You are on page 1of 37

MAKALAH

MANAJEMEN BENCANA
“PENGKAJIAN KEBUTUHAN SAAT BENCANA, AIR, DAN SANITASI”
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Bencana
Dosen Pengampuh: Yahya Thamrin, SKM., M.Kes., MOHS., Ph.D

DISUSUN OLEH:

MAFTUR AL RAFI K011181069

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan karunia dan rahmatNya, sehingga makalah Manajemen Bencana penulis
yang berjudul “Pengkajian Kebutuhan Saat Bencana, Air, dan Sanitasi” ini bisa
terselesaikan dengan tepat waktu.
Makalah ini dititik beratkan pada konsep dasar Manajemen Bencana
utamanya dalam hal Pengkajian Kebutuhan Saat Bencana, Air, dan Sanitasi serta
semua komponen yang tekait dengan hal tersebut. Dalam penyusunan makalah
ini, tentu penulis mengalami banyak hambatan diantaranya teknik penulisan,
penentuan materi, dan lain sebagainya yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu. Namun, hal tersebut merupakan proses pembelajaran untuk penulis,
selain itu penulis menyadari bahwa kelancaran dan penyusunan makalah ini tidak
lepas dari bimbingan dan arahan dari dosen mata kuliah Manajemen Bencana,
teman-teman, dan semua pihak yang terlibat sehingga semua kendala-kendala
yang penulis hadapi bisa teratasi.
Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan baik itu dalam teknik penulisan maupun penyajian materi mengingat
kemampuan yang dimiliki penulis terbatas. Oleh karena itu, kritik dan saran demi
penyempurnaan makalah ini sangat penulis butuhkan. Akhirnya, semoga makalah
ini dapat bermanfaat dimasa sekarang dan dimasa yang akan datang.

Makassar, 21 Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG.................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................2
C. TUJUAN UMUM DAN TUJUAN KHUSUS.............................................2
D. MANFAAT..................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4

A. DEFINISI BENCANA.................................................................................4
B. DEFINISI PENGKAJIAN KEBUTUHAN SAAT BENCANA..................5
C. KEBERADAAN AIR SAAT TERJADI BENCANA.................................6
D. HYGIENE SANITASI SAAT TERJADI BENCANA................................8
E. PENGKAJIAN AKIBAT BENCANA........................................................8
F. PENGKAJIAN DAMPAK BENCANA......................................................9
G. PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA.............................................11
H. UPAYA TANGGAP DARURAT DAN PEMULIHAN AWAL..............12
I. PRINSIP DASAR PEMENUHAN KEBUTUHAN SAAT TERJADI
BENCANA................................................................................................13
J. RUANG LINGKUP PENGKAJIAN KEBUTUHAN SAAT
BENCANA................................................................................................15
K. PENGKAJIAN KEBUTUHAN PASCA BENCANA...............................16
L. RUANG LINGKUP RENCANA KEBUTUHAN REHABILITASI DAN
REKONSTRUKSI.....................................................................................17
M. STRATEGI REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI...........................18
N. PENDIDIKAN KESIAPSIAGAAN BENCANA......................................21
O. PERAN PETUGAS KESEHATAN DALAM TANGGAP DARURAT...25

BAB III PENUTUP................................................................................................22

ii
A. KESIMPULAN..........................................................................................22
B. SARAN......................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................23

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia yang terdiri atas gugusan kepulauan, mempunyai potensi bencana
yang sangat tinggi dan juga bervariasi jenis bencananya. Kondisi alam,
keanekaragaman penduduk dan budaya menyebabkan tingginya risiko bencana
alam, bencana ulah manusia dan kedaruratan menjadi kompleks, meskipun di sisi
lain juga kaya akan sumberdaya alam.
Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor geologi
(gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat hydrometeorologi
(banjir, tanah longsor, kekeringan, angin topan), bencana akibat faktor biologi
(wabah penyakit manusia, penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) serta
kegagalan teknologi (kecelakan industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir,
pencemaran bahan kimia). Bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik
antar manusia akibat perebutan sumberdaya yang terbatas, alasan ideologi,
religius serta politik. Sedangkan kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari
situasi bencana pada suatu daerah konflik.
Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok utama, yaitu potensi bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya
ikutan (collateral hazard) (Anonim, 2002). Potensi bahaya utama (main hazard
potency) ini dapat dilihat antara lain pada peta potensi bencana gempa di
Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona
gempa yang rawan, peta potensi bencana tanah longsor, peta potensi bencana
letusan gunung api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir,
dan lain-lain. Dari indikator-indikator di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia
memiliki potensi bahaya utama (main hazard potency) yang tinggi. Hal ini
tentunya sangat tidak menguntungkan bagi negara Indonesia.
Bencana yang terjadi akan mengakibatkan dampak yang dapat merusak bidang
ekonomi, sosial dan lingkungan. Kerusakan infrastruktur dapat mengganggu
aktivitas sosial, dampak dalam bidang sosial mencakup kematian, luka-luka, sakit,
hilangnya tempat tinggal dan kekacauan komunitas, sementara kerusakan

1
lingkungan dapat mencakup hancurnya hutan yang melindungi daratan. Tindakan
cepat dan tepat harus segera dilakukan agar jumlah korban yang semakin banyak
dapat ditekan seminimal mungkin. Rumah sakit harus disiagakan penuh 24 jam,
agar penanganan terhadap para korban dapat dilakukan secara maksimal.
Ketika terjadi bencana baik bencana alam maupun non alam, biasanya
berbagai sarana dan prasarana seperti rumah, kantor, pasar, warung, toko, saluran
listrik, jaringan telekomunikasi, jalan dan fasilitas umum lainnya menjadi rusak
atau mengalami gangguan. Situasi berubah secara drastis, terjadi kepanikan
dimana-mana, keamanan terganggu dan suasana menjadi tidak nyaman. Berbagai
kebutuhan pokok seperti beras dan bahan makanan lainnya, minyak, sabun, dan
air minum menjadi langka.
Oleh karena itu, saat terjadi bencana perlu diingat bahwa akan berdampak
pada meningkatnya kebutuhan masyarakat. Baik dari sektor kesehatan,
infrastruktur, maupun sektor-sektor yang lain. Jika berbicara tentang besarnya
pemenuhan kebutuhan saat bencana, semua sektor yang ada sangatlah berperan
dalam menangani hal tersebut. Tapi, sektor kesehatan serta lingkungan yang harus
menjadi garda terdepan dalam penanganan pemenuhuan kebutuhan saat bencana.
Hal ini sejalan dengan peran dari sektor kesehatan dan lingkungan yang secara
langsung berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat saat terjadi kejadian
bencana. Misalnya, kebutuhan dalam penyediaan pelayanan kesehatan, kebutuhan
air bersih, dan hygiene sanitasi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengkajian kebutuhan saat terjadi Bencana, Air, dan Sanitasi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan pengkajian saat terjadi
bencana, air, dan sanitasi

