You are on page 1of 25

PANDUAN MUTU

RUMAH SAKIT UMUM CEMPAKA LIMA


KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................... ii
BAB I
DEFINISI

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sebenarnya bukanlah hal yang baru.
Pada tahun (1820 –1910) Florence Nightingale seorang perawat dari Inggris menekankan pada
aspek-aspek keperawatan pada peningkatan mutu pelayanan. Salah satu ajarannya yang
terkenal sampai sekarang adalah “ hospital should do the patient no harm”, Rumah Sakit
jangan sampai merugikan atau mencelakakan pasien. Di Amerika Serikat, upaya peningkatan
mutu pelayanan medik dimulai oleh ahli bedah Dr. E.A.Codman dari Boston dalam tahun 1917.
Dr.E.A Codman dan beberapa ahli bedah lain kecewa dengan hasil operasi yang seringkali
buruk, karena seringnya terjadi penyulit. Mereka berkesimpulan bahwa penyulit itu terjadi
karena kondisi yang tidak memenuhi syarat di Rumah Sakit. Untuk itu perlu ada penilaian dan
penyempurnaan tentang segala sesuatu yang terkait dengan pembedahan. Ini adalah upaya
pertama yang berusaha mengidentifikasikan masalah klinis, dan kemudian mencari jalan
keluarnya.
Pada tahun 1951 American College of Surgeon, American College of Physicians,
American Hospital Association bekerjasama membentuk suatu Joint Commision on
Accreditation of Hospital (JCAH) suatu badan gabungan untuk menilai dan mengakreditasi
Rumah Sakit. Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American College of Surgeons
(ACS) menyusun suatu Hospital Standardization Programme. Program standarisasi adalah
upaya pertama yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan. Program ini
ternyata sangat berhasil meningkatkan mutu pelayanan sehingga banyak Rumah Sakit tertarik
untuk ikut serta. Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi maka spesialisasi ilmu
kedokteran diluar bedah cepat berkembang. Oleh karena itu program standarisasi perlu
diperluas agar dapat mencakup disiplin lain secara umum.
Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat minimal dan essensial
untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di Rumah Sakit, namun telah memacu
Rumah Sakit agar memberikan mutu pelayanan yang setinggi-tingginya sesuai dengan sumber
daya yang ada. Untuk memenuhi tuntutan yang baru ini antara tahun 1953-1965 standar
akreditasi direvisi enam kali, selanjutnya beberapa tahun sekali diadakan revisi.
Atas keberhasilan JCAH dalam meningkatkan mutu pelayanan, Pemerintah Federal
memberi pengakuan tertinggi dalam mengundangkan “Medicare Act”. Undang-undang ini
mengabsahkan akreditasi Rumah Sakit menurut standar yang ditentukan oleh JCAH. Sejak saat
itu Rumah Sakit yang tidak diakreditasi oleh JCAH tidak dapat ikut program asuransi kesehatan
pemerintah federal (medicare), padahal asuransi di Amerika sangat menentukan utilisasi
Rumah Sakit karena hanya 9,3% biaya Rumah Sakit berasal dari pembayaran langsung oleh
pasien. Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu agar dapat lulus akreditasi
suatu Rumah Sakit harus juga mempunyai program pengendalian mutu yang dilaksanakan
dengan baik.
Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan sangat tinggi, namun
masalah itu tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang masih agak kabur bagi
kebanyakan tenaga profesi kesehatan. Sedangkan pendekatan secara Amerika sukar diterapkan
karena perbedaan sistem kesehatan di masing-masing negara di Eropa. Karena itu kantor
Regional WHO untuk Eropa pada awal tahun 1980-an mengambil inisiatif untuk membantu
negara-negara Eropa mengembangkan pendekatan peningkatan mutu pelayanan disesuaikan
dengan sistem pelayanan kesehatan masing-masing. Di Australia, Australian Council on
Hospital Standards (ACHS) didirikan dengan susah payah pada tahun 1971, namun sampai
tahun 1981 badan ini baru berhasil beroperasi dalam 3 Negara bagian. Tetapi lambat laun
ACHS dapat diterima kehadirannya dan diakui manfaatnya dalam upaya peningkatan mutu
pelayanan sehingga sekarang kegiatan ACHS telah mencakup semua negara bagian.
Pelaksanaan peningkatan mutu di Australia pada dasarnya hampir sama dengan di Amerika.
Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang upaya
meningkatkan mutu dan penyelenggaraan simposium di Utrecht, negeri Belanda tentang
metodologi peningkatan mutu pelayanan. Dalam bulan Mei 1983 di Barcelona, Spanyol suatu
kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO telah mengadakan pertemuan untuk mempelajari
peningkatan mutu khusus untuk Eropa. Walaupun secara regional WHO telah melakukan
berbagai upaya, namun pada simposium peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat
kesan bahwa secara nasional upaya peningkatan mutu di berbagai negara Eropa Barat masih
pada perkembangan awal.
Di Asia, negara pertama yang sudah mempunyai program peningkatan mutu dan
akreditasi Rumah Sakit secara nasional adalah Taiwan. Negara ini banyak menerapkan
