You are on page 1of 312

1

BAB I
INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2023

1. Capaian Indikator Kinerja Utama Provinsi Jawa Timur

1.1. Pertumbuhan Ekonomi


Hasil dari pembangunan daerah secara makro dapat dilihat dari
besaran Produk Domestik Bruto (PDRB), baik atas dasar harga berlaku
maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya merupakan
jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam
suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa
akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Adapun laju
pertumbuhan PDRB biasa disebut dengan pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikator yang dapat digunakan
untuk mengukur kinerja perekonomian.

Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur dan Nasional


Tahun

Indikator 2022
2017 2018 2019 2020 2021 (Smt I
c-to-c)
PDRB ADHB
2.012,92 2.189,78 2.352,42 2.299,46 2.454,50 1.327,36
(Triliun Rupiah)

PDRB ADHK
2010 (Triliun 1.482,30 1.563,76 1.650,14 1.610,42 1.669,12 865,85
Rupiah)

Pertumbuhan
5,46 5,47 5,53 -2,33 3,57 5,49
Ekonomi Jatim

Pertumbuhan
Ekonomi 5,07 5,17 5,02 -2,07 3,69 5,23
Nasional

Sumber : BPS Pusat dan BPS Provinsi Jawa Timur

Pembangunan ekonomi Jawa Timur semakin meningkat seiring


dengan dinamika pembangunan itu sendiri mulai dari tahun 2017-2019.
Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya besaran angka PDRB, baik atas
dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. Namun pada
tahun 2020 pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi akibat dampak
pandemi Covid-19 yang dialami oleh semua daerah, namun pada kinerja
perekonomian Jawa Timur semakin membaik di tahun 2021 dan 2022
Semester I seiring dengan menurunnya kasus Covid-19 di Jawa Timur.
Kontribusi perekonomian Jawa Timur tahun 2021 menurut
lapangan usaha didominasi oleh 3 lapangan usaha utama, diantaranya
industri pengolahan kontribusi sebesar 30,72 persen; perdagangan besar
dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 18,46 persen; serta
pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar 11,50 persen.
Ekonomi Jawa Timur Semester I-2022 dibanding semester I-2021
mengalami pertumbuhan sebesar 5,49 persen (c-to-c), diamna lapangan
usaha yang mengalmai pertumbuhan signifikan adalah transportasi dan
pergudangan sebesar 20,52 persen.
2

Jika dilihat pertriwulan (y-on-y), pertumbuhan ekonomi Jawa Timur


tahun 2022 triwulan I sebesar 5,24 persen dan meningkat di triwulan II
sebesar 5,74 persen.
Secara spasial pada triwulan II-2022 secara y-on-y, Jawa Timur
sebagai Provinsi Penyumbang Perekonomian terbesar kedua di Pulau
Jawa dengan nilai kontribusi sebesar 25,30 persen serta penyumbang
terbesar secara Nasional sebesar 14,30 persen setelah DKI Jakarta..
Pada tahun 2021 mayoritas pertumbuhan ekonomi di
Kabupaten/Kota mengalami perbaikan setelah sebelumnya mengalami
kontraksi akibat dampak pandemi Covid-19. Namun masih terdapat dua
kabupaten yang mengalami kontraksi antara lain Kabupaten Bojonegoro
dengan kontraksi sebesar -5,54 persen dan Kabupaten Bangkalan dengan
kontraksi sebesar -2,07 persen. Sedangkan 3 kabupaten yang memiliki
pertumbuhan ekonomi tertinggi antara lain Kabupaten Pacitan sebesar
4.73 persen, Kabupaten Ponorogo sebesar 4.34 persen dan Kabupaten
Trenggalek sebesar 4.29 persen.

Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Kab/Kota di Jawa Timur


Tahun
No Kab/Kota
2017 2018 2019 2020* 2021**

1 Kab. Pacitan 4,98 5,47 5,08 -1,84 2,49

2 Kab. Ponorogo 5,10 5,27 5,01 -0,9 3,19

3 Kab. Trenggalek 5,02 5,03 5,08 -2,17 3,65

4 Kab. Tulungagung 5,08 5,21 5,32 -3,09 3,53

5 Kab. Blitar 5,08 5,10 5,12 -2,29 3,02

6 Kab. Kediri 4,90 5,07 5,06 -2,41 3,06

7 Kab. Malang 5,43 5,55 5,49 -2,68 3,12

8 Kab. Lumajang 5,05 5,00 4,61 -2,79 3,14

9 Kab. Jember 5,11 5,02 5,51 -2,98 4,00

10 Kab. Banyuwangi 5,45 5,84 5,55 -3,58 4,08

11 Kab. Bondowoso 5,03 5,08 5,30 -1,36 3,49

12 Kab. Situbondo 5,07 5,46 5,44 -2,33 3,26

13 Kab. Probolinggo 4,46 4,47 4,56 -2,12 3,35

14 Kab. Pasuruan 5,72 5,73 5,83 -2,03 4,34

15 Kab. Sidoarjo 5,81 6,01 5,99 -3,69 4,21

16 Kab. Mojokerto 5,73 5,88 5,81 -1,11 4,12

17 Kab. Jombang 5,36 5,29 5,10 -1,98 3,24

18 Kab. Nganjuk 5,26 5,38 5,36 -1,71 3,61

19 Kab. Madiun 5,42 5,10 5,42 -1,69 3,34

20 Kab. Magetan 5,09 5,21 5,04 -1,64 3,04


3

Tahun
No Kab/Kota
2017 2018 2019 2020* 2021**

21 Kab. Ngawi 5,07 5,21 5,05 -1,69 2,55

22 Kab. Bojonegoro 10,25 4,39 6,34 -0,4 -5,54

23 Kab. Tuban 4,98 5,15 5,14 -5,85 3,00

24 Kab. Lamongan 5,50 5,44 5,43 -2,65 3,43

25 Kab. Gresik 5,83 5,81 5,42 -3,68 3,79

26 Kab. Bangkalan 3,53 4,22 1,03 -5,59 -2,07

27 Kab. Sampang 4,69 4,11 1,85 -0,29 0,22

28 Kab. Pamekasan 5,04 5,46 4,92 -2,54 3,41

29 Kab. Sumenep 2,86 3,63 0,14 -1,13 2,61

30 Kota Kediri 5,14 5,43 5,47 -6,25 2,50

31 Kota Blitar 5,78 5,82 5,84 -2,28 4,28

32 Kota Malang 5,69 5,72 5,73 -2,26 4,21

33 Kota Probolinggo 5,88 5,93 5,94 -3,64 4,06

34 Kota Pasuruan 5,47 5,54 5,56 -4,33 3,64

35 Kota Mojokerto 5,65 5,80 5,65 -3,69 3,65

36 Kota Madiun 5,94 5,96 5,69 -3,39 4,73

37 Kota Surabaya 6,13 6,19 6,09 -4,85 4,29

38 Kota Batu 6,56 6,50 6,51 -6,46 4,04

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Ket. * : Angka Sementara


** : Angka Sangat Sementara

1.2. Indeks Theil


Tolak ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari
pertumbuhan ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan
antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Akan tetapi pada
kenyataannya pertumbuhan ekonomi tidak selamanya diikuti pemerataan
secara memadai. Sehingga, ketimpangan antar daerah seringkali menjadi
masalah serius. Beberapa daerah mencapai pertumbuhan cepat, sementara
beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat. Indeks Theil
berguna untuk menganalisa kecenderungan konsentrasi geografis selama
periode tertentu dan untuk memberi gambaran yang lebih rinci mengenai
ketimpangan antar wilayah. Nilai Indeks Theil yang semakin besar
menunjukkan ketimpangan yang semakin besar pula. Demikian sebaliknya,
semakin kecil nilai Indeks Theil menunjukkan ketimpangan yang semakin
rendah.
4

Tabel 1.3 Indeks Theil Jawa Timur


Tahun
Indikator
2017 2018 2019 2020 2021
Indeks Theil 0,3096 0,3136 0,3179 0,3077 0,3123
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur
Ketimpangan wilayah di Jawa Timur, yang ditunjukkan melalui
Indeks Theil menunjukkan kondisi di Jawa Timur mengalami kenaikan
sejak tahun 2017, hal ini karena laju pertumbuhan ekonomi (PDRB) rata-
rata wilayah Kota lebih cepat dari rata-rata wilayah Kabupaten. Adapun
demikian, hingga tahun 2021, Jawa Timur mampu menjaga ketimpangan
antar wilayah sebesar 0,0046. Angka capaian Indeks Theil pada tahun 2020
mengalami penurunan akibat dampak pandemi Covid-19 baik langsung
maupun tidak langsung, dan kebijakan PSBB/PPKM yang menyebabkan
tergangggunya produksi dan distribusi barang dan jasa, serta adanya
indikasi penurunan daya beli masyarakat. Dampak ini paling dirasakan oleh
wilayah Kota dan sebagian Kabupaten yang motor penggerak ekonominya
pada sektor sekunder dan sektor tersier, terutama Kota Kediri dan Kota
Surabaya. Adapun demikian pada wilayah pedesaan terutama di
Kabupaten-Kabupaten, sektor Agro atau sektor pertanian, kehutanan dan
perikanan menjadi sektor penyangga (buffer) ekonomi wilayah Jawa Timur
dan menjadi benteng ketahanan (resilience) ekonomi pada masa pandemi.
Implementasi dari Nawa Bhati Satya - Jatim Agro yang berfokus pada
pengembangan nilai tambah dan produksi sektor Agro utamanya pada
wilayah pedesaan menjadi kebijakan yang nyata dalam memberdayakan
ekonomi masyarakat Agro – pertanian (termasuk peternakan dan
perkebunan), kehutanan dan perikanan.

1.3. Persentase Penduduk Miskin


Pembangunan merupakan proses mewujudkan masyarakat yang
sejahtera, adil dan merata. Wujud kesejahteraan masyarakat secara
ekonomi ditunjukkan dengan meningkatnya kemampuan masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan hidup, yang ditunjukkan dengan meningkatnya
tingkat konsumsi masyarakat. Berbagai upaya telah ditempuh pemerintah
Provinsi Jawa Timur untuk meningkatkan taraf kesejahteraan
penduduknya, baik dari segi peningkatan kinerja perekonomian maupun
upaya pemerataan pembangunan. Dengan upaya tersebut, diharapkan
terjadi penurunan kemiskinan secara berkelanjutan.
Kemiskinan adalah keadaan di mana terjadi ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung,
pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan
alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap
pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global.
Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif,
sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang
lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
5

Tabel 1.4 Persentase Penduduk Miskin Jawa Timur dan Nasional


Tahun
Persentase Penduduk
Miskin 2022
2017 2018 2019 2020 2021
(Maret)
11,20 10,85 10,20 11,46 10,59 10,38
Jawa Timur

Nasional 10,12 9,66 9,22 10,19 9,71 9,54

Sumber : BPS Pusat dan BPS Provinsi Jawa Timur


Perkembangan persentase penduduk miskin di Jawa Timur selama
2017-2019 menunjukkan tren yang positif, dimana terjadi penurunan
penduduk miskin baik dari sisi jumlah maupun dari persentase. Penurunan
penduduk miskin memberi arti bahwa pengurangan penduduk yang
memiliki pengeluaran per kapita lebih rendah dari garis kemiskinan. Namun
dampak pandemi Covid-19 mengakibatkan persentase penduduk miskin di
Jawa Timur kembali meningkat menjadi 11,46 jiwa dengan jumlah
penduduk miskin sesesar 4,58 juta jiwa di tahun 2020. Seiring dengan
semakin membaiknya pereknomian Jawa Timur tahun 2021, persentase
penduduk miskin di Jawa Timur juga terus mengalami penurunan hingga
Maret 2022 sebesar 10,38 persen. Pada periode Maret 2021 – Maret 2022,
Provinsi Jawa Timur berhasil menurunkan angkakemiskinan sejumlah
391.400 jiwa dan memberi kontribusi sebesar 28,3 peren dari penurunan
kemiskinan Nasional.
Berbagai upaya yang ditempuh pemerintah mengurangi penduduk
miskin diantaranya meningkatkan taraf kesejahteraan penduduknya baik
dari segi kinerja perekonomiannya maupun penciptaan pemerataan kue
pembangunan serta meningkatkan ketajaman sasaran program
pengentasan kemiskinan. Selain itu, pengentasan kemiskinan sesuai Bhakti
Jatim Sejahtera senantiasa diarahkan kepada penajaman efektivitas
bantuan yang selama ini bersumber dari Pemerintah Pusat, termasuk
Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan
Dana Desa. Strategi yang digunakan adalah 3S: Suplemen-Sinergi-
Sinkronisasi. Suplemen adalah dimana Pemerintah Provinsi menggunakan
sumber APBD untuk melengkapi cakupan yang tidak terjangkau dari
program pemerintah pusat. Sinergi adalah penyelarasan subyek penerima
bantuan dengan program lintas sektor dan lintas hirarki, dimana
Pemerintah Provinsi berperan sebagai koordinator wilayah. Sinkronisasi
adalah upaya mendukung implementasi yang lebih tepat sasaran dengan
koordinasi pemangku kepentingan.
Perkembangan persentase penduduk miskin menurut
Kabupaten/Kota di Jawa Timur pada tahun 2021 (Maret), dapat dijelaskan
bahwa persentase kemiskinan terendah adalah sebagian besar wilayah
perkotaan diantaranya Kota Batu sebesar 4,09 persen dan Kota Malang
sebesar 4,62 persen sedangkan kemiskinan tertinggi ada di Kabupaten
wilayah Madura, diantaranya Kabupaten Sampang sebesar 23,76 persen,
Kabupaten Bangkalan sebesar 21,57, dan Kabupaten Sumenep sebesar
20,51 persen.
6

Tabel 1.5 Persentase Kemiskinan Kabupaten/Kota di Jawa Timur


(Kondisi Maret)
Tahun
No Kab/Kota
2017 2018 2019 2020 2021

1 Kab. Pacitan 15,42 14,19 13,67 14,54 15,11

2 Kab. Ponorogo 11,39 10,36 9,64 9,95 10,26

3 Kab. Trenggalek 12,96 12,02 10,98 11,62 12,14

4 Kab. Tulungagung 8,04 7,27 6,74 7,33 7,51

5 Kab. Blitar 9,80 9,72 8,94 9,33 9,65

6 Kab. Kediri 12,25 11,31 10,42 11,40 11,64

7 Kab. Malang 11,04 10,37 9,47 10,15 10,5

8 Kab. Lumajang 10,87 9,98 9,49 9,83 10,05

9 Kab. Jember 11,00 9,98 9,25 10,09 10,41

10 Kab. Banyuwangi 8,64 7,80 7,52 8,06 8,07

11 Kab. Bondowoso 14,54 14,39 13,33 14,17 14,73

12 Kab. Situbondo 13,05 11,82 11,20 12,22 12,63

13 Kab. Probolinggo 20,52 18,71 17,76 18,61 18,91

14 Kab. Pasuruan 10,34 9,45 8,68 9,26 9,7

15 Kab. Sidoarjo 6,23 5,69 5,32 5,59 5,93

16 Kab. Mojokerto 10,19 10,08 9,75 10,57 10,62

17 Kab. Jombang 10,48 9,56 9,22 9,94 10

18 Kab. Nganjuk 11,98 12,11 11,24 11,62 11,85

19 Kab. Madiun 12,28 11,42 10,54 11,46 11,91

20 Kab. Magetan 10,48 10,31 9,61 10,35 10,66

21 Kab. Ngawi 14,91 14,83 14,39 15,44 15,57

22 Kab. Bojonegoro 14,34 13,16 12,38 12,87 13,27

23 Kab. Tuban 16,87 15,31 14,58 15,91 16,31

24 Kab. Lamongan 14,42 13,80 13,21 13,85 13,86

25 Kab. Gresik 12,80 11,89 11,35 12,40 12,42

26 Kab. Bangkalan 21,32 19,59 18,90 20,56 21,57

27 Kab. Sampang 23,56 21,21 20,71 22,78 23,76

28 Kab. Pamekasan 16,00 14,47 13,95 14,60 15,3

29 Kab. Sumenep 19,62 20,16 19,48 20,18 20,51

30 Kota Kediri 8,49 7,68 7,16 7,69 7,75

31 Kota Blitar 8,03 7,44 7,13 7,78 7,89

32 Kota Malang 4,17 4,10 4,07 4,44 4,62

33 Kota Probolinggo 7,84 7,20 6,91 7,43 7,44

34 Kota Pasuruan 7,53 6,77 6,46 6,66 6,88


7

Tahun
No Kab/Kota
2017 2018 2019 2020 2021

35 Kota Mojokerto 5,73 5,50 5,15 6,24 6,39

36 Kota Madiun 4,94 4,49 4,35 4,98 5,09

37 Kota Surabaya 5,39 4,88 4,51 5,02 5,23

38 Kota Batu 4,31 3,89 3,81 3,89 4,09

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

1.4. Indeks Gini


Adanya peningkatan kesejahteraan penduduk dalam konteks
ekonomi dapat diperlihatkan oleh terjadinya peningkatan pendapatan
penduduk suatu wilayah. Selanjutnya, meningkatnya pendapatan
penduduk ini diharapkan dapat merata dan dirasakan oleh semua
tingkatan sosial masyarakat. Hal ini berarti bahwa aspek pemerataan
pendapatan merupakan hal yang penting untuk dipantau, karena
pemerataan pendapatan merupakan ukuran keberhasilan pembangunan.
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat
ketimpangan pendapatan secara menyeluruh pada suatu daerah yaitu
Indeks Gini. Indeks gini adalah besaran yang digunakan untuk mengukur
derajat ketimpangan distribusi pendapatan terhadap jumlah penduduk.
Angka gini rasio merupakan suatu ukuran kemerataan yang angkanya
berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan
sempurna). Perhitungan Indeks Gini menggunakan pendekatan
pengeluaran, dengan asumsi pengeluaran yang besar maka
pendapatannya besar pula.

Tabel 1.6 Indeks Gini Jawa Timur dan Nasional


Tahun

Indeks Gini
2022
2017 2018 2019 2020 2021
(Maret)

Jawa Timur 0,415 0,371 0,364 0,364 0,364 0,371

Nasional 0,391 0,384 0,380 0,385 0,381 0,384

Sumber : BPS Pusat dan BPS Provinsi Jawa Timur

Keterangan :
G < 0,3 = Ketimpangan rendah
0,3 ≤ G ≤ 0,5 = Ketimpangan sedang, dan
G > 0,5 = Ketimpangan tinggi

Trend indeks gini Provinsi Jawa Timur semakin menurun, dari


tahun 2017 dengan nilai gini ratio sebesar 0,415 terus menurun hingga
0,364 pada tahun 2020. Pandemi Covid-19 yang mewabah di Jawa Timur
tidak terlalu berpengaruh pada capaian indeks gini tahun 2020 dan 2021.
Hal ini ditunjukkan dengan dengan capaian indeks gini yang tidak
mengalami perubahan mulai dari tahun 2019 karena mayoritas
masyarakat Jawa Timur mengalami dampak pandemi Covid-19.
8

Meskipun indeks gini pada Maret 2022 meningkat dibandingkan dengan


September 2021, Penurunan ketimpangan pengeluaran penduduk Jawa
Timur Maret 2021 – Maret 2022 tertinggi dibanding Provinsi lain se-Jawa
yaitu sebesar -0.003.

Tabel 1.7
Indeks Gini Kabupaten/Kota di Jawa Timur (Kondisi Maret)
Tahun
No Kab/Kota
2017 2018 2019 2020 2021

1 Kab. Pacitan 0,320 0,35 0,40 0,351 0,337


2 Kab. Ponorogo 0,340 0,35 0,35 0,380 0,369
3 Kab. Trenggalek 0,350 0,39 0,37 0,379 0,335
4 Kab. Tulungagung 0,350 0,37 0,30 0,336 0,327
5 Kab. Blitar 0,370 0,38 0,33 0,348 0,353
6 Kab. Kediri 0,340 0,33 0,30 0,325 0,330
7 Kab. Malang 0,350 0,38 0,38 0,371 0,367
8 Kab. Lumajang 0,310 0,32 0,30 0,297 0,309
9 Kab. Jember 0,340 0,34 0,30 0,318 0,336
10 Kab. Banyuwangi 0,340 0,31 0,31 0,316 0,373
11 Kab. Bondowoso 0,320 0,35 0,30 0,329 0,334
12 Kab. Situbondo 0,330 0,36 0,32 0,305 0,323
13 Kab. Probolinggo 0,360 0,34 0,33 0,326 0,326
14 Kab. Pasuruan 0,340 0,32 0,31 0,346 0,344
15 Kab. Sidoarjo 0,340 0,35 0,31 0,340 0,347
16 Kab. Mojokerto 0,320 0,31 0,27 0,325 0,294
17 Kab. Jombang 0,340 0,32 0,33 0,334 0,332
18 Kab. Nganjuk 0,330 0,31 0,42 0,335 0,308
19 Kab. Madiun 0,320 0,33 0,33 0,357 0,359
20 Kab. Magetan 0,390 0,38 0,36 0,324 0,357
21 Kab. Ngawi 0,340 0,35 0,34 0,337 0,309
22 Kab. Bojonegoro 0,290 0,35 0,31 0,303 0,340
23 Kab. Tuban 0,310 0,36 0,30 0,337 0,345
24 Kab. Lamongan 0,320 0,31 0,32 0,296 0,292
25 Kab. Gresik 0,290 0,27 0,28 0,299 0,313
26 Kab. Bangkalan 0,300 0,29 0,31 0,322 0,303
27 Kab. Sampang 0,290 0,26 0,27 0,262 0,268
28 Kab. Pamekasan 0,330 0,33 0,34 0,320 0,323
29 Kab. Sumenep 0,240 0,25 0,30 0,256 0,294
30 Kota Kediri 0,400 0,33 0,32 0,346 0,374
31 Kota Blitar 0,390 0,35 0,34 0,344 0,370
32 Kota Malang 0,420 0,41 0,34 0,395 0,407
33 Kota Probolinggo 0,370 0,31 0,27 0,311 0,299
34 Kota Pasuruan 0,380 0,34 0,31 0,301 0,350
35 Kota Mojokerto 0,390 0,34 0,31 0,355 0,334
36 Kota Madiun 0,360 0,36 0,35 0,392 0,345
37 Kota Surabaya 0,390 0,36 0,41 0,344 0,351
38 Kota Batu 0,300 0,33 0,32 0,333 0,312
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

1.5. Indeks Pembangunan Gender (IPG)


Indeks Pembangunan Gender (IPG) merupakan salah satu indikator
hasil pengembangan dari penghitungan IPM. Tujuan penghitungan IPG
adalah untuk mengetahui seberapa jauh pembangunan yang telah
dilaksanakan oleh Pemerintah, berimplikasi kepada pembangunan
perempuan.
9

Metodologi dalam penghitungan IPG, umur harapan hidup yang dihitung


dibedakan menurut jenis kelamin termasuk angka harapan sekolah dan
rata-rata lama. Demikian pula, pengeluaran per kapita per tahun juga
membandingkan pengeluaran yang dilakukan oleh perempuan dan laki-
laki. Seluruh indikator yang sudah dipisahkan menurut jenis kelaminnya,
akan diperoleh IPM laki-laki dan IPM perempuan. IPG merupakan
perbandingan IPM perempuan terhadap IPM laki-laki.

Tabel 1.8 Indeks Pembangunan Gender (IPG) Jawa Timur


Tahun
Indeks Pembangunan Gender (IPG)
2017 2018 2019 2020 2021

Jawa Timur 90,76 90,77 90,91 91,07 91,67

Nasional 90,96 90,99 91,07 91,06 91,27


Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Perkembangan Capaian Indeks Pembangunan Gender (IPG) di Jawa


Timur selama tahun 2017-2021 menunjukkan kinerja yang semakin
membaik. Meskipun capaian IPG Jawa Timur pada tahun 2017-2019
berada di bawah capaian Nasional, tetapi pada tahun 2020-2021 bisa
melampaui nasional. Kesetaraan pembangunan manusia selalu diupayakan
di Jawa Timur, dengan mengupayakan kenaikan IPM perempuan.
Pemerintah Jawa Timur melalui program pembangunannya, berupaya
untuk memningkatkan IPM perempuan, khususnya pada indeks pendidikan
dan indeks kesejahteraan.
Perkembangan IPG menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur, dapat
dijelaskan bahwa pada tahun 2021, IPG di daerah perkotaan cenderung
lebih tinggi diantaranya adalah Kota Blitar, Kota Pasuruan, dan Kota
Probolinggo. Sedangkan IPG yang terendah berada di Kabupaten Sumenep.
Tabel 1.9 Indeks Pembangunan Gender (IPG) Kab/Kota di Jawa Timur
Tahun
No Kab/Kota
2017 2018 2019 2020 2021
1 Kab. Pacitan 84,41 84,44 85,13 84,87 85,09
2 Kab. Ponorogo 93,30 93,00 93,34 93,56 93,65
3 Kab. Trenggalek 91,84 92,52 92,74 92,93 92,56
4 Kab. Tulungagung 95,30 95,75 95,63 95,48 95,52
5 Kab. Blitar 92,50 92,33 92,73 92,70 92,76
6 Kab. Kediri 92,81 92,81 92,70 93,07 92,9
7 Kab. Malang 88,33 88,38 88,66 88,68 88,34
8 Kab. Lumajang 87,72 87,88 88,04 88,09 88,39
9 Kab. Jember 84,32 84,23 84,30 84,66 84,82
10 Kab. Banyuwangi 86,20 86,44 86,81 86,66 86,96
11 Kab. Bondowoso 89,48 89,89 90,42 90,68 90,75
12 Kab. Situbondo 86,78 86,69 87,11 87,06 87,16
13 Kab. Probolinggo 84,57 84,86 84,95 85,38 85,39
14 Kab. Pasuruan 90,65 90,41 90,68 90,48 90,89
15 Kab. Sidoarjo 93,33 93,33 93,79 94,13 94,26
16 Kab. Mojokerto 90,39 90,15 90,65 91,10 91,24
17 Kab. Jombang 89,91 89,94 90,37 90,15 90,23
18 Kab. Nganjuk 93,48 93,26 93,27 93,26 93,76
19 Kab. Madiun 91,61 91,13 91,81 91,79 91,77
20 Kab. Magetan 93,20 92,93 93,16 93,36 93,65
21 Kab. Ngawi 91,70 91,72 92,52 92,19 92,32
10

Tahun
No Kab/Kota
2017 2018 2019 2020 2021
22 Kab. Bojonegoro 89,78 89,77 89,98 90,17 90,21
23 Kab. Tuban 87,32 87,34 87,63 87,78 88,06
24 Kab. Lamongan 87,98 88,00 88,40 88,59 88,99
25 Kab. Gresik 89,57 89,72 90,05 89,93 90,2
26 Kab. Bangkalan 86,92 86,38 86,93 86,88 86,95
27 Kab. Sampang 84,15 84,33 84,79 85,50 86,32
28 Kab. Pamekasan 85,68 85,50 86,05 86,17 86,5
29 Kab. Sumenep 79,65 80,11 80,72 80,81 81,18
30 Kota Kediri 94,64 94,48 94,53 94,39 94,21
31 Kota Blitar 97,91 97,60 97,80 97,46 97,36
32 Kota Malang 94,96 94,71 94,72 94,97 95,24
33 Kota Probolinggo 96,07 95,56 95,91 95,87 96,01
34 Kota Pasuruan 96,36 96,02 96,18 96,16 96,27
35 Kota Mojokerto 93,40 93,05 93,18 93,26 93,47
36 Kota Madiun 93,66 93,47 94,05 94,38 94,42
37 Kota Surabaya 93,66 93,57 93,60 93,58 93,9
38 Kota Batu 89,27 89,27 89,71 89,72 89,89
Sumber : BPS Pusat

1.6. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)


Pembangunan manusia didefinisikan sebagai proses perluasan
pilihan bagi penduduk (enlarging people choice). IPM merupakan indikator
penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas
hidup manusia (masyarakat/penduduk). IPM menjelaskan bagaimana
penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh
pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.
IPM dibentuk oleh tiga dimensi dasar, yaitu umur panjang dan
hidup sehat (along and healthy life), pengetahuan (knowledge), dan
standar hidup layak (decent standard of living). Umur panjang dan hidup
sehat digambarkan oleh Umur Harapan Hidup saat lahir (UHH) yaitu
jumlah tahun yang diharapkan dapat dicapai oleh bayi yang baru lahir
untuk hidup, dengan asumsi bahwa pola angka kematian menurut umur
pada saat kelahiran sama sepanjang usia bayi. Pengetahuan diukur
melalui indikator Rata-rata Lama Sekolah dan Harapan Lama Sekolah.
Rata-rata Lama Sekolah (RLS) adalah rata-rata lamanya (tahun)
penduduk usia 25 tahun ke atas dalam menjalani pendidikan formal.
Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya (tahun)
sekolah formal yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur
tertentu di masa mendatang. Standar hidup yang layak digambarkan oleh
pengeluaran per kapita disesuaikan, yang ditentukan dari nilai
pengeluaran per kapita dan paritas daya beli (purchasing power parity).
Tabel 1.10
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Timur dan Nasional

Indeks Pembangunan Manusia Tahun


(IPM) 2017 2018 2019 2020 2021

Jawa Timur 70,27 70,77 71,50 71,71 72,14

Nasional 70,81 71,39 71,92 71,94 72,29


Sumber : BPS Pusat dan BPS Provinsi Jawa Timur
11

Pembangunan manusia di Jawa Timur yang ditunjukkan melalui


Indeks Pembangunan Manusia (IPM) selalu mengalami peningkatan setiap
tahunnya meskipun masih dibawah Nasional. Pemulihan ekonomi sosial
di tengah pandemi Covid-19 membawa pengaruh yang baik terhadap
pembangunan manusia di Jawa Timur. Hal ini terlihat dari semua
komponen pembentuk IPM yang mengalami peningkatan. IPM Jawa
Timur tahun 2021 sebesar 72,14 atau tumbuh 0,6 persen (meningkat
0,43 poin) dibanding capaian tahun 2020, serta memenuhi target yang
ditentukan pada Perubahan RPJMD Provinsi Jawa Timur tahun 2019-
2024 sebesar 72,13 - 72,83.
Pada komponen kesehatan, bayi yang lahir tahun 2021 memiliki
harapan untuk dapat hidup sampai usia 71,38 tahun, lebih lama 0,08
tahun dibandingkan dengan bayi yang lahir tahun 2020. Pada komponen
pendidikan, harapan lama sekolah tahun 2021 sebesar 13,36 atau lebih
tinggi 1,29 persen dibanding tahun 2020, sedangkan rata-rata lama
sekolah tahun 2021 mencapai 7,88 atau meningkat 1,29 persen
dibanding tahun 2020.
Pada tahun 2021 IPM tertinggi tercatat di Kota Surabaya
sebesar 82,31 dan terendah di Kabupaten Sampang 62,8. Pertumbuhan
IPM tertinggi di Kabupaten Banyuwangi sebesar 1,07 persen dan
pertumbuhan IPM terendah di Kota Surabaya sebesar 0,09 persen.
Terdapat 4 Kabupaten Kota (10,53 persen) masuk kategori “sangat tinggi”,
21 Kabupaten/Kota (55,26 persen) masuk kategori “tinggi”, 13
Kabupahten/Kota (34,21 persen ) masuk kategori ”sedang”, dan tidak ada
Kabupaten/kota yang masuk kategori “rendah”.

Tabel 1.11
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kab/Kota di Jawa Timur
Tahun
No Kab/Kota
2017 2018 2019 2020 2021
1 Kab. Pacitan 66,51 67,33 68,16 68,39 68,57
2 Kab. Ponorogo 69,26 69,91 70,56 70,81 71,06
3 Kab. Trenggalek 68,10 68,71 69,46 69,74 70,06
4 Kab. Tulungagung 71,24 71,99 72,62 73,00 73,15
5 Kab. Blitar 69,33 69,93 70,57 70,58 71,05
6 Kab. Kediri 70,47 71,01 71,85 72,05 72,56
7 Kab. Malang 68,47 69,40 70,35 70,36 70,6
8 Kab. Lumajang 64,23 64,83 65,33 65,46 66,07
9 Kab. Jember 64,96 65,96 66,69 67,11 67,32
10 Kab. Banyuwangi 69,64 70,06 70,60 70,62 71,38
11 Kab. Bondowoso 64,75 65,27 66,09 66,43 66,59
12 Kab. Situbondo 68,68 66,42 67,09 67,38 67,78
13 Kab. Probolinggo 64,28 64,85 65,60 66,07 66,26
14 Kab. Pasuruan 66,69 67,41 68,29 68,60 68,93
15 Kab. Sidoarjo 78,70 79,50 80,05 80,29 80,65
16 Kab. Mojokerto 72,36 72,50 73,53 73,83 74,15
17 Kab. Jombang 70,88 72,64 72,85 72,97 73,45
18 Kab. Nganjuk 70,69 71,86 71,71 71,72 71,97
19 Kab. Madiun 70,27 71,23 71,69 71,73 71,88
20 Kab. Magetan 72,60 71,01 73,49 73,92 74,15
21 Kab. Ngawi 69,27 72,91 70,41 70,54 71,04
22 Kab. Bojonegoro 67,28 69,91 68,75 69,04 69,59
23 Kab. Tuban 66,77 67,43 68,37 68,40 68,91
24 Kab. Lamongan 71,11 71,97 72,57 72,58 73,12
25 Kab. Gresik 74,84 75,28 76,10 76,11 76,5
26 Kab. Bangkalan 62,30 62,87 63,79 64,11 64,36
12

Tahun
No Kab/Kota
2017 2018 2019 2020 2021
27 Kab. Sampang 59,90 61,00 61,94 62,70 62,8
28 Kab. Pamekasan 64,93 65,41 65,94 66,26 66,4
29 Kab. Sumenep 64,28 65,25 66,22 66,43 67,04
30 Kota Kediri 77,13 77,58 78,08 78,23 78,6
31 Kota Blitar 77,10 77,58 78,56 78,57 78,98
32 Kota Malang 80,65 80,89 81,32 81,45 82,04
33 Kota Probolinggo 72,09 72,53 73,27 73,27 73,66
34 Kota Pasuruan 74,39 74,78 75,25 75,26 75,62
35 Kota Mojokerto 76,77 77,14 77,96 78,04 78,43
36 Kota Madiun 80,13 80,33 80,88 80,91 81,25
37 Kota Surabaya 81,07 81,74 82,22 82,23 82,31
38 Kota Batu 74,26 75,04 75,88 75,90 76,28
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

1.7. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)


Pengangguran terbuka meliputi mereka yang tidak mau bekerja
karena mengharapkan pekerjaan yang lebih baik (penganggur sukarela)
maupun mereka yang mau bekerja tetapi tidak memperoleh pekerjaan
(penganggur terpaksa). Salah satu ukuran keberhasilan kinerja suatu
daerah dalam hal penanganan pengangguran bila diamati dari sisi
ketenagakerjaan adalah dengan melihat tinggi rendahnya Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT).

Tabel 1.12
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Jawa Timur dan Nasional
Tahun

Tingkat Pengangguran Terbuka 2022


2017 2018 2019 2020 2021
(Feb)

Jawa Timur 4,00 3,91 3,82 5,84 5,74 4,81

Nasional 5,50 5,30 5,23 7,07 6,49 5,83

Sumber : BPS Pusat dan BPS Provinsi Jawa Timur

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Jawa Timur setiap tahunnya


selalu dibawah Nasional. Pada tahun 2017-2019 TPT Jawa Timur selalu
mengalami penurunan namun pada tahun 2020 dikarenakan turunnya
aktivitas ekonomi yang disebabkan kebijakan lockdown dan PSBB demi
memutus rantai penyebaran Covid-19. Seiring meredahnya kasus Covid-
19 di Jawa Timur di tahun 2021 serta pemulihan perekonomian pada
tahun 2022, kondisi ketenagakerjaan juga mulai mulai membaik, hal ini
dibuktikan dengan capaian TPT Februari tahun 2022 turun menjadi
4,81 dibanding dengan tahun 2021.
Jumlah angkatan kerja di Jawa Timur pada Februari 2022
sebanyak 23,04 juta orang, naik 659,33 ribu orang dibanding Februari
2021. Pada Februari 2022, sebanyak 21,93 juta orang penduduk di Jawa
Timur bekerja sedangkan sebanyak 1,11 juta orang menganggur. Dari
32,45 juta penduduk usia kerja di Jawa Timur
13

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menurut kabupaten/kota


tahun 2021 berkisar antara 2,04 persen hingga 10,87 persen. TPT
terendah terdapat pada Kabupaten Pacitan dan tertinggi terdapat pada
Kota Sidoarjo.
Tabel 1.13
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Kabupaten/Kota
di Jawa Timur
Tahun
No Kab/Kota
2017 2018 2019 2020 2021
1 Kab. Pacitan 0,85 1,43 0,95 2,28 2,04
2 Kab. Ponorogo 3,76 3,87 3,58 4,45 4,38
3 Kab. Trenggalek 3,48 4,17 3,43 4,11 3,53
4 Kab. Tulungagung 2,27 2,61 3,36 4,61 4,91
5 Kab. Blitar 2,99 3,37 3,11 3,82 3,66
6 Kab. Kediri 3,18 4,25 3,68 5,24 5,15
7 Kab. Malang 4,60 3,24 3,82 5,49 5,4
8 Kab. Lumajang 2,91 2,55 2,81 3,36 3,51
9 Kab. Jember 5,16 4,09 3,80 5,12 5,44
10 Kab. Banyuwangi 3,07 3,67 4,08 5,34 5,42
11 Kab. Bondowoso 2,09 3,90 2,96 4,13 4,46
12 Kab. Situbondo 1,49 1,92 2,82 3,85 3,68
13 Kab. Probolinggo 2,89 4,15 3,88 4,86 4,55
14 Kab. Pasuruan 4,97 6,11 5,42 6,24 6,03
15 Kab. Sidoarjo 4,97 4,73 4,72 10,97 10,87
16 Kab. Mojokerto 5,00 4,27 3,68 5,75 5,54
17 Kab. Jombang 5,14 4,64 4,39 7,48 7,09
18 Kab. Nganjuk 3,23 2,64 3,22 4,80 4,98
19 Kab. Madiun 3,19 3,81 3,62 4,80 4,99
20 Kab. Magetan 3,80 3,92 3,08 3,74 3,86
21 Kab. Ngawi 5,76 3,83 3,70 5,44 4,25
22 Kab. Bojonegoro 3,64 4,19 3,70 4,92 4,82
23 Kab. Tuban 3,39 2,83 2,76 4,81 4,68
24 Kab. Lamongan 4,12 3,17 4,00 5,13 4,9
25 Kab. Gresik 4,54 5,82 5,54 8,21 8
26 Kab. Bangkalan 4,48 5,25 5,84 8,77 8,07
27 Kab. Sampang 2,48 2,41 2,81 3,35 3,45
28 Kab. Pamekasan 3,91 2,92 2,32 3,49 3,1
29 Kab. Sumenep 1,83 1,79 2,17 2,84 2,31
30 Kota Kediri 4,68 3,63 4,22 6,21 6,37
31 Kota Blitar 3,76 4,06 4,64 6,68 6,61
32 Kota Malang 7,22 6,79 6,04 9,61 9,65
33 Kota Probolinggo 3,42 3,64 4,41 6,70 6,55
34 Kota Pasuruan 4,64 4,55 5,06 6,33 6,23
35 Kota Mojokerto 3,61 2,45 2,65 6,74 6,87
36 Kota Madiun 4,26 3,85 4,01 8,32 8,15
37 Kota Surabaya 5,98 6,12 5,87 9,79 9,68
38 Kota Batu 2,26 3,12 2,48 5,93 6,57
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

1.8. Indeks Reformasi Birokrasi


Reformasi birokrasi merupakan salah satu upaya pemerintah
untuk mencapai good governance dan melakukan pembaharuan dan
perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan
terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi),
ketatalaksanaan dan sumber daya manusia aparatur.
14

Melalui reformasi birokrasi, dilakukan penataan terhadap sistem


penyelanggaraan pemerintah dimana uang tidak hanya efektif dan efisien,
tetapi juga reformasi birokrasi menjadi tulang punggung dalam
perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara. Upaya optimalisasi
percepatan Reformasi Birokrasi dilaksanakan dengan menggunakan
pendekatan 8 (delapan) area perubahan antara lain: manajemen
perubahan, deregulasi kebijakan, penataan organisasi, penataan
tatalaksana, penataan SDM aparatur, penguatan akuntabilitas kinerja,
penguatan pengawasan dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
Sebagai upaya Percepatan Reformasi Birokrasi, Pemerintah
Provinsi Jawa Timur menyusun Peraturan Gubernur No.38 Tahun 2020
tentang Road Map Reformasi Birokrasi Pemerintah Daerah Provinsi Jawa
Timur Tahun 2020 – 2024.

Tabel 1.14 Indeks Reformasi Birokrasi


Tahun
Indikator
2017 2018 2019 2020 2021
Indeks Reformasi Birokrasi 71,11 72,81 73,83 76,38 76,71

Sumber : Biro Organisasi Provinsi Jawa Timur

Indeks reformasi birokrasi di Jawa Timur pada tahun 2018


sebesar 72,81, kemudian terus meningkat hingga tahun 2021 menjadi
76,71. Peningkatan ini mencerminkan birokrasi pemerintah Jawa Timur
semakin profesional dengan berkarakter, berintegrasi, berkinerja tinggi,
bebas dan bersih KKN, mampu melayani publik, netral, sejahtera,
berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur
negara.
Dalam rangka meningkatkan kualitas tata kelola birokrasi serta
menumbuhkan budaya integritas, kinerja dan melayani di lingkungan
Pemerintah Provinsi Jawa Timur terdapat beberapa hal yang perlu
disempurnakan, diantaranya: menindaklanjuti seluruh rekomendasi hasil
evaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi tahun sebelumnya, perbaikan
beberapa penilaian hasil seperti ASN Profesional dan Kualitas Pengelolaan
Arisp, penyederhanaan birokrasi, mengoptimalkan pengelolaan sistem
manajemen SDM, serta meningkatkan kualitas pembangunan zona
integritas pada seluruh unit kerja yang strategis.

1.9. Indeks Kesalehan Sosial


Indeks kesalehan sosial merupakan gabungan indeks kepedulian
sosial dan indeks kepedulian lingkungan. Indeks ini merupakan
manifestasi akan kesalehan sosial masyarakat berupa kepedulian akan
lingkungan sosial dan lingkungan alam. Dimensi kepedulian sosial
terbentuk dari 5 sub dimensi, yaitu: sikap percaya, toleransi, kelompok
dan jejaring, resiprositas, dan partisipasi dalam aksi bersama. Sedangkan
dimensi kepedulian lingkungan terbentuk dari 5 sub dimensi, yaitu:
penghematan energi, pengelolaan sampah, penghematan air,
pengurangan polusi udara (transportasi pribadi), dan penjagaan
lingkungan.
15

Tabel 1.15 Indeks Kesalehan Sosial Jawa Timur


Tahun
Indikator
2018 2019 2020 2021
Indeks Kesalehan Sosial 62,52 63,26 63,50 66,33

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Capaian Indeks Kesalehan Sosial selama 4 tahun terkhir selalu


mengalami peningkatan. Pada kondisi awal (2018) sebesar 62,52 dan
pada tahun 2021 menjadi 66,33 dari skala 0-100. Peningkatan di tahun
2021 ini didukung dengan meningkatnya indeks kepedulian sosial dan
indeks kepedulian lingkungan dibanding tahun 2019. Kedepannya
Pemerintah Provinsi Jawa Timur berupaya agar Indeks Kesalehan Sosial
terus meningkat tiap tahunnya. Pemerintah perlu bersinergi dengan
stakeholder lain untuk melakukan berbagai langkah strategis dalam
peningkatan kesalehan sosial, agar nilai-nilai agama dapat memberi
kontribusi positif bagi pembangunan sesuai yang diharapkan.

1.10. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH)


Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) merupakan instrumen
yang digunakan untuk mengukur capaian kinerja upaya perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup serta indikasi adanya perbaikan
lingkungan hidup di daerah. Sesuai dengan Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor:
SK.333/MENLHK/SETJEN/SET.1/8/2020 tentang Indikator Kinerja
Utama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Tahun
2020 – 2024 terdapat perubahan metode perhitungan dari IKLH dengan
adanya penambahan Indeks Kualitas Air Laut (IKAL) dan Indeks Kualitas
Ekosistem Gambut (IKEG) sebagai komponen penyusun IKLH. Pada
perhitungan IKLH yang terbaru untuk IKTL dan IKEG diintegrasikan
menjadi Indeks Kualitas Lahan (IKL) namun karena Provinsi Jawa Timur
bukan merupakan wilayah yang memiliki lahan gambut, maka
perhitungan IKL dilakukan berdasarkan IKTL. Berdasarkan ketersediaan
data di Jawa Timur maka penggunaan metode perhitungan baru mulai
digunakan untuk perhitungan capaian IKLH di Tahun 2021 sedangkan
capaian pada Tahun 2017-2020 masih menggunakan metode perhitungan
lama. Selain terjadi perubahan metode perhitungan, pada Tahun 2021 ini
juga terjadi perubahan klasifikasi kriteria IKLH sebagaimana pada Tabel
2.33 di bawah ini.

Tabel 1.16 Klasifikasi Kriteria IKLH


Kasifikasi Lama (Tahun 2017-2020) Klasifikasi Baru (Tahun 2021)
Kriteria Skor Kriteria Skor
Sangat Baik IKLH > 80 Sangat Baik IKLH > 90
Baik 70 < IKLH ≤ 80 Baik 70 < IKLH < 90
Cukup 60 < IKLH ≤ 70 Sedang 50 < IKLH < 70
Kurang 50 < IKLH ≤ 60 Buruk 25 < IKLH < 50
Sangat Kurang 40 < IKLH ≤ 50 Sangat Buruk IKLH < 25
Waspada IKLH ≤ 40
Sumber : Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
16

Tabel 1.17
Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Provinsi Jawa Timur
Tahun
Indikator
2017 2018 2019 2020 2021
Indeks Kualitas Lingkungan
66,29 66,36 67,10 67,70 68,49
Hidup (IKLH)
Sumber : Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

Berdasarkan Tabel 1.10 yang disinkronisasikan dengan Tabel 1.11


dapat diketahui bahwa perkembangan IKLH Provinsi Jawa Timur dalam
kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir cenderung meningkat dan berada
dalam kategori cukup/sedang. Secara khusus untuk peningkatan IKLH
Tahun 2021 dibandingkan Tahun 2020 tidak terlepas dari adanya
berbagai upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur secara intensif baik
melalui kegiatan fisik (pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan
lingkungan hidup, rehabilitasi lahan kritis, dan sebagainya) maupun
kegiatan non fisik (pengawasan, pelatihan, pembinaan penyusunan
kebijakan, dan sebagainya) dengan turut melibatkan para stakeholder
terkait.

Beberapa upaya perlindungan dan pengelolaan yang dilakukan


Pemerintah Provinsi Jawa Timur diantaranya adalah percepatan
pembangunan Pusat Pengelolaan Sampah Dan Limbah B3 (PPSLB3) di
Kabupaten Mojokerto, mendukung penyusunan Rancangan Peraturan
Daerah tentang Pengelolaan Sampah Regional, rehabilitasi lahan kritis di
luar kawasan hutan, pesisir dan lahan bekas tambag, action learning
Program Kampung Iklim (PROKLIM), serta peningkatan kualitas sumber
daya manusia bidang lingkungan hidup baik di lingkup internal maupun
eksternal (masyarakat, dunia usaha, dan sebagainya).

1.11. Indeks Risiko Bencana (IRB)


Risiko bencana merupakan penilaian kemungkinan dari dampak
yang diperkirakan apabila bahaya itu menjadi bencana. Parameter atau
komponen yang digunakan dalam Indeks Risiko Bencana, diantaranya
➢ Bahaya (hazard) dihitung berdasarkan rata-rata dari tingkat bahaya
berupa data frekuensi dan magnitude dari bahaya alam seperti banjir,
longsor, gempa bumi, tsunami, dan lain-lain.
➢ Kerentanan (vulnerability) diamati berdasarkan parameter sosial
budaya, ekonomi, fisik dan lingkungan.
➢ Kapasitas kemampuan dilakukan dengan menggunakan metode
penilaian kapasitas berdasarkan parameter kapasitas regulasi,
kelembagaan, sistem peringatan, pendidikan pelatihan keterampilan,
mitigasi dan sistem kesiapsiagaan.

Tabel 1.18 Indeks Risiko Bencana Provinsi Jawa Timur


Tahun
Indikator
2017 2018 2019 2020 2021
Indeks Risiko
165,79 152,40 137,88 126,42 117,26
Bencana
Sumber : Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jawa Timur
17

Klasifikasi Indeks Risiko Bencana adalah sebagai berikut:


1. Tinggi : >144
2. Sedang : 13 – 144
3. Rendah : < 13

Capaian Indeks Risiko Bencana terus menurun hingga Tahun


2021 sebesar 125,86 dan masuk dalam kelas sedang. Mulai tahun 2019
Indeks Resiko Bencana dihitung di 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur,
sedangkan pada tahun-tahun sebelumnya hanya sebagian dari
Kabupaten/Kota yang dijadikan sebagai sampel. Capaian Indeks Risiko
Bencana terus menurun hingga Tahun 2021 menjadi 117,26 yang berarti
Pemerintah Provinsi Jawa Timur semakin serius dalam menaggulangi
bencana. Hal ini dikarenakan indeks kapasitas daerah mengalami
kenaikan, dimana kenaikan ini dikarenakan 7 prioritas penilaian
kapasitas daerah sudah terpenuhi di Tahun 2021.
Indeks Risiko Bencana mengalami penurunan di hampir semua
Kabupaten/Kota di Jawa Timur dan ada 4 Kabupaten/Kota yang masih
tetap pencapaiannya yaitu Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Ngawi, Kota
Mojokerto dan Kota Madiun. Hal ini mengindikasikan bahwa semua
Kabupaten/Kota memperbaiki kesiapan daerah apabila terjadi bencana.
Terdapat 34 Kabupaten/Kota yang nilai Indeks Resiko Bencananya
masuk dalam Kelas Sedang sama halnya dengan Jawa Timur dan
4 Kabupaten/Kota yang nilai Indeks Resiko Bencananya masih tinggi
yaitu Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Blitar, Kabupaten Jember dan
Kabupaten Sumenep.

Tabel 1.19 Indeks Risiko Bencana Provinsi Jawa Timur


Tahun
No Kab/Kota
2017 2018 2019 2020 2021

1 Kab. Pacitan 192,03 126,21 123,14 121,27 131,88


2 Kab. Ponorogo 155,20 140,77 127,14 115,60 112,48
3 Kab. Trenggalek 198,00 170,91 151,25 151,25 130,29
4 Kab. Tulungagung 201,20 169,75 151,42 137,68 128,23
5 Kab. Blitar 210,00 198,06 178,37 160,26 154,75
6 Kab. Kediri 178,00 163,09 144,43 131,50 127,63
7 Kab. Malang 199,81 142,10 137,09 133,20 146,98
8 Kab. Lumajang 200,76 129,74 123,84 117,76 134,73
9 Kab. Jember 219,07 198,80 182,18 158,19 152,63
10 Kab. Banyuwangi 206,44 168,29 151,91 137,92 128,03
11 Kab. Bondowoso 166,00 166,00 150,96 128,75 116,61
12 Kab. Situbondo 168,40 168,40 149,35 128,39 114,15
13 Kab. Probolinggo 194,00 162,29 156,70 141,16 139,18
14 Kab. Pasuruan 214,00 214,00 180,34 156,26 137,01
15 Kab. Sidoarjo 132,02 85,29 81,62 79,15 84,9
16 Kab. Mojokerto 163,60 163,60 140,94 123,74 110,73
17 Kab. Jombang 154,80 154,80 138,40 128,55 137
18 Kab. Nganjuk 152,80 152,80 132,87 118,22 112,86
19 Kab. Madiun 155,20 155,20 134,81 130,18 136,02
20 Kab. Magetan 152,80 152,80 135,80 131,26 137,39
21 Kab. Ngawi 143,20 143,20 131,06 119,98 132,3
22 Kab. Bojonegoro 101,38 96,93 93,63 90,44 94,19
18

Tahun
No Kab/Kota
2017 2018 2019 2020 2021

23 Kab. Tuban 175,20 175,20 160,38 145,00 150,74


24 Kab. Lamongan 167,36 139,55 125,33 115,86 113,9
25 Kab. Gresik 126,77 101,35 99,29 99,29 115,3
26 Kab. Bangkalan 158,66 139,01 129,50 118,71 121
27 Kab. Sampang 154,80 154,80 140,63 127,19 130,59
28 Kab. Pamekasan 180,40 180,40 172,53 160,19 157,1
29 Kab. Sumenep 204,80 204,80 184,62 160,35 155,93
30 Kota Kediri 140,80 140,80 122,79 109,69 100,84
31 Kota Blitar 132,00 132,00 118,79 106,06 108,28
32 Kota Malang 113,60 113,60 100,77 91,26 88,29
33 Kota Probolinggo 148,40 148,40 129,83 114,16 108,3
34 Kota Pasuruan 158,40 158,40 136,22 123,69 116,95
35 Kota Mojokerto 142,80 142,80 133,95 120,57 135,88
36 Kota Madiun 136,00 136,00 121,28 116,73 130,84
37 Kota Surabaya 166,80 166,80 150,34 150,34 150,35
38 Kota Batu 134,40 134,40 116,06 104,09 98,56
Sumber : Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jawa Timur

2. Target Indikator Kinerja Utama Tahun 2023

Penetapan indikator kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah


bertujuan untuk memberi panduan dalam pencapaian kinerja tahunan.
Guna mengukur keberhasilan pembangunan Provinsi Jawa Timur tahun
2023 berikut ditetapkan target pada 11 Indikator Kinerja Utama (IKU) yang
tertuang di Dokumen RKPD Provinsi Jawa Timur Tahun 2023, yakni:

Tabel 1.20 Target Indikator Kinerja Utama Tahun 2023


No Indikator Kinerja Utama Target 2023
1 Pertumbuhan Ekonomi 4,71 - 6,34
2 Indeks Theil 0,33362-0,31162
3 Persentase Penduduk Miskin 10,13-9,10
4 Indeks Gini 0,3038 - 0,3690
5 Indeks Pembangunan Gender 91,23 -91,99
6 Indeks Pembangunan Manusia 72,44-73,57
7 Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka 5,41 - 3,82
8 Indeks Reformasi Birokrasi 77,25 - 79,75
9 Indeks Kesalehan Sosial 66,44 - 71,96
10 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 68,10 - 69,30
11 Indeks Risiko Bencana 116,26 - 115,26
19

BAB II
AKUNTANSI KEUANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

A. Penanggung Jawab Pelaporan Keuangan


Penanggung Jawab pelaporan keuangan dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:
1. Entitas Akuntansi, adalah unit pada pemerintahan yang mengelola
anggaran, kekayaan, dan kewajiban yang menyelenggarakan akuntansi
dan menyajikan laporan keuangan atas dasar akuntansi yang
diselenggarakannya untuk digabungkan pada entitas pelaporan. Entitas
akuntansi di lingkup Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam hal ini
adalah Badan/Dinas/Satuan Polisi Pamong Praja/Sekretariat DPRD/
Biro/Pelaksana PPK-BLUD.
2. Entitas Pelaporan, adalah unit pemerintahan daerah yang meliputi satu
atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan wajib menyajikan laporan pertanggungjawaban,
berupa laporan keuangan yang bertujuan umum. Entitas pelaporan
adalah Pemerintah Daerah atau Satuan Organisasi di lingkungan
Pemerintah Daerah atau organisasi lainnya, jika menurut perundang-
undangan satuan organisasi dimaksud wajib menyajikan laporan
keuangan, misalnya BLUD. Entitas pelaporan dalam hal ini adalah
Pemerintah Provinsi Jawa Timur, yang dalam pelaksanaan tugasnya
dilakukan oleh Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi
Jawa Timur.

B. Penyelenggaraan Akuntansi
Akuntansi adalah proses identifikasi, pencatatan, pengukuran,
pengklasifikasian, pengikhtisaran, transaksi, dan kejadian keuangan,
penyajian laporan serta penginterprestasian atas hasilnya. Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP) Berbasis Akrual adalah SAP yang mengakui
pendapatan, beban, aset, utang dan ekuitas dalam pelaporan finansial
berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam
pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam
APBD. Setiap Perangkat Daerah melalui Pejabat Penatausahaan Keuangan
(PPK-SKPD) diwajibkan untuk menyelenggarakan akuntansi atas transaksi-
transaksi pendapatan, belanja, aset, kewajiban dan ekuitas dana serta
menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan.
Atas proses pencatatan transaksi pendapatan LRA, pendapatan LO, belanja,
beban, serta transaksi selain kas pada buku jurnal.

C. Jenis Laporan Keuangan


Komponen-komponen yang terdapat dalam laporan keuangan
pemerintah daerah terdiri atas; laporan pelaksanaan anggaran dan laporan
finansial. Komponen-komponen Laporan Keuangan tersebut disajikan oleh
setiap entitas akuntansi, kecuali Laporan Arus Kas dan Laporan Perubahan
Saldo Anggaran Lebih yang hanya disajikan oleh entitas yang berstatus
BLUD dan entitas pelaporan.
20

Struktur dan isi dari Laporan Keuangan:


1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
LRA mengungkapkan kegiatan keuangan pemerintah daerah. LRA
menggambarkan perbandingan antara anggaran dengan realisasinya
dalam satu periode pelaporan. Struktur komponen LRA meliputi unsur-
unsur sebagai berikut :
a. Pendapatan Daerah, meliputi :
1. Pendapatan Asli Daerah;
2. Pendapatan Transfer; dan
3. Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah.
b. Belanja Daerah, meliputi :
1. Belanja Operasi;
2. Belanja Modal;
3. Belanja Tidak Terduga; dan
4. Belanja Transfer.
c. Surplus/Defisit
d. Pembiayaan Daerah dan
e. Sisa lebih/kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA)
2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih.
3. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih menyajikan secara komparatif
dengan periode sebelumnya pos-pos sebagai berikut:
a. Saldo Anggaran Lebih Awal;
b. Penggunaan Saldo Anggaran Lebih;
c. Sisa lebih/kurang Pembiayaan Anggaran Tahun Berjalan;
d. Koreksi kesalahan pembukuan tahun sebelumnya;
e. Saldo Anggaran Lebih Akhir.
4. Neraca
Laporan yang menggambarkan posisi keuangan mengenai aset,
kewajiban dan ekuitas pada tanggal tertentu.
5. Laporan Operasional (LO)
Laporan Operasional menyajikan pos-pos sebagai berikut :
a. Pendapatan LO dari kegiatan operasional;
b. Beban dari kegiatan operasional;
c. Surplus/Defisit dari kegiatan non-operasional;
d. Pos Luar Biasa; dan
e. Surplus/Defisit LO.
6. Laporan Arus Kas
Laporan yang menyajikan informasi mengenai sumber, penggunaan, dan
perubahan kas dan setara kas selama satu periode akuntansi serta saldo
kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. Disusun menggunakan
metode langsung.
7. Laporan Perubahan Ekuitas
Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan pos-pos :
a. Ekuitas awal;
b. Surplus/Defisit-LO pada periode bersangkutan;
c. Koreksi yang langsung menambah/mengurangi ekuitas;
d. Ekuitas akhir.
21

8. Catatan Atas Laporan Keuangan.


Penjelasan naratif, analisis atau daftar terinci atas nilai suatu pos yang
disajikan dalam laporan realisasi anggaran, laporan perubahan saldo
anggaran lebih, neraca, laporan operasional, laporan arus kas, dan
laporan perubahan ekuitas.
9. Laporan Semester I dan Prognosis 6 bulan berikutnya Laporan semester I
dan prognosis 6 bulan berikutnya menggambarkan progress report serta
pemantauan atas realisasi APBD dan pencapaian kinerja yang dilakukan
pada semester I dan prediksi realisasi APBD 6 bulan berikutnya yang
berupa data kuantitatif dan kualitatif. Sistematika laporan meliputi:
a. Penjelasan Perkembangan Realisasi Pendapatan Daerah
Semester I dan Prognosis Semester II;
b. Penjelasan Perkembangan Realisasi Belanja Daerah Semester I dan
Prognosis Semester II;
c. Penjelasan Perkembangan Realisasi Surplus/Defisit, Pembiayaan
Daerah Semester I dan Prognosis Semester II; dan
d. Lampiran berupa laporan semester I sesuai Perda tentang APBD dan
Peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD.

D. Periode Pelaporan Keuangan


Periode pelaporan keuangan dibedakan menjadi:
1. Laporan Bulanan
Laporan Realisasi APBD wajib disampaikan oleh Perangkat Daerah
kepada SKPKD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan
anggaran berkenaan berakhir.
2. Laporan Semesteran
Laporan Realisasi Semester Pertama APBD menggambarkan
perbandingan antara anggaran dengan realisasinya dalam
periodeJanuari-Juni pada tahun anggaran berkenaan serta menyajikan
unsur-unsur sebagai berikut:
a. Pendapatan-LRA;
b. Belanja;
c. Transfer;
d. Surplus/Defisit-LRA;
e. Pembiayaan; dan
f. Sisa lebih/kurang Pembiayaan Anggaran
Berdasarkan Pasal 160 Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019, ketentuan
umum dalam laporan realisasi semester pertama APBD adalah sebagai
berikut:
a. Pemerintah Daerah menyusun laporan realisasi semester pertama
APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya.
b. Laporan disampaikan kepada DPRD paling lambat pada akhir bulan
Juli tahun anggaran berkenaan.
Ketentuan Pelaksanaan penyusunan laporan realisasi semester pertama
APBD dan Prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya sebagai berikut:
Bagian 1: Laporan Realisasi Semester Pertama APBD pada SKPD
a. Berdasarkan laporan pertanggungjawaban penerimaan bulanan dari
bendahara penerimaan dan laporan pertanggungjawaban
pengeluaran dari bendahara pengeluaran, PPK SKPD menyiapkan
laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis SKPD
dengan cara:
22

1) Menggabungkan nilai realisasi penerimaan dan pengeluaran


dalam laporan pertanggungjawaban penerimaan bulanan dan
laporan pertanggungjawaban pengeluaran bulanan per rekening
dan jenis penerimaan belanja dari bulan Januari s.d. Juni;
2) Jumlah realisasi penerimaan dan pengeluaran per jenis belanja
hasil penggabungan tersebut dimasukkan ke dalam format
laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis SKPD
pada kolom realisasi semester pertama;
3) Mengisi kolom sisa anggaran dengan selisih antara pagu anggaran
dengan realisasi penerimaan dan pengeluaran; dan
4) Mengisi kolom prognosis dengan sisa anggaran ditambah dengan
nilai rencana perubahan anggaran.
b. PPK SKPD menyerahkan laporan realisasi semester pertama APBD
dan prognosis SKPD kepada Kepala SKPD selaku PA untuk
ditandatangani;
c. Kepala SKPD selaku PA melakukan verifikasi untuk meneliti
ketepatan, kelengkapan dan kevalidan perhitungan dalam penyajian
data dan informasi yang tercantum pada laporan realisasi semester
pertama APBD dan prognosis SKPD yang diserahkan oleh PPK SKPD;
d. Dalam hal hasil verifikasi dinyatakan sesuai, Kepala SKPD selaku PA
menandatangani laporan realisasi semester pertama APBD dan
prognosis SKPD; dan
e. Kepala SKPD selaku PA menyampaikan laporan realisasi semester
pertama APBD dan prognosis SKPD yang telah ditandatangani
kepada PPKD selaku BUD paling lambat 10 hari setelah semester
pertama berakhir.

Bagian 2: Laporan Realisasi Semester Pertama APBD Pemerintah Daerah


a. Berdasarkan laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis
yang diajukan oleh Kepala SKPD selaku PA, BUD melakukan
verifikasi dengan langkah-langkah meneliti kesesuaian laporan
realisasi semester pertama APBD dan prognosis SKPD dengan:
1) pencatatan dan penyetoran penerimaan; dan
2) pencatatan serta pencairan dana untuk belanja SKPD yang ada di
BUD.
b. Dalam hal verifikasi dinyatakan telah sesuai, BUD menggabungkan
laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis SKPD
menjadi laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis
Pemerintah Daerah paling lambat minggu kedua bulan Juli;
c. Draf laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis
Pemerintah Daerah hasil penggabungan tersebut disampaikan
kepada Sekretaris Daerah selaku Koordinator Pengelolaan Keuangan
Daerah untuk mendapatkan persetujuan;
d. Setelah disetujui, draf tersebut difinalkan kemudian disampaikan
kepada Kepala Daerah untuk ditandatangani paling lambat minggu
ketiga bulan Juli;
e. Kepala Daerah menyampaikan laporan realisasi semester pertama
APBD dan prognosis Pemerintah Daerah kepada DPRD paling lambat
akhir bulan Juli.
23

3. Laporan Tahunan
Perangkat Daerah diwajibkan menyerahkan laporan keuangan berupa:
a. Laporan Realisasi APBD;
b. Neraca;
c. Laporan Operasional;
d. Laporan Perubahan Ekuitas; dan
e. Catatan atas Laporan Keuangan.
Untuk disampaikan kepada BPKAD selaku SKPKD paling lambat
minggu pertama bulan Pebruari setelah tahun anggaran berkenaan
berakhir.
BLUD-SKPD / Unit Kerja wajib menyerahkan laporan keuangan
lengkap berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas,
Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Perubahan
Saldo Anggaran Lebih, dan Catatan atas Laporan Keuangan yang disertai
Laporan Kinerja, untuk dikonsolidasikan ke dalam Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah paling lambat minggu pertama bulan Pebruari setelah
tahun anggaran berkenaan berakhir. Untuk BLUD unit kerja laporan
keuangan tersebut diatas untuk dikonsolidasikan dengan Perangkat Daerah
induknya.
Apabila batas akhir tanggal penyampaian laporan keuangan dari
SKPD kepada SKPKD jatuh pada hari libur, maka penyampaian laporan
keuangan tersebut dilakukan satu hari sebelum batas waktu penyampaian
laporan keuangan. BPKAD selaku SKPKD diwajibkan untuk menyusun
laporan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur berupa Laporan
Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, Laporan Operasional,
Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih,
dan Catatan atas Laporan Keuangan dari masing-masing SKPD. Batas
maksimal penyusunan dan penyampaian laporan keuangan Pemerintah
Daerah Provinsi Jawa Timur kepada BPK adalah 3 (tiga) bulan setelah
tahun anggaran berkenaan berakhir.

E. Dokumen Sumber
Dokumen sumber merupakan dokumen yang digunakan sebagai
dasar untuk pencatatan transaksi pada jurnal akuntansi.
1. Dokumen sumber untuk penerimaan kas dari pendapatan daerah
adalah:
a. Surat Tanda Setoran (STS);
b. Nota Kredit;
c. Surat Pengesahan Pendapatan Transfer (SP2T) dana BOS dan Surat
Pengesahan Pendapatan Hibah (SP2H) dana BOS; dan
d. Bukti Penerimaan Lainnya yang Sah,
2. Dokumen sumber untuk pengeluaran kas untuk belanja dan pembiayaan
daerah adalah:
a. Surat Perintah Pencairan Dana Langsung (SP2D-LS);
b. Pembebanan atas Penggunaan SP2D UP/GU/TU berupa Pengesahan
atas realisasi Surat Pertanggungjawaban (SPJ);
c. Surat Pengesahan Belanja (SPB) Dana BOS Satdikmen/Satdiksus
Negeri; dan
d. Surat Pengesahan Belanja (SPB) Hibah Dana BOS.
24

3. Surat Pengesahan Pendapatan dan Belanja (SP2B) Sumbangan


penanganan pandemi Covid-19 untuk sumbangan masyarakat atau
pihak ketiga/sejenis berupa uang dan Surat Pengesahan Sumbangan
Barang (SPSB) untuk sumbangan masyarakat atau pihak ketiga/sejenis
berupa barang; dan
4. Dokumen sumber untuk transaksi selain kas adalah Pengesahan Bukti
Memorial (PBM).

F. Prosedur Koreksi Kesalahan


Koreksi kesalahan adalah tindakan untuk melakukan pembetulan
terhadap kesalahan yang terjadi atas transaksi yang telah dilakukan.
Kesalahan dapat terjadi atas transaksi pendapatan dan transaksi belanja.
Transaksi pendapatan dapat dikoreksi apabila terjadi kesalahan pendapatan
yang telah disetorkan ke Rekening Kas Umum Daerah tersebut setelah
diterbitkan Berita Acara Rekonsiliasi Penerimaan Kas Umum Daerah oleh
Bidang Perbendaharaan BPKAD. Sedangkan untuk koreksi kesalahan
belanja berupa kesalahan pencatatan kode rekening belanja dan atau
program/kegiatan yang terjadi pada dokumen pengeshan SPJ/SP2D
LS/SPM Fungsional.
Apabila terdapat kesalahan pada dokumen transaksi baik pendapatan
maupun belanja, maka Perangkat Daerah membuat surat/nota dinas resmi
kepada BPKAD selalu SKPKD beserta dokumen pendukung yang
ditandatangani oleh Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA). PA/KPA akan meneliti isi dari surat/nota dinas yang diajukan.
Apabila PA/KPA mengotorisasi/menyetujui surat/nota dinas tersebut, maka
Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK)/Pembantu PPK-SKPD akan
menyiapkan Bukti Memorial (BM) yang akan digunakan sebagai dasar
pengajuan Pengesahan Bukti Memorial (PBM).
BM yang telah ditandatangani oleh PA/KPA beserta surat/nota dinas
dan dokumen pendukungnya diserahkan kepada SKPKD untuk dilakukan
pengujian.
Dokumen pendukung yang disiapkan BPn/BPnP pada aplikasi untuk
koreksi transaksi pendapatan minimal meliputi :
1. Arsip STS yang akan dikoreksi (yang lama);
2. Surat Permohonan Koreksi disertai alasan;
3. Dokumen pendukung berupa dokumen Laporan Realisasi Penerimaan
Kas SKPD dab Berita Acara Rekonsiliasi Penerimaan Kas; dan
4. Dokumen Permohonan Bukti Memorial dari aplikasi yang sudah
ditandatangani oleh Pengguna Anggaran/ Kuasa Pengguna Anggaran.
Dokumen pendukung yang disiapkan BP/BPP pada aplikasi untuk
koreksi atas belanja dari SP2D meliputi :
1. Salinan Dokumen SP2D;
2. Salinan Dokumen SPM Fungsional untuk BLUD;
3. Salinan Dokumen Kontrak dan SPK;
4. Untuk koreksi atas Pajak, maka dilampirkan Bukti Setoran Pajak (Surat
Setoran Pajak dan/atau e- billing); dan
5. Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) yang menunjukkan ketersediaan
anggaran dan kode rekening yang benar.
25

Dokumen pendukung yang disiapkan BP/BPP pada aplikasi untuk


koreksi atas pengesahan SPJ belanja meliputi:
1. Salinan Kuitansi pengeluaran kas yang akan dikoreksi;
2. Untuk koreksi atas Pajak, maka dilampirkan Bukti Setoran Pajak (Surat
Setoran Pajak dan/atau e- billing);
3. Buku Kas Umum (BKU) yang menunjukkan transaksi yang perlu
dikoreksi;
4. Salinan dokumen pengesahan SPJ GU; dan
5. Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) yang menunjukkan ketersediaan
anggaran dan kode rekening yang benar.
Dokumen Asli dari Bukti Memorial (BM) tersebut disimpan oleh
PPK/Pembantu PPK-SKPD, dan salah satu tembusannya diarsip oleh SKPKD
yang dalam hal ini adalah Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
c.q. Bidang Akuntansi dengan tembusan kepada pihak terkait. Bila SKPKD
mengesahkan atas BM yang diajukan oleh PA/KPA, maka diterbitkan
Pengesahan Bukti Memorial (PBM). Sehingga atas dasar PBM tersebut
Perangkat Daerah dapat membuat jurnal koreksi sesuai dengan tanggal
pengesahan. Bila SKPKD tidak mengesahkan BM tersebut, maka Perangkat
Daerah tidak diperkenankan untuk membuat jurnal koreksi.
Dalam hal terjadi kesalahan nominal pembayaran yang dilakukan oleh
BP/BPP yang mengakibatkan perbedaan antara jumlah uang yang
dikeluarkan dengan bukti pengeluaran kas yang sah, terhadap hal dimaksud
tidak dapat dilakukan melalui koreksi bukti memorial, tetapi dilakukan
sebagai berikut:
a. jika terjadi kelebihan pembayaran oleh BP/BPP/Pihak Ketiga yang
menerima kelebihan pembayaran, maka perlu dilakukan penyetoran
kembali ke rekening Kas Umum Daerah; dan
b. jika terjadi kekurangan pembayaran atas transaksi belanja, maka
BP/BPP wajib membayarkan kekurangannya dilengkapi dengan bukti
pengeluaran kas untuk dispikan pada bulan selanjutnya.

G. Kebijakan Akuntansi
Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010
tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, maka Pemerintah Provinsi Jawa
Timur telah melaksanakan Kebijakan Akuntansi Berbasis Akrual sejak
Tahun Anggaran 2015.
Kebijakan akuntansi diatur dalam Peraturan Gubernur tersendiri
berdasarkan ketentuan peraturan perundangan-undangan serta kebijakan
pemerintah pusat dan kebijakan yang ditetapkan oleh Gubernur.
26

BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN DEKONSENTRASI DAN
TUGAS PEMBANTUAN YANG BERSUMBER DARI APBN
DI JAWA TIMUR

Dalam rangka pelaksanaan kegiatan pembangunan yang dibiayai dari


sumber dana APBN, agar Perangkat Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur
memperhatikan ketentuan sebagai berikut:

A. Perencanaan
1. Dalam penyusunan usulan rencana dan program kegiatan
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan yang bersumber dari APBN perlu
dilakukan sinkronisasi dengan kegiatan yang dibiayai APBD, yang dalam
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan Bappeda dan Biro Administrasi
Pembangunan, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Rencana dan program kegiatan dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan dilaksanakan oleh Menteri melalui Sekretaris Jenderal
melalui koordinasi dengan pejabat eselon I terkait sebagai
penanggung jawab program yang merupakan bagian integral dalam
rencana dan program Kementerian.
b. Mekanisme perubahan rencana program dana dekonsentrasi dan
dana Tugas Pembantuan adalah sebagai berikut:
1) Dana dekonsentrasi diusulkan oleh Pemerintah daerah dan dapat
dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari
pejabat eselon I pada instansi vertikal terkait sebagai penanggung
jawab program berdasarkan usulan tertulis dari Gubernur dengan
disertai penjelasan mengenai alasan-alasan kebutuhannya.
2) Dana Tugas pembantuan berdasarkan usulan tertulis dari
Gubernur/Bupati/Walikota yang disertai penjelasan mengenai
alasan-alasannya.
2. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) atau dokumen anggaran
lainnya yang berlaku setelah mendapat penetapan/pengesahan oleh
Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) disampaikan kepada Gubernur
cq. Biro Administrasi Pembangunan dan Biro Administrasi
Pembangunan Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur dapat melakukan
kegiatan monitoring dan evaluasi untuk optimalisasi pemanfaatan dana
dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan.
3. Sedangkan Petunjuk Operasional (PO) kegiatan ditandatangani oleh
Kuasa Pengguna Anggaran.

B. Pengorganisasian
1. Dalam rangka efisiensi dan efektivitas pengelolaan dana APBN dibentuk
Tim Koordinasi Penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
Provinsi Jawa Timur.
2. Bidang-bidang dalam Tim Koordinasi tersebut dapat membentuk
keanggotaannya sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing OPD;
3. Dalam rangka memperlancar penyusunan laporan keuangan tingkat
wilayah, Gubernur adalah penanggung jawab Unit Akuntansi Pembantu
Pengguna Anggaran Wilayah (UAPPAW) dan OPD sebagai Sub Unit
UAPPAW.
27

4. Pejabat Inti OPD penanggungjawab dana Dekonsentrasi/dana Tugas


Pembantuan terdiri dari:
a. Kuasa Pengguna anggaran/Kuasa Pengguna Barang/Kepala Satuan
Kerja;
b. Pejabat Pembuat Komitmen;
c. Pejabat Penguji tagihan/Penandatangan Surat Perintah Membayar
(SPM); dan
d. Bendahara Pengeluaran.
5. Kuasa Pengguna Anggaran terkait dana Dekonsentrasi ditetapkan oleh
Gubernur dan disampaikan kepada Menteri atau pimpinan
Lembaga/Pejabat Eselon I Pembina.
6. Kuasa Pengguna Anggaran terkait dana Tugas Pembantuan diusulkan
oleh Gubernur untuk ditetapkan oleh Kementerian atau Lembaga terkait.
7. Kepala OPD menetapkan Petugas Unit Akutansi OPD dan Pembantu
Pejabat Inti lainnya.

C. Monitoring dan Evaluasi


Dalam rangka pengendalian pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari dana
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan akan dilaksanakan monitoring dan
evaluasi secara periodik dan terpadu oleh Tim Koordinasi sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan
Tugas Pembantuan.

D. Revisi Anggaran
1. Tujuan Revisi Anggaran
a. Antisipasi terhadap perubahan kondisi dan prioritas kebutuhan;
b. Mempercepat pencapaian pelaksanaan kinerja;
c. Meningkatkan efektifitas, kualitas belanja dan optimalisasi
penggunaan anggaran yang efisien.
2. Batasan Revisi
a. Tidak Mengurangi Alokasi Anggaran
1) Biaya operasional Satker kecuali untuk memenuhi kebutuhan
biaya operasional satker lain;
2) Tunjangan profesi dan tunjangan kehormatan kecuali untuk
memenuhi tunjangan profesi dan tunjangan kehormatan satker
lain;
3) Kebutuhan pengadaan bahan makanan untuk
tahanan/narapidana kecuali untuk memenuhi kebutuhan
pengadaan bahan makanan untuk tahanan/narapidana pada
satker lain;
4) Pembayaran berbagai tunggakan;
5) Kegiatan yang bersifat multiyears; dan/atau
6) Paket kerja yang sudah dikontrakan/direalisasikan dananya
sehingga pagu minus,
b. Tidak mengurangi sasaran kinerja
1) Mengurangi volume keluaran (output) Kegiatan Prioritas Nasional
dan/atau Prioritas Bidang; atau
2) Mengurangi spesifikasi keluaran (output).
c. Pelaksanaan revisi disesuaikan dengan peraturan dan perundangan
yang berlaku pada tahun berkenaan.
28

d. Perubahan/pergeseran anggaran dilakukan berdasarkan ketentuan


yang berlaku dalam pelaksanaan APBN dan melaporkan hasilnya
kepada Gubernur melalui Biro Administrasi Pembangunan
Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur.

