You are on page 1of 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN MENINGITIS

Disusun oleh:
Eva Diah Agustin 1440120015
Firman Bagus M 1440120016

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RUSTIDA


PRODI DIII KEPERAWATAN
2022/2023

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi saya kekuatan dan petunjuk untuk
menyelesaikan tugas laporan ini tanpa pertolongannya saya tidak bisa menyelesaikan tugas
laporan pedahuluan “meningitis” ini dengan baik.
Laporan pendahuluan ini disusun untuk memenuhi mata kuliah keperawatan medikal
bedah II. Selain itu laporan ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang meningitis bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Krikilan,13 September 2022

Penulis

DAFTAR ISI
KONSEP PENYAKIT
1. pengertian
Meningitis merupakan salah satu penyakit pada system syaraf pada manusia.
Penyakit saraf seperti meningitis dapat menyerang semua tingkat usia, dari bayi
hingga orang tua (Octavius, 2021).
Meningitis merupakan salah satu penyakit menular yang belum bisa diatasi
dan masih menjadi masalah di negara berkembang. Meningitis dapat menyebabkan
kematian namun dapat disembuhkan, kecacatan dapat terjadi seperti kerusakan otak,
gangguan pendengaran, dan ketidakmampuan belajar (CDC, 2019).
Meningitis bakterialis adalah peradangan pada selaput otak (meningens) yang
disebabkan infeksi bakteri, ditandai adanya bakteri penyebab dan peningkatan sel-sel
polimorfonuklear pada analisis cairan serebrospinal (CSS). Meningitis bakterialis
merupakan salah satu infeksi yang paling berbahaya pada anak karena tingginya
kejadian komplikasi akut dan kecacatan neurologis permanen di kemudian hari
(Lilihata, Handryastuti, 2013).
2. Etiologi
Meningitis sering kali disebabkan oleh infeksi oleh mikroorganisme. Sebagian
besar infeksi disebabkan oleh virus, dengan bakteri, fungi, dan protozoa sebagai
penyebab paling sering berikutnya.
a. Bakteri: Heamophilus influenza, strepcoccus pneumonia, Neisseria meningitides,
dan staphylococcus aureus. Protein di dalam bakteri sebagai benda asing dan
dapat menimbulkan respon peradangan. Eksudat terdiri dari bakteri fibrin dan
leukosit yang dibentuk di ruang subaraknoid. Penumpukan didalam cairan
serebrospinal akan menyebabkan cairan menjadi kental sehingga dapat
mengganggu aliran serebrospinal disekitar otak dan medulla spinalis.
b. Virus: measle, mumps, herpes simplex dan herpes zoster. Pembentukan eksudat
pada umumnya terjadi diatas korteks serebral, substansi putih dan meningen.
c. Sumber infeksi dari nasofaring sering diikuti dengan penyebaran hematogen
melalui pleksus koroideus kedalam LCS
d. Resiko infeksi meningkat pada orang tua dan pasien neonates, pasien HIV, pasca-
splenektomi, uremia, infeksi sistemik yang bersamaan dengan bakteremia, dan
prosedur bedah saraf baru-baru ini.

