You are on page 1of 41

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERWATAN

PADA KLIEN DENGAN EDEMA PARU AKUT


DI RUANG ICCU RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Disusun oleh :

Novita Wulandari 1440120037

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RUSTIDA


PROGRAM STUDI DIPLOMA III
KEPERAWATAN KRIKILAN- GLENMORE-
BANYUWANGI
2022
PEMBAHASAN
A. KONSEP PENYAKIT
1. Anatomi dan Fisiologi

a. Anatomi Paru

Paru – paru merupakan organ yang terletak dikedua sisi jantung dalam
rongga dada dan dilindungi secara melingkar oleh rongga yang dibentuk oleh
rangka iga (Safrida, S.Pd.,2020). Dalam buku (Safrida, S.Pd.,2020) paru –
paru berbentuk kerucut dan ujungnya berada di atas tulang iga pertama
sedangkan bagian dasarnya terletak pada bagian diafragma. Bagian di
paruparu terbagi menjadi dua, yaitu paru bagian kanan dan paru bagian kiri.
Pada bagian kanan terdapat tiga lobus, sedangkan bagian kiri hanya
mempunyai dua lobus. Terdapat bronchopulmonary segment atau sub-bagian
pada paru yang terdapat sekitar seouluh unit terkecil. Pemisah antara paru
bagian kanan dan kiri disebut mediastinum. Setiap lobus tersusun atas lobula.
Sebuah pipa bronchial kecil yang masuk kedalam setiap lobula dan semakin ia
bercabang, semakin menjadi tipis dan akhirnya berakhir menjadi kantung
kecil-kecil, yang merupakan kantung-kantung udara paru-paru. Jaringan paru-
paru teraba elastis, berpori dan seperti spon. Di dalam air, paru-paru
mengapung karena ada udara di dalamnya (Safrida, S.Pd., 2020).

Gambar 1 Anatomi Paru-Paru (Mutaqim Arif, 2016)

Organ paru manusia dilapisi oleh selaput tipis yang disebut pleura
(Safrida, S.Pd., 2020). Pleura ini terbagi menjadi 2 macam yaitu: : pleura
pariental dan pleura viseralis. Pleura viseralis merupakan selaput tipis yang
langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang
menempel pada rongga dada. Pemisah antara kedua pleura ini disebut cavum
pleura yang diantara membran pleuranya terdapat cairan serosa untuk
1
mencegah gesekan antara paru-paru dan dada selama proses pernafasan
(Safrida, S.Pd., 2020).

Sistem pernafasan berkaitan dengan pergerakan udara yang masuk dan


keluar melalui paru-paru (Mutaqim Arif, 2016). Paru-paru menjadi tempat
pertukaran oksigen dan karbondiksida. Semua sel dalam tubuh makhluk hidup
harus mendapatkan cukup oksigen untuk menjalankan respirasi sel guna
menghasilkan ATP (Mutaqim Arif, 2016). Menurut (Apriyanti M.Pd & dkk,
2021) Sistem pernafasan merupakan proses pengambilan oksigen molekuler
(O2) dari lingkungan dan pembuangan karbondioksida (CO2) ke lingkungan.
Setiap makhluk hidup memerlukan suplai oksigen secara terus menerus untuk
respirasi seluler sehingga dapat mengubah molekul bahan bakar yang
diperoleh dari makanan menjadi kerja. Sumber oksigen disebut meduium
respirasi yang merupakan udara bagi manusia. Sedangkan, yang menjadi
bagian tempat masuknya oksigen dari lingkungan berdifusi ke dalam sel hidup
dan karbon dioksida berdifusi keluar disebut permukaan respirasi (Apriyanti
M.Pd & dkk, 2021).

Gambar 2 Fisiologis Sistem Pernafasan (Mutaqim Arif, 2016)

Dalam (Apriyanti M.Pd & dkk, 2021) sistem pernafasan manusia terbagi
dua yaitu sistem pernafasan bagian atas dan sistem pernafasan bagian bawah.

1) Saluran pernafasan atas terdiri dari bagian di luar rongga dada, yaitu udara
melewati rongga hidung, kavitas nasalis (membrane mukosa hidung),
faring, laring, dan trakea bagian atas.

2) Saluran pernafasan bagian bawah terdiri dari bagian yang terdapat dalam
rongga dada, yaitu trakea bagian bawah dan paru-paru itu sendiri, yang
meliputi pipa bronchial dan alveoli.
2
Menurut (Ummara & dkk, 2021) Terdapat dua macam proses pernafasan
pada manusia, yaitu proses inspirasi dan proses ekspirasi. Proses inspirasi
merupakan proses pergerakan pada atmosfer paru, sedangkan proses ekspirasi
merupakan pergerakan dalam paru menuju atmosfer paru. Otot pernafasan dan
elastisitas pada jaringan paru harus berfungsi dengan baik, hal ini akan
mengakibatkan ventilasi dapat berjalan lancar. Sedangkan, dalam proses
pernafasan juga menggunakan beberapa otot-otot. Otot-otot pada proses
pernafasan dibagi menjadi dua berdasarkan prosesnya (Ummara & dkk,
2021), yaitu:

1) Pada otot inspirasi terdiri dari otot sternokleidomastoideus, scalenus,


interkostalis eksterna, dan diafragma.

2) Pada otot ekspirasi terdiri dari interkostalis internus dan rektus


abominis.

b. Fisiologi Paru

Dalam (Apriyanti M.Pd & dkk, 2021) paru-paru dan dinding dada
memiliki struktur yang elastis. Paru-paru memiliki lapisan cairan tipis diantara
paru-paru yang disebut pleura, dengan adanya pleura ini paru-paru dapat
bergerak dengan mudah dan bergeser. Tekanan yang masuk pada ruangan
antara paru-paru dan dinding dada berada dibawah tekanan atmosfer.

Pertukaran gas antara darah dan atmosfer merupakan fungsi utama paru-
paru. Tujuan dari pertukaran gas ini yaitu untuk menyediakan pasokan
oksigen untuk jaringan dalam tubuh serta mengeluarkan karbon dioksida dari
dalam tubuh. (Apriyanti M.Pd & dkk, 2021). Beberapa faktor mempengaruhi
kebutuhan oksigen dan karbondioksida dalam tubuh, sehingga kebutuhan
yang berbeda sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang, akan
tetapi, agar pasokan oksigen dan karbon dioksida dapat normal, pross
pernafasan harus terus berjalan. Namun, agar fungsi tersebut dapat berjalan
sebagaimana semestinya, proses pernafasan harus menjalankan empat
mekanisme dasar, yaitu

(1) Berfungsinya ventilasi paru untuk proses keluar masuknya udara antara
alveoli dan atmosfer,

(2) Perpindahan dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah,
3
(3) Perjalanan oksigen dan karbon dioksida dalam darah serta cairan tubuh
menuju sel

(4) Pengaturanventilasi pada saat proses pernafasan (Apriyanti M.Pd & dkk,
2021).

Selama proses pernafasan, terjadi dua peristiwa yaitu inspirasi dan


ekspirasi. Inspirasi merupakan peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung oksigen. Sedangkan, ekspirasi merupakan proses
pengehembusan udara yang banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa
dari oksidasi keluar dari tubuh (Apriyanti M.Pd & dkk, 2021). Selama
inspirasi otot-otot intercostal eksternal ditemukan antara kontraksi rusuk,
menggerakkan tulang rusuk ke atas dan keluar. Otot diafragma juga
berkontraksi dan membentuk kubah yang datar, hal ini meningkatkan ruang di
paru-paru dan menyebabkan udara secara otomatis ditarik ke dalam paruparu.
Sedangkan, selama ekspirasi, otot-otot intercostal eksternal berelaksasi dan
tulang rusuk kembali ke posisi istirahat mereka. Diafragma berelaksasi dan ke
tempat aslinya, hal ini menyebabkan ruang di paru-paru menjadi lebih kecil,
memaksa udara keluar (Apriyanti M.Pd & dkk, 2021). Saat seseorang
bernafas tenang, tekanan intrapleural kira-kira 2,5 mmHg relatif lebih tinggi
terhadap atmosfer. Pada permulaan, inspirasi menurun sampai -6mmHg dan
paru-paru lebih mengembang dan menjadi sedikit negative dikarenakan
tertanam di dalam jalan udara. Pada akhir inspirasi, posisi dada menarik
kembali ke posisi ekpirasi, hal ini terjadi karena tekanan recoil paru-paru dan
dinding dada seimbang. (Margaretta Rehatta & dkk, 2019).