metodologi dari Amerika. Sedangkan Malaysia mengembangkan peningkatan mutu pelayanan
dengan bantuan konsultan ahli dari Negeri Belanda.
Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah dilakukan
Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu penetapan kelas Rumah
Sakit pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.033/Birhup/1972. Secara
umum telah ditetapkan beberapa kriteria untuk tiap kelas Rumah Sakit A,B,C,D. Kriteria ini
kemudian berkembang menjadi standar-standar. Kemudian dari tahun ke tahun disusun
berbagai standar baik menyangkut pelayanan, ketenagaan, sarana dan prasarana untuk
masing-masing kelas Rumah Sakit. Disamping standar, Departemen Kesehatan juga
mengeluarkan berbagai panduan dalam rangka meningkatkan penampilan pelayanan Rumah
Sakit.
Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan berbagai indikator
untuk mengukur dan mengevaluasi penampilan (performance) Rumah Sakit pemerintah kelas C
dan Rumah Sakit swasta setara yaitu dalam rangka Hari Kesehatan Nasional. Indikator ini setiap
dua tahun ditinjau kembali dan disempurnakan. Evaluasi penampilan untuk tahun 1991 telah
dilengkapi dengan indikator kebersihan dan ketertiban Rumah Sakit dan yang dievaluasi selain
kelas C juga kelas D dan kelas B serta Rumah Sakit swasta setara. Sedangkan evaluasi
penampilan tahun 1992 telah dilengkapi pula dengan instrumen mengukur kemampuan
pelayanan. Evaluasi penampilan Rumah Sakit ini merupakan langkah awal dari Konsep
Continuous Quality Improvement (CQI). Berbeda dengan konsep QA tradisional dimana dalam
monitor dan evaluasi dititik beratkan kepada pencapaian standar, maka pada CQI fokus lebih
diarahkan kepada penampilan organisasi melalui penilaian pemilik, manajemen, klinik dan
pelayanan penunjang. Perbedaan yang sangat mendasar yaitu keterlibatan seluruh karyawan.
Selain itu secara sendiri-sendiri beberapa Rumah Sakit telah mengadakan monitoring
dan evaluasi mutu pelayanan Rumah Sakitnya. Pada tahun 1981 RS Gatot Subroto telah
melakukan kegiatan penilaian mutu yang berdasarkan atas derajat kepuasan pasien. Kemudian
Rumah Sakit Husada pada tahun 1984 melakukan kegiatan yang sama. Rumah Sakit Adi
Husada di Surabaya membuat penilaian mutu atas dasar penilaian perilaku dan penampilan
kerja perawat. Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya menilai mutu melalui penilaian infeksi
nosokomial sebagai salah satu indikator mutu pelayanan. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
menggunakan upaya penggunaan obat secara rasional. Rumah Sakit Islam Jakarta pernah
menggunakan pengendalian mutu terpadu (TQC) dan Gugus Kendali Mutu (Quality Control
Circle = QCC). Beberapa Rumah Sakit lainnya juga telah mencoba menerapkan Gugus Kendali
Mutu, walaupun hasilnya belum ada yang dilaporkan. Sejalan dengan hal di atas maka
Departemen Kesehatan telah mengadakan Pelatihan Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit
pada beberapa Rumah Sakit. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran
untuk meningkatkan mutu sudah cukup meluas walaupun dalam penerapannya sering ada
perbedaan.
Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat
bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal,
sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari Tujuan Nasional. Untuk itu perlu
ditingkatkan upaya guna memperluas dan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat dengan mutu yang baik dan biaya yang terjangkau. Selain itu dengan semakin
meningkatnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat, maka sistem nilai dan
orientasi dalam masyarakatpun mulai berubah. Masyarakat mulai cenderung menuntut
pelayanan umum yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu termasuk pelayanan
kesehatan. Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan Rumah
Sakit maka fungsi
pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh secara bertahap perlu terus
ditingkatkan agar menjadi lebih efektif dan efisien serta memberi kepuasan kepada pasien,
keluarga maupun masyarakat.
Agar upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda
Aceh dapat seperti yang diharapkan maka perlu disusun Pedoman Upaya Peningkatan Mutu
Pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh. Buku panduan tersebut merupakan
konsep dan program peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda
Aceh, yang disusun sebagai acuan bagi pengelola Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda
Aceh dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit. Dalam buku
panduan ini diuraikan tentang prinsip upaya peningkatan mutu, langkah-langkah
pelaksanaannya dan dilengkapi dengan indikator mutu. Agar upaya peningkatan mutu di
Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien
maka diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang konsep dasar upaya penigkatan mutu
pelayanan.

