Professional Documents
Culture Documents
LORENSIUS
LORENSIUS
ISLAM
DAN ADAT MELAYU
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan hidayah dan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Perbandingan Hukum Waris Islam, Waris Perdata dan Waris Adat
Melayu” ini dengan tepat waktu.
Semoga makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca pada
umumnya. Setiap saran, kritik, dan komentar sangat saya harapkan untuk
meningkatkan kualitas penyusunan makalah di masa mendatang.
pontianak,10,Januari,2023
Penyusun
HALAMAN 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................1
DAFTAR ISI..............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................3
A. Latar Belakang.........................................................................................3
B. Rumusan Masalah....................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................4
A. Kesimpulan..............................................................................................16
B. Saran.........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................17
HALAMAN 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Harta waris disebut juga harta tanpa tuan, sebab pemilik awal harta tersebut
sudah tiada. Hal ini bisa disebabkan karena sang pemilik telah meninggal dunia
maupun pergi dalam waktu yang sangat lama tanpa keterangan dan kepastian kapan
kepulangannya. Karena ketiadaan pengurusan harta oleh pemiliknya, maka hukum
memberikan hak dan kewajiban kepada orang yang terdekat atau ahli waris untuk
menikmati dan mengurus harta tersebut agar jangan sampai harta tersebut
tertelantarkan.
Ahli waris boleh menerima atau menolak warisan tersebut, hal ini adalah sifat
warisan yang merupakan hak. Ahli waris boleh menolak harta yang diwariskan oleh
pemilik, misalnya jumlah harta waris lebih sedikit dari hutang si pewaris, maka ahli
waris dapat menolak karena alasan tersebut. Hal ini juga dibenarkan oleh sebagian
ulama.
Di dalam sengketa pembagian hukum waris, ada 3 (tiga) penyelesaian dalam
mengatur pembagian warisan, yaitu melalui hukum adat, hukum islam, dan hukum
perdata barat. Aturan hukum waris bersifat fakultatif atau melengkapi. Artinya, para
ahli waris boleh memilih mana yang akan digunakan dalam pembagiannya. Baik itu
pembagian menurut hukum adat, hukum perdata, hukum islam, maupun kesepakatan
bersama antara para ahli waris.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah pembagian warisan menurut hukum waris perdata?
2. Bagaimanakan pembagian warisan menurut hukum waris islam?
3. Bagaimanakah pembagian warisan menurut hukum waris adat melayu?
HALAMAN 3
BAB II
PEMBAHASAN
Di dalam hukum waris, dikenal beberapa istilah yang sering dipergunakan, yaitu :
a. Pewaris, yaitu orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta kekayaan.
b. Ahli waris, yaitu orang yang menggantikan kedudukan pewaris dalam bidang
hukum kekayaan, karena meninggalnya si pewaris dan berhak menerima harta
peninggalan pewaris.
c. Harta warisan, yaitu keseluruhan harta kekayaanyang berupa aktiva dan pasiva
yang ditinggalkan oleh si pewaris setelah dikurangi dengan semua utangnya.
Menurut undang-undang, ada dua cara untuk mendapatkan warisan, yaitu :
a. Sebagai ahli waris menurut ketentuan undang-undang,
b. Karena ditunjuk dalam surat wasiat (testament).
3. Wujud Warisan
Menurut hukum waris perdata, yang berpindah di dalam pewarisan adalah hak
dan kewajiban dalam lapangan harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang.
HALAMAN 4
Artinya, yang diwariskan pada prinsipnyaadalah hak dan kewajiban yang dapat
dinilai dengan uang, kecuali dalam hal-hal tertentu, yaitu:
4. Syarat-Syarat Mewaris
Dengan demikian pada prinsipnya, ahli waris tersebut harus memenuhi syarat:
a. Ahli waris harus ada dan masih ada pada saat warisan terbuka.
b. Mempunyai hubungan darah dengan pewaris atau ia adalah janda atau duda.
c. Bukan orang yang tidak patut untuk mewaris.
d. Tidak menolak warisan.
