You are on page 1of 91

PELUANG DAN HAMBATAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN

SURAT KETERANGAN HAK MEWARIS DAN AKTA WASIAT


Dr. UDIN NARSUDIN, SH., M.Hum., SpN.
S-1 UNPAS BANDUNG
Spesialis Notariat dan Pertanahan UI
S-2 Hukum Bisnis UGM
S-3 Ilmu Hukum UNPAD
-Notaris dan PPAT Kota Tangsel
-Dosen MKn UNPAS, Dosen MKn UNS SOLO dan Dosen PDIH UKI
-Ketua MKP PPAT
-Anggota MPP PPAT Pusat
PLURALISME KETERANGAN WARIS SEBELUM PERMEN ATR/BPN NOMOR 16/2021

KONDISI SAAT ITU

Pembuatan Keterangan Ahli Waris didasarkan kepada :


1. Surat Departemen Dalam Negeri Direktorat Jendral Agraria
Direktorat Pendaftaran Tanah (Kadaster), tanggal 20 Desember
1969, Nomor Dpt/12/63/12/69 tentang Surat Keterangan
Warisan dan Pembuktian Kewarganegaraan ;
2. Pasal 111 ayat 1 huruf c PMNA/Kepala BPN No. 3 /1997 tentang
Ketentuan Pelaksanaan PP No. 24/1997 tentang Pendaftaran
KONSEP PEMIKIRAN Tanah.
Kedua aturan hukum tersebut menentukan bahwa pembuatan
keterangan ahli waris untuk WNI Penduduk Asli/Pribumi oleh
Sebelum permen ATR/BPN No. 16/2021 Pasal para ahli waris + 2 saksi dikuatkan oleh Kepala Desa/Lurah dan
111 pembuatan keterangan ahli waris Camat, untuk WNI Keturunan Tionghoa dibuat oleh notaris,
untuk WNI Keturunan Timur Asing Lainnya oleh BHP.
masih didasarkan kepada golongan
penduduk dan etnis. Kondisi tersebut
bertentangan dengan :
Pasal 27 ayat (1) Amandemen Kedua UUD 1945
menyatakan bahwa : “Segala warga negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum
dan pemerintahan dan wajib menjunjung Adanya perbedaan pembuatan keterangan ahli waris
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak berdasarkan golongan penduduk seperti yang sekarang
ada kecualinya. berlaku di Indonesia sudah tidak dapat dipertahankan
Menurut Instruksi Presedium Kabinet Nomor lagi, dan tidak ada kepastian hukum dalam hal tersebut.
31/U/IN/12/1966, tanggal 27 Desember 1966, Upaya untuk mengakhiri atau menjadikan pembuatan
yang ditujukan kepada Kantor Catatan Sipil di keterangan ahli waris yang uniform di seluruh Indonesia
Seluruh Indonesia, telah ditetapkan yaitu dengan menjadikan notaris sebagai satu-satunya
penghapusan pembedaan golongan lembaga atau institusi yang berwenang membuatnya
penduduk di Indonesia. tanpa melihat etnis.
Menurut UU No. 12/2006 tentang
Kewarganegaraan, tidak mengenal
penggolongan penduduk. PERMASALAHAN 3
UUJN ditujukan untuk pembaharuan dan
Pembuatan keterangan ahli waris yang berlaku saat pengaturan kembali secara menyeluruh dalam
itu masih bersifat pluralistis karena pembuatannya suatu undang-undang yang mengatur tentang
dilakukan dengan dasar hukum yang tidak konsisten jabatan notaris dan berlaku begi seluruh Wilayah
sehingga tidak memenuhi konsep kepastian hukum. RI., ytermasuk didalamnya dalah pembuatan
keterangan ahli waris.

Pluralisme hukum waris di Indonesia masih terjadi Pluralisme hukum waris di Indonesia, bukan
dan tidak dapat secara langsung dibuat unifikasi merupakan suatu halangan kepada notaris dalam
hukum waris, akan tetapi dalam kaitannya dengan membuat keterangan ahli waris yang uniform
pembuatan keterangan ahli waris, maka dapat sesuai dengan kewenangan notaris dalam Pasal 15
dilakukan pembuatan keterangan ahli waris oleh ayat (1) UUJN.
notaris.

Dalam rangka mewujudkan unifikasi Guna terciptanya unifikasi hukum


hukum nasional dibidang pembuatan nasional khususnya di bidang
keterangan ahli waris, notaris dapat keterangan ahli waris, pemerintah
berdiri paling depan dan aktif dalam hendaknya membuat persauran
rangka pembuatan keterangan ahli waris yang berlaku bagi seluruh Warga
bagi semua Warga Negara Indonesia Negara Indonesia tanpa kecuali
tanpa membedakan golongan, karena dalam bidang pembuatan
keterangan ahli waris dengan
Undang-Undang Kewarganegaraan sudah
memberikan kewenangan
tidak membedakan antara Warga Negara tersebut kepada notaris.
Indonesia Asli dan WNI Keturunan.
4
-Pewarisan menurut
Hukum Waris Barat
(KUHPerdata)
KETERANGAN HAK
-Pewarisan menurut
MEWARIS
Hukum Waris Adat
-Pewarisan menurut
Hukum Waris Islam

