sekunder

berupa faktor independen seperti ROA, DAR, CR, ukuran perusahaan,

DPR, dan pertumbuhan penjualan serta variabel dependen yaitu nilai

perusahaan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

dari tahun 2019 sampai dengan 2022. Informasi tersebut dikumpulkan

dalam bentuk laporan keuangan dari situs resmi Bursa Efek Indonesia

(BEI), yang dapat ditemukan di www.idx.co.id. Variabel bebasnya adalah:

X1 = ROA, X2 = DAR, X3 = CR, X4 = Ukuran perusahaan, X5 = DPR,

dan X6 = pertumbuhan penjualan dan variabel terikatnya (Y) adalah nilai

perusahaan yang ditentukan dengan PBV.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi

Penelitian ini bersifat empiris, dimana dilakukan pada perusahaan

Manufaktur periode 2019-2021 yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI) melalui situs resmi Bursa Efek Indonesia

(www.idx.co.id).

3.2.2 Waktu Penelitian

43
3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari objek yang diteliti. Sugiyono

(2012, hal. 115) berpendapat bahwa populasi merupakan wilayah

generasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas

dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi yang

digunakan dalam penelitian ini adalah populasi perusahaan

Manufaktur Sub Sektor Makanan & Minuman yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia, yang menerbitkan laporan keuangan lengkap

setelah diaudit dimulai dari periode 2019 sampai dengan 2021

yang berjumlah 97 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia.

No Kode Nama Perusahaan Tanggal Sektor Subsektor


Pencatatan
1 ADES Akasha Wira International Tbk 13/06/1994 Barang Konsumsi Makanan & Minuman

2 AISA Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk 11/6/1997 Barang Konsumsi Makanan & Minuman

3 ALTO Tri Banyan Tirta Tbk 10/7/2012 Barang Konsumsi Makanan & Minuman

4 BTEK Bumi Teknokultura Unggul Tbk 14/05/2004 Barang Konsumsi Makanan & Minuman

5 BUDI Budi Starch & Sweetener Tbk 8/5/1995 Barang Konsumsi Makanan & Minuman

6 CAMP Campina Ice Cream Industry Tbk 19/12/2017 Barang Konsumsi Makanan & Minuman

7 CEKA Wilmar Cahaya Indonesia Tbk 9/7/1996 Barang Konsumsi Makanan & Minuman

8 CLEO Sariguna Primatirta Tbk 05/05/2017 Barang Konsumsi Makanan & Minuman

9 DLTA Delta Djakarta Tbk 12/2/1984 Barang Konsumsi Makanan & Minuman

10 DMND Diamond Food Indonesia Tbk 22/1/2020 Barang Konsumsi Makanan & Minuman

44
11 ICBP Indofood CBP Sukses Makmur Tbk 7/10/2010 Barang Makanan &
Konsumsi Minuman
12 IIKP Inti Agri Resources Tbk 20/10/2002 Barang Makanan &
Konsumsi Minuman
13 IKAN Era Mandiri Cemerlang Tbk 12/2/2020 Barang Makanan &
Konsumsi Minuman
14 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk 14/07/1994 Barang Makanan &
Konsumsi Minuman
15 KEJU Mulia Boga Raya Tbk 25/11/2019 Barang Makanan &
Konsumsi Minuman
16 MGNA Magna Investama Mandiri Tbk 7/7/2014 Barang Makanan &
Konsumsi Minuman
17 MLBI Multi Bintang Indonesia Tbk 17/01/1994 Barang Makanan &
Konsumsi Minuman
18 MYOR Mayora Indah Tbk 4/7/1990 Barang Makanan &
Konsumsi Minuman
19 PANI Pratama Abadi Nusa Industri Tbk 18/09/2018 Barang Makanan &
Konsumsi Minuman
20 PCAR Prima Cakrawala Abadi Tbk 29/12/2017 Barang Makanan &
Konsumsi Minuman
21 PSDN Prasidha Aneka Niaga Tbk 18/10/1994 Barang Makanan &
Konsumsi Minuman
22 ROTI Nippon Indosari Corpindo Tbk 28/06/2010 Barang Makanan &
Konsumsi Minuman
23 SKBM Sekar Bumi Tbk 5/1/1993 Barang Makanan &
Konsumsi Minuman
24 SKLT Sekar Laut Tbk 8/9/1993 Barang Makanan &
Konsumsi Minuman
25 STTP Siantar Top Tbk 16/12/1996 Barang Makanan &
Konsumsi Minuman
26 TBLA Tunas Baru Lampung Tbk 14/02/2000 Barang Makanan &
Konsumsi Minuman
27 ULTJ Ultra Jaya Milk Industry & Trading 2/7/1990 Barang Makanan &
Company Tbk Konsumsi Minuman

