Professional Documents
Culture Documents
(Fix) Makalah Hukum Acara Pidana. Kel 5 (Revisi)
(Fix) Makalah Hukum Acara Pidana. Kel 5 (Revisi)
Dosen Pengampuh :
2022
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
PRA-PENUNTUTAN, PENUNTUTAN, PRA-PERADILAN, DAN SURAT
DAKWAAN ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dosen pada study Hukum Acara Pidana. Kami mengucapkan terimakasih
kepada Bapak Husin selaku dosen study Hukum Acara Pidana yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang study yang kami tekuni.
Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
i
Daftar Isi
BAB 1 ................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
BAB 2 ................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN ................................................................................................. 3
A. Pra-Penuntutan ...................................................................................... 3
B. Penuntutan ............................................................................................. 6
C. Pra-peradilan ......................................................................................... 8
BAB 3 ............................................................................................................... 19
PENUTUP ........................................................................................................ 19
A. Kesimpulan ............................................................................................... 19
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
undang, maka tersangka, atau terdakwa, atau keluarganya atau pihak lain
yang mendapat kuasa (penasehat hukum) dapat meminta pemeriksaan dan
putusan oleh hakim tentang tidak sahnya penangkapan atau penahanan serta
tindakan-tindakan lain atas dirinya tersebut. Disamping itu, praperadilan
sebagai lembaga baru berfungsi sebagai alat kontrol dari penyidik terhadap
penyalahgunaan wewenang yang diberikan kepadanya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memahami dan mengetahui apa itu pra-penuntutan dan hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam masa pra-penuntutan.
2. Agar dapat mengetahui definisi dari penuntutan dan siapa yang berhak
melakukan penuntutan serta menguraikan wewenangnya terhadap
penutupan perkara demi hukum.
3. Untuk mengetahui kedudukan pra-peradilan menurut KUHAP
4. untuk mengetahui apakah surat dakwaan merupakan dasar dari penuntutan
perkara pidana
2
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pra-Penuntutan
3
Dapat dikutip kedua pasal tersebut untuk lebih mengetahui, sebagai
berikut:
4
memenuhi syarat pembuktian yang dilakukan dalam rangka pemberian petunjuk
kepada penyidik.
Adapun dalam penjelasan Pasal 30 ayat (1) huruf e, yang berbunyi: Untuk
melengkapi berkas perkara, pemeriksaan tambahan dilakukan dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
5
2) Hanya terhadap perkara-perkara yang sulit pembuktiannya, dan da pat
meresahkan masyarakat, dan/atau yang dapat membahayakan keselamatan
negara:
3) Harus dapat diselesaikan dalam waktu empat belas hari setelah di
laksanakan ketentuan Pasal 110 dan 138 ayat Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana,
4) Prinsip koordinasi dan kerja sama dengan penyidik.
B. Penuntutan
6
apabila penuntut umum berpendapat “ya,” maka menurut Pasal 140 ayat (1)
KUHAP, yaitu “Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil
penyidikan dapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat
surat dakwaan.”
Pasal 140 ayat (2) huruf d KUHAP, “Apabila kemudian ternyata ada alasan
baru, penuntut umum dapat melakukan penuntutan terhadap tersangka.” Dalam
ketentuan ini bahwa ketetapan penuntut umum untuk mengesampingkan suatu
perkara (yang tidak didasarkan kepada oportunitas) tidak berlaku asas nebis in
idem.
7
pelaksanaan KUHAP, bahwa yang melakukan penyidikan dalam hal
ditemukannya alasan baru tersebut adalah “penyidik.”
Apabila hasil penyidikan penyidik telah diterima oleh penuntut umum, maka
menurut Pasal 143 ayat (1) KUHAP, bahwa penuntut umum melimpahkan
perkara ke pengadilan negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara
tersebut disertai dengan surat dakwaan.
Selanjutnya menurut Pasal 143 ayat (4) KUHAP, bahwa turunan surat
pelimpahan perkara beserta surat dakwaan disampaikan kepada terSangka atau
kuasanya atau penasihat hukumnya dan penyidik, pada saat yang bersamaan
dengan penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut ke pengadilan negeri.”
C. Pra-peradilan
A. PENGERTIAN PRAPERADILAN
Pengertian praperadilan oleh KUHAP hanya sebatas kewenangan, yaitu menurut
Pasal 1 angka 10 KUHAP jo. Pasal 77 KUHAP, bahwa Pra peradilan adalah
wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang
diatur dalam undang-undang ini, tentang:
a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan/atau penahanan ataspermintaan
tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka.
b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian pe nuntutan atas
permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan
8
c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya
atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
9
tugas pokok, dan sebagai tugas tambahan untuk menilai sah tidaknya suatu
penangkapan, penahanan, sah ti daknya penghentian, penuntutan penetapan
tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.
D. TUJUAN PRAPERADILAN
Praperadilan merupakan hal baru dalam kehidupan penegakan hu kum di
Indonesia, yang hendak ditegakkan dan dilindungi, yakni tegak nya hukum dan
perlindungan hak asasi tersangka dalam tingkat peme riksaan penyidikan dan
penuntutan.