Keanekaragaman
sistem hukum
waris di
Indonesia

5
Hubungan Hukum Pewarisan dan Keterangan Hak Mewaris.
Menurut Poerwadarminta, dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata “keterangan”,
berarti :
a. Uraian dan sebagainya untuk menerangkan sesuatu ; penjelasan.
b. Sesuatu yang menjadi petunjuk (seperti bukti-bukti, tanda-tanda dan sebagainya) ;
alasan-alasan ; segala sesuatu yang sudah diketahui atau menyebabkan tahu.
c. Kata atau kelompok kata yang menerangkan (menentukan) kata yang lain (seperti
keterangan tempat, keterangan waktu, dan sebagainya).
Berbicara tentang keterangan hak mewaris, maka terlebih dahulu harus memahami
tentang pewarisan.
Didalam pewarisan terdapat beberapa unsur yang penting yaitu pewaris, ahli waris,
warisan dan hukum waris, yang semuanya mempunyai kata dasar “waris” yang
berarti orang yang berhak menerima pusaka (peninggalan) orang yang telah
meninggal.
Ketertiban dalam lalu lintas hukum menghendaki, bahwa setelah seseorang meninggal
dunia, maka sejauh mungkin diikhtiarkan agar ada kepastian tentang jati diri (identitas)
orang-orang sebagai ahli waris yang melanjutkan pribadi yang meninggal dunia, dan
dalam praktek berkembang dengan apa yang dikenal sebagai keterangan hak waris atau
keterangan ahli waris atau KETERANGAN HAK MEWARIS
Dalam perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, tidak terdapat suatu peraturan
khusus yang mengatur mengenai keterangan hak mewaris. Berdasarkan sejarah, dapat
dilihat bahwa banyak hukum yang dikodifikasi di Indonesia berasal dari Belanda.
Ketidak jelasan mengenai praktik pembuatan keterangan hak mewaris ini antara lain
berkaitan dengan dasar hukum bagi kewenangan dalam pembuatan keterangan hak
mewaris dan mengenai bentuk akta yang digunakan dalam pembuatan keterangan hak
mewaris.
Dalam praktiknya, seorang ahli waris tidak dapat dengan langsung atau secara
otomatis dapat menguasai dan melakukan balik nama harta warisan yang menjadi
haknya dengan terbukanya warisan (meninggalnya pewaris), melainkan untuk dapat
melakukan tindakan hukum terhadap apa yang telah menjadi haknya tersebut harus
dilengkapi dengan adanya akta keterangan hak mewaris yang merupakan proses
administrasi dari barang warisan yang diterima tersebut
Berdasarkan keterangan hak mewaris para ahli waris secara bersama-sama dengan
seluruh ahli waris yang tidak dapat dipisahkan, dapat melakukan suatu perbuatan
hukum baik mengenai tindakan pengurusan maupun mengenai tindakan pemilikan.
Tindakan kepengurusan misalnya :
1. Semua ahli waris secara bersama-sama, antara lain berhak menguasai,
menggunakan, menikmati, menempati, menyewakan dan tindakan kepengurusan
lainnya atas barang harta peninggalan yang diterima.
2. Melakukan balik nama atas barang harta peninggalan yang diterima, dari anas nama
pewaris menjadi atas nama seluruh ahli waris.
Tindakan kepemilikan misalnya :
1. Khusus untuk barang-barang harta peninggalan berupa tanah, maka dapat
mengajukan permohonan ke Kantor Pertanahan setempat yaitu:
-melakukan pendaftaran peralihan hak (balik nama) untuk tanah yang sudah terdaftar
(bersertipikat) ; dan
-melakukan permohonan hak baru (sertipikat) atas tanah yang belum terdaftar, seperti
misalnya tanah girik, tanah bekas hak barat, tanah negara.
2. menggadaikan atau dengan cara apapun menjaminkan barang-barang harta
peninggalan tersebut kepada pihak lain atau kreditor, apabila ahli waris hendak
meminjam uang atau meminta kredit.
3. mengalihkan barang-barang harta peninggalan tersebut kepada pihak lain, misalnya
menjual, menghibahkan, melepaskan hak dan lain-lainnya yang sifatnya berupa suatu
peralihan hak.
4. merubah status kepemilikan bersama atas barang harta peninggalan menjadi milik
dari masing-masing ahli waris dengan cara melakukan membuat akta pembagian dan
pemisahan harta peninggalan di hadapan notaris.
Dengan demikian keterangan hak mewaris dapat diartikan sebagai “suatu surat yang
diterbitkan oleh pejabat atau instansi pemerintah yang berwenang termasuk
didalamnya NOTARIS, atau dibuat sendiri oleh segenap ahli waris yang kemudian
dibenarkan dan dikuatkan oleh Kepala Desa/lurah atau Camat, yang dijadikan alat bukti
yang kuat tentang adanya suatu peralihan hak atas suatu harta peninggalan dari
pewaris kepada ahli waris.
Keterangan hak mewaris dibuat dengan tujuan untuk membuktikan siapa-siapa yang
merupakan ahli waris atas harta peninggalan yang telah terbuka menurut hukum dan
berapa porsi atau bagian masing-masing ahli waris terhadap harta peninggalan yang
telah terbuka tersebut.
Keterangan hak mewaris disebut juga keterangan hak waris, keterangan ahli waris
merupakan surat bukti waris, yaitu surat yang membuktikan bahwa yang disebutkan
diatas adalah ahli waris dari pewaris tertentu.
Di dalam keterangan hak mewaris akan memuat tentang nama-nama dari para ahli
waris dan nama pewaris (almarhum).
Penentuan porsi dari masing-masing ahli waris tergantung dari hukum mana yang
berlaku bagi para ahli waris, artinya apabila ahli waris yang beragama ISLAM dan
akan melakukan pembagian warisnya menurut hukum waris Islam, maka membagi
warisannya dengan hukum Faraidh dan tentu akan dibagi sesuai dengan porsi
masing-masing, sedangkan untuk golongan yang tunduk pada hukum adat maka akan
dibagi sesuai dengan hukum adatnya.
Bagi golongan yang tunduk pada hukum yang bersifat matrilineal maka porsi anak
perempuan akan lebih banyak atau lebih diutamakan sedangkan untuk golongan yang
tunduk pada hukum yang bersifat patrilineal maka porsi anak laki-laki akan lebih
diutamakan.
Pewarisan menurut hukum Faraidh atau menurut hukum Islam membolehkan pewaris
mewariskan sepertiga warisannya asalkan tidak sampai merugikan para ahli warisnya
yang lain.
Keterangan hak mewaris yang dibuat dihadapan notaris merupakan akta keterangan
hak mewaris yang dibuat dalam bentuk akta otentik/notariil. Didalam keterangan ahli
waris tersebut akan diuraikan siapa-siapa penghadap, pewaris dan ahli waris.
Disamping itu juga akan diuraikan apakah pewaris pernah meninggalkan wasiat atau
tidak, hal tersebut dapat dibuktikan dengan pengecekan ke Pusat Daftar Wasiat
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, yang kemudian akan memberikan
keterangan lengkap dengan Nomor registrasi, tanggal surat yang menyatakan ada atau
tidaknya wasiat yang ditinggalkan oleh pewaris dan tidak kalah pentingnya dalam
keterangan ahli waris tersebut disebutkan apakah pewaris pernah melakukan
perkawinan dengan orang lain, mengangkat anak atau mengakui anak dari
perkawinannya dengan yang lain, serta apakah pewaris pernah melakukan perjanjian
kawin sebelum melakukan perkawinan, hal ini sangat perlu karena akan menyangkut
masalah pembagian porsi para ahli waris.
Perubahan dalam Permen ATR 16/2021:
Pasal 111
(1) Permohonan pendaftaran peralihan Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan
Rumah Susun diajukan oleh ahli waris atau kuasanya dengan melampirkan:
a. Sertipikat Hak Atas Tanah atau Sertipikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun atas
nama pewaris atau alat bukti pemilikan tanah lainnya;
b. surat kematian atas nama pemegang hak yang tercantum dalam Sertipikat yang
bersangkutan dari kepala desa/lurah tempat tinggal pewaris waktu meninggal dunia,
rumah sakit, petugas kesehatan, atau instansi lain yang berwenang;
c. surat tanda bukti sebagai ahli waris dapat berupa:
1. wasiat dari pewaris;
2. putusan pengadilan;
3. penetapan hakim/ketua pengadilan;
4. surat pernyataan ahli waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua)
orang saksi dan diketahui oleh kepala desa/lurah dan camat tempat tinggal pewaris pada waktu
meninggal dunia;
5. akta keterangan hak mewaris dari Notaris yang berkedudukan di tempat tinggal pewaris
pada waktu meninggal dunia; atau
6. surat keterangan waris dari Balai Harta Peninggalan.
d. Surat Kuasa Tertulis dari ahli waris apabila yang mengajukan permohonan
pendaftaran peralihan hak bukan ahli waris yang bersangkutan;
e. bukti identitas ahli waris.
(2) Apabila pada waktu permohonan pendaftaran peralihan sudah ada putusan
pengadilan atau penetapan hakim/ketua pengadilan atau akta mengenai pembagian
waris, maka putusan/ penetapan atau akta tersebut juga dilampirkan pada
permohonan.
(3) Akta mengenai pembagian waris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat
dalam bentuk akta di bawah tangan oleh semua ahli waris dengan disaksikan oleh 2
(dua) orang saksi atau dengan akta Notaris.
(4) Apabila ahli waris lebih dari 1 (satu) orang dan belum ada pembagian warisan,
maka pendaftaran peralihan haknya dilakukan kepada para ahli waris sebagai pemilikan
bersama, dan pembagian hak selanjutnya dapat dilakukan melalui pembagian hak
bersama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Apabila ahli waris lebih dari 1 (satu) orang dan pada waktu pendaftaran peralihan
