You are on page 1of 160

PEDOMAN PENINGKATAN MUTU, KESELAMATAN PASIEN, DAN

MANAJEMEN RISIKO

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BAJAWA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BAJAWA


PEMERINTAH KABUPATEN NGADA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
Jalan Diponegoro No. 5 Bajawa Telp (0384) 21030
BAJAWA

KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD BAJAWA


NOMOR : /SK/DIR/RSUD.BJW/VIII/2022
TENTANG
PEDOMAN PENINGKATAN MUTU, KESELAMATAN PASIEN, DAN
MANAJEMEN RISIKO RUMAH SAKIT
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BAJAWA

Menimbang : 1. bahwa dalam menghadapi era globalisasi dan persaingan


antar rumah sakit, Rumah Sakit Umum Daerah Bajawa
perlu melakukan upaya peningkatan mutu dan
keselamatan pasien sesuai dengan standar akreditasi
rumah sakit dari Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia;
2. bahwa untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan
program peningkatan mutu dan keselamatan pasien di
lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah Bajawa perlu
upaya dan partisipasi yang digerakkan oleh Direktur dan
pengelola rumah sakit secara berkesinambungan;
3. bahwa Rumah Sakit Umum Daerah Bajawa perlu
mengeluarkan ketetapan pemberlakuan Pedoman
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien RS.

Meningat : 1. Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang


Praktik Kedokteran;
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan;
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit;

1
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran;
6. Pedoman Nasional Keselamatan Pasien RS Tahun 2015
Edisi III
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 2018 Tentang Standar Pelayanan Minimal
9. Peraturan Menteri Kesehatan No. 25 Tahun 2019
Tentang Penerapan Manajemen Risiko Terintegrasi di
Lingkungan Kementerian Kesehatan
10. Peraturan Menteri Kesehatan No. 4 Tahun 2019
Tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan
dan Standar Pelayanan Minimal di Bidang Kesehatan
11. Peraturan Menteri Kesehatan No. 80 Tahun 2020
Tentang Komite Mutu

Menetapkan :

Kesatu Penetapan Pedoman Peningkatan Mutu dan


Keselamatan Pasien Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud dalam ketetapan diatas tercantum dalam
Lampiran Peraturan ini
Kedua Pedoman ini menjadi acuan bagi rumah sakit untuk
melaksanakan Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien Rumah Sakit
Ketiga Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal di tetapkan
dan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan
dalam penetapan ini, akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.

2
Ditetapkan di Bajawa
Pada Tanggal : 31 Agustus 2022
Direktur RSUD Bajawa

drg. MARIA WEA BETU, MPH


NIP. 19700213 2001 12 2 005

Tebusan:
1. Kepala Bagian / Bidang RSUD Bajawa

3
KATA PENGANTAR

Mutu dan keselamatan pasien sebenarnya sudah ada (tertanam) dalam


kegiatan pekerjaan sehari-hari dari tenaga kesehatan professional dan tenaga
lainnya. Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu system dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen resiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko
dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau mengambil tindakan yang seharusnya
diambil.

Oleh karena itu perlu disusun suatu Pedoman Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien Rumah Sakit dalam bentuk Buku Pedoman Peningkatan
Mutu dan Keselamatan Pasien RSUD Bajawa yang akan menjadi acuan bagi
semua pelaksanaan program PMKP dan unit lain yang terkait.

Bajawa, 31 Agustus 2022

dr. Anselmus Ake, M.Biomed, Sp.PD


NIP. 198004202006041018

4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………. 4

DAFTAR ISI ……………………………………………………………..5

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………..6

BAB II GAMBARAN UMUM RS …………………………………………8

BAB III VISI, MISI, FALSAFAH, NILAI & TUJUAN RS ……..38

BAB IV STRUKTUR ORGANISASI RS ………..………………..40

BAB V STRUKTUR ORGANISASI KOMITE MUTU …..……….42

BAB VI URUTAN JABATAN ………..……………………………..45

BAB VII TATA HUBUNGAN KERJA …………………………………56

BAB VIII PENINGKATAN MUTU …………………………………58

BAB IX KESELAMATAN PASIEN …………………………………89

BAB X MANAJEMEN RISIKO ………………………………………129

BAB XI PERTEMUAN/RAPAT …………………………………..….155

BAB XII PELAPORAN ………………………………..……………156

PENUTUP ………………………………………………..………………..157

5
BAB I

PENDAHULUAN

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan Kesehatan yang


menyelenggarakan upaya pelayanan Kesehatan perorangan secara paripurna
(promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative) yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (UU RI No. 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit).

Berdasarkan UU RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pengaturan


penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan mempermudah akses masyarakat
untuk mendapatkan pelayanan Kesehatan; memberikan perlindungan
terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit, dan
sumber daya manusia di rumah sakit; meningkatkan mutu dan
mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; dan memberikan kepastian
hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit, dan
Rumah Sakit.

Seperti tercantum salam Buku Pedoman Upara Peningkatan Mutu


Pelayanan Rumah Sakit Departemen Kesehatan RI tahun 1994, defisini Upaya
Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit adalah : Keseluruhan upaya dan
kegiatan yang komprehensif dan integratif yang menyangkut struktur, proses
dan outcome secara obyektif, sistematik, dan berlanjut memantau dan menilai
mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien, menggunakan peluang
untuk meningkatkan pelayanan pasien, dan memecahkan masalah-masalah
yang terungkap sehingga pelayanan yang diberikan di rumah sakit berdaya
guna dan berhasil guna

Jika definisi itu diterapkan di rumah sakit, maka dapat dibuat rumusan
sebagai berikut: Upaya Pengingkatan Mutu dan Keselamatan Pasien adalah:
Kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit
dan keselamatan pasien secara terus menerus, melalui pemantauan, analisa,
dan tindak lanjut adanya penyimpangan dari standar yang ditentukan.

Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang


dilaksanakan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bajawa berorientasi pasa

6
Visi, Misi, Tujuan serta nilai-nilai dan Moto RSUD Bajawa yang merupakan -
bagian dari Renstra rumah sakit, hal ini tertuang dalam program kegiatan
PMKP. Melalui penetapan Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien ini, diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan mutu RS.

7
BAB II

GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT

Rumah Sakit Umum Daerah Bajawa adalah Rumah Sakit milik Pemerintah
Daerah Kabupaten Ngada yang melayani masyarakat umum dan BPJS. RSUD
Bajawa didirikan pada masa pemerintahan Belanda, bertempat di Jalan Gajah
Mada (sekarang kantor Dinas Kesehatan dan kantor BAPPEDA Kabupaten
Ngada). Pada masa itu, dokter yang pertama kali bertugas di rumah sakit
adalah sepasang suami istri yaitu dr. JMA. GRUNENDAAL dan dr.
KREIKEER, dibantu perawat-perawat. Selanjutnya dr. WANG atau dengan
nama lengkapnya MARY VERONICA WANG WEN PING (Sr. Yassunta) yang
menjadi dokter sekaligus Direktur pertama RSU Bajawa. Beliau juga
memberikan pelayanan di Kabupaten Manggarai dan Ende, dan pada tahun
1958 RSUD Bajawa diresmikan bersamaan dengan pembantukan Kabupaten
Ngada.

Pada bulan November tahun 1987, RSU Bajawa (nama saat itu)
dipindahkan lokasinya ke Jalan Diponegoro dengan nama RSUD Bajawa.
Lahan RSUD Bajawa merupakan bekas dari kantor Dinas Kesehatan
Kabupaten Ngada dengan luas tanahnya sebesar 10.650 m². Direktur RSUD
Bajawa pada saat relokasi Rumah Sakit saat itu adalah dr. I Wayan Medera
Arsana.

Banyak perubahan dan perkembangan dari pelayanan yang diberikan


untuk masyarakat Kabupaten Ngada dan sekitarnya. Sekarang ini RSUD
8
Bajawa telah terakreditasi PARIPURNA berdasarkan Surat Akreditasi Rumah
Sakit Nomor KARS-SERT/650/VI/2019 tanggal 11 Juni 2019.

Dalam pembentukan dan pelaksanaan kegiatannya, RSUD Bajawa


berlandaskan pada peraturan-peraturan sebagai berikut:

1. Undang-undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan


Daerah-daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah – Daerah Tingkat I
Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran
Negara Rebuplik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655);
2. Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
sebagaimana telah diubah dengan Undang - Undang Nomor 8 Tahun
2005 Tentang perubahan Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang – Undang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
5. Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 5063);
6. Undang – Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 159);
7. Peraturan Daerah Kabupaten Ngada Nomor 5 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten
Ngada;

9
A. TATA LETAK RSUD BAJAWA

RSUD Bajawa terletak di Jalan Diponegoro No 5, Kelurahan Trikora,


Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada dengan batas-batas sebagai berikut:
 Sebelah utara : Rumah Alm. Bapak Frederikus Betu dan
Rumah Bapak Yosep Matutina
 Sebelah selatan : Jalan Diponegoro Bajawa
 Sebelah timur : Tanah Milik Bapak Viktor Watu dan Kantor
Pelayanan Pajak
 Sebelah barat : Jalan M. Meang
Menempati areal tanah dengan status kepemilikan Pemerintah Kabupaten
Ngada
seluas 10.650 m², RSUD Bajawa saat ini memiliki luas Gedung bangunan
sebesar 7.832 m² areal yang difungsikan untuk rumah sakit.

B. JENIS PELAYANAN
Adapun jenis-jenis pelayanan yang ada di RSUD Bajawa tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Pelayanan Rawat Jalan meliputi 9 poliklinik, yaitu: Poliklinik Anak,
Poliklinik Bedah Umum, Poliklinik Kebidanan dan Kandungan,
Poliklinik Penyakit Dalam, Poliklinik Gigi, Poliklinik Umum/General
Check Up, Rehabilitasi Medik, Poliklinik VCT, dan Poliklinik DOTS;
2. Pelayanan Gawat Darurat;
3. Pelayanan Rawat inap, meliputi 4 (empat) kelas yaitu, kelas III, kelas II,
kelas I, dan kelas VIP;
10
4. Pelayanan khusus meliputi Perawatan Intensif (ICU), Perinatal Resiko
Tinggi (NICU), Pelayanan Bersalin, dan Isolasi;
5. Pelayanan Operasi/ Bedah;
6. Pelayanan SIM-RS; dan
7. Pelayanan Penunjang Medis dan Non Medis, meliputi Laboratorium dan
Bank Darah, Farmasi, Radiologi, Gizi, Rekam Medis, Pemulasaraan
Jenazah, IPAL, Ambulance, Laundry, CSSD, Kasir, dan Informasi.

C. KONDISI GEDUNG
Sebagai institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna, Rumah Sakit Umum Daerah
Bajawa memiliki bangunan yang pembangunannya terus-menerus
dilakukan secara bertahap. Berikut detail nama, luas dan tahun
pembangunan gedung di RSUD Bajawa:
Tabel 2. Kondisi Bangunan dan Gedung RSUD Bajawa Tahun 2021

11
D. KETENAGAAN RSUD BAJAWA
Sumber Daya Manusia (SDM) adalah komponen kunci untuk
menggerakkan pembangunan kesehatan. SDM Kesehatan berperan
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Ketenagaan
yang ada di RSUD Bajawa terdiri dari berbagai disiplin ilmu dan dengan
tingkat pendidikan yang sangat bervariasi baik dari tingkat SD sampai
dengan S-2 atau Spesialis. Komposisi tenaga/pegawai di Rumah Sakit
Umum Daerah Bajawa terdiri dari tenaga medis, tenaga keperawatan,
tenaga kesehatan lain dan tenaga non medis. Selain berdasarkan jenisnya,
karyawan yang bekerja pada RSUD Bajawa pada tahun 2021 sebanyak 431
pegawai yang mana 259 orang dengan status PNS, 172 orang berstatus

12
tenaga kontrak dan sudah termasuk dokter Spesialis dan dokter PTT,
sebagaimana dijabarkan pada tabel 2 di bawah ini.

Tabel 3. Data Ketenagaan pada RSUD Bajawa keadaan 31 Desember 2021


KONTR
PNS AK / JUMLAH TOTA
NO PENDIDIKAN
PTT L
L P L P L P
1 S2 MANAJEMEN RS 1 0 1 1
S2 PERENCANAAN
2 1 1 0 1
PEMBANGUNAN
3 S2 KESPRO HIV AIDS 1 0 1 1
DOKTER SPESIALIS
4 1 1 1 1 2
OBGYN
DOKTER SPESIALIS
5 1 0 1 1
RADIOLOGI
DOKTER SPESIALIS
6 1 1 1 1 2
PENYAKIT DALAM
DOKTER SPECIALIS
7 1 1 1 1 2
PENYAKIT BEDAH
DOKTER SPECIALIS
8 1 0 1 1
PENYAKIT ANAK
DOKTER SPECIALIS
9 1 1 2 0 2
PATOLOGI KLINIK
DOKTER SPECIALIS
10 1 0 1 1
ANASTHESY
11 DOKTER INTERNSHIP 1 5 1 5
12 DOKTER UMUM 1 1 2 7 3 8 11
13 DOKTER GIGI 2 0 2 2
14 APOTEKER 5 0 5 5
15 S1 FARMASI 1 1 0 2 2
16 D IV FARMASI 1 0 1 1
17 D III FARMASI 1 4 3 1 7 8

13
18 SMF 1 0 1 1
19 ATEM 4 1 5 0 5
20 AKL 3 3 1 3 4 7
21 SPPH 1 1 0 1
22 S1 GIZI 2 0 2 2
23 AKZI / D III GIZI 4 1 1 4 5
24 SPAG 1 0 1 1
25 DIII REKAM MEDIS 3 2 6 2 9 11
26 DIII MANAJEMEN RS 2 1 0 3 3
27 DIII ATRO 3 2 3 2 5
28 DIV ATRO 1 1 1 1 2
29 S1 FISIOTHERAPHY 1 0 1 1
30 DIII FISIOTERAPI 2 3 2 3 5
31 S1 ANALIS KESEHATAN 1 1 0 1 1
32 DIV ANALIS KESEHATAN 4 1 0 3 3
33 DIII ANALIS KESEHATAN 3 7 1 1 4 8 12
34 D1 TRANSFUSI DARAH 2 0 2 2
35 DIV PERAWAT GIGI 1 1 1 1 2
D III PERAWAT GIGI
36 1 2 1 2 3
/TEKNIK GIGI
37 SPRG 1 1 1 1 2
38 SKM 1 6 2 1 3 7 10
39 S1 KOMPUTER 2 2 0 2
40 S1 TEKNIK ELEKTRO 1 1 0 1
41 S1 TEKNIK KIMIA 1 0 1 1
42 S1 EKONOMI AKUNTANSI 1 0 1 1
S1 EKONOMI
43 1 2 0 3 3
MANAJEMEN
DIII EKONOMI
44 1 1 1 1 2
AKUNTANSI
45 S1 NERS 1 18 11 20 12 38 50
46 DIV PERAWAT 1 1 1 1 2
47 DIII PERAWAT / AKPER 6 72 3 19 9 91 100

14
48 S1 KEBIDANAN 2 4 0 6 6
49 DIV KEBIDANAN 8 1 9 9
50 DIII AKBID 25 12 0 37 37
51 DIV MEDICAL BEDAH 1 1 1 1 2
52 DIV ANESTESI 1 1 1
53 DIV GAWAT DARURAT 3 3 3
54 DIV KARDIOVASCULER 2 2 2
55 SLTA/SMK 4 21 13 25 17 46 63
56 SLTP 3 1 3 1 4
57 SD 6 0 6 6
22 12
JUMLAH 38 48 86 345 431
1 4
Sumber: Subag Umpeg

E. BENTUK KERJASAMA RSUD BAJAWA


Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan ketersediaan tenaga
kesehatan dan peningkatan pelayanan kesehatan, Pemerintah Kabupaten
Ngada melakukan kerjasama dengan beberapa lembaga antara lain dengan
Kementerian Kesehatan RI, RSUD W.Z. Yohanes Kupang, BPJS Kesehatan
Cabang Ende dan Pemerintah Kabupaten Nagekeo.
1. Dasar Hukum
 Kesepakatan bersama antara Pemerintah Kabupaten Ngada dengan
RSUD W.Z. Yohanes Kupang tentang Rujukan Pelayanan Kesehatan.
 Nota Kesepahaman antara RSUD Bajawa Kabupaten Ngada dengan
Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
Provinsi NTT
 Perjanjian Kerjasama antara PT. BPJS Kesehatan Cabang Ende
dengan RSUD Bajawa tentang Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat
Lanjutan Bagi Peserta Program Jaminan Kesehatan Nomor:
175/KTR/11-06/1220
 Perjanjian Kerjasama Antara Pemerintah Kabupaten Nagekeo dengan
RSUD Bajawa tentang Pelayanan Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin,
Nomor: 193/SK/DIR/RSUD.BJW/XII/2020 dan Nomor:
440/DINKES.NGK/978/12/2020.
15
2. Bidang Kerjasama
 Penyelenggaraan Pelayanan Rujukan Pasien dan Pemeriksaan
Laboratorium Kesehatan.
 Penerapan Tata Kelola BLUD Rumah Sakit Daerah Yang Baik Pada
RSUD Bajawa Kabupaten Ngada
 Pelayanan Kesehatan Bagi Peserta Program Jaminan Kesehatan
(JKN)
 Kerjasama dibidang pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin
Kabupaten Nagekeo
3. Nama Kegiatan
 Pelayanan Rujukan Pasien dan Pemeriksaan Laboratorium
Kesehatan.
 Penerapan Tata Kelola BLUD Rumah Sakit Daerah Yang Baik Pada
RSUD Bajawa Kabupaten Ngada
 Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan bagi Peserta
Program Jaminan Kesehatan dengan BPJS Kesehatan.
 Pelayanan Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin Kabupaten Nagekeo.
4. Jangka Waktu Kerjasama
 Program pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS jangka waktu
kerjasama Januari 2021 - Desember 2021.
 Jangka waktu Kerjasama BPKP Provinsi NTT dan RSUD Bajawa
adalah selama 5 tahun, sejak November 2020 – November 2024
 Program Penyelenggaraan Pelayanan Rujukan Pasien dan
Pemeriksaan Laboratorium Kesehatan selama 12 bulan Mei 2020 –
Mei 2021
 Program Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Kabupaten Nagekeo
waktu kerjasamanya selama 12 terhitung sejak Bulan Januari –
Desember 2021
5. Hasil (Output) dari Kerjasama
a) Terlaksananya kegiatan pelayanan kesehatan anak, obgyn dan
pelayanan kesehatan anasthesy.
b) Terlaksana kegiatan Pengembangan Pelayanan Klinis Spesialis dan
Performance Management Leadership (PML) di RSUD Bajawa

16
c) Terlaksananya kegiatan pelayanan kesehatan bagi pasien peserta
BPJS
d) Terlaksananya kegiatan rujukan bagi masyarakat Ngada dan
pemeriksaan hasil laboratorium.
e) Terselenggaranya tata kelola BLUD yang baik di RSUD Bajawa.
f) Terselenggaranya kegiatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat
miskin Kabupaten Nagekeo
g) Terselenggaranya kegiatan praktik kerja klinik bidang kesehatan
6. Permasalahan dan Solusi
a. Permasalahan
Dalam pelaksanaan kerjasama antara Pemda Ngada dengan daerah
lain banyak kendala yang ditemukan adalah pengklaiman tagihan
pasien yang dibayarkan BPJS tidak tepat waktu sehingga
meyebabkan realisasi pendapatan tidak mencapai target.
b. Solusi
RSUD Bajawa secara bertahap, berusaha mengurangi masalah yang
menghambat pelayanan di RSUD Bajawa dengan memberikan solusi
yakni melakukan koordinasi intern dalam rumah sakit, serta
kordinasi bersama dengan pihak BPJS agar pelunasan pengklaiman
tepat waktu.
Selain melakukan kerja sama dengan pihak pemerintah daerah lain,
Pemerintah Kabupaten Ngada juga membangun mitra bersama pihak ke
tiga demi memenuhi kebutuhan akan ketersediaan sumber daya manusia
dan penyediaan peralatan kesehatan.
1) Dasar Hukum
a. Perjanjian Kerja sama antara Rumah Sakit Umum Daerah Bajawa
dengan PT Diatron Promedika
Nomor: SP - 151 / Biolis 24i Premium / DP / 07.1
Nomor: 445/ RSUD /PKS/340/ 07/2015
b. Perjanjian Kerja sama antara Rumah Sakit Umum Daerah Bajawa
dengan PT SABA INDMEDIA
Nomor: 365.A/RSUD.BJW/DIR/IX/2020
Nomor: 8972/PS/SI-MRN/SYSMEX-XN-L550/IX/2020

17
c. Perjanjian Kerjasama antara Rumah Sakit Umum Daerah Bajawa
Kabupaten Ngada dengan PT. UNIVERSAL ECO PASIFIC tentang
Pasokan Oksigen, Nomor 07/S.Perjanjian/UEP/KS/IV/2017 dan
Nomor 365.a/RSUD.BJW/DIR/IX/2020.
d. Perjanjian Kerjasama antara RSUD Bajawa dengan PT. Nuansa
Cerah Informasi Nomor 445/RSUD/PSDM/394/08/2017 dan
Nomor NCI 00102140817 tentang Kerjasama Pemanfaatan Sistem
Informasi Manajemen Rumah Sakit di RSUD Bajawa.
e. Perjanjian Kerjasama antara RSUD Bajawa dengan PT. Kimia Farma
Apotek Nomor: 132/RSUD.BJW/DIR/VI/2018 dan Nomor: 16/KFA-
PRJ/VI/2018 tentang Pelyanan Apotek Pelengkap.
2) Bidang Kerja Sama
a. Kerjasama tentang pemanfaatan alat Labaratorium (Automated
Clinical Chemistry Analyzer) Merek BIOLIS 24i PREMIUM milik PT.
Diatron Promedika Jakarta.
b. Kerjasama tentang penempatan 1 unit alat Hematology Analiser
SYSMEX XN – L550 milik PT. SABA INDOMEDIA di Instalasi
Laboratorium RSUD Bajawa.
c. Kerjasama tentang penyediaan oksigen RS.
d. Kerjasama tentang Pemanfaatan Sistem Informasi Manajemen RS
e. Kerjasama tentang Pelayanan Apotek Pelengkap.
3) Jangka Waktu Kerja Sama
a. Kerjasama antara RSUD Bajawa dengan PT. Diatron Promedika
dimulai tanggal 10 Juli 2015 atau 25 April 2024.
b. Kerjasama antara RSUD Bajawa dengan PT. Saba Indomedika
tentang penempatan alat Hematologyy Analiser dimulai sejak
tanggal 02 September 2020 selama 60 bulan atau 5 Tahun sampai
dengan 31 Agustus 2024
c. Kerjasama antara RSUD Bajawa dengan PT. Saba Indomedia
tentang Maintenance dan Service alat Blood Gas Analyser dimulai
sejak tanggal 02 September 2020 selama 60 bulan atau 5 Tahun
sampai dengan 31 Agustus 2024.
d. Kerjasma antara RSUD Bajawa dengan PT Universal Eco Pacific
selama 5 Tahun sampai dengan Desember 2022

18
e. Kerjasama antara RSUD Bajawa dengan PT Nuansa Cerah
Informasi (NCI) sejak tanggal 03 Agustus 2017 sampai dengan 31
Desember 2021
f. Kerjasama antara RSUD Bajawa dengan PT. Kimia Farma Apotek
selama 3 tahun, sejak Juni 2018 sampai Juni 2023.
4) Hasil (Output) dari Kerja Sama
Dalam pelaksanaan kerja sama antara RSUD Bajawa dengan pihak
ketiga hasil (output) yang diharapkan antara lain:
a. RSUD Bajawa tidak membeli alat laboratorium tetapi untuk
memenuhi pelayanan pemeriksaan laboratorium, peralatan
laboratorium tersebut disediakan oleh pihak ketiga, RSUD Bajawa
hanya diwajibkan untuk membeli dan mengadakan reagen untuk
kebutuhan pemeriksaan dari perusahaan yang menyediakan alat
tersebut.
b. Pihak ketiga bertanggungjawab terhadap biaya pemeliharaan dan
operasional alat tersebut.
c. Pihak ketiga bertanggung jawab dalam penyediaan alat untuk
menghasilkan oksigen Rumah Sakit.
d. Pihak ketiga bertanggung jawab terhadap penyediaan Sistem
Informasi Manajemen Rumah Sakit
e. PT. Kimia Farma Apotek bertanggung jawab terhadap penyediaan
obat-obatan bagi pasien Rumah Sakit jika terjadi kekosongan di
Apotek Farmasi RSUD Bajawa.

F. KEUANGAN RSUD BAJAWA


Rumah Sakit Umum Daerah Bajawa yang merupakan perangkat daerah
Pemerintah Daerah Kabupaten Ngada menerapkan Sistem Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah untuk membiayai
kebutuhan rumah sakit, sehingga dapat mendukung pemberian pelayanan
kesehatan yang maksimal kepada masyarakat demi meningkatkan derajat
kesehatan di Kabupaten Ngada.
1. Target Belanja
Sesuai Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA-SKPD) dan Dokumen
Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) Rumah Sakit Umum

19
Daerah Bajawa Tahun Anggaran 2021, Jumlah Belanja setelah
perubahan sebesar : Rp. 66.526.612.407,- dengan Perincian belanja
sebagai berikut:

Tabel 4. Jumlah Alokasi Target Anggaran RSUD Bajawa Tahun 2021

NO URAIAN BELANJA JUMLAH BOBOT

I BELANJA TIDAK - 0
LANGSUNG

- BELANJA PEGAWAI 0

II BELANJA LANGSUNG 66,526,612,40 100


7

- BELANJA PEGAWAI 21.107.841.1 31,73


37

- BELANJA BARANG 32.272.883.4 48,51


DAN JASA 70

- BELANJA MODAL 13.145.887.8 19,76


00

JUMLAH 66.526.612. 100


407

2. Realisasi Belanja
Sampai keadaan 31 Desember 2021 Realisasi Anggaran Belanja
Langsung sebesar Rp. 60.786.324.759,- dari Target Belanja sebesar Rp.
66.526.612.407,- atau realisasi belanja sebesar 91%. Sisa anggaran
sebesar Rp. 5.740.287.648,- atau sebesar 9% yang tidak terealisasi.
Rincian realiasi belanja sebagai berikut:
Tabel 5. Jumlah Alokasi Anggaran dan Realisasi Tahun 2021

20
21
22
Sumber: Bagian Keuangan

G. LAPORAN KEGIATAN FASILITAS DAN LAYANAN


1. Rawat Inap
a. Tempat Tidur
Jumlah tempat tidur
RS keadaan Desember
2021 sebanyak 130 TT,
distribusi tempat tidur
berdasarkan kelas
perawatan yang
digunakan untuk
menghitung indikator

23
pelayanan RSUD Bajawa sebanyak 130 TT, dapat diuraikan dengan
tabel berikut ini :Tabel a Tempat Tidu

Tabel 6. Data Tempat Tidur Keadaan Desember 2021

KELAS
KELAS TOTA
ISOLA
NO RUANGAN III II I VIP KHUSU L
SI
S
Ruangan
1 18 4 1 1 - - 24
Anggrek
Ruangan
2 18 - 1 1 4 - 24
Mawar
Ruangan
3 12 2 1 1 1 - 17
Bougenvile
Ruangan
4 13 4 2 1 3 - 22
Melati
Ruangan
6 NICU/ - - - - - 10 10
Perinatal
7 ICU - - - - - 4 4
Ruangan
8 Isolasi - - - - 25 4 29
COVID/ICU
1
TOTAL 61 5 3 33 18 130
0
Sumber: Bagian Rekam Medis

b. Kinerja Pelayanan Rawat Inap


Dalam meningkatkan kualitas pelayanan selama kurun waktu
satu tahun terakhir, RSUD Bajawa berusaha melakukan upaya serta
langkah-langkah strategis guna memberikan pelayanan yang terbaik
dan menjawab kebutuhan masyarakat Kabupaten Ngada, terutama
24
upaya peningkatan pelayanan masyarakat kurang mampu sebagai
upaya mencapai tujuan pembangunan Kabupaten Ngada. Dalam
uraian pencapaian kinerja RSUD Bajawa akan dijabarkan sebagai
berikut :

Grafik 1. Indikator Pelayanan Kesehatan Tahun 2017-2021

80

70

60

50

40

30

20

10

0
2017 2018 2019 2020 2021

BOR LOS TOI BTO GDR NDR

Sumber: Rekam Medik

Berdasarkan grafik di atas, dapat kita ketahui bahwa dari tahun


ke tahun angka BOR pada RSUD Bajawa mengalami penurunan.
Semakin rendah BOR maka semakin sedikit pula tempat tidur yang
digunakan untuk merawat pasien dibandingkan dengan tempat tidur
yang telah disediakan. Dengan kata lain, jumlah pasien yang sedikit
ini bisa menimbulkan kesulitan pendapatan ekonomi bagi
pihak rumah sakit. Sementara itu, indikator rata-rata lama rawat
pasien (AvLOS) tidak mengalami perubahan yang begitu signifikan
dari tahun ke tahunnya.

