Professional Documents
Culture Documents
Panduan Mutu
Panduan Mutu
KATA PENGANTAR................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................... ii
BAB I
DEFINISI
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sebenarnya bukanlah hal yang baru.
Pada tahun (1820 –1910) Florence Nightingale seorang perawat dari Inggris menekankan pada
aspek-aspek keperawatan pada peningkatan mutu pelayanan. Salah satu ajarannya yang
terkenal sampai sekarang adalah “ hospital should do the patient no harm”, Rumah Sakit
jangan sampai merugikan atau mencelakakan pasien. Di Amerika Serikat, upaya peningkatan
mutu pelayanan medik dimulai oleh ahli bedah Dr. E.A.Codman dari Boston dalam tahun 1917.
Dr.E.A Codman dan beberapa ahli bedah lain kecewa dengan hasil operasi yang seringkali
buruk, karena seringnya terjadi penyulit. Mereka berkesimpulan bahwa penyulit itu terjadi
karena kondisi yang tidak memenuhi syarat di Rumah Sakit. Untuk itu perlu ada penilaian dan
penyempurnaan tentang segala sesuatu yang terkait dengan pembedahan. Ini adalah upaya
pertama yang berusaha mengidentifikasikan masalah klinis, dan kemudian mencari jalan
keluarnya.
Pada tahun 1951 American College of Surgeon, American College of Physicians,
American Hospital Association bekerjasama membentuk suatu Joint Commision on
Accreditation of Hospital (JCAH) suatu badan gabungan untuk menilai dan mengakreditasi
Rumah Sakit. Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American College of Surgeons
(ACS) menyusun suatu Hospital Standardization Programme. Program standarisasi adalah
upaya pertama yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan. Program ini
ternyata sangat berhasil meningkatkan mutu pelayanan sehingga banyak Rumah Sakit tertarik
untuk ikut serta. Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi maka spesialisasi ilmu
kedokteran diluar bedah cepat berkembang. Oleh karena itu program standarisasi perlu
diperluas agar dapat mencakup disiplin lain secara umum.
Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat minimal dan essensial
untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di Rumah Sakit, namun telah memacu
Rumah Sakit agar memberikan mutu pelayanan yang setinggi-tingginya sesuai dengan sumber
daya yang ada. Untuk memenuhi tuntutan yang baru ini antara tahun 1953-1965 standar
akreditasi direvisi enam kali, selanjutnya beberapa tahun sekali diadakan revisi.
Atas keberhasilan JCAH dalam meningkatkan mutu pelayanan, Pemerintah Federal
memberi pengakuan tertinggi dalam mengundangkan “Medicare Act”. Undang-undang ini
mengabsahkan akreditasi Rumah Sakit menurut standar yang ditentukan oleh JCAH. Sejak saat
itu Rumah Sakit yang tidak diakreditasi oleh JCAH tidak dapat ikut program asuransi kesehatan
pemerintah federal (medicare), padahal asuransi di Amerika sangat menentukan utilisasi
Rumah Sakit karena hanya 9,3% biaya Rumah Sakit berasal dari pembayaran langsung oleh
pasien. Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu agar dapat lulus akreditasi
suatu Rumah Sakit harus juga mempunyai program pengendalian mutu yang dilaksanakan
dengan baik.
Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan sangat tinggi, namun
masalah itu tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang masih agak kabur bagi
kebanyakan tenaga profesi kesehatan. Sedangkan pendekatan secara Amerika sukar diterapkan
karena perbedaan sistem kesehatan di masing-masing negara di Eropa. Karena itu kantor
Regional WHO untuk Eropa pada awal tahun 1980-an mengambil inisiatif untuk membantu
negara-negara Eropa mengembangkan pendekatan peningkatan mutu pelayanan disesuaikan
dengan sistem pelayanan kesehatan masing-masing. Di Australia, Australian Council on
Hospital Standards (ACHS) didirikan dengan susah payah pada tahun 1971, namun sampai
tahun 1981 badan ini baru berhasil beroperasi dalam 3 Negara bagian. Tetapi lambat laun
ACHS dapat diterima kehadirannya dan diakui manfaatnya dalam upaya peningkatan mutu
pelayanan sehingga sekarang kegiatan ACHS telah mencakup semua negara bagian.