3.3.2 Sampel

Pemilihan sampel penelitian ini ditentukan dengan menggunakan

desain sampel nonprobabilitas dengan metode purposive sampling,

dimana peneliti memilih sampel berdasarkan penilaian beberapa

karakteristik anggota sampel yang disesuaikan dengan

pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010, hal. 122). Tujuan

menggunakan purposive sampling adalah untuk mendapatkan

45
sampel yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Adapun

kriteria sampel yang diteliti pada perusahaan Manufaktur yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Perusahaan yang masuk ke dalam daftar kategori

perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia selama

periode 2019-2022,

b. Perusahaan yang mempublikasikan laporan keuangan tahun

2019-2022,

c. Perusahaan yang memiliki data laporan keuangan lengkap

periode 2019- 2022.

No Kode Nama Perusahaan

1 ADES Akasha Wira International Tbk

2 AISA Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk

3 ALTO Tri Banyan Tirta Tbk

4 BTEK Bumi Teknokultura Unggul Tbk

5 BUDI Budi Starch & Sweetener Tbk

6 CAMP Campina Ice Cream Industry Tbk

7 CEKA Wilmar Cahaya Indonesia Tbk

8 CLEO Sariguna Primatirta Tbk

9 DLTA Delta Djakarta Tbk

10 DMND Diamond Food Indonesia Tbk

11 ICBP Indofood CBP Sukses Makmur Tbk

12 IIKP Inti Agri Resources Tbk

13 IKAN Era Mandiri Cemerlang Tbk

46
14 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk

15 KEJU Mulia Boga Raya Tbk

16 MGNA Magna Investama Mandiri Tbk

17 MLBI Multi Bintang Indonesia Tbk

18 MYOR Mayora Indah Tbk

19 PANI Pratama Abadi Nusa Industri Tbk

20 PCAR Prima Cakrawala Abadi Tbk

Tabel 3.2 Daftar perusahaan Manufaktur Sub Sektor Food & Beverage

3.4 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.

Menurut Sugiyono (2012), data sekunder adalah sumber data yang tidak

langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang

lain atau dokumen. Data sekunder

Yang digunakan dalam penelitian adalah data yang diperoleh dari Bursa

Efek Indonesia dari situs www.idx.co.id dalam bentuk laporan keuangan

erusahaan sampel yang telah dipublikasikan.

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah kuantitatif, yaitu data

yang dinyatakan dalam angka- angka yang menunjukan nilai terhadap

besaran atau variabel yang diwakilnya.Sifat data ini adalah rentan waktu

(time series) yaitu data yang merupakan hasil pengamatan dalam suatu

periode tertentu.Penelitian ini mengambil data dari Perusahaan

Manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia Periode 2019-2021.

3.5 Metode Pengumpulan Data

47
Untuk pengumpulan data digunakan teknik dokumentasi. Peneliti

menggunakan studi dokumentasi dengan data-data yang diperoleh dan

dikumpulkan dari berbagai dokumen- dokumen yang diperoleh dari

perusahaan seperti laporan keuangan dan laporan- laporan yang

berhubungan dengan penelitian ini yang diperoleh melalui laporan yang

dipublikasikan pada situs resmi Bursa Efek Indonesia.

3.6 Metode Analisis Data

Teknik analisis data adalah model analisis regresi berganda untuk melihat

arah pengaruh dan menganalisis dampak variabel bebas terhadap variabel

terikat (Sugiyono, 2015). Statistik deskriptif adalah statistik untuk menarik

kesimpulan tanpa menganalisis data, hanya menggambarkan objek yang

diteliti melalui data sampel. Pada statistik deskriptif ini akan diberikan

penyajian data berbentuk tabel, dengan menjelaskan kelompok melalui

mean, median, maximum, minimum, standar deviasi dan jumlah observasi

(Sugiyono, 2015). Setelah melakukan uji statistik deskriptif kemudian

dilanjutkan dengan uji asumsi

klasik, yang terdiri dari :

1. Uji Normalitas

Dewi et al., (2014) mengatakan uji normalitas bertujuan untuk

mengetahui dalam model regresi variabel pengganggu atau residual

telah terdistribusi secara normal. Menurut Winarno (2015) uji

normalitas dapat dilihat dengan uji Jarque-Bera. Jarque-Bera adalah uji

statistik untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal. Uji ini

48
mengukur perbedaan skewness dan kurtosis data dan dibandingkan

dengan apabila data bersifat normal. Uji Jarque- Bera didistribusikan

dengan Z2 dengan derajat bebas (degree of freedom) sebesar 2.