Gross Death Rate (GDR) pada tahun 2021 mengalami penurunan


sekitar 2,77 persen dan NDR atau angka kematian setelah 48 jam di
rawat di rumah sakit mengalami peningkatan yang cukup signifikan
dengan alasan terdapat beberapa pasien yang diantar/dirujuk ke
rumah sakit setelah kondisi pasien memburuk sehingga sulit untuk
dilakukan pertolongan. Terkait dengan rerata jumlah pasien yang
menggunakan setiap tempat tidur dalam periode waktu tertentu (BTO)

25
untuk RSUD Bajawa pada tahun 2021 sangat rendah yakni sekitar
25,98 kali, sedangkan idealnya haruslah 40-50 kali pertahunnya. Hal
yang sama juga terjadi pada indikator TOI, dimana rata-rata tempat
tidur akan di tempati lagi setelah 8 hari terhitung sejak hari terakhir
tempat tidur tersebut diisi, sehingga dapat kita ketahui bahwa tingkat
efisiensi penggunaan tempat tidur sangatlah rendah.

Tabel 7. Sepuluh (10) Penyakit Terbanyak Pasien Rawat Inap Tahun 2021

JUMLAH KASUS
NO JENIS PENYAKIT TOTA
L P
L
1 Fetus and newborn affected by 331 235 566
caesarean delivery
2 Delivery by Caesarean Section 0 542 542
3 Perineal Laceration During 0 350 350
Delivery
4 Pneumonia 175 136 311
5 Prolonged Pregnancy 0 267 267
6 Anemia 92 173 265
7 Prolonged First Stage (Of Labour) 0 217 217
8 Maternal Care Due to Uterine 0 195 195
Scar from Previous Surgery
9 Dyspepsia 76 108 184
10 Essential (primary) Hypertension 84 81 165
Sumber: Bagian Rekam Medik RSUD Bajawa,

Tabel 8. Jumlah Kunjungan Rawat Inap RSUD Bajawa Tahun 2017 – 2021

N
URAIAN 2017 2018 2019 2020 2021
O
1 Jumlah Pasien Masuk 7.383 7.476 7.739 4.642 4.315
- JKN 3.316 3.221 3.397 2.982 3.480
26
- Umum 1.258 1.134 861 321 440
- JKMN 2.809 3.121 3.481 1,339 395
Jumlah Pasien Keluar
2 7.064 7.064 7.347 3,971 3.047
Hidup
Jumlah Pasien Keluar
3 242 242 273 239 177
Mati
Jumlah Pasien
4 7.447 7.476 7,739 4,642 4315
Rujukan
- Puskesmas 2.276 2.276 2,393 1,248 740
- Dokter Praktek 122 122 54 3 5
- Datang Sendiri 5.04 5.04 5,120 3379 3564
- Rumah Sakit Lain 9 29 48 12 5
- Lain-lain 0 9 124 - 1
Jumlah Pasien
5 593 593 570 537 23
Dirujuk Ke RS Lain
Jumlah Pasien Rujuk
6 1.306 1.306 899 635 627
Balik Ke Puskesmas
Jumlah Hari
24.70 23.24 26,08 16,23 14.32
7 Perawatan Rumah
6 8 2 1 4
Sakit
24.46 22.85 26,34 16,17 14.42
8 Jumlah Lama Dirawat
9 1 1 6 6
Sumber: Bagian Rekam Medik RSUD Bajawa

c. Pemanfaatan RS
Tabel 9. Indikator Pemanfaatan RSUD Bajawa 5 Tahun Terakhir
N INDIKATOR
2017 2018 2019 2020 2021
O PELAYANAN
63,86 65,00 71.26 44.02 33,70
1 BOR Rata-Rata (%)
% % % % %
80,00 72,83 81.76 81,76 34,59
2 BOR Kelas III (%)
% % % % %
3 % Pasien Mati >48 17,9 17,81 14.5 38.24 37,24

27
Jam (‰) ‰ ‰ ‰ ‰ ‰
Rata-rata rawat
4 60 80 89 62.32 39,01
jalan per-hari (Org)
Rata-rata rawat 12.7
5 20 20 22 11,82
inap per-hari (Org) 2
Sumber: Bagian Rekam Medik RSUD Bajawa

1. Rawat Jalan
Pelayanan rawat jalan (ambulatory) adalah satu bentuk dari pelayanan
kedokteran. Secara
sederhana yang
dimaksud dengan
pelayanan rawat jalan
adalah pelayanan
kedokteran yang
disediakan untuk
pasien tidak dalam
bentuk rawat inap
(hospitalization).
Pelayanan rawat jalan
ini tidak hanya yang
diselenggarakan oleh sarana pelayanan esehatan yang telah lazim
dikenal rumah sakit atau klinik, tetapi juga yang diselenggarakan di
rumah pasien (home care) serta di rumah perawatan (nursing homes).

a. Jenis pelayanan rawat jalan di RSUD Bajawa secara umum dapat


dibedakan atas 4 macam yaitu:
 Pelayanan gawat darurat (emergency services) yakni untuk
menangani pasien yang butuh pertolongan segera dan mendadak.
 Pelayanan rawat jalan paripurna (comprehensive hospital outpatient
services) yakni yang memberikan pelayanan esehatan paripurna

28
sesuai dengan kebutuhan pasien. RSUD Bajawa menyediakan
klinik sbb:
Klinik Spesialis Bedah
Klinik Spesialis Kebidanan dan kandungan
Klinik Spesialis Anak
Klinik Spesialis Penyakit bedah
Klinik Umum
Klinik Gigi
Klinik VCT

 Pelayanan rujukan (referral services) yakni hanya melayani pasien-


pasien rujukan oleh sarana esehatan lain. Biasanya untuk
diagnosis atau terapi, sedangkan perawatan selanjutnya tetap
ditangani oleh sarana esehatan yang merujuk.
 Pelayanan bedah jalan (ambulatory surgery services) yakni
memberikan pelayanan bedah yang dipulangkan pada hari yang
sama.

b. Kegiatan pelayanan rawat jalan


Pelayanan di unit rawat jalan secara garis besar meliputi 2 aspek
yaitu pelayanan medis dan pelayanan administrasi. Kedua aspek
pelayanan tersebut memiliki tugas dan proses yang berbeda-beda
sebagai berikut:

 Registrasi atau pendaftaran


Bertugas dalam menerima pendaftaran pasien, menyediakan aplikasi
pendaftaran pasien, membantu proses registrasi atau pengisisan
data pasien, menyediakan informasi jadwal praktek dokter rawat
jalan, jadwal praktek harian dan memberikan kartu berobat pasien

 Bagian Pemeriksaan

Merupakan aspek fungsional medis utama yang terdiri dari dokter,


perawat dan tenaga medis lainnya, bertugas memberikan layanan
terkait pemeriksaan, diagnosa penyakit dan tindakan kesehatan

29
kepada pasien, serta mengisi catatan rekam medis pasien sebgai
dokumentasi.

 Bagian Rekam Medis

Bertugas dalam mengatur dan menyiapkan data-data atau


dokumentasi terkait semua hasil pemeriksaan, diagnosa dan
tindakan kesehatan yang dilakukan kepada pasien dan telah dicatat
oleh petugas Medis pada lembaran RM.

 Bagian Farmasi dan Apotik

Bertugas dalam memfasilitasi kebutuhan terhadap terapi obat yang


diresepkan kepada pasien, kebutuhan alat atau produk terkait
layanan kesehatan yang dibutuhkan pasien

 Bagian kasir

Bertugas dalam memberikan informasi jumlah tagihan yang harus


dibayarkan oleh pasien, proses klaim jaminan atau asuransi pasien,
informasi tarif pelayanan yang disediakan RS, dan membuat laporan
kas terkait kegiatan pelayanan harian RS.

c. Jam pendaftaran rawat jalan RSUD Bajawa


 Senin – Kamis : 07.30 – 12.00 WITA
 Jumad : 07.30 – 10.00 WITA
 Sabtu : 07.30 – 11.00 WITA

d. Kinerja Pelayanan Rawat Jalan


Diagram 2. Rata – Rata Kunjungan Rawat Jalan Perhari 5 (Lima)
Tahun Terakhir

30
Rata-Rata Kunjungan Rawat Jalan
100
90
80
70
60
50
89
40 80
30 60 62
20 39
10
0
2017 2018 2019 2020 2021

Rata-Rata Kunjungan Rawat Jalan

Sumber: Bagian Rekam Medik

Tabel 10. Jumlah Kunjungan Rawat Jalan Lima Tahun Terakhir RSUD Bajawa

N 202
URAIAN 2017 2018 2019 2020
O 1

JUMLAH 20,56 22,95 22,89 15,45 9,67


1
KUNJUNGAN 2 6 3 6 6
2,19
- Baru 6,478 6,170 6,262 3,901
8
14,08 16,78 16,63 11,55 7,47
- Lama
4 6 1 5 8
20,56 22,95 22,89 15,45 9,67
2 JUMLAH PASIEN
2 6 3 6 6
6,34
- JKN 8,666 9,728 9,708 8,925
7
3,25
- Umum 6,969 7,438 6,612 4,757
8
- JKMN 4,927 5,790 6,573 1,774 71
JUMLAH PASIEN 20,56 22,95 22,89 15,45 9,67
3
RUJUKAN 2 6 3 6 6
- Puskesmas 13,59 10,26 10,79 6,620 4,25

31
3 8 8 3
- Dokter Praktek 315 33 39 50 16
4,74
- Datang Sendiri 6,654 7,434 6,783 5,437
2
- Lain – Lain - 5,221 5,273 3,349 665
Rata-rata
60 80 89 62 39
4 Kunjungan per
org org org org org
Hari
Sumber: Bagian Rekam Medik

Tabel 11. Sepuluh (10) Penyakit Terbanyak Pasien Rawat Jalan Tahun 2021
JUMLAH KASUS
NO JENIS PENYAKIT
L P TOTAL

Other Surgical Follow Up Care 190 594 784


1
HHD With Congestive Hearth
319 422 741
2 Failure
Supervision of HighRisk
0 609 609
3 Pregnancy
Examination for Administrative
237 344 581
4 Purposes, Unspecified

Supervision of Normal Pregnancy 0 557 557


5
Personal History of Endocrine,
206 252 458
6 Nutritional and Metabolic Disease
General Examination and
Investigation of Persons without
210 205 415
7 Complaint and Reported
Diagnosis

Essential (Primary) Hypertension 165 143 308


8

Hyperplasia of Prostate 301 0 301


9

32
1 Personal history of infectious and
124 157 281
0 parasitic disease
Sumber: Bagian Rekam Medik RSUD Bajawa.

2. Fasilitas Penunjang Medis

Pelayanan Penunjang Medik di RSUD Bajawa


adalah pelayanan yang dilaksanakan oleh
tenaga medik dan paramedik untuk
mendukung penegakan diagnosis dan
terapi. Pelayanan Penunjang Medik di RSUD
Bajawa terdiri dari beberapa pelayanan,
diantaranya adalah:

a. Instalasi Gawat Darurat

Unit pelayanan ini menangani kasus-


kasus yang bersifat kegawat daruratan,
yang terdiri dari kasus darurat bedah dan
darurat non bedah. Untuk menunjang kinerja dan kelancaran
pelayanan selama 24 jam unit ini juga ditunjang oleh unit-unit yang
lain misalnya: farmasi, rontgent, laboratorium dan OK.

b. Radiologi

Unit ini memberikan pelayanan radiology, khususnya untuk


pemeriksaan rontgent dan USG. Unit ini
ditangani oleh satu orang dokter spesialis
radiology, tujuh orang tenaga AKPRO.

c. Laboratorium

Instalasi ini merupakan penunjang dalam


upaya menentukan diagnosa penyakit pasien
secara tepat dan akurat. Tindakan atau
treatment medis yang akan diberikan kepada

33
pasien sangat mempertimbangkan
hasil laboratorium yang diperoleh.
Unit ini ditangani oleh satu orang
dokter spesialis Patologi Klinik.

d. Unit Transfusi

Unit ini merupakan unit penunjang


dalam melayani kebutuhan darah bagi
pasien RSUD Bajawa.

e. Instalasi Farmasi

Pelayanan yang diberikan oleh apotek


Rumah Sakit Umum Daerah Bajawa
berupa penyediaan obat-obatan dan
alat-alat kesehatan bagi pasien rawat
jalan dan rawat inap, sekaligus
pelayanan obat-obatan bagi pasien gawat darurat. Unit ini beroperasi
selama 24 jam yang ditangani oleh 6 (enam) orang Apoteker.

f. Instalasi Gizi Intalasi Gizi RSU Negara menangani gizi untuk pasien
rawat inap pengadaan makanan pasien dan petugas serta menangani
konsultasi rawat jalan.

g. Instalasi Bedah Sentral (IBS)

Unit ini ditangani oleh satu orang dokter


spesialis bedah umum, satu orang spesialis
gynekologi, satu orang spesialis anasthesi,
dan perawat asisten dokter maupun perawat
anasthesy.

34
h. Instalasi Pemulasaraan Jenazah (IPJ)

Pelayanan yang diberikan oleh unit ini adalah tindakan memandikan


dan pengawetan jenazah, unit ini di buka 24 jam dan ditangani oleh
dua orang perawat.

i. Instalasi Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit (IPSRS)


Instalasi ini melayani pemeliharaan dan perbaikan sarana dan
prasarana RS, juga menerima perbaikan alat dari instansi lain.
j. Central Sterile Supply Department (CSSD)

CSSD adalah unit untuk menerima, mendesinfect, membersihkan,


mengemas, men-steril, menyimpan dan mendistribusikan alat alat
(baik yang dapat dipakai berulang kali dan alat sekali pakai), sesuai
dengan standar prosedur.

k. Loundry Laundry

RSUD Bajawa bertanggung jawab


terhadap pencucian linen, baik
linen perkantoran maupun linen
yang digunakan oleh pasien.

l. Instalasi Penyehatan Lingkungan /


Kesling,

Incenerator Program sanitasi di rumah sakit terdiri dari penyehatan


bangunan dan ruangan, penyehatan makanan dan minuman,
penyehatan air, penyehatan tempat pencucian umum termasuk
tempat pencucian linen, pengendalian
serangga dan tikus, sterilisasi/desinfeksi,
perlindungan radiasi, penyuluhan
kesehatan lingkungan, pengendalian
infeksi nosokomial, dan pengelolaan
sampah/limbah.

35
m. Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL)

Instalasi pengolahan air limbah


(IPAL) (wastewater treatment
plant, WWTP), adalah sebuah
struktur   yang dirancang untuk membuang limbah biologis dan
kimiawi dari air sehingga memungkinkan air tersebut untuk
digunakan pada aktivitas yang lain.

n. Pelayanan Ambulance Pelayanan ambulance adalah kendaraan


dilengkapi peralatan medis untuk mengangkut orang sakit atau
korban kecelakaan. Istilah "Ambulans" digunakan untuk
menerangkan kendaraan yang digunakan untuk membawa peralatan
medis kepada pasien di luar rumah sakit atau memindahkan pasien
ke rumah sakit lain untuk perawatan lebihlanjut. Pelayanan
ambulance RSUD Bajawa buka 24 jam.

3. Fasilitas Umum
Keberadaan fasilitas umum ini sangat membantu bagi pasien, keluarga
pasien dan karyawan selama berada di RSUD Bajawa. Adapun
ketersediaan fasilitas pelayanan umum yang ada di RSUD Bajawa,
antara lain:
 Keamanan 24 Jam
Staff keamanan kami siap menjaga Anda dan keluarga Anda selama
24 jam.
 Bank
Bank NTT siap melayani Anda melakukan transaksi finansial. Bank
NTT berlokasi di depan instalasi rawat jalan/ poliklinik RSUD
Bajawa.
 ATM
ATM bank BRI terletak di halaman Rumah Sakit.
a.

36
BAB III

VISI, MISI, FALSAFAH, TUGAS & FUNGSI RUMAH SAKIT

3.1. Visi RSUD Bajawa

Rumusan Visi RSUD Bajawa mencerminkan apa yang ingin dicapai,


memberikan arah dan fokus strategi yang jelas, memiliki oreintasi terhadap
masa depan sehingga jajaran harus berperan dalam mendefinisikan dan
membentuk organisasi Rumah Sakit, mampu menumbuhkan komitmen
seluruh jajaran RSUD Bajawa serta mampu menjamin keseimbangan
kepemimpinan organisasi Rumah Sakit. Berdasarkan Visi ini diharapkan
mampu menarik komitmen dan menggerakkan orang, menciptakan makna
bagi kehidupan anggota organisasi, menciptakan standar keunggulan dan
menjembatani keadaan sekarang dan keadaan masa depan. Visi RSUD Bajawa
adalah “Menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Yang Memberikan Pelayanan
Prima”.

3.2. Misi RSUD Bajawa

Misi adalah sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan oleh instansi
pemerintah, sebagai penjabaran visi yang telah ditetapkan. Dengan
pernyataan misi diharapkan seluruh anggota organisasi dan pihak yang
berkepentingan dapat mengetahui dan mengenal keberadaan dan peran
instansi pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Untuk
mencapai visi di atas maka RSUD Bajawa merumuskan misi sebagai berikut:

1. Menjadikan Manajemen RSUD Bajawa sebagai kekuatan untuk


mengoptimalkan pelayanan kesehatan.

2. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan sumber daya manusia


untuk memberikan pelayanan prima.

3. Memberikan Pelayanan Kesehatan yang responsif, ramah dan


profesional.

4. Meningkatkan sarana dan prasarana Rumah Sakit untuk


mengoptimalkan pelayanan kesehatan.
37
5. Mendorong penciptaan sinergi antara berbagai elemen untuk
pengembangan model kemitraan.

Motto Rumah Sakit Umum Daerah Bajawa:

’Kepuasan Anda Kebahagiaan Kami ‘’

3.3. Falsafah dan Nilai RSUD Bajawa

Falsafah

Melayani dengan ‘’ KASIH ‘’.

Kompak : Perwujudan dari bentuk tim kerja yang solid.

Aman : Pelayanan yang memberikan rasa aman secara fisik,


mental dan Emosional.

Senyum : Pelayanan yang ramah dengan senyum, salam dan sapa.

Ikhlas : Pelayanan yang penuh kerelaan dan tanpa pilih kasih.

Hati :Melayani pasien dengan tulus dan sepenuh hati.

Nilai

Dalam memberikan pelayanan utamakan “Kerjasama, Keterbukaan,


Bertanggungjawab, Tulus dan Anti Diskriminasi”.

3.4. Tugas dan Fungsi RSUD Bajawa

Adapun Tugas Pokok dan Fungsi RSUD Bajawa ialah sebagai berikut:
b. Melaksanakan pelayanan kesehatan secara berhasil guna dan berdaya
guna dengan mengutamakan upaya pemulihan dan penyembuhan
secara terpadu dan berkesinambungan.
c. Meningkatkan upaya pemulihan serta pencegahan dan melaksanakan
upaya rujukan.

38
BAB IV

STRUKTUR ORGANISASI RUMAH SAKIT

Struktur organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Bajawa
diatur berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Ngada Nomor 5 tahun 2008
tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Ngada.
Adapun Struktur Organisasi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41
Tahun 2006 sebanyak 14 jabatan dengan rincian sebagai berikut :

1. Direktur
2. Bagian Tata Usaha, membawahi:
a. Sub Bagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan,
b. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian,
c. Sub Bagian Keuangan
3. Bidang Medik dan Keperawatan, membawahi:
a. Seksi Pelayanan Medik
b. Seksi Pelayanan Keperawatan.
4. Bidang Humas dan Pengembangan SDM, membawahi:
b. Seksi Humas
c. Seksi Pengembangan SDM
5. Bidang Penunjang, membawahi:
b. Seksi Penunjang Medik
c. Seksi Penunjang Non Medik

Tabel 1. Bagan Organisasi RSUD Bajawa Kabupaten Ngada

39
DIREKTUR

Bagian Tata Usaha

Subag Subag Umum Subag


Perencanaan & Keuangan
Kepegawaian

Bidang Medik dan Bidang Humas dan Bidang Penunjang


Keperawatan Pengembangan PSDM

Seksi Medik Seksi Humas Seksi Penunjang


Medik

Seksi Keperawatan Seksi Pengembangan Seksi Penunjang


PSDM Non Medik

40
BAB V

STRUKTUR ORGANISASI KOMITE MUTU

Susunan organisasi Komite Mutu dipilih dan diangkat oleh Kepala atau
Direktur Rumah Sakit dan paling sedikit terdiri atas: ketua, sekretaris, dan
anggota. Ketua dan Sekretaris Merangkap Sebagai Anggota. Keanggotaan
Komite Mutu paling sedikit terdiri atas; tenaga medis, tenaga keperawatan,
tenaga Kesehatan lain, dan tenaga non Kesehatan. Jumlah personil
keanggotaan Komite Mutu disesuaikan dengan kemampuan dan ketersediaan
sumber daya Rumah Sakit.

Keanggotaan Komite Mutu diangkat dan diberhentikan oleh Kepala atau


Direktur Rumah Sakit. Syarat untuk menjadi Komite mutu adalah:

a. tidak pernah melakukan perbuatan tercela;


b. sehat jasmani dan jiwa;
c. memiliki pengetahuan dan / atau pengalaman kerja dalam
penyelenggaraan mutu Rumah Sakit;
d. bersedia bekerja sebagai Komite Mutu; dan
e. memiliki komitmen terhadap peningkatan mutu, keselamatan pasien,
dan manajemen risiko di Rumah Sakit.

Masa kerja keanggotaan Komite Mutu berlaku untuk jangka waktu 3


(tiga) tahun dan dapat diangkat kembali setelah memenuhi persyaratan.
Kepala atau Direktur Rumah Sakit dapat memberhentikan anggota Komite
Mutu sebelum habis masa kerjanya yang disertai dengan alasan
pemberhentian. Pemberhentian anggota Komite Mutu diberitahukan secara
tertulis oleh Kepala atau Direktur Rumah Sakit kepada Ketua dan / atau
anggota yang diberhentikan. Alasan Pemberhentian anggota adalah;

a. tidak melaksanakan tugas dengan baik;


b. melanggar etika;
c. terlibat dalam tindakan yang merugikan Rumah sakit; dan / atau
d. dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh hukum tetap.

41
Dalam rangka efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan tata kelola mutu
Rumah Sakit, komite lainnya yang melaksanakan fungsi manajemen risiko
dan keselamatan pasien dapat diintegrasikan dengan Komite Mutu. Integrasi
sebagaimana dimaksud dilakukan dengan membentuk subkomite.

42
STRUKTUR ORGANISASI KOMITE MUTU

DIREKTUR

KETUA KOMITE MUTU

SEKRETARIS

SUB KOMITE SUB KOMITE


SUB KOMITE MUTU
KESELAMATAN PASIEN MANAJEMEN RISIKO

ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA

43
BAB VI

URAIAN JABATAN

Komite Mutu bertugas membantu Kepala atau Direktur Rumah Sakit


dalam pelaksanaan dan evaluasi peningkatan mutu, keselamatan pasien, dan
manajemen risiko di Rumah Sakit,
Dalam melaksanakan tugas pelaksanaan dan evaluasi peningkatan mutu,
Komite Mutu memiliki fungsi:
a. penyusunan kebijakan, pedoman dan program kerja terkait
pengelolaan dan penerapan program mutu pelayanan Rumah Sakit;
b. pemberian masukan dan pertimbangan kepada Kepala atau Direktur
Rumah Sakit terkait perbaikan mutu tingkat Rumah Sakit;
c. pemilihan prioritas perbaikan tingkat Rumah Sakit dan pengukuran
indikator tingkat Rumah Sakit serta menindaklanjuti hasil capaian
indikator tersebut;
d. pemantauan dan memandu penerapan program mutu di unit kerja;
e. pemantauan dan memandu unit kerja dalam memilih prioritas
perbaikan, pengukuran mutu/indikator mutu, dan menindaklanjuti
hasil capaian indikator mutu;
f. fasilitasi penyusunan profil indikator mutu dan instrumen untuk
pengumpulan data;
g. fasilitasi pengumpulan data, analisis capaian, validasi dan pelaporan
data dari seluruh unit kerja;
h. pengumpulan data, analisis capaian, validasi, dan pelaporan data
indikator prioritas Rumah Sakit dan indikator mutu nasional Rumah
Sakit;
i. koordinasi dan komunikasi dengan komite medis dan komite lainnya,
satuan pemeriksaan internal, dan unit kerja lainnya yang terkait, serta
staf;
j. pelaksanaan dukungan untuk implementasi budaya mutu di Rumah
Sakit;
k. pengkajian standar mutu pelayanan di Rumah Sakit terhadap
pelayanan, pendidikan, dan penelitian;
l. penyelenggaraan pelatihan peningkatan mutu; dan
44
m. penyusunan laporan pelakasanaan program peningkatan mutu.

Dalam melaksanakan tugas pelaksanaan dan evaluasi keselamatan


pasien, Komite Mutu memiliki fungsi:

a. penyusunan kebijakan, pedoman, dan program kerja terkait


keselamatan pasien Rumah Sakit;
b. pemberian masukan dan pertimbangan kepada Kepala atau Direktur
Rumah Sakit dalam rangka pengambilan kebijakan keselamatan
pasien;
c. pemantauan dan memandu penerapan keselamatan pasien di unit
kerja;
d. motivasi, edukasi, konsultasi, pemantauan dan penilaian tentang
penerapan program keselamatan pasien;
e. pencatatan, analisis, dan pelaporan insiden, termasuk melakukan
Root Cause Analysis (RCA), dan pemberian solusi untuk meningkatkan
keselamatan pasien;
f. pelaporan insiden secara kontinu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
g. melaksanakan pelatihan keselamatan pasien; dan
h. penyusunan laporan pelakasanaan program keselamatan pasien.

Dalam melaksanakan tugas pelaksanaan dan evaluasi manajemen risiko,


Komite Mutu memiliki fungsi:

a. penyusunan kebijakan, pedoman dan program kerja terkait


manajemen risiko Rumah Sakit;
b. pemberian masukan dan pertimbangan kepada Kepala atau Direktur
Rumah Sakit terkait manajemen risiko di Rumah Sakit;
c. pemantauan dan memandu penerapan manajemen risiko di unit kerja;
d. pemberian usulan atas profil risiko dan rencana penanganannya;
e. pelaksanaan dan pelaporan rencana penanganan risiko sesuai lingkup
tugasnya;
f. pemberian usulan rencana kontingensi apabila kondisi yang tidak
normal terjadi;
g. pelaksanaan penanganan risiko tinggi;
h. pelaksanaan pelatihan manajemen risiko; dan
45
i. penyusunan laporan pelaksanaan program manajemen risiko.

Selain melaksanakan fungsi di atas, Komite Mutu juga melaksanakan fungsi


persiapan dan penyelenggaraan akreditasi Rumah Sakit.