D. Manfaat

2
1. Dapat memahami tentang pengkajian kebutuhan saat bencana, air, dan
sanitasi

BAB II

3
PEMBAHASAN
A. Definisi Bencana
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis (Undang-undangNomor 24 Tahun 2007).
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor
(WHO, 2018)
Sekretariat Strategi Internasional untuk Pengurangan Bencana atau
International Strategy for Disaster Reduction - Perserikatan Bangsa-Bangsa
(ISDR 2004), mendefinisikan bahwa bencana adalah suatu gangguan serius
terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang
meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan
yang melampaui kemampuan masyarakat tersebut untuk mengatasinya dengan
menggunakan sumberdaya mereka sendiri.
Hoesada (2006), mendefinisikan bencana sebagai interupsi signifikan terhadap
kesinambungan (going concern) kegiatan operasi sehari-hari yang bersifat normal
dan berkesinambungan bagi suatu entitas, yang berpengaruh kepada anggota
dalam entitas, pemasok entitas, pelanggan entitas dan berbagai stakeholder yang
lain.
Bencana dapat berupa (1) fenomena alam seperti banjir, kekeringan, gempa
bumi, angin topan dan badai; (2) akibat kelalaian manusia seperti kebocoran
nuclear plant atau pipa gas, kebakaran karena kelalaian, tumpahan minyak dilaut
yang tidak disengaja, arus pendek listrik, penyebaran virus; (3) kejahatan seperti
sabotase, pembakaran, peledakan, penyebaran virus dan perusakan fisik aset.
Bencana juga merupakan suatu peristiwa di alam yang disebabkan oleh
manusia maupun alam yang berpotensi merugikan kehidupan manusia,
mengganggu kehidupan normal, serta hilangnya harta dan benda. Pengertian lain

4
dari bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis.
Berdasarkan beberapa definisi tentang bencana, maka dapat disimpulkan
bahwa sebagian besar definisi bencana mencerminkan karakteristik: gangguan
terhadap kehidupan normal, efek terhadap manusia, seperti menjadi korban,
luka/cacat, gangguan kesehatan, efek terhadap struktur sosial, dan kebutuhan
masyarakat. Kerentanan (vulnerability) adalah tingkat kemungkinan suatu objek
bencana yang terdiri dari masyarakat, struktur, pelayanan atau daerah geografis
mengalami kerusakan atau gangguan akibat dampak bencana atau kecenderungan
sesuatu benda atau mahluk rusak akibat bencana.

B. Definisi Pengkajian Kebutuhan saat Bencana


Pengkajian Kebutuhan bencana/Post Disaster Need Assesment (PDNA) adalah
serangkaian kegiatan pengkajian dan penilaian akibat, analisis dampak, dan
perkiraan kebutuhan yang dibutuhkan dalam penyusunan rencana rehabilitasi dan
rekonstruksi.Prosesnya meliputi identifikasi dan perhitungan kerusakan dan
kerugian fisik serta non fisik pada aspek pembangunan manusia, Perumahan atau
pemukiman, infrastruktur, ekonomi, Sosial dan lintas sektor.
Komponen pada PDNA meliputi:
1. Pengkajian akibat bencana,
2. Pengkajian dampak bencana
3. Pengkajian kebutuhan pascabencana
Ketiga komponen ini memiliki keterhubungan dalam proses penyusunan
rencana rehabilitasi dan rekonstruksi maupun dalam upaya pemulihan
pascabencana. Komponen-komponen dalam PDNA diatas memiliki kesaling-
terhubungan dalam rangkamemandu proses penyusunan rencana rehabilitasi dan
rekonstruksi maupun untuk melakukan upaya pemulihan pascabencana.

5
Hubungan antar komponen-komponen dalam PDNA tampak pada diagram
dibawah ini:

Sumber: Modul Pengkajian Bencana (Jitupasna), 2019

C. Air Saat Terjadi Bencana


Air adalah salah satu dari sekian banyak sumber daya alam yang penting
untuk kehidupan dan pembangunan. Peningkatan populasi dan pembangunan
menyebabkan peningkatan kebutuhan terhadap sumber daya air. Sumber daya air
terbagi menjadi : air permukaan (danau, situ, dam / reservoir, sungai) , air tanah
dan presipitasi / hujan.
Air merupakan komponen penting dalam siklus hidrologi dan juga dalam lini
kehidupan makhluk hidup. Kebutuhan air terutama pada daerah-daerah yang tidak
memiliki sumber air seperti sungai dan danau, masih merupakan permasalahan,
apalagi jika terjadi bencana. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengkajian dan
perbaikan terhadap pola dan praktek pengelolaan sumberdaya air saat terjadi
bencana. Hal ini haruslah dirumuskan dalam sebuah strategi penanggulangan agar
resiko kekurangan air saat terjadi bencana dapat diminimalisir.
Dampak terhadap lingkungan adalah penurunan kualitas lingkungan yang
berpengaruh terhadap kehidupan manusia dan membutuhkan pemulihan dalam
jangka menengah dan jangka panjang. Penurunan ini misalnya penurunan
ketersediaan sumber air bersih.

6
Air merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi manusia dan
makhluk hidup lainnya di bumi. Air digunakan untuk keperluan pertanian,
perikanan, industri, perdagangan, sarana tranportasi, kebutuhan domestik dan
metabolisme mahkluk hidup. Air dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti
mata air, sumur, sungai, danau, air hujan dan air laut.
Pada kondisi alam yang tidak biasa, misalnya saat terjadi bencana alam,
seperti banjir dan gempa bumi yang dahsyat, berbagai sarana dan prasarana seperti
rumah, kantor, pasar, warung, toko, saluran listrik, jaringan telekomunikasi, jalan
dan fasilitas umum lainnya menjadi rusak atau mengalami gangguan. Situasi
berubah secara drastis, terjadi kepanikan dimana-mana, keamanan terganggu dan
suasana menjadi tidak nyaman. Berbagai kebutuhan pokok seperti beras dan
bahan makanan lainnya, minyak, sabun, dan air minum menjadi langka.
Selain merusak fasilitas umum, bencana alam juga menimbulkan sejumlah
korban hewan piaraan dan juga manusia. Sejumlah korban manusia mulai dari
yang mengalami luka-luka ringan sampai berat bahkan ada yang meninggal dunia
harus segera ditangani. Tindakan cepat dan tepat segera dilakukan agar jumlah
korban yang semakin banyak dapat ditekan seminimal mungkin. Rumah sakit
disiagakan penuh 24 jam, penanganan terhadap para korban bahkan dilakukan di
tenda-tenda darurat. Salah satu sarana penting yang harus disediakan pada situasi
tanggap darurat adalah fasilitas air bersih dan air minum. Air bersih dan air
minum menjadi kebutuhan dasar yang sangat penting yang harus tersedia. Hal ini
berkaitan dengan masalah sanitasi di tempat pengungsian. Jika air bersih dan air
minum tidak tersedia, maka para korban akan menderita berbagai penyakit akibat
langkanya air bersih. Penyakit yang muncul akibat langkanya air bersih adalah
penyakit kulit seperti gatal-gatal, penyakit perut seperti diare dan muntaber. Jika
wabah muntaber dan diare melanda korban bencana alam, maka dapat dipastikan
jumlah korban akan bertambah banyak sehingga penanganan menjadi sulit.
Oleh sebab itu, biasanya dilakukan beberapa upaya dalam menangani krisis air
bersih dan air minum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terdampak
bencana. Biasanya, dilakukan upaya yaitu membuat suatu alat yang dapat
berfungsi untuk mengolah air bersih pada daerah terdampak bencana. Salahsatu

7
contoh konkrit yang dapat kita lihat yaitu ketika Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta mengalami gempa bumi pada tanggal 27 Mei 2006 Pemerintah Pusat
dan Daerah mulai dari Militer, Dinas terkait, Pelajar, Mahasiswa, Masyarakat dan
Relawan segera bergabung dalam sebuah tim tanggap darurat. Tim BPPT
tergabung dalam Tim Tanggap Darurat bencana gempa bumi Yogyakarta dan
Jawa Tengah dalam sebuah Program Bantuan Kemanusiaan Korban Gempa Bumi
wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah. Yang menjadi tugas pokok tim tersebut
salah satunya adalah bertanggung jawab pada masalah air bersih dan air siap
minum. Segera di rancang sistem pengolahan air minum dalam bentuk unit
pengolahan air minum bergerak. Fungsi dari unit pengolahan air minum bergerak
adalah untuk menyediakan air siap minum bagi para korban bencana alam.