haknya disertai dengan akta waris yang memuat keterangan bahwa Hak Atas Tanah atau
Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun tertentu jatuh kepada 1 (satu) orang penerima
warisan, maka pencatatan peralihan haknya dilakukan kepada penerima warisan yang
bersangkutan berdasarkan akta waris tersebut.
(6) Pencatatan pendaftaran peralihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan pada buku tanah, Sertipikat, daftar tanah dan/atau daftar umum lainnya.
Sebelumnya berdasarkan PMNA/KBPN Nomor 3 Tahun 1997, dalam Pasal 111 ayat (1) huruf c
angka 4 menyatakan bahwa :
“permohonan pendaftaran peralihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun
diajukan oleh ahli waris atau kuasanya dengan melampirkan:
...c. surat tanda bukti sebagai ahli waris yang dapat berupa :
1. wasiat dari pewaris, atau
2. putusan pengadilan, atau
3. penetapan hakim/ketua pengadilan, atau
-bagi warganegara Indonesia penduduk asli : surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh para
ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan
dan Camat tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia.
-bagi warganegara Indonesia keturunan Tionghoa : akta keterangan hak mewaris dari
Notaris.
-bagi warga negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya : surat keterangan waris dari Balai
Harta Peninggalan.”
Terhadap Pasal 111 ayat (1) huruf c angka 5 Permen ATR/KBPN Nomor 16/2021
diajukan Gugatan Materiil di MA dengan Nomor Perkara 29 P HUM/2022 tertanggal 31
januari 2022 dengan point gugatan bahwa 111 ayat (1) huruf c angka 5 Permen
ATR/KBPN Nomor 16/2021 membatasi kewenangan dalam pembuatan Akta
Keterangan Hak Mewaris dan hal tersebut membatasi kewenangan Notaris secara
territorial.
Akan tetapi gugatan tersebut ditolak sebagaimana putusan tanggal 31 Mei 2022, dan
dengan demikian Pasal 111 ayat (1) huruf c angka 5 Permen ATR/KBPN Nomor 16/2021
berlaku dengan penuh.
Mari kita perhatikan point penting dari Pasal 111 ayat (1) huruf c angka 5 Permen
ATR/KBPN Nomor 16/2021 dalam kaitannya dengan bentuk SURAT KETERANGAN HAK
MEWARIS atau KETERANGAN HAK MEWARIS:
5. akta keterangan hak mewaris dari Notaris yang berkedudukan di tempat tinggal
pewaris pada waktu meninggal dunia; atau
Demikian juga sebelumnya dalam PMNA 3/1997 Pasal 111 ayat (1) angka 4:
-bagi warganegara Indonesia keturunan Tionghoa : akta keterangan hak mewaris
dari Notaris.
Sangat Jelas menunjukkan bahwa Pembuatan SKW/KHW diberikan kepada Notaris
sesuai dengan kewenangannya sebagaimana ketentuan UUJN:
Pasal 1 angka 1 UUJN-P mengatakan “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang
untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya”.
Pasal 15 ayat (1) UUJN-P mengatakan :
“Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian,
dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik,
menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse,
salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga
ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
undang-undang”.
Artinya tentu SKW/KHW yang dimaksud adalah sebagaimana ketentuan Pasal 1
angka 7 UUJN-P yang menyebutkan bahwa:
-Akta Notaris yang selanjutnya disebut Akta adalah akta autentik yang dibuat oleh
atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam
Undang-Undang ini.
Khusus di Kota Cimahi ada PERWAL Nomor 45 Tahun 2020 Tentang Penguatan
Keterangan Ahli Waris.
Pasal 2 ayat (2):
-Pembuatan Keterangan Ahli Waris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya untuk
satu derajat ke bawah dari Pewaris.
(kalau selain satu derajat ke bawah bagaimana ya)
Pasal 2 ayat (3):
-Pembuatan Keterangan Ahli waris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat
5 tahun dari kematian pewaris.
(kalau lebih dari 5 tahun bagaimana ya)
Pasal 2 ayat (4):
-Keterangan Ahli Waris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikuatkan dengan
mendaftarkan Surat Keterangan Ahli Waris pada Kantor Kecamatan.
Pasal 3:
Camat menguatkan Keterangan Ahli Waris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
dengan melakukan pemberian nomor register dan melakukan pencatatan Keterangan Ahli
Waris dlam dokumen Kecamatan.
(Bagaimana kewenangan Camat dalam UU Pemerintah Daerah)
Pasal 225 UU 23/2014 Tentang Pemerintah Daerah:
(1) Camat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 ayat (1) mempunyai tugas:
a. menyelenggaraan urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (6);
b. mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
c. mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum;
d. mengoordinasikan penerapan dan penegakan Perda dan Perkada;
e. mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan sarana pelayanan umum;
f. mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan yang dilakukan oleh Perangkat Daerah di
Kecamatan;
g. membina dan mengawasi penyelenggaraan kegiatan Desa dan/atau kelurahan;
h. melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota yang tidak
dilaksanakan oleh unit kerja Perangkat Daerah kabupaten/kota yang ada di Kecamatan; dan
i. melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Pasal 229 ayat (4) UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah:
(4) Lurah mempunyai tugas membantu camat dalam:
a. melaksanakan kegiatan pemerintahan kelurahan;
b. melakukan pemberdayaan masyarakat;
c. melaksanakan pelayanan masyarakat;
d. memelihara ketenteraman dan ketertiban umum;
e. memelihara prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
f. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh camat; dan
g. melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sehubungan dengan wewenang Lurah/Kepala Desa dan Camat untuk turut
menyaksikan/mengetahui dan membenarkan kemudian menanda-tangani suatu bukti
ahli waris untuk golongan penduduk tertentu di Indonesia, berdasarkan Surat
Departemen Dalam Negeri Direktorat Jendral Agraria Direktorat Pendaftaran Tanah
(Kadaster), tanggal 20 Desember 1969, Nomor Dpt/12/63/12/69 tentang Surat
Keterangan Warisan dan Pembuktian Kewarganegaraan dan Pasal 111 ayat (1) huruf c
PMNA 3/1997, kewenangan tersebut harus dilihat dan dikaitkan dengan sistem
pemerintah pada waktu itu.
Awalnya yang membidangi pertanahan yaitu Jawatan Pendaftaran Tanah, jawatan ini
bernaung di bawah Departemen Kehakiman. Kemudian dengan dengan Surat
Keputusan Presiden Nomor 190 Tahun 1957, tanggal 12 September 1957 jawatan
tersebut dipindahkan ke dalam Kementerian Agraria. Selanjutnya Jawatan Pendaftaran
Tanah tersebut menjadi Direktorat Pendaftaran Tanah dari Direktorat Jendral Agraria
Departemen Dalam Negeri. Terakhir berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 26 tahun 1988 dibentuk Badan Pertanahan Nasional.
Ketika bidang pertanahan atau agraria masih berada di Kementerian Dalam Negeri,
maka Menteri Dalam Negeri mempunyai kewenangan untuk memberikan tugas
tertentu kepada instansi lainnya yang masih dalam kewenangan Menteri Dalam Negeri,
akan tetapi sejak berlakunya Keppres sebagaimana tersebut diatas maka
Lurah/Kepala Desa dan Camat sudah tidak lagi mempunyai kewenangan untuk
menanda-tangani dan membenarkan/mengesahkan keterangan ahli waris, karena
yang menjadi dasar kewenangan Lurah/Kepala Desa dan Camat sudah tidak ada lagi,
artinya Lurah/Kepala Desa dan Camat hanya berada dalam kewenangan
Departeman Dalam Negeri dan bukan bawahan BPN, sehingga jika Lurah/Kepala
Desa dan Camat melakukannya, maka Lurah/Kepala Desa dan Camat tersebut telah
melakukan perbuatan di luar wewenang.
Walaupun dengan Permen ATR 16/2021 dimungkinkan SKW untuk semua WNI tanpa
melihat golongan dapat dibuat dengan Akta Notaris, untuk keamanan harus
melakukan pengecekan di DPW (Daftar Pusat Wasiat).
Keharusan Melakukan Pengecekan Wasiat pada Daftar Pusat Wasiat Sebelum Membuat
Akta Keterangan Hak Mewaris dimaksudkan untuk keamanan Notaris dan tentunya
pihak-pihak terkait, karena apabila tidak dilakukan pengecekan kemungkinan terjadinya
tuntutan dari para ahli waris yang merasa dirugikan di kemudian hari apabila ternyata
pernah dibuat wasiat oleh pewaris semasa hidupnya yang mengatur tentang
pembagian warisan dari harta peninggalannya apabila yang bersangkutan telah
meninggal dunia.
Pembuatan Akta Keterangan Hak Mewaris, dengan syarat formil dan syarat materiil.
Terdapat hal-hal yang penting dalam pembuatan keterangan hak mewaris, terutama
yang tersebut dalam Pasal 14 Wet op de Grootboeken der Nationale Schuld harus
dicantumkan dalam keterangan hak mewaris, yang untuk selanjutnya harus tetap
dipertahankan dan menjadi konsep yang masih harus dipakai dalam pembuatan
keterangan hak mewaris di Indonesia termasuk Pasca berlakunya Pasal 111 Permen
ATR/BPN Nomor 16 Tahun 2021.
-Nama, nama kecil, serta tempat tinggal terakhir pewaris (Identitas berdasarkan data
kependudukan, termasuk akta kematian), untuk mendapatkan syarat materiil.
