You are on page 1of 49

MAKALAH

OTONOMI DAERAH

Disusun oleh :

Misbahuddin hidayat
Nim : 200222307

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SINJAI
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini . Kemudian shalawat serta salam tidak
lupa kita sampaikan kepada Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW yang telah
memberikan pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan As-sunnah untuk keselamatan
dunia dan akhirat.

Makalah ini telah disusun dengan bantuan dari berbagai pihak dan berbagai
sumber bacaan.Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua
itu,kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karna itu saran dan kritik yang
membangun dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah-makalah
selanjutnya.Akhir kata kami harap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca.

SINJAI, 20 JANUARI 2023

i
Daftar isi

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................................i
Daftar isi.............................................................................................................................................ii
BAB I..................................................................................................................................................1
PEMBAHASAN....................................................................................................................................1
Latar bealakng lahirnya kebijakan otonomi daerah...............................................................................1
BAB II...............................................................................................................................................10
Makna otonomi daerah baik dalam tatanan teori dan implementasi.................................................10
BAB III..............................................................................................................................................18
A.Karakteristik dasar disentralisasi.....................................................................................................18
B. Rasionalisasi kebijakan disentralisasi...............................................................................................21
C. Alasan dianutnya disentralisasi.......................................................................................................22
BAB IV..............................................................................................................................................23
Permasalahan pokok otonomi daerah dan disentralisasi piskar (keuangan )......................................23
BAB V...............................................................................................................................................29
Asas asas penyelenggaraan pemerintahan daerah dan otonomi daerah............................................29
BAB VI..............................................................................................................................................31
Hak dan kewajiban pemerintah daerah...........................................................................................31
BAB VII.............................................................................................................................................35
Prinsip-prinsip otonomi daerah Prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah....................................35
BAB VIII............................................................................................................................................40
Partisipasi masyarakat dalam penyusunan peraturan daerah.............................................................40
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................45

ii
BAB I

PEMBAHASAN

Latar bealakng lahirnya kebijakan otonomi daerah

Sejarah otonomi daerah

Sejarah terbentuk nya otonomi daerah , kata otonomi menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (1996) berarti pemerintahan sendiri. Sedangkan menurut Cambridge

Dictionary of En ,otonomi adalah hak sekelompok orang untuk mengurus dirinya

sendiri atau hak untuk mengorganisasikan aktivitas aktivitasnya. Otonomi daerah di

Indonesia telah ada sejak dikeluarkan Decentralisatiewet 1903 oleh Pemerintah

Belanda pada tahun 1903. Namun, banyak orang yang tidak mengetahui hal ini. Era

otonomi daerah seakanakan baru dimulai tahun 1999 sejak pemerintah RI

mengeluarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Selain itu, tidak

sedikit pula orang menduga bahwa dengan otonomi daerah segala urusan pemerintahan

dapat dikelola oleh daerah.

 Otonomi daerah menurut parah ahli

Dari pidato Wakil Pemerintah untuk Bestuurshervorming (penataan

pemerintahan) tgl. 4 Desember 1923 di depan Volksraad (dalam Soejito,

1981:39) diketahui bahwa otonomi daerah adalah sesuatu hal yang diserahkan

oleh pemerintahan yang lebih tinggi kepada persekutuan yang lebih rendah

untuk diatur seluruhnya secara bebas menjadi urusan rumah-tangganya sendiri.

 . Menurut Bray (dalam Fasli Jalal, 1997:1): “Otonomi Daerah adalah

wewenang untuk mengambil segala keputusan yang berhubungan

1
dengan penggunaan berbagai resources yang dimiliki jenjang

pemerintahan yang lebih rendah karena pemberian dari jenjang

pemerintahan yang lebih tinggi.

 menurut Sadu Wasistiono (1999:7): “Otonomi daerah pada dasarnya

adalah 2 hak suatu kesatuan masyarakat hukum untuk mengatur dan

mengurus rumah tangganya sendiri secara bebas.

 Koswara (2000:13) mengemukakan bahwa otonomi daerah pada

hakekatnya merupakan penerapan konsep “areal division of power”

yang membagi kekuasaan suatu negara secara vertikal. Dalam sistem ini,

kekuasaan negara akan terbagi antara pemerintah pusat di satu pihak dan

pemerintah daerah di lain pihak.

Kesimpulan otonomi daerah yang bisa kita ambil dari berbagai pendapat

yang dikemukakan parah ahli yaitu , wewenang yang diserahkan oleh

pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengelola urusan pemerintahan

tertentu yang ditetapkan sebagai urusan rumah tangga daerah berdasarkan

peraturan perundang-undangan. Sedangkan menurut wewenang pemerintah

otonomi daerah adalah turunan dari kekuasaan eksekutif dan legislatif

pemerintahan negara (tidak ada turunan kekuasaan yudikatif). Wewenang itu

diserahkan, berarti diberikan oleh Pusat kepada Daerah .

sejak dibentuknya otonomi daerah di indonesia sangat berpengaruh besar dan

menyangkut nasip bagi kebanyakan orang , terutama yang berada di daerah.

Kebijakan mengenai otonomi daerah dan implementasinya diyakini

berpengaruh besar terhadap dinamika politik, ekonomi, sosial, budaya dan

hankam di tingkat lokal dan nasional. Secara politis, otonomi daerah merupakan

2
wujud demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan otonomi

daerah, masyarakat daerah berpeluang untuk lebih merasakan bahwa

pemerintahnya itu berasal dari, untuk dan oleh mereka. Secara ekonomis,

otonomi daerah merupakan dorongan untuk memajukan perekonomian daerah

sekaligus memperkuat perekonomian nasional.

Dengan dibentuk nya otonomi daerah yang menyebabkan pemerintah pusat

memberikan hak 3 penuh kepada daerah, senggah Daerah lebih berpeluang untuk

mengembangkan dan memanfaatkan potensi lokalnya. Kondisi yang diharapkan ialah

pertumbuhan dan pemerataan ekonomi di daerah-daerah dapat terus meningkat. Secara

sosiologis, otonomi daerah dapat memberi peluang penguatan peran sosial komponen

daerah yang potensial untuk membangun dirinya secara lebih dinamis. Masalah-

masalah sosial yang semakin kompleks, diharapkan dapat diimbangi oleh kemampuan

daerah dalam mengatasinya. Secara budaya, otonomi daerah memberi peluang kepada

masyarakat daerah untuk mengangkat nilai-nilai kearifan lokal guna memperkuat jati

diri bangsa. Harapannya, nilai-nilai asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa

dapat disaring dan diimbangi. Secara pertahanan, otonomi daerah berpotensi

memperkuat ketahanan daerah untuk memperkuat ketahanan nasional agar NKRI

terpelihara dan tetap terjaga keutuhannya.

Sejak wewenang ini diserahkan secara formal dan ditetapkan secara resmi kepada

pemerintah daerah, Wewenang tersebut diberikan untuk menyelenggarakan urusan

yang dijadikan urusan rumah tangga daerah, bukan wewenang untuk

menyelenggarakan urusan pusat yang ada di daerah. Urusanurusan yang ditetapkan

sebagai urusan rumah tangga daerah adalah sebagian dari urusan/bidang urusan

pemerintahan yang asalnya merupakan urusan pusat

3
Dari beberapa sumber, antara lain hasil penelitian The Liang Gie tahun 1962-1965

tentang desentralisasi dalam bidang pemerintahan, diperoleh pengetahuan mengenai

riwayat otonomi daerah di Indonesia berikut besarannya pada masa penjajahan

Belanda, masa penjajahan Jepang, dan masa setelah NKRI berdiri sampai sekarang.

 Pembagian masa otonomi daerah yang terjadi di indonesia 4

 Masa penjajah belanda

Pada masa ini, perundang-undangan yang terkait dengan riwayat

otonomi daerah di Indonesia (waktu itu, Hindia Belanda) antara lain

sebagai berikut

1. Decentralisatiewet S 1903/329 (ketentuan tentang desentralisasi)

yang ditindak-lanjuti dengan Decentralisatiebesluit S 1905/137

(keputusan Gubernur Jendral) tentang desentralisasi dan Locale

RadenordonantieS 1905/181 (undang-undang tentang Dewan Lokal).

Dengan peraturan perundang-undangan tersebut, di wilayah Hindia

Belanda dibentuk daerah-daerah otonom setingkat keresidenan dan kota

di Jawa dan Madura. Misalnya pembentukan Gemeente Batavia (S

1905/204).

2. Bestuurshervormingwet S1922/216 (ketentuan tentang penyusunan

kembali pemerintahan) yang ditindaklanjuti dengan Provincieordonantie

S 1924/78, Regentschapordonantie S 1924/79 dan

Stadsgemeenteordonantie S 1924/365 untuk pembentukan pemerintahan

setingkat provinsi, kabupaten dan kotaparaja di Jawa dan Madura.

Provinsi Jawa Barat misalnya dibentuk pada tahun 1925 dengan S

1925/378. Sedangkan di luar Jawa dan Madura, pembentukan daerah

masih berdasarkan S 1903, misalnya pembentukan keresidenan

4
Palembang dan Sumatra Barat serta kotapraja Medan dan Makasar pada

tahun 1938.

Pada masa ini, pemberian otonomi daerah selain didorong oleh gerakan

Ethische Politiek (Politik Etik) untuk meningkatkan kecerdasan dan

peran politik bangsa pribumi, juga yang terpenting adalah untuk

meringankan beban keuangan pemerintah pusat dan untuk mengimbangi

gerakan-gerakan kebangsaan dalam rangka mempertahankan

kolonialisme di Indonesia.