10
(2) Praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ke pengadilan
negeri dan dibantu oleh seorang panitera.
F. WEWENANG PRAPERADILAN
tidaknya penggeledahan dan penyitaan. Untuk lebih jelasnya akan lebih diperinci
wewenang praperadilan yang telah diberikan oleh undang-undang, sebagai
11
berikut:Memeriksa dan memutus tentang sah tidaknya upaya paksa. Wewenang
ini untuk memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penangkapan, dan
penahanan, jadi seorang tersangka yang dikena kan penangkapan dan penahanan
dapat mengajukan permohonan praperadilan untuk memeriksa sah atau tidaknya
yang dilakukan pe ayidik kepadanya.
Adapun wewenang praperadilan untuk memeriksa dan memutus sah atau tidaknya
penghentian penyidikan atau penghentian pe nuntutan, dan hasil pemeriksaannya
akan menentukan diteruskan atau tidaknya perkaranya ke sidang pengadilan. Jadi,
dalam hal ini terdapat beberapa kemungkinan yaitu berdasar kan beberapa alasan,
yaitu:
(1) Ne bis in idem, yaitu apa yang dipersangkakan kepada tersangka merupakan
tindak pidana yang telah pernah dituntut dan di adili, dan putusan sudah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2) Kedaluwarsa untuk menuntut sebagaimana diatur dalam KUH Pidana.
3. Memeriksa tuntutan ganti rugi (lihat materi pembahasan tentang
tuntutan ganti rugi).
4. Memeriksa permintaan rehabilitasi (lihat materi pembahasan ten tang
rehabilitasi).
5. Memeriksa penetapan tersangka, wewenang ini dimaksudkan un tuk
melindungi hak tersangka dan terdakwa dari tindakan kesewe nang-wenangan
penyidik atau penuntut umum sehingga orang yang diberi label tersangka dapat
menguji legalitas dan kemurnian pene tapan tersangka tersebut melalui
praperadilan. Dimasukkannya ke absahan penetapan tersangka sebagai objek
pranata praperadilan adalah agar perlakuan terhadap seseorang dalam proses
12
pidana memperhatikan tersangka sebagai manusia yang mempunyai har kat,
martabat, dan kedudukan yang sama di hadapan hukum. Memeriksa tindakan
penggeledahan dan penyitaan, yaitu bahwapenggeledahan dan penyitaan
merupakan bagian dari mekani kontrol terhadap kemungkinan tindakan
sewenang-wenang dan penyidik atau penuntut umum dan karenanya dapat
diajukan prap eradilan. Penyitaan surat hanya berkenaan dengan penyitaan y
dilakukan terhadap barang pihak ketiga dan barang ini tidak terma suk sebagai
alat atau barang bukti, maka yang berhak mengajukas ketidakabsahan penyitaan
kepada praperadilan adalah pemilik barang tersebut.
D. Surat dakwaan
Pada umumnya, surat dakwaan diartikan oleh para ahli hukum, berupa pengertian:
a. Surat akte;
b. Yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa
c. Terdakwa; Yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan
dihubungkan dengan rumusan pasal tindak pidana yang dilanggar dan didakwakan
pada terdakwa; dan
d. Merupakan dasar bagi hakim dalam pemeriksaan di persidangan.
Menurut J.C.T. Simorangkir, bahwa "dakwa berarti tuduh, men dakwa berarti
menuduh demikian juga terdakwa berarti tertuduh," demikian pula menurut A.
Karim Nasution memberikan definisi surat dakwaan atau tuduhan, yaitu "Suatu
surat atau akte yang memuat suatu perumusan dari tindak pidana yang dituduhkan
(didakwakan), yang se mentara dapat disimpulkan dari surat-surat pemeriksaan
pendahuluan, yang merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan,
yang bila ternyata cukup bukti terdakwa dapat dijatuhi hukuman."
Adapun I.A. Nederberg, mendefinisikan bahwa surat dakwaan ada lah "sebagai
surat yang merupakan dasarnya dan menentukan batas-batas bagi pemeriksaan
hakim." Dalam Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: SE-
13
004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dak waan ditegaskan bahwa surat
dakwaan merupakan mahkota baginya yang harus dijaga dan dipertahankan secara
mantap. Selain itu, peranan surat dakwaan memiliki posisi yang sangat sentral
dalam hal pemerik san perkara pidana di pengadilan dan surat dakwaanmerupakan
dasar sekaligus membatasi ruang lingkup pemeriksaan, dituntut adanya ke
mampuan/kemahiran jaksa penuntut umum dalam penyusunan surat dakwaan.
Pengertian surat dakwaan menurut surat edaran jaksa agung terse but, yaitu surat
dakwaan merupakan penataan konstruksi yuridis atas fakta-fakta perbuatan
terdakwa yang terungkap sebagai hasil penyidikan merangkai perpaduan antara
fakta-fakta perbuatan tersebut dengan cara dengan unsur-unsur tindak pidana
sesuai ketentuan Undang-Undang Pidana yang bersangkutan.
