You are on page 1of 17

MAKNA FILOSOFIS KESENIAN DIDONG GAYO DALAM

MASYARAKAT SUKU GAYO DI KABUPATEN ACEH TENGAH

TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Strata Dua (S-2)
Pada Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam

Oleh:
FUTIKHATUS SA’DIYAH
NIM. 21220331000011

PROGRAM STUDI MAGISTER AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2022 M. / 1444 H.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang memiliki semboyan “bhineka tunggal ika”

yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Dari semboyan ini

menunjukan bahwa Indonesia terdiri dari banyak suku, bangsa,ras hingga

agama, serta memiliki ragam kebudayaan. Salah satunya adalah suku

gayo,yang merupakan salah satu suku asli yang mendiami provinsi Aceh. 1

suku Gayo adalah suatu kelompok etnik yang mendiami bagian tengah

atau pedalaman dari wilayah Provinsi Aceh. Wilayah asal Suku Gayo bisa

disebut dengan Dataran Tinggi Gayo.2 Keberadaannya menempati beberapa

titik wilayah yang terpisah secara administratif pemerintahan, yaitu orang

Gayo secara mayoritas terdapat di kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah

(sekitar 30-45%) dan Gayo Lues (sekitar 50-70%) dan sebagian wilayah Aceh

Tenggara dan 3 Kecamatan di Aceh Timur yaitu Serbejadi, Peunaron, dan

Simpang Jernih.3

Sebagai suatu wilayah kebudayaan tentu memiliki warisan budaya yang

sampai saat ini masih berkembang di dalamnya. Perwujudan ekspresi

berkesenian masyarakatnya begitu besar. Kesenian yang sifatnya massal

maupun perorangan begitu mudah dijumpai. Terlebih mereka sangat

menjunjung tinggi adat istiadat serta nilai nilai budaya yang mereka miliki.

1
Al Musanna. Rasionalis dan Aktualis “ Kearifan Lokal Sebagai Basis Pendidikan
Karakter”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Volume 17, Nomor 6, (2011), hal 593.
2
Abdul Rani Usman, Sejarah Peradaban Aceh: Suatu Analisis Interaksionis,
Integrasi dan Konflik, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, Anggota IKAPI DKI Atas Bantuan
Yayasan Tifa, 2003), hal. 39
3
Sumber data staistik Kabupaten Aceh Tengah 2021. Diakses dari
https://acehtengahkab.bps.go.id/ pada tanggal 25 Desember 2022

2
Unsur budaya tidak pernah lepas dari masyarakat suku Gayo, seperti

Kesenian yang ada pada masyarakat dataran tinggi Gayo di Aceh Tengah ini

mengenal beberapa bentuk tradisi lisan berupa “Seni Bertutur” diantaranya

Didong. Didong ini merupakan suatu kolaborasi antara seni sastra, seni tari

dan juga seni suara yang merupakan hasil dari olah pikir dan rasa.4 Didong

merupakan seni pertunjukan yang dilakukan oleh laki-laki secara berkelompok

(biasanya memiliki jumlah 15-30 orang dalam satu kelompok atau grup)