-Nama, nama kecil, tempat tinggal dan jika masih di bawah umur, tanggal dan tahun
kelahiran mereka yang mendapat hak dengan menyebutkan bagian mereka menurut
undang-undang, dan surat wasiat atau surat pemisahan dan pembagian
(boedelscheiding).
-Sedapat mungkin nama, nama kecil dan tempat tinggal wakil anak-anak dibawah umur
(yaitu wali, pemegang kekuasaan orang tua), termasuk para pengurus khusus
(bewindvoerder).
-Suatu perincian tepat surat wasiat, atau dalam hal pewarisan menurut undang-
undang, hubungan antara pewaris dan para ahli waris, yang menjadi dasar
diperolehnya hak itu.
-Semua pembatasan yang ditentukan oleh pewaris terhadap hak untuk memindah-
tangankan apa yang diperoleh, dengan menyebut nama, nama kecil, dan sedapat
mungkin tempat tinggal mereka yang terkenakan pembatasan itu, serta menyebut
orang-orang yang boleh menerimanya dan mereka yang harus membantunya apabila
pemindah-tanganan harus dilakukan.
-Serta pernyataan pejabat yang membuat keterangan hak mewaris (notaris) bahwa dia
telah meyakinkan diri atas kebenaran dari apa yang ditulisnya.
Prosedur pembuatan akta keterangan hak mewaris yang dilakukan oleh notaris adalah:
Tahap Pertama
-Notaris minta permohonan dari pemohon/ahli waris atau kuasa diatas meterai;
-Meminta surat kematian dari pewaris ;
-Melakukan pengecekan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat, apakah pewaris pernah
membuat wasiat atau tidak, hal ini erat kaitannya dengan pembagian warisan apakah
dilakukan dengan secara ab-intestato atau testametair atau agar terhindar dari konflik,
dalam konteks hukum Islam tentu isi wasiat berupa hibah wasiat tidak boleh melebihi
1/3 bagian bagi yang beragama Islam (Pasal 209 KHI).
Tahap Kedua
-Notaris membuat akta keterangan hak mewaris
-Pembuatan akta keterangan hak mewaris yang lebih menjamin kepastian hukum,
membutuhkan juga selain ketelitian notaris yang membuatnya dan kerjasama dari para
ahliwaris membuktikan dari akta-akta pencatatan sipil mereka juga partisipasi
pemerintah yang menyelenggarakan :
-Data-data yang akurat/dapat dipercaya kebenarannya yang dimuat dalam akta-akta
catatan sipil.
-Data-data yang akurat dan tertib dari Kementerian Hukum dan HAM tentang
pendaftaran wasiat yang dikelola secara baik dan nasional (seluruh Indonesia) bekerja
sama dengan para notaris se-Indonesia yang berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf h
UUJN, yang mewajibkan notaris membuat dan mengirimkan daftar akta wasiat
selambat-lambatnya tanggal 5 (lima) setiap bulan.
Berdasarkan Pasal 111 Permen ATR/BPN Nomor 16/2021, Notaris dilibatkan dalam
pembuatan Akta keterangan hak mewaris untuk semua WNI termasuk didalamnya yang
beragama Islam dengan menggunakan Hukum Waris Islam.
Akta keterangan hak mewaris yang dibuat oleh notaris terdiri dari :
-Penentuan ahli waris ;
-Penentuan bagian masing-masing ahli waris
Pembuatan akta keterangan hak mewaris sepenuhnya diserahkan kepada notaris. Baru
apabila terjadi sengketa persoalannya diserahkan kepada Pengadilan Negeri atau
Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah.
Untuk kesempurnaan pembuatan akta, notaris meneliti kebenaran materiil untuk
membuktikan benar tidaknya keterangan yang diberikan oleh para pihak, tentunya
notaris harus yakin akan kebenaran baik mengenai pewaris maupun para ahli waris.
Notaris mempunyai kewajiban untuk memberikan kepastian hukum dengan cara
membuat akta dengan mendasarkan dan meneliti dokumen-dokumen yang ada, seperti
akta kematian, bukti perkawinan, akta kelahiran anak-anak, pernyataan ada atau tidak
adanya perjanjian perkawinan, pernyataan pernah mengangkat anak atau tidak, dan
juga keterangan ada atau tidak adanya wasiat.
Pasal 1 angka 7 UUJN, yaitu :
Akta Relaas atau Akta Pejabat (ambtelijke akten), yaitu akta yang dibuat oleh “door”
notaris.
Di dalam akta relaas, notaris menerangkan/memberikan dalam jabatannya sebagai
pejabat umum suatu kesaksian dari semua apa yang dilihat, disaksikan dan dialaminya,
yang dilakukan oleh pihak lain.
Akta Partai (partij akten), yaitu akta yang di buat “di hadapan” (ten overstaan)
notaris.
Dalam pembuatan akta pihak, notaris membuat akta berdasarkan keterangan yang
diberikan oleh para penghadap kepadanya. Dengan didukung oleh bukti-bukti dan
dokumen penguat akan kebenaran yang disampaikan oleh para penghadap kemudian
notaris menuliskan tentang apa yang telah diterangkan oleh para penghadap tersebut
kepadanya.
Harus pula dipedomani bagaimana pembagian waris menurut Hukum waris Islam,
karena akan menjadi point penting dalam isi Akta Keterangan Hak Mewaris.
Menurut Al-Qur’an yang mengatur mengenai pembagian waris dan diadaptasi dalam
KHI dalam Pasal 176 adalah surat An-Nisa ayat 11, yang artinya: ”Allah mensyariatkan
bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu bagian seorang anak
lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Jika anak itu semuanya
perempuan lebih dari dua orang, maka untuk mereka dua pertiga harta peninggalan.
Tapi jika anak itu satu-satunya anak tunggal perempuan, ia memperoleh seperdua.
Untuk dua orang ibu bapak, masing-masingnya mendapat seperenam harta
peninggalan, Jika yang meninggal mempunyai seorang anak atau lebih. Jika yang
meninggal tidak mempunyai anak, dan dia diwarisi hanya oleh ayah-bundanya saja,
maka ibunya mendapat sepertiga. Jika yang meninggal itu mempunyai beberapa
saudara, maka untuk ibunya seperenam.
Semua pembagian itu dilaksanakan setelah wasiat dibuatnya dan utang-utangnya
dilunasi. (kamu tidak tahu mana yang bermanfa’at lebih besar kepadamu di antara dua
golongan: bapak-bapakmu atau anak-anakmu). Karena itu turutlah ketetapan hukum
dari Allah!. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana”.
Ketentuan mengenai bagian yang diperoleh anak laki-laki dan anak perempuan inilah
yang seringkali dianggap tidak adil oleh sebagian orang yang kurang mengerti mengenai
ajaran Islam sehingga memilih cara lain untuk membagi harta waris diantaranya yaitu
dengan memakai hukum waris adat.
Kesepakatan yang terjadi antara para pihak yang ditawarkan oleh hakim selama
persidangan berlangsung akan dituangkan dalam bentuk akta perdamaian.
Kekuatan hukum akta perdamaian disamakan dengan putusan hakim, sesuai dengan
Pasal 1858 ayat (1) KUHPerdata dan ditegaskan pula dalam Pasal 130 ayat (2) HIR yang
menyebutkan bahwa putusan akta perdamaian memiliki kekuatan hukum yang sama
seperti putusan hukum yang telah berkekuatan hukum tetap.
Akta perdamaian ini mempunyai kekuatan eksekutorial sebagaimana halnya dengan
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan tidak dapat diajukan
banding karena bersifat final.
KHI memperbolehkan kesepakatan dalam hal waris sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 183 KHI yang berbunyi: ”Para ahli-waris dapat bersepakat melakukan
perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari
bagiannya.”
Berdasarkan pasal tersebut di atas, para pihak diperbolehkan bersepakat untuk
membagi waris dengan hukum adat, namun hakim tetap berkewajiban untuk
menyampaikan bagian-bagian waris para pihak menurut hukum Islam.
Setelah para pihak mengetahui bagiannya masing-masing sesuai dengan yang diatur
dalam Al Qur’an maka harta waris dibagi secara Islam dengan pengucapan ikrar yang
dilakukan oleh para pihak.
Harta warisan menjadi milik pribadi atau perseorangan dari para ahli waris. Para ahli
waris berhak untuk berbuat atau bertindak atas harta yang diperolehnya jika ia
mempunyai kemampuan bertindak sesuai dengan asas individual.
Apabila setelah harta waris dibagi para ahli waris berkehandak lain, misalnya untuk
menyerahkan sebagian harta mereka kepada ahli waris yang bagiannya lebih sedikit, hal
tersebut diperbolehkan dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam, bahkan perbuatan
tersebut menjadi ibadah dari yang melakukannya.
Dengan demikian para pihak yang telah menyadari bagiannya masing- masing tersebut
membagi waris dengan ikhlas dan terhindar dari perselisihan yang dapat terjadi
dikemudian hari.
Menurut Hukum Waris Perdata (KUHPerdata):
MEWARIS BERDASARKAN UU
a) Atas dasar kedudukan sendiri
Penggolongan ahli waria berdasarkan garis keutamaan
Golongan I Ps. 852-852a KUHPerdata
Golongan II Ps. 855 KUHPerdata
Golongan III Ps. 850 yo 858 KUHPerdata kloving
Golongan IV Ps. 858 s.d 861 KUHPerdata
b) Berdasarkan penggantian
Syarat penggantian → orang yang digantikan telah meninggal terlebih dahulu dari
pewaris
Macam penggantian:
Dalam garis lencang kebawah tanpa batas → pasal 842 KUHPdt
Dalam garis menyamping; saudara digantikan anak-anaknya → pasal 844
KUHPerdata
Penggantian dalam garis samping dalam hal ini yang tampil adalah anggota
keluarga yang lebih jauh tingkat hubungannya daripada saudara, misalnya
paman, bibi, atau keponakan
MEWARIS BERDASARKAN UU (AB INTESTATO)