E. Tata Cara Pembayaran dan Petunjuk Pelaksanaan Teknis


Pelaksanaan kegiatan pembangunan yang dibiayai dari sumber dana APBN
harus mengacu pada:
1. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
2. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
83/PMK.02/2022 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran
2023.
3. Keputusan Menteri dan/atau Peraturan Menteri terkait tentang
petunjuk teknis kegiatan Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan untuk
Tahun Anggaran 2023.
29

BAB IV
LAPORAN REALISASI PELAKSANAAN ANGGARAN APBD DAN APBN

A. Sistem Evaluasi Pengendalian dan Pelaporan


Dalam rangka mewujudkan pemerintah yang baik dan bersih perlu
adanya pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang
tepat, jelas, terukur dan legitimate, sehingga penyelenggaraan
pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna,
transparan, akuntabilitas dan bertanggung jawab, serta bebas dari korupsi,
kolusi dan nepotisme.
Berbagai kebijakan yang mengatur Manajemen Kinerja, konsistensi
keterkaitan antara rencana pembangunan yang telah termuat dalam RKPD,
RPJMD, RPJPD, RTRW dengan implementasinya, serta keterkaitan rencana
pembangunan setiap tahunnya mulai dari Perencanaan Kinerja,
Pengukuran Kinerja, Pelaporan Kinerja sampai dengan Evaluasi Kinerja,
dan sinergitas antara dana APBN dengan APBD, maka Pemerintah Provinsi
Jawa Timur telah melakukan sistem Pengendalian dan Evaluasi di
Perangkat Daerah secara Bulanan, Triwulan, Semesteran maupun Tahunan
untuk kemajuan progres kinerja dan penyerapan anggaran, baik dana yang
bersumber dari APBD Provinsi maupun APBN yang telah dialokasikan pada
Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur secara
cepat, tepat dan akurat.
Berdasarkan hasil evaluasi pelaporan kinerja, dengan cara
membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil
(outcome) terhadap rencana dan standar yang ditetapkan, Gubernur
melakukan pemantauan dan pengendalian serta evaluasi pelaporan yang
disampaikan secara tertulis atau manual maupun melalui teknologi
informasi (on line), maka salah satu bentuk pertanggungjawaban tersebut
diatas, kepada semua Pengguna Anggaran diwajibkan untuk menyampaikan
laporan kepada Gubernur yang ditentukan dengan mekanisme, sebagai
berikut:

B. Jenis Pelaporan:
1. Laporan Bulanan
Kepala Perangkat Daerah melaporkan tentang target, realisasi keuangan
dan fisik serta aktivitas pengadaan barang/jasa kepada Gubernur
melalui Tim Evaluasi Percepatan Realisasi Anggaran (TEPRA) Biro
Administrasi Pembangunan selaku Pejabat Penghubung TEPRA Provinsi
dengan TEPRA Pusat.
Selanjutnya, TEPRA Provinsi akan melaporkan rekapitulasinya kepada
Presiden cq. TEPRA Pusat melalui website https://monev.lkpp.go.id
dengan Format TEPRA, yang terdiri dari:
a) Rencana penyerapan keuangan dan fisik komulatif dalam satu tahun
anggaran (disbursment plan);
30

b) Rencana pengadaan barang dan jasa dalam satu tahun anggaran


(procurement plan);
c) Realisasi keuangan dan fisik komulatif;
d) Realisasi pengadaan barang dan jasa, dengan rincian:
1) Paket-paket yang telah memulai proses pengadaan.
2) Paket-paket yang telah tandatangan kontrak.
3) Paket-paket yang telah memulai pelaksanaan lapangan.
4) Paket-paket yang telah serah terima I Provisional Hand Over
(PHO).
e) Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaannya.
Perangkat Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur wajib melaporkan
realisasi keuangan, realisasi fisik dan foto kegiatan tiap bulannya
pada Sistem Informasi Monitoring dan Evaluasi Pembangunan
(SMEP) melalui website www.smep.jatimprov.go.id yang dalam
menyampaikan laporannya melakukan beberapa hal, antara lain:
1) Upload file rencana penyerapan yang diambil dari aplikasi
perencanaan anggaran atau input data rencana penyerapan tiap
bulan untuk pengisian rencana realisasi keuangan.
2) Pengisian rencana realisasi fisik dilaksanakan secara input data.
3) Upload file AK-18 yang diambil dari aplikasi Sistem Informasi
Akuntansi dan Pelaporan (SIAP) untuk pengisian realisasi
keuangan atau secara input data.
4) Pengisian realisasi fisik dilaksanakan secara input data.
5) Upload foto kegiatan serta pengisian judul dan uraian kegiatan.
6) Pengisian permasalahan dan solusi dalam penyerapan anggaran
pada hasil pemantauan.

2. Laporan Triwulan
a. Kewajiban laporan triwulan untuk realisasi fisik/keuangan dan
indikator output/outcome oleh Kepala Perangkat Daerah pengelola
anggaran APBN kepada Gubernur melalui Bappeda, disampaikan
paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah triwulan yang bersangkutan
berakhir sesuai ketentuan dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah
Nomor 39 Tahun 2006.
Disamping itu pemantauan terhadap input, output dan indikator
kinerja dari masing-masing program dan kegiatan anggaran APBN
dari Kementerian/Lembaga pelaporan disampaikan secara
triwulanan kepada Bappenas paling lambat 14 (empat belas) hari
kerja setelah triwulan berakhir melalui laporan online e-Monev (pada
website https://e-monev.bappenas.go.id).
b. Selanjutnya sebagai upaya dalam melaksanakan pengendalian
pelaporan dan evaluasi pelaksanaan DAK sejalan dengan Pasal 63
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana
Perimbangan dan Peraturan Presiden Nomor 123 Tahun 2016
tentang Petunjuk Teknis DAK Fisik serta Peraturan Presiden Nomor
5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor
31

123 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Dana Alokasi Khusus Fisik
maka Perangkat Daerah penerima DAK fisik berkewajiban untuk
melapor hasil pelaksanaan DAK.
Kewajiban laporan triwulan berupa laporan pelaksanaan kegiatan,
penyerapan dana dan capaian output kegiatan oleh Kepala Perangkat
Daerah pengelola anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) kepada
Gubernur melalui Bappeda, disampaikan paling lambat 14 (empat
belas) hari setelah triwulan yang bersangkutan berakhir.
c. UAPPAW wajib melaksanakan rekonsiliasi laporan triwulan ke
Kanwil XV Surabaya Ditjen Perbendaharaan Negara, selanjutnya
disampaikan ke Eselon I Kementerian/Kantor Kementerian Negara
dengan SAI (Sistem Akuntansi Instansi) dan ke Biro Administrasi
Pembangunan melalui SMEP online (Data digital SAI file Kirim
SAKPAD/Sistem Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran Daerah)
paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah triwulan yang
bersangkutan berakhir (setelah Rekonsiliasi dengan Kanwil XV).
d. Sesuai Pasal 261 ayat (5) Permendagri 86 Tahun 2017 tentang Tata
Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan
daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah, serta Tata Cara Perubahan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah, dan Rencana Kerja
Pemerintah Daerah menyatakan bahwa evaluasi hasil Rencana Kerja
Pemerintahan Daerah dilaksanakan dengan menggunakan hasil
evaluasi Renja Perangkat Daerah yang dilakukan masing-masing
Kepala Perangkat Daerah.
Laporan harus dikirimkan setiap triwulanan kepada Gubernur
melalui Bappeda Provinsi Jawa Timur yang ditandatangani oleh
Kepala Perangkat Daerah 2 (dua) minggu setelah pelaksanakan
rekonsiliasi dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan APBD yang
dilaksanakan oleh Biro Administrasi Pembangunan dengan format
laporan Evaluasi Hasil Renja sesuai dengan Lampiran Permendagri
86 Tahun 2016.

3. Laporan Semester
UAPPAW wajib melaksanakan rekonsiliasi Laporan Semester ke Kanwil
XV Surabaya Ditjen Perbendaharaan Negara, selanjutnya diteruskan ke
Eselon I Departemen/Kantor Kementerian Negara dengan sistem SAI
dan ke Biro Administrasi Pembangunan dengan Sistem SMEP online
(Data digital SAI file Kirim SAKPAD/Sistem Akuntansi Kuasa Pengguna
Anggaran Daerah) paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya
pada setiap akhir semester.
4. Laporan Tahunan
Jenis pelaporan yang harus dipenuhi oleh setiap Perangkat Daerah tiap
tahunnya adalah:
32

a. Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada


Pemerintah
b. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah
kepada DPRD
c. Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (ILPPD)
kepada masyarakat
5. Laporan atas kehendak sendiri secara teknis atau atas permintaan
Pemerintah melalui Gubernur.
6. Laporan yang bersifat khusus secara teknis dapat disesuaikan dengan
perkembangan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Guna kelancaran penyampaian pelaporan kepada Gubernur Jawa Timur
dilaksanakan:
1) Pelaporan untuk bahan pembuatan LPPD dari masing-masing
Perangkat Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur dilaksanakan 1
(satu) bulan setelah tahun anggaran berakhir;
2) Pelaporan yang bersifat umum dan tertentu dilaksanakan per
semester;
3) Pelaporan yang bersifat khusus dilaksanakan sewaktu-waktu apabila
terjadi suatu peristiwa atau kejadian yang memerlukan penanganan
segera;
4) Pelaporan rutin dilakukan per triwulan;
5) Pelaporan sebagaimana dimaksud angka 1) s/d 3) dapat juga
dilaksanakan sewaktu-waktu apabila ada hal-hal khusus sesuai
kebutuhan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Semua pelaporan sebagaimana tersebut pada angka 1, 2 dan 3
dilaporkan kepada Gubernur Jawa Timur melalui Biro Pemerintahan
dan Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur dengan
tembusan kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi
Jawa Timur dan Inspektorat Provinsi Jawa Timur.

C. Mekanisme Pelaporan
1. Pelaporan Online
a. Pelaksanaan laporan dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi
Monitoring dan Evaluasi Pembangunan (SMEP) melalui website
www.smep.jatimprov.go.id Sistem aplikasi ini berfungsi sebagai
bahan pengawasan dan pembinaan bagi Inspektorat Provinsi Jawa
Timur karena mempunyai fasilitas login khusus untuk dapat
mengakses data tersebut;
b. Pelaksanaan laporan Evaluasi Hasil Renja Perangkat Daerah dengan
menggunakan aplikasi Sistem Monitoring dan Evaluasi melalui
website Sistem aplikasi ini berfungsi sebagai bahan monitoring dan
evaluasi hasil kinerja Perangkat Daerah sebagaimana telah diatur
dalam Permendagri 86 Tahun 2017.
33

2. Pelaporan Manual
Disamping melaporkan secara online, Kepala Perangkat Daerah
diwajibkan juga melaporkan secara manual. Adapun jenis pelaporan
secara manual adalah sebagai berikut:
a. Triwulanan
1) Setiap Perangkat Daerah wajib mengirim resmi Laporan kinerja
kegiatan APBD atau Laporan Evaluasi Hasil Renja Perangkat
Daerah sesuai Permendagri 86 Tahun 2017 berupa hard copy
cetakan dari aplikasi Sistem Monitoring dan Evaluasi
(http://simona.bappedajatim.id/) yang ditandatangani oleh Kepala
Perangkat Daerah masing-masing serta dikirim melalui email
dengan alamat: jatimdalev@gmail.com;
2) Perangkat daerah yang mendapatkan/mengelola Dana APBN
(Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan) mempunyai kewajiban
untuk melaporkan realisasi fisik/keuangan dan indikator
output/outcome kepada Gubernur melalui Bappeda, disampaikan
paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah triwulan yang
bersangkutan berakhir sesuai dengan Pasal 7 Peraturan
Pemerintah Nomor 39 tahun 2006;
3) Perangkat daerah yang mendapatkan/mengelola Dana DAK wajib
melaporkan hasil pelaksanaan DAK disampaikan paling lambat 10
(sepuluh) hari setelah triwulan yang bersangkutan berakhir kepada
kepala Daerah (Gubernur) melalui Bappeda sebagaimana yang
telah diatur dalam Petunjuk Teknis DAK.
b. Tahunan
1) Laporan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(SAKIP):
a) Setiap Perangkat Daerah Provinsi Jawa Timur wajib
membentuk tim AKIP (Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah) yang bertugas menyusun:
(1) Pelaporan Kinerja (LAKIP)
(2) Pencapaian Sasaran/Kinerja
b) Pada setiap awal tahun anggaran Perangkat Daerah
menyampaikan capaian penetapan kinerja kepada Gubernur
Jawa Timur melalui Biro Organisasi sebanyak 2 (dua)
eksemplar beserta CD/flash disk dengan format Excel dengan
huruf Arial 12.
c) Pada akhir tahun anggaran, setiap Perangkat Daerah
menyusun Pengukuran Kinerja Kegiatan (PKK) dan
Pengukuran Pencapaian Sasaran (PPS) disampaikan kepada
Gubernur Jawa Timur dengan tembusan Biro Organisasi
sebanyak 2 (dua) eksemplar beserta disket dengan format
Excel dan huruf Arial 12 sebagai bahan LPJ Gubernur.
d) Menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a.
kepada Gubernur Jawa Timur selambat-lambatnya bulan
Februari tahun berikutnya melalui Biro Organisasi.
34

2) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD)


Berdasarkan ketentuan Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa Gubernur
menyusun Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(LPPD) sebagai bahan evaluasi kinerja pemerintahan oleh
pemerintah dan menyampaikan kepada Presiden RI melalui
Kementerian Dalam Negeri RI paling lambat 3 (tiga) bulan setelah
Tahun Anggaran berakhir;
Penyusunan LPPD berpedoman kepada Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 18 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2019 tentang Laporan
dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) wajib
dilaporkan kepada pemerintah sebagai bahan pembinaan lebih
lanjut sesuai dengan permasalahan dan kebijakan yang
dilakukan di daerah dengan ketentuan:
a) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD)
disampaikan kepada Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah
Setda Provinsi Jawa Timur selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan
setelah berakhirnya Tahun Anggaran (31 Maret) dengan
ketentuan:
(1) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD)
Provinsi disampaikan kepada Presiden melalui Menteri
Dalam Negeri;
(2) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD)
Kabupaten/Kota disampaikan kepada Menteri Dalam
Negeri melalui Gubernur Jawa Timur selaku Wakil
Pemerintah Pusat di Daerah.
b) LPPD memuat Capaian Kinerja Makro, Kinerja
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Daerah, Akuntabilitas
Kinerja Pemerintah Daerah dan Penerapan Standar Pelayanan
Minimal (SPM) yang disusun berdasarkan pedoman teknis
penyusunan LPPD dari Ditjen Otda Kemendagri RI.
c) Guna Mengetahui keberhasilan Penyelenggaran Pemerintahan
Daerah, Penyampaian Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah dan Indikator Kinerja Kunci (IKK) berdasarkan Capaian
Kinerja Makro, Capaian Kinerja Urusan Pemerintahan
(24 urusan wajib dan 8 urusan pilihan) serta Capaian Kinerja
Fungsi Penunjang Urusan Pemerintahan, maka:
(1) Penyampaian Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah (LPPD) dan Indikator kinerja Kunci (IKK) pada
Capaian kinerja makro, Capaian kinerja urusan
pemerintahan (24 urusan wajib dan 8 urusan pilihan) serta
Capaian kinerja fungsi penunjang urusan pemerintahan
kepada Gubernur Jawa Timur dengan ketentuan:
35

(a) Seluruh Elemen Data Kinerja LPPD harus bersumber


dari masing-masing Perangkat Daerah (PD) sedangkan
untuk mendapatkan Data Capaian Kinerja Makro dan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) bersumber
dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan sumber data
lainnya.
(b) Data dan Dokumen Pendukung sebelum ditandatangani
Kepala Perangkat Daerah wajib direviu oleh lnspektorat
Provinsi untuk LPPD Provinsi dan oleh lnspektorat
Kabupaten/Kota untuk LPPD Kabupaten/Kota;
(c) Untuk Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah
Provinsi Jawa Timur Penyampaian LPPD dan Indikator
Kinerja Kunci berbentuk Hardcopy dan Softcopy yang di
upload pada e-LPPD Provinsi Jawa Timur
(lppd.ropem.jatimprov.go.id) dan SIPD–Sistem
Informasi Pemerintahan Daerah Kemendagri RI
(elppd.kemendagri.go.id) paling lambat
1 (satu) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
(d) Untuk Kabupaten/Kota se-Jawa Timur, penyampaian
LPPD dan Indikator Kinerja Kunci (IKK) berbentuk hard
copy dan soft copy yang di upload pada e-LPPD Provinsi
Jawa Timur (lppd.ropem.jatimprov.go.id) dan SIPD–
Sistem Informasi Pemerintahan Daerah Kemendagri
RI (elppd.kemendagri.go.id) paling lambat
2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
(2) Penyampaian Laporan sebagaimana dimaksud pada angka
(1) untuk LPPD Provinsi akan disampaikan kepada
Presiden melalui Menteri dan untuk LPPD Kabupaten/Kota
se Jawa Timur akan disampaikan kepada Kementerian
Dalam Negeri melalui Gubernur Jawa Timur (Tim Daerah
Provinsi Jawa Timur);
d) Dalam rangka Pelaksanaan Evaluasi Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah terhadap LPPD Provinsi Kabupaten dan
Kota, maka Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat
membentuk Tim Daerah Provinsi, sebagaimana diamanatkan
dalam Pasal 26 ayat (3) dan ayat (4) Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 18 Tahun 2020:
1) Susunan Keanggotaan Tim daerah Provinsi yang termuat
dalam Pasal 29 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 18 Tahun 2020, terdiri dari Gubernur selaku
Penanggungjawab, Sekda Provinsi selaku Ketua merangkap
anggota, Inspektur Daerah selaku Wakil Ketua merangkap
anggota, Kepala Bappeda Provinsi selaku anggota, Kepala
Perwakilan BPKP selaku anggota, Kepala Dinas Pengelolaan
Keuangan Daerah selaku anggota, Kepala BPS Provinsi
selaku anggota, dan pejabat daerah lainnya;
36

2) Tim Daerah Provinsi dalam melakukan EPPD kabupaten/


kota sebagaimana termuat dalam Pasal 29 melaksanakan:
a. Pengukuran kinerja pemerintahan kabupaten dan kota
dengan cara menganalisis dan menginterpretasikan data
penyelenggaraan pemerintahan kabupaten/ kota;
b. Penyampaian laporan hasil pelaksanaan EPPD daerah
kabupaten dan kota kepada Gubernur dan Tim Nasional
untuk dilakukan validasi; dan Penyampaian hasil
pelaksanaan EPPD kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota yang dievaluasi sebagai umpan balik
berupa Laporan Hasil Evaluasi (LHE) Individu.
3) Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EPPD)
dilaksanakan setiap tahun anggaran dan hasilnya
diselesaikan paling lambat 6 (enam) bulan sejak batas akhir
penyampaian LPPD.
e) Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah
akhir tahun anggaran sesuai ketentuan dalam Pasal 69 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, yang menyatakan bahwa Kepala Daerah wajib
menyampaikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah,
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah
dan Ringkasan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Dalam Pasal 71, pada ayat (1) menyatakan bahwa LKPJ memuat
hasil penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilaksanakan
oleh Pemerintah Daerah; ayat (2) menyatakan bahwa Kepala
Daerah menyampaikan LKPJ sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 69 ayat (1) kepada DPRD yang dilakukan 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun
anggaran berakhir; serta ayat (3) menyatakan bahwa LKPJ
kepada DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibahas oleh
DPRD untuk rekomendasi perbaikan penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah.
Secara operasional penyampaian kewajiban Kepala Daerah
tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun 2019 tentang Laporan dan Evaluasi
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD).
Sedangkan format dan sistematika LKPJ mengacu kepada
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2020 tentang
Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun
2019 tentang LPPD.
Untuk memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 dimaksud, maka diwajibkan kepada seluruh Perangkat
Daerah menyampaikan Laporan Kinerja Tahunan Perangkat
Daerah (capaian pelaksanaan program dan kegiatan serta
permasalahan dan upaya penyelesaian setiap urusan
pemerintahan) sebagai bahan dalam Penyusunan Laporan
37

Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah Akhir


Tahun Anggaran yang disampaikan pada awal Bulan Januari
Tahun bersangkutan kepada Gubernur c.q. Kepala Biro
Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Provinsi
Jawa Timur atau melalui aplikasi lkpj.jatimprov.go.id.

3. Rekonsiliasi dan Evaluasi


Dalam rangka memantau Progres/kemajuan Pelaksanaan kegiatan
APBD/APBN dan kinerja Perangkat Daerah, Biro Administrasi
Pembangunan akan memfasilitasi proses pelaksanaan rekonsiliasi dan
evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan APBD dan APBN Perangkat
Daerah.
a. Rekonsiliasi
Biro Administrasi Pembangunan memfasilitasi proses kegiatan
Rekonsiliasi yang dilaksanakan pada setiap akhir triwulan dan
Semester, dimaksudkan sebagai sarana untuk klarifikasi, menjaring
informasi dua arah dan menghimpun masukan secara obyektif
terhadap progres dan permasalahan pelaksanaan kegiatan di
Perangkat Daerah baik kegiatan APBD dan APBN, terutama bagi
Perangkat Daerah yang progres realisasinya belum/tidak mencapai
standar prosentase sebagaimana ketentuan anggaran, sebagai
masukan untuk evaluasi.
b. Evaluasi
Biro Administrasi Pembangunan menyelenggarakan Rapat Evaluasi
dipimpin Gubernur setiap akhir triwulan, sebagai sarana untuk
sosialisasi regulasi baru, koreksi dan evaluasi secara keseluruhan
terhadap pelaksanaan kegiatan serta pengarahan penentuan
kebijakan terhadap pelaksanaan kegiatan APBD/APBN Perangkat
Daerah.
Dari hasil evaluasi tersebut akan ditindaklanjuti dengan diberikan
sanksi berupa teguran tertulis melalui surat Gubernur/Sekretaris
Daerah kepada Perangkat Daerah yang realisasi penyerapan anggaran
APBD/APBN nya relatif kecil dan tidak mencapai sesuai dengan target
yang ditentukan.

D. Ketertiban Dan Ketepatan Laporan


Untuk ketertiban dan ketepatan pelaporan evaluasi kinerja
Perangkat Daerah termasuk program kegiatan APBD maupun APBN, maka
masing-masing Perangkat Daerah diharapkan mematuhi mekanisme
pelaporan yang sudah ditetapkan sesuai peraturan yang berlaku harus
membentuk Tim yang beranggotakan seluruh komponen bidang/bagian
yang mengelola dan melaksanakan kegiatan, sehingga dapat memberikan
gambaran yang benar dari hasil kegiatan.
38

E. Kearsipan
Dalam rangka menjamin ketersediaan arsip Perangkat Daerah
Provinsi Jawa Timur yang autentik dan terpercaya, menjamin pelindungan
kepentingan negara dan hak-hak keperdataan masyarakat serta
penyelamatan arsip bernilai guna tinggi sebagai identitas jati diri, bahan
pertanggungjawaban dan memori kolektif bangsa, perlu didukung oleh
penyelenggaraan kearsipan yang sesuai dengan prinsip kaidah dan standar
penyelenggaraan kearsipan. Pengelolaan arsip dinamis harus memenuhi
persyaratan andal, sistematis, utuh, menyeluruh dan sesuai dengan norma,
standar, prosedur, kriteria (NSPK).
Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan
Pasal 40 sampai dengan Pasal 58 terkait Pengelolaan arsip dinamis menjadi
tanggungjawab Perangkat Daerah selaku pencipta arsip. Pengelolaan arsip
dinamis meliputi pengelolaan arsip aktif, arsip inaktif dan arsip vital.
1. Ruang lingkup kegiatan pengelolaan arsip dinamis di Perangkat Daerah
meliputi kegiatan penciptaan arsip, penggunaan dan pemeliharaan arsip
serta kegiatan penyusutan arsip.
a. Kegiatan Penciptaan arsip, meliputi kegiatan penerimaan dan
pembuatan naskah dinas.
1) kegiatan penerimaan naskah dinas:
a) setiap naskah dinas masuk dan keluar dilakukan
pencatatan/registrasi secara tersentral di unit Tata Usaha.
b) pengarahan dan pengendalian naskah dinas.
c) Pendistribusian naskah dinas ke Unit Pengolah (Bidang/
Bagian).
2) kegiatan pembuatan naskah dinas:
a) kegiatan pembuatan naskah dinas.
b) penomoran surat keluar secara tersentral di Tata Usaha.
c) pendistribusian naskah dinas ke tujuan.
d) pendokumentasian naskah dinas.
Kegiatan penerimaan dan pembuatan naskah dinas harus
berdasarkan pada pedoman tata naskah dinas, klasifikasi arsip
dan sistem klasifikasi keamanan dan akses arsip (SKKAAD).
b. Kegiatan penggunaan dan pemeliharaan arsip
Arsip dinamis dapat digunakan untuk kepentingan internal dan
eksternal lembaga, karena itu Perangkat Daerah wajib:
1) menyediakan arsip dinamis kepada pengguna yang berhak sesuai
dengan aturan yang berlaku;
2) dapat menutup akses dan penggunaan arsip bersifat tertutup
dengan alasan tertentu;
3) arsip yang dibuat dapat dipinjam untuk kepentingan internal dan
dibuat buku peminjaman arsip.
Pemeliharaan arsip dinamis bertujuan untuk menjamin keamanan
fisik dan informasi arsip, karena itu Perangkat Daerah wajib:
39

1) Memberkaskan arsip aktif yang diciptakannya.


Arsip aktif adalah arsip yang frekuensi penggunaanya tinggi
dan/atau terus menerus.
Tata cara pemberkasan arsip aktif:
a) TU Pengolah memberkaskan arsip aktif menurut urutan kode
klasifikasi arsip
b) disusun dalam folder/map gantung menurut urutan kode
klasifikasi.
c) dibuatkan daftar berkas/daftar isi berkas untuk penemuan
kembali arsip aktif.
d) arsip aktif disimpan di Pusat Berkas.
Pembuatan daftar berkas atau daftar isi berkas, berdasarkan
dalam Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012.

Formulir daftar berkas sekurang-kurangnya memuat informasi:


1) nomor berkas;
2) kode klasifikasi;
3) uraian informasi arsip;
4) kurun waktu (tahun)
5) jumlah (volume); dan
6) keterangan (asli, copy, tembusan, dll.).
Formulir daftar isi berkas sekurang-kurangnya memuat:
1) nomor berkas;
2) nomor item berkas;
3) kode klasifikasi;
4) uraian informasi arsip;
5) tanggal;
6) jumlah (volume); dan
7) keterangan (asli, copy, tembusan,dll.).
2) Penataan arsip inaktif.
Arsip inaktif adalah arsip yang frekuensi penggunaannya sudah
menurun atau sudah jarang digunakan.
Tata cara pengelolaan arsip inaktif:
a) petugas arsip di record center di Unit Kearsipan menata arsip
inaktif berdasarkan prinsip asal usul dan aturan asli.
b) penataan arsip inaktif dilakukan melalui pengaturan fisik arsip
dan informasi.
c) dibuatkan daftar arsip inaktif untuk penemuan kembali arsip
inaktif.
d) arsip inaktif disimpan di Pusat Arsip/Record Center dan
menjadi tanggungjawab Kepala unit Kearsipan (kasubag TU).
Daftar arsip inaktif sekurang-kurangnya memuat:
1) pencipta arsip;
2) unit pengolah;
3) nomor arsip;
4) lokasi (no. boks dan no rak);
40

5) kode klasifikasi;
6) uraian informasi arsip;
7) kurun waktu;
8) jumlah; dan
9) keterangan (asli, copy, tembusan, dll)
3) Alih media arsip
a) Dilaksanakan dalam bentuk dan media apapun sesuai
kemajuan IT berdasarkan ketentuan perundangan;
b) Arsip yang dialihmediakan adalah arsip yang memiliki nilai
guna tinggi;
c) Arsip yang dialihmediakan dibuatkan berita acara disertai
daftar arsip yang dialihmediakan;
d) Pelaksanaan alihmedia ditetapkan oleh pimpinan Perangkat
Daerah.

2. Penyusutan arsip
Perangkat Daerah wajib melakukan penyusutan arsip dinamis yang
dilakukan berdasarkan Jadwal Retensi Arsip (JRA) atau masa simpan
arsip. Penyusutan arsip dilakukan melalui kegiatan:
a. Memindahkan arsip inaktif dari Unit Pengolah (masing-masing
bidang/bagian) ke Unit Kearsipan (Subbag Tata Usaha).
Tata cara pemindahan arsip inaktif:
1) dilakukan seleksi arsip inaktif yang akan di pindah.
2) penataan arsip inaktif yang di pindah.
3) pembuatan daftar arsip aktif yang dipindah.
4) pembuatan berita acara pemindahan arsip.
5) untuk arsip yang memiliki retensi di bawah 10 (sepuluh) tahun
dilakukan pemindahan dari Unit Pengolah ke Unit Kearsipan
dilingkungan Perangkat Daerah Pencipta.
6) untuk arsip yang memiliki retensi sekurang-kurangnya 10
(sepuluh) tahun dilakukan oleh Perangkat Daerah pencipta arsip
ke Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur.
b. Pemusnahan arsip
Perangkat Daerah wajib memusnahkan arsip sesuai prosedur yang
benar.
Ketentuan arsip yang dimusnahkan:
1) arsip yang dimusnahkan adalah arsip yang sudah tidak memiliki
nilai guna, habis masa retensinya dan berketerangan musnah
sesuai Jadwal Retensi Arsip (JRA).
2) tidak ada peraturan perundangan yang melarang.
3) arsip yang tidak terkait penyelesaian satu perkara.
4) merupakan tanggungjawab pimpinan perangkat daerah pencipta
arsip.
41

Prosedur pemusnahan:
1) pembentukan Panitia Penilai Arsip.
2) penyeleksian arsip yang akan dimusnahkan.
3) pembuatan daftar arsip usul musnah oleh arsiparis/pengelola
arsip.
4) penilaian oleh Panitia penilai arsip.
5) penetapan arsip yang akan dimusnahkan.
6) persetujuan tertulis dari Gubernur Jawa Timur untuk arsip yang
memiliki retensi di bawah 10 (sepuluh) tahun.
7) persetujuan kepala ANRI untuk arsip yang memiliki retensi
sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun.
8) Pelaksanaan pemusnahan, disaksikan oleh sekurang-kurangnya
2 (dua) pejabat dari Unit Hukum dan/atau Inspektorat.
c. Penyerahan arsip statis
Perangkat Daerah wajib menyerahkan arsip statis/permanen ke
Lembaga Kearsipan Provinsi (Dinas Perpustakaan dan Kearsipan
Provinsi Jawa Timur).
Prosedur penyerahan arsip statis:
1) Seleksi arsip statis yang akan diserahkan (proses penilaian oleh
tim penilai arsip statis).
2) Arsip statis yang akan diserahkan wajib ditata dengan baik.
3) Dibuat daftar arsip statis usul serah.
4) Penilaian arsip oleh panitia penilai arsip terhadap arsip usul
serah.
5) Pemberitahuan akan penyerahan arsip statis oleh pimpinan
pencipta arsip ke kepala lembaga kearsipan.
6) Penyerahan arsip statis harus disertai dengan Berita Acara
Penyerahan arsip statis.
7) Pimpinan Perangkat Daerah bertanggungjawab atas
autentisitas, reliabilitas dan keutuhan arsip statis yang
diserahkan ke Dinas perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa
Timur.

3. SDM Kearsipan
a) Pengelolaan arsip dinamis di Perangkat Daerah dilaksanakan oleh
SDM Kearsipan yang meliputi pejabat struktural kearsipan,
arsiparis, pranata kearsipan, para pengelola arsip dan staf Non PNS
yang mengelola arsip.
b) Perangkat Daerah wajib menyediakan SDM Kearsipan sebagai
pelaksana pengelolaan arsip dinamis.

4. Sarana dan Prasarana


Perangkat Daerah menyediakan prasarana dan sarana simpan
kearsipan sesuai standar kearsipan, meliputi:
1) Pusat berkas untuk menyimpan arsip aktif terdiri dari filling cabinet,
lemari arsip, folder gantung, map dan odner.
42

2) Record center/pusat arsip untuk menyimpan arsip inaktif, dan


sarananya berupa rak arsip, boks arsip, pembungkus arsip, label
arsip, di lengkapi sarana hydran, fire alarm, smoke detector,
hydrometer, fan/kipas angin, Air Conditioner dan CCTV.
3) Lemari besi untuk menyimpan arsip vital/aset.
4) Mengembangkan sarana kearsipan sesuai Teknologi Informasi.
5. Perangkat Daerah wajib mengimplementasikan peningkatan kualitas
pengelolaan arsip dinamis yang sesuai Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 26
Tahun 2020 tentang Pedoman Evaluasi Pelaksanaan Reformasi
Birokrasi yang dapat diukur dari nilai hasil pengawasan kearsipan
sebagaimana Peraturan Arsip Nasional RI Nomor 6 Tahun 2019 tentang
Pedoman Pengawasan Kearsipan.
6. Dalam tahapan penyusunan Laporan Evaluasi Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah (LPPD) bidang kearsipan sesuai Peraturan Menteri
Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2020 tentang
Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2019
maka untuk mendukung data Indikator Kinerja Kunci (IKK) tingkat
ketersediaan arsip sebagai bahan akuntabilitas kinerja, alat bukti yang
sah dan pertanggungjawaban nasional, maka:
a. Setiap Perangkat Daerah wajib menyusun daftar arsip aktif.
b. Perangkat Daerah wajib menyusun daftar arsip in aktif.
7. Pendanaan
Perangkat Daerah wajib merencanakan, mengalokasikan dan
mengendalikan anggaran untuk penyelenggaraan kearsipan.
8. Sanksi
Perangkat Daerah yang tidak melaksanakan penyelenggaraan
pengelolaan arsip dinamis sesuai standar kearsipan akan diberikan
teguran tertulis melalui surat Gubernur atau Sekretaris Daerah kepada
Perangkat Daerah yang hasil penyelenggaraan pengelolaan arsip dinamis
nilainya kurang.
43

BAB V
PEMBINAAN APARATUR

A. Tunjangan/Gaji
Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna serta kesejahteraan
Pegawai ASN, sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 5
Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Peraturan Pemerintah
Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai ASN sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15
Tahun 2019 bagi Pegawai ASN/CPegawai ASN disamping menerima gaji
pokok juga diberikan tunjangan antara lain sebagai berikut :
1. Pegawai ASN/CPegawai ASN yang mempunyai anak (Kandung, Tiri,
Angkat) belum berumur 21 Tahun dan tidak/belum pernah kawin, tidak
mempunyai penghasilan dan menjadi tanggungan Pegawai
ASN/CPegawai ASN yang bersangkutan;
2. Anak Pegawai ASN/CPegawai ASN yang telah berumur 21 tahun s/d 25
tahun, tetapi masih melanjutkan pendidikan formal, yang dibuktikan
dengan Surat Keterangan dari PTN/PTS 3 (tiga) bulan sebelum batas
usia;
3. Diberikan sebanyak-banyaknya untuk 2 (dua) orang anak, kecuali pada
saat tanggal 1 Maret 1994 telah memperoleh tunjangan anak lebih dari
2 (dua) orang anak;
4. Anak kandung adalah anak yang dilahirkan oleh ibu yang terikat
pernikahan yang sah antara suami-istri;
5. Anak tiri adalah anak yang dibawa oleh suami/istri dari pernikahan
yang terdahulu;
6. Anak angkat adalah anak orang lain yang telah diangkat oleh Pegawai
ASN/CPegawai ASN dengan Keputusan Pengadilan Negeri dan hanya
mendapat 1 (satu) tunjangan anak angkat;
7. Setiap Pegawai ASN/CPegawai ASN wajib melaporkan perubahan status
keluarganya berkenaan dengan tunjangan keluarga;
8. Pembuat daftar gaji/pengurus daftar gaji ikut bertanggung jawab atas
kebenaran/ kelengkapan persyaratan/ dokumen pembayaran tunjangan
keluarga Pegawai ASN/CPegawai ASN.

B. Kode Etik Pegawai ASN


1. Berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Timur nomor 19 tahun 2016
tanggal 28 Maret 2016 tentang Kode Etik Pegawai ASN di lingkungan
Pemerintah Provinsi Jawa Timur, untuk menanamkan jiwa korps dan
mengamalkan etika guna menjamin terwujudnya ASN yang kuat,
kompak dan bersatu padu, memiliki kepekaan, tanggap dan memiliki
kesetiakawanan yang tinggi, berdisiplin, serta sadar akan tanggung
jawabnya sebagai unsur aparatur negara dan abdi masyarakat, maka
setiap Pegawai ASN dalam melaksanakan tugas wajib memupuk Jiwa
Korps dan memegang teguh Kode Etik Pegawai ASN.
2. Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi sanksi moral berdasarkan keputusan
Majelis Kode Etik karena melakukan pelanggaran kode etik, dapat
dijatuhi sanksi disiplin sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun
2021.
44

C. Disiplin Kerja
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 94 Tahun 2021 tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil, bahwa disiplin adalah kesanggupan Pegawai
Negeri Sipil untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan
kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman
disiplin.
Dalam rangka mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang handal, profesional
dan bermoral sebagai penyelenggara Pemerintahan yang menerapkan
prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik (Good Governance), maka Pegawai
Negeri Sipil sebagai unsur aparatur Negara dituntut untuk setia kepada
Pancasila, UUD 1945, NKRI, Pemerintah, bersikap disiplin, jujur, adil,
transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas.
1. Kewajiban PNS (ada 17) antara lain:
a. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan Pemerintah;
b. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;
c. Melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat pemerintah
yang berwenang;
d. Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian,
kejujuran, kesadaran dan tanggung jawab;
f. Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku,
ucapan, dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di
luar kedinasan;
g. Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan
rahasia jabatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
h. Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
i. Menghadiri dan mengucapkan sumpah/janji PNS;
j. Menghadiri dan mengucapkan sumpah/janji jabatan;
k. Mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi,
seseorang, dan/atau golongan;
l. Melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui
ada hal yang dapat membahayakan keamanan negara atau
merugikan keuangan negara;
m. Melaporkan harta kekayaan kepada pejabat yang berwenang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
n. Masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja;
o. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan
sebaik-baiknya;
p. Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk
mengembangkan kompetensi; dan
q. Menolak segala bentuk pemberian yang berkaitan dengan tugas dan
fungsi kecuali penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
45

2. Larangan Pegawai ASN (ada 14) antara lain:


a. Menyalahgunakan wewenang;
b. Menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi
dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain
yang diduga terjadi konflik kepentingan dengan jabatan;
c. Menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain;
d. Bekerja pada lembaga atau organisasi internasional tanpa izin atau
tanpa ditugaskan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian;
e. Bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga
swadaya masyarakat asing, kecuali ditugaskan oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian;
f. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau
meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak,
dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah;
g. Melakukan pungutan di luar ketentuan;
h. Melakukan kegiatan yang merugikan negara;
i. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan;
j. Menghalangi jalannya tugas kedinasan;
k. Menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatan dan /atau
pekerjaan;
l. Meminta sesuatu yang berhubungan dengan jabatan;
m. Melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan yang dapat
mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani; dan
n. Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden,
Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara:
1) Ikut kampanye;
2) Menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai
atau atribut Pegawai ASN;
3) Sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan Pegawai ASN
lain;
4) Sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara;
5) Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan
atau merugikan salah satu pasangan calon sebelum, selama
dan sesudah masa kampanye;
6) Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan
terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum,
selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan,
ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada
Pegawai ASN dalam lingkungan unit kerjanya, anggota
keluarga, dan masyarakat; dan
7) Memberikan surat dukungan disertai fotokopi Kartu Tanda
Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk.
3. Pelanggaran terhadap kewajiban masuk kerja dan menaati ketentuan
jam kerja (tidak masuk kerja tanpa keterangan) dijatuhi hukuman
disiplin:
a. Hukuman Disiplin Ringan
1) teguran lisan bagi Pegawai Negeri Sipil yang tidak masuk kerja
tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 3 (tiga) hari kerja
dalam 1 (satu) tahun;
46

2) teguran tertulis bagi Pegawai Negeri Sipil yang tidak masuk kerja
tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 4 (empat) sampai
dengan 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) tahun; dan
3) pernyataan tidak puas secara tertulis bagi Pegawai Negeri Sipil
yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif
selama 7 (tujuh) sampai dengan 10 (sepuluh) hari kerja.
b. Hukuman Disiplin Sedang
1) Pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25% (dua puluh lima
persen) selama 6 (enam) bulan bagi PNS yang tidak Masuk Kerja
tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 11 (sebelas)
sampai dengan 13 (tiga belas) hari kerja dalam 1 (satu) tahun;
2) Pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25% (dua puluh lima
persen) selama 9 (sembilan) bulan bagi PNS yang tidak Masuk
Kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 14 (empat
belas) sampai dengan 16 {enam belas) hari kerja dalam 1 (satu)
tahun; dan
3) Pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25% (dua puluh lima
persen) selama 12 (dua belas) bulan bagi PNS yang tidak Masuk
Kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 17 (tujuh
belas) sampai dengan 20 (dua puluh) hari kerja dalam 1 (satu)
tahun.
c. Hukuman Disiplin Berat
1) Penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 (dua belas)
bulan bagi PNS yang tidak Masuk Kerja tanpa alasan yang sah
secara kumulatif selama 21 (dua puluh satu) sampai dengan 24
(dua puluh empat) hari kerja dalam 1 (satu) tahun;
2) Pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama
12 (dua belas) bulan bagi PNS yang tidak Masuk Kerja tanpa
alasan yang sah secara kumulatif selama 25 (dua puluh lima)
sampai dengan 27 (dua puluh tujuh) hari kerja dalam 1 (satu)
tahun;
3) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
sebagai PNS bagi PNS yang tidak Masuk Kerja tanpa alasan yang
sah secara kumulatif selama 28 (dua puluh delapan) hari kerja
atau lebih dalam 1 (satu) tahun; dan
4) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
sebagai PNS bagi PNS yang tidak Masuk Kerja tanpa alasan yang
sah secara terus menerus selama 10 (sepuluh) hari kerja.
4. Ketentuan tingkat dan jenis Hukuman Disiplin sedang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94
Tahun 2021 berlaku setelah Peraturan Pemerintah mengenai Gaji dan
Tunjangan berlaku. Sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah mengenai
Gaji dan Tunjangan, maka penjatuhan hukuman disiplin sedang berlaku
sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010
tentang Disiplin PNS.
5. Untuk melaksanakan sanksi disiplin sebagaimana tersebut di atas,
beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
a. Pelanggaran terhadap kewajiban masuk kerja dan menaati ketentuan
jam kerja dihitung secara kumulatif sampai dengan akhir tahun
berjalan;
47

b. Pejabat yang berwenang menghukum wajib menjatuhkan hukuman


disiplin kepada Pegawai ASN yang melakukan pelanggaran disiplin;
c. Apabila Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud
pada huruf b tidak menjatuhkan hukuman disiplin kepada Pegawai
ASN yang melakukan pelanggaran disiplin, pejabat tersebut dijatuhi
hukuman disiplin oleh atasannya;
d. Hukuman disiplin terhadap pejabat sebagaimana dimaksud pada
huruf c lebih berat dengan jenis hukuman disiplin yang seharusnya
dijatuhkan kepada Pegawai ASN yang melakukan pelanggaran disiplin;
e. Atasan sebagaimana dimaksud pada huruf c juga menjatuhkan
hukuman disiplin terhadap Pegawai ASN yang melakukan pelanggaran
disiplin;
f. Apabila tidak terdapat pejabat yang berwenang menghukum
sebagaimana dimaksud pada huruf b dan c, maka kewenangan
menjatuhkan hukuman disiplin menjadi kewenangan pejabat yang
lebih tinggi;
g. Dalam melakukan pembinaan disiplin jam kerja di seluruh jajaran
instansi masing-masing, agar dilaksanakan pengawasan dan
pengendalian terhadap tertib pengisian/penandatanganan daftar hadir
pegawai baik pada saat datang maupun pulang kantor;
h. Terus menanamkan sikap disiplin pada seluruh pegawai dengan
mewajibkan para Kepala Unit Kerja di semua tingkatan untuk memberi
teladan dan ketaatan disiplin jam kerja, serta melakukan pengawasan
melekat atas pelaksanaannya dan mengambil langkah-langkah
tindakan administratif secara tepat;
i. Terhadap pegawai yang sedang dalam proses pemeriksaan pelanggaran
disiplin agar tidak diusulkan kenaikan pangkat maupun mutasi.
6. Tata Cara Pemanggilan, Pemeriksaan, Keputusan Hukuman Disiplin :
a. Pegawai ASN yang diduga melakukan pelanggaran disiplin dipanggil
secara tertulis oleh atasan langsung untuk dilakukan pemeriksaan;
b. Jarak waktu antara tanggal surat pemanggilan dengan tanggal
pemeriksaan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja;
c. Apabila pada tanggal yang ditentukan pada surat panggilan pertama
yang bersangkutan tidak hadir, maka dilakukan pemanggilan kedua
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal seharusnya yang
bersangkutan diperiksa pada pemanggilan pertama;
d. Apabila pada pemanggilan kedua sebagaimana dimaksud pada huruf c
PNS yang bersangkutan tidak hadir juga, maka Pejabat yang
Berwenang Menghukum menjatuhkan Hukuman Disiplin berdasarkan
alat bukti dan keterangan yang ada tanpa dilakukan pemeriksaan;
e. Atasan langsung wajib memeriksa PNS yang diduga melakukan
Pelanggaran Disiplin sebelum PNS dijatuhi Hukuman Disiplin;
f. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf e dilakukan secara
tertutup melalui tatap muka langsung maupun secara virtual dan
hasilnya dituangkan dalam bentuk berita acara pemeriksaan;
g. Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf f
menyatakan kewenangan menjatuhkan Hukuman Disiplin merupakan
kewenangan atasan langsung, maka atasan langsung tersebut wajib
menjatuhkan Hukuman Disiplin;
48

h. Dalam hal sesuai hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada


huruf g menyatakan kewenangan penjatuhan Hukuman Disiplin
merupakan kewenangan pejabat yang lebih tinggi, maka atasan
langsung wajib melaporkan berita acara pemeriksaan dan hasil
pemeriksaan secara hierarki;
i. Atasan langsung yang tidak melakukan pemanggilan dan pemeriksaan
terhadap PNS yang diduga melakukan Pelanggaran Disiplin, dan/atau
melaporkan hasil pemeriksaan kepada Pejabat yang Berwenang
Menghukum dijatuhi Hukuman Disiplin;
j. Pejabat yang Berwenang Menghukum menjatuhkan Hukuman Disiplin
yang lebih berat kepada atasan langsung sebagaimana dimaksud pada
huruf i dilakukan setelah melalui proses pemeriksaan;
k. Dalam hal atasan langsung Pegawai ASN yang diduga melakukan
Pelanggaran Disiplin terlibat dalam pelanggaran tersebut, maka yang
menjadi anggota tim pemeriksa terdiri dari unsur atasan langsung,
unsur kepegawaian, dan unsur pengawasan;
l. Untuk kelancaran pemeriksaan, Pegawai ASN yang diduga melakukan
pelanggaran disiplin dan kemungkinan akan dijatuhi hukuman disiplin
tingkat berat, dapat dibebaskan sementara dari tugas jabatannya oleh
atasan langsung sejak yang bersangkutan diperiksa;
m. Pembebasan sementara dari tugas jabatannya sebagaimana dimaksud
pada huruf l berlaku sampai dengan ditetapkannya keputusan
Hukuman Disiplin;
n. Selama PNS sebagaimana dimaksud pada huruf l dibebaskan
sementara dari tugas jabatannya, diangkat pejabat pelaksana harian;
o. Pegawai ASN yang dibebaskan sementara dari tugas jabatannya tetap
diberikan hak-hak kepegawaiannya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
p. Dalam hal atasan langsung tidak ada, maka pembebasan sementara
dari jabatannya dilakukan oleh pejabat yang lebih tinggi;
q. Pegawai ASN yang meninggal dunia sebelum ada keputusan atas upaya
administratif, diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai ASN dan
diberikan hak-hak kepegawaiannya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
r. Pegawai ASN yang mencapai batas usia pensiun sebelum ada
keputusan atas:
1) Keberatan, dianggap telah selesai menjalani hukuman disiplin dan
diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai ASN serta diberikan
hak-hak kepegawaiannya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
2) Banding administratif, dihentikan pembayaran gajinya sampai
dengan ditetapkannya keputusan banding administratif.
s. Dalam hal Pegawai ASN meninggal dunia, diberhentikan dengan
hormat dan diberikan hak-hak kepegawaiannya berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
t. Pegawai Negeri Sipil yang oleh pihak berwajib dikenakan tahanan
sementara harus dikenakan pemberhentian sementara sebagai PNS
dan diberikan uang pemberhentian sementara sebesar 50% (lima puluh
persen) dari penghasilan terakhir, sedangkan yang sudah mendapat
kekuatan hukum tetap dikenakan sanksi sesuai Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku.
49

Pemberhentian sementara tersebut akan berakhir apabila:


1. Dibebaskannya PNS yang bersangkutan dengan surat perintah
penghentian penyidikan atau penuntutan oleh pejabat yang
berwenang; atau
2. Ditetapkannya putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap
u. Bagi Pegawai ASN yang tidak mengikuti apel pagi/sore dan atau tidak
masuk kerja yang pemberitahuannya melalui media komunikasi harus
diikuti dengan surat izin terlambat/surat izin tidak masuk kerja secara
tertulis kepada atasan langsung.
v. Penilaian Prestasi Kerja bagi PNS yang tidak membuat Sasaran Kinerja
Pegawai (SKP) akan dijatuhi hukuman disiplin berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021.

D. Disiplin PPPK
1. Bagi PPPK wajib mematuhi semua kewajiban dan larangan bagi PPPK;
2. Kewajiban bagi PPPK antara lain :
a. Setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan Pemerintah yang sah;
b. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;
c. Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang
berwenang;
d. Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian,
kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab;
f. Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku,
ucapan, dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di
luar kedinasan;
g. Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan
rahasia jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
h. Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
i. Membangun dan mengembangkan sikap toleran dan kerjasama
diantara sesama PPPK dan pihak terkait lainnya; dan
j. Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat.
3. Larangan bagi PPPK antara lain :
a. Menyalahgunakan wewenang;
b. Menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi
dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain;
c. Tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara
lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional;
d. Bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga
swadaya masyarakat asing;
e. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau
meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak,
dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah;
50

f. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat,


bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan
kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau
pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan
negara;
g. Memberikan atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada
siapapun baik secara langsung atau tidak langsung dan dengan
dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan;
h. Menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga
yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya;
i. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
j. Melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan
yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang
dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani;
k. Menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
l. Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden.
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara:
a) Ikut serta sebagai pelaksana kampanye;
b) Menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai
atau atribut Aparatur Sipil Negara;
c) Sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan Aparatur Sipil
Negara lain; dan/atau
d) Sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas Negara.
m. Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden
dengan cara:
1) Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan
atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa
kampanye; dan/atau
2) Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan
terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum,
selama, dan/atau sesudah masa kampanye meliputi pertemuan,
ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada
Aparatur Sipil Negara dalam lingkungan unit kerjanya, anggota
keluarga, dan masyarakat.
n. Memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan
Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara
memberikan surat dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda
Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan
perundang-undangan;
o. Memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah, dengan cara:
1) Terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon
Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;
2) Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam
kegiatan kampanye;
3) Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan
atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa
kampanye; dan/atau
51

4) Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan


terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum,
selama, dan/atau sesudah masa kampanye meliputi pertemuan,
ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada
Aparatur Sipil Negara dalam lingkungan kerjanya, anggota
keluarga, dan masyarakat.
p. Meninggalkan tugas kedinasan tanpa sepengetahuan atasan
langsung.
q. Menggunakan dan/atau mengedarkan zat psikotropika, narkotika
dan/atau sejenisnya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
r. Melakukan perkataan maupun perbuatan yang dapat menurunkan
harkat dan martabat sebagai pribadi maupun PPPK;
s. Menjadi anggota atau memiliki pertalian, memberikan dukungan
langsung atau tidak langsung, menjadi simpatisan, terlibat dalam
kegiatan, menggunakan simbol serta atribut organisasi,
menggunakan berbagai media untuk menyatakan keterlibatan dan
penggunaan simbol dan atribut serta melakukan tindakan lain yang
terkait dengan organisasi terlarang dan organisasi masyarakat yang
dicabut badan hukumnya.
4. Bagi PPPK yang akan melakukan perceraian, wajib memperoleh ijin tertulis
atau surat keterangan lebih dahulu dari pejabat;
5. PPPK pria yang akan beristri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin
lebih dahulu dari Pejabat;
6. PPPK wanita tidak diizinkan untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat;
7. PPPK dilarang hidup bersama dengan wanita yang bukan isterinya atau
dengan pria yang bukan suaminya sebagai suami tanpa ikatan perkawinan
yang sah;
8. PPPK yang menolak melaksanakan ketentuan pembagian gaji sesuai
dengan ketentuan dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat;
9. Bagi PPPK yang telah melakukan perceraian tidak mendapatkan ijin/surat
keterangan terlebih dahulu dari pejabat berwenang, PPPK yang beristri
lebih dari seorang tanpa ijin dari pejabat, PPPK Wanita yang menjadi istri
kedua/ketiga/keempat, PPPK yang hidup bersama dengan Wanita yang
bukan istrinya atau pria yang bukan suaminya akan diberikan sanksi
salah satu hukuman disiplin berat;
10. Izin untuk melakukan perceraian diberikan oleh Pejabat yang Berwenang
yaitu:
a. Gubernur Jawa Timur untuk PPPK dengan Golongan IX ke atas;
b. Kepala perangkat daerah untuk PPPK dengan Golongan VIII ke bawah.
11. Tata Cara pemberian ijin perceraian bagi PPPK dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi PNS;
12. Tata Cara pembagian gaji sebagai akibat dari perceraian dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
bagi PNS;
13. Tata cara pemberian ijin beristri lebih dari seorang dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi PNS;
14. PPPK yang tidak mematuhi kewajiban dan/atau melanggar larangan
diberikan sanksi berupa:
52

a. Sanksi ringan berupa:


1) Teguran lisan;
2) Teguran tertulis; atau
3) Pernyataan tidak puas secara tertulis.
b. Sanksi sedang berupa:
1) Penundaan pembayaran gaji selama 1 bulan; atau
2) Penundaan kenaikan gaji berkala.
c. Sanksi berat berupa:
1) Pemutusan hubungan perjanjian kerja dengan hormat;
2) Pemutusan hubungan perjanjian kerja dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri;
3) Pemutusan hubungan perjanjian kerja tidak dengan hormat.
15. Tata Cara pengenaan sanksi disiplin bagi PPPK dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
16. Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja
Pihak Kesatu dan Pihak Kedua dapat melakukan pemutusan hubungan
Perjanjian Kerja dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) Pemutusan hubungan Perjanjian Kerja dengan hormat dilakukan
apabila:
a. jangka waktu Perjanjian Kerja berakhir;
b. Pihak Kedua meninggal dunia;
c. Pihak Kedua mengajukan permohonan berhenti sebagai Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja; atau
d. terjadi perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang
mengakibatkan pengurangan Pegawai Pemerintah dengan
Perjanjian Kerja pada Pihak Kesatu.
(2) Pemutusan hubungan Perjanjian Kerja dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri dilakukan apabila:
a. Pihak Kedua dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan tindak
pidana dilakukan dengan tidak berencana;
b. Pihak Kedua melakukan pelanggaran kewajiban dan/atau
larangan sebagaimana yang dimaksud dalam huruf D angka 2 dan
3; atau
c. Pihak Kedua tidak dapat memenuhi target kinerja yang telah
disepakati sesuai dengan Perjanjian Kerja.
(3) Pemutusan hubungan Perjanjian Kerja tidak dengan hormat
dilakukan apabila:
a. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan/atau Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana yang ada
hubungannya dengan jabatan;
c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau
d. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
yang diancam pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau
lebih dan tindak pidana tersebut dilakukan dengan berencana.
53

E. Jam Kerja
1. Terkait dengan penerapan jam kerja Aparatur Sipil Negara (ASN)
Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengacu kepada Peraturan Gubernur
Jawa Timur Nomor 19 Tahun 2022 tentang hari Kerja dan Jam Kerja di
Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur;
2. Pegawai Negeri Sipil Wajib Melaksanakan Senam kesegaran jasmani
yang dimulai pukul 07.00 WIB pada Hari Jumat;
3. Dalam hal tidak diadakan kegiatan senam kesegaran jasmani, maka
perhitungan keterlambatan dimulai berdasarkan jam kerja resmi sesuai
Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 19 Tahun 2022 tentang hari
Kerja dan Jam Kerja di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

F. Presensi Mobile JATIM PRESENSI


1. Dalam rangka mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat dan
guna meningkatkan disiplin, kinerja dan profesionalitas Pegawai ASN
dan PTT-PK dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan
pembangunan, maka setiap Pegawai ASN dan PTT-PK di lingkungan
Pemerintah Provinsi Jawa Timur wajib melakukan pencatatan
kehadiran setiap harinya.
2. Ketentuan jam kerja diatur sebagaimana Peraturan Gubernur Nomor
41 Tahun 2000 tentang Pengaturan Hari dan Jam Kerja bagi Instansi di
Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur atau dapat diatur
tersendiri melalui keputusan Kepala Perangkat Daerah khusus bagi
Perangkat Daerah yang memiliki pengaturan hari dan jam kerja
tersendiri.
3. Pencatatan kehadiran tersebut dilakukan melalui aplikasi presensi
mobile “JATIM PRESENSI” yang dapat didownload pada playstore bagi
pengguna operasi android atau melalui
https://presensi.bkd.jatimprov.go.id bagi pengguna operasi IOS.
4. Penggunaan JATIM PRESENSI digunakan sebagai dasar untuk
menentukan tingkat kehadiran pegawai ASN dan PTT-PK, dan/atau
sebagai salah satu alat ukur pemotongan komposisi kedisiplinan
pegawai dalam pembayaran TPP-PK (Tambahan Penghasilan Pegawai
Prestasi Kerja) di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
5. Setiap Pegawai ASN dan PTT-PK hanya diperbolehkan menggunakan 1
device/handphone untuk mengakses JATIM PRESENSI.
6. Pegawai ASN dan PTT-PK yang terlambat masuk kerja dan pulang
sebelum waktunya harus tetap melakukan presensi.
7. Pegawai ASN dan PTT-PK yang lupa melakukan presensi dapat
menyerahkan Surat Keterangan yang ditandatangani oleh Atasan
Langsung dengan syarat yang bersangkutan benar-benar
melaksanakan pekerjaan yang diketahui oleh atasan langsungnya.
8. Pegawai ASN dan PTT-PK yang tidak masuk kerja karena
sakit/ijin/cuti/meninggalkan kantor karena kepentingan pribadi, wajib
melaporkan melalui JATIM PRESENSI disertai surat dokter/surat
ijin/surat cutinya.
9. Pegawai ASN dan PTT-PK yang melakukan perjalanan dinas, mengikuti
rapat/seminar, pendidikan dan pelatihan, atau sedang menjalani
penugasan, wajib melaporkan melalui JATIM PRESENSI disertai surat
tugas.
54

10. Pegawai ASN dan PTT-PK di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa


Timur yang karena kondisi tertentu tidak dapat melaksanakan presensi
melalui JATIM PRESENSI, tetap mengisi daftar hadir secara manual
atau melalui finger print dan perhitungan keterlambatan dilaksanakan
secara manual dengan pengawasan atasan langsung atau fasilitator
presensi.
11. Pegawai kementerian atau instansi lain yang ditugaskan pada
Pemerintah Provinsi yang tidak dapat melaksanakan presensi melalui
JATIM PRESENSI, tetap mengisi daftar hadir secara manual setiap hari
dan perhitungan keterlambatan dilaksanakan secara manual dengan
pengawasan atasan langsung dan/atau fasilitator presensi.
12. Setiap pegawai ASN dan PTT-PK dilarang untuk menyalahgunakan
penggunaan JATIM PRESENSI demi keuntungan pribadi/
kelompoknya, dan pelanggaran terhadap ketentuan ini akan dijatuhi
hukuman disiplin sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021
tentang Disiplin PNS.
13. Demi kelancaraan penggunaan JATIM PRESENSI, setiap perangkat
daerah menunjuk satu orang fasilitator OPD serta fasilitator
UPT/Cabang Dinas/Sekolah yang bertanggung jawab membantu
pengelolaan dan monitoring JATIM PRESENSI di lingkungannya.
14. Fasilitator JATIM PRESENSI bertanggung jawab untuk menyiapkan
data rekap kehadiran pegawai secara harian/mingguan/bulanan
sesuai kebutuhan.
15. Fasilitator JATIM PRESENSI yang diketahui menyalahgunakan
wewenangnya antara lain namun tidak terbatas pada melakukan
rekayasa, manipulasi database dan/atau kecurangan lainnya akan
dijatuhi hukuman disiplin sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 94
Tahun 2021 tentang Disiplin PNS.
16. Jika sewaktu-waktu terjadi kendala teknis seperti gangguan server,
jaringan (provider) dan pemadaman listrik serta kondisi bencana alam
lainnya maka presensi dapat dilakukan secara manual dengan
pernyataan Kepala Perangkat Daerah/Kepala UPT/Cabang Dinas atau
jika gangguan tersebut terjadi pada perorangan pegawai maka di
screenshot dan dilengkapi pernyataan atasan langsung.
17. BKD berhak menggunakan data rekap absensi pegawai ASN dan PTT-
PK sebagai salah satu alat bukti dalam penjatuhan hukuman disiplin.

G. Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN)


1. LHKPN bertujuan untuk mewujudkan:
a. Penyelenggara Negara yang menaati asas-asas umum
pemerintahan yang baik;
b. Pemerintahan yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme;
dan
c. Integritas, profesionalitas serta kejujuran Penyelenggara Negara.
2. Penyelenggara Negara Wajib menyampaikan LHKPN;
a. Pengangkatan sebagai Penyelenggara Negara pada saat pertama
kali menjabat;
b. Berakhirnya masa jabatan atau pensiun sebagai Penyelenggara
Negara;
c. Pengangkatan kembali sebagai Penyelenggara Negara setelah
berakhirnya masa jabatan atau pensiun; dan
d. Masih menjabat.
55

3. Penyelenggara Negara yang menjadi wajib lapor LHKPN ditetapkan


melalui Peraturan Gubernur;
4. Penyampaian LHKPN dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan
terhitung sejak saat pengangkatan pertama/berakhirnya jabatan/
pensiun/pengangkatan kembali setelah berakhirnya masa jabatan atau
pensiun sebagai penyelenggara negara;
5. Setiap Penyelenggara Negara yang tidak memenuhi kewajiban
menyampaikan LHKPN dikenakan sanksi administratif berupa:
a. Peringatan;
b. Pemotongan tambahan penghasilan pegawai; dan/atau
c. Sanksi disiplin.
6. Peringatan dikenakan pada Penyelenggara Negara yang
belum/terlambat menyampaikan LHKPN atau tidak memperbaiki
penyampaian LHKPN dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan;
7. Pemotongan tambahan penghasilan pegawai dikenakan pada
Penyelenggara Negara yang terlambat menyampaikan LHKPN atau
tidak memperbaiki LHKPN yang disampaikan dan sudah mendapatkan
peringatan;
8. Pemotongan tambahan penghasilan pegawai dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. 25% (dua puluh lima persen) untuk keterlambatan 1 (satu) bulan
setelah pemberian peringatan;
b. 50% (lima puluh persen) untuk keterlambatan 2 (dua) bulan
setelah pemberian peringatan;
c. 75% (tujuh puluh lima persen) untuk keterlambatan 3 bulan
setelah pemberian peringatan;
d. 100% (seratus persen) untuk keterlambatan 4 (empat) bulan
setelah pemberian peringatan.
3. Sanksi disiplin bagi Penyelenggara Negara yang tidak menyampaikan
LHKPN atau tidak memperbaiki LHKPN sampai bulan ke lima setelah
pemberian peringatan.

H. Izin Perkawinan dan Perceraian PNS


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin
Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, bahwa perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa maka beristri lebih dari seorang
dan perceraian sejauh mungkin harus dihindarkan:
1. Bagi Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian, wajib
memperoleh ijin tertulis atau surat keterangan lebih dahulu dari
pejabat.
2. Pegawai Negeri Sipil baik pria maupun wanita yang akan melakukan
perceraian dan berkedudukan sebagai penggugat, wajib memperoleh
ijin tertulis lebih dahulu dari pejabat.
3. Sebelum mendapatkan ijin secara tertulis, PNS yang bersangkutan
harus mendapatkan pembinaan dari atasannya minimal 3 (tiga) kali
dibuktikan dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
56

4. Sebelum mendapatkan ijin secara tertulis, PNS yang bersangkutan


terlebih dahulu melakukan mediasi yang dapat difasilitasi oleh BP4
(Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan)
setempat.
5. Izin untuk bercerai dapat diberikan oleh Pejabat apabila didasarkan
pada alasan-alasan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-
undangan dan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1983.
6. Izin untuk bercerai karena alasan isteri mendapat cacat badan atau
penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai
isteri, tidak diberikan oleh Pejabat.
7. Pegawai Negeri Sipil baik pria maupun wanita yang akan melakukan
perceraian dan berkedudukan sebagai tergugat, wajib memberitahukan
secara tertulis adanya gugatan dari suami atau istrinya melalui saluran
hirarki kepada Pejabat untuk mendapatkan surat keterangan, dalam
waktu selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah ia menerima
gugatan perceraian.
8. Suami istri yang akan melakukan perceraian dan keduanya
berkedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil baik dalam satu lingkungan
Perangkat Daerah maupun pada Perangkat Daerah yang berbeda,
masing-masing Pegawai Negeri Sipil tersebut wajib memperoleh ijin
tertulis atau surat keterangan lebih dahulu dari Pejabat.
9. Izin untuk melakukan perceraian diberikan oleh Pejabat yang
Berwenang yaitu:
a. Gubernur Jawa Timur untuk PNS dengan pangkat Penata Muda
(III/a) ke atas;
b. Kepala perangkat daerah untuk PNS dengan pangkat pengatur
Tingkat I (II/d) ke bawah.
10. Izin untuk bercerai tidak diberikan oleh pejabat apabila :
a. Bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan;
b. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku; dan/atau
c. alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat.
11. Pegawai Negeri Sipil hanya dapat melakukan perceraian apabila ada
alasan yang sah, yaitu salah satu alasan atau lebih alasan sebagai
berikut:
a. Salah satu pihak berbuat zina;
b. Salah satu pihak menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang
sukar disembuhkan;
c. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun
berturut-turut tanpa ijin pihak lain dan tanpa alasan yang sah
serta tanpa memberikan nakfah lahir maupun batin atau karena
hal lain di luar kemampuannya.
12. Alasan perceraian sebagaimana dimaksud diatas, harus dikuatkan
dengan bukti sebagaimana yang ditentukan dalam angka III angka 2
Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor
08/SE/1983 tanggal 26 April 1983;
13. Tata cara penyampaian pemberitahuan adanya gugatan perceraian dari
suami/istri tersebut dilaksanakan sebagaimana halnya penyampaian
surat permintaan ijin perceraian;
57

14. Setiap atasan dan pejabat yang menerima surat pemberitahuan adanya
gugatan perceraian harus melaksanakan tugas dan wewenangnya
seperti dalam hal menerima permintaan ijin perceraian, yaitu wajib
merukunkan kembali kedua belah pihak dan apabila perlu dapat
memanggil atau meminta keterangan dari pihak-pihak yang
bersangkutan;
15. Apabila usaha untuk merukunkan kembali tidak berhasil dan
perceraian itu terjadi atas kehendak Pegawai Negeri Sipil pria, maka ia
wajib menyerahkan bagian gajinya untuk penghidupan bekas istri dan
anak-anaknya;
16. Apabila perceraian terjadi atas kehendak Pegawai Negeri Sipil pria
maka Pegawai Negeri Sipil tersebut wajib membuat pernyataan tertulis
menyerahkan bagian gajinya untuk penghidupan bekas istri dan anak-
anaknya;
17. Hak atas bagian gaji untuk bekas istri sebagaimana dimaksud tidak
diberikan, apabila perceraian terjadi karena istri terbukti telah berzina
dan atau istri terbukti telah melakukan kekejaman atau penganiayaan
berat baik lahir maupun batin terhadap suami dan atau istri terbukti
menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan dan
atau istri terbukti telah meninggalkan suami selama dua tahun
berturut-turut tanpa ijin suami dan tanpa alasan yang sah atau karena
hal lain di luar kemampuannya;
18. Meskipun perceraian terjadi atas kehendak istri yang bersangkutan,
haknya atas bagian gaji untuk bekas istri tetap diberikan apabila
ternyata alasan istri mengajukan gugatan cerai karena dimadu, dan
atau karena suami terbukti telah berzina, dan atau suami terbukti
telah melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir
maupun batin terhadap istri, dan atau suami terbukti telah menjadi
pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan dan atau
suami terbukti telah meninggalkan istri selama dua tahun berturut-
turut tanpa ijin istri dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di
luar kemampuannya;
19. Bendaharawan gaji wajib menyerahkan secara langsung bagian gaji
yang menjadi hak bekas istri dan anak-anaknya sebagai akibat
perceraian, tanpa lebih dahulu menunggu pengambilan gaji dari
Pegawai Negeri Sipil bekas suami yang telah menceraikannya;
20. Bekas istri dapat mengambil bagian gaji yang menjadi haknya secara
langsung dari Bendaharawan gaji, atau dengan surat kuasa, atau
dapat meminta untuk dikirimkan kepadanya;
21. Apabila ada gugatan perceraian yang diajukan oleh pihak istri dan
setelah dilakukan upaya merukunkan kembali oleh Pejabat tidak
berhasil, maka proses pemberian ijin agar diselesaikan secepatnya
mematuhi dan sesuai dengan ketentuan jangka waktu yang telah
ditentukan;
22. Bagi Pegawai Negeri Sipil yang telah melakukan perceraian tidak
mendapatkan ijin/surat keterangan terlebih dahulu dari pejabat
berwenang akan diberikan sanksi salah satu hukuman disiplin berat
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021;
23. Syarat Kelengkapan Mengajukan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil:
a. Surat Permohonan dari yang bersangkutan melalui instansi;
b. Foto Copy Surat Akta Nikah;
58

c. Foto Copy SK Pangkat Terakhir;


d. Surat keterangan tidak tinggal satu rumah dari kelurahan atau desa;
e. Surat pernyataan kesanggupan pembagian gaji bila terjadi
perceraian bagi PNS pria menjadi penggugat dan dikecualikan
apabila istrinya dipihak yang dianggap dan dinyatakan bersalah
dalam rumahtangga;
f. Berita Acara Pembinaan dari instansi;
g. Berita Acara Pembinaan dari BP4;
h. Surat Keterangan pembinaan dari instansi; dan
i. Data pendukung lainnya.
24. Bagi PNS yang telah melakukan perceraian oleh Pengadilan Agama
wajib melaporkan perceraiannya tersebut kepada pejabat yang
berwenang.