A. Mutu Pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima


1. Pengertian mutu
Pengertian mutu beraneka ragam dan dibawah ini beberapa pengertian yang secara
sederhana melukiskan apa hakekat mutu.
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa.
b. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan (commitment) yang sesalu
dicurahkan pada pekerjaan.
c. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan.

2. Definisi Mutu Pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima


Adalah derajat kesempurnaan pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaak Lima untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber
daya yang tersedia di Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh secara wajar,
efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesaui dengan norma,
etika, hukum dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan
Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh dan masyarkat konsumen.
3. Pihak yang Berkepentingan dengan Mutu
Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu, yaitu:
a. Konsumen
b. Pembayar/perusahaan/asuransi
c. Manajemen Rumah Sakit Umum Cempaka Lima
d. Karyawan Rumah sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh
e. Masyarakat
f. Pemerintah
g. Ikatan profesi
Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan kepentingannya
terhadap mutu. Karena itu mutu adalah multidimensional.

4. Dimensi Mutu
Dimensi atau aspeknya adalah:
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan pasien
d. Kepuasan pasien
e. Aspek sosial budaya.

5. Mutu terkai dengan Input, Proses, Output dan Outcome


Pengukuran mutu pelayanan Kesehatan dapat diukur dengan menggunakan 3 variabel,
yaitu:
a. Input, ialah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan
Kesehatan, seperti tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan, bahan, teknologi,
organisasi, informasi, dan lain-lain. Pelayanan Kesehatan yang bermutu memerlukan
dukungan input yang bermutu pula. Hubungan struktur dengan mutu pelayanan
Kesehatan dalah dalam perencanaan dan penggerakan pelaksanaan pelayanan
Kesehatan.
b. Proses, merupakan aktifitas dalam bekerja adalah merupakan interaksi professional
antara pemberi pelayanan dengan konsumen (pasien/masyarakat). Proses ini
merupakan variable penilai mutu yang penting.
c. Output, ialah jumlah pelayanan yang dilakukan oleh unit kerja/rumah sakit.
d. Outcome, ialah hasil pelayanan Kesehatan merupakan perubahan yang terjadi pada
konsumen (pasien/masyarakat), termasuk kepuasan dari konsumen tersebut.
Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh adalah suatu institusi pelayanan
kesehatan yang kompleks, padat pakar dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena
pelayanan di Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh menyangkut berbagai fungsi
pelayanan, serta mencakup berbagai tingkatan maupun jenis disiplin. Agar Rumah Sakit
Umum Cempaka Lima Banda Aceh mampu melaksanakan fungsi yang demikian kompleks,
harus memiliki sumber daya manusia yang profesional baik di bidang teknis medis maupun
administrasi
kesehatan. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu, Rumah Sakit Umum Cempaka Lima
Banda Aceh harus mempunyai suatu ukuran yang menjamin peningkatan mutu di semua
tingkatan.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda
Aceh diawali dengan penilaian akreditasi Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh
yang mengukur dan memecahkan masalah pada tingkat input dan proses. Pada kegiatan ini
Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh harus menetapkan standar input, proses,
output, dan outcome, serta membakukan seluruh standar prosedur yang telah ditetapkan.
Rumah Sakit Umum cempaka Lima Banda Aceh dipacu untuk dapat menilai diri (self
assesment) dan memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Sebagai kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada latar ukur yang lain, yaitu
instrumen mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh yang menilai
dan memecahkan masalah pada hasil (output dan outcome). Tanpa mengukur hasil kinerja
Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh tidak dapat diketahui apakah input dan
proses yang baik telah menghasilkan output yang baik pula. Indikator Rumah Sakit Umum
Cempaka Lima disusun dengan tujuan untuk dapat mengukur kinerja mutu Rumah Sakit
Umum Cempaka Lima secara nyata.

B. Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan keseluruhan upaya
dan kegiatan secara komprehensif dan integratif memantau dan menilai mutu pelayanan
Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh, memecahkan masalah-masalah yang ada
dan mencari jalan keluarnya, sehingga mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima
Banda Aceh akan menjadi lebih baik.
Di Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh upaya peningkatan mutu
pelayanan adalah kegiatan yang bertujuan memberikan asuhan atau pelayanan sebaik-
baiknya kepada pasien. Upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaka
Lima Banda Aceh akan sangat berarti dan efektif bilamana upaya peningkatan mutu
menjadi tujuan sehari-hari dari setiap unsur di Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda
Aceh termasuk pimpinan, pelaksana pelayanan langsung dan staf penunjang.
Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang melibatkan mutu asuhan atau
pelayanan dengan penggunaan sumber daya secara tepat dan efisien. Walaupun disadari
bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu yang lebih baik selalu
memerlukan biaya lebih banyak atau mutu rendah biayanya lebih sedikit.

Berdasarkan hal di atas maka disusunlah definisi dan tujuan dari upaya peningkatan
mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh.
1. Definisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda
Aceh
Adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integratif yang
menyangkut input, proses dan output secara objektif, sistematik dan berlanjut
memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien, dan
memecahkan masalah-masalah yang terungkapkan sehingga pelayanan yang diberikan
di Rumah Sakit Harapan Bunda Banda Aceh berdaya guna dan berhasil guna.

2. Tujuan Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda
Aceh.
Umum: Meningkatkan pelayanan kesehatan melalaui upaya peningkatan mutu
pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima secara efektif dan efisien agar tercapai
derajat kesehatan yang optimal.
Khusus: Tercapainya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima
melalui:
a. Optimasi tenaga, sarana, dan prasarana.
b. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan yang
dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu sesuai dengan kebutuhan pasien.
c. Pemanfaatan teknologi tepat guna hasil penelitian dan pengembangan pelayanan
kesehatan.

3. Indikator mutu
Indikator mutu Rumah Sakit Harapan Bunda Banda Aceh meliputi indikator klinik,
indikator yang berorientasi pada waktu dan indikator ratio yang berdasarkan pada
efektifitas (effectivenes), efisiensi (efficiency), keselamatan (safety) dan kelayakan
(appropriateness).
4. Strategi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima
Banda Aceh maka disusunlah strategi sebagai berikut :
a. Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip mutu
pelayanan Rumah Sakit Harapan Bunda Banda Aceh sehingga dapat menerapkan
langkah-langkah upaya peningkatan mutu di masing-masing unit kerjanya.

b. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya manusia di Rumah


Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh , serta upaya meningkatkan kesejahteraan
karyawan.
c. Menciptakan budaya mutu di Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh,
termasuk di dalamnya menyusun program mutu Rumah Sakit Umum Cempaka Lima
Banda Aceh dengan pendekatan PDCA cycle.

5. Pendekatan Pemecahan Masalah


Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu proses siklus (daur) yang
berkesinambungan. Langkah pertama dalam proses siklus ini adalah identifikasi
masalah. Identifikasi masalah merupakan bagian sangat penting dari seluruh proses
siklus (daur), karena akan menentukan kegiatan-kegiatan selanjutnya dari pendekatan
pemecahan masalah ini. Masalah akan timbul apabila :
 Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang ada terdapat penyimpangan
 Merasa tidak puas akan penyimpangan tersebut.
 Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut.

Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka bisa dilakukan tindakan
perbaikan. Namun agar pemecahan masalah bisa tuntas, setelah diadakan tindakan
perbaikan perlu dinilai kembali apakah masih ada yang tertinggal. Dari penilaian kembali
maka akan didapatkan masalah yang telah terpecahkan dan masalah yang masih tetap
merupakan masalah sehingga proses siklus akan berulang mulai tahap pertama.

C. Pengendalian Kualitas Pelayanan


Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus dilakukan untuk
menjamin tercapainya sasaran perusahaan dalam hal kualitas produk dan jasa pelayanan
yang diproduksi. Pengendalian kualitas pelayanan pada dasarnya adalah pengendalian
kualitas kerja dan proses kegiatan untuk menciptakan kepuasan pelanggan (quality of
customer’s satisfaction) yang dilakukan oleh setiap orang dari setiap bagian di Rumah Sakit
Harapan Bunda Banda Aceh.
Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu pada siklus
pengendalian (control cycle) dengan memutar siklus “Plan-Do-Check-Action” (P-D-C-A) =
Relaksasi (rencanakan – laksanakan – periksa –aksi). Pola P-D-C-A ini dikenal sebagai “siklus
Shewart”, karena pertama kali dikemukakan oleh Walter Shewhart beberapa puluh tahun
yang lalu. Namun dalam perkembangannya, metodologi analisis P-D-C-A lebih sering
disebuit “siklus Deming”.
Hal ini karena Deming adalah orang yang mempopulerkan penggunaannya dan
memperluas penerapannya. Dengan nama apapun itu disebut, P-D-C-A adalah alat yang
bermanfaat untuk melakukan perbaikan secara terus menerus (continous improvement)
tanpa berhenti.
Konsep P-D-C-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk proses
perbaikan kualitas (quality improvement) secara rerus menerus tanpa berhenti tetapi
meningkat ke keadaaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh bagian organisasi, seperti
tampak pada gambar 1. Dalam gambar 1 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan
dipecahkan dan pencarian sebab-sebabnya serta penetuan tindakan koreksinya, harus
selalu didasarkan pada fakta. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur
subyektivitas dan pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta keputusan yang bersifat
emosional. Selain itu, untuk memudahkan identifikasi masalah yang akan dipecahkan dan
sebagai patokan perbaikan selanjutnya perusahaan harus menetapkan standar pelayanan.

