You are on page 1of 9

Menurut paham ini, negara menyatu dengan agama, karena pemerintahan

dijalankan berdasarkan firman-firman tuhan (segala tata kehidupan dalam


masyarakat, bangsa dan negara). Dengan demikian, urusan kenegaraan
atau politik, diyakini sebagai manifestasi firman tuhan.
Ada dua sistem dalam paham ini, yaitu teokrasi langsung dan teokrasi tidak
langsung. Jika dalam pemerintahan teokrasi langsung, raja atau kepala
negara memerintah sebagai jelmaan tuhan, maka dalam pemerintahan
teokrasi tidak langsung, yang memerintah bukanlah tuhan sendiri, tetapi
raja atau kepala negara yang memiliki otoritas atas nama tuhan. Kepala
negara diyakini memerintah atas kehendak tuhan.
Dalam pemerintahan teokrasi tidak langsung, sistem dan norma-norma
dalam negara dirumuskan berdasarkan fiman-firman tuhan. Dengan
demikian, negara menyatu dengan agama. Agama dan negara tidak dapat
dipisahkan.
2. Menurut Paham Sekuler
Paham sekuler memisahkan dan membedakan antara agama dan negara.
Dalam negara sekuler, tidak ada hubungan antara sistem kenegaraan
dengan agama. Dalam paham ini, negara adalah urusan hubungan
manusia dengan manusia lain (urusan dunia). Sedangkan agama adalah
hubungan manusia dengan tuhan.
Dalam nagara sekuler, sistem dan norma-norma hukum positif dipisahkan
dengan nilai-nilai dan norma agama. Norma-norma dan hukum ditentukan
atas kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan atas agama atau firman-
firman tuhan, meskipun norma-norma tersebut bertentangan dengan
norma-norma agama. Negara sekuler membebaskan pemeluknya untuk
memeluk agama apa saja yang diyakini, tapi tidak ikut campur tangan
dalam urusan agama.
3. Menurut Paham Komunis
Komunisme memandang hakekat hubungan negara dan agama
berdasarkan filosofi materialisme dialektis dan materialisme historis.
Paham ini menimbulkan paham ateis (tidak bertuhan), yang dipelopori oleh
Karl Marx (agama sebagai candu). Manusia ditentukan oleh dirinya sendiri.
Agama dalam paham ini, dianggap sebagai suatu kesadaran diri bagi
manusia sebelum menemukan dirinya sendiri.
Manusia adalah dunia manusia sendiri yang kemudian menghasilkan
masyarakat negara. Sedangkan agama dipandang sebagai realisasi
fantastis makhluk manusia dan agama adalah keluhan makhluk tertindas.
Oleh karena itu, agama harus ditekan bahkan dilarang. Nilai yang tertinggi
dalam negara adalah materi, karena manusia sendiri pada hakekatnya
adalah materi.
4. Menurut Islam
Ada tiga aliran menurut Syadzali (1990;235-236) ;
1. Aliran yang menganggap bahwa Islam adalah agama yang paripurna,
yang mencakup segala-galanya, oleh karena itu agama tidak dapat
dipisahkan dari negara, dan urusan negara adalah urusan negara, begitu
sebaliknya.
2. Islam tidak ada hubungannya dengan negara, kaena Islam tidak
mengatur kehidupan bernegara atau pemerintahan. (tidak punya misi untuk
mendirikan negara).
3. Islam tidak mencakup segala-galanya, tetapi mencakup seperangkat
prinsip dan tata nilai etika tentang kehidupan bermasyarakat, termasuk
bernegara.
Sementara Muhammad (2000;88-94). Menyebutkan bahwa dalam Islam
ada dua model hubungan agama dan negara. Model pertama, disebut
sebagai hubungan integralistik, dan hubungan kedua disebut sebagai
hubungan simbiosis-mutualistik.
Hubungan integralistik diartikan sebagai hubungan totalitas, karena agama
dan negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Keduanya merupakan dua lembaga yang menyatu. Konsep ini
menegaskan kembali bahwa Islam tidak mengenal pemisahan antara
agama dan politik atau negara (sama dengan konsep teokrasi).
Sedangkan hubungan simbiosis-mutualistik, ditegaskan bahwa antara
agama dan negara terdapat hubungan yang saling membutuhkan. Menurut
pandangan ini, agama harus dijalankan dengan baik. Sementara itu,
negara juga tidak dapat dibiarkan berjalan sendiri tanpa agama, sebab
tanpa agama, akan terjadi kekacauan dan amoral dalam negara.

hendikeps2 dan 31 orang menganggap jawaban ini membantu


TERIMA KASIH 21

4,3
(10 pilih)

Apakah jawaban ini membantu? Ucapkan terima kasih dan buka lencana

Masuk untuk menambahkan komentar

Sedang mencari solusi jawaban Sosiologi beserta langkah-


langkahnya?
Pilih kelas untuk menemukan buku sekolah

 10
 11
 12

Ada pertanyaan lain?


CARI JAWABAN LAINNYA

TANYAKAN PERTANYAANMU

Pertanyaan baru di Sosiologi

pentingnya mengetahui budaya populer????