 Masa penjajahan jepang 5

Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan riwayat otonomi daerah di

Indonesia antara lain sebagai berikut:

 Undang-undang No. 1 tahun 1942 tentang Menjalankan Pemerintahan

Balatentara. Menurut undang-undang ini, wilayah bekas jajahan Belanda

dibagi menjadi 3 (tiga) daerah pemerintahan yaitu

1) daerah pemerintahan militer Jawa dan Madura yang dijalankan oleh

angkatan darat dan berkedudukan di Jakarta,

2) daerah pemerintahan militer Sumatra yang dijalankan oleh angkatan darat

dan berkedudukan di Bukittinggi, dan

3) daerah pemerintahan militer Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku

dan Irian Barat yang dijalankan oleh angkatan laut dan berkedudukan di

Makasar.

 Undang-undang No. 27 tahun 1942 tentang Perubahan Tata

Pemerintahan Daerah. Menurut undang-undang ini, Jawa dibagi ke

dalam beberapa Syuu (keresidenan), Ken (kabupaten) dan Si (kotapraja).

Jakarta secara khusus dijadikan Tokubetu Si (kotapraja luar biasa

5
setingkat keresidenan) yang diperintah langsung oleh Gunseikan

(Pembesar Pemerintah Balatentara Jepang

 Undang-undang No. 28 tahun 1942 tentang pembentukan beberapa

keresidenan dan kotapraja luar biasa Jakarta (sebagai tindak lanjut dari

no.2 di atas). Jakarta secara khusus dijadikan Tokubetu Si (kotapraja

luar biasa setingkat keresidenan) yang diperintah langsung oleh

Gunseikan (Pembesar Pemerintah Balatentara Jepang).

 . Osamu Seirei (peraturan yang dikeluarkan Gunseikan) No.12 tahun

1943 tentang pembentukan beberapa Ken (kabupaten) dan Si (kotaparja)

 Osamu Seirei No. 37 tahun 1943 tentang pembentukan dewan-dewan

perwakilan rakyat di tingkat keresidenan dan di Jakarta.

Pada masa ini, daerah-daerah provinsi ditiadakan. Otonomi daerah pada

masa ini hampir sama dengan masa sebelumnya, karena Jepang,

sepanjang tidak bertentangan dengan strategi militer dalam mengahadapi

perang, masih tetap menggunakan prinsip-prinsip desentralisasi

peninggalan Belanda sampai dengan tahun 1945. Daerah didorong untuk

dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dan mampu memenuhi

permintaan Jepang untuk keperluan perang (harta benda dan

manusianya).

 Masa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Setelah masa penjajahan Jepang berakhir dan NKRI berdiri pada tahun 1945,

peraturan perundang-undangan yang terkait dengan riwayat otonomi daerah di

Indonesia antara lain sebagai berikut :

A. Undang-undang No.1 tahun 1945 tentang Peraturan Mengenai

Kedudukan Komite Nasional Daerah. Undang-undang ini ditetapkan

6
berdasarkan UUD 1945 yang pada intinya mengatur antara lain tentang

pembentukan daerah otonom keresidenan, kota dan kabupaten. Pada

masa pemberlakuan undang-undang ini, otonomi yang diberikan kepada

daerah disebut ‘otonomi Indonesia’ yang berdasarkan kedaulatan rakyat

dan karenanya lebih luas dari otonomi daerah jaman Belanda. Jenis

urusan dan wewenang yang dijadikan urusan rumah tangga daerah

belum ditetapkan secara rinci. Pembatasannya, apapun dapat diputuskan

dan dilakukan daerah sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan

pusat dan daerah yang lebih tinggi. Untuk membiayai urusan rumah

tangga daerah, hampir 100 % ditanggung oleh daerah sesuai dengan

kemampuan masing-masing. Pada masa ini, kebijakan otonomi daerah

dan implementasinya lebih ditujukan pada upaya mempertahankan

kemerdekaan.

B. Undang-undang No. 22 Tahun 1948 Tentang Penetapan Aturan-Aturan

Pokok Mengenai Pemerintahan Sendiri Di Daerah-Daerah Yang

Berhak Mengatur Dan Mengurus Rumah Tangganya Sendiri. Undang-

undang ini ditetapkan berdasarkan UUD 1945. Menurut undang-undang

ini, terdapat 278 Jurnal Academia Praja Volume 3 Nomor 2 – Agustus

2020. 3 tingkatan daerah yaitu provinsi, kabupaten/kota besar, dan

desa/kota kecil. Selain daerah otonom (biasa) terdapat pula daerah

istimewa yang setingkat provinsi dan kabupaten. Pada periode ini

dibentuk daerah-daerah sekaligus dengan penyerahan otonominya

(urusan pangkal). Prinsip pemberian otonomi kepada daerah tidak

diegaskan.

7
Urusan yang diserahkan kepada provinsi untuk dijadikan urusan

rumah tangganya pada umumnya meliputi 15 urusan yaitu urusan-

urusan : umum, pemerintahan umum, agraria, pekerjaan umum

pengairan, jalan, dan gedun, pertanian, perikanan, dan koperasi,

kehewanan, kerajinan, perdagangan dalam negeri, dan perindustrian,

perburuhan,sosial,distribusi,penerangan, pendidikan, pengajaran, dan

kebudayaan, kesehatan, perusahaan, dan urusan lalu lintas dan

angkutan bermotor.

Sedangkan kepada daerah-daerah kabupaten yang sudah terbentuk

diserahkan 14 urusan (hampir sama dengan urusan provinsi kecuali

urusan lalu lintas dan angkutan bermotor). Walaupun isi undang-undang

ini dirasakan lebih lengkap dari UU No.1 tahun 1945, dalam praktiknya

tidak sempat dilaksanakan sepenuhnya karena kesibukan menghadapi

pemberontakan Madiun dan agresi Belanda ke berbagai daerah.

Pelaksanaan undang-undang ini sempat terkendala pula oleh

pembentukan RIS (Republik Indonesia Serikat) yang salah satu negara

bagiannya adalah NKRI. Setelah NKRI utuh kembali, dari sejumlah

urusan-urusan tadi, hanya setengahnya yang dapat diserahkan kepada

daerah dengan peraturan-peraturan khusus.

C. Undang-undang No. 1 tahun 1957 Tentang Pokok-Pokok

Pemerintahan Daerah. Undang-undang ini ditetapkan berdasarkan

UUDS 1950. Menurut undang-undang ini, daerah dibedakan dalam 3

tingkat yakni

8
UUDS 1950. Menurut undang-undang ini, daerah dibedakan dalam

3 tingkat yakni

1. daerah swatantra/istimewa tingkat I setingkat provinsi membawahi seluruh

daerah tingkat (II), contoh : kota besar dan kota kecil

2. swatantra tingkat II kabupaten membawahi daerah tingkat III (jika

diperlukan) yang namanya ditentukan dalam masing-masing peraturan

pembentukannya

3. Swantantra khusus daerah jakarta tidak isa dibawahi oleh daerah tingkat II

karna jakarta setingkat dengan provins.

Undang –undang di atas menganut hukum otonomi riil, yang dalam artian

Urusan-urusan pusat dan urusan rumah-tangga daerah tidak ditetapkan

secara rinci, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan riil

pusat/daerah berdasarkan keadaan dan faktor-faktor nyata.

9
BAB II

Makna otonomi daerah baik dalam tatanan teori dan implementasi

a) Otonomi daerah dalam tatanan teori

Seperti yang kita tahutujuan di bentuk nya otonomi daerah adalah tujuan

pemberian otonomi kepada Daerah adalah untuk meningkatkan dayaguna dan

hasilguna penyelenggaraan pemerintahan di daerah, terutama dalam

pelaksanaan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat serta untuk

meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa.disamping

kita membahasa tujuan mari kita mengetahui terlebih dahulu asal muasal kata

otonomi daerah , Otonomi berasal dari bahasa yunani “ autonomie” yang berarti

auto adalah sendiri dan nomos adalah undang-undang. Jadi secara harpiah

otonomi dapat diartikan sebagai pemberian hak dan kekuasaan untuk mengatur

dan mengurus rumah tangganya sendiri kepada instansi, perusahaan, dan

daerah. Otonomi berasal dari bahasa yunani “ autonomie” yang berarti auto

adalah sendiri dan nomos adalah undang-undang. Jadi secara harpiah otonomi

dapat diartikan sebagai pemberian hak dan kekuasaan untuk mengatur dan

mengurus rumah tangganya sendiri kepada instansi, perusahaan, dan daerah.

Otonomi adalah kebebasan untuk membuat keputusan sendiri dengan tetap

menghormati perundang-undangan.

Ataupun otonomi daerah dapat di artikan sebagai berikut:

10
a. kepentingan sekelompok penduduk yang berdiam dalam suatu lingkungan

wilayah tertentu yang mencakup mengatur, mengurus, dan mengendalikan, dan

mengembangkan berbagai hal yang perlu bagi kehidupan pendudu.

b. Komponen utama pengertian otonomi, yaitu komponen wewenang dan

menetapkan dan melaksanakan kebijakan sebagai komponen yang mengacu

pada konsep pemerintahan yang diperoleh dari pemerintahan pusat melalui

desentralisasi wewenang dan wewenang tersebut merupakan wewenang formal

dan komponen kemandirian sebagai komponen yang mengacu pada kata oleh

dari dan untuk rakyat yang bisa dilihat dari kemandirian daerah tersebut dari sisi

pendapatan yang dihasilkan baik dari pendapatan asli daerahnya (PAD) Yang

relatif besar di bandingkan bentuk dana alokasi umum (DAK) serta dana yang

lain. 13 Dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang

Dalam setiap UUD pasti memiliki perinsip yang dianut atau yang di terapkan didalam

menjalankan UUD tersebut ,begitu pun otonomi daerah seperti yang tercantum

didalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah . bahwa prinsip

otonomi yang dianut adalah:

1. Otonomi luas adalah keluasan daerah untuk menyelenggarakan fungsi

pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan kecuali

kewenangan di dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan,

peradilan, moneter, fiskal dan agama. Daerah memiliki kewenangan membuat

kebijakan daerah untuk memeberikan pelayanan, peningkatan peran serta,

prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan

kesejahteraan.