URAIAN TUGAS KOMTE MUTU

A. Ketua Komite Mutu


1. Defesini
a. Nama Jabatan: Ketua Komite Mutu
b. Pengertian : Seorang tenaga profesional yang diberi tugas
tanggung jawab dan wewenang dalam manajemen mutu, pengelolaan
resiko dan keselamatan pasien di Rumah Sakit Umum Daerah
Bajawa
2. Pesyaratan dan Kualifikasi
a. Pendidikan formal: S1
b. Pendidikan non-formal: Memiliki sertifikat Pelatihan Manajemen
Mutu dan pelatihan keselamatan pasien Rumah Sakit yang di
adakan KARS/PERSI
c. Keterampilan :Memiliki kemampuan kepemimpinan, inovatif,
komunikasi yang baik dan percaya diri
d. Berbadan sehat jasmani dan rohani
3. Uraian Tugas

a. Sebagai motor penggerak penyusunan program PMKP rumah sakit;


b. Melakukan monitoring dan memandu penerapan program PMKP di
unit kerja;
c. Membantu dan melakukan koordinasi dengan pimpinan unit
pelayanan dalam memilih prioritas perbaikan, pengukuran
mutu/indikator mutu, dan menindaklanjuti hasil capaian indikator
d. Melakukan koordinasi dan pengorganisasian pemilihan prioritas
program di tingkat unit kerja serta menggabungkan menjadi prioritas
rumah sakit secara keseluruhan. Prioritas program rumah sakit ini
harus terkoordinasi dengan baik dalam pelaksanaanya;
e. Menentukan profil indikator mutu, metode analisis, dan validasi data
dari data indikator mutu yang dikumpulkan dari seluruh unit kerja
di rumah sakit;
46
f. Menyusun formulir untuk mengumpulkan data, menentukan jenis
data, serta bagaimana alur data dan pelaporan dilaksanakan;
g. Menjalin komunikasi yang baik dengan semua pihak terkait serta
menyampaikan masalah terkait perlaksanaan program mutu dan
keselamatan pasien;
h. Terlibat secara penuh dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan
PMKP;
i. Bertanggung jawab untuk mengomunikasikan masalah-masalah
mutu secara rutin kepada semua staf;
j. Menyusun regulasi terkait dengan pengawasan dan penerapan
program PMKP.
4. Tanggung Jawab

a. Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program peningkatan


mutu dan keselamatan pasien rumah sakit
b. Bertanggung jawab untuk melaporkan hasil pelaksanaan program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien kepada Direktur RSUD
Bajawa
c. Bertanggung jawab terhadap ketersediaan data dan informasi yang
berhubungan dengan mutu dan keselamatan pasien rumah sakit
d. Bertanggung jawab terhadap disiplin dan kinerja kerja staf di Komite
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
5. Wewenang

a. Memerintahkan dan menugaskan staf dalam melaksanakan Program


Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien

b. Meminta laporan pelaksanaan program peningkatan mutu dan


keselamatan pasien dari unit kerja terkait

c. Melakukan koordinasi dengan unit-unit kerja di lingkungan RS


terkait pelaksanaan program peningkatan mutu dan keselamatan
pasien

d. Memberikan pengarahan dalam hal penyusunan, pelaksanaan,


evaluasi, dan tindak lanjut rekomendasi dari program peningkatan
mutu dan keselamatan pasien

47
e. Meminta data dan informasi yang berhubungan dengan mutu dan
keselamatan pasien dari unit-unit kerja di lingkungan RS

f. Membuat usulan-usulan yang diperlukan kepada Kepala Rumah


Sakit Umum Daerah Bajawa yang berkaitan dengan mutu Rumah
Sakit.

g. Membuat prosedur yang berkaitan dengan mutu dan keselamatan


pasien Rumah Sakit

B. Sekretaris Komite Mutu


1. Defesini
a. Nama Jabatan : Sekretaris Komite Mutu
b. Pengertian : Seorang tenaga professional yang diberi tugas
tanggung jawab dan wewenang dalam:
- Membantu ketua menyiapkan dan mengatur tugas Komite
Mutu agar dapat diselenggarakan dengan baik
- Menunjangan kelancaran administrasi Komite Mutu
2. Pesyaratan dan Kualifikasi

a. Pendidikan formal: Minimal D3


b. Pendidikan nonformal: Memiliki sertifikat Pelatihan Peningkatan
Mutu dan pelatihan keselamatan pasien Rumah Sakit
c. Ketrampilan: Memiliki kemampuan operasional komputer,
administrasi dan komunikasi yang baik.
d. Berbadan sehat jasmani dan rohani
3. Uraian Tugas

a. Menyelenggarakan kegiatan kesekretariatan Komite agar proses


berjalan lancar.
b. Mengelola kearsipan dan surat menyurat Komite .
c. Membuat laporan kegiatan Komite.
d. Membuat notulen setiap rapat Komite .
e. Memproduksi surat, undangan, konsep-konsep standar, Protap,
pedoman dan lain-lain sehubungan dengan kegiatan Komite .

48
f. Menginformasikan hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan
Komite sepengetahuan Ketua kepada seluruh anggota dan
berkolaborasi dengan Komite lainnya.
g. Melakukan komunikasi internal kepada unit kerja di lingkungan RS
h. Mengkompilasi dan mengolah data-data yang behubungan dengan
mutu dan keselamatan pasien untuk menjadi bahan pelaporan kerja
PMKP.
i. Mengerjakan tugas – tugas administratif dan kesekretariatan lainnya
4. Tanggung Jawab

a. Bertanggung jawab terhadap kegiatan administratif di Komite


Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
b. Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan yang
berhubungan dengan mutu dan keselamatan pasien
c. Bertanggung jawab melaporkan hasil kegiatan administratif kepada
Ketua Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien

5. Wewenang

a. Meminta laporan pelaksanaan program peningkatan mutu dan


keselamatan pasien dari unit kerja terkait
b. Melakukan koordinasi dengan unit-unit kerja di lingkungan RS
terkait pelaksanaan program peningkatan mutu dan keselamatan
pasien
c. Meminta data dan informasi yang berhubungan dengan mutu dan
keselamatan pasien dari unit-unit kerja di lingkungan RS

C. Kepala Sub Komite Mutu


1. Defesini
a. Pengertian : Seorang tenaga profesional yang diberi tugas
tanggung jawab dan wewenang dalam manajemen mutu di rumah
sakit
2. Pesyaratan dan Kualifikasi

a. Pendidikan Formal: Minimal D3 medis.

49
b. Pendidikan Non Formal: Memiliki sertifikat Pelatihan Peningkatan
Mutu dan pelatihan keselamatan pasien Rumah Sakit
c. Ketrampilan: Memiliki kemampuan profesional, inovatif, komunikasi
yang baik dan percaya diri
d. Berbadan sehat jasmani dan rohani
3. Uraian Tugas

a. Melaksanakan kegiatan program peningkatan mutu di RS


b. Menyusun panduan indikator mutu
c. Membuat panduan sistem pengumpulan, pelaporan, validasi,
analisis, feedback dan publikasi data indikator mutu klinis dan
manajerial
d. Menyusun formulir pemantauan indikator mutu
e. Berkoordinasi dengan unit terkait dalam penyelenggaraan
pemantauan indikator mutu dan pelaksanaan clinical pathway
f. Menganalisa hasil pencapaian indikator mutu
g. Membuat laporan periodik hasil pemantauan indikator mutu utama
RS
h. Melakukan perbandingan hasil pemantauan indikator mutu secara
periodik dengan standar nasional serta rumah sakit lain yang sejenis
i. Membantu berkoordinasi dalam kegiatan internal program
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
j. Melaksanakan komunikasi secara internal tentang pencapaian mutu
dan pelaksanaan clinical pathway kepada unit kerja
k. Menyelenggarakan kegiatan validasi dan analisa hasil pencapaian
indikator mutu berkoordinasi dengan unit terkait
l. Membuat laporan hasil validasi dan analisa khusus indikator mutu
m. Berkoordinasi dengan Bagian Informasi dalam mengunggah hasil
pencapaian indikator mutu
4. Tanggung Jawab

a. Bertanggung jawab terhadap pemantauan Program Indikator Mutu


dan pelaksanaan clinical pathway

50
b. Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan yang
berhubungan dengan peningkatan mutu dan pelaksanaan clinical
pathway di rumah sakit
c. Bertanggung jawab terhadap pengolahan data dan informasi yang
berhubungan dengan mutu dan pelaksanaan clinical pathway rumah
sakit
d. Bertanggung jawab untuk melaporkan hasil pelaksanaan
pemantauan indikator mutu dan pelaksanaan clinical pathway serta
kegiatan-kegiatan mutu lainnya kepada Ketua Komite Peningkatan
Mutu dan Keselamatan Pasien
5. Wewenang

a. Meminta laporan pelaksanaan pemantauan program indikator mutu


penjaminan mutu dan pelaksanaan clinical pathways dari unit kerja
terkait
b. Melakukan koordinasi dengan unit-unit kerja di lingkungan RS
terkait pelaksanaan pemantauan indikator mutu serta pelaksanaan
clinical pathway dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan
mutu rumah sakit
c. Meminta data dan informasi yang berhubungan dengan mutu dan
pelaksanaan clinical pathway rumah sakit dari unit-unit kerja di
lingkungan RS

D. Kepala Sub Komite Keselamatann Pasien


1. Defesini
a. Pengertian : Seorang tenaga profesional yang diberi tugas tanggung
jawab dan wewenang dalam Keselamatan pasien di rumah sakit.
2. Pesyaratan dan Kualifikasi

a. Pendidikan Formal: Minimal D3.


b. Pendidikan Non Formal: Memiliki sertifikat Pelatihan Peningkatan
Mutu dan pelatihan keselamatan pasien Rumah Sakit
c. Ketrampilan: Memiliki kemampuan profesional, inovatif, komunikasi
yang baik dan percaya diri
d. Berbadan sehat jasmani dan rohani
51
3. Uraian Tugas

a. Menyusun Pedoman Keselamatan Pasien RS sesuai dengan standar


akreditasi
b. Menyusun Panduan Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien
c. Menyusun program keselamatan pasien
d. Membuat laporan pelaksanaan program
e. Melaksanakan monitoring dan evaluasi program melalui pertemuan
berkala
f. Menyusun indikator keselamatan pasien RS
g. Menganalisa hasil pencapaian indikator keselamatan pasien
h. Membuat laporan periodik hasil pemantauan indikator keselamatan
pasien
i. Menyelenggarakan dan menyiapkan kegiatan sosialisasi internal
rumah sakit tentang pencapaian indikator keselamatan pasien
j. Mengkoordinasikan antar unit atas pendokumentasian, evaluasi dan
upaya tindak lanjut atas Kejadian Nyaris Cedera (KNC) , Kejadian
Tidak Cedera ( KTC),Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), dan Kejadian
Sentinel
k. Melakukan koordinasi tentang program Patient Safety dengan unit
terkait dalam pembuatan RCA
l. Menyusun rencana perbaikan tentang keselamatan pasien meliputi
indikator keselamatan serta perbaikan terhadap insiden keselamatan
pasien
m. Mendesimenasikan bahan rekomendasi hasil pemantauan indikator
keselamatan pasien dan pelaksanaan patient safety ke unit terkait
n. Memberikan laporan kepada ketua Komite PMKP tentang
pencapaian program
4. Tanggung Jawab

a. Bertanggung jawab terhadap pemantauan Program Keselamatan


Pasien
b. Bertanggung jawab terhadap penyusunan laporan pemantauan
indikator Keselamatan Pasien kepada Komite PMKP

52
c. Bertanggung jawab terhadap pengolahan data dan informasi yang
berhubungan dengan keselamatan pasien rumah sakit
d. Bertanggung jawab dalam pemberian informasi yang berhubungan
dengan kegiatan keselamatan pasien rumah sakit
e. Bertanggung jawab mengkoordinasikan antar unit atas
pendokumentasian, evaluasi dan upaya tindak lanjut atas Kejadian
Nyaris Cedera (KNC) , Kejadian Tidak Cedera ( KTC),Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD), dan Kejadian Sentinel
f. Bertanggung jawab untuk melaporkan analisa insiden keselamatan
pasien
g. Bertanggung jawab terhadap penyusunan laporan Insiden
Keselamatan Pasien dan kegiatan – kegiatan keselamatan pasien
lainnya kepada Ketua Komite PMKP
5. Wewenang

a. Mengusulkan konsep atau perubahan kebijakan keselamatan pasien


b. Meminta laporan pelaksanaan pemantauan indikator mutu
keselamatan pasien dan penjaminan mutu dari unit kerja terkait
c. Melakukan koordinasi dengan unit-unit kerja di lingkungan RS
terkait pelaksanaan pemantauan indikator keselamatan pasien dan
hal-hal lainnya yang berhubungan dengan keselamatan pasien
d. Melakukan koordinasi dengan unit – unit kerja di lingkungan RS
terkait insiden keselamatan pasien (KTD, KNC, KPC dan Sentinel)
e. Meminta data dan informasi yang berhubungan dengan keselamatan
pasien rumah sakit dari unit-unit kerja di lingkungan.

E. Kepala Sub Manajement Resiko


1. Defesini
b. Pengertian
2. Pesyaratan dan Kualifikasi

a. Pendidikan Formal: Minimal D3.


b. Pendidikan Non Formal: Memiliki sertifikat Pelatihan Peningkatan
Mutu dan pelatihan keselamatan pasien Rumah Sakit

53
c. Ketrampilan: Memiliki kemampuan profesional, inovatif, komunikasi
yang baik dan percaya diri
d. Berbadan sehat jasmani dan rohani
3. Uraian Tugas

a. Menyusun Pedoman Manajemen Resiko


b. Menyusun Program Manajemen Resiko
c. Mengumpulkan hasil laporan indentifikasi resiko medis dari masing-
masing unit mencakup:
 Pasien
 Staff medis
 Tenaga Kesehatan dan tenaga lainnya yang bekerja di RS
d. Melakukan Assesmen resiko dan Failure Mode Effect Analysis (FMEA)
terhadap laporan resiko dari unit
e. Menyusun strategi mengurangi resiko RS
f. Melakukan monitoring perencanaan risk manajemen
g. Melakukan monitoring pelaksanaan program
h. Melakukan pendidikan / edukasi staf tentang manajemen risiko
rumah sakit
i. Melakukan evaluasi dan revisi program secara berkala
j. Memberikan laporan kepada ketua Komite PMKP tentang
pencapaian program
4. Tanggung Jawab

a. Terlaksananya program manajemen risiko rumah sakit


b. Terpenuhinya prosedur – prosedur pelaksanaan dan layanan yang
menjamin pelaksanaan risiko di rumah sakit
c. Terkendalinya kondisi – kondisi yang berpotensi membahayakan
pasien, staf, maupun pengunjung serta mendukung pelaksanaan
manajemen risiko dirumah sakit
d. Terjaganya komitmen karyawan terhadap manajemen risiko di
rumah sakit
5. Wewenang

a. Mengelola Program Manajemen Resiko RS

54
b. Melakukan pengawasan dan melaksanakan manajemen risiko di
seluruh unit kerja rumah sakit
c. Memberi masukan dan rekomendasi kepada Direktur rumah sakit
dengan tugas kegiatan manajemen risiko

55
BAB VII

TATA HUBUNGAN KERJA

Komite Mutu dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, dapat berkoordinasi


dengan unsur komite medis, komite keperawatan, komite pencegahan dan
pengendalian infeksi, komite etik dan hukum, dan unsur organisasi atau unit kerja
terkait lainnya. Koordinasi melalui tata hubungan kerja penyelenggaraan mutu di
Rumah Sakit yang ditetapkan oleh Kepala atau Direktur Rumah Sakit. Tata
hubungan kerja tersebut meliputi: (terlampir pada Bab VI)

a. tata hubungan kerja dalam penerapan peningkatan mutu Rumah Sakit;


b. tata hubungan kerja dalam penerapan keselamatan pasien; dan
c. tata hubungan kerja dalam penerapan manajemen risiko.

KEBIJAKAN

Berikut ini daftar regulasi yang harus dibentuk oleh RSUD Bajawa sehubungan
dengan Komite PMKP:
1. Pemilik RS menyetujui Program PMKP dan menindaklanjuti laporan Program
PMKP
2. Direktur RS membentuk komite untuk mengelola kegiatan sesuai peraturan
perundang-undangan termasuk uraian tugas
3. Direktur RS menetapkan penanggung jawab data di masing-masing unit kerja.
4. Komite PMKP menyusun pedoman PMKP sesuai dengan referensi terkini
5. Komite PMKP menyusun panduan sistem manajemen data program PMKP yang
terintegrasi
6. Komite PMKP melakukan program pelatihan PMKP yang diberikan oleh
narasumber yang berkompeten
7. Direktur RS bersama Komite PMKP berkoordinasi dengan para kepala unit
dalam memilih dan menetapkan prioritas pengukuran mutu pelayanan klinis
yang akan dievaluasi
8. Komite PMKP berkoordinasi dengan komite medik menetapkan evaluasi
pelayanan kedokteran dengan panduan praktik klinis, alur klinis atau protocol
9. Direktur RS bersama Komite PMKP dan para kepala unit menentukan regulasi
tentang pengukuran mutu dan cara pemilihan indikator mutu di unit kerja
10. Komite PMKP menyusun regulasi tentang manajemen data
11. Komite PMKP menyusun regulasi tentang analisis data
12. Komite PMKP menyusun regulasi validasi data
13. Komite PMKP menetapkan regulasi sistem pelaporan insiden sesuai peraturan
56
perundang-undangan kepada Direktur RS
14. Komite PMKP menetapkan regulasi tentang jenis kejadian sentinel
15. Komite PMKP mempunyai regulasi jenis kejadian yang tidak diharapkan,
proses pelaporan dan analisisnya
16. Komite PMKP menetapkan definisi, jenis yang dilaporkan dan sistem pelaporan
dari KNC dan KTC
17. Komite PMKP menetapkan regulasi tentang pengukuran budaya keselamatan
18. Komite PMKP mempunyai program manajemen risiko RS

57
BAB VIII

PENINGKATAN MUTU

Agar upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien dapat


dilaksanakan secara efektif dan efisien maka diperlukan adanya kesatuan
bahasa tentang konsep dasar upaya peningkatan mutu dan keselamatan
pasien

A. MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT


1. Pengertian Mutu
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti mutu yaitu (ukuran) baik
buruk suatu benda. Mutu saat ini sering disebut kualitas yang memiliki
pengertian yang sama. Dahulu yang populer adalah kata mutu dan
bermutu, nilai dan bernilai (bahasa Indonesia), sekarang kualitas dan
berkualitas. Kualitas adalah kata serapan dari bahasa Inggeris “quality”.
Pernah juga disebut kualitet serapan dari bahasa Belanda. Pada pedoman
ini menggunakan kata mutu. Pengertian lain tentang mutu adalah paduan
sifat-sifat barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam
memenuhi kebutuhan pelanggan, baik kebutuhan yang dinyatakan ecara
tersirat maupun yang tersurat.
Istilah mutu pada umumnya digunakan dalam dua arti yaitu:(1) Pertama,
sebagai penampakan (standar of performance). Bila berbicara tentang
produk, istilah mutu digunakan untuk membedakan suatu produk dengan
produk lain. (2) Kedua, penekanan dengan perbedaan dalam proses
pembuatan yang ditujukan untuk sasaran konsumen (pasar) yang dituju.
Mutu di sini menunjukkan tingkat kesesuaian (degree of conformity)
dengan ketentuan baku.
Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada beberapa
pengertian yang secara sederhana melukiskan apa hakikat mutu.
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa
b. Mutu adalah expertise atau keahlian dan keterikatan (commitment)
yang selalu dicurahkan pada pekerjaan
c. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan
d. Mutu adalah melaksanakan segala sesuatu sesuai standar yang
ditetapkan
58
Quality Assurance atau ‘menjaga mutu’ adalah “Suatu program yang
disusun secara objektif dan sistematik memantau dan menilai mutu dan
kewajaran asuhan pasien. Menggunakan peluang untuk meningkatkan
asuhan pasien dan memecahkan masalah-masalah yang terungkap.” (Boy
S. Sabarguna, 2008 : 2)

2. Defenisi Mutu Pelayanan Rumah Sakit

Mutu pelayanan rumah sakit adalah derajat kesempurnaan pelayanan


rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar
pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di
rumah sakit secara wajar, efisien, dan efektif secara diberikan secara aman
dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosiobudaya
dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan
masyarakat konsumen.
3. Pihak yang Berkepentingan dengan Mutu
Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu. Pihak-pihak tersebut
adalah :
a. Konsumen
b. Pemberi Pelayanan Kesehatan
c. Pembayar/pihak III/asuransi
d. Manajemen rumah sakit
e. Karyawan rumah sakit
f. Masyarakat
g. Pemerintah
h. Ikatan profesi

Setiap kelompok yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan


kepentingannya terhadap mutu. Karena itu mutu adalah
multidimensional.
4. Dimensi Mutu
Dimensi mutu adalag prinsip atau tujuan prioritas dalam memberikan
pelayanan, meliputi:
a. Efektif (effective)

59
b. Keselamatan pasien (safe)
c. Berorientasi kepada pasien (people-centered)
d. Tepat waktu (timely)
e. Efisien (efficient)
f. Adil (equitable)
g. Terintegrasi (integrated)
5. Mutu Terkait Dengan Struktur, Proses, dan Hasil (Outcome)
Mutu pelayanan rumah sakit adalah produk akhir dari interaksi dan
ketergantungan yang rumit antara berbagai komponen atau aspek rumah
sakit sebagai suatu sistem. Aspek-aspek tersebut terdiri dari struktur,
proses, dan outcome.
Struktur:
Adalah sumber daya manusia, sumber daya fisik, sumber daya keuangan
dan sumber daya lain-lain pada fasilitas kesehatan. Baik tidaknya struktur
dapat diukur dari kewajaran, kuantitas biaya dan mutu komponen-
komponen struktur itu.
Proses:
Adalah apa yang dilakukan dokter dan tenaga profesi lain terhadap
pasien : evaluasi, diagnosa, perawatan, konseling, pengobatan, tindakan,
penanganan jika terjadi penyulit, follow up. Baik tidaknya proses dapat
diukur dari relevansinya bagi pasien, efektivitasnya dan mutu proses itu
sendiri.
Pendekatan proses adalah pendekatan paling langsung terhadap mutu
asuhan.
Outcome :
Adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan dokter dan tenaga profesi lain
terhadap pasien dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasannya
serta kepuasan provider. Outcome yang baik sebagian besar tergantung
kepada mutu struktur dan mutu proses yang baik. Sebaliknya mutu yang
buruk adalah kelanjutan struktur atau proses yang buruk.
Tinggi rendahnya mutu sangat dipengaruhi oleh :
1. Sumber daya rumah sakit, termasuk antara lain tenaga,
pembiayaan, sarana dan teknologi yang digunakan

60
2. Interaksi pemanfaatan dari sumber daya rumah sakit yang
digerakkan melalui proses dan prosedur tertentu sehingga
menghasilkan jasa atau pelayanan.
Berhasil tidaknya peningkatan mutu sangat tergantung dari monitoring
faktor-faktor di atas dan juga umpan balik dari hasil-hasil pelayanan
untuk perbaikan lebih lanjut terhadap faktor-faktor dalam butir 1 dan 2.
Dengan demikian nampak bahwa peningkatan mutu merupakan proses
yang kompleks yang pada akhirnya menyangkut manajemen rumah sakit
secara keseluruhan.

B. PEMBENTUKAN KOMITE PMKP

Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan dan menjamin keselamatan


pasien, Rumah sakit perlu mempunyai program Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien (PMKP) yang menjangkau keseluruh unit kerja di rumah
sakit. Agar program PMKP dapat berjalan dengan baik maka perlu ada
komunikasi dan koordinasi yang baik antara Direktur RS kepada para kepala
bidang/divisi medis, keperawatan, penunjang medis, penunjang dan
administrasi dan keuangan. Agar koordinasi dan komunikasi dapat berjalan
dengan baik maka perlu dibentuk komite/tim PMKP atau bentuk organisasi
lainnya sebagai koordinator program PMKP

C. UPAYA PENINGKATAN MUTU DI RUMAH SAKIT

61
1. Pemilihan Area Prioritas
Direktur dan Pimpinan Rumah Sakit berpartisipasi dalam menetapkan
prioritas perbaikan di tingkat rumah sakit yang merupakan proses
yang berdampak luas/menyeluruh di rumah sakit dan dapat dilakukan
pengukuran dalam bentuk indicator mutu prioritas Rumah Sakit (IMP-
RS), termasuk di dalamnya kegiatan keselamatan pasien serta analisa
dampak dari perbaikan yang telah dilakukan.
Komite/tim penyelenggara mutu terlibat dalam pemilihan intikator
mutu prioritas baik di tingkat rumah sakit maupun di tingkat unit
layanan. Komite mutu melaksanakan koordinasi dan integrasi kegiatan
pengukuran serta melakukan supervise ke unit layanan. Komite mutu
mengitegrasikan laporan insiden keselamatan pasien, pengukuran
budata keselamatan, dan lainnya untuk mendapatkan solusi perbaikan
terintegrasi.
Pengukuran prioritas perbaikan tingkat rumah sakit mencakup:
a. Sasaran Keselamatan Pasien meliputi enam sasarn keselamatan
pasien (SKP)
b. Pelayanan klinis prioritas untuk dilakukan perbaikan misalnya
pada pelayanan berisiko tinggi dan terdapat masalah dalam
pelayanan tersebut, seperti pada pelayanan hemodialisa serta
pelayanan kemoterapi. Pemilihan pelayanan klinis prioritas dapat
62
menggunakan kriteria pemilihan prioritas pengukuran dan
perbaikan.
c. Tujuan strategi rumah sakit misalnya rumah sakit ingin menjadi
rumah sakit rujukan untuk pasien kanker. Maka prioritas
perbaikannya dapat dalam bentuk Key Performance Indicator (KPI)
dapat berupa peningkatan efisiensi, mengurangi angka readmisi,
mengurangi masalah alur pasien di IGD atau memantau mutu
layanan yang diberikan oleh pihak lain yang dikontrak.
d. Perbaikan sistem adalah perbaikan yang jika dilakukan akan
berdampak luas/menyeluruh di rumah sakit yang dapat diterapkan
di beberapa unit misalnya sistem pengelolaan obat, komunikasi
serah terima dan lain-lainnya.
e. Manajemen risiko untuk melakukan perbaikan secara proaktif
terhadap proses berisiko tinggi misalnya yang telah dilakukan
Analisa FMEA atau dapat diambil dari profil risiko.
f. Penelitian klinis dan program Pendidikan Kesehatan (apabila ada).

Untuk memilih prioritas pengukuran dan perbaikan menggunakan


kriteria prioritas mencakup:

a. Masalah yang paling banyak di rumah sakit


b. Jumlah yang banyak (High volume)
c. Proses berisiko tinggi (High process)
d. Ketidakpuasan pasien dan staf
e. Kemudahan dalam pengukuran
f. Ketentuan Pemerintah / Persyaratan Eksternal
g. Sesuai dengan tujuan strategi rumah sakit
h. Memberikan pengalaman pasien lebih baik (patient experience)

Direktur dan Pimpinan rumah sakit berpartisipasi dalam penentuan


pengukuran perbaikan. Penentuan prioritas terukur dapat
menggunakan skoring prioritas.
Contoh skoring prioritas kriteria prioritas perbaikan:

KRITERIA 1 2 3
Masalah yang Potensi kecil Cukup Potensi besar
paling banyak di berpotensi
63
RS
Jumlah yang Sedikit Cukup banyak Banyak
banyak
Proses beresiko Resiko rendah Cukup Resiko Tinggi
tinggi beresiko
Ketidak puasan Sedikit Cukup Berhubungan
pasien dan staf berhubungan berhubungan kuat
Kemudahan Sulit diukur Cukup mudah Mudah diukur
dalampengukuran
Ketentuan Sedikit Cukup Sangat
Pemerintah berhubungan Berhubungan berhubungan
Sesuai dengan Tidak sesuai Cukup sesuai Sangat sesuai
tujuan strategis
RS
Memberi Tidak ada Cukup Sangat
pengalaman hubungan berhubungan berhubungan
pasien yang
lebihbaik

Direktur dan pimpinan rumah sakit akan menilai dampak perbaikan


dapat berupa:
a. Dampak primer adalah hasil capaian setelah dilakukan perbaikan.
b. Dampak sekunder adalah dampak terhadap efisiensi setelah
dilakukan perbaikan.

Penilaian dampak perbaikan akan memberikan pemahaman tentang


biaya yang dikeluarkan untuk investasi mutu, sumber daya manusia,
keuangan, dan keuntungan lain dari investasi tersebut. Direktur dan
pimpinan rumah sakit akan menetapkan cara/tools sederhana untuk
membandingkan sumber daya yang digunakan pada proses yang lama
dibandingkan dengan proses yang baru dengan membandingkan
dampak perbaikan pada hasil keluaran pasien dan atau biaya yang
menyebabkan efisiensi. Hal ini akan menjadi pertimbangan dalam
penenruan prioritas perbaikan pada periode berikutnya, baik di tingkat
rumah sakit maupun di tingkat unit klinia/non klinis. Apabila semua
informasi ini digabungkan secara menyeluruh, maka direktur dan
pimpinan rumah sakit dapat lebih memahami bagaimana
mengalokasikan sumber daya mutu dan keselamatan pasien yang
tersedia.

64
Berikut ini pertimbangan dalam memilih indicator yang prioritas
untuk menilai mutu pelayanan:

- Dipersyaratkan dalam standar akreditasi


- Dipersyaratkan oleh pemilik (pertanggung jawaban
- Ketersediaan data
- High risk, high cost, high volume, problem prone
- Konsensus
- Dipesyaratkan oleh kostumer.