D. Hygiene Sanitasi Saat Bencana


Sanitasi adalah suatu cara untuk mencegah berjangkitnya suatu penyakit
menular dengan jalan memutuskan mata rantai dari sumber. Sanitasi merupakan
usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada penguasaan terhadap
berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia.
Sarana sanitasi melibatkan tiga komponen yang sangat penting, yakni
persampahan, penyediaan air bersih, dan pembuangan limbah rumah tangga.
Sanitasi juga berpengaruh pada kesehatan, terutama sanitasi lingkungan sekitar
rumah. (Otto Soemarwoto, 1998:45).
Saat bencana melanda, hygiene sanitasi merupakan salahsatu komponen yang
juga terdampak dari adanya bencana tersebut. Bayangkan saja ketika terjadi
bencana alam misalnya, banjir, tanah longsor, maupun gempa bumi. Ketika
bencana-bencana tersebut datang, kualitas hygiene sanitasi yang ada di
masyarakat itu akan mengalami penurunan yang berimbas pada derajat kesehatan
masyarakat.

E. Pengkajian Akibat Bencana


Pada komponen ini dilakukan pengkajian atas akibat langsung dan tidak langsung
kejadian bencana pada seluruh aspek penghidupan manusia. Pengkajian yang

8
dilakukan meliputi kerusakan, kerugian, gangguan akses, gangguan fungsi, serta
peningkatan risiko.

Sumber: Modul Pengkajian Bencana (JITUPASNA), 2019

F. Pengkajian Dampak Bencana


Pengkajian bencana ini merupakan pengkajian yang bersifat jangka menengah
dan jangka panjang. Komponen ini bertugas sebagai pemandu agar PDNA

9
memiliki orientasi strategis dalam jangka menengah hingga jangka
panjang.Kegiatan yang dilakukan meliputi pengkajian ekonomi - fiskal, Sosial,
Budaya dan Politik, Pembangunan manusia dan lingkungan.

Sumber: Modul Pengkajian Bencana (JITUPASNA), 2019

10
G. Pengkajian Kebutuhan Bencana

Perkiraan kebutuhan pemulihan pada pengkajian ini berorientasi pada


pemetaan kebutuhan dalam pemulihan awal dan rehabilitasi dan rekonstruksi.
1. Kebutuhan pemulihan awal adalah rangkaian kegiatan mendesak yang
harus dilakukan saat berakhirnya masa tanggap darurat dalam bentuk
pemulihkan fungsi-fungsi dasar kehidupan bermasyarakat menuju tahap
rehabilitasi danrekonstruksi. Kebutuhan pemulihan awal ini dapat berupa
kebutuhan fisik maupun non fisik. Pemenuhan kebutuhan pemulihan awal
harus berorientasi pada pembangunan yang berkelanjutan. Pemenuhan
kebutuhan ini misalnya penyediaan kebutuhan pangan, penyediaan sekolah
sementara, pemulihan layanan pengobatan di PUSKESMAS dengan
melibatkan dokter dan paramedik di PUSKESMAS tersebut sehingga
pemulihannya bisa lebih cepat termasuk penyediaan layanan psiko-sosial.
2. Kebutuhan rehabilitasi adalah kebutuhan perbaikan dan pemulihan semua
aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai
pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau
berjalannya secarawajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pascabencana.
3. Sedangkan kebutuhan rekonstruksi adalah kebutuhan pembangunan
kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah
pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan
sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan
budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta
masyarakat.

11
Sumber: Modul Pengkajian Bencana (JITUPASNA), 2019

H. Upaya Tanggap Darurat dan Pemulihan Awal


Dalam merespon kegiatan dan upaya – upaya yang telah dilakukan pada masa
penanganan tanggap darurat antara lain :
1. Pendirian dan pendampingan posko komando utama tanggap darurat untuk
mengevakuasi dan menampung pengungsi, pemenuhan kebutuhan dasar,
bantuan cash for work untuk pengungsi, pembersihan puing bangunan,

12
jalan, jembatan, distribusi air bersih, MCK, dapur umum serta penyaluran
layanan kesehatan
2. Pengerahan personil dari Kementrian / Lembaga, TNI/POLRI, Palang
Merah Indonesia (PMI), Relawan dan NGO.
3. Pemberian dana siap pakai untuk operasional posko dan pemenuhan
kebutuhan dasar.
4. Mengaktifkan gudang logistik di 5 (lima) titik
5. Mengirimkan bantuan logistik dan peralatan mengguanakan pesawat
cargo/Hercules milik TNI AU
6. Menyediakan bantuan lainnya berupa makanan siap saji, lauk pauk,
pakaian dan perlengkapan sekolah, peralatan mandi, tempat dapur, layanan
kesehatan, layanan pendidikan, maupun trauma healing pada korban
terdampak
7. Memberikan bantuan berupa jaminan hidup (jadup)
8. Pengelolaan berbagai bantuan yang datang dari instansi pemerintah,
pemerintah daerah, swasta, sumbangan masyarakat, ormas dan pihak
lainnya.
9. Pendirian tenda pengungsi dan kelearga
10. Rapat evaluasi harian di posko Tanggap Darurat dihadiri seluruh SKPD
serta elemen-elemen yang terkait, seperti relawan-relawan berbagai unsur,
organisasi masyarakat, serta komunitas peduli masyarakat
11. Melakukan verifiasi untuk tahap 1 bangunan rumah yang ditetapkan oleh
kepala daerah terdampak
Dalam 14 hari pertama merupakan tahap tanggap darurat. Kegiatan pada masa
tanggap darurat lebih banyak difokuskan pada penyaluran bantuan, respon medis,
kaji cepat dampak, dan penilaian kebutuhan. Masa transisi merupakan masa 90
hari setelah tanggap darurat. Pada masa transisi perkerjaan, misalnya lebih terkait
pada temporary housing, rekonstruksi perumahan, aktivitas disaster relief, serta
aset dan properti. Tahap ketiga dari pemulihan adalah masa rehabilitasi dan
rekonstruksi (Rehab/Rekon) selama tiga tahun pertama. Dalam tahap rehab/rekon
tersebut dilaksanakan kegiatan seperti pemulihan awal, rehabilitasi/rekonstruksi,

13
pendampingan psikososial, pemetaan patahan dan mikrozonasi, dan kajian
kerentanan bangunan. Untuk menjami kesinambungan kegiatan pemulihan secara
berkelanjutan, perlu dilakukan asesmen pemulihan secara berkala, dan hasilnya
diintegrasikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah. Tujuan akhir dari semua
tahapan tersebut adalah untuk pemulihan kehidupan yang lebih baik dan
aman.perlu dilakukan asesmen pemulihan secara berkala, dan hasilnya
diintegrasikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)