I. IZIN Perkawinan Dan Perceraian PPPK


1. Bagi PPPK yang akan melakukan perceraian, wajib memperoleh ijin
tertulis atau surat keterangan lebih dahulu dari pejabat.
2. PPK baik pria maupun wanita yang akan melakukan perceraian dan
berkedudukan sebagai penggugat, wajib memperoleh ijin tertulis lebih
dahulu dari pejabat.
3. Sebelum mendapatkan ijin secara tertulis, PPPK yang bersangkutan
harus mendapatkan pembinaan dari atasannya dibuktikan dengan
Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
4. Sebelum mendapatkan ijin secara tertulis, PPPK yang bersangkutan
terlebih dahulu melakukan mediasi yang dapat difasilitasi oleh BP4
(Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan) setempat.
5. Izin untuk bercerai dapat diberikan oleh Pejabat apabila didasarkan
pada alasan-alasan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-
undangan dan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1983.
6. Izin untuk bercerai karena alasan isteri mendapat cacat badan atau
penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai
isteri, tidak diberikan oleh Pejabat.
7. PPPK baik pria maupun wanita yang akan melakukan perceraian dan
berkedudukan sebagai tergugat, wajib memberitahukan secara tertulis
adanya gugatan dari suami atau istrinya melalui saluran hirarki kepada
Pejabat untuk mendapatkan surat keterangan, dalam waktu selambat-
lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah ia menerima gugatan perceraian.
8. Suami istri yang akan melakukan perceraian dan keduanya
berkedudukan sebagai PPPK baik dalam satu lingkungan Perangkat
Daerah maupun pada Perangkat Daerah yang berbeda, masing-masing
PPPK tersebut wajib memperoleh ijin tertulis atau surat keterangan
lebih dahulu dari Pejabat.
9. Izin untuk melakukan perceraian diberikan oleh Pejabat yang
Berwenang yaitu:
a. Gubernur Jawa Timur untuk PPPK dengan golongan IX ke atas;
b. Kepala perangkat daerah untuk PPPK dengan golongan VIII ke
bawah.
59

10. Izin untuk bercerai tidak diberikan oleh pejabat apabila:


a. Bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut PPPK
yang bersangkutan;
b. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku; dan/atau
c. alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat.
11. PPPK hanya dapat melakukan perceraian apabila ada alasan yang sah,
yaitu salah satu alasan atau lebih alasan sebagai berikut :
a. Salah satu pihak berbuat zina;
b. Salah satu pihak menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang
sukar disembuhkan;
c. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun
berturut-turut tanpa ijin pihak lain dan tanpa alasan yang sah
serta tanpa memberikan nakfah lahir maupun batin atau karena
hal lain di luar kemampuannya.
12. Tata cara penyampaian pemberitahuan adanya gugatan perceraian dari
suami/istri tersebut dilaksanakan sebagaimana halnya penyampaian
surat permintaan ijin perceraian;
13. Setiap atasan dan pejabat yang menerima surat pemberitahuan adanya
gugatan perceraian harus melaksanakan tugas dan wewenangnya
seperti dalam hal menerima permintaan ijin perceraian, yaitu wajib
merukunkan kembali kedua belah pihak dan apabila perlu dapat
memanggil atau meminta keterangan dari pihak-pihak yang
bersangkutan;
14. Apabila usaha untuk merukunkan kembali tidak berhasil dan
perceraian itu terjadi atas kehendak PPPK pria, maka ia wajib
menyerahkan bagian gajinya untuk penghidupan bekas istri dan anak-
anaknya;
15. Apabila perceraian terjadi atas kehendak PPPK pria maka PPPK tersebut
wajib membuat pernyataan tertulis menyerahkan bagian gajinya untuk
penghidupan bekas istri dan anak-anaknya;
16. Hak atas bagian gaji untuk bekas istri sebagaimana dimaksud tidak
diberikan, apabila perceraian terjadi karena istri terbukti telah berzina
dan atau istri terbukti telah melakukan kekejaman atau penganiayaan
berat baik lahir maupun batin terhadap suami dan atau istri terbukti
menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan dan
atau istri terbukti telah meninggalkan suami selama dua tahun
berturut-turut tanpa ijin suami dan tanpa alasan yang sah atau karena
hal lain di luar kemampuannya;
17. Meskipun perceraian terjadi atas kehendak istri yang bersangkutan,
haknya atas bagian gaji untuk bekas istri tetap diberikan apabila
ternyata alasan istri mengajukan gugatan cerai karena dimadu, dan
atau karena suami terbukti telah berzina, dan atau suami terbukti telah
melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun
batin terhadap istri, dan atau suami terbukti telah menjadi pemabuk,
pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan dan atau suami
terbukti telah meninggalkan istri selama dua tahun berturut-turut
tanpa ijin istri dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar
kemampuannya;
60

18. Bendaharawan gaji wajib menyerahkan secara langsung bagian gaji


yang menjadi hak bekas istri dan anak-anaknya sebagai akibat
perceraian, tanpa lebih dahulu menunggu pengambilan gaji dari PPPK
bekas suami yang telah menceraikannya;
19. Bekas istri dapat mengambil bagian gaji yang menjadi haknya secara
langsung dari Bendaharawan gaji, atau dengan surat kuasa, atau dapat
meminta untuk dikirimkan kepadanya;
20. Apabila ada gugatan perceraian yang diajukan oleh pihak istri dan
setelah dilakukan upaya merukunkan kembali oleh Pejabat tidak
berhasil, maka proses pemberian ijin agar diselesaikan secepatnya
mematuhi dan sesuai dengan ketentuan jangka waktu yang telah
ditentukan;
21. Bagi PPPK yang telah melakukan perceraian tidak mendapatkan
ijin/surat keterangan terlebih dahulu dari pejabat berwenang akan
diberikan sanksi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021;
22. Syarat Kelengkapan Mengajukan Ijin perceraian bagi PPPK:
a. Surat Permohonan dari yang bersangkutan melalui instansi;
b. Foto Copy Surat Akta Nikah;
c. Foto Copy SK Pangkat Terakhir;
d. Surat keterangan tidak tinggal satu rumah dari kelurahan atau
desa;
e. Surat pernyataan kesanggupan pembagian gaji bila terjadi
perceraian bagi PPPK pria menjadi penggugat dan dikecualikan
apabila istrinya dipihak yang dianggap dan dinyatakan bersalah
dalam rumahtangga;
f. Berita Acara Pembinaan dari instansi;
g. Berita Acara Pembinaan dari BP4;
h. Surat Keterangan pembinaan dari instansi;
i. Data pendukung lainnya.
23. Bagi PPK yang telah melakukan perceraian oleh Pengadilan Agama wajib
melaporkan perceraiannya tersebut kepada pejabat yang berwenang

J. Pakaian Dinas
Pakaian dinas Pegawai ASN di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 19
Tahun 2021 tentang Pakaian Dinas ASN di Lingkungan Pemerintah Daerah
Provinsi Jawa Timur, merupakan pakaian dinas yang wajib dipakai oleh
setiap pegawai dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Pakaian Dinas Harian (PDH).
Sesuai ketentuan dalam Pasal 6, ditentukan sebagai berikut:
a. Dipakai oleh Pejabat Pimpinan Tinggi Madya, Pejabat Pimpinan
Tinggi Pratama, Pejabat Administrator, Pejabat Pengawas, Pejabat
Pelaksana dan Pejabat Fungsional di lingkungan Pemerintah
Provinsi;
b. Dipakai setiap hari Senin dan Selasa sesuai dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020;
c. Warna khaky dengan atribut dan kelengkapan pakaian dinas;
61

d. Untuk keseragaman jenis dan bahan kain PDH warna khaky


seluruh Jawa Timur dan seluruh Indonesia secara umum, jenis
dan bahan kain harus sesuai hasil uji laboratorium dengan
ketentuan dan persyaratan yang telah diatur pada Lampiran
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 2020 tentang Pakaian Dinas Aparatur Sipil Negara Di
Lingkungan Kementerian Dalam Negeri Dan Pemerintah Daerah,
Romawi XIV. Uji Lab Kain, huruf A. Kain Warna Khaky.
2. Pakaian Dinas Harian Batik
Sesuai ketentuan dalam Pasal 7, ditentukan sebagai berikut:
a. Dipakai oleh Pejabat Pimpinan Tinggi Madya, Pejabat Pimpinan
Tinggi Pratama, Pejabat Administrator, Pejabat Pengawas, Pejabat
Pelaksana dan Pejabat Fungsional di lingkungan Pemerintah
Provinsi;
b. Dipakai setiap hari Kamis dan Jumat (Permendagri Nomor 11
Tahun 2020;
c. Pakaian Dinas Harian Batik dengan atribut dan kelengkapan
dinas;
3. Pakaian Sipil Harian (PSH)
Sesuai ketentuan dalam Pasal 8, ditentukan sebagai berikut:
a. Dipakai oleh Pejabat Pimpinan Tinggi Madya, Pejabat Pimpinan
Tinggi Pratama dan Pejabat Administrator;
b. Dipakai setiap hari Senin;
c. Warna khaky dengan kelengkapan pakaian dinas;
d. Khusus untuk Pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan Pejabat
Pimpinan Tinggi Pratama pada acara tertentu dapat menggunakan
warna lain.
4. Pakaian Dinas Upacara (PDU) untuk Gubernur dan Wakil Gubernur
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11
Tahun 2008.
5. Pakaian Sipil Resmi (PSR), sesuai ketentuan dalam Pasal 9 dipakai pada
waktu menghadiri upacara yang bukan upacara kenegaraan, menerima
tamu dari luar negeri dan dipakai di malam hari atau sesuai undangan.
6. Pakaian Dinas Upacara (PDU), sesuai ketentuan dalam Pasal 10 dipakai
oleh Komandan Upacara pada Upacara Hari Jadi Provinsi atau upacara
lainnya.
7. Pakaian Sipil Lengkap (PSL), sesuai ketentuan dalam Pasal 11 dipakai
pada waktu upacara resmi kenegaraan dan bepergian resmi ke luar
negeri.
8. Pakaian Dinas Lapangan (PDL), sesuai ketentuan dalam Pasal 12
dipakai dalam menjalankan tugas operasional di lapangan yang bersifat
teknis.
9. Pakaian Dinas Harian Kemeja Warna Putih.
Sesuai ketentuan dalam Pasal 13, ditentukan sebagai berikut:
a. Dipakai oleh Pejabat Pimpinan Tinggi Madya, Pejabat Pimpinan
Tinggi Pratama, Pejabat Administrator, Pejabat Pengawas, Pejabat
Pelaksana dan Pejabat Fungsional di lingkungan Pemerintah
Provinsi;
62

b. Pakaian Dinas Harian Kemeja Warna Putih Lengan Panjang/Pendek


dipakai oleh Pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan Pejabat Pimpinan
Tinggi Pratama di lingkungan Pemerintah Provinsi;
c. Pakaian Dinas Harian Kemeja Warna Putih Lengan Pendek dipakai
oleh Pejabat Administrator, Pejabat Pengawas, Pejabat Pelaksana dan
Pejabat Fungsional di lingkungan Pemerintah Provinsi;
d. Dipakai setiap hari Rabu;
e. Pakaian Dinas Harian Kemeja Warna Putih dengan atribut dan
kelengkapan dinas;
f. Untuk keseragaman jenis dan bahan kain PDH kemeja warna putih
dan celana bagi pria/rok bagi wanita berwarna hitam seluruh Jawa
Timur, jenis dan bahan kain harus sesuai hasil uji laboratorium
dengan ketentuan dan persyaratan yang telah diatur pada Lampiran
PERMENDAGRI Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Pakaian Dinas Aparatur Sipil Negara Di Lingkungan Kementerian
Dalam Negeri Dan Pemerintah Daerah, Romawi XIV. UJI LAB KAIN,
huruf B. KAIN WARNA PUTIH dan huruf C. KAIN WARNA HITAM.
10. Pakaian Dinas Khusus.
Sesuai ketentuan dalam Pasal 14, Pakaian Dinas Khusus dipakai oleh:
a. Pegawai Rumah Sakit, Dinas Pendapatan, Dinas Perhubungan
dan LLAJ, Satuan Polisi Pamong Praja, Badan Penanggulangan
Bencana Daerah dan atau Perangkat Daerah yang memberikan
pelayanan langsung kepada masyarakat;
b. Pegawai pada UPT termasuk Sistem Administrasi Manunggal Satu
Atap (SAMSAT), UPT Pelayanan Perijinan Terpadu, UPT Pelayanan
Pengadaan Barang dan Jasa, dan Anjungan Jawa Timur di Taman
Mini Indonesia Indah (TMII) yang melayani langsung masyarakat;
c. Petugas Hubungan Masyarakat dan Protokol pada Biro Hubungan
Masyarakat dan Protokol Sekretariat Daerah Provinsi yang sedang
bertugas di luar kantor atau pada acara resmi yang bersifat
protokoler;
d. Perangkat Daerah Provinsi Jawa Timur yang melaksanakan tugas
khusus/lapangan dapat menggunakan pakaian khusus yang telah
mendapat persetujuan tertulis dari Gubernur;
e. Pakaian batik untuk pegawai wanita menggunakan lengan pendek
atau panjang dengan rok 15 cm dibawah lutut berwarna gelap,
sedangkan untuk pegawai wanita berjilbab menggunakan lengan
panjang dan rok panjang warna gelap serta kerudung tidak
bermotif (polos) dengan warna menyesuaikan;
f. Bagi pegawai wanita hamil menggunakan pakaian dinas pegawai
yang dimodifikasi dengan warna sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
11. Pakaian Khas Jawa Timur (PKJ), sesuai ketentuan dalam Pasal 15
dipakai pada waktu upacara pelantikan pejabat dan Hari Jadi
Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
12. Pakaian KORPRI, sesuai ketentuan dalam Pasal 16 dipakai Pejabat
Pimpinan Tinggi Madya, Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Pejabat
Administrator, Pejabat Pengawas, Pejabat Pelaksana dan Pejabat
Fungsional di lingkungan Pemerintah Provinsi pada waktu upacara Hari
Besar Nasional, HUT KORPRI dan setiap upacara tanggal 17 atau pada
upacara lain yang ditentukan.
63

13. Pakaian Olahraga, sesuai ketentuan dalam Pasal 17 dipakai Pejabat


Pimpinan Tinggi Madya, Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Pejabat
Administrator, Pejabat Pengawas, Pejabat Pelaksana dan Pejabat
Fungsional di lingkungan Pemerintah Provinsi, setiap hari Jumat pada
saat kegiatan olahraga.
14. Sesuai Surat Edaran Gubernur Jawa Timur Tanggal 28 Januari 2013
Nomor 025/1103/041/2013 perihal Penggunaan Pakaian Dinas Pegawai
Tidak Tetap (PTT) di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur
ditetapkan sebagai berikut:
a. Pakaian harus diseragamkan;
b. Untuk tenaga administrasi warna atas krem, bawah kheky
(dengan jenis kain yang sama);
c. Memakai tanda pengenal warna dasar putih dan papan nama;
d. Sepatu hitam; dan
e. Untuk tenaga pelayanan sesuai dengan kebijakan Kepala
Perangkat Daerah dengan persetujuan Gubernur.
15. Atribut Pakaian Dinas PNS berpedoman pada Permendagri No.11 Tahun
2020 tentang Pakaian Dinas Aparatur Sipil Negara Di Lingkungan
Kementerian Dalam Negeri Dan Pemerintah Daerah, sedangkan untuk
Tanda Jabatan sementara ditunda dulu sesuai Surat Edaran
MENDAGRI Nomor: 061/3280/SJ Tentang Penundaan Atribut Tanda
Jabatan Pakaian Dinas ASN dan Sosialisasi Penggunaan Logo
Kementerian Dalam Negeri.

K. Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara


Pengembangan Kompetensi adalah upaya untuk pemenuhan kebutuhan
kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan standar kompetensi
Jabatan dan rencana pengembangan karier. Pengembangan kompetensi
dapat dilaksanakan secara mandiri oleh internal Instansi Pemerintah yang
bersangkutan, bersama dengan Instansi Pemerintah lain yang memiliki
akreditasi untuk melaksanakan pengembangan kompetensi tertentu atau
bersama dengan lembaga pengembangan kompetensi yang independen.
Pengembangan kompetensi dapat dilaksanakan dalam bentuk:
a. Pendidikan
Pengembangan kompetensi dalam bentuk pendidikan dilakukan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keahlian PNS melalui pendidikan
formal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengembangan kompetensi dalam bentuk pendidikan formal
dilaksanakan dengan pemberian tugas belajar dan izin belajar.
1. Tugas Belajar
Bagi Pegawai ASN yang ditunjuk/ditetapkan mengikuti pendidikan
yang lebih tinggi dengan status Tugas Belajar berpedoman pada
ketentuan dalam Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun
2011 tentang Tugas Belajar bagi Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan
Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Tugas belajar adalah penugasan yang diberikan oleh Gubernur
kepada Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat untuk mengikuti
pendidikan yang dimulai sejak semester pertama sampai selesai dan
sesuai dengan kompetensi keilmuan yang diperlukan untuk
kepentingan peningkatan kerja.
64

Ketentuan Tugas Belajar:


a. Pendidikan tugas belajar dapat dilaksanakan atas dasar
kerjasama secara kemitraan dengan institusi pendidikan negeri
atau pendidikan swasta di dalam negeri maupun di luar negeri.
b. Penyelenggaran pendidikan tugas belajar yang dibiayai dana
APBN/APBD/LN/Swasta atau lembaga lainnya menjadi
kewenangan dan tanggung jawab Pejabat Pembina Kepegawaian
dengan ketentuan program studi merupakan program studi yang
bersifat mendesak, strategis dan spesifik.
c. Pegawai ASN yang sedang mengikuti pendidikan tugas belajar
program Pemerintah Provinsi dibiayai dari APBD Provinsi,
sedangkan Pegawai ASN yang mengikuti pendidikan tugas belajar
program lembaga pemberi beasiswa lainnya atau sponsor, dapat
diberikan tambahan bantuan biaya APBD Provinsi sesuai
kemampuan keuangan daerah.
d. Biaya pendidikan mahasiswa tugas belajar sebagaimana huruf c
di atas ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
e. Perangkat Daerah dapat mengusulkan kebutuhan pegawai untuk
tugas belajar kepada BKD sebagai bahan untuk menetapkan
Analisis Kebutuhan Pengembangan Aparatur (AKPA).
f. BKD melakukan seleksi administrasi dan psikologi kepada
Pegawai ASN yang akan mengikuti program tugas belajar dan
hasilnya akan ditindaklanjuti dengan seleksi akademis oleh
Universitas.
g. Program tugas belajar di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa
Timur meliputi Diploma, Sarjana, Pascasarjana dan Doktoral.
h. Tugas belajar untuk tenaga kesehatan yang biayanya berasal dari
APBD, APBN dan Anggaran BLUD harus mengajukan usul
penetapan keputusan Gubernur melalui BKD Provinsi Jatim.
i. Mahasiswa tugas belajar tidak menerima uang makan dan
tunjangan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) setelah terbit
Keputusan Gubernur kecuali tunjangan kesejahteraan yang
bersifat khusus, sedangkan Tunjangan Daerah (TD) tetap
diberikan selama menjalani tugas belajar.
j. Mahasiswa tugas belajar yang menerima tunjangan umum
diberhentikan tunjangannya setelah 6 (enam) bulan menjalani
tugas belajar.
k. Pegawai ASN yang sedang mengikuti tugas belajar wajib
melaporkan evaluasi kemajuan akademik tiap semester ke BKD
Provinsi Jatim.
l. Pegawai ASN yang sedang tugas belajar yang ditunjuk/ditetapkan
karena suatu hal dan menghentikan pendidikan dan atau tidak
menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya, kepadanya
dikenakan tindakan administratif dan atau hukuman disiplin
disamping harus mengembalikan keseluruhan biaya pendidikan
yang dikeluarkan baginya melalui pemotongan gaji setiap bulan
setinggi-tingginya sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari
jumlah yang diterima.
65

m. Mengingat besarnya dana yang digunakan untuk program


pendidikan dan latihan manajemen pemerintahan dan
pendidikan profesi, penunjukan Pegawai ASN tugas belajar harus
didasarkan pada formasi dan untuk menghindari demisioner
yang terlalu lama dari alumni pendidikan, agar mendayagunakan
alumni tersebut untuk ditempatkan pada unit kerja masing-
masing, baik untuk jabatan struktural maupun fungsional
(sepanjang yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan yang
ditentukan).

2. Izin Belajar
Kenaikan Pangkat Penyesuaian Ijazah (Peraturan Gubernur Jawa
Timur Nomor 18 Tahun 2015).
Dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya Pegawai Negeri
Sipil sesuai dengan kompetensi keilmuan dan keahlian yang
diperlukan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, perlu mengatur Izin
Belajar, Ujian Penyesuaian Ijazah dan Seleksi Kenaikan Pangkat
Pembina bagi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Provinsi
Jawa Timur.
a. Izin Belajar
Izin belajar dapat diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang
akan mengikuti pendidikan dasar, pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi (akademik, profesi dan vokasi) linear dengan
pendidikan sebelumnya dan tersedia formasi.
Gubernur berwenang menerbitkan Surat Izin Belajar.
Untuk menerbitkan Surat Izin Belajar tersebut Gubernur
mendelegasikan kepada:
1) Sekretaris Daerah, bagi Pegawai Negeri Sipil yang akan
melanjutkan pendidikan Doktor (S3);
2) Kepala BKD, bagi Pegawai Negeri Sipil yang akan melanjutkan
pendidikan sampai dengan jenjang Strata Dua (S2) atau yang
sederajat.
Ketentuan pemberian Izin belajar :
1) Program studi yang ditempuh bukan merupakan program
pendidikan jarak jauh, kecuali yang diatur menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
2) Jadwal kuliah bukan merupakan kelas sabtu-minggu;
3) Kegiatan atau program pendidikan diselenggarakan oleh
lembaga pendidikan negeri atau swasta yang terakreditasi
BAN-PT (Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi) minimal
peringkat B untuk jurusan sosial/humaniora dan minimal C
untuk jurusan eksakta;
4) Kegiatan pendidikan tidak mengganggu jam kerja (pelaksanaan
tugas kedinasan);
5) Biaya pendidikan ditanggung sepenuhnya oleh Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan kecuali ditentukan lain berdasarkan
Peraturan Gubernur;
6) Tidak sedang menjalani hukuman disiplin.
66

b. Prosedur Pengajuan
Pegawai Negeri Sipil yang akan mengikuti pendidikan dengan
status izin belajar, harus mengajukan surat permohonan kepada
Gubernur melalui Kepala BKD. dengan dilampiri:
1) Surat pengantar dari pimpinan Perangkat Daerah yang
bersangkutan;
2) Pengajuan izin belajar harus diajukan oleh pengelola
kepegawaian masing-masing Perangkat Daerah;
3) Foto Copy SK Kenaikan Pangkat terakhir yang dilegalisir oleh
instansi yang bersangkutan;
4) Foto Copy Penilaian Prestasi Kerja tahun terakhir dengan
kriteria minimal "cukup" yang dilegalisir oleh instansi yang
bersangkutan;
5) Surat Pernyataan bermaterai Rp10.000,00 yang menyatakan
bersedia mematuhi segala ketentuan tentang izin belajar;
6) Daftar Riwayat Hidup;
7) Jadwal pendidikan/perkuliahan; dan
8) Surat keterangan dari lembaga pendidikan yang menyatakan
bahwa yang bersangkutan diterima ;
Surat Izin Belajar ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
setelah berkas pengajuan izin belajar telah diverifikasi dan
dinyatakan memenuhi syarat oleh Tim Seleksi BKD.
c. Ujian Penyesuaian Ijazah
Pegawai Negeri Sipil yang telah memiliki ijazah dapat mengajukan
penyesuaian ijazah dengan mengikuti ujian penyesuaian ijazah:
1) Ujian penyesuaian ijazah hanya dapat diikuti oleh Pegawai
Negeri Sipil yang telah memiliki masa kerja golongan ruang
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun pada kepangkatan
minimal, sebagai berikut:
a. Pegawai Negeri Sipil pangkat Juru Muda Tingkat I (I/b)
yang memiliki ijazah Sekolah Menengah Pertama atau
sederajat dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Juru (I/c);
b. Pegawai Negeri Sipil pangkat Juru (I/c) yang memiliki
ijazah Sekolah Menengah Atas atau sederajat dapat
dinaikkan pangkatnya menjadi Pengatur Muda (II/a);
c. Pegawai Negeri Sipil pangkat Pengatur Muda Tingkat I
(II/b) yang memiliki ijazah D-III atau sederajat dapat
dinaikkan pangkatnya menjadi Pengatur (II/c);
d. Pegawai Negeri Sipil pangkat Pengatur (II/c) yang memiliki
ijazah Strata Satu (S1) atau sederajat dapat dinaikkan
pangkatnya menjadi Penata Muda (III/a);
e. Pegawai Negeri Sipil pangkat Penata Muda (III/a) yang
memiliki ijazah Strata Dua (S2) atau sederajat dapat
dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Muda Tingkat I
(III/b);
f. Pegawai Negeri Sipil pangkat Penata Muda Tingkat I (III/b)
yang memiliki ijazah Strata Tiga (S3) dapat dinaikkan
pangkatnya menjadi Penata (III/c).
67

2) Pegawai ASN yang pengangkatan awalnya pada pangkat


Pengatur (II/c) setelah menduduki pangkat Pengatur Tingkat
I (II/d) dengan masa kerja golongan ruang 1 tahun dapat
diajukan mengikuti ujian penyesuaian ijazah S1 atau
sederajat untuk disesuaikan pangkatnya ke pangkat Penata
Muda (III/a).
3) Pengajuan ujian penyesuaian ijazah tersebut dapat diproses
apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Pegawai Negeri Sipil yang memiliki Surat Izin Belajar,
Surat Keterangan Izin Belajar dan Surat Keterangan;
b. Pegawai Negeri Sipil yang memiliki ijazah sebelum menjadi
Calon Pegawai Negeri Sipil diwajibkan memiliki Surat
Keterangan Izin Belajar yang mempunyai maksud dan
tujuan sama dengan Izin Belajar.
4) Ujian Penyesuaian Ijazah penyelenggaraannya harus
didasarkan pada kebutuhan jabatan dan kualifikasi
pendidikan di setiap Perangkat Daerah.
5) Pegawai Negeri Sipil dapat mengikuti Ujian Penyesuaian
Ijazah untuk mengisi kebutuhan jabatan dan kualifikasi
pendidikan yang tersedia di Perangkat Daerah yang lain.
6) Kebutuhan jabatan dan kualifikasi pendidikan untuk Ujian
Penyesuaian Ijazah disusun berdasarkan perencanaan
kebutuhan formasi dan proporsi kepangkatan.
7) Kebutuhan jabatan yang dipakai sebagai dasar
penyelenggaraan Ujian Penyesuaian Ijazah harus
mencantumkan secara jelas:
a. Nama jabatan;
b. Perangkat Daerah
c. Pendidikan yang dibutuhkan.
8) Dalam hal terdapat Pegawai Negeri Sipil yang tidak lulus
Ujian Penyesuaian Ijazah maka yang bersangkutan dapat
mengulang pada periode berikutnya.
9) Ujian Penyesuaian Ijazah bagi Pegawai Negeri Sipil
dilaksanakan oleh Panitia Ujian Penyesuaian Ijazah.
10) Materi Ujian Penyesuaian Ijazah:
a. SMP : Tes Karakteristik Pribadi (TKP)
b. SMA dan D-III meliputi:
1. Tes Intelegensi Umum (TIU);
2. Tes Karakteristik Pribadi (TKP); dan
3. Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
c. D-IV dan S.1 meliputi:
1. Tes Intelegensi Umum (TIU);
2. Tes Karakteristik Pribadi (TKP);
3. Tes Wawasan Kebangsaan (TWK); dan
4. Karya Tulis dan Wawancara.
5. Tes Potensi;
6. Pengetahuan Perkantoran
d. S.2 meliputi:
1. Tes Intelegensi Umum (TIU);
2. Tes Karakteristik Pribadi (TKP);
3. Tes Wawasan Kebangsaan (TWK);
68

4. Karya Tulis dan Wawancara;


5. Tes Potensi;
6. Pengetahuan Perkantoran; dan
7. Tes Bahasa Inggris.
11) Peserta ujian penyesuaian ijazah yang dinyatakan lulus
diberikan surat tanda lulus.
12) Seleksi kenaikan pangkat pembina
a. Pegawai Negeri Sipil yang telah menyelesaikan tingkat
pendidikan program Strata Dua (S2) atau sederajat,
sepanjang tidak melebihi pangkat atasan langsungnya
dapat diusulkan kenaikan pangkat regulernya ke pangkat
golongan ruang Pembina (IV/a) sepanjang ada formasi.
b. Pegawai Negeri Sipil yang telah menyelesaikan tingkat
pendidikan program Strata Tiga (S3) atau sederajat, dan
telah menduduki jabatan eselon IV sepanjang tidak
melebihi pangkat atasan langsungnya dapat diusulkan
kenaikan pangkat regulernya ke pangkat golongan ruang
Pembina Tingkat I (IV/b).
c. Pegawai Negeri Sipil tersebut lulus seleksi kenaikan
pangkat yang diselenggarakan oleh Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Jawa Timur.
d. Kenaikan pangkat tersebut, dapat diberikan apabila:
1. Memiliki masa kerja sekurang-kurangnya 4 (empat)
tahun dalam pangkat terakhir;
2. Setiap unsur penilaian prestasi kerja, sekurang-
kurangnya bernilai “Baik” dalam 2 (dua) tahun
terakhir.
e. Materi Seleksi Kenaikan Pangkat Pembina meliputi:
1. Tes CAT dan Teknologi Informasi;
2. Membuat Karya Tulis dan presentasi;
3. Tes Psikologi.
f. Seleksi Kenaikan Pangkat Pembina, dapat diproses
apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Pegawai Negeri Sipil yang memiliki Izin Belajar atau
Keterangan Izin Belajar yang diterbitkan oleh Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Timur;
2. Pegawai Negeri Sipil yang memiliki pangkat dan
golongan/ ruang Penata Tingkat I (III/d) sekurang-
kurangnya 2 (dua) tahun.
13) Ketentuan peralihan
a. Pegawai Negeri Sipil yang saat ini sedang menjalani
pendidikan dan belum mempunyai Izin Belajar, dalam
jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak peraturan
Gubernur ini ditetapkan, wajib mengajukan Izin Belajar.
b. Apabila dalam jangka waktu tersebut, yang bersangkutan
belum mengajukan Izin Belajar, tidak diterbitkan Izin
Belajarnya.
69

b. Pelatihan
Sesuai dengan Peraturan LAN Nomor 10 Tahun 2018 tentang
Pengembangan Kompetensi ASN pelaksanaan pengembangan
kompetensi melalui pelatihan dilakukan melalui jalur klasikal dan non
klasikal. Pelatihan jalur klasikal dilaksanakan dalam bentuk: pelatihan
struktural kepemimpinan, pelatihan manajerial, pelatihan teknis,
pelatihan fungsional, pelatihan sosial kultural,
seminar/konferensi/sarasehan, workshop atau lokakarya, kursus,
penataran, bimbingan teknis, sosialisasi; dan/atau jalur Pengembangan
Kompetensi dalam bentuk pelatihan klasikal lainnya. Sedangkan
pelatihan jalur non klasikal dilaksanakan dalam bentuk: coaching,
mentoring, e-learning, pelatihan jarak jauh, detasering (secondment),
pembelajaran alam terbuka (outbond), patok banding (benchmarking),
pertukaran antara PNS dengan pegawai swasta/badan usaha milik
negara/ badan usaha milik daerah, belajar mandiri (self development),
komunitas belajar (community of practices), bimbingan di tempat kerja,
magang/praktik kerja dan jalur Pengembangan Kompetensi dalam
bentuk pelatihan non klasikal lainnya.
Adapun bentuk pelatihan yang dilaksanakan di BPSDM Provinsi
Jawa Timur adalah sebagai berikut:
1. Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) Tingkat II
Penyelenggaraan PKN Tingkat II bertujuan untuk mengembangkan
kompetensi Peserta dalam rangka memenuhi standar kompetensi
manajerial JPT Pratama sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai standar kompetensi
jabatan. (Peraturan Peraturan Lembaga Administrasi Negara
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pelatihan
Kepemimpinan Nasional Tingkat II). Mekanisme penyelenggaraan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II adalah sebagai berikut:
a) PKN Tingkat II dilaksanakan dalam bentuk pelatihan klasikal dan
nonklasikal. Pelatihan klasikal merupakan proses pembelajaran
yang dilaksanakan secara tatap muka di dalam kelas sedangkan
Pelatihan non klasikal merupakan proses pembelajaran yang
dilaksanakan melalui e-learning, bimbingan di tempat kerja,
dan/atau metode lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b) Setiap Penyelenggaraan PKN Tingkat II mengusung tema baik
bersifat tematik atau nontematik.
c) PKN Tingkat II dilaksanakan melalui 4 (empat) agenda
pembelajaran, sebagai berikut:
1) agenda mengelola diri;
2) agenda kepemimpinan strategis;
3) agenda manajemen strategis; dan
4) agenda aktualisasi kepemimpinan.
Selain agenda tersebut PKN Tingkat II dilaksanakan melalui
agenda orientasi program.
d) Evaluasi PKN Tingkat II terdiri atas:
1) evaluasi Peserta;
2) evaluasi tenaga pelatihan;
3) evaluasi penyelenggaraan; dan
4) evaluasi pasca pelatihan.
70

e) Kelulusan peserta
a. Kualifikasi penilaian evaluasi akhir sebagai berikut:
1. sangat memuaskan (skor 90,01 – 100);
2. memuaskan (skor 80,01 – 90,0);
3. baik (skor 70,01 – 80,0);
4. kurang baik (skor 60,01 – 70,0); dan
5. tidak memenuhi kualifikasi (skor ≤60).
b. Peserta dinyatakan lulus jika memperoleh kualifikasi paling
rendah baik untuk setiap aspek penilaian evaluasi
c. Peserta dinyatakan ditunda kelulusannya jika memperoleh
kualifikasi kurang baik paling rendah pada 1 (satu) aspek
penilaian pada evaluasi Peserta
d. Peserta dinyatakan tidak lulus jika memperoleh kualifikasi
tidak memenuhi kualifikasi paling rendah pada 1 (satu) aspek
penilaian pada evaluasi Peserta.
f) Peserta diberhentikan dari PKN Tingkat II apabila:
a. melanggar Kode Sikap Perilaku; dan
b. jumlah ketidakhadiran Peserta dimaksud secara akumulatif
paling rendah 18 (delapan belas) JP atau 2 (dua) Hari
Pelatihan.
g) Pendanaan PKN Tingkat II dilakukan melalui:
1) APBD Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
2) Mekanisme retribusi daerah dalam tarif pengiriman
kontribusi dan kemitraan telah di atur berdasarkan
Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 23 Tahun 2021
tentang Penyesuaian Tarif Retribusi Daerah.
2. Pelatihan Kepemimpinan Administrator (PKA)
Penyelenggaraan PKA bertujuan untuk mengembangkan Kompetensi
Peserta dalam rangka memenuhi standar Kompetensi manajerial
Jabatan Administrator. (Peraturan Lembaga Administrasi Negara
Nomor 16 Tahun 2019 tentang Pelatihan Kepemimpinan
Administrator).
a) Mekanisme PKA dilaksanakan dalam bentuk pelatihan yang
dilakukan melalui jalur pelatihan klasikal dan nonklasikal.
Pelatihan klasikal merupakan proses pembelajaran yang
dilakukan secara tatap muka di dalam kelas.
Pelatihan non klasikal merupakan proses pembelajaran yang
dilakukan melalui e-learning, bimbingan di tempat kerja,
dan/atau metode lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b) Agenda pembelajaran PKA meliputi:
1. agenda kepemimpinan Pancasila dan nasionalisme;
2. agenda kepemimpinan kinerja;
3. agenda manajemen kinerja;
4. agenda aktualisasi kepemimpinan.
Selain agenda tersebut PKA dilaksanakan melalui agenda
orientasi program.
c) Evaluasi Peserta PKA terdiri atas:
a. evaluasi substansi;
b. evaluasi studi lapangan;
c. evaluasi Aksi Perubahan; dan
71

d. evaluasi sikap perilaku.


d) Kelulusan Peserta
a. Kualifikasi penilaian evaluasi Peserta ditetapkan pada
evaluasi akhir Peserta dengan ketentuan sebagai berikut:
1. sangat memuaskan (skor 90,01 – 100);
2. memuaskan (skor 80,01 – 90,0);
3. baik (skor 70,01 – 80,0);
4. kurang baik (skor 60,01 – 70,0); dan
5. tidak memenuhi kualifikasi (skor ≤60).
b. Peserta dinyatakan lulus jika memperoleh kualifikasi paling
rendah baik untuk setiap aspek penilaian evaluasi.
c. Peserta dinyatakan ditunda kelulusannya jika memperoleh
kualifikasi kurang baik paling rendah pada 1 (satu) aspek
penilaian pada evaluasi Peserta.
d. Peserta dinyatakan tidak lulus jika memperoleh kualifikasi
tidak memenuhi kualifikasi paling rendah pada 1 (satu) aspek
penilaian pada evaluasi Peserta.
e) Peserta diberhentikan dari PKA apabila:
a. melanggar Kode Sikap Perilaku.
b. jumlah ketidakhadiran Peserta dimaksud secara akumulatif
paling rendah 27 (dua puluh tujuh) JP atau 3 (tiga) Hari
Pelatihan.
f) Pendanaan PKA dilakukan melalui:
a. APBD Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
b. Mekanisme retribusi daerah dalam tarif pengiriman
kontribusi dan kemitraan telah di atur berdasarkan
Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 23 Tahun 2021
tentang Penyesuaian Tarif Retribusi Daerah.
3. Pelatihan Kepemimpinan Pengawas (PKP)
Pelatihan Kepemimpinan Pengawas bertujuan untuk
mengembangkan Kompetensi Peserta dalam rangka memenuhi
standar Kompetensi manajerial Jabatan Pengawas sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan. (Peraturan Lembaga Administrasi
Negara Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Pelatihan Kepemimpinan
Pengawas):
1) Mekanisme PKP dilaksanakan dalam bentuk pelatihan yang
dilakukan melalui jalur pelatihan klasikal dan nonklasikal.
Pelatihan klasikal merupakan proses pembelajaran yang
dilakukan secara tatap muka di dalam kelas. Pelatihan non
klasikal merupakan proses pembelajaran yang dilakukan melalui
e-learning, bimbingan di tempat kerja, dan/atau metode lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Agenda pembelajaran PKP sebagai berikut:
a. agenda kepemimpinan Pancasila dan bela negara;
b. agenda kepemimpinan pelayanan;
c. agenda pengendalian pekerjaan; dan
d. agenda aktualisasi kepemimpinan.
Selain agenda tersebut PKP dilaksanakan melalui agenda
orientasi program.
72

3) Evaluasi PKP terdiri atas:


a. evaluasi substansi;
b. evaluasi studi lapangan;
c. evaluasi Aksi Perubahan;
d. evaluasi sikap perilaku.
4) Kelulusan Peserta
a. Kualifikasi penilaian evaluasi Peserta ditetapkan pada evaluasi
akhir Peserta dengan ketentuan sebagai berikut:
1. sangat memuaskan (skor 90,01 – 100);
2. memuaskan (skor 80,01 – 90,0);
3. baik (skor 70,01 – 80,0);
4. kurang baik (skor 60,01 – 70,0); dan
5. tidak memenuhi kualifikasi (skor ≤60).
b. Peserta dinyatakan lulus jika memperoleh kualifikasi paling
rendah baik untuk setiap aspek penilaian evaluasi.
c. Peserta dinyatakan ditunda kelulusannya jika memperoleh
kualifikasi kurang baik paling rendah pada 1 (satu) aspek
penilaian pada evaluasi Peserta.
d. Peserta dinyatakan tidak lulus jika memperoleh kualifikasi
tidak memenuhi kualifikasi paling rendah pada 1 (satu) aspek
penilaian pada evaluasi Peserta.
5) Peserta diberhentikan dari PKA apabila:
a. melanggar Kode Sikap Perilaku.
b. jumlah ketidakhadiran Peserta dimaksud secara akumulatif
paling rendah 27 (dua puluh tujuh) JP atau 3 (tiga) Hari
Pelatihan.
6) Pendanaan PKP dilakukan melalui:
a. APBD Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
b. Mekanisme retribusi daerah dalam tarif pengiriman kontribusi
dan kemitraan telah di atur berdasarkan Peraturan Gubernur
Jawa Timur Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyesuaian Tarif
Retribusi Daerah.
4. Latihan Dasar (Latsar)
Pelatihan Dasar CPNS adalah pendidikan dan pelatihan dalam Masa
Prajabatan yang dilakukan secara terintegrasi untuk membangun
integritas moral, kejujuran, semangat dan motivasi nasionalisme dan
kebangsaan, karakter kepribadian yang unggul dan bertanggung
jawab, dan memperkuat profesionalisme serta kompetensi bidang.
(Peraturan Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia Nomor
12 Tahun 2018 tentang Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil).
1) Mekanisme Latsar dilaksanakan dalam bentuk pelatihan yang
dilakukan melalui jalur pelatihan klasikal dan nonklasikal.
Pelatihan klasikal merupakan proses pembelajaran yang
dilakukan secara tatap muka di dalam kelas. Pelatihan klasikal
dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Peserta
diasramakan; dan b. diberikan kegiatan penunjang berupa
kegiatan peningkatan kesegaran jasmani. Pelatihan non klasikal
merupakan proses pembelajaran yang dilakukan melalui e-
learning, bimbingan di tempat kerja, dan/atau metode lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
73

2) Agenda pembelajaran latsar adalah sebagai berikut:


a. agenda sikap perilaku bela negara;
b. agenda nilai–nilai dasar PNS;
c. agenda kedudukan dan peran PNS dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia; dan
d. agenda habituasi.
Selain agenda tersebut Latsar dilaksanakan melalui
pembelajaran orientasi program.
3) Evaluasi Latsar terdiri atas:
a. evaluasi sikap perilaku dengan bobot penilaian 10% (sepuluh
persen);
b. evaluasi akademik dengan bobot penilaian 20% (dua puluh
persen);
c. evaluasi aktualisasi dengan bobot penilaian 50% (lima puluh
persen);
d. evaluasi penguatan kompetensi teknis bidang tugas dengan
bobot penilaian 20% (dua puluh persen);
e. evaluasi akhir.
4) Kelulusan Peserta
a. Kualifikasi penilaian evaluasi Peserta ditetapkan pada
evaluasi akhir Peserta dengan ketentuan sebagai berikut:
1. sangat memuaskan (skor 90,01 – 100);
2. memuaskan (skor 80,01 – 90,0);
3. baik (skor 70,01 – 80,0);
4. kurang baik (skor 60,01 – 70,0); dan
5. tidak memenuhi kualifikasi (skor ≤60).
b. Peserta dinyatakan lulus jika memperoleh kualifikasi paling
rendah baik untuk setiap aspek penilaian evaluasi
c. Peserta dinyatakan ditunda kelulusannya jika memperoleh
kualifikasi kurang baik paling rendah pada 1 (satu) aspek
penilaian pada evaluasi Peserta.
d. Peserta dinyatakan tidak lulus jika memperoleh kualifikasi
tidak memenuhi kualifikasi paling rendah pada 1 (satu) aspek
penilaian pada evaluasi Peserta.
5) Peserta Latsar Tidak lulus apabila:
a. memperoleh kualifikasi tidak memuaskan;
b. jumlah ketidakhadiran peserta lebih dari:
1. 6 (enam) sesi;
2. 18 (delapan belas) JP; dan/atau
3. 2 (dua) hari secara kumulatif.
6) Pendanaan Latsar Golongan I, II dan III dilakukan melalui:
a. APBD Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
b. Mekanisme retribusi daerah dalam tarif pengiriman
kontribusi dan kemitraan telah di atur berdasarkan
Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 23 Tahun 2021
tentang Penyesuaian Tarif Retribusi Daerah.
74

5. Diklat Prajabatan
Tujuan Diklat Prajabatan CPNS Golongan I, golongan II dan atau
golongan III yang diangkat dari tenaga honorer K1 dan/atau K2
diselenggarakan untuk membentuk CPNS yang memiliki
pengetahuan dan wawasan sebagai pelayan masyarakat yang baik.
(Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 10 Tahun
2015 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan
Prajabatan Calon Pegawai Negeri Sipil Golongan I, Golongan II dan
atau Golongan III yang diangkat dari tenaga honorer Kategori I
dan/atau kategori II).
1) Diklat Prajabatan CPNS Golongan I, Golongan II, dan/atau
Golongan III yang Diangkat dari Tenaga Honorer K1 dan/atau K2
diarahkan untuk meningkatkan pengetahuan dan memperluas
wawasan CPNS tersebut tentang bagaimana menjadi Pegawai
Negeri Sipil (PNS) yang dapat memberikan pelayanan yang baik
kepada masyarakat dengan tujuan untuk membentuk CPNS yang
memiliki pengetahuan dan wawasan sebagai pelayan masyarakat
yang baik.
2) Struktur Kurikulum Prajab terdiri atas 9 (Sembilan) mata diklat,
sebagaimana berikut:
a. Kebijakan Pengembangan Sumber Daya Aparatur;
b. Muatan Teknis Substansi Lembaga (MTSL);
c. Wawasan Kebangsaan Dalam Kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI);
d. Percepatan Pemberantasan Korupsi;
e. Manajemen ASN;
f. Pola Pikir ASN Sebagai Pelayan Masyarakat;
g. Overview Kebijakan Penyelenggaraan Diklat;
h. Dinamika Kelompok, dan
i. Review Kebijakan Penyelenggaraan Diklat.
3) Evaluasi terhadap peserta Diklat Prajab
Evaluasi terhadap peserta diklat prajab difokuskan terhadap
evaluasi pemahaman 4 (empat) mata diklat, yaitu:
a. Wawasan kebangsaan dalam kerangka NKRI dengan bobot
20%;
b. Percepatan pemberantasan korupsi dengan bobot 30%;
c. Manajemen ASN dengan bobot 10%;
d. Pola pikir ASN sebagai pelayan masyarakat 40%.
4) Kelulusan Peserta
a. sangat memuaskan (skor 90,01 – 100);
b. memuaskan (skor 80,01 – 90,0);
c. Cukup memuaskan (skor 70,01 – 80,0);
d. kurang memuaskan (skor 60,01 – 70,9);
5) Peserta Latsar Tidak lulus apabila:
Peserta Diklat yang memperoleh nilai kurang dari 61 (enam
puluh satu) atau jumlah ketidakhadiran peserta melebihi 2 sesi
atau setara 6 jam pelajaran secara kumulatif dinyatakan tidak
lulus.
75

6) Pendanaan Latsar Golongan I, II dan III dilakukan melalui


mekanisme:
a. APBD Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
b. Mekanisme retribusi daerah dalam tarif pengiriman
kontribusi dan kemitraan telah di atur berdasarkan
Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 32 Tahun 2021
tentang Penyesuaian Tarif Retribusi Daerah.
6. Pelatihan Kompetensi Fungsional
a. Diklat Fungsional diselenggarakan dengan tujuan untuk:
1) meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan
sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatannya secara
profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS
sesuai dengan kompetensi jabatan.
2) memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang
berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan
pemberdayaan masyarakat.
b. Metode Pembelajaran
1) Pendekatan dalam pembelajaran Diklat Fungsional disusun
sesuai dengan tujuan dan sasaran Diklat bagi orang dewasa
(andragogi).
2) Metode dalam pengajaran Diklat Fungsional disusun sesuai
dengan tujuan dan sasaran Diklat Fungsional yang
bersangkutan.
3) Diklat Fungsional dapat diselenggarakan secara klasikal
dan/atau non klasika:
a. Penyelenggaraan Diklat Fungsional secara klasikal
dilakukan dengan tatap muka.
b. Penyelenggaraan Diklat Fungsional non klasikal dapat
dilakukan dengan pelatihan di tempat kerja.
4) Penyelenggaraan Diklat Fungsional secara klasikal yang
dilakukan dengan tatap muka agar efektif pada setiap
angkatan paling banyak berjumlah 30 (tiga puluh) orang.
5) Penyelenggaraan Diklat Fungsional non klasikal dapat
dilakukan dengan pelatihan di tempat kerja dilaksanakan
melalui pembimbingan di tempat kerja oleh pimpinan/
atasan antara lain berupa pemberian tugas, keteladanan,
serta bentuk-bentuk lain dalam rangka pembinaan.
c. Pendanaan
1) APBD Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
2) Mekanisme retribusi daerah Kontribusi pengiriman peserta
dengan indeks tarif sebagai berikut dalam tarif pengiriman
kontribusi dan kemitraan telah di atur berdasarkan
Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 23 Tahun 2021
tentang Penyesuaian Tarif Retribusi Daerah.
7. Pelatihan Kompetensi Teknis
a. Diklat Kompetensi Teknis diselenggarakan dengan tujuan untuk:
1) meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap
dan perilaku untuk dapat melaksanakan tugas teknis secara
profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS
sesuai dengan kompetensi teknis jabatannya.
76

2) memantapkan sikap, perilaku dan semangat pengabdian yang


berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan
pemberdayaan masyarakat.
b. Metode Pembelajaran
1) Pendekatan dalam pembelajaran Diklat Teknis disusun
sesuai dengan tujuan dan sasaran Diklat bagi orang dewasa
(andragogi) dengan berorientasi kepada azas manfaat dalam
pelaksanaan tugas substantif maupun tugas administratif
instansi/unit kerja yang bersangkutan.
2) Metode dalam pembelajaran Diklat Teknis sesuai dengan
tujuan dan sasaran Diklat Teknis yang bersangkutan untuk
dapat memperlancar pelaksanaan tugas-tugas instansi yang
bersangkutan.
c. Pendanaan
1) APBD Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
2) Mekanisme retribusi daerah dalam tarif pengiriman
kontribusi dan kemitraan telah di atur berdasarkan
Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 23 Tahun 2021
tentang Penyesuaian Tarif Retribusi Daerah.

L. CUTI PNS
Cuti adalah keadaan tidak masuk kerja yang diizinkan dalam jangka
waktu tertentu yang diberikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
Pejabat Pembina Kepegawaian dapat mendelegasikan sebagian
wewenangnya kepada pejabat di lingkungannya untuk memberikan cuti,
kecuali ditentukan lain.
Ketentuan mengenai cuti serta pejabat yang berwenang diatur dalam
Peraturan Gubernur.
Ketentuan mengenai cuti sakit, cuti melahirkan, dan cuti karena
alasan penting berlaku secara mutatis mutandis terhadap Calon PNS.
Cuti terdiri atas:
1. Cuti tahunan;
2. Cuti besar;
3. Cuti sakit;
4. Cuti melahirkan;
5. Cuti karena alasan penting;
6. Cuti bersama; dan
7. Cuti di luar tanggungan negara.

Penjelasan
1. Cuti Tahunan
a) PNS dan Calon PNS yang telah bekerja paling kurang 1 (satu) tahun
secara terus menerus berhak atas cuti tahunan selama 12 (dua
belas) hari kerja;
b) Permintaan cuti tahunan dapat diberikan untuk paling kurang 1
(satu) hari kerja;
c) Dalam hal hak atas cuti tahunan yang akan digunakan di tempat
yang sulit perhubungannya maka jangka waktu cuti tahunan
tersebut dapat ditambah untuk paling lama 12 (dua belas) hari
kalender;
77

d) Hak atas cuti tahunan yang tidak digunakan dalam tahun yang
bersangkutan, dapat digunakan dalam tahun berikutnya untuk
paling lama 18 (delapan belas) hari kerja termasuk cuti tahunan
dalam tahun berjalan;
e) Hak atas cuti tahunan yang tidak digunakan 2 (dua) tahun atau
lebih berturut-turut, dapat digunakan dalam tahun berikutnya
untuk paling Iama 24 (dua puluh empat) hari kerja termasuk hak
atas cuti tahunan dalam tahun berjalan;
f) PNS yang akan melaksanakan ibadah Umroh atau ibadah
keagamaan bagi agama lainnya dapat menggunakan cuti tahunan;
g) Selama menggunakan hak atas cuti tahunan, PNS yang
bersangkutan menerima penghasilan PNS.

2. Cuti Besar
a) PNS yang telah bekerja paling singkat 5 (lima) tahun secara terus
menerus berhak atas cuti besar paling lama 3 (tiga) bulan;
b) PNS yang menggunakan hak atas cuti besar tidak berhak atas cuti
tahunan dalam tahun yang bersangkutan;
c) PNS yang telah menggunakan hak atas cuti tahunan pada tahun
yang bersangkutan maka hak atas cuti besar yang bersangkutan
diberikan dengan memperhitungkan hak atas cuti tahunan yang
telah digunakan;
d) PNS yang menggunakan hak atas cuti besar dan masih mempunyai
sisa hak atas cuti tahunan tahun sebelumnya maka dapat
menggunakan sisa hak atas cuti tahunan tersebut.
e) NS yang akan melaksanakan ibadah haji atau ibadah keagamaan
bagi agama lainnya dapat menggunakan cuti besar.
f) Selama menggunakan hak atas cuti besar, PNS yang bersangkutan
menerima penghasilan PNS

3. Cuti Sakit
a. Setiap PNS yang menderita sakit berhak atas cuti sakit.
b. PNS yang sakit 1 (satu) hari menyampaikan surat keterangan sakit
secara tertulis kepada atasan langsung dengan melampirkan surat
keterangan dokter.
c. PNS yang sakit lebih dari 1 (satu) hari sampai dengan 14 (empat
belas) hari berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan bahwa PNS
yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis
kepada Pejabat Yang Berwenang Memberikan Cuti dengan
melampirkan surat keterangan dokter.
d. PNS yang menderita sakit lebih dari 14 (empat belas) hari berhak
atas cuti sakit, dengan ketentuan bahwa PNS yang bersangkutan
harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada Pejabat Yang
Berwenang Memberikan Cuti dengan melampirkan surat keterangan
dokter yang memiliki ijin praktek.
e. Hak atas cuti sakit diberikan untuk waktu paling lama 1 (satu)
tahun, dan dapat ditambah untuk paling lama 6 (enam) bulan
apabila diperlukan, berdasarkan surat keterangan tim penguji
kesehatan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang Kesehatan.
78

f. PNS yang tidak sembuh dari penyakitnya, harus diuji kembali


kesehatannya oleh tim penguji kesehatan yang ditetapkan oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan, apabila belum sembuh dari penyakitnya, PNS yang
bersangkutan diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena
sakit dengan mendapat uang tunggu sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
g. PNS yang mengalami gugur kandungan berhak atas cuti sakit untuk
paling lama 1 ½ (satu setengah) bulan dengan mengajukan
permintaan secara tertulis kepada Pejabat Yang Berwenang
Memberikan cuti.
h. PNS yang mengalami kecelakaan dalam dan oleh karena
menjalankan tugas kewajibannya sehingga yang bersangkutan perlu
mendapat perawatan berhak atas cuti sakit sampai yang
bersangkutan sembuh dari penyakitnya.
i. Selama menjalankan cuti sakit, PNS yang bersangkutan menerima
penghasilan PNS.

4. Cuti Melahirkan
a. Untuk kelahiran anak pertama sampai dengan kelahiran anak ketiga
PNS berhak atas cuti melahirkan.
b. Ketentuan terkait cuti melahirkan tersebut dihitung mulai yang
bersangkutan diangkat sebagai CPNS.
c. Untuk kelahiran anak keempat dan seterusnya kepada PNS diberikan
cuti besar.
d. Cuti besar untuk kelahiran anak keempat dan seterusnya berlaku
ketentuan sebagai berikut :
1) permintaan cuti tersebut tidak dapat ditangguhkan;
2) mengesampingkan ketentuan telah bekerja paling singkat 5 (lima)
tahun secara terus-menerus; dan
3) lamanya cuti besar tersebut sama dengan lamanya cuti
melahirkan.
e. Lamanya cuti melahirkan sebagaimana dimaksud pada angka 1)
adalah 3 (tiga) bulan.
f. Selama menggunakan hak cuti melahirkan, PNS yang bersangkutan
menerima penghasilan

5. Cuti Alasan Penting


a. PNS berhak atas cuti karena alasan penting, apabila :
1) ibu, bapak, isteri atau suami, anak, adik, kakak, mertua, atau
menantu sakit keras (dibuktikan dengan surat keterangan rawat
inap dari Unit Pelayanan Kesehatan) atau meninggal dunia;
2) salah seorang anggota keluarga yang dimaksud pada amgka 1)
meninggal dunia, dan menurut peraturan perundang- undangan
PNS yang bersangkutan harus mengurus hak-hak dari anggota
keluarganya yang meninggal dunia;, atau
3) melangsungkan perkawinan.
b. PNS laki-laki yang isterinya melahirkan/operasi caesar dapat
diberikan cuti karena alasan penting dengan melampirkan surat
keterangan rawat inap/surat keterangan bersalin dari Unit Pelayanan
Kesehatan.
83

BAB VI
STANDAR HONORARIUM/UPAH/TARIF

A. PENGELOLA KEUANGAN
(Dalam rupiah/bulan)
NO URAIAN
DI ATAS DI ATAS DI ATAS DI ATAS DI ATAS DI ATAS DI ATAS DI ATAS
DI ATAS 500 JT s/d 1 1 M s/d 2,5 2,5 M s/d 5 5 M s/d 10 10 M s/d 25 M s/d 50 M s/d 100 M s/d DI ATAS
S/D 500 JT M M M M 25 M 50 M 100 M 250 M 250 M
2023 2023 2023 2023 2023 2023 2023 2023 2023 2023
1 Pengguna Anggaran (PA) 2.029.000 2.664.000 3.463.000 3.931.000 4.565.000 5.200.000 5.833.000
2 Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) 888.000 1.015.000 1.333.000 1.395.000 1.713.000 1.776.000 2.029.000 2.664.000 3.298.000 3.931.000
3 Pejabat Pembuat Komitmen (PPKOM) 604.000 665.000 762.000 907.000 938.000 1.208.000 1.449.000 1.631.000 1.932.000 2.000.000
4 Bendahara Pengeluaran SKPD 500.000 570.000 670.000 770.000 860.000 1.090.000 1.320.000 1.780.000 2.120.000 2.470.000
5 PPKD - - - - - - - - 3.931.000 4.565.000
6 Kuasa PPKD 762.000 888.000 1.133.000 1.206.000 1.216.000 1.522.000 1.713.000 1.966.000 2.473.000 2.854.000
7 Bendahara Pengeluaran Pembantu 370.000 430.000 500.000 570.000 640.000 810.000 980.000 1.330.000 1.580.000 1.840.000
SKPD/SKPKD

Pejabat Penatausahaan Keuangan 570.000 660.000 770.000 880.000 990.000 1.250.000 1.520.000 1.650.000 2.029.000 2.283.000
8 (PPK) SKPD
9 Pejabat Penatausahaan Keuangan 550.000 635.000 734.000 888.000 869.000 1.142.000 1.332.000 1.586.000 1.776.000 1.966.000
(PPK) Unit
10 PPTK 444.000 508.000 601.000 635.000 696.000 1.015.000 1.269.000 1.395.000 1.650.000 1.839.000
11 Pelaksana Administrasi Keuangan 255.000 318.000 401.000 444.000 464.000 572.000 635.000 699.000 762.000 825.000
12 Kasir 444.000 444.000 444.000 444.000 444.000 444.000 444.000 444.000 444.000 444.000
Catatan: Untuk pengelola keuangan adalah PNS SKPD bersangkutan

Pengurus gaji (berdasarkan jumlah pegawai)


(Dalam rupiah/bulan)
JUMLAH PEGAWAI

NO URAIAN DI ATAS DI ATAS DI ATAS DI ATAS DI ATAS DI ATAS DI ATAS DI ATAS


DI ATAS
s/d 250
250 s/d 500 s/d 750 s/d 1000 s/d 1250 s/d 1500 s/d 2000 s/d 2500 s/d
3000
500 750 1000 1250 1500 2000 2500 3000
1 Pengurus Gaji SKPD/UOBK/Unit Kerja 331.000 386.000 464.000 497.000 607.000 772.000 938.000 1.048.000 1.158.000 1.323.000

Catatan: Untuk pengurus gaji adalah PNS SKPD bersangkutan

Pengelola Penerimaan
(Dalam rupiah/bulan)
NO URAIAN DI
DI ATAS DI ATAS DI ATAS DI ATAS DI ATAS 50 DI ATAS DI ATAS
ATAS DI ATAS
s/d 100 JT 500 JT 1 M S/D 5 M S/D 10 M S/D M S/D 100 100 M S/D 250 M S/D
100 S/D 500 M
S/D 1 M 5M 10 M 50 M M 250 M 500 M
500 JT
2023 2023 2023 2023 2023 2023 2023 2023 2023 2023
1 B PENERIMAAN
340.000 500.000 570.000 770.000 860.000 1.206.000 1.332.000 1.522.000 1.776.000 2.029.000
2 B PENERIMAAN
PEMBANTU
255.000 381.000 572.000 762.000 825.000 952.000 1.079.000 1.206.000 1.522.000 1.776.000

Catatan: Untuk pengelola penerimaan adalah PNS SKPD bersangkutan

Pengelola Barang dan Aset


1. Pejabat Pengadaan mendapatkan honorarium sebesar Rp680.000,- per bulan.
(Catatan: Untuk Pejabat Pengadaan adalah PNS SKPD bersangkutan)
2. Pengelola Barang/Aset
84

(Dalam rupiah/bulan)
NILAI BARANG YANG DIKELOLA

NO URAIAN s/d Diatas 500 jt Diatas 1 M Diatas 2,5 M Diatas 5 M Diatas 10 M Diatas 25 M Diatas 50 M Diatas 100 M diatas
500jt s/d 1 M s/d 2,5 M s/d 5 M s/d 10 M s/d 25 M s/d 50 M s/d 100 M s/d 500 M 500 M
1 Pejabat
Penatausahaa
n Barang Milik 500.000 550.000 600.000 650.000 700.000 750.000 800.000 850.000 900.000 1.000.000
Daerah
2 Pengurus
Barang Aset 400.000 450.000 500.000 550.000 600.000 650.000 700.000 750.000 850.000 900.000
3 Pengurus
Barang 400.000 450.000 500.000 550.000 600.000 650.000 700.000 750.000 850.000 900.000
Persediaan
4 Pembantu
Pengurus 350.000 400.000 450.000 500.000 550.000 600.000 650.000 700.000 750.000 800.000
Barang Aset
5 Pembantu
Pengurus
Barang 300.000 350.000 400.000 450.000 500.000 550.000 600.000 650.000 700.000 750.000
Persediaan
6 Pengurus
Barang UPT
SKPD Non 300.000 350.000 400.000 450.000 500.000 550.000 600.000 650.000 700.000 750.000
BLUD

Catatan: Untuk Pengelola Barang/Aset adalah PNS SKPD bersangkutan

3. Tim Teknis
(Dalam rupiah/bulan)
NO URAIAN KETUA SEKRETARIS ANGGOTA
Tim Teknis
1 375.000,00 350.000,00 320.000,00
(Pembantu PPKom)
Catatan: Untuk Tim Teknis adalah PNS SKPD bersangkutan

E-Master (Manajemen ASN Terpadu)


(Dalam rupiah/bulan)
DI ATAS DI ATAS DI ATAS
DI ATAS
s/d 500 500 s/d 1000 s/d 1500 s/d
NO URAIAN 3000
1000 1500 3000
2023 2023 2023 2023 2023
1 Penanggung jawab 370.000 430.000 490.000 560.000 730.000
2 Operator 320.000 370.000 430.000 490.000 610.000
Catatan:
1. Operator e-Master adalah ASN SKPD bersangkutan yang mengerti
Teknologi Informasi.
2. Untuk OPD yang mempunyai ASN diatas 1.000 (seribu) orang, dapat
menunjuk operator maksimal 3 (tiga) orang dan jumlah honor masing-
masing operator ditentukan berdasarkan jumlah ASN yang dikelola.
3. Khusus Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, dapat menunjuk operator
sesuai kebutuhan dan jumlah honor masing-masing operator ditentukan
berdasarkan jumlah ASN yang dikelola.
Aplikasi sistem informasi (SIPD, SMEP, dan simbada)
(Dalam rupiah/bulan)
DI ATAS DI ATAS
DI ATAS DI ATAS DI ATAS
s/d 5 M 25 M s/d 50 M S/D
URAIAN 5M s/d 10 M 10 M s/d 25 M 100 M
50 M 100 M
2023 2023 2023 2023 2023 2023
SIPD, SMEP, SIMBADA 305.000 425.000 545.000 665.000 675.000 950.000

Catatan:
Penunjukan Pengelola Sistem Informasi adalah ASN SKPD bersangkutan Untuk
Kepala Sub Bagian TU yang membawahi minimal 10 (sepuluh) UPT dan berfungsi
sebagai koordinator kepegawaian, barang daerah mendapatkan honor pengelola
kepegawaian dan barang daerah sebesar Rp1.500.000,00 per bulan.
85

Pelaksanaan Kegiatan
1. Pembayaran Belanja Pegawai bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja (PPPK) mempedomani Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2021 tentang Teknis Pemberian Gaji dan
Tunjangan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja Yang Bekerja
Pada Instansi Daerah.
2. Belanja Jasa digunakan untuk menganggarkan pengadaan jasa yang
didasarkan pada pertimbangan bahwa keberadaannya dalam sub kegiatan
memiliki peranan dan kontribusi nyata terhadap pencapaian kinerja
pelaksanaan sub kegiatan.
3. Menganggarkan iuran jaminan kesehatan, iuran jaminan kecelakaan kerja
dan iuran jaminan kematian selaku pemberi kerja untuk Pegawai Non
Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNPNSD) yaitu pekerja/pegawai yang
menerima gaji/upah dianggarkan dalam APBD.
4. Bantuan Ongkos Jahit 1 (satu) stel Pakaian Dinas, meliputi:
a. Pakaian Sipil Lengkap (PSL) sebesar Rp1.000.000,00.
b. Pakaian Sipil Harian (PSH) sebesar Rp750.000,00.
c. Pakaian Sipil Resmi (PSR) sebesar Rp850.000,00.
d. Pakaian KORPRI sebesar Rp450.000,00.
e. Pakaian Dinas Harian (PDH) sebesar Rp450.000,00.
f. Pakaian Dinas Lapangan (PDL) sebesar Rp450.000,00.

Pelaksanaan rapat/kegiatan pertemuan dapat dilaksanakan di kantor atau di


luar kantor, dengan ketentuan:
1. Pertemuan/rapat di kantor adalah rapat kedinasan yang menggunakan
fasilitas milik Pemerintah Provinsi;
2. Pertemuan/rapat di luar kantor adalah rapat/pertemuan dengan
menggunakan fasilitas hotel/villa/cottage/resort dan/atau fasilitas ruang
gedung lainnya sesuai dengan ketentuan;
3. Pertemuan/rapat di kantor yang menggunakan fasilitas Pemerintah lainnya
dapat disediakan makanan dan minuman rapat/kegiatan;
4. Untuk pertemuan/rapat di luar kantor (hotel/villa/ cottage/resort/lainnya)
berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Pertemuan/rapat yang dilakukan di luar kantor minimal 5 (lima) jam
(paket halfday) tanpa menginap. Komponen paket mencakup makan 1
(satu) kali, rehat kopi dan kudapan 1 (satu) kali, ruang pertemuan dan
fasilitasnya.
b. Pertemuan/rapat yang dilakukan di luar kantor minimal 8 (delapan) jam
(paket fullday). Komponen paket mencakup makan 1 (satu) kali, rehat
kopi dan kudapan 2 (dua) kali, ruang pertemuan dan fasilitasnya.
c. Pertemuan/rapat yang dilakukan di luar kantor dengan fasilitas
penginapan/akomodasi (paket fullboard). Komponen paket mencakup
akomodasi 1 (satu) malam, makan 3 (tiga) kali, rehat kopi dan kudapan 2
(dua) kali ruang pertemuan dan fasilitasnya. Paket fullboard untuk
pejabat eselon II atau yang disetarakan ke atas, akomodasi 1 (satu) kamar
untuk 1 (satu) orang sedangkan untuk pejabat eselon III ke bawah,
akomodasi 1 (satu) kamar untuk 2 (dua) orang.
d. Pertemuan/rapat yang dilakukan di luar kantor minimal 12 (dua belas)
jam (paket residence) tanpa menginap. Komponen paket mencakup
makan 2 (dua) kali, rehat kopi dan kudapan 3 (tiga) kali, ruang
pertemuan dan fasilitasnya.
86

e. Pertemuan/rapat dengan peserta Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah,


Pejabat Eselon I, DPR RI, DPRD atau pejabat lainnya yang disetarakan
atau tamu negara dapat dilaksanakan di hotel bintang 5 (lima).
f. Dalam rangka efisiensi anggaran untuk kegiatan rapat, pengguna
anggaran atau kuasa pengguna anggaran agar selektif dalam
melaksanakan rapat atau pertemuan di luar kantor (fullboard, fullday,
halfday, dan residence) dan mengutamakan penggunaan fasilitas milik
daerah serta harus tetap mempertimbangkan prinsip pengelolaan
keuangan daerah yang tertib, taat pada peraturan perundang-undangan,
efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

5. Akomodasi tamu Negara/tamu kehormatan/VVIP/VIP dari Gubernur/ Wakil


Gubernur Jawa Timur disesuaikan dengan kebutuhan dan tarif hotel yang
berlaku.
6. Honorarium Tim Pelaksana dan Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan
Tim yang keanggotaannya berasal dari lintas SKPD, pengaturan batasan
jumlah tim yang dapat diberikan honorarium bagi pejabat eselon I, pejabat
eselon II, pejabat eselon III, pejabat eselon IV, pelaksana, dan pejabat
fungsional pada tim dimaksud, jumlah keanggotaan tim yang dapat
diberikan honor sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
Klasifikasi
No. Jabatan
I II III
1 Pejabat Eselon I dan Eselon II 2 3 4
2 Pejabat Eselon III 3 4 5
Pejabat Eselon IV, pelaksana dan
3 5 6 7
pejabat fungsional

Penjelasan mengenai klasifikasi pengaturan jumlah honorarium yang


diterima sebagaimana dimaksud di atas adalah sebagai berikut:
a. Klasifikasi I dengan kriteria tambahan penghasilan pada kelas jabatan
tertinggi lebih besar atau sama dengan Rp20.000.000,00 per bulan.
b. Klasifikasi II dengan kriteria tambahan penghasilan pada kelas jabatan
tertinggi lebih besar atau sama dengan Rp6.000.000,00 per bulan dan
kurang dari Rp20.000.000,00 per bulan.
c. Klasifikasi III dengan kriteria tambahan penghasilan pada kelas jabatan
tertinggi kurang dari Rp6.000.000,00 per bulan.

Honorarium Tim Pelaksana Kegiatan


Honorarium yang diberikan kepada seseorang yang diangkat dalam suatu tim
pelaksana kegiatan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu berdasarkan
surat keputusan kepala daerah atau sekretaris daerah.
Ketentuan pembentukan tim yang dapat diberikan honorarium adalah sebagai
berikut:
87

a. Mempunyai keluaran (output) jelas dan terukur;


b. Bersifat koordinatif untuk tim pemerintah daerah:
1) Dengan mengikutsertakan instansi pemerintah di luar pemerintah
daerah yang bersangkutan untuk tim yang ditandatangani oleh kepala
daerah; atau
2) Antar SKPD untuk tim yang ditandatangani oleh sekretaris daerah;
c. Bersifat temporer dan pelaksanaan kegiatannya perlu diprioritaskan;
d. Merupakan tugas tambahan atau perangkapan fungsi bagi yang
bersangkutan di luar tugas dan fungsi sehari-hari;
e. Dilakukan secara selektif, efektif dan efisien; dan
f. Pemberian Honorarium tersebut memiliki dasar hukum ketentuan
perundangan di atasnya.
Besaran
Satuan
Honorarium Yang ditetapkan Yang ditetapkan (orang
Tim Pelaksana Kegiatan oleh Kepala oleh Sekretaris bulan)
Daerah Daerah
a. Pengarah Rp1.500.000,00 Rp750.000,00 OB
b. Penanggung jawab Rp1.250.000,00 Rp700.000,00 OB
c. Ketua Rp1.000.000,00 Rp650.000,00 OB
d. Wakil Ketua Rp 850.000,00 Rp600.000,00 OB
e. Sekretaris Rp 750.000,00 Rp500.000,00 OB
f. Anggota Rp 750.000,00 Rp500.000,00 OB

Honorarium Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan


Honorarium yang diberikan kepada seseorang yang diberi tugas melaksanakan
kegiatan administratif untuk menunjang kegiatan tim pelaksana kegiatan.
Sekretariat tim pelaksana kegiatan merupakan bagian tidak terpisahkan dari
tim pelaksana kegiatan.
Sekretariat tim pelaksana kegiatan hanya dapat dibentuk untuk menunjang tim
pelaksana kegiatan yang ditetapkan oleh sekretaris daerah.
Jumlah sekretariat tim pelaksana kegiatan diatur sebagai berikut:
a. Paling banyak 10 (sepuluh) orang untuk tim pelaksana kegiatan yang
ditetapkan oleh kepala daerah; atau
b. Paling banyak 7 (tujuh) orang untuk tim pelaksana kegiatan yang
ditetapkan oleh Sekretaris Daerah.
Honorarium Sekretariat Satuan
Besaran
Tim Pelaksana Kegiatan (orang bulan)
a. Ketua/Wakil Ketua Rp250.000,00 OB
b. Anggota Rp220.000,00 OB

7. Honorarium Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)


Honorarium TAPD dapat diberikan kepada anggota tim yang ditetapkan
berdasarkan surat keputusan kepala daerah. Jumlah anggota
kesekretariatan paling banyak 7 (tujuh) anggota.
Besaran Satuan
Kedudukan Honorarium Honorarium (orang
TAPD Sekretariat TAPD bulan)
a. Pembina Rp3.500.000,00 - OB
b. Pengarah Rp3.000.000,00 - OB
c. Ketua Rp2.500.000,00 Rp1.000.000,00 OB
d. Wakil Ketua Rp2.000.000,00 - OB
e. Sekretaris Rp1.500.000,00 Rp 900.000,00 OB
f. Anggota Rp1.300.000,00 Rp 600.000,00 OB
88

8. Honorarium Narasumber atau Pembahas


Honorarium narasumber atau pembahas diberikan kepada pejabat Negara,
pejabat daerah, ASN, dan pihak lain yang memberikan informasi atau
pengetahuan dalam kegiatan seminar, rapat, sosialisasi, diseminasi,
bimbingan teknis, workshop, sarasehan, symposium, lokakarya, focus group
discussion, dan kegiatan sejenis (tidak termasuk untuk kegiatan pendidikan
dan pelatihan).
Honorarium narasumber atau pembahas dapat diberikan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Satuan jam yang digunakan dalam pemberian honorarium narasumber
atau pembahas adalah 60 (enam puluh) menit, baik dilakukan secara
panel maupun individual.
b. Narasumber atau pembahas berasal dari:
1) Luar SKPD penyelenggara atau masyarakat; atau
2) Dalam SKPD penyelenggara sepanjang peserta yang menjadi sasaran
utama kegiatan berasal dari luar SKPD penyelenggara dan/atau
masyarakat.
c. Dalam hal narasumber atau pembahas tersebut berasal dari SKPD
penyelenggara, maka diberikan honorarium sebesar 50% (lima puluh
persen) dari honorarium narasumber/pembahas.
Satuan
Honorarium Narasumber/Pembahas Besaran
(orang jam)
a. Menteri/Pejabat setingkat Menteri/ Rp1.700.000,00 OJ
Pejabat Negara Lainnya
b. Kepala Daerah/Pejabat Setingkat Rp1.400.000,00 OJ
Kepala Daerah/Pejabat Daerah
lainnya yang disetarakan
c. Pejabat Eselon I/yang disetarakan Rp1.200.000,00 OJ
d. Pejabat Eselon II/yang disetarakan Rp1.000.000,00 OJ
e. Pejabat Eselon III ke bawah/yang Rp 900.000,00 OJ
disetarakan
9. Honorarium Moderator
Honorarium moderator diberikan kepada pihak lain yang ditunjuk oleh
pejabat yang berwenang untuk melaksanakan tugas sebagai moderator pada
kegiatan seminar, rapat sosialisasi, diseminasi, bimbingan teknis, workshop,
sarasehan, symposium, lokakarya, focus group discussion dan kegiatan
sejenis (tidak termasuk untuk kegiatan pendidikan dan pelatihan)
Honorarium moderator dapat diberikan dengan ketentuan:
a. Luar SKPD penyelenggara;
b. Besaran Honorarium moderator Rp 700.000,00.
10. Honorarium Pembawa Acara
Honorarium pembawa acara yang diberikan kepada pihak lain yang
ditunjuk oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan tugas
memandu acara dalam kegiatan seminar, rapat sosialisasi, diseminasi,
bimbingan teknis, workshop, sarasehan, symposium, lokakarya, focus group
discussion dan kegiatan sejenis yang mengundang minimal menteri, kepala
daerah/wakil kepala daerah dan/atau pimpinan/anggota DPRD dan
dihadiri lintas SKPD dan/atau masyarakat.
Besaran Honorarium pembawa acara Rp400.000,00.
89

11. Honorarium Rohaniawan


Honorarium rohaniawan sebesar Rp400.000,00 diberikan kepada seseorang
yang ditugaskan oleh pejabat yang berwenang sebagai rohaniawan dalam
pengambilan sumpah jabatan.
12. Honorarium Narasumber, Moderator, atau Pembawa acara Profesional
Pemberian honorarium, jasa narasumber, moderator, atau pembawa acara
professional (pakar, praktisi atau pembicara khusus) yang mempunyai
keahlian dan/atau pengalaman tertentu dalam ilmu dan/atau bidang
tertentu untuk kegiatan seminar, rapat koordinasi, sosialisasi, diseminasi
dan kegiatan sejenisnya dilaksanakan sesuai satuan biaya honorarium.
No. Uraian Satuan Besaran
1. Honorarium Narasumber OJ Rp1.700.000,00
2. Honorarium Moderator OK Rp1.000.000,00
3. Honorarium Pembawa Acara OK Rp 750.000,00

Pemberian honorarium jasa narasumber, moderator atau pembawa acara


professional (pakar, praktisi atau pembicara khusus) dapat melebihi
besaran standar honor narasumber, moderator atau pembawa acara
sebagaimana diatur dalam tabel diatas sepanjang didukung dengan bukti
pengeluaran riil (pembiayaan secara at cost).
13. Untuk menunjang pelaksanaan pelayanan publik di lingkungan Kantor
Bersama SAMSAT, kepada petugas instansi terkait (Non Pegawai Pemerintah
Provinsi Jawa Timur) yang bertugas di Layanan Unggulan SAMSAT dan
operasi bersama diberikan honor sesuai kehadiran dan/atau target
pelayanan setinggi-tingginya Rp1.250.000,00/petugas/bulan yang
ketentuan teknisnya diatur oleh Kepala Badan Pendapatan Provinsi Jawa
Timur.
14. Pemberian honorarium bagi ASN hendaknya dibatasi sesuai dengan tingkat
kewajaran dan beban tugas.
15. Standar biaya sewa kendaraan untuk tamu dinas/tamu
kehormatan/pejabat Negara/pejabat struktural/ pendamping kunjungan
kerja Gubernur dalam provinsi/luar provinsi dalam rangka menunjang
kegiatan Perangkat Daerah/Biro:
a. Untuk Pejabat Negara/Tamu Kehormatan Rp 3.500.000,00/hari
b. Untuk Rombongan Pejabat Negara/ Tamu
Kehormatan (Bus VVIP)/Bus untuk Kegiatan Rp 4.000.000,00/hari
c. Sewa Bus Sedang Rp 2.500.000,00/hari
d. Sewa minibus Rp 2.000.000,00/hari
e. Untuk Pejabat setingkat Eselon I dan II Rp 2.500.000,00/hari
f. Untuk Pejabat setingkat Eselon III Rp 1.500.000,00/hari
g. Untuk menunjang kegiatan dinas Rp 1.100.000,00/hari
Apabila jumlah kendaraan sewa di pasaran kurang memadai maka biaya
sewa dapat melebihi ketentuan dan menyesuaikan harga pasar yang
berlaku.
16. Hidangan rapat/kegiatan untuk tamu Pemerintah Provinsi (Presiden, Wakil
Presiden, Duta Besar, Delegasi Negara Asing, Menteri dan Pejabat setingkat
Menteri, Gubernur dan Wakil Gubernur):
a. Prasmanan VVIP
(Presiden dan Wakil Presiden) Rp 750.000,00
b. Prasmanan VIP Rp 300.000,00
c. Nasi Kotak VIP Rp 110.000,00
d. Kue-Kue Prasmanan VIP Rp 70.000,00
90

e. Kue-Kue Kardus VIP Rp 49.000,00


f. Nasi Tumpeng VIP Rp 3.000.000,00
Biaya hidangan rapat/kegiatan tersebut hendaknya memperhatikan prinsip
efisiensi, efektivitas dan disesuaikan dengan kebutuhan.
17. Hidangan rapat/kegiatan lainnya:
a. Prasmanan Rp 80.000,00
b. Nasi Kotak Rp 44.000,00
c. Kue Prasmanan Rp 40.000,00
d. Kue Kotak Rp 23.000,00
e. Nasi Tumpeng Rp 1.000.000,00
18. Rumah Sakit Provinsi/UPT Dinkes dapat menganggarkan biaya
pemeriksaan kesehatan yang tidak mendapatkan penggantian dari Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) bagi tenaga medis dan paramedis
yang menangani pekerjaan berisiko tinggi/tertular. Nilai besaran biaya
pemeriksaan tersebut ditetapkan dengan Keputusan Direktur Rumah Sakit
dan dibiayai dari belanja fungsional. Demikian pula untuk pemeriksaan
kesehatan bagi Tenaga Kerja Indonesia dan siswa pada SMA Negeri
Olahraga, masing-masing ditetapkan oleh Kepala Perangkat Daerah dengan
merujuk tarif yang berlaku di rumah sakit pemerintah.
19. Pelaksanaan kegiatan sertifikasi tanah aset Pemerintah Provinsi Jawa Timur
melalui kerjasama dengan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
Provinsi Jawa Timur, perlu dibentuk tim percepatan sertifikasi yang
melibatkan beberapa pihak terkait dengan tahapan sebagai berikut:
a. Tahap kelengkapan dokumen surat tanah, berupa Surat Keterangan
Riwayat Tanah dari Desa/Kelurahan.
b. Tahap Pengukuran:
1) Pembelian Blanko Permohonan (SPJ kwitansi koperasi BPN);
2) Pendaftaran Ukur;
3) Pembayaran Ukur (SPJ kwitansi BPN);
4) Pelaksanaan Ukur
Pihak Kantor Pertanahan dan Kelurahan/Desa serta tetangga yang
berhimpitan dengan aset diberikan konsumsi;
5) Pengambilan hasil ukur/peta bidang.
c. Tahap Pemeriksaan Tanah:
1) Pembelian Blanko Permohonan (SPJ kwitansi koperasi BPN);
2) Pendaftaran Pemeriksaan tanah;
3) Pembayaran Biaya Pemeriksaan Tanah (SPJ kwitansi BPN);
4) Pelaksanaan Pemeriksaan tanah
Pihak Kantor Pertanahan dan Kelurahan/Desa diberikan konsumsi.
d. Tahap Pendaftaran Sertifikasi:
1) Pembelian Blanko Permohonan (SPJ kwitansi koperasi BPN)
Pembelian blanko ini dapat dilakukan bersamaan dengan pada salah
satu tahap pengukuran/pemeriksaan;
2) Pendaftaran Sertifikasi;
3) Pembayaran Pendaftaran Sertifikasi (SPJ kwitansi BPN);
untuk efisiensi diupayakan dilaksanakan pada saat Pendaftaran
Sertifikasi.
e. Tahap Pengambilan Sertifikat.
f. Proses sertifikasi terhadap Sertifikat yang hilang.
Untuk memperoleh Sertifikat pengganti, perlu pentahapan sebagai
berikut:
1) Pembelian blanko, dengan uraian sebagaimana dimaksud pada huruf
91

b angka 1);
2) Pendaftaran dan Pengambilan Sumpah;
3) Pengumuman kehilangan di media massa, dianggarkan pada kode
rekening Belanja Dokumentasi dan Publikasi;
4) Tahap Pengukuran, dengan pentahapan sebagaimana dimaksud pada
huruf b;
5) Tahap Pengambilan Sertifikat, sebagaimana dimaksud pada huruf e.
g. Untuk tiap tahapan, tim diberikan honorarium sebagai berikut:
1) Pejabat/Perangkat dari Perangkat Daerah/UPT, Instansi
Kelurahan/Desa, Kecamatan serta Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota, diberikan honorarium sebesar Rp400.000,00 per
bidang aset;
2) Untuk tetangga yang berhimpitan (saksi) diberikan honorarium
sebesar Rp200.000,00 per bidang aset.
20. Biaya pengawalan
Untuk kegiatan kunjungan tamu VIP dan VVIP ke Jawa Timur dan kegiatan
pejabat lainnya, maka biaya pengawalan ditetapkan sebagai berikut:
a. Biaya Pengawalan dalam kota:
1) Biaya Pengawalan
1 (satu) unit (2 orang) Rp800.000,00/orang/kegiatan.
2) BBM disesuaikan jarak tempuh dengan perbandingan 1 liter:8 km dan
dipertanggungjawabkan dengan kwitansi resmi dari Pemerintah
Provinsi Jawa Timur serta dilengkapi keterangan bahwa pemberian
BBM dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya.
b. Biaya Pengawalan luar kota:
1) Biaya Pengawalan
1 (satu) unit (2 orang) Rp1.350.000,00/orang/ kegiatan.
2) BBM disesuaikan jarak tempuh dengan perbandingan 1 liter:8 km dan
dipertanggungjawabkan dengan kwitansi resmi dari Pemerintah
Provinsi Jawa Timur serta dilengkapi keterangan bahwa pemberian
BBM dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya.
c. Biaya Pengawalan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b,
dikecualikan untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
21. Berdasarkan Peraturan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 tentang Penggunaan Dana Siap Pakai,
untuk Petugas Penanganan Darurat Bencana dapat diberikan uang lelah
sebagai imbalan setelah menyelesaikan suatu kegiatan penanganan darurat
bencana. Adapun besarannya adalah Rp100.000,00/orang/hari.