2. Indikator Prioritas Unit


Kepala unit layanan berpartisipasi dalam meningkatkan mutu dan
keselamatan pasien dengan melakukan pengukuran indicator mutu
rumah sakit dan dapat diterapkan di unitnya dan memantau serta
memperbaiki pelayanan pasien di unti layanannya.
Maksud dan tujuannya adalah kepala unti melibatkan semua stafnya
dalam kegiatan pengukuran indicator prioritas rumah sakit yang
perbaikan akan berdampak luas atau menyeluruh di rumah sakit, baik
kegiatan klinis maupun non klinis yang khusus untuk unit layanan
tersebut.
Kepala unit klinis memilih indicator mutu yang akan dilakukan
pengukuran sesuai dengan pelayanan di unitnya mencakup hal-hal
sebagai berikut:
o. Pengukutan indicator mutu nasional (INM)
Kepala unit klinis/non klinis melakukan pengukuran INM yang
sesuai dengan pelayanan yang diberikan oleh unitnya.
p. Pengukuran indicator mutu prioritas rumah sakit (IMP-RS) yang
berdampak luar dan menyeluruh di rumah sakit
Kepala unit klinis/non klinis melakukan pengukuran IMP-RS yang
sesuai dengan pelayanan yang diberikan oleh unitnya, termasuk
semua layanan kontrak yang menjadi tanggung jawabnya.
q. Pengukuran indicator muru prioritas unit (IMP-unit) untuk
mengurangi variasi dan memperbaiki proses dalam unitnya, serta
meningkatkan keselamatan pada prosedur atau Tindakan beresiko

65
tinggi dan meningkatkan kepuasan pasien serta efisiensi sumber
daya.
Kepala unti klinis/non klinis memilih prioritas perbaikan yang baru
bila perbaikan sebelumnya sudah dapat dipertahankan dalam
waktu 1 (satu) tahun.

Pemilihan pengukuran berdasarkan pelayanan dna bisnis proses yang


membutuhkan perbaikan di setiap unit layanan. Setiap pengukuran
harus ditetapkan target yang diukur dan dianalisa capaian dan dapat
dipertahankan dalam waktu 1 (satu)tahun. Jika target telah tercapai
dan dapat dipertahankan untuk waktu 1 (satu) tahun maka dapat
diganti dengan indicator yang baru.

Kepala unit layanan klinis/non klinis bertanggung jawab memberikan


penilaian kinerja staf yang bekerja di unitnya. Karena itu penilaian
kinerja staf harus mencakup kepatuhan terhadap prioritas perbaikan
mutu di unit yaitu indicator mutu prioritas unti (IMP-unit) sebagai
upaya perbaikan di setiap unit untuk meningkatkan mutu dan
keselamatan pasien.

3. Pemilihan Indikator Mutu


Mutu bersifat persepsi dan dipahami berbeda oleh orang yang berbeda
namun berimplikasi pada superioritas sesuatu hal. Penilaian indikator
dapat digunakan untuk menilai mutu berbagai kondisi.
Indikator adalah suatu cara untuk menilai penampilan dari suatu
kegiatan . Indikator sendiri merupakan variabel yang digunakan untuk
menilai perubahan. Indikator mutu adalah parameter yang dapat
diukur, yang mewakili input, proses maupun hasil akhir dari suatu
pelayanan dan proses manajerial yang digunakan untuk mengukur
mutu dari pelayanan dan proses manajerial tersebut. Merupakan
ukuran mutu dan keselamatan rumah sakit yg digambarkan dari data
yang dikumpulkan. Indikator mutu merupakan sebuah variabel
terukur yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kepatuhan
terhadap standar atau pencapaian tujuan mutu. Tujuan di tetapkan
indikator mutu adalah untuk mengukur mutu dari pelayanan
66
kesehatan, proses manajerial, dan sasaran keselamatan pasien di
RSUD Bajawa.
Indikator mutu rumah sakit dibagi menjadi indikator utama rumah
sakit dan indikator mutu unit. Sedangkan indikator utama rumah sakit
dibagi menjadi 3 bagian yaitu: indikator area klinis, indikator area
manajemen, indikator sasaran keselamatan pasien.
Pemilihan indicator mutu prioritas rumah sakit adalah tanggung jawab
pimpinan dengan mempertimbangkan prioritas untuk pengukuran
yang berdampak luas/menyeluruh di rumah sakit. Sedangkan kepala
unit memilih indicator mutu prioritas di unit kerjanya.
Semua unit klinis dan nonklinis memilih indicator terkait dengan
prioritasnya. Di rumah sakit yang besar harus diantisipasi jika ada
indikator yang sama yang diukur di lebih dari satu unit. Komite / tim
penyelenggara mutu juga bertugas untuk mengintegrasikan semua
kegiatan pengukuran di rumah sakit, termasuk pengukuran budaya
keselamatan dan sistem pelaporan insiden keselamatan
pasien.Integrasi semua pengukuran ini akan menghasilkan solusi dan
perbaikan yang terintegrasi.
Karateristik indikator yang baik adalah sebagai berikut:
1. Sahih (valid) yaitu benar-benar dapat dipakai untuk mengukur aspek
yang akan dinilai
2. Dapat dipercaya (reliable), yaitu mampu menunjukkan hasil yang
sama pada saat berulang kali, untuk waktu sekarang maupun
yg akan datang
3. Sensitif yaitu cukup peka untuk mengukur, sehingga jumlahnya
tidak perlu banyak
4. Spesifik, yaitu memberikan gambaran perubahan ukuran yang
jelas, tidak bertumpang tindih
5. Relevan, yaitu sesuai dengan aspek kegiatan yang diukur dan
kritikal

Dalam menentukan prioritas atas kegiatan monitoring didasarkan


pada beberapa proses. Proses utama adalah koordinasi antara

67
Direktur, Komite PMKP dan Kepala masing-masing unit. Berikut adalah
algoritma pemilihan indikator mutu utama dan unit Rumah sakit:

68
ALGORITMA PEMILIHAN INDIKATOR MUTU
Apakah indikator Ya Apakah ada
sejalan dengan visi dan bukti adanya
misi rumah sakit? gap dalam
pelaksanaan?
Atau
Tidak Apakah hal tsb
penting?
Contohnya: Apakah D
Berkontribusi I
Ya
Ya Ya indikato Ya
kepada r akan
Apakah indikator telah Apakah
morbidity dan
divalidasi atau dipakai bisa P
mortality? indikator
di Indonesia ? Berhubungan
diukur I
bisa
dengan dengan
dikendali
utilisasi yang upaya
kan oleh L
Tidak tinggi? yang
petugas I
Membutuhkan cukup?
rumah H
biaya tinggi?
sakit?
Ya
Apakah indikator ini
aplikasi dari prinsip-
prinsip mutu?

Tidak Tidak Tidak Tidak

TIDAK DIPILIH

Berikut adalah alur pemilihan indicator:


1. Identifikasi masalah
2. Pilih masalah yang ingin atau dapat diperbaiki
3. Implementasi capaian SPM, komplain, dll
4. Bila ada, pilih indicator berdasarkan standar yang diminta
5. BIla infikator sudah dipilih buat profil indikatornya
6. Lakukan uji coba pengumpulan data
7. Uji coba, bila ada masalah kembali ke nomor 2. Bila tidak ada
masalah tetapkan indicator tersebut
8. Tetapkan PIC data, pelatihan lalu data mulai dikumpulkan.

Setelah di tetapkan indikator utama rumah sakit ( indikator area klinis,


indikator area manajemen, dan indikator sasaran keselamatan pasien)
dan indikator mutu unit, Kemudian indikator-indikator tersebut
diajukan ke sub komite mutu untuk secara bersama-sama membuat

69
rumusan cara pengukuran, frekuensi pengukuran & periode analisa,
rentang nilai yang diharapkan serta mengintegrasikan proses
pengumpulan data indikator tersebut dalam bentuk profil indikator.
Setiap indikator mutu dilengkapi dengan profil indikator yang
merupakan regulasi untuk setiap masing-masing idnikator. Berikut ini
susunan dari profil indikator yang terdiri dari:

a. Judul indikator
b. Dasar pemikiran
c. Dimensi mutu
d. Tujuan
e. Defisini operasional
f. Jenis indikator
g. Satuan pengukuran
h. Numerator (pembilang)
i. Denominator (penyebut)
j. Target
k. Kriteri inklusi dan eksklusi
l. Formula
m. Metode pengumpulan data
n. Sumber data
o. Instrumen pengambilan data
p. Populasi/sampel (besar sampel dan cara pengambilan sampel)
q. Periode pengumpulan data
r. Periode analisis dan pelaporan data
s. Penyajian data
t. Penanggung jawab

PROFIL INDIKATOR

Judul Judul singkat yang spesifik mengenai indikator


apa yang akan diukur.
Dasar Pemikiran Dasar pemilihan indicator yang dapat berasal
dari:
- Ketentuan/peraturan
- Data
- Literatur
- Analisis situasi

70
Dimensi Mutu Prinsip atau tujuan prioritas dalam memberikan
pelayanan, meliputi efektif (effective),
keselamatan pasien (safe), berorientasi pada
pasien (people-centered), tepat waktu (timely),
efisien (efficient), adil (equitable), dan terintegrasi
(integrated). Setiap indicator mengandung 1-3
dimensi mutu.
Tujuan Suatu hasil
Definisi Batasan pengertian yang dijadikan pedoman
Operasional dalam melakukan pengukuran indicator untuk
menghindari kerancuan.
Tipe Indikator Input: untuk menilai apakah fasilitas pelayanan
Kesehatan memiliki kemampuan sumber daya
yang cukup untuk memberikan pelayanan.
Proses: untuk menilai apa yang dikerjakan staf
fasilitas pelayanan Kesehatan dan bagaimana
pelaksanaan pekerjaannya.
Output: untuk menilai hasil dari proses yang
dilaksanakan.
Outcome: untuk menilai dampak layanan yang
diberikan terhadap pengguna layanan
Satuan Standar atau dasar ukuran yang digunakan,
Pengukuran antara lain: jumlah, persentase, dan satuan
waktu.
Numerator Jumlah subjek atau kondisi yang ingin diukur
(Pembilang) dalam populasi atau sampel yang memiliki
karateristik tertentu.
Denumerator Semua peluang yang ingin diukur dalam
(penyebut) populasi atau sampel.
Target Sasaran yang telah ditetapkan untuk dicapai.
pencapaian
Kriteria Kriteria inklusi: karateristik subjek yang
memenuhi kriteria yang telah ditentukan.
Kriteria eksklusi: Batasan yang mengakibatkan
subjek tidak dapat diikutkan dalam pengukuran.
Formula Rumus untuk menghasilkan nilai indicator.
Metode Retrospektif, observasi.
pengumpulan
data
Sumber Data Asal data yang diukur (contoh: rekam medis dan
formuli observasi).
Jenis sumber data:
- Data Primer (mengumpulkan langsung
menggunakan lembar pencatatan hasil
observasi, kuisioner).
- Data Sekunder (rekam medis, muku catatan
complain).
Instrumen Alat atau tools atay formular yang digunakan
Pengambilan untuk mengumpulkan data.
Data

71
Besar Sampel Jumlah data yang harus dikumpulkan agar
mewakili populasi. Besar sampel disesuaikan
dengan kaidah-kaidah statistic.
Cara Cara memilih sampel dari populasi untuk
Pengambilan mengumpulkan informasi/data yang
Sampel menggambarkan sifat atau ciri yang dimiliki
populasi, Secara umum ada 2 cara:
- Probability sampling
- Non Probability sampling
Periode Kurun waktu yang ditetapkan untuk melakukan
Pengumpulan pengumpulan data, contohnya setiap bulan.
Data
Penyajian Data  Cara menampilkan data. Contoh: tabel, run
chart, grafik.
Periode Analisis Kurun waktu yang ditetapkan untuk melakukan
dan Pelaporan analisis dan melaporkan data. Contoh: setiap
Data bulan, setiap triwulan.
Penanggung Petugas yang bertanggung jawab untuk
Jawab mengkoordinis upaya pencapaian target yang
ditetapkan.

4. Proses Pengumpulan Data


Pengumpulan data indicator mutu adalah proses mengumpulkan data
mutu rumah sakit dari sumber data yang tersedia dengan cara yang
telah ditetapkan di dalam profil inikator mutu.
Pengumpulan data untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan
dalam rangka mencapai tujuan dari pengukuran indicator. Dalam
mengumpulkan data, pengumpul data harus dilatih dan disupervisi
oleh kepala unit. Pengumpulan data dilakukan oleh unit kerja yang
bertanggung jawab terhadap indicator mutu, dan didikoordinasi dan
disupervisi oleh komite PMKP.
Pengumpulan data indicator mutu dilakukan oleh staf pengumpul data
yang sudah mendapatkan pelatihan tentang pengukuran data indicator
mutu. Pengumpulan data indicator mutu berdasarkan peraturan yang
berlaku yaitu pengukuran indicator mutu nasional (INM) dan prioritas
perbaikan tingkat rumah sakit meliputi:
u. Indikator nasionak mutu (INM) yaitu indicator mutu nasional yang
wajib dilakukan pengukuran dan digunakan sebagai informasi
mutu secara nasional.
v. Indikator mutu prioritas rumah sakit (IMP-RS) meliputi:

72
- Indikator sasaran keselamatan pasien minimal 1 indikator
setiap sasaran
- Indikator pelayanan klinis prioritas minimal 1 indikator
- Indikator sesuai tujuan strategis rumah sakit minimal 1
indikator
- Indikator terkait perbaikan sistem minimal 1 indikator
- Indikator terkait manajemen risiko minimal 1 indikator
- Indikator terkait penelitian klinis dan program Pendidikan
Kedokteran minimal 1 indikator (apabila ada)
w. Indikator mutu prioritas unit (IMP-unit) adalah indicator prioritas
yang khusus dipilih oleh kepala unit terdiri dari minimal 1 indikator

Berikut tahapan pengumpukan data:


1.) Mengidentifikasi sumber data (data primer atau data sekunder)
2.) Menetapkan rencana sampling (Teknik sampling dan besar sampel)
3.) Menetapkan elemen data yang akan dikumpulkan (numerator dan
denumerator)
4.) Mengembangkan instrument pengumpulan data (formular
observasi)
5.) Menetapkan frekuensi pengumpulan data (sesuai dengan yang ada
di profil indicator)
6.) Membuat rencana distribusi data (Internal atau eksternal)
7.) Menetapkan penanggung jawab pengumpul data di unit
8.) Pengumpulan data
9.) Rekapitulasi data
10.) Input data di sismadak
11.) Upload dokumen pendukung
12.) Supervisi komite PMKP
13.) Benchmark data

5. Validasi Data
Validari adalah menguji alat ukur apakag secara tepat mengukur
sesuatu sesuai maksud penggunaan alat ukur yang sebenarnya.

73
Tujuan validasi data adalah menentukan relaibilitas data,
memverifikasi data, memastikan akuntabilitas data, dan memastikan
terjadinya continuous improvement.
Data yang harus divalidasi meliputi:
- Indikator baru diimplementasikan
- Data akan dipublikasikan
- Ada perubahan pada pengukuran, misalnya perubahan profil
indicator, instrument pengumpulan data, proses agregasi data, atau
perbuahan staf pengumpul data atau validator
- Capaian data berubah tanpa dapat dijelaskan penyebabnya
- Sumber data berubah, seperti Ketika Sebagian dara diambil secara
manual kemudian diubah menjadi format elektronik
- Subjek pengumulan data berubah, seperti perubahan rata-rata
umur pasien, komorbiditas, perubahan protocol penelitian,
implementasi pasien praktik baru, atau pengenalan teknologi dan
metodologi perawatan terbaru
- Bila data akan dilaporkan ke Direktur dan Dewan Pengawas regular
setiap tiga bulan
Jika dalam proses valudasi data yang didapat tidak valid maka data
akan dikoreksi dan kembali ke proses pengumpulan.
Alasan perlunya validasi data adalah:
- Definisi operasional mungkin salah atau tidak lengkap.
- Instrumen pengukuran mungkin cacat.
- Instrumen pengukuran yang berbeda dapat digunakan.
- Faktor manusia dapat mempengaruhi pengukuran data.
- Faktor lingkungan seperti suhu atau kebisingan dapat
mempengaruhi pengukuran data.

Proses validasi:

74
Proses validasi data yang akan dipublikasi di website atau media
lainnya (misalnya madding) agar diatur tersendiri, dan dapat
menjamin kerahasiaan pasien dan keakuratan data (jelas definisinya)
dan dilakukan tindakan koreksi.

Syarat validator:

- Bukan pengumpul data pertama.


- Dilatih dengan cara yang sama dengan pengumpul data.
- Menggunakan kamus indicator yang sama.
- Mereviu data yang sudah dikumpulkan oleh pengumpul data
pertama.
Sampel yang divalidasi diambil berdasarkan Rumus Slovin. Bila total
sampel ≤ maka akan diambil total sampel tersedia, bila jumlah populasi
>30 maka menggunakan Rumur Slovin.
Cara lain dapat menggunakan dua teksik di bawah ini:
- Populasi dan Sample Size Original

75
- Populasi dan sample size Uji Petik

76
Validari juga menggunakan metode reproducibility dimana diulangnya
pengukuran oleh orang yang berbeda, menggunakan formulis atau
checklist atau alat yang sama dan dilakukan kondisi yang sama pada
populasi atau sampel yang sama. Proses validasi data secara internal
juga perlu dilakukan karena program mutu dianggap valid jika data
yang dikumpulkan sudah sesuai, benar dan bermanfaat.
Metode lain adalah dengan menggunakan metode Kesesuaian Hasil
Pengukuran (Measure Result Agreement).
- Pengumpulan data dilakukan oleh petugas pengumpul data dengan
cara mengumpulkan data dari Populasi atau Sampel dari sumber
data, dengan pasien Profil Indikator dan menggunakan Formulir
Pengumpulan Data yang telah disiapkan.
- Penentuan Besar Sampel Validasi untuk petugas Pengumpul Data
oleh karena Petugas Validasi tidak perlu mengumpulkan semua data
yang dikumpulkan pengumpul data.
- Validasi data dilakukan oleh petugas validasi data dengan cara
mengumpulkan data secara acak / sampel random yang akan diukut
dari seluruh populasi atau sampel sumber data yang sama yang
digunakan oleh pengumpul data, dengan paduan kamus, dan

77
formulir pengumpul data yang sama dengan yang digunakan oleh
pengumpul data.
- Hitung kesesuaian antara hasil petugas pengumpul data (P1) dan
petugas validari (P2). Jumlah kesesuaian data dibagi jumlah sampel
X 100%.
- Kesesuaian hasil oengukuran dapat dipercaya atau valid jika
mencapai 90%.
- Hasil perhitungan validitas tersebut terdapat dua kemungkinana
antara lain: jika mencapai 90% maka hasil pengukuran dapat
dipercaya atau valid. Jika hasilnya <90% dan terdapat perbedaan
atau ketidakcocokan, maka pengumpul data (P1) dan validator (P2)
mencari penyebab perbedaan dan melakukan perbaikan.
- Lakukan perbaikan, kemudian dilakukan pengumpulan data ulang
menggunakan sampel baru dengan langkah-langkah yang sama
sejak awal.
Faktor – factor yang menyembabkan data tidak valid adalah:
- Pemahaman pengumpul data dan petugas validasi data
belum memadai.
- Kamus indicator tidak jelas sehingga menimbulkan salah
interpretasi.
- Perbedaan pemahaman tentang defenisi operasional.
- Keterbatasan waktu pengumpulan data.
- Kesalahan dalam melakukan penginputan data.
- Penggunaan sumber data yang berbeda.
- Kelalaian.
- Formulir pengumpulan data belum terdesain dengan baik.

Upaya-upaya untuk mewujudkan data yang valid adalah mengurangi


kesalahan, meningkatkan validitas, dan mengurangi random error,
melalui cara:
- Standarisasi pengukuran, menggunakan definisi operasional
yang sama, menggunakan elemen data yang sama.
- Pelatihan pengumpul data dan validator, dengan cara dilatih
dengan cara yang sama seperti pengumpul data.

78
- Standarisasi instrument / alat ukut, menggunakan
instrumen / alat yang sama misalnya form atau kuisioner.
- Mengulang pengukuran, dengan cara pengumpulan data
diulang oleh orang yang berbeda dengan sampel yang sama.
Berikut adalah cara Validasi Data Indikator Mutu, membuat Profil
Validasi data Indikator

Rekapan hasil validasi data internal:

Tindak lanjut dari hasil validasi adalah, jika validasi data tidak valid
makan dilakukan koreksi (persamaan persepsi kamus, pelatihan, dll),
input ulang data dan validasi ulang.
6. Analisa Data

79
Analisis data adalah upaya atau cara untuk mengolah data menjadi
informasi sehingga karateristik data tersebut bisa dipahami dan
bermanfaan untuk solusi permasalahan, terutama masalah yang
berkaitan dengan pengukuran mutu.

Agregasi dan analisa data dilakukan untuk mendukung program


peningkatan mutu dan keselamatan pasien serta mendukung partisipasi
dalam pengumpulan database eksternal. Tujuannya adalah agar data yang
diagregasi dan dianalisa menjadi informasi untuk pengambilan keputusan
yang tepat dan membantu RS untuk melihat pola dan tren capaian
kinerja. Analisis data akan memberikan masukan untuk pengambilan
keputusan dan memperbaiki proses klinis dan non klinis secara
berkelanjutan. Run chatd, diagram control, histrogram, dan diagram
Pareto merupakan contoh dari alat-alat statistic yang sangat berguna
dalam memahami tren dan variasi dalam pelayanan Kesehatan.

Alasan data perlu diubah menjadi informasi analisis adalah informasi


berguna untuk membantu pengambilan keputusan, berkontribusi dalam
penyusunan strategi, melihat sesuatu dengan lebih kritis, menghindari
dan menyingkirkan / mengeliminasi error, dan menerapkan perbaikan
yang berkelanjutan.

Tujuan dari analisis data untuk dapat membandingkan rumah sakit


dengan empat cara. Perbandingan tersebut membantu rumah sakit dalam
memahami sumber daya dan penyebab perubahan yang tidak diinginkan
dan membantu memfokuskan upaya perbaikan.

- Dengan rumah sakit sendiri dari waktu ke waktu


- Dengan rumah sakit setara, seperti melalui database referensi
- Dengan standar-standar, seperti yang ditentukan oleh badan akreditasi
atau organisasi professional ataupun standar yang ditentukan oleh
peraturan perundang-undangan yang berlaku
- Dengan praktik-praktik terbaik yang diakui dan menggolongkan
praktik tersebut sebagai praktik tebraik atau praktik yang lebih baik
atau pedoman praktik.

Berikut ini adalah proser analisis data:

80
Metode analisis data berupa:

- Deskriptif: mendeskripsikan apa yang terjadi, bertujuan memahami


apa yang terjadi dan sifatnya cenderung reaktif. Dapat berupaL grafik
garis, pie, tabel,dll.
- Prediktif: menyampaikan apa yang mungkin terjadi di masa depan
(dari yang terjadi saat ini, bertujuan mengubah perilaku, dan bersifat
proaktif. Contohnya: run chart, control chat, dll.
- Preskriptif: membantu melihat perjalanan upaya, tidak
menggambarkan apa yang terjadi dan apa yang perlu dilakukan bila
terjadi, bersifat proaktif. Contohnya: teknik simulasi, machine
learning, Teknik optimalisasi, dan analis keputusan.

81
Penyajian data, tiga acara yang sering dipakai dalam penyajian data:
nasari, tabel dan diagram.
- Diagram Run Chart
Sangat bermanfaat tergantung berapa banyak data yang
dikumpulkan, sangat sederhana dan mudah diinterpretasikan.
Diagram ini digunakan untuk mengevaluasi data dari waktu ke
waktu, dan dapat menunjukan: gambaran umum sebuah proses,
garis yang menunjukan nilai sepanjang waktu, dan trend naik
turun. Diagram ini juga dapat mendeteksi pergeseran / shifts (jika 8
titik atau lebih berturut-turut jatuh pada satu sisi garis tengah.
Titik pada garis rata-rata tidak masuk hitungan), tren (jika 6 titik
atau lebih berturut-turut bergerak kea rah yang sama. Titik garis
datar tidak termasuk dalam hitungan), dan zigzag (14 titik atau
lebih turun naik).

- Diagram Grafik Batang / Bar Chart


Grafik batang adalah bagan atau grafik yang menyajikan data
kategori dengan batang persegi Panjang dengan tinggi atau Panjang
yang sebanding dengan nilai yang diwakilinya. Batang dapat diplot
secara vertical atau horizontal. Diagram ini merupakan salah satu
visualisasi yang paling umum digunakan, dan biasanya digunakan
untuk membandingkan data cepat dari seluruh kategori yang ada.
Contoh: membandingkan data antar triwulan, membandingkan
capaian antar unit yang sama.

82
- Pie Chart
Pie chart merupakan lingkaran yang dibagi-bagi berdasarkan
proporsi subpopulasi data yang diperoleh. Menunjukan proporsi
subpopulasi dalam sebuah populasi.

- Basic Control Chart


Grafik ini merupakan cara asalisa yang lebih rumit dan
memerlukan data yang lebih banyak. Data bisa dipresentasikan
dalam beberapa bentuk: persentase, rate, hitungan, dan nilai
individual. Banyak model diagram control diperlukan sesuai jenis
data yang berbeda, namun semua diagram control mirip dan
diinterpretasikan dengan cara yang sama. Diagram control ini
digunakan untuk menilai stabilitas suatu proses melalui analisis
variasi kinerja dari waktu ke waktu. Diagram control lebih spesifik
daripada diagram run chart karena dapat menilai apakah proses
berada dalam control atau terkendali dengan adanya garis control
atas dan garis control bawah.

83
Prinsip terkait analisis adalah berisi deskriptif dari grafik, bukan
membaca grafik. Berisi capaian (rata-rata atau median), terdapat tren
capaian, data benchmark (internal, eksternal, literatur), hasil interpretasi
grafik, dan keterangan lain yang mendukung pengumpulan data indicator
(termasuk penggunaan PDSA jika diperlukan).
Pengendalian kualitas mutu di atas diterapkan dengan pengumpulan data
indikator mutu utama RS dan indikator mutu unit yang di analisa.
Analisa hasil pengumpulan indikator mutu dilakukan dengan memakai
siklus “Plan – Do – Study – Action”( P- D – S – A ) (rencanakan –
laksanakan – pembelajaran – aksi). Pola P-D-S-A . Dengan P-D-S-A
adalah alat yang bermanfaat untuk melakukan perbaikan secara terus –
menerus ( continues improvement ) tanpa berhenti.
Konsep P-D-S-A tersebut merupakan pedoman bagi setiap unit untuk
melakukan proses perbaikan kualitas (quality improvement) secara terus
menerus tanpa berhenti tetapi meningkat ke keadaaan yang lebih baik
dan dijalankan di seluruh bagian organisasi
Keempat tahapan siklus PDSA:
Plan : perubahan yang akan diuji atau diterapkan
Do : melakukan tes atau perubahan
Study : data sebelum dan setelah perubahan dan merefleksikan apa
yang telah dipelajari

84
Act : rencana perubahan siklus berikutnya atau implementasi
penuh

Interpretasi data merupakan suatu kegiatan menggabungkan hasil


analisis dengan pernyataan, kriteria, atau standar tertentu untuk
menemukan maksan dari data yang dikumpulkan untuk menjawab
permasalahan pembelajaran yang sedang diperbaiki. Pada tahap ini
terdapat proses pembelajaran dari database eksternal untuk tujuan
perbandingan internal dari waktu ke waktu, perbandingan dengan rumah
sakit yang setara, dengan praktik terbaik, dan dengan sumber ilmiah
professional yang objektif.
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a. Menentukan grafik yang sesuai: mengubah data yang dikumpulkan
menjadi informasi yang berguna untuk menentukan langkag tindak
lanjut pemecahan masalah dan membuat keputusan.
b. Melakukan interpretasi yang benar
 Konten minimal yang dapat ditampilkan: capaian, target, dan
linear.
 Kombinasi grafik
 Menggambar trendline
 Menggunakan metode statistic yang sesuai

Dari kegiatan ini akan didapatkan akar masalah, untuk menentukan


upaya perbaikan dan rencana tindak lanjut. Upaya perbaikan merupakan
upaya-upaya yang telah dilakukan unit kerja untuk mempertahankan
atau meningkatkan capaian indicator dan menjawab setiap akar masalah
yang telah digali. Rencana tindak lanjut adalah upaya yang dilakukan
unit kerja untuk akar masalah yang belum selesai. Selanjutnya dibuat
rekomendasi sebagai upaya yang akan dilakukan atau rekomendasi dari
kepala unit kerja/ ketua komite mutu / direksi/ direktur utama.