Gol. I Suami/istri beserta keturunannya


È
Pasal 852 BW

Gol. II Orang tua dan saudara kandung


È
Pasal 854 s.d 857 BW
Gol. III Kakek+nenek (ke atas)
È kloving
Pasal 850 s.d 853 BW

Pada gol.III terjadi kloving → ½ harta untuk keluarga ibu dan ½ untuk keluarga ayah,
keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas → pasal 850 dan 853 KUHPerdata

Gol. IV Keluarga sedarah lainnya dalam garis menyamping sampai derajat ke-6
(pasal 858) → paman+bibi
ALUR PEMBUATAN AKTA SKW
PERANCANGAN
AKTA

DASAR PEMENUHAN
HUKUM/LANDASAN SYARAT FORMAL
HUKUM DAN MATERIL
AKTA
NOTARIS

KONSTRUKSI
SUBYEK/OBYEK
HUKUM
Pasal 38 UUJN :
AWAL AKTA atau KEPALA AKTA meliputi :
Judul Akta
Nomor Akta
Jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun
Nama Lengkap dan Tempat Kedudukan Notaris
BADAN AKTA meliputi :
Identitas
Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap
Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan para pihak yang
berkepentingan
Identitas saksi/saksi pengenal
AKHIR AKTA atau PENUTUP AKTA
-uraian tentang pembacaan akta
-uraian ttg penandatangan akta dan tempat penandatangan akta
-identitas saksi
-tentang adanya perubahan
KETERANGAN HAK MEWARIS
Nomor :
-Pada hari ini,
-Jam
-Hadir dihadapan saya,
Notaris di
dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang akan disebut pada bagian akhir akta ini, dan telah
dikenal oleh saya, Notaris: --------------------------------------------------------------------------------
(Penghadap)
-Para penghadap telah dikenal oleh saya, Notaris.---------------------------------------------------
-Para penghadap tersebut menerangkan, bahwa untuk mendapatkan Keterangan Hak
Mewaris dari dan dengan ini menyatakan sebagai berikut :---------------------------------------
(Premis)
-Bahwa Tuan , telah meninggal dunia di
sebagaimana ternyata dari Kutipan Akta Kematian tertanggal
yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil
-untuk selanjutnya disebut:-------------------------------------------------------------------------------
------------------------------------------------ A L M A R H U M --------------------------------------------
-Bahwa Almarhum Tuan
sebagaimana tersebut semasa hidupnya pernah melangsungkan pernikahan yang sah
untuk pertama dan terakhir kalinya tanpa membuat Perjanjian Kawin dan karena itu
demi hukum terjadi percampuran harta dengan Nyonya
sebagaimana ternyata dari Kutipan Akta Nikah
-Bahwa selama perkawinan Almarhum dengan
sebagaimana tersebut, telah dilahirkan 2 (dua) orang anak sah yaitu sebagai berikut:
(nama anak)
-Bahwa berdasarkan surat dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Direktur
Perdata Kasubdit Harta Peninggalan Dan Kurator Negara Republik Indonesia, tertanggal
Nomor , bahwa dalam database Seksi daftar Wasiat Subdirektorat Harta
Peninggalan dan Kurator Negara Direktorat Perdata tidak terdaftar Akta Wasiat atas
nama Almarhum.--------------------------------------------------------------------------------------------
-Bahwa berdasakan Pasal 180 Kompilasi Hukum Islam yang menyebutkan Janda
mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris
meninggalkan anak maka janda mendapat seperdelapan bagian.
-Bahwa berdasarkan Pasal 183 Kompilasi Hukum Islam….
-Bahwa berdasarkan apa yang diuraikan diatas dan setelah melihat dan memeriksa
bukti yang aslinya diperlihatkan kepada saya, Notaris, maka saya, Notaris, ------------------
menerangkan : ----------------------------------------------------------------------------------------------
-Bahwa atas harta peninggalan Almarhum berdasarkan
yang berhak adalah :
(bagian ahli waris sesuai KHI)
-Bahwa sampai meninggalnya almarhum tidak ada ahli waris lain;-----------------------------
-dan bersama-sama dengan mengecualikan siapapun juga berhak menuntut dan
menerima dan memberikan tanda penerimaannya yang sah mengenai barang-barang,
uang dan pembayaran oleh Bank dan maskapai-maskapai Asuransi jiwa yang termasuk
dalam harta peninggalan Almarhum.-------------------------------------------------------------------
Contoh isi akta ketika ada penolakan waris:
-Bahwa atas terbukanya warisan Almarhum XX, berdasarkan akta Keterangan Hak Mewaris
tertanggal duapuluh Nopember duaribu sembilanbelas (20-11-2019), Nomor 100, yang dibuat
dihadapan saya, Notaris, salah satu ahli waris yaitu Nyonya A, lahir di Jakarta, tanggal sembilan
Maret seribu sembilanratus delapanpuluh lima (09-03-1985), Warga Negara Indonesia,
Karyawan Swasta, bertempat tinggal di Jakarta Timur, Jalan Cempaka I Nomor 50, Rukun
Tetangga 002, Rukun Warga 09, Kelurahan Kramat Jaya, Kecamatan Kramat Jati, pemegang
Kartu Tanda Penduduk Nomor 00009, telah MENOLAK WARISAN, sebagaimana tersebut,
demikian berdasarkan PERNYATAAN PENOLAKAN WARIS Nomor
10/XII/2019/PENOLAKAN/PN.JKT.BRT, tertanggal delapan Desember duaribu sembilanbelas (08-
12-2019), yang dilakukan dihadapan ABDUL JABAR, Sarjana Hukum, Magister Hukum, Panitera
Pengadilan Negeri Jakarta Barat;
-Bahwa dengan adanya PENOLAKAN WARISAN berdasarkan PERNYATAAN PENOLAKAN WARIS
Nomor 10/XII/2019/PENOLAKAN/PN.JKT.BRT, tertanggal delapan Desember duaribu
sembilanbelas (08-12-2019), yang dilakukan dihadapan ABDUL JABAR, Sarjana Hukum, Magister
Hukum, Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Barat tersebut, kemudian dibuatkan akta
KETERANGAN WARIS, tertanggal delapanbelas Desember duaribu sembilanbelas (18-12-2019),
yang dibuat dihadapan saya, Notaris, dibawah Nomor 20, dan atas harta peninggalan
Almarhum yang berhak adalah:
KEWENANGAN NOTARIS DALAM AKTA WASIAT
Secara Normatif ketentuan-ketentuan berkaitan dengan Kewenangan Notaris dalam
pembuatan akta wasiat dapat dilihat dalam:
Pasal 1 angka 1 UUJN-P mengatakan “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang
untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya”.
Pasal 15 ayat (1) UUJN mengatakan : “Notaris berwenang membuat Akta autentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan
untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta,
menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat
lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang”.
Pasal 16 ayat (1) huruf i:
-membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu
pembuatan Akta setiap bulan;
Pasal 16 ayat (1) huruf j:
-mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar nihil yang
berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari
pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;
Pasal 16 ayat (1) huruf k:
-mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan;
Pasal 16 ayat (1) huruf m:
-membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua)
orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta wasiat di bawah
tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris;
Pasal 939 KUHPerdata: Notaris harus menulis atau menyuruh menulis kehendak
pewaris dalam kata-kata yang jelas menurut apa adanya yang disampaikan oleh pewaris
kepadanya. Bila penyampaian persoalan dilakukan tanpa kehadiran para saksi, dan
naskahnya telah disiapkan oleh notaris, maka si pewaris harus mengemukakan lagi
kehendaknya seperti apa adanya di hadapan para saksi, sebelum naskah itu dibacakan
di hadapan pewaris.
Sesudah itu wasiat itu harus dibacakan oleh notaris dalam kehadiran para saksi, dan
sesudah pembacaan itu, oleh notaris harus ditanyakan kepada pewaris apakah yang
dibacakan itu telah memuat kehendaknya. Bila kehendak pewaris itu dikemukakan
dalam kehadiran para saksi dan langsung dituangkan dalam tulisan, maka pembacaan
dan pertanyaan seperti di atas harus dilakukan juga dalam kehadiran para saksi.
Selanjutnya akta itu harus ditandatangani oleh pewaris, notaris, dan saksi-saksi.
Bila pewaris menyatakan tidak dapat melakukan penandatanganan, atau bila dia
terhalang dalam hal itu, maka juga pernyataan itu dan sebab halangan harus
dicantumkan dalam akta wasiat itu. Setelah dipenuhi segala formalitas itu, hal itu harus
dengan tegas dicantumkan dalam surat wasiat itu.
Sebagaimana difahami bahwa secara umum syarat formil yang harus dipenuhi agar akta
Notaris memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna adalah:
1. Dibuat dihadapan pejabat yang berwenang, yang berisi:
-Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuat itu;
-Notaris harus berwenang sepanjang yang mengenai orang-orang, untuk kepentingan
siapa akta itu dibuat;
-Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat;
-Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.
2. Dihadiri para pihak (untuk wasiat adalah pihak):
Pasal 16 ayat (1) huruf l mengatakan: Dalam menjalankan jabatannya, Notaris
berkewajiban membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling
sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi,
dan Notaris.
3. Penghadap dikenal atau dikenalkan kepada Notaris. (Pasal 39 UUJN-P).
4. Dihadiri oleh dua orang saksi.
Pembuatan Akta Notaris dihadiri dua orang saksi yang bertindak menyaksikan
kebenaran “berlangsungnya pembuatan akta dihadapan Notaris”.
5. Menyebutkan Identitas Notaris, penghadap dan para saksi sebagaimana diatur dalam
pasal 38 UUJN.
6. Menyebut tempat, jam, hari, bulan dan tahun pembuatan akta sebagaimana
disebutkan dalam pasal 38 UUJN.
7. Notaris membacakan akta dihadapan para penghadap.
Pasal 16 ayat (1) huruf m menyebutkan: Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib:
membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua)
orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta wasiat di bawah
tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris; dan
8. Ditanda-tangani pihak.
9. Penegasan pembacaan, penerjemahan dan penanda-tanganan pada akhir akta
Sebagaimana dipahami bahwa dalam hukum waris, terdapat dua cara untuk
mendapatkan warisan yaitu:
1. Pewarisan Secara Ab Intestato (Undang-Undang)
Pewarisan berdasarkan Undang-Undang adalah suatu bentuk pewarisan dimana
hubungan darah merupakan faktor penentu dalam hubungan pewarisan antara pewaris
dan ahli waris, yang dibagi 2 yaitu:
-mewaris berdasarkan kedudukan sendiri (Uit Eigen Hoofde), sebagaimana ketentuan
Pasal 852 ayat (2) KUHPerdata;
-mewaris berdasarkan penggantian (Bij Plaatsvervulling) sebagaimana ketentuan Pasal
841 KUHPerdata sampai dengan Pasal 848 KUHPerdata.
2. Pewarisan secara Testamenter (wasiat).
Pewarisan secara Testamentair, yaitu pewarisan karena ditunjuk dalam surat wasiat.