Pelaksanaan peningkatan mutu di Australia pada dasarnya hampir sama dengan di Amerika.
Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang upaya
meningkatkan mutu dan penyelenggaraan simposium di Utrecht, negeri Belanda tentang
metodologi peningkatan mutu pelayanan. Dalam bulan Mei 1983 di Barcelona, Spanyol suatu
kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO telah mengadakan pertemuan untuk mempelajari
peningkatan mutu khusus untuk Eropa. Walaupun secara regional WHO telah melakukan
berbagai upaya, namun pada simposium peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat
kesan bahwa secara nasional upaya peningkatan mutu di berbagai negara Eropa Barat masih
pada perkembangan awal.
Di Asia, negara pertama yang sudah mempunyai program peningkatan mutu dan
akreditasi Rumah Sakit secara nasional adalah Taiwan. Negara ini banyak menerapkan
metodologi dari Amerika. Sedangkan Malaysia mengembangkan peningkatan mutu pelayanan
dengan bantuan konsultan ahli dari Negeri Belanda.
Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah dilakukan
Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu penetapan kelas Rumah
Sakit pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.033/Birhup/1972. Secara
umum telah ditetapkan beberapa kriteria untuk tiap kelas Rumah Sakit A,B,C,D. Kriteria ini
kemudian berkembang menjadi standar-standar. Kemudian dari tahun ke tahun disusun
berbagai standar baik menyangkut pelayanan, ketenagaan, sarana dan prasarana untuk
masing-masing kelas Rumah Sakit. Disamping standar, Departemen Kesehatan juga
mengeluarkan berbagai panduan dalam rangka meningkatkan penampilan pelayanan Rumah
Sakit.
Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan berbagai indikator
untuk mengukur dan mengevaluasi penampilan (performance) Rumah Sakit pemerintah kelas C
dan Rumah Sakit swasta setara yaitu dalam rangka Hari Kesehatan Nasional. Indikator ini setiap
dua tahun ditinjau kembali dan disempurnakan. Evaluasi penampilan untuk tahun 1991 telah
dilengkapi dengan indikator kebersihan dan ketertiban Rumah Sakit dan yang dievaluasi selain
kelas C juga kelas D dan kelas B serta Rumah Sakit swasta setara. Sedangkan evaluasi
penampilan tahun 1992 telah dilengkapi pula dengan instrumen mengukur kemampuan
pelayanan. Evaluasi penampilan Rumah Sakit ini merupakan langkah awal dari Konsep
Continuous Quality Improvement (CQI). Berbeda dengan konsep QA tradisional dimana dalam
monitor dan evaluasi dititik beratkan kepada pencapaian standar, maka pada CQI fokus lebih
diarahkan kepada penampilan organisasi melalui penilaian pemilik, manajemen, klinik dan
pelayanan penunjang. Perbedaan yang sangat mendasar yaitu keterlibatan seluruh karyawan.
Selain itu secara sendiri-sendiri beberapa Rumah Sakit telah mengadakan monitoring
dan evaluasi mutu pelayanan Rumah Sakitnya. Pada tahun 1981 RS Gatot Subroto telah
melakukan kegiatan penilaian mutu yang berdasarkan atas derajat kepuasan pasien. Kemudian
Rumah Sakit Husada pada tahun 1984 melakukan kegiatan yang sama. Rumah Sakit Adi
Husada di Surabaya membuat penilaian mutu atas dasar penilaian perilaku dan penampilan
kerja perawat. Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya menilai mutu melalui penilaian infeksi
nosokomial sebagai salah satu indikator mutu pelayanan. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
menggunakan upaya penggunaan obat secara rasional. Rumah Sakit Islam Jakarta pernah
menggunakan pengendalian mutu terpadu (TQC) dan Gugus Kendali Mutu (Quality Control
Circle = QCC). Beberapa Rumah Sakit lainnya juga telah mencoba menerapkan Gugus Kendali
Mutu, walaupun hasilnya belum ada yang dilaporkan. Sejalan dengan hal di atas maka
Departemen Kesehatan telah mengadakan Pelatihan Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit
pada beberapa Rumah Sakit. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran
untuk meningkatkan mutu sudah cukup meluas walaupun dalam penerapannya sering ada
perbedaan.
Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat
bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal,
sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari Tujuan Nasional. Untuk itu perlu
ditingkatkan upaya guna memperluas dan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat dengan mutu yang baik dan biaya yang terjangkau. Selain itu dengan semakin
meningkatnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat, maka sistem nilai dan
orientasi dalam masyarakatpun mulai berubah. Masyarakat mulai cenderung menuntut
pelayanan umum yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu termasuk pelayanan
kesehatan. Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan Rumah
Sakit maka fungsi
pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh secara bertahap perlu terus
ditingkatkan agar menjadi lebih efektif dan efisien serta memberi kepuasan kepada pasien,
keluarga maupun masyarakat.
Agar upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda
Aceh dapat seperti yang diharapkan maka perlu disusun Pedoman Upaya Peningkatan Mutu
Pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh. Buku panduan tersebut merupakan
konsep dan program peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda
Aceh, yang disusun sebagai acuan bagi pengelola Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda
Aceh dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit. Dalam buku
panduan ini diuraikan tentang prinsip upaya peningkatan mutu, langkah-langkah
pelaksanaannya dan dilengkapi dengan indikator mutu. Agar upaya peningkatan mutu di
Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien
maka diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang konsep dasar upaya penigkatan mutu
pelayanan.
4. Dimensi Mutu
Dimensi atau aspeknya adalah:
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan pasien
d. Kepuasan pasien
e. Aspek sosial budaya.
B. Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan keseluruhan upaya
dan kegiatan secara komprehensif dan integratif memantau dan menilai mutu pelayanan
Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh, memecahkan masalah-masalah yang ada
dan mencari jalan keluarnya, sehingga mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima
Banda Aceh akan menjadi lebih baik.
Di Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh upaya peningkatan mutu
pelayanan adalah kegiatan yang bertujuan memberikan asuhan atau pelayanan sebaik-
baiknya kepada pasien. Upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaka
Lima Banda Aceh akan sangat berarti dan efektif bilamana upaya peningkatan mutu
menjadi tujuan sehari-hari dari setiap unsur di Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda
Aceh termasuk pimpinan, pelaksana pelayanan langsung dan staf penunjang.
Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang melibatkan mutu asuhan atau
pelayanan dengan penggunaan sumber daya secara tepat dan efisien. Walaupun disadari
bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu yang lebih baik selalu
memerlukan biaya lebih banyak atau mutu rendah biayanya lebih sedikit.
Berdasarkan hal di atas maka disusunlah definisi dan tujuan dari upaya peningkatan
mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh.
1. Definisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda
Aceh
Adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integratif yang
menyangkut input, proses dan output secara objektif, sistematik dan berlanjut
memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien, dan
memecahkan masalah-masalah yang terungkapkan sehingga pelayanan yang diberikan
di Rumah Sakit Harapan Bunda Banda Aceh berdaya guna dan berhasil guna.
2. Tujuan Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda
Aceh.
Umum: Meningkatkan pelayanan kesehatan melalaui upaya peningkatan mutu
pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima secara efektif dan efisien agar tercapai
derajat kesehatan yang optimal.
Khusus: Tercapainya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima
melalui:
a. Optimasi tenaga, sarana, dan prasarana.
b. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan yang
dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu sesuai dengan kebutuhan pasien.
c. Pemanfaatan teknologi tepat guna hasil penelitian dan pengembangan pelayanan
kesehatan.