Benchmarking didefinisikan sebagai proses perbaikan mutu dimana


organisasi mengukur performa dengan membandingkannya dengan
organisasi lain yang terbaik, menentukan bagimana rumah sakit

85
mencapai performanya dan menggunakan informasinya untuk
meningkatkan performa. Benchmark data mutu adalah membandingkan
hasil pencapaian data mutu internal rumah sakit dengan data mutu
eksternal rumah sakit, standar, evidence base dan ketentuan lainnya
untuk membantu rumah sakit memahami sumber dan sifat perubahan
yang tidak dikehendaki serta membantu fokus pada upaya perbaikan.
Dilakukan dengan membandingkan dengan rumah sakit yang
sejenis/selevel, membandingkan dengan standar yang ditetapkan oleh
WHO, JCI, dan Departemen Kesehatan RI. Data ini hanya bisa didapat
bila profil indicator sama (definisi, numerator dan denumerator).
Indikator mutu dapat diganti bila secara berturut-turut minimal selama
satu tahun sudah tercapai targetnya. Indikator mutu nasional, data tetap
dikumpulkan walaupun pencapaian targetnya sudah tercapai terus
menerus selama satu tahun. Indikator mutu yang sudah diganti dapat
dijadikan indicator mutu kembali.

7. Evaluasi Paduan Praktek Klinis

Ketua Komite Medik menetapkan paling sedikit 5 (lima) prioritas panduan


praktik klinis(PPK) untuk masing-masing KSM pertahun. Kemudian PPK
tersebut di jabarkan dalam bentuk alur klinis dan/atau protokol klinis
dan atau prosedur dan atau standing order, sebagai panduan dari
standarisasi proses asuhan klinik yang dimonitor oleh Komite Medik.

Tujuan ditetapkannya panduan praktik klinis adalah sebagai berikut:

– Melakukan standarisasi proses asuhan klinik


– Mengurangi risiko dalam proses asuhan, terutama yang berkaitan
asuhan kritis
– Memanfaatkan sumber daya yang tersedia dengan efisien dalam
memberikan asuhan klinik tepat waktu dan efektif
– Memanfaatkan indikator prioritas sebagai indikator dalam penilaian
kepatuhan penerapan alur klinis di area yang akan diperbaiki di
tingkat rumah sakit
– Secara konsisten menggunakan praktik berbasis bukti (“evidence
based practices”) dalam memberikan asuhan bermutu tinggi
86
Penerapan panduan praktik klinis-clinical pathway dipilih oleh masing-
masing kelompok staf medis adalah di unit-unit pelayanan, dimana DPJP
memberikan asuhan.

Mengacu pada prioritas pengukuran mutu pelayanan klinis yang akan di


evaluasi maka selain ditetapkan indikator mutu, juga diperlukan
standarisasi proses asuhan klinis pada prioritas pengukuran mutu di
rumah sakit.

Secara periodik Komite Medik melakukan evaluasi terhadap kepatuhan


DPJP terhadap penerapan alur klinis (clinical pathway) dalam melakukan
pelayanan medis sehari-hari. Komite Medik juga melakukan evaluasi
terhadap efisiensi biaya sebelum dan sesudah diterapkannya clinical
pathway. Hasil evaluasi ini kemudian dilaporkan kepada Komite PMKP

8. Diklat

Partisipasi dalam pengumpulan data, analisa, perencanaan dan


pelaksanaan PMKP memerlukan pengetahuan dan ketrampilan yang
kebanyakan staf tidak mempunyainya atau tidak menggunakannya secara
rutin. Mereka harus diberi pelatihan sesuai dengan peran dalam program
yang direncanakan jika mereka diiminta untuk berpartisipasi dalam
melaksanakan kegiatan program. Perlu dilakukan penyesuaian kegiatan
rutin dari staf agar tersedia cukup waktu bagi mereka untuk
berpartisipasi secara penuh dalam kegiatan pelatihan dan perbaikan
sebagai bagian dari tugas rutin sehari-hari. Direktur, direksi dan Ketua
PMKP wajib mengikuti pelatihan eksternal yang dilakukan KARS.
Kemudian Ketua PMKP yang telah mengikuti pelatihan tersebut membuat
diklat internal kepada seluruh staff RSUD Bajawa.

87
9. Penilaian Kinerja
1. Monitoring kinerja Direksi, para pimpinan, profesi dan staf non klinis.
Evaluasi kinerja seluruh karyawan RS dilakukan secara berkala,
minimal satu kali setahun. Hasil evaluasi akan dilaporkan ke Direktur.
2. Monitoring evaluasi kontrak / Kerjasama
Kontrak / kerjasama RS akan dievaluasi secara teratur oleh para
manajer RS dan Komite PMKP. Hasil evaluasi akan dilaporkan ke
Direktur Utama.

88
BAB IX

KESELAMATAN PASIEN

A. KETENTUAN UMUM
Keselamatan Pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien
lebih aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil. (PMK No. 11 tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien).
Insiden Keselamatan Pasien yang selanjutnya disebut Insiden, adalah setiap
kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien.
Tujuan dari pengaturan Keselamatan Pasien adalah untuk meningkatkan
mutu pelayanan fasilitas pelayanan kesehatan melalui penerapan manajemen
risiko dalam seluruh aspek pelayanan yang disediakan oleh fasilitas pelayanan
kesehatan. Tujuan Keselamatan Pasien adalah:
- Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
- Meningkatkan akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat
- Menurunkan angka insiden Keselamatan Pasien di rumah sakit
- Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tindak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan.
Setiap fasilitas pelayana Kesehatan harus menyelenggarakan
Keselamatan Pasien. Penyelenggaraan Keselamatan Pasien dilakukan melalui
pembentukan system pelayanan yang menerapkan:
a. Standar Keselamatan Pasien, yang meliputi standar:
o Standar I Hak pasien
Hak pasien merupakan hak pasien dan keluarganya untuk
mendapatkan informasi tentang diagnosis dan tata cara tindakan
medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan
komplikasi yang mungkin terjadi, prognosis terhadap tindakan yang
dilakukan, dan perkiraan biaya pengobatan.
Kriteria standar hak pasien meliputi;
 harus ada dokter penanggung jawab pelayanan;
 rencana pelayanan dibuat oleh dokter penanggung jawab
pelayanan; dan
 penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya
dilakukan oleh dokter penanggung jawab pelayanan.
o Standar II Pendidikan bagi pasien dan keluarga

89
Standar pendidikan kepada pasien dan keluarga berupa kegiatan
mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung
jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria Standar pendidikan kepada pasien dan keluarga meliputi:
 memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap, dan jujur;
 mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga;
 mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti;
 memahami konsekuensi pelayanan;
 mematuhi nasihat dokter dan menghormati tata tertib fasilitas
pelayanan kesehatan;
 memperlihatkan sikap saling menghormati dan tenggang rasa; dan
 memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
o Standar III Keselamatan Pasien dalam kesinambungan pelayanan
Standar Keselamatan Pasien dalam kesinambungan pelayanan
merupakan upaya fasilitas pelayanan kesehatan di bidang
Keselamatan Pasien dalam kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria standar Keselamatan Pasien dalam kesinambungan pelayanan
meliputi:
 pelayanan secara menyeluruh dan terkoordinasi mulai dari saat
pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan,
tindakan pengobatan, pemindahan pasien, rujukan, dan saat
pasien keluar dari fasilitas pelayanan Kesehatan;
 koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien
dan ketersediaan sumber daya fasilitas pelayanan kesehatan;
 koordinasi pelayanan dalam meningkatkan komunikasi untuk
memfasilitasi dukungan keluarga, asuhan keperawatan, pelayanan
sosial, konsultasi, rujukan, dan tindak lanjut lainnya; dan
 komunikasi dan penyampaian informasi antar profesi kesehatan
sehingga tercapai proses koordinasi yang efektif.
o Standar IV Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan peningkatan Keselamatan Pasien
Standar penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan Keselamatan Pasien merupakan
kegiatan mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang telah
ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan
kinerja serta Keselamatan Pasien.
Kriteria standar penggunaan metode peningkatan kinerja untuk
melakukan evaluasi dan program peningkatan Keselamatan Pasien
meliputi:

90
 setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan proses
perancangan (desain) yang baik;
 setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan
pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait dengan
pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu
pelayanan, dan keuangan;
 setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan evaluasi
semua insiden dan secara proaktif melakukan evaluasi 1 (satu)
proses kasus risiko tinggi setiap tahun; dan
 setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menggunakan semua
data dan informasi hasil evaluasi dan analisis untuk menentukan
perubahan sistem (redesain) atau membuat sistem baru yang
diperlukan, agar kinerja dan Keselamatan Pasien terjamin.
o Standar V Peran kepemimpinan dalam meningkatkan Keselamatan
Pasien;
Standar peran kepemimpinan dalam meningkatkan Keselamatan
Pasien merupakan kegiatan pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
dalam:
 mendorong dan menjamin implementasi Keselamatan Pasien secara
terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan tujuh langkah
menuju Keselamatan Pasien;
 menjamin berlangsungnya kegiatan identifikasi risiko Keselamatan
Pasien dan menekan atau mengurangi insiden secara proaktif; c
 menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan individu
berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang Keselamatan
Pasien;
 mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji, dan meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan
serta meningkatkan Keselamatan Pasien; dan
 mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusi setiap unsur dalam
meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan
Keselamatan Pasien.
Kriteria standar peran kepemimpinan dalam meningkatkan
Keselamatan Pasien meliputi:
 terdapat tim antar disiplin untuk mengelola Keselamatan Pasien;
 tersedia kegiatan atau program proaktif untuk identifikasi risiko
keselamatan dan program meminimalkan Insiden;
 tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua
komponen dari fasilitas pelayanan kesehatan terintegrasi dan
berpartisipasi dalam Keselamatan Pasien;

91
 tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap Insiden, termasuk
asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko,
dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan
analisis;
 tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan
dengan Insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan
jelas tentang analisis akar masalah Kejadian Nyaris Cedera (KNC),
KTD, dan kejadian sentinel pada saat Keselamatan Pasien mulai
dilaksanakan;
 tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis Insiden, atau
kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme
untuk mendukung staf dalam kaitan dengan kejadian sentinel;
 terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar
unit dan antar pengelola pelayanan di dalam fasilitas pelayanan
kesehatan dengan pendekatan antar disiplin;
 tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam
kegiatan perbaikan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan
perbaikan Keselamatan Pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap
kecukupan sumber daya tersebut; dan
 tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi
menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas
perbaikan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan Keselamatan
Pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.
o Standar VI Pendidikan bagi staf tentang Keselamatan Pasien
Standar pendidikan kepada staf tentang Keselamatan Pasien
merupakan kegiatan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan untuk
meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung
pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien.
Kriteria Standar pendidikan kepada staf tentang Keselamatan Pasien
memiliki:
 setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus memiliki program
pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang memuat
topik Keselamatan Pasien sesuai dengan tugasnya masing-masing;
 setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus mengintegrasikan topik
Keselamatan Pasien dalam setiap kegiatan pelatihan/magang dan
memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan Insiden; dan
 setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan
pelatihan tentang kerjasama tim (teamwork) guna mendukung
pendekatan interdisipliner dan kolaboratif dalam rangka melayani
pasien.

92
o Standar VII Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
Keselamatan Pasien
Standar komunikasi sebagaimana merupakan kegiatan fasilitas
pelayanan kesehatan dalam merencanakan dan mendesain proses
manajemen informasi Keselamatan Pasien untuk memenuhi kebutuhan
informasi internal dan eksternal yang tepat waktu dan akurat.
Kriteria standar komunikasi memiliki:
 tersedianya anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal
terkait dengan Keselamatan Pasien; dan
 tersedianya mekanisme identifikasi masalah dan kendala
komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada.

b. Sasaran Keselamatan Pasien, meliputi tercapainya:


o Sasaran I Mengidentifikasi pasien dengan benar;
o Sasaran II Meningkatkan komunikasi yang efektif;
o Sasaran III Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus
diwaspadai;
o Sasaran IV Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang
benar, pembedahan pada pasien yang benar;
o Sasaram V Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan; dan
o Sasaran VI Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh.

SASARAN I MENGINDENTIFIKASI PASIEN DENGAN BENAR

Fasilitas pelayanan Kesehatan menyusun pendekatan untuk memperbaiki


ketepatan identifikasi pasien.

Maksud dan Tujuan

Kesalahan karena keliru-pasien sebenarnya terjadi di semua aspek diagnosis dan


pengobatan. Keadaan yang dapat mengarahkan terjadinya error/kesalahan dalam
mengidentifikasi pasien, adalah pasien yang dalam keadaan terbius / tersedasi,
mengalami disorientasi, atau tidak sadar sepenuhnya; mungkin bertukar tempat
tidur, kamar, lokasi di dalam fasilitas pelayanan kesehatan; mungkin mengalami
disabilitas sensori; atau akibat situasi lain. Tujuan ganda dari sasaran ini
adalah: pertama, untuk dengan cara yang dapat dipercaya/reliable
mengidentifikasi pasien sebagai individu yang dimaksudkan untuk mendapatkan
pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk mencocokkan pelayanan atau
pengobatan terhadap individu tersebut. Kebijakan dan/atau prosedur yang
secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi,
khususnya proses yang digunakan untuk mengidentifikasi pasien ketika
pemberian obat, darah atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain
untuk pemeriksaan klinis; atau memberikan pengobatan atau tindakan lain.

93
Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk
mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, dengan dua nama pasien,
nomor identifikasi menggunakan nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang
( identitas pasien) dengan bar-code, atau cara lain. Nomor kamar atau lokasi
pasien tidak bias digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur
juga menjelaskan penggunaan dua pengidentifikasi/penanda yang berbeda pada
lokasi yang berbeda di fasilitas pelayanan kesehatan, seperti di pelayanan
ambulatori atau pelayanan rawat jalan yang lain, unit gawat darurat, atau kamar
operasi. Identifikasi terhadap pasien koma yang tanpa identitas, juga termasuk.
Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau
prosedur untuk memastikan telah mengatur semua situasi yang memungkinkan
untuk diidentifikasi.

Kegiatan yang Dilaksanakan:

i. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh


menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
j. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
k. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuK
pemeriksaan klinis Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan
tindakan / prosedur.
l. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang
konsisten pada semua situasi dan lokasi.

SASARAN II MENINGKATKAN KOMUNIKASI EFEKTIF

Fasilitas pelayanan kesehatan menyusun pendekatan agar komunikasi di antara


para petugas pemberi perawatan semakin efektif.

Maksud dan Tujuan

Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami
oleh resipien/penerima, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan
peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat secara elektronik, lisan,
atau tertulis. Komunikasi yang paling mudah mengalami kesalahan adalah
perintah diberikan secara lisan dan yang diberikan melalui telpon, bila
diperbolehkan peraturan perundangan. Komunikasi lain yang mudah terjadi
kesalahan adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti
laboratorium klinis menelpon unit pelayanan pasien untuk melaporkan hasil
pemeriksaan segera /cito.

Fasilitas pelayanan kesehatan secara kolaboratif mengembangkan suatu


kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan melalui telepon
termasuk: menuliskan (atau memasukkan ke komputer) perintah secara lengkap
atau hasil pemeriksaan oleh penerima informasi; penerima membacakan kembali
(read back) perintah atau hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa
yang sudah dituliskan dan dibacakan ulang dengan akurat.untuk obat-obat yang

94
termasuk obat NORUM/LASA dilakukan eja ulang. Kebijakan dan/atau prosedur
mengidentifikasi alternatif yang diperbolehkan bila proses pembacaan kembali
(read back) tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan dalam situasi
gawat darurat/emergensi di IGD atau ICU.

Kegiatan yang Dilaksanakan:

6. Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan dituliskan
secara lengkap oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
7. Perintah lisan dan melalui telpon atau hasil pemeriksaan secara lengkap
dibacakan kembali oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
8. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang memberi
perintah atau hasil pemeriksaan tersebut
9. Kebijakan dan prosedur mendukung praktek yang konsisten dalam
melakukan verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan melalui telepon.

SASARAN III MENINGKATKAN KEAMANAN OBAT-OBAT YANG HARUS


DIWASPADAI

Fasilitas pelayanan Kesehatan mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki


keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai.

Maksud Dan Tujuan

Bila obat-obatan adalah bagian dari rencana pengobatan pasien, maka


penerapan manajemen yang benar penting/krusial untuk memastikan
keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications)
adalah obat yang persentasinya tinggi dalam menyebabkan terjadi
kesalahan/error dan/atau kejadian sentinel (sentinel event), obat yang berisiko
tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) demikian
pula obat-obat yang tampak mirip/ucapan mirip (Nama Obat, Rupa dan Ucapan
Mirip/NORUM, atau Look-Alike Sound-Alike/ LASA). Daftar obat-obatan yang
sangat perlu diwaspadai tersedia di WHO. Yang sering disebut-sebut dalam isu
keamanan obat adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja
(misalnya, kalium/potasium klorida [sama dengan 2 mEq/ml atau yang lebih
pekat)], kalium/potasium fosfat [(sama dengan atau lebih besar dari 3 mmol/ml)],
natrium/sodium klorida [lebih pekat dari 0.9%], dan magnesium sulfat [sama
dengan 50% atau lebih

Kegiatan yang Dilaksanakan:

9. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi,


lokasi, pemberian label, dan penyimpanan obat-obat yang perlu diwaspadai
10.Kebijakan dan prosedur diimplementasikan
11.Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian
yang tidak sengaja di area tersebut, bila diperkenankan kebijakan.

95
12.Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien harus diberi
label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).

SASARAN IV MEMASTIKAN LOKASI PEMBEDAHAN YANG BENAR,


PROSEDUR YANG BENAR, PEMBEDAHAN PADA PASIEN YANG BENAR

Fasilitas pelayanan Kesehatan mengembangkan suatu pendekatan untuk


memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi.

Maksud Dan Tujuan

 Salah-lokasi, salah-prosedur, salah-pasien operasi, adalah kejadian yang


mengkhawatirkan dan biasa terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan.
Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak
adekuat antara anggota tim bedah, kurang/ tidak melibatkan pasien di dalam
penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk memverifikasi
lokasi operasi. Di samping itu juga asesmen pasien yang tidak adekuat,
penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak
mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan
yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible handwriting) dan
pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi yang sering
terjadi. Fasilitas pelayanan kesehatan perlu untuk secara kolaboratif
mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam
mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini. Kebijakan termasuk
definisi dari operasi yang memasukkan sekurang-kurangnya prosedur yang
menginvestigasi dan/atau mengobati penyakit dan kelainan/disorder pada
tubuh manusia dengan cara menyayat, membuang, mengubah, atau
menyisipkan kesempatan diagnostik/terapeutik. Kebijakan berlaku atas
setiap lokasi di fasilitas pelayanan kesehatan dimana prosedur ini dijalankan.
Praktek berbasis bukti, seperti yang diuraikan dalam Surgical Safety Checklist
dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal
Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.
Penandaan lokasi operasi melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda
yang segera dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di
seluruh fasilitas pelayanan kesehatan; dan harus dibuat oleh orang yang
akan melakukan tindakan; harus dibuat saat pasien terjaga dan sadar; jika
memungkinkan, dan harus terlihat sampai pasien disiapkan dan diselimuti.
Lokasi operasi ditandai pada semua kasus termasuk sisi (laterality), struktur
multipel (jari tangan, jari kaki, lesi), atau multiple level (tulang belakang).
Maksud dari proses verifikasi praoperatif adalah untuk :
 memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
 memastikan bahwa semua dokumen, foto (images), dan hasil pemeriksaan
yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang;
 Memverifikasi keberadaan peralatan khusus dan/atau implant-implant yang
dibutuhkan.
Tahap “Sebelum insisi”/Time out memungkinkan setiap pertanyaan yang

96
belum terjawab atau kesimpang-siuran dibereskan. Time out dilakukan di
tempat tindakan akan dilakukan, tepat sebelum dilakukan tindakan.

Kegiatan yang Dilaksanakan:


Fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan suatu tanda yang jelas dan dapat
dimengerti untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam
proses penandaan/pemberi tanda.
1. Fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan suatu checklist atau proses lain
untuk memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat
pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat,
dan fungsional.
2. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum
insisi/time-out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan
pembedahan.
3. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung keseragaman
proses untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien,
termasuk prosedur medis dan tindakan pengobatan gigi/dental yang
dilaksanakan di luar kamar operasi.

SASARAN V MENGURANGI RISIKO INFEKSI AKIBAT PERAWATAN


KESEHATAN

Fasilitas pelayanan Kesehatan mengembangkan suatu pendekatan untuk


mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

Maksud dan Tujuan

Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan praktisi dalam


kebanyakan tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk
mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan
keprihatinan besar bagi pasien maupun para professional pelayanan kesehatan.
Infeksi umumnya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk
infeksi saluran kemih-terkait kateter, infeksi aliran darah (blood stream infections)
dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Pokok dari
eliminasi infeksi ini maupun infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang
tepat. Pedoman hand hygiene yang berlaku secara internasional bisa diperoleh
dari WHO, fasilitas pelayanan kesehatan mempunyai proses kolaboratif untuk
mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau
mengadopsi pedoman hand hygiene yang diterima secara umum untuk
implementasi pedoman itu di Fasilitas pelayanan Kesehatan.

Kegiatan yang Dilaksanakan:

1. Fasilitas pelayanan Kesehatan mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand


hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari
WHO Patient Safety).

97
2. Fasilitas pelayanan Kesehatan menerapkan program hand hygiene yang
efektif.
3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan secara berkelanjutan risiko infeksi yang terkait pelayanan
kesehatan

SASARAN VI MENGURANGI RISIKO CEDERA AKIBAT TERJATUH

Fasilitas pelayanan kesehatan mengembangkan suatu pendekatan untuk


mengurangi risiko pasien dari cedera karena jatuh.

Maksud dan Tujuan.

Jumlah kasus jatuh menjadi bagian yang bermakna penyebab cedera pasien
rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang
diberikan, dan fasilitasnya, fasilitas pelayanan kesehatan perlu mengevaluasi
risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila
sampai jatuh. Evaluasi bisa meliputi riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap
obat dan konsumsi alkohol, penelitian terhadap gaya/cara jalan dan
keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program ini
memonitor baik konsekuensi yang dimaksudkan atau yang tidak sengaja
terhadap langkah-langkah yang dilakukan untuk mengurangi jatuh. Misalnya
penggunaan yang tidak benar dari alat penghalang atau pembatasan asupan
cairan bisa menyebabkan cedera, sirkulasi yang terganggu, atau integrasi kulit
yang menurun. Program tersebut harus diterapkan di fasilitas pelayanan
kesehatan.

Kegiatan yang Dilaksanakan :

1. Fasilitas pelayanan kesehatan menerapkan proses asesmen awal risiko pasien


jatuh dan melakukan asesmen ulang terhadap pasien bila diindikasikan
terjadi perubahan kondisi atau pengobatan.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang
pada hasil asesmen dianggap berisiko

c. Tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien, yang terdiri atas:


Sangat penting bagi staf fasilitas pelayanan kesehatan untuk dapat menilai
kemajuan yang telah dicapai dalam memberikan asuhan yang lebih aman.
Dengan tujuh langkah menuju keselamatan pasien Fasilitas pelayanan Kesehatan
dapat memperbaiki keselamatan pasien, melalui perencanaan kegiatan dan
pengukuran kinerjanya. Melaksanakan tujuh langkah ini akan membantu
memastikan bahwa asuhan yang diberikan seaman mungkin, dan jika terjadi
sesuatu hal yang tidak benar bisa segera diambil tindakan yang tepat. Tujuh
langkah ini juga bisa membantu Fasilitas pelayanan Kesehatan mencapai
sasaran-sasarannya untuk Tata Kelola Klinik, Manajemen Risiko, dan
Pengendalian Mutu.

98
Tujuh langkah menuju keselamatan pasien terdiri dari :
o membangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien;
o memimpin dan mendukung staf;
o mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko;
o mengembangkan sistem pelaporan;
o melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien;
o belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan Pasien; dan
o mencegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan Pasien

LANGKAH 1 MEMBANGUN KESADARAN AKAN NILAI KESELAMATAN


PASIEN

Segala upaya harus dikerahkan di Fasilitas pelayanan Kesehatan untuk


menciptakan lingkungan yang terbuka dan tidak menyalahkan sehingga aman
untuk melakukan pelaporan.

Ciptakan budaya adil dan terbuka. Dimasa lalu sangat sering terjadi reaksi
pertama terhadap insiden di Fasilitas pelayanan Kesehatan adalah menyalahkan
staf yang terlibat, dan dilakukan tindakan-tindakan hukuman. Hal ini,
mengakibatkan staf enggan melapor bila terjadi insiden. Penelitian menunjukkan
kadang-kadang staf yang terbaik melakukan kesalahan yang fatal, dan kesalahan
ini berulang dalam lingkungan Fasilitas pelayanan Kesehatan. Oleh karena
itu,diperlukan lingkungan dengan budaya adil dan terbuka sehingga staf berani
melapor dan penanganan insiden dilakukan secara sistematik. Dengan budaya
adil dan terbuka ini pasien, staf dan Fasilitan Kesehatan akan memperoleh
banyak manfaat.

Kegiatan yang Dilaksanakan:

Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan :

1. Pastikan ada kebijakan yang menyatakan apa yang harus dilakukan oleh staf
apabila terjadi insiden, bagaimana dilakukan investigasi dan dukungan apa
yang harus diberikan kepada pasien, keluarga, dan staf.
2. Pastikan dalam kebijakan tersebut ada kejelasan tentang peran individu dan
akuntabilitasnya bila terjadi insiden.
3. Lakukan survei budaya keselamatan untuk menilai budaya pelaporan dan
pembelajaran di Fasilitas pelayanan Kesehatan anda.

Untuk tingkat Unit/Pelaksana :

1. Pastikan teman anda merasa mampu berbicara tentang pendapatnya dan


membuat laporan apabila terjadi insiden.
2. Tunjukkan kepada tim anda tindakan-tindakan yang sudah dilakukan oleh
Fasilitas pelayanan Kesehatan menindak lanjuti laporan-laporan tersebut
secara adil guna pembelajaran dan pengambilan keputusan yang tepat.

99
LANGKAH 2 MEMIMPIN DAN MENDUKUNG STAF

Tegakkan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien diseluruh
Fasilitas pelayanan Kesehatan anda. Keselamatan pasien melibatkan setiap
orang dalam Fasilitas pelayanan Kesehatan anda. Membangun budaya
keselamatan sangat tergantung kepada kepemimpinan yang kuat dan kemapuan
organisasi mendengarkan pendapat seluruh anggota.

Kegiatan yang Dilaksanakan :

Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan :

1. Pastikan ada anggota eksekutif yang bertanggung jawab tentang keselamatan


pasien. Anggota eksekutif di rumah sakit merupakan jajaran direksi rumah
sakit yang meliputi kepala atau direktur rumah sakit dan pimpinan unsur-
unsur yang ada dalam struktur organisasi rumah sakit, sedangkan untuk
fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan jajaran pimpinan
organisasi jenis fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama.
2. Tunjuk penggerak/champion keselamatan pasien di tiap unit.
3. Tempatkan keselamatan pasien dalam agenda pertemuan-pertemuan pada
tingkat manajemen dan unit.
4. Masukkan keselamatan pasien ke dalam program-program pelatihan bagi staf
dan pastikan ada pengukuran terhadap efektifitas pelatihanpelatihan
tersebut.

Untuk tingkat Unit/Pelaksana :

1. Calonkan penggerak/champion untuk keselamatan pasien.


2. Jelaskan pentingnya keselamatan pasien kepada anggota unit anda.
3. Tumbuhkan etos kerja dilingkungan tim/unit anda sehingga staf merasa
dihargai dan merasa mampu berbicara apabila mereka berpendapat bahwa
insiden bisa terjadi.

LANGKAH 3 MENGINTEGRASIKAN AKTIVITAS PENGELOLAAN RISIKO

Bangun sistem dan proses untuk mengelola risiko dan mengindentifikasi


kemungkinan terjadinya kesalahan. Sistem manajemen risiko akan membantu
Fasilitas pelayanan Kesehatan mengelola insiden secara efektif dan mencegah
kejadian berulang kembali. Keselamatan pasien adalah komponen kunci dari
manajemen risiko, dan harus di integrasikan dengan keselamatan staf,
manajemen komplain, penanganan litigasi dan klaim serta risiko keuangan dan
lingkungan. Sistem manajemen risiko ini harus di dukung oleh strategi
manajemen risiko Fasilitas pelayanan Kesehatan, yang mencakup progam
program asesmen risiko secara pro-aktif dan risk register.