I. Prinsip-prinsip Dasar Pemenuhan Kebutuhan Saat Bencana

PDNA merupakan bagian dari tahap penyelenggaraan rehabilitasi dan


rekonstruksi pascabencana dan khususnya pada saat penyusunan rencana
rehabiltasi dan rekonstruksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Badan Nasional
Penanggulangan Bencana Nomor 05 Tahun 2017 tentang Penyusunan Rehabilitasi
dan Rekonstruksi Pascabencana maka prinsip-prinsip rehabilitasi dan rekonstruksi
yang baik juga menjadi panduan dalam proses PDNA ini.
1. Prinsip-Prinsip Rehabilitasi dan Rekonstruksi.
a. Merupakan tanggungjawab Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat
b. Membangun menjadi lebih baik (build back better) yang terpadu
dengan konsep
c. pengurangan risiko bencana dalam bentuk pengalokasian dana
minimal 10% daridana rehabilitasi dan rekonstruksi
d. Mendahulukan kepentingan kelompok rentan seperti lansia,
perempuan, anak dan penyandang cacat
e. Mengoptimalkan sumberdaya daerah
f. Mengarah pada pencapaian kemandirian masyarakat, keberlanjutan
program dan kegiatan serta perwujudan tata kelola pemerintahan yang
baik
g. Mengedepankan keadilan dan kesetaraan gender

14
2. Prinsip-prinsip dasar dalam Pengkajian Kebutuhan Bencana
a. Pendekatan partisipatif dengan melibatkan para pihak berkepentingan
dalam prosesnya
b. Pendekatan berbasis bukti, mengutamakan pengamatan terhadap akibat
dan dampak bencana serta kebutuhan pemulihan yang berbasis bukti.
c. Pendekatan pengurangan risiko bencana, menggunakan cara pandang
pengurangan risiko bencana dalam analisisnya sehingga PDNA dapat
mendukung rehabilitasi dan rekonstruksi yang dapat membangun
dengan lebih baik.
d. Pendekatan hak-hak dasar, menggunakan cara pandang berbasis hak-
hak dasar sehingga pengkajian terhadap akibat dan dampak bencana
berorientasi pada pemulihan hak-hak dasar tersebut.
e. Menjunjung tinggi akuntabilitas dalam proses maupun pelaporan hasil
kajian sebagai bentuk tanggungjawab terhadap masyarakat terdampak
bencana.
f. Mendorong proses pendataan, analisa dan hasilnya berbasis digital
dalam format sistem Informasi demi akurasi dan media pembelajaran.

J. Ruanglingkup Pengkajian Kebutuhan Saat Bencana


Pengkajian kebutuhan saat bencana harus dipadukan dalam keenam substansi
rehabilitasi dan rekonstruksi. Identifikasi kebutuhan pascabencana juga harus
mencakup kebutuhan pemulihan awal, kebutuhan rehabilitasi dan kebutuhan
rekonstruksi. Dengan demikian lingkup PDNA dalam pengkajian kebutuhan
pemulihan adalah sebagai berikut:

15
K. Pengkajian Kebutuhan PascaBencana
 Kebutuhan Pascabencana Sektor Permukiman
Kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana sektor
permukimanterdiri atas pemenuhan kebutuhan stimulan bantuan
pembangunan/perbaikan rumah rusak berat dan rumah rusak sedang,
sedangkan bagi rumah rusak ringan diserahkan kebijakannya pada
pemerintah daerah setempat.
 Kebutuhan Pascabencana Sektor Infrastruktur
Secara umum pemenuhan kebutuhan sektor infrastruktur adalah
membangun kembali dengan kualitas lebih baik terhadap aset yang rusak
pada sub sektor Transportasi, Energi, Air dan Sanitasi, dan Sumberdaya
Air.Selain memperbaiki aset yang rusak, kebutuhan infrastruktur menuju
daerah relokasi juga perlu dipenuhi.
 Kebutuhan Pascabencana Sektor Ekonomi Produktif
Akibat kejadian bencana kegiatan perekonomian masyarakat terhenti dan
tidak dapat melakukan aktivitas ekonomi karena kehilangan mata
pencaharian.

16
 Kebutuhan Pascabencana Sektor Sosial
Dampak bencana pada sektor sosial meliputi sub sektor pendidikan,
kesehatan, agama, dan lembaga sosial.
 Kebutuhan Pascabencana Lintas Sektor
Kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana untuk sektor lintas
sektor adalah berupa pembangunan kembali bangunan yang rusak berat
dan perbaikan untuk bangunan yang mengalami rusak sedang dan rusak
ringan.

L. Ruang Lingkup Rencana Kebutuhan Rehabilitasi dan Rekonstruksi


Kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi diperoleh dari penilaian kerusakan
dan kerugian. Hasil penilaian tersebut menjadi dasar perhitungan untuk
mendapatkan perkiraan kebutuhan pemulihan pascabencana. Keterkaitan antara
penilaian kerusakan dan kerugian dengan penilaian kebutuhan dapat memberikan
umpan balik bagi kebutuhan pemulihan pascabencana dengan menempatkan
masyarakat korban bencana dan lingkungannya sebagai sasaran pemulihan
pascabencana.
Berdasarkan sektor dan subsektor yang mengalami kerusakan dan kerugian
akibat bencana, hampir seluruh sektor dan sub sektor terkena dampak, utamanya
sektor permukiman. Oleh karena itu, rencana pemenuhan kebutuhan rehabilitasi
dan rekonstruksi pascabencana akan meliputi sektor dan sub sektor yang
terdampak, yaitu permukiman, infrastruktur, ekonomi produktif, sosial, dan lintas
sektor. Kebutuhan pemulihan di setiap sektor dan subsektor ini berbasis pada
mitigasi dan pengurangan risiko bencana dengan tujuan untuk meminimalkan
jumlah koban, kerusakan dan kerugian yang akan timbul apabila terjadi kembali
bencana pada masa mendatang.
1. Sektor Permukiman
Pemulihan sektor permukiman, meliputi subsektor perumahan dan
prasarana lingkungan, akan dilakukan pembangunan kembali/perbaikan
rumahmelalui pola pemberdayaan masyarakat dengan pemberian bantuan
stimulan kepada pemilik rumah sesuai dengan tingkat kerusakan rumahnya

17
berdasarkan hasil verifikasi kriteria kerusakan bangunan rumah
berdasarkan ketentuan melalui Surat Keputusan Bupati/Walikota.
1. Sektor Infrastruktur
Pemulihan sektor infrastruktur publik yang mendukung mobilitas
masyarakat dan perekonomian wilayah meliputi subsektor transportasi
darat dan sumber daya air.
2. Sektor Ekonomi Produktif
Pemulihan sektor ekonomi meliputi subsektor perdagangan, pariwisata,
UKM, industri kecil dan menengah.
3. Sektor Sosial
Pemulihan sektor sosial meliputi pemulihan kehidupan sosial masyarakat
pada sub sektor kesehatan, pendidikan dan agama.5. Lintas
SektorPemulihan lintas sektor meliputi sub sektor pemerintahan,
keamanan ketertiban, perbankan, pengurangan risiko bencana, manajemen
pengetahuan, dan kelembagaan rehabilitasi dan rekonstruksi.