Menurut pasal 874 KUHPerdata, bahwa harta peninggalan seorang yang meninggal
adalah kepunyaan ahli waris menurut Undang-Undang, sepanjang pewaris tidak
menetapkan sebagai lain dengan surat wasiat.
Pada prinsipnya, pembentuk undang-undang mengadakan Hukum Kewarisan
berdasarkan surat wasiat atau testamen berpangkal pada pikiran bahwa harta kekayaan
seseorang itu pada hakekatnya adalah hasil dari jerih payahnya selama hidup, karena
itu adalah wajar adanya jika mereka pun diberikan kebebasan didalam menentukan
kepada siapa hartanya itu dapat diberikan atau yang disukai selama tidak merugikan
ahli waris yang berkedudukan sebagai ahli waris yang harus mendapatkan bagian
mutlak (legitieme portie).
Surat wasiat atau testament adalah suatu akta yang memuat suatu pernyataan
seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia
dan dapat dicabut kembali (Pasal 875 KUHPerdata).
Syarat-syarat membuat surat wasiat :
-Orang yang hendak membuat surat wasiat harus dalam keadaan sehat pikirannya
(Pasal 895 KUHPerdata)
-Berusia sekurang-kurangnya 18 tahun (Pasal 897 KUHPerdata)
-Yang menerima wasiat harus sudah ada dan masih ada ketika pewaris meninggal dunia
(Pasal 899 KUHPerdata).
Suatu testament menurut isinya dapat dibedakan menjadi dua jenis:
a. Penunjukan sebagai ahli waris (erfstelling) yaitu penunjukkan satu atau beberapa
orang menjadi ahli waris yang akan mendapat sebagian atau seluruh harta warisan
(Pasal 954 KUHPerdata).
b. Hibah Wasiat (Legaat) yaitu suatu penetapan wasiat yang khusus, dengan mana
pewasiat kepada seorang atau lebih memberikan beberapa barang atau harta
kekayaannya dari jenis tertentu, seperti misalnya memberikan semua barang bergerak
atau semua barang tidak bergerak atau memberikan hak pakai hasil atas seluruh atau
sebagian harta peninggalan (Pasal 957 KUHPerdata).
Terhadap isi surat wasiat itu ada larangan-larangan baik yang bersifat umum (fidei
komis), maupun yang bersifat khusus.
1. Larangan bersifat khusus diatur dalam :
-larangan wasiat antara suami atau isteri yang kawin tanpa izin yang sah dari si pewaris
telah meninggal pada saat keabsahan perkawinan itu masih menjadi sengketa di
Pengadilan karena persoalan tersebut (Pasal 901 KUHPerdata);
-larangan wasiat antara suami atau isteri yang kawin untuk kedua kalinya, jika ada anak
atau anak-anak dari perkawinan yang pertama (Pasal 902 KUHPerdata).
-Larangan hibah wasiat oleh anak dibawah umur kepada walinya (Pasal 904
KUHPerdata)
-Larangan hibah wasiat oleh anak dibawah umur kepada gurunya atau pengasuhnya
(Pasal 905 KUHPerdata)
-Larangan wasiat oleh seseorang kepada dokter, ahli penyembuhan, ahli obat-obatan
dan orang-orang lain yang menjalankan ilmu penyembuhan yang merawat orang itu
dan akhirnya dia meninggal, demikian pula terhadap guru agama yang telah
membantunya selama sakit (Pasal 906 KUHPerdata).
-Larangan wasiat terhadap notaris yang membuat akta wasiat (openbaar testament)
dan terhadap para saksi yang hadir (Pasal 907 KUHPerdata).
-Larangan wasiat antara mereka yang terbukti berzina dengan putusan hakim (Pasal 909
KUHPerdata).
-Larangan hibah wasiat kepada mereka yang tidak cakap mewaris (Pasal 911 ayat (1)
KUHPerdata).
-Larangan membuat surat wasiat bersama, baik untuk kepentingan Pihak ketiga atau
kepentingan timbal balik atau bersama dalam suatu akta yang sama (Pasal 930
KUHPerdata).
2. Larangan bersifat umum (Fidei Komis)
Fidei Komis (mewaris dengan lompat tangan) ialah suatu pemberian warisan kepada
seorang waris dengan ketentuan ia wajib menyimpan warisan itu dan setelah lewat
waktu tertentu atau apabila si waris itu sendiri telah meninggal, warisan itu harus
diserahkan kepada orang lain yang sudah ditetapkan dalam testamen.
Pasal 879 KUHPerdata melarang hal tersebut karena:
-Dapat mengganggu atau merugikan lalu lintas perekonomian masyarakat.
-Terdapat kekhawatiran ahli waris yang dibebani (bezwaarde) tidak merawat harta itu
dengan baik, sehingga dapat terjadi tanah menjadi terlantar atau bangunannya tidak
terawat dengan baik.
-Melanggar asas le mort saisit le vif, karena hak atas harta warisan tetap melekat pada
pewaris walaupun ia sudah meninggal.
Menurut bentuknya ada 3 macam wasiat (testament), yaitu:
1. Surat wasiat umum (openbaar testament)
Testament dibuat oleh seorang notaris. Orang yang akan meninggalkan warisan
menghadap kepada notaris dan menyatakan kehendaknya. Dengan demikian notaris
dapat mengawasi, memberi nasihat sehingga isinya tidak bertentangan dengan
Undang-Undang. Dalam pembuatannya harus disertai dua orang saksi (Pasal 938
KUHPerdata).
2. Surat wasiat yang ditulis sendiri (olografis testament)
Testament ini harus ditulis tangan oleh pembuat testament, kemudian diserahkan
kepada notaris untuk disimpan dan harus dihadiri dua orang saksi. Penyerahan bisa
terbuka ataupun tertutup. Bila penyerahan tertutup, notaris harus menyerahkan pada
Balai Harta Peninggalan, jika pembuat testament itu telah meninggal dunia (Pasal 932,
933 KUHPerdata).
3. Testament tertutup (rahasia)
Suatu testament yang dibuat sendiri oleh orang yang akan meninggalkan warisan, tetapi
tidak diharuskan menulis dengan tangannya sendiri, namun harus selalu tertutup dan
disegel. Dalam penyerahannya harus dihadiri empat orang saksi (Pasal 940
KUHPerdata).
Orang yang menjadi saksi pada pembuatan atau penyerahan suatu testemen kepada
seorang notaris, harus orang yang sudah dewasa, penduduk Indonesia dan mengerti
benar bahasa yang digunakan dalam testament tersebut.
Untuk dapat membuat testament, seseorang harus sudah mencapai umur 18 tahun
atau sudah kawin meskipun belum berumur 18 tahun.
Selain itu orang yang membuat suatu testament harus sungguh-sungguh mempunyai
pikiran yang sehat.
Jika dapat buktikan, bahwa pada waktu orang itu membuat testament pikirannya tidak
sehat atau sedang terganggu, testament itu dapat dibatalkan oleh hakim.
KUHPerdata memperkenankan pembuatan ketetapan lain secara di bawah tangan,
yakni akta ini sering dinamakan olografis codicil (kodisil olografis). Kodisil ini harus
seluruhnya di tulis dan ditandatangani oleh si pewaris dan selain itu harus diberi
tanggal.
Ketentuan-ketentuan lainnya mengenai kodisil tidak ada, hal mana berarti bahwa si
pewaris boleh menyimpan sendiri akte tersebut.
Hanya tiga jenis ketetapan yang boleh dibuat dengan bentuk kodisil:
-mengangkat pelaksana wasiat
-mengatur penguburan
-menghibahkan pakaian, perhiasan badan tertentu dan perkakas rumah tangga yang
khusus.
Pencabutan testament, ada 2 macam, yaitu:
-Secara tegas, yaitu dengan membuat testament baru dan diterangkan bahwa
testament yang dibuat terdahulu tidak berlaku lagi.
-Secara diam-diam, yaitu dengan membuat testament baru yang isinya berlawanan
dengan testament terdahulu dan tidak secara tegas mencabutnya.
Surat wasiat berisikan keinginan atau kehendak terakhir pewaris sebelum meninggal
dunia. Ungkapan keinginan atau kehendak terakhir pewaris mempunyai dua arti yakni,
arti materil dan arti formil.
Arti materil bahwa keinginan terakhir dari pewaris tersebut menunjuk pada pemberian
pada waktu meninggal, sedangkan arti formil menunjukan arti bahwa, surat wasiat itu
merupakan akta yang harus memenuhi bentuk yang disyaratkan menurut peraturan
perundang-undangan.
Kalimat “surat wasiat sebagai suatu akta”, sebagaimana di dalam Pasal 875 KUHPerdata,
hal ini menunjukan bahwa suatu surat wasiat bentuknya tertulis, maka di dalam cara
membuatnya memerlukan campur tangan pejabat resmi pembuat akta Wasiat yaitu
notaris.
Surat wasiat atau testamen berisi pernyataan kehendak bagi almarhum, ini berarti
bahwa surat wasiat atau testamen itu merupakan suatu perbuatan hukum sepihak
yaitu, berupa tindakan atau pernyataan kehendak satu orang saja sudah cukup untuk
timbulnya akibat hukum yang dikehendaki.
Suatu surat wasiat atau testamen baru mempunyai efek (baru berlaku) setelah pewaris
meninggal dunia, itu sebabnya surat wasiat disebut berisi pernyataan terakhir
almarhum.
Kata “dapat dicabut kembali” mengandung konsekwensi bahwa surat wasiat atau
testamen itu pembuat wasiat dapat meninjau kembali terhadap apa yang menjadi
keinginannya itu, termasuk misalnya untuk menetapkan apakah tindakan hukum
seperti itu harus dibuat dalam bentuk surat wasiat atau cukup dalam bentuk lain.
Dengan memperhatikan hal-hal di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu surat
wasiat atau testamen harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :
-Suatu surat wasiat atau testamen adalah berbentuk akta (tertulis);
-Suatu surat wasiat adalah berisi pernyataan kehendak yang merupakan tindakan sepihak
(perbuatan hukum sepihak);
-Suatu surat wasiat atau testamen baru berlaku apabila sipembuat telah meninggal dunia;
-Suatu surat wasiat atau testamen dapat dicabut kembali.
Segala ketetapan dengan surat wasiat atau testamen sebagaimana yang disebutkan dalam
ketentuan bentuk Pasal 876 KUHPerdata terdiri dari 2 (dua) macam cara yaitu,
-pertama dengan alas hak umum yaitu, memberikan wasiat dengan tidak ditentukan bendanya
secara tertentu, dan wasiat semacam ini lazim disebut dengan erfstelling misalnya, A
mewasiatkan ½ dari harta bendanya pada X ;
-kedua dengan alas hak khusus yaitu, memberikan wasiat yang bendanya ditentukan jenisnya,
dan wasiat semacam ini disebut legaat misalnya, A mewasiatkan sebuah rumah di Jalan
Anggrek Hitam Nomor 1 BSD kepada X;
Apabila ada klien yang ingin agar surat wasiat yang dibuatnya (wasiat rahasia) disimpan
di notaris, tapi karena ybs tidak bisa tanda-tangan, bolehkah di simpan dalam bentuk
akta penyimpanan?
Bahwa tanda-tangan adalah merupakan syarat mutlak, dan tidak dapat diganti dengan
keterangan bahwa si pembuat wasiat tidak dapat menulis tanda-tangannya atau
berhalangan untuk itu.
Jadi orang yang tidak dapat mendanga-tangani tidak dapat membuat wasiat rahasia,
akan tetapi bisa membuat wasiat terbuka atau umum (openbaar testament).
Tanggal dalam wasiat rahasia bukan merupakan sesuatu yang disyaratkan sebagaimana
tertulis dalam Pasal 933 KUHPerdata.
Pasal 940 dan 941 KUHPerdata menyebutkan hal-hal yang harus dituruti dalam
pembuatan surat wasiat tertutup atau rahasia :
a. Pewaris menulis ketetapannya sendiri atau oleh orang lain dan kemudian. Tidak perlu
dibubuhi tanggal, karena sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 933 KUHPerdata tanggal
surat wasiat yang demikian adalah tanggal penyerahan kepada notaris.