Kegiatan yang Dilaksanakan :

Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan:

100
1. Pelajari kembali struktur dan proses untuk pengelolaan risiko klinis dan non
klinis, dan pastikan hal ini sudah terintegrasi dengan keselamatan pasien dan
staf komplain dan risiko keuangan serta lingkungan.
2. Kembangkan indikor-indikator kinerja untuk sistem manajemen risiko anda
sehingga dapat di monitor oleh pimpinan.
3. Gunakan informasi-informasi yang diperoleh dari sistem pelaporan insiden
dan asesmen risiko untuk perbaikan pelayanan pasien secara pro-aktif.

Untuk tingkat Unit/Pelaksana:

1. Giatkan forum-forum diskusi tentang isu-isu manajemen risiko dan


keselamatan pasien, berikan feedback kepada manajemen.
2. Lakukan asesmen risiko pasien secara individual sebelum dilakukan
Tindakan
3. Lakukan proses asesmen risiko secara reguler untuk tiap jenis risiko dan
lakukan tindaka-tindakan yang tepat untuk meminimalisasinya. Pastikan
asesmen risiko yang ada di unit anda masuk ke dalam proses asesmen risiko
di tingkat organisasi dan risk register.

LANGKAH 4 MENGEMBANGKAN SISTEM PELAPORAN

Sistem pelaporan sangat vital di dalam pengumpulan informasi sebagai dasar


analisa dan penyampaikan rekomendasi. Pastikan staf anda mudah untuk
melaporkan insiden secara internal (lokal) maupun eksternal (nasional).

Kegiatan yang Dilaksanakan:

Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan:

1. Bangun dan implementasikan sistem pelaporan yang menjelaskan bagaimana


dan cara Fasilitas pelayanan Kesehatan melaporkan insiden secara nasional
ke Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP).

Untuk tingkat Unit/Pelaksana:

1. Dorong kolega anda untuk secara aktif melaporkan insiden-insiden


keselamatan pasien baik yang sudah terjadi maupun yang sudah di cegah
tetapi bisa berdampak penting untuk pembelajaran. Panduan secara detail
tentang sistem pelaporan insiden keselamatan pasien akan di susun oleh
Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP).

LANGKAH 5 MELIBATKAN DAN BERKOMUNIKASI DENGAN PASIEN

Peran aktif pasien dalam proses asuhannya harus diperkenalkan dan di dorong.
Pasien memainkan peranan kunci dalam membantu penegakan diagnosa yang
akurat, dalam memutuskan tindakan pengobatan yang tepat, dalam memilih
fasilitas yang aman dan berpengalaman, dan dalam mengidentifikasi Kejadian

101
Tidak Diharapkan (KTD) serta mengambil tindakan yang tepat. Kembangkan
cara- cara berkomunikasi cara terbuka dan mendengarkan pasien.

Kegiatan yang Dilaksanakan:

Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan:

1. Kembangkan kebijakan yang mencakup komunikasi terbuka dengan pasien


dan keluarganya tentang insiden yang terjadi
2. Pastikan pasien dan keluarganya mendapatkan informasi apabila terjadi
insiden dan pasien mengalami cidera sebagai akibatnya.
3. Berikan dukungan kepada staf, lakukan pelatihan-pelatihan dan dorongan
agar mereka mampu melaksanakan keterbukaan kepada pasien dan
keluarganya.

Untuk tingkat Unit/Pelaksanaa:

1. Pastikan anggota tim menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan


keluargannya secara aktif waktu terjadi insiden.
2. Prioritaskan kebutuhan untuk memberikan informasi kepada pasien dan
keluarganya waktu terjadi insiden, dan berikan informasi yang jelas, akurat
dan tepat waktu
3. Pastikan pasien dan keluarganya menerima pernyataan ”maaf” atau rasa
keprihatinan kita dan lakukan dengan cara terhormat dan simpatik.

LANGKAH 6 BELAJAR DAN BERBAGI PENGALAMAN TENTANG


KESELAMATAN PASIEN

Jika terjadi insiden keselamatan pasien, isu yang penting bukan siapa yang
harus disalahkan tetapi bagaimana dan mengapa insiden itu terjadi. Salah satu
hal yang terpenting yang harus kita pertanyakan adalah apa yang sesungguhnya
terjadi dengan sistem kita ini. Dorong staf untuk menggunakan analisa akar
masalah guna pembelajaran tentang bagaimana dan mengapa terjadi insiden.

Kegiatan yang Dilaksanakan:

Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan:

1. Yakinkan staf yang sudah terlatih melakukan investigasi insiden secara tepat
sehingga bias mengidentifikasi akar masalahnya.
2. Kembangkan kebijakan yang mencakup kriteria kapan fasilitas pelayanan
kesehatan harus melakukan Root Cause Analysis (RCA).

Untuk tingkat Unit/Pelaksana :

1. Lakukan pembelajaran di dalam lingkup unit anda dari analisa insiden


keselamatan pasien.
2. Identifikasi unit lain yang kemungkinan terkena dampak dan berbagilah
proses pembelajaran anda secara luas.

102
LANGKAH 7 MENCEGAH CEDERA MELALUI IMPLEMENTASI SISTEM
KESELAMATAN PASIEN

Salah satu kekurangan Fasilitas pelayanan Kesehatan di masa lalu adalah


ketidakmampuan dalam mengenali bahwa penyebab kegagalan yang terjadi di
satu Fasilitas pelayanan Kesehatan bisa menjadi cara untuk mencegah risiko
terjadinya kegagalan di Fasilitas pelayanan Kesehatan yang lain. Pembelajaran
lewat perubahan-perubahan didalam praktek, proses atau sistem. Untuk sistem
yang sangat komplek seperti Fasilitas pelayanan Kesehatan untuk mencapai hal-
hal diatas dibutuhkan perubahan budaya dan komitmen yang tinggi bagi seluruh
staf dalam waktu yang cukup lama.

Kegiatan yang Dilaksanakan:

Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan:

1. Gunakan informasi yang berasal dari sistem pelaporan insiden, asesmen


risiko, investigasi insiden, audit dan analisa untuk menetapkan solusi di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Hal ini mencakup redesigning system dan
proses, penyelarasan pelatihan staf dan praktek klinik.
2. Lakukan asesmen tentang risiko-risiko untuk setiap perubahan yang
direncanakan.
3. Monitor dampak dari perubahan-perubahan tersebut
4. Implementasikan solusi-solusi yang sudah dikembangkan eksternal. Hal ini
termasuk solusi yang dikembangkan oleh KNKP atau BestPractice yang sudah
dikembangkan oleh Fasilitas Klesehatan lain.

Untuk tingkat Unit/Pelaksana :

1. Libatkan tim anda dalam pengambangan cara-cara agar asuhan pasien lebih
baik dan lebih aman.
2. Kaji ulang perubahan-perubahan yang sudah dibuat dengan tim anda untuk
memastikan keberlanjutannya
3. Pastikan tim anda menerima feedback pada setiap followup dalam pelaporan
insiden
.
d. Sistem pelayanannya harus menjamin pelaksanaan:
o asuhan pasien lebih aman, melalui upaya yang meliputi asesmen
risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien;
o pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, dan
tindak lanjutnya; dan
o implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil.

103
B. INSIDEN
Insiden di fasilitas pelayanan Kesehatan meliputi; Kondisi Potensial
Cedera (KPC), Kondisi Nyaris Cedera (KNC); Kejadian Tidak Cedera (KTC), dan
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD). Kondisi Potensial Cedera (KPC) merupakan
kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum
terjadi insiden. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) merupakan terjadinya insiden
yang belum sampai terpapar ke pasien. Kejadian Tidak Cedera (KTC)
merupakan insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera.
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan Insiden yang mengakibatkan
cedera pada pasien.
Setiap fasilitas pelayanan Kesehatan harus melakukan penanganan
Insiden dan kejadian sentinel. Kejadian sentinel merupakan Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD) yang mengakibatkan kematian, cedera permanen, atau
cedera berat yang temporer dan membutuhkan intervensi untuk
mempetahankan kehidupan, baik fisik maupun psikis, yang tidak terkait
dengan perjalanan penyakit atau keadaan pasien. Kejadian sentinel dapat
disebabkan oleh hal lain selain Insiden.
Penanganan Insiden di fasilitas pelayanan Kesehatan ditujukan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan Keselamatan Pasien, dan
dilakukan melalui pembentukan tim Keselamatan Pasien yang ditetapkan oleh
pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan sebagai pelaksana kegiatan
penanganan Insiden. Dalam melakukan Penanganan Insiden, tim keselamatan
pasien melakukan kegiatan berupa pelaporan, verifikasi, investigasi, dan
analisis penyebab Insiden tanpa menyalahkan, menghukum, dan
mempermalukan seseorang.
Tim Keselamatan Pasien bertanggung jawab langsung kepada pimpinan
fasilitas pelayanan Kesehatan. Keanggotaanya terdiri dari unsur manajemen
dan unsus klinisi fasilitas pelayanan Kesehatan. Tugas Tim Keselamatan
Pasien meliputi;
- menyusun kebijakan dan pengaturan di bidang Keselamatan Pasien untuk
ditetapkan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan;
- mengembangkan program Keselamatan Pasien di fasilitas pelayanan
kesehatan;
- melakukan motivasi, edukasi, konsultasi, pemantauan dan penilaian
tentang penerapan program Keselamatan Pasien di fasilitas pelayanan
kesehatan;
- melakukan pelatihan Keselamatan Pasien bagi fasilitas pelayanan
kesehatan;

104
- melakukan pencatatan, pelaporan Insiden, analisis insiden termasuk
melakukan RCA, dan mengembangkan solusi untuk meningkatkan
Keselamatan Pasien;
- memberikan masukan dan pertimbangan kepada pimpinan fasilitas
pelayanan kesehatan dalam rangka pengambilan kebijakan Keselamatan
Pasien;
- membuat laporan kegiatan kepada pimpinan fasilitas pelayanan
kesehatan; dan
- mengirim laporan Insiden secara kontinu melalui e-reporting sesuai dengan
pedoman pelaporan Insiden.

Setiap Insiden harus dilaporkan secara internal kepada tim Keselamatan


Pasien dalam waktu paling lambat 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam
dengan menggunakan format laporan sebagai mana tercantum dalam Formulir
1. Laporan tersebut diverifikasi oleh tim Keselamatan pasien untuk
memastikan kebenaran adanya insiden. Setelah melakukan verifikasi laporan,
tim Keselamatan Pasien melakukan investigasi dalam bentuk wawancara dan
pemeriksaan dokumen. Berdasarkan hasil investigasi, tim Keselamatan Pasien
menentukan derajat insiden (grading) dan melakukan Root Cause Analysisi
(RCA) dengan metode baku untuk menemukan akar masalah. Tim
Keselamatan pasien harus memberikan rekomendasi keselamatan pasien
kepada pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan hasil Root Cause
Analysis (RCA).

Fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan pelaporan Insiden,


secara online atau tertulis kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien sesuai
dengan format laporan tercantum pada Formulir 2 dan Formulir 3. Pelaporan
Insiden disampaikan setelah dilakukan analisis, serta mendapatkan
rekomendasi dan solusi dari tim Keselamatan Pasien fasilitas pelayanan
kesehatan. Pelaporan insiden ditujukan untuk menurunkan insiden dan
mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan Keselamatan Pasien dan tidak
untuk menyalahkan orang (non blaming). Pelaporan insiden harus dijamin
keamanannya, bersifat rahasia, anonim (tanpa identitas), dan tidak mudah
diakses oleh orang yang tidak berhak.

Setelah menerima pelaporan Insiden, Komite Nasional Keselamatan Pasien


melakukan pengkajian dan memberikan umpan balik (feedback) berupa
rekomendasi Keselamatan Pasien dalam rangka mencegah berulangnya
kejadian yang sama di fasilitas pelayanan kesehatan lain secara nasional.
Setiap dokumen pelaporan dan analisis Insiden tidak diperuntukkan sebagai
alat bukti hukum dalam proses peradilan.

105
C. PELAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN

Banyak metode yang digunakan untuk mengidentifikasi risiko, salah satu


caranya adalah dengan mengembangkan sistem pelaporan dan system analisis.
Dapat dipastikan bahwa sistem pelaporan akan mengajak semua orang dalam
organisasi untuk peduli akan bahaya atau potensi bahaya yang dapat terjadi kepada
pasien. Pelaporan juga penting digunakan untuk memonitor upaya pencegahan
terjadinya kesalahan (error) sehingga diharapkan dapat mendorong dilakukannya
investigasi selanjutnya.

 Mengapa pelaporan insiden penting?


Karena pelaporan akan menjadi awal proses pembelajaran untuk mencegah
kejadian yang sama terulang kembali.
 Bagaimana memulainya ?
Dibuat suatu sistem pelaporan insiden di rumah sakit meliputi kebijakan, alur
pelaporan, formulir pelaporan dan prosedur pelaporan yang harus
disosialisasikan pada seluruh karyawan.
 Apa yang harus dilaporkan ?
Insiden yang dilaporkan adalah kejadian yang sudah terjadi, potensial terjadi
ataupun yang nyaris terjadi.
 Siapa yang membuat Laporan Insiden (Incident Report) ?
Siapa saja atau semua staf RS yang pertama menemukan kejadian/insiden
Siapa saja atau semua staf yang terlibat dalam kejadian/insiden
 Bagaimana cara membuat Laporan Insiden?
Karyawan diberikan pelatihan mengenai sistem pelaporan insiden mulai dari
maksud, tujuan dan manfaat laporan, alur pelaporan, bagaimana cara mengisi
formulir laporan insiden, kapan harus melaporkan, pengertian-pengertian yang
digunakan dalam sistem
pelaporan dan cara menganalisa laporan.
 Masalah yang sering menghambat dalam Laporan Insiden
o Laporan dipersepsikan sebagai pekerjaan perawat
o Laporan sering disembunyikan / underreport, karena takut
disalahkan.
o Laporan sering terlambat
o Bentuk laporan miskin data karena adanya budaya menyalahkan
(blame culture)

D. ALUR PELAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN


a. Alur Pelaporan Insiden Kepada Tim Keselamatan Pasien di RS (Internal)
1. Apabila terjadi suatu insiden (KNC/KTD/KTC/KPC) di rumah sakit, wajib
segera ditindaklanjuti (dicegah / ditangani) untuk mengurangi dampak /
akibat yang tidak diharapkan.
2. Setelah ditindaklanjuti, segera membuat laporan insidennya dengan mengisi
Formulir Laporan Insiden pada akhir jam kerja/shift kepada Atasan langsung.
(Paling lambat 2 x 24 jam ); diharapkan jangan menunda laporan.

106
3. Setelah selesai mengisi laporan, segera menyerahkan kepada Atasan langsung
pelapor. (Atasan langsung disepakati sesuai keputusan Manajemen :
Supervisor/Kepala Bagian/Instalasi/ Departemen / Unit).
4. Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan grading risiko
terhadap insiden yang dilaporkan.
5. Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisa yang akan
dilakukan sebagai berikut:
- Grade biru : Investigasi sederhana oleh Atasan langsung, waktu
maksimal 1 minggu.
- Grade hijau : Investigasi sederhana oleh Atasan langsung, waktu
maksimal 2 minggu
- Grade kuning : Investigasi komprehensif/Analisis akar masalah/RCA
oleh Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari
- Grade merah : Investigasi komprehensif/Analisis akar masalah / RCA
oleh Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari.
6. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil investigasi dan
laporan insiden dilaporkan ke Tim KP di RS .
7. Tim KP di RS akan menganalisa kembali hasil Investigasi dan Laporan insiden
untuk menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan (RCA) dengan
melakukan Regrading.
8. Untuk grade Kuning / Merah, Tim KP di RS akan melakukan Analisis akar
masalah / Root Cause Analysis (RCA)
9. Setelah melakukan RCA, Tim KP di RS akan membuat laporan dan
Rekomendasi untuk perbaikan serta "Pembelajaran" berupa : Petunjuk /
"Safety alert" untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali.
10.Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada Direksi
11.Rekomendasi untuk "Perbaikan dan Pembelajaran" diberikan umpan balik
kepada unit kerja terkait serta sosialisasi kepada seluruh unit di Rumah Sakit
12.Unit Kerja membuat analisa kejadian di satuan kerjanya masing – masing
13.Monitoring dan Evaluasi Perbaikan oleh Tim KP di RS.

107
b. Alur Pelaporan Insiden Ke Kkprs - Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(Eksternal).
Laporan hasil investigasi sederhana / analisis akar masalah / RCA yang terjadi
pada pasien dan telah mendapatkan rekomendasi dan solusi oleh Tim KP di RS
(internal) / Pimpinan RS dikirimkan ke KKPRS dengan melakukan entry data (e-
reporting) melalui website resmi KKPRS : www.buk.depkes.go.id

E. ANALISIS MATRIKS GRADING RISIKO


Penilaian matriks risiko adalah suatu metode analisa kualitatif untuk
menentukan derajat risiko suatu insiden berdasarkan Dampak dan
Probabilitasnya.
- Dampak (Consequences)
Penilaian dampak / akibat suatu insiden adalah seberapa berat akibat
yang dialami pasien mulai dari tidak ada cedera sampai meninggal (Tabel
1)
Tabel 1
Penilaian Dampak Klinis / Konsekuensi / Severity

108
- Probabilitas / Frekuensi / /Likelihood
Penilaian tingkat probabilitas / frekuensi risiko adalah seberapa
seringnya insiden tersebut terjadi (Tabel 2).
Tabel 2
Penilaian Probabilitas / Frekuensi

Setelah nilai Dampak dan Probabilitas diketahui, dimasukkan dalam


Tabel Matriks Grading Risiko untuk menghitung skor risiko dan mencari
warna bands risiko.
Bands risiko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam empat warna
yaitu : Biru, Hijau, Kuning dan Merah. Warna "bands" akan menentukan
Investigasi yang akan dilakukan
Cara menghitung skor risiko : Untuk menentukan skor risiko digunakan
matriks grading risiko (tabel 3) :
1. Tetapkan frekuensi pada kolom kiri
2. Tetapkan dampak pada baris ke arah kanan,

109
3. Tetapkan warna bandsnya, berdasarkan pertemuan antara frekuensi
dan dampak.

SKOR RISIKO = Dampak x Probabilitas(tabel 3)


Bands BIRU dan HIJAU : Investigasi sederhana
Bands KUNING dan MERAH : Investigasi Komprehensif / RCA

Contoh : Pasien jatuh dari tempat tidur dan meninggal, kejadian seperti ini di
RS X terjadi pada 2 tahun yang lalu Nilai dampak : 5 (katastropik ) karena
pasien meninggal.
Nilai probabilitas : 3 (mungkin terjadi) karena pernah terjadi 2 thn lalu.
Skoring risiko : 5 x 3 = 15. Warna Bands : Merah (ekstrim)

Berikut ini adalah Matriks Grading Risiko

Tindakan sesuai tingkat bands risiko:

110
F. ANALISA PENYEBAB INSIDEN DAN REKOMENDASI

Penyebab insiden terbagi dua yaitu :

1. Penyebab langsung (immediate / direct cause)


Penyebab yang langsung berhubungan dengan insiden / dampak terhadap
pasien.
2. Akar masalah (root cause).
Penyebab yang melatarbelakangi penyebab langsung (underlying cause).
Akar masalah (Root Cause) Akar atau isu fundamental, adalah titik awal
dimana bila pada titik tersebut diambil suatu tindakan (pencegahan) maka
peluang terjadinya insiden berkurang.
Penyebab insiden dapat diketahui setelah melakukan investigasi dan analisa
baik investigasi sederhana (simple investigation) maupun investigasi
komprehensif (root cause analyisis).

G. ANALISIS AKAR MASALAH (ROOT CAUSE ANALYSIS / RCA)

Pengertian

Root Cause Analysis (RCA) adalah suatu metode analisis terstruktur yang
mengidentifikasi akar masalah dari suatu insiden, dan proses ini cukup
adekuat untuk mencegah terulangnya insiden yang sama. RCA berusaha
menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut :

1. Apa yang telah terjadi?


2. Apa yang seharusnya terjadi?
3. Bagaimana terjadi dan apa yang dapat dilakukan untuk mencegah
kejadian yang sama terulang?
RCA wajib dilakukan pada :
• Bila ada kejadian sentinel

111
• Bila hasil matrix grading, band risiko -nya berwarna merah & kuning
Dalam menentukan penyebab insiden, harus dibedakan antara penyebab
langsung dan akar masalah. Penyebab langsung (immediate cause/proximate
cause) adalah suatu kejadian (termasuk setiap kondisi) yang terjadi sesaat
sebelum insiden, secara langsung menyebabkan suatu insiden terjadi, dan jika
dieliminasi atau dimodifikasi dapat mencegah terjadinya insiden.
Akar masalah (underlying cause/root cause) adalah satu dari banyak
faktor (kejadian, kondisi) yang mengkontribusi atau menciptakan proximate
cause, dan jika dieliminasi atau dimodifikasi dapat mencegah terjadinya
insiden. Biasanya suatu insiden memiliki lebih dari satu akar masalah.
 Cara untuk mengidentifikasi akar masalah adalah :
1. Dimulai dengan mengumpulkan data penyebab langsung
2. Mengapa penyebab langsung terjadi? Sistem dan proses mana yang
mendasari terjadinya penyebab langsung.
3. Lebih menitikberatkan pada sistem daripada human errors.
4. Tim sering kali menemui masalah pada tahap ini; sering berhenti pada
penyebab langsung dan tidak terus mencari akar masalahnya.
5. Penyelidikan harus terus berlanjut sampai masalah yang ditemukan
tidak dapat ditelusur lagi, inilah yang dimaksud dengan akar
masalah.
 Cara membedakan root cause dan contributing cause :
1. Apakah insiden dapat terjadi jika “cause” tesebut tidak ada?
Tidak : root cause Ya : contributing
2. Apakah insiden akan terulang oleh karena hal yang sama jika “cause”
dikoreksi atau dieliminasi?
Tidak : root cause Ya : contributing
3. Apakah koreksi atau eliminasi “cause” dapat menyebabkan insiden
yang serupa?
Tidak : root cause Ya : contributing

Apabila ketiga jawabab adalah “tidak”, maka cause tersebut adalah “root
cause”
Apabila salah satu jawaban adalah “ya”, maka cause tersebut adalah
“contributing cause”.

Langkah Root Cause Analysis (RCA)

1. Identifikasi insiden yang akan dianalisis


2. Tentukan tim investigator
 Orang yang expert dalam investigasi insiden dan analisis External
expert, (mis. seorang yang tidak berlatar belakang medis)

112
 Senior Management expert (mis: Direktur Medis, Direktur
keperawatan)
 Senior Clinical expertise (contoh: Direktur Medis atau Konsultan senior)
 Seseorang yang mengetahui unit atau departeman dengan baik, walau
orang tersebut tidak langsung terlibat insiden.
3. Kumpulkan data
 Observasi : kunjungan langsung untuk mengetahui keadaan, posisi,
hal-hal yang berhubungan dengan insiden.
 Dokumentasi : untuk mengetahui apa yang terjadi sesuai data,
observasi dan inspeksi Semua bukti yang berhubungan dengan
insiden sebaiknya dikumpulkan sesegera mungkin.
o Semua catatan medis (mis : cat keperawatan, medis, dll)
o Hasil pemeriksaan yang berhubungan & penunjang diagnosis
mis Xray, CT Scan)
o Dokumentasi dan formulir mengenai insiden (Incident Report)
o Kebijakan & Prosedur (SOP)
o Integrated care pathway yg berhubungan
o Pernyataan-pernyataan dan observasi
o Lakukan interview dengan siapa saja yang terlibat insiden
o Bukti fisik ( contoh: tata ruang bangsal, dll)
o Daftar staf yg terlibat
o Informasi mengenai kondisi yang dapat mempengaruhi insiden
(contoh: pergantian jaga, ada tidaknya staf yang terlatih,dll)
 Interview: untuk mengetahui kejadian secara langsung guna
pengecekan data hasil observasi dan dokumentasi.
4. Petakan kronologi kejadian
Sangat membantu bila kronologi insiden dipetakan dalam sebuah bagan.
Ada berbagai macam cara kronologi kejadian, sebagai berikut :
 Kronologi cerita / narasi
Suatu penulisan cerita apa yang terjadi berdasarkan tanggal dan
waktu, dibuat berdasarkan kumpulan data saat investigasi.
Kronologi cerita digunakan jika:
o Kejadian sederhana dan tidak kompleks, di mana masalah, praktek
dan faktor kontribusinya sederhana.
o Dapat digunakan untuk mengetahui gambaran umum suatu
kejadian yang lebih kompleks
o Dapat digunakan sebagai bagian integral dari suatu laporan sebagai
ringkasan di mana hal tersebut mudah dibaca.

Nilai positif : format ini baik untuk presentasi informasi

113
Nilai negatif :

- sulit untuk menemukan titik cerita dengan cepat


- sulit untuk mengerti jalan cerita dengan cepat bila
melibatkan banyak pihak

 Timeline
Metode untuk menelusuri rantai insiden secara kronologis.
Memungkinkan investigator untuk menemukan bagian dalam proses di
mana masalah terjadi.
 Tabular timeline
Merupakan pengembangan timeline yang berisi tiga data dasar:
tanggal, waktu, cerita kejadian asal, dan dilengkapi 3 (tiga) data lain
yaitu: informasi tambahan, praktek yang baik (Good Practice), dan
masalah / CMP (Care Management Problem).
Tabular timeline dapat digunakan pada setiap insiden, berguna pada
kejadian yang berlangsung lama.
 Time person grids
Alat pemetaan tabular yang dapat membantu pencatatan pergerakan
orang (staf, dokter, pengunjung, pasien, dan lain-lain) sebelum, selama,
dan sesudah kejadian.
Time person grid digunakan ketika :
- Jika dalam suatu insiden terdapat keterlibatan banyak orang dan
investigator ingin memastikan keberadaan mereka dalam insiden.
- Berguna pada keadaan jangka pendek
- Dapat dipetakan ke dalam garis waktu sehingga dapat dipakai
untuk mengetahui kerangka waktu spesifik yang lebih detil.
5. Identifikasi masalah (Care Management Problem / CMP)
Masalah yang terjadi dalam pelayanan, baik itu melakukan tindakan atau
tidak melakukan tindakan yang seharusnya. Suatu insiden bisa terdiri dari
beberapa CMP. Prinsip Dasar CMP: pelayanan yang menyimpang dari
standar pelayanan yang ditetapkan. Penyimpangan memberikan dampak
langsung atau tidak langsung pada adverse event.

6. Analisis Informasi
Tools untuk identifikasi proximate dan underlying cause.
 Why (why-why chart)
Secara konstan bertanya “mengapa?”, melalui lapisan penyebab
sehingga mengarah pada akar permasalahan dari problem yang
teridentifikasi.
o Kapan menggunakan teknik ini?

114
- Untuk menanyakan setiap penyebab masalah yang
teridentifikasi dan untuk mengidentifikasi :
• Gejala (Symptom)
• Proximate cause
• Faktor-faktor yang berpengaruh (an influencing factor) atau
• Akar masalah (root cause).
- Untuk melanjutkan pencarian akar masalah yang sebenarnya,
meskipun telah diketahui kemungkinan penyebab.
o Why – Why chart lebih difokuskan pada Investigasi RCA yang tidak
dapat digali lebih dalam penyebab insiden keselamatan pasiennya.
o Sangat mudah untuk dimengerti dan simpel untuk dipelajari

Form Tehnik (5) Mengapa

 Analisis perubahan / change analysis


Digunakan untuk menganalisa proses yang tidak bekerja sesuai
rencana (apa dan mengapa berubah). Cara ini digunakan jika:

o Suatu sistem / tugas yang awalnya berjalan efektif kemudian


terjadi kegagalan / terdapat sesuatu yang menyebabkan perubahan
situasi.
o Mencurigai suatu perubahan yang menyebabkan ketidaksesuaian
tindakan atau kerusakan alat.

115
Analisis perubahan membandingkan reality dengan idealnya / teori
dengan prakteknya. Langkah-langkahnya :

1. pelajari prosedur normal : apa yang seharusnya dilakukan (kolom


1)
2. petakan alur insiden yang terjadi, bandingkan dengan langkah 1
(kolom 2)
3. bandingkan dua proses apakah ada perbedaan, apa sebagai
masalah? Catat pada kolom yang telah disediakan (kolom 3)
4. catat akar masalah untuk perbaikan yang akan dimasukkan
dalam rekomendasi.

 Analisis hambatan / barrier analysis


Analisa hambatan didesain untuk mengidentifikasi :
o penghalang mana yang seharusnya berfungsi untuk mencegah
terjadinya insiden?
o mengapa penghalang gagal?
o penghalang apa yang dapat digunakan insiden terulang kembali?