Gambar 1. Siklus dan Proses Peningkatan PDCA

Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan menggambarkan diagram sebab akibat


atau diagram tulang ikan (fish-bone). Diagram tulang ikan adalah alat untuk
menggambarkan penyebab-penyebab suatu masalah secara rinci. Diagram tersebut
memfasilitasi proses identifikasi masalah sebagai langkah awal untuk menentukan fokus
perbaikan, mengembangkan ide pengumpulan data, mengenali penyebab terjadinya
masalah dan menganalisa masalah tersebut (Koentjoro, 2007).

Diagram tulang ikan diperlihatkan pada gambar 2.

Langkah-langkah menggambarkan diagram tulang ikan:


1. Masalah yang akan dianalisis diletakkan disebelh kanan (kepala tulang ikan)
2. Komponen struktur dan proses masalah diletakkan pada sirip ikan (manusia,
mesin/peralatan, metode, material, lingkungan
3. Kemudian dilakukan diskusi untuk menganalisa penyebab masalah pada setiap
komponen struktur dan proses tersebut.

Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatan perbaikan


berdasarkan siklus P-D-C-A (Relationship between Control and Improvement under P-D-C-A
Cycle) diperlihatkan dalam gambar 2. Pengendalian kualitas berdasarkan siklus P-D-C-A
hanya dapat berfungsi jika sistem informasi berjalan dengan baik dan siklus tersebut dapat
dijabarkan dalam enam langkah seperti diperlihatkan dalam gambar 3.
Gambar 3. Relationship Between Control and Improvement Under P-D-C-A Cycle

Gambar 4. Siklus PDCA

Keenam langkah P-D-C-A yang terdapat dalam gambar 4 di atas dapat dijelaskan sebagai
berikut :
a. Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran → Plan
Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang ditetapkan.
Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh Kepala RS atau Kepala Divisi. Penetapan
sasaran didasarkan pada data pendukung dan analisis informasi.
Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula diungkapkan
dengan maksud tertentu dan disebarkan kepada semua karyawan. Semakin rendah
tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh penyebaran kebijakan dan tujuan, semakin
rinci informasi.
b. Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan → Plan
Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil dicapai tanpa
disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang ditetapkan harus
rasional, berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan untuk
menggunakannya. Oleh karena itu dalam menetapkan metode yang akan digunakan
perlu pula diikuti dengan penetapan standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti
oleh semua karyawan.
c. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan → Do
Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja. Agar dapat
dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan para karyawan untuk
memahami standar kerja dan program yang ditetapkan.
d. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan →Do
Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi dan standar
kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat berubah. Oleh karena
itu, ketrampilan dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan modal dasar untuk
mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan karena
ketidaksempurnaan standar kerja yang telah ditetapkan.