HALAMAN 5
peninggalan. Sedangkan anggota keluarga lain-lainnya tidak mendapat bagian satu
apapun. Jika tidak terdapat anggota keluarga dari golongan pertama itu, barulah
orang-orang yang termasuk golongan kedua tampil ke muka sebagai ahliwaris.
Seterusnya, jika tidak terdapat keluarga dari golongan kedua, barulah orang-orang
dari golongan ketiga tampil ke muka. Oleh karena itu ahli waris dibagi dalam
beberapa golongan, yaitu:
a. Golongan I, yakni terdiri dari suami-istri dan anak beberta keturunannya.
b. Golongan II, yakni terdiri dari orangtua dan saudara-saudara beserta
keturunannya.
c. Golongan III, yakni terdiri dari kakek dan nenek serta seterusnya ke atas.
d. Golongan IV, yakni terdiri dari keluarga dalam garis menyamping yang lebih
jauh, termasuk saudara-saudara ahli waris golongan III beserta keturunannya.
HALAMAN 6
Ayah dan ibu mewaris dengan lebih dari dua orang saudara, maka bagian ayah
dan ibu yg masing-masing 1/4 bagian diambil dahulu dan sisanya untuk
saudara dengan bagian yang sama besar.
c. Golongan III
Jika tidak terdapat sama sekali anggota keluarga dari golongan pertama dan
kedua, harta peninggalan itu dipecah menjadi dua bagian yang sama. Satu untuk para
anggota keluarga pihak ayah dan yang lainnya untuk para anggota keluarga pihak ibu
si meninggal. Dalam masing-masing golongan ini, lalu diadakan pembagian seolah-
olah di situ telah terbuka suatu warisan sendiri. Hanya di situ tidak mungkin terjadi
suatu pemecahan (kloving) lagi, karena pemecahan hanya mungkin terjadi satu kali
saja. Jika dari pihak salah satu orang tua tiada terdapat ahliwaris lagi, maka seluruh
warisan jatuh pada keluarga pihak orang tua yang lain.
d. Golongan IV
Pada golongan ini yang berhak menerima warisan adalah keluarga sedarah dalam
garis atas yang nasih hidup. Mereka ini mendapat setengah bagian. Sedangkan ahli
HALAMAN 7
waris dalam garis lain yang derajatnya paling dekat dengan pewaris mendapat
setengah bagian.
Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI), hukum kewarisan adalah hukum yang
mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris,
menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagian harganya
masing-masing. Adapun dasar hukum dari waris Islam ini adalah Al-Qur’an, Hadist,
Ijtihad, dan Ijma.
2. Wujud Warisan
Warisan atau harta peninggalan menurut hukum islam, yaitu sejumlah harta benda
serta segala hak dari yang meninggal dunia dalam keadaan bersih, artinya harta
peninggalan yang akan diwarisi oleh para ahli waris adalah sejumlah harta benda serta
segala hak “setelah dikurangi dengan pembayaran utang-utang pewaris dan
pembayaran-pembayaran lain yang diakibatkan oleh wafatnya si peninggal wasiat”.
Adapun yang menjadi dasar hak untuk mewaris atau dasar untuk mendapat bagian
harta peninggalan menurut Al-Qur’an adalah :
a. Karena hubungan darah (Surah An-Nissa’ [4] ayat 7, 11, 12, 33, dan ayat 176).
b. Karena hubungan semenda atau pernikahan.
c. Karena hubungan persaudaraan (Q.S. Al-Ahzaab [33] : 6).
d. Hubungan kerabat, karena sesama hijroh pada permulaan pengembangan
Islam, meskipun tidak ada hubungan darah (Q.S. Al-Anfaal [8] : 75).