Gambar 3 Mekanisme Inspirasi dan Ekspirasi Pernapasan

4
Terdapat beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi paru-paru
pada manusia (Yunus, Raharjo, & Fitriangga, 2020), yaitu:

1) Usia

Perbedaan usia mempengaruhi kekuatan otot maksimal oleh paruparu.


Pada usia sekitar 20-40 tahun kekuatan otot maksimal sedang dalam
proses maksimal namun, kekuatan otot ini dapat berkurang sebanyak 20%
setelah seseorang berusia 40 tahun.

2) Jenis

Kelamin Laki-laki memiliki fungsi ventilasi yang lebih tinggi daripada


Wanita. Pada lai-laki fungsi ventilasi sebesar 20-25%, anatomi paru-paru
laki-laki memiliki ukuran yang lebih besar. Faktor lain, aktivitas yang
dilakukan laki-laki biasanya lebih banyak dari perempuan, sehingga
proses recoil dan compliance paru akan lebih terlatih.

3) Tinggi badan

Tinggi badan yang lebih tinggi akan memiliki fungsi ventilasi yang lebih
tinggi pula daripada seseorang yang bertubuh pendek.

c. Volume dan Kapasitas Paru

Dalam buku (Safrida, S.Pd., 2020) volume paru-paru terbagi menjadi 4


bagian, yaitu.

(1) Volume Tidal merupakan volume udara yang dihirup dan dikeluarkan
pada proses pernafasan yang normal. Nilai volume tidal sebesar ± 500 ml
pada rata-rata orang dewasa.

(2) Volume Cadangan Inspirasi yaitu volume udara tambahan yang diinspirasi
atau dikeluarkan setelah volume tidal, biasanya nilainya sebesar ± 3000
ml.

(3) Volume Cadangan Ekspirasi adalah volume udara yang dikeluarkan saat
ekpirasi mencapai jumlah maksimumnya, pada keadaan normal besarnya
adalah ± 1100 ml.

(4) Volume Residu, yaitu volume udara yang masih tetap berada dalam paru-
paru setelah ekspirasi kuat. Biasanya mencapai ± 1200 ml.

5
Sedangkan, gabungan beberapa volume paru-paru yang biasa disebut
kapasitas paru terbia menjadi empat bagian (Safrida, S.Pd., 2020), yaitu:

1) Kapasitas vital, setara dengan volume cadangan inspirasi ditambah


volume tidak ditambah volume cadangan ekspirasi. Biasanya nilainya
sebersar ± 4600 ml, ini merupakan jumlah udara maksimal yang
dikeluarkan oleh paru, setelah menarik nafas dan menghembuskan
sebanyak-banyaknya.

2) Kapasitas Inspirasi, setara dengan volume tidal ditambah cadangan


inspirasi, kapasitas ini sebesar ± 3500 ml dan pada ekspirasi normal dapat
dihirup dan mampu mengembangkan paru-paru hingga jumlah yang
maksimum.

3) Kapasitas residu fungsional merupakan udara yang berada di dalam paru


sisa dari akhir ekspirasi normal, kapasitas ini setara dengan volume
cadangan inspirasi ditambah volume residu, sebesar ± 2300 ml.

4) Forced Expiratory Volume in One Second (FEV1) atau volume ekspirasi


paksa satu detik merupakan volume yang didapat saatproses pernafsan
dalam dan inspirasi yang maksimal kemudian dikeluarkan secara paksa.

5) Forced Vital Capacity (FVC) atau biasa disebut kapasitas vital paksa
(KVP) merupakan volume udara yang setelah inspirasi yang minimum
kemudian diikuti oleh pengeluaran udara yang minimum namun dengan
paksaan.

6) Kapasitas paru total merupakan volume paling maksimal. Hal ini didapat
saat paru dikembangkan semaksimal mungkin dengan proses inspirasi
yang dipaksa. Volume dan kapasitas pada perempuan lebih kecil
dibandingkan laki-laki yaitu sebesar ±20-25%, hal ini juga terjadi pada
seseorang yang rutin melakukan aktivitas fisik berat daripada seseoarang
yang jarang melakukan aktivitas fisik. Volume ini setara dengan kapasitas
vital ditambah volume residu, besarnya ± 5800 ml.

7) Kapasitas Paru Total, sama dengan kapasitas vital + volume residu.


Besarnya ±5800ml, adalah volume maksimal dimana paru dikembangkan
sebesar mungkin dengan inspirasi paksa.Volume dan kapasitas seluruh
paru pada wanita ± 20 – 25% lebih kecil daripada pria, dan lebih besar
6
pada atlet dan orang yang bertubuh besar dari pada orang yang bertubuh
kecil dan astenis

2. Definisi
Edema merupakan akumulasi cairan di dalam tubuh. Kata edema atau
pembengkakan tubuh lebih tepat jika disebut sebagai limfadema, hal ini
dikarenakan peningkatan cairan interstitial biasanya disebabkan oleh blockade
limfonodi. Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh akumulasi cairan
di paru-paru (ruang interstitial dan alveolus) (Yun Jufan et al., 2020).
Edema paru akut adalah keadaan patologi dimana cairan intravaskuler keluar
ke ruang ekstravaskuler, jaringan interstisial dan alveoli yang terjadi secara akut.
Pada keadaan normal cairan intravaskuler merembes ke jaringan interstisial
melalui kapiler endotelium dalam jumlah yang sedikit sekali, kemudian cairan ini
akan mengalir ke pembuluh limfe menuju ke vena pulmonalis untuk kembali ke
dalam sirkulasi (Nendrastuti, 2010).
3. Etiologi

Menurut karya ilmiah yang disusun oleh Huldani, 2014 menyebutkan bahwa
penyebab terjadinya ALO dibagi menjadi 2, yaitu (Pratiwi, 2018):
a. Edema paru kardiogenik
Yaitu edema paru yang disebabkan karena gangguan pada jantung atau
sistem kardiovaskuler
(1) Penyakit pada arteri koronaria
Arteri yang bertugas menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit
karena adanya penimbunana lemak (plaques). Serangan jantung terjadi
jika terbentuknya gumpalan darah pada arteri dan menghambat aliran
darah serta merusak otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut
(2) Kardiomiopat
Menurut beberapa ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya
kardiomiopati dapat disebabkan oleh terjadinya infeksi pada miokard
jantung (miokarditis), pemakaian dan penyalahgunaan alkohol dan efek
racun dari obat-obatan seperti kokain dan obat kemoterapi. Kardiomiopati
menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak mampu
berkontraksi secara baik yang menyebabkan suatu keadaan dimana
kebutuhan jantung memompa darah lebih berat karena berada pada
keadaan infeksi.
7
(3) Gangguan katup jantung
Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi
untuk mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat
(stenosis) atau tidak mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi). Hal
ini menyebabkan darah mengalir kembali melalui katub menuju paru-paru.
(4) Hipertensi
Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan
pada otot ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.
b. Edema paru non kardiogenik
Yaitu edema paru yang terjadi bukan disebabkan karena kelainan pada
jantung tetapi paru itu sendiri. Pada non-kardiogenik, ALO dapat disebabkan
oleh :
(1) Infeksi pada paru
(2) Lung injury, seperti emboli paru, smoke inhalation dan infark paru.
(3) Paparan toxic
(4) Acute respiratory distress syndrome (ards)
4. Tanda dan Gejala
Manifestasi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan radiografi
(foto toraks). Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun kenyataannya secara
klinik sukar dideteksi dini. Secara patofisiologi edema paru kardiogenik ditandai
dengan transudasi cairan dengan kandungan protein yang rendah ke paru, akibat
terjadinya peningkatan tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler paru.
Transudasi ini terjadi tanpa perubahan pada permeabilitas atau integritas dari
membran alveoli-kapiler, dan hasil akhir yang terjadi adalah penurunan
kemampuan difusi, hipoksemia dan sesak nafas. Sering kali keadaan ini
berlangsung dengan derajat yang berbeda-beda (Pratiwi, 2018).
a. Stadium 1
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi
gas CO2. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak
napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan,
kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran
napas yang tertutup pada saat inspirasi.
b. Stadium 2