e. Langkah 5: Memeriksa akibat pelaksanaan →Check


Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan dengan baik atau
tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan
mengikuti standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat diabaikan. Hal yang harus
disampaikan kepada karyawan adalah atas dasar apa pemeriksaan itu dilakukan. Agar
dapat dibedakan manakah penyimpangan dan manakah yang bukan penyimpangan,
maka kebijakan dasar, tujuan, metode (standar kerja) dan pendidikan harus dipahami
dengan jelas baik oleh karyawan maupun oleh manajer. Untuk mengetahui
penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan
setelah itu dapat dilihat dari penyebabnya.
f. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat →Action
Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk menemukan
penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan, maka penyebab timbulnya
penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar tidak
terulang lagi penyimpangan. Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang telah
mengakibatkan penyimpangan merupakan konsepsi yang penting dalam pengendalian
kualitas pelayanan.
Konsep PDCA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang efektif
untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang akan
dicapai diperlukan partisipasi semua karyawan, semua bagian dan semua proses. Partisipasi
semua karyawan dalam pengendalian kualitas pelayanan diperlukan kesungguhan
(sincerety), yaitu sikap yang menolak adanya tujuan yang semata-mata hanya berguna bagi
diri sendiri atau menolak cara berfikir dan berbuat yang semata-mata bersifat pragmatis.
Dalam sikap kesungguhan tersebut yang dipentingkan bukan hanya sasaran yang akan
dicapai, melainkan juga cara bertindak seseorang untuk mencapai sasaran tersebut.
Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup semua
jenis kelompok karyawan yang secara bersama-sama merasa bertanggung jawab atas
kualitas pelayanan dalam kelompoknya.
Partisipasi semua proses dalam pengendalian kualitas pelayanan dimaksudkan adalah
pengendalian tidak hanya terhadap output, tetapi terhadap hasil setiap proses. Proses
pelayanan akan menghasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi, hanya mungkin dapat
dicapai jika terdapat pengendalian kualitas dalam setiap tahapan dari proses. Dimana
dalam setiap tahapan proses dapat dijamin adanya keterpaduan, kerjasama yang baik
antara kelompok karyawan dengan manajemen, sebagai tanggung jawab bersama untuk
menghasilkan kualitas hasil kerja dari kelompok, sebagai mata rantai dari suatu proses.

BAB II
RUANG LINGKUP
Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang akan
ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan untuk
mengukur mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh.
Indikator :
Adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator
merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator yang baik
adalah yang sensitif tapi juga spesifik.

Kriteria :
Adalah spesifikasi dari indikator.
Standar :
 Tingkat kinerja atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang berwenang
dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab untuk
mempertahankan tingkat kinerja atau kondisi tersebut.
 Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat baik.
 Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.

Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus memperhatikan prinsip
dasar sebagai berikut:
1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan
 Keprofesian
 Efisiensi
 Keamanan pasien
 Kepuasan pasien
 Sarana dan lingkungan fisik
2. Indikator yang dipilih
a. Indikator lebih diutamakan untuk menilai output daripada input dan proses
b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok daripada untuk
perorangan.
c. Dapat digunakan untuk membandingkan dengan Rumah Sakit lain, baik di dalam
maupun luar negeri.
d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk dimonitor.
e. Didasarkan pada data yang ada

3. Kriteria yang digunakan


Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai indikator,
sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara mutu baik dan mutu tidak baik.

4. Standar yang digunakan


Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :
a. Acuan dari berbagai sumber
b. Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara
c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan

BAB III
TATA LAKSANA
Fokus utama upaya peningkatan mutu Rumah Sakit Harapan Bunda Banda Aceh
terintegrasi dengan Panduan Patient Safety Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh
yang menerapkan Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
A. Kepemimpinan dan Perencanaan
Pimpinan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh dalam berperan aktif dalam
kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
1. Pimpinan bertanggung jawab atas mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima
Banda Aceh.
2. Pimpinan bertanggung jawab atas keselamatan pasien Rumah Sakit Umum Cempaka
Lima Banda Aceh.
3. Telah dibentuk panitia mutu dan keselamatan pasien untuk menjadi ‘penggerak’ dalam
hal mutu dan keselamatan pasien.
4. Mutu pelayanan dan keselamatan pasien menjadi prioritas agenda dalam rapat jajaran
direksi maupun rapat-rapat manajemen rumah sakit. Hal ini dituangkan dalam SK
Penetapan Forum Rapat : 042/SK/DIR/VI/2012.
5. Pimpinan melalui panitia mutu dan keselamatan pasien membuat perencanaan dan
pelaksanaan program kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Tugas dan
program kerja panitia mutu dan keselamatan pasien secara lengkap dijabarkan dalam
Pedoman Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien.
6. Pimpinan mendukung peningkatan kompetensi sumber daya manusia di Rumah Sakit
Umum Cempaka Lima Banda Aceh melalui pelatihan yang disesuaikan.
7. Pimpinan memonitor kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien melalui
laporan dari panitia peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
8. Pimpinan RS, dalam hal ini Direktur, melaporkan kegiatan peningkatan mutu dan
keselamatan pasien setiap 3 bulan (dalam rapat evaluasi triwulan) dan setiap akhir
tahun (dalam laporan tahunan).

B. Manajemen Proses Klinik


Salah satu fokus kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien di Rumah Sakit
Umum Cempaka Lima Banda Aceh adalah untuk mengurangi risiko dalam proses asuhan
klinis.
1. Ditetapkan standar asuhan klinis melalui panduan praktik klinik dan atau clinical
pathway.
2. Panduan praktik klinik dan atau clinical pathway dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh.
3. Panduan praktik klinik dan atau clinical pathway tersebut di review setiap tahun dan
dilakukan perbaikan apabila perlu.
4. Melakukan audit medik minimal 1x1 tahun untuk melihat kepatuhan dan adanya
perbaikan.