Ada empat tipe penghalang, yaitu :


1. penghalang fisik
2. penghalang natural
3. penghalang tindakan manusia
4. penghalang adminstrasi
Saat suatu insiden terjadi, biasanya sudah ada tiga atau lebih
penghalang yang berhasil ditembus. Hal ini sesuai dengan teori “Swiss
Cheese”

Gambar . Teori Analisis hambatan / barrier analysis

116
 Fish bone
Tiap masalah dapat berkaitan dengan beberapa faktor yang dapat
memberikan dampak pada timbulnya insiden.

Faktor
Faktor Faktor Faktor Orang &
pasien petugas tim manajemen

CMP
Faktor
Faktor Faktor Faktor eksternal/
komunikasi Lingkungan tugas di luar RS
kerja

Gambar . Teori Fish bone


 Flow chart
 Cause and effect analysis

Ringkasan cara pelaksanaan RCA:

7. Rekomendasi dan Rencana kerja untuk improvement

Produk dari RCA adalah action plan yang disosialisasikan dan diterapkan
di unit masing-masing. Berikut contoh form rekomendasi & rencana

117
tindakan:

118
Formulir I

FORMULIR LAPORAN INSIDEN KE TIM KESELAMATAN PASIEN

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BAJAWA

LAPORAN INSIDEN

(INTERNAL)

RAHASIA, TIDAK BOLEH DIFOTOCOPY, DILAPORKAN MAKSIMAL 2X24


JAM

A. DATA PASIEN
Nama : ..........................................................................
.......
No MR : ..........................
Ruangan : ..........................
Umur : ........Bulan ............Tahun

Kelompok Umur :

□ 0-1 bulan □ >15 tahun – 30


□ > 1bulan – 1 tahun
tahun □ >30 tahun – 65
□ > 1 tahun – 5 tahun
tahun □ > 65 tahun
□ > 5 tahun – 15
tahun

Jenis Kelamin:

□ Laki - laki □ Perempuan

Penanggung biaya pasien:

□ Pribadi □ Asuransi Swasta


□ Pemerintah □ Perusahaan
□ KIS □ Lain - lain

Tanggal Masuk

Rumah Sakit Umum Daerah Bajawa………………… Jam :


…………………………..

B. RINCIAN KEJADIAN
1. Tanggal dan waktu insiden
Tanggal :................................ Jam :...............................

2. Insiden :.......................................................................
...................................

3. Kronologis insiden

119
.................................................................................................
.................................................................................................
.................................................................................................
..................................................................

4. Jenis insiden:
□ Kejadian Nyaris Cedera / KNC ( Near miss )
□ Kejadian Tidak Diharapkan / KTD ( Adverse Event ) /
Kejadian Sentinel ( Sentinel Event)
□ Kejadian Tidak Cedera
□ KPC

5. Orang Pertama Yang Melaporkan Insiden


□ Karyawan : Dokter / Perawat / Petugas lainnya
□ Pasien
□ Keluarga / Pendamping pasien
□ Pengunjung
□ Lain – lain.........................................................
(sebutkan)

6. Insiden Terjadi Pada:


□ Pasien
□ Lain – lain.........................................................
(sebutkan)
Misalnya: Karyawan/Pengunjung/Pendamping/Keluarga
pasien, lapor ke K3 RS

7. Insiden Menyangkut Pasien :


□ Pasien rawat inap
□ Pasien Rawat jalan
□ Pasien UGD
□ Lain – lain..........................................................
(sebutkan)

8. Tempat Insiden
Lokasi kejadian (tempat pasien berada)....................................
( sebutkan)

9. Insiden Terjadi Pada Pasien : ( sesuai kasus penyakit /


spesialisasi )
□ Penyakit Dalam
□ Anak
□ Bedah
□ Obstetri Gynekologi
□ Anastesi
□ Radiologi
□ Patologi Klinik
□ Lain – lain....................................................................
(sebutkan)

10. Unit / Departemen Terkait Yang Menyebabkan


Insiden

120
Unit kerja Penyebab................................................................
(sebutkan)

11. Akibat Insiden Terhadap Pasien:


□ Kematian
□ Cedera Irreversibel / Cedera Berat
□ Cedera reversibel / Cedera Sedang
□ Cedera Ringan
□ Tidak Cedera

12. Tindakan Yang Dilakukan Segera Setelah Kejadian,


Dan Hasilnya :
.......................................................................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................
....................................................................

13. Tindakan Dilakukan Oleh:


□ Tim terdiri
dari :..............................................................................
...
□ Dokter
□ Perawat
□ Petugas lainnya.............................................................
(sebutkan)

14. Apakah Kejadian Yang Sama Pernah Terjadi di Unit


Kerja Lain ?

□ Ya □ Tidak

Apabila Ya, isi bagian dibaah ini


Kapan? dan langkah / tindakan apa yang telah pada Unit Kerja
tersebut untuk mencegah terulanggnya kejadian yang sama?
.................................................................................................
.................................................................................................
.................................................................................................
..................................................................

Pembuat Laporan Penerima laporan

Paraf Paraf

Tgl Terima Tanggal Lapor

121
Grading Risiko Kejadian ( Diisi oleh Atasan Pelapor) :

□ BIRU
□ HIJAU
□ KUNING
□ MERAH
NB =pilih satu jawaban

122
Formulir II

Form data Rumah Sakit/Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lain untuk pelaporan insiden
ke Komite Nasional Keselamatan Pasien melalui Pos

Silahkan Isi User name Rumah Sakit/Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lain


UNTUK MELAPORKAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN KE KOMITE NASIONAL
KESELAMATAN PASIEN
User name Rumah Sakit Umum Daerah Bajawa:______________

Bagi Rumah Sakit/Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lain yang belum mengetahui


user name rumah sakit, silahkan melakukan registrasi isi Formulir Data
Fasilitas Pelayanan Kesehatan dibawah ini, yang dapat diakses lewat :
http://www.buk.depkes.go.id

123
Formulir Laporan Insiden Keselamatan Pasien ke KNKP Melalui Pos

RAHASIA

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN PASIEN

LAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN KNKP

(Patient Safety Incident Report)

Nomor:………………………..

 Laporan ini hanya dibuat jika timbul kejadian yang menyangkut pasien.
 Laporan bersifat anonim, tidak mencantumkan nama, hanya diperlukan
rincian kejadian, analisa penyebab dan rekomendasi.
 Untuk mengisi laporan ini sebaiknya dibaca Pedoman Pelaporan Insiden
Keselamatan Pasien (IKP), bila ada kerancuan persepsi, isilah sesuai
dengan pemahaman yang ada.
 Isilah semua data pada Laporan Insiden Keselamatan Pasien dengan
lengkap. Jangan dikosongkan agar data dapat dianalisa.
 Segera kirimkan laporan ini langsung ke Komite Nasional Keselamatan
Pasien (KNKP)

KODE RSUD Bajawa:………………………………… (lewat:


http://www.buk.depkes.go.id)

A. DATA PASIEN
Nama : ..........................................................................
.......
No MR : ..........................
Ruangan : ..........................
Umur : ........Bulan ............Tahun

Kelompok Umur :

□ 0-1 bulan □ >15 tahun – 30


□ > 1bulan – 1 tahun
tahun □ >30 tahun – 65
□ > 1 tahun – 5 tahun
tahun □ > 65 tahun
□ > 5 tahun – 15
tahun

Jenis Kelamin:

□ Laki - laki □ Perempuan

Penanggung biaya pasien:

□ Pribadi □ Asuransi Swasta


□ Pemerintah □ Perusahaan
□ KIS □ Lain - lain

124
Tanggal Masuk

Rumah Sakit Umum Daerah Bajawa……………………………… Jam


:…………………………..

B. RINCIAN KEJADIAN
1. Tanggal dan waktu insiden
tanggal :................................ Jam :...............................

2. Insiden :.......................................................................
...................................

3. Kronologis insiden
.................................................................................................
.................................................................................................
.................................................................................................
..................................................................

4. Jenis insiden:
□ Kejadian Nyaris Cedera / KNC ( Near miss )
□ Kejadian Tidak Diharapkan / KTD ( Adverse Event ) /
Kejadian Sentinel ( Sentinel Event)
□ Kejadian Tidak Cedera
□ KPC

5. Orang Pertama Yang Melaporkan Insiden


□ Karyawan : Dokter / Perawat / Petugas lainnya
□ Pasien
□ Keluarga / Pendamping pasien
□ Pengunjung
□ Lain – lain.........................................................
(sebutkan)

6. Insiden Terjadi Pada:


□ Pasien
□ Lain – lain.........................................................
(sebutkan)
Misalnya: Karyawan/Pengunjung/Pendamping/Keluarga
pasien, lapor ke K3 RS

7. Insiden Menyangkut Pasien :


□ Pasien rawat inap
□ Pasien Rawat jalan
□ Pasien UGD
□ Lain – lain..........................................................
(sebutkan)

8. Tempat Insiden
Lokasi kejadian (tempat pasien berada)....................................
( sebutkan)

125
9. Insiden Terjadi Pada Pasien : ( sesuai kasus penyakit /
spesialisasi )
□ Penyakit Dalam
□ Anak
□ Bedah
□ Obstetri Gynekologi
□ Anastesi
□ Radiologi
□ Patologi Klinik
□ Lain – lain....................................................................
(sebutkan)

10. Unit / Departemen Terkait Yang Menyebabkan


Insiden
Unit kerja Penyebab................................................................
(sebutkan)

11. Akibat Insiden Terhadap Pasien:


□ Kematian
□ Cedera Irreversibel / Cedera Berat
□ Cedera reversibel / Cedera Sedang
□ Cedera Ringan
□ Tidak Cedera

12. Tindakan Yang Dilakukan Segera Setelah Kejadian,


Dan Hasilnya :
.......................................................................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................
....................................................................

13. Tindakan Dilakukan Oleh:


□ Tim terdiri
dari :..............................................................................
...
□ Dokter
□ Perawat
□ Petugas lainnya.............................................................
(sebutkan)

14. Apakah Kejadian Yang Sama Pernah Terjadi di Unit


Kerja Lain ?

□ Ya □ Tidak

126
Apabila Ya, isi bagian dibaah ini
Kapan? dan langkah / tindakan apa yang telah pada Unit Kerja
tersebut untuk mencegah terulanggnya kejadian yang sama?
.................................................................................................
.................................................................................................
.................................................................................................
..................................................................

C. TIPE INSIDEN
Insiden :
……………………………………………………………………………………
Tipe Insiden :
……………………………………………………………………………………
Subtipe Insiden :
……………………………………………………………………………………

D. ANALISA PENYEBAB INSIDEN


Dalam pengisian penyebab langsung atau akar penyebab masalah dapat
menggunakan Faktor kontributor (bisa pilih lebih dari 1)

a. Faktor Eksternal / di luar Fasilitas Pelayanan Kesehatan


b. Faktor Organisasi dan Manajemen
c. Faktor Lingkungan kerja
d. Faktor Tim
e. Faktor Petugas / Staf
f. Faktor Tugas
g. Faktor Pasien
h. Faktor Komunikasi

1. Penyebab langsung (Direct / Proximate/ Immediate


Cause) .....................................................................................................
.......... .....................................................................................................
.......... .....................................................................................................
.......... .....................................................................................................
..........
2. Akar penyebab masalah (underlying - root
cause) .....................................................................................................
.......... .....................................................................................................
........... ....................................................................................................
........... ....................................................................................................
...........
3. Rekomendasi / Solusi

No. Akar Masalah Rekomendasi/Solusi

NB* : Pilih datu jawaban, kecuali bila berpendapat lain

127
Saran : baca Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien

128
Formulir III

Laporan Insiden Eksternal (Panduan e- report bagi Rumah Sakit


dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lain)

• Akses Website KKPRS yaitu : http://www.buk.depkes.go.id


• Klik Banner Keselamatan Pasien di Fasilitas Pelayanan Kesehatan di
sebelah kanan atas.
• Setelah tampil terdapat 2 isian yang perlu diperhatikan yaitu :
Bagi Rumah Sakit/Fasilitas pelayanan kesehatan lain yang telah
mempunyai kode rumah sakit/Fasilitas pelayanan kesehatan
lain untuk melanjutkan ke form laporan Insiden keselamatan
pasien KNKP
Bagi Rumah sakit/Fasilitas pelayanan kesehatan lain yang belum
mempunyai kode rumah sakit/Fasilitas pelayanan kesehatan
lain diharapkan mengisi Form data isian RS untuk mendapatkan
kode rumah sakit yang dapat digunakan untuk melanjutkan ke
form Laporan Insiden, KNKP.
• Apabila masih kurang jelas silahkan hubungi :

SEKRETARIAT KNKP

DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN


d/a Jl. H.R. Rasuna Said Blok X5 Kavling 4-9 Kotak Pos 3097, 1196 Jakarta
12950
Telepon / fax : (021) 5274915
Surat elektronik : subdit.rspendidikan@gmail.com

129
Formulir IV

Alur Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien di Rumah Sakit

130
BAB X

MANAJEMEN RISIKO

Risiko adalah kemungkinan terjadinya suatu peristiwa yang berdampak


negatif terhadap pencapaian sasaran organisasi.

Perbedaan hazard dan risk:

 Hazard (bahaya) adalah sesuatu yang dapat menyebabkan cedera pada


manusia atau kerusakan pada alat atau lingkungan. Contoh: Lantai RS
yang licin adalah bahaya
 Risk (resiko) didefinisikan sebagai peluang terpaparnya
seseorang/organisasi atau alat pada suatu hazard (bahaya). Contoh:
Jika seorang pasien memakai tripod berjalan di lantai yang licin maka
dia mempunyai risiko jatuh.
Risk : Potensi terjadinya kerugian .
o Risiko murni adalah ketidakpastian apakah kerugian akan terjadi
o Risiko spekulatif adalah ketidakpastian tentang suatu peristiwa
yang dapat menghasilkan kerugian ..

Risiko di Rumah Sakit

 Risiko Klinis: Semua isu yang dapat berdampak terhadap pencapaian


pelayanan pasien yang bermutu, aman dan efektif.
 Risiko Nonklinis / Corporate Risk : Semua isu yang dapat berdampak
terhadap tercapainya tugas pokok dan kewajiban hukum dari RS
sebagai korporasi

Kategori Risiko di Rumah Sakit

1. Patient care-related risks/ Risiko Yang Berhubungan Dengan Perawatan


Pasien
• Akibat melakukan Pelayanan medis yang kurang tepat atau salah
• Akibat pelepasan rahasia pasien oleh RS atau Staf
• Akibat kurangnya perlindungan keamanan (misal bayi diculik)
penelantaran dan kekerasan terhadap pasien
• Akibat kurangnya pemberitahuan risiko kepada pasien
• Akibat pemberian pengobatan yang diskriminatif
• Akibat Triase yang tidak tepat dan transfer pasien dari ER
• Tidak dimintanya informed consent tindakan/penelitian klinis
• Pemulangan pasien yang tidak tepat
2. Medical staff-related risks/ Risiko Yang Berhubungan Dengan tenaga
Medis
• Credential terhadap staf medis yang tidak tepat

131
• Tindakan medis yang tidak sesuai kompetensi dan prosedur
• Manajemen pasien yang tidak tepat
• Training staf yang tidak adekuat
• Tuduhan malpraktik
3. Employee-related risks/ Risiko Yang Berhubungan Dengan Karyawan
• Risiko keselamatan dan kecelakaan kerja
• Risiko akibat lingkungan kerja yang tidak/kurang aman/risiko tinggi
tertular penyakit
• Kebijakan pelayanan kesehatan untuk karyawan dengan
meminimalisasi risiko penyakit akibat kerja dan kecelakaan serta
menyediakan pengobatan dan kompensasi kepada karyawan yang
terkena penyakit akibat kerja
4. Property-related risks/ Risiko Yang Berhubungan Dengan Properti
• Melindungi aset dari kerugian akibat kebakaran, banjir, dll
• Perlindungan dokumen Kertas/elektronik dan rekam medis pasien
kerusakan/kehancuran/kerahasiaan  pemeliharaan file
• Prosedur penjagaan keamanan penanganan uang tunai dan barang
berharga
• Asuransi untuk melindungi fasilitas dari kerugian
5. Financial risks/ Risiko finansial
• Bad Debt
• Meningkatnya suku bunga,
• Krisis Moneter
• Keterlambatan pembayaran pasien/payer
6. Other risks/ Resiko Lain
• Manajemen B3: Kimia, radioaktif, limbah infeksius.
• Tuntutan hukum & perubahan peraturan
• Risk Penurunan reputasi  Reputational risk/Citra

Manajemen Risiko

132
Manajemen Risiko adalah proses yang proaktif dan kontinu meliputi
identifikasi, analisis, evaluasi, pengendalian, informasi komunikasi,
pemantauan, dan pelaporan Risiko, termasuk berbagai strategi yang
dijalankan untuk mengelola Risiko dan potensinya. Proses Manajemen Risiko
adalah suatu proses yang bersifat berkesinambungan, sistematis, logis, dan
terukur yang digunakan untuk mengelola Risiko di instansi. Unit yang
bertanggung jawab melaksanakan Manajemen Risiko adalah Sub Komite
Manajemen Resiko Rumah Sakit di bawah Komite Mutu. Manajemen Risiko
harus harus diterapkan secara terintegrasi pada satuan kerja lingkup
Kementerian Kesehatan RI pada seluruh area program dan kegiatan. Proses
Manajemen Risiko merupakan suatu proses yang bersifat berkesinambungan,
sistematis, logis, dan terukur yang digunakan untuk mengelola Risiko di
instansi.

Penerapan Manajemen Risiko bertujuan untuk:

a. mengantisipasi dan menangani segala bentuk Risiko secara efektif dan


efisien;
b. meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi;
c. memberikan dasar pada setiap pengambilan keputusan dan
perencanaan; dan
d. meningkatkan pencapaian tujuan dan peningkatan kinerja.

Penerapan Manajemen Risiko bermanfaat untuk:

a. meningkatnya mutu informasi untuk pengambilan keputusan;


b. perlindungan kepada unit kerja dan aparatur sipil negara; dan
c. mengurangi kejutan atas Risiko yang tidak diinginkan.

Keberhasilan manajemen risiko tergantung pada efektivitas kerangka


manajemen yang menyediakan landasan yang akan ditanamkan pada Rumah
Sakit. Kerangka kerja membantu dalam mengelola risiko secara efektif melalui
penerapan proses manajemen risiko pada berbagai tingkat dan dalam konteks
tertentu organisasi. Tujuan dari kerangka kerja manajemen risiko adalah
memastikan bahwa informasi tentang risiko yang berasal dari proses
manajemen risiko secara memadai dilaporkan dan digunakan sebagai dasar
pengambilan keputusan dan Pemenuhan akuntabilitas di semua tingkat
organisasi yang relevan. Kerangka kerja manajemen risiko sebagaimana
gambar di bawah ini.

Gambar 1

Kerangka Kerja Manajemen Risiko

133
Penjelasan lebih lanjut Gambar 1:

1. Mandat dan Komitmen Bagian awal dari manajemen risiko adalah


memastikan adanya mandat dan komitmen yang kuat dan berkelanjutan
oleh seluruh struktur manajemen risiko dan seluruh pemangku
kepentingan terkait serta perencanaan strategis untuk mencapai komitmen
disemua tingkatan. Untuk mencapai komitmen di semua tingkatan,
seluruh struktur manajemen risiko dan seluruh pemangku kepentingan
terkait harus:
a. mendefinisikan dan mendukung kebijakan manajemen risiko;
b. memastikan bahwa budaya dan kebijakan manajemen risiko organisasi
selaras;
c. menentukan indikator kinerja manajemen risiko yang sejalan dengan
indikator kinerja organisasi;
d. menyelaraskan tujuan manajemen risiko dengan tujuan dan strategi
organisasi;
e. memastikan kepatuhan hukum dan peraturan;
f. menetapkan akuntabilitas dan tanggung jawab pada tingkat yang
sesuai dalam organisasi;
g. memastikan bahwa sumber daya yang diperlukan dialokasikan untuk
manajemen risiko;
h. menyampaikan manfaat manajemen risiko kepada semua stakeholder;
dan
i. memastikan bahwa kerangka kerja untuk mengelola risiko tetap sesuai.
2. Rancangan Kerangka Kerja untuk Pengelolaan Risiko
Rancangan kerangka kerja untuk pengelolaan risiko meliputi:
a. pemahaman tentang organisasi dan konteksnya;
b. menetapkan kebijakan manajemen risiko;
c. akuntabilitas;
d. ntegrasi ke dalam proses organisasi;

134
e. sumber daya;
f. membangun komunikasi internal dan mekanisme pelaporan; dan
g. membangun komunikasi eksternal dan mekanisme pelaporan
3. Implementasi Manajemen Risiko
Dalam mengimplementasikan manajemen risiko dilaksanakan dengan:
a. menerapkan kerangka kerja untuk mengelola risiko Dalam
melaksanakan kerangka kerja organisasi untuk mengelola risiko,
organisasi harus:
- menentukan waktu yang tepat dan strategi untuk menerapkan
kerangka kerja;
- menerapkan kebijakan dan proses manajemen risiko ke proses
organisasi;
- mematuhi persyaratan hukum dan peraturan;
- memastikan bahwa pengambilan keputusan, termasuk
pengembangan dan penetapan tujuan, sejalan dengan hasil dari
proses manajemen risiko;
- berkomunikasi dan berkonsultasi dengan para pihak terkait untuk
memastikan bahwa kerangka kerja manajemen risiko tetap sesuai.
b. Menerapkan proses manajemen risiko Manajemen risiko harus
dilaksanakan dengan memastikan bahwa proses manajemen risiko
diterapkan melalui rencana manajemen risiko di semua tingkat dan
fungsi organisasi yang relevan sebagai bagian dari praktis dan proses.
4. Monitoring dan Riviu Kerangka Kerja Manajemen Risiko
Dalam rangka memastikan bahwa manajemen risiko secara efektif dan
berkelanjutan dalam mendukung kinerja organisasi, organisasi harus:
a. mengukur kinerja manajemen risiko melalui indikator, yang secara
berkala direviu;
b. mengukur secara berkala kemajuan dan penyimpangan dari rencana
manajemen risiko;
c. meninjau secara berkala apakah kerangka kerja manajemen risiko,
kebijakan dan rencana masih sesuai, mengingat konteks eksternal dan
internal organisasi; laporan risiko, kemajuan terhadap rencana
manajemen risiko dan seberapa baik kebijakan manajemen risiko
dilaksanakan; dan
d. review efektivitas kerangka kerja manajemen risiko.
5. Perbaikan Berkelanjtutan terhadap Kerangka Kerja Manajemen Risiko
Berdasarkan hasil monitoring dan review, keputusan harus dibuat
bagaimana kerangka manajemen risiko, kebijakan dan rencana dapat
diperbaiki. Keputusan ini harus mengarah pada perbaikan dalam
manajemen risiko organisasi dan budaya manajemen risiko.

135
Proses Manajemen Risiko

Proses manajemen risiko hendaknya merupakan bagian yang tak


terpisahkan dari manajemen umum dan harus masuk menjadi bagian dari
budaya organisasi, praktek terbaik organisasi dan proses bisnis organisasi.
Proses manajemen risiko meliputi 5 (lima) kegiatan yaitu:

1. Komunikasi dan konsultasi;


2. Penetapan konteks;
3. Penilaian risiko;
4. Perlakuan risiko; dan
5. Monitoring dan reviu.

Hal ini sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 2

Proses Manajemen Risiko

1. Komunikasi dan Konsultasi


komunikasi risiko secara umum dapat diartikan sebagai proses
interaktif dalam hal tukar menukar informasi dan pendapat yang
mencakup multi pesan mengenai risiko dan pengelolaannya. Proses ini
berjalan secara internal dalam organisasi, bagian, unit atau ekternal
yang ditujukan kepada stakeholder eksternal. Konsultasi dapat
dijelaskan sebagai suatu proses komunikasi antara organisasi dengan
pemangku kepentingan, mengenai isu tertentu, terkait dengan
pengambilan keputusan termasuk penerapan manajemen risiko.
Bentuk komunikasi dan konsultasi dapat berupa:
a. rapat berkala;
b. rapat insidental;
c. seminar/sosialisasi/workshop; atau
d. forum pengelola risiko.

136
Selain bentuk diatas komunikasi dan konsultasi dapat melalui media
elektronik. Pelaksanaan komunikasi dan konsultasi merupakan
tanggung jawab Pemilik Risiko.
2. Penetapan Konteks
Penetapan konteks merupakan artikulasi tujuan dan mendefinisikan
parameter eksternal dan internal untuk diperhitungkan ketika
mengelola risiko, kemudian menetapkan ruang lingkup dan kriteria
risiko untuk prosedur selanjutnya. Dalam menentukan konteks perlu
diperhatikan beberapa hal, sebagai berikut:
a. Konteks Eksternal: Konteks eksternal merupakan situasi dari luar
yang dapat mempengaruhi cara organisasi dalam mengelola risiko.
Konteks eksternal dapat meliputi, tetapi tidak terbatas pada:
- hukum, sosial, budaya, politik, regulasi, keuangan, teknologi,
lingkungan ekonomi, alam dan persaingan dengan organisasi
lain dalam lingkup nasional, regional, atau internasional; dan
- hubungan, persepsi dan nilai-nilai pemangku kepentingan
eksternal.
b. Konteks Internal: Konteks internal merupakan segala sesuatu dari
dalam organisasi yang dapat mempengaruhi cara organisasi dalam
mengelola risiko. Hal ini dapat meliputi, namun tidak terbatas
pada:
- tata kelola, struktur, peran dan akuntabilitas organisasi;
- kebijakan, sasaran, dan strategi;
- kemampuan dan pemahaman tentang sumber daya (modal,
waktu, orang, prosedur, sistem dan teknologi);
- hubungan, persepsi dan nilai-nilai pemangku kepentingan
internal dan budaya organisasi;
- sistem informasi, arus informasi dan prosedur pengambilan
keputusan;
- standar, pedoman dan model yang diterapkan oleh organisasi;
dan

Dalam menetapkan konteks dilakukan hal-hal sebagai berikut:

- melakukan analisis secara umum tentang situasi internal dan


eksternal terkait dengan perkiraan skenario keterjadian
pernyataan risiko.
- memanfaatkan informasi dari berbagai sumber untuk
melakukan analisis situasi internal dan eksternal.
- memahami tujuan satuan kerja melalui Rencana Strategis dan
Rencana Kinerja/ Penetapan Kinerja yang telah disusun.

137
- memahami jumlah dan jenis risiko yang siap ditangani atau
diterima organisasi dan kesiapan organisasi untuk menanggung
risiko setelah perlakukan risiko dalam upaya mencapai sasaran.
c. Kriteria Risiko
Satuan kerja harus menetapkan kriteria yang akan digunakan
untuk mengevaluasi signifikansi risiko. Kriteria harus dapat
mencerminkan nilai- nilai organisasi, tujuan dan sumber daya.
Beberapa kriteria yang dapat dikenakan oleh, atau berasal dari,
persyaratan hukum, peraturan dan persyaratan lainnya yang
diterapkan oleh organisasi. Kriteria risiko harus konsisten dengan
kebijakan manajemen risiko organisasi, yang didefinisikan pada
awal setiap prosedur manajemen risiko dan akan terus ditinjau.
faktor yang harus dipertimbangkan dalam mendefinisikan kriteria
risiko sebagai berikut:
- Sifat dan jenis sebab dan akibat yang dapat terjadi dan
bagaimana akan diukur;
- Bagaimana kemungkinan akan didefinisikan;
- Jangka waktu dari kemungkinan dan/atau konsekuensi;
- Bagaimana tingkat risiko ditentukan;
- Pandangan dari pemangku kepentingan;
- Tingkatan atau bobot risiko yang dapat diterima atau
ditoleransi, dan
- Apakah kombinasi dari beberapa risiko harus diperhitungkan,
apabila demikian, bagaimana dan kombinasi apa yang harus
dipertimbangkan.
3. Penilaian Risiko
a. Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko adalah proses menemukan, mengenal, dan
mendeskripsikan risiko. Definisi lainnya adalah usaha
mengidentifikasi situasi yang dapat menyebabkan cedera, tuntutan
atau kerugian secara finansial.
Setiap pemilik risiko harus mengidentifikasi sumber risiko, area
dampak, peristiwa (termasuk perubahan keadaan), penyebabnya
dan konsekuensi potensi risiko. Tujuan dari langkah ini adalah
untuk menghasilkan daftar lengkap risiko berdasarkan peristiwa
yang mungkin mendukung, meningkatkan, mencegah,
menurunkan, mempercepat atau menunda pencapaian tujuan.
Metode identifikasi risiko dilakukan dengan metode Risk
Breakdown Structure (RBS), Control Risk Self Assesment (CRSA),
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) atau metode lainnya.