8
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah
paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa
interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di
jaringan kendor intersisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil,
terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi
refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea merupakan tanda
gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa
aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat.
c. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat
terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali
dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain
turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita
biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi
hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams
digunakan dengan hati-hati. Diperkirakan bahwa dengan menghambat
cyclooxygenase atau cyclic phosphodiesterase akan mengurangi edema' paru
sekunder akibat peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler; pada manusia
masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
5. Klasifikasi
Edema paru menurut penyebab dan perkembangannya diklasifikasikan
menjadi edema paru kardiogenik dan edema paru non-kardiogenik (Yun Jufan et
al., 2020).
a. Edema paru kardiogenik biasanya disebabkan karena gagal jantung kiri
kongestif yang akhirnya menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik di
kapiler paru. Sedangkan edema paru nonkardiogenik dikatagorikan
berdasarkan kondisi yang mendasarinya.
b. Edema paru non-kardiogenik diklasifikasikan menjadi tekanan rendah
alveolus, peningkatan permeabilitas alveolus, atau edema neurogenik. Sebagai
contoh, penyebab penurunan tekanan alveolus adalah karena obstruksi saluran
nafas atas seperti paralisis laring, penyebab peningkatan permeabilitas adalah
leptospirosis dan ARDS, sedangkan edema neurogenik disebabkan oleh
epilepsy, trauma otak, maupun elektrolusi.
6. Patofisiologi
9
Pada paru normal, cairan dan protein keluar dari mikrovaskular terutama
melalui celah kecil antara sel endotel kapiler ke ruangan interstisial sesuai dengan
selisih antara tekanan hidrostatik dan osmotik protein, serta permeabilitas
membran kapiler. Cairan dan solute yang keluar dari sirkulasi ke ruang alveolar
terdiri atas ikatan yang sangat rapat. Selain itu, ketika cairan memasuki ruang
interstisial, cairan tersebut akan dialirkan ke ruang peribronkovaskular, yang
kemudian dikembalikan oleh siistem limfatik ke sirkulasi. Perpindahan protein
plasma dalam jumlah lebih besar tertahan. Tekanan hidrostatik yang diperlukan
untuk filtrasi cairan keluar dari kirosirkulasi paru sama dengan tekanan hidrostatik
kapiler paru yang dihasilkan sebagian oleh gradien tekanan onkotik protein.
Terdapat dua mekanisme terjadinya edem paru (Pratiwi, 2018):
a. Membran kapiler alveoli
Edem paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan `dari darah ke ruang
interstisial atau ke alveoli yang melebihi jumlah pengembalian cairan ke
dalam pembuluh darah dan aliran cairan ke sistem pembuluh limfe. Dalam
keadaan normal terjadi pertukaran dari cairan, koloid dan solute dari
pembuluh darah ke ruangan interstisial
b. Sistem Limfatik
Sistem limfatik ini dipersiapkan untuk menerima larutan koloid dan
cairan balik dari pembuluh darah. Akibat tekanan yang lebih negatif di daerah
interstisial peribronkhial dan perivaskular. Dengan peningkatan kemampuan
dari interstisium alveolar ini, cairan lebih sering meningkat jumlahnya di
tempat ini ketika kemampuan memompa dari saluran limfatik tersebut
berlebihan. Bila kapasitas dari saluran limfe terlampaui dalam hal jumlah
cairan maka akan terjadi edema. Diperkirakan pada pasien dengan berat 70 kg
dalam keadaan istirahat kapasitas sistem limfe kira-kira 20 ml/jam. Pada
percobaan didapatkan kapasitas sistem limfe bisa mencapai 200 ml/jam pada
orang dewasa dengan ukuran rata-rata. Jika terjadi peningkatan tekanan atrium
kiri yang kronik, sistem limfe akan mengalami hipertrofi dan mempunyai
kemampuan untuk mentransportasi filtrat kapiler dalam jumlah yang lebih
besar yang dapat mencegah terjadinya edem.
Edem Paru Kardiogenik
Edem paru kardiogenik atau edem volume overload terjadi karena
peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler paru yang menyebabkan

10
peningkatan filtrasi cairan transvaskular, ketika tekanan interstisial paru lebih
besar daripada tekanan pleural maka cairan bergerak menuju pleura visceral
yang menyebabkan efusi pleura. Sejak permeabilitas kapiler endotel tetap
normal, maka cairan edem yang meninggalkan sirkulasi memiliki kandungan
protein yang rendah. Peningkatan tekanan hidrostatik di kapiler pulmonal
biasanya berhubungan dengan peningkatan tekanan vena pulmonal akibat
peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan atrium kiri.
Peningkatan ringan tekanan atrium kiri (18-25 mmHg) menyebabkan edema di
perimikrovaskuler dan ruang interstisial peribronkovaskular. Jika tekanan
atrium kiri meningkat lebih tinggi (>25) maka cairan edem akan menembus
epitel paru, membanjiri alveolus. Edem paru akut kardiogenik ini merupakan
bagian dari spektrum klinis Acute Heart Failure Syndrome (AHFS). AHFS ini
didefinisikan sebagai munculnya gejala dan tanda secara akut yang merupakan
sekunder dari fungsi jantung yang tidak normal (Pratiwi, 2018).
Secara patofisiologi edem paru kardiogenik ditandai dengan transudai
cairan dengan kandungan protein yang rendah ke paru akibat terjadinya
peningkatan tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler paru Seringkali
keadaan ini berlangsung dengan derajat yang berbeda-beda. Dikatakan pada
stage 1 distensi dan keterlibatan pembuluh darah kecil di paru akibat
peningkatan tekanan di atrium kiri, dapat memperbaiki pertukaran udara di
paru dan meningkatkan kemampuan difusi dari gas karbon monoksida. Pada
keadaan ini akan terjadi sesak nafas saat melakukan aktivitas fisik dan disertai
ronkhi inspirasi akibat terbukanya saluran nafas yang tertutup. Apabila
keadaan berlanjut hingga derajat berikutnya atau stage 2, edem interstisial
diakibatkan peningkatan cairan pada daerah interstisial yang longgar dengan
jaringan perivaskular dari pembuluh darah besar, hal ini akan mengakibatkan
hilangnya gambaran paru yang normal secara radiografik dan petanda septum
interlobuler. Ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi aka
mengakibatkan terjadinya hipoksemia yang berhubungan dengan ventilasi
yang semakin memburuk (Pratiwi, 2018).

11
7. Pathway
Kardiogenik Non Kardiogenik
Penyakit arteri coroner, Etiolog Infeksi paru, lung injury,
kardiomiopati, gangguan papara toxic, reaksi
katup jantung, hipertensi n alergi

Peningkatan tekanan Kerusakan dinding


ata volume diatrium kapiler paru
u
kiri
Gangguan permeabilitas
Peningkatan vena pulmonal endotel kapiler paru

Resiko Peningkatan tekanan Akumulasi Cairandanprotein masuk ke


ketidakseimb kapiler > 25 mmHg cairan alveoli
angan cairan mendadak

Stadium 1 Stadium 2 Stadium 3

Distensi pembuluh Edema paru interstial Edema alveolar


darah baru

Peningkatan Batas Vasokontriksi Bronkospasme Pertukaran gas


kapasitas difusi CO pembuluh
darah
tidak Dyspnea Batuk berbuih Dyspnea berat
Dyspnea berat pink froty
saat Ronkhi Ronkhi
aktifitas basah Penurunan
Bersihan jalan kapasitas vital
Penumpuk nafas tidak dan vol. paru
Akumulas efektif
i cairan an sekret
pada Dyspnea O2 menurun Hipoksemia Hiperkapnia
alveoli Peradangan pada pembuluh
pada darah
Ganggua bronkus Pola nafas Intoleransi
pertukaran tidak efektif aktifitas
Penurunan
gas
curah jantung
Hipertermia

12
8. Komplikasi
Dalam asuhan keperawatan yang disusun oleh karya husada, 2014
menyebutkan komplikasi dari ALO sebagai berikut (Pratiwi, 2018):
a. ARDS (Accute Respiratory Distres Syndrome)
Karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak dapat
mengembang dan udara tidak dapat masuk, akibatnya adalah hipoksia berat.
b. Gagal napas akut
Tidak berfungsinya penapasan dengan derajat dimana pertukaran gas tidak
adekuat untuk mempertahankan gas darah arteri (GDA).
c. Kematian
Kematian pada edema paru tidak dapat dihindari lagi. Pasien dapat mengalami
komplikasi jika tidak segera dilakukan tindakan yang tepat.
9. Pemeriksaan Penunjang .
a. Pemeriksaan Thorax
Pada pemeriksaan penunjang radiologi thorax gambaran khas edema paru
didapatkan ukuran jantung membesar ditandai dengan cardiomegaly,
pelebaran gambaran vaskularisasi dari paru (Yun Jufan et al., 2020).

b. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG thorax atau juga disebut LUS (Lung Ultrasound) dapat
membantu mendiagnosis kasus pasien dengan sesak nafas di Rumah sakit.
Pada pemeriksaan LUS akan didapatkan 2 garis atau 3 garis yang disebut B
lines. Bilateral B lines sering didapatkan pada jaringan paru dengan edema
intersisial (Yun Jufan et al., 2020).