Selain itu terdapat kewenangan di bidang lainnya seperti:

11
a. Kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan

nasional secara makro.

b. Dana perimbangan Keuangan.

c. Sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara

d. Pembinaan dan pemeberdayaan sumber daya manusia.

e. Pendayagunaan Sumber daya alam serta teknologi yang strategis. 3

f. Konservasi dan standarisasi nasional

2. Otonomi nyata adalah keluasan daerah untuk menyelenggarakan

kewenangan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban pemerintah dibidang

tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup dan

berkembangan didaerah yang berpotensi dengan khas. Bidang yang wajib

dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan kota, meliputi Pekerjaan Umum,

Kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan

14 perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan

tenaga kerja. Sementara itu, otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi

yang dalam penyelenggaraanya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan

maksud pemeberian otonomi yang pada dasarnya utnuk memberdayakan daerah

termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan tujuan utama dari

tujuan nasional.

3. Otonomi yang Bertanggung Jawab Adalah perwujudan pertanggungjawaban

sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam

wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai

pemberian otonomi daerah, Sementara itu, otonomi yang bertanggungjawab

adalah otonomi yang dalam penyelenggaraanya harus benar-benar sejalan

dengan tujuan dan maksud pemeberian otonomi yang pada dasarnya utnuk

12
memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang

merupakan tujuan utama dari tujuan nasional. yang berupa: a. Peningkatan

pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik. b. Pengembangan

hidup demokrasi. c. Keadilan dan pemerataan pembangunan. d. Pemeliharaan

hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dalam rangka menuju NKRI.

4. Keserasian hubungan antara daerah dengan daerah lainnya Artinya

mampu 4 membangun kerjasama antar daerah untuk meningkatkan

kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah, hal yang tidak

kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus mampu menjamin

hubungan 15 yang serasi antar daerah dengan pemerintah, artinya harus mampu

memelihara dan menjaga keutuhan wilayah negara dan tetap tegaknya negara

republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan negara. Adapun,

pengertian otonomi daerah menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah yaitu hak, kewenangan dan kewajiban daerah otonom

utnik mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Atau

otonomi daerah juga dapat diartikan sebagai hak penduduk yang tinggal dalam

suatu daerah sebagai satu kesatuan masyarakat hukum yang mengatur,

mengurus, mengendalikan, mengembangkan, urusannya sendiri sesuai dengan

aspirasi masyarakat setempat dengan tetap menghormati peraturan perundangan

yang berlaku.

 Prinsip- Prinsip Otonomi Daerah

Prinsip –prinsip otonomi daerah sebenarnya telah jauh di terapkan bahkan

sebelum UUD no. 5 tahun 1974, prinsip tersebut iyalah

a) Prinsip otonomi nyata

13
b) Dinamis

c) Bertanggung jawab

Prinsip diatas masih membutuhkan koordinasi kepemerintah pusat sehingga

jika dikaji oleh UUD no. 5 tahun 1974 otonomi daerah harus mampu

melakukan beberapa hal sebagai berikut :

a) Berinisiatif sendiri (menyusun kebijaksanaan daerah dan menyusun

rencana, dan pelaksanaanya).

b) Memiliki alat pelaksanaan sendiri yang qualified ( memenuhi

persyaratan)

c) Membuat pengaturan sendiri (PERDA)

b) Makna otonomi daerah dalam tindakan (implementasi)

Otonomi daerah di Indonesia saat ini didasarkan pada Undang-undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menganut asas desentralisasi,

dekonsentrasi dan tugas pembantuan, dengan kewenangan masing-masing

pemerintahan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang

Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah dengan Pemerintahan Daerah

Provinsi dan Kabupaten/Kota. Namun demikian dalam implementasi kebijakan

otonomi daerah tersebut masih belum mampu mencapai sasaran dan tujuan yang

diharapkan, oleh karena itu dalam artikel ini akan menyoroti faktor-faktor

keberhasilan implementasi kebijakan publik ditinjau dari sudut pandang teoritis,

praktis dan pengalaman penulis sebagai bagian dari implementor kebijakan publik

dengan harapan dapat memberikan solusi terbaik dalam implementasi kebijakan

otonomi daerah di Indonesia. Pelaksanaan otonomi daerah ini dianggap sangat

penting, karena tantangan perkembangan lokal, nasional, regional, dan internasional

14
di berbagai bidang ekonomi, politik dan kebudayaan terus m e n i n g k a t d a n m e

n g h a r u s k a n diselenggarakannya otonomi daerah yang luas, nyata dan

bertanggungjawab kepada daerah.

Asas yang dianut dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan

Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, adalah :

a) Asas desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang pemerintah oleh

pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

b) Asas dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan, oleh

pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada

instansi vertikal di wilayah tertentu.

c) Tugas pembantuan adalah penugasan pemerintah kepada daerah dan/atau

desa da ri peme rint ah Pr ovins i kepada Kabupaten/Kota dan/atau Desa

serta dari pemerintah Kabupaten/Kota kepada desa untuk melaksanakan

tugas tertentu.

Dalam makna implementasi otonomi daerah pasti memiliki kebijakan dan

dalam kasus ini beberapa orang yang pertama kali mencetuskan kebijakan dalam

otonomi daerah yang diakui oleh indonesia .

a) Kebijakan otonomi daerah yang dilaksanakan oleh Indonesia diakui merupakan

suatu terobosan yang sangat berani sebagaimana dikemukakan oleh Mera

Koichi (2004) “decentralization taken by Indonesia is notable for its scale and

speed. It was a Big Bang”. Dalam bahasa yang berbeda, Pranap Bardhan and

Dilip Mookherjee (2006) mengemukakan “Some of these countries witnessed

an unprecedented “big bang” shift toward comprehensive political and


15
economic decentralization: Bolivia in 1995 and Indonesia after the fall of

Suharto in 1998”. Lahirnya Undangundang Nomor 22 Tahun 1999, tentang

Pemerintahan Daerah yang telah digantikan dengan Undang-undang Nomor 32

Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah, di Indonesia adalah desentralisasi

yang paling berani di antara negara berkembang (the most daring

decentralization policy in developing countries).

b) Kebijakan secara konseptual, kebijakan Otonomi Daerah sangat ideal baik

secara politik, ekonomi maupun administrasi pemerintahan serta mampu

menjadi alat pemersatu dalam menjaga keutuhan bagi Negara Kesatuan

Republik. Indonesia. Namun demikian, kebijakan ini dapat menjadi suatu

bumerang bagi Pemerintah apabila dalam implementasinya justru tidak sesuai

dengan tujuan yang ingin diwujudkan ol eh kebijakan t e r s ebut. Kedudukan

implementasi kebijakan publik dalam siklus kebijakan publik merupakan salah

satu tahapan yang amat penting dari keseluruhan proses kebijakan publik.

Implementasi kebijakan merupakan serangkaian kegiatan (tindakan) setelah

suatu kebijakan dirumuskan. Tanpa suatu kegiatan implementasi, maka suatu

kebijakan yang telah dirumuskan akan menjadi sia-sia. Implementasi kebijakan

dengan d e m iki a n m e r u p aka n r a n t a i ya n g menghubungkan formulasi

kebijakan dengan hasil (outcome) kebijakan yang diharapkan. Implementasi

merupakan langkah yang sangat penting dalam proses kebijakan. Tanpa

pelaksanaan, suatu kebijakan hanyalah sekedar sebuah dokumen yang tak

bermakna dalam kehidupan masyarakat (Abidin, 2002: 185) atau kebijakan-

kebijakan hanya berupa impian atau rencana yang bagus, yang tersimpan rapi

dalam arsip kalau tidak diimplementasikan (Udoji dalam Putra, 2001: 79). Pada

titik ini, implementasi atau langkah pelaksanaan kebijakan menjadi sangat

16
penting tetapi tidak berarti bahwa telah terlepas dari proses formulasi

sebelumnya, artinya formulasi kebijakan makro yang ditetapkan berpengaruh

pada keberhasilan implementasi kebijakan mikro, yaitu para pelaksana

kebijakan dan kebijakan opersional serta kelompok sasaran dalam mencermati

lingkungan, disamping itu ketidakjelasan kebijakan adalah sebab utama

kegegalan pelaksanaan (Palumbo dalam Putra

Pelaksanaan sangat penting dalam suatu pemerintahan (Abidin, 2002: 58) dan

mekanisme opersional kebijakan tidak hanya berkaitan dengan prosedur-

prosedur teknis administratif belaka, tetapi juga berkaitan dengan

masalahmasalah politik seperti konflik keputusan, dan tanggapan kelompok.