kesenian ini biasanya memiliki ekspresi yang bebas, sambil duduk atau berdiri

sambil menghentak-hentakan kaki. Mereka melantunkan syairsyair berbahasa

Gayo dengan suara merdu dan bertepuk tangan secara bervariasi, sehingga

memunculkan suara dan gerak yang indah dan menarik.5

Didong adalah salah satu kesenian tradisional yang cukup berakar dalam

kehidupan kebudayaan Suku Gayo, didalamnya terdapat nuansa keislaman,

bahkan Didong itu sendiri merupakan salah satu media penyebaran Islam atau

dakwah untuk menyampaikan amanat dakwah keagamaan. Didong memiliki

perjalanan yang panjang dari sejak awal munculnya dan masih bertahan

sampai sekarang. Pemikiran tentang Islam dalam Didong dapat dianalisis dari

gerakan, syair, dan simbol-simbol yang terdapat dalam kesenian tersebut.6

Melihat kepada sejarahnya, didong yang berkembang di Gayo memiliki

berbagai versi cerita kemunculannya. Sejarah asal-usul kesenian didong secara

pasti belum ada keterangan yang mampu mengungkapkannya. Salah satu versi

4
M. Junus Melalatoa. Didong Pentas Kreativitas Gayo. (Jakarta: Yayasan Obar
Indonesia, 2001), hal 1.
5
Isma Tantawi, “Didong Gayo Lues: Analisis Keindahan Bahasa dan Fungsi Sosial”,
Logat: Jurnal Bahasa dan Sastra, Vol. II No. 1 April 2006, hal 17.
6
Isma Tantawi, “Didong Gayo Lues: Analisis, …., hal 1.

3
yang diyakini masyarakat Gayo di Aceh Tengah, didong berasal dari seni tari

dan sastra, dilengkapi dengan beberapa jenis instrumen tradisional, yang

dilakukan oleh Sengeda, anak Raja Linge XIII ketika membangunkan Gajah

Putih yang merupakan penjelmaan adiknya dari pembaringannya ketika

hendak menuju pusat Kerajaan Aceh di Bandar Aceh. Pengikut Sengeda yang

mengikuti perjalanan Gajah Putih dari Negeri Linge ke ujung Aceh itu

mengalunkan lagu dengan kata “enti dong, enti dong, enti dong” yang artinya

jangan berhenti jalan terus.7 Sejarah didong mengalami masa jaya dan masa

stagnasi, dari periode ke periode. Seiring waktu, didong mengalami

perubahan dan penambahan kreasi yang masuk kedalam kesenian ini, meski

sebelumnya atau aslinya tidak ada. Contohnya, penggunaan bantal untuk

tepukan. Awalnya didong hanya mengandalkan kekuatan tepukan tangan,

tanpa alat bantu namun seiring berjalannya waktu, kini tepukan bantal yang

dipakai dalam didong.8

Sepanjang sejarah didong, kesenian ini ikut mewarnai sejarah kehidupan

orang Gayo sendiri. Awalnya didong digelar dibawah rumah-rumah panggung

warga warga Gayo yang di periode awal memang tinggi. Didong memang

selalu menampilkan dua kelop (kelompok) dalam sebuah penampilan. Kedua

kelop ini saling mengadu ketangkasan kata. Seperti berbalas pantun dalam

budaya Melayu. Pada saat ini Didong di pergunakan untuk sentil menyentil

(Tep Dan Onem) dalam kesenian Didong Jalu. Hanya saja, didong

menggunakan bahasa asli Gayo dalam didong jalu. Meski saling menyerang

7
Mahmud Ibrahim dan AR. Hakim Aman Pinan, “Syariat dan Adat Istiadat Jilid 3”.
(Takengon: Yayasan Maqaam mahmuda, 2005), hal. 232.
8
MJ. Melalatoa, “Didong, Kesenian Tradisional Gayo”, (Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1982), hal. 34.

4
dengan kata-kata, di periode awal didong, kata-kata yang digunakan

menyerang lawan dalam perang kata-kata, Tidak menggunakan bahasa yang

kasar dan melukai hati dari lawan tanding (Jalu) dengan menggunakan kata-

kata senda. Saat ini kata dalam syair juga telah di tambah dengan bahasa yang

yang mudah di pahami oleh masyarakat pada Era Gobalisasi ini. Masyarakat

sebagai penonton dan penikmat Didong Gayo harus paham makna-makna

yang terkandung didalamnya, hal ini di tujukan agar didong tidak menjadi

tontonan yang hanya bisa membuat tawa dan senang sesaat saja, namun

kesenian Didong juga sebagai sarana pengetahuan Agama bagi masyarakat.

