You are on page 1of 10

1

A. Tanggung Jawab Orang Tua dalam Islam

1. Tanggung Jawab Pembinaan Iman

Yang dimaksud dengan pembinaan iman adalah mengikat anak

dengan dasar-dasar iman, rukun Islam dan dasar-dasar Syari’ah, sejak anak

mulai mengerti dan dapat memahami sesuatu.

        


     
Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar".

Yang dimaksud dengan dasar-dasar iman adalah segala sesuatu

yang ditetapkan dengan jalan khabar secara benar, berupa hakekat

keimanan dan masalah ghaib. Seperti beriman kepada Allah swt, beriman

kepada para Malaikat, beriman kepada kitab-kitab samawi, beriman

kepada semua Rasul, beriman bahwa manusia akan ditanya oleh dua

Malaikat, beriaman kepada siksa kubur, hari berbangkit, hisab, surga,

neraka dan seluruh perkara ghaib, surge, neraka dan seluruh perkara ghaib.

Yang dimaksud rukun Islam adalah setiap ibadah yang bersifat

badani dan harta, yaitu shalat, shaum, zakat dan haji bagi orang yang

mampu untuk melakukanya.

Dan yang dimaksud dengan dasar-dasar syari’at adalah segala yang

berhubungan dengan jalan Ilahi dan ajaran-ajaran Islam, berupa aqidah,

ibadah, akhlak, perundang-undangan, peraturan dan hukum.

Kewajiban oarng tau adalah menumbuhkan anak atas dasar

pemahaman dan dasar-dasar pembinaan iman dan ajaran Islam sejak masa
2

pertumbuhannya. Sehingga, anak akan terikat dengan Islam, baik aqidah

maupun ibadah, disamping penerapan metode maupun peraturan. Setelah

petunjuk dan pendidikan ini, ia hanya akan mengenal Islam sebagai din-

nya, Al-Qur’an sebagai imamnya dan Rasulullah saw. sebagai pemimpin

dan teladanya.

Imam ghazali telah menekankan untuk memberikan perhatian

terhadap aqidah anak dan menditekannya sejak kecil agar bisa tumbuh

diatas aqidah itu. Beliau juga menjelaskan tentang bagaimana cara

menanamkan aqidah kepada anak, beliau mengatakan:

”Cara menanamkan keyakinan ini bukanlah dengan mengajarkan


keterampilan berdebat dan berargumentasi, akan tetapi caranya adalah
menyibukkan diri denga membaca Al-Qur’an dan tafsirnya, membaca
hadits dan makna-maknanya serta sibuk denga tugas-tugas ibadah.
Dengan demikian, kepercayaan dan keyakinan anak akan terus bertambah
kokoh sejalan dengan semakin seringnya dalil-dalil Al-Qur’an yang
didengar olehnya dan juga sesuai dengan berbagai bukti dari hadits Nabi
yang ia telaah dan berbagai faidah yang bisa ia petik darinya. Ini
ditambah lagi oleh cahay-cahay ibadah dan amalan-amalan yang
dikerjakannya yang akan semakin memperkuat itu semua.” (dalam Al-
Ihya’:94).

Itu semua karena setiap bayi yang lahir, diciptakan Allah atas dasar

fitrah keimanan. Sebagaimana Allah telah berfirman dalam Al-qur’an

surat Al-A’raf ayat 172:

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-


anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap
jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka
menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
"Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap Ini (keesaan Tuhan)". (Q.S: Al-A’raf:172).
3

Adapun wasiat Rasulullah saw. kepada orang tua atau pendidik

untuk anak-anaknya dalam pembinaan aqidah diantaranya:

1. Membuka kehidupan anak dengan kalimat La Ilaha Illallah.

2. Mengenalkan hukum-hukum halal dan haram kepada anak.

3. Menyuruh anak untuk beribadah pada usia tujuh tahun.

4. Mendidik anak untuk mencintai Rasul, Ahli baitnya dan membaca Al-

Qur’an.