b. Kertas yang memuat surat wasiat atau sampulnya harus ditutup dan dilak.
c. Surat wasiat yang ditutup dan dilak kemudian oleh pewaris diserahkan kepada
notaris dihadiri 4 orang saksi.
Pewaris harus menerangkan bahwa kertas itu memuat kemauannya terakhir, ditulis dan
ditanda-tangani sendiri atau ditulis oleh orang lain dan ditanda-tangani sendiri.
Mengenai pernyataan ini notaris membuat akta yang disebut superskripsi. Akta ini
harus ditanda-tangani oleh pewaris, notaris dan para saksi. Semua formalitas yang
dilakukan dihadapan notaris dan para saksi harus dipenuhi tanpa selingan.
Prosedur pembuatannya:
-Pewaris membuat atau menyuruh orang lain membuat wasiatnya dalam bentuk
tertulis dan kemudian membubuhkan tanda-tangannya.
Jadi, orang yang tidak dapat menulis, namun dapat menanda-tangani dapat juga
membuat wasiat jenis ini, begitu pula orang yang tidak dapat membaca.
-Kertas yang digunakan untuk menuliskan wasiat atau digunakan sebagai sampul bagi
surat wasiat harus tertutup dan tersegel.
-Surat wasiat itu disampaikan kepada notaris dengan dihadiri 4 orang saksi.
Pewaris kemudian menyatakan bahwa surat itu berisi wasiatnya. Pewaris/pewasiat juga
harus menyatakan bahwa wasiat itu ditulis sendiri dan ditanda-tanganinya sendiri atau
bahwa wasiat itu ditulis oleh orang lain tetapi ditanda-tanganinya sendiri.
Pernyataan itu dituangkan oleh Notaris dalam akta SUPERSKRIPSI (Pengalamatan) yang
ditulis pada surat wasiat ataupun sampul surat wasiat.
Akta itu harus ditandatangani oleh notaris, pewaris dan para saksi.
Jika pewaris tidak mampu atau berhalangan membubuhkan tanda-tangannya pada akta
SUPERSKRIPSI itu, maka sebab dari halangan itu harus disebutkan dan dicatatkan dalam
akta itu.
Apa yang dimaksud dengan wasiat Olografis?
Wasiat olografis menurut Pasal 932KUHPerdata harus seluruhnya ditulis dan ditanda-
tangani oleh pewaris.
Surat wasiat tersebut harus diserahkan kepada notaris dengan 2 (dua) orang saksi
dalam keadaan terbuka atau tertutup (dilak) untuk disimpan.
Bilamana diserahkan dalam keadaan tertutup pewaris dengan dihadiri oleh notaris dan
saksi-saksi harus menyatakan pada sampulnya dan menegaskan dengan membubuhi
tanda-tangannya bahwa sampul itu berisi wasiat
Bilamana diserahkan dalam keadaan terbuka formalitas ini tidak perlu.
Setelah diserahkan untuk disimpan, notaris harus membuat akta yang ditanda-tangani
oleh pewaris, notaris dan 2 orang saksi.
Bilamana surat wasiat diserahkan secara terbuka, maka akta penyimpanan dibuat
dibagian bawah surat wasiat itu.
Bilamana surat wasiat diserahkan secara terbuka maka akta penyimpanan dibuat
sendiri yaitu diatas kertas yang terpisah.
Surat wasiat olografis yang disimpan menurut ketentuan-ketentuan dalam Pasal 932
adalah sama kuatnya dengan surat wasiat yang diselenggarakan dengan akta umum dan
dianggap dibuat pada hari pembuatan akta penyimpanan dan dianggap benar
seluruhnya ditulis dan ditanda-tangan sendiri oleh pewaris, kecuali kemudian terbukti
sebaliknya.
Wasiat olografis sewaktu waktu bisa dicabut (Pasal 934 KUHPerdata) dengan meminta
kembali surat wasiat itu, asal guna tanggung jawab notaris dari permintaan kembali itu
dibuat suatu akta otentik.
Lalu apakah Notaris berwenang membuka surat wasiat yang diserahkannya secara
tertutup (wasiat olografis)?
Notaris tidak berhak membuka surat wasiat yang diserahkan kepadanya secara
tertutup. Pembukaan harus dilakukan oleh BHP ditempat dimana Harta Peninggalan itu
terbuka.
BHP harus membuat proses verbal mengenai penyerahan dan pembukaan surat wasiat
itu dan kemudian mengembalikan kepada notaris yang menyerahkan (Pasal 942
KUHPerdata).
Surat wasiat olografis yang diserahkan tertutup yang dibuka oleh pihak yang tidak
berwenang tidak mengurangi sahnya surat wasiat itu.
Suatu wasiat yang sah pada waktu pewaris meninggal dunia tidak dapat menjadi batal
karena perbuatan seseorang yang tidak berwenang.
Formalitas-formalitas yang disebut dalam Pasal 953 KUHPerdata dengan ancaman batal
hanya mengenai formalitas-formalitas yang harus dituruti pada waktu pembuatan surat
wasiat.
Apabila Notaris diminta untuk membuat Akta wasiat, apakah harus ditanyakan
kepada Pewasiat jumlah harta yang dimiliki oleh yang bersangkutan dengan maksud
agar tidak melanggar LP?
Jawabannya tidak perlu. Notaris hanya membuat akta Wasiat sesuai dengan kehendak
terakhir yang bersangkutan yang dituangkan dalam bentuk akta wasiat.
Perlu dipahami bahwa seorang ahli waris dapat meminta atau menuntut haknya bila
warisan yang menjadi bagiannya dikuasai oleh yang bukan ahli waris untuk
mengembalikan harta tersebut. Setiap ahli waris mempunyai hak mutlak yang disebut
legitieme portie.
Bagian Mutlak adalah bagian dari suatu warisan yang tidak dapat dikurangi dengan
suatu pemberian semasa hidup atau pemberian dengan testamen. Pewaris tidak
diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik sebagai pemberian antara yang masih hidup
maupun selaku wasiat.
Bagian Mutlak ini diberikan kepada ahli waris dalam garis lurus, yaitu ada garis lurus
kebawah yaitu anak-anak dan keturunannya, serta garis lurus ke atas yaitu orang tua
dan semua leluhurnya.
Bagian Mutlak (legitieme portie) bagi para ahli waris dalam garis lurus kebawah dimuat
dalam Pasal 914 KUHPerdata, yaitu:
a. Jika hanya ada seorang anak (sah) saja, maka bagian itu adalah ½ (setengah) dari
bagian menurut hukum waris tanpa testamen.
b. Jika ada 2 (dua) orang anak, bagian itu sebesar 2/3 (dua pertiga) bagian masing-
masing menurut hukum waris tanpa testamen.
c. Jika ada 3 (tiga) orang anak, bagian itu sebesar ¾ (tiga perempat) bagian masing-
masing menurut hukum waris tanpa testamen.
Pasal 1066 KUHPerdata menetapkan adanya hak dan ahli waris untuk menuntut
diadakannya suatu pemisahan harta warisan, namun dapat pula diadakan persetujuan
para ahli waris untuk selama waktu tertentu tidak melakukan pemisahan, yaitu untuk
jangka waktu 5 (lima) tahun.
Pewarisan terjadi secara langsung pada saat ada yang meninggal tetapi dalam
mendapatkan warisannya perlu suatu proses yang dilakukan oleh pejabat yang
berwenang untuk membuat suatu surat keterangan kematian dan harus membayar
ganti rugi dan bunga sebagai pengeluaran dalam melakukan pendaftaran penyegelan
dari barang peninggalan, untuk keperluan pemisahan dan pembagian bagi para ahli
waris yang tercantum dalam akta keterangan ahli waris.
Dasar hukum wasiat dalam hukum Islam dan bagaimana esensi wasiat tersebut dalam
pelaksanaannya oleh ahli waris?
Berbagai batasan tentang wasiat dibidang harta bisa kita temukan dalam buku-buku
fiqh yang semuanya dapat disimpulkan kepada satu pengertian, yaitu satu praktik
pemberian cuma-cuma yang realisasinya baru berlaku setelah wafat yang berwasiat.
Wasiat berbeda dengan hibah, yaitu bahwa hibah merupakan perpindahan hak milik
terjadi pada masa hidup yang melakukan hibah.
Dasar hukum wasiat ada dalam Surat Al-Maidah ayat 106 yang artinya : “Hai orang-
orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedangkan dia
akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil
diantara kamu”.Ayat tersebut menunjukkan bahwa wasiat boleh dilakukan.
Rasulullah dalam sebuah hadist qudsi menceritakan firman Allah, bahwa ada dua hal
yang diberikan kepada umat Muhammad yang tidak diberikan kepada umat
sebelumnya.
Pertama, Allah menentukan sebagian dari harta seseorang khusus untuk seseorang
ketika ia wafat (dengan jalan wasiat) untuk membersihkan dirinya (dari dosa) ;
Kedua, Doa seorang hamba buat seorang yang telah wafat (HR. Abdullah bin Humaid).
Hadist diatas jelas menyatakan bahwa wasiat berfungsi sebagai amal kebajikan yang
bisa membersihkan diri dari beban dosa. Dan hal tersebut diantaranya mendorong
mengapa seseorang mewasiatkan sebagian hartanya, disamping bertujuan membantu
saudara-saudaranya yang sedang membutuhkan, atau untuk kepentingan umum yang
diridhai Allah.
Sebagaimana difahami bahwa bilamana seorang wafat, maka seluruh hartanya
berpindah milik kepada ahli waris kecuali :
-ongkos pemakaman
-untuk menutupi hutang
-wasiat
yang merupakan hak si mati yang tidak boleh diganggu gugat oleh ahli waris.
HR Bukhari dan Muslim, memberi petunjuk, agar bilamana seseorang telah
memutuskan untuk berwasiat, janganlah lalai menuliskannya, karena tidak tahu kapan
ia menemui ajalnya. Kelalaian menuliskan atau memberitahukan keputusan wasiatnya
akan berakibat luputnya waktu baginya untuk sesuatu yang amat berharga.
Di sisi lain, bagi pihak yang mendengar atau menerima wasiat, sikap jujurnya sangat
menentukan. Karena jika tidak, berarti menjadi penghalang bagi tercapainya maksud
baik dari yang berwasiat.
Murka allah atas orang yang tidak jujur atau yang berani mengubah isi wasiat yang
diketahui atau didengarnya, sebagaimana firmannya dalam Surat Al-Baqarah ayat 181
yang artinya : “Maka barang siapa yang mengubah wasiat itu setelah ia mendengarnya,
maka sesungguhnya dosanya adalah atas orang-orang yang mengubahnya.
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Dari uraian tersebut diperlukan pencatat adanya wasiat tersebut, dan yang paling cocok
adalah Notaris.
Pertanyaan klien: Saya tidak menikah dan mau membuat surat wasiat yang isinya saya
menghibah wasiatkan rumah kepada keponakan saya (X), akan tetapi keponakan saya
tersebut dengan menerima hibah wasiat itu nantinya tidak boleh menjual rumah itu
kepada siapapun.
Pertanyaannya, bolehkah jika isinya seperti itu?
Jawaban saya: TIDAK BOLEH.
Pasal 875 KUHPerdata:
Surat wasiat atau testamen adalah sebuah akta berisi pernyataan seseorang tentang
apa yang dikehendakinya terjadi setelah ia meninggal, yang dapat dicabut kembali
olehnya.
Pasal 884 KUHPerdata:
Ketentuan di mana diterangkan bahwa harta peninggalan atau hibah wasiat seluruhnya
atau sebagian, tidak boleh dipindahtangankan, dianggap sebagai tidak tertulis.
Sebagaimana ketentuan Pasal 884 KUHPerdata yang menyebutkan pelarangan wasiat
yang mengandung bahwa apa yang dihibah wasiatkan tersebut tidak boleh dipindah-
tangankan (dijual).
Oleh karena itu maka Notaris yang membuat wasiat (hibah wasiat) harus
memperhatikan hal tersebut jangan hanya mendasarkan pada konteks “kehendak
pewasiat” saja tanpa memperhatikan ketentuan lainnya.
Memang Larangan sebagaimana Pasal 884 KUHPerdata tersebut apabila disimpulkan
maka “pemindah-tanganan” dianggap tidak ada, sedangkan wasiatnya sendiri tetap
ada.
CONTOH WASIAT UMUM