HALAMAN 8
Secara garis besar, golongan ahli waris di dalam Islam dapat dibedakan ke dalam tiga
golongan, yaitu:
a. Dzul Faraa’idh
Dzul Faraa’idh adalah ahli waris yang sudah ditentukan di dalam Al-Qur’an, yakni
ahli waris langsung yang mesti selalu mendapat bagian tetap tertentu yang tidak
berubah-ubah. Adapun perincian masing-masing ahli waris dzul faraa’idh ini di
dalam Al-Qur’an tertera dalam Surah An-Nissa’ (4) ayat 11, 12, dan 176, yaitu terdiri
atas:
b. Asabah
Asabah dalam bahasa Arab berarti “anak lelaki dan kaum kerabat dari pihak bapak”.
Dengan kata lain, asabah adalah ahli waris yang ditarik dari garis ayah. Apabila
pewaris meninggal dunia dan tidak mempunyai ahli waris dzul faraa’idh, maka harta
peninggalan diwarisi oleh asabah.akan tetapi jika ahli waris dzul faraa’idh ada, maka
HALAMAN 9
sisa bagiannya menjadi bagian asabah. Ahli waris asabah dibagi menjadi tiga
golongan besar, yaitu:
1) Asabah binafsihi, yaitu asabah-asabah yang berhak mendapat semua harta atau
semua sisa, yang urutannya yaitu:
Anak laki-laki
Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan terus ke bawah asal saja pertaliannya
masih terus laki-laki.
Ayah
Kakek dari pihak ayah dan terus ke atas asal saja pertaliannya belum putus
dari pihak ayah.
Saudara laki-laki sekandung
Saudara laki-laki seayah
Anak saudara laki-laki kandung
Anak saudara laki-laki seayah
Paman yang sekandung dengan ayah
Paman yang seayah dengan ayah
Anak laki-laki paman yang sekandung dengan ayah
Anak laki-laki paman yang seayah dengan ayah
2) Asabah bilghairi, yaitu asabah dengan sebab orang lain, yakni seorang wanita
yang menjadi asabah karena ditarik oleh seorang laki-laki. Mereka yang
termasuk asabah bilghairi adalah:
Anak perempuan yang didampingi oleh anak laki-laki
Saudara perempuan yang didampngioleh saudara laki-laki
3) Asabah ma’alghairi, yaitu sudara perempuan yang mewaris bersama keturunan
perempuan dari pewaris, mereka ini adalah:
Saudara perempuan sekandung, dan
Saudara perempuan seayah
c. Dzul arhaam
Arti kata dzul arhaam adalah “orang yang mempunyai hubungan darah pewaris
melalui pihak wanita saja”. Hazairin memberikan perincian mengenai dzul arhaam,
HALAMAN 10
yaitu semua orang yang bukan dzul faraa’idh dan bukan asabah, umumnya terdiri dari
orang yang termasuk anggota-anggota keluarga patrilineal pihak menantu laki-laki
atau anggota pihak menantu laki-laki atau anggota-anggota keluarga pihak ayah dari
ibu.dengan demikian dzul arhaam akan mewaris kalau telah tidak ada dzul faraa’idh
dan tidak ada pula asabah.
a. Ahli waris yang mendapat 1/2 dari harta peninggalan terdiri atas:
1) Seorang anak perempuan
2) Suami/duda, bila si pewaris (istri) tidak meniggalkan anak.
3) Seorang saudara perempuan kandung, bila si pewaris meninggalkan ayah dan
anak.
4) Seorang saudara perempuan seayah, bila si pewaris tidak meninggalkan ayah
dan anak, saudara laki-laki.
b. Ahli waris yang mendapat 1/3 dari harta peninggalan terdiri atas:
1) Ibu, bila si pewaris tidak meninggalkan anak, atau dua orang saudara atau
lebih.
2) Dua orang atau lebih saudara seibu, baik laki-laki maupun perempuan dengan
pembagian yang sama.