13
c. Laboratorium
(1) Analisis gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah, kemudian
hiperkapnia

a) Definisi Analisis Gas Darah

Analisis gas darah (AGD) atau arterial blood gas (ABG) adalah tes
darah yang diambil melalui pembuluh darah arteri untuk mengukur
kadar oksigen, karbondioksida, dan tingkat asam basa (pH) di dalam
darah.

b) Indikasi Analisis Gas Darah

indikasi dilakukannya pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) yaitu:

1) Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik

Penyakit paru obstruktif kronis yang ditandai dengan


adanya hambatan aliran udara pada saluran napas yang bersifat
progresif non reversible ataupun reversible parsial Terdiri dari 2
macam jenis yaitu bronchitis kronis dan emfisema, tetapi bisa juga
gabungan antar keduanya.

2) Pasien dengan edema pulmo

Pulmonary edema terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan


kelebihan cairan yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh
darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan
persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon
dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan
darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai "air dalam
paru-paru" ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien.
Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang
berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut
14
cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab
lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.

3) Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)

ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada


membran alveolar kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan
kedalam ruang interstisiel alveolar dan perubahan dalarn jaring-
jaring kapiler, terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
yang jelas akibat-akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan
ekstansif darah dalam paru-paru. ARDS menyebabkan penurunan
dalam pembentukan surfaktan yang mengarah pada kolaps alveolar.
Komplians paru menjadi sangat menurun atau paru-paru menjadi
kaku akibatnya adalah penurunan karakteristik dalam kapasitas
residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia ( Brunner &
Suddart 616).

4) Infark miokard

Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis


otot jantung yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen (Fenton, 2009). Klinis sangat mencemaskan
karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-55
tahun, tanpa gejala pendahuluan (Santoso, 2005).

5) Pneumonia

Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem


dimana alveoli(mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang
bertanggung jawab untuk menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi
radang dan dengan penimbunan cairan Pneumonia disebabkan oleh
berbagai macam sebab meliputi infeksi karena bakteri,virus jamur
atau parasit. Pneumonia juga dapat terjadi karena bahan kimia atau
kerusakan fisik dari paru-paru, atau secara tak langsung dari
penyakit lain seperti kanker paru atau penggunaan alkohol.

6) Pasien syok

Syok merupakan suatu sindrom klinik yang terjadi jika

15
sirkulasi darah arteri tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan. Perfusi jaringan yang adekuat tergantung
pada 3 faktor utama, yaitu curah jantung volume darah, dan
pembuluh darah. Jika salah satu dari ketiga faktor penentu ini kacau
dan faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi maka akan
terjadi syok. Pada syok juga terjadi hipoperfusi jaringan yang
menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolism sel sehingga
seringkali menyebabkan kematian pada pasien.

7) Post pembedahan coronary arteri baypass

Coronary Artery Bypass Graft adalah terjadinya suatu


respon inflamasi sistemik pada derajat tertentu dimana hal tersebut
ditandai dengan hipotensi yang menetap, demam yang bukan
disebabkan karena infeksi, DIC, oedem jaringan yang luas, dan
kegagalan beberapa organ tubuh. Penyebab inflamasi sistemik ini
dapat disebabkan oleh suatu respon banyak hal, antara lain oleh
karena penggunaan Cardiopulmonary Bypass (Surahman, 2010). 8.

8) Resusitasi cardiac arrest

Penyebab utama dari cardiac arrest adalah aritmia, yang


dicetuskan oleh beberapa faktor,diantaranya penyakit jantung
koroner, stress fisik (perdarahan yang banyak, sengatan
listrik.kekurangan oksigen akibat tersedak, tenggelam ataupun
serangan asma yang berat). kelainan bawaan, perubahan struktur
jantung (akibat penyakit katup atau otot jantung) dan obat- obatan
Penyebab lain cardiac arrest adalah tamponade jantung dan tension
pneumothorax. Sebagai akibat dari henti jantung, peredaran darah
akan berhenti. Berhentinya peredaran darah mencegah aliran
oksigen ke semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai
berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai oksigen, termasuk
otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak,
menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas
normal Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak
ditangani dalam 5 menit dan selanjutnyaakan terjadi kematian
dalam 10 menit. Jika cardiac arrest dapat dideteksi dan ditangani
16
dengansegera, kerusakan organ yang serius seperti kerusakan otak,
ataupun kematian mungkin bisa dicegah

c) Kontraindikasi Analisi Gas Darah

1) Denyut arteri tidak terasa, pada pasien yang mengalami koma


(Irwin & Hippe, 2010).

2) Modifikasi Allen tes negatif, apabila test Allen negative tetapi tetap
dipaksa untuk dilakukan pengambilan darah arteri lewat arteri
radialis, maka akan terjadi thrombosis dan beresiko mengganggu
viabilitas tangan.

3) Selulitis atau adanya infeksi terbuka atau penyakit pembuluh darah


perifer pada tempat yang akan diperiksa.

4) Adanya koagulopati (gangguan pembekuan) atau pengobatan


denganantikoagulan dosis sedang dan tinggi merupakan
kontraindikasi relatif.

d) Lokasi pengambilan darah arteri

1) Arteri Radialis dan Arteri Ulnaris (sebelumnya dilakukan allen's


test)

Test Allen's merupakan uji penilaian terhadap sirkulasi


darah di tangan, hal ini dilakukan dengan cara yaitu: pasien diminta
untuk mengepalkan tangannya. kemudian berikan tekanan pada
arteri radialis dan arteri ulnaris selama beberapa menit, setelah itu
minta pasien unutk membuka tangannya, lepaskan tekanan pada
arteri, observasi warna jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan
tangan harus memerah dalam 15 detik, warnamerah menunjukkan
test allen's positif. Apabila tekanan dilepas, tangan tetap pucat,
menunjukkan test allen's negatif. Jika pemeriksaan negative,
hindarkan tangan tersebut dan periksa tangan yang lain.

2) Arteri Dorsalis pedis

Merupakan arteri pilihan ketiga jika arteri radialis dan


ulnaris tidak bisa digunakan.

17
3) Arteri Brakialis

Merupakan arteri pilihan keempat karena lebih banyak


resikonya bila terjadi obstruksi pembuluh darah. Selain itu arteri
femoralis terletak sangat dalam dan merupakan salah satu
pembuluh utama yang memperdarahi ekstremitas bawah.

4) Arteri Femoralis

Merupakan pilihan terakhir apabila pada semua arteri diatas


tidak dapat diambil. Bila terdapat obstruksi pembuluh darah akan
menghambat aliran darah ke seluruh tubuh / tungkai bawah dan
bila yang dapat mengakibatkan berlangsung lama dapat
menyebabkan kematian jaringan. Arteri femoralis berdekatan
dengan vena besar. sehingga dapat terjadi percampuran antara
darah vena dan arteri. Selain itu arteri femoralis terletak sangat
dalam dan merupakan salah satu pembuluh utama yang
memperdarahi ekstremitas bawah. Arteri Femoralis atau Brakialis
sebaiknya jangan digunakan jika masih ada alternative lain karena
tidak memiliki sirkulasi kolateral yang cukup untuk mengatasi bila
terjadi spasme atau thrombosis. Sedangkan arteri temporalis atau
axillaris sebaiknya tidak digunakan karena adanya resiko emboli ke
otak.

e) Standar Operasional Prosedur

1) Persiapan Alat

- Spuit 2 ml, Jarum No.23 atau No.25 dan penutupnjarum


khusus/gabus.