Apabila nilai probabilitas Jarque-Bera> 5% maka data terdistribusi

secara normal dan sebaliknya apabila nilai probabilitas Jarque-Bera <

5% maka data tidak terdistribusi secara normal.

2. Uji Multikolonieritas

Winarno (2015) mengatakan uji ini bertujuan menguji apakah

dalam model regresi ditemukan korelasi atau hubungan antara variable

bebas/independen. Apabila tidak terjadi korelasi atau hubungan antar

variabel bebas menunjukkan model regresi baik. Suatu cara untuk

mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dalam model dapat dengan

melihat matriks korelasi variabel-variabel independen. Jika nilai

Fhitung <Fkritis pada alpha dan kebebasan tertentu (kecil dari 80%)

maka model bebas dari gejala multikolienaritas.

3. Uji Heteroskedastisitas

Dewi et al., (2014) mengatakan uji heteroskedastisitas

bertujuan untuk mengetahui adaatau tidaknya ketidaksamaan varian

dari residual pada semua pengamatan dalam model regresi. Metode ini

dilakukan meregresi nilai absolut residual terhadap variable bebas.

Heteroskedatisitas terjadi jika ada pengaruh signifikan antara variabel

bebas terhadap variabel terikat. Uji ini dapat dilakukan dengan uji

glejser, ada atau tidaknya terjadi heteroskedastisitas pada model regresi

49
linear dengan melihat nilai probabilitas (t-statistic). Jika nilai

probabilitas (t-statistic) lebih besar dari tingkat alpha 0.05 maka data

tersebut bebas dari gejala heteroskedastisitas. Dan sebaliknya jika nilai

probabilitas (t-statistic) lebih kecil dari tingkat alpha 0.05 maka data

tersebut terjadi heteroskedastisitas. Dalam penelitian ini menggunakan

teknik analisis regresi linier berganda (Multiple Linier Regression).

Metode analisis berganda menggunakan 2 (dua) atau lebih variabel

independen.

Persamaan model regresi dari penelitian ini adalah :

Y= α + β1x1 + β2x2 + e ......................................................

Dimana

Y= Nilai Perusahaan

α = Bilangan Konstanta

β = Standardized Coefficien Beta

x1 = Return On Asset Ratio

x2 = Debt To Asset Ratio

x3 = Current Ratio

x4 = Firm Size

x5 = Dividend Payout Ratio

50
x6 = Sales Growth

X e = Standar Error

Untuk menguji hipotesis dilakukan uji hipotesis sebagai berikut :

4. Uji Statistik F ( Uji Simultan)

Uji ini digunakan untuk menguji kelayakan model regresi (fit test).

Untuk melihat pengaruh variabel independen secara bersama-sama

terhadap variabel dependen pada model regresi digunakan uji statistik

F. Pengujian dilakukan dengan tingkat signifikansi alpha sebesar 0.05

(α = 5%). Jika angka F-statistik > Alpha (Prob. > 5%), artinya variabel

independen secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan

terhadap variabel dependen maka H0 diterima dan model dapat

dikatakan tidak layak. Sebaliknya, jika angka F-statistik < Alpha

(Prob. < 5%), artinya variabel independen secara bersama-sama

berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen maka Ha diterima

dan model dapat dikatakan layak(Dewi et al., 2014).

5. Uji t ( Uji Parsial)

Untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel

dependen secara parsial digunakan uji t. Uji ini dilakukan dengan

membandingkan antara nilai thitung dengan ttabel. Untuk mengetahui

nilai ttabel dapat dilihat dari tabel t dengan tingkat signifikansi alpha

sebesar 0.05 (α = 5%) dan derajat kebebasan (df) = n-2 atau 30-2=28

51
(1,70). Jika nilai signifikansi uji t < 0.05, ini artinya ada pengaruh

secara parsial/individual antara variabel independen terhadap variabel

dependen(Dewi et al., 2014).