C. Pengukuran, Evaluasi serta Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien.


Rumah Sakit Umum cempaka Lima Banda Aceh telah menetapkan indikator yang harus
dipenuhi oleh semua unit. Indikator tersebut terdiri dari Indikator Manajerial, Indikator
Mutu Pelayanan dan Indikator Patient Safety (Insiden yang harus dicatat). Indikator
patient safety terdapat dalam Panduan Patient Safety Rumah Sakit Umum Cempaka Lima
Banda Aceh.

Pengumpulan data dan evaluasi Indikator Mutu dan Keselamatan Pasien:


1. Setiap unit/bagian wajib melaksanakan kegiatan pemenuhan indikator kinerja
manajerial dan mutu yang sudah ditetapkan sesuai dengan kebijakan/pedoman/acuan
yang digunakan di rumah sakit (alur pelaporan terlampir).
2. Setiap unit/bagian wajib melaporkan kegiatan pemenuhan indikator kinerja manajerial
dan mutu yang sudah ditetapkan.
3. Seluruh unit rumah sakit melaporkan hasil pencatatan tersebut kepada Panitia Mutu
dan Keselamatan Pasien setiap bulan
4. Unit yang terkait:
a. Bagian Pengadaan
b. Bagian HRD
c. Bagian Customer Service
d. Bagian Keuangan
e. Instalasi Rekam Medis
f. Instalasi Farmasi
g. Instalasi Laboratorium
h. Instalasi Radiologi
i. Instalasi Rehabilitasi Medik
j. Instalasi Gizi
k. Unit Pelayanan Darah
l. IPSRS
m. Instalasi Rawat Jalan
n. Instalasi Rawat Inap
o. Instalasi Kamar Operasi
p. Instalasi UGD
q. Instalasi ICU
r. Panitia PPI

s. Panitia Ponek
t. Panitia K3
u. Pelayanan TB

5. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Harapan Bunda secara berkala
(paling lama 2 tahun) melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur
keselamatan pasien yang dipergunakan di Rumah Sakit Harapan Bunda
6. Ditetapkan minimal 5 (dari seluruh indikator) indikator utama yang sensitif untuk
dianalisa lebih jauh sesuai dengan keadaan rumah sakit. Indikator utama ini direview
setiap tahun dan diganti apabila perlu. Pemilihan ini didasarkan pada konsensus antara
pimpinan dengan panitia mutu dan keselamatan pasien.
7. Kriteria pemilihan indikator utama adalah:
a. Proses utama yang kritikal
b. Proses risiko tinggi
c. Proses yang cenderung bermasalah

Validasi dan analisa Data Indikator Mutu dan Keselamatan Pasien :


a. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Umum Cempaka Lima melakukan
pencatatan kegiatan yang telah dilakukan dan membuat laporan kegiatan kepada
Direktur Rumah Sakit secara berkala.
b. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh
melakukan analisa terhadap kegiatan pemenuhan indikator, dengan cara
membandingkan secara internal, yaitu dengan bulan sebelumnya dan dengan standar
yang telah ditetapkan.
c. Dilakukan validasi data oleh Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien apabila terdapat:
 Indikator atau proses yang baru diberlakukan
 Kecenderungan peningkatan atau penurunan angka pemenuhan indikator
 Terdapat variasi dari pencatatan pemenuhan indikator
 Data yang dianggap meragukan
 Secara berkala (3 bulan sekali) dilakukan terhadap semua data indikator dan
dilaporakan dalam laporan triwulan panita PMKP.
 Secara berkala (1 bulan sekali) pada indikator utama.
d. Validasi data dilakukan dengan menelusuri ke lapangan untuk melihat bagaimana data
dikumpulkan dan dicatat. Apabila diperlukan dilakukan pengumpulan data kembali oleh
individu yang berbeda.