3. Indikator mutu
Indikator mutu Rumah Sakit Harapan Bunda Banda Aceh meliputi indikator klinik,
indikator yang berorientasi pada waktu dan indikator ratio yang berdasarkan pada
efektifitas (effectivenes), efisiensi (efficiency), keselamatan (safety) dan kelayakan
(appropriateness).
4. Strategi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima
Banda Aceh maka disusunlah strategi sebagai berikut :
a. Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip mutu
pelayanan Rumah Sakit Harapan Bunda Banda Aceh sehingga dapat menerapkan
langkah-langkah upaya peningkatan mutu di masing-masing unit kerjanya.
Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka bisa dilakukan tindakan
perbaikan. Namun agar pemecahan masalah bisa tuntas, setelah diadakan tindakan
perbaikan perlu dinilai kembali apakah masih ada yang tertinggal. Dari penilaian kembali
maka akan didapatkan masalah yang telah terpecahkan dan masalah yang masih tetap
merupakan masalah sehingga proses siklus akan berulang mulai tahap pertama.
Keenam langkah P-D-C-A yang terdapat dalam gambar 4 di atas dapat dijelaskan sebagai
berikut :
a. Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran → Plan
Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang ditetapkan.
Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh Kepala RS atau Kepala Divisi. Penetapan
sasaran didasarkan pada data pendukung dan analisis informasi.
Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula diungkapkan
dengan maksud tertentu dan disebarkan kepada semua karyawan. Semakin rendah
tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh penyebaran kebijakan dan tujuan, semakin
rinci informasi.
b. Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan → Plan
Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil dicapai tanpa
disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang ditetapkan harus
rasional, berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan untuk
menggunakannya. Oleh karena itu dalam menetapkan metode yang akan digunakan
perlu pula diikuti dengan penetapan standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti
oleh semua karyawan.
c. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan → Do
Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja. Agar dapat
dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan para karyawan untuk
memahami standar kerja dan program yang ditetapkan.
d. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan →Do
Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi dan standar
kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat berubah. Oleh karena
itu, ketrampilan dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan modal dasar untuk
mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan karena
ketidaksempurnaan standar kerja yang telah ditetapkan.
BAB II
RUANG LINGKUP
Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang akan
ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan untuk
mengukur mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh.
Indikator :
Adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator
merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator yang baik
adalah yang sensitif tapi juga spesifik.
Kriteria :
Adalah spesifikasi dari indikator.
Standar :
Tingkat kinerja atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang berwenang
dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab untuk
mempertahankan tingkat kinerja atau kondisi tersebut.
Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat baik.
Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.
Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus memperhatikan prinsip
dasar sebagai berikut:
1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan
Keprofesian
Efisiensi
Keamanan pasien
Kepuasan pasien
Sarana dan lingkungan fisik
2. Indikator yang dipilih
a. Indikator lebih diutamakan untuk menilai output daripada input dan proses
b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok daripada untuk
perorangan.
c. Dapat digunakan untuk membandingkan dengan Rumah Sakit lain, baik di dalam
maupun luar negeri.
d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk dimonitor.
e. Didasarkan pada data yang ada
BAB III
TATA LAKSANA
Fokus utama upaya peningkatan mutu Rumah Sakit Harapan Bunda Banda Aceh
terintegrasi dengan Panduan Patient Safety Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh
yang menerapkan Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
A. Kepemimpinan dan Perencanaan
Pimpinan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda Aceh dalam berperan aktif dalam
kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
1. Pimpinan bertanggung jawab atas mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Cempaka Lima
Banda Aceh.
2. Pimpinan bertanggung jawab atas keselamatan pasien Rumah Sakit Umum Cempaka
Lima Banda Aceh.