138
Untuk melaksanakan identifikasi risiko di lingkungan kerja masing-
masing, dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
1.) memahami dan mengidentifikasi kegiatan utama unit kerja.
2.) mengidentifikasi tujuan dari masing-masing kegiatan tersebut.
3.) mengumpulkan data dan informasi tentang risiko yang mungin
terjadi atas kegiatan tersebut, baik risiko yang pernah terjadi
maupun yang belum pernah terjadi.
4.) mencari penyebab dari risiko-risiko yang telah diidentifikasi
untuk mendapatkan penyebab utamanya.
5.) mengidentifikasi apakah penyebab tersebut sifatnya dapat
dikendalikan (controllable) atau tidak dapat dikendalikan
(uncontrollable) bagi unit kerja.
6.) mengidentifikasi dampak jika risiko tersebut terjadi. mengisi
hasil butir (a) - (f) dalam formulir identifikasi risiko dan
memperbaharui setiap saat terjadi pernyataan risiko.
ldentifikasi pernyataan risiko dapat dilakukan dengan
mendasarkan pada hasil penilaian risiko sebelumnya dengan
penyelarasan terhadap perkembangan situasi lingkungan
internal dan eksternal yang terjadi.
b. Analisis Risiko
Analisa risiko adalah proses untuk memahami sifat risiko dan
menentukan peringkat risiko. Setelah diidentifikasi, risiko
dianalisa. Analisa risiko dilakukan dengan cara menilai seberapa
sering peluang risiko itu muncul; serta berat-ringannya dampak
yang ditimbulkan (ingat, definisi risiko adalah: Peluang terjadinya
sesuatu yang akan mempunyai dampak pada pencapaian tujuan).
Analisis risiko melibatkan pengembangan akan pemahaman risiko.
Analisis risiko memberikan masukan mengambil risiko untuk
dilakukan evaluasi dan keputusan apakah risiko perlu ditangani,
dan pada strategi risiko dan metode penanganan yang paling tepat.
Analisis risiko juga dapat memberikan masukan dalam membuat
keputusan dan pilihan yang melibatkan berbagai jenis dan tingkat
risiko.
Analisis risiko melibatkan pertimbangan penyebab dan sumber
risiko, konsekuensi positif dan negatif, dan kemungkinan bahwa
mereka konsekuensi dapat terjadi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi konsekuensi dan kemungkinan harus diidentifikasi.
Risiko dianalisis dengan menentukan konsekuensi dan
kemungkinan potensi dan atribut lain dari risiko.
Suatu peristiwa bisa menimbulkan konsekuensi ganda dan dapat
mempengaruhi berbagai tujuan. Pengendalian yang ada, efektivitas

139
dan efisiensi juga harus diperhitungkan. Cara menyajikan
konsekuensi dan kemungkinan dan cara menggabungkan untuk
menentukan tingkat risiko harus mencerminkan jenis risiko,
informasi yang tersedia, tujuan dan hasil penilaian risiko untuk
digunakan dan harus konsisten dengan kriteria risiko. Hal ini juga
penting untuk mempertimbangkan saling ketergantungan risiko
yang berbeda dan sumber yang ada.
Kepercayaan dalam penentuan tingkat risiko dan kepekaan
terhadap prasyarat dan asumsi harus dipertimbangkan dalam
analisis, dan dikomunikasikan secara efektif kepada para pembuat
keputusan dan, pemangku kepentingan lainnya jika diperlukan.
Analisis risiko dapat dilakukan dengan berbagai tingkat secara
rinci, tergantung pada risiko, tujuan analisis, dan informasi, data
dan sumber daya yang tersedia. Analisis dapat bersifat kualitatif,
semi kuantitatif atau kuantitatif, atau kombinasi dari, tergantung
pada keadaan.
Konsekuensi dan kemungkinan potensi risiko dapat ditentukan
dengan memodelkan hasil dari suatu peristiwa atau serangkaian
peristiwa, atau dengan ekstrapo/asi dari studi eksperimental atau
dari data yang tersedia. Konsekuensi dapat dinyatakan dalam
dampak berwujud dan tidak berwujud. Dalam beberapa kasus,
lebih dari satu nilai numerik atau deskripsi yang diperlukan untuk
menentukan konsekuensi dan kemungkinan potensi risiko untuk
waktu, tempat, kelompok atau situasi yang berbeda.
Untuk melaksanakan analisis risiko di lingkungan kerja masing-
masing, dengan urutan langkah sebagai berikut:
1.) Dapatkan data hasil identifikasi risiko.
2.) Lakukan evaluasi atas kecukupan disain dan penyelenggaraan
sistem pengendalian intern yang sudah ada.
3.) Ukur tingkat probabilitas terjadinya risiko.
4.) Ukur tingkat besaran dampak jika risiko terjadi.
5.) Hitung tingkat/level risiko, yaitu perkalian probabilitas dengan
dampak.
6.) Buat peringkat risiko untuk menentukan apakah risiko tersebut
termasuk risiko sangat rendah, rendah, sedang, tinggi atau
sangat tinggi.
7.) lsikan hasil langkah (a) s.d. (f) ke dalam formulir analisis risiko
Dari risiko-risiko tersebut di atas, selanjutnya dibuat peta
risiko.

140
Perangkat yang dibutuhkan dalam melakukan analisis risiko
adalah sebagai berikut:
1.) Tabel kemungkinan (Probabilitas) terdiri atas:

Level Kriteria Kemungkinan


Kemungkinan (Probabilitas)
(Probabilitas)
Hampir Tidak Peristiwa hanya akan timbul pada
Terjadi (1) kondisi yang luas biasa
Persentase 0 - 10%
Jarang Terjadi (2) Peristiwa diharapkan tidak terjadi
Persentase > 0 - 30%
Kadang Terjadi (3) Peristiwa kadang - kadang bisa
terjadi
Persentase > 30 - 50%
Sering Terjadi (4) Peristiwa sangat mungkin terjadi
pada sebagian kondisi
Persentase > 50-90%kegiatan
dalam 1 periode
Hampir Pasti Peristiwa selalu terjadi hampir
Terjadi (5) pada setiap kondisi
Persentase >90% dalam 1 periode

2.) Tabel Dampak (Kosenkuensi) terdiri atas:

Level
Area Dampak
Dampak
Tidak berdampak pada pencapaian tujuan
intansi/kegiatan secara umum
Agak mengganggu pelayanan
Sangat
Dampaknya dapat ditangani pada tahap
Rendah (1)
kegiatan rutin.
Kerugian kurang material dan tidak
mempengaruhi stakeholders
Mengganggu pencapaian tujuan
intansi/kegiatan meskipun tidak signifikan
Cukup menggangu jalannya pelayanan
Rendah (2) Mengancam efisiensi dan efektivitas beberapa
aspek program.
Kerugian kurang material dan sedikit
mempengaruhi stakeholders
Sedang (3) Mengganggu pencapaian tujuan
intansi/kegiatan secara signifikan
Mengganggu kegiatan pelayanan secara
signifikan

141
Mengganggu administrasi program
Kerugian keuangan cukup besar
Sebagian tujuan intansi/kegiatan gagal
dilaksanakan
Terganggunya pelayanan lebih dari 2 hari
tetapi kurang dari 1 minggu
Tinggi (4)
Mengancam fungsi program yang efektif dan
organisasi
Kerugian besar bagi organisasi dari segi
keuangan maupun non keuangan.
Sebagian besar tujuan intansi/kegiatan gagal
dilaksanakan
Terganggunya pelayanan lebih dari 1 minggu
Sangat
Mengancam program dan organisasi serta
Tinggi (5)
stakeholders.
Kerugian sangat besar bagi organisasi dari
segi keuangan maupun non keuangan

3.) Kebijakan Skala Risiko:


Level Risiko ditentukan berdasarkan atas 2 (dua) elemen atau
dimensi, yaitu level kemungkinan terjadinya risiko dan level
dampak (konsekuensi) risiko. Kedua dimensi tersebut harus
dikombinasikan dan diperhitungkan secara bersamaan dalam
penentuan level Risiko. Level kemungkinan terjadinya risiko,
level dampak, dan level risiko masing- masing menggunakan 5
(lima) skala tingkatan (level). Penentuan level risiko beserta
dengan urutan prioritasnya menggunakan matriks analisis risiko
sebagai berikut:

Matriks Analisis Risiko

142
4.) Kategori Risiko
Kategori Risiko sangat penting dalam menjamin identifikasi
Risiko yang komprehensif dan pengikhtisaran atau pelaporan
Risiko. Kategori Risiko disusun sesuai dengan kondisi
lingkungan organisasi. Kategori Risiko minimal di Kementerian
Kesehatan adalah sebagaimana tabel berikut:

Kategori
Definisi
Risiko
Risiko yang disebabkan oleh segala
Risiko sesuatu yang menimbulkan
Keuangan tekanan terhadap pendapatan dan
belanja organisasi
Risiko Risiko yang disebabkan oleh adanya
Kebijakan penetapan kebijakan organisasi
baik interal maupun eksternal yang

143
berdampak langsung terhadap
organisasi
Risiko yang disebabkan oleh
organisasi atau pihak ekternal tidak
Risiko mematuhi dan atau tidak
Kepatuhan melaksanakan peraturan
perundangundangan dan keetntuan
lain yang berlaku
Risiko yag disebabkan oleh adanya
Risiko Legal
tuntutan hukum kepada organisasi
Risiko yang disebabkan oleh
Risiko kecurangan yang disengaja oleh
Fraud pihak internal yang merugikan
keuangan negara
Risiko yang disebabkan oleh
Risiko menurunnya kepercayaan
Reputasi publik/masyarakat yang bersumber
dari persepsi negatif organisasi
Risiko yang disebabkan oleh:
a. Ketidakcukupan dan/atau tidak
berfungsinya proses internal,
Risiko kesalahan manusia dan kegagalan
Operasional sistem
b. Adanya kejadian eksternal yang
mempengaruhi operasional
organisasi

5.) Kategori Dampak


Kategori dampak sangat penting dalam menjamin identifikasi
risiko yang komprehensif dan pengikhtisaran atau pelaporan
risiko. Kategori dampak disusun sesuai dengan kondisi
lingkungan organisasi. Kategori dampak minimal di Kementerian
Kesehatan adalah sebagaimana tabel berikut:

Dampak
Deraja Penundaa pada Dampak
Dampak
Sko d Tuntutan n Kesehatan pada
Keuanga Reputasi
r (tingka Ganti Rugi Pelayana dan Pihak
n
t) n Keselamat Terkait
an
Luka kecil Diketahui Hanya
Sangat ≤3% ≤ Rp. ≤ 1 hari
1 pada orang oleh seisi berdampa
Renda anggara 1000.000 kerja
atau RS k pada

144
beberapa satu
h n
orang pihak
Dimuat
oleh media
Luka kecil
massa
berarti
> 3-5% > Rp. lokal Berdamp
Renda > 1-2 hari pada orang
2 anggara 1000.000v- namun ak pada
h kerja atau
n Rp.5000.000 cepat 2-3 pihak
beberapa
dilupakan
orang
masyaraka
t
Dimuat
oleh media
massa
Luka
lokal &
> Rp. berarti
> 5-8% media Berdamp
5000.000- >2-3 hari pada orang
3 Sedang anggara sosial ak pada
Rp.25.000.0 kerja atau
n namun 3-4 pihak
00 beberapa
cepat
orang
dilupakan
masyaraka
t
Dimuat di
media
nasional
Luka serius
> Rp. dan media
> 8-12% pada orang Berdamp
25.000.000- > 3-5 hari online dan
4 Tinggi anggara atau ak pada
Rp.50.000.0 kerja diingat
n beberapa 4-5 pihak
00 sementara
orang
oleh
masyaraka
t
Dimuat
oleh media
nasional/
Luka internasion
berganda al dan
> 12% Berdamp
Sangat > Rp. > 5 hari atau media
5 anggara ak pada >
Tinggi 50.000.000 kerja kematian sosial/med
n 5 pihak
atau cacat ia online
permanen diingat
lama oleh
masyaraka
t

6.) Selera Risiko


Selera Risiko merupakan kebijakan yang menjadi acuan dalam
menentukan apakah suatu Risiko perlu ditangani atau tidak.

145
Selera Risiko mencerminkan bagaimana organisasi
menyeimbangkan efisiensi, pertumbuhan, hasil, dan risiko.

c. Evaluasi Risiko
Evaluasi risiko adalah proses membandingkan antara hasil analisa
risiko dengan kriteria risiko untuk menentukan apakah risiko dapat
diterima atau ditoleransi.
Tujuan evaluasi risiko adalah untuk membantu dalam membuat
keputusan, berdasarkan hasil analisis risiko, berkaitan dengan
risiko yang memerlukan prioritas penanganannya.
Evaluasi risiko menggunakan perbandingan tingkat risiko yang
ditemukan selama prosedur analisis dengan kriteria risiko yang
dibuat ketika konteksnya ditetapkan. Berdasarkan perbandingan
ini, penanganan perlu dipertimbangkan. Keputusan harus
mempertimbangkan konteks yang lebih luas dari risiko dan
mencakup pertimbangan toleransi risiko yang ditanggung oleh
pihak lain selain manfat risiko bagi organisasi. Keputusan harus
dibuat sesuai dengan persyaratan hukum, peraturan dan lainnya.
Dalam beberapa situasi, evaluasi risiko dapat menyebabkan
keputusan untuk melakukan analisa lebih lanjut. Evaluasi risiko
juga dapat menyebabkan keputusan untuk tidak memperlakukan
risiko dengan cara lain selain mernpertahankan pengendalian yang
ada. Keputusan ini akan dipengaruhi oleh karakteristik risiko
organisasi dan kriteria risiko yang telah ditetapkan.
Contoh kriteria risiko:

Dengan evaluasi risiko ini, setiap risiko dikelola oleh orang yang
bertanggung jawab sesuai dengan peringkatnya. Dengan demikian,
tidak ada risiko yang terlewati, dan terjadi pendelegasian tugas
yang jelas sesuai dengan berat – ringannya risiko.

4. Perlakuan / Penanganan Risiko


Penanganan risiko menggunakan pemilihan satu atau lebih pilihan
untuk memodifikasi risiko, dan melaksanakan pilihan tersebut.

146
Setelah diimplementasikan, penanganannya atau modifikasi proses
pengendalian risiko.
Penanganan risiko terdiri atas siklus prosedur sebagai berikut:
a. menilai penanganan risiko;
b. memutuskan apakah tingkat risiko residual yang ada;
c. jika tidak ditoleransi, menghasilkan penanganan risiko baru, dan
d. menilai efektivitas penanganan itu.

Pemilihan penanganan risiko tidak harus saling tertutup atau tepat


dalam segala situasi. Pilihan yang dapat dilakukan mencakup hal
berikut:
a. Menghindari risiko dengan memutuskan untuk tidak memulai atau
melanjutkan dengan kegiatan yang menimbulkan risiko;
b. Mengambil atau meningkatkan risiko untuk memanfaatkan
peluang;
c. Menghilangkan sumber risiko;
d. Mengubah kemungkinan;
e. Mengubah konsekuensi;
f. Berbagi risiko ke pihak lain atau pihak tertentu (termasuk kontrak
dan pembiayaan risiko), dan
g. Mempertahankan risiko dengan keputusan.

Kegiatan pengendalian adalah langkah lanjutan dari hasil penilaian


risiko. Setelah risiko diidentifikasi dalam register risiko, maka perlu
diidentifikasi pula pengendalian yang telah ada serta pengendalian
yang perlu dirancang dalam rangka mengelola risiko sesuai dengan
risk appetite pemilik Risiko. ldentifikasi pengendalian yang sudah ada
dimaksudkan untuk menilai apakah pengendalian tersebut sudah
efektif atau belum untuk mengatasi risiko yang mungkin terjadi. Jika
tidak efektif atau kurang efektif, maka perlu dibangun/dirancang
pengendalian yang baru. Alat/sarana pengendalian dapat berupa
kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur yang diharapkan dapat
meminimalkan terjadinya risiko sehingga tujuan organisasi dapat
tercapai.
Langkah-langkah dalam merancang kegiatan pengendalian adalah
sebagai berikut:
a. Berdasarkan hasil penilaian risiko, pemilik risiko mengidentifikasi
apakah kegiatan pengendalian yang ada telah efektif untuk
meminimalisasi risiko.

147
b. Kegiatan pengendalian yang telah ada tersebut perlu dinilai
efektivitasnya dalam rangka mengurangi probablitas terjadinya
risiko (abatisasi) maupun mengurangi dampak risiko (mitigasi).
c. Selain itu, juga perlu diperhatikan ada/tidaknya pengendalian
alternatif (compensating control) yang dapat mengurangi terjadinya
risiko.
d. Terhadap risiko yang belum ada kegiatan pengendaliannya maupun
yang telah ada, namun dinilai kurang atau tidak efektif, perlu
dirancang kegiatan pengendalian yang baru/merevisi kegiatan
pengendalian yang sudah ada.
e. Menerapkan kegiatan pengendalian yang telah dirancang dalam
mengelola risiko.

ldentifikasi kecukupan dan efektivitas pengendalian yang sudah ada


dan rencana kegiatan pengendalian yang baru/revisi
didokumentasikan dalam formulir Analisis Kecukupan dan Rencana
Kegiatan Pengendalian.

5. Monitoring dan Riviu


Monitoring dan Reviu adalah bagian dari proses manajemen risiko
yang memastikan bahwa seluruh tahapan proses dan fungsi
manajemen risiko memang berjalan dengan baik. Monitoring adalah
pemantauan rutin terhadap kineja aktual proses manajemen risiko
dibandingkan dengan rencana yang akan dihasilkan. Reviu adalah
peninjauan atau pengkajian berkala atas kondisi saat ini dan dengan
fokus tertentu.
Monitoring dan reviu merupakan bagian yang mendasar dan sangat
penting dalam proses manajemen risiko, terutama dalam proses
manajemen risiko bagi keseluruhan organisasi. Pelaksanaan
monitoring dan reviu secara berkelanjutan bertujuan untuk
memberikan jaminan yang wajar terhadap pencapaian sasaran
penerapan system manajemen risiko secara keseluruhan.
Pelaksanaan monitoring dilaksanakan dengan dua pendekatan yaitu
pemantauan berkelanjutan (on going monitoring) dilakukan oleh
pelaksana pekerjaan dan pemantauan terpisah (separate monitoring)
dilakukan oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP).
Sasaran dari monitoring dan reviu adalah untuk memberikan jaminan
terhadap pencapaian sasaran penerapan system manajemen risiko
secara keseluruhan. Oleh karenanya, laporan monitoring dan reviu
lebih merupakan pelaporan terhadap kelemahan yang masih ada,
tanpa meninggalkan hal-hal positif yang telah dicapai. Pelaporan

148
kelemahan ini menjadi fokus karena kegagalan penerapan manajemen
risiko berarti memperbesar kegagalan pencapaian sasaran organisasi.

Pengawasan dan tinjauan memang merupakan kegiatan yang umum


dilakukan oleh organisasi manapun. Namun, untuk manajemen risiko ini
perlu dibahas, karena ada alat bantu yang sangat berguna. Alat bantu itu
adalah Risk Register (daftar risiko). 
Risk Register adalah:
o Pusat dari proses manajemen resiko organisasi.
o Alat manajemen yang memungkinkan suatu organisasi memahami profil
resiko secara menyeluruh. Ini merupakan sebuah tempat penyimpanan
untuk semua informasi resiko. 
o Catatan segala jenis resiko yang mengancam keberhasilan organisasi
dalam mencapai tujuannya. 
o Ini adalah ‘dokumen hidup’ yang dinamis, yang dikumpulkan melalui
proses penilaian dan evaluasi resiko organisasi. 

Risk register dapat dibagi menjadi dua, yaitu:


o Risk register korporat, digunakan untuk risiko ekstrim (peringkat 15 –
25)
o Risk register divisi, digunakan untuk risiko dengan peringkat lebih
rendah atau risiko yang diturunkan dari risk register korporat karena
peringkatnya sudah turun. 
Untuk mengurangi beban administrasi, risiko rendah (peringkat 1 – 3) tidak
perlu dimasukkan ke dalam daftar. Contoh Risk Register :

Risk Register ini bersifat sangat dinamis. Setiap bulan bisa saja berubah.
Perubahan itu dapat berupa:

149
 Jumlahnya berubah karena ada risiko baru teridentifikasi. 
 Tindakan pengendalian risikonya berubah karena terbukti tindakan
pengendalian risiko yang ada tidak cukup efektif. 
 Peringkat risikonya berubah karena dampak dan peluangnya berubah. 
 Ada risiko yang dihilangkan dari daftar risiko korporat, karena
peringkatnya sudah lebih rendah dari 15 (dipindahkan ke risk register
divisi). 

FMEA

Analisis dari risiko, seperti sebuah proses melakukan evaluasi terhadap KNC
dan proses risiko tinggi lainnya yang dapat berubah dan berakibat terjadinya
kejadian sentinel. Satu alat yang dapat digunakan melakukan analisis dari
akibat suatu kejadian yang berujung pada risiko tinggi adalah FMEA (failure
mode and effect analysis). Proses mengurangi risiko dilakukan paling sedikit
satu kali dalam satu tahun dan dibuat dokumentasinya.

1. Pengertian FMEA

 Failure mode and effects analysis (FMEA) merupakan suatu teknik yang
digunakan untuk perbaikan sistem yang telah terbukti dapat
meningkatkan keselamatan.
 FMEA merupakan teknik yang berbasis tim, sistematis, dan proaktif
yang digunakan untuk mencegah permasalahan dari proses atau
pelayanan sebelum permasalahan tersebut muncul/terjadi.
 FMEA dapat memberikan gambaran tidak hanya mengenai
permasalahan-permasalahan apa saja yang mungkin terjadi namun juga
mengenai tingkat keparahan dari akibat yang ditimbulkan.
 Suatu metode yang membantu mengidentifikasi potensi kegagalan pada
sistem, desain, proses dan atau servis serta merekomendasikan
tindakan korektif untuk memperbaiki kegagalan ini sebelum sampai
kepada pelanggan (Stamatis, 2003)
 Singkatan FMEA:
 FAILURE (F) : Saat sistem atau bagian dari sistem tidak sesuai yg
diharapkan baik disengaja maupun tidak
 MODE (M) : Cara atau perilaku yang dapat menimbulkan
kegagalan
 EFFECTS (E) : Dampak atau konsekuensi modus kegagalan
 Analysis (A) : Penyelidikan suatu proses secara detail

2. Why FMEA ?

150
Dasar untuk mengidentifikasi akar penyebab kegagalan dan
mengembangkan tindakan perbaikan yang efektif
Ditujukan untuk pencegahan KTD
Tidak memerlukan pengalaman buruk sebelumnya
Membuat sistem yang lebih kuat
3. Kapan dilakukan FMEA?
FMEA bisa dilakukan pada : Proses yang telah dilakukan saat ini ,Proses yang
belum dilakukan atau baru
4. langkah-langkah FMEA
1. Tetapkan Topik AMKD/HFMEA
Pilih Proses, jenis-jenis proses:
 Proses baru
Misalnya : proses mengoperasionalkan alat infus baru di IGD
 Proses yang sedang berjalan
Misalnya : proses pengadaan gas medis secara sentral
 Proses dalam klinis
Misalnya : proses pelayanan katerisasi jantung
 Proses non klinis
Misalnya : proses komunikasi perawat ke dokter pada waktu konsul.
Kemudian dilakukan Risk Assesment oleh Unit, contoh form nya:

Kemudian dipilih resiko dengan pertimbangan


• Yang paling tinggi potensial risikonya
• Yang paling interrelated dengan proses lain
• Ketertarikan orang untuk memperbaiki
2. Bentuk Tim
• Multidisiplin
• Tidak lebih dari 10 orang (idealnya 4 – 8 orang)
• Memiliki pengetahuan tentang proses yang akan dianalisa

151
• Mewakili unit yang akan dianalisis
• Mengikutkan orang yg tdk terlibat dalam proses
• Ada leader nya
• Satu orang yang memiliki critical thinking
3. Gambarkan Alur Proses
• Buat dan verifikasi alur diagram proses
• Pastikan setiap langkah dalam alur proses diberi nomor
• Jika prosesnya kompleks identifikasi proses yg akan di fokuskan
• Identifikasi semua sub proses untuk setiap alur diagram
• Pastikan setiap sub proses teridentifikasi
• Buat alur diagram sub proses (pindahkan dalam kotak)

Contoh pengisian

• Tentukan 1 sub proses untuk di tindak lanjuti

152
• Identifikasi semua modus kegagalan
• Bbrp proses dapat tidak memiliki modus kegagalan
• Bbrp proses dapat memiliki banyak modus kegagalan
Contoh pengisian sederhana:

4. Buat Hazard Analysis


• Cari MODUS KEGAGALAN
Modus kegagalan harus dilakukan prioritas sesuai dengan prioritas
tindakan
• Lalu tentukan HAZARD SCORE  Dampak X Probabilitas

153
154
• Gunakan ANALISA POHON KEPUTUSAN berdasarkan nilai Hazard Score

• Data semua POTENSIAL PENYEBAB modus Kegagalan

Contoh pengisian:

155
5. Tindakan dan Pengukuran Outcome
• Tentukan apakah potensial penyebab modus kegagalan akan di kontrol,
eliminasi, terima
• Jelaskan tindakan untuk setiap potensial modus kegagalan yang akan di
eliminasi atau di kontrol
• Identifikasi Ukuran Outcome yang digunakan analisa dan uji redesign
proses
• Identifikasi penanggung jawab untuk melaksanakan tindakan tersebut
• Tentukan apakah diperlukan dukungan manajemen puncak untuk
melaksanakan rekomendasi tsb

156
BAB XI

PERTEMUAN / RAPAT

Monitoring program PMKP dipimpin oleh pimpinan melalui pertemuan


Komite PMKP dengan pimpinan secara rutin dan beberapa kegiatan melalui audit
internal RSUD Bajawa. Program PMKP dievaluasi dalam rapat koordinasi melibatkan
komite-komite, pimpinan rumah sakit, dan kepala unit setiap triwulan untuk
menjamin perbaikan mutu yang berkesinambungan.

157
BAB XII

PELAPORAN

Hasil pelaksanaan tugas dan fungsi komite mutu, akan dilaporkan secara
tertulis kepada Kepala atau Direktur Rumah Sakit disertai rekomendasi,
paling sedikit setiap 3 (tiga) bulan atau sewaktu-waktu bila diperlukan. Kepala
atau Direktur Rumah Sakit melaporkan hasil kegiatan penyelenggaraan mutu
kepada pemilik Rumah Sakit, atau dewan pengawas Rumah Sakit bagi Rumah
Sakit milik pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemilik atau dewan
pengawas Rumah Sakit memberikan umpan balik berupa rekomendasi kepada
Kepala atau Direktur Rumah Sakit untuk ditindaklanjuti.

Dokumen Bukti Laporan pelaksanaan program PMKP :

1. Laporan pelaksanaan pemantauan indikator klinik.


2. Laporan hasil audit klinik
3. Laporan RCA
4. Laporan pelatihan-pelatihan internal
5. Laporan pemantauaan indikator mutu pelayanan rumah sakit.
6. Laporan Pengendalian dan Pencegahan Infeksi.
7. Laporan pelaksanaan mutu di Instalasi/ Unit.
8. Laporan Realisasi pencapaian program PMKP

158
PENUTUP

Melalui pedoman PMKP yang telah dibuat dan disetujui oleh Rumah Sakit
diharapkan program dan SPO yang terkait dengan Peningkatan mutu dan
keselamatan pasien menjadi lebih terarah dan jelas serta berstandar, sesuai
dengan tujuan dari PMKP yaitu : meningkatkan mutu secara keseluruhan
dengan terus menerus mengurangi resiko terhadap pasien dan staf baik dalam
proses klinis maupun lingkungan fisik. Kegiatan peningkatan mutu
diharapkan berjalan secara berkesinambungan dan berkelanjutan untuk
menunjang pelayanan rumah sakit yang aman dan bermutu. Buku Pedoman
Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan akan di review secara berkala, paling
lambat 1 tahun sekali. Sehingga diharapkan melalui pedoman yang telah
disetujui, mampu memfasilitasi dalam meningkatkan pejaminan mutu dan
keselamatan pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Bajawa

Disetujui di Bajawa
Pada Tanggal : 31 Agustus 2022
Direktur RSUD Bajawa

drg. MARIA WEA BETU, MPH


NIP. 19700213 2001 12 2 005

159

You might also like