Bidang Pengembangan Kompetensi (Pelatihan untuk Kedinasan di


Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur)
1. Biaya konsumsi (makan dan kue) peserta pendidikan dan pelatihan/
kursus/penataran per hari per orang ditetapkan:
a. Pelatihan Kompetensi Teknis, Pelatihan Kompetensi Fungsional,
Pelatihan Dasar, Diklat Prajabatan, Pelatihan Kepemimpinan Pengawas,
Pelatihan Kepemimpinan Administrator sebesar Rp150.000,00;
b. Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II sebesar Rp175.000,00;
c. Assesment competency sebesar Rp165.000,00.
2. Biaya penginapan/akomodasi peserta pelatihan, per hari, per orang
ditetapkan:
92

a. Luar Provinsi Jawa Timur:


TEMPAT STAF ESELON IV ESELON III ESELON II
Luar Provinsi
Rp400.000,00 Rp500.000,00 Rp600.000,00 Rp700.000,00
Jawa Timur

b. Dalam Provinsi Jawa Timur:


Akomodasi untuk penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan
Prajabatan/Pelatihan Dasar di luar Badan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Provinsi Jawa Timur ditetapkan Rp50.000,00 per hari, per
orang.Kecuali untuk biaya akomodasi/penginapan yang telah
ditentukan oleh penyelenggaraan diklat di luar Badan Pengembangan
Sumber Daya Manusia Provinsi Jawa Timur.
3. Uang Harian bagi Peserta Diklat Kepemimpinan dan Diklat Prajabatan
diberikan selama atau pada saat mengikuti proses pembelajaran di kelas.
4. Biaya PNBP Akreditasi Lembaga Diklat setinggi-tingginya mempedomani
peraturan perundangan yang berlaku.
5. Honorarium Penyelenggaraan Kegiatan Pengembangan Kompetensi
a. Honorarium Penceramah
Honorarium penceramah dapat diberikan kepada Penceramah yang
memberikan wawasan pengetahuan dan/atau sharing experience sesuai
dengan keahliannya kepada peserta pendidikan dan pelatihan pada
kegiatan pendidikan dan pelatihan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Berasal dari luar SKPD penyelenggara atau masyarakat;
2) Berasal dari dalam SKPD penyelenggara sepanjang peserta pendidikan
dan pelatihan yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar
perangkat daerah penyelenggara dan/atau masyarakat; atau
3) Dalam hal penceramah tersebut berasal dari SKPD penyelenggara
maka diberikan honorarium sebesar 50% (lima puluh persen) dari
honorarium penceramah.
Honorarium Penceramah sebesar Rp1.000.000,00 ojp.
b. Honorarium Pengajar yang berasal dari luar SKPD penyelenggara
Honorarium dapat diberikan kepada pengajar yang berasal dari luar
SKPD penyelenggara sepanjang kebutuhan pengajar tidak terpenuhi dari
SKPD penyelenggara.
Honorarium Pengajar yang berasal dari luar SKPD penyelenggara sebesar
Rp300.000,00.
c. Honorarium Pengajar yang berasal dari dalam SKPD penyelenggara
Honorarium dapat diberikan kepada pengajar yang berasal dari dalam
SKPD penyelenggara, baik widyaiswara maupun pegawai lainnya. Bagi
widyaiswara, honorarium diberikan atas kelebihan jumlah minimal jam
tatap muka. Pembayaran terhadap kelebihan jumlah minimal jam tatap
muka widyaiswara dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Honorarium Pengajar yang berasal dari dalam SKPD penyelenggara
sebesar Rp200.000,00 per Jam Pelajaran (JP) paling banyak 50 (lima
puluh) JP per bulan setelah widyaiswara memenuhi kewajiban
mengajar sebanyak 32 (tiga puluh dua) JP per bulan;
2) Kewajiban ASN Widyaiswara yang harus dilakukan:
a) wajib hadir setiap hari kerja pada jam kantor sesuai dengan
ketentuan kepegawaian yang berlaku;
93

b) wajib melakukan jumlah jam minimal tatap muka 32 (tiga puluh


dua) JP setiap bulan sesuai dengan Peraturan Kepala Lembaga
Administrasi Negara Nomor 43 tahun 2015 tentang Pedoman
Penetapan Pembayaran Honorarium Yang Diberikan Atas Kelebihan
Jumlah Minimal Tatap Muka Bagi Jabatan Fungsional
Widyaiswara.
3) Ketentuan teknis lebih lanjut terkait batasan tatap muka minimal 32
(tiga puluh dua) JP ditetapkan oleh Kepala BPSDM Provinsi Jawa
Timur dengan mempedomani proporsi pada Peraturan Kepala
Lembaga Administrasi Negara Nomor 43 tahun 2015 tentang
Pedoman Penetapan Pembayaran Honorarium Yang Diberikan Atas
Kelebihan Jumlah Minimal Tatap Muka Bagi Jabatan Fungsional
Widyaiswara yang meliputi tatap muka 21 (dua puluh satu) JP dan
kegiatan lain/konversi 11 (sebelas) JP per bulan;
4) Kelebihan jam tatap muka yang dapat diperhitungkan sebagaimana
dimaksud pada angka 1 (satu), apabila program kegiatannya sudah
dialokasikan dalam APBD pada BPSDM Provinsi Jawa Timur dan
tidak berlaku pada kegiatan dengan peserta (selain ASN Pemerintah
Provinsi Jawa Timur) yang tidak ada kontribusi (pendapatan daerah)
pada Pemerintah Provinsi Jawa Timur;
5) Pelaksanaan program kegiatan dimaksud harus memperhatikan dan
menerapkan prinsip-prinsip akuntabilitas, efektif dan efisien
pengelolaan keuangan daerah, baik pada sisi administrasi maupun
bukti-bukti formal yang dapat dipertanggungjawabkan.
d. Honorarium Penyusunan Modul Pelatihan
Honorarium Penyusunan Modul Pelatihan dapat diberikan kepada ASN
atau pihak lain yang diberi tugas untuk menyusun modul untuk
pelaksanaan pelatihan berdasarkan surat keputusan kepala daerah.
Pemberian honorarium dimaksud berpedoman pada ketentuan satuan
biaya ini diperuntukkan bagi penyusunan modul pendidikan dan
pelatihan baru atau penyempurnaan modul pendidikan dan pelatihan
lama dengan persentase penyempurnaan substansi modul pendidikan
dan pelatihan paling sedikit 50% (lima puluh persen).
Honorarium Penyusunan Modul Pendidikan dan Pelatihan sebesar
Rp5.000.000,00 per modul.
e. Honorarium Petugas Kesehatan/Pembina Olah Raga/Binsik/Pembina
Apel per hari/per orang Rp200.000,00 per kegiatan pelatihan.
f. Honorarium yang berkaitan dengan penyelenggaraan Assesment
Kompetensi/Fit and Proper Test/Seleksi calon peserta diklat dan
sertifikasi kompetensi ditetapkan sebagai berikut:
1) Honorarium Penyusunan Instrumen/materi ujian akademis sebesar
Rp700.000,00 per orang/per materi;
2) Honorarium Pengawas ujian/Tester/Pemeriksa Hasil ujian/ Skoring
sebesar Rp25.000,00 per orang/per materi/per peserta;
3) Honorarium Assesor Ahli sebesar Rp6.000.000,00;
4) Honorarium Analisis dan Rekomendasi sebesar
Rp6.000.000,00 per orang/per kegiatan;
5) Honorarium Pewawancara sebesar Rp5.000.000,00 per orang/per
hari/per kegiatan; dan
6) Honorarium Penyusun Instrumen sebesar Rp1.000.000,00 per
orang/per kegiatan.
94

g. Honorarium pada poin a sampai dengan f tidak dapat diberikan kepada


pegawai dan widyaiswara BPSDM apabila sudah menjadi tupoksi.

Tambahan Penghasilan Aparatur Sipil Negara (ASN)


I. Tambahan Penghasilan berdasarkan Prestasi Kerja
1. Pemberian Tambahan Penghasilan berdasarkan Prestasi Kerja bagi
Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Provinsi Jawa Timur, selain untuk
meningkatkan kinerja pegawai, kesejahteraan pegawai, penyediaan
pelayanan prima juga mendukung tercapainya salah satu Indikator
Kinerja Utama yaitu Indeks Reformasi Birokrasi.
Pemberian Tambahan Penghasilan berdasarkan Prestasi Kerja bagi
Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Provinsi Jawa Timur yaitu PNSD
termasuk Calon PNSD hasil pengadaan formasi baru dan Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
2. Dapat diberikan setiap bulan kepada PNS, CPNS dan PPPK yang dalam
melaksanakan tugasnya dinilai memiliki prestasi kerja dan/atau inovasi,
sesuai dengan kriteria sebagai berikut:
a. Penilaian kinerja sebesar 60% (enam puluh persen); dan
b. Tingkat kedisiplinan berdasarkan tingkat kehadiran sebesar 40%
(empat puluh persen).
3. TPP Prestasi Kerja berdasarkan penilaian kinerja diberikan berdasarkan
predikat kinerja pegawai dengan nilai sebagai berikut :
a. Bagi PNS
Predikat Kinerja Nilai Predikat Besaran TPP Prestasi Kerja
Pegawai Kinerja berdasarkan Penilaian
Pegawai Kinerja

Sangat Baik 100 100% X (60% TPP-PK)


Baik 100 100% X (60% TPP-PK)
Kurang/Misconduct 95 95% X (60% TPP-PK)
Butuh Perbaikan 95 95% X (60% TPP-PK)
Sangat Kurang 90 90% X (60% TPP-PK)

b. Bagi PPPK
Predikat Kinerja Nilai Predikat Besaran TPP Prestasi Kerja
Pegawai Kinerja berdasarkan Penilaian
Pegawai Kinerja

Sangat Baik 100 100% X (60% TPP-PK)


Baik 100 100% X (60% TPP-PK)
Kurang/Misconduct 95 95% X (60% TPP-PK)
Butuh Perbaikan 95 95% X (60% TPP-PK)
Sangat Kurang 90 90% X (60% TPP-PK)
95

4. Secara umum rincian nilai TPP Prestasi Kerja PNS/CPNS:


TARIF PER KELAS JABATAN
KELAS JABATAN
(dalam Rupiah)
1 2
16 43.125.000,00

15 38.025.000,00

14 33.225.000,00

13 22.980.000,00

12 20.100.000,00

11 17.820.000,00

10 15.600.000,00

9 13.320.000,00

8 11.100.000,00

7 9.720.000,00

6 8.125.000,00

5 6.500.000,00

4 5.265.000,00

3 4.485.000,00

2 3.770.000,00

1 3.185.000,00
*) Nama jabatan disesuaikan dengan hasil validasi dari Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik
Indonesia.
5. Nilai TPP Prestasi Kerja PPPK adalah sebesar 50% (lima puluh persen) dari
gaji pokok sesuai golongan masing-masing.
6. TPP Prestasi Kerja diberikan kepada ASN dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. ASN yang bekerja dalam segala kegiatan pelaksanaan tugas
Pemerintah Provinsi berhak mendapatkan TPP Prestasi Kerja, kecuali
ditentukan secara lain menurut peraturan perundang-undangan;
b. TPP Prestasi Kerja diberikan kepada ASN berdasarkan penetapan kelas
dan harga jabatan yang ketentuannya diatur dalam Keputusan
Gubernur;
c. Besaran TPP Prestasi Kerja bagi CPNS ditetapkan sebesar 25% (dua
Puluh lima) persen dari kelas jabatannya sampai diangkat menjadi
PNS. (ketentuan ini berlaku saat pengangkatan CPNS Tahun Anggaran
2023);
d. Pegawai kementerian atau instansi lain yang ditugaskan pada
Pemerintah Provinsi, hanya diberikan Tambahan Penghasilan
berdasarkan tingkat kedisiplinan yang besarannya disetarakan kelas
jabatan 2 dan uang makan sepanjang tidak mendapatkan remunerasi
dari instansi asal, Ketentuan tersebut dikecualikan bagi Pejabat
Pimpinan Tinggi dan sesuai kemampuan keuangan daerah;
96

e. Hasil capaian kinerja dilakukan dengan membandingkan antara


realisasi capaian dengan target kinerja bulan berjalan yang dicapai
seorang pegawai dalam jangka waktu bulanan sesuai dengan
perencanaan kinerja bulanan yang telah ditetapkan;
f. Apabila ASN tidak melakukan penilaian hasil capaian kinerja pada
waktu yang telah ditentukan maka TPP Prestasi Kerjanya tidak dapat
diberikan.
7. Pemberian TPP prestasi kerja dikecualikan terhadap:
a. Pegawai ASN yang tidak mempunyai jabatan pada Pemerintah Provinsi;
b. Pegawai ASN yang mengambil Masa Persiapan Pensiun (MPP);
c. Pegawai ASN yang berstatus penerima uang tunggu;
d. Pegawai ASN yang ditahan aparat penegak hukum;
e. Pegawai ASN yang mengambil cuti besar atau cuti di luar
tanggungan negara;
f. Pegawai ASN yang diberhentikan atau dibebaskan sementara sebagai
ASN;
g. Pegawai ASN yang sedang melaksanakan tugas belajar;
h. Pegawai ASN yang ditugaskan pada instansi di luar Pemerintah
Provinsi;
i. Pegawai ASN yang diberhentikan dan sedang mengajukan banding
administratif kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian yang tidak
diizinkan masuk bekerja atau mengajukan gugatan kepada Pengadilan
Tata Usaha Negara;
j. Pegawai ASN pada SKPD yang mendapatkan insentif pemungutan
pajak daerah;
k. Pegawai ASN yang menjadi pendidik dan tenaga kependidikan;
dan/atau;
l. Pegawai ASN pada Badan Layanan Umum Daerah yang menerima jasa
pelayanan.
8. Ketentuan Tugas Tambahan:
a. PNS yang melaksanakan tugas tambahan dan ditetapkan sebagai
Pelaksana Tugas (Plt.) atau Pelaksana Harian (Plh.) diberikan TPP
Prestasi Kerja tambahan, apabila menjabat dalam jangka waktu paling
singkat 1 (satu) bulan kalender dan dibayarkan terhitung mulai
tanggal menjabat sebagai Plt. dan Plh;
b. Ketentuan mengenai besaran TPP Prestasi Kerja tambahan yaitu:
1) Untuk PNS yang merangkap menjadi Plt./Plh. selama 1 (satu)
bulan atau lebih secara berturut-turut menerima tambahan TPP
prestasi kerja sebesar 20% (dua puluh persen) dari besaran TPP
Prestasi Kerja jabatan yang dirangkapnya;
2) Untuk PNS yang merangkap menjadi Plt./Plh. selama 1 (satu)
bulan atau lebih secara berturut-turut pada Perangkat Daerah
yang menerapkan BLUD menerima tambahan Jasa Pelayanan
sebesar 20% (dua puluh persen) dari besaran Jasa Pelayanan yang
dirangkapnya;
3) Untuk PNS yang merangkap menjadi Plt./Plh. selama 1 (satu)
bulan atau lebih secara berturut-turut pada Perangkat Daerah
yang memungut pajak/retribusi menerima tambahan Insentif
Pemungutan Pajak/Retribusi paling banyak 20% (dua puluh
97

persen) dari besaran Insentif Pemungutan Pajak/Retribusi jabatan


yang dirangkapnya.

9. Kedisiplinan
a. Kedisiplinan terdiri dari:
1) Ketepatan waktu tiba di tempat tugas/kantor;
2) Kesesuaian waktu pulang dari tempat tugas/kantor sesuai ketentuan
jam kerja;
3) Keberadaan di tempat kerja saat jam kerja;
4) melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS
dengan penuh pengabdian, kesadaran, tanggung jawab, jujur, tertib,
cermat, dan bersemangat;
5) Izin tidak masuk kerja, sakit dan tanpa keterangan pada hari kerja;
6) Pelaksanaan peraturan kedinasan.
b. Pegawai yang izin terlambat tiba di tempat tugas/kantor dan/atau lebih
cepat pulang dari tempat tugas/kantor harus tetap melaksanakan
absensi sesuai dengan waktu tiba dan waktu pulang.
10. Pemotongan TPP Prestasi Kerja Berdasarkan Kedisiplinan
Pemotongan TPP Prestasi Kerja berdasarkan kedisiplinan dilakukan
dengan memperhitungkan tingkat ketidakhadiran dan kepatuhan
pegawai;
a. Pemotongan TPP Prestasi Kerja berdasarkan kedisiplinan dikenakan
kepada:
1) Pegawai ASN yang tidak memenuhi ketentuan jam kerja (datang
terlambat atau pulang lebih cepat);
2) Pegawai ASN yang tidak mengisi Daftar Hadir/tidak melakukan
presensi;
3) Pegawai ASN yang tidak mengikuti Upacara Bendera Peringatan
Hari-hari Besar Nasional dan Daerah;
4) Pegawai ASN yang tidak mengikuti senam kesegaran jasmani tanpa
keterangan;
5) Wajib lapor yang terlambat atau tidak melaporkan Laporan Harta
Kekayaan Penyelenggara Negara atau Laporan Harta Kekayaan
Aparatur Sipil Negara.

b. Pegawai ASN yang terlambat masuk kerja dan/atau Pegawai yang


pulang cepat dan/atau tidak mengisi Daftar Hadir, dikenakan
pemotongan TPP Prestasi Kerja berdasarkan kedisiplinan, antara lain:
I. Pemotongan TPP-PK Bagi PNS/CPNS:
Potongan Per Menit
KELAS JABATAN
(dalam Rupiah)
1 2
16 1450
15 1275
14 1125
13 775
12 675
11 600
10 525
9 450
8 375
98

Potongan Per Menit


KELAS JABATAN
(dalam Rupiah)
7 325
6 275
5 225
4 175
3 150
2 130
1 110

II. Pemotongan TPP-PK Bagi PPPK:


Golongan Pemotongan Per Menit
(dalam rupiah)
I 20
II 40
III 60
IV 80
V 100
VI 120
VII 140
VIII 160
IX 180
X 200
XI 220
XII 240
XIII 260
XIV 280
XV 300
XVI 320
XVII 340
c. Pegawai ASN yang mengalami keterlambatan masuk kerja wajib
mengganti waktu keterlambatan pada saat kepulangan setelah jam
kerja berakhir pada hari berkenaan. Ditentukan paling lama 30 (tiga
puluh) menit dan paling banyak 5 (lima) kali keterlambatan dalam 1
(satu) bulan;
d. Pegawai ASN yang tidak mengganti waktu keterlambatan atau telah
lebih dari 5 kali terlambat dalam satu bulan, maka perhitungan
pemotongan TPP PK ditetapkan dimulai dari menit ke-1;
e. Pegawai ASN yang mengganti waktu keterlambatan tidak sesuai
ketentuan, maka perhitungan pemotongan TPP-PK dihitung dari
selisih keterlambatan dan pergantian waktu keterlambatan.
Contoh :
Pegawai ASN terlambat selama 20 menit, tetapi yang bersangkutan
hanya mengganti waktu keterlambatan selama 15 menit, maka
pemotongan TPP-PK ditetapkan sebesar 5 menit.
f. Pegawai ASN yang lupa absen datang dan/atau lupa absen pulang
dilakukan pemotongan tunjangan kinerja dari persentase tingkat
kedisiplinan sebesar 0.7% (nol koma tujuh persen) untuk masing-
masing pelanggaran, kecuali berdasarkan surat pernyataan dari
atasan langsung bahwa yang bersangkutan benar-benar
melaksanakan tugas pekerjaan.
g. Surat Pernyataan lupa absen yang ditandatangani oleh atasan
langsung ditetapkan sebanyak maksimal 5x dalam 1 (satu) bulan.
h. Pegawai ASN yang meninggalkan kantor pada saat jam kerja tanpa
99

alasan yang sah berdasarkan surat pernyataan atasan langsung


dilakukan pemotongan tunjangan kinerja dari persentase tingkat
kedisiplinan sebesar 0.7% (nol koma tujuh persen);
i. Pegawai ASN yang tidak masuk kerja dikenakan pemotongan TPP
Prestasi Kerja berdasarkan kedisiplinan sebagai berikut:
1) tidak masuk kerja tanpa keterangan yang sah dikenakan
pemotongan sebesar 2% (dua persen) untuk tiap 1 (satu) hari tidak
masuk bekerja; dan
2) tidak masuk kerja dengan keterangan yang sah, bukan kedinasan,
dikenakan pemotongan sebesar 0,7% (nol koma tujuh persen)
untuk tiap 1 (satu) hari tidak masuk bekerja;
j. Ketentuan pemotongan TPP Prestasi Kerja dari persentase tingkat
kedisiplinan tidak berlaku bagi pegawai ASN yang tidak masuk bekerja
karena menjalani cuti tahunan, cuti sakit paling lama 1 bulan dan cuti
karena alasan penting.
k. Pegawai ASN yang tidak mencatatkan kedisiplinan sebelum dan
sesudah Upacara Bendera Peringatan Hari-hari Besar Nasional
dikenakan sanksi pemotongan pembayaran TPP Prestasi Kerja sebesar
0,7% (nol koma tujuh persen) dari persentase tingkat kedisiplinan
selama bulan berjalan, untuk setiap kali tidak mencatatkan
kedisiplinan sebelum dan sesudah upacara;
l. Pegawai ASN yang tidak mengikuti apel pagi setiap hari Senin
dikenakan sanksi pemotongan pembayaran TPP Prestasi Kerja sebesar
0,5% (nol koma lima persen) dari persentase tingkat kedisiplinan
selama bulan berjalan, untuk setiap kali tidak mengikuti apel pagi
setiap hari Senin;
m. Pegawai ASN yang tidak mengikuti kegiatan senam kesegaran jasmani,
dikenakan sanksi pemotongan pembayaran TPP Prestasi Kerja sebesar
1% (satu persen) dari persentase tingkat kedisiplinan;
n. Pegawai ASN yang terlambat mengikuti kegiatan senam kesegaran
jasmani yang dimulai pukul 07.00 WIB, dikenakan sanksi pemotongan
pembayaran TPP Prestasi Kerja sebesar 0,7% (nol koma tujuh persen)
dari persentase tingkat kedisiplinan;
o. Dalam hal tidak diadakan kegiatan senam kesegaran jasmani, maka
perhitungan keterlambatan dimulai berdasarkan jam kerja resmi
sesuai peraturan gubernur;
p. Ketentuan pada huruf j dikecualikan bagi pegawai yang tidak masuk
kerja dan/atau tidak mengikuti kegiatan upacara dan senam dengan
alasan yang sah (karena sakit atau hamil dll);
q. PNS dan CPNS yang tidak masuk kerja tanpa keterangan selama 10
(sepuluh) hari berturut-turut tidak diberikan TPP pada bulan berjalan;
r. Pemotongan TPP Prestasi Kerja berdasarkan kedisiplinan dinyatakan
dalam % (persentase) dan dihitung secara kumulatif dalam 1 (satu)
bulan dan paling banyak sebesar 100% (seratus persen); dan
s. Perhitungan pemotongan sebagaimana diatur dalam angka 8 huruf a
sampai dengan m dilakukan terhadap persentase TPP Prestasi Kerja
berdasarkan tingkat kedisiplinan.
11. Pemotongan TPP Prestasi Kerja Karena Tidak Mencapai Target Kinerja
a. PNS dan CPNS yang setelah dilakukan bimbingan kinerja, bimbingan
kinerja lanjutan dan konseling kinerja tetap tidak menunjukkan
peningkatan capaian kinerja dalam waktu yang ditentukan dikenakan
100

pemotongan TPP Prestasi Kerja.


b. Besaran pemotongan TPP Prestasi Kerja adalah 30% (tiga puluh
persen) dari capaian kinerjanya pada bulan berjalan sampai yang
bersangkutan meningkatkan kinerjanya. PNS dan CPNS setelah 3
(tiga) bulan tetap tidak menunjukkan peningkatan kinerja dievaluasi
jabatannya untuk diberikan sanksi penurunan kelas jabatan.
c. Keputusan pemotongan TPP dan sanksi penurunan kelas jabatan
dilakukan berdasarkan hasil bimbingan kinerja lanjutan dan/atau
konseling kinerja serta rekomendasi perangkat daerah.
d. Bimbingan kinerja lanjutan dan/atau konseling kinerja dilakukan
oleh tim pembinaan kinerja BKD.
12. Pemotongan TPP Prestasi Kerja Karena Dijatuhi Hukuman Disiplin bagi
PNS dan CPNS :
a. CPNS dan PNS yang dijatuhi hukuman disiplin maka dikenakan
pemotongan TPP Prestasi Kerja, sebagai berikut:
1) Tingkat ringan berupa:
a) teguran lisan, diberikan TPP Prestasi Kerja sebanyak 90%
(sembilan puluh persen) dari besaran kelas jabatannya selama 1
(satu) bulan;
b) teguran tertulis, diberikan TPP Prestasi Kerja sebanyak 80%
(delapan puluh persen) dari besaran kelas jabatannya selama 1
(satu) bulan; dan
c) pernyataan tidak puas secara tertulis, diberikan TPP Prestasi
Kerja sebanyak 70% (tujuh puluh persen) dari besaran kelas
jabatannya selama 1 (satu) bulan
2) Tingkat sedang berupa:
a) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun,
diberikan TPP Prestasi Kerja sebanyak 80% (delapan puluh
persen) dari besaran kelas jabatannya selama menjalani
hukuman disiplin;
b) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun, diberikan
TPP Prestasi Kerja sebanyak 70% (tujuh puluh persen) dari
besaran kelas jabatannya selama menjalani hukuman disiplin;
c) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun,
diberikan TPP Prestasi Kerja sebanyak 60% (enam puluh persen)
dari besaran kelas jabatannya selama menjalani hukuman
disiplin.
3) Hukuman disiplin tingkat berat diberikan TPP Prestasi Kerja
sebanyak 50% dari kelas jabatan baru selama menjalani hukuman
disiplin.
b. CPNS dan PNS yang dijatuhi sanksi karena melanggar kode etik,
maka dikenakan pemotongan TPP Prestasi Kerja sebesar 10%
(sepuluh peren) selama 1 bulan.
c. Pemotongan TPP Prestasi Kerja dikenakan terhitung mulai bulan
berikutnya sejak keputusan penjatuhan hukuman disiplin dinyatakan
berlaku;
d. Atasan langsung dan/atau pengelola keuangan yang lalai/sengaja
tidak menerapkan pemotongan TPP bagi PNS yang dijatuhi hukuman
disiplin sebagaimana diatas, dapat dijatuhi salah satu hukuman
disiplin;
e. Dalam hal Pegawai dijatuhi lebih dari satu hukuman disiplin pada
101

bulan yang bersamaan, maka terhadap Pegawai yang bersangkutan


diberlakukan pengurangan TPP Prestasi Kerja berdasarkan hukuman
disiplin yang paling berat;
f. Pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang dan berat dan
mendapatkan hak cuti besar, yang bersangkutan tetap dikenakan
pemotongan TPP Prestasi Kerja sesuai dengan jangka waktu yang
seharusnya dijalani terhitung mulai bulan berikutnya sejak yang
bersangkutan masuk bekerja kembali;
g. Dalam hal penjatuhan Hukuman Disiplin diajukan keberatan dan
hukuman disiplinnya diubah maka TPP Prestasi Kerja yang
bersangkutan dilakukan pemotongan sesuai dengan jenis hukuman
disiplin yang ditetapkan dan terhitung mulai bulan berikutnya sejak
keputusan atas keberatan ditetapkan;
h. Pegawai yang dibebaskan sementara dari tugas jabatan/pekerjaannya
karena ditahan oleh pihak yang berwajib karena menjadi tersangka
tindak pidana, tidak diberikan TPP Prestasi Kerja selama masa
pemberhentian sementara;
i. Pegawai yang dikenakan pemberhentian sementara apabila
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap dinyatakan tidak bersalah, maka TPP Prestasi Kerja
dibayarkan kembali terhitung mulai bulan berikutnya pegawai yang
bersangkutan dinyatakan telah melaksanakan tugas;
j. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai
Pegawai Negeri Sipil, apabila pegawai yang bersangkutan mengajukan
banding administratif ke Badan Pertimbangan Kepegawaian, dan
putusan hukuman disiplinnya meringankan pegawai, TPP Prestasi
Kerja yang bersangkutan untuk bulan berikutnya dikenakan
pemotongan berdasarkan kedisiplinan;
k. Pegawai yang dijatuhi Hukuman Disiplin berupa pemberhentian
dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS, apabila
Pegawai yang bersangkutan mengajukan banding administratif ke
Badan Pertimbangan Kepegawaian dan putusan hukuman disiplinnya
dibatalkan, tunjangan kinerjanya dapat dibayarkan kembali terhitung
bulan berikutnya pegawai yang bersangkutan dinyatakan telah
melaksanakan tugas; dan
l. Pegawai yang sedang mengajukan banding administratif ke Badan
Pertimbangan Kepegawaian dan diizinkan untuk masuk bekerja
kembali, dikenakan pemotongan sebesar 50% (lima puluh persen)
sesuai dengan kelas jabatan terakhir yang didudukinya sampai
ditetapkannya putusan Badan Pertimbangan Kepegawaian.
13. Pemotongan TPP Prestasi Kerja Karena Dijatuhi Hukuman Disiplin bagi
PPPK :
a. PPPK yang dijatuhi hukuman disiplin maka dikenakan pemotongan
TPP Prestasi Kerja, sebagai berikut:
1) Tingkat ringan berupa:
a) teguran lisan, diberikan TPP Prestasi Kerja sebanyak 90%
(sembilan puluh persen) selama 1 (satu) bulan;
b) teguran tertulis, diberikan TPP Prestasi Kerja sebanyak 80%
(delapan puluh persen) selama 1 (satu) bulan; dan
c) pernyataan tidak puas secara tertulis, diberikan TPP Prestasi
Kerja sebanyak 70% (tujuh puluh persen) selama 1 (satu) bulan.
102

2) Tingkat sedang berupa:


a) Penundaan pembayaran gaji selama 1 (satu) bulan, dan diberikan
TPP Prestasi Kerja sebanyak 80% (delapan puluh persen) selama 1
(satu) bulan;
b) Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun, dan
diberikan TPP Prestasi Kerja sebanyak 80% (delapan puluh persen)
selama menjalani hukuman disiplin;
14. Ketentuan Lainnya
a. Pegawai ASN yang melaksanakan cuti melahirkan dan cuti sakit 1
(satu) bulan penuh atau lebih dari 1 (satu) bulan diberikan TPP
Prestasi Kerja dari capaian kinerja 50% (lima puluh persen),
sedangkan persentase dari kedisiplinan dibayar penuh sesuai kelas
jabatan;
b. Perhitungan TPP Prestasi Kerja bagi pegawai ASN yang melaksanakan
cuti melahirkan dan cuti alasan penting yang tidak diambil secara
penuh pada bulan pertama dan/atau bulan terakhir cutinya
dilakukan sesuai capaian kinerja riil dalam aplikasi eSKP SIMASTER,
sedangkan persentase kedisiplinan dibayar secara penuh;
c. Perhitungan TPP Prestasi Kerja bagi pegawai yang melaksanakan cuti
besar dan cuti di luar tanggungan negara yang tidak diambil secara
penuh pada bulan pertama dan/atau bulan terakhir cutinya,
dilakukan sesuai persentase capaian kinerja riil dalam aplikasi eSKP
SIMASTER dan kedisiplinan riil sesuai rekap kehadiran;
d. Ketentuan cuti melahirkan tersebut diberikan untuk kelahiran anak
pertama sampai dengan anak ketiga dihitung sejak CPNS;
e. PNS yang menjalani pendidikan dan/atau pelatihan minimal 1 (satu)
bulan atau lebih secara berturut-turut:
1. dengan sistem on-off class diberikan TPP Prestasi Kerja
berdasarkan persentase kedisiplinan secara penuh sedangkan
capaian kinerja secara riil dalam aplikasi eSKP SIMASTER.
2. dengan sistem on class secara penuh diberikan TPP Prestasi Kerja
berdasarkan persentase kedisiplinan secara penuh sedangkan
capaian kinerja tidak diberikan.
3. dengan sistem daring (dalam jaringan) diberikan TPP Prestasi
Kerja berdasarkan persentase capaian kinerja dan kedisiplinan riil;
f. Pegawai yang melaksanakan diklat sistem daring (dalam jaringan) di
kantor, tetap diberikan uang makan;
g. Pegawai yang melaksanakan tugas kedinasan di luar kantor yang
menyebabkan tidak mengisi Daftar Hadir pada jam masuk dan/atau
jam pulang, tidak dikenakan pemotongan TPP Prestasi Kerja;
h. Tugas kedinasan di luar kantor harus dibuktikan dengan surat
pernyataan melaksanakan tugas kedinasan;
i. Pegawai yang selesai menjalani tugas belajar, perhitungan TPP
Prestasi Kerja diberikan berdasarkan persentase capaian kinerja dan
kedisiplinan riil terhitung setelah ditetapkannya Surat Pernyataan
Melaksanakan Tugas.
j. Perhitungan kedisiplinan pada huruf i disamakan dengan perhitungan
pemotongan tidak masuk kerja dengan keterangan yang sah.
k. TPP Prestasi Kerja bagi pegawai yang meninggal dunia dibayarkan
untuk 1 (satu) bulan berjalan.
l. Pegawai yang dibebaskan dari jabatan akibat restrukturisasi
organisasi diberikan TPP Prestasi Kerja sebesar 70% (tujuh puluh
103

persen) dari jabatan terakhir sampai ditetapkan dalam jabatan yang


baru.
m. Pemotongan Tambahan Penghasilan bagi PNS yang tidak melakukan
pengembalian dana Tuntutan Perbendaharaan-Tuntutan Ganti Rugi
(TPTGR) sebesar 5% setiap bulannya sampai yang bersangkutan
melunasi tuntutan perbendaharaan-Tuntutan Ganti Rugi.
n. Pemotongan TPP PK bagi PNS yang tidak menggunakan barang milik
daerah yang kuasainya sesuai prinsip kehati-hatian, sesuai fungsi
kegunaan serta untuk kepentingan dinas sebesar 5% (lima persen).
o. PNS yang mengalami perpindahan jabatan, TPP Prestasi Kerja
diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. PNS dengan surat perintah melaksanakan tugas sebelum tanggal
15 (lima belas) diberikan TPP Prestasi Kerja sesuai jabatan dan
kelas jabatan yang baru;
2. PNS dengan surat perintah melaksanakan tugas sejak tanggal 15
(lima belas) dan seterusnya diberikan TPP Prestasi Kerja sesuai
jabatan dan kelas jabatan yang lama.
p. Bagi PNS yang pindah masuk ke Pemerintah Provinsi:
1. Tidak diberikan TPP Prestasi Kerja selama 1 (satu) tahun terhitung
sejak ditetapkannya Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas;
2. Diberikan TPP Prestasi Kerja pada tahun kedua sampai dengan
tahun kelima sebesar 30% (tiga puluh persen).
q. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf p tidak berlaku bagi :
1. pendidik dan pengawas sekolah yang bersertifikat;
2. pejabat pimpinan tinggi yang masuk melalui mekanisme seleksi
terbuka;
3. pejabat pimpinan tinggi yang masuk melalui rotasi/mutasi;
dan/atau
4. PNS yang keahliannya/kompetensinya dibutuhkan oleh
Pemerintah Provinsi.
5. PNS lulusan sekolah kedinasan penempatan di Pemerintah
Provinsi;
6. PNS hasil pelimpahan wewenang urusan pemerintahan.
r. PNS sebagaimana dimaksud pada huruf q angka 4:
1. Pejabat Fungsional Jenjang Ahli Utama;dan
2. Mendapatkan surat pernyataan dari Gubernur
s. Bagi PNS yang pindah masuk ke Pemerintah Provinsi Jawa Timur
dengan jabatan pelaksana diberikan jabatan setinggi-tingginya kelas 6
dan dapat dipertimbangkan untuk kenaikan kelas jabatan setelah 2
(dua) tahun melalui mekanisme uji kompetensi perpindahan jabatan;
t. Bagi PNS yang pindah keluar dan/atau masuk ke Pemerintah Provinsi
Jawa Timur agar Pembayaran gajinya dibayarkan sampai dengan
akhir Tahun Anggaran berkenaan di instansi asal.
u. Bagi PNS yang pindah masuk ke Provinsi Jawa Timur dengan jabatan
fungsional, disesuaikan dengan jenjang jabatannya.
v. Setiap Perpindahan jabatan harus ditetapkan dengan Keputusan
Gubernur Jawa Timur.
15. Sesuai Pasal 3 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010
menyatakan bahwa Pemberian Insentif kepada Kepala Daerah, Wakil
Kepala Daerah, dan Sekretaris Daerah dapat diberikan dalam hal belum
diberlakukan ketentuan mengenai remunerasi di daerah yang
bersangkutan.
16. Dengan diberlakukannya TPP prestasi kerja, tidak diperkenankan
104

menganggarkan:
1. Honorarium Panitia Kegiatan/Sosialisasi/Kediklatan/Pelatihan/ dan
sejenisnya;
2. Uang Sidang; dan
3. Uang Lembur.
II. Uang makan ASN, TPP Prestasi Kerja untuk Pendidik dan Tenaga
Kependidikan
1. Uang makan
a. Uang makan diberikan kepada ASN dalam satu bulan maksimal 22 (dua
puluh dua) hari dengan mempertimbangkan tingkat kehadiran dengan
rincian antara lain:
1) Untuk PNS/CPNS:
Gol IV sebesar Rp 41.000,00;
Gol III sebesar Rp 35.000,00;
Gol I dan II sebesar Rp 30.000,00.
2) Untuk PPPK semua golongan sebesar Rp 30.000,00
b. Uang makan sebagaimana huruf a tidak berlaku bagi ASN pendidik dan
pengawas.
2. TPP Prestasi Kerja untuk PNS/CPNS pendidik yang tidak bersertifikat
pendidik:
GOL. A b c d e
I Rp 600.000,00 Rp 650.000,00 Rp 700.000,00 Rp 750.000,00 -
II Rp 800.000,00 Rp 850.000,00 Rp 900.000,00 Rp 950.000,00 -
III Rp1.050.000,00 Rp1.100.000,00 Rp1.150.000,00 Rp1.200.000,00 -
IV Rp1.350.000,00 Rp1,400.000,00 Rp1.450.000,00 Rp1.500.000,00 -
Pemotongan TPP Prestasi Kerja untuk keterlambatan mengikuti jam kerja
bagi pendidik yang tidak bersertifikat pendidik adalah (dalam rupiah
permenit):
Gol. a b c d e
I 15 20 25 30 -
II 35 40 45 50 -
III 50 55 60 65 -
IV 70 75 80 85 -

3. TPP Prestasi Kerja untuk PPPK pendidik yang tidak bersertifikat pendidik
sebesar Rp 1.050.000,00 semua golongan.
4. TPP Prestasi Kerja untuk tenaga kependidikan yang tidak bersertifikat
pendidik:
a. Pejabat Fungsional Arsiparis hasil penyetaraan jabatan yang ditugaskan
pada lembaga sekolah
GOL. A B c d e
III Rp 3.200.000,00 Rp 3.300.000,00 Rp 3.400.000,00 Rp 3.500.000,00 -
IV Rp 3.700.000,00 Rp 3.800.000,00 Rp 3.900.000,00 Rp 4.000.000,00 -

Pemotongan TPP Prestasi Kerja untuk keterlambatan mengikuti jam


kerja bagi Pejabat Fungsional Arsiparis hasil penyetaraan jabatan yang
ditugaskan pada lembaga sekolah adalah (dalam rupiah permenit):
Gol. a b c d e
III 110 115 120 125 -
IV 125 130 135 140 -
105

b. Tenaga Kependidikan selain Pejabat Fungsional Arsiparis hasil


penyetaraan jabatan yang ditugaskan pada lembaga sekolah
GOL. A B c d e
I Rp 650.000,00 Rp 700.000,00 Rp 750.000,00 Rp 800.000,00 -
II Rp 850.000,00 Rp 900.000,00 Rp 950.000,00 Rp1.000.000,00 -
III Rp1.150.000,00 Rp1.200.000,00 Rp1.250.000,00 Rp1.300.000,00 -
IV Rp1.550.000,00 Rp1.600.000,00 Rp1.700.000,00 Rp1.750.000,00 -
Pemotongan TPP Prestasi Kerja untuk keterlambatan mengikuti jam kerja
bagi Tenaga Kependidikan selain Pejabat Fungsional Arsiparis hasil
penyetaraan jabatan yang ditugaskan pada lembaga sekolah adalah
(dalam rupiah permenit):
Gol. a b c d e
I 20 25 30 35 -
II 40 45 50 55 -
III 60 65 70 75 -
IV 80 85 90 95 -

Langganan Telepon
Bagi Pejabat Eselon II ke atas pada instansi di lingkungan Pemerintah
Provinsi Jawa Timur, karena kedudukan dan tanggung jawabnya dapat
diberikan bantuan pembayaran rekening telepon sebesar Rp500.000,00 per
bulan.
Bahan Bakar
Bantuan bahan bakar dapat diberikan kepada pemegang kendaraan dinas
yang ditunjuk/ditetapkan oleh Kepala Perangkat Daerah yang bersangkutan
dan disesuaikan dengan kemampuan keuangan dari masing-masing Perangkat
Daerah tersebut.

Ketentuan Teknis Pelaksanaan Kegiatan


1. Perangkapan jabatan fungsional dalam pengelolaan keuangan dan aset pada
jenis dan atau kelompok fungsi yang sama hanya diberikan 1 (satu) honor
yang tertinggi sedangkan yang tupoksinya berbeda dapat diberikan honor
sesuai jabatan fungsional yang diembannya dan dihindari perangkapan
jabatan fungsional.
2. Untuk meningkatkan kesejahteraan Pegawai Non ASN dapat diberikan
Tambahan Penghasilan yang diatur dalam Naskah Perjanjian Kontrak.
3. Penetapan standar yang berkaitan dengan nominal uang sebagaimana yang
tertuang dalam Pedoman Pelaksanaan APBD merupakan batas tertinggi dan
dalam penerapannya perlu memperhatikan pula prinsip-prinsip efisiensi
dan efektivitas penggunaan anggaran serta kemampuan keuangan Daerah.
4. Pengelolaan/Pemanfaatan biaya pemungutan pajak dan biaya kegiatan Tim
Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak ditetapkan dengan Peraturan
Gubernur dan secara teknis pemanfaatannya ditetapkan dengan Keputusan
Kepala Perangkat Daerah, dengan mempertimbangkan jumlah anggaran
yang tersedia.
5. Pejabat Publik Non ASN yang mekanisme rekruitmennya dilaksanakan oleh
DPRD dan ditetapkan oleh Gubernur Jawa Timur dapat diberikan:
a. Perjalanan Dinas;
b. Penggolongannya maksimal setara dengan Eselon III.
106

6. Pelaksanaan rapat di hotel agar mempedomani Peraturan Menteri


Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2015, tentang Pedoman dan Pembatasan
Pertemuan/Rapat di Luar Kantor dalam rangka Peningkatan Efisiensi dan
Efektivitas Kerja Aparatur dan Peraturan Gubernur Nomor 38 Tahun 2015
tentang Petunjuk Teknis dan Standar Operasional Prosedur dan Tata Kelola,
Tata Cara Pengawasan dan Evaluasi Kegiatan Pertemuan/Rapat di luar
kantor.
7. Peningkatan perekonomian daerah di sektor pariwisata terdampak COVID-
19, melalui pelaksanaan kembali rapat-rapat kantor, forum group
discussion, seminar, dan sejenisnya di hotel atau tempat pertemuan sejenis,
dengan tetap memperhatikan protokol pencegahan COVID-19.
8. Untuk pelaksanaan tugas sebagai pejabat negara, Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah dapat menyewa pesawat helikopter.
9. Pemanfaatan tenaga outsourcing sebagai tenaga sopir untuk eselon III, tidak
diperkenankan.
10. Menindaklanjuti Surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia tanggal 12 Agustus 2020 Nomor:
8/199/M.KT.02/2020 perihal Himbauan Pelaksanaan Rapid Test secara
berkala bagi Pegawai ASN dan Penerapan Protokol Kesehatan di Tempat
Kerja untuk:
a. Memprioritaskan Rapid Test secara berkala bagi Pegawai ASN di
lingkungannya untuk memastikan Pegawai ASN terbebas dari COVID-19
selama melayani masyarakat dan menjalankan tugas kedinasan; dan
b. Dapat menganggarkan Biaya pemeriksaan kesehatan COVID-19 (rapid
test/PCR test/swab test) sesuai dengan biaya riil (sepanjang dalam masa
pandemi COVID-19) bagi Pegawai ASN yang melakukan perjalanan
dinas.
107

BAB VII
PERJALANAN DINAS

A. Satuan Biaya Perjalanan Dinas Dalam Negeri


Perjalanan dinas dalam negeri merupakan perjalanan dinas ke luar tempat
kedudukan yang dilakukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia untuk kepentingan pemerintahan daerah. Perjalanan dinas
dalam negeri adalah perjalanan dinas jabatan yang dilakukan oleh pejabat
negara, pejabat daerah, ASN dan pihak lain. Adapun perjalanan dinas
jabatan ini dilakukan dalam rangka:
a. Pelaksanaan tugas dan fungsi yang melekat pada jabatan;
b. Mengikuti rapat, seminar dan kegiatan sejenis lainnya;
c. Pengumandahan (detasering);
d. Menempuh ujian dinas atau ujian jabatan;
e. Menghadap majelis penguji kesehatan pegawai negeri atau menghadap
seorang dokter penguji kesehatan yang ditunjuk, untuk mendapatkan
surat keterangan dokter tentang kesehatannya guna kepentingan
jabatan;
f. Memperoleh pengobatan berdasarkan surat keterangan dokter karena
mendapat cedera pada waktu atau karena melakukan tugas;
g. Mendapatkan pengobatan berdasarkan keputusan majelis penguji
kesehatan pegawai negeri;
h. Penugasan untuk mengikuti pendidikan setara Diploma/S1/S2/S3; dan
i. Mengikuti pendidikan dan pelatihan.

Perjalanan dinas jabatan dilaksanakan dengan memperhatikan beberapa


prinsip antara lain:
a. Selektif, yaitu hanya untuk kepentingan yang sangat tinggi dan prioritas
yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah;
b. Ketersediaan anggaran dan kesesuaian dengan pencapaian kinerja
SKPD;
c. Efisiensi penggunaan belanja daerah; dan
d. Akuntabilitas pemberian perintah pelaksanaan perjalanan dinas dan
pembebanan perjalanan dinas.

Perjalanan dinas jabatan terdiri atas komponen sebagai berikut:


a. Uang harian;
b. Biaya transport;
c. Biaya penginapan;
d. Uang representasi perjalanan dinas; dan
e. Biaya pemeriksaan kesehatan COVID-19 (rapid test/PCR test/swab test)
sesuai dengan biaya riil (sepanjang dalam masa pandemi COVID-19).

Belanja Perjalanan Dinas Dalam Negeri diuraikan sebagai berikut:


a. Belanja Perjalanan Dinas Biasa, digunakan untuk menganggarkan
perjalanan dinas jabatan melewati batas kota dan perjalanan dinas
pindah bagi pejabat daerah, ASN, PNPNSD dan pihak lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
108

b. Belanja Perjalanan Dinas Tetap, digunakan untuk menganggarkan


perjalanan dinas tetap yang dihitung dengan memerhatikan jumlah
pejabat yang melaksanakan perjalanan dinas. Pengeluaran oleh
Pemerintah Daerah untuk pelayanan masyarakat. Contoh: perjalanan
dinas oleh tenaga penyuluh pertanian, juru penerang, penyuluh agama,
dan lainnya;
c. Belanja Perjalanan Dinas Dalam Kota, digunakan untuk
menganggarkan perjalanan dinas di dalam kota bagi pejabat daerah,
ASN, PNPNSD dan pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Terdiri atas perjalanan dinas yang dilaksanakan
lebih dari 8 (delapan) jam dan perjalanan dinas yang dilaksanakan
kurang dari 8 (delapan) jam. Perjalanan dinas di dalam kota yang
kurang dari 8 (delapan) jam hanya diberikan uang transport lokal
termasuk pemberian uang transportasi pada masyarakat dalam rangka
menghadiri rapat, seminar, dan sejenisnya.
d. Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting Dalam Kota, digunakan untuk
menganggarkan perjalanan dinas dalam rangka rapat, seminar, dan
sejenisnya yang dilaksanakan di dalam kota pada Pemerintah Daerah
penyelenggara dan dibiayai seluruhnya oleh Pemerintah Daerah
penyelenggara maupun yang dilaksanakan Pemerintah Daerah
penyelenggara di dalam kota Pemerintah Daerah peserta dan biaya
perjalanan dinasnya ditanggung oleh Pemerintah Daerah peserta yang
meliputi;
1) Biaya transportasi peserta, panitia/moderator, dan/atau narasumber
baik yang berasal dari dalam kota maupun dari luar kota;
2) Biaya paket meeting (halfday/fullday/fullboard/residence);
3) Uang harian dan/atau biaya penginapan peserta. Panitia/moderator,
dan/atau narasumber yang mengalami kesulitan transportasi

e. Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting Luar Kota, Digunakan untuk


menganggarkan perjalanan dinas dalam rangka rapat, seminar, dan
sejenisnya yang dilaksanakan di luar kota pada Pemerintah Daerah
penyelenggara dan dibiayai seluruhnya oleh Pemerintah Daerah
penyelenggara, serta dilaksanakan di luar kota Pemerintah Daerah
peserta dengan biaya perjalanan dinas yang ditanggung oleh
Pemerintah Daerah peserta yang meliputi:
1) Biaya transportasi peserta, panitia/moderator, dan/atau narasumber
baik yang berasal dari dalam kota maupun dari luar kota;
2) Biaya paket meeting (halfday/fullday/fullboard/residence);
3) Uang harian dan/atau biaya penginapan peserta. Panitia/moderator,
dan/atau narasumber yang mengalami kesulitan transportasi

1. Uang harian Perjalanan Dinas Dalam Negeri


a. Satuan biaya uang harian perjalanan dinas dalam negeri merupakan
penggantian biaya keperluan sehari-hari pejabat Negara, pejabat
daerah, ASN, dan pihak lain dalam menjalankan perintah perjalanan
dinas di dalam negeri. Penggantian biaya keperluan sehari-hari
meliputi keperluan uang saku, keperluan transport lokal, dan
keperluan uang makan.
109

b. Perjalanan dinas di dalam kota yang kurang dari 8 (delapan) jam hanya
dapat diberikan transport lokal sebesar Rp100.000,00.
c. Uang harian pendidikan dan pelatihan diberikan dalam rangka
menjalankan tugas untuk mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan
yang diselenggarakan di dalam kota yang melebihi 8 (delapan) jam
pelatihan atau diselenggarakan di luar kota.

Uang Harian Perjalanan Dinas Dalam Negeri


DALAM KOTA SAMA
NO. PROVINSI SATUAN LUAR KOTA DENGAN ATAU DIKLAT
LEBIH DARI 8 JAM
1 2 3 4 5 6
1 ACEH OH Rp360.000,00 - Rp110.000,00
2 SUMUT OH Rp370.000,00 - Rp110.000,00
3 RIAU OH Rp370.000,00 - Rp110.000,00
4 KEPRI OH Rp370.000,00 - Rp110.000,00
5 JAMBI OH Rp370.000,00 - Rp110.000,00
6 SUMBAR OH Rp380.000,00 - Rp110.000,00
7 SUMSEL OH Rp380.000,00 - Rp110.000,00
8 LAMPUNG OH Rp380.000,00 - Rp110.000,00
9 BENGKULU OH Rp380.000,00 - Rp110.000,00
10 BABEL OH Rp410.000,00 - Rp120.000,00
11 BANTEN OH Rp370.000,00 - Rp110.000,00
12 JABAR OH Rp430.000,00 - Rp130.000,00
13 DKI JAKARTA OH Rp530.000,00 - Rp160.000,00
14 JATENG OH Rp370.000,00 - Rp110.000,00
15 DI OH
Rp420.000,00 - Rp130.000,00
YOGYAKARTA
16 JATIM OH Rp410.000,00 Rp160.000,00 Rp120.000,00
17 BALI OH Rp480.000,00 - Rp140.000,00
18 NTB OH Rp440.000,00 - Rp130.000,00
19 NTT OH Rp430.000,00 - Rp130.000,00
20 KALBAR OH Rp380.000,00 - Rp110.000,00
21 KALTENG OH Rp360.000,00 - Rp110.000,00
22 KALSEL OH Rp380.000,00 - Rp110.000,00
23 KALTIM OH Rp430.000,00 - Rp130.000,00
24 KALTARA OH Rp430.000,00 - Rp130.000,00
25 SULUT OH Rp370.000,00 - Rp110.000,00
26 GORONTALO OH Rp370.000,00 - Rp110.000,00
27 SULBAR OH Rp410.000,00 - Rp120.000,00
28 SULSEL OH Rp430.000,00 - Rp130.000,00
29 SULTENG OH Rp370.000,00 - Rp110.000,00
30 SULTRA OH Rp380.000,00 - Rp110.000,00
31 MALUKU OH Rp380.000,00 - Rp110.000,00
32 MALUKU OH
Rp430.000,00 - Rp130.000,00
UTARA
33 PAPUA OH Rp580.000,00 - Rp170.000,00
34 PAPUA BARAT OH Rp480.000,00 - Rp140.000,00

d. Uang Harian yang diberikan kepada masyarakat yang mendukung


kegiatan pemerintahan dan pembangunan antara lain:
1) Dalam Kota sebesar Rp100.000,00/hari
2) Luar Kota sebesar Rp200.000,00/hari

2. Uang Harian Kegiatan Rapat atau Pertemuan di Luar Kantor


Satuan biaya dalam pengalokasian uang harian kegiatan fullboard,
kegiatan fullday, kegiatan halfday, atau kegiatan residence.
110

Panitia yang memerlukan waktu tambahan untuk mempersiapkan


pelaksanaan kegiatan dan penyelesaian pertanggungjawaban dan peserta
yang memerlukan waktu tambahan untuk berangkat atau pulang di luar
waktu pelaksanaan kegiatan, dapat dialokasikan biaya penginapan dan
uang harian perjalanan dinas sesuai ketentuan yang berlaku, untuk 1
(satu) hari sebelum dan/atau 1 (satu) hari sesudah pelaksanaan kegiatan.

Uang Harian Kegiatan Rapat Atau Pertemuan Di Luar Kantor

Apabila ada undangan rapat di luar kantor yang diadakan oleh


kementerian teknis atau lembaga (K/L) yang diadakan di luar provinsi
maka uang hariannya mengacu pada Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional.
3. Uang Representasi Perjalanan Dinas
Uang representasi perjalanan dinas hanya diberikan kepada pejabat
negara, pejabat daerah, pejabat eselon I dan pejabat eselon II yang
melaksanakan perjalanan dinas jabatan dalam rangka pelaksanaan tugas
dan fungsi yang melekat pada jabatan.
Uang representasi perjalanan dinas, diberikan sebagai pengganti atas
pengeluaran tambahan dalam kedudukan sebagai pejabat negara, pejabat
daerah, pejabat eselon I, dan pejabat eselon II dalam rangka perjalanan
dinas, seperti biaya tips porter, tips pengemudi, yang diberikan secara
lumpsum.
Uang Representasi Perjalanan Dinas

DALAM KOTA LEBIH


NO. URAIAN SATUAN LUAR KOTA
DARI 8 (DELAPAN) JAM

PEJABAT NEGARA,
1 OH Rp250.000,00 Rp125.000,00
PEJABAT DAERAH
2 PEJABAT ESELON I OH Rp200.000,00 Rp100.000,00
3 PEJABAT ESELON II OH Rp150.000,00 Rp 75.000,00

4. Biaya Transport
a. Satuan Biaya Tiket Pesawat Perjalanan Dinas Dalam Negeri Pergi Pulang
(PP)
KOTA SATUAN BIAYA TIKET
NO.
ASAL TUJUAN BISNIS EKONOMI
1 2 3 4 5
1 SURABAYA JAKARTA Rp 5.466.000,00 Rp2.674.000,00
2 SURABAYA AMBON Rp 8.803.000,00 Rp4.845.000,00
3 SURABAYA BALIKPAPAN Rp10.889.000,00 Rp5.113.000,00
4 SURABAYA BANDA ACEH Rp10.985.000,00 Rp5.744.000,00
5 SURABAYA BANDAR LAMPUNG Rp 6.386.000,00 Rp3.123.000,00
6 SURABAYA BANDUNG Rp 4.824.000,00 Rp2.856.000,00
7 SURABAYA BANJARMASIN Rp 8.942.000,00 Rp4.385.000,00
8 SURABAYA BATAM Rp 8.600.000,00 Rp4.300.000,00
9 SURABAYA BIAK Rp12.782.000,00 Rp7.081.000,00
111

KOTA SATUAN BIAYA TIKET


NO.
ASAL TUJUAN BISNIS EKONOMI
1 2 3 4 5
10 SURABAYA JAMBI Rp 7.883.000,00 Rp3.915.000,00
11 SURABAYA KENDARI Rp11.103.000,00 Rp5.466.000,00
12 SURABAYA KUPANG Rp 6.749.000,00 Rp3.722.000,00
13 SURABAYA MANADO Rp 9.937.000,00 Rp5.262.000,00
14 SURABAYA MATARAM Rp 3.829.000,00 Rp2.321.000,00
15 SURABAYA MEDAN Rp10.739.000,00 Rp5.134.000,00
16 SURABAYA PADANG Rp 9.199.000,00 Rp4.364.000,00
17 SURABAYA PALANGKARAYA Rp 8.696.000,00 Rp4.385.000,00
18 SURABAYA PALEMBANG Rp 7.690.000,00 Rp3.744.000,00
19 SURABAYA PALU Rp 6.878.000,00 Rp3.883.000,00
20 SURABAYA PANGKAL PINANG Rp 7.284.000,00 Rp3.626.000,00
21 SURABAYA PEKANBARU Rp 9.241.000,00 Rp4.407.000,00
22 SURABAYA PONTIANAK Rp 8.140.000,00 Rp4.204.000,00
23 SURABAYA DENPASAR Rp 3.198.000,00 Rp1.979.000,00
24 SURABAYA JAYAPURA Rp12.675.000,00 Rp7.231.000,00
25 SURABAYA MAKASSAR Rp 5.936.000,00 Rp3.433.000,00
26 SURABAYA TIMIKA Rp11.295.000,00 Rp6.589.000,00
27 MALANG JAKARTA Rp 4.599.000,00 Rp2.695.000,00
28 MALANG BALIKPAPAN Rp10.108.000,00 Rp5.134.000,00
29 MALANG BANDA ACEH Rp10.204.000,00 Rp5.765.000,00
30 MALANG BANJARMASIN Rp 8.161.000,00 Rp4.407.000,00
31 MALANG BATAM Rp 7.819.000,00 Rp4.311.000,00
32 MALANG BIAK Rp16.087.000,00 Rp8.482.000,00
33 MALANG JAYAPURA Rp16.536.000,00 Rp9.092.000,00
34 MALANG KENDARI Rp10.322.000,00 Rp5.487.000,00
35 MALANG MAKASSAR Rp10.129.000,00 Rp5.166.000,00
36 MALANG MANADO Rp13.167.000,00 Rp6.311.000,00
37 MALANG MEDAN Rp 9.958.000,00 Rp5.145.000,00
38 MALANG PADANG Rp 8.418.000,00 Rp4.385.000,00
39 MALANG PALANGKARAYA Rp 7.915.000,00 Rp4.407.000,00

40 MALANG PALEMBANG Rp 6.899.000,00 Rp3.765.000,00

41 MALANG PEKANBARU Rp 8.461.000,00 Rp4.439.000,00

42 MALANG TIMIKA Rp15.873.000,00 Rp8.461.000,00

Pembiayaan tiket pesawat perjalanan dinas dalam negeri dapat


dilaksanakan melebihi besaran standar biaya tiket pesawat perjalanan
dinas dalam negeri dalam (dalam tabel di atas) sepanjang didukung dengan
bukti pengeluaran riil.
➢ Satuan biaya tiket kelas bisnis diperuntukkan bagi pejabat setingkat
eselon I ke atas.
➢ Satuan biaya tiket kelas ekonomi diperuntukkan bagi pejabat setingkat
eselon II ke bawah.

b. Satuan Biaya Taksi Perjalanan Dinas Dalam Negeri


Satuan biaya taksi perjalanan dinas dalam negeri yang digunakan untuk
menyusun perencanaan kebutuhan biaya untuk 1 (satu) kali perjalanan
taksi:
112

1) kantor tempat kedudukan asal menuju bandara, pelabuhan,


Keberangkatan dari:
a) terminal, atau stasiun untuk keberangkatan ke tempat tujuan;
b) bandara, pelabuhan, terminal, atau stasiun kedatangan menuju
tempat tujuan;
2) Kepulangan dari:
a) tempat tujuan menuju bandara, pelabuhan, terminal atau stasiun
untuk keberangkatan ke tempat kedudukan asal; atau
b) bandara, pelabuhan, terminal, atau stasiun kedatangan menuju
kantor tempat kedudukan asal.
Dalam hal lokasi kantor kedudukan atau lokasi tujuan tidak dapat
dijangkau dengan taksi menuju atau dari bandara, pelabuhan, terminal,
atau stasiun, biaya transportasi menggunakan satuan biaya transportasi
darat atau biaya transportasi lainnya.
Pembiayaan satuan biaya taksi dalam negeri dapat dilaksanakan
melebihi besaran standar biaya taksi dalam negeri sepanjang didukung
dengan bukti pengeluaran riil (pembiayaan secara at cost).

Satuan Biaya Taksi Perjalanan Dinas Dalam Negeri


NO PROVINSI SATUAN BESARAN
1 2 3 4

1 ACEH Orang/Kali Rp123.000,00


2 SUMUT Orang/Kali Rp232.000,00
3 RIAU Orang/Kali Rp 94.000,00
4 KEPRI Orang/Kali Rp137.000,00
5 JAMBI Orang/Kali Rp147.000,00
6 SUMBAR Orang/Kali Rp190.000,00
7 SUMSEL Orang/Kali Rp128.000,00
8 LAMPUNG Orang/Kali Rp167.000,00
9 BENGKULU Orang/Kali Rp109.000,00
10 BABEL Orang/Kali Rp 90.000,00
11 BANTEN Orang/Kali Rp446.000,00
12 JABAR Orang/Kali Rp166.000,00
13 DKI JAKARTA Orang/Kali Rp256.000,00
14 JATENG Orang/Kali Rp 75.000,00
15 DI YOGYAKARTA Orang/Kali Rp118.000,00
16 JATIM Orang/Kali Rp194.000,00
17 BALI Orang/Kali Rp159.000,00
18 NTB Orang/Kali Rp231.000,00
19 NTT Orang/Kali Rp108.000,00
20 KALBAR Orang/Kali Rp135.000,00
21 KALTENG Orang/Kali Rp111.000,00
22 KALSEL Orang/Kali Rp150.000,00
23 KALTIM Orang/Kali Rp450.000,00
24 KALTARA Orang/Kali Rp102.000,00
25 SULUT Orang/Kali Rp138.000,00
26 GORONTALO Orang/Kali Rp240.000,00
27 SULBAR Orang/Kali Rp313.000,00
113

NO PROVINSI SATUAN BESARAN


1 2 3 4

28 SULSEL Orang/Kali Rp145.000,00


29 SULTENG Orang/Kali Rp165.000,00
30 SULTRA Orang/Kali Rp171.000,00
31 MALUKU Orang/Kali Rp240.000,00
32 MALUKU UTARA Orang/Kali Rp215.000,00
33 PAPUA Orang/Kali Rp431.000,00
34 PAPUA BARAT Orang/Kali Rp182.000,00

c. Satuan Biaya Transportasi Darat Dari Ibu Kota Provinsi Ke Kabupaten/


Kota Dalam Provinsi Yang Sama (One Way)
Satuan biaya transportasi darat dari ibu kota provinsi ke
kabupaten/kota dalam provinsi yang sama (one way atau sekali jalan)
merupakan satuan biaya untuk menyusun perencanaan kebutuhan
biaya transportasi darat bagi pejabat Negara, pejabat daerah, ASN, dan
pihak lain dari tempat kedudukan di ibu kota provinsi ke tempat tujuan
di kabupaten/kota tujuan dalam satu provinsi yang sama atau
sebaliknya dalam rangka pelaksanaan perjalanan dinas dalam negeri.

Satuan Biaya Transportasi Darat Dari Ibu Kota Provinsi Ke


Kabupaten/Kota Dalam Provinsi Yang Sama (One Way)
IBU KOTA KABUPATEN/KOTA
NO SATUAN BESARAN
PROVINSI TUJUAN
1 2 3 4 5
1 Surabaya Kab. Bangkalan Orang/Kali Rp225.000,00
2 Surabaya Kab. Banyuwangi Orang/Kali Rp285.000,00
3 Surabaya Kab. Blitar Orang/Kali Rp255.000,00
4 Surabaya Kab. Bojonegoro Orang/Kali Rp225.000,00
5 Surabaya Kab. Bondowoso Orang/Kali Rp255.000,00
6 Surabaya Kab. Gresik Orang/Kali Rp225.000,00
7 Surabaya Kab. Jember Orang/Kali Rp261.000,00
8 Surabaya Kab. Jombang Orang/Kali Rp235.000,00
9 Surabaya Kab. Kediri Orang/Kali Rp235.000,00
10 Surabaya Kab. Lamongan Orang/Kali Rp225.000,00
11 Surabaya Kab. Lumajang Orang/Kali Rp261.000,00
12 Surabaya Kab. Madiun Orang/Kali Rp245.000,00
13 Surabaya Kab. Magetan Orang/Kali Rp253.000,00
14 Surabaya Kab. Malang Orang/Kali Rp228.000,00
15 Surabaya Kab. Mojokerto Orang/Kali Rp225.000,00
16 Surabaya Kab. Nganjuk Orang/Kali Rp245.000,00
17 Surabaya Kab. Ngawi Orang/Kali Rp253.000,00
18 Surabaya Kab. Pacitan Orang/Kali Rp285.000,00
19 Surabaya Kab. Pamekasan Orang/Kali Rp243.000,00
20 Surabaya Kab. Pasuruan Orang/Kali Rp228.000,00
21 Surabaya Kab. Ponorogo Orang/Kali Rp255.000,00
22 Surabaya Kab. Probolinggo Orang/Kali Rp228.000,00
23 Surabaya Kab. Sampang Orang/Kali Rp235.000,00
24 Surabaya Kab. Sidoarjo Orang/Kali Rp240.000,00
25 Surabaya Kab. Situbondo Orang/Kali Rp255.000,00
114

IBU KOTA KABUPATEN/KOTA


NO SATUAN BESARAN
PROVINSI TUJUAN
1 2 3 4 5
26 Surabaya Kab. Sumenep Orang/Kali Rp255.000,00
27 Surabaya Kab. Trenggalek Orang/Kali Rp245.000,00
28 Surabaya Kab. Tuban Orang/Kali Rp245.000,00
29 Surabaya Kab. Tulungagung Orang/Kali Rp245.000,00
30 Surabaya Kota Batu Orang/Kali Rp242.000,00
31 Surabaya Kota Blitar Orang/Kali Rp255.000,00
32 Surabaya Kota Pasuruan Orang/Kali Rp225.000,00
33 Surabaya Kota Kediri Orang/Kali Rp235.000,00
34 Surabaya Kota Madiun Orang/Kali Rp245.000,00
35 Surabaya Kota Malang Orang/Kali Rp228.000,00
36 Surabaya Kota Mojokerto Orang/Kali Rp225.000,00
37 Surabaya Kota Probolinggo Orang/Kali Rp228.000,00

Apabila ada undangan rapat atau kegiatan sejenis yang diadakan oleh
kementerian teknis atau lembaga (K/L) yang diadakan di luar Provinsi
Jawa Timur dan dibutuhkan transportasi darat dari ibu kota provinsi ke
kabupaten/kota maka Satuan Biaya Transportasi Darat dari Ibu Kota
Provinsi ke Kabupaten/Kota dalam Provinsi yang sama (One Way)
mengacu pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 33 Tahun
2020 tentang Standar Harga Satuan Regional.
d. Satuan Biaya Transportasi Darat antar Kabupaten/Kota selain Ibu Kota
Provinsi
Satuan biaya Transportasi Darat antar Kabupaten/Kota selain Ibu Kota
Provinsi dipertanggungjawabkan secara riil dari tempat kedudukan ke
tempat tujuan maksimal Rp450.000,00 PP.
e. Satuan Biaya Transportasi yang Menggunakan Pesawat/Kapal Laut/
Kereta Api antar Kabupaten/Kota dalam Provinsi:
1) Tarif angkutan (laut dan udara) untuk perjalanan dinas dalam
provinsi maksimal sebesar Rp1.750.000,00 PP.
2) Tarif angkutan kereta api Rp900.000,00 PP.
3) Biaya transport (di luar tiket) dari tempat kedudukan ke tempat
tujuan maksimal Rp400.000,00 PP.
4) Khusus untuk perjalanan dinas ke kepulauan terpencil biaya
transport dapat di SPJ kan secara riil.
f. Sewa Kendaraan
Perjalanan dinas yang dilaksanakan di luar kota lebih dari 8 (delapan)
jam secara bersama-sama atau rombongan dapat menyewa kendaraan
yang dipertanggungjawabkan secara riil dari tempat kedudukan ke
tempat tujuan sebagai pengganti biaya transport, sedangkan untuk
Gubernur/ Wakil Gubernur, Eselon I, dan Eselon II dapat menyewa
kendaraan secara tidak bersama-sama atau rombongan.
1) Standar Sewa kendaraan di dalam Daerah/Provinsi (dari tempat
kedudukan sampai tempat tujuan) dipertanggungjawabkan secara
riil dengan mempertimbangkan asas kepatutan dan kewajaran serta
berdasarkan ketentuan sebagai berikut:
115

No. Jenis Kendaraan Satuan Besaran Minimal


(Rp) Personil
1 Roda Enam/Bus Besar Unit/Hari 4.000.000 30 orang
2 Roda Enam/Bus Sedang Unit/Hari 2.500.000 15 orang
3 Roda Empat/Bus Mini Unit/Hari 2.000.000 8 orang
4 Roda Empat/MPV Standart Unit/Hari 1.300.000 3 orang
5 Roda Dua Unit/Hari 175.000 1 orang
2) Sewa Kendaraan dari tempat kedudukan ke tempat tujuan (yang
berada di luar Daerah/Provinsi) dipertanggungjawabkan secara riil
dengan mempertimbangkan asas kepatutan dan kewajaran serta
berdasarkan ketentuan sebagai berikut:
No. Jenis Kendaraan Satuan Besaran Minimal
(Rp) Personil
1 Roda Enam/Bus Besar Unit/Hari 4.750.000 30 orang
2 Roda Enam/Bus Sedang Unit/Hari 3.250.000 15 orang
3 Roda Empat/Bus Mini Unit/Hari 2.500.000 8 orang
4 Roda Empat/MPV Standart Unit/Hari 2.000.000 3 orang
3) Sewa Kendaraan di tempat tujuan (yang berada di luar
Daerah/Provinsi) dipertanggungjawabkan secara riil dengan
mempertimbangkan asas kepatutan dan kewajaran serta
berdasarkan ketentuan sebagai berikut:
No. Jenis Kendaraan Satuan Besaran Minimal
(Rp) Personil
1 Roda Enam/Bus Besar Unit/Hari 2.700.000 30 orang
2 Roda Enam/Bus Sedang Unit/Hari 2.200.000 15 orang
3 Roda Empat/Bus Mini Unit/Hari 1.700.000 8 orang
4 Roda Empat/MPV Standart Unit/Hari 1.200.000 3 orang
4) Untuk perjalanan dinas dalam negeri yang memakai sewa kendaraan
yang memerlukan biaya tol dipertanggungjawabkan secara riil di luar
SPJ sewa Kendaraan.
5) Untuk perjalanan dinas dalam negeri yang memakai kendaraan
dinas/pribadi yang memerlukan biaya tol dipertanggungjawabkan
secara riil di luar biaya BBM.
6) Pertanggungjawaban penghitungan BBM untuk perjalanan dinas
luar daerah dihitung berdasarkan jarak tempuh dari tempat
kedudukan ke tempat tujuan (PP) dibagi 8 (1 liter per 8 km).
g. Biaya Rata-rata BBM
1) Apabila melakukan perjalanan dinas di luar kota lebih dari 8 (delapan)
jam menggunakan mobil pribadi atau dinas, dapat diberikan biaya
bahan bakar minyak (BBM) sebagai pengganti biaya transport (1 liter
per 8 km), namun untuk penggunaan perjalanan dinas yang
memerlukan biaya tol dapat dipertanggungjawabkan di luar SPJ BBM.
2) Untuk pengganti bahan bakar minyak (BBM) dimaksud dari kota asal
ke kota tujuan (PP) atau sebaliknya sebagaimana tercantum dalam
tabel di bawah ini.
116

Tulungagung

Banyuwangi
Probolinggo

Bondowoso
Bojonegoro

Pamekasan
Mojokerto

Trenggalek
Lamongan

Situbondo

Bangkalan
Ponorogo

Lumajang
Pasuruan

Sumenep
Surabaya

Sampang
Jombang

Magetan

Nganjuk
Sidoarjo

Madiun
X

Malang

Jember
Pacitan
Ngawi
Tuban
Gresik

Kediri

Blitar

Batu
Surabaya 0 18 23 49 79 108 45 103 169 181 193 198 278 123 119 154 167 196 89 60 99 146 191 194 197 288 28 90 123 175 105
Gresik 18 0 41 67 97 90 27 95 187 199 211 216 294 141 137 172 185 204 107 78 117 163 209 212 216 306 46 108 141 193 119
Sidoarjo 23 41 0 72 102 131 68 126 192 264 216 221 298 145 142 177 144 298 66 37 76 122 168 171 174 285 51 113 146 198 81
Mojokerto 49 67 72 0 30 115 57 110 128 132 144 149 227 74 70 105 118 137 89 61 100 146 192 195 198 289 77 139 172 224 61
Jombang 79 97 102 30 0 85 80 82 90 102 114 119 197 44 40 75 88 107 119 91 130 176 222 225 228 319 107 169 202 254 78
Bojonegoro 108 90 131 115 85 0 63 65 110 78 113 139 217 129 125 160 173 192 197 168 207 253 299 302 305 396 136 198 231 283 165
Lamongan 45 27 68 57 80 63 0 58 177 189 281 206 284 131 127 162 175 194 134 105 144 190 236 239 243 333 73 135 168 220 145
Tuban 103 95 126 110 82 65 58 0 172 184 190 201 279 126 122 157 170 189 192 163 202 248 294 297 300 391 131 193 226 278 201
Madiun 169 187 192 128 90 110 177 172 0 32 24 29 107 78 50 109 122 82 178 181 220 266 312 345 338 407 197 259 292 344 152
Ngawi 181 199 264 132 102 78 189 184 32 0 34 61 139 90 62 121 134 114 190 193 232 278 324 327 330 421 249 271 304 356 182
Magetan 193 211 216 144 114 113 281 190 24 34 0 53 131 102 74 133 146 166 202 205 244 290 336 339 342 433 221 283 321 368 235
Ponorogo 198 216 221 149 119 139 206 201 29 61 53 0 18 115 79 84 117 52 195 210 249 211 431 344 347 438 226 283 321 373 214
Pacitan 278 294 298 227 197 217 284 279 107 139 131 18 0 180 157 149 182 117 290 313 352 276 390 421 358 462 304 366 399 451 259
Kediri 123 141 146 74 44 129 131 126 78 90 102 115 180 0 82 31 44 63 100 156 194 217 386 289 299 383 151 213 246 296 67
Nganjuk 119 137 142 70 40 125 127 122 50 62 74 79 157 82 0 59 72 96 128 131 170 216 362 285 268 389 147 209 242 294 104
Tulungagung 154 172 177 105 75 160 162 157 109 121 133 84 149 31 59 0 33 32 111 166 205 205 297 300 303 394 182 244 277 329 104
Blitar 167 185 144 118 88 173 175 170 122 134 146 117 182 44 72 33 0 64 78 133 172 172 264 267 278 361 195 257 290 361 75
Trenggalek 196 204 298 137 107 192 194 189 82 114 166 52 117 63 96 32 64 0 142 197 236 236 328 331 334 426 214 278 359 361 144
Malang 89 107 66 89 119 197 134 192 178 190 202 195 290 100 128 111 78 142 0 55 94 117 194 189 192 259 117 179 212 264 17
Pasuruan 60 78 37 61 91 168 105 163 181 193 205 210 313 156 131 166 133 197 55 0 39 85 131 134 137 228 86 150 183 274 61
Probolinggo 99 117 76 100 130 207 144 202 220 232 244 249 352 194 170 205 172 236 94 39 0 46 92 95 96 189 127 189 222 320 99
Lumajang 146 163 122 146 176 253 190 248 266 278 290 211 276 217 216 205 172 236 117 85 46 0 105 140 72 177 173 235 286 396 142
Bondowoso 191 209 168 192 222 299 236 294 312 324 336 431 390 386 362 297 264 328 194 131 92 105 0 35 32 136 219 281 314 396 189
Situbondo 194 212 171 195 225 302 239 297 345 327 339 344 421 289 285 300 267 331 189 134 95 140 35 0 67 94 222 294 317 463 194
Jember 197 216 174 198 228 305 243 300 338 330 342 347 358 299 268 303 278 334 192 137 96 72 32 67 0 165 225 287 322 372 193
Banyuwangi 288 306 285 289 319 396 333 391 407 421 433 438 462 383 389 394 361 426 259 228 189 177 136 94 165 0 316 375 411 493 301
Bangkalan 28 46 51 77 107 136 73 131 197 249 221 226 304 151 147 182 195 214 117 86 127 173 219 222 225 316 0 62 96 147 137
Sampang 90 108 113 139 169 198 135 193 259 271 283 283 366 213 209 244 257 278 179 150 189 235 281 294 287 375 62 0 33 85 189
Pamekasan 123 141 145 172 202 231 168 226 292 304 321 321 399 246 242 277 290 359 212 183 222 286 314 317 322 411 96 33 0 52 223
Sumenep 175 193 198 224 254 283 220 278 344 356 368 373 451 296 294 329 361 361 264 274 320 396 396 463 372 493 147 85 52 0 283
Batu 105 119 81 61 78 165 145 201 152 182 235 214 259 67 104 104 75 144 17 61 99 142 189 194 193 301 137 189 223 283 0

Catatan:
1. Untuk jarak total adalah jarak tersebut dalam tabel dikalikan 2 (dua).
2. Jumlah liter BBM, jarak total dibagi 8.
3. Penggantian BBM untuk perjalanan dinas dibebankan pada kode
rekening Perjalanan Dinas Dalam Negeri.
4. Untuk lokasi tujuan yang berada di luar Provinsi dan atau luar pusat
Kabupaten/Kota (tidak tercantum pada tabel di atas) pemberian BBM
dapat diperhitungkan berdasarkan jarak tempuh dari tempat
kedudukan ke tempat tujuan (PP) dibagi 8 (1 liter per 8 km) dengan
melampirkan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan.