5. Mendidik keteguhan dalam aqidah dan siap berkorban karenanya.

2. Tanggung Jawab Pembinaan Ibadah.

Pembinaan ibadah merupakan penyempurnaan dari pembinaan

aqidah. Sebab, ibadah memberikan santapan kepada aqidah dengan

ruhnya. Ia juga merupakan cerminan dari aqidah. Ketika anak itu

memenuhi panggilan Rabbnya dan melaksanakan perintah-perintah-Nya,

mak ia berarti menyambut kecendrungan fitrah yang ada di dalam jiwanya

sehingga ia bisa menyiraminya.

Bagi orang tua, masa kanak-kanak bukanlah masa pembebanan

atau pemberian kewajiban, akan tetapi merupakan masa persiapan, latihan

dan pembiasaan untuk menyambut masa pembebasan kewajiban (taklif)

ketika ia telah baligh nanti. Maka orang tua harus selalu melatih dan

membiasakan anak dalam melakukan perintah-perintah dalam Islam dan

juga menjauhi larangan-laranganya. Dengan begitu, kelak pelaksanaan

kewajiban akan terasa mudah dan ringan, disamping juga anak sudah
4

mempunyai persiapan yang matang untuk menyelami kehidupan dengan

penuh keyakinan.

3. Tanggung Jawab Pendidikan Akhlak atau Moral.

Pembinaan akhlak atau moral adalah pendidikan mengenai dasar-

dasar moral dan keutamaan perangai, tabi’at yang harus dimiliki dan

dijadikan kebiasaan oleh anak-anak sejak masa analisa hingga ia menjadi

seorang mukallaf, pemuda yang mengarungi samudra kehidupan.

Tidak diragukan lagi bahwa keutamaan-keutamaan moral, perangai

dan tabi’at merupakan salah satu buah iman yang mendalam, dan

berkembang religius yang benar.

Ibnul Qayyim mengatakan:

“ Yang sangat dibutuhkan oleh anak adalah perhatian terhadap


akhlaknya. Ia akan tumbuh menurut apa yang dibiasakan oleh
pendidiknya ketika kecil. Jika sejak kecil ia terbiasa marah, keras kepala,
tergesa-gesa dan mudah mengikuti hawa nafsu, serampangan, tamak dan
seterusnya, maka akan sulit baginya untuk memperbaiki dan menjauhi hal
itu ketika dewasa. Perangai seperti ini akan menjadi sifat dan prilaku
yang melekat pada dirinya. Jika ia tidak dibentengi betul dari hal itu,
maka pada suatu ketika nanti sudah tentu semua perangai itu akan
muncul. Oleh karena itu kita temukan kebanyakan manusia yang
akhlaknya menyimpang ityu disebabkan oleh pendidikan yang dilauinya.”

Maka untuk membentengi agar anak tidak terjerumus dalam

kerusakan moral atau akhlak, setidaknya setiap orang tua atau pendidik

harus menanamkan dalam diri anak lima pilar yang telah diajarkan oleh

Rasulullah saw yaitu:

1. Menanamkan adab-adab atau sopan santun kepada anak.

2. Menanamkan sifat jujur pada diri anak.

3. Menjaga rahasia.
5

4. Sifat amanah

5. Lapang dada dan tidak pendengki.

Ini semua menunjukkan perhatian Nabi saw. untuk melakukan

pembinaan akhlak anak-anak secara nyata melalui keteladanan yang baik

buat mereka sehingga mereka akan tumbuh dengan perangai yang mulia

dan mampu tetap tegar menghadapi berbagai gelombang arus yang

menyimpang yang dilakukan oleh masyarakat jahiliah untuk menghantam

kaum beriman di zaman sekarang.