M. Strategi Rehabilitasi dan Rekonstruksi


Berdasarkan penilaian kerusakan dan kerugian atau dampak bencana, dan di
persentasikan kerusakan dan kerugian yang paling besar.
1. Sektor Permukiman
Permasalahan pokok dalam pemulihan perumahan dan permukiman
korban bencana adalah :
a. Hilangnya tempat tinggal yang tersebar dan bervariasi termasuk aset-
aset rumah tangga sehingga dapat menyebabkan munculnya bencana
lain akibat kondisi tempat pengungsian, seperti wabah penyakit dan
permasalahan kesehatan.
b. Rumah yang juga digunakan sebagai tempat usaha kecil/mikro,
berakibat pada hilang/rusaknya perlatan produksi.
Untuk itu, ditetapkan strategi pelaksanaan rehabilitasi dan rekosntruksi sektor
perumahan dan permukiman sebagai berikut:
a. Bantuan stimulan untuk rumah rusak berat dan rumah rusak sedang;

18
b. Pemberian bantuan stimulant berdasarkan hasil verifikasi penerima
bantuan perumahan, status kepemilikan lahan dan bangunan
berdasarkan by name by address yang akan dibentuk dalam kelompok;
c. Bantuan stimulan diperuntukan untuk membangun struktur rumah
ramah gempa sesuai dengan standar konstruksi yang didalamnya
termasuk biaya bahan dan upah;
d. Strategi pembangunan perumahan bertumpu pada inisiatif dan prakarsa
masyarakat dengan tidak meninggalkan kearifan lokal;
e. Untuk relokasi, perlu melakukan penataan ulang tata letak bangunan
melalui participatory planning yang berpedoman pada rencana tata
ruang wilayah yang berbasis pengurangan risiko bencana;f.
Berkoordinasi dengan Kementerian PU-Pera untuk pendampingan
pelaksanaan pembangunan rumah.
2. Sektor Infrastruktur
Strategi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi sektor infrastruktur
meliputi:
a. Rehabilitasi dan rekonstruksi sektor infrastruktur dilaksanakan dalam
rangka mendukung terselenggaranya pemulihan perekonomian
masyarakat;
b. Pembangunan kembali infrastruktur publik dengan memperhatikan
kebijakan sektor terkait dan rencana tata ruang wilayah
kabupaten/Kota;
c. Memulihkan fungsi dan membangun kembali infrastruktur publik,
yaitu transportasi dan sumber daya air sesuai dengan kewenangannya;
d. Rehabilitasi dan rekonstruksi infrastruktur mengacu pada standar
teknis terkait.
3. Sektor Ekonomi
Pada sektor ekonomi produktif, sub sektorperdaganganmerupakan yang paling
terdampak, strategi yang ditetapkan meliputi:
a. Mendorong dan mendukung rehabilitasi dan rekonstruksi prasarana
fisik di bidang ekonomi;

19
b. Pemberian pendampingan dalam pemulihan usaha, termasuk pelatihan
kewirausahaan;
c. Berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait dalam menyiapkan
kebijakan/skema pemulihan dan pengembangan UMKM,
perindustrian, termasuk pemanfaatan dana APBN atau sumber lain.d.
Koordinasi dengan pihak swasta dalam dukungan pemanfaatan
corporate social responsibility (CSR).
4. Sektor Sosial
Strategi yang ditetapkan untuk mencapai sasaran penyelenggaraan pelayanan
pendidikan, kesehatan dan peribadatan dalam rehabilitasi dan rekonstruksi di
sektor sosial meliputi:
a. Pemulihan layanan pendidikan melalui rehabilitasi sarana dan prasarana
pendidikan milik pemerintah (misalnya fasilitas PAUD, TK, SD, SMP,
dan SMU), pemberian bantuan peralatan sekolah dan inisiasi sekolah siaga
bencana;
b. Pemulihan layanan kesehatan melalui rehabilitasi sarana dan prasarana
kesehatan milik pemerintah (RumahSakitdan Puskesmas), layanan gizi
masyarakat, dan pemulihan psikososial;
c. Pemulihan sarana dan prasarana peribadahan;
d. Pendidikan dan pelatihan pengurangan risiko bencana guna menumbuhkan
dan menanamkan budaya keselamatan dan kesiapsiagaan bagi masyarakat
yang berada di kawasan rawan bencana tinggi.
5. Lintas Sektor
Strategi untuk mencapai sasaran penyelenggaraan pelayanan lintas sektor
meliputi:
a. Pemulihan kembali fungsi layanan publik dan sarana prasarana
pemerintahan;
b. Fasilitasi kemudahan dalam proses pengurusan surat berharga dan
administrasi kependudukan;

20
c. Sosialisasi danpelatihan pengurangan risiko bencana dalam rangka
meningkatkan pemahaman dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap
bencana;
d. Penggalian dan pendokumentasian pembelajaran pelaksanaan rehabilitasi
dan rekonstruksi berbasis manajemen pengetahuan (knowledge
management), untuk memastikan bencana yang terjadi menjadi
pembelajaran pada proses penanganan bencana di masa yang akan datang.

N. Pendidikan Kesiapsiagaan Bencana


Tak dapat disangkal lagi bahwa pendidikan menjadi kunci untuk mencapai
suatu keberhasilan. Melalui pendidikan, pengetahuan kita tentang sesuatu dapat
menjadi lebih baik dan memahaminya secara mendalam. Demikian pula
pengetahuan tentang bencana alam, harus ditingkatkan melalui pendidikan.
Pengetahuan tentang kebencanaan pada dasarnya merupakan pengetahuan
multidisipliner, artinya melibatkan banyak studi atau kajian keilmuan. Satu jenis
bencana tidak dapat ditangani oleh satu bidang ilmu. Terlebih lagi bila bencana
yang potensial mengancam suatu daerah bukan hanya satu atau dua jenis saja,
maka permasalahannya menjadi lebih rumit (Oemarmadi, 2005).
Penanganan yang paling awal dilakukan dan sangat mendasar tentu saja
adalah mendidik masyarakat agar “melek” bencana alam. Walaupun bukan cara
satu-satunya, namun pembelajaran di sekolah dapat dinilai paling efektif untuk
membuat masyarakat melek atau sadar lebih dini. Pembelajaran di sekolah secara
langsung dapat menyadarkan peserta didik akan bencana yang dapat mengancam
dan upaya mitigasinya. Selanjutnya, mereka dapat menyebarluaskan pengetahuan
tersebut kepada keluarga dan masyarakat luas di lingkungannya. Akan tetapi,
upaya pembelajaran dini tentang mitigasi bencana di Indonesia saat ini masih
sangat jauh dari harapan. Betapa tidak, materi tentang mitigasi bencana masih
sangat minim disajikan dalam buku pelajaran. Pembahasan tentang bencana pada
buku teks di sekolah juga masih sangat minim. dan terbatas pada mata pelajaran
geografi dan hanya pada buku dari penerbit tertentu. Selain itu, hal mitigasi hanya
berkisar tentang jenis bencana tertentu dan upaya pencegahannya, sedangkan

21
bahasan tentang upaya penyelamatan dan pemulihan dampak bencana belum
disajikan.
Agar sekolah dapat mengimplementasikan pelajaran mitigasi bencana, maka
harus mengeksplisitkan materi tentang mitigasi bencana ala mini pada kurikulum.
Materi mitigasi bencana harus muncul dan memiliki kompetensi dasar.
Kompetensi yang perlu ditambahkan pada kurikulum adalah kompetensi materi
kebencanaan baik bencana alam, bencana non alam, maupun bencana sosial.
Kompetensi mitigasi bencana alam yang dimaksud antara lain sebagai berikut : (1)
Mengidentifikasi faktor penyebab banjir, (2) Mengidentifikasi gejala banjir, (3)
Mengidentifikasi sebaran wilayah banjir, (4) Menemutunjukkan peta bahaya
banjir, dan (5) Memiliki sikap responsive ketika dilanda banjir, segera mengungsi,
berlindung di tempat aman (Purwantoro, 2010).
Pendidikan kebencanaan selain sebagai sebuah upaya untuk mengurangi
resiko bencana, sebenarnya juga mampu untuk membentuk karakter siswa, karena
melalui pendidikan kebencanaan juga akan diajarkan nilai–nilai karakter pada
siswa, diantaranya gotong royong, kepedulian sosial, kecintaan terhadap
lingkungan sekitar, kearifan lokal, dan berbagai nilai karakter lainya. Pendidikan
karakter sebagai usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia
dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti, dapat
dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan. Penanaman karakter dilakukan dalam
pembelajaran sekolah dan di masyarakat secara umum. dalam hal tersebut,maka
pembelajaran kebencanaan dapat dijadikan alternative dalam penanaman karakter
pada masyarakat.
Pendidikan kesiapsiagaan bencana (disaster preparedness education)
merupakan hal penting untuk dilakukan. Pendidikan kesiapsiagaan dapat
dilakukan mulai dari yang sederhana hingga yang terintegrasi dan merupakan
bagian tidak terpisahkan dari manajemen bencana (disaster management), karena
manajemen bencana (disaster management) merupakan siklus yang terbentuk atas
empat aktivitas masing-masing adalah mitigation, preparedness, response, dan
recovery. Mitigation diartikan sebagai setiap aktivitas yang dilakukan untuk
mengeliminasi atau mengurangi tingkat resiko bencana dalam jangka panjang

