You are on page 1of 11

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GERONTIK

HARGA DIRI RENDAH PADA LANSIA

A. Teori Lansia

1. Definisi Lanjut Usia (Lansia)


Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara
tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan akhirnya
menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat
diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap
perkembangan kronologis tertentu. Lansia merupakan suatu proses alami yang
ditentukan oleh Tuhan YME.
Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan Lansia pada
BAB 1 Pasal 1 ayat 2, yang dimaksud Lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60
tahun keatas.
2. Batasan Lansia
WHO (1999) menggolongkan Lansia berdasarkan usia kronologis/ biologis
menjadi 4 kelompok yaitu usia pertengahan (meddle age) antara usia 45-59 tahun, lanjut
usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun, lanjut usia tua (old) usia 75 sampai 90
tahun, dan usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
Menurut Undang-undang No. 4 Tahun 1965 Pasal 1 seorang dapat dinyatakan
sebagai seorang jompo atau lansia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun,
tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya
sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain. Undang-undang No. 13 tahun 1998
tentang kesejahteraan lansia bahwa lansia adalah seoarng yang mencapai usia 60 tahun
keatas.
3. Proses Menua (Ageing Process)
Ageing process (proses menua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang terus
menerus secara alamiah, yang dimulai sejak lahir dan umumnya dialami oleh mahluk
hidup.
B. Teori Kejiwaan Lansia
1. Aktifitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung.
Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut
banyak dalam kegiatan sosial.  Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara
hidup dari lanjut usia. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar
tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.
2. Kepribadian Berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini
merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang
terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personalitiyang
dimiliki.
3. Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun
kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni:
         Kehilangan Peran
         Hambatan Kontak Sosial
         Berkurangnya Kontak Komitmen
C. Teori Psikologi
1. Teori Tugas Perkembangan
Havigurst (1972) menyatakan bahwa tugas perkembangan pada masa tua antara
lain adalah:
a.       Menyesuaikan diri dengan penurunan kekuatan fisik dan kesehatan
b.      Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan
c.       Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup
d.      Membentuk hubungan dengan orang-orang yang sebaya
e.       Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan
f.       Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes
Selain tugas perkembangan diatas, terdapat pula tugas perkembangan yang
spesifik yang dapat muncul sebagai akibat tuntutan:
a.       Kematangan fisik
b.      Harapan dan kebudayaan masyarakat
c.       Nilai-nilai pribadi individu dan aspirasi
Menurut teori ini, setiap individu memiliki hirarki dari dalam diri, kebutuhan
yang memotivasi seluruh perilaku manusia (Maslow 1954).
2. Teori Individual Jung
Carl Jung (1960) menyusun sebuah teori perkembangan kepribadian dari seluruh
fase kehidupan yaitu mulai dari masa kanak-kanak, masa muda dan masa dewasa muda,
usia pertengahan sampai lansia. Kepribadian individu terdiri dari Ego, ketidaksadaran
seorang dan ketidaksadaran bersama. Menurut teori ini kepribadian digambarkan
terhadap dunia luar atau kearah subyektif. Pengalaman-pengalaman dari dalam diri
(introvert). Keseimbangan antara kekuatan ini dapat dilihat pada setiap individu dan
merupakan hal yang paling penting bagi kesehatan mental.
3. Teori Delapan Tingkat Kehidupan
Secara Psikologis, proses menua diperkirakan terjadi akibat adanya kondisi
dimana kondisi psikologis mencapai pada tahap-tahap kehidupan tertentu. Ericson
(1950) yang telah mengidentifikasi tahap perubahan psikologis (delapan tingkat
kehidupan) menyatakan bahwa pada usia tua, tugas perkembangan yang harus dijalani
adalah untuk mencapai keeseimbangan hidup atau timbulnya perasaan putus asa. Peck
(1968) menguraikan lebih lanjut tentang teori perkembangan Erikson dengan
mengidentifikasi tugas penyelarasan integritas diri dapat dipilih dalam tiga tingkat yaitu :
pada perbedaan ego terhadap peran pekerjaan preokupasi, perubahan tubuh terhadap
pola preokupasi, dan perubahan ego terhadap ego preokupasi.
Pada tahap perbedaan ego terhadap peran pekerjaan preokupasi, tugas
perkembangan yang harus dijalani oleh lansia adalah menerima identitas diri sebagai
orang tua dan mendapatkan dukungan yang adekuat dari lingkungan untuk menghadapi
adanya peran baru sebagai orang tua (preokupasi). Adanya pensiun dan atau pelepasan
pekerjaan merupakan hal yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang menyakitkan dan
dapat menyebabkan perasaan penurunan harga diri dari orang tua tersebut.
D. Teori Psikososial Lansia
1. Pengertian
Perkembangan psikososial lanjut usia adalah tercapainya integritas diri yang utuh.
Pemahaman terhadap makna hidup secara keseluruhan membuat lansia berusaha
menuntun generasi berikut (anak dan cucunya) berdasarkan sudut pandangnya. Lansia
yang tidak mencapai integritas diri akan merasa putus asa dan menyesali masa lalunya
karena tidak merasakan hidupnya bermakna (Anonim, 2006). Sedangkan menurut
Erikson yang dikutip oleh Arya (2010) perubahan psikososial lansia adalah perubahan
yang meliputi pencapaian keintiman, generatif dan integritas yang utuh.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Psikososial Lansia


Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan psikososial
lansia menurut Kuntjoro (2002), antara lain:
1.      Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi
fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang,
energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara
umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan
secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi
fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan
ketergantungan kepada orang lain. Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga
kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan
kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk
mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu
mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara
seimbang.
2.      Penurunan Fungsi dan Potensial Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan
dengan berbagai gangguan fisik seperti:
a.       Gangguan jantung
b.      Gangguan metabolisme, misal diabetes mellitus
c.       Vaginitis
d.      Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi
e.       Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat
kurang
f.       Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid,
tranquilizer
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain:
a.       Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia.
b.      Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh
tradisi dan budaya .
c.       Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
d.      Pasangan hidup telah meninggal
e.       Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa
lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.
3.      Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan
fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,
pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan
perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi
hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan,
koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami
perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia.
Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia
sebagai berikut:
1)      Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini
tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
2)      Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada
kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia
tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya
3)      Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya
sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu
harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup
meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi
jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
4)      Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah
memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak
keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga
menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
5)      Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini
umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain
atau cenderung membuat susah dirinya.
4.      Perubahan Yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal
pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun
dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai
kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri.
Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model
kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.
Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa
senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun
(pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing
individu, baik positif maupun negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia
dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih
berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi dengan
kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk
kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh. Persiapan tersebut dilakukan secara
berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-masing orang yang akan pensiun. Jika
perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar tetap memiliki
kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan
memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah
minatnya masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri
yang sangat banyak jenis dan macamnya. Model pelatihan hendaknya bersifat praktis
dan langsung terlihat hasilnya sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa
disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup
menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak membayangkan bahwa
setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna, menganggur, penghasilan berkurang dan
sebagainya.
5.      Perubahan Dalam Peran Sosial Di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan
sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia.
Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur
dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah
dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih
sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi
akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang terus
muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan
barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain
sehingga perilakunya seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang
memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung
karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat
umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan.
Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup
membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya
sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar.
Disinilah pentingnya adanya Panti Werdha sebagai tempat untuk pemeliharaan dan
perawatan bagi lansia di samping sebagai long stay rehabilitation yang tetap memelihara
kehidupan bermasyarakat. Disisi lain perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat
bahwa hidup dan kehidupan dalam lingkungan sosial Panti Werdha adalah lebih baik