Tapi seiring berkembangnya zaman,kemudian dalam didong jalu mengalami

pergeseran makna, perang kata-kata vulgar dan tanpa istilah peribahasa

kemudian juga berkembang seiring komersialisasi didong. Namun,

masyarakat dewasa ini lebih suka dengan didong jalu yang berbalaskan perang

kata kata dengan vulgar tanpa pribahasa. Jika kata-katanya tidak kasar dan

saling menghina dan menghujat, penonton merasa kurang seru. Padahal jika

dipelajari lebih jauh, pesan-pesan yang disampaikan dalam Didong tersebut

beragam, mulai dari norma-norma agama, keadaan sosial masyarakat, hingga

fenomena-fenomena yang tengah terjadi.

Maka dari itu, terlepas dari polemik dan permasalahan yang terjadi pada

kesenian didong gayo, alasan peneliti mengangkat kajian ini karena

Pertunjukan didong sebagai salah satu bagian dari tradisi unik masyarakat

Gayo yang masih berkembang hingga saat ini menjadi sebuah kajian yang

menarik ketika didalamnya dapat menjelaskan berbagai makna yang mampu

merepresentasikan gambaran masyarakat pendukungnya, yaitu masyarakat

5
Gayo. Makna-makna yang terkandung dalam pertunjukan didong dapat

ditemukan dalam berbagai bentuk syair dan juga dari berbagai simbol-simbol

yang ada dalam pertunjukan didong tersebut. Maka dari itu, peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian dengan judul “MAKNA FILOSOFIS

KESENIAN DIDONG GAYO DALAM MASYARAKAT SUKU GAYO

DI KABUPATEN ACEH TENGAH”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan

permasalahan yang menjadi pokok kajian peneliti yaitu:

1. Bagaimana makna filosofis kesenian didong gayo dalam masyarakat

suku gayo di kabupaten Aceh Tengah?

2. Bagaimana eksistensi kesenian didong gayo dalam masyarakat suku

gayo di kabupaten Aceh Tengah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

a. Menjelaskan makna filosofis kesenian didong gayo dalam masyarakat

suku gayo di kabupaten Aceh Tengah

b. Menjelaskan eksistensi kesenian didong gayo dalam masyarakat suku

gayo di kabupaten Aceh Tengah

2. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat

sebagai berikut:

a. Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah

khazanah kepustakaan atau literatur di Indonesia khususnya tentang

6
kesenian didong gayo sebagai salah satu warisan budaya yang

dimiliki Indonesia.

b. Dari segi praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat

sebagai penambah ilmu dan memperluas wawasan tentang makna

filosofis yang terkandung dalam kesenian didong gayo, khususnya

bagi masyarakat suku gayo yang ada di kabupaten Aceh Tengah

agar tetap melestarikan didong Gayo dengan memasukan unsur-

unsur keislaman. Serta, untuk para pembaca, penelitian ini dapat

dijadikan sebagai bahan rujukan dalam rangka melakukan

penelitian lebih lanjut terkait makna filosofi kesenian didong gayo.

D. Metode Penelitian

Metode adalah aspek yang sangat penting terhadap berhasil tidaknya suatu

penelitian, terutama untuk mengumpulkan data. Hal ini dilakukan karena data

yang diperoleh dalam suatu penelitian adalah gambaran dari obyek penelitian

tersebut. Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka

penulis menggunakan beberapa langkah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (Field research) yaitu

penelitian yang dilakukan dalam kondisi sebenarnya. 9 Bahwasannya jenis

dalam penilitian ini adalah penelitian lapangan, maka dalam prosesnya

penilitian ini mengangkat data dan permasalahan yang ada di lapangan

(lokasi penelitian) yang berkenan dengan kesenian didong gayo dalam

masyarakat suku gayo di kabupaten Aceh Tengah.