22
terhadap manusia maupun harta benda. Preparedness adalah setiap aktivitas
sebelum terjadinya bencana yang bertujuan untuk mengembangkan kapabilitas
operasional dan memfasilitasi respon yang efektif ketika suatu bencana terjadi.
Response adalah setiap aktivitas yang dilakukan sebelum, selama, ataupun
seketika setelah terjadi suatu bencana yang bertujuan untuk menyelamatkan
nyawa, meminimalisir kerusakan terhadap harta benda, dan meningkatkan
efektifitas program-program perbaikan. Sementara itu, recovery adalah aktivitas
jangka pendek untuk memulihkan fasilitas kehidupan masyarakat (life support
system) agar dapat kembali beroperasi secara normal (Morrisey, dalam Susetyo,
2006). Selanjutnya Susetyo menyatakan bahwa mitigation dan preparedness
adalah aktivitas yang beririsan. Walsh menyebutkan bahwa mitigation dan juga
planning (perencanaan) adalah elemen utama dalam preparedness.
Pendidikan kesiapsiagaan bencana dilakukan sebagai bagian dari mitigation
yang otomatis juga merupakan bagian dari preparedness. Ragam pendidikan yang
dilakukan dapat berupa integrasi konsep-konsep pencegahan bencana ke dalam
kurikulum pendidikan di sekolah, baik di tingkat dasar, menengah, maupun
perguruan tinggi. Kegiatannya bisa berupa training untuk siswa, guru, ataupun
karyawan sekolah, sedangkan materinya dapat berupa peningkatan ketrampilan
menghadapi bencana (emergency response skill) ataupun perencanaan
menghadapi bencana (disaster preparedness planning). Bagi masyarakat umum,
ragam pendidikan dapat berupa penyuluhan interaktif yang dilakukan secara
reguler ataupun latihan pencegahan bencana (disaster drill) secara rutin yang
melibatkan unsur masyarakat umum, LSM, pemerintah, lembaga kesehatan-
pemadam kebakaran, palang merah, angkatan bersenjata hingga pekerja kantor
dan para profesional.
Selain mengajarkan perlindungan diri, pendidikan kesiapsiagaan juga
menanamkan hal penting yaitu kepedulian. Hasil pelatihan kesiapsiagaan bencana
yang dilakukan di Jepang adalah meningkatnya kepedulian warganya untuk
menolong korban bencana. Contohnya dalah saat Tsunami di NAD dan gempa di
DI Yogyakarta, banyak sekali mahasiswa-mahasiswa Jepang datang dari Kyoto ke
NAD dan DIY dengan biaya dan tabungan sendiri, juga dengan fasilitas, dan

23
perlengkapan yang mereka buat sendiri. Mereka juga tidak memiliki klasifikasi
pendidikan khusus di bidang ini. Kebanyakan malah mahasiswa jurusan teknik
sipil. Mereka juga memaksakan belajar bahasa Indonesia dalam waktu singkat
hanya supaya penyuluhan-nya tentang pendidikan kesiapan menghadapi gempa
dapat dipahami oleh anak-anak Indonesia. Kata kuncinya memang hanya satu
yaitu kepedulian. Selain Jepang atau Amerika Serikat yang telah lama memiliki
program-program pendidikan kesiapsiagaan bencana, negara-negara kecil di
Karibia telah lama memiliki kurikulum integratif kesiapsiagaan bencana dalam
pendidikan formalnya. Sama halnya dengan negara Colombia dan India.
Penanganan pascabencana menjadi tahapan penting bagi para penyintas atau
korban yang selamat dari bencana untuk menentukan apakah mereka dapat
kembali ke kehidupan normal (build back), menjadi lebih baik (build back better),
atau bahkan menjadi lebih terpuruk (collapse). Selama ini, perencanaan pemulihan
pascabencana lebih banyak difokuskan pada aspek infrastruktur fisik. Padahal,
aspek sosial tidak dapat ditinggalkan mengingat penyintas bencana merupakan
kelompok yang terdampak langsung dan selanjutnya harus berusaha pulih setelah
bencana. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia melalui Pusat Penelitian
Kependudukan melakukan kajian penanganan pascabencana di Palu, Sigi dan
Donggala, Sulawesi Tengah yang hasilnya akan disampaikan pada Selasa, 15
Januari 2019 di Jakarta.
Ketika bencana baru saja terjadi, memang yang dibutuhkan adalah langkah-
langkah tanggap darurat yang cepat agar risiko kerugian dan dampak yang terjadi
tidak meluas. Tetapi, untuk penanganan yang lebih substansial, tentu yang
dibutuhkan adalah roadmap yang jelas dan terarah. Pemerintah perlu segera
melakukan koordinasi yang terpadu untuk memastikan agar segera bisa
menangani permukiman yang rusak, bagaimana bisa segera merehabilitasi
sekolah, tempat ibadah, rumah sakit yang rusak, berapa lama, dengan cara apa,
masyarakat yang rumahnya 80% hancur bisa dibangun kembali dengan bangunan
yang seperti apa, siapa yang membangun, berapa biayanya, dan berapa lama. Ini
semua adalah agenda kerja yang perlu segera dirumuskan sebagai exit strategy
pasca-bencana.

24
O. Peran Petugas Kesehatan dalam Tanggap Darurat
Adapun peran petugas kesehatan dalam tanggap darurat :

a. Koordinasi
Pada saat bencana banyak sekali relawan yang ingin berpartisipasi dalam
membantu meringankan beban masyarakat yang terkena bencana, terutama dalam
bidang kesehatan. Bantuan ini tidak saja dari sektor kesehatan tapi juga dari sektor
lain, agar pelaksanaan operasi dapat berjalan dengan baik maka diperlukan
Komando (Command), pengendaban {Control), dan Koordinasi (iCoordination)
dengan kegiatan mendirikan POSKO dan Membentuk Tim Reaksi Cepat.
b. Perlindungan dan Pendataan
Kegiatan dalam perlindungan adalah melakukan evakuasi korban yang masih
hidup dan meninggal, kemudian memberikan pertolongan dan perlindungan bagi
korban selamat serta memberikan tempat penampung sementara. Disamping itu
melakukan pendataan dan mencatat agar memudahkan dalam pengurusan
pelayanan kesehatan, serta sebagai bahan informasi bagi pengambil keputusan
dalam tanggap darurat maupun pada pasca bencana,
c. Penyediaan Pangan
Pada tahap ini peran petugas kesehatan dapat membantu pada dapur umum,
dengan mengatur menus erta perhatian terhadap gizi dan kebersihan makanan
yang akan diberikan pada masyarakat yang menderita akibat bencana. Jangan
sampai terjadi makanan yang tidak layak atau basi serta tidak mengandung
berbagai kuman penyakit, sehingga yang memakan tidak menjadi sakit. Untuk itu
perlu sekali kehadiran tenaga gizi dan dibantu oleh masyarakat setempat. Dapur
umum ini bisa saja diadakan di kantor-kanror pemerintah atau mungkin juga
disekitar terjadinya bencana terutama pada tempat-tempat pengungsian.
d. Logistik dan Transportasi
Bantuan yang tersedia ataupun yang datang dari sumbangan atau donatur perlu
segera didistribusikan kepada masyarakat yang sangat membutuhkan. Logistik ini
bisa berupa alat kesehatan untuk dapat memberikan pelayanan bagi masyarakat
yang terkena bencana, dapat juga berupa obat-obatan dan makanan lainnya.