6. Uji Koefisien Determinasi (R-Square)

Untuk melihat kemampuan dari variabel independen menjelaskan

tentang variasi yang terjadi pada variabel dependen. Nilai koefisien

korelasi (R2) ini berkisar antara 0 < R2< 1 (Dewi et al., 2014). Nilai

R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel bebas/independen

dalam menjelaskan variabel terikat/dependen sangat terbatas. Nilai

yang mendekati 1 (satu) berarti variabel-variabel independen

memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk

memprediksi variasi variabel dependen (Yuniati, Raharjo, & Oemar,

2016).

7. Analisis Regresi Data Panel

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

regresi data panel dengan menggunakan software Eviews versi

9.Regresi data panel terdiri atas data time series dan cross section.

Pada regresi data panel ini memungkinkan untuk melakukan

pengecekan data cross section yang sama, tetapi dilakukan di waktu

yang berbeda. Data panel adalah data dari sejumlah individu yang

sama yang diamati pada kurun waktu tertentu. Jika T merupakan

waktu t = (1,2,3...T) dan N merupakan total individu n = (1,2,3...N),

maka dapat disimpulkan bahwa data panel memiliki total unit

52
observasi sejumlah NT. Apabila setiap individu memiliki Data panel

adalah data dari sejumlah individu yang sama yang diamati pada kurun

waktu tertentu.jumlah waktu yang sama disebut dengan balanced

panel, sedangkan apabila tiap individu memiliki waktu yang berbeda

disebut dengan unbalanced panel.

3.7 Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Return On Asset Ratio

ROA adalah kemampuan perusahaan dalam mengasilkan laba agar

dapat terus menjamin nilai perusahaan itu sendiri.

Return On Asset dapat di hitung dengan beberapa rumus sebagai

berikut :

Penjualan LabaUsaha LabaUsaha


ROA = X X
Operating Assets Penjualan Operating Assets

Sumber : Munawir (2009, hal. 89)

Laba Bersih Sesudah Pajak


ROA = X 100%
Total Aktiva

Sumber : Syafrida Hani (2014, hal. 75)

2. Debt To Asset Ratio

DAR adalah rasio yang membandingkan hutang perusahaan yang di

peroleh dari rasio total hutang di bagi dengan total asset.Semakin

tinggi rasio ini maka semakin tinggi pula resiko yang akan di hadapi

oleh perusahaan.

Rasio ini dapat dihitung dengan rumus:

menurut Harahap (2010, hal.304) yaitu :

53
Total Utang
Rasio Utang Atas Aktiva =
Total Aktiva

Dan rumus Debt to Asset Ratio menurut Kasmir (2008, hal.156) yaitu :

Total Debt
Rasio Total Utang =
Total Asset

3. Current Ratio

Currrent ratio adalah kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi

kebutuhan utangnya ketika jatuh tempo.

Rasio ini dapat dihitung dengan rumus:

Asset Lancar
Current Ratio =
Hutang Lancar

(Sumber: Kasmir 2015)

4. Dividen Payout Ratio

Dividen Payout Ratio adalah kemampuan perusahaan dalam

membayar dividen kepada investor.Semakin tinggi kemampuan

perusahaan dalam membayar dividen maka semakin besar pula nilai

perusahaan tersebut.

Rasio ini dapat dihitung dengan rumus:

Dividend Per Share


Dividend Payout Ratio =
Earning Per Share

5. Firm Size

Firm size atau ukuran perusahaan adalah indikator yang menunjukan

kekuatan financial suatu perusahaan.semakin besar ukuran perusahaan

maka akan semakin besar pula minat investor kepada perusahaan

tersebut.

54
Rasio ini dapat dihitung dengan rumus:

Ukuran Perusahaan = Ln Total Asset

6. Sales Growth

Pertumbuhan penjualan (sales growth) adalah indicator yang

menunjukan pencapaian penjualan perusahaan pada suatu periode yang

akan digunakan untuk memprediksi pencapaian penjualan pada periode

berikutnya.

Pengukuran sales growth adalah sebagai berikut :

Penjualan ( t )−Penjualan(t −1)


SalesGrowth =
Penjualan(t −1)

55

You might also like