9
Kartono dan Kartini. Pengantar Meteodologi Riset Sosia. Mandar Maju. Bandung.
1996. hal. 32.

7
Penelitian ini dapat diketegorikan sebagai jenis penelitian

kualitatif yang menggunakan metode deskriptif dan historis. Penelitian

kualitatif merupakan suatu penelitian yang digunakan untuk

menjelaskan data-data yang berbentuk lisan dan tulisan sehingga

peneliti dapat memahami lebih mendalam tentang fenomena-fenomena

atau peristiwa-peristiwa setting sosial yang berhubungan dengan fokus

masalah yang akan diteliti.10 Metode deskriptif (Deskritif research)

adalah suatu metode dalam meneliti suatu objek, baik berupa nilai-nilai

budaya manusia, nulai-nilai etika, nilai karya seni, perstiwa atau objek

budaya lainnya. Menurut Whitney metode deskriptif adalah pencarian

fakta dengan interpretasi yang tepat dan sistematis.11 sedangkan

penelitian historis merupakan pendekatan dalam penelitian kualitatif

yang bertujuan untuk merekontruksi masa lampau dengan

mengumpukan, memverifikasi, dan menganalisis serta menyintesis

bukti atau fakta yang ada dengan teliti, sehingga memungkinkan

gambaran yang tepat pada masa lampau, memberikan latar masa

sekarang, dan perspektif masa datang.12

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini lebih bersifat deskriptif13 kualitatif. Dimana dalam hal

ini peneliti berusaha memaparkan atau menerapkan dalam faktor- faktor

10
Kartono dan Kartini. Pengantar Meteodologi Riset Sosia, ……., hal. 32.
11
Kaelan, Metode Penelitian kualtatif Bidang Filsafat, (Yogyakarta: Paradigma,
2005), hal. 58
12
A. Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan,
( Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri, 2015), hal. 346
13
Menurut Whitney (1960) Metode deskriptif adalah metode pencarian fakta dengan
interpretasi yang tepat dan sistematis. Misalnya dalam hubungannya dengan penelitian
masyarakat, penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata
cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi tertentu, termasuk hubungan-hubungan

8
dokumentasi, yang dimana penelitian terhadap kesenian didong gayo

dalam masyarakat suku gayo di kabupaten Aceh Tengah dan memperoleh

informasi mengenai keadaan saat ini. Dalam penelitian ini tidak menguji

hipotesa atau tidak menggunakan hipotesa, melainkan hanya

mmendeskripsikan informasi-informasi apa adanya sesuai dengan hasil

penelitian.14 Sifat penelitian deskriptif juga dirancang untuk membuat

komparasi maupun mengetahui hubungan atas satu variabel kepada

variabel lain.

3. Sumber data

Menurut Loflanda dan Lofland dalam sumber data utama dalam

penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah

data tambahan seperti dokumentai dan lain sebagainya.15 Penelitian yang

dilaksanakan berkaitan erat dengan data yang diperoleh sebagai dasar

dalam pembahasan dan analisis. Diharapkan dari hasil penelitian

nantinya bisa didapatkan data yang valid dan relevan dengan obyek yang

diteliti.16 Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu

terdiri dari manusia, situasi atau peristiwa, dan dokumentasi yang

terdapat di masyarakat suku gayo kabupaten Aceh Tengah. Sumber data

yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik

pertanyaan tertulis ataupun lisan. Suasana atau peristiwa sebagai sumber

data yang menyajikan tampilan berupa suasana yang bergerak ataupun

kegiatan serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu
fenomena. Dikutip oleh Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat, (Yogyakarta:
Paradigma, 2005), hal. 58.
14
Mardalis, “Metode Penelitian Pendekatan Suatu Proposal”, (Jakarta: Bumi Aksara,
2007), hal 26.
15
Lexy J Moleong, “Metode Penelitian Kualitatif”, (Bandung: Penerbit PT. Remaja
Rosadakarya, 2005), hal. 157.
16
Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, …….., hal. 146.