WASIAT
Nomor : 01.
-Pada hari ini, Jumat tanggal lima Juli duaribu duapuluh (05-07-2020).------------------------
-Jam 10.00 (sepuluh) Waktu Indonesia Barat (WIB).------------------------------------------------
-Hadir dihadapan saya
Notaris Kota Tegal, dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang akan disebut pada bagian akhir
akta ini dan telah dikenal oleh saya, Notaris :---------------------------------------------------------
-Tuan BARY

-Penghadap menerangkan hendak membuat surat wasiat dan untuk itu----------------------


memberitahukan kemauannya yang terakhir kepada saya, Notaris, dihadapan ------------
saksi-saksi.-----------------------------------------------------------------------------------------------------
-Kemauan itu saya, Notaris susun dan suruh tulis dalam perkataan-perkataan sebagai---
berikut :--------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Saya cabut dan nyatakan tidak berlaku, surat wasiat yang saya buat sebelumnya….dst.-
-Setelah susunan perkataan tersebut diatas selesai, maka susunan perkataan tadi saya,
Notaris bacakan kepada penghadap dan sesudahnya saya, Notaris tanya kepadanya,-----
apakah yang dibacakan itu benar memuat kemauannya yang terakhir dan atas-------------
pertanyaan itu penghadap menjawab, bahwa apa yang dibacakan itu benar memuat----
kemauannya yang terakhir.--------------------------------------------------------------------------------
-Pembacaan, pertanyaan dan penjawaban itu semuanya dilakukan dihadapan -------------
saksi-saksi.-----------------------------------------------------------------------------------------------------
-Penghadap telah dikenal oleh saya, Notaris.---------------------------------------------------------
-------------------------------------------- DEMIKIANLAH AKTA INI----------------------------------------

You might also like