Quiz Siangg: Urutkan yang benar: Kb - Mb Hb Pliss soalnya lagi butuh Lagi donlowad
free fire max di pc Ntar ku follow

Sebutkan langkah langkah standar sebelum pekerjaaan perbaikan sistem hidrolik di


mulai

Jawaban sosiologi kelas 10 halaman 88

Jawaban sosiologi kelas 10 halaman 88

mengapa sikap partikularisme dapat muncul dalam kehidupan bermasyarakat

Keragaman ekonomi di Indonesia tergantung pada


siapa yang disini profil baru

6. Keluarga sering dikatakan sebagai kelompokprimer. Hal yang mendasari hal


tersebutadalah ...A. memiliki kesamaan dalam pola pikirmemiliki spesialisa …

Jelaskan mengapa pluralitas masyarakat Indonesia dan kemajuan teknologi informasi


merupakan tantangan Global terhadap eksistensi jati diri bangsa

Sebelumnya

Berikutnya

ARCHIVES

 May 2021 (2)
 April 2021 (2)
 February 2021 (7)
 December 2020 (2)
 August 2020 (1)
 July 2020 (5)
 June 2020 (1)
 May 2020 (3)
 April 2020 (5)
 March 2020 (4)
 February 2020 (4)
 January 2020 (1)
 December 2019 (3)
 November 2019 (3)
 October 2019 (4)
 September 2019 (7)
 August 2019 (7)
DIPLOMATALKS

Audio Player
Brief Explanation Why Indonesia Vote "No" in R2P UN Meeting For Palestine

Pada kesempatan kali ini, Diplomatalks akan menjelaskan mengapa Indonesia menggunakan hak votingnya
dengan memilih “no” pada Pertemuan PBB  [...]

CHANGE PLAYBACK RATE

1X
SKIP BACKWARD

-15S

PLAY PAUSE

JUMP FORWARD

+15S

SHARE THIS EPISODE


00:00

00:00

PREVIOUS EPISODE
SHOW EPISODES LIST

NEXT EPISODE
Show Podcast Information
ABOUT IR , RESEARCH ARTICLE

Konsep Keadilan dan Negara Ideal Menurut Plato


POSTED ON 13/02/2021  BY ADMINCC

13
Feb

            Plato merupakan salah satu filsuf yang berpendapat dan memiliki pemikiran tentang
keadilan. Dalam pemikirannya, Plato mengartian keadilan sebagai “the supreme virtue of the
good state” yang berarti bahwa keadilan merupakan sebuah kebajikan tertinggi dari negara
yang baik. Dalam idenya tersebut ia juga beranggapan bahwa keadilan merupakan bagian
dari individu yang mendukung individu tersebut dalam menjalankan perannya menjadi
seseorang yang baik. Hal itu berlaku untuk dua konsep keadilan dari plato yaitu negara yang
adil maupun individu yang adil. Seperti hal nya dalam negara yang adil, setiap kelas atau
setiap jabatan individu memiliki tugasnya masing-masing yang mana jika semua orang
memenuhinya maka akan menciptakan suatu hal yang harmonis, serta yang mana jika
seseorang menjalankan dan memenuhi tugasnya maka ia akan menerima upah dan balasan
yang layak, dan jika ia gagal dalam
Dalam definisi tersebut, pemikiran platonis menjadi hal yang masuk akal. Seperti contoh
pencuri, ia dianggap tidak adil karena ingin memiliki apa yang bukan miliknya. Seorang
dokter yang tidak memperdulikan keselamatan pasien dianggap tidak adil karena telah
menyepelekan perannya. Sehingga orang yang tidak adil dianggap sebagai orang yang tidak
menyadari kebaikan dan tugas sesuai dengan situasi kehidupan mereka, serta juga dianggap
sebagai orang yang telah memperlakukan orang lain lebih buruk dari yang seharusnya. Sama
dengan halnya negara yang tidak adil dianggap sebagai negara yang telah gagal memenuhi
fungsi negara dengan baik. Konsepsi keadilan plato yang seperti inilah yang kemudian
dirumuskan dalam “giving each man his due” yaitu memberikan setiap orang sesuai dengan
apa yang telah menjadi haknya.[

 Konsep Pemikiran Politik Plato Tentang Negara Ideal


Menurut Plato negara diibaratkan sebagai tubuh yang senantiasa memiliki keinginan untuk
maju, berevolusi dan terdiri dari  individu-individu yang tidak bisa memenuhi kebutuhan
hidupnya sehingga saling membutuhkan satu sama lain, dan kebutuhan yang diperlukan
beragam hal ini menjadikan mereka berkumpul, bersatu dan bekerja untuk mencapai
kebutuhannya.[3] Konsepsi mengenai negara ideal yang dipikirkan oleh Plato sangat
dipengaruhi oleh pemikiran Socrates dimana negara dan manusia memiliki kesamaan
mengenai moralitas. Maka dalam hidup bernegara, moralitas harus sangat diperhatikan.
Negara ideal menurut Plato merupakan suatu komunitas etikal untuk mencapai kebajikan dan
kebaikan. Sehingga konsepsi negara ideal yang dikatakan oleh Plato sangat menjunjung
tinggi mengenai kebaikan moralitas yang mana negara harus memiliki rasa kekeluargaan agar
mencerminkan kerukunan dan keharmonisan antara masyarakat dan pemerintahan.