9
diam, meliputi ruangan, suasana, dan proses, dokumentasi, sebagai

sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf, angka, gambar,

atau simbol-simbol lain. Adapun sumber dalam penelitian iniakan penulis

bagi menjadi dua sumber data penelitian yaitu data primer dan data

sekunder :

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek

penelitian, dalam hal ini peneliti memperoleh data atau informasi

langsung dengan menggunakan instrumen-instrumen yang telah

ditetapkan. Data Primer adalah data yang diambil dari sumber pertama

yang ada di lapangan.17 Data primer dikumpulkan oleh peneliti untuk

menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Data primer dapat berupa

opini subjek, hasil observasi terhadap suatu perilaku atau kejadian,

dan hasil pengujian. Data primer dianggap lebih akurat, karena data

ini disajikan secara terperinci. Dengan bertemu langsung dan

observasi ke tempat yang dijadikan sebagai objek penelitian, Dalam

hal ini, data yang diinginkan adalah data-data yang berkaitan lansung

dengan kesenian didong gayo dalam masyarakat suku gayo di

kabupaten Aceh Tengah.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data-data yang dapat menjelaskan tentang

data primer atau sumber yang tidak langsung memberikan data

kepada pengumpul data, misalnya melalui orang lain atau melalui

17
Burhan Bungin, “Metodologi Penelitian Sosial: Format 2 Kuantiatif dan
Kualitatif”, (Surabaya: Airlangga University Press, 2005), hal. 128

10
dokumen.18 Adapun sumber sekunder dalam penelitian ini adalah data

yang secara tidak lansung memberikan data kepada pengumpul data

kesenian didong gayo, misalnya antara lain adalah masyarakat yang

ikut melestarikan kesenian didong gayo. Dan Dokumen penelitian

seperti Buku, Jurnal maupun Skripsi atau Tesis atau karya tulis ilmiah

lainnya yang menjadi pendukung data terkait kesenian didong gayo.

4. Teknik Pengumpulan

Metode Pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan

oleh peneliti untuk mengumpulkan data.19 Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan beberapa metode pengumpulan data yaitu:

a. Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan

oleh seorang peneliti dengan terjun langsung di lapangan dan

melakukan pengamatan dalam rangka mencari dan menggali data20

pada kesenian didong gayo dalam masyarakat suku gayo di

kabupaten Aceh Tengah

b. Wawancara

Wawancara merupakan tehnik pengumpulan data dalam

metode survei yang menggunakan pertanyaan secara lisan kepada

narasumber. Teknik wawancara dilakukan ketika peneliti

memerlukan komunikasi atau hubungan dengan responden.21

18
Amir Hamzah, Metode Penelitian Kepustakaan Library Research, …. , hal.58
19
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1998), hal. 100
20
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, ……., hal. 174
21
Etta Mamang Sangadji, Sopiah, Metodologi Penelitian-Pendekatan Praktis Dalam
Penelitian, (Yogyakarta: Andi Offset, 2010), hal. 171

11
Wawancara secara garis besar dibagi menjadi dua, yakni wawancara

tidak terstruktur dan wawancara terstruktur. Wawancara tidak

terstruktur sering juga disebut wawancara mendalam, wawancara

intensif, wawancara kualitatif, wawancara terbuka (open ended

interview), dan wawancara etnografis. Sedangkan wawancara

terstruktur sering juga disebut wawancara baku (standardized

interview) yang susunan pertanyaannya sudah ditetapkan

sebelumnya (biasanya tertulis) dengan pilihan-pilihan jawaban yang

juga sudah disediakan.22 Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan wawancara tidak terstruktur tujuannya agar lebih bisa

mendapatkan banyak informasi yang dihasilkan dari proses

interview mengenai kesenian didong gayo dalam masyarakat suku

gayo di kabupaten Aceh Tengah.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah setiap proses pembuktian yang didasarkan

atas jenis sumber apapun, baik itu yang bersifat tulisan, gambaran,

atau arkeologis.23 Dokumentasi adalah teknik yang digunakan untuk

membuktikan data yang didapatkan dari narasumber dan dari hasil

wawancara atau observasi adalah benar.24 Dengan memberikan

bukti berupa foto dari observasi dan rekaman wawancara selama

penelitian, selain itu dokumentasi dapat pula berasal dari data-data

yang berkaitan dengan kegiatan yang didasarkan pada kesenian

22
Dedi Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda. 2006), hal. 120
23
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif, Cet.Ke-2, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2014), hal. 175
24
Etta Mamang Sangadji, Sopiah, Metodologi Penelitian-Pendekatan, ……, hal. 302

12
didong gayo dalam masyarakat suku gayo di kabupaten Aceh

Tengah.