5. Satuan Biaya Penginapan Perjalanan Dinas Dalam Negeri


Satuan Biaya Penginapan Perjalanan Dinas Dalam Negeri merupakan
satuan biaya yang digunakan untuk menyusun perencanaan kebutuhan
biaya penginapan dalam rangka pelaksanaan perjalanan dinas dalam
negeri.
117

Satuan Biaya Penginapan Perjalanan Dinas Dalam Negeri


(dalam rupiah)
TARIF HOTEL
KEPALA
DAERAH/
WAKIL
KEPALA ANGGOTA PEJABAT
NO. PROVINSI SATUAN PEJABAT
DAERAH/ DPRD/ ESELON
ESELON III/ GOL. I/II
KETUA DPRD/ PEJABAT IV/ GOL.
GOL. IV
WAKIL KETUA ESELON II III
DPRD
PEJABAT
ESELON I
1 2 3 4 5 6 7 8
1 ACEH OH 4.420.000,00 3.526.000,00 1.294.000,00 556.000,00 556.000,00

2 SUMUT OH 4.960.000,00 1.518.000,00 1.100.000,00 530.000,00 530.000,00

3 RIAU OH 3.820.000,00 3.119.000,00 1.650.000,00 852.000,00 852.000,00

4 KEPRI OH 4.275.000,00 1.854.000,00 1.037.000,00 792.000,00 792.000,00

5 JAMBI OH 4.000.000,00 3.337.000,00 1.212.000,00 580.000,00 580.000,00

6 SUMBAR OH 5.236.000,00 3.332.000,00 1.353.000,00 650.000,00 650.000,00

7 SUMSEL OH 5.850.000,00 3.083.000,00 1.571.000,00 861.000,00 861.000,00

8 LAMPUNG OH 4.491.000,00 2.067.000,00 1.140.000,00 580.000,00 580.000,00

9 BENGKULU OH 2.071.000,00 1.628.000,00 1.546.000,00 630.000,00 630.000,00

10 BABEL OH 3.827.000,00 2.838.000,00 1.957.000,00 622.000,00 622.000,00

11 BANTEN OH 5.725.000,00 2.373.000,00 1.000.000,00 718.000,00 718.000,00

12 JAWA BARAT OH 5.381.000,00 2.755.000,00 1.006.000,00 570.000,00 570.000,00

13 D.K.I JAKARTA OH 5.850.000,00 1.490.000,00 992.000,00 730.000,00 730.000,00

14 JAWA TENGAH OH 4.242.000,00 1.480.000,00 954.000,00 600.000,00 600.000,00

D.I
15 OH 5.017.000,00 2.695.000,00 1.384.000,00 845.000,00 845.000,00
YOGYAKARTA

16 JAWA TIMUR OH 4.400.000,00 1.605.000,00 1.076.000,00 664.000,00 664.000,00

17 BALI OH 4.890.000,00 1.946.000,00 990.000,00 910.000,00 910.000,00

18 NTB OH 3.500.000,00 2.648.000,00 1.418.000,00 580.000,00 580.000,00

19 NTT OH 3.000.000,00 1.493.000,00 1.355.000,00 550.000,00 550.000,00

20 KALBAR OH 2.654.000,00 1.538.000,00 1.125.000,00 538.000,00 538.000,00

21 KALTENG OH 4.901.000,00 3.391.000,00 1.160.000,00 659.000,00 659.000,00

22 KALSEL OH 4.797.000,00 3.316.000,00 1.500.000,00 540.000,00 540.000,00

23 KALTIM OH 4.000.000,00 2.188.000,00 1.507.000,00 804.000,00 804.000,00

24 KALTARA OH 4.000.000,00 2.188.000,00 1.507.000,00 804.000,00 804.000,00

25 SULUT OH 4.919.000,00 2.290.000,00 924.000,00 782.000,00 782.000,00

26 GORONTALO OH 4.168.000,00 2.549.000,00 1.431.000,00 764.000,00 764.000,00

27 SULBAR OH 4.076.000,00 2.581.000,00 1.075.000,00 704.000,00 704.000,00

28 SULSEL OH 4.820.000,00 1.550.000,00 1.020.000,00 732.000,00 732.000,00

29 SULTENG OH 2.309.000,00 2.027.000,00 1.567.000,00 951.000,00 951.000,00


118

TARIF HOTEL
KEPALA
DAERAH/
WAKIL
KEPALA ANGGOTA PEJABAT
NO. PROVINSI SATUAN PEJABAT
DAERAH/ DPRD/ ESELON
ESELON III/ GOL. I/II
KETUA DPRD/ PEJABAT IV/ GOL.
GOL. IV
WAKIL KETUA ESELON II III
DPRD
PEJABAT
ESELON I
1 2 3 4 5 6 7 8

30 SULTRA OH 2.475.000,00 2.059.000,00 1.297.000,00 786.000,00 786.000,00

31 MALUKU OH 3.467.000,00 3.240.000,00 1.048.000,00 667.000,00 667.000,00

MALUKU
32 OH 3.440.000,00 3.175.000,00 1.073.000,00 600.000,00 600.000,00
UTARA

33 PAPUA OH 3.859.000,00 3.318.000,00 2.521.000,00 829.000,00 829.000,00

34 PAPUA BARAT OH 3.872.000,00 3.212.000,00 2.056.000,00 718.000,00 718.000,00

Untuk Standar penginapan PNPNSD /masyarakat/ pihak lain sesuai


dengan Gol I/II.
Dalam hal perjalanan dinas tidak menggunakan biaya penginapan,
diberikan biaya penginapan secara lumpsum sebesar 30% (tiga puluh
persen) dari tarif penginapan di kota tempat tujuan.

6. Ketentuan Tambahan
a. Tiket kereta api, angkutan darat, laut dan udara merupakan
kelengkapan SPJ.
b. Bagi Golongan III dan IV dapat menggunakan sarana angkutan darat
atau angkutan udara, sedangkan untuk Golongan II dan I PPPK,
PNPNSD, dan pihak lain menggunakan angkutan darat/laut (bus, kereta
api, kapal) kecuali ditentukan lain oleh pejabat yang berwenang sesuai
tingkat urgensinya.
c. Untuk lembaga Non Perangkat Daerah yang mendapatkan sumber
pendanaan dari APBD dengan mengacu pada ketentuan yang diatur
dalam Pedoman Kerja dan Pelaksanaan Tugas ini memperhatikan
tingkat pendidikan yang dimiliki dan ditetapkan oleh Kepala Non
Perangkat Daerah maksimal setara Golongan III.
d. Bagi Perangkat Daerah yang dalam kegiatannya melakukan perjalanan
dinas dengan melibatkan tenaga ahli yang dibuktikan dengan dokumen
yang relevan, dapat diberikan perjalanan dinas dengan mengacu pada
ketentuan yang diatur dalam Pedoman Kerja dan Pelaksanaan Tugas ini
yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan maksimum setara
Golongan IV.
e. Untuk Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yang melakukan perjalanan
dinas beserta istri/suami dan Pejabat Eselon I/Eselon II yang ditunjuk/
mendampingi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan
mengikutsertakan istri/suami, hak dan kewajibannya diatur dengan
ketentuan sebagai berikut:
119

1) Fasilitas yang diberikan sama dengan Kepala Daerah/Wakil Kepala


Daerah/Pejabat Eselon I/Eselon II yang meliputi biaya transport dan
biaya akomodasi.
2) Untuk pertanggungjawabannya harus dibuktikan dengan undangan
yang menyebutkan hadir beserta pasangan (istri/suami)/petunjuk
pimpinan/pernyataan yang bersangkutan.
3) Tidak mendapatkan uang harian dan segala bukti atas penggunaan
biaya transport dan biaya akomodasi dan konsumsi merupakan
kelengkapan Surat Pertanggungjawaban (SPJ).
f. Biaya perjalanan dinas (biaya penginapan) istri Gubernur/Wakil
Gubernur/yang berkaitan dengan kegiatan PKK pembayarannya
disetarakan dengan Eselon I yang dianggarkan pada Dinas
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa.
g. Biaya perjalanan dinas (biaya penginapan) istri Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah/PNS yang terlibat dalam kegiatan organisasi kewanitaan
diatur sebagai berikut:
1) Istri KDH/WKDH setara Eselon I;
2) Istri Eselon I setara Eselon II;
3) Istri Eselon II setara Eselon III;
4) Istri Eselon III setara Eselon IV;
5) Untuk pengurus yang berstatus PNS diberlakukan sesuai ketentuan;
dan
6) Untuk pengurus yang berstatus Non PNS diberlakukan sesuai
dengan kedudukan pada struktur organisasi tersebut dan ditetapkan
besarannya dengan keputusan Kepala Perangkat Daerah.
h. Staf yang mendampingi istri/suami Gubernur/Wakil Gubernur/
Sekretaris Daerah diberikan perjalanan dinas sesuai ketentuan yang
berlaku dan dibebankan pada anggaran Biro Umum Sekretariat Daerah
Provinsi Jawa Timur.
i. Pelaksanaan perjalanan dinas disesuaikan dengan kebutuhan riil.
j. Perjalanan dinas luar wilayah Provinsi Jawa Timur maksimal:
a) 2 (dua) hari, dengan angkutan udara; dan
b) 3 (tiga) hari dengan angkutan darat/laut
k. Batasan waktu perjalanan dinas luar wilayah Provinsi Jawa Timur dapat
melebihi ketentuan huruf j apabila dilampiri dengan jadwal kegiatan/
undangan yang sah/keadaan force majeure (contoh faktor cuaca yang
tidak memungkinkan beroperasinya angkutan laut).
l. Dalam rangka memutus mata rantai penularan Corona Virus Disease 19,
penerapan protokol pencegahan penularan Corona Virus Disease 19
serta penerapan tatanan normal baru, produktif dan aman Corona Virus
Disease 19 di berbagai aspek kehidupan, baik aspek pemerintahan,
kesehatan, sosial dan ekonomi penyelenggaraan rapat, pendidikan dan
pelatihan, bimbingan teknis, sosialisasi, workshop, lokakarya, seminar
atau sejenis lainnya dapat dilaksanakan secara virtual berbasis
teknologi informasi.
120

m. Dalam hal penyelenggaraan rapat, pendidikan dan pelatihan, bimbingan


teknis, sosialisasi, workshop, lokakarya, seminar atau sejenis lainnya
tidak dapat dilaksanakan secara virtual berbasis teknologi informasi
dengan pertimbangan antara lain keterbatasan dukungan sarana dan
prasarana teknologi dan informasi, pelaksanaan kegiatan rapat,
pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis, sosialisasi, workshop,
lokakarya, seminar atau sejenis lainnya tersebut dapat dilakukan
dengan tetap memperhatikan penerapan protokol pencegahan penularan
Corona Virus Disease 19.

B. Surat Perintah Tugas (SPT)


Pegawai/pejabat yang melakukan perjalanan dinas harus didasarkan
Surat Perintah Tugas (SPT) yang ditandatangani oleh Pejabat yang
berwenang yaitu:
1. Pejabat di lingkungan Sekretariat Daerah
a. Gubernur ditandatangani oleh Gubernur dan Wakil Gubernur
ditandatangani oleh Gubernur;
b. Eselon I ditandatangani oleh Wakil Gubernur, atau Gubernur
apabila Wakil Gubernur berhalangan;
c. Eselon II a ditandatangani oleh Sekretaris Daerah atau Asisten yang
membidangi berdasarkan lingkup tugas apabila Sekretaris Daerah
berhalangan;
d. Eselon II b ditandatangani oleh Asisten yang membidangi
berdasarkan lingkup tugas atau Asisten Administrasi Umum
apabila Asisten yang membidangi berhalangan;
e. Eselon III, ditandatangani oleh Kepala Biro yang bersangkutan atau
Eselon III yang membidangi ketatausahaan apabila Kepala Biro
berhalangan;
f. Eselon IV dan pegawai lainnya ditandatangani oleh Kepala Bagian
masing-masing, apabila Kepala Bagian tersebut berhalangan maka
ditandatangani oleh Eselon III yang membidangi ketatausahaan;
g. Apabila tidak terdapat pejabat struktural di tingkat Eselon III, maka
SPT Eselon IV dan pegawai lainnya ditandatangani oleh Kepala Biro.
2. Pejabat di lingkungan Sekretariat DPRD
a. Eselon II ditandatangani oleh Sekretaris Daerah atau Asisten yang
membidangi berdasarkan ruang lingkup tugas apabila Sekretaris
Daerah berhalangan;
b. Eselon III dan Eselon IV ditandatangani oleh Sekretaris DPRD atau
Kepala Bagian Umum apabila Sekretaris DPRD berhalangan;
c. Pegawai lainnya ditandatangani oleh Eselon III atau Kepala Bagian
Umum apabila Eselon III berhalangan.
3. Pejabat pada Dinas/Badan/Rumah Sakit/Satpol PP/Inspektorat di
Surabaya:
a. Eselon II a ditandatangani oleh Sekretaris Daerah atau Asisten yang
membidangi berdasarkan ruang lingkup tugas apabila Sekretaris
Daerah berhalangan;
121

b. Eselon II b pada Rumah Sakit ditandatangani oleh Direktur Rumah


Sakit atau salah satu Wakil Direktur apabila Direktur Rumah Sakit
berhalangan;
c. Eselon III ditandatangani oleh Direktur Rumah Sakit/Kepala
Badan/Dinas/Satpol PP/Inspektur atau salah satu Wakil Direktur
Rumah Sakit/Sekretaris/Pejabat Eselon III apabila Direktur Rumah
Sakit/Kepala Badan/Dinas/Satpol PP/Inspektur berhalangan;
d. Eselon IV dan pegawai lainnya ditandatangani oleh Kepala Bidang
masing-masing atau Sekretaris/Kepala Bagian Tata Usaha/Kepala
Sub Bagian Tata Usaha apabila Kepala Bidang masing-masing
berhalangan.
4. Untuk Kepala Badan Koordinasi Wilayah Pemerintahan dan
Pembangunan Provinsi Jawa Timur, Rumah Sakit di luar Surabaya,
Badan Penghubung Daerah Provinsi, Cabang Dinas/UPT di luar
Surabaya berlaku sebagai berikut:
a. Kepala Badan Koordinasi Wilayah Pemerintahan dan Pembangunan
Provinsi Jawa Timur
1) Eselon II dan III ditandatangani oleh Kepala Badan Koordinasi
Wilayah Pemerintahan dan Pembangunan Provinsi Jawa Timur
atau Sekretaris Badan Koordinasi Wilayah Pemerintahan dan
Pembangunan Provinsi Jawa Timur apabila Kepala Badan
Koordinasi Wilayah Pemerintahan dan Pembangunan Provinsi
Jawa Timur berhalangan;
2) Eselon IV dan pegawai lainnya ditandatangani oleh
Sekretaris/Kepala Bidang masing-masing atau Sekretaris
apabila Kepala Bidang masing-masing berhalangan.
b. Rumah Sakit/UPT di luar Surabaya
1) Rumah Sakit Klasifikasi Type A
a) Eselon II dan Eselon III ditandatangani oleh Direktur Rumah
Sakit atau salah satu Wakil Direktur apabila Direktur
berhalangan;
b) Eselon IV dan pegawai lainnya ditandatangani oleh Kepala
Bagian Umum/Kepala Bagian masing-masing.
2) Rumah Sakit/UPT Klasifikasi Type B
a) Eselon II dan Eselon III ditandatangani oleh Direktur Rumah
Sakit atau salah satu Wakil Direktur apabila Direktur
berhalangan;
b) Eselon IV dan pegawai lainnya ditandatangani oleh Kepala
Bagian Umum/Kepala Bagian masing-masing.
c. Bagi Badan Penghubung Daerah Provinsi/UPT di luar Surabaya,
ditandatangani oleh Kepala Badan Penghubung Daerah
Provinsi/Kepala UPT atau Kepala Sub Bagian Tata Usaha apabila
Kepala Badan Penghubung/UPT berhalangan.

5. Lembaga non Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Provinsi


Jawa Timur, ditandatangani oleh Ketua Lembaga atau Sekretaris
apabila Ketua Lembaga berhalangan.
122

C. Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD)


Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) terdiri dari lembar I dan lembar II,
masing-masing dibuat dalam rangkap 4 (empat):
1. Lembar I dan II:
a. Dinas/Badan/Sekretariat DPRD/Kepala Badan Koordinasi Wilayah
Pemerintahan dan Pembangunan Provinsi Jawa Timur/Rumah
Sakit/Badan Penghubung Daerah Provinsi/ Sekretariat
DPRD/Satpol PP/ Inspektorat ditandatangani oleh KPA atau PA
bagi Perangkat Daerah yang tidak memiliki KPA;
b. Biro ditandatangani oleh KPA;
c. Cabang Dinas/UPT sebagai KPA ditandatangani oleh KPA;
d. Lembaga non Perangkat Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur
ditandatangani oleh Sekretaris Lembaga.
2. Lembar II (tempat tujuan):
a. Pada Perangkat Daerah ditandatangani oleh Pejabat Struktural,
apabila Pejabat Struktural berhalangan maka ditandatangani oleh
jabatan Kepala Bagian selaku jabatan Administrator/Kepala Sub
Bagian selaku Jabatan Pengawas yang disetarakan menjadi
Jabatan Fungsional Ahli Madya selaku Koordinator/Jabatan
Fungsional Ahli Muda selaku Sub Koordinator;
b. Di luar Perangkat Daerah ditandatangani oleh penanggung jawab
tempat yang dikunjungi.
c. Pada Unit Kerja yang tidak ada pejabat struktural, maka
ditandatangani oleh penanggung jawab tempat tujuan tanpa
dibubuhi stempel.
3. Lembar II sudut kanan atas
a. Pejabat di lingkungan Sekretariat Daerah
1) Eselon I ditandatangani oleh Sekretaris Daerah;
2) Eselon II a ditandatangani oleh Asisten yang bersangkutan;
3) Eselon II b dan III ditandatangani oleh Kepala Biro yang
bersangkutan atau Eselon III yang lain apabila Kepala Biro
berhalangan;
4) Eselon IV dan pegawai lainnya ditandatangani oleh Kepala
Bagian yang bersangkutan atau Kepala Bagian yang lain apabila
Kepala Bagian yang bersangkutan berhalangan;
5) Apabila tidak terdapat pejabat struktural di tingkat eselon III,
maka lembar II Eselon IV dan pegawai lainnya ditandatangani
oleh Kepala Biro.
b. Pejabat di lingkungan Sekretariat DPRD
1) Eselon II dan III ditandatangani oleh Sekretaris DPRD atau
Kepala Bagian Umum apabila Sekretaris DPRD berhalangan;
2) Eselon IV dan pegawai lainnya ditandatangani oleh Kepala
Bagian Umum atau Eselon III yang lain apabila Kepala Bagian
Umum berhalangan.
c. Dinas/Badan/Rumah Sakit/Satpol PP/Inspektorat:
1) Eselon II a dan II b ditandatangani oleh Kepala Badan/Dinas,
Direktur/Wakil Direktur Rumah Sakit/Kepala Satpol
PP/Inspektur yang bersangkutan;
123

2) Eselon III ditandatangani oleh Kepala Badan/Dinas, Direktur


Rumah Sakit/Kepala Satpol PP/Inspektur atau Sekretaris/
salah satu Wakil Direktur Rumah Sakit apabila Kepala
Badan/Dinas/Direktur Rumah Sakit/Kepala Satpol PP/
Inspektur berhalangan;
3) Eselon IV dan pegawai lainnya ditandatangani oleh Kepala
Bagian Umum/Sekretaris/Kepala Bidang yang bersangkutan.
d. Eselon III, Eselon IV dan pegawai lainnya pada Badan Penghubung
Daerah Provinsi ditandatangani oleh Kepala Badan Penghubung
Daerah Provinsi.
e. Pejabat pada Kepala Badan Koordinasi Wilayah Pemerintahan dan
Pembangunan Provinsi Jawa Timur:
1) Eselon II dan III ditandatangani oleh Kepala Badan Koordinasi
Wilayah Pemerintahan dan Pembangunan Provinsi Jawa Timur
atau Sekretaris Badan Koordinasi Wilayah Pemerintahan dan
Pembangunan Provinsi Jawa Timur apabila Kepala Badan
Koordinasi Wilayah Pemerintahan dan Pembangunan Provinsi
Jawa Timur berhalangan;
Eselon IV dan pegawai lainnya ditandatangani oleh Sekretaris
Badan Koordinasi Wilayah Pemerintahan dan Pembangunan
Provinsi Jawa Timur atau masing-masing Kepala Bidang yang
bersangkutan apabila Sekretaris berhalangan.
f. Pejabat di lingkungan Rumah Sakit di luar Surabaya
1) Rumah Sakit:
a) Eselon II (Direktur/Wakil Direktur) ditandatangani oleh
Direktur Rumah Sakit atau salah satu Wakil Direktur
apabila Direktur berhalangan;
b) Eselon III ditandatangani Direktur atau salah satu Wakil
Direktur apabila Direktur berhalangan;
c) Eselon IV dan pegawai lainnya ditandatangani oleh Kepala
Bagian Umum.
2) Rumah Sakit Khusus/UPT Dinas Kesehatan:
Eselon III (Kepala UPT), Eselon IV dan pegawai lainnya
ditandatangani oleh Kepala UPT atau Kepala Sub Bagian Tata
Usaha apabila Kepala UPT berhalangan.
g. Bagi Badan Penghubung Daerah Provinsi/Cabang Dinas/UPT di
luar Surabaya, ditandatangani oleh Kepala Badan Penghubung
Daerah Provinsi/Kepala Cabang Dinas/Kepala UPT atau Kepala Sub
Bagian Tata Usaha apabila Kepala Badan Penghubung Daerah
Provinsi/Kepala Cabang Dinas/Kepala UPT berhalangan.
h. Lembaga non Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Provinsi
Jawa Timur, ditandatangani oleh Ketua Lembaga atau Sekretaris
apabila Ketua Lembaga berhalangan.
124

D. Perjalanan Dinas Ke Luar Negeri


Perjalanan Dinas Luar Negeri bagi pejabat/pegawai di lingkungan
Pemerintah Provinsi Jawa Timur, DPRD Provinsi Jawa Timur, Pemerintah
Kabupaten/Kota dan DPRD Kabupaten/Kota mempedomani Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2019 tentang Tata Cara Perjalanan
ke Luar Negeri di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan
Pemerintahan Daerah, sedangkan ketentuan mengenai standar biaya
perjalanan dinas luar negeri bagi Pemerintah Daerah mengacu pada
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.02/2022 tentang Standar
Biaya Masukan Tahun Anggaran 2023 sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar
Satuan Harga Regional:
1. Kegiatan Perjalanan Dinas ke Luar Negeri (PDLN).
a. PDLN yang diatur oleh dua ketentuan diatas dalam rangka:
1) Kerjasama Pemerintah Daerah dengan Pihak Luar Negeri;
2) Pendidikan dan Pelatihan;
3) Studi Banding;
4) Seminar/Lokakarya/Konferensi;
5) Promosi Potensi Daerah;
6) Kunjungan Persahabatan/Kebudayaan;
7) Pertemuan Internasional; dan/atau
8) Penandatanganan Perjanjian Internasional.
b. PDLN dapat dilakukan apabila pelaksanaan tugasnya di dalam
negeri tidak ada yang mendesak. Kegiatan yang mendesak antara
lain adalah:
1) Terjadi bencana alam;
2) Terjadi bencana sosial;
3) Pemilihan Umum anggota DPR, DPD, dan DPRD:
4) Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden; dan
5) Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
2. Dokumen Perjalanan Dinas Luar Negeri
a. Pejabat atau pegawai yang melakukan perjalanan dinas luar negeri
harus memiliki dokumen administrasi perjalanan dinas ke Luar
Negeri;
b. Dokumen perjalanan dinas ke luar negeri sebagaimana dimaksud
pada huruf a, meliputi:
1) Surat persetujuan perjalanan dinas luar negeri;
2) Paspor dinas (service passport);
3) Exit permit;
4) Visa.
c. Dokumen administrasi perjalanan dinas dalam rangka kerjasama
dan perjalanan dinas dalam rangka penandatanganan perjanjian
internasional ditambah dengan naskah kerjasama berupa Letter of
Intent (LoI) dan Memorandum Of Understanding (MoU), Surat Kuasa
Penuh dalam rangka kerjasama dari Kementerian Luar Negeri dan
Surat konfirmasi Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan.
d. Dokumen administrasi perjalanan dinas dalam rangka pendidikan
dan pelatihan ditambah dengan surat keterangan beasiswa.
125

e. Dokumen administrasi perjalanan dinas dalam rangka promosi


potensi daerah ditambah dengan surat konfirmasi Perwakilan
Republik Indonesia di negara tujuan.
f. Dokumen administrasi perjalanan dinas dalam rangka kunjungan
persahabatan atau kebudayaan ditambah dengan surat konfirmasi
Perwakilan Republik Indonesia.
3. Tata cara Administrasi Perjalanan Dinas ke Luar Negeri
a. Gubernur mengajukan permohonan izin Perjalanan Dinas Luar
Negeri bagi Pejabat/pegawai di lingkungan provinsi kepada
Direktur Jenderal Otonomi Daerah;
b. Permohonan izin sebagaimana dimaksud huruf (a) dengan
melampirkan:
1) Surat undangan;
2) Kerangka acuan kerja (KAK);
3) Fotocopy DPA yang disahkan oleh pejabat yang berwenang;
dan/atau
4) Surat Keterangan Pendanaan.
c. Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada huruf (b) memuat
antara lain:
1) Nama dan jabatan;
2) Nomor induk pegawai bagi pegawai negeri sipil;
3) Tujuan kegiatan;
4) Manfaat;
5) Kota/Negara yang dituju;
6) Agenda;
7) Waktu pelaksanaan; dan
8) Sumber pendanaan.
d. Direktur Jenderal Otonomi Daerah atas nama Menteri dapat
menyetujui atau menolak izin perjalanan dinas luar negeri bagi
Pimpinan Tinggi Madya dan Pimpinan Tinggi Pratama.
e. Dalam hal Direktur Jenderal Otonomi Daerah menolak permohonan
izin perjalanan dinas luar negeri bagi Pimpinan Tinggi Madya dan
Pimpinan Tinggi Pratama disertai dengan alasan.
f. Sekretaris Direktorat Jenderal Otonomi Daerah atas nama Direktur
Jenderal Otonomi Daerah dapat menyetujui atau menolak izin
perjalanan dinas luar negeri bagi Jabatan Administrasi dan Jabatan
Fungsional.
g. Dalam hal Sekretaris Direktorat Jenderal Otonomi Daerah atas
nama Direktur Jenderal Otonomi Daerah menolak permohonan izin
perjalanan dinas luar negeri bagi Jabatan Administrasi dan Jabatan
Fungsional disertai dengan alasan.
h. Surat persetujuan perjalanan dinas luar negeri berdasarkan surat
rekomendasi:
1) Menteri;
2) Sekretaris Jenderal;
3) Direktur Jenderal Otonomi Daerah;
4) Sekretaris Direktorat Jenderal Otonomi Daerah; atau
5) Kepala Pusat Fasilitasi Kerjasama.
126

i. Perjalanan dinas luar negeri yang dilaksanakan secara rombongan


paling banyak 5 (lima) orang termasuk pimpinan rombongan, dan
dapat dilakukan lebih dari 5 (lima) orang dalam hal:
1) Pendidikan dan pelatihan;
2) Perundingan dalam rangka kerjasama dengan pihak luar negeri;
dan
3) Delegasi kesenian dalam rangka promosi potensi daerah.
j. Jangka waktu pelaksanaan perjalanan dinas keluar negeri paling
lama 7 (tujuh) hari, kecuali untuk keperluan yang sifatnya khusus.
4. Pendanaan
a. Pendanaan perjalanan dinas luar negeri bersumber dari:
1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
2) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
3) Sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
b. Satuan biaya perjalanan dinas luar negeri disesuaikan dengan
ketentuan perundang-undangan.
5. Pejabat/pegawai yang akan melakukan PDLN dikoordinasikan oleh Biro
Hubungan Masyarakat dan Protokol.
6. Surat Perintah Tugas (SPT)
a. Untuk Gubernur, Wakil Gubernur, Sekretaris Daerah dan pejabat
Eselon II ditandatangani oleh Gubernur.
b. Untuk pejabat Eselon III, IV dan atau staf ditandatangani oleh
Sekretaris Daerah atas nama Gubernur.
7. Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD)
Untuk penandatanganan SPPD Lembar II dilakukan oleh Pejabat
Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri atau Penanggung
jawab/Lembaga tempat yang dituju.
8. Pelaporan
Pejabat atau pegawai yang melakukan perjalanan dinas luar negeri,
wajib membuat laporan tertulis hasil perjalanan dinas luar negeri.
a. Gubernur melaporkan hasil perjalanan dinas luar negeri kepada
Presiden melalui Menteri Dalam Negeri dengan tembusan kepada
Wakil Presiden dan Sekretaris Kabinet.
b. Pejabat/pegawai selain Gubernur melaporkan hasil-hasil perjalanan
dinas ke luar negeri kepada Menteri Dalam Negeri, melalui
Gubernur cq. Biro Administrasi Pemerintahan dan Otonomi Daerah.
c. Laporan perjalanan dinas ke luar negeri sebagaimana dimaksud
dalam huruf a disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah
selesai melakukan perjalanan dinas.
d. Pejabat/pegawai dapat melaksanakan perjalanan dinas ke luar
negeri berikutnya setelah menyelesaikan seluruh laporan.
127

E. Uang Saku Pendidikan dan Latihan di Luar Negeri


Bagi peserta pendidikan dan latihan di luar negeri dengan biaya akomodasi
dan transportasi lokal ditanggung oleh pihak mitra, maka besaran Uang
Harian dihitung sebagai berikut:
Golongan A : Uang harian dikurangi biaya setara hotel bintang lima dan
biaya taksi dari dan ke bandara.
Golongan B : Uang harian dikurangi biaya setara hotel bintang empat
dan biaya taksi dari dan ke bandara.
Golongan C : Uang harian dikurangi biaya setara hotel bintang tiga dan
biaya taksi dari dan ke bandara.
Golongan D : Uang harian dikurangi biaya setara hotel bintang dua dan
biaya taksi dari dan ke bandara.
128

BAB VIII
PENGELOLA KEUANGAN DAERAH

A. Pengertian Pengelola Keuangan


1. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah
perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna
anggaran/pengguna barang.
2. Unit SKPD adalah bagian SKPD yang melaksanakan 1 (satu) atau
beberapa Program atau Kegiatan atau Subkegiatan.
3. Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat
SKPKD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku
pengguna anggaran/pengguna barang, yang juga melaksanakan
pengelolaan keuangan daerah.
4. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD
adalah kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah yang selanjutnya
disebut dengan kepala SKPKD yang mempunyai tugas melaksanakan
pengelolaan APBD dan bertindak sebagai bendahara umum daerah.
5. Kuasa PPKD yang selanjutnya disebut KPPKD adalah Kepala Unit
SKPKD yang ditunjuk oleh PPKD untuk menerima pelimpahan sebagian
kewenangan PPKD selaku Kepala SKPKD untuk menatausahaan belanja
bantuan keuangan, belanja tidak terduga dan Belanja Bagi Hasil.
6. Pengguna Anggaran (PA) adalah pejabat pemegang kewenangan
penggunaan anggaran untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi
SKPD yang dipimpinnya.
7. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) adalah pejabat yang diberi kuasa
untuk melaksanakan sebagian kewenangan pengguna anggaran dalam
melaksanakan sebagian tugas dan fungsi SKPD.
8. Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD yang selanjutnya disingkat
PPK–SKPD adalah pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha
keuangan pada SKPD.
9. Pejabat Penatausahaan Keuangan Unit Satuan Kerja Perangkat Daerah
yang selanjutnya disingkat PPK–Unit SKPD adalah pejabat yang
melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada unit SKPD.
10. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disingkat PPTK
adalah pejabat pada unit kerja SKPD yang melaksanakan satu atau
beberapa kegiatan/subkegiatan dari suatu program sesuai dengan
bidang tugasnya.
11. Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima,
menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggung
jawabkan uang pendapatan daerah dalam rangka pelaksanaan APBD
pada SKPD/SKPKD.
12. Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk menerima,
menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggung-
jawabkan uang untuk keperluan belanja daerah dalam rangka
pelaksanaan APBD pada SKPD/SKPKD.
13. Bendahara Penerimaan Pembantu adalah orang yang ditunjuk untuk
membantu Bendahara Penerimaan dalam menerima, menyimpan,
menyetorkan, dan menatausahakan uang Pendapatan Daerah dalam
rangka pelaksanaan APBD pada SKPD.
129

14. Pengurus Gaji adalah pegawai yang bertugas untuk menyiapkan dokumen
kelengkapan pembayaran gaji dan menyiapkan dokumen kelengkapan SPJ
Gaji.
15. Penghubung Gaji adalah pegawai yang ditunjuk untuk menyiapkan
dokumen kelengkapan pembayaran gaji serta menyiapkan dokumen
kelengkapan SPJ Gaji
16. dan menyerahkannya pada Pengurus Gaji.

B. Struktur Pengelola Keuangan


Struktur Pengelola Keuangan Daerah yang diberlakukan di lingkungan
Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dibedakan ke dalam 3 (tiga) model yang
penerapannya disesuaikan dengan kompleksitas dan tupoksi dari masing-
masing unit pada Pemerintahan yang mengelola anggaran, kekayaan dan
kewajiban, yaitu:
1. SKPKD.
2. Badan/Dinas/Sekretariat DPRD/Satuan Polisi Pamong Praja/Badan
Penghubung.
3. Sekretariat Daerah (Biro).
Penjelasan tugas pokok dan fungsi serta bagan struktur pengelola keuangan
dituangkan dalam Peraturan Gubernur Jawa Timur tentang Sistem dan
Prosedur Penatausahaan Keuangan Provinsi Jawa Timur.

C. Pengelola Keuangan di SKPKD


1. PPKD selaku kepala SKPKD adalah kepala BPKAD yang mendapat
pelimpahan sebagian kekuasaan dari Gubernur Jawa Timur untuk
penatausahaan belanja dan pembiayaan.
2. PPKD melimpahkan sebagian kewenangannya kepada Kepala Unit di
BPKAD untuk menjadi KPPKD dengan mempertimbangkan beban kerja
dan efektivitas pengelolaan anggaran.
3. KPPKD memiliki kewenangan untuk menandatangani SPM yang
disiapkan oleh PPK–Unit SKPKD.
4. Setiap KPPKD dibantu oleh 1 (satu) PPTK dan 1 (satu) Bendahara
Pengeluaran Pembantu SKPKD.
5. Salah satu KPPKD yang berkedudukan di BPKAD dibantu oleh 1 (satu)
PPTK, 1 (satu) Bendahara Pengeluaran SKPKD dan 1 (satu) Bendahara
Penerimaan SKPKD.
6. PPKD, KPPKD, PPK-Unit SKPKD, Bendahara Penerimaan SKPKD,
Bendahara Pengeluaran SKPKD, Bendahara Pengeluaran Pembantu
SKPKD ditetapkan oleh Gubernur Jawa Timur.
7. Dalam rangka mempercepat proses administrasi penatausahaan
keuangan, KPPKD dibantu oleh PPK–Unit SKPKD. dan salah satu KPPKD
di BPKAD dibantu oleh PPK–SKPKD.

D. Pengelola Keuangan Badan/Dinas/Sekretariat DPRD/Satuan Polisi


Pamong Praja/Badan Penghubung
1. Kepala SKPD merupakan pejabat Pengguna Anggaran (PA)/ Pengguna
Barang (PB) yang mendapat pelimpahan sebagian kekuasaan dari
Gubernur Jawa Timur dalam mengelola keuangan daerah.
130

2. Pengguna Anggaran (PA)/Pengguna Barang (PB) dengan pertimbangan


kesibukan tugas dan fungsinya, tingkatan daerah, besaran SKPD,
besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi,
rentang kendali dan/atau pertimbangan objektif lainnya, serta untuk
mendukung terciptanya efisiensi dan efektivitas pengelolaan anggaran
dan pelaksanaan program/kegiatan/subkegiatan dapat melimpahkan
sebagian kewenangannya kepada kepala unit SKPD atau Unit Pelaksana
Teknis (selanjutnya disingkat UPT) sebagai Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA).
3. Penunjukan KPA paling banyak 1 (satu) dalam 1 (satu) unit SKPD/UPT,
namun demikian tidak setiap unit SKPD harus ditunjuk sebagai KPA.
KPA adalah ASN yang menduduki jabatan struktural.
4. Dalam hal terdapat Jabatan Administrator di lingkungan SKPD
disetarakan menjadi Jabatan Fungsional Ahli Madya selaku Koordinator,
PA dapat melimpahkan sebagian kewenangannya selaku KPA sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan
5. Untuk membantu melaksanakan fungsinya, KPA dapat dibantu oleh 1
(satu) Bendahara Pengeluaran Pembantu, 1 (satu) Bendahara
Penerimaan Pembantu (untuk SKPD penghasil), dan 1 (satu) PPTK.
6. Setiap SKPD hanya memiliki 1 (satu) PPK–SKPD, 1 (satu) Bendahara
Pengeluaran dan 1 (satu) Bendahara Penerimaan (khusus SKPD
penghasil). Bagi SKPD menerima PAD namun tidak menunjuk/ memiliki
Bendahara Penerimaan/Bendahara Penerimaan Pembantu maka tugas
Bendahara Penerimaan/Bendahara Penerimaan Pembantu dirangkap
oleh Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu.
7. Bendahara Pengeluaran Pembantu bertanggungjawab secara fungsional
kepada Bendahara Pengeluaran dan secara administratif kepada KPA,
sedangkan Bendahara Penerimaan Pembantu bertanggungjawab secara
fungsional kepada Bendahara Penerimaan.
8. Untuk mempercepat proses penyelesaian administrasi keuangan daerah,
maka yang ditunjuk sebagai PPK–SKPD adalah pejabat struktural yang
memahami pengelolaan dan penatausahaan keuangan daerah. Dengan
demikian, PPK–SKPD adalah pejabat yang berada dibawah koordinasi
Sekretaris SKPD.
9. Dalam hal jabatan Kepala Bagian selaku jabatan Administrator/Kepala
Sub Bagian selaku Jabatan Pengawas disetarakan menjadi Jabatan
Fungsional Ahli Madya selaku Koordinator/Jabatan Fungsional Ahli
Muda selaku Sub Koordinator, ASN yang menduduki jabatan fungsional
tersebut sesuai dengan tugas dan fungsi dapat ditunjuk sebagai PPK–
SKPD.
10. Khusus untuk Gaji, Bendahara Pengeluaran dibantu oleh Pengurus Gaji
dalam menatausahakan belanja gaji sekaligus melaksanakan
pembayaran gaji. Guna mempermudah pelaksanaan pembayaran gaji,
Pengurus Gaji dapat dibantu oleh Pelaksana Administrasi Keuangan
yang berfungsi sebagai Penghubung Gaji.
11. Pelaksanaan belanja pegawai di SKPD hanya dikelola oleh KPA Tata
Usaha (TU) atau Sekretariat.
12. Untuk mendukung kelancaran pengelolaan keuangan daerah, masing-
masing SKPD dapat menunjuk Operator SIPD.
131

13. Untuk SKPD yang memiliki Unit SKPD dapat membentuk PPK–Unit
SKPD yang berfungsi sebagai verifikator atas belanja dan/atau
pendapatan (untuk dinas penghasil) yang dilakukan oleh Bendahara
Pengeluaran Pembantu/Bendahara Penerimaan Pembantu. 1 (satu) Unit
SKPD hanya dapat membentuk 1 (satu) PPK–Unit SKPD. Pembentukan
PPK–Unit SKPD ini mempertimbangkan kompleksitas anggaran yang
dikelola dan ketersediaan sumberdaya yang dimiliki di masing-masing
SKPD.
14. PPK–Unit SKPD merupakan Pegawai ASN yang menduduki jabatan
struktural untuk menjalankan fungsi penatausahaan keuangan unit
SKPD.
15. Dalam hal tidak terdapat jabatan struktural, PPK–Unit SKPD dapat
dijabat oleh Jabatan Fungsional Ahli Muda selaku Sub Koordinator
sesuai tugas dan fungsi penatausahaan keuangan pada unit SKPD
16. Untuk pelaksanaan dan pengendalian program, kegiatan atau
subkegiatan SKPD maka yang ditunjuk sebagai PPTK adalah pejabat
struktural satu tingkat dibawah PA (jika SKPD tidak memiliki KPA), atau
satu tingkat dibawah KPA (jika SKPD menunjuk KPA). Ketentuan ini
dikecualikan untuk UPT yang hanya memiliki 2 (dua) pejabat struktural.
Dalam hal tidak terdapat pegawai ASN yang menduduki jabatan
struktural, PA/KPA dapat menetapkan pejabat fungsional selaku PPTK.
17. Dalam hal tidak ada penetapan PPKom pada pengadaan Barang/Jasa,
PA/KPA menugaskan PPTK untuk melakanakan tugas PPKom, PPTK
yang melaksanakan tugas PPKom wajib memiliki sertifikasi kompetensi
dibidang pengadaan barang/jasa. Dalam hal PPTK belum memiliki
sertifikasi kompetensi di bidang pengadaan barang/jasa, wajib memiliki
sertifikat kompetensi pengadaan barang/jasa, tingkat dasar/level 1.
18. Terkait dengan pelaksanaan program/kegiatan/ subkegiatan, tugas dari
PPTK adalah menyiapkan dokumen kelengkapan untuk proses
pencairan atau pembayaran baik melalui mekanisme LS maupun
melalui dana UP/GU/TU. Setelah dokumen lengkap, PPTK menyerahkan
kepada Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu
untuk diproses pencairan/pembayarannya.
19. Khusus untuk pembayaran melalui dana UP/GU/TU, selain menyiapkan
dokumen kelengkapan, PPTK juga membuat Nota Pencairan Dana (NPD)
untuk ditandatangani oleh PA (jika SKPD tidak membentuk KPA) atau
KPA. Berdasarkan NPD tersebut, Bendahara Pengeluaran/Bendahara
Pengeluaran Pembantu membayarkan kepada pihak yang dimaksud
dalam NPD.
20. Bendahara Pengeluaran harus membuat laporan pertanggungjawaban
belanja minimal 1 (satu) bulan sekali kepada PA dan setiap bulan
menyampaikan laporan pertanggungjawaban fungsional kepada BPKAD
selaku BUD. Laporan yang dimaksud dikirimkan maksimal tanggal 10
bulan berikutnya.
21. Bendahara Penerimaan harus membuat laporan pertanggungjawaban
pendapatan setiap bulan kepada PA berdasarkan data dari masing-
masing Bendahara Penerimaan Pembantu, dan mengirimkan laporan
realisasi pendapatan kepada BPKAD selaku BUD sebagai bentuk
pertanggungjawaban fungsional. Laporan yang dimaksud dikirimkan
maksimal tanggal 10 bulan berikutnya.
132

22. PPK–SKPD harus membuat Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan


Penyerapan Anggaran SKPD setiap 1 (satu) bulan sekali untuk
ditandatangani oleh PA.
23. PA/KPA melakukan pemeriksaan kas yang dikelola oleh Bendahara
Penerimaan/Bendahara Penerimaan Pembantu dan Bendahara
Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu setiap bulan dengan
membuat Berita Acara Pemeriksaan Kas.
24. Pembukaan rekening di SKPD harus mendapat izin dari Gubernur dan
selanjutnya dituangkan dalam Keputusan Gubernur bagi:
a. Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu/
Bendahara Penerimaan/Bendahara Penerimaan Pembantu membuka
rekening pada PT. Bank Jatim.
b. Bendahara Penerimaan/Bendahara Penerimaan Pembantu dapat
membuka rekening selain pada PT. Bank Jatim untuk percepatan
pelayanan.
25. Bendahara Pengeluaran, Bendahara Pengeluaran Pembantu, dan
Pengelola APBD lainnya Non BLUD harus memberikan kuasa kepada
PT. Bank Jatim guna memindahbukukan Jasa Giro atas uang yang
dikelolanya ke Rekening Kas Umum Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor:
0011000477.

E. Pengelolaan Keuangan Pada UPT Dinas/Balai/Badan


1. Kepala UPT dapat bertindak sebagai KPA atas anggaran yang
dibebankannya, dan/atau dapat menerima anggaran dari KPA lain
(Sekretaris, Kepala Bidang Teknis terkait), serta dapat mengusulkan
rencana kegiatan/subkegiatan kepada Sekretaris, Kepala Bidang Teknis
terkait sebagai dasar penyusunan DPA SKPD.
2. Fungsi Kepala UPT sebagai KPA diusulkan oleh Kepala SKPD dengan
mempertimbangkan kompleksitas pekerjaan dan besaran alokasi
anggaran yang dikelolanya.
3. KPA UPT adalah ASN yang menduduki jabatan struktural. Dalam hal
terdapat Jabatan Administrator di lingkungan SKPD disetarakan
menjadi Jabatan Fungsional Ahli Madya selaku Koordinator, PA dapat
melimpahkan sebagian kewenangannya selaku KPA sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan
4. Untuk membantu melaksanakan fungsinya, KPA UPT dapat dibantu oleh
1 (satu) Bendahara Pengeluaran Pembantu, 1 (satu) Bendahara
Penerimaan Pembantu (untuk SKPD penghasil), dan 1 (satu) PPTK
5. Kepala UPT dapat membentuk PPK–Unit SKPD untuk fungsi tata usaha
keuangan di UPT dengan mempertimbangkan kompleksitas anggaran,
efisiensi, dan ketersediaan sumberdaya yang dimiliki.

F. Pengelolaan Keuangan Pada SKPD Sekretariat Daerah


1. Sekretaris Daerah merupakan pejabat Pengguna Anggaran
(PA)/Pengguna Barang (PB) yang mendapat pelimpahan sebagian
kekuasaan Kepala Daerah dalam mengelola keuangan daerah.
2. Berdasarkan pertimbangan beban kerja, Sekretaris Daerah dapat
melimpahkan sebagian kewenangannya kepada Kepala Biro selaku KPA
untuk melakukan pengelolaan keuangan.
133

3. Pengguna Anggaran memberikan kewenangan kepada Kepala Biro


selaku KPA untuk menandatangani SPM dan mengesahkan SPJ. Khusus
untuk SPM Gaji ditandatangani oleh Pengguna Anggaran.
4. Untuk membantu melaksanakan fungsinya, KPA Biro dapat dibantu oleh
1 (satu) Bendahara Pengeluaran Pembantu, 1 (satu) Bendahara
Penerimaan Pembantu (untuk Biro penghasil), dan 1 (satu) PPK–Unit
SKPD
5. Untuk mempercepat proses penyelesaian administrasi keuangan daerah,
maka yang ditunjuk sebagai PPK–Unit SKPD adalah pejabat struktural
yang memahami pengelolaan dan penatausahaan keuangan daerah.
6. Dalam hal jabatan Kepala Bagian selaku jabatan Administrator/Kepala
Sub Bagian selaku Jabatan Pengawas disetarakan menjadi Jabatan
Fungsional Ahli Madya selaku Koordinator/Jabatan Fungsional Ahli
Muda selaku Sub Koordinator, ASN yang menduduki jabatan fungsional
tersebut sesuai dengan tugas dan fungsi dapat ditunjuk sebagai PPK–
Unit SKPD.
7. Pada SKPD Sekretariat Daerah hanya terdapat 1 (satu) Bendahara
Pengeluaran, 1 (satu) Bendahara Penerimaan dan 1 (satu) PPK–SKPD
yang berkedudukan di Biro Umum.
8. Mengingat Bendahara Pengeluaran/Bendahara Penerimaan di
Sekretariat Daerah hanya berfungsi membuat Laporan Penyerapan
Belanja/Penerimaan Pendapatan dengan merekapitulasi Laporan
Penyerapan Belanja/Penerimaan Pendapatan dari Bendahara
Pengeluaran Pembantu/Bendahara Penerimaan Pembantu Biro, maka
jabatan Bendahara Pengeluaran/Bendahara Penerimaan dapat
dirangkap oleh 1 (satu) orang.
9. Untuk pelaksanaan dan pengendalian program, kegiatan atau sub
kegiatan, KPA di Biro dapat dibantu oleh pejabat struktural/Pejabat
Fungsional satu tingkat dibawah KPA di Biro sebagai PPTK.
10. Dalam hal tidak ada penetapan PPkom pada pengadaan Barang/Jasa,
PA/KPA menugaskan PPTK untuk melakanakan tugas PPKom, PPTK
yang melaksanakan tugas sebagai PPKom wajib memiliki sertifikasi
kompetensi dibidang pengadaan barang/jasa. Dalam hal PPTK belum
memiliki sertifikasi kompetensi di bidang pengadaan barang/jasa, wajib
memiliki sertifikat kompetensi pengadaan barang/jasa, tingkat dasar/
level 1.
11. Terkait dengan pelaksanaan program/kegiatan/ subkegiatan, tugas dari
PPTK adalah menyiapkan dokumen kelengkapan untuk proses
pencairan atau pembayaran baik melalui mekanisme LS maupun
melalui dana UP/GU/TU. Setelah dokumen lengkap, PPTK menyerahkan
kepada Bendahara Pengeluaran Pembantu Biro untuk diproses
pencairan/pembayarannya.
12. Khusus untuk pembayaran melalui dana UP/GU/TU, selain menyiapkan
dokumen kelengkapan, PPTK juga membuat Nota Pencairan Dana (NPD)
untuk ditandatangani oleh KPA. Berdasarkan NPD tersebut, Bendahara
Pengeluaran Pembantu membayarkan kepada pihak yang dimaksud
dalam NPD.
134

13. Pada Biro Umum ditunjuk Pengurus Gaji, sedangkan pada Biro lainnya
ditunjuk pelaksana administrasi keuangan sebagai Penghubung Gaji
yang dalam melaksanakan tugasnya wajib menyampaikan laporan
pertanggungjawaban gaji berupa bukti penerimaan pembayaran gaji
setiap bulan kepada Pengurus Gaji.
14. Bendahara Pengeluaran Pembantu/Bendahara Penerimaan Pembantu
setiap bulan mengirimkan Laporan Penyerapan Belanja/Realisasi
Pendapatan kepada Bendahara Pengeluaran/Bendahara Penerimaan
pada Biro Umum untuk direkap menjadi Laporan Penyerapan/Realisasi
Pendapatan Sekretariat Daerah.
15. Bendahara Pengeluaran Pembantu harus membuat Laporan Penyerapan
Belanja setiap bulan kepada Kepala Biro selaku KPA.
16. Bendahara Pengeluaran SKPD harus membuat Laporan Penyerapan
Belanja setiap bulan berdasarkan data dari masing-masing Bendahara
Pengeluaran Pembantu yang ditanda tangani oleh Pengguna Anggaran.
17. Bendahara Penerimaan SKPD harus membuat Laporan Realisasi
Pendapatan secara periodik setiap bulan berdasarkan data dari masing-
masing Bendahara Penerimaan Pembantu yang ditanda tangani oleh
Pengguna Anggaran.
18. PPK–SKPD harus membuat Laporan Realisasi Anggaran secara periodik
setiap bulan sekali kepada PA berdasarkan data dari masing-masing
PPK–Unit SKPD.
19. Bendahara Pengeluaran Pembantu dengan persetujuan KPA membuka
rekening bank pada PT. Bank Jatim setelah mendapat izin dari
Gubernur dan dituangkan dalam Keputusan Gubernur.
20. Bendahara Pengeluaran Pembantu dan Pengelola APBD lainnya
(misalnya: dana bergulir dan lain-lain) harus memberikan kuasa kepada
PT. Bank Jatim untuk memindahbukukan Jasa Giro atas uang yang
dikelolanya ke rekening Kas Umum Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor:
0011000477.
21. Bendahara Penerimaan Pembantu yang memiliki rekening pada PT.
Bank Jatim harus memberikan kuasa kepada PT. Bank Jatim guna
(memindahbukukan) Jasa Giro atas uang yang dikelolanya ke rekening
Kas Umum Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor: 0011000477.

G. Pengelola Keuangan Dana BOS dan BPOPP


1. Kepala Satuan Pendidikan Menengah (Satdikmen) Negeri dan Kepala
Satuan Pendidikan Khusus (Satdiksus) Negeri merupakan
Penanggungjawab Dana BOS dan Penanggungjawab Dana BPOPP.
2. Bendahara Dana BOS adalah Pegawai Negeri Sipil yang ditunjuk untuk
menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan dan
mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja dana BOS
pada Satdikmen Negeri dan Satdiksus Negeri.
3. Bendahara Dana BPOPP adalah Pegawai Negeri Sipil yang ditunjuk
untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan dan
mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja dana BPOPP
pada Satdikmen Negeri dan Satdiksus Negeri.
135

4. Bendahara Dana BOS dan Bendahara Dana BPOPP yang ditunjuk


adalah ASN dari tenaga kependidikan non guru. Jika tidak tidak
terdapat ASN tenaga kependidikan non guru, maka jabatan Bendahara
Dana BOS bisa dipegang oleh PNS tenaga kependidikan guru atau
dirangkap oleh Kepala Sekolah.

H. Bendahara yang mengelola Dana BOS dapat merangkap dengan


Bendahara Dana BPOPP apabila tidak ada lagi PNS yang ditunjuk menjadi
Bendahara

I. Pengelolaan Keuangan Dana BOS


1. Penanggungjawab Dana BOS dan Bendahara Dana BOS membuka
rekening dana BOS di bank umum milik pemerintah yang sehat yang
ditetapkan oleh Gubernur Jawa Timur.
2. Penanggungjawab Dana BOS mempertanggungjawabkan penggunaan
Dana BOS setiap bulan sejak diterimanya Dana BOS.
3. Penanggungjawab Dana BOS bertanggungjawab secara formal dan
material atas penggunaan Dana BOS yang diterimanya.
4. Penanggungjawab Dana BOS dan Bendahara Dana BOS ditetapkan oleh
Gubernur Jawa Timur atas usulan dari Kepala Dinas Pendidikan
Provinsi Jawa Timur.

J. Pengelolaan Keuangan Dana BPOPP


1. Penanggungjawab Dana BPOPP dan Bendahara Dana BPOPP membuka
rekening dana BPOPP di PT. Bank Jatim.
2. Penanggungjawab Dana BPOPP bertanggungjawab secara formal dan
material atas penggunaan Dana BPOPP yang diterimanya.
3. Penanggungjawab Dana BPOPP dan Bendahara Dana BPOPP ditetapkan
oleh Gubernur Jawa Timur atas usulan dari Kepala Dinas Pendidikan
Provinsi Jawa Timur.
4. Pencairan dana BPOPP menggunakan mekanisme UP/GU dengan
besaran UP/GU mengacu pada jumlah peserta didik di setiap Satdikmen
Negeri dan Satdiksus Negeri sesuai dengan Dapodik.
5. Penanggungjawab Dana BPOPP mempertanggungjawabkan penggunaan
Dana BPOPP setiap bulan sejak diterimanya Dana BPOPP.
6. Pertanggungjawaban Dana BPOPP dilakukan secara terpisah dari
pertanggungjawaban Dana UP/GU lainnya.
7. Pada akhir tahun, Bendahara Dana BPOPP wajib menyetorkan sisa dana
BPOPP ke Rekening Kas Umum Daerah secara non tunai dengan
menggunakan nomor Virtual Account dan menuliskan keterangan
“Penyetoran Sisa Kas BPOPP”.

K. Ketentuan Lain dalam Pelaksanaan Anggaran


1. Dalam hal pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dari pengelola keuangan
serta format pelaksanaannya agar mempedomani Peraturan Kepala
Daerah tentang Sistem dan Prosedur Penatausahaan Pengelolaan
Keuangan Daerah.
136

2. Penunjukan PA, KPA, PPK-SKPD, PPK-Unit SKPD, PPK-Unit SKPKD,


PPTK, Bendahara Pengeluaran, Bendahara Penerimaan, Bendahara
Pengeluaran Pembantu, dan Bendahara Penerimaan Pembantu
ditetapkan dengan Keputusan Gubernur Jawa Timur atas usulan Kepala
SKPD.
3. Penunjukan Pelaksana Administrasi Keuangan, Pengurus Gaji dan
Penghubung Gaji, Operator ditetapkan dengan Keputusan Kepala SKPD.
4. Pada awal tahun anggaran masing-masing SKPD dapat mengajukan Uang
Persediaan (UP) paling banyak sebesar 1/12 dari semua Anggaran Belanja
dikurangi Rencana Belanja yang akan di LS kan dalam 1 (satu) tahun.
5. Untuk memperlancar pelaksanaan APBD sebelum tahun anggaran
berkenaan, Kepala Daerah selaku pemegang kekuasaan pengelolaan
keuangan daerah menetapkan Keputusan tentang:
a. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Surat Penyediaan
Dana (SPD);
b. Pengguna Anggaran, Kuasa Pengguna Anggaran, PPKD selaku BUD,
dan Kuasa BUD;
c. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Surat Perintah
Membayar (SPM);
d. Pejabat yang diberi wewenang mengesahkan Surat
Pertanggungjawaban (SPJ);
e. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Surat Perintah
Pencairan Dana (SP2D);
f. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Surat Pengesahan
Belanja (SPB), Surat Pengesahan Pendapatan Transfer (SP2T), Surat
Pengesahan Pendapatan Hibah (SP2H), dan Surat Pengesahan
Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan (SP2BP);
g. Pejabat yang diberi Kewenangan menandatangani Bukti Memorial;
h. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran;
i. Bendahara Penerimaan Pembantu dan Bendahara Pengeluaran
Pembantu; dan
j. Pejabat lainnya dalam rangka pelaksanaan APBD.
Keputusan Gubernur tersebut didasarkan atas usulan dari Kepala
SKPD/ Kepala Biro/Kepala SKPKD.
6. Untuk menciptakan tertib administrasi keuangan, secara garis besar
pelaksanaan anggaran diatur sebagai berikut:
a. Penerbitan SPD merupakan prosedur yang harus dilaksanakan
untuk menyediakan kredit anggaran sebagai dasar pengajuan SPP.
b. Penerbitan SPD Gaji, Belanja dan Pembiayaan yang bersumber dari
dana fungsional dapat dilakukan setahun sekali.
c. Penerbitan SPD selain gaji dan fungsional diatur sebagai berikut:
1) Triwulan I : ± 20%
2) Triwulan II : ± 35%
3) Triwulan III : ± 25%
4) Triwulan IV : ± 20%
Dengan toleransi masing-masing semester sebesar +5% (lima persen).
d. Permintaan tambahan penyediaan dana dapat dilakukan oleh SKPD,
disesuaikan dengan kebutuhan dan atas persetujuan PPKD.
e. Untuk restitusi pendapatan rutin dan berulang atau restitusi atas
pendapatan pada tahun berjalan dapat dilakukan melalui SPD
pengembalian rekening.
137

f. Untuk restitusi atas pendapatan yang diterima pada tahun


sebelumnya dilakukan dengan membebankan pada Belanja Tidak
Terduga setelah mendapatkan persetujuan dari PPKD selaku BUD.
7. Dalam menunjuk pegawai sebagai Pengelola Keuangan Daerah perlu
memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut:
a. Pegawai Negeri Sipil Daerah Provinsi;
b. Diusulkan oleh Kepala SKPD;
c. Serendah-rendahnya menduduki golongan II;
d. Tidak sedang menjalani hukuman disiplin;
e. Tidak merangkap sebagai Bendahara yang dananya bersumber
dari APBN.
8. Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu dan
Bendahara Penerimaan/Bendahara Penerimaan Pembantu sebagai
pengelola keuangan daerah yang bersumber dari APBD tidak
diperkenankan merangkap sebagai pengelola keuangan daerah yang
dananya bersumber dari APBN.
9. PPK–SKPD/PPK–Unit SKPD tidak boleh merangkap sebagai pejabat yang
bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara/daerah,
bendahara, dan/atau PPTK.
10. Pengisian dokumen penatausahaan penerimaan dan pengeluaran dapat
menggunakan aplikasi komputer dan/atau alat elektronik lainnya.
11. Agar tidak mengganggu pelaksanaan pertanggungjawaban keuangan
daerah, bagi PNS yang 6 bulan akan memasuki usia pensiun tidak
diperkenankan menjabat sebagai KPA/Bendahara Pengeluaran/
Bendahara Pengeluaran Pembantu/ Bendahara Penerimaan/Bendahara
Penerimaan Pembantu.
12. Dalam hal PA/KPA di Sekretariat Daerah berhalangan, maka
diperlakukan sebagai berikut:
a. Berhalangan sementara:
Jika PA/KPA di Sekretariat Daerah berhalangan Sementara, maka
PA/KPA menunjuk Pejabat satu tingkat di bawahnya yang
membidangi keuangan untuk melakukan tugas-tugas atas
tanggungjawab sebagai PA/KPA dengan dilampiri Surat Tugas dan
diadakan Berita Acara Serah Terima Keuangan.
Dalam hal PA/KPA di Sekretariat Daerah berhalangan sementara,
namun tidak dapat menunjuk Pejabat satu tingkat di bawahnya,
maka guna kelancaran tugas secara otomatis Pejabat satu tingkat di
bawahnya yang membidangi keuangan untuk melakukan tugas-tugas
atas tanggungjawab sebagai PA/KPA sampai dengan PA/KPA dapat
menunjuk dan menerbitkan surat tugas.
b. Berhalangan tetap (pensiun/meninggal dunia):
Jika PA/KPA di Sekretariat Daerah berhalangan Tetap, BKD membuat
usulan pengganti Kepala SKPD selaku PA/Kepala Biro selaku KPA
kepada Gubernur, sambil menunggu Surat Perintah Tugas dari
Gubernur untuk sementara tugas-tugas atas tanggungjawab sebagai
PA/KPA dilakukan oleh Pejabat satu tingkat di bawahnya yang
membidangi keuangan.
13. Dalam hal KPA pada Dinas/Badan/Sekreariat DPRD/Satpol PP/PPK–
SKPD/PPK–Unit SKPD/PPK-Unit SKPKD/PPTK berhalangan maka
diperlakukan sebagai berikut:
138

a. Jika berhalangan sementara:


1) melebihi 3 (tiga) hari sampai selama-lamanya 1 (satu) bulan, Kepala
SKPD wajib menunjuk pejabat yang diberi kuasa dan ditunjuk
untuk melakukan tugas-tugas atas tanggung jawab dan diadakan
Berita Acara Serah Terima Keuangan;
2) melebihi 1 (satu) bulan sampai selama-lamanya 3 (tiga) bulan,
harus ditunjuk KPA pada Dinas/Badan/Sekreariat DPRD/Satpol
PP/ PPK–SKPD/ PPK–Unit SKPD/ PPK-Unit SKPKD/PPTK baru oleh
Kepala SKPD dan diadakan Berita Acara Serah Terima keuangan;
3) melebihi 3 (tiga) bulan tidak dapat melaksanakan tugas, yang
bersangkutan dianggap telah mengundurkan diri atau berhenti dari
jabatan sebagai KPA pada Dinas/Badan/Sekreariat DPRD/Satpol
PP/ PPK–SKPD/ PPK–Unit SKPD/ PPK-Unit SKPKD/PPTK dan
harus segera diusulkan penggantinya.
4) Dalam hal KPA pada Dinas/Badan/Sekreariat DPRD/Satpol PP
/PPK–SKPD/PPK–Unit SKPD/PPK-Unit SKPKD/PPTK mengikuti
Diklat Kepemimpinan, pada saat mengikuti proses pembelajaran di
kelas, semua tugas dan kewenangannya untuk sementara
digantikan dengan menunjuk seorang pelaksana harian (Plh).
b. Jika berhalangan tetap (dimutasi/pensiun/meninggal dunia):
Dalam hal KPA Dinas/Badan/Sekreariat DPRD/Satpol PP/ PPK–
SKPD/PPK–Unit SKPD/PPK-Unit SKPKD/PPTK berhalangan tetap,
maka Kepala SKPD menunjuk penggantinya, sambil menunggu
pejabat definitif pejabat yang ditunjuk dapat melaksanakan tugas-
tugas dan tanggungjawab sebagai KPA/PPK–SKPD/PPK–Unit
SKPD/PPK-Unit SKPKD/PPTK dengan melampirkan sebagai berikut:
1. Keputusan Penunjukan Sementara oleh Kepala SKPD;
2. Berita Acara Serah Terima keuangan (kecuali yang meninggal
dunia).
Apabila KPA berhalangan baik tetap/sementara jika tidak ditunjuk
penggantinya kewenangannya secara otomatis menjadi kewenangan
PA.
14. Dalam hal Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu
/Bendahara Penerimaan/Bendahara Penerimaan Pembantu berhalangan
maka diperlakukan sebagai berikut:
a. Jika berhalangan sementara:
1) melebihi 3 (tiga) hari sampai selama-lamanya 1 (satu) bulan, Kepala
SKPD wajib menunjuk pegawai yang diberi kuasa dan ditunjuk
untuk melakukan tugas-tugas atas tanggung jawab dan diadakan
Berita Acara Serah Terima Keuangan;
2) melebihi 1 (satu) bulan sampai selama-lamanya 3 (tiga) bulan,
harus ditunjuk penggantinya oleh Kepala SKPD dan diadakan
Berita Acara Serah Terima keuangan;
3) melebihi 3 (tiga) bulan tidak dapat melaksanakan tugas, yang
bersangkutan dianggap telah mengundurkan diri atau berhenti dari
jabatan fungsionalnya sebagai Bendahara Pengeluaran/Bendahara
Pengeluaran Pembantu/Bendahara Penerimaan/Bendahara
Penerimaan Pembantu dan harus segera diusulkan penggantinya.
139

b. Jika berhalangan tetap (mutasi/pensiun/meninggal dunia):


Dalam hal Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran
Pembantu/Bendahara Penerimaan/Bendahara Penerimaan
Pembantu, Kepala SKPD membuat usulan penggantian kepada
Gubernur melalui BPKAD, sambil menunggu terbitnya Keputusan
Kepala Daerah, pegawai yang ditunjuk dapat melaksanakan tugasnya
dengan melampirkan sebagai berikut:
1) Keputusan Penunjukan Sementara oleh Kepala SKPD;
2) Berita Acara Serah Terima keuangan (kecuali yang meninggal
dunia);
3) Usulan penggantian Bendahara Pengeluaran/Bendahara
Pengeluaran Pembantu/Bendahara Penerimaan/Bendahara
Penerimaan Pembantu.
15. Dalam rangka penerapan sistem dan prosedur penatausahaan secara
daring, maka ditetapkan pejabat/pegawai yang diberi kewenangan
untuk memberikan tanda tangan digital, yaitu:
a. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) selaku Bendahara
Umum Daerah (BUD);
b. Kuasa Bendahara Umum Daerah (Kuasa BUD);
c. Pengguna Anggaran;
d. Kuasa Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (KPPKD);
e. Kuasa Pengguna Anggaran di Sekretariat Daerah;
f. Sekretaris SKPD/KPA yang membidangi Keuangan atau Pejabat lain
yang ditunjuk;
g. Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu;
h. Bendahara Penerimaan;
i. Bendahara Penerimaan Pembantu;
16. Implementasi penatausahaan secara daring menyebabkan proses
penandatanganan secara digital dapat dilakukan tanpa dibatasi jam
kerja secara formal maupun tempat kerja, selama tidak berhalangan
sementara/berhalangan tetap.
17. Guna memudahkan proses administrasi pembuatan sertifikat tanda
tangan elektronik dan percepatan pelayanan administrasi keuangan,
dibuat ketentuan sebagai berikut:
a. Jika PA/KPA di Sekretariat Daerah berhalangan tetap/sementara
sehingga tidak dapat menjalankan tugas, maka tugas
penandatanganan SPM dan Pengesahan SPJ secara digital
dilimpahkan kepada Pejabat yang membidangi keuangan atau
pejabat lain yang diberi wewenang untuk menanda tangani SPM
sampai ditunjuk pejabat penggantinya.
b. Jika PPKD selaku BUD tidak dapat menjalankan tugas, maka tugas
penandatanganan digital dilimpahkan kepada Kuasa BUD.
c. Pemerintah Provinsi Jawa Timur menetapkan lebih dari
1 (satu) orang yang memegang jabatan sebagai Kuasa BUD, sehingga
ketika salah satu Kuasa BUD berhalangan tetap bisa digantikan oleh
Kuasa BUD lainnya.
140

L. Belanja Operasional Perangkat Daerah

Belanja operasional merupakan belanja yang dibutuhkan setiap


Perangkat Daerah (PD) dalam menjalankan operasional kantor selama 1
(satu) tahun anggaran. Sehingga rincian belanja operasional minimum
(selama 12 bulan) yang harus ada disetiap penyusunan dokumen anggaran
antara lain:
1. Belanja Gaji dan Tunjangan ASN;
2. Belanja Honorarium Penanggungjawaban Pengelola Keuangan;
3. Belanja Gaji Pegawai Tidak Tetap dengan Perjanjian Kerja (PTT-PK);
4. Belanja Tagihan Telepon;
5. Belanja Tagihan Air;
6. Belanja Tagihan Listrik;
7. Belanja Kawat/Faksimili/Internet/TV Berlangganan;
8. Belanja Pembayaran Pajak, Bea, dan Perizinan (Pajak kendaraan R4
dan R2);
9. Belanja Asuransi Barang Milik Daerah (Gedung, Kendaraan);
10. Belanja Pemeliharaan Bermotor (Kendaraan R4 dan R2);
11. Belanja Bahan-Bahan Bakar;
12. Belanja Jasa Kebersihan;
13. Belanja Jasa Keamanan;
14. Pemeliharaan dan perawatan AC; dan/atau
15. Belanja Langganan Majalah dan Koran.
141

BAB IX
PENATAUSAHAAN KEUANGAN DAERAH

A. Prosedur Penatausahaan Bendahara Penerimaan


1. Mekanisme Penerimaan dan Penyetoran PAD ke Rekening Kas Umum
Daerah.
a. Mekanisme penerimaan PAD secara tunai kepada Bendahara
Penerimaan/Bendahara Penerimaan Pembantu/kasir/petugas loket
penerimaan:
1) Wajib bayar menyetor PAD sesuai dengan nilai yang tertera pada
Surat Ketetapan Pajak Daerah/Surat Ketetapan Retribusi
Daerah/Dokumen lain yang dipersamakan kepada Bendahara
Penerimaan (BPn)/Bendahara Penerimaan Pembantu (BPnP)/
Kasir/Loket Penerimaan di SKPD yang bersangkutan.
2) BPn/BPnP/kasir/petugas loket penerimaan membuat tanda bukti
penerimaan, menyerahkan tembusan dari tanda bukti penerimaan
tersebut kepada wajib bayar, dan menyimpan lembar ke-1.
3) BPn/BPnP/kasir/petugas loket penerimaan menyetorkan
penerimaan pendapatan ke RKUD dengan menggunakan nomor
Virtual Account (VA) yang dihasilkan dari aplikasi PAD Online.
Nomor VA tersebut terhubung langsung ke rekening RKUD pada
PT. Bank Jatim (Nomor: 0011000477). BPn/BPnP/kasir/petugas
loket penerimaan wajib menyetorkan seluruh penerimaan tersebut
paling lambat dalam waktu 1 (satu) hari kerja.
4) Dalam hal obyek pendapatan daerah tersebar secara geografis sulit
dijangkau dengan komunikasi, transportasi dan keterbatasan
pelayanan jasa keuangan, serta kondisi objektif lainnya,
penyetoran penerimaan ke RKUD pada PT. Bank Jatim (Nomor:
0011000477) dapat melebihi 1 (satu) hari, yaitu paling lama
seminggu sekali dengan persetujuan Kepala SKPD, sedangkan
penyetoran lebih dari seminggu dengan Peraturan Gubernur.
5) PT. Bank Jatim pada hari yang sama saat penerimaan
menyerahkan Slip Bukti Pembayaran yang telah divalidasi oleh
petugas bank lembar ke-1 kepada penyetor, dan menyimpan
lembar ke-2.
6) Setelah PT. Bank Jatim memvalidasi penerimaan pendapatan,
BPn/BPnP mencetak STS dan menandatanganinya secara digital.
STS tersebut dicetak rangkap 3 (tiga): lembar ke-1 untuk fungsi
akuntansi di PPK–SKPD, lembar ke-2 untuk SPJ Pendapatan ke
PPK–SKPD atau PPK–Unit SKPD, lembar ke-3 untuk arsip.
7) Dalam hal tanda tangan tidak dapat dilakukan secara digital,
BPn/BPnP mencetak STS rangkap 3 (tiga) dan membubuhkan
tanda tangan basah.
8) Dalam hal BPn/BPnP/kasir/petugas loket penerimaan tidak
berhasil mendapatkan nomor VA, penyetoran PAD ke RKUD pada
PT. Bank Jatim (Nomor: 0011000477) menggunakan slip setoran,
dengan menuliskan sub rincian obyek pendapatan di kolom
keterangan.
142

Petugas bank wajib memberikan tembusan dari slip setoran yang


sudah divalidasi kepada penyetor dan menyimpan slip setoran
lembar ke-1. Slip setoran ini merupakan dasar pencatatan ke
dalam BKU sebagai pengiring STS yang dibuat ketika aplikasi
sudah berjalan normal.
9) Penerimaan daerah harus disetor seluruhnya ke RKUD pada PT.
Bank Jatim Nomor: 0011000477 dan dilarang mempergunakan
langsung untuk membiayai pengeluaran berkenaan dengan
penerimaan daerah tersebut, kecuali ditentukan lain oleh
Gubernur.
b. Mekanisme Penerimaan PAD secara Tunai kepada PT. Bank Jatim:
1) Wajib bayar menghubungi BPn/BPnP/kasir/petugas loket
penerimaan untuk meminta informasi tentang jumlah/besaran
nilai yang harus disetorkan ke RKUD sesuai dengan Surat
Ketetapan Pajak Daerah/Surat Ketetapan Retribusi Daerah/
Dokumen lain yang dipersamakan. BPn/BPnP/kasir/petugas loket
penerimaan membuatkan Pengantar STS yang menghasilkan
nomor VA melalui aplikasi PAD Online.
2) BPn/BPnP/kasir/petugas loket penerimaan menginformasikan
nomor VA yang tertera pada Pengantar STS kepada wajib bayar.
3) Wajib bayar menyetorkan pendapatan ke Bank Jatim secara tunai
dengan menginformasikan nomor VA kepada petugas Bank Jatim.
Masa berlaku nomor VA untuk penyetoran paling lama 30 (tiga
puluh) hari kalender.
4) PT. Bank Jatim menerima setoran dan menerbitkan Slip Bukti
Pembayaran. Selanjutnya petugas bank menyerahkan Slip Bukti
Pembayaran lembar ke-1 kepada penyetor, dan menyimpan lembar
ke-2. Penerimaan daerah harus masuk seluruhnya ke RKUD
(Nomor: 0011000477) pada hari yang sama dengan penerimaan.
5) Wajib bayar harus mengirim Slip Bukti Pembayaran ke
BPn/BPnP/kasir/petugas loket penerimaan terkait. Pengiriman
bukti dapat dilakukan secara elektronik seperti fax, surat
elektronik (e-mail), atau media komunikasi lainnya.
6) Setelah PT. Bank Jatim memvalidasi penerimaan pendapatan,
BPn/BPnP mencetak STS dan menandatanganinya secara digital.
STS tersebut dicetak rangkap 3: lembar ke-1 untuk fungsi
akuntansi di PPK–SKPD, lembar ke-2 untuk SPJ Pendapatan ke
PPK–SKPD atau PPK–Unit SKPD, lembar ke-3 untuk arsip.
7) Dalam hal tanda tangan tidak dapat dilakukan secara digital,
BPn/BPnP mencetak STS rangkap 3 dan membubuhkan tanda
tangan basah.
8) Dalam hal terdapat kendala teknis yang menyebabkan wajib bayar
tidak mendapatkan nomor VA dari BPn/BPnP/kasir/petugas loket
penerimaan, penyetoran PAD dilakukan ke RKUD pada PT. Bank
Jatim (Nomor: 0011000477) menggunakan slip setoran dengan
menuliskan sub rincian obyek pendapatan di kolom keterangan.
Petugas Bank wajib menerima penyetoran pendapatan tersebut
dan memberikan tembusan dari slip setoran yang sudah divalidasi
kepada penyetor dan menyimpan slip setoran lembar ke-1.
143