25
Logistik ini harus segera dapat dimanfaatkan. Menjadi persoalan setiap terjadi
bencana adalah logistik yang menumpuk pada suatu tempat, sehingga
menimbulkan kemarahan dari masyarakat, atau pendistribusiannya yang terlambat
akibat kurangnya pendataan maupun transportasi.
Logistik kesehatan merupakan yang sangat dibutuhkan oleh semua pihak,
untuk itu semua logistik kesehatan harus selalu dalam keadaan siap pakai, serta
tidak mengandung risiko bagi orang yang menggunakannya. Untuk diharapkan
adanya tenaga yang terampil sesuai dengan alat yang tersedia atau seorang
apoteker dalam pendistribusian obat. Bantuan obat-obat alau makanan kesehatan,
dari manapun sumbernya atau siapapun yang mengelolanya harus diserahkan
kepada petugas kesehatan yang berwenang untuk pendistribusiannya, karena
berdasarkan pengalaman banyak sekali yang bukan petugas kesehatan juga
memberikan obat kepada masyarakat.
e. Penampungan Sementara
Penampungan sementara ditempatkan pada bangunan gedung yg aman:
sekolah, kantor, stadion, gudang, dsb. Jika tidak memungkinkan dapat
ditempatkan di lapangan atau tempat terbuka, dengan mendirikan tenda-tenda,
Pada pengungsian yang cukup lama dibuat hunian semipermanen yang berupa
barak yang berisi beberapa keluarga. Peran petugas kesehatan jelas melakukan
surveilans,memberikan pelayanan kesehatan, penyuluhan, melakukan trauma
hilling dan menyediakan fasilitas sanitasi seperti MCK, pengelolaan sampah dan
pengendapan vektor penyakit. Untuk dapat terlaksananya kegiatan ini dengan baik
perlu sekali ada sistem informasi geografis, pendataan, kebutuhan dan petugas
yang professional.
f. Air Bersih
Setiap terjadinya bencana biasanya juga diiringi dengan sulitnya untuk
mendapatkan sumber air bersih, karena PDAM yang rusak, sumur yang tidak
layak lagi, sehingga umumnya masyarakat menggunakan badan-badan air yang
sudah tercemar. Untuk itu sebagai petugas kesehatan harus cepat tanggap untuk
penyediaan air bersih diarahkan penggunaannya untuk: mandi, minum, cuci,
memasak. Sumber air dapat diperoleh dari: sungai, danau, sumur,air tanah dalam

26
dan mata air. Untuk itu diperlukan: volume dan kualitas air yang memenuhi,
sistem penampungan, pengolahan, penyaluran dan distribusinya. Disamping itu
petugas juga dapat memberikan obat atau bahan penjernih air dengan berbagai
jenis, dan sekaligus memberikan penyuluhan cara menggunakannya.
g. Sanitasi
Pada saat bencana baik di pemukiman ataupun pada tempat pengungsian akan
banyak menimbulkan sampah baik berupa daun-daunan, kertas dan plastik karena
umumnya makanan adalah siap saji. Begitu juga masalah dalam buang kotoran
dan limbah, pada umumnya kita sering terlambat dalam pengelolaannya, sehingga
lingkungan pemukiman ataupun tempat pengungsian mudah tercemar, sehingga
mengundang berbagai vektor penyakit.
Tidak sedikit setelah beberapa hari pengungsian sering diikuti oleh berbagai
penyakit menular seperti diare, penyakit kulit, 1SPA dan penyakit infeksi lainnya.
Untuk itu perlu segera menyiapkan sarana sanitasi agar masyarakat pengungsi
dapat selalu terjaga kesehatannya. Penyediaan sarana MCK disesuaikan dgn
kebiasaan pengungsi di daerah asal. Sarana MCK tersebut harus mudah dipakai
dan dapat dipelihara oleh warga. Harus diperhitungkan rasio jumlah MCK
terhadap jumlah pengungsi. Pengelolaan sampah diatur pengumpulan dan
pembuangannya.
Sarana pembuangan kotoran / jamban / sarana sanitasi, pengelolaan
pembuangan tinja merupakan upaya pencegahan penyakit, terutama diare. Tiap
jamban harus dilengkapi dengan penyediaan air. Penggunaan jamban 1 buah
untuk 20 orang.
Sampah harus dikelola dengan baik, karena merupakan tempat perindukan
lalat dan tikus, ditempat penampungan pengungsi harus disediakan tempat
sampah, berupa
a. bak sampah (kapasita 50-100 L) untuk 25 - 50 org/hr
b. kantongsampah : 1 lembar untuk 1keluarga(3 hr)
Vector merupakan binatang / serangga penular penyakit. Contoh : lalat,
nyamuk dan tikus. Keberadaan vektor tersebut, antara lain terkait dengan
pemilihan lokasi penampungan pengungsi (contoh :dekat dengan breeding places

27
nyamuk), Risiko pembuangan air limbah terhadap kesehatan adalah tercemarnya
air bersih. Limbah harus dibuang, disalurkan ketempat tertentu, missal dengan
membuat sumur peresapan dengan jarak >30 meter dari tenda dan sumber air
bersih.
Logistik untuk sanitasi darurat: a. Kaporit, b. Pac (penjernih air cepat), c.
Aquatab, d Kantong plastik sampah, e. lnsectisida, f. Alat
fogging/mistblower/swing fog/spray can , g. Sanitarian kit, h. Alat bor air, i.
Reservoirair, j. Bahan penyuluhan ( leaflet, poster, spanduk, dll), dan k. Water test
kit
h. Kesehatan dan Nutrisi
Pada saat terjadinya bencana harus segera membuat posko kesehatan, bisa saja
di puskesmas, rumah sakit, bahkan di lapangan pun harus ada posko, harus mudah
dicapai oleh masyarakat yang terkena bencana. Setiap posko harus dilengkapi
dengan petugas kesehatan yang siap memberikan pelayanan 24 jam sehingga
korban bencana mendapat perawatan kesehatan secara baik dan gratis Pemerintah
menyediakan tenaga medis, peralatan kesehatandan obat-obatan. Disamping itu
dilakukan pula imunisasi dan vaksinasi guna mencegah timbulnya penyakit.
Disamping itu juga perlu memperhatikan nutrisi masyarakat,agar mereka selalu
dalam keadaan sehat dalam menghadapi bencana. Perlu memberikan makanan
yang bergizi. Pengawasan ketat perlu diberikan pada dapur umum yang
menyediakan makanan bagi pengungsi. Pengawasan diarahkan untuk
a. Kualitas dan keamanan bahan makanan.
b. Kebersihan peralatan /perabotan
c. Kebersihan penjamah makanan.
d. Tempat pengolahan dan penyimpanan makanan.
e. Ketersediaanair bersih

i. Pelayanan Masyarakat
Dalam penampungan sementara perlu disediakan tempat umum untuk
memberikan pelayanan, antara lain berupa alat komunikasi, informasi dan

28
edukasi. Penyuluhan bertujuan untuk mendorong kebersihan perorangan dan
lingkungan agar terjaga kesehatan diarahkan untuk :
a. Perilaku hidup bersih dan sehat.
b. Pemeliharaan sarana air bersih dan sanitasi
c. Perbaikan kebersihan lingkungan

Peran tenaga kesehatan ketika fase emergency adalah :

a. Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan


sehari-hari.
b. Tetap menyusun rencana prioritas asuhan ketenaga kesehatan harian.
c. Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan
penanganan kesehatan di RS.
d. Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian.
e. Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus
bayi, peralatan kesehatan.
f. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit
menular maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri
dan lingkungannya.
g. Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas,
depresi yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi
diri) maupun reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia,
fatigue, mual muntah, dan kelemahan otot).
h. Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat
dilakukan dengan memodifikasi lingkungan misal dengan terapi
bermain.
i. Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog
dan psikiater.
j. Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan
kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi.