5. Teknik analisis data

Dalam penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah

model analisis data yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman,

sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad Idrus yaitu model interaktif

yang terdiri dari tiga hal utama yaitu data reduction, data display, dan

conclusion drawing.25 Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan

saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan

data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah

melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban

dirasa kurang memuaskan,maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan

lagi hingga tahap tertentu, dan diperoleh data yang dianggap kredibel.

Miles dan Huberman sebagaimana yang dikutip oleh Sugiyono

mengungkapkan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan

secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas.26

Dalam hal ini, langkah pertama yang akan peneliti lakukan adalah

membaca, mempelajari, dan menelaah data yang peneliti dapatkan dari

hasil wawancara dan hasil observasi yang terkumpul serta data-data

lainnya. Langkah kedua, mereduksi data secara keseluruhan dari data

yang telah dibaca, dipelajari, dan ditelaah agar dapat dikategorikan sesuai

tipe masing-masing data. Dan selanjutnya akan ditulis dalam bentuk

25
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, (Jakarta: Erlangga, 2009), hal.
147
26
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung:
Alfabeta, 2014), hal. 246

13
laporan dari hasil yang diperoleh secara deskriptif analisa, yaitu

penyajian dalam bentuk tulisan yang menerangkan apa adanya sesuai

dengan yang diperoleh dari peneliti.

E. Penelitian Relevan

Dalam penulisan tesis ini, peneliti menggali informasi dari penelitian-

penelitian sebelumnya sabagai bahan perbandingan, baik mengenai

kekurangan atau kelebihan yang sudah ada. Selain itu, peneliti juga menggali

informasi dari buku-buku, jurnal dan skripsi dalam rangka mendapatkan suatu

informasi yang ada sebelumnya tentang teori yang berkaitan dengan judul.

Berikut ada beberapa tulisan yang membahas kesenian didong gayo sebagai

berikut:

Pertama Dalam buku M. Junus melalatoa yang berjudul “Didong Pentas

Kreativitas Gayo”. Yang diterbitkan oleh Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan Dan

Yayasan Obor Indonesia yang bekerja sama dengan Yayasan Sains Dan

Teknologi yang di terbitkan pada tahun 2001 di Jakarta. Dalam buku ini

penulis mengkaji tentang kesenian tradisisonal Gayo yang berwujud pada

konfigurasi, seni suara, seni sastra, dan juga seni tari. Sistem seni tradisi

bersifat kompetitif ini menuntut para seniman harus lebih kreatif dan karya-

karya kreatif itu harus berwarna Gayo. 27

Kedua, skripsi Rika Damayanti, Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Dan