Wajib bayar menginformasikan slip setoran yang sudah divalidasi


oleh Bank Jatim kepada BPn/BPnP/kasir/petugas loket
penerimaan yang ditindaklanjuti dengan pembuatan STS sebagai
sarana untuk mencatat ke dalam BKU.
c. Mekanisme Penerimaan PAD Langsung ke Rekening Kas Umum
Daerah/RKUD (secara non-tunai):
1) Wajib bayar menghubungi BPn/BPnP/kasir/petugas loket
penerimaan untuk meminta informasi tentang jumlah besaran
nilai yang harus disetorkan ke RKUD sesuai dengan Surat
Ketetapan Pajak Daerah/Surat Ketetapan Retribusi
Daerah/Dokumen lain yang dipersamakan.
2) BPn/BPnP/kasir/petugas loket penerimaan membuat Pengantar
STS secara daring dan menghasilkan nomor VA melalui aplikasi
PAD Online yang sudah mengandung kode rekening (sub rincian
objek) yang sesuai dengan jenis pendapatan dan keterangan jenis
penyetoran.
3) Berdasarkan informasi nomor VA yang diperoleh dari
BPn/BPnP/kasir/petugas loket penerimaan, wajib bayar
melakukan pembayaran secara elektronik melalui layanan
pembayaran elektronik seperti Anjungan Tunai Mandiri (ATM),
Mobile Banking atau Internet Banking.
4) Wajib bayar mentransfer dana sebesar nilai yang tertera pada
Surat Ketetapan Pajak Daerah/Surat Ketetapan Retribusi Daerah/
Dokumen lain yang dipersamakan ke nomor VA yang diberikan
oleh BPn/BPnP/kasir/petugas loket penerimaan. Selanjutnya
wajib bayar mendapatkan bukti transfer (sebagai bukti yang sah
setoran pajak/retribusi/lain-lain pendapatan asli daerah yang
sah).
5) Wajib bayar harus mengirim bukti transfer ke BPn/BPnP/
kasir/petugas loket penerimaan terkait. Pengiriman bukti transfer
dapat dilakukan secara elektronik seperti fax, surat elektronik (e-
mail), atau media komunikasi lainnya.
6) Setelah PT. Bank Jatim memvalidasi penerimaan pendapatan,
BPn/BPnP mencetak STS dan menandatanganinya secara digital.
STS tersebut dicetak rangkap 3 (tiga): lembar ke-1 untuk fungsi
akuntansi di PPK–SKPD, lembar ke-2 untuk SPJ Pendapatan ke
PPK–SKPD atau PPK–Unit SKPD, lembar ke-3 untuk arsip.
7) Dalam hal tanda tangan tidak dapat dilakukan secara digital,
BPn/BPnP mencetak STS rangkap 3 (tiga) dan membubuhkan
tanda tangan basah.
8) Dalam hal terdapat kendala teknis yang menyebabkan wajib bayar
tidak mendapatkan nomor VA dari BPn/BPnP/kasir/petugas loket
penerimaan, penyetoran PAD dilakukan dengan mentransfer ke
RKUD pada PT. Bank Jatim (Nomor: 0011000477) secara
elektronik melalui layanan pembayaran elektronik seperti ATM,
Mobile Banking, atau Internet Banking. Selanjutnya bukti transfer
tersebut diserahkan ke BPn/BPnP/kasir/petugas loket
penerimaan secara elektronik seperti fax, surat elektronik (e-mail),
atau media komunikasi lainnya.
144

9) Berdasarkan bukti transfer yang masuk melalui nomor VA


ataupun langsung ke RKUD Nomor: 0011000477, Bank Jatim
membuat nota kredit dan mengirimkan rekening koran secara
harian ke BPKAD Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
2. Mekanisme/Tata Cara Penerimaan PAD pada Badan Pendapatan Daerah
Provinsi Jawa Timur.
a. Tata Cara Penerimaan, Penyetoran dan Pelaporan Pemungutan yang
ditangani Badan Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur yang
dilaksanakan oleh Bendahara Penerimaan Pembantu (BPnP), antara
lain:
1) Kasir Penerimaan pada Samsat Induk dan UPT menerima
pembayaran secara tunai dari Wajib Pajak dan Wajib Retribusi;
2) Kasir Penerimaan menyerahkan uang kepada Bendahara
Penerimaan Pembantu (BPnP) pada hari yang sama dengan
disertai Tanda Terima Pembayaran dan Tanda Bukti Penerimaan
(TBP);
3) Bendahara Penerimaan Pembantu (BPnP) menyetorkan seluruh
penerimaan pada hari yang sama ke Rekening Kas Umum Daerah
Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan nomor VA yang
terhubung langsung ke rekening RKUD pada PT. Bank Jatim
(Nomor: 0011000477);
4) PT. Bank Jatim pada hari yang sama saat penerimaan,
menyerahkan Slip Bukti Pembayaran yang telah divalidasi oleh
petugas bank sebanyak 4 (empat) lembar: lembar ke-1 untuk
fungsi akuntansi di PPK–SKPD, lembar ke-2 untuk BPnP, Lembar
ke-3 untuk BPn dan lembar ke-4 untuk untuk diarsip bank;
5) Setelah PT. Bank Jatim memvalidasi penerimaan pendapatan,
BPn/BPnP mencetak STS dan menandatanganinya. STS tersebut
dicetak rangkap 4 (empat): lembar ke-1 untuk fungsi akuntansi di
PPK–SKPD, lembar ke-2 untuk SPJ Pendapatan ke PPK–SKPD,
Lembar ke -3 untuk PPK–Unit SKPD, lembar ke-4 untuk arsip;
6) Dalam hal BPn/BPnP/kasir/petugas loket penerimaan tidak
berhasil mendapatkan nomor VA, penyetoran PAD ke RKUD pada
PT. Bank Jatim (Nomor: 0011000477) menggunakan slip setoran,
dengan menuliskan sub rincian obyek pendapatan di kolom
keterangan;
7) Dalam hal objek pendapatan daerah tersebar secara geografis sulit
dijangkau dengan komunikasi, transportasi dan keterbatasan
pelayanan jasa keuangan, serta kondisi objektif lainnya,
penyetoran penerimaan ke RKUD pada PT. Bank Jatim (Nomor:
0011000477) dapat melebihi 1 (satu) hari, yaitu paling lama
seminggu sekali dengan persetujuan Kepala SKPD, sedangkan
penyetoran lebih dari seminggu dengan Peraturan Gubernur;
8) Bendahara Penerimaan Pembantu (BPnP) setiap hari melaporkan
penerimaan ke Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
Provinsi Jawa Timur yang terdiri dari:
a) Surat Tanda Setoran yang telah ditandatangani dan distempel
oleh BPnP;
b) Slip/Kwitansi Validasi VA yang telah disahkan oleh PT. Bank
Jatim;
145

9) Bendahara Penerimaan Pembantu (BPnP) mencatat penerimaan


dan penyetoran dalam:
a) Buku Kas Umum Penerimaan (BPn-1);
b) Rekapitulasi Penerimaan Harian (BPn-2);
c) Pencatatan Penerimaan sebagaimana tersebut pada poin a) dan
b) setelah ditutup ditandatangani Bendahara Penerimaan
Pembantu (BPnP) dan diketahui Kepala UPT;
10) Bendahara Penerimaan Pembantu (BPnP) satu minggu sekali
menyampaikan pertanggungjawaban kepada Bendahara
Penerimaan (BPn) yang terdiri dari:
a) Surat Tanda Setoran (STS) yang telah ditandatangani dan
distempel oleh BPnP;
b) Slip/Kwitansi Validasi VA yang telah disahkan oleh PT. Bank
Jatim;
c) Laporan Mingguan;
11) Bendahara Penerimaan Pembantu (BPnP) setiap bulan
menyampaikan kepada Bendahara Penerimaan (BPn):
a) Surat Tanda Setoran (STS), Slip/Kwitansi validasi VA dari Bank
dan Laporan Mingguan di minggu terakhir yang belum
disampaikan ke BPn;
b) Rekapitulasi Penerimaan Harian (BPn-2);
c) Laporan Realisasi Pendapatan;

b. Mekanisme Penerimaan dan Penyetoran untuk pelayanan unggulan


Samsat Drive Thru, Payment Point, Samsat Keliling, Samsat Corner dan
Samsat Kepulauan yang tidak dapat dilakukan secara langsung oleh
Bendahara Penerimaan Pembantu (BPnP), antara lain:
1) Kasir Penerimaan menerima pembayaran dari Wajib Pajak;
2) Kasir penerimaan membuat Tanda Bukti Penerimaan dan
menyampaikan ke BPnP;
3) BPnP membuatkan nomor VA untuk selanjutnya diinformasikan
ke kasir;
4) Kasir Penerimaan menyetorkan seluruh penerimaan pada hari
yang sama ke Rekening Kas Umum Daerah Provinsi Jawa Timur
dengan menggunakan nomor VA yang terhubung langsung ke
rekening RKUD pada PT. Bank Jatim (Nomor: 0011000477);
5) Kasir Penerimaan menyerahkan bukti penyetoran ke Bendahara
Penerimaan Pembantu (BPnP) yang terdiri dari Tanda Terima
Pembayaran, Tanda Bukti Penerimaan (TBP), dan Slip/Kwitansi
Validasi VA.
c. Mekanisme Penerimaan dan Penyetoran secara Elektronik (Non
Tunai), antara lain:
1) Wajib Pajak melakukan pembayaran secara elektronik melalui
layanan pembayaran elektronik dan channel perbankan ATM, ATM
Samsat Jatim, e-Samsat Jatim, Mobile Banking, Internet Banking,
SMS Banking, Payment Point Online Bank (PPOB), Electronic Data
Capture (EDC), PT POS Indonesia (Persero) maupun transaksi
elektronik dalam bentuk lainnya;
146

2) Bendahara Penerimaan Pembantu (BPnP) melakukan Rekonsiliasi


penerimaan dengan Bank Penerima/Non Bank Penerima
pembayaran Non Tunai pada hari yang sama atau paling lambat
pada 1 (satu) hari kerja berikutnya;
3) Bank Penerima/Non Bank Penerima melakukan transfer
penerimaan ke Rekening Penampungan Sementara (RPS) Pajak
dan Retribusi Daerah Nomor 0011150000 pada PT. Bank Jatim
berdasarkan hasil Rekonsiliasi sebagaimana tersebut pada poin 2);
4) Bendahara Penerimaan Pembantu (BPnP) menyetorkan
penerimaan pada hari yang sama dengan poin 3) ke Rekening Kas
Umum Daerah Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan nomor
VA yang terhubung langsung ke rekening RKUD pada PT. Bank
Jatim (Nomor: 0011000477);
5) Dalam hal BPnP tidak berhasil mendapatkan nomor VA,
penyetoran PAD ke RKUD pada PT. Bank Jatim
(Nomor: 0011000477) menggunakan slip setoran, dengan
menuliskan sub rincian obyek pendapatan di kolom keterangan.
3. Administrasi dan Pertanggungjawaban Penerimaan PAD pada SKPD.
a. Administrasi pencatatan penerimaan dan penyetoran Pendapatan di
Bendahara Penerimaan/Bendahara Penerimaan Pembantu terdiri
dari:
1) Buku Kas Umum Penerimaan (BPn-1)
Pencatatan pada Buku Kas Umum dilaksanakan setiap hari dan
ditutup setiap akhir bulan; dan
2) Rekapitulasi Penerimaan Harian (BPn-2);
Pencatatan penerimaan sebagaimana poin 1) dan 2) menggunakan
aplikasi PAD Online, ditutup setiap akhir bulan, dan
ditandatangani oleh Bendahara Penerimaan/Bendahara
Penerimaan Pembantu dan diketahui oleh Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran pada SKPD atau Kuasa
Pengguna Anggaran pada Bagian (khusus untuk biro di
lingkungan Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur).
b. Pertanggungjawaban penerimaan pendapatan oleh Bendahara
Penerimaan/Bendahara Penerimaan Pembantu kepada Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran terdiri dari:
1) Tindasan Buku Kas Umum;
2) Surat Ketetapan Pajak Daerah/Surat Ketetapan Retribusi
Daerah/Dokumen yang dipersamakan;
3) Tanda Bukti Penerimaan (TBP) atau bukti penerimaan lainnya;
4) Surat Tanda Setoran (STS) dan/atau bukti penyetoran lainnya
yang disetarakan;
5) Rekapitulasi Penerimaan Harian (BPn-2);
6) Laporan Realisasi Pendapatan (BPn-3); dan
7) Laporan Piutang (BPn-4).
Langkah-langkah penyampaian pertanggungjawaban pendapatan
secara administratif dan fungsional sebagai berikut:
1) Bendahara Penerimaan/Bendahara Penerimaan Pembantu
menyampaikan laporan pertanggungjawaban pendapatan
secara administratif kepada PA/KPA melalui PPK–SKPD atau
PPK–Unit SKPD paling lambat tanggal 5 (lima) bulan
berikutnya.
147

2) PPK–SKPD atau PPK–Unit SKPD memverifikasi laporan


pertanggungjawaban pendapatan dan menerbitkan Laporan
Penerimaan dan Penyetoran Pendapatan SKPD (PPK-3.3) untuk
setiap BPn/BPnP maksimal tanggal 5 (lima) bulan berikutnya.
3) Bendahara Penerimaan merekapitulasi Laporan Realisasi
Pendapatan dari Bendahara Penerimaan Pembantu yang telah
diverifikasi oleh PPK–SKPD atau PPK–Unit SKPD.
4) Bendahara Penerimaan menyampaikan pertanggungjawaban
pendapatan secara fungsional kepada PPKD paling lambat
tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya.
5) PPKD melakukan verifikasi, evaluasi, dan analisis atas laporan
pertanggungjawaban penerimaan dalam rangka rekonsiliasi
penerimaan.

4. Ketentuan Khusus
a. Kepala SKPD selaku Pengguna Anggaran (PA) dapat mengajukan izin
membuka Rekening Bendahara Penerimaan pada PT. Bank Jatim
kepada Gubernur, jika diperlukan untuk percepatan pelayanan ke
masyarakat, UPT/Bidang dapat membuka Rekening Bendahara
Penerimaan Pembantu di Bank Umum yang sehat sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah, melalui Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD)
selaku Bendahara Umum Daerah (BUD), untuk ditetapkan SK
Gubernur.
b. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) selaku Bendahara Umum
Daerah (BUD) dapat mendepositokan dan/atau melakukan investasi
jangka pendek atas uang daerah yang sementara belum digunakan
sepanjang tidak mengganggu likuiditas keuangan daerah, tugas
daerah, dan kualitas pelayanan, serta dapat ditarik sebagian atau
seluruhnya ke RKUD oleh BUD setiap saat diperlukan.
c. Pemerintah Daerah melakukan penempatan kas daerah dalam bentuk
deposito pada Bank yang ditunjuk sebagai penempatan RKUD yang
menjadi Bank Persepsi atau Bank Pembangunan Daerah.
d. Deposito dan/atau investasi jangka pendek harus disetor ke RKUD
paling lambat per 31 Desember tahun anggaran berkenaan.
e. Ketentuan teknis lebih lanjut tentang mekanisme/tata cara
penerimaan dan penyetoran serta pertanggungjawaban penerimaan
PAD diatur dalam Keputusan Kepala SKPD sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
f. Apabila terjadi kurang setor/lebih setor atas penyetoran yang
dilakukan oleh Bendahara Penerimaan/Bendahara Penerimaan
Pembantu, maka:
1) Bila terjadi kurang setor, BP/BPP harus menyetorkan kekurangan
tersebut, selambat-lambatnya pada hari kerja berikutnya setelah
diketahui kesalahan tersebut dengan menggunakan Surat Tanda
Setoran (STS); dan
2) Bila terjadi lebih setor dapat diperhitungkan oleh BP/BPP pada
penyetoran berikutnya dengan memberikan keterangan pada
Surat Tanda Setoran (STS).
148

5. Restitusi
a. Restitusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rutin, Berulang, dan Tahun
Berjalan.
Kelebihan pembayaran Pendapatan Asli Daerah (meliputi Pajak
Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan, dan Lain-lain PAD yang Sah) oleh wajib bayar dapat
diminta kembali dengan mengajukan permohonan restitusi PAD
secara tertulis kepada PA/KPA Biro/KPA BLUD Unit SKPD/KPPKD di
SKPD/Biro/BLUD/SKPKD terkait.
Prosedur restitusi PAD yang sifatnya berulang baik untuk kelebihan
penyetoran pendapatan tahun berjalan atau tahun sebelumnya dan
yang sifatnya tidak berulang untuk kelebihan penyetoran pendapatan
tahun berjalan sebagai berikut:
1) Wajib Bayar Retribusi mengajukan permohonan tertulis kepada
PA/KPA Biro/KPA BLUD Unit SKPD/KPPKD terkait melalui
bendahara penerimaan/bendahara penerimaan pembantu dengan
menggunakan form Surat Permohonan Restitusi beserta
lampirannya, yaitu:
a) Fotocopy jati diri yang berlaku;
b) Fotocopy Tanda Lunas Pembayaran.
2) Selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya
permohonan secara lengkap, SKPD/Biro/BLUD/SKPKD terkait
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar
(SKPDLB)/Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar
(SKRDLB)/dokumen yang dipersamakan.
3) Dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak tanggal diterbitkannya
SKPDLB/SKRDLB/dokumen yang dipersamakan, PA/KPA Biro/
KPA BLUD Unit SKPD/KPPKD terkait menerbitkan Surat
Pemohonan Restitusi Pendapatan.
4) Surat Pemohonan Restitusi Pendapatan dibuat rangkap 3 (tiga):
a) Lembar 1 : Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah.
b) Lembar 2 : Bendahara Penerimaan.
c) Lembar 3 : Arsip.
5) Berdasarkan Surat Pemohonan Restitusi Pendapatan beserta
dokumen pendukung, PPKD menerbitkan Surat Penyediaan Dana
(SPD) Non Anggaran sebagai dasar pembuatan SPP oleh
Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu Biro.
6) Berdasarkan SPD, bendahara pengeluaran/Bendahara
Pengeluaran Pembantu SKPD/Biro/BLUD unit SKPD/SKPKD
terkait membuat SPP LS, menggunakan kode rekening pendapatan
atau retribusi terkait.
7) Berdasarkan SPP LS, PPK–SKPD/PPK-Biro/PPK-BLUD unit
SKPD/PPK–Unit SKPD SKPKD memverifikasi SPP LS dan
mengotorisasi SPP LS tersebut.
8) PA/KPA Biro/KPA BLUD Unit SKPD/KPPKD menandatangani SPM
LS secara digital.
9) Kuasa BUD Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah menguji
dokumen SPM LS, bila telah sesuai akan diterbitkan SP2D LS
secara daring.
149

b. Restitusi Pendapatan Tahun Sebelumnya


Prosedur restitusi untuk restitusi pendapatan yang sifatnya tidak
berulang untuk kelebihan pendapatan tahun sebelumnya adalah
sebagai berikut:
1) Wajib Bayar mengajukan permohonan tertulis kepada PA/KPA
Biro/KPA BLUD Unit SKPD/KPPKD terkait melalui bendahara
penerimaan/bendahara penerimaan pembantu dengan
menggunakan form Surat Permohonan Restitusi beserta
lampirannya, yaitu:
a) Fotocopy jati diri yang berlaku;
b) Fotocopy Tanda Lunas Pembayaran.
2) Selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya
permohonan secara lengkap, SKPD/Biro/BLUD unit SKPD/SKPKD
terkait menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar
(SKPDLB)/Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar
(SKRDLB)/dokumen yang dipersamakan.
3) Dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak tanggal diterbitkannya
SKPDLB/ SKRDLB/dokumen yang dipersamakan, PA/KPA
Biro/KPA BLUD Unit SKPD/ KPPKD terkait menerbitkan Surat
Pemohonan Restitusi Pendapatan dan mengirimkannya kepada
Bendahara Pengeluaran Pembantu SKPKD.
4) Bendahara Pengeluaran Pembantu SKPKD mengirimkan Surat
Pemohonan Restitusi Pendapatan ke PPKD melalui PPK–Unit SKPD
SKPKD. PPKD menguji substansi permintaan restitusi
pendapatan, dan menerbitkan Surat Persetujuan Restitusi
Pendapatan.
5) Berdasarkan Surat Persetujuan Restitusi Pendapatan yang
ditandatangani oleh PPKD beserta dokumen pendukungnya,
Bendahara Pengeluaran Pembantu SKPKD membuat SPP-LS
dengan menggunakan kode rekening Belanja Tidak Terduga.
6) PPK–Unit SKPD SKPKD memverifikasi SPP LS dan mengotorisasi
SPP LS tersebut.
7) Kuasa PPKD menandatangani SPM LS secara digital.
8) Kuasa BUD menguji dokumen SPM LS, bila telah sesuai akan
diterbitkan SP2D LS secara daring.
c. Restitusi atas Pendapatan Transfer dari Pemerintah Pusat
Prosedur restitusi untuk restitusi pendapatan transfer dari
pemerintah pusat adalah sebagai berikut:
1) Pemerintah Pusat atau melalui KPPN Wilayah Jawa Timur
memberitahukan kelebihan pemindahbukuan pendapatan transfer
dari Pemerintah Pusat ke Badan Pengelola Keuangan dan Aset
Daerah Provinsi Jawa Timur selaku BUD.
2) Berdasarkan notifikasi tersebut diatas BUD melalui Bendahara
Penerimaan SKPKD melakukan pemeriksaan dan verifikasi atas
pendapatan transfer yang dimaksud.
3) Berdasarkan hasil verifikasi, Kuasa PPKD menerbitkan Surat
Ketetapan Lebih Bayar (SKLB) atas pendapatan transfer dan
mengajukan Surat Permohonan Restitusi Pendapatan Transfer
kepada PPKD.
150

4) Berdasarkan Surat Pemohonan Restitusi Pendapatan beserta


dokumen pendukung, PPKD menerbitkan Surat Penyediaan Dana
(SPD) Non Anggaran sebagai dasar pembuatan SPP oleh
Bendahara Pengeluaran Pembantu SKPKD.
5) Berdasarkan SPD, Bendahara Pengeluaran Pembantu SKPKD
membuat SPP LS, menggunakan kode rekening Pendapatan
Transfer yang relevan.
6) Berdasarkan SPP LS, PPK–Unit SKPD SKPKD memverifikasi SPP
LS dan mengotorisasi SPP LS tersebut.
7) KPPKD menandatangani SPM LS secara digital.
8) Kuasa BUD di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
menguji dokumen SPM LS, bila telah sesuai akan diterbitkan
SP2D LS secara daring.
d. Restitusi atas Pendapatan Transfer Antar Daerah
Prosedur restitusi untuk restitusi pendapatan transfer antar-daerah
adalah sebagai berikut:
1) Kepala Daerah diwakili PA/KPA SKPD Pemerintah Kab/kota
mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
atas pendapatan transfer kepada Gubernur Jawa Timur melalui
Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Jawa Timur
selaku BUD. Pengajuan restitusi tersebut dilampiri dengan:
a) Surat permohonan dari PA/KPA SKPD Pemerintah Kab/kota;
dan
b) Fotocopy bukti pembayaran.
2) Berdasarkan surat permohonan dari PA/KPA SKPD Pemerintah
Kab/kota, BUD melalui Bendahara Penerimaan melakukan
pemeriksaan dan verifikasi atas pendapatan transfer yang
dimaksud.
3) Berdasarkan hasil verifikasi, Kuasa PPKD menerbitkan Surat
Ketetapan Lebih Bayar (SKLB) atas pendapatan transfer dan
mengajukan Surat Permohonan Restitusi Pendapatan Transfer
kepada PPKD.
4) Jika restitusi dilakukan pada tahun berjalan, berdasarkan Surat
Pemohonan Restitusi Pendapatan Transfer beserta dokumen
pendukung, PPKD menerbitkan Surat Penyediaan Dana (SPD) Non
Anggaran sebagai dasar pembuatan SPP LS oleh Bendahara
Pengeluaran Pembantu dengan menggunakan kode rekening
Pendapatan Transfer yang relevan.
5) Jika restitusi dilakukan pada tahun berikutnya, berdasarkan
Surat Pemohonan Restitusi Pendapatan Transfer beserta dokumen
pendukungnya, PPKD menerbitkan Surat Persetujuan Restitusi
Pendapatan sebagai dasar bagi Bendahara Pengeluaran Pembantu
SKPKD untuk membuat SPP LS dengan menggunakan kode
rekening Belanja Tidak Terduga.
6) Berdasarkan SPP LS, PPK–Unit SKPD SKPKD memverifikasi SPP
LS dan mengotorisasi SPP LS tersebut.
7) Kuasa PPKD menandatangani SPM LS secara digital.
8) Kuasa BUD di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
menguji dokumen SPM LS, bila telah sesuai akan diterbitkan
SP2D LS secara daring.
151

B. Prosedur Penatausahaan Bendahara Pengeluaran


Prosedur penatausahaan bendahara pengeluaran terdiri dari:
1. Pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP);
2. Penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM);
3. Pertanggungjawaban Belanja (SPJ).
Ketiga prosedur tersebut dilakukan secara daring dengan menggunakan
aplikasi SIPPOL.
1. Surat Permintaan Pembayaran (SPP)
a. SPP Uang Persediaan (SPP-UP)
SPP–UP diajukan oleh Bendahara Pengeluaran/ Bendahara
Pengeluaran Pembantu untuk permintaan uang muka kerja yang
bersifat pengisian kembali (revolving) yang tidak dapat dilakukan
dengan pembayaran langsung.
Besaran UP untuk setiap SKPD ditetapkan oleh Gubernur Jawa Timur
satu kali dalam satu tahun pada awal tahun anggaran. Penyesuaian
atas besaran UP sebagai akibat dari perubahan DPA dilakukan oleh
Kuasa BUD atas nama PPKD selaku BUD.
Dokumen SPP-UP terdiri dari:
1) SPP-UP;
2) Fotokopi Keputusan Gubernur tentang Uang Persediaan.

b. SPP Ganti Uang Persediaan (SPP-GU)


SPP–GU diajukan oleh Bendahara Pengeluaran/ Bendahara
Pengeluaran Pembantu untuk permintaan pengganti uang persediaan.
Besaran SPP GU adalah sebesar UP yang dipertanggungjawabkan oleh
Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu Besaran
SPP GU pada bulan Desember disesuaikan dengan perhitungan
kebutuhan UP pada akhir tahun.
Dokumen SPP-GU terdiri dari:
1) SPP-GU;
2) Rincian Penggunaan Dana GU yang telah di SPJ kan.
c. SPP Tambahan Uang Persediaan (SPP-TU)
SPP–TU diajukan untuk permintaan Tambahan Uang Persediaan guna
melaksanakan kegiatan SKPD yang bersifat sangat mendesak dan uang
persediaan tidak mencukupi serta tidak dapat digunakan untuk
pembayaran langsung. Pengajuan SPP TU bisa dilakukan oleh
Bendahara Pengeluaran, Bendahara Pengeluaran Pembantu Setiap
Pengguna Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran diperkenankan
untuk mengajukan SPP TU satu (1) kali dalam satu (1) bulan.
Dokumen SPP-TU terdiri dari:
1) SPP-TU;
2) Rincian Rencana Penggunaan TU;
3) Persetujuan Permohonan Tambahan Uang.
d. SPP Langsung (SPP-LS)
SPP–LS diajukan untuk permintaan pembayaran langsung atas dasar
perjanjian kontrak kerja atau surat perintah kerja lainnya dengan
jumlah, penerima, peruntukan, dan waktu pembayaran tertentu.
Pengajuan SPP LS bisa dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran atau
Bendahara Pengeluaran Pembantu.
152

Pengajuan dokumen SPP–LS atas nama penyedia barang dan jasa


dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari sejak diterimanya tagihan dari
pihak lain melalui PPTK.
Pembayaran yang dilaksanakan dengan Beban LS:
1) Pengadaan barang/jasa/kerjasama dengan Perguruan
Tinggi/Instansi Pemerintah lainnya;
2) Biaya perencanaan, pengawasan/manajemen konstruksi dan
pelaksanaan pekerjaan konstruksi;
3) Biaya pensertifikatan tanah dikecualikan pensertifikatan tanah
yang dilaksanakan secara swakelola;
4) Tambahan Penghasilan PNS;
5) Gaji PNS dan Honor Pegawai Tidak Tetap;
6) Belanja Bunga, belanja subsidi, belanja hibah berupa uang,
barang atau jasa, belanja bantuan sosial berupa uang, barang
atau jasa, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan, belanja
tidak terduga dan pengeluaran pembiayaan;
7) Bantuan ongkos jahit;
8) Jasa Bank atas dana bergulir.
Berikut ini persyaratan dokumen pengajuan SPP–LS.
1) Dokumen SPP–LS atas nama penyedia barang dan jasa:
a) Persyaratan Umum:
(1) SPP–LS;
(2) Rincian SPP–LS;
(3) Ringkasan Kontrak;
(4) Berita Acara Hasil Pemeriksaan;
(5) Permohonan Pembayaran dari penyedia Barang dan
Jasa;
(6) Foto copy Referensi Bank dari Bank Umum
diutamakan Bank Umum Pemerintah atas nama
penyedia barang/jasa sesuai dengan Bukti Kontrak
dengan ketentuan nama kegiatan dibuat secara umum
sesuai Tahun Anggaran berkenaan;
Untuk kelancaran proses pencairan dana disarankan
menggunakan Bank Jatim dengan pertimbangan,
Apabila terdapat kesalahan nomor rekening bank
cepat dan mudah dideteksi.
(7) Bukti Kontrak beserta lampirannya;
(8) Summary report SPSE untuk yang bukti kontraknya
berupa Surat Perintah Kerja (untuk pekerjaan yang
dikecualikan dari Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun
2018 tidak perlu summary report)
(9) Laporan kelengkapan teknis administrasi dan
pembayaran dari DPU Cipta Karya untuk pekerjaan
Perencanaan, Pelaksanaaan dan pengawasan
bangunan gedung beserta lingkungannya sesuai
ketentuan yang berlaku;
(10) Berita Acara Hasil Pembelian langsung untuk nilai
diatas Rp5.000.000 sampai dengan Rp50.000.000
dengan kontrak berupa Bukti Pembelian/Kwitansi.
153

(11) Berita Acara Penyerahan Barang/Jasa untuk nilai


diatas Rp5.000.000 atau bentuk kontrak berupa
SPK/Surat Perjanjian;
(12) Jaminan Pelaksanaan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
(13) Perincian perhitungan denda apabila pekerjaan
mengalami keterlambatan.
(14) Perincian Perhitungan Pajak, e-Faktur dan e-Billing
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(15) Jamsostek/BPJS Ketenagakerjaan untuk pekerjaan
Konstruksi/ Pemeliharaan gedung, Berdasarkan
Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 29 Tahun
2007 tentang Pelaksanaan Program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja (Jamsostek) di Provinsi Jawa Timur
sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan
Gubernur Jawa Timur Nomor 28 Tahun 2010, bahwa
Penyedia jasa konstruksi setelah menandatangani
bukti kontrak agar mendaftarkan pekerjanya dan
membayar Iuran Jamsostek, bukti pembayaran
dilampirkan pada awal pengajuan pembayaran.
(16) Pembayaran Uang Muka dilampiri:
(a) Berita Acara Pembayaran Uang Muka;
(b) Jaminan Uang Muka sesuai ketentuan yang
berlaku.
b) Persyaratan khusus dokumen SPP–LS atas nama penyedia
barang/jasa:
(1) Pengadaan Barang:
(a) Untuk pengadaan barang yang pembayarannya
dilakukan per termin dilampiri:
1. Berita Acara Kemajuan Hasil Pekerjaan;
2. Berita Acara Pembayaran.
(b) Untuk pengadaan barang yang pembayarannya
langsung lunas (100%) dilampiri:
1. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan /
screenshot yang telah menunjukkan adanya serah
terima sesuai dengan proses bisnis yang terdapat
pada Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem
Elektronik (PPMSE) untuk metode E-Purchasing;
2. Berita Acara pembayaran.
(2) Pekerjaan Konstruksi:
(a) Pembayaran sesuai kemajuan fisik di lapangan/
prestasi hasil pekerjaan dilampiri:
1. Laporan kemajuan pekerjaan pelaksanaan/fisik;
2. Berita Acara Kemajuan Hasil Pekerjaan sesuai
kemajuan pekerjaan pelaksanaan/fisik;
3. Berita Acara Pembayaran.
(b) Pembayaran sebesar 95% dilampiri:
1. Laporan Kemajuan pekerjaan pelaksanaan/fisik
100%;
2. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan I Fisik;
3. Berita Acara Pembayaran.
154

(c) Pembayaran sebesar 5% dilampiri:


1. Laporan pekerjaan pemeliharaan;
2. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan II Fisik
(Pekerjaan Masa Pemeliharaan);
3. Berita Acara Pembayaran.
(d) Pembayaran Lunas (100%) dilampiri:
1. Laporan kemajuan pekerjaan pelaksanaan/fisik;
2. Berita Acara Serah Terima I Fisik;
3. Foto Copy Jaminan Pemeliharaan yang telah
diketahui Pejabat Pembuat Komitmen (PPKom);
4. Berita Acara Pembayaran.
(3) Jasa Konsultansi
(a) Jasa Konsultan yang menggunakan kontrak
lumsum.
1. Pembayarannya dilakukan per termin dilampiri:
a. Berita Acara Kemajuan Pelaksanaan
Pekerjaan sesuai dengan keluaran/produk
dalam kontrak;
b. Berita Acara Pembayaran;
2. Pembayaran langsung 100% (sekaligus)
dilampiri:
a. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan;
b. Berita Acara Pembayaran.
(b) Jasa Konsultan yang menggunakan kontrak
berbasis waktu penugasan yang perhitungan
harganya menggunakan biaya personil dan non
personil.
1. Pembayarannya dilakukan per termin dilampiri:
a. Bukti Kehadiran dari tenaga konsultan sesuai
pentahapan waktu pekerjaan;
b. Bukti Pengeluaran Biaya non Personil sesuai
ketentuan dalam kontrak;
c. Berita Acara Kemajuan Pelaksanaan
Pekerjaan sesuai dengan pentahapan waktu
pekerjaan dalam kontrak untuk pembayaran
yang dilakukan per termin;
d. Berita Acara Pembayaran.
2. Pembayarannya langsung 100% dilampiri:
a. Bukti Kehadiran dari tenaga konsultan sesuai
pentahapan waktu pekerjaan;
b. Bukti Pengeluaran Biaya non Personil sesuai
ketentuan dalam kontrak;
c. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan;
d. Berita Acara Pembayaran.
(c) Jasa Perencanaan bangunan Gedung Negara/
lainnya dengan pekerjaan fisik:
1. Pembayaran sebesar 80% dilampiri:
a. Laporan Kemajuan Pekerjaan Perencanaan
80%;
b. Berita Acara Kemajuan Hasil Pekerjaan
Perencanaan 80%;
155

c. Berita Acara Pembayaran.


2. Pembayaran sebesar 5% dilampiri:
a. Laporan Kemajuan Pekerjaan Perencanaan
85%;
b. Foto copy SPK Fisik;
c. Berita Acara Pembayaran.
3. Pembayaran sebesar 15% dilampiri:
a. Laporan Kemajuan Pekerjaan Perencanaan
100%;
b. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan
Perencanaan 100%;
c. Foto copy Berita Acara Serah Terima I Fisik;
d. Berita Acara Pembayaran.
4. Pembayaran lunas (100%) dilampiri:
a. Laporan Kemajuan Pekerjaan Perencanaan
80%;
b. Berita Acara Kemajuan Hasil Pekerjaan
perencanaan 80%;
c. Laporan Kemajuan Pekerjaan perencanaan
85%;
d. Laporan Kemajuan Pekerjaan Perencanaan
100%;
e. Foto copy Berita Acara Serah Terima Fisik;
f. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan
perencanaan 100%;
g. Berita Acara Pembayaran.
(d) Jasa Perencanaan Bangunan Gedung Negara/
lainnya tanpa pekerjaan fisik dilampiri:
1. Laporan Kemajuan Pekerjaan Perencanaan 100%;
2. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan
Perencanaan;
3. Berita Acara Pembayaran
(e) Jasa Perencanaan Bangunan Gedung Negara/
lainnya (Pengawasan berkala):
1. Pembayaran sebesar 25% dilampiri:
a. Laporan Kemajuan Pekerjaan Perencanaan
25%;
b. Foto copy SPK Fisik;
c. Berita Acara Pembayaran.
2. Pembayaran sebesar 75% dilampiri:
a. Laporan Kemajuan Pekerjaan Perencanaan
100%;
b. Foto copy Berita Acara Serah Terima I Fisik;
c. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan
Perencanaan 100%;
d. Berita Acara Pembayaran.
3. Pembayaran lunas (100%) dilampiri:
a. Foto copy SPK Fisik;
b. Laporan Kemajuan Pekerjaan Perencanaan
100%;
c. Foto Copy Berita Acara Serah Terima Fisik;
156

d. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan


Perencanaan 100%;
e. Berita Acara Pembayaran.
(f) Jasa Pengawasan Gedung Negara:
1. Pembayaran sesuai kemajuan fisik di lapangan/
prestasi hasil pekerjaan dilampiri:
a. Laporan Kemajuan pekerjaan pelaksanaan/
fisik;
b. Berita Acara Kemajuan Hasil Pekerjaan sesuai
kemajuan pekerjaan pelaksanaan/fisik;
c. Berita Acara Pembayaran.
2. Pembayaran sebesar 90% dilampiri:
a. Laporan Kemajuan Pekerjaan pengawasan
100%;
b. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan I
pekerjaan pengawasan;
c. Foto Copy Berita Acara Serah Terima Hasil
Pekerjaan I Fisik;
d. Berita Acara Pembayaran.
3. Pembayaran sebesar 10% dilampiri:
a. Laporan Kemajuan Pekerjaan Pengawasan;
b. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan II
Pekerjaan Pengawasan;
c. Berita Acara Pembayaran.
4. Pembayaran Lunas (100%) dilampiri:
a. Laporan Kemajuan pekerjaan pengawasan
100%;
b. Foto Copy Berita Acara Serah Terima Hasil
Pekerjaan I Fisik;
c. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan I
Pekerjaan Pengawasan;
d. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan II
Pekerjaan Pengawasan/Foto Copy Jaminan
Pemeliharaan yang telah diketahui PPKom;
e. Berita Acara Pembayaran.
(g) Jasa Manajemen Konstruksi:
1. Pembayaran 20% dilakukan setelah
penandatangan kontrak fisik dengan dilampiri:
a. Fotocopy Surat Perintah Kerja (SPK)/Surat
Perjanjian pekerjaan fisik;
b. Berita Acara Pembayaran Angsuran.
2. Pembayaran setelah SPK fisik di lapangan/
prestasi hasil pekerjaan dilampiri:
a. Laporan Kemajuan pekerjaan pelaksanaan/
fisik;
b. Berita Acara Kemajuan Hasil Pekerjaan
sesuai kemajuan pekerjaan pelaksanaan/
fisik;
c. Berita Acara Pembayaran.
157

3. Pembayaran sebesar 90% dilampiri:


a. Laporan kemajuan pekerjaan manajemen
konstruksi 100%;
b. Foto Copy Berita Acara Serah Terima Hasil
Pekerjaan I Fisik;
c. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan I
pekerjaan manajemen konstruksi;
d. Berita Acara Pembayaran.
4. Pembayaran sebesar 10% dilampiri:
a. Laporan Kemajuan Pekerjaan manajemen
konstruksi 100%;
b. Foto copy Berita Acara Serah Terima II Fisik;
c. Berita Acara Serah Terima II Pekerjaan
manajemen konstruksi;
d. Berita Acara Pembayaran.
5. Pembayaran Lunas (100%)
a. Laporan Kemajuan Pekerjaan manajemen
konstruksi 100%;
b. Foto Copy Berita Acara Serah Terima Hasil
Pekerjaan I Fisik;
c. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan I
Pekerjaan Manajemen Konstruksi;
d. Foto Copy Berita Acara Serah Terima Hasil
Pekerjaan II Fisik;
e. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan II
Pekerjaan Manajemen Konstruksi/Foto Copy
Jaminan Pemeliharaan yang telah diketahui
PPKom;
f. Berita Acara Pembayaran.
(h) Jasa Pengawasan Jalan/Jembatan:
1. Pembayaran sesuai kemajuan fisik di lapangan/
prestasi hasil pekerjaan dilampiri:
a. Laporan Kemajuan pekerjaan pelaksanaan/
fisik;
b. Berita Acara Kemajuan Hasil Pekerjaan sesuai
kemajuan pekerjaan pelaksanaan/fisik;
c. Berita Acara Pembayaran.
2. Pembayaran sebesar 100% dilampiri:
a. Laporan kemajuan pekerjaan pengawasan
100%;
b. Berita Acara Serah Terima Hasil pekerjaan
pengawasan;
c. Foto Copy Berita Acara Serah Terima Hasil
pekerjaan Fisik;
d. Berita Acara Pembayaran.
(i) Swakelola oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat
Daerah Pelaksana Swakelola
1. Untuk pembayaran yang dilakukan per bulan
dilampiri:
a. Pengajuan Kebutuhan Biaya oleh Pelaksana
Swakelola per bulan;
158

b. Pengajuan Uang Muka Kerja untuk


pelaksanaannya mengikuti ketentuan
perjanjian kerjasama dengan pengajuan
kebutuhan yang disetujui Pejabat Pembuat
Komitmen;
c. Pengajuan uang muka kerja bulan berikutnya
dilampiri dengan laporan pertanggung-
jawaban penggunaan uang muka kerja bulan
sebelumnya yang telah diperiksa oleh Tim
Pengawas dan disetujui oleh Pejabat Pembuat
Komitmen;
d. Bukti pertanggungjawaban penggunaan
keuangan yang dilampiri dengan laporan
pelaksanaan pekerjaan (harian, mingguan,
bulanan);
e. Berita Acara Kemajuan Hasil Pekerjaan;
f. Berita Acara Pembayaran.
2. Untuk pembayaran langsung 100% dilampiri:
a. Pengajuan Kebutuhan Biaya oleh Pelaksana
Swakelola per bulan;
b. Pengajuan Uang Muka Kerja untuk
pelaksanaannya mengikuti ketentuan
perjanjian kerjasama dengan pengajuan
kebutuhan yang disetujui Pejabat Pembuat
Komitmen;
c. Pengajuan uang muka kerja bulan berikutnya
dilampiri dengan laporan pertanggung-
jawaban penggunaan uang muka kerja bulan
sebelumnya yang telah diperiksa oleh Tim
Pengawas dan disetujui oleh Pejabat Pembuat
Komitmen;
d. Bukti pertanggungjawaban penggunaan
keuangan yang dilampiri dengan laporan
pelaksanaan pekerjaan (harian, mingguan,
bulanan);
e. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan;
f. Berita Acara Pembayaran.
(j) Swakelola oleh Organisasi Kemasyarakatan.
1. Untuk pembayaran yang dilakukan per termin
dilampiri:
a. Pengajuan Kebutuhan Biaya oleh Tim
Pelaksana Swakelola sesuai dengan ketentuan
dalam kontrak;
b. Pengajuan Uang Muka Kerja untuk
pelaksanaannya mengikuti ketentuan kontrak
dengan pengajuan kebutuhan yang disetujui
Pejabat Pembuat Komitmen;
159

c. Pengajuan pembayaran termin berikutnya


dilampiri dengan laporan pertanggung-
jawaban penggunaan uang muka kerja bulan
sebelumnya yang telah diperiksa oleh Tim
Pengawas dan disetujui oleh Pejabat Pembuat
Komitmen serta bukti lainnya yang
dipersyaratkan dalam kontrak;
d. Bukti pertanggungjawaban penggunaan
keuangan yang dilampiri dengan laporan
pelaksanaan pekerjaan (harian, mingguan,
bulanan);
e. Bukti lainnya sesuai ketentuan dalam
kontrak;
f. Berita Acara Kemajuan Hasil Pekerjaan;
g. Berita Acara Pembayaran.
2. Untuk pembayaran langsung 100% dilampiri:
a. Pengajuan Kebutuhan Biaya oleh Tim
Pelaksana Swakelola sesuai ketentuan dalam
kontrak;
b. Pengajuan Uang Muka Kerja untuk
pelaksanaannya mengikuti ketentuan
perjanjian kerjasama dengan pengajuan
kebutuhan yang disetujui Pejabat Pembuat
Komitmen;
c. Pengajuan uang muka kerja bulan berikutnya
dilampiri dengan laporan pertanggung-
jawaban penggunaan uang muka kerja bulan
sebelumnya yang telah diperiksa oleh Tim
Pengawas dan disetujui oleh Pejabat Pembuat
Komitmen serta bukti lainnya yang
dipersyaratkan dalam kontrak;
d. Bukti pertanggungjawaban penggunaan
keuangan yang dilampiri dengan laporan
pelaksanaan pekerjaan (harian, mingguan,
bulanan);
e. Berita Acara Hasil Pemeriksaan Pekerjaan
oleh Tim Pengawas;
f. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan;
g. Berita Acara Penyerahan Pekerjaan kepada
PA/KPA;
h. Berita Acara Pembayaran.
(k) Swakelola oleh Kelompok Masyarakat.
1. Untuk pembayaran yang dilakukan per termin
dilampiri:
a. Pengajuan Kebutuhan Biaya oleh Tim
Pelaksana Swakelola sesuai dengan ketentuan
dalam kontrak;
160

b. Pengajuan Uang Muka Kerja untuk


pelaksanaannya mengikuti ketentuan kontrak
dengan pengajuan kebutuhan yang disetujui
Pejabat Pembuat Komitmen;
c. Pengajuan pembayaran termin berikutnya
dilampiri dengan laporan pertanggung-
jawaban penggunaan uang muka kerja bulan
sebelumnya yang telah diperiksa oleh Tim
Pengawas dan disetujui oleh Pejabat Pembuat
Komitmen serta bukti lainnya yang
dipersyaratkan dalam kontrak;
d. Bukti pertanggungjawaban penggunaan
keuangan yang dilampiri dengan laporan
pelaksanaan pekerjaan (harian, mingguan,
bulanan);
e. Bukti lainnya sesuai ketentuan dalam
kontrak.
f. Berita Acara Kemajuan Hasil Pekerjaan;
g. Berita Acara Pembayaran.
2. Untuk pembayaran langsung 100% dilampiri:
a. Pengajuan Kebutuhan Biaya oleh Tim
Pelaksana Swakelola sesuai ketentuan dalam
kontrak;
b. Pengajuan Uang Muka Kerja untuk
pelaksanaannya mengikuti ketentuan
perjanjian kerjasama dengan pengajuan
kebutuhan yang disetujui Pejabat Pembuat
Komitmen;
c. Pengajuan uang muka kerja bulan berikutnya
dilampiri dengan laporan pertanggung-
jawaban penggunaan uang muka kerja bulan
sebelumnya yang telah diperiksa oleh Tim
Pengawas dan disetujui oleh Pejabat Pembuat
Komitmen serta bukti lainnya yang
dipersyaratkan dalam kontrak;
d. Bukti pertanggungjawaban penggunaan
keuangan yang dilampiri dengan laporan
pelaksanaan pekerjaan (harian, mingguan,
bulanan);
e. Berita Acara Hasil Pemeriksaan Pekerjaan
oleh Tim Pengawas;
f. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan;
g. Berita Acara Penyerahan Pekerjaan kepada
PA/KPA;
h. Berita Acara Pembayaran.
(4) Jasa Lainnya
(a) Akomodasi dan Konsumsi
1. Undangan;
2. Jadwal Acara/kegiatan;
3. Daftar Hadir;
161

4. Dokumentasi/foto kegiatan;
5. Banquet Bill (untuk paket halfday, fullday,
halfboard);
6. Guest Bill (untuk paket fullboard);
7. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan;
8. Surat Pernyataan sesuai Peraturan Gubernur
Jawa Timur Nomor 38 Tahun 2015 tentang
Petunjuk Teknis dan Standar Operasional
Prosedur Tata Kelola, Tata Cara Pengawasan dan
Evaluasi Kegiatan Pertemuan/Rapat di luar
Kantor;
9. Berita Acara Pembayaran.
(b) Asuransi:
1. Polis;
2. Rekapitulasi per polis (bila polis lebih dari satu);
3. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan
(Penyerahan Polis);
4. Berita Acara Pembayaran.
(c) Pemeliharaan Barang Inventaris/Cleaning Service/
Pemeliharaan Taman:
1. Untuk pembayaran yang dilakukan per termin
dilampiri:
a. Berita Acara Kemajuan Pekerjaan;
b. Berita Acara Pembayaran.
2. Untuk pembayaran langsung 100% dilampiri:
a. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan;
b. Berita Acara Pembayaran.
(d) Jasa Outsourcing:
1. Untuk pembayaran yang dilakukan per termin
dilampiri:
a. Laporan Hasil Pelaksanaan Pekerjaan;
b. Berita Acara Kemajuan Pekerjaan;
c. Berita Acara Pembayaran.
2. Untuk pembayaran langsung 100% dilampiri:
a. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan;
b. Berita Acara Pembayaran.
(e) Jasa Pensertifikatan Tanah:
1. Pembayaran tahap I maksimum 50% pada saat
pendaftaran ukur dengan dilampiri:
a. Foto copy Bukti Pendaftaran Ukur;
b. Berita Acara Penyerahan Bukti pendaftaran
ukur;
c. Berita Acara Pembayaran.
2. Pembayaran tahap II sebesar 40% dengan
dilampiri:
a. Foto copy SK Hak Atas Tanah dari Pejabat
Pertanahan yang berwenang;
b. Berita Acara Penyerahan SK Hak Atas Tanah;
c. Berita Acara Pembayaran.
162

3. Pembayaran Tahap III sebesar 10% dengan


dilampiri:
a. Foto copy Sertipikat Hak Atas Tanah dari
Pejabat Pertanahan yang berwenang;
b. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan;
c. Berita Acara Pembayaran.
(f) Jamkesda dilampiri:
1. Kwitansi Global beserta rincian rekapitulasi
klaim;
2. Berita Acara Persetujuan Klaim yang ditanda
tangani oleh Dinas Kesehatan dan pemberi
Pelayanan kesehatan diketahui KPA bidang PSDK.
(g) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang bersumber
dari penerimaan pajak rokok dilampiri:
1. Kwitansi;
2. Tagihan dari BPJS;
3. Berita Acara Rekonsiliasi;
4. Peraturan Gubernur;
5. Keputusan Penetapan Kuota;
6. Perjanjian Kerjasama (PKS);
7. Untuk point 4, 5 dan 6 dilampirkan pada saat
pengajuan SPP pertama tahun anggaran
berkenaan.
2) Dokumen SPP–LS atas nama Bendahara:
a) Persyaratan Umum:
(1) SPP–LS;
(2) Rincian SPP–LS;
(3) Perincian Perhitungan Pajak dan e-Billing sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
b) Persyaratan Khusus:
(1) Tambahan Penghasilan Pegawai berdasarkan Prestasi
Kerja:
(a) Daftar Penerima Tambahan Penghasilan;
(b) Rekapitulasi;
(c) E-Presensi;
(d) Telah menginput capaian kinerja bulanan pada
aplikasi e-Master.
(2) Honorarium Pegawai Tidak Tetap dengan Perjanjian
Kerja (PTT-PK):
(a) Daftar Honor Pegawai Tidak Tetap;
(b) Rekapitulasi (bila lebih dari satu daftar);
(c) Rekomendasi (Hasil Evaluasi PTT-PK) dari Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Timur;
(d) Perjanjian Kontrak Kerja PTT-PK;
(e) Untuk point c dan d dilampirkan pada saat
pengajuan SPP honor PTT-PK bulan Januari pada
tahun berkenaan.
(3) Tambahan Honorarium Pegawai Tidak Tetap dengan
Perjanjian Kerja berdasarkan Kinerja:
(a) Daftar Penerima Tambahan Honorarium;
(b) Rekapitulasi (bila lebih dari satu daftar).
163

(4) Insentif Pemungutan Pajak


(a) Untuk Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah
Provinsi Jawa Timur:
1. Daftar Penerima;
2. Keputusan Kepala Perangkat Daerah (besaran
insentif);
3. Hasil Rekonsiliasi PAD dari Bidang Akuntansi.
(b) Untuk instansi terkait dilampiri:
1. Hasil Rekonsiliasi PAD dari Bidang Akuntansi;
2. Kwitansi bermeterai cukup.
3) Dokumen SPP–LS untuk SPP Hibah/Bantuan Sosial:
a) SPP–LS;
b) Rincian SPP–LS;
c) Usulan/Proposal untuk Hibah/Bansos;
d) Keputusan Gubernur tentang penerima Hibah/Bansos;
e) Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) untuk SPP Hibah;
f) Pakta Integritas untuk SPP Hibah dan Bansos;
g) Foto Copy rekening Bank Umum yang masih aktif
(diutamakan Bank Umum Pemerintah namun untuk
kelancaran proses pencairan dana disarankan menggunakan
Bank Jatim).
4) Dokumen SPP–LS untuk SPP Bantuan Keuangan/Belanja
Tidak Terduga pada Pihak Ketiga/Bagi Hasil kepada
Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa berupa uang:
a) SPP–LS;
b) Rincian SPP–LS;
c) Keputusan Gubernur tentang Belanja Tidak Terduga (selain
restitusi pendapatan);
d) Keputusan Kepala Daerah tentang Penetapan Perhitungan
Belanja Bagi Hasil Pajak Daerah dan retribusi Daerah untuk
Bagi Hasil kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan
Pemerintahan Desa;
e) Surat Gubernur tentang dana bantuan keuangan
kab/kota/Pemerintah Desa untuk SPP–LS Bantuan
Keuangan;
f) Foto Copy rekening dari Bank Umum yang masih aktif
(diutamakan Bank Pemerintah namun untuk kelancaran
proses pencairan dana disarankan menggunakan Bank
Jatim).
5) Dokumen SPP–LS untuk SPP Belanja Tidak Terduga khusus
Restitusi Pendapatan atas penyetoran pendapatan tahun
sebelumnya (tidak rutin):
a) SPP–LS;
b) Rincian SPP–LS;
c) Fotokopi STS bukti penyetoran pendapatan;
d) Surat Ketetapan Lebih Bayar Pajak/Retribusi/PAD lain yang
Sah;
e) Surat Permohonan Restitusi Pendapatan dari Kepala SKPD;
f) Persetujuan Restitusi Pendapatan dari PPKD;
164

g) Fotokopi Rekening dari Bank Umum yang masih aktif


(diutamakan Bank Pemerintah namun untk kelancaran
proses pencairan dana disarankan menggunakan Bank
Jatim).
e. SPP Gaji
SPP Gaji adalah dokumen yang diajukan oleh Bendahara Pengeluaran
untuk permintaan pembayaran gaji yang dokumennya disiapkan oleh
Pengurus Gaji. Dokumen yang digunakan untuk pengajuan SPP Gaji
meliputi:
1) Persyaratan Umum
a) SPP Gaji;
b) Rincian SPP Gaji;
c) Perincian Perhitungan Pajak dan e-Billing sesuai dengan
ketentuan yang berlaku;
d) Daftar Penerima Gaji;
e) Rekapitulasi Gaji per Lembar;
f) Rekapitulasi Gaji per golongan.
2) Persyaratan Khusus
a) Dokumen SPP-Gaji Induk:
(1) Foto Copy Keputusan yang telah dilegalisir, bila terdapat
perubahan karena:
(a) Gaji berkala;
(b) Kenaikan Pangkat;
(c) Perubahan Eselon;
(d) Kenaikan Gaji Penyesuaian Masa Kerja.
(2) Daftar mutasi, sesuai dengan perubahannya harus dilampiri:
(a) Surat Keterangan Pemberhentian Pembayaran (SKPP);
(b) Keputusan Pindah;
(c) Daftar Keluarga (Model DK);
(d) Surat Pernyataan melaksanakan tugas (Surat pernyataan
menduduki Jabatan, bagi yang mendapatkan tunjangan
jabatan);
(e) Mutasi/Perubahan Keluarga karena:
1. Kawin, dilampiri foto copy surat nikah/akte perkawinan;
2. Tambah anak, dilampiri foto copy akte kelahiran
Untuk anak yang telah berusia 21 s/d 25 tahun yang
masih menjadi tanggungan orang tua dilampiri Surat
Keterangan kuliah/sekolah;
3. Meninggal dunia dilampiri Surat Kematian/Akte
Kematian;
4. Cerai dilampiri Surat/Akte Perceraian.
(3) Untuk Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS)
(a) Keputusan Pengangkatan sebagai CPNS;
(b) Nota Persetujuan BKN;
(c) Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas;
(d) Daftar keluarga (Model DK);
(e) Fotocopy Surat Nikah/Akte Perkawinan;
(f) Fotocopy Akte Kelahiran.
b) Gaji Susulan:
(1) Untuk pegawai pindahan:
(a) Keputusan pindah;
165

(b) Surat Keterangan Pemberhentian Pembayaran (SKPP);


(c) Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas.
(2) Untuk Pegawai Baru (Calon Pegawai Negeri Sipil)
(a) Keputusan Pengangkatan sebagai Calon pegawai (CPNS);
(b) Nota Persetujuan BKN;
(c) Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas;
(d) Daftar keluarga (Model DK);
(e) Foto Copy Surat Nikah;
(f) Foto Copy Akte Kelahiran.
c) Kekurangan Gaji
Keputusan Kenaikan Pangkat/Keputusan Kenaikan Gaji Berkala.
d) Kekurangan Tunjangan Umum, Tunjangan Jabatan Struktural
dan Tunjangan Fungsional:
(1) Keputusan Kenaikan Pangkat (Untuk Tunjangan Jabatan
Fungsional/Umum);
(2) Surat Pernyataan Pelantikan dan Surat Pernyataan
Melaksanakan Tugas (untuk tunjangan jabatan struktural);
e) Gaji Terusan:
(1) Surat Keterangan/Akte Kematian dari Pamong Praja/Dokter;
(2) Surat Keterangan Ahli Waris sesuai ketentuan yang berlaku
yang telah dilegalisir;
(3) Foto copy Surat Nikah;
(4) Foto copy SK terakhir;
(5) Dibayarkan setiap bulan, mulai bulan berikutnya setelah yang
bersangkutan meninggal dunia, selama 4 bulan berturut-turut,
apabila pegawai meninggal dunia mendapatkan kenaikan
pangkat pengabdian maka gaji terusannya agar dibayarkan
dengan gaji pokok pangkat baru;
(6) Pengajuan SPP Gaji Terusan setiap SPP hanya untuk satu
orang pegawai;
(7) Potongan Utang BPJS Kesehatan sebesar 5% (1% dari pekerja,
4% dari pemberi kerja).
f) Surat Keterangan Pemberhentian Pembayaran (SKPP):
(1) Pengantar SKPP dari Kepala SKPD dan Rincian Gaji Terakhir;
(2) Keputusan Pensiun, Pensiun Janda/Duda, Pindah;
(3) Surat Keterangan Kuliah/sekolah bagi anak yang telah berusia
21 s/d 25 tahun dan masih menjadi tanggungan orangtua;
(4) Print Out Gaji Perorangan Pegawai minimal
1 (satu) tahun terakhir;
(5) Keterangan:
(a) PNS pensiun yang mendapatkan Kenaikan Pangkat
Pengabdian sebelum mengajukan SKPP agar dimintakan
terlebih dahulu kekurangan gajinya;
(b) PNS yang meninggal dunia pengajuan SKPP dilakukan
setelah gaji Terusan IV dibayarkan, apabila mendapatkan
kenaikan pangkat pengabdian agar dimintakan terlebih
dahulu kekurangan gajinya.
(6) Bagi PNS yang pindah keluar dan atau masuk ke Pemerintah
Provinsi Jawa Timur agar pembayaran gajinya dibayarkan
sampai dengan akhir Tahun Anggaran berjalan di Instansi
asal.
166

2. Surat Perintah Membayar (SPM)


SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PA/KPA untuk penerbitan
SP2D atas beban pengeluaran DPA SKPD dan dikirimkan ke Bidang
Perbendaharaan BPKAD secara daring.
a. SPM–UP
SPM–UP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PA/KPA untuk
penerbitan SP2D–UP yang dipergunakan sebagai uang persediaan dan
untuk mendanai kegiatan dilampiri dengan:
1) SPM–UP;
2) Surat Pernyataan Tanggungjawab Belanja/Pembiayaan
PA/KPA/KPPKD;
3) Laporan Penelitian Kelengkapan Dokumen Penerbitan SPM–UP
(PPK-3.1).
b. SPM–GU
SPM–GU adalah dokumen yang diterbitkan oleh PA/KPA untuk
penerbitan SP2D–GU atas beban pengeluaran DPA SKPD yang
dananya dipergunakan untuk mengganti uang persediaan yang telah
dibelanjakan dilampiri dengan:
1) SPM–GU;
2) Surat Pernyataan Tanggungjawab Belanja/Pembiayaan PA/KPA/
KPPKD;
3) Laporan Penelitian Kelengkapan Dokumen Penerbitan SPM–GU
(PPK-3.1);
4) Pengesahan SPJ UP/GU/ Fungsional (PPK-2.1).
c. SPM–TU
SPM–TU adalah dokumen yang diterbitkan oleh PA/KPA untuk
penerbitan SP2D–TU atas beban pengeluaran DPA SKPD untuk
membiayai pelaksanaan kegiatan yang bersifat sangat mendesak dan
kebutuhan dananya melebihi dari jumlah batas pagu uang persediaan
yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan. SPM–TU dilampiri
dengan:
1) SPM–TU;
2) Surat Pernyataan Tanggungjawab Belanja/Pembiayaan
PA/KPA/KPPKD;
3) Laporan Penelitian Kelengkapan Dokumen perbitan SPM–TU
(PPK-3.1);
4) Persetujuan Permohonan Tambahan Uang.
d. SPM–LS
SPM–LS adalah dokumen yang diterbitkan oleh PA/KPA untuk
penerbitan SP2D LS atas beban pengeluaran DPA SKPD.
SPM–LS beserta lampirannya dikirim ke Bidang Perbendaharaan
Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah secara daring untuk
diterbitkan SP2D-LS.
1) Dokumen SPM–LS atas nama Penyedia Barang/Jasa
a) Persyaratan Umum:
(1) SPM–LS;
(2) Surat Pernyataan Tanggungjawab Belanja/Pembiayaan
PA/KPA/KPPKD;
(3) Laporan Penelitian Kelengkapan Dokumen Penerbitan SPM
LS (PPK-3.1);
167

(4) Ringkasan Kontrak;


(5) Foto copy Referensi Bank atas nama penyedia barang/jasa
sesuai dengan Bukti Kontrak;
(6) Perhitungan denda apabila pekerjaan mengalami
keterlambatan;
(7) Perincian Perhitungan Pajak, e-Faktur dan e-Billing sesuai
dengan ketentuan yang berlaku;
(8) Pembayaran Uang Muka dilampiri:
(a) Berita Acara Pembayaran Uang Muka;
(b) Jaminan Uang Muka sesuai ketentuan yang berlaku.
b) Persyaratan Khusus:
(1) Pengadaan Barang:
(a) Untuk pengadaan barang yang pembayarannya
dilakukan per termin:
1. Berita Acara Kemajuan Hasil Pekerjaan;
2. Berita Acara Pembayaran.
(b) Untuk pengadaan barang yang pembayarannya langsung
lunas (100%):
3. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan/
screenshot yang telah menunjukkan adanya serah
terima sesuai dengan proses bisnis yang terdapat
pada Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem
Elektronik (PPMSE) untuk metode E-Purchasing;
4. Berita Acara Pembayaran.
(2) Pekerjaan Konstruksi:
(a) Pembayaran sesuai kemajuan fisik dilapangan/prestasi
hasil pekerjaan dilampiri:
1. Berita Acara kemajuan pekerjaan pelaksanaan/fisik;
2. Berita Acara Pembayaran.
(b) Pembayaran sebesar 95% dilampiri:
1. Berita Acara Serah Terima I Fisik;
2. Berita Acara Pembayaran.
(c) Pembayaran sebesar 5% dilampiri:
1. Berita Acara Serah Terima II Fisik;
2. Berita Acara Pembayaran.
(d) Pembayaran Lunas (100%) dilampiri:
1. Berita Acara Serah Terima I Fisik;
2. Berita Acara Pembayaran.
(3) Jasa Konsultansi:
(a) Jasa Konsultan yang menggunakan kontrak lumsum;
1. Untuk yang pembayarannya dilakukan per termin:
a. Berita Acara Kemajuan Pelaksanaan Pekerjaan
sesuai dengan keluaran/produk dalam kontrak;
b. Berita Acara Pembayaran sesuai Kemajuan
pekerjaan.
2. Untuk yang pembayarannya langsung 100%:
a. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan;
b. Berita Acara Pembayaran.
(b) Jasa Konsultan yang menggunakan kontrak berbasis
waktu penugasan yang Perhitungan Harganya
Menggunakan Biaya Personel dan non personil dilampiri:
168

1. Untuk yang pembayarannya dilakukan per termin


dilampiri:
a. Berita Acara Kemajuan Pelaksanaan Pekerjaan
sesuai dengan keluaran/produk dalam kontrak;
b. Berita Acara Pembayaran sesuai Kemajuan
pekerjaan.
2. Untuk yang pembayarannya langsung 100%
dilampiri:
a. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan;
b. Berita Acara Pembayaran.
(c) Jasa Perencanaan Bangunan Gedung Negara/lainnya
dengan pekerjaan fisik:
1. Pembayaran sebesar 80% dilampiri:
a. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan
Perencanaan Pertama;
b. Berita Acara Pembayaran.
2. Pembayaran sebesar 5% dilampiri Berita Acara
Pembayaran.
3. Pembayaran sebesar15% dilampiri:
a. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan
Perencanaan 100%;
b. Berita Acara Pembayaran.
4. Pembayaran lunas (100%) dilampiri:
a. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan
Perencanaan 80%;
b. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan
Perencanaan 100%;
c. Berita Acara Pembayaran.
(d) Jasa Perencanaan Bangunan Gedung Negara/ lainnya
tanpa pekerjaan fisik:
1. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan
Perencanaan;
2. Berita Acara Pembayaran.
(e) Jasa Perencanaan Bangunan Gedung Negara/ lainnya
(Pengawasan Berkala):
1. Pembayaran sebesar 25% dilampiri:
a. Laporan Kemajuan Pekerjaan;
b. Berita Acara Pembayaran.
2. Pembayaran sebesar 75% dilampiri:
a. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan
Perencanaan 100%;
b. Berita Acara Pembayaran.
3. Pembayaran lunas (100%) dilampiri:
a. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan
Perencanaan 100%;
b. Berita Acara Pembayaran.
(f) Jasa Pengawasan Bangunan Gedung Negara:
1. Pembayaran sesuai kemajuan fisik di lapangan/
prestasi hasil pekerjaan dilampiri:
a. Berita Acara kemajuan pekerjaan pelaksanaan/
fisik;
169

b. Berita Acara Pembayaran.


2. Pembayaran sebesar 90% dilampiri:
a. Berita Acara Serah Terima I pekerjaan
pengawasan;
b. Berita Acara Pembayaran.
3. Pembayaran sebesar 10% dilampiri:
a. Berita Acara Serah Terima II Pekerjaan
Pengawasan;
b. Berita Acara Pembayaran.
4. Pembayaran Lunas(100%):
a. Berita Acara Serah Terima I Pekerjaan
Pengawasan;
b. Berita Acara Pembayaran.
(g) Manajemen Konstruksi
1. Pembayaran 20% dilakukan setelah
penandatanganan kontrak fisik dengan dilampiri:
a. Fotocopy Surat Perintah Kerja (SPK)/Surat
Perjanjian pekerjaan fisik;
b. Berita Acara Pembayaran.
2. Pembayaran setelah SPK fisik dilapangan/prestasi
hasil pekerjaan dilampiri:
a. Berita Acara kemajuan pekerjaan pelaksanaan/
fisik;
b. Berita Acara Pembayaran.
3. Pembayaran sebesar 90% dilampiri:
a. Berita Acara Serah Terima I pekerjaan manajemen
konstruksi;
b. Berita Acara Pembayaran.
4. Pembayaran sebesar 10% dilampiri:
a. Berita Acara Serah Terima II Pekerjaan manajemen
konstruksi;
b. Berita Acara Pembayaran.
5. Pembayaran Lunas (100%)
a. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan I
manajemen konstruksi;
b. Berita Acara Pembayaran.
(h) Pengawasan Jalan/Jembatan:
1. Pembayaran sesuai kemajuan fisik di lapangan/
prestasi hasil pekerjaan dilampiri:
a. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan sesuai
kemajuan pekerjaan pelaksanaan/fisik;
b. Berita Acara Pembayaran.
2. Pembayaran sebesar 100% dilampiri:
a. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan;
b. Berita Acara Pembayaran.
(i) Swakelola oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah
Pelaksana Swakelola:
1. Untuk yang pembayarannya dilakukan per termin
dilampiri:
a. Berita Acara Kemajuan Hasil Pekerjaan;
b. Berita Acara Pembayaran.
170

2. Untuk yang pembayarannya dilakukan langsung


100% dilampiri:
a. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan;
b. Berita Acara Pembayaran.
(j) Swakelola oleh Organisasi Kemasyarakatan
1. Untuk yang pembayarannya dilakukan per termin
dilampiri:
a. Berita Acara Kemajuan Hasil Pekerjaan;
b. Berita Acara Pembayaran.
2. Untuk yang pembayarannya dilakukan langsung
100% dilampiri:
a. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan;
b. Berita Acara Pembayaran.
(k) Swakelola oleh Kelompok Masyarakat
1. Untuk yang pembayarannya dilakukan per termin
dilampiri:
a. Berita Acara Kemajuan Hasil Pekerjaan;
b. Berita Acara Pembayaran.
2. Untuk yang pembayarannya dilakukan langsung
100% dilampiri:
a. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan;
b. Berita Acara Pembayaran.
(4) Jasa Lainnya:
(a) Akomodasi dan Konsumsi:
1. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan;
2. Berita Acara Pembayaran.
(b) Asuransi:
1. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan
(Penyerahan Polis);
2. Berita Acara Pembayaran.
(c) Pemeliharaan Barang Inventaris/Cleaning Service/
Pemeliharaan Taman:
1. Untuk yang pembayarannya dilakukan per termin
dilampiri:
a. Berita Acara Kemajuan Hasil Pekerjaan;
b. Berita Acara Pembayaran.
2. Untuk yang pembayarannya dilakukan langsung 100%
(lunas) dilampiri:
a. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan;
b. Berita Acara Pembayaran.
(d) Jasa Outsourcing Kantor
1. Untuk yang pembayarannya dilakukan per termin
dilampiri:
a. Berita Acara Kemajuan Hasil Pekerjaan;
b. Berita Acara Pembayaran;
2. Untuk yang pembayarannya langsung 100% (lunas)
dilampiri:
a. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan;
b. Berita Acara Pembayaran.
171

(e) Jasa Pensertifikatan Tanah


1. Pembayaran tahap I maksimum 50% pada saat
pendaftaran ukur dengan dilampiri:
a. Berita Acara Penyerahan Bukti Pendaftaran Ukur;
b. Berita Acara Pembayaran.
2. Pembayaran tahap II sebesar 40% dengan dilampiri:
a. Berita Acara Penyerahan SK hak atas tanah;
b. Berita Acara Pembayaran.
3. Pembayaran Tahap III sebesar 10% dengan dilampiri:
a. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan.
b. Berita Acara Pembayaran.
(5) Jamkesda
(a) Kwitansi Global beserta rincian rekapitulasi klaim;
(b) Berita Acara Persetujuan Klaim yang ditanda tangani
oleh Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas
Kesehatan dan pemberi Pelayanan kesehatan dengan
diketahui oleh Kepala Dinas Kesehatan.
(6) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang bersumber dari
penerimaan pajak rokok
(a) Kwitansi;
(b) Tagihan dari BPJS;
(c) Berita Acara Rekonsiliasi

2) Dokumen SPM–LS atas nama Bendahara:


a) Persyaratan Umum Dokumen SPM–LS atas nama Bendahara:
(1) SPM–LS;
(2) Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja/Pembiayaan
PA/KPA/KPPKD;
(3) Laporan Penelitian Kelengkapan Dokumen Penerbitan
SPM–LS (PPK-3.1);
(4) Perincian Perhitungan Pajak dan e-Billing sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
b) Persyaratan Khusus Dokumen SPM–LS atas nama Bendahara:
(1) Tambahan Penghasilan Pegawai berdasarkan Prestasi Kerja
(a) Daftar penerima Tambahan Penghasilan;
(b) Rekapitulasi.
(2) Honorarium Pegawai Tidak Tetap dengan Perjanjian Kerja
(PTT-PK)
(a) Daftar Honor Pegawai Tidak Tetap dengan Perjanjian
Kerja (PTT-PK);
(b) Rekapitulasi (bila lebih dari satu daftar);
(c) Rekomendasi (Hasil Evaluasi PTT-PK) dari Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi JawaTimur;
(d) Perjanjian Kontrak Kerja PTT-PK;
(e) khusus poin (c) dan (d) dilampirkan saat pengajuan
SPM honor PTT-PK bulan Januari tahun berkenaan.
(3) Tambahan Honorarium Pegawai Tidak Tetap dengan
Perjanjian Kerja (PTT-PK) berdasarkan Kinerja.
(a) Daftar Penerima Tambahan Honorarium;
(b) Rekapitulasi (bila lebih dari satu daftar).
172

(4) Insentif Pemungutan Pajak


(a) Untuk SKPD di lingkungan Pemerintah Prov. Jatim:
1. Daftar Penerima;
2. Keputusan Kepala SKPD (besaran insentif);
3. Hasil Rekonsiliasi PAD dari Bidang Akuntansi;
4. Perhitungan besaran Insentif.
(b) Untuk Instansi Terkait:
1. Hasil Rekonsiliasi PAD dari Bidang Akuntansi;
2. Kwitansi bermaterai cukup.
3) Dokumen SPM–LS Bantuan Hibah/Sosial:
a) SPM–LS;
b) Surat Pernyataan Tanggungjawab Belanja/Pembiayaan
PA/KPA/KPPKD;
c) Laporan Penelitian Kelengkapan Dokumen Penerbitan SPM–LS
(PPK-3.1);
d) Keputusan Gubernur tentang penerima Hibah/Bansos;
e) Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) untuk SPP Hibah;
f) Pakta Integritas untuk SPP Hibah dan Bansos;
g) Foto Copy rekening Bank Umum yang masih aktif.
4) Dokumen SPM–LS Bantuan Keuangan/Belanja Tidak Terduga
pada Pihak Ketiga/Bagi Hasil kepada Provinsi/Kabupaten/Kota
dan Pemerintah Desa berupa uang:
a) SPM–LS;
b) Surat Pernyataan Tanggungjawab Belanja/Pembiayaan
PA/KPA/KPPKD;
c) Laporan Penelitian Kelengkapan Dokumen Penerbitan SPM–LS
(PPK-3.1);
d) Keputusan Gubernur tentang Belanja Tidak Terduga (selain
restitusi pendapatan);
e) Keputusan Kepala Daerah tentang Penetapan Perhitungan
Belanja Bagi Hasil Pajak Daerah dan retribusi Daerah untuk
Bagi Hasil kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintahan
Desa;
f) Surat Gubernur tentang dana bantuan keuangan kab/
kota/Pemerintah Desa untuk SPM–LS Bantuan Keuangan;
g) Foto Copy rekening dari Bank Umum yang masih aktif
(diutamakan Bank Pemerintah namun untuk kelancaran proses
pencairan dana disarankan menggunakan Bank Jatim).
5) Dokumen kelengkapan SPM–LS Belanja Tidak Terduga khusus
Restitusi Pendapatan tahun sebelumnya sebagai persyaratan
penerbitan
SP2D–LS:
a) SPM–LS;
b) Surat Pernyataan Tanggungjawab Belanja/Pembiayaan
PA/KPA/KPPKD;
c) Surat Permohonan Restitusi Pendapatan dari Kepala SKPD;
d) Persetujuan Restitusi Pendapatan dari PPKD;
e) Fotokopi Rekening dari Bank Umum yang masih aktif
(diutamakan Bank Pemerintah namun untuk kelancaran proses
pencairan dana disarankan menggunakan Bank Jatim).
173

e. SPM-Gaji
1) SPM Gaji;
2) Surat Pernyataan Tanggungjawab Belanja/Pembiayaan
PA/KPA/KPPKD;
3) Laporan Penelitian Kelengkapan Dokumen Penerbitan SPM Gaji
(PPK-3.1);
4) Rekap Gaji per Golongan;
5) Daftar penerima gaji dan rekap gaji per lembar untuk selain gaji
induk, sedangkan gaji induk tidak perlu melampirkan daftar
penerima gaji dan rekap per lembar;
6) e-Billing;
7) Untuk pengajuan masing-masing jenis SPM Gaji ditambah
persyaratan khusus pada masing-masing SPP Gaji.

3. Surat Perintah Pencairan Dana


a. SP2D adalah dokumen yang digunakan sebagai dasar pencairan dana
yang diterbitkan oleh Bidang Perbendaharaan pada Badan Pengelola
Keuangan dan Aset Daerah berdasarkan SPM yang diterbitkan oleh
PA/KPA;
b. Jenis SP2D adalah sebagai berikut:
1) SP2D–UP;
2) SP2D–GU;
3) SP2D-TU;
4) SP2D-LS/Gaji.
Semua dokumen yang menjadi kelengkapan penerbitan SP2D
disiapkan dalam bentuk elektronik dan dikirimkan secara daring
melalui aplikasi SIPPOL.
c. Dokumen SP2D yang dikirim ke Bank Jatim adalah sebagai berikut:
1) Pengantar SP2D;
2) SP2D elektronik.