17
BAB III

A.Karakteristik dasar disentralisasi

Sebelum kita memasuki pembahasan mari kita mengenal kata disentralisasi dulu .kata

disentralisasi berasal dari Secara etimologis menurut koesoemahatmadja pengertian

desentralisasi berasal dari bahasa latin de artinya lepas, dan centrum artinya pusat ,jadi

desentralisasi adalah melepaskan dari pusat.tapi menurut kamus besar bahasa indonesia

(KBBI) disentralisasi adalah  sistem pemerintahan yang lebih banyak memberikan kekuasaan

kepada pemerintah daerah atau bisa juga penyerahan sebagian wewenang pimpinan kepada

bawahan ,atau pusat kepada cabang dan sebagainya. Jadi disentralisasi adalah penyerahan

wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus pemerintahan dalam sistem negara Kesatuan Republik Indonesia.diterimanya asas

disentralisasi sebagai sistem yang dianut oleh indonesia dalam penyelenggaraan otonomi

daerah diakibatkan oleh ,tidak semua urusan pemerintahan dapat diselenggarakan secara

sentralisasi, mengingat kondisi geografis, kompleksitas perkembangan masyarakat,

kemajemukan struktur sosial dan budaya lokal serta adanya tuntutan demokratisasi dalam

penyelenggaraan pemerintahan. Pada dasarnya upaya untuk

menyelenggarakan desentralisasi di Indonesia sudah berjalan semenjak masa revolusi

kemerdekaan (1945-1949) melalui pemberlakukan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1945

tentang Kedudukan Komite Nasional Daerah.

 Asas disentralisasi

Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004,disentralisasi

terbentuk dan didasari oleh beberapa asas yaitu sebagai berikut :

a. Desentralisasi sebagai penyerahan kewenangan dan kekuasaan.

b. Desentralisasi sebagai pelimpahan kekuasaan dan kewenangan.

18
c. desentralisasi sebagai pembagian, penyebaran, perencanaan, pemberian

kekuasaan dan wewenang.

d. Desentralisasi sebagai sarana dalam pembagian dan pembentukan

daerah pemerintahan.

 Nilai-Nilai Dasar Desentralisasi

Desentralisasi hanya menjadi arena yang nyaman bagi elit politik dan penguasa

lokal. Karena, mereka bisa merestorasi kekuasaan politik dan meneguhkan

penguasaan mereka atas sumber daya sosial dan ekonomi. Desentralisasi telah

menyediakan arena yang otonom bagi kelompok itu, sehingga menjadi struktur

peluang bagi optimalisasi kepentingan dan keuntungan mereka (Mas`udi,

2010), Oleh karena itu, tidak mengherankan jika implementasi desentralisasi

dalam 10 tahun terakhir didominasi oleh cerita sukses konsolidasi oligarki

lokal, baik di arena politik, sosial maupun ekonomi. Konsolidasi yang

mengandung energi negatif terhadap tujuan substansif desentralisasi, yakni

demokratisasi lokal dan pengembangan kesejahteraan. Desentralisasi mampu

memuaskan hasrat politik elit lokal, baik yang berada di birokrasi, lembaga

adat, lembaga keagamaan maupun kaum politikus, tetapi masih jauh dari

harapan untuk memenuhi hasrat kesejahteraan yang menjadi mimpi bersama

masyarakat. Kurangnya implikasi desentralisasi terhadap kesejahteraan bisa

dilihat dari berbagai indikasi, di antaranya rendahnya belanja langsung dalam

struktur APBD, kegagalan formulasi masalah kesejahteraan lokal, kurangnya

inovasi untuk pembangunan kesejahteraan, dan adanya penurunan tingkat

kesejahteraan lokal. Stigma negatif atas implementasi desentralisasi dan

otonomi tersebut harus dijawab balik dengan semangat pendalaman

desentralisasi melalui penyegaran kembali nilai-nilai dasar desentralisasi,

19
yakni kesejahteraan publik. Pengembangan desentralisasi yang bernilai

kesejahteraan tidak gampang, mengingat kuatnya tancapan patologi birokrasi

yang menjadi napas dominan implementasinya selama ini. Desentralisasi yang

menyejahterkan hanya mungkin dikembangkan jika diawali dengan adanya

transformasi pemikiran bahwa implementasi desentralisasi lebih dari sekadar

hak politik, tetapi juga kewajiban politik daerah atas ukuran kesejahteraan

masyarakat. Artinya, ukuran untuk mengaudit mutu desentralisasi harus

dikembangkan dalam dimensi pemerintahan 3 yang bertanggung jawab,

sebagai ukuran bekerjanya rezim desentralisasi yang menyejahterakan. Secara

common sense, berbicara mengenai desentralisasi, yang terbayang di kepala

kita adalah berbicara mengenai bagaimana sumberdayasumberdaya yang ada

di pusat dan daerah dapat dialokasikan dengan baik, mewujudkan sebuah good

governance, dan membuat kebijakan-kebijakan daerah yang lebih tidak

terpusat atau dengan kata lain lebih demokratis. Namun, desentralisasi

merupakan kajian utama dari neo-institusionalisme. Seperti yang dijelaskan

oleh Hadiz (2005), bahwa neoinstitusionalisme merupakan aliran politik

pembangunan yang mendasarkan asumsi-asumsinya pada teori ekonomi

neoliberal. Pertama, kenyataan tersebut tentu membuat kita bertanya dan

memeriksa ulang makna dan praktik dari desentralisasi yang selama ini masih

juga diartikan sebagai suatu mekanisme penjalanan pemerintahan yang efektif,

untuk mewujudkan good governance, dan pemerintahan yang demokratis

(tidak hanya terpusat di nasional) tersebut, tanpa melihat persoalan

kepentingan kekuasaan yang lebih besar yang ada di dalamnya.Penjelasan

mengenai desentralisasi seharusnya lebih dilihat pada persoalan kepentingan

kekuasaan yang lebih besar yang ada di dalamnya. Dalam hal ini, sangat

20
penting untuk melihat desentralisasi kaitannya dengan struktur kekuasaan yang

terbentuk selama ini, pasca Orde Baru. Orde Baru mewariskan sebuah struktur

kekuasaan dalam politik Indonesia dimana perpolitikan Indonesia hingga saat

ini masih dikuasai oleh elit-elit politik borjuasi (yang berasal dari Kelas borjuis

dan tentunya berjuang untuk kepentingan borjuis). Hal itu tentunya sangat

terkait dengan warisan buruk peninggalan Orde Baru lainnya, yaitu minimnya

kekuasaan rakyat tertindas akibat minimnya jumlah (baik secara kuantitas

maupun kualitas) organisasi massa maupun politik berbasis rakyat tertindas

(buruh, tani, nelayan, miskin kota), yang memang sengaja dibungkam selama

Orde Baru, dalam politik Indonesia saat ini. Kedua, dapat kita lihat bahwa

desentralisasi tidak lain hanyalah sebuah bentuk perluasan kekuasaan dari

struktur politik borjuasi yang selama

 Tujuan disentralisasi

tujuan pemberian otonomi kepada Daerah adalah untuk meningkatkan daya

guna dan hasilguna penyelenggaraan pemerintahan di daerah, terutama dalam

pelaksanaan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat serta untuk

meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa

B. Rasionalisasi kebijakan disentralisasi

Rasionalisasi sendiri yaitu suatu upaya untuk meningkatkan hasil produksi dengan cara

menerapkan sistem manajemen yang lebih efektif dengan penguasaan ilmu

pengetahuan dan teknologi.

 Beberapa kebijaka disentralisasi antara lain sebagai berikut::

a) Kebijakan dalam bidang politik ,dintandai dengan penyerahan

beberapa tugas dari lembaga atas kelembaga bawah seperti mana contoh

21
nya pemerintah daerah yang membantu tugas dari pemerintah pusat . hal

ini dimaksudkan agar pekerjaan pemerintah pusat lebih efisien dengan

mencakup daerah yang lebih luas

b) Kebijakan dalam layanan publik ,dalam hal ini pemerintah bertugas

menyediakan layanan publick servic . dengan itu masyarakat dapat

berpartisipasi dalam dalam ruang lingkup sosial politik tampa harus

diatur oleh pemerintah .

 Penerapan disentralisasi

dalam hal penerapan disentralisasi yang dilakukan pemerintah pusat dapat kita

liat dari hal hal yang dipermudah dengan adanya disentralisasi:

a) Asas desentralisasi meningkatkan kapasitas pemerintah daerah bersama

sektor swasta, dan keterlibatan organisasi masyarakat.

b) Desentralisasi membuka ruang lebih luas kepada partisipasi masyarakat

sipil untuk lebih kreatif dan inovatif dalam merespon kebutuhan publik.

c) Salah satu wujud implementasi desentralisasi adalah pengelolaan sistem

manajemen perikanan

C. Alasan dianutnya disentralisasi

Alasan dianutnya disentralisasi dalam teknis organisasi pemerintahan adalah

semata mata bertujuan untuk menciptakan pemerintahan yang efisien dalam

menjalankan tugas pemerintahan dengan cakupatn yang cukup luas melalui

bantuan pemerintah daerah.

 Kelebihan dalam menganut sistem disentralisasi dalam pemerintahan.

a) Desentralisasi jauh lebih fleksibel daripada pemusatan kekuasaan. Lewat

desentralisasi respon terhadap kebutuhan masyarakat jauh lebih cepat.