Menurut Pasal 143 KUHAP, bahwa surat dakwaan mempunyai dua syarat yang
harus dipenuhinya, yaitu:
a. Syarat-syarat Formil
Syarat formil surat dakwaan sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf a
KUHAP, yang mencakup:
1) Diberi tanggal.
2) Memuat identitas terdakwa secara lengkap, meliputi:
a. nama lengkap:
b. tempat lahir, umur/tanggal lahir;
c. jenis kelamin;
d. kebangsaan:
e. tempat tinggal; agama; dan
g. pekerjaan.
3) Ditandatangani oleh penuntut umum.
Jadi, hakim dapat membatalkan dakwaan penuntut umum, karena tidak jelas
dakwaan ditujukan kepada siapa. Tujuannya adalah un tuk mencegah terjadinya
14
kekeliruan mengenai orang atau pelaku tindak pidana yang sebenarnya (error of
subjectum).
b. Syarat Materiel
Adapun syarat materiel menurut Pasal 143 (2) hurufb KUHAP, bahwa surat
dakwaan harus memuat uraian "secara cermat, jelas, dan lenga mengenai tindak
pidana yang didakwakan dengan menyebutkan wa (tempus delicti) dan tempat
tindak pidana itu dilakukan (locus delicti). Yang dimaksud dengan pengertian:
cermat, jelas, dan lengkap. Sebagai berikut:
1) Cermat, jadi surat dakwaan itu dipersiapkan sesuai dengan undang undang
yang berlaku bagi terdakwa, tidak terdapat kekurangan ata kekeliruan.
Ketidakcermatan dalam menyusun surat dakwaan dape mengakibatkan "batalnya
atau tidak dapat diterima/dibuktikan s rat dakwaan" antara lain karena:
15
Pasal 372 dan Pasal 378 KUH Pidana;
Pasal 362 dan Pasal 480 KUH Pidana;
Pasal 359 dan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkuta Jalan; Dan
sebagainya, sehingga dakwaan menjadi kabur
berarti bahwa uraian surat dakwaan harus mencakup semua unsur-unsur yang
ditentukan oleh undang-undang secara Lengkap, lengkap. Dalam uraian tidak
boleh ada unsur delik yang tidak diru muskan secara lengkap atau tidak diuraikan
perbuatan materielnya secara tegas, sehingga berakibat perbuatan itu bukan
merupakan tindak pidana menurut undang-undang. Lebih jelasnya mengenai
syarat materiel ini, dapat diuraikan sebagai berikut:
16
5. Menentukan keadaan yang bersifat memberatkan, seperti Pasal 363 KUH
Pidana atau disyaratkan oleh undang-undang untuk dapat dihukumnya terdakwa
(Pasal 123 KUH Pidana).
Jadi, apabila surat dakwaan yang tidak memenuhi persyaratan formil, maka
menurut Pasal 143 ayat (3) KUHAP, bahwa "surat dakwa yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ap (2) huruf b batal demi hukum." Secara
materiel, berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung Republik I donesia Nomor: SE-
004/1A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan, bahwa suatu surat dakwaan
telah memenuhi syarat apabila surat dawaan tersebut telah memberi gambaran
secara bulat dan utuh tentang:
1) Tindak pidana yang dilakukan;
2) Siapa yang melakukan tindak pidana tersebut;
3) Di mana tindak pidana dilakukan;
4) Bilamana/kapan tindak pidana dilakukan;
5) Bagaimana tindak pidana tersebut dilakukan;
6) Akibat apa yang ditimbulkan tindak pidana tersebut (delik materiel)
7) Apakah yang mendorong terdakwa melakukan tindak pidana ter but (delik-
delik tertentu);
8) Ketentuan-ketentuan yang diterapkan.
17
(absolute nietig). Penjelasan lebih lengkap tentang uraian sure dakwaan secara
cermat, jelas dan lengkap dapat dibaca Surat Kejaksaan Agung R.I Nomor B-
607/E/11/1993, perihal: Pembuatan Surat Dakwaan bertanggal 22 November 1993
dan Surat Kejaksaan Agung R.I. Nomor 69/F/Ft.1/01/2018, Perihal: Petunjuk
Penyusunan Surat Dakwaan Tindal Pidana Khusus, bertanggal 15 Januari 2018.
18
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
19
Kedudukan pra-peradilan adalah sebagai suatu pengadilan umum dengan
wewenang khusus yang terbatas, yakni mempunyai acara sendiri yang agak
berbeda dengan proses pidana biasa. Perbedaan yang terlihat adalah, berbeda
dengan proses pidana umum dan khusus, proses pra-peradilan tidak mengenal
penuntut umum.
Surat Dakwaan merupakan salah satu unsur yang penting dalam proses
persidangan, karena Surat Dakwaan merupakan dasar bagi Majelis Hakim untuk
melakukan pemeriksaan di muka sidang pengadilan. Selain itu, Surat Dakwaan
merupakan dasar bagi terdakwa dan penasihat hukumnya untuk menyusun eksepsi.
20
Daftar Pustaka
Sofyan, Andi M, Abd Asis, Amir Ilyas. 2014. Hukum Acara Pidana. Jakarta:
Kencana
21