4. Surat Pertanggung Jawaban (SPJ)


a. Dokumen SPJ:
1) SPJ GU akhir bulan:
Pada akhir bulan, Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran
Pembantu menyampaikan SPJ administratif kepada PA/KPA
berupa:
a) Buku Kas Umum (BKU) (BP-2.1) ;
b) Laporan Penyerapan Belanja (BP-2.3);
c) Laporan Pemungutan dan Penyetoran Pajak Bendahara
Pengeluaran Pembantu (BP-3.1);
d) Foto copy bukti pembayaran pajak;
e) Bukti Pengeluaran disusun berdasarkan nomor urut BKU.
f) Berita Acara Pemeriksaan Kas di masing- masing KPA, untuk
yang tidak memiliki KPA maka dilakukan oleh PA;
g) Foto Copy Rekening Koran dari Bank Jatim.
Pada akhir bulan, Bendahara Pengeluaran sebagai Koordinator
Administrasi Keuangan setiap bulan menyampaikan SPJ secara
fungsional ke Kuasa BUD dengan mengirimkan:
a) Laporan Pertanggungjawaban Fungsional BP/BPP Biro/BPP
BLUD Unit SKPD (BP-4.1);
174

b) Laporan Rekapitulasi Penyerapan Belanja (BP-2.5);


c) Rekapitulasi SPJ GU/TU/Fungsional (BP-2.6);
d) Laporan Penelitian SPJ (PPK-3.1);
e) Pengesahan SPJ (PPK-2.1);
f) Foto Copy Rekening Koran dari Bank Jatim;
g) Berita Acara Pemeriksaan Kas masing- masing KPA, untuk yang
tidak memiliki KPA maka dilakukan oleh PA.
2) SPJ GU Periodik (pertengahan bulan dan/atau akhir bulan),
masing-masing Bendahara Pengeluaran Pembantu menyampaikan
SPJ secara administratif kepada PA/KPA terdiri dari:
a) Buku Kas Umum (BKU) (BP-2.1);
b) Laporan Penyerapan Belanja (BP-2.3);
c) Laporan Pemungutan dan Penyetoran Pajak Bendahara
Pengeluaran Pembantu (BP-3.1);
d) Foto copy bukti pembayaran pajak;
e) Bukti Pengeluaran disusun berdasarkan nomor urut BKU;
f) Berita Acara Pemeriksaan Kas di masing- masing KPA, untuk
yang tidak memiliki KPA maka dilakukan oleh PA;
g) Foto Copy Rekening Koran dari Bank Jatim.
Bendahara Pengeluaran sebagai Koordinator Administrasi
Keuangan setiap bulan menyampaikan SPJ secara fungsional ke
Kuasa BUD dengan mengirimkan:
a. Laporan Rekapitulasi Penyerapan Belanja (BP-2.5);
b. Rekapitulasi SPJ GU/TU/Fungsonal (BP-2.6);
c. Laporan Penelitian SPJ (PPK-3.1);
d. Pengesahan SPJ (PPK-2.1);
e. Foto Copy Rekening Koran dari Bank Jatim;
f. Berita Acara Pemeriksaan Kas masing- masing KPA, untuk yang
tidak memiliki KPA maka dilakukan oleh PA.
b. SPJ Tambahan Uang Persediaan (TU) dibuat secara terpisah dari SPJ–
GU. SPJ–TU dilakukan 1 (satu) bulan setelah tanggal penerbitan SP2D
kecuali untuk kegiatan yang pelaksanaannya melebihi 1 (satu) bulan
atau kegiatan yang mengalami penundaan dari jadwal yang telah
ditetapkan yang diakibatkan oleh peristiwa diluar kendali PA/KPA.
Apabila terdapat sisa uang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan,
disetor ke Rekening Kas Umum Daerah pada bulan SPJ yang terakhir
dan bukti setor (STS) harus dilampirkan pada SPJ–TU yang terakhir.
Dokumen SPJ yang disampaikan kepada PA/KPA dan Kuasa BUD
mengacu pada SPJ GU Periodik.
c. Lampiran Bukti Pendukung SPJ Perjalanan Dinas:
1) Uang Transport lokal Perjalanan Dinas didalam kota yang kurang
dari 8 (delapan) jam dan uang harian Perjalanan Dinas didalam
kota yang lebih dari 8 (delapan) jam:
a) Undangan (jika ada);
b) Surat Perintah Tugas (SPT);
c) Kwitansi Perorangan;
d) SPPD lembar II.
Uang Transport diberikan dalam bentuk lumpsum dan tidak
dipotong pajak pph Pasal 21
2) Biaya Perjalanan Dinas Dalam Negeri (melewati batas kota):
a) Surat Perintah Tugas (SPT);
175

b) Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) lembar I dan II;


c) Laporan Perjalanan Dinas;
d) Rincian Biaya dan bukti pendukung:
1. Uang Harian
2. Uang Representasi (untuk pejabat negara, pejabat daerah,
pejabat eselon I dan pejabat eselon II)
3. Biaya Transport antara lain:
a. Biaya Tiket Pesawat Perjalanan Dinas Dalam Negeri Pergi
Pulang (PP) disertakan Tiket dan boardingpass;
b. Satuan Biaya Taksi perjalanan Dinas dalam negeri;
c. Satuan Biaya Transportasi Darat dari Ibu Kota Provinsi ke
Kabupaten/Kota dalam Provinsi yang sama (one way);
d. Satuan biaya transportasi Darat antar Kabupaten/Kota
selain Ibu Kota Provinsi dipertanggungjawabkan secara riil
dari tempat kedudukan ke tempat tujuan maksimal
Rp450.000,00 (empat ratus lima puluh ribu rupiah) PP.
e. Satuan Biaya Transportasi yang menggunakan
Pesawat/Kapal Laut/ Kereta Api antar Kabupaten/Kota
Dalam Provinsi disertaan Tiket dan Boarding Pass, biaya
transport (diluar tiket) dipertanggungjawabkan scara riil
dari tempat kedudukan ke tempat tujuan maksimal
Rp400.000,00 (empat ratus ribu rupiah).
f. (empat ratus ribu rupiah) PP Sewa Kendaraan disertakan
kwitansi pembayaran sewa, sedangkan biaya tol
dipertanggungjawabkan secara terpisah;
g. Biaya Rata-rata BBM disertakan bukti pembelian bukti
pembelian BBM (1 ltr per 8 km);
h. Ketentuan biaya transport untuk huruf b dan c
penggunaanya bersifat pilihan dan di bayarkan secara
lumpsum.
e) Biaya Hotel atau tempat penginapan lainnya.
f) Apabila bukti pengeluaran transportasi dan/atau penginapan
tidak diperoleh, diganti dengan Daftar Pengeluaran Riil (DPR).
3) Untuk Masyarakat
a) Undangan dan/atau SPT dari lembaga (jika ada);
b) Fotokopi identitas diri (KTP/SIM/Biodata);
c) Kwitansi Perorangan/Daftar Penerima Uang Transport.
4) Biaya Perjalanan Dinas Luar Negeri:
a) Surat Perintah Tugas (SPT) ditandatangani oleh Gubernur;
b) Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) lembar I dan lembar II;
c) Laporan Perjalanan Dinas;
d) Bukti pendukung sesuai ketentuan yang berlaku;
e) Fotocopy Paspor Dinas (service passport);
f) Visa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
g) Fotocopy Surat izin Mendagri.
5) Pertanggungjawaban Perjalanan Dinas Dalam Kota/biasa
dipertanggung-jawabkan sesuai alokasi anggaran belanja
Perjalanan Dinas Dalam Kota/Biasa.
176

d. Lampiran SPJ Pengadaan Barang/Jasa yang disiapkan oleh PPTK


antara lain:
1) Kwitansi pembayaran;
2) Bukti kontrak beserta lampirannya untuk Pembelian melalui Toko
Daring tanda bukti kontrak berupa Surat Pesanan/Purchase Order
(PO)/ bentuk lainnya sesuai dengan bisnis proses yang diterbitkan
oleh penyelenggara platform E-marketplace;
3) Berita Acara Hasil Pembelian langsung untuk pengadaan
barang/jasa bentuk kontrak berupa bukti pembelian/kwitansi
dengan nilai diatas Rp.5.000.000 s/d Rp50.000.000;
4) Berita Acara Kemajuan Hasil Pekerjaan/Berita Acara Serah Terima
Hasil Pekerjaan untuk pengadaan barang/jasa bentuk kontrak
berupa SPK dengan nilai di atas Rp50.000.000;
5) Summary report SPSE untuk yang bukti kontraknya berupa Surat
Perintah Kerja (untuk pekerjaan yang dikecualikan dari Peraturan
Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tidak perlu summary report)
6) Berita Acara Penyerahan Barang/Jasa untuk nilai diatas
Rp5.000.000;
7) Perincian perhitungan pajak;
8) e-Faktur, e-Billing PPN dan e-Billing PPh sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
e. Pembelian Langsung yang perolehannya dilakukan melalui penyedia
perorangan dengan nilai paling banyak Rp5.000.000,00 (contoh:
bahan makanan basah untuk kebutuhan makan penghuni Panti pada
penjual sayur keliling, pembelian kebutuhan reses anggota dewan
pada warung/masyarakat setempat):
1) Kwitansi pembayaran;
2) FC KTP penjual;
3) Nota Pembelian/Kwitansi yang diterbitkan oleh penjual.
f. Pembelian barang/jasa melalui sistem katalog elektronik atau toko
daring (E-Purchasing):
1) Toko Daring Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah (LKPP) melalui program Jawa Timur Belanja Online
(JATIM BEJO):
a) Tanda bukti transaksi berupa Surat Pesanan/Purchase
Order (PO) yang diterbitkan oleh Penyelenggara
Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) Mitra
Toko Daring Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah (LKPP);
b) Tanda bukti pembayaran berupa Kwitansi
elektronik/invoice yang diterbitkan oleh Penyelenggara
Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) Mitra
Toko Daring Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah (LKPP)
c) Kwitansi pembayaran (tanpa tanda tangan penyedia);
d) Bukti transfer; dan
e) PPN dan/atau PPh sesuai dengan ketentuan.
2) Melalui Katalog Elektronik Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah (LKPP):
a) Tanda bukti transaksi berupa Surat Pesanan dan/atau
dapat ditambahkan bentuk kontrak lainnya;
177

b) Kwitansi pembayaran (tanpa tanda tangan penyedia);


c) Bukti transfer; dan
d) PPN dan/atau PPh sesuai dengan ketentuan
g. Kwitansi dan bukti pendukung SPJ dibuat rangkap 3 (tiga).
h. Penandatanganan Bukti Pengeluaran:
PA/KPA menandatangani setuju bayar pada Kwitansi setelah
memenuhi kelengkapan dokumen pembayaran, kecuali untuk
pembayaran/pembelian langsung, dengan rincian sebagai berikut:
1) Anggaran yang dikelola oleh KPA dan Bendahara Pengeluaran:
setuju dibayar oleh KPA dan lunas dibayar oleh Bendahara
Pengeluaran;
2) Untuk instansi yang tidak mempunyai KPA: setuju dibayar oleh PA
dan lunas dibayar oleh Bendahara Pengeluaran;
3) Anggaran yang dikelola oleh KPA dan Bendahara Pengeluaran
Pembantu: setuju dibayar oleh KPA dan lunas dibayar oleh
Bendahara Pengeluaran Pembantu;
4) Bukti pembayaran elektronik dilampirkan sebagai bagian yang
tidak terpisahkan dari kwitansi pembayaran.
i. Kegiatan yang dilaksanakan secara daring (online) bukti kehadiran
dapat berupa tangkapan layar pada saat kegiatan berlangsung/
presensi online.
j. Pengadaan barang/jasa yang bisa didanai dari Uang Persediaan/Ganti
Uang/Tambahan Uang adalah:
1) Pengadaan barang/jasa dengan nilai maksimal senilai
Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah) per rincian objek (per bukti
transaksi); dan
2) Pengadaan barang/jasa yang menggunakan metode e-purchasing
dengan nilai paling banyak Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah)
per rincian objek (per bukti transaksi).
k. Pertanggungjawaban dana UP/GU/TU dapat melebihi Rp50.000.000
(lima puluh juta rupiah) dan proses administrasinya sesuai ketentuan
LS mencakup:
1) Pengadaan barang dan jasa yang bersifat mendesak (utamanya
pengadaan bahan makanan, obat- obatan, alat kesehatan yang
habis pakai, bahan laboratorium, film X-Ray, Reagen dan Gas
medis) untuk Rumah Sakit dan Dinas Sosial dengan nilai
maksimal Rp100.000.000 (seratus juta rupiah);
2) Sewa stand pameran, sewa tempat pelayanan samsat unggulan;
3) Pekerjaan tambah daya listrik;
4) Pekerjaan sertifikasi tanah yang dikerjakan melalui cara swakelola
dengan Badan Pertanahan Nasional;
5) Pembayaran listrik, telpon, air dan gas;
6) Pembayaran hadiah lomba berupa uang tunai/tabungan;
7) Pengadaan tanah;
8) Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Satuan Pendidikan Menengah
Negeri dan Satuan Pendidikan Khusus Negeri;
9) Bantuan Penunjang Operasional Penyelenggara Pendidikan
(BPOPP) Satuan Pendidikan Menengah Negeri dan Satuan
Pendidikan Khusus Negeri;
10) Pengadaan barang/jasa yang kegiatannya di luar negeri;
178

11) Perjalanan dinas ke luar negeri, kecuali perjalanan dinas yang


dilakukan melalui pihak ketiga (travel biro) maka harus
dilaksanakan dengan mekanisme LS.

l. Mekanisme Pembayaran:
1) Penggantian Uang Persediaan dari Bendahara Pengeluaran kepada
Bendahara Pengeluaran Pembantu dilakukan dengan pindah
buku/transfer berdasarkan DKKB yang telah ditandatangani oleh
PA/KPA.
2) Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu
melakukan Pembayaran secara non tunai (pindah buku/transfer)
kepada Penyedia Barang/Jasa setelah ada Nota Pencairan Dana
(NPD) yang disiapkan oleh PPTK dan ditandatangani oleh PA/KPA.
3) Apabila tidak memungkinkan dibayarkan secara non tunai, maka
dapat dibayarkan secara tunai untuk:
a) Pembayaran kepada penyedia barang/jasa dengan nilai
transaksi maksimal Rp 2.000.000 (dua juta rupiah);
b) Pembayaran kepada penyedia barang/jasa untuk pengadaan
barang/jasa yang bersifat darurat bencana; dan
c) Pembayaran kegiatan reses dan/atau Sosialisasi Perundang-
undangan yang difasilitasi oleh Sekretariat DPRD dengan nilai
transaksi maksimal Rp5.000.000 (lima juta rupiah).
4) Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu
melakukan pembayaran hak atas gaji dan selain gaji kepada
Pejabat Negara, Pimpinan dan Anggota DPRD, Pejabat Daerah dan
Pegawai secara non tunai (pindah buku/transfer).
m. Pembayaran Biaya Penunjang Operasional Gubernur, Wakil Gubernur
dan Pimpinan DPRD dapat dibayarkan secara non tunai/tunai sesuai
kebutuhan.
n. Setiap hari Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran
Pembantu Biro/Bendahara UOBK dapat menyimpan uang tunai
maksimal Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah) sedangkan
Bendahara Pengeluaran Pembantu di Unit SKPD maksimal
Rp5.000.000 (lima juta rupiah). PA/KPA wajib melakukan
pengawasan melekat terhadap posisi uang tunai yang ada pada
Bendahara Pengeluaran/ Bendahara Pengeluaran Pembantu,
dikecualikan anggaran Belanja Tak Terduga (BTT).
o. Nilai pada huruf l tidak termasuk pajak yang belum disetor dan
panjar/uang muka kerja.
p. Bidang Perbendaharaan pada Badan Pengelola Keuangan dan Aset
Daerah Provinsi Jawa Timur mengotorisasi Pengesahan SPJ yang
dilakukan oleh PA/KPA setelah memeriksa:
1) Pengesahan SPJ (PPK-2.1);
2) Laporan Pertanggungjawaban Fungsional Bendahara Pengeluaran
(BP-4.1); dan/atau
3) Berita Acara Pemeriksaan Kas masing-masing KPA, untuk yang
tidak memiliki KPA maka dilakukan oleh PA.
179

C. Mekanisme Pencairan dan Pertanggungjawaban Dana Bendahara


Pengeluaran
1. Pencairan Dana UP
a. Berdasarkan Keputusan Gubernur tentang Uang Persediaan
Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu membuat
SPP–UP untuk diajukan kepada PPK–SKPD/PPK–Unit SKPD;
b. PPK–SKPD/PPK–Unit SKPD meneliti dokumen SPP–UP, setelah
dinyatakan sah dan lengkap diterbitkan SPM–UP yang ditandatangani
oleh PA/KPA paling lambat 2 (dua) hari sejak diterimanya dokumen
SPP–UP;
c. Bidang Perbendaharaan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
meneliti kelengkapan dan keabsahannya, selanjutnya menerbitkan
SP2D sebagai dasar pencairan dana UP di Bank Jatim paling lambat 2
(dua) hari sejak diterimanya dokumen SPM–UP.
2. Pertanggungjawaban Dana UP/GU dan Pencairan Dana GU
a. Pengajuan Permohonan Ganti Uang (GU) dapat dilakukan lebih dari 1
(satu) kali dalam 1 (satu) bulan;
b. Untuk mempercepat dan mempermudah pelaksanaan program dan
kegiatan, Bendahara Pengeluaran Pembantu mengirimkan dokumen
SPJ secara langsung kepada PPK–SKPD/PPK–Unit SKPD dan
Bendahara Pengeluaran, paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya;
c. Bendahara Pengeluaran merekapitulasi SPJ yang telah diverifikasi
oleh PPK–SKPD/PPK–Unit SKPD selambat-lambatnya tanggal 8;
d. PPK–SKPD/PPK Unit SKPD menyiapkan pengesahan SPJ secara
elektronik dan ditangatangani oleh PA/KPA selambat-lambatnya
tanggal 10 bulan berikutnya;
e. Berdasarkan Pengesahan SPJ dari PA/KPA yang telah diotorisasi oleh
BPKAD, Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu
membuat SPP–GU;
f. PPK–SKPD/PPK Unit SKPD meneliti dokumen SPP–GU, lalu
menerbitkan SPM–GU yang ditandatangani oleh PA/ KPA paling
lambat 2 (dua) hari kerja sejak diterimanya dokumen SPP–GU. Jika
dokumen SPP–GU tidak lengkap, PPK–SKPD/PPK Unit SKPD
mengembalikan SPP–GU ke Bendahara Pengeluaran/Bendahara
Pengeluaran Pembantu paling lambat 1 (satu) hari sejak diterimanya
dokumen SPP–GU;
g. Bidang Perbendaharaan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
menerbitkan SP2D GU paling lambat 2 (dua) hari sejak diterimanya
SPM GU. Dalam hal dokumen SPM–GU dinyatakan tidak lengkap
dan/atau tidak sah dan/atau tidak sesuai pagu SPD, Bidang
Perbendaharaan pada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
menerbitkan Surat Penolakan Penerbitan SP2D paling lambat 1 (satu)
hari sejak SPM GU diterima;
h. Agar proses pencairan dana GU tidak melampaui bulan yang
bersangkutan dan untuk tertib administrasi laporan keuangan, maka
dokumen SPM–GU atas SPJ bulan sebelumnya diterima Bidang
Perbendaharaan pada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
paling lambat tanggal 15.
180

Sedangkan SPM–GU bulan berkenaan paling lambat tanggal 25 untuk


diteliti kelengkapan persyaratannya, apabila dinyatakan lengkap
dan/sah dan sesuai pagu anggaran selanjutnya diterbitkan SP2D GU
sebagai dasar pencairan dana GU di Bank Jatim, apabila tanggal 15
dan 25 jatuh pada hari libur, maka SPM GU diajukan 1 (satu) hari
kerja berikutnya.
i. Uang Panjar maksimum di SPJ-kan pada akhir bulan berkenaan
kecuali kegiatan yang pelaksanaannya melebihi 1 (satu) bulan atau
kegiatan yang mengalami penundaan dari jadwal yang telah
ditetapkan yang diakibatkan oleh peristiwa diluar kendali PA/KPA.
j. Apabila uang panjar yang diberikan lebih besar dari pada belanja yang
dilakukan, maka kelebihan tersebut dikembalikan kepada Bendahara
Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu, sedangkan apabila
uang panjar lebih kecil dari pada belanja yang dilakukan, maka
Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu
membayar kekurangannya.
3. Pencairan dan Pertanggungjawaban Dana TU
a. PA/KPA mengajukan Permohonan Tambahan Uang (TU) beserta
Rincian Rencana Penggunaan TU kepada Sekretaris Daerah melalui
Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah;
b. Pengajuan Permohonan Tambahan Uang (TU) maksimal 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) bulan untuk setiap KPA;
c. Berdasarkan Persetujuan Permohonan Tambahan Uang dari Badan
Pengelola Keuangan dan Aset Daerah selaku PPKD, Bendahara
Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu membuat SPP–TU
kepada PA/KPA melalui PPK- SKPD/PPK Unit SKPD;
d. Penerbitan SPM–TU paling lambat 2 (dua) hari kerja sejak diterimanya
dokumen SPP–TU. Jika dokumen SPP–TU tidak lengkap/sah, maka
SPP TU dikembalikan ke Bendahara Pengeluaran/Bendahara
Pengeluaran Pembantu paling lambat 1 (satu) hari sejak SPP TU
diterima;
e. Penerbitan SP2D TU dilakukan paling lambat 2 (dua) hari sejak SPM
TU diterima oleh BPKAD. Jika dokumen SPM TU tidak lengkap
dan/atau pengeluaran tersebut melampaui pagu anggaran, BPKAD
menerbitkan Surat Penolakan Penerbitan SP2D TU paling lambat 1
(satu) hari sejak SPM TU diterima;
f. Dalam hal Dana TU tidak habis digunakan, maka sisa TU harus
disetorkan ke rekening Kas Umum Daerah 1 (satu) bulan setelah
tanggal penerbitan SP2D TU;
g. Penggunaan Dana TU harus dipertanggungjawabkan secara terpisah
dengan SPJ-GU, apabila SPJ TU bersamaan dengan SPJ GU maka
pengajuan SPJ TU dilakukan terlebih dahulu, SPJ-TU dilampiri bukti
setor sisa TU;
h. Pengesahan SPJ-TU dibuat selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah
tanggal penerbitan SP2D TU.
4. Pencairan Dana LS
a. PPTK menyiapkan dokumen kelengkapan pembayaran dengan
mekanisme LS untuk diserahkan kepada Bendahara
Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu;
181

b. Jika dokumen tersebut lengkap dan sah, Bendahara


Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu membuat SPP–LS
dan mengajukannya kepada PPK–SKPD/PPK–Unit SKPD;
c. PPK–SKPD/PPK–Unit SKPD meneliti dokumen SPP–LS, setelah
dinyatakan lengkap diterbitkan SPM–LS yang ditanda tangani oleh
PA/KPA paling lambat 2 (dua) hari kerja sejak diterimanya dokumen
SPP–LS. Dokumen fisik yang menjadi persyaratan pencairan disimpan
oleh PPK–SKPD/PPK–Unit SKPD;
d. SPM–LS beserta lampirannya dikirim ke Bidang Perbendaharaan pada
Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah secara daring paling
lambat 5 (lima) hari kerja sejak tanggal SPM–LS diterbitkan untuk
diteliti pagu anggaran dan kelengkapannya;
e. Setelah dinyatakan lengkap dan benar Bidang Perbendaharaan pada
Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah menerbitkan SP2D paling
lambat 2 (dua) hari kerja sejak diterimanya dokumen SPM–LS;
f. Pengajuan SPM–LS pengadaan barang/jasa dilakukan paling lambat
30 (tiga puluh) hari kalender terhitung tanggal serah terima
barang/pekerjaan, sedangkan pengajuan SPM–LS atas nama
Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak berakhirnya pelaksanaan
kegiatan;
g. Khusus untuk Belanja Bantuan Keuangan dan Belanja Tidak Terduga
yang dikelola oleh SKPKD, pengajuan SPP LS dilakukan oleh
Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu SKPKD
kepada KPPKD melalui PPK–Unit SKPKD. Berdasarkan SPM–LS yang
ditandatangani oleh KPPKD, Kuasa BUD menerbitkan SP2D–LS.
5. Pencairan dan Pertanggungjawaban Gaji
a. Berdasarkan SPD, Pengurus Gaji menyiapkan dokumen SPP Gaji
untuk disampaikan kepada Bendahara Pengeluaran dalam rangka
pengajuan SPP Gaji;
b. PPK–SKPD/PPK-Unit SKPD meneliti dokumen SPP Gaji, setelah
dinyatakan lengkap diterbitkan SPM Gaji yang ditandatangani oleh
Pengguna Anggaran paling lambat 2 (dua) hari kerja sejak diterimanya
dokumen SPP Gaji;
c. SPM beserta lampirannya diajukan kepada Bidang Perbendaharaan
pada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah untuk diteliti pagu
anggaran dan kelengkapannya paling lambat tanggal 20 bulan
sebelumnya untuk gaji Induk, sedangkan selain gaji induk tanggal 25
setiap bulannya;
d. Pengurus Gaji mengirimkan dokumen SPJ Gaji Induk kepada
Bendahara Pengeluaran paling lambat tanggal 20 bulan berkenaan,
dikecualikan SPJ Gaji selain gaji induk dapat dikirim bulan
berikutnya;
e. Pembayaran gaji Induk untuk bulan Januari dilakukan pada hari
kerja pertama, sedangkan pembayaran gaji Induk untuk bulan
Pebruari sampai dengan bulan Desember dilakukan pada hari
kalender pertama setiap bulannya;
f. Bendahara Pengeluaran mengirim SPJ Gaji kepada PPK–SKPD
selambat-lambatnya tanggal 25;
g. PPK–SKPD/PPK-Unit SKPD memverifikasi dokumen SPJ Gaji dan
membuat pengesahan SPJ Gaji;
182

h. SPJ Gaji meliputi:


1) Buku Kas Umum Gaji (BP-2.1);
2) Laporan Realisasi Gaji (BP-2.6);
3) Pengesahan SPJ Gaji (PPK-2.3);
4) Foto copy SP2D Gaji;
5) Rekapitulasi Daftar Gaji per Golongan; dan
6) Daftar Gaji yang telah ditandatangani oleh masing- masing yang
berhak/bersangkutan;
7) Surat Tanda Setor (STS) ke Rekening Kas Umum Daerah di Bank
Jatim untuk pengembalian gaji yang tidak diterimakan.
6. Prosedur Pencairan Biaya Operasional dan Biaya Administrasi Bank
untuk Pengelolaan Dana Bergulir.
a. Pencairan biaya operasional dan biaya administrasi bank berdasarkan
pagu Anggaran yang tersedia dalam Surat Penyediaan Dana (SPD)
SKPD;
b. Prosedur dan dokumen pencairan biaya operasional mengikuti
ketentuan berlaku;
c. Dokumen pencairan biaya administrasi bank sebagai persyaratan
pengajuan SPP dan SPM;
d. Surat Permohonan pembayaran biaya administrasi bank dari bank
pelaksana:
1) Laporan rekapitulasi realisasi kredit dana bergulir.
2) Kwitansi asli bermaterai.
3) Fotocopy rekening Bank Pelaksana.
4) Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah menerbitkan SP2D
sesuai ketentuan yang berlaku.
7. Setoran pengembalian atas Belanja pada SKPD
Dalam penyetoran pengembalian atas belanja, Bendahara Pengeluaran/
Bendahara Pengeluaran Pembantu harus menginput data pada aplikasi
PAD online untuk untuk mendapatkan nomor VA, kemudian
menyetorkan pada PT. Bank Jatim dengan menggunakan nomor VA
tersebut, setelah dana masuk ke RKUD, maka STS secara daring bisa
dicetak. Input data tersebut harus lengkap mulai dari kode rekening
belanjanya, serta tahun anggarannya.
a. Penerimaan Kas atas pengembalian kelebihan pembayaran yang
terjadi pada periode tahun berjalan dicatat sebagai pengurang belanja
pada periode yang sama sebagai contra post. Bendahara Pengeluaran/
Bendahara Pengeluaran Pembantu harus menginput data pada
aplikasi PAD online untuk untuk mendapatkan nomor VA, kemudian
menyetorkan pada PT. Bank Jatim dengan menggunakan nomor VA
tersebut, setelah dana masuk ke RKUD, maka STS secara daring bisa
dicetak. Input data tersebut harus lengkap kode rekening belanjanya
serta tahun anggarannya.
b. Jika setoran atas pengembalian belanjanya berasal dari Belanja
Fungsional SKPD BLUD pada periode tahun berjalan maka setoran
STS nya disetorkan ke Rekening Kas Bendahara
Penerimaan/Bendahara Penerimaan Pembantu rekening dana
fungsional BLUD dan dicatat sebagai contra post Belanja Fungsional
BLUD.
183

c. Penerimaan Kas atas pengembalian kelebihan pembayaran yang


terjadi pada periode Tahun Anggaran sebelumnya dicatat sebagai
pendapatan dari pengembalian. Bendahara Pengeluaran/Bendahara
Pengeluaran Pembantu harus menginput data pada aplikasi PAD
online untuk untuk mendapatkan nomor VA, kemudian menyetorkan
pada PT. Bank Jatim dengan menggunakan nomor VA tersebut,
setelah dana masuk ke RKUD, maka STS secara daring bisa dicetak.
Input data harus menjelaskan keterangan uraian tentang
pengembalian belanja pada program kegiatan serta Tahun Anggaran
kejadian. Hal ini merupakan penghematan belanja.
d. Jika setoran atas pengembalian belanjanya berasal dari Belanja
Fungsional SKPD BLUD pada periode Tahun Anggaran sebelumnya
maka setoran STS nya disetorkan ke Rekening Kas Bendahara
Penerimaan/ Bendahara Penerimaan Pembantu rekening dana
fungsional BLUD dan dicatat sebagai Pendapatan Pengembalian
Belanja BLUD.
e. Setoran Pengembalian Belanja SPJ GU/TU:
1) Setoran Pengembalian Belanja SPJ TU pada periode tahun
anggaran berjalan, maka dicatat sebagai setoran kas pada kode
rekening Kas Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran
Pembantu ke RKUD pada PT. Bank Jatim.
2) Setoran Pengembalian Belanja SPJ GU pada periode Akhir Tahun
Anggaran, maka dicatat sebagai setoran kas pada kode rekening
Kas Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu ke
RKUD pada PT. Bank Jatim.
8. Tata Cara Setoran dan Pelaporan Penerimaan Daerah, Pengajuan Surat
Perintah Membayar (SPM), Penerbitan SP2D dan Penyampaian Surat
Pertanggungjawaban (SPJ) Pada Akhir Tahun Anggaran.
Khusus pada akhir Tahun Anggaran berpedoman pada Peraturan
Gubernur Jawa Timur Nomor 105 Tahun 2018 tanggal 25 Oktober 2018
tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan dan Pengeluaran Daerah pada
Akhir Tahun Anggaran dan Surat Edaran Gubernur sebagai petunjuk
teknis pelaksanaannya.

D. Mekanisme Pertanggungjawaban Dana BOS


1. Pertanggungjawaban Dana BOS Satdikmen/Satdiksus Negeri
a. Bendahara Pengeluaran Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur
merekapitulasi laporan penerimaan dan belanja Dana BOS dan
mencetak laporan pertanggungjawaban Dana BOS untuk
disampaikan ke PPK–SKPD Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur
dan membuat Laporan Penerimaan Dana BOS.
b. PPK–SKPD meneliti kelengkapan laporan pertanggungjawaban
penggunaan Dana BOS dan selanjutnya membuat:
1) Draft Pengesahan SPJ Dana BOS.
2) Draft Surat Permintaan Pengesahan Belanja (SP2B).
PPK–SKPD juga memberikan paraf pada Laporan Rekapitulasi
Pendapatan Transfer BOS untuk ditandatangani oleh Pengguna
Anggaran.
184

c. Pengguna Anggaran Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur


menandatangani Pengesahan SPJ Dana BOS, SP2B dan Laporan
Penerimaan Dana BOS dilampiri Rekapitulasi Penerimaan Dana
BOS per Satdiksus/Satdikmen dan selanjutnya mengirimkannya ke
BPKAD.
d. Bidang Perbendaharaan di BPKAD menyerahkan Laporan
Penerimaan Dana BOS kepada Bendahara Penerimaan SKPKD
untuk dicatat dalam Buku Kas Umum sebagai dasar untuk
membuat Surat Pengesahan Pendapatan Transfer (SP2T).
e. Bendahara Penerimaan SKPKD membuat draft SP2T untuk
ditandatangani oleh Kuasa BUD.
f. Bidang Perbendaharaan di BPKAD memeriksa kelengkapan
dokumen SP2B dan menyiapkan drat Surat Pengesahan Belanja
(SPB) Dana BOS dan memeriksa draft Surat Pengesahan
Pendapatan Transfer (SP2T) Dana BOS sesuai dengan pengajuan
SP2B dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur.
g. Kuasa BUD menandatangani SPB dan SP2T. Atas dasar SP2T,
fungsi akuntansi SKPKD mencatat ke dalam jurnal.
h. Bendahara Dana BOS harus memberikan kuasa kepada PT. Bank
Jatim guna memindahbukukan Jasa Giro atas uang yang
dikelolanya ke Rekening Kas Umum Daerah Provinsi Jawa Timur
Nomor: 0011000477.
2. Pertanggungjawaban Dana BOS Satdikmen/Satdiksus Swasta dan
Satdikdas Negeri/Swasta.
a. Bendahara Pengeluaran Dinas Pendidikan menghimpun data tentang
penyaluran Dana BOS di Satdikmen/Satdiksus Swasta dan
Satdikdas Negeri/Swasta melalui Cabang Dinas terkait dan
memverifikasi kebenaran datanya.
b. Bendahara Pengeluaran Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur
membuat Laporan Penerimaan Dana BOS Satdiksus/Satdikmen
Swasta dan Satdikdas untuk diserahkan kepada Pengguna Anggaran
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur melalui PPK–SKPD. Laporan
Penerimaan Dana BOS tersebut dilampiri dengan Rekapitulasi
Penerimaan Dana BOS per Satdikmen/Satdiksus Swasta dan
Satdikdas.
c. Pengguna Anggaran Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur
menandatangani Laporan Penerimaan Dana BOS
Satdikmen/Satdiksus Swasta dan Satdikdas dan mengirimkannya
kepada BPKAD.
d. Bendahara SKPKD di BPKAD yang menatausahaan pendapatan dan
belanja hibah mencatat ke dalam Buku Kas Umum dan menyiapkan
pertanggungjawaban atas belanja hibah dan pendapatan transfer.
e. PPK-SKPKD di BPKAD memverifikasi laporan pertanggungjawaban
atas belanja hibah BOS dan pendapatan hibah BOS dan menyiapkan
Pengesahan SPJ Belanja Hibah dan membuat draft SPB dan Surat
Pengesahan Pendapatan Transfer (SP2T) sesuai dengan pengajuan
laporan Penerimaan Dana BOS Satdikmen/Satdiksus Swasta dan
Satdikdas dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur.
f. Selanjutnya Kuasa BUD menandatangani SBP dan SP2T.
185

E. Mekanisme Pencairan Dan Pertanggungjawaban Dana BPOPP


1. Bendahara Pengeluaran Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur
membuat SPP UP yang besaran UP nya terdiri dari UP untuk operasional
Dinas Pendidikan dan UP untuk dana BPOPP. Dokumen SPP–UP yang
diajukan oleh Dinas Pendidikan terdiri dari:
a) SPP–UP;
b) Fotokopi Keputusan Gubernur tentang Uang Persediaan;
c) Rekapitulasi jumlah peserta didik sesuai Dapodik dan besaran
BPOPP.
2. Setiap bulan Bendahara Pengeluaran Dinas Pendidikan mengajukan SPP
GU untuk Dana BPOPP dilengkapi rekapitulasi daftar peserta didik per
Satdikmen/Satdiksus Negeri sesuai dengan Dapodik.
3. Pengajuan Permohonan Ganti Uang (GU) dilakukan 1 (satu) kali dalam 1
(satu) bulan setelah dilakukan Pengesahan SPJ Dana BPOPP bulan
sebelumnya.
4. Bendahara Pengeluaran Pembantu yang mengelola Dana BPOPP
melakukan pencatatan di Buku Kas Umum yang khusus mencatat
transaksi penerimaan dan belanja Dana BPOPP.
5. Bendahara Pengeluaran Pembantu yang bertanggungjawab atas
pengelolaan dana BPOPP mengirimkan laporan pertanggungjawaban
penggunaan dana BPOPP paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya ke
PPK–SKPD/PPK–Unit SKPD untuk diverifikasi. Dokumen SPJ yang
dikirimkan oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu sama dengan
dokumen SPJ regular lainnya.
6. PPK–SKPD/PPK–Unit SKPD memverifikasi dokumen kelengkapan SPJ
Dana BPOPP dan menyiapkan draft Pengesahan SPJ Dana BPOPP
secara elektronik dan mengajukannya ke Pengguna Anggaran.
7. Pengguna Anggaran menandatangani Pengesahan SPJ Dana BPOPP dan
mengotorisasinya sebagai bukti pengiriman Pengesahan SPJ BPOPP ke
BPKAD.
8. BPKAD melakukan otorisasi atas Pengesahan SPJ BPOPP.
9. Bendahara Dana BPOPP harus memberikan kuasa kepada PT. Bank
Jatim guna memindahbukukan Jasa Giro atas uang yang dikelolanya ke
Rekening Kas Umum Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor: 0011000477.
10. Pada akhir tahun anggaran, Bendahara Dana BPOPP wajib menyetorkan
sisa GU Dana BPOPP ke RKUD.
186

BAB X
PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH
DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

A. Jenis BLUD
BLUD di Pemerintah Provinsi Jawa Timur dibedakan menjadi 2 (dua),
yaitu:
1. BLUD Unit–SKPD
BLUD Unit–SKPD adalah unit pelaksana teknis dinas yang melaksanakan
kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang tertentu
yang menerapkan pola pengelolaan keuangan BLUD.
2. BLUD Unit Organisasi Bersifat Khusus (disingkat UOBK)
BLUD UOBK adalah rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur
yang memberikan layanan secara professional melalui pemberian otonomi
dalam pengelolaan keuangan dan barang milik daerah serta bidang
kepegawaian.
Pada BLUD diberikan fleksibilitas dalam hal pengelolaan keuangan dan
pengelolaan barang milik daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

B. Penganggaran BLUD
1. Tahun Anggaran yang berlaku bagi Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD), mengikuti Tahun Anggaran APBD Provinsi Jawa Timur.
2. Setiap Tahun Anggaran, Pemimpin BLUD wajib menyusun Rencana Bisnis
dan Anggaran (RBA) yang berbasis kinerja dengan mengacu pada Rencana
Strategi (Renstra) sebagai bahan penyusunan RKA SKPD.
3. Format RBA terdiri dari:
• Lembar Pengesahan
• Ringkasan Eksekutif
I. Pendahuluan:
1.1 Latar Belakang.
1.2 Tujuan Penyusunan RBA.
1.3 Susunan Pejabat Pengelola dan Dewan. Pengawas.
1.4 Uraian Tugas pejabat Pengelola dan Dewan Pengawas.
1.5 Produk Layanan BLUD.
II. Realisasi, Prognosis, dan Target Kinerja
2.1 Realisasi, Prognosis dan target Kinerja pelayanan.
2.2 Realisasi, Prognosis dan target Kinerja Pengelolaan SDM.
2.3 Realisasi, Prognosis dan target Kinerja Pengelolaan
Sarana/Prasarana.
2.4 Realisasi, Prognosis dan target Kinerja Keuangan.
2.5 Realisasi, Prognosis dan target Kinerja Unit Kerja (opsional).
III. Rencana Bisnis dan Anggaran
3.1 Ringkasan Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan.
3.2 Rincian Anggaran Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan.
3.3 Perkiraan Harga.
3.4 Besaran Persentase Ambang Batas.
3.5 Perkiraan Maju Atau/Forward Estimate.
187

IV. Penutup
Lampiran:
1. RBA – Pendapatan.
2. RBA - Belanja per sumberdana.
3. RBA -Pembiayaan.
4. RKA – BLUD unit kerja.
5. Tarif layanan.
6. Standar Pelayanan Minimal (SPM).
4. RBA BLUD Unit–SKPD dan BLUD UOBK menjadi dasar dalam
penyusunan RKA Unit SKPD dan RKA UOBK untuk kemudian
dikonsolidasikan dengan RKA-SKPD.
5. RBA BLUD UOBK beserta RKA UOBK wajib disampaikan kepada PPKD
dan BAPPEDA.
6. RBA BLUD Unit–SKPD menjadi bagian dari RKA SKPD yang wajib
disampaikan kepada PPKD dan BAPPEDA.
7. Mekanisme penyusunan RKA menjadi DPA mengikuti mekanisme dan
jadwal penyusunan APBD
8. BLUD Unit Kerja SKPD dan BLUD UOBK wajib menyusun RBA Definitif
menyesuaikan dengan pagu APBD yang telah ditetapkan dan menjadi
dasar dalam penyusunan DPA
9. BLUD dapat menganggarkan Pembiayaan untuk menampung:
a. Penggunaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya
(SiLPA);
b. Penerimaan Utang/Pinjaman;
c. Pembayaran Pokok Utang/Pinjaman;
d. Investasi/Divestasi.
10. Penggunaan pelampauan target pendapatan BLUD:
a. Jika pelampauan target pendapatan terjadi sebelum P-APBD maka
BLUD dapat menggunakan langsung pelampauan target
pendapatan tersebut selama masih dalam ambang batas yang
tertuang dalam RBA masing-masing BLUD melalui tahapan
penyesuaian RBA sebelum penetapan P-APBD. Penggunaan
pelampauan target pendapatan tersebut harus dituangkan dalam P-
APBD;
b. Jika pelampauan target pendapatan terjadi setelah P-APBD maka
BLUD dapat menggunakan langsung pelampauan target
pendapatan tersebut selama masih dalam ambang batas
fleksibilitas yang tertuang dalam RBA masing-masing BLUD dan
dipertanggungjawabkan dalam tahun berkenaan dan
melaporkannya dalam LRA;
c. Penggunaan pendapatan yang melampaui ambang batas fleksibilitas
dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Gubernur.
11. Pengelolaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) BLUD
a. SiLPA BLUD merupakan selisih lebih antara realisasi penerimaan
dan pengeluaran BLUD selama 1 (satu) tahun anggaran.
b. SiLPA BLUD dihitung berdasarkan laporan realisasi anggaran pada
1 (satu) periode anggaran.
c. SiLPA Tahun Anggaran berkenaan dapat dimanfaatkan pada awal
tahun anggaran berikutnya dengan memperhitungkan Perkiraan
SiLPA berasal dari prediksi saldo kas akhir tahun berjalan dalam
188

dokumen RBA Definitif yang selanjutnya dicantumkan dalam DPA


BLUD.
d. SiLPA BLUD dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya,
kecuali atas perintah Gubernur disetorkan sebagian atau
seluruhnya ke kas daerah dengan mempertimbangkan posisi
likuiditas dan rencana pengeluaran BLUD.
e. Pemanfaatan SiLPA BLUD dalam tahun anggaran berikutnya dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas.
f. Pemanfaatan SiLPA BLUD dalam tahun anggaran berikutnya yang
digunakan untuk membiayai program dan kegiatan harus melalui
mekanisme APBD.
g. Pemanfaatan SiLPA BLUD dalam tahun anggaran berikutnya
apabila dalam kondisi mendesak dapat dilaksanakan mendahului
perubahan APBD
h. Kriteria kondisi mendesak mencakup:
1) Program dan kegiatan pelayanan dasar masyarakat yang
anggarannya belum tersedia dan/atau belum cukup
anggarannya pada tahun anggaran berjalan; dan
2) Keperluan mendesak lainnya yang apabila ditunda akan
menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi pemerintah daerah
dan masyarakat
i. Mekanisme pemanfaatan SiLPA BLUD dalam tahun anggaran
berikutnya mendahului perubahan APBD dapat dilakukan melalui
tahapan sebagai berikut:
1) mengajukan usulan pada Gubernur melalui Sekretaris Daerah
untuk memanfaatkan SiLPA BLUD pada tahun anggaran
berjalan setelah dilakukan audit Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah Provinsi Jawa Timur.
2) menyesuaikan RBA yang memuat pemanfaatan selisih lebih
SiLPA BLUD.
3) Selisih lebih SiLPA BLUD terhadap perkiraan SiLPA BLUD
Tahun Anggaran berjalan dapat dimanfaatkan setelah
Pengesahan Mendahului Perubahan Perkada tentang
Penjabaran APBD dan DPA BLUD.

C. Pergeseran Belanja
Pergeseran belanja dalam rangka pemanfaatan pendapatan fungsional
BLUD hanya dapat dilakukan antar rekening belanja dalam 1 (satu) kegiatan
dalam jenis belanja yang sama. Pergeseran tersebut tidak diperkenankan
melampaui total anggaran belanja satu tahun dalam DPA APBD

D. Pengelola Keuangan di BLUD


1. Pengelola Keuangan pada BLUD Unit–SKPD
a. Kepala BLUD Unit–SKPD merupakan KPA yang mendapat
pelimpahan kekuasaan dari Pengguna Anggaran (PA)/Pengguna
Barang (PB) di SKPD induknya. PA/PB SKPD induk melimpahkan
sebagian kewenangan pengelolaan keuangan/barang daerah kepada
Kepala Unit SKPD yang menerapkan BLUD selaku KPA BLUD Unit–
SKPD. Pelimpahan sebagian kewenangan dalam pengelolaan
keuangan meliputi:
189

1) menyusun RBA;
2) menyusun RKA;
3) menyusun DPA;
4) melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas
beban anggaran belanja;
5) melaksanakan anggaran Unit SKPD yang dipimpinnya;
6) melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan
pembayaran;
7) mengadakan ikatan/perjanjian kerja sama dengan pihak lain
dalam batas anggaran yang telah ditetapkan;
8) melaksanakan pemungutan pendapatan BLUD;
9) mengelola utang dan piutang daerah yang menjadi tanggung
jawab Unit SKPD yang dipimpinnya;
10) mengawasi pelaksanaan anggaran yang menjadi tanggung
jawabnya;
11) menandatangani SPM;
12) mengesahkan SPJ UP/GU;
13) menyusun dan menyampaikan laporan keuangan BLUD Unit–
SKPD yang dipimpinnya;
14) melaksanakan tugas lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
b. Untuk membantu melaksanakan fungsinya, KPA BLUD Unit–SKPD
dibantu oleh 1 (satu) Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) BLUD
Unit–SKPD untuk menatausahaan belanja subsidi dan belanja dari
pendapatan BLUD, 1 (satu) Bendahara Penerimaan Pembantu.
c. Khusus untuk Gaji, BPP BLUD Unit–SKPD dibantu pelaksana
administrasi keuangan sebagai Pengurus Gaji yang dalam
melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh Pelaksana Administrasi
Keuangan yang berfungsi membantu Pengurus Gaji.
d. Untuk mendukung kelancaran pengelolaan keuangan daerah,
masing-masing BLUD Unit–SKPD dapat menunjuk Operator SIPD,
yang bertanggung jawab kepada PPK-BLUD Unit–SKPD.
e. Untuk mempercepat proses penyelesaian administrasi keuangan
daerah, maka yang ditunjuk sebagai PPK–Unit SKPD adalah pejabat
struktural yang memahami pengelolaan dan penatausahaan
keuangan daerah.
f. Untuk pelaksanaan dan pengendalian program, kegiatan atau sub
kegiatan, KPA BLUD Unit–SKPD dibantu oleh pejabat satu tingkat
dibawah KPA BLUD Unit–SKPD sebagai PPTK. Ketentuan ini
dikecualikan untuk UPT yang hanya memiliki 2 (dua) pejabat
struktural.
g. Terkait dengan pelaksanaan program/kegiatan/ subkegiatan, tugas
dari PPTK adalah menyiapkan dokumen kelengkapan untuk proses
pencairan atau pembayaran baik melalui mekanisme LS maupun
melalui dana UP/GU Fungsional. Setelah dokumen lengkap, PPTK
menyerahkan kepada Bendahara Pengeluaran Pembantu BLUD Unit–
SKPD untuk diproses pencairan/pembayarannya.
h. Khusus untuk pembayaran melalui dana UP/GU Fungsional, selain
menyiapkan dokumen kelengkapan, PPTK juga membuat Nota
Pencairan Dana (NPD) untuk ditandatangani oleh KPA BLUD Unit–
190

SKPD. Berdasarkan NPD tersebut, Bendahara Pengeluaran


Pembantu BLUD Unit–SKPD membayarkan kepada pihak yang
dimaksud dalam NPD.
i. Penunjukan KPA BLUD Unit–SKPD, Bendahara Pengeluaran
Pembantu BLUD Unit–SKPD, Bendahara Penerimaan Pembantu,
serta pejabat yang diberi wewenang menandatangani SPM,
mengesahkan SPJ dan Laporan Keuangan BLUD Unit–SKPD
ditetapkan dengan Keputusan Gubernur Jawa Timur.
j. Penunjukan PPK–Unit SKPD dan PPTK ditetapkan oleh Kepala
Daerah atas usulan KPA BLUD Unit–SKPD. Adapun untuk Pelaksana
Administrasi Keuangan, Pengurus Gaji, Pelaksana PPK-SKPD,
Operator SIPD, E-master, Operator SIPD, Operator SMEP, dan
Operator PUSDATIM ditetapkan dengan Keputusan Kepala BLUD
Unit–SKPD.

2. Pengelola Keuangan pada BLUD UOBK


a. Pemimpin BLUD UOBK bertindak selaku Kuasa Pengguna Anggaran
(selanjutnya disebut KPA UOBK). Dalam hal pemimpin BLUD UOBK
berasal dari non PNS, yang bertindak sebagai KPA BLUD UOBK
adalah pejabat keuangan yang wajib berstatus PNS.
b. KPA BLUD UOBK merupakan KPA yang mendapat pelimpahan
kewenangan dari PA. PA melimpahkan sebagian kewenangan
pengelolaan keuangan kepada KPA BLUD UOBK berdasarkan
pertimbangan amanat peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus. Pelimpahan sebagian kewenangan dalam pengelolaan
keuangan meliputi:
1. menyusun RBA;
2. menyusun RKA-UOBK;
3. menyusun DPA-UOBK;
4. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas
beban anggaran belanja dan/atau pengeluaran pembiayaan;
5. melaksanakan anggaran pada unit organisasi bersifat khusus
yang dipimpinnya;
6. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan
pembayaran;
7. mengadakan ikatan/perjanjian kerja sama dengan pihak lain
dalam batas anggaran yang telah ditetapkan;
8. menandatangani SPM;
9. mengesahkan SPJ UP/GU;
10. melaksanakan pemungutan pendapatan BLUD;
11. mengelola utang dan piutang daerah yang menjadi tanggung
jawab SKPD yang dipimpinnya;
12. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan unit
organisasi bersifat khusus yang dipimpinnya;
13. mengawasi pelaksanaan anggaran pada unit organisasi bersifat
khusus yang dipimpinnya;
14. menetapkan pejabat lainnya dalam unit organisasi bersifat
khusus yang dipimpinnya dalam rangka pengelolaan keuangan
daerah; dan
191

15. Melaksanakan tugas, fungsi dan kewenangan dalam proses


pengadaan barang dan jasa BLUD sesuai ketentuan perundang-
undangan setara dengan tugas dan fungsi PA dalam proses
pengadaan barang dan jasa;
16. melaksanakan tugas lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
c. Struktur pengelola keuangan pada BLUD UOBK yang tidak memiliki
Wakil Direktur mengacu pada struktur pengelola keuangan di BLUD
Unit SKPD.
d. Guna memperlancar proses penatausahaan keuangan, KPA BLUD
UOBK dapat melimpahkan kewenangannya kepada Wakil Direktur
untuk memerintahkan pembayaran dan menandatangani SPM yang
bersumber dari Pendapatan BLUD.
e. Wakil Direktur selaku Pejabat yang Memerintahkan Pembayaran dan
Menandatangani SPM menerima pelimpahan sebagian kewenangan
dari KPA UOBK untuk:
1) melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas
Beban anggaran belanja yang bersumber dari Pendapatan BLUD;
2) melaksanakan anggaran yang bersumber dari Pendapatan BLUD;
3) melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan
pembayaran;
4) mengawasi pelaksanaan anggaran yang menjadi tanggung
jawabnya;
5) menandatangani SPM yang bersumber dari Pendapatan BLUD;
6) menandatangani bukti pengeluaran atas pelaksanaan anggaran
yang menjadi tanggungjawabnya.
f. Pejabat yang ditunjuk untuk memerintahkan pembayaran dan
menandatangani SPM tidak boleh merangkap sebagai PPK-Unit
SKPD, PPTK, atau Bendahara UOBK.
g. Pengelola keuangan pada BLUD UOBK terdiri dari KPA BLUD UOBK,
Wakil Direktur selaku Pejabat yang Memerintahkan Pembayaran dan
Menandatangani SPM, PPK–Unit SKPD, Bendahara Pengeluaran
UOBK, dan Bendahara Penerimaan UOBK.
h. Bendahara Pengeluaran UOBK dapat dibantu oleh Bendahara
Pengeluaran Pembantu (BPP) UOBK untuk melaksanakan tugas
kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja dan
pengeluaran pembiayaan pada UOBK.
i. Bendahara Pengeluaran UOBK memiliki tugas dan wewenang setara
dengan Bendahara Pengeluaran.
j. Bendahara Penerimaan UOBK memiliki tugas dan wewenang setara
dengan Bendahara Penerimaan. Dalam menjalankan tugasnya,
Bendahara Penerimaan UOBK dibantu oleh kasir yang ditunjuk dan
ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit.
k. Untuk mempercepat proses penyelesaian administrasi keuangan
daerah, maka yang ditunjuk sebagai PPK-Unit SKPD adalah pejabat
struktural yang menjalankan fungsi penatausahaan keuangan
UOBK.
192

l. Pengurus Gaji dalam menatausahakan belanja gaji sekaligus


melaksanakan pembayaran gaji. Guna mempermudah pelaksanaan
pembayaran gaji, Pengurus Gaji dapat dibantu oleh Pelaksana
Administrasi Keuangan yang berfungsi sebagai membantu pengurus
gaji.
m. Untuk mendukung kelancaran pengelolaan keuangan daerah,
masing-masing UOBK dapat menunjuk Operator SIPD, yang
bertanggung jawab kepada PPK-Unit SKPD.
n. Untuk membantu melaksanakan fungsinya, Wakil Direktur selaku
pejabat yang ditunjuk untuk memerintahkan pembayaran dan
menandatangani SPM dibantu oleh PPTK dan Bendahara
Pengeluaran Pembantu UOBK.
o. Untuk pelaksanaan dan pengendalian program, kegiatan atau sub
kegiatan UOBK maka yang ditunjuk sebagai PPTK adalah pejabat
satu tingkat di bawah Wakil Direktur yang ditunjuk sebagai Pejabat
yang Memerintahkan Pembayaran dan Menandatangani SPM. Dalam
hal tidak terdapat Pegawai ASN yang menduduki jabatan struktural,
maka dapat ditunjuk pejabat fungsional selaku PPTK yang
memenuhi kriteria sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
p. Terkait dengan pelaksanaan program/kegiatan/sub kegiatan, tugas
dari PPTK adalah menyiapkan dokumen kelengkapan untuk proses
pencairan atau pembayaran baik melalui mekanisme LS maupun
melalui dana UP/GU. Setelah dokumen lengkap, PPTK menyerahkan
kepada Bendahara Pengeluaran UOBK/Bendahara Pengeluaran
Pembantu UOBK untuk diproses pencairan/pembayarannya.
q. Khusus untuk pembayaran melalui dana UP/GU Fungsional, selain
menyiapkan dokumen kelengkapan, PPTK juga membuat Nota
Pencairan Dana (NPD) untuk ditandatangani oleh KPA UPBK/pejabat
yang diberi kewenangan untuk memerintahkan pembayaran dan
menandatangani SPM. Berdasarkan NPD tersebut, Bendahara
Pengeluaran UOBK/Bendahara Pengeluaran Pembantu UOBK
membayarkan kepada pihak yang dimaksud dalam NPD.
r. Penunjukan KPA BLUD UOBK, Pejabat yang Memerintahkan
Pembayaran dan Menandatangani SPM, PPK-Unit SKPD, PPTK,
Bendahara Pengeluaran UOBK, Bendahara Pengeluaran Pembantu
UOBK, Bendahara Penerimaan UOBK, ditetapkan dengan Keputusan
Kepala Daerah atas usulan Direktur Rumah Sakit.
s. Penunjukan Pelaksana Administrasi Keuangan, Pengurus Gaji, dan
Operator ditetapkan dengan Keputusan KPA BLUD UOBK.

E. Ketentuan Lain Dalam Pelaksanaan Anggaran


1. Semua Bendahara sebagai pengelola keuangan daerah yang bersumber
dari APBD ataupun dari Pendapatan BLUD tidak diperkenankan
merangkap sebagai pengelola keuangan daerah yang dananya bersumber
dari APBN.
2. PPK–Unit SKPD tidak boleh merangkap sebagai pejabat yang
memerintahkan pembayaran dan menandatangani bukti transaksi
pengeluaran, pejabat yang bertugas melakukan pemungutan
penerimaan negara/daerah, bendahara, dan/atau PPTK.
193

3. Pengisian dokumen penatausahaan penerimaan dan pengeluaran dapat


menggunakan aplikasi komputer dan/atau alat elektronik lainnya.
4. Agar tidak mengganggu pelaksanaan pertanggungjawaban keuangan
daerah, bagi PNS yang 6 bulan akan memasuki usia pensiun tidak
diperkenankan menjabat sebagai KPA BLUD unit SKPD/Bendahara
Pengeluaran UOBK/Bendahara Pengeluaran Pembantu UOBK/
Bendahara Pengeluaran Pembantu BLUD Unit SKPD/ Bendahara
Penerimaan/Bendahara Penerimaan Pembantu.
5. Dalam hal KPA UOBK berhalangan, maka diperlakukan sebagai berikut:
a. Berhalangan sementara:
Jika KPA BLUD UOBK berhalangan sementara, KPA BLUD UOBK
menunjuk Pejabat satu tingkat di bawahnya yang membidangi
keuangan untuk melakukan tugas-tugas atas tanggungjawab sebagai
KPA UOBK dengan dilampiri Surat Tugas dan diadakan Berita Acara
Serah Terima Keuangan.
Dalam hal KPA UOBK berhalangan sementara, namun tidak dapat
menunjuk pejabat satu tingkat di bawahnya, maka guna kelancaran
tugas secara otomatis pejabat satu tingkat di bawahnya yang
membidangi keuangan untuk melakukan tugas-tugas atas
tanggungjawab sebagai KPA UOBK sampai dengan KPA UOBK dapat
menunjuk dan menerbitkan surat tugas.
b. Berhalangan tetap (pensiun/meninggal dunia):
Jika KPA BLUD UOBK berhalangan Tetap, BKD membuat usulan
pengganti Pemimpin UOBK selaku KPA BLUD UOBK kepada
Gubernur, sambil menunggu Surat Perintah Tugas dari Gubernur
untuk sementara tugas-tugas atas tanggungjawab sebagai KPA BLUD
UOBK dilakukan oleh Pejabat satu tingkat di bawahnya yang
membidangi keuangan.
6. Dalam hal KPA BLUD Unit SKPD/PPK–Unit SKPD/PPTK berhalangan
maka diberlakukan sebagai berikut:
a. Jika berhalangan sementara:
1) melebihi 3 (tiga) hari sampai selama-lamanya 1 (satu) bulan,
Kepala SKPD wajib menunjuk pejabat yang diberi kuasa dan
ditunjuk untuk melakukan tugas-tugas atas tanggung jawab dan
diadakan Berita Acara Serah Terima Keuangan;
2) melebihi 1 (satu) bulan sampai selama-lamanya 3 (tiga) bulan,
harus ditunjuk KPA BLUD Unit SKPD/PPK BLUD Unit
SKPD/PPTK oleh Kepala SKPD, dan diadakan Berita Acara Serah
Terima keuangan;
3) melebihi 3 (tiga) bulan tidak dapat melaksanakan tugas, yang
bersangkutan dianggap telah mengundurkan diri atau berhenti
dari jabatan sebagai KPA BLUD Unit SKPD/PPK–Unit
SKPD/PPTK dan harus segera diusulkan penggantinya.
4) Dalam hal KPA BLUD Unit SKPD/PPK–Unit SKPD/PPTK
mengikuti Diklat Kepemimpinan, pada saat mengikuti proses
pembelajaran di kelas, semua tugas dan kewenangannya untuk
sementara digantikan dengan menunjuk seorang pelaksana
harian (Plh).
b. Jika berhalangan tetap (dimutasi/pensiun/meninggal dunia):
194

Dalam hal KPA BLUD Unit SKPD/PPK–Unit SKPD/PPTK berhalangan


tetap, maka Kepala SKPD menunjuk penggantinya, sambil menunggu
pejabat definitif pejabat yang ditunjuk dapat melaksanakan tugas-
tugas dan tanggungjawab sebagai KPA BLUD Unit SKPD/PPK–Unit
SKPD/PPTK dengan melampirkan sebagai berikut:
1) Keputusan Penunjukan Sementara oleh Kepala SKPD
2) Berita Acara Serah Terima keuangan (kecuali yang meninggal
dunia).
Apabila KPA BLUD Unit SKPD/PPK BLUD Unit SKPD/PPTK
berhalangan tetap/sementara Kepala SKPD dapat menunjuk pejabat
setingkat untuk melakukan tugas-tugas atas tanggung jawab dan
diadakan Berita Acara Serah Terima Keuangan, , jika tidak ditunjuk
KPA BLUD Unit SKPD pengganti maka kewenangannya secara
otomatis menjadi kewenangannya PA
7. Dalam hal Bendahara Pengeluaran UOBK/Bendahara Pengeluaran
Pembantu UOBK/Bendahara Pengeluaran Pembantu BLUD–Unit
SKPD/Bendahara Penerimaan UOBK/Bendahara Penerimaan Pembantu
BLUD Unit–SKPD berhalangan maka diberlakukan sebagai berikut:
a. Jika berhalangan sementara:
1) melebihi 3 (tiga) hari sampai selama-lamanya 1 (satu) bulan,
Pemimpin BLUD wajib menunjuk pegawai yang diberi kuasa dan
ditunjuk untuk melakukan tugas-tugas atas tanggung jawab dan
diadakan Berita Acara Serah Terima Keuangan;
2) melebihi 1 (satu) bulan sampai selama-lamanya 3 (tiga) bulan,
harus ditunjuk penggantinya oleh Pemimpin BLUD dan diadakan
Berita Acara Serah Terima keuangan;
3) melebihi 3 (tiga) bulan tidak dapat melaksanakan tugas, yang
bersangkutan dianggap telah mengundurkan diri atau berhenti
dari jabatan fungsionalnya sebagai Bendahara dan harus segera
diusulkan penggantinya.
b. Jika berhalangan tetap (mutasi/pensiun/meninggal dunia):
Dalam hal Bendahara Pengeluaran UOBK/Bendahara Pengeluaran
Pembantu UOBK/Bendahara Pengeluaran Pembantu BLUD–Unit
SKPD/Bendahara Penerimaan UOBK/Bendahara Penerimaan
Pembantu BLUD Unit–SKPD, Pemimpin BLUD membuat usulan
penggantian kepada Gubernur melalui BPKAD, sambil menunggu
terbitnya Keputusan Kepala Daerah, pegawai yang ditunjuk dapat
melaksanakan tugasnya dengan melampirkan sebagai berikut:
1) Keputusan Penunjukan Sementara oleh Pemimpin BLUD;
2) Berita Acara Serah Terima keuangan (kecuali yang meninggal
dunia);
3) Usulan penggantian Bendahara Pengeluaran UOBK/Bendahara
Pengeluaran Pembantu UOBK/Bendahara Pengeluaran Pembantu
BLUD–Unit SKPD/Bendahara Penerimaan UOBK/Bendahara
Penerimaan Pembantu BLUD Unit–SKPD.
8. Dalam rangka penerapan sistem dan prosedur penatausahaan secara
daring, maka ditetapkan pejabat/pegawai yang diberi kewenangan untuk
memberikan tanda tangan digital, yaitu:
a. Kuasa Pengguna Anggaran di UOBK;
b. Kuasa Pengguna Anggaran di BLUD Unit–SKPD;
195

c. Pejabat satu tingkat di bawah KPA UOBK yang membidangi


kesekretariatan/keuangan;
d. Wakil Direktur yang diberi kewenangan untuk memerintahkan
pembayaran dan menandatangani SPM;
e. Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu di UOBK
dan Bendahara Pengeluaran Pembantu di BLUD Unit–SKPD;
f. Bendahara Penerimaan di UOBK dan Bendahara Penerimaan
Pembantu di BLUD Unit–SKPD;
9. Implementasi penatausahaan secara daring menyebabkan proses
penandatanganan secara digital dapat dilakukan tanpa dibatasi jam
kerja secara formal maupun tempat kerja, selama tidak berhalangan
sementara/berhalangan tetap.
10. Guna memudahkan proses administrasi pembuatan sertifikat tanda
tangan elektronik dan percepatan pelayanan administrasi keuangan, jika
KPA UOBK berhalangan tetap/sementara sehingga tidak dapat
menjalankan tugas, maka tugas penandatanganan SPM dan Pengesahan
SPJ secara digital dilimpahkan kepada Pejabat yang membidangi
kesekretariatan/keuangan sampai ditunjuk pejabat penggantinya.

F. Penatausahaan Keuangan BLUD


1. Penatausahaan Keuangan BLUD Unit–SKPD
a. Bendahara Pengeluaran Pembantu membukukan transaksi ke dalam
Buku Kas Umum (BKU) berdasarkan jenis sumber dananya. BKU
yang mencatat transaksi yang bersumber dari Pendapatan BLUD
terpisah dari BKU yang mencatat transaksi yang bersumber dari
dana APBD.
b. Penandatanganan bukti pengeluaran untuk BLUD:
1) Setuju dibayar ditandatangani oleh BLUD Unit–SKPD.
2) Lunas dibayar ditandatangani oleh Bendahara Pengeluaran
Pembantu.
c. Bendahara Pengeluaran Pembantu pada BLUD Unit–SKPD dapat
menyimpan uang tunai paling banyak Rp5.000.000 (lima juta rupiah)
tidak termasuk pajak yang dipungut Bendahara Pengeluaran
Pembantu yang belum disetor dalam setiap hari.
d. Surat Penyedia Dana (SPD) fungsional sebagai dasar pengeluaran
dana fungsional yang mengakibatkan pembebanan anggaran belanja
fungsional diterbitkan sekaligus untuk pengeluaran 1 (satu) tahun.
e. Prosedur dan mekanisme pencairan dan pertanggung jawaban dana
yang berasal dari anggaran subsidi (APBD) dilaksanakan
berdasarkan ketentuan yang berlaku sebagaimana SKPD yang lain.
f. Pembukaan rekening pada BLUD Unit–SKPD harus mendapat ijin
dari Gubernur Jawa Timur dan selanjutnya dituangkan dalam
Keputusan Gubernur, dengan ketentuan:
1) Bendahara Pengeluaran Pembantu membuka rekening pada PT.
Bank Jatim.
2) Bendahara Penerimaan Pembantu dapat membuka rekening pada
bank umum yang sehat selain PT. Bank Jatim untuk tujuan
percepatan pelayanan kepada masyarakat.
g. Jasa Giro yang berasal dari rekening penerimaan pendapatan yang
bersumber dari Pendapatan BLUD diakui sebagai bagian dari
pendapatan BLUD.
196

h. Bendahara Pengeluaran Pembantu harus memberikan kuasa kepada


PT. Bank Jatim untuk memindahbukukan Jasa Giro atas Dana
alokasi belanja yang bersumber dari pendanaan APBD ke Rekening
Kas Umum Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor: 0011000477.
i. Mekanisme pencairan dana fungsional:
1) Pencairan dana fungsional dilakukan dengan menggunakan
mekanisme UP/GU dan LS.
2) Pencairan dana fungsional pada awal tahun didasarkan atas
Surat Keputusan Besaran UP Fungsional yang ditandatangani
oleh Kuasa Pengguna Anggaran BLUD Unit–SKPD.
3) Pencairan dana ganti uang fungsional periode berjalan harus
disertai dengan Pengesahan SPJ Fungsional pada periode
sebelumnya. Namun demikian, pengajuan SPP Fungsional ini
bisa diajukan melampaui/kurang dari Pengesahan SPJ
Fungsional disesuaikan dengan likuiditas keuangan di BLUD
Unit–SKPD.
4) Pencairan dana dilakukan dengan pengajuan SPP oleh Bendahara
Pengeluaran Pembantu BLUD Unit–SKPD dan ditindaklanjuti
dengan penerbitan SPM yang ditandatangani oleh KPA BLUD
Unit–SKPD.
j. Mekanisme pertanggungjawaban dana fungsional BLUD Unit–SKPD:
1) KPA BLUD Unit–SKPD melakukan pemeriksaan kas yang dikelola
oleh Bendahara Penerimaan Pembantu dan Bendahara
Pengeluaran Pembantu setiap bulan dengan membuat Berita
Acara Pemeriksaan Kas.
2) KPA BLUD Unit–SKPD menyampaikan Surat Permintaan
Pengesahan Pendapatan Belanja dan Pembiayaan (SP3BP) kepada
Kuasa BUD melalui Bidang Perbendaharaan paling lambat
tanggal 10 bulan berikutnya dengan melampirkan:
a) Pengesahan SPJ bulan sebelumnya;
b) Laporan Realisasi Pendapatan Belanja dan Pembiayaan
BLUD;
c) Surat Pernyataan Pertanggungjawaban KPA;
3) Pemimpin BLUD Unit–SKPD bertanggungjawab mutlak atas
penerimaan pendapatan dan penggunaannya.
4) Berdasarkan SP3BP, Kuasa BUD menerbitkan SP2BP.
5) Pada akhir tahun anggaran, Bendahara Pengeluaran Pembantu
wajib menyetorkan sisa kas atas dana fungsional ke rekening
Bendahara Penerimaan Pembantu BLUD Unit–SKPD.

2. Penatausahaan Keuangan BLUD UOBK


a. Penatausahaan Keuangan di BLUD UOBK yang tidak memiliki Wakil
Direktur mengacu pada penatausahaan keuangan di BLUD Unit
SKPD;
b. Bendahara Pengeluaran UOBK dan Bendahara Pengeluaran
Pembantu UOBK membukukan transaksi ke dalam Buku Kas Umum
(BKU) berdasarkan jenis sumber dananya.
c. Penandatanganan bukti pengeluaran untuk BLUD UOBK:
1) Setuju dibayar ditandatangani oleh KPA BLUD UOBK/Pejabat yang
ditunjuk untuk memerintahkan pembayaran dan menandatangani
SPM.
197

2) Lunas dibayar ditandatangani oleh Bendahara Pengeluaran


UOBK/Bendahara Pengeluaran Pembantu UOBK.
d. Bendahara Pengeluaran UOBK dapat menyimpan uang tunai paling
banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan Bendahara
Pengeluaran Pembantu UOBK dapat menyimpan uang tunai paling
banyak Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah) tidak termasuk pajak yang
dipungut Bendahara Pengeluaran UOBK/Bendahara Pengeluaran
Pembantu UOBK yang belum disetor dalam setiap hari.
e. Surat Penyedia Dana (SPD) fungsional sebagai dasar pengeluaran
dana fungsional yang mengakibatkan pembebanan anggaran belanja
fungsional diterbitkan sekaligus untuk pengeluaran 1 (satu) tahun.
f. Prosedur dan mekanisme pencairan dan pertanggung jawaban dana
yang berasal dari anggaran subsidi (APBD) dilaksanakan
berdasarkan ketentuan yang berlaku sebagaimana SKPD yang lain.
g. Pembukaan rekening pada BLUD harus mendapat ijin dari Gubernur
Jawa Timur dan selanjutnya dituangkan dalam Keputusan
Gubernur, dengan ketentuan:
1) Bendahara Pengeluaran UOBK/Bendahara Pengeluaran
Pembantu UOBK membuka rekening pada PT. Bank Jatim.
2) Bendahara Penerimaan Pembantu UOBK dapat membuka
rekening pada bank umum yang sehat selain PT. Bank Jatim
untuk tujuan percepatan pelayanan kepada masyarakat.
h. Jasa Giro yang berasal dari rekening penerimaan pendapatan yang
bersumber dari Pendapatan BLUD diakui sebagai bagian dari
pendapatan BLUD.
i. Bendahara Pengeluaran Pembantu harus memberikan kuasa kepada
PT. Bank Jatim untuk memindahbukukan Jasa Giro atas Dana
alokasi belanja yang bersumber dari pendanaan APBD ke Rekening
Kas Umum Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor: 0011000477.
j. Mekanisme pencairan dana fungsional:
1) Pencairan dana fungsional dilakukan dengan menggunakan
mekanisme UP/GU dan LS
2) Pencairan dana fungsional pada awal tahun didasarkan atas
Surat Keputusan Besaran UP Fungsional yang ditandatangani
oleh KPA BLUD UOBK
3) Distribusi Uang Persediaan Fungsional dari Bendahara
Pengeluaran UOBK ke Bendahara Pengeluaran Pembantu UOBK
didasarkan pada Daftar Kebutuhan Kas Bulanan yang telah
disetujui dan ditandatangani oleh KPA BLUD UOBK.
4) Pencairan dana ganti uang fungsional periode berjalan harus
disertai dengan Pengesahan SPJ Fungsional pada periode
sebelumnya. Namun demikian, pengajuan SPP Fungsional ini
bisa diajukan melampaui/kurang dari Pengesahan SPJ
Fungsional disesuaikan dengan likuiditas keuangan di UOBK.
5) Pencairan dana dilakukan dengan pengajuan SPP oleh Bendahara
Pengeluaran UOBK/Bendahara Pengeluaran Pembantu UOBK
dan ditindaklanjuti oleh KPA BLUD UOBK/Pejabat yang ditunjuk
untuk memerintahkan pembayaran dan menandatangani SPM.
198

k. Mekanisme pertanggungjawaban dana fungsional:


1) KPA BLUD UOBK/Pejabat yang ditunjuk untuk memerintahkan
pembayaran dan menandatangani bukti transaksi pengeluaran
melakukan pemeriksaan kas yang dikelola oleh Bendahara
Penerimaan UOBK dan Bendahara Pengeluaran UOBK setiap
bulan dengan membuat Berita Acara Pemeriksaan Kas.
2) KPA BLUD UOBK menyampaikan Surat Permintaan Pengesahan
Pendapatan Belanja dan Pembiayaan (SP3BP) kepada Kuasa
BUD melalui Bidang Perbendaharaan paling lambat tanggal 10
bulan berikutnya dengan melampirkan:
a) Pengesahan SPJ bulan sebelumnya;
b) Laporan Realisasi Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan
BLUD;
c) Surat Pernyataan Pertanggungjawaban KPA BLUD UOBK.
3) Pemimpin BLUD bertanggungjawab mutlak atas penerimaan
pendapatan dan penggunaannya.
4) Berdasarkan SP3BP, Kuasa BUD menerbitkan SP2BP.
5) Pada akhir tahun anggaran, Bendahara Pengeluaran UOBK
wajib menyetorkan sisa kas atas dana fungsional ke rekening
Bendahara Penerimaan Pembantu UOBK.

G. Tata Cara Pengelolaan Pendapatan BLUD


1. Penerimaan Kas yang diperoleh dari penerimaan pendapatan fungsional
dapat digunakan langsung untuk belanja sebagaimana yang tercantum
dalam DPA tanpa harus disetorkan ke RKUD. Penggunaan penerimaan
kas tersebut dapat dilakukan setelah diterbitkan SPD Fungsional.
2. Pendapatan BLUD setiap hari disetorkan secara bruto ke Rekening
Bendahara Penerimaan BLUD UOBK dan/atau Bendahara Penerimaan
Pembantu BLUD Unit–SKPD dengan menggunakan Surat Tanda Setoran
atau dokumen yang dipersamakan.
3. Kelebihan target penerimaan pendapatan BLUD dan sisa alokasi
anggaran belanja BLUD yang tidak terserap sampai dengan akhir tahun
anggaran menjadi saldo awal tahun berikutnya dan dilaporkan sebagai
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tahun anggaran berkenaan;
4. Sisa lebih DPA yang bersumber dari Alokasi Belanja dana dari APBD
Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang tidak digunakan sampai dengan
akhir tahun anggaran menjadi sisa mati dan wajib disetorkan kembali ke
Rekening Kas Umum Daerah dengan menggunakan Surat Tanda
Setoran;
5. Dalam hal pembayaran biaya pelayanan pengguna layanan BLUD
menggunakan kartu kredit/kartu debit/metode pembayaran elektronik
lainnya, maka penyetoran dilakukan setelah ada pembayaran dari Bank
Umum penyedia layanan kartu kredit/debet/metode pembayaran
elektronik lainnya melalui mekanisme pemindahbukuan antar rekening
Bank;
6. Penyediaan layanan kartu kredit/debet/metode pembayaran elektronik
lainnya dilakukan melalui perjanjian kerjasama antara rumah sakit
dengan pihak bank.
199

Dalam hal terdapat biaya transaksi keuangan atas metode pembayaran


dengan kartu kredit/kartu debit/metode pembayaran elektronik lainnya,
BLUD dapat menerapkan pencatatan pendapatan sebagai berikut:
a. Metode Bruto
Apabila biaya transaksi pembayaran elektronik sudah dianggarkan
dalam DPA/RBA, pendapatan yang dicatat sebagai kas masuk di Kas
Bendahara Penerimaan Pembantu BLUD UOBK/Unit SKPD adalah
sejumlah pendapatan bruto. Adapun biaya transasksi yang
dikenakan oleh Bank/Penyedia Layanan Transaksi Pembayaran
Elektronik diperlakukan sebagai belanja atas biaya transaksi
keuangan dan pembelanjaan atas hal tersebut mengikuti mekanisme
belanja fungsional BLUD. Dalam hal bank penyedia tidak dapat
menerbitkan bukti biaya transaksi keuangan, pertanggungjawaban
belanja tersebut dapat berupa perhitungan selisih antara jumlah
pendapatan yang ditagihkan dan jumlah yang masuk dalam rekening
Kas Bendahara Penerimaan yang ditandatangani oleh Bendahara
Penerimaan.
b. Metode Netto
Pendapatan tercatat sebagai kas masuk di Kas Bendahara
Penerimaan Pembantu BLUD UOBK/Unit SKPD adalah sejumlah
pendapatan berdasarkan rincian tagihan/ketetapan tarif layanan
setelah dikurangi dari biaya transasksi yang dikenakan oleh Bank/
Penyedia Layanan Transaksi Pembayaran Elektronik. Metode
pengakuan pendapatan bersih hanya dapat digunakan apabila biaya
transaksi keuangan tidak dianggarkan dalam DPA dan penetapan
besaran tarif telah mengakomodasi adanya pengurangan pendapatan
sebagai konsekuensi atas biaya transaksi keuangan yang terjadi.
7. Rekening yang digunakan untuk pelayanan kartu kredit/debet harus
diusulkan ke Gubernur untuk dilakukan penetapan, sambil menunggu
Keputusan Gubernur tentang Rekening yang diusulkan sedang dalam
proses, maka rekening tersebut sudah dapat dipergunakan, dengan
ketentuan melampirkan Foto copy Rekening Koran yang telah dibuka.
8. Mekanisme penerimaan dana fungsional:
a. Penerimaan BLUD yang diterima oleh Bendahara Penerimaan BLUD
UOBK dan/atau Bendahara Penerimaan Pembantu BLUD Unit–SKPD
disetor ke Rekening Bendahara Penerimaan BLUD UOBK dan/atau
Bendahara Penerimaan Pembantu BLUD Unit–SKPD dengan
menggunakan STS (bukti lain yang sah) tidak boleh lebih dari 2 kali
24 Jam kecuali hari libur dan cuti bersama;
b. Laporan Realisasi Pendapatan BLUD tersebut dilaporkan pada
BPKAD paling lambat tanggal 10 pada bulan berikutnya bersamaan
dengan penyampaian SP3BP. BLUD Unit–SKPD dan UOBK juga
mengirimkan tembusan laporan tersebut ke Dinas induknya.