3) Ayah, bila si pewaris tidak meninggalkan anak.
c. Ahli waris yang mendapat 1/4 bdari harta peninggalan terdiri atas:
1) Suami/duda, bila si pewaris (istri) meninggalkan anak
2) Istri/janda, bila si pewaris (suami) tidak meninggalkan anak.
d. Ahli waris yang mendapat 1/6 dari harta peninggalan terdiri atas:
1) Ibu, jika pewaris meningglkan anak, atau dua saudara atau lebih.
2) Ayah, jika si pewaris meninggalkan anak.
3) Seorang saudara seibu laki-laki atau perempuan, bila si pewaris tidak
meninggalkan anak dan ayah.
e. Ahli waris yang mendapat 1/8 dari harta peninggalan hanya terdiri atas:
istri/janda, bila si pewaris (suami) dengan meninggalkan anak.
f. Ahli waris yang mendapat 2/3 dari harta peninggalan terdiri atas:
HALAMAN 11
1) Dua orang atau lebih anak perempuan
2) Dua orang saudaraperempuan kandung atau lebih
3) Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih.
Hukum waris adat adalah tata cara pewarisan menurut hukum adat yang berlaku.
Hukum ini merupakan konsekuensi dari masih terpeliharanya hukum adat di beberapa
daerah di Indonesia sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa indonesia. Bila
dikatakan bahwa keragaman kehidupan masyarakat Indonesia berbanding lurus
dengan hukum adatnya, tak terkecuali hukum waris. Berbeda dengan sistem
pewarisan yang lain, hukum waris adat memiliki kekhasan tersendiri, yaitu tidak
mengenal adanya pembagian yang ditentukan.Semuanya dikembalikan pada asas
musyawarah mufaka, kelayakan, kepatuhan, dan juga kebutuhan masing-masing ahli
waris. Kemufakatan itulah yang menjadi dsar hukum pembagian waris adat.
2. Harta Peninggalan
Pada masyarakat hukum adat bilateral atau parental (dan sebagian dari masyarakat
hukum adat patrilineal), pada dasarnya harta warisan itu dibagi-bagi kepada ahli
warisnya. Di sini anak laki-laki maupun anak perempuan mempunyai hak uang sama
atas harta peninggalan orangtuanya. Wujud dari harta tersebut umumnya harta yang
dapat atau mudah dibagi-bagi. Tidak seperti pada masyarakat Minangkabau yang
menganut sistem matrilineal dimana terdapat harta yang tidak dapat dibagi-bagi, oleh
karena yang menguasai warisan adalah seluruh anggota keluarga, harta yang tak
terbagi-bagi itu adalah harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Sedangkan dalam
masyarakat Melayu yang umumnya menganut sistem bilateral atau parental, harta
peninggalannya merupakan harta yang dapat dibagi-bagi.
HALAMAN 12
Pada dasarnya, hukum waris adat di Indonesia sangat dipengaruhi oleh prinsip-prinsip
garis keturunan yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan. Misalnya:
Di samping prinsip-prinsip garis keturunan di atas, hukum waris adat mengenal tiga
sistem kewarisan, yaitu sistem kewarisan individual, sistem kewarisan kolektif, dan
sistem kewarisan mayorat. Oleh karena masyarakat Melayu menganut sistem
kekerabatan parental maka sistem kewarisan adat yang dipakai masyarakat Melayu
adalah sistem kewarisan individual, yaitu sistem kewarisan di mana para ahli waris
mewarisi harta peninggalan pewaris secara perorangan.
5. Ahli Waris
HALAMAN 13
a. Anak Kandung : dalam hukum adat anak kandung yaitu anak yang dilahirkan
dari perkawinan yang sah. Selain anak kandung, ahli waris yg di prioritaskan
adalah janda atau duda. Jika anak kandung, janda atau dua tidak ada, maka
warisan akan jatuh pada golongan di bawahnya, yaitu orangtua si pewaris.
b. Orangtua : jika orangtua pewaris tidak ada, termasuk janda atau duda, maka
harta warisan akan jatuh pada golongan di bawahnya, yaitu saudara pewaris.
c. Saudara pewaris : disebut juga pewarisan menyamping.