4. Tanggung Jawab Pembinaan Perasaan (Psikhis).

Perasaan anak bisa dibentuk sedemikian rupa, tergantung

bagaimana orang tua membentuknya dan tentunya hal ini akan sangat

berpengaruh terhadap jiwa dan kepribadiannya. Apabila perasaan anak

dibina secara seimbang, maka kelak ia akan menjadi anak yang lurus

dimasa depannya maupun dalam kehidupannya secara utuh. Oleh karena

itu, pembinaan perasaan ini mempunyai urgensi yang begitu besar di

dalam membina dan membentuk kepribadian anak. Kedua orang tua

memainkan peran terbesar bagi pembinaan ini. Sebab, keduanya

merupakan sumber mendasar bagi pembinaan perasaan ini. Keduaanya

merupakan pilar yang menjadi acuan sang anak untuk menikmati

hangatnya perasaan dan juga kenikmatan kasih sayang dari seorang ibu

dan ayah. Dalam pembinaan perasaan atau psikhis ini, orang tua bisa

merealisasikan kepada anaknya melalui kecupan dan kasih sayang,

bermain dan bercanda, memberi hadiah, menyambut anak dengan baik,


6

perhatian terhadap keadaan anak, seimbang dan adil dalam memberikan

kecintaan kepada anak-anaknya.

Sebagaimana kasih sayang yang dilakukan Rasulullah saw, dalam

sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan muslim dari A’isyah

r.a. bahwa ia berkata:

“Telah datang beberapa orang Badui menghadap Rasulullah saw.


dan bertanya,”Apakah engkau mencium anak-anakmu?” Beliau
menjawab,”Ya.” Kemudian mereka berkata ,”Tapi , demi Allah, kami
tidak mencium anak-anak kami.” Rasulullah saw. bersabda,”Aku tidak
punya daya apa-apa bilamana Allah swt. Telah mencabut rasa kasih
sayang dari dalam hatimu.

Dan dalam hadits yang diriwayatkan oleh bukhari dari Anas r.a

bahwa rasulullah saw. bersabda:

“Suatu ketika aku sudah mulai mengerjakan shalat dan aku


bermaksud memanjangkannyan, namun ternyata kemudian aku
mendengar tangis seorang anak sehingga aku pun mempersingkat shalat
yang akuy kerjakan karena aku sadar bahwa ibunya tentu menjadi tidak
tenang oleh tangisan anaknya”.

Begitulah perhatian dan kasih sayang Rasulullah terhadap anak-

anak, sehingga kita seharusnya meneladani beliau dari apa-apa yang telah

diajarkan kepada kita.

5. Tanggung Jawab Pendidikan Intelektual.

6. Tanggung Jawab Pendidikan Fisik.

7. Tanggung Jawab Pendidikan Sosial.

8. Tanggung Jawab Pendidikan Seksual.


7

Dasar-dasar metode yang harus dipegang oleh Orang tua

1. Keteladanan yang baik.

2. Waktu yang tepat untuk memberikan bimbingan.

Pemilihan waktu yang tepat oleh kedua orang tua dalam

memberikan bimbingan kepada anak, memberikan pengaruh yang sangat

besar agar bimbingan dan nasehat yang diberikan memberikan buah yang

diharapkan. Pemilihan waktu yang tepat akan mempermudah dan

memperingan usaha dalam melakukan kegiatan mengajar. Yang nama hati

itu selalu saja berubah-ubah dan bertolak-balik. Jika kedua orang tua

mampu memilih waktu yang tepat, di mana anak meudah menerima

bimbingan orang tuanya, maka ketika itu orang tua akan merealisasikan

keuntungan yang besar dalam melaksanakan kegiatan pendidikan dan

pengajaran terhadap anak.

Rasulullah saw. sangat jeli dalam mempertimbangkan waktu dan

tempat yang sesuai dalam membimbing anak. Beliau pandai mengambil

faidah dari waktu dan tempat di dalam menyampaikan ilmu kepada anak,

dalam meluruskan perilakunya yang keliru dan juga di dalam membina

prilakuny yang lurus dan benar. Nabi saw. memberikan tiga waktu yang

tepat untuk membimbing anak. Tiga waktu itu adalah:

1. Waktu berwisata, ketika dalam perjalanan dan ketika diatas kendaraan.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa ia berkata, “Kisra (raja

Persi) pernah membrikan hadiah seekor baghal kepada nabi saw. lalu
8

beliau menaikinya dan memboncengkanku di belakang. Beliau

berjalan denganku cukup lama dan kemudian menoleh kepadaku dan

bersabda, “Nak! Aku menjawab, “Labbaik, ya Rasulullah.” Beliau

kemudian bersabda, “Peliharalah (hak-hak) Allah, niscaya Dia akan

menjaga selalu menjagamu.”(H.R. Tirmidzi).