- Kapas alkohol.

- Kasa steril.

- Nierbeken/bengkok.

- Plester, dan gunting,

- Heparin.

- Wadah yang berisi es.


18
- Handscoen bersih.

- Formulir laboratorium.

Persiapan Klien

- Menjelaskan langkah-langkah dan tujuan prosedur.

- Mencukur daerah punksi (bila perlu).

- Mengobservasi tanda-tanda vital sebelum tindakan.

- Menjaga kebutuhan privacy klien.

2) Prosedur

- Mencuci tangan.

- Memakai hanscoen bersih.

- Mengaspirasi Heparin kedalam spuit sampai membasahi


seluruh spuit, lalu dengan posisi tegak lurus semprotkan/buang
seluruh Heparin.

- Meraba arteri radialis, brakhialis, atau femoralis yang menjadi


area penyuntikan.

- Melakukan test Allen.

Pada Klien Sadar

- Menekan arteri radialis dan ulnaris pada pergelangan tangan


secara bersama-sama.

- Menginstruksikan klien untuk mengepal dan membuka kepalan


berkali-kali sampai tangan menjadi pucat.

- Melepaskan tekanan pada arteri ulnaris (sambil menekan arteri


radialis) dan perhatikan warna kulit kembali normal

Pada Klien Tidak Sadar

- Menekan arteri radialis dan ulnaris pada pergelangan tangan


secara bersama-sama.

- Meninggikan tangan klien melewati batas jantung dan kepalkan


tangan klien sampai telapak tangan menjadi pucat.
19
- Menurunkan tangan klien sambil menekan arteri radialis
(tekanan pada arteri ulnaris dilepaskan) dan perhatikan warna
kulit menjadi kembali normal.

3) Evaluasi

- Mengevaluasi respon serta toleransi klien sebelum, selama, dan


sesudah prosedur.

- Mengobservasi set ventilator atau terapi oksigen yang sedang


diberikan saat darah arteri diambil.

- Mengobservasi nadi (sebelah distal tempat pengambilan darah,


mengobservasi tempat penyuntikan dan mengkaji apakah
tangan teraba dingin, ada tidaknya keluhan kebas, tidak berasa,
atau perubahan warna.

Dokumentasi

- Mencatat tanggal dan waktu pelaksanaan prosedur.

- Mencatat respon serta toleransi klien sebelum, selama, dan


sesudah prosedur.

- Mencatat set ventilator atau terapi oksigen yang sedang


diberikan saat darah arteri diambil.

- Mencatat pemeriksaan nadi (sebelah distal tempat pengambilan


darah, mengobservasi tempat penyuntikan dan mengkaji apakah
tangan teraba dingin, ada tidaknya keluhan kebas, tidak berasa,
atau perubahan warna).

Penilaian analisa gas darah


Penilaian Rentang Rerata
Ph 7,36-7,44 7,4
PaCO2 35-45 40 mmHg
HCO3 23-27 25mEq/L
PaO2 80-100mmHg Menurun pada usia tua
Base excess (BE) -4-+4 0

20
Penilaian gangguan analisa darah
Gangguan utama Gangguan asam-basa Kompensasi
Respirasi asidosis ↑ PaCO2 ↓ H+ dan/atau ↑ HCO3-
Respirasi alkalosis ↓ PaCO2 ↑ H+ dan ↓ HCO3-
Metabolic asidosis ↑ H+ atau ↓ HCO3- ↓ PaCO2
Metabolic alkalosis ↓ H+ atau ↑ HCO3- ↑ PaCO2

Penilaian gas darah arteri dan status saturasi oksigen


pH PaCO2 (mmHg) HCO3- SpO2 (%)
(mEq/L)
Sangat kurang 7,0 80 5 85
Kurang 7,2 60 15 90
Normal 7,4 40 25 95
Kurang 7,6 35

(2) Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.

21
(3) Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, urinalisis, enzim jantung
(CKCKMB, Troponin T) diperiksa.
(Pratiwi, 2018)
d. EKG
Pemeriksaan EKG bias normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda
iskemia atau infark pada infark miokard akut dengan edema paru. Pasien
dengan krisis hipertensi gambaran elektrokardiografi biasanya menunjukkan
gambaran hipertrofi ventrikel kiri. Pasien dengan edema paru kardiogenik
tetapi yang noniskemik biasanya menunjukkan gambaran gelombang T
negative yang lebar dengan QT memanjang yang khas, dimana akan membaik
dalam 24 jam setelah klinis stabil dan menghilang dalam 1 minggu. Penyebab
dari keadaan non- iskemik ini belum diketahui tetapi ada beberapa keadaan
yang dikatakan dapat menjadi penyebab, antara lain: iskemia sub-endokardial
yang berhubungan dengan peningkatan tekanan pada dinding, peningkatan
akut dari tonus simpatis (Pratiwi, 2018).
10. Penatalaksanaan
Dalam asuhan keperawatan yang disusun oleh karya husada, 2014 dan
Haryanto dkk, 2013 dalam menyusun asuhan kegawatdaruratan acut lung oedem
penatalaksanaannya sebagai berikut (Pratiwi, 2018):
a. Medis
(1) Pemberian oksigen tambahan Oksigen diberikan dalam konsentrasi yang
adekuat untuk menghilangkan hipoksia dan dispnea.
(2) Farmakoterapi
a) Diuretik
(1) Furosemide (lasix)
Diberikan secara intravena untuk memberi efek diuretik cepat.
Furosemide juga mengakibatkan vasodilatasi dan penimbunan
darah di pembuluh darah perifer yang pada gilirannya mengurangi
jumlah darah yang kembali kejantung, bahkan sebelum terjadi efek
diuretic. Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi
atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue
sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam. Bila perlu (tekanan
darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit
atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan

22
hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau
keduanya.
(2) Bumetanide (Bumex) dan diuril (sebagai pengganti furosemide)
b) Digitalis
(1) Digoksin
Digokain Untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan curah
ventrikel kiri.Perbaikan kontraktilitas jantung akan meningkatkan
curah jantung, memperbaiki dieresis dan menurunkan tekanan
diastole, jadi tekanan kapiler paru dan transudasi atau perembesan
cairan ke alveoli akan berkurang.
(2) Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 –
0,6 mg tiap 5 – 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg
bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.
(3) Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan
Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kg BB/menit bila tidak
memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan
perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 – 90 mmHg
pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau
selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ
vital.
c) Aminofilin Bila pasien mengalami wheezing dan terjadi bronkospasme
yang berarti untuk merelaksasi bronco spasme. Aminofilin diberikan
secara IV secara terus menerus dengan dosis sesuai berat badan.
(3) Pemasangan Indelwi
Pemasangan Indelwing catheter Kateter dipasang dalam beberapa
menit karena setelah diuretic diberikan akan terbentuk sejumlah besar urin.
(4) Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik
Jika terjadi gagal nafas meskipun penatalaksanaan telah optimal, perlu
diberikan intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik (PEEP=Tekanan
Ekspirasi Akhir Positif)
(5) Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
(6) Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan
ruptur dinding ventrikel.
(7) Pemantauan hemodinamika invasive

23
Pemasangan kateter swan-ganz untuk pemantauan CVP, tekanan arteri
pulmonalis dan tekanan baji arteri pulmonalis, suhu, SvO2. Dapat
dipergunakan untuk menentukan curah jantung, untuk pengambilan contoh
darah vena dan arteria pulmonalis, dan untuk pemberian obat
(8) Pemantauan hemodinamika