3. Telah dibentuk panitia mutu dan keselamatan pasien untuk menjadi ‘penggerak’ dalam
hal mutu dan keselamatan pasien.
4. Mutu pelayanan dan keselamatan pasien menjadi prioritas agenda dalam rapat jajaran
direksi maupun rapat-rapat manajemen rumah sakit. Hal ini dituangkan dalam SK
Penetapan Forum Rapat : 042/SK/DIR/VI/2012.
5. Pimpinan melalui panitia mutu dan keselamatan pasien membuat perencanaan dan
pelaksanaan program kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Tugas dan
program kerja panitia mutu dan keselamatan pasien secara lengkap dijabarkan dalam
Pedoman Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien.
6. Pimpinan mendukung peningkatan kompetensi sumber daya manusia di Rumah Sakit
Umum Cempaka Lima Banda Aceh melalui pelatihan yang disesuaikan.
7. Pimpinan memonitor kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien melalui
laporan dari panitia peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
8. Pimpinan RS, dalam hal ini Direktur, melaporkan kegiatan peningkatan mutu dan
keselamatan pasien setiap 3 bulan (dalam rapat evaluasi triwulan) dan setiap akhir
tahun (dalam laporan tahunan).
s. Panitia Ponek
t. Panitia K3
u. Pelayanan TB
5. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Harapan Bunda secara berkala
(paling lama 2 tahun) melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur
keselamatan pasien yang dipergunakan di Rumah Sakit Harapan Bunda
6. Ditetapkan minimal 5 (dari seluruh indikator) indikator utama yang sensitif untuk
dianalisa lebih jauh sesuai dengan keadaan rumah sakit. Indikator utama ini direview
setiap tahun dan diganti apabila perlu. Pemilihan ini didasarkan pada konsensus antara
pimpinan dengan panitia mutu dan keselamatan pasien.
7. Kriteria pemilihan indikator utama adalah:
a. Proses utama yang kritikal
b. Proses risiko tinggi
c. Proses yang cenderung bermasalah
Alat-alat manajemen risiko yang digunakan di Rumah Sakit Umum Cempaka Lima Banda
Aceh antara lain:
1. Non statistical tools: untuk mengembangkan ide, mengelompokkan, memprioritaskan
dan memberikan arah dalam pengambilan keputusan. Alat-alat tersebut meliputi Fish
bone, Bagan alir, RCA, FMEA
2. Statistical tools seperti Diagram parato, lembar periksa (check sheet)
Kegiatan
Keput
usan
Pelaksanaan :
RS memastikan bahwa seluruh staf yang terkait mampu melakukan analisis akar masalah untuk
belajar bagaimana dan mengapa masalah tersebut terjadi untuk kemudian menyusun rencana
tindak lanjutnya.
Analisis akar masalah (RCA) dilakukan untuk melakukan identifikasi apabila ditemukan
permasalahan dalam pemenuhan indikator mutu dan manajerial serta pengelolaan insiden.
Proses mengurangi risiko dilakukan paling sedikit satu kali dalam setahun dan dibuat
dokumentasinya, dengan menggunakan FMEA (Failure Mode and Effect Analysis). Proses
yang dipilih adalah proses dengan risiko tinggi.
BAB VI
DOKUMENTASI
1. Seluruh jajaran manajemen Rumah Sakit Umum Cempaak Lima secara berkala melakukan
monitoring dan evaluasi program keselamatan pasien yang dilaksanakan oleh Panitia Mutu
dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Umum Cempaka Lima.
2. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Harapan Bunda secara berkala (paling
lama 2 tahun) melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur keselamatan pasien
yang dipergunakan di Rumah Sakit Umum Cempaka Lima.
3. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Umum Cempaka Lima melakukan
evaluasi kegiatan setiap bulan dan membuat tindak lanjutnya.
4. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Umum Cempaka Lima melakukan
analisa pemenuhan indikator setiap tiga bulan dan membuat tindak lanjutnya (laporan
triwulan).