 Prinsip-prinsip negara ideal mengutamakan kebajikan sehingga apapun aktivitas untuk


menjalankan sebuah negara harus berlandaskan nilai kebajikan. Menurut Plato, negara harus
menjadi sebuah wadah untuk melayani dan memberikan sistem pelayanan yang
mengharuskan setiap warga negara memiliki rasa tanggung jawab, saling mengerti, saling
memberi dan menerima, saling menukar jasa, saling memperhatikan kebutuhan sesama warga
negara dan memberikan bantuan terhadap sesama. Jika hal ini dapat dilakukan oleh sebuah
negara maka seluruh keinginan dan kebutuhan manusia akan tercukupi  dan terpenuhi.
Kebajikan dapat terpenuhi jika terdapat pengetahuan, dengan ini Plato memberikan cara agar
manusia mendapatkan pengetahuan, yaitu dengan cara membangun lembaga-lembaga
pendidikan. Dalam mencapai negara ideal, Plato membagi stuktur negara menjadi tiga bagian
yaitu, (a) kelompok filsuf, kelompok yang diberi amanah untuk memerintah karena memiliki
‘pengetahuan’ dalam memimpin negara, (b) pembantu atau prajurit, individu-individu yang
memiliki tugas untuk mengawasi negara agar seluruh masyarakat tunduk kepada filsuf, (c)
para petani atau pekerja, individu-individu yang bertugas untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi. Sehingga menurut Plato seseorang yang berhak mempin suatu negara agar ideal
harus berasal dari golongan filsuf.[

   

 Dunia-islam

 Hikmah
Akhlak Politik
Selasa , 21 Apr 2009, 23:26 WIB

Red:

Islam mengandung ajaran yang berlimpah tentang etika dan moralitas kemanusiaan,
termasuk etika dan moralitas politik. Karena itu, wacana politik tidak bisa dilepaskan dari
dimensi etika dan moralitas. Melepaskan politik dari gatra moral-etis, berarti mereduksi Islam
yang komprehensif dan mencerabut akar doktrin Islam yang sangat fundamental, yakni
akhlak politik. Dengan demikian, muatan etika dalam wacana politik merupakan keniscayaan
yang tak terbantahkan.

Akhlak politik dalam Islam bermula dari niat dan tujuan memasuki kancah politik.
Seorang yang ingin berkecimpung dalam dunia politik, baik sebagai legislatif,
yudikatif maupun eksekutif, harus mempunyai niat dan motivasi yang benar. Niat
dan tujuan berpolitik menurut Islam adalah: 1. Menegakkan keadilan dan kebenaran;
2. Membela kepentingan rakyat; 3. Menyeru kebaikan (amar ma'ruf) dan mencegah
kemunkaran (nahi munkar).

Selanjutnya, akhlak politik dalam Islam, meniscayakan iman dan taqwa sebagai
landasan politik yang hendak dibangun. Menjalankan politik tanpa iman dan taqwa,
mempunyai implikasi yang riskan bagi pembangunan bangsa. Dalam GBHN sendiri
dinyatakan bahwa asas pembangunan nasional adalah iman dan taqwa, termasuk
pembangunan politik.

Tanpa iman dan taqwa, seorang figur politik akan mudah terjerumus kepada
keputusan dan perilaku politik yang menyimpang. Tanpa iman dan taqwa, seorang
politisi akan tega menginjak-injak kebenaran dan keadilan dan membiarkan
kemungkaran di depan matanya.

Al-Mawardi, ahli politik Islam klasik terkemuka (w.975 M) merumuskan syarat-syarat


seorang politisi sebagai berikut: 1. Bersifat dan berlaku adil; 2. Mempunyai kapasitas
intelektual dan berwawasan luas; 3. Profesional; 4. Mempunyai visi yang jelas; 5.
Berani berjuang untuk membela kepentingan rakyat. Senada dengan formulasi Al-
Mawardi tersebut, Ibnu Taymiyah dalam karyanya As-Siyasah Asy-syar'iyah
menyebutkan, bahwa pemimpin politik harus mempunyai kualitas moral dan
intelektual, adil, amanah (jujur) dan mempunyai kecakapan.

Kutipan di atas mendeskripsikan secara eksplisit tentang kualifikasi seorang


pemimpin politik menurut perspektif Islam. Kualifikasi tersebut menyiratkan akan
keniscayaan akhlak dalam dunia politik.

Di samping itu, seorang politisi, harus mempunyai kesadaran teologis bahwa dirinya
berfungsi sebagai khalifah Tuhan di muka bumi untuk melakukan pembangunan dan
akan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya tidak saja kepada manusia,
tetapi juga kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam konteks ini, Nabi bersabda,

''Semua kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta


pertanggungjawabannya. Seorang politisi adalah pemimpin dan ia akan
mempertanggungjawabkan kepemimpinannya.'' (Muslim). - ahi

You might also like