29
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ketika terjadi sebuah bencana baik bencana alam maupun non alam, tentunya
akan berdampak pada berbagai siklus lini kehidupan masyarakat yang terkena
dampak dari bencana tersebut. Misalnya, sistem kesehatan, sosial, maupun
ekonomi masyarakat. Hal tersebut akan mendorong peningkatan kebutuhan
masyarakat saat bencana. Dalam memenuhi kebutuhan masyakarat yang
terdampak bencana diperlukan pengkajian-pengkajian secara mendalam terlebih
dahulu agar nantinya pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat tepat
sasaran dan mencakup semua kebutuhan yang diperlukan masyarakat.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kesalahan dan kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang membangun diperlukan
penulis dengan harapan dapat menyempurnakan makalah ini.

30
DAFTAR PUSTAKA

Kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana kekeringan di kecamatan weru


kabupaten sukoharjo artikel publikasi. (2013).

Pristianto, H. (2010). Pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan di Kota


Sorong. Jurnal Median, II (1), 25–31.

Azkha, N. (2009). Peranan Petugas Kesehatan Dalam Penanggulangan Bencana.


Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 4 (1), 1–4.
https://doi.org/10.24893/JKMA.4.1.1-4.2009

Aryjunaidy, arisan dhya vitri, Muhammad yusa. (2019). Mitigasi Bencana


Kebakaran Lahan Gambut Penggali Air Insitu Dan Peran Serta. Jurusan
Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau, Pekanbaru, (ii), 17–25.

Prasetya, B. T., Kurniawan, E., Arto, A. B., Manajemen, P. S., Ekonomi, F.,
Surabaya, U. N.,Surabaya, U. N. (2013). Bank Air Sebagai Solusi
Mengatasi Kelangkaan Air Bersih.Pkm-Gt. Retrieved from
http://artikel.dikti.go.id/index.php/PKMGT/article/view/137

Goleman, daniel; boyatzis, Richard; Mckee, A., & Perdana. (2018). Journal of
Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Setyaningrum, N., &Prasetya, G. A. (2017).Analisis Ketersediaan Dan Kebutuhan


Air Untuk Daya Dukung Lingkungan (Studi Kasus di Kabupaten
Bojonegoro). Seminar Nasional Geomatika: Inovasi Teknologi Penyediaan
Informasi Geospasial Untuk Pembangunan Berkelanjutan, 155–164.

Mawardi, I. (2008). Upaya meningkatkan daya dukung sumber daya air Pulau
Jawa (The water resources support improvement strategy on the Java
island). Journal Teknik Lingkungan, 9(1), 98–107.

31
Rahman, A. (2018). Analisa Kebutuhan Program Trauma Healing Untuk Anak-
anak Pasca Bencana Banjir di Kecamatan Sungai PuaTahun 2018.Jurnal
Menara Ilmu, 12(7), 1–6.

Тузиков, Ф. В.,Рагино, Ю. И., Тузикова, Н. Л., Иванова, М. В., Талимов, Р.


В., &Никитин, Ю. П. (2017). Ф.В. Тузиков2, Ю.И. Рагино1, Нл.
Тузикова2, М.В. Иванова1, Р.В. Талимов2, Ю.П. Никитин1. IEEE
International Conference on Acoustics, Speech, and Signal Processing
(ICASSP) 2017, 41(2), 84–93.

Utariningsih, W., &Adiputra, A. (2019).Analisis kerentanan kesehatan penduduk


pra-bencana banjir di kabupaten aceh baratdaya.5(2), 1–10.

Haryoto Indriatmoko dan Wahyu Widayat Pusat Pengkajian dan Penerapan


Teknologi Lingkungan, R. (2007).Penyediaan Air Siap Minum Pada Situasi
Tanggap Darurat Bencana Alam. Penyediaan Air SiapMinum, 3(1), 29–37.

Adi, S. (2009). Pemanfaatan Dan Konservasi Sumber Air Dalam Keadaan


Darurat.5(1), 1–8.

Pahrul, Razikin; Rosalina, K. D. A. (2017).Strategi Penangulangan Bencana


Banjir Berdasarkan Persepsi Masyarakat Di Kecamatan Barabai Kabupaten
Hulu Sungai Tengah. Jurnal Pendidikan Geografi, 4 (1), 27.

Roviq, A., Purnaweni, H., &Suharyanto.(2013). Pemanenan Air Hujan sebagai


Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih Pengungsi Bencana banjir.

Adi, H. P. (2011). Kondisi dan Konsep Penanggulangan Bencana Kekeringan Di


Jawa Tengah.Seminar Nasional Mitigasi Dan Ketahanan Bencana 26 Juli
2011, UNISSULA Semarang, 1–10. https://doi.org/978-602-8420-85-3

Dwiratna, S., Pareira P, B. M., &Kendarto, D. R. (2018).Pemberdayaan


Masyarakat Dalam Pengolahan Air Banjir Menjadi Air Baku Di Daerah
Rawan Banjir. Dharmakarya, 7(1), 75–79.
https://doi.org/10.24198/dharmakarya.v7i1.11444

32
Sutono, S., Achmad, B. F., Indriani, C., Wulansari, D. A., Arsyad, A. S.,
Kusnanto, H., …Abdi, R. A. (2019). Upaya Fakultas Kedokteran, Kesehatan
Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada dalam
penanggulangan banjir di Kota Bima dengan teknologi pemanen air hujan.
Journal of Community Empowerment for Health, 1(2),
71.https://doi.org/10.22146/jcoemph.37315

Myers, B., Williams, E., &Hobgen, S. (2016). Riset baru tentang sumber daya air
dansanitasi. Jurnal Prakarsa Infrastruktur Indonesia.

Soepomo, P. (2013). PEMANFAATAN GOOGLE MAPS API UNTUK


PEMBANGUNAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN BANTUAN
LOGISTIK PASCA BENCANA ALAM BERBASIS MOBILE WEB
( StudiKasus : Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Yogyakarta ).
1(1), 162–171. https://doi.org/10.12928/jstie.v1i1.2521

Dirhamsyah, M. (2014).PERENCANAAN STRATEGIS PERSEDIAAN


PERALATAN KEBENCANAAN BERDASARKAN SIKLUS
KEBENCANAAN. 978–980.

Rizkiyanto, M. (2015).Pengaruh Ketersediaan SaranaSanitasi Dasar dan Status


Rawan Banjir Terhadap Kejadian Diare (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas
Mangkang Kota Semarang Tahun 2014).Jurnal Kependudukan Indonesia,
8(1), 37–53. Retrieved from http://lib.unnes.ac.id/23331/1/6411410037.pdf

Pengkajian, M., &Pascabencana, K. (2019). Modul pengkajian kebutuhan pasca


bencana.

33

You might also like