22
b) Desentralisasi meningkatkan efektivitas birokrasi. Lebih jauh bahkan

meberikan keuntungan yang besar bagi organisasi partisipatif.

c) Desentralisasi meningkatkan inovasi. Khususnya bagi pemerimtah

daerah yang diberi wewenang terutama dalam hal pelayanan publik.

d) Desentralisasi menghasilkan etos kerja yang lebih tinggi, memperkuat

komitmen, dan meningkatkan produktivitas

BAB IV

Permasalahan pokok otonomi daerah dan disentralisasi piskar (keuangan )

 Permasalahan pokok otonomi daerah

Seperti yang kita tau otonomi daerah adalah sebauah sistem pemerintahan yang

dibuat untuk mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat .

dalam setiap sistem pemrintahan disetiap negara tidak luput dari yang namanya

permasalahan .

beberapa masalah yang di hadapi pemerintah dalam menjalankan sistem

otonomi daerah .

a) Adanya Eksploitasi Pendapatan Daerah,

Dengan menganut sistem otonom pasti memiliki beberapa kendala salah

satunya seperti kewenangan daerah yang lebih besar dalam pengelolaan

keuangannya, mulai dari proses pengumpulan pendapatan sampai pada

alokasi pemanfaatan pendapatan daerah tersebut. Dalam kewenangan

semacam ini sebenarnya sudah muncul inherent risk, risiko bawaan,

bahwa daerah akan melakukan upaya maksimalisasi, bukan optimalisasi,

perolehan pendapatan daerah. Upaya ini didorong oleh kenyataan bahwa

23
daerah harus mempunyai dana yang cukup untuk melakukan kegiatan,

baik itu rutin maupun pembangunan.

b) Pemahaman terhadap Konsep Desentralisasi dan Otonomi Daerah yang

Belum Mantap, Desentralisasi adalah sebuah mekanisme

penyelenggaraan pemerintahan yang menyangkut pola hubungan antara

pemerintah nasional dan pemerintah lokal. Desentralisasi diperlukan

dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan

pemerintahan. Sebagai wahana pendidikan politik di daerah. Untuk

memelihara keutuhan negara kesatuan atau integrasi nasional. Untuk

mewujudkan dinamika demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan

yang dimulai dari daerah. Untuk memberikan peluang kepada

masyarakat untuk membentuk karir dalam bidang politik dan

pemerintahan. Sebagai sarana bagi percepatan pembangunan di daerah.

Untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Oleh

karena itu pemahaman terhadap konsep desentralisasi dan otonomi

haruslah mantap

c) Penyediaan Aturan Pelaksanaan Otonomi Daerah yang Belum Memadai,

Parlemen di daerah tumbuh menjadi sebuah kekuatan politik riil yang

baru. Lembaga legislatif ini secara merdeka dapat melakukan sendiri

pemilihan gubernur Otonomi. dan bupati/walikota tanpa intervensi

kepentingan dan pengaruh politik pemerintah pusat. Kebijakan di daerah

juga dapat ditentukan sendiri di tingkat daerah atas kesepakatan

pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD).

Setidaknya terdapat dua penyebab utama mengapa hal ini bisa terjadi,

yaitu: Pertama, pemerintah pusat rupanya tak kunjung serius

24
memberikan hak otonomi kepada pemerintahan di daerah. Kedua,

desentralisasi telah menggelembungkan semangat yang tak terkendali di

kalangan sebagian elit di daerah sehingga memunculkan sentimen

kedaerahan yang amat kuat. Istilah “putra daerah” mengemuka di mana-

mana mewakili sentimen kedaerahan yang terwujud melalui semacam

keharusan bahwa kursi puncak pemerintahan di daerah haruslah

diduduki oleh tokoh-tokoh asli dari daerah bersangkutan.

d) Kondisi SDM Aparatur Pemerintahan yang Belum Menunjang

Sepenuhnya Pelaksanaan Otonomi Daerah, Sejak diberlakukannya

otonomi daerah. Sebagian pemerintah daerah bisa melaksanakan amanat

konstitusi meningkatkan taraf hidup rakyat, menyejahterakan rakyat, dan

mencerdaskan rakyat. Berdasarkan data yang ada 20 % pemerintah

daerah mampu menyelenggarakan otonomi daerah dan berbuah

kesejahteraan rakyat di daerah. Namun masih 80 % pemerintah daerah

dinilai belum berhasil menjalankan visi, misi dan program desentralisasi.

Penyelenggaraan otonomi daerah yang sehat dapat di wujudkan melalui

peningkatan kapasitas dan kompetensi yang di miliki manusia sebagai

pelaksananya. Penyelenggaraan otonomi daerah hanya dapat berjalan

dengan sebaik-baiknya apabila manusia pelaksananya baik, dalam artian

mentalitas, integritas maupun kapasitasnya

e) Korupsi di Daerah, Fenomena lain yang sejak lama menjadi

kekhawatiran banyak kalangan berkaitan dengan implementasi otonomi

daerah adalah bergesernya praktik korupsi dari pusat ke daerah.

Sinyalemen ini menjadi semakin beralasan ketika terbukti bahwa banyak

pejabat publik yang masih mempunyai kebiasaan

25
menghamburhamburkan uang rakyat untuk piknik ke luar negeri dengan

alasan studi banding. Juga, mulai terdengar bagaimana anggota legislatif

mulai menggunakan kekuasaannya atas eksekutif untuk menyetujui

anggaran rutin DPRD yang jauh lebih besar dari pada sebelumnya.

Belum lama diberitakan di Harian Kompas.

f) Adanya Potensi Munculnya Konflik Antar Daerah, Ada gejala cukup

kuat dalam pelaksanaan otonomi daerah, yaitu konflik horizontal yang

terjadi antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota,

sebagai akibat dari penekanan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999

yang menekankan bahwa tidak ada hubungan hierarkhis antara

pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota,sehingga

pemerintah kabupaten /kota menganggap kedudukannya sama dan tidak

taat kepada pemerintah provinsi. Dengan pelaksanaan otonomi daerah

muncul gejala etno-sentrisme atau fenomena primordial kedaerahan

semakin kuat. Indikasi etno-sentrisme ini terlihat dalam beberapa

kebijakan di daearah yang menyangkut pemekaran daerah,pemilihan

kepala daerah,rekruitmen birokrasi lokal dan pembuatan kebijakan

lainnya.

Setelah kita melihat faktor yang menjadi permasalahan dalam sistem otonomi

daerah ,kita juga harus tau beberapa hal yang dapat mendukung keberhasilan dalam

sistem otonomi daerah

 Hal yang mendukung keberhasilan dalam sistem otonomi daerah

26
a) Faktor Sumber Daya Manusia: Manusia sebagai pelaku pemerintahan

daerah harus mampu menjalankan tugasnya dalam mengurus rumah

tangga daerah demi tercapainya tujuan.

b) Kemampuan Struktural Organisasi: Struktur organisasi pemerintah

daerah harus mampu menampung segala aktivitas dan tugas yang

menjadi tanggung jawabnya.

c) Kemampuan Mendorong Partisipasi Masyarakat: Pemerintah daerah

harus mampu mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan.

d) kemampuan Keuangan Daerah: Keuangan daerah harus mampu

mendukung pembiayaan kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan

kemasyarakatan.

e) Faktor Anggaran: Sebagai alat utama dalam pengendalian keuangan

daerah, sehingga dibutuhkan rencana anggaran yang tepat guna.

f) Faktor Anggaran: Sebagai alat utama dalam pengendalian keuangan

daerah, sehingga dibutuhkan rencana anggaran yang tepat guna.

g) Faktor Peralatan: Setiap alat yang digunakan harus mampu

memperlancar kegiatan pemerintah daerah.

h) Manajemen yang Baik: susunan organisasi beserta pejabat, tugas,dan

wewenang harus memiliki hubungan yang baik dalam rangka mencapai

tujuan.

 Beberapa hal yang dilakukan pemerintah dalam menanggulangi permasalahan

otonomi daerah , beberapa hal itu sebagai berikut :

a) Cara pemerintah mengatasi korupsi yang terjadi pada sistem otonomi

daerah adalah dengan Membangun etos pejabat dan pegawai baik di

27
instansi pemerintah maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan

tajam antara milik pribadi dan milik perusahaan atau milik negara. 

b) Membuat masterplan pembangunan nasional untuk membuat sinergi

Pembangunan di daerah. Agar menjadi landasan pembangunan di daerah

dan membuat pemerataan pembangunan antar daerah.

c) Memperkuat peranan daerah untuk meningkatkan rasa nasionalisme

dengan mengadakan kegiatan menanaman nasionalisme seperti

kewajiban mengibarkan bendera merah putih.

d) Melakukan pembatasan anggaran kampanye karena menurut penelitian

korupsi yang dilakukan kepala daerah akibat pemilihan umum berbiaya

tinggi membuat kepala daerah melakukan korupsi.

e) Melakukan pengawasan Perda agar sinergi dan tidak menyimpang

dengan peraturan diatasnya yang lebih tinggi

f) Melarang anggota keluarga kepala daerah untuk maju dalam pemilihan

daerah untuk mencegah pembentukan dinasti politik. 6. Meningkatkan

kontrol terhadap pembangunan di dae

g) Meningkatkan kontrol terhadap pembangunan di daerah dengan memilih

mendagri yang berkapabilitas untuk mengawasi pembangunan di daerah.

h) Melaksanakan Good Governence dengan memangkas birokrasi

(reformasi birokrasi), mengadakan pelayanan satu pintu untuk

masyarakat. Melakukan efisiensi anggaran.

i) Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dari sektor SDA dan Pajak serta

mencari dari sektor lain seperti jasa dan pariwisata digunakan untuk

kesejahteraan masyarakat

28
BAB V

Asas asas penyelenggaraan pemerintahan daerah dan otonomi daerah

a) Asas Desentralisasi yaitu penyerahan sebagian urusan pemerintah pusat kepada

daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Yang dalam

artian hanya sebagian urusan pemerintah pusat yang dapat diserahan pada

pemerintah daerah. Seperti contohnya urusan yang tidakdapat di serahkan pada

pemerintah daerah.