dari pada hidup sendirian dalam masyarakat sebagai seorang lansia
E. Harga Diri Lanjut usia
Pada usia lanjut umumnya dorongan dan kemauan masih kuat, akan tetapi kadang-
kadang realisasinya tidak dapat dilaksanakan, karena kelemahan, keterbatasan fungsional,
ketidakmampuan, dan keterhambatan akibat dari aging process. Keinginan yang tidak dapat
dilaksanakan akibat keterbatasan ini sering kali menimbulkan keraguan dan
ketidakpercayaan diri lanjut usia.
Apabila keraguan yang serius terus menerus tentang diri sendiri serta rasa
ketidakmampuan menguasai pikiran dan perasaan, maka lansia akan merasa rendah diri,
dengan bersikap amat negative terhadap diri sendiri, tidak menyukai diri dan peismis
terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi termasuk kehidupan masa depan.
Menurut Dariuszky (2004) unsur penting dalam pertumbuhan perasaan berguna dan
self esteem seseorang adalah pengakuan. Pengakuan oleh anak-anaknya dan orang lain
sangat penting bagi lansia, yang berarti ada penerimaan dari orang lain tentang kondisi dan
perubahan pada dirinya sebagai individu. Penerimaan orang lain menimbulkan rasa aman,
penerimaan diri dan peneguhan diri lansia sebagai pribadi yang unik dan tetap terjaga
eksistensinya. Apabila pengakuan dari orang lain tidak didapatkan, makan lansia merasa
tidak aman dan tidak dapat menerima diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Lansia
menjadi tidak percaya diri, selalu menanyakan eksistensi dirinya, cenderung untuk
menyalahkan diri dan memiliki self esteem yang rendah.
Hilangnya harga diri timbul akibat kehilangan simbol-simbol self esteem yang
mempengaruhi cara memandang dan menjalani kehidupan. Pada lansia simbol-simbol self
esteem yang hilang seperti status social, kekuasaan, peran dalam kehidupan, pekerjaan dan
nilai-nilai yang di anut, kekecewaan, rasa sesal, bersalah, dan mudah jatuh dalam depresi.
Menurut Maslow (Maramis, 2004), self esteem merupakan salah satu kebutuhan dari
setiap individu yang harus dipenuhi untuk mencapai aktualisasi diri sebagai puncak
kebutuhan individu. Tetapi kebutuhan itu baru akan dicapai apabila kebutuhan yang lebih
dasar sudah terpenuhi, seperti kebutuhan biologis, kebutuhan sandang, pangan dan papan,
kebutuhan rasa aman dan nyaman, dan kebutuhan kasih sayang. Kebutuhan akan self esteem
berpengaruh terhadap motivasi seseorang untuk beraktifitas dan kreatifitas untuk
mendapatkan penghargaan dari orang lain untuk pencapaian kebutuhan yang paling tinggi,
yaitu kebutuhan aktualisasi diri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri adalah sebagai berikut (Kusumawati,
2010) :
1. Ideal diri: harapan, tujuan, nilai, dan standart perilaku yang ditetapkan
2. Interaksi dengan orang lain
3. Norma sosial
4. Harapan orang terhadap dirinya dan kemampuan dirinya untuk memenuhi harapan
tersebut
5. Harga diri tinggi; seimbang antara ideal diri dengan konsep diri
6. Harga diri rendah; adanya kesenjangan antara ideal diri dengan konsep diri
F. Harga Diri Rendah
1. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri
yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negative terhadap diri sendiri atau
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak
mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri (Keliat, 1998)
Gangguan harga diri adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negative yang dapat secara langsung atau tidak langsung
diekspresikan (Townsend, 1998)
Menurut Schult & videbeck (1998), gangguan harga diri rendah adalah penilaian
negative seseorang terhadap diri dan kemampuan yang diekspresikan secara langsung
maupun tidak langsung.
Harga diri berkepanjangan termasuk kondisi tidak sehat mental, karena dapat
menyebabkan berbagai masalah kesehatan lainnya terutama kesehatan jiwa.
2. Tanda dan Gejala
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik atau menyalahkan diri sendiri)
c. Gangguan hubungan social (menarik diri)
d. Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
e. Mencederai diri (akibat dari harga diri rendah disertai harapan yang suram, mungkin
pasien akan mengakhiri kehidupannya).
3. Penyebab
Salah satu penyebab dari harga diri rendah yaitu berduka disfungsional. Berduka
disfungsional merupakan perpanjangan atau tidak sukses dalam menggunakan respon
intelektual dan emosional oleh individu dalam melalui proses modifikasi konsep diri
berdasarkan persepsi kehilangan.
Tanda dan gejala berupa rasa bersalah, adanya penolakan, marah, sedih dan
menangis, perubahan pola makan, tidur, mimpi, konsentrasi dan aktivitas, pengungkapan
tidak berdaya.
Factor yang memperngaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, haparan
orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai
tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak
realistis. Sedangkan stressor pencetus mungkin dari sumber internal dan eksternal seperti
:
a. Trauma, seperti penganiayaan seksual dan psokologis atau menyaksikan kejadian
yang mengancam
b. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan, dimana
individu mengalami frustasi. Ada tiga jenis transisi peran :
1) Transisi peran perkembangan adalah perubahan normative yang berkaitan
dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam
kehidupan individu atau keluarga dan norma budaya, nilai tekanan untuk
penyesuaian diri.
2) Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota
keluarga melalui kelahiran atau kematian.
3) Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke
keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh,
perubahan ukuran, bentuk penampilan dan fungsi tubuh, perubahan fisik,
prosedur medis dan keperawatan.
4. Klasifikasi Harga Diri Rendah
Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara :
a. Situasional
Harga diri rendah yang terjadi akibat trauma secara tiba-tiba misalnya pasca operasi,
kecelakaan, cerai, putus sekolah, PHK, atau perasaan malu (karena menjadi korban
perkosaan, dipenjara, atau dituduh KKN).
b. Kronis
Perasaan negative terhadap diri sudah berlangsung lama yaitu sebelum sakit atau
dirawat. Pasien ini mempunyai cara berfikir yang negative, kejadian sakit yang
dirawat akan menambah persepsi negative terhadap dirinya.

You might also like