Meningkatkan dan Mempertahankan Mutu dan Keselamatan Pasien: Manajemen Resiko


Peningkatan mutu dan Keselamatan Pasien dilakukan dengan menggunakan pendekatan
proaktif dalam melaksanakan manajemen resiko di semua unit/bagian Rumah Sakit Umum
Cempaka Lima Banda Aceh. Analisis resiko merupakan proses untuk mengenali bahaya
(hazard) yang mungkin terjadi dan bagaimana potensi kegawatan dari bahaya tersebut.
Langkah-langkah manajemen risiko:
1) Identifikasi Risiko
2) Menetapkan prioritas risiko
3) Analisis risiko
4) Pengelolaan risiko
5) Evaluasi

Langkah manajemen risiko seperti yang digambarkan dibawah ini:

Alat-alat manajemen risiko yang digunakan di Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda
Aceh antara lain:
1. Non statistical tools: untuk mengembangkan ide, mengelompokkan, memprioritaskan
dan memberikan arah dalam pengambilan keputusan. Alat-alat tersebut meliputi Fish
bone, Bagan alir, RCA, FMEA
2. Statistical tools seperti Diagram parato, lembar periksa (check sheet)

A. Root Causes Analysis (RCA)


Langkah-langkah melakukan RCA:
1. Investigasi kejadian
2. Rekonstruksi kejadian
3. Analisis sebab :mengidentifikasi penyebab masalah
4. Menyusun rencana tindakan
5. Melaporkan proses analisis dan temuan

B. Bagan alir/diagram alur/flow chart:


Digunakan untuk menggambarkan urutan langkah dari suatu proses spesifik yang
dipakai untuk mengidentifikasi masalah, menganalisis masalah serta menentukan
“ideal path” dalam perencanaan perbaikan.
Simbol-simbol yang digunakan pada Bagan Alir ditunjukan pada gambar dibawah ini:

Awal/ akhir proses Penghubu


ng

Kegiatan
Keput
usan

C. FMEA (Failure Mode and Cause Analysis)


Suatu alat mutu untuk mengkaji suatu prosedur secara rinci dan mengenali model-
model adanya kegagalan/kesalahan pada suatu prosedur, melakukan penilaian
terhadap tiap model kesalahan/kegagalan dan mencari solusi dengan melakukan
perubahan disain/prosedur.
Delapan tahap FMEA (JCAHO, 2005)
1. Memilih proses yang berisiko tinggi dan membentuk tim
2. Membuat diagram proses atau alur proses dengan flow chart yang rinci
3. Untuk setiap kemungkinan kegagalan (failure mode), identifikasi efek yang mungkin
terjadi ke pasien (the effect)
4. Menetapkan kemungkinan tingkat keparahan dari efek tersebut ke pasien (RPN)
5. Melakukan root cause analysis dari failure mode
6. Desain ulang proses
7. Analisa dan ujicobakan proses yang baru
8. Terapkan dan awasi proses yang sudah didesain ulang tadi
Catatan: Risk Priority Numbers (RPN)
 Severity (Keparahan): 1. (Minor), 2 (Moderate), 3 (Minor Injury), 4 (Mayor Injury), 5
(Terminal injury/death)
 O = Occurence (Keseringan): 1 (Hampir tidak pernah terjadi), 2 (jarang), 3 (kadang-
kadang), 4 (sering), 5 (sangat sering dan pasti)
 D= Detectable (Terdeteksi): 1 (selalu terdeteksi), 2 (sangat mungkin terdeteksi), 3
(Mungkin terdeteksi), 4 (Kemungkinan kecil terdeteksi),5 (Tidak mungkin
terdeteksi)

Pelaksanaan :
RS memastikan bahwa seluruh staf yang terkait mampu melakukan analisis akar masalah untuk
belajar bagaimana dan mengapa masalah tersebut terjadi untuk kemudian menyusun rencana
tindak lanjutnya.
 Analisis akar masalah (RCA) dilakukan untuk melakukan identifikasi apabila ditemukan
permasalahan dalam pemenuhan indikator mutu dan manajerial serta pengelolaan insiden.
 Proses mengurangi risiko dilakukan paling sedikit satu kali dalam setahun dan dibuat
dokumentasinya, dengan menggunakan FMEA (Failure Mode and Effect Analysis). Proses
yang dipilih adalah proses dengan risiko tinggi.
BAB VI
DOKUMENTASI

1. Seluruh jajaran manajemen Rumah Sakit Umum Cempaak Lima secara berkala melakukan
monitoring dan evaluasi program keselamatan pasien yang dilaksanakan oleh Panitia Mutu
dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Umum Cempaka Lima.
2. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Harapan Bunda secara berkala (paling
lama 2 tahun) melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur keselamatan pasien
yang dipergunakan di Rumah Sakit Umum Cempaka Lima.
3. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Umum Cempaka Lima melakukan
evaluasi kegiatan setiap bulan dan membuat tindak lanjutnya.
4. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Umum Cempaka Lima melakukan
analisa pemenuhan indikator setiap tiga bulan dan membuat tindak lanjutnya (laporan
triwulan).

You might also like