Filsafat Program Studi Studi Agama-Agama Universitas Islam Negeri Ar-

Raniry Banda Aceh, dengan judul Narasi Agama Dalam Syair Didong, dalam

skripsinya menerangkan bahwa terdapat aspek-aspek agama seperti aspek

27
M. Junus Melalatoa. Didong Pentas Kreativitas Gayo. (Jakarta: Yayasan Obor
Indoesia, 2001).

14
Akhlak, Tauhid serta Fiqih dalam pesan-pesan yang disampaikan pada syair

Didong tersebut, tetapi kebanyakan yang disampaikan adalah aspek Akhlak

seperti etika, adab dan sopan santun. Penelitian ini juga menujukkan bahwa

pendidikan agama melalui Didong efektif dalam meningkatkan pemahaman

agama masyarakat.28

Ketiga, Tulisan karya Putra Afriadi dalam jurnal berjudul “Multikultural

dan Pendidikan Karakter Kesenian Didong Pada Masyarakat Gayo Aceh

Tengah” yang merupakan Jurnal pengkajian dan penciptaan musik, Volume 1

Nomor 1 pada tahun 2018, memuat tentang nilai dan makna, pemikiran,

kebiasaan, kepercayaan, norma, adat istiadat, yang akan di wariskan dari

generasi kegenerasi, juga sebagai sarana untuk mempersatukan pemahaman

estetika etnis yang ada di Gayo.29

F. Sistematika Penulisan

Sistematika pembahasan dari tesis yang berjudul “Makna Filosofis

Kesenian Didong Gayo Dalam Masyarakat Suku Gayo Di Kabupaten Aceh

Tengah” adalah sebagai berikut: pada Bab I. Pendahuluan berisi tentang

Konteks Penelitian, Fokus Penelitian, Tujuan Penelitian, manfaat Penelitian,

hasil Penelitian Terdahulu dan Sistematika Pembahasan. Bab II. Kajian Teori:

berisi penjelasan kesenian dan kesenian didong gayo, Bab III. Metode

Penelitian: berisi Rancangan Penelitian, Kehadiran Peneliti, Lokasi Penelitian,

Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data, Analisis Data, Pengecekan

Keabsahan Data, dan Tahap Penelitian. Bab IV. Data dan Temuan Penelitian:

28
Rika Damayanti, “Narasi Agama Dalam Syair Didong”, skripsi, (Banda Aceh:
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, 2020), hal v
29
Putra Afriadi. “Multikultural dan Pendidikan Karakter Kesenian Didong Pada
Masyarakat Gayo Aceh Tengah”, Jurnal Pendidikan Vol. 1, No 1,2018, hal 16.

15
berisi tentang pemaparan data dari lapangan dan temuan data. Bab V.

Pembahasan: berisi paparan data yang terkait dengan judul. Bab VI. Penutup:

berisi kesimpulan dan saran.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Afriadi, Putra. 2018 “Multikultural dan Pendidikan Karakter Kesenian Didong


Pada Masyarakat Gayo Aceh Tengah”, Jurnal Pendidikan Vol. 1, No 1

Al Musanna. 2011. “Rasionalis dan Aktualis “ Kearifan Lokal Sebagai Basis


Pendidikan Karakter”. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan vol 17. No 6

Damayanti, Rika. 2020. “Narasi Agama Dalam Syair Didong”. skripsi. Banda
Aceh: Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Ibrahim, Mahmud dan AR. Hakim Aman Pinan. 2005. “Syariat dan Adat Istiadat
Jilid 3”. Takengon: Yayasan Maqaam mahmuda

Kaelan. 2005. “Metode Penelitian kualtatif Bidang Filsafat”. Yogyakarta:


Paradigma.

Kartini. Kartono. 1996. “Pengantar Meteodologi Riset Sosial”. Bandung:


Mandar Maju.

Lexy J Moleong. 2005. “Metode Penelitian Kualitatif”. Bandung: Penerbit PT.


Remaja Rosadakarya.

Mardalis. 2007. “Metode Penelitian Pendekatan Suatu Proposal”. Jakarta: Bumi


Aksara.

Melalatoa, M. Junus. 2001. “Didong Pentas Kreativitas Gayo”. Jakarta: Yayasan


Obar Indonesia

Melalatoa, M. Junus. 1982. “Didong, Kesenian Tradisional Gayo”. Jakarta:


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

16
Muhammad Idrus. 2009. “Metode Penelitian Ilmu Sosial”. Jakarta: Erlangga

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung:


Alfabeta, 2014), hal. 246

Sumber data staistik Kabupaten Aceh Tengah 2021. Diakses dari


https://acehtengahkab.bps.go.id/ pada tanggal 25 Desember 2022

Tantawi, Isma. 2006. “Didong Gayo Lues: Analisis Keindahan Bahasa dan Fungsi
Sosial”, Logat: Jurnal Bahasa dan Sastra, Vol. II No. 1

Usman, Abdul Rani. 2003. “Sejarah Peradaban Aceh: Suatu Analisis


Interaksionis, Integrasi dan Konflik”. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Anggota IKAPI DKI Atas Bantuan Yayasan Tifa

Yusuf, A. Muri. 2015. “Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian


Gabungan”. Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri

17

You might also like