Suatu metode yang penting untuk mengevaluasi volume sekuncup


dengan penggunaan kateter arteri pulmonal multi-lumen. Kateter dipasang
melalui vena cava superior dan dikaitkan ke atrium kanan. Balon pada
ujung kateter lalu dikembangkan, sehingga kateter dapat mengikuti aliran
darah melalui katup trikuspidalis, ventrikel kanan, katup pulmonal, ke
arteri pulmonalis komunis dan kemudian ke arteri pulmonal kanan atau
kiri, akhirnya berhenti pada cabang kecil arteri pulmonal. Balon kemudian
dikempiskan begitu kateter telah mencapai arteri pulmonal, kemudian
diplester dengan kuat. Tekanan direkam dengan balon pada posisi baji
pada dasar pembuluh darah pulmonal. (tekanan baji kapiler rata-rata 14
dan 18 mmHg menunjukkan fungsi ventrikel kiri yang optimal).
b. Keperawatan
(1) Berikan dukungan psikologis
a) Menemani pasien
b) Berikan informasi yang sering, jelas tentang apa yang sedang
dilakukan untuk mengatasi kondisi dan apa makna respons terhadap
pengobatan
(2) Atur posisi pasien Pasien diposisikan dalam posisi tegak, dengan tungkai
dan kaki dibawah, sebaiknya kaki menggantung disisi tempat tidur, untuk
membantu arus balik vena ke jantung. Posisi penderita didudukkan 60-90
untuk memperbaiki ventilasi walaupun terdapat hipotensi (posisi 1/2
duduk)
(3) Auskultasi paru
(4) Observasi hemodinamik non invasive/ tanda-tanda vital (tekanan darah,
nadi, frekuensi napas, tekanan vena jugularis)
(5) Pembatasan asupan cairan pada klien.
(6) Monitor intake dan output cairan tubuh klien
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
24
a. Identitas
Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa
muda (Pratiwi, 2018).
b. Pengkajian Primer
(1) Airway
a) Peningkatan sekresi pernapasan
b) Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
Pada pasien dengan status edema paru akut ditemukan adanya
penumpukan sputum pada jalan nafas. Hal ini menyebabkan
penyumbatan jalan napas sehingga status edema paru akut ini
memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan akan
oksigen semakin sedikit yang dapat diperoleh, batuk (produktif dan
non produktif).
(2) Breathing
a) Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi.
b) Menggunakan otot aksesori pernapasan
c) Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
Adanya sumbatan pada jalan napas pasien, menyebabkan
bertambahnya usaha napas pasien untuk memperoleh oksigen yang
diperlukan oleh tubuh. Sesak napas, dada tertekan, pernapasan cuping
hidung, hiperventilasi, penggunaan otot bantu pemafasan, pemafasan
diafragma dan perut meningkat, laju. pernafasan meningkat, terdengar
stridor, ronchii pada lapang paru.
(3) Circulation
a) Penurunan curah jantung: gelisah, letargi, takikardia
b) Sakit kepala
c) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental,
mengantuk
d) Papiledema
e) Penurunan haluaran urine
Adanya usaha yang kuat untuk memperoleh oksigen maka jantung
berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut hal ini ditandai
dengan adanya peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit.

25
Pembuluh darah. vasokonstriksi, kualitas darah menurun, denyut
jantung tidak teratur dan adanya suara jantung tambahan. Adanya
kekurangan oksigen ini dapat menyebabkan sianosis dan akan merasa
keringat dingin karena terjadinya peningkatan metabolisme.
(4) Disability : -
(5) Exposure : -
c. Pengkajian Sekunder
(1) Keluhan Utama
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis
atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang
sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma (Pratiwi,
2018).
(2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Penyakit Sekarang
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis
atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran
kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma.
Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik
mungkin menyertai klien (Pratiwi, 2018).
b) Riwayat Kesehatan Terdahulu
(1) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti
sepsis, pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ
vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien
(2) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit jantung bawaan bisa dialami penderita karna
keturunan dari anggota keluarganya yang mengalami penyakit
jantung. Penyakit hipertensi/ hipotensi juga bisa dialami seseorang
karna ada anggota keluarga yang mengalami riwayat penyakit yang
sama yang bisa merupakan pemicu terjadinya komplikasi penyakit
jantung dan stroke.
(Pratiwi, 2018)
c) Tanda-Tanda Vital

26
Biasanya terdapat takipnea, takikardia, hipotensi atau dalam
beberapa kasus juga hipertensi (Pratiwi, 2018).
d) Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Bentuk kepala simetris, penyebaran rambut merata, rambut bersih,
tidak ada lesi, rambut beruban,tidak ada nyeri tekan, tidak ada
massa dan pembengkakan.
2) Mata
Bentuk simetris, sclera ikterik -/-, konjungtiva anemis +/+, reflek
cahaya +/+, pupil isokor, tidak ada nyeri tekan.
3) Wajah
Bentuk simetris dan tampak pucat.
4) Hidung
Septum nasi simetris, sekret -/-, sumbatan -/-, PCH (-), terpasang
O2 via nasal canule 4 lpm tidak ada nyeri tekan.
5) Telinga
Telinga simetris, jejus (-), lesi (-), rhinorea (-), nyeri tekan tidak
ada.
6) Mulut
Mukosa bibir lembab, tidak ada sariawan, sianosis (-), tonsil tidak
kemerahan, gigi dan lidah bersih.
7) Tenggorokan
Tidak ada nyeri tekan.
8) Leher
Trachea simetris, rigiditas (-), pembesaran vena jugularis } 3 cm,
nyeri tekan pada kelenjar limfe.
9) Thoraks
Paru-paru
I : Bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris, retraksi otot
dada (+), tidak ada lesi, penggunaan otot bantu pernapasan
P : Nyeri tekan (+), vocal vremitu teraba,
P : Terdengar hipersonor pada lapang paru kanan dan kiri,
A : Ronkhi

27
Jantung : Tidak terlihat pulsasi ictus cordis, Nyeri tekan (-), ictus
cordis teraba di ICS V mid klavikula kiri } 2 cm, terdengar
dullness pada ICS IV sternum dekstra dan sinistra, ICS V mid
clavicula line sinistra, ICS V di anterior axial line, sinistra ICS V
mid axial line sinistra, BJ I dan II tunggal.
Abdomen : bentuk flat, jejas (-), BU (+), 10x/menit, distensi
abdomen (-), asites (-), tidak ada pembesaran pada hepar dan lien,
nyeri tekan (-), timpani
10) Ekstremitas
Edema, akral hangat, terpasang IVFD Nacl 0,9% 10 tts/mnt,
kekuatan otot,reflek tidak terkaji, jejas (-), nyeri tekan (+), CRT > 3
detik
11) Genetalia
Terpasang dolver kateter terhubung urobag, memakai pampers. PU
(+)400 cc/4 jam berwarna kuning jernih, anus tidak terkaji l)
Integument Turgor kulit normal, akral hangat, tidak ada kelainan
kulit, jejas (-),
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut (PPNI, 2017) diagnose keperawatan yang dapat diambil adalah :
a. Gangguan pertukaran gas b.d akumulasi cairan pada alveoli (D.0003)
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d batuk berbuih (D.0001)
c. Pola napas tidak efektif b.d dyspnea (D.0005)
d. Penurunan curah jantung b.d O2 menurun pada pembuluh darah (D. 0008)
e. Risiko ketidakseimbangan cairan b.d peningkatan tekanan kapiler (D.0036)
f. Hipertermi b.d peradangan pada bronkus (D.0130)
g. Intoleransi aktivitas b.d hipoksemia dan hiperkapnia (D.0056)
3. Intervensi
No SDKI (PPNI, 2017) SLKI (PPNI, 2019) SIKI (PPNI, 2018)
1 Gangguan Pertukaran Gas (L.01003) Pemantauan Respirasi (I.01014)
pertukaran gas b.d Definisi Definisi
akumulasi cairan Oksigenasi dan/ atau eliminasi Mengumpulkan dan menganalisis
pada alveoli karbondioksida pada membran data untuk memastikan kepatenan
(D.0003) alveolus kapiler dalam batas Jalan napas dan keefektifan

28
normal pertukaran gas
Ekspektasi Tindakan
Meningkat Observasi
Kriteria Hasil 1. Monitor frekuensi, irama,
Skor : Menurun 1, Cukup kedalaman dan upaya
Menurun 2, Sedang 3, Cukup napas
Meningkat 4, Meningkat 5 2. Monitor pola napas (seperti
1. Tingkat kesadaran (...) bradipnea, takipnea,
Skor : Meningkat 1, Cukup hiperventilasi, kussmaul,
Meningkat 2, Sedang 3, Cukup Cheyne-Stokes, biot,
Menurun 4, Menurun 5 ataksik)
1. Dispnea (...) 3. Monitor kemampuan
2. Bunyi napas tambahan bantuk efektif
(...) 4. Monitor adanya produksi
3. Pusing (...) sputum
4. Penglihatan kabur (...) 5. Monitor adanya sumbatan
5. Diaforesis (...) jalan napas
6. Gelisah (...) 6. Palpasi kesimetrisan
7. Napas cuping hidung ekspansi paru
(...) 7. Auskultasi bunyi napas
Skor : Memburuk 1, Cukup 8. Monitor saturasi oksigen
Memburuk 2, Sedang 3, Cukup 9. Monitor nilai AGD
Membaik 4, Membaik 5 10. Monitor hasil x-ray toraks
1. PCO2 (.......) Teraupetik
2. PO2 (.......) 1. Atur interval pemantauan
3. Takikardi (........) respirasi sesuai kondisi
4. pH arteri (.......) pasien
5. Sianosis (.......) 2. Dokumentasikan hasil
6. Pola napas (........) pemantauan
7. Warna kulit (........) Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil

29
pemantauan, jika perlu
2 Bersihan jalan Bersihan Jalan Nafas Manajemen Jalan Napas
nafas tidak efektif (L.01001) (I.01011)
b.d batuk berbuih Definisi Definisi
(D.0001) Kemampuan membersihkan Mengidentifikasi dan mengelola
sekret atau obstruksi jalan napas kepatenan jalan napas
untuk mempertahankan jalan Tindakan
napas tetap paten Observasi
Ekspektasi 1. Monitor pola napas
Meningkat (frekuensi, kedalaman,
Kriteria Hasil usaha napas)
Skor : Menurun 1, Cukup 2. Monitor bunyi napas
Menurun 2, Sedang 3, Cukup tambahan (mis. gurgiling,
Meningkat 4, Meningkat 5 mengi, wheezing, ronkhi
1. Batuk efektif (........) kering)
Skor : Meningkat 1, Cukup 3. Monitor sputum (jumlah,
Meningkat 2, Sedang 3, Cukup warna, aroma)
Menurun 4, Menurun 5 Terapeutik
1. Produksi sputum (.......) 1. Pertahanan kepatenan jalan
2. Mengi (.......) napas dengan head-tift dan
3. Wheezing (.......) chin-lift (jaw-thrust jika
4. Mekonium (pada curiga trauma servikal)
neonatus) (........) 2. Posisikan Semi-Fowler
5. Dipsnea (........) atau Fowler
6. Ortopnea (........) 3. Berikan minuman hangat
7. Sulit bicara (........) 4. Lakukan fisioterapi dada,
8. Sianosis (.......) jika perlu
9. Gelisah (.......) 5. Lakukan penghisapan
Skor : Memburuk 1, Cukup lendir kurang dari 15 detik
Memburuk 2, Sedang 3, Cukup 6. Lakukan hiperoksigenasi
Membaik 4, Membaik 5 sebelum penghisapan
1. Frekuensi napas (.......) endotrakeal
2. Pola napas (........) 7. Keluarkan sumbatan benda

30
Padat dengan proses
McGill
8. Berikan Oksigen, Jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, Jika tidak
komtraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, Jika perlu

3 Pola napas tidak Pola Napas Pemantauan Respirasi


efektif b.d dyspnea (L.01004) Definisi (I.01014) Definisi
(D.0005) Inspirasi dan/ atau ekspirasi Mengumpulkan dan menganalisis
yang memberikan ventilasi data untuk memastikan kepatenan
adekuat jalan napas dan keefektifan
Ekspektasi pertukaran gas
Membaik Tindakan
Kriteria Hasil Observasi
Skor : Menurun 1, Cukup 1. Monitor frekuensi, irama,
Menurun 2, Sedang 3, Cukup kedalaman dan upaya
Meningkat 4, Meningkat 5 napas
1. Ventilasi semenit (........) 2. Monitor pola napas (seperti
2. Kapasitas vital (.......) bradipnea, takipnea,
3. Diameter thoraks hiperventilasi, kussmaul,
anterior-posterior (........) Cheyne-Stokes, biot,
4. Tekanan ekspirasi (.......) ataksik)
5. Tekanan inspirasi 3. Monitor kemampuan batuk
(........) efektif
4. Monitor adanya produksi

31
Skor : Meningkat 1, Cukup sputum
Meningkat 2, Sedang 3, Cukup 5. Monitor adanya sumbatan
Menurun 4, Menurun 5 jalan napas
1. Dispnea (........) 6. Palpasi kesimetrisan
2. Penggunaan otot bantu ekspansi paru
napas (........) 7. Auskultasi bunyi napas
3. Pemanjang fase 8. Monitor saturasi oksigen
ekspirasi (........) 9. Monitor nilai AGD
4. Otopnea (........) 10. Monitor hasil x-ray toraks
5. Penapasan pursed-lip (. Teraupetik
) 1. Atur interval pemantauan
6. pernapasan cuping respirasi sesuai kondisi
hidung (.......) pasien
Skor : Memburuk 1, Cukup 2. Dokumentasikan hasil
Memburuk 2, Sedang 3, Cukup pemantauan
Membaik 4, Membaik 5 Edukasi
1. Frekuensi napas (.......) 1. Jelaskan tujuan dan
2. Kedalaman napas (. ) prosedur pemantauan
3. Ekskursi dada (........) 2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
4 Penurunan curah Curah Jantung (L.02008) Perawatan Jantung (I.02075)
jantung b.d O2 Definisi Definisi
menurun pada Keadekuatan jantung memompa Mengidentifikasi, merawat dan
pembuluh darah darah untuk memenuhi membatasi komplikasi akibat
(D. 0008) kebutuhan metabolisme tubuh ketidakseimbangan antara suplai
Ekspektasi dan konsumsi oksigen miokard
Meningkat Tindakan
Kriteria Hasil Observasi
Skor : Menurun 1, Cukup 1. Identifikasi tanda atau
Menurun 2, Sedang 3, Cukup gejala primer penurunan
Meningkat 4, Meningkat 5 curah jantung (meliputi
1. Kekuatan nadi perifer dispnea, kelelahan, edema,
(........) ortopnea, paroxysmal

32
2. Ejection fraction (EF) Nocturnal dyspnea,
(. ) peningkatan CVP)
3. Cardiac Index (CI) (. ) 2. Identifikasi tanda atau
4. Left Ventricular Stroke gejala sekunder penurunan
Work Index (LVSWI) curah jantung (meliputi
(. ) peningkatan berat badan,
5. Stroke Volume Index hepatomegali, distensi vena
(SVI) (. ) jugularis, palpitasi, ronkhi
Skor : Meningkat 1, Cukup basah, oliguria, batuk, kulit
Meningkat 2, Sedang 3, Cukup pucat)
Menurun 4, Menurun 5 3. Monitor tekanan darah
1. Palpitasi (. ) (termasuk tekanan darah
2. Bradikardia (........) ortostatik, jika perlu)
3. Takikardia (........) 4. Monitor intake dan output
4. Gambaran EKG aritmia cairan
(........) 5. Monitor berat badan setiap
5. Lelah (.......) hari pada waktu yang sama
6. Edema (........) 6. Monitor saturasi oksigen
7. Distensi vena jugularis 7. Monitor keluhan nyeri
(........) dada (mis. intensitas,
8. Dispnea (........) lokasi, radiasi, durasi,
9. Oliguria (.......) presivitasi yang
10. Pucat/ sianosis (.......) mengurangi nyeri)
11. Paroxysmal nocturnal 8. Monitor EKG 12 sadapan
dyspnea (PND) (.......) 9. Monitor aritmia (kelainan
12. Ortopnea (........) irama dan frekuensi)
13. Batuk (.......) 10. Monitor nilai laboratorium
14. Suara jantung S3 (.......) jantung (mis. elektrolit,
15. Suara jantung S4 (.......) enzim jantung, BNP,
16. Murmur jantung (.......) NTpro-BNP)
17. Berat Basan (.......) 11. Monitor fungsi alat pacu
18. Hepatomegali (.......) jantung
12. Periksa tekanan darah dan

33
19. Pulmonary vascular fungsi nadi sebelum dan
resistance (........) sesudah aktivitas
20. Systemic vascular 13. Periksa tekanan darah dan
resistance (........) frekuensi nadi sebelum
Skor : Memburuk 1, Cukup pemberian obat (mis. beta
Memburuk 2, Sedang 3, Cukup blocker, ACE inhibitor,
Membaik 4, Membaik 5 calcium channel blocker,
1. Tekanan darah (........) digoksin)
2. Capillary refill time Terapiutik
(CRT) (........) 1. Posisikan pasien semi-
3. Pulmonary artery wedge Fowler atau Fowler dengan
pressure (PAWP) (.......) kaki ke bawah atau posisi
4. Central Venous Pressure nyaman
(CVP) (.......) 2. Berikan diet jantung yang
sesuai (mis. batasi asupan
kafein, natrium, kolesterol,
dan makanan tinggi lemak)
3. Gunakan stocking elastis
atau pneumatik intermiten,
sesuai indikasi
4. Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk modifikasi
gaya hidup sehat
5. Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi stress,
jika perlu
6. Berikan dukungan
emosional dan spiritual
7. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%
Edukasi
1. Anjurkan beraktivitas fisik