 Urusan Pertahanan dan Keamanan ( Hankam )   menjadi urusan pemerintah

pusat. Apabila urusan Pertahanan dan keamanan apabila diserahkan kepada

daerah maka hal ini bisa menimbulkan keberanian daerah untuk melawan

pemerintah pusat .

 Urusan moneter, diserahkan kepada daerah maka dikhawatirkan akan

menjadikan kesenjangan dan perbedaan pada mata uang.  

 Urusan peradilan , tetap menjadi urusan pemerintah pusat, apabila diserahkan

kepada daerah maka gerakan sparatis yang dijatuhi hukuman karena melakukan

pemberontakan kepada pemerintah pusat malah  bisa bisa dianggap sebagai

pahlawan oleh daerahnya.

b) Asas Dekonsentrasi merupakan pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat

atau pejabat  di atasnya ( Wilayah Provinsi ) melimpahkan wewenangnya

kepada kepala Kantor departemen di Kabupaten.  Beberapa keuntungan asas

pemerintahan daerah dekonsentrasi yakni :

 Mampu

 mengurangi keluhan akan undang-undang maupun peraturan lain yang

diterbitkan oleh pemerintah.

29
 Bisa membantu aparat pemerintahan yang tengah melaksanakan informasi

atau memegang amanat dari pemerintahan daerah. Kemudian amanat ini

diteruskan kepada pemerintahan pusat.

 Mempermudah rakyat berkomunikasi langsung kepada pemerintahan daerah.

c) Asas Pembantuan  ( medebewind ). Mede berasal dari bahasa Belanda yang artinya

“ikut serta” sedangkan bewind artinya berkuasa atau memerintah. Jadi Pemerintah

daerah ikut serta dalam mengurus suatu urusan, namun demikian urusan itu harus

dipertanggungjawabkan kepada pemerintah pusat. Tugas pembantuan merupakan

upaya pemerintahan pusat terkait peningkatan efektifitas pelayanan umum dengan

merata. Fungsi asas ini lebih condong ke media dalam rangka pengembangan

pembangunan daerah tertentu.

 Landasan hukum otonomi daerah

 Bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada para masyarakat

 Bertujuan untuk mengembangkan kehidupan masyarakat yang didasari oleh

demokrasi.

 Bertujuan untuk mewujudkan suatu keadilan sosial kepada seluruh lapisan

masyarakat.

 Bertujuan untuk mewujudkan pemerataan daerah.

 Bertujuan untuk memelihara hubungan yang serasi dan baik. Hubungan yang

dimaksud adalah antara pusat dan daerah. Selain itu, menjalin hubungan baik

antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia atau NKRI.

 Bertujuan untuk mendorong upaya pemberdayaan masyarakat.

30
 Bertujuan untuk menumbuhkan prakarsa sekaligus kreativitas. Serta meningkatkan

peran masyarakat dan mengembangkan peran juga fungsi dari pihak DPRD.

BAB VI

Hak dan kewajiban pemerintah daerah

 Hak Pemerintah Daerah meliputi:

a. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

Kabupaten Bandung Barat;

b. mengelola aparatur daerah;

c. mengelola kekayaan daerah, untuk kepentingan rakyat dan daerah;

d. memungut pajak daerah dan retribusi daerah;

e. mendapatkan sumber pendapatan lain yang sah, selama masih dalam wilayah

kewenangan Kabupaten Bandung Barat

f. mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang undangan

 Kewajiban Pemerintah Daerah meliputi:

a. melindungi masyarakat, menjaga persaratan dan kesatuan;

b. melindungi kualitas kehidupan masyarakat;

c. mewujudkan keadilan dan pemerataan;

d. meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;

e. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;

f. menyediakan fasilitas social dan fasilitas umum yang layak;

g. mengembangkan sistem jaminan sosial;

h. menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;

31
i. perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang;

j. pelaksanaan ketertiban umum dan kesejahteraan masyarakat;

k. pemecahan masalah sosial;

l. mengembangkan sumber daya produktif di Kabupaten Bandung Barat;\

m. menyusun perencanaan dan pengendalian pembangunan agar tepat sasaran;

n. fasilitasi untuk pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;

o. melestarikan lingkungan hidup;

p. mengelola administrasi kependudukan, pelayanan untuk urusan kependudukan

dan catatan sipil;

q. mengelola administrasi pelayanan perizinan dan nonperizinan bidang penanaman

modal dan/atau kegiatan usaha;

r. melestarikan nilai sosial budaya di Kabupaten Bandung Barat;

s. membentuk dan menerapkan peraturan perundang undangan sesuai dengan

kewenangan; dan

t. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangannya.

Setelah apa yang kita baca diatas dan telah mengetahui hak dan kewajiban dari pemerintah

dalam menjalankan tugas pemerintahan nya di negara kita tercinta ini dan kita pun telah

mengetahui bagaimana pemerintah mengemban tugas nya dalam memberikan pelayanan

publick kepada kita semua .selain mengetahui hak dan kewajiban pemerintah kita juga harus

mengetaui lebih lanjut ternyata kita sebagai masyarakat juga mempunyai hak dan

kewajiban . berikut adalah beberapa hak dan kewajiban kita sebagaimasyarakat.

 Hak Masyarakat meliputi:

a. mengetahui informasi standar pelayanan publik dan standar operasional prosedur

pelayanan perizinan dan nonperizinan;

32
b. memperoleh penggantian yang layak atau kerugian yang timbul akibat

pelaksanaan pelayanan perizinan dan nonperizinan;

c. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pelayanan perizinan

dan nonperizinan;

d. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian kegiatan usaha yang tidak

sesuai dengan standar pelayanan publik dan standar operasional prosedur

pelayanan publik dan standar operasional prosedur pelayanan perizinan dan

nonperizinan; dan

e. mengajukan pengaduan dan penghentian kegiatan usaha kepada pemerintah

apabila kegiatan usaha yang dilakukan pemegang izin tidak sesuai dengan izin

yang diberikan sehingga menimbulkan kerugian.

 Kewajiban masyarakat meliputi:

a. mentaati pelaksanaan kegiatan usaha sesuai dengan izin yang telah diterbitkan;

b. memanfaatkan izin yang telah diterbitkan dengan penuh tanggungjawab;

c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan perizinan dan

nonperizinan; dan

d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan

perundangan-undangan dinyatakan sebagai milik umum.

 Hak pemerintah yang tercantum dalam UUD no 32 tahun 2004 pasal 21 dalam

pelaksanaan otonomi daerah :

a.  daerah mempunyai hak: mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahannya;

b. memilih pimpinan daerah;

c. mengelola aparatur daerah;

33
d. mengelola kekayaan daerah;

e. memungut pajak daerah dan retribusi daerah;

f. mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam 

 Beberapa undang undang yang mengatur pemerintahan daerah

a. Undang undang no 32 tahun 2004

b. Undang undang no 22 tahun1999

 Pemerintah Daerah dapat melakukan peminjaman dari sumber dalam

negeri dan/ atau dari sumber luar negeri untuk membiayai kegiatan

pemerintahan dengan persetujuan DPRD.

 Pinjaman dari dalam negeri diberitahukan kepada Pemerintah dan

dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Akan tetapi undang undang di atas juga lambat laut digantikan

oleh pemerintah karna menimbulkan dua masalah berat dalam

sistem pemerintahan yakni:

1) penyebaran dan pelimpahan kekuasaan pemerintahan ke segenap

daerah negara

2) penyerasian perbedaan-perbedaan yang ada diantara daerah-daerah,

pemenuhan aspirasi-aspirasi dan tuntutan daerah dalam kerangka

negara kesatuan

sehingga dari pada itu UUD ini digantikan dengan UUD no 32

tahun 2004

c. Undang undang no 23 tahun 2014

34
BAB VII

Otonomi daerah merupakan proses desentralisasi kewenangan yang semula berada di

pusat, kemudian diberikan kepada daerah secara utuh, dengan tujuan agar pemerintah

daerah dapat memberikan pelayanan lebih dekat kepada masyarakat, dapat

mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah, serta meningkatkan kesejateraan

masyarakat, dan mempercepat proses demokratisasi. Yang menjadi prinsip dalam

penyelengaraan otonomi daerah yaitu demokratisasi, peran serta masyarakat,

pemerataan, dankeadilan, serta memperhatiakan potensi dan keanegaraman daerah.

Hal yang mendasar dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah mendorong untuk

memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas, meningkatkan

peran serta masyarakat, serta mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Pemberian

kewenangan tersebut diikuti dengan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.

Prinsip-prinsip otonomi daerah Prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah

yang dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan pemerintah daerah

adalah:

1. Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek

demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekargaman daerah.

2. Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata, dan

bertanggungjawab.

35
3. Luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota, pelaksanaan

Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah

kota, sedangkan propinsi merupakan otonomi yang terbatas.

4. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara, sehingga tetap

terjamin hubungan yang serasi antara pusat, dan daerah serta antardaerah.

5. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebihmeningkatkan kemandirian daerah

otonom, dan oleh karenanya dalam daerah kabupaten dan kota tidak ada lagi wilayah

administrasi. Demikian pula kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh pemerintah

atau pihak lain, seperti bahan otorita, kawasan pelabuhan, kawasan perumahan,

kawasan industri, kawasan pekebunan, kawasan pertambangan, kawasan kehutanan ,

kawasan perkantoran baru, kawasan pariwisata, berlaku ketentuan daerah otonom.

6. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan

legislatif daerah, baik fungsi legislasi, fungsi pengawasan maupun fungsi anggaran

atas penyelengaraan pemerintah daerah.

7. Pelaksanaan azas dekonsentrasi diletakan pada daerah provinsi dalam

kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk meletakan pelaksanaan

8 kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai

wakil pemerintah.

Isu pemekaran daerah semakin menguat sejak disahkannya UU No. 22

Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, UU tentang menyatakan bahwa dalam

rangka pelaksanaan asas desentralisasi dibentuk dan disusun daerah provinsi,

daerah kabupaten dan daerah kota yang berwenang mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi

masyarakat. Dalam konteks desentralisasi tersebut, pemerintah mengabaikan

otonomi daerah yang seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintah yang menjadi

36
urusan pemerintah pusat, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah. Pemekaran daerah adalah

pemekaran daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah kota menjadi lebih

dari satu daerah. Pemekaran daerah di Indonesia adalah pembentukan daerah

administratif baru di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya.

Landasan hukum terbaru untuk pemekaran daerah di Indonesia adalah UU No.

23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.Undang-Undang Dasar 1945 tidak

mengatur perihal pembentukan daerah atau pemekaran suatu wilayah secara

khusus, namun disebutkan dalam Pasal 18B ayat (1) “Negara mengakui dan

menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau

bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang”. Selanjutnya, pada ayat

(2) Pasal yang sama tercantum kalimat sebagai berikut. “Negara mengakui dan

menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak

tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuia dengan perkembangan

masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam

undangundang.” Terdapat beberapa alasan kenapa pemekaran daerah sekarang

menjadi salah satu pendekatan yang cukup diamati dalam kaitannya dengan

penyelenggaraan pemerintahan daerah dan peningkatan pelayanan publik, yaitu

salah satunya adalah alasan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat yang

mana hal ini dijadikan alasan utama karena adanya kendala geografis,

infrastruktur dan sarana perhubungan yang minim. Pemekaran daerah

kabupaten/kota menjadi beberapa daerah kabupaten baru, pada dasarnya

merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan kesejahteraan

masyarakat.Pada prinsipnya pemekaran daerah bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat, dengan meningkatkan dan mempercepat pelayanan,

37
demokrasi, perekonomian daerah, pengelolaan potensi daerah, keamanan

ketertiban, hubungan yang serasi antara pusat dan daerah. Pada hakekat tujuan

pemekaran daerah sebagai upaya peningkatan sumber daya berkelanjutan,

meningkatkan keserasian dan perkembangan antar sektor, memperkuat

integrasi nasional.untuk mencapai tujuan itu semua perlu adanya peningkatan

kualitas sumber daya aparatur disegala bidang, karena peran sumber daya

manusia diharapkan dapat meningkatkan kinerja organisasi dalam memberikan

pelayanan prima kepada masyarakat, serta mendukung dalam pengembangan

wilayah daerah. Dampak dari pemekaran daerah merupakan hambatan yang

cukup serius dan sering dihadapi oleh pemerintah kabupaten/kota baru hasil dari

pemekaran daerah yaitu pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan serta

pemberian pelayanan kepada masyarakat belum sesuai kualitas kerja aparatur

dengan apa yang diinginkan masyarakat, kurang tersedianya tenaga manusia

dalam hal ini sumber daya manusia yang ahli dan sesuai dengan bidang

kerjanya, kurang terampilnya aparatur pemerintah daerah dalam menangani

tugas-tugas yang dibebankan kepadanya, dan kondisi kapasitas administratif

pegawai yang tidak memadai. Secara umum bahwa tujuan pembentukan atau

pemekaran daerah adalah peningkatan kualitas hidup masyarakat, baik secara

sosiokoltural, politik maupun ekonomi. Oleh karena itu, walaupun pembentukan

daerah otonomi baru akan meningkatkan biaya penyelenggaraan pemerintahan,

namun peraturan pemerintah No. 129 Tahun 2000 Pasal 2 memiliki tujuan

pembentukan, pemekaran, penghapusan dan penggabungan daerah adalah untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam sistem hukum di Indonesia

peraturan pemerintah mengatur antara lain tentang persyaratan, kriteria,

prosedur pembentukan/pemekaran daerah, pembiayaan dalam rangka

38
pemekaran, penghapusan dan penggabungan daerah.Aturan tersebut merupakan

rambu-rambu yang di jadikan kriteria atau daerah acuan dalam menyikapi

keinginan masyarakat.2 Pemekaran wilayah merupakan langkah strategis yang

dilakukan oleh pemerintah yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas dan

kuantitas tugas-tugas pemerintah, baik dalam rangka pemberdayaan, maupun

pembangunan untuk terwujudnya suatu kehidupan masyarakat yang lebih maju

dan sejahtera. Tujuan pemekaran daerah adalah untuk:

1) Meningkatkan pelayanan dan kesejahteran kepada masyarakat,

2) Memperkokoh basis ekonomi rakyat,

3) Mengatur perimbangan keuangan daerah dan pusat,

4) Membuka peluang dan lapangan pekerjaan dan,

5) Memberikan peluang daerah mendapatkan investor secara langsung

Kecamatan adalah salah satu pemerintahan diatas desa dan kelurahan yang tujuanya

untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kecamatan juga harus berupaya

meningkatkan pelayanan kepada masyarakat agar menjadi lebih dan efisien. Dengan

demikian, upaya pemekaran wilayah selalu dihubungkan dengan ketidakadilan, dan

diskriminasi yang dilakukan oleh kelompok etnis tertentu pemerintah baik pada

tingkat daerah maupun pusat.4 Pemekaran daerah juga suatu bentuk untuk

menyelenggarakan pemerintah sendiri sehingga untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, permasalahan pemekaran wilayah di berbagai daerah di Indonesia

menjadi perdebatan yang tak kunjung usai karena banyak daerah-daerah yang sudah

menjadi proritas membentuk Kecamatan baru akan tetapi banyak pula yang belum

disahkan. Kabupaten Banyuasin adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Sumatera

Selatan yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Musi Banyuasin yang terbentuk

berdasarkan UU No. 6 Tahun 2002. Kabupaten ini berasal dari nama Sungai yang ada

39
di Banyuasin, banyuasin sendiri berasal dari istilah bahasa Jawa banyu (air) dan asin,

(rasa). Kabupaten Banyuasin memiliki luas wilayah 11.875 km2 di mana terdapat

bermacam-macam suku yang menetap di wilyah ini, antara lain Jawa, Madura, Bugis,

Bali dan Penduduk asli Banyuasin. Wilayah Banyuasin mengelilingi 2/3 wilayah Kota

Palembang, sehingga banyuasin dapat dikatakan sebagai wilayah penyangga ibu kota

provinsi sumatera selatan.

BAB VIII

Partisipasi masyarakat dalam penyusunan peraturan daerah

merupakan hak masyarakat, yang dapat dilakukan baik dalam tahap penyiapan

maupun tahap pembahasan. Dalam konteks hak asasi manusia, setiap hak pada

masyarakat menimbulkan kewajiban pada pemerintah sehingga haruslah jelas

pengaturan mengenai kewajiban pemerintahan daerah untuk memenuhi hak atas

partisipasi masyarakat dalam penyusunan perda tersebut. Dari penjelasan pasal-pasal

diatas dapat diketahui bahwa kewajiban tersebut ada pada DPRD. Hal ini terindikasikan

dari penjelasan bahwa “hak masyarakat dalam ketentuan ini dilaksanakan sesuai

dengan Peraturan Tata Tertib DPRD”. Berdasarkan penjelasan tersebut, partisipasi

masyarakat dalam penyusunan peraturan daerah hanya pada tahap penyiapan dan

pembahasan rancangan perda di DPRD.

Keterlibatan masyarakat untuk ikut serta dalam pembentukan suatu peraturan perundang -

undangan akan menjadi lebih efisien sesuai dengan harapan kita bersama untuk mencapai

40
suatu pemerintahan yang baik (good governance). Apabila suatu perda telah dapat

menampung aspirasi masyarakat luas tentunya peran serta masyarakat tersebut tidak akan

terlalu dipaksakan pelaksanaannya. Oleh karena itu diperlukan peningkatan kualitas anggota

DPRD maupun seluruh jajaran pemerintah yang mempunyai tugas membentuk suatu Perda.

Keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan, perencanaan pembentukan

kebijakan, pemantauan dari hasil pembangunan dan keberlakuan suatu kebijakan, adalah

suatu hal yang mendorong suksesnya suatu pembangunan yang efektif dan efisien.

Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan itu sendiri

merupakan permasalahan yang perlu dicari pemecahannya. Mendorong, bukan mengharuskan

partisipasi masyarakat seperti halnya mendorong rakyat untuk mau berkorban, juga

membutuhkan insentif - insentif sendiri. Tidak cukup kita mengatakan bahwa karena

pembangunan tersebut untuk masyarakat, maka adalah mutlak apabila rakyat harus mau

berpartisipasi dalam pembangunan. Pengalaman pembangunan membuktikan bahwa sering

kali pembangunan yang dikatakan untuk kepentingan rakyat ternyata tidak sesuai dengan

harapan masyarakat. Dalam hal ini hambatan yang ditemui atau dihadapi di lapangan dalam

usaha melaksanakan proses pembangunan yang partisipatif adalah belum dipahaminya makna

sebenarnya dari konsep partisipasi oleh pihak perencana dan pelaksana pembangunan.