Dalam riwayat yang lain dikisahkan bahkan sampai-sampai

Rasulullah pernah mengendong anak ketiak sedang berjalan. Hal itu

karena dalam waktu seperti itu, anak mudah mendapatkan pengaruh

dari bimbingan yang diberikan oleh orang yang bersamanya.

2. Waktu Makan

Pada waktu makan, seorang anak akan mulai membentuk

perangai dan akan lemah dihadapan keinginan untuk makan sehingga

terkadang ia melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik atau

melakukantindakan-tindakan yang tercela. Jika kedua orang tua tidak

menemaninya ketiak makan dan meluruskan kesalahan-kesalahan

mereka, mak anak akan berperangai yang tidak baik. Di samping itu

jika orang tua tidak mau duduk menemani anak mereka ketika sedang

makan, maka mereka akan kehilangan waktu yang tepat untuk

mengajarkan sesuatu kepada anak.

Nabi Muhammad saw. sendiri pernah makan bersama anak-

anak, lalu beliau melihat bebarapa kekeliruan yang kemudian beliau

meluruskan denga cara yang sangat bijak. Hal ini memberikan


9

pengaruh yang sangat dominan terhadap akan dan jiwa anak agar bisa

memperbaiki dan meluruskan kesalahan yang dilakukanya.

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Umar bin Abi

Salamah r.a. bahwa ia berkata,”Ketika aku masih kecil, aku pernah

berada di pangkuan nabi saw. ketika tanganku hendak menyentuh

piring, maka beliau bersabda kepadaku, ”Nak, sebutlah dulu nama

Allah (bacalah basmalah), lalu makanlah dengan tangan kananmu

dan ambillah makanan yang terdekat darimu.” Demikianlah

selanjutnya yang saya lakukan dalam makan.

Dalam riwayat ini kita dapatkan ajakan Nabi saw. kepada anak

untuk makan bersama beliau. Hal itu dilakukan beliau dengan penuh

kelembutan, kemudian beliau membimbingnya bagaimana cara makan

dan adab-adabnya.

3. Ketika Anak sedang Sakit.

Sakit bisa membuat lentur hati orang yang dewasa yang kasar,

lalu bagaimana halnya dengan anak-anak yang hati mereka masih

penuh dengan kelembutan dan mudah menerima sesuatu yang masuk

padanya. Seorang anak yang sakit berarti punya dua kelembutan, yaitu

kelembutan fitrah keanakan itu sendiri dan juga fitrah kelembutan hati

dan jiwa ketika ia sedang sakit. Dengan demikian, ia sangat mudah

untuk di bina dan diluruskan kesalahannya jika ada, sampai pun dalam

masalah keyakinan atau aqidahnya. Sebagaiman yang Rasulullah saw.

lakukan ketika beliau mengunjungi seorang anak Yahudi yang sedang


10

sakit lalu mengajaknya agar masuk Islam. Kunjungan beliau itu

ternyata merupakan kunci masa cahaya bagi anak tersebut karena

dengan kunjungan beliau anak Yahudi tersebut akhirnya masuk agama

Islam.

Maka dari itu, hendaknya setiap orang tua atau pendidik selalu

meneladani beliau dalam mendakwahi anak dan memang harus

bersabar dan tabah dalam bnerdakwah sampai akhirnya tiba saatnya

waktu yang tepat untuk menanamkan benih-benih keimanan agar ia

tumbuh dalam pendidikan yang baik pada waktu yang tepat pula.

3. Bersikap adil dan sama terhadap sesama anak.

4. Memenuhi hak-hak anak.

5. Mendoakan anak.

6. Membelikan alat permainan untuk anak.

7. Membantu anak uintuk berbuat baik dan patuh.

8. Menjauhi banyak mencela.

You might also like