34
sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
3. Anjurkan berhenti merokok
4. Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur berat
badan harian
5. Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur intake
dan output cairan harian
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
2. Rujuk ke program
rehabilitasi jantung

5 Risiko Keseimbangan Cairan Manajemen Cairan (I.03098)


ketidakseimbangan (L.03020) Definisi
cairan b.d Definisi Mengidentifikasi dan mengelola
peningkatan tekanan Ekuilibrium antara volume keseimbangan cairan dan
kapiler (D.0036) cairan di ruang intraseluler dan mencegah komplikasi akibat
ekstraseluler tubuh ketidakseimbangan cairan
Ekspektasi Tindakan
Meningkat Observasi
Kriteria Hasil 1. Monitor status hidrasi (mis.
Skor : Menurun 1, Cukup frekuensi nadi, kekuatan
Menurun 2, Sedang 3, Cukup hati, akral, pengisian
Meningkat 4, Meningkat 5 kapiler, kelembaban
1. Asupan cairan (........) mukosa, turgor kulit,
2. Haluaran urin (.......) tekanan darah)
3. Kelembaban membran 2. Monitor berat badan harian
mukosa (........) 3. Monitor berat badan
4. Asupan makanan (........) sebelum dan sesudah

35
Skor : Meningkat 1, Cukup Dialisis
Meningkat 2, Sedang 3, Cukup 4. Pemeriksaan laboratorium
Menurun 4, Menurun 5 (mis. hematokrit, Na, K,
1. Edema (........) CI, berat jenis urin,
2. Dehidrasi (........) 5. Monitor status
3. Asites (.......) hemodinamik (mis. MAP,
4. Konfusi (.......) CVP, CVC PAP, PCWP
Skor : Memburuk 1, Cukup jika tersedia)
Memburuk 2, Sedang 3, Cukup Terapeutik
Membaik 4, Membaik 5 1. Catat intake-output dan
1. Tekanan darah (........) hitung balance cairan 24
2. Denyut nadi radial jam
(........) 2. Berikan asupan cairan,
3. Tekanan arteri rata-rata sesuai kebutuhan
(........) 3. Berikan cairan intravena,
4. Membran mukosa (. ) Jika perlu
5. Mata cekung (.......) Kolaborasi
6. Turgor kulit (.......) 1. Kolaborasi pemberian
7. Berat badan (........) diuretik, Jika perlu

6 Hipertermi b.d Termoregulasi (L.14134) Manajemen Hipertermia


Peradangan pada Definisi (I.15506)
bronkus (D.0130) Pengaruh suhu tubuh agar tetap Definisi
berada pada rentang normal Mengidentifikasi dan mengelola
Ekspektasi peningkatan suhu tubuh akibat
Membaik disfungsi termoregulasi
Kriteria Hasil Tindakan
Skor : Meningkat 1, Cukup Observasi
Meningkat 2, Sedang 3, Cukup 1. Identifikasi penyebab
Menurun 4, Menurun 5 hipotermia (mis. dehidrasi,
1. Menggigil (.......) terpapar lingkungan panas,
2. Kulit merah (........) penggunaan inkubator)
3. Kejang (.......) 2. Monitor suhu tubuh

36
4. Akrosianosis (.......) 3. Monitor kadar elektrolit
5. Konsumsi oksigen (. ) 4. Monitor haluaran urine
6. Piloereksi (........) 5. Monitor komplikasi akibat
7. Vasokontriksi perifer (. hipertermia
) Terapeutik
8. Kutis memorata (........) 1. Sediakan lingkungan yang
9. Pucat (........) dingin
10. Takikardia (........) 2. Longgarkan atau lepaskan
11. Takipnea (........) pakaian
12. Bradikardia (........) 3. Basahi dan kipas
13. Dasar kuku sianotik (. permukaan tubuh
) 4. Berikan cairan oral
14. Hipoksia (.......) 5. Ganti linen setiap hari atau
Skor : Memburuk 1, Cukup lebih sering jika
Memburuk 2, Sedang 3, Cukup mengalami hiperhidrosis
Membaik 4, Membaik 5 (keringat berlebih)
1. Suhu tubuh (.......) 6. Lakukan pendinginan
2. Suhu kulit (........) eksternal (mis. selimut
3. Kadar glukosa tubuh (. hipotermia atau kompres
) dingin pada dahi, leher,
4. Pengisian kapiler (........) dada, abdomen, aksila)
5. Ventilasi (........) 7. Hindari pemberian
6. Tekanan darah (........) antipiretik atau aspirin
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, Jika perlu
7 Intoleransi aktivitas Toleransi Aktivitas (L.05047) Manajemen Energi (I.05178)
b.d hipoksemia dan Definisi Definisi
hiperkapnia Respon fisiologis terhadap Mengidentifikasi dan mengelola
(D.0056)
37
aktivitas yang membutuhkan penggunaan energi untuk
tenaga mengatasi atau mencegah
Ekspektasi kelelahan dan mengoptimalkan
Meningkat proses pemulihan
Kriteria Hasil Tindakan
Skor : Menurun 1, Cukup Observasi
Menurun 2, Sedang 3, Cukup 1. Identifikasi gangguan
Meningkat 4, Meningkat 5 fungsi tubuh yang
1. Frekuensi nadi (.......) mengakibatkan kelelahan
2. Saturasi oksigen (........) 2. Monitor kelelahan fisik dan
3. Kemudahan melakukan emosional
aktivitas sehari-hari (....) 3. Monitor pola dan jam tidur
4. Kecepatan berjalan (.....) 4. Monitor lokasi dan
5. Jarak berjalan (.. . ) ketidaknyamanan selama
6. Kekuatan tubuh bagian melakukan aktivitas
atas (........) Terapeutik
7. Kekuatan tubuh bagian 1. Sediakan lingkungan
bawah (........) nyaman dan rendah
8. Toleransi menaiki stimulus (mis. cahaya,
tangga (.......) suara, kunjungan)
Skor : Meningkat 1, Cukup 2. Lakukan latihan rentang
Meningkat 2, Sedang 3, Cukup gerak pasif dan atau aktif
Menurun 4, Menurun 5 3. Berikan aktivitas distraksi
1. Keluhan lelah (........) yang menenangkan
2. Dispnea saat 4. Fasilitasi duduk di sisi
beraktivitas (........) tempat tidur, jika tidak
3. Dispnea setelah dapat berpindah atau
beraktivitas (........) berjalan
4. Perasaan lemah (........) Edukasi
5. Aritmia saat beraktivitas 1. Anjurkan tirah baring
(........) 2. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi

38
6. Atritmia setelah perawat jika tanda dan
beraktivitas (........) gejala kelelahan tidak
7. Sianosis (.......) berkurang
Skor : Memburuk 1, Cukup 4. Ajarkan strategi koping
Memburuk 2, Sedang 3, Cukup untuk mengurangi
Membaik 4, Membaik 5 kelelahan
1. Warna kulit (........) Kolaborasi
2. Tekanan darah (........) 1. Kolaborasi dengan ahli gizi
3. Frekuensi napas (........) tentang cara meningkatkan
4. EKG Iskemia (........) asupan makanan

39
DAFTAR PUSTAKA

Nendrastuti, H. 2010. Edema Paru Akut Kardiogenik Dan Non Kardiogenik. Majalah
Kedokteran Respirasi, 1(3), 2010. http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-MKR
Vol1 No 3 - 2 Abs.pdf

PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

Pratiwi, I. G. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Tn. A Dengan Acute Lung Oedema (Alo)
Melalui Pemberian Latihan Pursed Lips Breathing Di Ruangan ICU/ICCU RSUD
Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2019 (Vol. 7, Issue 2). STIKes Perintis Padang.

Yun Jufan, A., Adiyanto, B., & Reza Arifin, A. 2020. Manajemen dan Stabilisasi Pasien
dengan Edema Paru Akut. Jurnal Komplikasi Anestesi, 7, 61–73.

40

You might also like