Partisipasi masyarakat merupakan wujud demokrasi. Sebagaimana diketahui bahwa

demokrasi yang dijalankan di Indonesia adalah demokrasi perwakilan. Anggota DPRD

merupakan representasi rakyat yang dipilih dalam pemilihan umum. DPRD sebagai legislatif

memegang kekuasaan membentuk peraturan daerah. Sebagai stakeholder, masyarakat berhak

memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan

rancangan peraturan daerah daerah dengan tata cara sesuai dengan tata tertib DPRD (Undang

- Undang Nomor 12 Tahun 2011).

41
Pembentukan peraturan Perundang-Undangan, tidak pernah lepas dan 3 landasan penyusunan

peraturan Perundang-Undangan, yaitu: filosofis, yuridis, dan politis1. Jika landasan politis

yang lebih mendominasi pembetukan peraturan daerah, maka para wakil rakyat kerap kali

tidak mengindahkan kepentingan yang diwakili (rakyat), melainkan lebih mengatamakan

kepentingan kenderaan politiknya (partai politik yang mengusungnya) atau bahkan

kepentingan pribadinya.

Pembuatan paraturan Perundang-Undangan sebagi medan pembentukan dan pergumulan

kepentingan, dan sebagai suatu pelembagaan konflik sosial, memandang bahwa Undang-

Undang sekaligus berfungsi sebagai sarana penyelesaian konflik. Dengan demikian,

peraturan Perundang-Undangan mencerminkan suasana konflik antar kekuatan dan

kepentingan masyarakat.2 Oleh sebab itu, keterlibatan masyarakat (sebagai pemangku

kepentingan) dalam pembentukan peraturan daerah menjadi penting.

Partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan daerah juga memiliki wujud

penyelenggaraan pemerintahan yang baik sesuai dengan prinsip-prinsip Good Governance,

diantaranya: keterlibatan masyarakat , akuntabilitas, dan transparansi. Transparansi dan

partisipasi masyarakat dalam pembentukan hukum (peraturan daerah) adalah untuk menjaga

netralitas.3 Netralitas di sini berarti persamaan, keadilan, dan perlindungan bagi seluruh

pihak terutama masyarakat. Keputusan dan hasil peran serta mencerminkan kebutuhan dan

keinginan masyarakat dan menjadi sumber informasi yang berguna sekaligus merupakan

komitmen sistem demokrasi.

Partisipasi masyarakat dalam pembantukan peraturan daerah, memiliki fungsi meningkatkan

kualitas keputusan/kebijakan yang diambil, menciptakan kesadaran politik, meningkatkan

proses belajar demokrasi, menciptakan masyarakat yang lebih bertanggung jawab,

menimbulkan dukungan dan penerimaan rencana pemerintah, meningkatkan kepercayaan

42
masyarakat kepada pemerintah dan memperlancar komunikasi antara masyarakat dan

pemerintah (Bottom up Communication).

Adapun dampak negatif tidak adanya partisipasi didalam proses pembentukan peraturan

daerah yaitu rendahnya rasa saling memiliki masyarakat terhadap program yang disusun

dalam peraturan daerah, biaya transaksi yang mahal karena masyarakat kurang memahami

tujuan dan program pemerintah, program Pemerintah tidak sesuai dengan kebutuhan atau

karateristik masyarakat, lunturnya Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Masyarakat juga akan ikut serta dalam proses penegakan peraturan daerah karena memang

merasa bahwa mereka ikut serta dalam penyusununan. Namun juga perlu dibuat mekanisme

bagaiman proses keterlibatan masyarakat dalam penegakan peraturan daerah sehingga tidak

tumpang tindih atau malah mengambil peran Satpol PP dan Kepolisian. Untuk menjaga

realitas suatu hukum, perlu adanya „transparansi‟ dan „partisipasi‟ (lebih besar) dalam

pembuatan dan proses penegakan hukum. Hal ini kemudian dapat diangkat sebagai asas

dalam pembuatan hukum untuk kemudian dilakukan elaborasi lebih lanjut kedalam prosudur

dan mekanismenya. Suatu penelitian diperlukan adanya kerangka teoritis bahwa “untuk

memberikan landasan yang mantap pada umumnya setiap penelitian harus selalu disertai

dengan pemikiran teoritis”5

Tugas pokok hukum adalah menciptakan ketertiban, sebab ketertiban merupakan suatu syarat

dari adanya masyarakat teratur. Hal ini berlaku bagi masyarakat manusia dalam segala

bentuknya. Oleh karena itu pengertian manusia, masyarakat, dan hukum tidak akan bisa

dipisahkan6. Agar tercapai ketertiban dalam masyarakat, diusahakanlah untuk mengadakan

kepastian. Kepastian disini diartikan sebagai kepastian dalam hukum dan kepastian oleh

karena hukum. Hal ini disebabkan karena pengertian hukum mempunyai dua segi. Segi

pertama ba hwa ada hukum yang pasti bagi peristiwa yang kongkret, segi kedua adalah

adanya suatu perlindungan hukum terhadap kesewenang-wenangan7. Inti kepastian hukum

43
tidak terletak pada batas budaya menurut wilaya atau golongan masyarakat tertentu.

Hakikatnya adalah suatu kepastian tentang bagaimana warga masyarakat menyelesaikan

masalah hukum, bagaimana peranan dan kegunaan lembaga hukum bagi masyarakat, apakah

hak dan kewajiban warga, dan seterusnya.

Menurut teori jenjang norma hukum (stufentheorie), Hans Kelsen berpendapat bahwa suatu

norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan,

dimana suatu norma berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi

(superior) dan menjadi dasar bagi norma yang dibawahnya (inferior)

Adof Merkl mengembangkan stufentheori dengan mengemukakan bahwa norma hukum itu

mempunyai dua wajah (das Doppelte Rechtsantlitz) dimana norma hukum itu keatas ia

bersumber dan berdasar pada norma diatasnya, tetapi kebawah ia juga menjadi dasar dan

menjadi sumber bagi norma hukum dibawahnya sehingga norma hukum itu mempunyai masa

berlaku (rechtskraht) yang relatf oleh karena masa berlakunya suatu norma hukum itu

tergantung pada

norma hukum yang berada diatasnya sehingga apabila norma hukum yang diatasnya itu

dicabut atau dihapus, maka norma-norma hukum yang berada dibawahnya tercabut atau

terhapus pula.9

Hans Nawiasky mengelompokkan norma-norma hukum dalam suatu Negara menjadi empat

kelompok besar yang terdiri atas:

Kelompok I : Staatsgrundamentalnorm (norma fundamental Negara)

Kelompok II : Staatsgrundgesetz (aturan dasar pokok Negara)

Kelompok III : Formell gesetz (Undang-undang „formal‟)

Kelompok IV : Verordnung & autonome Satzung (aturan pelaksana dan otonomi daerah)

Tesis ini didasarkan pada teori jenjang norma hukum (stufentheori) bahwa suatu norma

hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan, dimana

44
suatu norma berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi (superior) dan

menjadi dasar bagi norma yang dibawahnya (inferior), karena dalam pembentukan peraturan

daerah (perda) didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah

tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi atau

hirarki perundang-undangan sesuai dengan undang-undang Republik Indonesia.

Indonesia sebagai negara hukum (rechtsstaat) maka perlu disusun perundang-undangan yang

akan mengaturkan kehidupan rakyatnya. Dengan demikian ide dasar Negara hukum Pancasila

tidaklah lepas dari ide dasar tentang “rechtsstaat”10. Syarat-syarat dasar rechtsstaat :

1. Asas legalitas ; Setiap tindak pemerintahan harus didasarkan atas dasar peraturan

perundang-undangan (wettelijke grondslag). Dengan landasan ini, Undang-Undang dalam arti

formal dan UUD sendiri merupakan tumpuan dasar tindak pemerintahan. Dalam hubungan

ini pembentukan Undang-Undang merupakan bagian penting Negara hukum.

2. Pembagian kekuasaan ; Syarat ini mengandung makna bahwa kekuasaan Negara tidak

boleh hanya bertumpu pada satu tangan.

3. Hak-hak dasar (grondrechten) ; Hak-hak dasar merupakan sasaran perlindungan hukum

bagi rakyat dan sekaligus membatasi kekuasaan pembentukan Undang-Undang.

4. Pengawasan pengadilan ; Bagi rakyat tersedia saluran melalui pengadilan yang bebas

untuk menguji keabsahan (rechtmatigheidstoetsing) tindak pemerintahan11.

DAFTAR PUSTAKA

http://repository.ubb.ac.id/3498/2/BAB%20I.pdf

https://repository.uir.ac.id/841/1/%2819%29%20PROSIDING%20SEMNAS

%20UMRAH%20%28OTDA%202017%29%20.pdf

https://www.online-pajak.com/tentang-pajak/asas-desentralisasi

45
https://rechten.nusaputra.ac.id/article/download/56/43/

https://www.gramedia.com/literasi/otonomi-daerah/amp/

https://adjar.grid.id/amp/543446333/apa-saja-hak-dan-kewajiban-pemerintah-daerah

https://repository.uir.ac.id/841/1/%2819%29%20PROSIDING%20SEMNAS

%20UMRAH%20%28OTDA%202017%29%20.pdf

https://bangda.kemendagri.go.id/berita/baca_kontent/442/

partisipasi_masyarakat_dalam_penyelenggaraan_pemerintahan_daerah_

46

You might also like