3. Manifestasi Klinis
a. Trias sakit kepala, demam, dan kaku kuduk
b. Emesis (muntah)
c. Perubahan status mental
d. Tanda kernig: dengan pasien dalam posisi terlentang dengan lipat paha dan lutut
difleksikan 900, ekstensi lutut kemudian akan menyebabkan nyeri leher dan
hamstring.
e. Tanda Brudzinski: dengan memfleksikan leher dari pasien dalam posisi terlentang
menghasilkan fleksi lipat paha dan lutut yang releksif.
f. Tanda klinis: fontanel membonjol, apnea, kejang, ruam purpura.
4. Patofisiologi
Patofisiologi meningitis disebabkan oleh infeksi yang berawal dari aliran
subarachnoid yang kemudian menyebabkan reaksi imun, gangguan aliran cairan
serebrospinal, dan kerusakan neuron.
Patogen penyebab meningitis dapat masuk dan menginvasi aliran
subarachnoid dalam berbagai cara, yaitu melalui penyebaran hematogen, dari struktur
sekitar meninges, menginvasi nervus perifer dan kranial, atau secara iatrogenik
(operasi pada daerah cranium atau spinal). Adanya invasi patogen ke subarachnoid
akan mengaktivasi sistem imun. Sel darah putih, komplemen, dan immunoglobulin
akan bereaksi dan menyebabkan produksi sitokin.
Adanya peningkatan produksi sitokin dapat menyebabkan beberapa perubahan
fisiologis, yaitu peningkatan permeabilitas blood brain barrier (BBB), perubahan
aliran darah serebral, peningkatan perlekatan leukosit ke endothelium kapiler, serta
peningkatan Reactive Oxygen Species (ROS). Adanya peningkatan permeabilitas
BBB serta perubahan aliran darah serebral dapat menyebabkan tekanan perfusi aliran
darah turun dan terjadi iskemia. Hal ini dapat membuat perubahan pada komposisi
serta aliran cairan serebrospinal. Terjadi peningkatan protein pada cairan
serebrospinal sehingga mengganggu aliran dan absorpsi cairan serebrospinal.
Gangguan pada serebrospinal, perlekatan leukosit ke endotelium kapiler, serta
peningkatan ROS dapat menyebabkan kerusakan neuron, peningkatan tekanan
intrakranial (penyebab utama terjadinya stroke), dan edema. Kerusakan neuronal
terutama disebabkan oleh metabolit yang bersifat sitotoksik dan adanya iskemia
neuronal. Akibatnya, terjadi manifestasi klinis berupa demam, kaku kuduk, perubahan
status mental, kejang, atau defisit neurologis fokal.
5. Pemeriksaan diagnosis
Dalam mendiagnosis meningitis, awalnya dokter akan melakukan pemeriksaan fisik,
mengamati potensi penyebaran penyebab meningitis di tempat tinggal pasien,
menanyakan riwayat penyakit atau tindakan medis yang pernah dijalani, dan
memeriksa faktor risiko.
a. Tes darah: Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat adakah mikroorganisme yang
membahayakan di dalam darah pasien.
b. Pemeriksaan Radiologis: CT scan atau MRI dapat dilakukan untuk memeriksa
pembengkakan atau peradangan di sekitar kepala. X-Ray Hasil biasanya normal,
bisa terdapat gambaran milier dan klasifikasi.
c. Pungsi lumbal
- Meningitis bacterial: tekanan pembukaan meningkat, gambaran keruh, jumlah
sel meningkat, protein meningkat (>150), glukosa menurun (<40), leukosit
>1.000 PMN, LCS menurun: rasio glukosa serum (<0,4), pewarnaan gram
dapat menunjukkan mikroorganisme.
- Meningitis virus: leukosit <100 limfosit, protein-200, glukosa normal.
- Meningitis TB, jamur, autoimun, dan kimiawi umumnya ditemukan dengan
gambaran LCS yang serupa seperti meningitis virus (glukosa yang rendah
pada meningitis TB dan jamur)
- Perawatan jamur dan bakteri tahan asam, kultur TB, dan antigen kriptokokus.
d. Tes PCR
6. Penatalaksanaan Medis
1) Terapi Antibiotik
Pemilihan obat-obatan antibiotika, harus terlebih dahulu dilakukan kultur darah
dan lumbal punksi guna pemberian antibiotika disesuaikan dengan kuman
penyebab. bakteri penyebab serta perubahan dari sumber dasar infeksi.
Bakteriologikal dan respon gejala klinis kemungkinan akan menjadi lambat, dan
pengobatan akan dilanjutkan paling sedikit 14 hari setelah hasil kultur CSF akan
menjadi negatif.
Obat anti-infeksi (meningitis tuberkulosa):
1. Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam, oral, 2x sehari maksimal 500 mg selama
satu setengah tahun.
2. Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1 x sehari selama 1 tahun.
3. Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM, 1-2 x sehari selama 3 bulan.
Obat anti-infeksi (meningitis bakterial):
1. Sefalosporin generasi ketiga
2. Amfisilin 150-200 mg/kgBB/24 jam IV, 4-6 x sehari
3. Klorafenikol 50 mg/kgBB/24 jam IV 4 x sehari.
2) Pemberian cairan intravena
Pilihan awal yang bersifat isotonik seperti asering atau ringer laktat dengan
dosis yang dipertimbangkan melalui penurunan berat badan atau tingkat
degidrasi yang diberikan karena pada pasien yang menderita meningitis sering
datang dengan penurunan kesadaran karena kekurangan cairan akibat muntah
3) Kortikosteroid
Efek anti inflamasi dari terapi steroid dapat menurunkan edema serebri,
mengurangi tekanan intrakranial, akan tetapi pemberian steroid dapat
menurunkan penetrasi antibiotika kedalam abses dan dapat memperlambat
pengkapsulan abses, oleh karena itu penggunaan secara rutin tidak dianjurkan.
Oleh karena itu kortikosteroid sebaiknya hanya digunakan untuk tujuan
mengurangi efek masa atau edema pada herniasi yang mengancam dan
menimbukan defisit neurologik fokal.
4) Pemberian diazepam
Apabila anak mengalami kejang. Dosis awal diberikan diazepam 0,5 mg/Kg
BB/kali pemberian melalui intravena. Setelah kejang dapat diatasi maka
diberikan fenobarbital dengan dosis awal pada neonates 30m, anak kurang dari
1 tahun 50 mg sedangkan anak yang lebih dari 1 tahun 75 mg.
5) Terapi Operatif
Penanganan vokal infeksi dengan tindakan operatif mastoidektomi.
Pendekatan mastoidektomi harus dapat menjamin eradekasi seluruh jaringan
patologik dimastoid. Maka sering diperlukan mastoidektomi radikal. Tujuan
operasi ini adalah untuk memaparkan dan mengeksplorasi seluruh jalan yang
mungkin digunakan oleh invasi bakteti.
7. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Kontrol hipertermi dengan kompres
b. Pastikan pasien bedrest
c. Kontrol kejang
d. Jaga jalan napas
e. Posisi miring untuk menghindari aspirasi
f. Ubah posisi pasien setiap 2 jam
g. Pasien harus berbaring di alas yang kering
h. Perhatikan titik-titik yang tertekan

Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Anamnesis
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah panas badan tinggi, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan Utama: Biasanya pasien datang dengan keluhan utamanya demam,
sakit kepala, mual dan muntah, kejang, sesak nafas, penurunan tingkat
kesadaran
2) Kesehatan Sekarang: Pada pengkajian klien meningitis, biasanya didapatkan
keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK.
Keluhan gejala awal tersebut biasanya sakit kepala dan demam. Sakit kepala
dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi
meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu :Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien
yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan
sekarang meliputi pernah kah pasien mengalami infeksi jalan nafas bagian
atas, otitis media, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah
saraf, riwayat trauma kepala. Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan kepada
pasien terutama jika ada keluhan batuk produktif dan pernah mengalami
pengobatan obat anti tuberkulosa yang sangat berguna untuk mengidentifikasi
meningitis tuberkulosa.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga: Pada riwayat kesehatan keluarga, biasanya
apakah ada di dalam keluarga yang pernah mengalami penyakit keturunan
yang dapat memacu terjadinya meningitis.
c. Pola Kehidupan Sehari-hari
1) Aktivitas / istirahat: Biasanya pasien mengeluh mengalami peningkatan suhu
tubuh
2) Eliminasi: Pasien biasanya didapatkan berkurangnya volume pengeluaran
urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah
jantung ke ginjal.
3) Makanan/cairan: Pasien menyatakan tidak mempunyai nafsu makan, selalu
mual dan muntah disebabkan peningkatan asam lambung. Pemenuhan nutrisi
pada pasien meningitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang.
4) Hygiene: Pasien menyatakan tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri
karena penurunan kekuatan otot.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien meningitis biasanya
bersekitar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa
2) Tanda- Tanda Vital
TD : Biasanya tekanan darah orang penyakit meningitis normal atau
meningkat dan berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK ( N = 90-
140 mmHg). Nadi : Biasanya nadi menurun dari biasanya (N = 60-100x/i).
Respirasi : Biasanya pernafasan orang dengan meningitis ini akan lebih
meningkat dari pernafasan normal (N = 16-20x/i). Suhu : Biasanya pasien
meningitis didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal antara 38-
41°C (N = 36,5°C – 37,4°C).
3) Pemeriksaan Head To Toe
a. Kepala : Biasanya pasien dengan meningitis mengalami nyeri kepala.
b. Mata : Kadang reaksi pupil pada pasien meningitis yang tidak disertai
penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan.
c. Hidung : Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman
d. Telinga : Kadang ditemukan pada pasien meningitis adanya tuli konduktif
dan tuli persepsi.
e. Mulut : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris, lidah
simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra
pengecapan normal.
f. Leher
Inspeksi : Biasanya terlihat distensi vena jugularis.
Palpasi : Biasanya teraba distensi vena jugularis. Nerfus IX dan X :
Biasanya pada pasien meningitis kemampuan menelan kurang baik Nerfus
XI : Biasanya pada pasien meningitis terjadinya kaku kuduk
g. Dada
1) Paru
I : Kadang pada pasien dengan meningitis terdapat perubahan pola
nafas
Pa : Biasanya pada pasien meningitis premitus kiri dan kanan sama
P : Biasanya pada pasien meningitis tidak teraba
A : Biasanya pada pasien meningitis bunyi tambahan seperti ronkhi
pada klien dengan meningitis tuberkulosa.
2) Jantung
I : Biasanya pada pasien meningitis ictus tidak teraba
Pa : Biasanya pada pasien meningitis ictus teraba 1 jari medial
midklavikula sinistra RIC IV.
P : Biasanyabunyi jantung 1 RIC III kanan, kiri, bunyi jantung II RIC
4-5 midklavikula. A : Biasanya jantung murni, tidak ada mur-mur.
3) Ekstremitas: Biasanya pada pasien meningitis adanya bengkak dan
nyeri pada sendi-sendi (khusunya lutut dan pergelangan kaki).Klien
sering mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara
umum sehingga menggangu ADL.
e. Data Penujang menurut Hudak dan Gallo(2012)
1. Fungsi lumbal dan kultur CSS: jumlah leukosit (CBC) meningkat, kadar
glukosa darah mrenurun, protein meningkat, glukosa serum meningkat
2. Kultur darah, untuk menetapkan organisme penyebab
3. Kultur urin, untuk menetapkan organisme penyebab
4. Elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi: Na+ naik dan K + turun
5. MRI, CT-Scan

2. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hambatan aliran
darah ke otak.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan secret
pada saluran nafas
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan peningkatan kerja otot
pernafasan
d. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan fisiologis

3. Intervensi
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hambatan aliran darah
ke otak.
Tujuan: tingkat resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berkurang dengan
Perfusi jaringan serebral
Kriteria hasil:
1. Tingkat kesadaran meningkat (sadar/ composmentis)
2. Diorientasi negative
3. Konsentrasi baik
4. Perfusi jaringan dan oksigenassi baik
Intervesi:
1. Monitor TTV dan neurologis tiap 5-30meit
2. Monitor tandatanda peningkatan tekanan intracranial
3. Anjurkan pasie berbaring minimal 4-6 jam setelah lumbal pungsi
4. Anjurkan pasien untuk menghindari posisi ditekuk
5. Bantu seluruh aktivitas dan Gerakan-gerakan pasien
6. Sesuaikan dan atur waktu prosedur perawatan dengan periode relaksasi:
hindari rangsangan lingkungan yang tidak perlu
7. Evaluasi selama masa penyembuhan terhadap gangguan motoric, sensorik, dan
intelektual
8. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan secret
pada saluran nafas
Tujuan: ketidak efektifan jalan nafas dapat teratasi dengan baik
Kriteria hasil:
1. Tidak ada sumbatan saat bernafas
2. Frekuensi nafas normal (16-20x/menit)
3. Tidak menggunakan otot-otot bantu pernafasan
Intervensi:
1. Kaji fungsi paru, adanya bunyi nafas tambahan, perubahan irama dan
kedalaman, penggunaan otototot pernafasan
2. Anjurkan pasien mempertahankan asupan cairan degan cara minum air putih
yang cukup
3. Atur posisi semi fowler/ fowler
4. Ajarkan cara batuk efektif
5. Lakukan fisioterapi dada
6. Lakukan pengisapan lender di jalan nafas
DAFTAR PUSTAKA

Lilihata, G., dan Handryastuti, S. 2013. Kejang Demam. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Pieter, Herri Zan.
Lalani amina. 2012. Kegawatdaruratan pediatri. Jakarta: EGC.
Tarwoto.(2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : CV Sagung Seto.
Widagdo. 2011. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta: CV
Sagung Seto.
Yanti anggraini. 2019. Modul keperawatan medical bedah 1. Jakarta: univ Kristen Indonesia.

You might also like