Selain ke-3 golongan yg diprioritaskan tersebut, beberapa golongan ahli waris lain di
tentukan berdasarkan status anak apakah anak tersebut mendapat warisan atau tidak.
a. Anak angkat : anak angkat berhak menerima warisan bersama dengan anak
kandung, namun bagiannya tidak sama persis dengan anak kandung.
b. Anak tiri : anak tiri berhak memperoleh warisan tetapi terbatas pada bagian
harta warisan ayah atau ibu kandungnya saja.
c. Anak luar kawin : anak luar kawin hanya berhak atas warisan yang berasal
dari ibunya, karena ia hanya mempunyai hubungan dengan ibunya.
Masyarakat adat melayu identik dengan agama islam, dalam hal pembagian harta
warisan, pertama masyarakat adat melayu harus ada kesepakatan terlebih dahulu dari
setiap ahli waris, yang mana apakah mereka atau para ahli waris dalam pembagian
harta warisan akan menggunakan hukum waris islam atau hukum waris secara adat
melayu. Biasanya di dalam pembagian warisan dua hal tersebut disepakati terlebih
dahulu dari awal oleh para ahli waris. Jika disepakati bahwa pembagian harta warisan
itu menggunakan hukum waris adat melayu, maka pembagiannya tidak mengikuti
aturan pembagian di dalam sitem hukum waris islam. Dimana pembagian warisan
menurut sistem hukum waris adat melayu antara anak laki-laki dengan anak
perempuan kedudukan dinilai sama dalam keluarga. Oleh karena itu hak dan
kewajibannya juga sama. Dengan demikian dalam hal pembagian harta warisan juga
sama, antara anak laki-laki dengan anak perempuan.
HALAMAN 14
TABEL PERBEDAAN
No
Perbedaan Hukum Perdata Hukum Islam Hukum Adat
.
Kebiasaan yang
- Al-Qur’an
sudah turun-
1 Sumber KUHPerdata - Hadist
temurun dari
- Ijma dan Ijtihad
masyarakat sekitar
- Gol. I : suami- - Dzul
istri dan anak Faraa’idh :
beserta ahli waris yg
keturunannya sudah
- Gol. II : orangtua ditentukan di - Anak
dan saudara- dalam Al- kandung
saudara beserta Qur’an (sah)
keturunannya. - Asabah : ahli - Orangtua
Ahli - Gol. III : kakek waris yg - Saudara
2
Waris dan nenek dan ditarik dari - Anak
seterusnya ke garis ayah. angkat
atas - Dzul Arhaam : - Anak tiri
- Gol. IV : org yg - Anak luar
keluarga garis mempunyai kawin
menyamping hubungan
yang lebih jauh, darah pewaris
saudara ahli melalui pihak
waris gol. III wanita.
- Ahli waris harus - Matinya
ada saat warisan pewaris
terbuka - Hidupnya ahli Hampir sama
3 Syarat - Memiliki waris dengan waris dalam
hubungan darah - Tidak ada hukum Islam
- Tidak menolak penghalang
warisan mewaris
HALAMAN 15
Bagian anak laki- Bagian anak laki- Bagian anak laki-
4 Bagian laki dan perempuan laki dua kali bagian laki dan perempuan
adalah sama anak perempuan adalah sama
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Penulis berharap semoga makalah ini dapat menjadi salah satu bahan untuk
dapat menambah pengetahuan dalam hal ini. Meskipun kami menginginkan
kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini tetapi kenyataannya masih banyak
kekurangan yang perlu perbaiki. Hal ini dikarenakan masih kurangnya pengetahuan
yang kami miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca sangat penulis harapkan untuk perbaikan ke depannya.
HALAMAN 16
DAFTAR PUSTAKA
HALAMAN 17