H.Kerjasama dengan pihak Lain


Dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan serta
mengingat keterbatasan dana APBD untuk belanja investasi/modal, maka
PPK-Unit SKPD di BLUD UOBK/BLUD Unit–SKPD dapat melakukan
kerjasama dengan pihak ketiga berdasarkan prinsip efisiensi dan
produktivitas.
200

Kerjasama dengan pihak ketiga dapat dilakukan dalam bentuk:


1. Kerjasama operasional yang merupakan perikatan antara BLUD dengan
pihak ketiga, melalui pengelolaan manajemen dan proses operasional
secara bersama dengan pembagian keuntungan sesuai kesepakatan
kedua belah pihak;
2. Sewa menyewa yang berupa penyerahan hak penggunaan/pemakaian
barang BLUD kepada pihak ketiga atau sebaliknya dengan berupa uang
sewa bulanan atau tahunan untuk jangka waktu tertentu, baik sekaligus
maupun secara berkala;
3. Kerjasama dengan pihak ketiga yang menunjang tugas dan fungsi BLUD
yang menghasilkan pendapatan bagi BLUD dan tidak mengurangi
kualitas pelayanan umum yang menjadi kewajiban BLUD.
4. Dengan mempertimbangkan peserta didik Pendidikan spesialis dan
subspesialis di RS Pendidikan berperan dalam memberikan pelayanan
kepada pasien dan mempunyai kinerja yang signifikan untuk
pengembangan RS Pendidikan dalam Pendidikan, Penelitian dan
Pelayanan serta dalam upaya pemberian penghargaan kepada peserta
didik spesialis dan subspesialis, BLUD dapat memberikan insentif kepada
PPDS melalui jasa layanan atas jasa pelayanan medis yang dilakukan
dengan persyaratan Surat Ijin Bekerja Perjanjian Kontrak Kerja serta
didukung dengan adanya pedoman pemberian insentif di masing-masing
BLUD yang ditetapkan oleh Pemimpin BLUD.
Kerjasama dengan pihak ketiga tersebut dituangkan dalam bentuk
perjanjian kerjasama atau naskah lain yang dipersamakan yang memuat
kesepakatan mengenai pemanfaatan atau pendayagunaan barang milik
daerah dalam jangka waktu tertentu dan dilaporkan kepada Gubernur.
Hasil dari kerjasama tersebut merupakan pendapatan BLUD, yang
dituangkan dalam Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) serta dapat
dipergunakan secara langsung untuk membiayai pengeluaran BLUD.

I. Investasi
1. Dalam rangka tujuan manajemen kas, BLUD dapat melakukan
penempatan pada Deposito atas dana yang belum termanfaatkan untuk
kebutuhan pengeluaran BLUD. Penempatan deposito tersebut dapat
dilakukan pada bank persepsi yang bekerjasama dengan BLUD dengan
jangka waktu deposito kurang dari 3 bulan dan dapat diperpanjang
secara otomatis;
2. Penempatan deposito sebagaimana dimaksud pada butir (1) tidak
dianggarkan dalam pembiayaan dan diperlakukan sebagai Setara Kas.
Dalam laporan SP3BP bulanan wajib dilaporkan menjadi bagian dari
daftar saldo kas dan/setara kas bulanan BLUD;
3. Pelaksanaan investasi tersebut dilakukan dengan persetujuan Pemimpin
BLUD dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan likuiditas dan risiko
yang rendah.

J. Utang/Pinjaman
1. Dalam Rangka meningkatkan kualitas pelayanan BLUD dapat
melakukan pinjaman/utang jangka pendek atau jangka panjang.
201

2. Pinjaman jangka pendek merupakan utang/pinjaman yang memberikan


manfaat kurang dari 1 (satu) tahun untuk membiayai kegiatan
operasional dan harus dilunasi pada tahun anggaran berkenaan.
3. BLUD bertanggungjawab penuh untuk melunasi utang/pinjaman jangka
pendeknya.
4. Pinjaman jangka pendek yang berasal dari perikatan dengan pihak lain
hanya dapat dilakukan jika anggarannya tersedia dan untuk keperluan
operasional termasuk keperluan menutup defisit kas atau anggaran.
Perikatan pinjaman jangka pendek ini terutama ditujukan dengan pihak
penyedia barang atau jasa.
5. Kewenangan persetujuan pinjaman jangka pendek dilakukan oleh:
a. Pemimpin BLUD UOBK/Unit SKPD, untuk pinjaman sampai dengan
10% dari jumlah pendapatan BLUD tahun anggaran sebelumnya
yang tidak bersumber dari APBD dan hibah terikat. Bagi BLUD
UOBK/Unit SKPD, pinjaman/utang diverifikasi harus mendapat
persetujuan terlebih dahulu oleh Kepala SKPD induknya.
b. Dewan Pengawas, untuk pinjaman yang bernilai di atas 10 % sampai
dengan 15% dari jumlah pendapatan BLUD tahun anggaran
sebelumnya yang tidak bersumber dari APBD dan hibah terikat.
Bila tidak memiliki Dewan Pengawas, persetujuan dilakukan oleh
Pejabat setingkat eselon II yang ditunjuk oleh Gubernur.
6. Pinjaman jangka panjang dilakukan dalam jangka waktu lebih dari satu
tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman meliputi
pokok pinjaman, bunga dan biaya lain yang harus dilunasi sesuai
syarat-syarat yang dituangkan dalam perjanjian. Pinjaman jangka
panjang dilakukan dengan syarat sebagai berikut:
a. Utang/pinjaman jangka panjang hanya digunakan untuk
pengeluaran belanja modal;
b. Apabila akan melakukan pinjaman baru sementara masih memiliki
tanggungan pinjaman lama, maka besaran nilai pinjaman dilakukan
dengan melihat jumlah sisa pinjaman lama ditambah jumlah
pinjaman baru yang jumlahnya tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima
persen) dari jumlah pendapatan BLUD yang diperoleh dari jasa
layanan tahun sebelumnya.
c. Perikatan pinjaman jangka panjang dilakukan dengan Bank atau
Lembaga Keuangan Bukan Bank yang berbadan hukum Indonesia.
d. Kewenangan persetujuan atas pinjaman jangka panjang diberikan
oleh Gubernur dan dituangkan dalam RBA BLUD, RKA BLUD, dan
DPA BLUD.

K. Pengangkatan Pegawai BLUD Non PNS pada BLUD-UOBK/Unit SKPD.


1. Pengangkatan pegawai BLUD Non PNS tetap mengacu pada Kebutuhan
dasar BLUD dengan memperhatikan analisa beban kerja.
2. Mekanisme pengangkatan dan pemberhentian pegawai BLUD Non-PNS
sesuai dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 34 Tahun 2018
tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pegawai Badan Layanan
Umum Daerah Non PNS.
202

L. Pengadaan Barang/Jasa pada BLUD UOBK/Unit SKPD.


Mekanisme Pengadaan Barang/Jasa sesuai Peraturan Gubernur
Jawa Timur Nomor 70 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengadaan
Barang/Jasa pada Rumah sakit Pemerintah Provinsi Jawa timur Yang
Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah
sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Gubernur Nomor 10
Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Jawa Timur
Nomor 70 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa pada
Rumah sakit Pemerintah Provinsi Jawa timur Yang Menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.
203

BAB XI
ADMINISTRASI PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

A. Institusi Pengelola Barang Milik Daerah


1. Institusi pengelola barang milik daerah adalah:
a. Gubernur sebagai Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Barang Milik
Daerah berwenang dan bertanggung jawab atas pembinaan dan
pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah;
b. Sekretaris Daerah selaku Pengelola Barang adalah pejabat yang
berwenang dan bertanggung jawab melakukan koordinasi
pengelolaan barang milik daerah;
c. Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah selaku Pejabat
Penatausahaan Barang membantu koordinasi pengelolaan barang
milik daerah;
d. Kepala Perangkat Daerah selaku Pengguna Barang, berwenang dan
bertanggung jawab:
1) mengajukan usulan Standar Kebutuhan Barang Milik Daerah
(SKBMD) bagi Perangkat Daerah yang dipimpinnya kepada
Gubernur melalui Pengelola Barang;
2) mengajukan Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah (RKBMD)
bagi Perangkat Daerah yang dipimpinnya kepada Gubernur
melalui Pengelola Barang;
3) mengajukan permohonan penetapan status penggunaan barang
milik daerah yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan
lainnya yang sah kepada Gubernur melalui Pengelola Barang;
4) melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah
yang berada dalam penguasaannya;
5) menggunakan barang milik daerah yang berada dalam
penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas
pokok dan fungsi Perangkat Daerah yang dipimpinnya;
6) mengamankan dan memelihara barang milik daerah yang
berada dalam penguasaannya;
7) mengajukan usulan pemanfaatan dan pemindahtanganan
barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang
tidak memerlukan persetujuan DPRD dan barang milik daerah
selain tanah dan/atau bangunan kepada Gubernur melalui
Pengelola Barang;
8) menyerahkan tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan
untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi
Perangkat Daerah yang dipimpinnya kepada Gubernur melalui
Pengelola Barang;
9) mengajukan usul pemusnahan dan penghapusan barang milik
daerah kepada Gubernur melalui Pengelola Barang;
10) memberikan persetujuan atas koreksi kurang dalam pencatatan
barang milik daerah yang ada dalam penguasaannya
11) melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian atas
penggunaan barang milik daerah yang ada dalam
penguasaannya;

203
204

12) menyampaikan Laporan Barang Pengguna Semesteran dan


Laporan Barang Pengguna Tahunan yang berada dalam
penguasaannya kepada Pengelola Barang; dan
13) menyimpan dokumen asli kepemilikan barang milik daerah
selain tanah dan bangunan.
14) melaksanakan pemantauan dan penertiban atas: penggunaan,
pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan,
pemeliharaan, dan pengamanan BMD.
e. Kepala UPTD selaku Kuasa Pengguna Barang, berwenang dan
bertanggung jawab:
1) mengajukan Standar Kebutuhan Barang Milik Daerah (SKBMD)
bagi UPTD yang dipimpinnya kepada Pengguna Barang yang
bersangkutan;
2) mengajukan Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah (RKBMD)
bagi UPTD yang dipimpinnya kepada Pengguna Barang yang
bersangkutan;
3) melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah
yang berada dalam penguasaannya;
4) menggunakan barang milik daerah yang berada dalam
penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok
dan fungsi UPTD yang dipimpinnya;
5) mengamankan dan memelihara barang milik daerah yang berada
dalam penguasaannya;
6) mengajukan usulan pemanfaatan dan pemindahtanganan barang
milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak
memerlukan persetujuan DPRD dan barang milik daerah selain
tanah dan/atau bangunan kepada Pengguna Barang;
7) mengajukan usul pemusnahan dan penghapusan barang milik
daerah yang ada dalam penguasaannya kepada Pengguna
Barang;
8) melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian atas
penggunaan barang milik daerah yang ada dalam
penguasaannya;
9) menyusun dan menyampaikan Laporan Barang Kuasa Pengguna
Semesteran dan Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan yang
berada dalam penguasaannya kepada Pengguna Barang yang
bersangkutan;
10) melaksanakan pemantauan dan penertiban atas: penggunaan,
pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan,
pemeliharaan, dan pengamanan BMD.
f. Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang dijabat oleh pejabat
struktural Eselon IV yang membidangi fungsi pengelolaan barang
milik daerah pada Pengguna Barang, bertugas antara lain:
1) membantu Pengguna Barang dalam pengelolaan barang milik
daerah;
2) meneliti laporan barang setiap semesteran dan tahunan yang
dilaksanakan oleh Pengurus Barang dan/atau Pengurus Barang
Pembantu;

204
205

3) memberikan persetujuan atas Surat Permintaan Barang (SPB)


dengan menerbitkan Surat Perintah Penyaluran Barang (SPPB)
untuk mengeluarkan Barang Milik Daerah dari gudang
penyimpanan;
4) meneliti dan memverifikasi Kartu Inventaris Ruangan (KIR) setiap
semester dan setiap tahun;
5) melakukan verifikasi sebagai dasar memberikan persetujuan atas
perubahan kondisi fisik Barang Milik Daerah;
6) meneliti laporan mutasi barang setiap bulan yang disampaikan
oleh Pengurus Barang Pengguna dan/atau Pengurus Barang
Pembantu;
7) melakukan pengawasan, pemeriksaan atas pencatatan dan
pemeriksaan barang yang dilakukan oleh Pengurus Barang
Pengguna;
8) memberikan persetujuan atas mutasi barang milik daerah yang
ada dalam penguasaannya, antara lain dari Aset Tetap ke Aset
Lain-lain, Aset Tak Berwujud ke Aset Lain-lain, dari bidang
barang satu ke bidang barang yang lain, perolehan barang dari
tahun-tahun sebelumnya, dalam bentuk Berita Acara
Pengecekan Barang.
g. Pengurus Barang Pengelola dijabat oleh Kepala Bidang Aset pada
Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah bertugas mengurus
barang milik daerah pada Pengelola Barang, menyimpan dokumen
asli kepemilikan tanah dan bangunan milik Pemerintah Provinsi
Jawa Timur.
h. Pengurus Barang Pengguna bertugas mengurus barang milik daerah
pada Pengguna Barang, terdiri dari:
1) Pengurus Barang Aset untuk barang milik daerah dengan masa
manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, termasuk Aset Tidak
Berwujud;
2) Pengurus Barang Persediaan untuk barang milik daerah dengan
masa manfaat kurang dari 12 (dua belas) bulan.
i. Pengurus Barang Aset bertugas, antara lain:
1) menerima, menyimpan, mengeluarkan barang milik daerah;
2) melakukan kegiatan penatausahaan barang milik daerah, berupa
pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan;
3) membantu pengamanan dan pemeliharaan barang milik daerah;
4) melaksanakan pemantauan kondisi fisik barang milik daerah
dan menyediakan data barang untuk usulan pemeliharaan
maupun usulan penghapusan;
5) membuat kartu inventaris ruangan dan label barang milik
daerah;
6) melakukan rekonsiliasi, membuat laporan mutasi barang, serta
menyusun Laporan Barang;
7) membantu menyiapkan dokumen rencana kebutuhan dan
penganggaran barang milik daerah, pengajuan usulan
pemanfaatan dan pemindahtanganan, penyerahan barang milik
daerah yang tidak digunakan, dan usulan pemusnahan dan
penghapusan.

205
206

j. Pengurus Barang Persediaan bertugas, antara lain:


1) menerima, menyimpan, mengeluarkan barang milik daerah;
2) melakukan kegiatan penatausahaan barang milik daerah, berupa
pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan;
3) mencatat penerimaan dan pengeluaran barang di gudang/tempat
penyimpanan ke dalam kartu barang untuk setiap jenis barang;
4) melakukan stock opname barang persediaan;
5) melakukan rekonsiliasi, membuat laporan mutasi barang, serta
menyusun Laporan Barang.
k. Pengurus Barang Pembantu melakukan tugas-tugas Pengurus
Barang Aset dan Pengurus Barang Persediaan untuk barang milik
daerah yang berada pada Kuasa Pengguna Barang.
l. Pembantu Pengurus Barang bertugas membantu Pengurus Barang
Pengguna mengurus barang milik daerah, terdiri dari:
1) Pembantu Pengurus Barang Aset;
2) Pembantu Pengurus Barang Persediaan.
m. Pembantu Pengurus Barang Aset pada Sekretariat/ Bidang/Bagian
bertugas:
1) Menginventarisir barang milik daerah;
2) Mencatat barang yang dipindahkan, dipinjam atau hilang, dan
melaporkan secara tertulis kepada Pengurus Barang;
3) Mengusulkan pemeliharaan barang milik daerah kepada
Pengurus Barang Aset;
4) Mencatat dan melaporkan barang milik daerah yang sudah rusak
berat atau sudah tidak dipakai kepada Pengurus Barang Aset
untuk diusulkan penghapusan.
n. Pembantu Pengurus Barang Persediaan di gudang/depo/apotek
bertugas:
1) menerima (dari Pengurus Barang Persediaan), menyimpan dan
menyalurkan barang persediaan;
2) mencatat penerimaan dan pengeluaran barang ke dalam kartu
barang untuk setiap jenis barang;
3) melakukan pemeriksaan barang (stock opname);
4) membuat laporan penerimaan, pengeluaran dan persediaan
barang setiap bulan kepada Pengurus Barang Persediaan.
2. Pada Perangkat Daerah hanya terdapat 1 (satu) orang Pejabat
Penatausahaan Pengguna Barang, 1 (satu) orang Pengurus Barang Aset,
dan 1 (satu) orang Pengurus Barang Persediaan serta 1 (satu) orang
Pengurus Barang Pembantu pada setiap UPTD. Khusus untuk Dinas
Kesehatan dan Rumah Sakit yang juga terdapat barang medis, maka
untuk pengelolaannya ditunjuk 1 (satu) orang Pengurus Barang
Persediaan khusus menangani barang medis, mengingat barang medis
memerlukan penanganan/perlakuan dan pengetahuan khusus.
3. Dengan mempertimbangkan volume pekerjaan serta jumlah barang yang
menjadi tanggung jawab Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang,
Pengurus Barang Aset dan Pengurus Barang Persediaan, maka
Pengguna Barang dapat menunjuk:
a. 1 (satu) orang Pembantu Pengurus Barang Aset pada masing-masing
Sekretariat/Bidang/Bagian di Perangkat Daerah;

206
207

b. bagi Perangkat Daerah yang memiliki UPTD, dapat ditambahkan


maksimal 3 (tiga) orang Pembantu Pengurus Barang Aset di
Sekretariat sesuai kebutuhan;
c. maksimal 3 (tiga) orang Pembantu Pengurus Barang Persediaan
untuk membantu pelaksanaan tugas Pengurus Barang Persediaan di
bidang administrasi dan penataan barang di gudang induk;
d. 1 (satu) orang Pembantu Pengurus Barang Persediaan pada
depo/apotek sesuai kebutuhan.
Pembantu Pengurus Barang Aset dan Pembantu Pengurus Barang
Persediaan tidak diperbolehkan menerima atau menandatangani Berita
Acara Penyerahan Barang/Jasa.
4. Penunjukan Pejabat Pengelola Barang Milik Daerah pada Perangkat
Daerah dan UPTD harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Pengurus Barang Aset, Pengurus Barang Persediaan, Pengurus
Barang Pembantu, Pembantu Pengurus Barang Aset, dan Pembantu
Pengurus Barang Persediaan diutamakan Aparatur Sipil Negara dari
Pejabat/Staf Tata Usaha/Umum yang menangani pengelolaan
barang. Bila tidak memungkinkan, dapat menunjuk Pegawai/Guru
Tidak Tetap dengan Perjanjian Kerja;
b. Khusus Pengurus Barang Persediaan dan Pembantu Pengurus
Barang Persediaan yang menangani barang medis, diutamakan
Aparatur Sipil Negara dari Pejabat/Staf Bidang Farmasi yang
kompeten dan berlatar belakang pendidikan minimal Apoteker. Bila
tidak memungkinkan, dapat menunjuk Pegawai Tidak Tetap dengan
Perjanjian Kerja;
c. Penunjukan Pengurus Barang Aset dan Pengurus Barang Persediaan
harus benar-benar dapat dipertanggungjawabkan dan tidak sering
terjadi penggantian.
5. Ketentuan-ketentuan yang berlaku pada Perangkat Daerah terkait
Pengelolaan Barang Milik Daerah berlaku juga bagi Biro-Biro pada
Sekretariat Daerah, Rumah Sakit, UPT-BLUD, dan SMK-BLUD.
6. Pengguna Barang mengusulkan Pejabat Penatausahaan Pengguna
Barang, Pengurus Barang Aset, Pengurus Barang Persediaan, Pengurus
Barang Pembantu, Pembantu Pengurus Barang Aset, dan Pembantu
Pengurus Barang Persediaan kepada Gubernur melalui Badan Pengelola
Keuangan dan Aset Daerah.
7. Penetapan Pejabat Penatausahaan Barang, Pengguna Barang, Pengurus
Barang Pengelola, Kuasa Pengguna Barang, Pejabat Penatausahaan
Pengguna Barang, Pengurus Barang Aset, Pengurus Barang Persediaan,
Pengurus Barang Pembantu, Pembantu Pengurus Barang Aset, dan
Pembantu Pengurus Barang Persediaan dilaksanakan dengan
Keputusan Gubernur.

B. Standarisasi Barang dan Harga Satuan Barang serta Analisa Standar


Biaya Kegiatan.
1. Standarisasi Barang dan Harga Satuan Barang yang ditetapkan oleh
Gubernur merupakan pembakuan harga barang sesuai jenis, spesifikasi
dan kualitas dalam 1 (satu) periode tertentu.

207
208

2. Standarisasi Barang dan Harga Satuan Barang merupakan pedoman


untuk menyusun:
a. Rencana Belanja Barang sebagaimana tertuang dalam Rencana Kerja
dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)
Satuan Kerja Perangkat Daerah;
b. Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah (RKBMD) dan Rencana
Kebutuhan Pemeliharaan/Perawatan Barang Milik Daerah
(RKPBMD).
3. Harga satuan pelaksanaan kegiatan mengikuti ketentuan standarisasi
barang dan harga satuan barang yang telah ditetapkan oleh Gubernur.
4. Apabila diperlukan karena situasi pasar yang mengalami perubahan,
atau sebab-sebab lain yang mendesak, maka Standar Barang dan Harga
Satuan Barang dapat dievaluasi, disesuaikan dan ditetapkan kembali
oleh Gubernur sebagai salah satu pedoman pelaksanaan APBD berjalan.

C. Perencanaan Kebutuhan
1. Pengguna Barang menyusun Rencana Kebutuhan Barang (RKB) dengan
mengacu pada Standar Kebutuhan Perangkat Daerah, dengan
mempertimbangkan:
a. jumlah Aset Tetap, Aset Lain-lain yang rusak berat maupun idle,
serta data usulan penghapusan;
b. jumlah persediaan akhir, mutasi tambah (pembelian) dan mutasi
kurang (pemakaian 1 tahun terakhir), serta data usulan
penghapusan, dibandingkan dengan jumlah personil Perangkat
Daerah dan jumlah volume kegiatan pada Perangkat Daerah (per
unit satuan kerja/KPA).
2. Penetapan Standar Kebutuhan Perangkat Daerah berdasarkan usulan
Pengguna Barang yang telah dianalisa dan dikaji oleh Tim yang
ditetapkan oleh Gubernur, terdiri dari:
a. Unsur dari BPKAD terkait data aset dan persediaan, serta data
Anggaran Perangkat Daerah 3 (tiga) tahun terakhir;
b. Unsur dari Biro Organisasi terkait SKP dan ABK;
c. Unsur dari BKD terkait jumlah Pegawai Perangkat Daerah dan UPT
(per unit satuan kerja/KPA);
d. Unsur dari BAPPEDA terkait program kerja atau kegiatan Perangkat
Daerah;
e. Unsur dari Biro Hukum terkait aspek hukum.
3. Dalam rangka menyusun Rencana Kebutuhan Barang (RKB) setiap
tahun anggaran, harus dilakukan koordinasi secara terpadu dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Pengguna Barang merencanakan dan menyusun kebutuhan barang
dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perangkat Daerah (RKA-
Perangkat Daerah) sebagai bahan penyusunan Rencana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
b. Penyusunan Rencana Kebutuhan Barang (RKB) Perangkat Daerah
harus mengacu pada:
1) Standarisasi sarana dan prasarana kerja pemerintahan daerah
berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2009;
2) Standarisasi Barang dan Harga Satuan Barang yang telah
ditetapkan berdasarkan keputusan Gubernur;

208
209

3) Standar Kebutuhan Perangkat Daerah;


4) Data Barang yang telah dicantumkan pada Neraca Perangkat
Daerah.
4. Dalam menyusun Rencana Kebutuhan Barang (RKB), pemilihan kode
barang mengacu pada Permendagri Nomor 108 Tahun 2016 tentang
Kodefikasi Barang Milik Daerah dengan memperhatikan hasil
mapping/konversi dari kode rekening belanja barang, serta harus
melibatkan Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang, Pengurus Barang
Aset, dan Pengurus Barang Persediaan.
5. Pengguna Barang wajib menyusun Rencana Kebutuhan Barang (RKB)
untuk disampaikan kepada Pengelola Barang melalui Badan Pengelola
Keuangan dan Aset Daerah, guna diteliti dan dievaluasi lebih lanjut
menjadi Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah (RKBMD).

D. Penatausahaan Barang
1. Barang diakui sebagai aset sejak diterima oleh Pejabat Penandatangan
Kontrak/Pengurus Barang Aset/Pengurus Barang Persediaan/Pengurus
Barang Pembantu, dan dicatat/dibukukan sesuai dokumen pendukung
perolehan barang, dengan ketentuan:
a. Hasil pengadaan/realisasi belanja, dicatat sebesar nilai yang akan
dibayarkan/dikeluarkan, termasuk pajak-pajak, berdasarkan
dokumen penyerahan yang sah, antara lain Surat Perintah Kerja,
Surat Perjanjian, Berita Acara Kemajuan Hasil Pekerjaan, Berita
Acara Hasil Pembelian langsung, Berita Acara Serah Terima Hasil
Pekerjaan, dan sebagainya.
b. Hasil perolehan lain yang sah, dicatat sebesar nilai pada dokumen
pendukung perolehan barang tersebut, antara lain Berita Acara
Serah Terima Penggunaan, Berita Acara Serah Terima Hibah, dan
sebagainya.
Khusus hasil perolehan lain yang sah berupa hibah dari masyarakat
dengan dokumen pendukung perolehan barang tanpa
mencantumkan harga perolehan, dapat dilakukan penilaian sendiri
oleh SKPD penerima berdasarkan harga wajar dengan menerbitkan
berita acara.
2. Pencatatan Barang Inventaris dan Barang Pakai Habis dinilai dengan
menggunakan metode harga perolehan (Acquisition Cost).
3. Pencatatan Barang Inventaris dan Barang Pakai Habis dikoordinir oleh
Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang, yang dilaksanakan oleh
Pengurus Barang Aset, Pengurus Barang Persediaan, dan Pengurus
Barang Pembantu.
4. Pengurangan nilai barang pakai habis dari daftar barang Pengurus
Barang Persediaan dilakukan sebesar nilai perolehan barang dimaksud,
termasuk PPN-nya, dan dilaksanakan pada saat Bukti Pengambilan
Barang dari Gudang telah ditandatangani Pengurus Barang Persediaan
serta Pihak Penerima Barang.
5. Dalam menyusun neraca Perangkat Daerah agar dilakukan secara
konsisten, di mana nilai akhir tahun sebelumnya menjadi nilai awal
tahun berjalan. Seluruh perubahan akibat pengurangan dilakukan
selama tahun berjalan beserta penjelasan dan dokumen pendukungnya.

209
210

Sedangkan perubahan karena penambahan yang pada umumnya


berasal dari realisasi Belanja Modal dan realisasi belanja barang
maupun rekening lainnya pada DPA-Perangkat Daerah Tahun Anggaran
berjalan yang menghasilkan barang, harus terlebih dahulu dilakukan
rekonsiliasi secara internal. Apabila terdapat penambahan yang tidak
berasal dari realisasi Belanja Modal DPA-Perangkat Daerah Tahun
Anggaran berjalan harus diberi penjelasan berikut dokumen
pendukungnya. Neraca Perangkat Daerah merupakan bagian dari
Neraca Daerah.
6. Perhitungan penyusutan mulai dihitung sejak akhir bulan penerimaan
barang.
7. Khusus Hasil Pengadaan Barang Aset Tidak Berwujud berupa Hasil
Penelitian, Kajian, Lisensi, Hak Cipta, dan Software, dicatat dalam
Neraca Perangkat Daerah Pos Aset Tidak Berwujud. Pengguna Barang
wajib melaporkan nilai kegiatan setiap semester kepada Gubernur
melalui Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah.
8. Dokumen hasil pengadaan Aset Tidak Berwujud disimpan oleh Pejabat
Penatausahaan Pengguna Barang sebagai dokumen berharga (arsip
vital), sedangkan di lingkungan Sekretariat Daerah diserahkan kepada
Biro Umum paling lambat tanggal 31 Januari tahun anggaran
berikutnya.
9. Setiap akhir periode laporan, Pengguna Barang wajib melaporkan masa
manfaat Aset Tidak Berwujud kepada Gubernur melalui Badan
Pengelola Keuangan dan Aset Daerah.
10. Hasil pengadaan belanja jasa konsultansi berupa karya
perencanaan/kajian/penelitian, harus dilakukan pengecekan oleh
Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang dan Pengurus Barang Aset
bersama Pejabat terkait, untuk menentukan hasil pengadaan tersebut
memenuhi kriteria sebagai Aset Tidak Berwujud atau tidak. Hasil
pengecekan tersebut dituangkan dalam Berita Acara.
11. Kapitalisasi hasil realisasi Belanja Barang dan Jasa serta Belanja Modal
sebagai Aktiva Tetap diatur dalam Peraturan Gubernur Jawa Timur
tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
12. Pemerintah Provinsi Jawa Timur setiap tahun menyusun Laporan
Keuangan Daerah yang bersumber dari Laporan Keuangan Perangkat
Daerah. Pengguna Barang wajib membuat Laporan Aset per 31
Desember dan disampaikan kepada Gubernur paling lambat tanggal 31
Januari tahun berikutnya. Laporan Aset tersebut merupakan salah satu
komponen penyusunan Laporan Keuangan Perangkat Daerah, terdiri
dari:
a. Laporan Penjelasan Belanja Modal;
b. Laporan Mutasi Aset Tetap;
c. Laporan Mutasi Aset Ekstrakomtabel;
d. Laporan Mutasi Aset Lain-lain;
e. Laporan Mutasi Aset Tidak Berwujud;
f. Laporan Pemeliharaan Barang;
g. Laporan Akumulasi Penyusutan dan Amortisasi; dan
h. Laporan Stok Akhir Persediaan dan Laporan Mutasi Barang
Persediaan.

210
211

13. Aset Tetap adalah barang inventaris yang memiliki masa manfaat lebih
dari 12 (dua belas) bulan dan memenuhi kriteria batasan nilai/material
aset tetap.
a. Penambahan aset tetap dalam Daftar Aset Tetap dapat berasal dari:
1) Realisasi Belanja Modal DPA-Perangkat Daerah tahun anggaran
berjalan;
2) Realisasi Belanja Barang dan Jasa DPA-Perangkat Daerah tahun
anggaran berjalan yang menjadi aset tetap;
3) Pengalihan status penggunaan barang dari Perangkat Daerah
lain dicatat sebesar nilai buku barang tersebut pada saat adanya
transaksi pengalihan penggunaan (tanggal Berita Acara Serah
Terima Penggunaan). Berita Acara Serah Terima Penggunaan
harus dilampiri profil barang yang diserahterimakan, sebagai
dasar entry data barang pada Perangkat Daerah Penerima agar
nilai dan keberadaan aset konsisten;
4) Hibah dari Pihak Lain (Pemerintah Pusat, Pemkab/Kota, swasta
maupun perorangan);
5) Perolehan aset tahun-tahun sebelumnya yang belum tercatat
dalam daftar aset Perangkat Daerah;
6) Pengalihan antar bidang barang yang disebabkan oleh adanya
kesalahan penempatan bidang barang maupun konstruksi dalam
pengerjaan yang sudah selesai, dicatat sebesar nilai buku barang
yang dipindahkan maupun konstruksi dalam pengerjaan yang
sudah selesai pada saat adanya transaksi pengalihan bidang
barang. Hal ini dibuktikan dengan profil barang yang masih
berada pada bidang barang yang salah maupun konstruksi
dalam pengerjaan yang sudah selesai, juga profil barang setelah
ditempatkan pada bidang barang yang benar. Penambahan aset
tetap yang hanya menambah nilai aset pada suatu barang, tidak
boleh dicatat sebagai data/barang baru, namun harus dicatat
sebagai penambahan nilai aset pada barang tersebut.
7) Koreksi tambah sebagai tindak lanjut hasil audit/pemeriksaan
internal dan eksternal.
b. Pengurangan Aset Tetap dari Daftar Aset Tetap dapat terjadi karena:
1) Pengalihan ke Pos Aset Lain-lain bagi barang-barang yang sudah
tidak dipergunakan lagi dalam penyelenggaraan tugas pokok dan
fungsi, antara lain disebabkan oleh kondisinya rusak berat,
proses TP-TGR, proses hibah ke Pihak Lain (Pemerintah Pusat,
Pemkab/kota, swasta, perorangan), dan sebab lainnya;
2) Pengalihan status penggunaan barang pada Perangkat Daerah
lain, dicatat sebesar nilai buku barang tersebut pada saat adanya
transaksi pengalihan penggunaan (tanggal Berita Acara Serah
Terima Penggunaan).
Berita Acara Serah Terima Penggunaan harus dilampiri profil
barang yang diserahterimakan, sebagai dasar entry data barang
pada Perangkat Daerah Penerima agar nilai dan keberadaan aset
konsisten;

211
212

3) Pengalihan antar bidang barang yang disebabkan oleh adanya


kesalahan penempatan bidang barang maupun konstruksi dalam
pengerjaan yang sudah selesai, dicatat sebesar nilai buku barang
yang dipindahkan maupun konstruksi dalam pengerjaan yang
sudah selesai pada saat adanya transaksi pengalihan bidang
barang. Hal ini dibuktikan dengan profil barang yang masih
berada pada bidang barang yang salah maupun konstruksi
dalam pengerjaan yang sudah selesai, juga profil barang setelah
ditempatkan pada bidang barang yang benar;
4) Penghapusan sebagian barang karena akan direnovasi;
5) Koreksi kurang sebagai tindak lanjut hasil audit/pemeriksaan
internal dan eksternal.
14. Aset Ekstrakomtabel adalah barang inventaris yang memiliki masa
manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan namun tidak memenuhi kriteria
batasan nilai/material aset tetap.
a. Penambahan aset ekstrakomtabel dapat berasal dari:
1) Realisasi Belanja Modal DPA-Perangkat Daerah tahun anggaran
berjalan;
2) Realisasi Belanja Barang dan Jasa DPA-Perangkat Daerah tahun
anggaran berjalan yang menjadi aset ekstrakomtabel;
3) Pengalihan status penggunaan barang dari Perangkat Daerah
lain, dicatat sebesar nilai buku barang tersebut pada saat adanya
transaksi pengalihan penggunaan (tanggal Berita Acara Serah
Terima Penggunaan).
Berita Acara Serah Terima Penggunaan harus dilampiri profil
barang yang diserahterimakan, sebagai dasar entry data barang
pada Perangkat Daerah Penerima agar nilai dan keberadaan aset
konsisten;
4) Hibah dari Pihak Lain (Pemerintah Pusat, Pemkab/kota, swasta
maupun perorangan);
5) Pengalihan antar bidang barang yang disebabkan oleh adanya
kesalahan penempatan bidang barang maupun Konstruksi dalam
Pengerjaan yang sudah selesai, dicatat sebesar nilai buku barang
yang dipindahkan maupun konstruksi dalam pengerjaan yang
sudah selesai pada saat adanya transaksi pengalihan bidang
barang.
Hal ini dibuktikan dengan profil barang yang masih berada pada
bidang barang yang salah maupun konstruksi dalam pengerjaan
yang sudah selesai, juga profil barang setelah ditempatkan pada
bidang barang yang benar;
6) Koreksi tambah sebagai tindak lanjut hasil audit/pemeriksaan
internal dan eksternal.
b. Pengurangan Aset Ekstrakomtabel dapat terjadi karena:
1) Pengalihan ke Pos Aset Lain-lain Ekstrakomtabel bagi barang-
barang yang sudah tidak dipergunakan lagi dalam
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi, antara lain disebabkan
oleh kondisinya rusak berat, proses TP-TGR, proses hibah ke
Pihak Lain (Pemerintah Pusat, Pemkab/kota, swasta,
perorangan), dan sebab lainnya;

212
213

2) Pengalihan status penggunaan barang pada Perangkat Daerah


lain, dicatat sebesar nilai buku barang tersebut pada saat adanya
transaksi pengalihan penggunaan (tanggal Berita Acara Serah
Terima Penggunaan). Berita Acara Serah Terima Penggunaan
harus dilampiri profil barang yang diserahterimakan, sebagai
dasar entry data barang pada Perangkat Daerah Penerima agar
nilai dan keberadaan aset konsisten;
3) Pengalihan antar bidang barang yang disebabkan oleh adanya
kesalahan penempatan bidang barang maupun konstruksi dalam
pengerjaan yang sudah selesai, dicatat sebesar nilai buku barang
yang dipindahkan maupun konstruksi dalam pengerjaan yang
sudah selesai pada saat adanya transaksi pengalihan bidang
barang. Hal ini dibuktikan dengan profil barang yang masih
berada pada bidang barang yang salah maupun konstruksi
dalam pengerjaan yang sudah selesai, juga profil barang setelah
ditempatkan pada bidang barang yang benar;
4) Penghapusan sebagian barang karena akan direnovasi;
5) Koreksi kurang sebagai tindak lanjut hasil audit/pemeriksaan
internal dan eksternal.
15. Aset Tidak Berwujud adalah aset non keuangan yang dapat
diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk
digunakan dalam menghasilkan barang/jasa atau digunakan untuk
tujuan lainnya, termasuk Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI),
meliputi software, lisensi dan franchise, hak cipta (copy right), paten,
good will, dan hak lainnya, serta hasil penelitian dan
pengembangan/kajian/ studi yang memberikan manfaat jangka
panjang.
Hasil penelitian dan pengembangan/kajian/studi yang dilakukan
Perangkat Daerah agar dilaporkan sebagai aset tak berwujud yang harus
dimasukkan pada Neraca Keuangan Daerah.
a. Penambahan Aset Tidak Berwujud berasal dari:
1) Realisasi Belanja Modal DPA-Perangkat Daerah tahun anggaran
berjalan;
2) Realisasi Belanja Barang dan Jasa DPA-Perangkat Daerah tahun
anggaran berjalan yang menjadi aset tidak berwujud;
3) Pengalihan status penggunaan barang dari Perangkat Daerah
Lain;
4) Hibah dari Pihak Lain (Pemerintah Pusat, Pemkab/kota, swasta
maupun perorangan);
5) Pengalihan dari Bidang Barang Lain;
6) Perolehan Aset Tahun-tahun Sebelumnya;
7) Koreksi tambah sebagai tindak lanjut hasil audit/pemeriksaan
internal dan eksternal.
b. Pengurangan Aset Tidak Berwujud disebabkan oleh:
1) Pengalihan ke pos Aset Lain-lain;
2) Pengalihan status penggunaan barang ke Perangkat Daerah Lain;
3) Pengalihan ke Bidang Barang Lain;
4) Koreksi kurang sebagai tindak lanjut hasil audit/pemeriksaan
internal dan eksternal.

213
214

16. Penambahan aset tetap, aset ekstrakomtabel, dan aset tidak berwujud
akibat perolehan aset tahun-tahun sebelumnya dan pengalihan antar
bidang barang harus dilampiri dengan Berita Acara Pengecekan Barang
Inventaris yang ditandatangani oleh Pejabat Penatausahaan Pengguna
Barang dan Pengurus Barang Aset;
17. Pengurangan aset tetap, aset ekstrakomtabel, dan aset tidak berwujud
akibat Pengalihan ke Pos Aset Lain-lain dan pengalihan antar bidang
barang harus dilampiri dengan Berita Acara Pengecekan Barang
Inventaris yang ditandatangani oleh Pejabat Penatausahaan Pengguna
Barang dan Pengurus Barang Aset.
18. Aset Lain-lain adalah barang-barang inventaris maupun Aset tidak
berwujud yang sudah rusak berat dan/atau sudah tidak dipergunakan
lagi dalam penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi.
a. Penambahan Aset Lain-lain berasal dari pengalihan dari Pos Aktiva
Tetap, Ekstrakomtabel maupun Aset tidak berwujud bagi barang-
barang yang sudah tidak dipergunakan lagi dalam penyelenggaraan
tugas pokok dan fungsi, antara lain disebabkan oleh kondisinya
rusak berat, proses TP-TGR, proses hibah ke Pihak Lain (Pemerintah
Pusat, Pemkab/kota, swasta, perorangan), dan sebab lainnya;
b. Pengurangan nilai Aset Lain-lain terjadi karena:
1) Penghapusan, dicatat sebesar nilai buku barang yang dihapus
pada saat adanya transaksi pemindahtanganan (tanggal Berita
Acara Serah Terima) atau pemusnahan (tanggal Berita Acara
Pemusnahan);
2) Pengalihan kembali menjadi aset tetap, aset ekstrakomtabel, dan
aset tidak berwujud karena adanya kegiatan pemeliharaan yang
mengakibatkan kondisi Aset Lain-lain tersebut menjadi baik dan
difungsikan lagi.
c. Penambahan aset lain-lain akibat pengalihan dari aset tetap, aset
ekstrakomtabel, dan aset tidak berwujud harus dilampiri dengan
Berita Acara Pengecekan Barang Inventaris yang ditandatangani oleh
Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang dan Pengurus Barang
Aset;
d. Pengurangan aset lain-lain karena pengalihan kembali menjadi aset
tetap, aset ekstrakomtabel, dan aset tidak berwujud harus dilampiri
dengan Berita Acara Pengecekan Barang Inventaris yang
ditandatangani oleh Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang dan
Pengurus Barang Aset.
19. Penyusutan adalah penyesuaian nilai sehubungan dengan penurunan
kapasitas dan manfaat dari suatu aset. Akumulasi Penyusutan adalah
akumulasi nilai penyusutan suatu aset sejak aset tersebut diperoleh
sampai dengan tahun anggaran yang dilaporkan sesuai Peraturan
Gubernur Nomor 94 Tahun 2013 tentang Kebijakan Penyusutan Aset
Tetap Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Gubernur Nomor 64 Tahun 2015 tentang
perubahan atas Peraturan Gubernur Nomor 94 Tahun 2013 tentang
Kebijakan Penyusutan Aset Tetap Pemerintah Daerah Provinsi Jawa
Timur.

214
215

20. Amortisasi adalah penyesuaian nilai sehubungan dengan penurunan


kapasitas dan manfaat dari Aset Tak Berwujud. Akumulasi Amortisasi
adalah akumulasi nilai amortisasi suatu Aset Tak Berwujud sejak Aset
Tak Berwujud tersebut diperoleh sampai dengan tahun anggaran yang
dilaporkan sesuai Peraturan Gubernur Nomor 26 Tahun 2016 tentang
Pedoman Amortisasi Aset Tak Berwujud Milik Pemerintah Daerah
Provinsi Jawa Timur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Gubernur Nomor 32 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan
Gubernur Nomor 26 Tahun 2016 tentang Pedoman Amortisasi Aset Tak
Berwujud Milik Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur.
21. Perhitungan penyusutan dan amortisasi dilakukan oleh sistem aplikasi.
Terhadap hasil perhitungan oleh sistem aplikasi tersebut, perlu
dilakukan validasi secara berkala pada periode Semester I dan Tahun,
dengan prosedur sebagai berikut:
a. menyiapkan alat validasi berupa file dalam format Microsoft Excel
yang berisi rumus perhitungan penyusutan dan amortisasi untuk
menguji hasil perhitungan penyusutan sistem aplikasi;
b. melakukan ekspor data hasil perhitungan penyusutan oleh sistem
aplikasi dalam format Microsoft Excel;
c. melakukan validasi data hasil perhitungan penyusutan oleh sistem
aplikasi sebagaimana huruf b dengan menggunakan alat validasi
sebagaimana huruf a;
d. melakukan pengecekan atas hasil validasi untuk digunakan sebagai
bahan pengembangan sistem aplikasi.
22. Semua dokumen transaksi barang dan pelaporannya harus
disampaikan oleh Pengurus Barang Aset/Pengurus Barang
Persediaan/Pengurus Barang Pembantu kepada Fungsi Akuntansi pada
Perangkat Daerah/UPTD sebagai dasar pencatatan/penjurnalan.
Dokumen transaksi barang disampaikan pada hari yang sama saat
penerbitan dokumen tersebut, sedangkan pelaporannya disampaikan
setiap bulan sesuai jadwal yang disepakati.

E. Penerimaan, Penyimpanan dan Penyaluran Barang


1. Penerimaan Barang
a. Penerimaan barang hasil pengadaan barang/jasa dari Pejabat
Penandatangan Kontrak diatur:
1) Penerimaan barang pakai habis/persediaan yang memerlukan
pengurusan/penyimpanan di gudang dilaksanakan oleh
Pengurus Barang Persediaan/ Pengurus Barang Pembantu
sesuai batas kewenangannya.
2) Penerimaan barang inventaris selain tanah/
bangunan/konstruksi/barang yang memiliki bukti
kepemilikan/barang tidak berwujud dilaksanakan oleh Pengurus
Barang Aset/Pengurus Barang Pembantu sesuai batas
kewenangannya.
3) Penerimaan barang inventaris berupa bangunan/
konstruksi/barang yang memiliki bukti kepemilikan/ barang
tidak berwujud dilaksanakan oleh Pejabat Penatausahaan
Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang sesuai batas
kewenangannya.

215
216

4) Hasil penerimaan barang dituangkan dalam Berita Acara


Penyerahan Barang/Jasa untuk pengadaan barang/jasa dengan
bentuk kontrak SPK/Surat Perjanjian atau dengan nilai di atas
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dilampiri dengan Bukti
Kontrak dan Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan/Berita
Acara Kemajuan Pekerjaan/Berita Acara Hasil Pembelian
Langsung. Sedangkan yang tidak memenuhi kriteria tersebut,
tanda bukti penerimaan barang dilakukan dengan
membubuhkan tanda tangan pada Bukti Pembelian/Kwitansi.
5) Penerimaan barang yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana
poin 1), point 2) dan point 3) di atas, dilaksanakan oleh
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran.
b. Penerimaan barang dari perolehan lainnya yang sah dilaksanakan
sesuai ketentuan yang berlaku;
c. Penerimaan barang harus disertai dokumen pengadaan atau
perolehan yang jelas menyatakan macam/jenis, jumlah, harga dan
spesifikasi barang;
d. Dalam hal penerimaan barang inventaris dan hasil pemeliharaan
barang tidak diterima oleh Pengurus Barang Aset/Pengurus Barang
Pembantu, tembusan dokumen pengadaan/perolehan wajib
diserahkan kepada Pengurus Barang Aset/Pengurus Barang
Pembantu sebagai dasar melakukan pencatatan barang/hasil
pemeliharaan;
e. Dokumen perolehan barang tidak bergerak harus diserahkan kepada
Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang untuk disimpan dalam
brankas tahan api sebagai arsip vital.
2. Penyimpanan Barang
a. Hasil penerimaan barang yang tidak langsung digunakan, disimpan
dalam gudang penyimpanan dan Pengurus Barang Aset/Pengurus
Barang Persediaan/Pengurus Barang Pembantu wajib menjaga dan
memelihara kondisi fisik barang yang ada dalam tanggung jawabnya
agar selalu dalam keadaan siap untuk dipergunakan.
b. Untuk memudahkan pemantauan kondisi fisik dan jumlah barang,
setiap terjadi penambahan dan pengurangan barang di dalam
gudang penyimpanan wajib dicatat ke dalam Kartu Barang untuk
tiap jenis barang yang diletakkan melekat pada lokasi (tumpukan)
barang.
c. Untuk barang pakai habis/persediaan setiap sebulan sekali wajib
dilakukan perhitungan barang di gudang (stock opname) yang
dituangkan ke dalam Berita Acara Pemeriksaan Barang di Gudang,
dan menyusun Laporan Persediaan Barang sebagai salah satu dasar
pengakuan beban/pemakaian persediaan.
3. Penyaluran Barang
a. Penyaluran barang pakai habis/persediaan hasil pengadaan
barang/jasa yang tidak memerlukan pengurusan/penyimpanan di
gudang dilakukan bersamaan dengan penyerahan barang/jasa dari
Pejabat Penandatangan Kontrak kepada Pengguna Anggaran/ Kuasa
Pengguna Anggaran, sesuai peruntukannya;
b. Penyaluran barang inventaris dan barang pakai habis/persediaan
yang diterima oleh Pengurus Barang Aset/Pengurus Barang
Persediaan/Pengurus Barang Pembantu diatur:

216
217

1) Pengurus Barang Aset/Pengurus Barang Persediaan/ Pengurus


Barang Pembantu membuat Surat Permintaan Barang (SPB)
berdasarkan nota permintaan dari unit pemakai;
2) Pejabat Penatausahaan Barang/Kuasa Pengguna Barang
memberikan persetujuan atas Surat Permintaan Barang (SPB)
dengan menerbitkan Surat Perintah Penyaluran Barang (SPPB)
untuk mengeluarkan barang dari gudang penyimpanan;
3) Pengurus Barang Aset/Pengurus Barang Persediaan/ Pengurus
Barang Pembantu menyerahkan barang kepada unit pemakai
berdasarkan Surat Perintah Penyaluran Barang (SPPB) yang
dituangkan dalam Berita Acara Penyerahan Barang/Bukti
Pengambilan Barang dari Gudang;
4) Hasil penyaluran barang dicatat sebagai pengurang pada Kartu
Barang. Untuk barang inventaris juga dicatat pada Kartu/Daftar
Inventaris Ruangan unit pemakai yang menerima barang.

F. Status Penggunaan
1. Barang milik daerah yang sebelumnya telah tercantum dalam neraca
Perangkat Daerah, maka tidak perlu ditetapkan status penggunaannya,
karena secara langsung statusnya berada pada Perangkat Daerah yang
bersangkutan;
2. Hasil realisasi belanja DPA-Perangkat Daerah berupa barang inventaris
yang tergolong Aktiva Tetap dan dipergunakan oleh Perangkat Daerah
sendiri, wajib dicatat dalam Daftar Aktiva Tetap dan dicantumkan dalam
Neraca Perangkat Daerah akhir tahun sebagai tambahan aset pada
tahun yang bersangkutan.
Sedangkan Hasil Realisasi Belanja DPA-Perangkat Daerah berupa
barang inventaris yang tergolong Aset Ekstrakomtabel, tidak perlu
dicantumkan dalam Neraca, namun cukup dijelaskan dalam Catatan
atas Laporan Keuangan (CaLK). Seluruh barang inventaris hasil realisasi
belanja DPA- Perangkat Daerah dimaksud secara langsung statusnya di
bawah penggunaan Perangkat Daerah yang bersangkutan, tanpa perlu
proses penetapan status penggunaan;
3. Hasil realisasi belanja DPA-Perangkat Daerah berupa barang inventaris
yang direncanakan akan dipergunakan oleh Perangkat Daerah lain,
sebelumnya wajib dicatat dalam Buku Inventaris Perangkat Daerah
sebagai tambahan aset pada tahun yang bersangkutan. Selanjutnya
Pengguna Barang wajib mengusulkan penetapan status penggunaannya
kepada Gubernur melalui Pengelola Barang, untuk ditindaklanjuti:
a. Pelaksanaan pengalihan status penggunaannya berdasarkan Berita
Acara Serah Terima Penggunaan disertai dokumen perolehan yang
sah dari Pengguna Asal kepada Calon Pengguna.
b. Pengguna Asal menghapus barang dimaksud dalam Buku Inventaris
dan Pengguna Baru mencatat barang dimaksud dalam Buku
Inventaris-nya.

217
218

G. Pengamanan
1. Barang milik daerah yang dipergunakan oleh Perangkat Daerah harus
digunakan secara optimal untuk kepentingan dinas;
2. Pengguna Barang berkewajiban melaksanakan pengamanan terhadap
barang milik daerah yang dikelolanya, antara lain dengan melakukan
tindakan:
a. pengamanan administrasi meliputi kegiatan pembukuan,
inventarisasi, pelaporan, kelengkapan dokumen kepemilikan barang
milik daerah berupa sertifikat hak atas tanah, IMB bagi
gedung/bangunan, dan BPKB bagi kendaraan bermotor serta
dokumen lain berikut penyimpanannya;
b. pengamanan fisik meliputi kegiatan penyimpanan dan pemeliharaan
untuk mencegah terjadinya penurunan fungsi, penurunan jumlah
barang dan hilangnya barang. Khusus untuk tanah dan bangunan
juga meliputi pemagaran, pematokan/tanda batas dan tanda
kepemilikan;
c. pengamanan hukum melalui upaya hukum apabila terjadi
pelanggaran hak atas barang milik daerah atau yang dikuasai
Pemerintah Provinsi Jawa Timur;
d. Untuk pelaksanaan kegiatan sebagaimana huruf a, b, dan c di atas,
dapat dianggarkan pada DPA-Perangkat Daerah masing-masing.
3. Mekanisme pencatatan/pembukuan dan penanganan barang inventaris:
a. Pengurus Barang Aset/Pengurus Barang Pembantu/ Pembantu
Pengurus Barang Aset mencatat/ membukukan barang inventaris
yang diterimanya dalam Daftar Kekayaan Perangkat Daerah/UPTD
dengan berdasarkan pada:
1) Bukti Pembelian/Kwitansi/Berita Acara Hasil Pembelian
langsung/Berita Acara Kemajuan Hasil Pekerjaan/Berita Acara
Serah Terima Hasil Pekerjaan/Berita Acara Penerimaan Barang
Inventaris yang mengacu pada Kontrak (Surat Perintah
Kerja/Surat Perjanjian);
2) Berita Acara Serah Terima Barang Inventaris dari Perangkat
Daerah induk kepada UPTD-nya;
3) Berita Acara Serah Terima Penggunaan Barang Inventaris dari
Perangkat Daerah lain di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa
Timur;
4) Berita Acara Serah Terima Hibah dari Pihak Lain di luar
Pemerintah Provinsi Jawa Timur;
5) Dokumen lain yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan.
b. Dalam waktu 1 (satu) minggu sejak barang inventaris diterima, maka
Pengurus Barang Aset/Pengurus Barang Pembantu/Pembantu
Pengurus Barang Aset wajib memberikan labelisasi nomor kode
barang dan kode lokasi sebagai identitas barang dimaksud;
c. Melaksanakan pemasangan plang (tanah) dan plat nomor
bangunan/gedung;
d. Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang melakukan pengawasan
melekat terhadap pelaksanaan tugas Pengurus Barang
Aset/Pengurus Barang Pembantu/ Pembantu Pengurus Barang Aset
sebagaimana huruf a dan b diatas.

218
219

4. Laporan Penjelasan Belanja Modal, Laporan Aset Tetap, Laporan Aset


Ekstrakomtabel, Laporan Aset Lain-lain, Laporan Aset Tidak Berwujud,
Laporan Pemeliharaan Barang, serta Laporan Akumulasi Penyusutan
dan Amortisasi:
a. Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang wajib menyusun Laporan
Penjelasan Belanja Modal, Laporan Aset Tetap, Laporan Aset
Ekstrakomptabel, Laporan Aset Lain-lain, Laporan Aset Tidak
Berwujud, Laporan Pemeliharaan Barang, serta Laporan Akumulasi
Penyusutan dan amortisasi melalui Aplikasi Program Simbada
Inventaris setiap 3 (tiga) bulan. Untuk Kuasa Pengguna Barang,
laporan dimaksud disampaikan kepada Pengguna Barang,
selanjutnya oleh Pengguna Barang direkap dan disampaikan kepada
Sekretaris Daerah melalui Badan Pengelola Keuangan dan Aset
Daerah paling lambat 15 (lima belas) hari setelah periode triwulan
berakhir. Untuk Kuasa Pengguna Barang, laporan disampaikan
kepada Pengguna Barang masing-masing paling lambat 10 (sepuluh)
hari setelah periode triwulan berakhir.
b. Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a harus dilampiri
penjelasan-penjelasan dari Pengguna Barang berkaitan dengan
adanya ketidaksesuaian antara Laporan Pertambahan Aset Tetap
dengan Realisasi Belanja Modal Tahun Anggaran berjalan.
c. Agar penjelasan sebagaimana dimaksud pada huruf b dapat
menggambarkan realita yang sebenarnya (wajar), maka sebelum
menyusun laporan dimaksud, Pengguna Barang harus melakukan
rekonsiliasi internal yang melibatkan Pejabat Penatausahaan
Pengguna Barang, Pengurus Barang Aset, Pembantu Pengurus
Barang Aset, Pengurus Barang Persediaan, Pembantu Pengurus
Barang Persediaan, Pejabat Penatausahaan Keuangan serta para
pelaksana kegiatan di internal Perangkat Daerah.
d. Khusus UPT Dinas Kesehatan yang BLUD, laporan sebagaimana
dimaksud pada huruf a disampaikan kepada Sekretaris Daerah
melalui Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah dengan
tembusan Dinas Kesehatan.
5. Validasi Data Barang Milik Daerah:
Setiap tahun, seluruh Perangkat Daerah wajib melaksanakan Validasi
Data Barang Milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan dikoordinir
oleh Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, dengan fokus
pengisian kolom-kolom kosong pada data Simbada Inventaris berupa
data tanah, bangunan, peralatan dan mesin, gedung, jaringan dan
jembatan, serta aktiva tetap lainnya, serta pemutakhiran keberadaan
dan kondisi barang, dengan tujuan:
a. Mutu database barang milik daerah dalam Simbada Inventaris dapat
ditingkatkan pada keseragaman cara pencatatan, akurasi, dan lebih
informatif;
b. Perubahan data, baik penambahan maupun pengurangan dapat
dilaksanakan sebanding (proporsional) dengan Hasil Pengadaan
Barang (HPB) Inventaris serta Penghapusan Barang Inventaris
selama tahun berjalan;
c. Implementasi/penerapan Aplikasi Program Simbada Inventaris dan
Simbada Administrasi Pergudangan pada Perangkat Daerah di
lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur sampai level UPT.

219
220

6. Apabila terjadi perubahan, baik akibat dari merger/ penggabungan


maupun penyerahan kewenangan dalam rangka otonomi daerah, maka
aset yang berasal dari instansi yang bergabung (merger) maupun yang
akan diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota, terlebih dahulu
harus dilakukan validasi data dengan dikoordinir oleh
Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, dan hasilnya merupakan
lampiran dari Berita Acara Serah Terima.
7. Pensertipikatan tanah milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur:
a. Untuk memberikan kepastian hukum terhadap tanah-tanah milik
Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang belum bersertipikat, maka
Pengguna Barang bertanggung jawab atas pensertipikatannya.
Untuk keperluan tersebut, masing-masing Pengguna Barang dapat
mengalokasikan dana sesuai kemampuan APBD atau mengajukan
usulan pensertipikatan kepada Badan Pengelola Keuangan dan Aset
Daerah dengan dilampiri dokumen-dokumen pendukung (selengkap
mungkin), serta ikut membantu sepenuhnya terhadap pelaksanaan
pensertipikatannya;
b. Sebagai tahap awal, agar Pengguna Barang melakukan pendaftaran
pensertipikatan tanah sehingga tercatat dalam buku tanah pada
Badan Pertanahan Nasional (BPN) sesuai dengan luas tanah yang
dikelolanya dan belum bersertipikat sebagaimana tercatat dalam
KIB A;
c. Pelaksanaan sertipikasi tanah dapat dilaksanakan dengan cara
swakelola atau dengan menggunakan penyedia jasa Notaris/PPAT;
d. Pelaksanaan sertipikasi dengan cara swakelola dapat melalui
kerjasama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau
dilaksanakan sendiri. Anggaran swakelola harus dialokasikan secara
rinci terkait kebutuhan biaya resmi (obyek Pendapatan Negara
Bukan Pajak/PNBP) maupun biaya pendukung (transpor, honor);
e. Apabila dilakukan dengan cara swakelola, dapat melalui kerjasama
dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang pengalokasian biaya
sertipikasinya ada pada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
Provinsi Jawa Timur, sedangkan Pengguna Barang wajib
melaksanakan dan mengalokasikan kegiatan pra sertipikasi untuk
kelengkapan data pendukung. Pelaksanaan kerjasama berdasarkan
Surat Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur
dengan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dimana lokasi aset
berada. Pembayaran biaya resmi (obyek Pendapatan Negara Bukan
Pajak/PNBP) dilaksanakan setelah tanggal Surat Perjanjian
Kerjasama dan disetorkan melalui Rekening Bank Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota masing- masing, sedangkan
pembayaran untuk kegiatan operasional dilaksanakan melalui biaya
pendukung (transpor, honor dan lain-lain) sesuai jadwal kegiatan
sertipikasi;
f. Apabila dilakukan dengan cara swakelola (dilaksanakan sendiri),
pembayaran resmi (obyek Pendapatan Negara Bukan Pajak/PNBP)
berdasarkan Surat Perintah Setor (SPS) yang diterbitkan oleh Kantor
Pertanahan atau Kantor Pajak, sedangkan pembayaran untuk
kegiatan operasional dilaksanakan melalui biaya pendukung
(transpor, honor dan lain-lain) sesuai jadwal kegiatan sertipikasi;

220
221

g. Pelaksanaan sertipikasi tanah melalui jasa Notaris/PPAT


dilaksanakan terhadap tanah-tanah hasil pengadaan baru yang
pembeliannya melalui jasa Notaris/PPAT yang bersangkutan, biaya
sertipikasi diperhitungkan dalam biaya jasa Notaris/PPAT termasuk
biaya penerbitan akte jual beli dan sebagainya;
h. Sedangkan pelaksanaan sertipikasi tanah untuk kepentingan umum
(jalan/saluran) yang pengadaannya dilaksanakan melalui Panitia
Pengadaan Tanah (P2T) Kabupaten/Kota/Provinsi, proses
sertipikasinya dilaksanakan dengan cara swakelola melalui DPA-
Perangkat Daerah Pengguna, dengan terlebih dahulu melakukan
koordinasi dengan Kantor Pertanahan setempat selaku Sekretariat
P2T sebelum proses pengadaan tanah, dan pelaksanaan sertipikasi
harus selesai paling lambat 1 (satu) tahun setelah tanah tersebut
dibebaskan.

H. Pemeliharaan Barang Milik Daerah


1. Pemeliharaan dilakukan terhadap barang inventaris yang sedang dalam
pemakaian maupun barang persediaan, berupa pemeliharaan yang
mengakibatkan pembebanan anggaran merupakan kegiatan penggantian
dari sebagian aset berupa rehabilitasi dan restorasi, dengan maksud
meningkatkan umur/masa manfaat, mempertahankan kapasitas dan
mutu produksi, sehingga tidak menambah nilai aset;
2. Untuk menghindari penurunan kemampuan produktifitas barang, agar
dapat berfungsi sebagaimana mestinya, maka Pengguna Barang dapat
mengalokasikan biaya pemeliharaan terhadap barang inventaris yang
sudah tercatat dalam Daftar Barang Pengguna (DBP) dengan
berdasarkan pada hasil inventarisasi yang telah dilaksanakan pada
tahun sebelumnya, serta skala prioritas pelaksanaan pemeliharaan
barang;
3. Biaya pemeliharaan barang inventaris yang menjadi obyek pinjam pakai
ditanggung oleh Pengguna Barang yang bersangkutan atau peminjam
sesuai dengan perjanjian;
4. Ketentuan dan Pelaksanaan Pemeliharaan Bangunan Rumah Golongan
I, Golongan II, dan Golongan III yang dikelola oleh Perangkat Daerah
mengacu pada Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 51 Tahun 2012
tentang Pedoman dan Tata Cara Penggunaan Bangunan Rumah Milik
Pemerintah Provinsi Jawa Timur;
5. Pengguna Barang bertanggung jawab membuat Daftar Hasil
Pemeliharaan Barang dalam lingkup pengelolaannya dan wajib
melaporkan/menyampaikan Daftar Hasil Pemeliharaan Barang kepada
Gubernur melalui Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
setiap 3 (tiga) bulan paling lambat 15 (lima belas) hari setelah periode
triwulan berakhir. Untuk UPTD laporan disampaikan pada Perangkat
Daerah masing-masing paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah periode
triwulan berakhir;
6. Hasil pemeliharaan dapat dikapitalisasi menambah nilai aset yang
dipelihara apabila setelah dilakukan pemeliharaan memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a. memperpanjang masa manfaat;
b. meningkatkan kapasitas;

221
222

c. meningkatkan mutu produksi; atau


d. meningkatkan standar kinerja.

I. Penghapusan
1. Pengguna Barang berkewajiban melaporkan/mengusulkan pada
Gubernur melalui Pengelola Barang untuk barang milik daerah dalam
lingkungan wewenangnya yang kondisinya rusak, hilang, mati (hewan
dan tanaman), susut, berlebih, membahayakan keselamatan/
keamanan/lingkungan, terkena rencana tata ruang kota dan tidak
efisien lagi, agar diproses penghapusannya. Laporan tersebut harus
menyebutkan nama, jumlah barang, lokasi, nomor, kode barang, harga
perolehan dan lain-lain yang diperlukan.
2. Pengguna Barang wajib mengusulkan penghapusan gedung yang harus
segera dibangun kembali (rehab total) sesuai dengan peruntukannya
semula, serta yang bersifat mendesak dan membahayakan bagi
penggunanya, setelah mengetahui secara pasti bahwa anggaran
pembangunannya telah tersedia. Tertundanya pelaksanaan
pembongkaran gedung yang diakibatkan oleh terlambatnya usulan
penghapusan dari Pengguna Barang, maka kepada Pengguna Barang
yang bersangkutan disampaikan teguran tertulis.
3. Penghapusan barang milik daerah berupa barang tidak bergerak seperti
tanah dan/atau bangunan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur
setelah mendapat persetujuan DPRD, sedangkan untuk barang-barang
inventaris lainnya selain tanah dan/atau bangunan dengan nilai sampai
dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dilakukan oleh
Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur.
4. Penghapusan barang milik daerah berupa barang pakai habis dan
barang bekas bongkaran sebagian gedung, pelaksanaannya ditetapkan
dengan Keputusan Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan
Pengelola Barang, sedangkan untuk keperluan proses penghapusannya
perlu dibentuk Panitia Penghapusan Perangkat Daerah dengan
Keputusan Pengguna Barang.
5. Penghapusan barang bergerak karena rusak berat seperti alat kantor
dan alat rumah tangga yang sejenis, termasuk alat angkutan berupa
kendaraan bermotor yang telah berupa rongsokan, penghapusannya
dilakukan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan
Gubernur.
6. Pelaksanaan penghapusan gedung yang harus segera dibangun kembali
(renovasi) sesuai dengan peruntukannya semula serta bersifat mendesak
dan membahayakan bagi penggunanya, penghapusannya dilakukan
oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur.
7. Usulan penghapusan milik barang daerah dari Pengguna Barang harus
melalui aplikasi Simbada Inventaris sebagai dasar proses penghapusan.
Usulan dimaksud harus mencantumkan nilai buku atas barang yang
diusulkan dihapus dan ditandatangani oleh Pengguna Barang.
8. Khusus usulan penghapusan kendaraan dinas harus melampirkan
Kartu Inventaris Barang kendaraan bermotor sebagai bahan
pertimbangan persetujuan penghapusan berkaitan dengan kebutuhan
kendaraan bermotor bagi Pengguna Barang yang mengusulkan.
9. Untuk barang yang bersifat teknis, usulan penghapusan harus dilampiri
rekomendasi pemeriksaan dari Instansi Teknis yaitu:

222
223

a. Untuk kendaraan bermotor, pemeriksaan teknisnya dilakukan oleh


Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur;
b. Untuk peralatan berat/besar, pemeriksaan teknisnya dilakukan oleh
Dinas PU Bina Marga/Dinas PU Sumber Daya Air Provinsi Jawa
Timur sesuai dengan jenisnya;
c. Pada rumah sakit, pemeriksaan teknis untuk alat besar darat dan
alat besar bantu dilakukan oleh Kementerian Tenaga Kerja, untuk
alat medis dilakukan oleh Badan Pengamanan Fasilitas Kesehatan
(BPFK), sedangkan untuk alat X-Ray dilakukan oleh Badan
Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN).
10. Penghapusan barang milik daerah karena adanya putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada
upaya hukum lainnya (inkraacht), dilaksanakan oleh Pengguna Barang
dengan Persetujuan Gubernur dengan mengacu pada dokumen putusan
pengadilan.
11. Tata cara penghapusan barang milik daerah dengan tindak lanjut
meliputi:
a. Pemusnahan;
b. Pemindahtanganan yang dilaksanakan melalui penjualan, tukar
menukar, hibah, penyertaan modal daerah diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Gubernur tentang Tata Cara Pelaksanaan Penghapusan
dan Pemindahtanganan Barang Milik Pemerintah Provinsi Jawa
Timur.
12. Tata cara penghapusan barang milik daerah berupa Aset Tak Berwujud
(ATB) dan Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP):
a. Pengguna Barang mengajukan usulan Pemindahtanganan,
pemusnahan, dan penghapusan kepada Gubernur Jawa Timur
melalui Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Jawa
Timur dengan dilengkapi Surat Pernyataan bahwa Aset Tak
Berwujud (ATB) dan Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP) tersebut
sudah tidak digunakan, disertai penjelasannya;
b. Usulan Pemindahtanganan, pemusnahan, dan penghapusan
tersebut selanjutnya dibahas oleh Tim Pemindahtanganan,
pemusnahan, dan penghapusan, dengan melibatkan SKPD teknis:
1) software, lisensi/franchise: Dinas Komunikasi dan Informatika
Provinsi Jawa Timur
2) hasil kajian/penelitian: Badan Penelitian dan Pengembangan
Provinsi Jawa Timur
3) hak cipta dan paten: Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Provinsi Jawa Timur
4) Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP): Dinas Perumahan Rakyat,
Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Provinsi Jawa Timur
c. Hasil pembahasan ditindaklanjuti dengan Persetujuan Gubernur
terkait pemusnahan dan penghapusannya;
d. Pelaksanaan pemusnahan dituangkan dalam berita acara
pemusnahan dengan dilengkapi dokumen pendukung dan visual
sebagai bukti forensik.

223
224

J. Penggunaan dan Pemanfaatan Barang Milik Daerah


1. Pemanfaatan barang milik daerah mengacu pada Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Barang Milik Daerah, Peraturan Daerah Provinsi Jawa
Timur Nomor 10 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah
dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 108 Tahun 2018 tentang
Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor
10 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.
2. Tata cara penggunaan kendaraan dinas dan bangunan rumah mengacu
pada Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 38 Tahun 2012 tentang
Pedoman dan Tata Cara Penggunaan Kendaraan Dinas Pemerintah
Provinsi Jawa Timur dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 51
Tahun 2012 tentang Pedoman dan Tata Cara Penggunaan Bangunan
Rumah Milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

K. Pemantauan dan Penertiban


Pemantauan dan penertiban dilakukan oleh Pengguna Barang/ Kuasa
Pengguna Barang atas pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan,
pemindahtanganan, penatausahaan, pemeliharaan, dan pengamanan BMD:
1. Pemantauan
a. Pemantauan atas Penggunaan dilakukan terhadap :
1) BMD yang digunakan oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna
Barang;
2) BMD yang digunakan sementara oleh Pengguna Barang lainnya;
dan
3) BMD yang dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka
menjalankan pelayanan umum sesuai tugas dan fungsi Pengguna
Barang.
b. Pemantauan atas Pemanfaatan dilakukan terhadap:
1) peruntukan pinjam pakai;
2) jenis usaha untuk sewa dan kerjasama Pemanfaatan;
3) jangka waktu Pemanfaatan; dan
4) penyetoran penerimaan daerah dari Pemanfaatan.
c. Pemantauan terhadap Pemindahtanganan dilakukan terhadap:
1) jenis Pemindahtanganan; dan
2) penyetoran penerimaan daerah dari Pemindahtanganan.
d. Pemantauan atas pelaksanaan Penatausahaan berupa pemantauan
atas kesesuaian antara pelaksanaan Penatausahaan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Penatausahaan
BMD.
e. Pemantauan terhadap pemeliharaan dan pengamanan BMD
dilakukan terhadap:
1) pemeliharaan BMD telah sesuai dengan Dokumen Pelaksanaan
Anggaran; dan
2) pengamanan BMD, yang meliputi pengamanan administrasi,
pengamanan fisik, dan pengamanan hukum, telah dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

224
225

f. Kuasa Pengguna Barang wajib melakukan pemantauan atas


pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan,
Penatausahaan, pemeliharaan dan pengamanan BMD yang berada di
bawah penguasaannya, terdiri dari:
1) pemantauan periodik, dilaksanakan 1 (satu) tahun sekali; dan
2) pemantauan insidentil, dilaksanakan sewaktu-waktu ada laporan
atau informasi.
Pemantauan dilakukan dengan cara:
1) penelitian administrasi; dan/atau
2) penelitian lapangan
g. Pengguna Barang memonitor pelaksanaan pemantauan yang
dilakukan oleh Kuasa Pengguna Barang, dan dapat melakukan
pemantauan insidentil.

2. Penertiban
a. Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang melakukan penertiban
sebagai tindak lanjut dari:
1) hasil pemantauan, apabila diketahui adanya ketidaksesuaian
antara pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan,
Pemindahtanganan, Penatausahaan, pemeliharaan dan
pengamanan BMD dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan/atau
2) surat permintaan penertiban BMD dari Pengelola Barang, sebagai
tindak lanjut dari hasil pemantauan dan/atau Investigasi
Pengelola Barang dan/atau hasil audit aparat pengawasan intern
Pemerintah.
b. Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang melakukan penertiban
terhadap Penggunaan apabila dari hasil pemantauan ditemukan
kondisi sebagai berikut:
1) BMD belum diusulkan penetapan status Penggunaannya kepada
Pengelola Barang;
2) BMD belum ditetapkan status Penggunaannya oleh Pengguna
Barang sesuai dengan batas kewenangannya;
3) BMD digunakan tidak sesuai dengan penetapan status
Penggunaannya; dan/atau
4) BMD tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi
instansinya.
c. Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang melakukan penertiban
terhadap Pemanfaatan apabila dari hasil pemantauan ditemukan
kondisi sebagai berikut:
1) bentuk Pemanfaatan tidak sesuai dengan persetujuan Pengelola
Barang;
2) jenis usaha untuk sewa atau kerjasama Pemanfaatan tidak sesuai
dengan keputusan Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang
dan/atau perjanjian/kontrak;
3) jangka waktu pelaksanaan Pemanfaatan melampaui jangka waktu
yang diatur dalam keputusan Pemanfaatan dari Pengguna
Barang/Kuasa Pengguna Barang dan/atau perjanjian/kontrak;
4) penerimaan daerah dari Pemanfaatan tidak dilaksanakan sesuai
dengan materi dalam surat persetujuan dari Pengelola Barang;
dan/atau

225
226

5) Pemanfaatan yang dilakukan belum mendapatkan persetujuan


Pengelola Barang.
d. Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang melakukan penertiban
terhadap Pemindahtanganan apabila dari hasil pemantauan
ditemukan kondisi sebagai berikut:
1) bentuk Pemindahtanganan tidak sesuai dengan persetujuan
Pengelola Barang;
2) jenis Pemindahtanganan tidak sesuai dengan keputusan
Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang; dan/atau
3) penerimaan daerah dari Pemindahtanganan untuk penjualan
tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan
e. Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang melakukan penertiban
terhadap Penatausahaan apabila dari hasil pemantauan ditemukan
kondisi sebagai berikut:
1) BMD tidak dicatat dalam aplikasi;
2) adanya pencatatan ganda BMD dalam aplikasi;
3) laporan BMD tidak tepat waktu; dan/atau
4) rekonsiliasi BMD dengan Pejabat Penatausahaan Barang tidak
dilakukan tepat waktu.
f. Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang melakukan penertiban
terhadap pemeliharaan BMD apabila dari hasil pemantauan terdapat
ketidaksesuaian antara pelaksanaan pemeliharaan BMD dengan
Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).
g. Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang melakukan penertiban
terhadap pengamanan BMD apabila dari hasil pemantauan
ditemukan kondisi sebagai berikut:
1) BMD berupa tanah belum bersertipikat atas nama Pemerintah
Provinsi Jawa Timur;
2) BMD dikuasai oleh pihak lain; dan/atau
3) BMD dalam sengketa.

226
227

BAB XII
PENGADAAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

A. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pemberlakuan BAB XII ini meliputi:
1. Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Perangkat Daerah yang
menggunakan anggaran belanja dari APBN/APBD;
2. Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari
APBN/APBD sebagaimana dimaksud pada angka 1., termasuk
Pengadaan Barang/Jasa yang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari pinjaman dalam negeri dan/atau hibah dalam negeri
yang diterima oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah; dan/atau
3. Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari
APBN/APBD sebagaimana dimaksud pada angka 1., termasuk
Pengadaan Barang/Jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari
pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri.

B. Pelaku Pengadaan Barang/Jasa


1. Pelaku Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas:
a. Pengguna Anggaran
1) Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah
pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran
Kementerian Negara/Lembaga/Perangkat Daerah.
2) PA dalam Pengadaan Barang/Jasa memiliki tugas dan
kewenangan:
a) melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran
anggaran belanja;
b) mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas
anggaran belanja yang telah ditetapkan;
c) menetapkan perencanaan pengadaan;
d) menetapkan dan mengumumkan Rencana Umum
Pengadaan (RUP);
e) melaksanakan Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa;
f) menetapkan Penunjukan Langsung untuk Tender/Seleksi
ulang gagal;
g) menetapkan pengenaan sanksi daftar hitam;
h) menetapkan PPKom;
i) menetapkan Pejabat Pengadaan;
j) menetapkan Penyelenggara Swakelola;
k) menetapkan tim teknis;
l) menetapkan tim juri/tim ahli untuk pelaksanaan melalui
Sayembara/Kontes;
m) menyatakan Tender gagal/Seleksi gagal; dan
n) menetapkan pemenang pemilihan/Penyedia untuk metode
pemilihan:
1. Tender/Penunjukan Langsung/E-purchasing untuk paket
Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya
dengan nilai Pagu Anggaran paling sedikit di atas
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); atau
228

2. Seleksi/Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan


Jasa Konsultansi dengan nilai Pagu Anggaran paling
sedikit di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).
3) PA dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud
pada angka 2) huruf a sampai dengan huruf g) kepada KPA.
b. Kuasa Pengguna Anggaran
1) Kuasa Pengguna Anggaran dalam Pengadaan Barang/Jasa yang
selanjutnya disingkat KPA adalah Pejabat yang diberi kuasa
untuk melaksanakan sebagian kewenangan Pengguna Anggaran
dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Perangkat
Daerah.
2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada angka 1), KPA
berwenang menjawab Sanggah Banding peserta Tender
Pekerjaan Konstruksi.
3) KPA dapat menugaskan PPKom untuk melaksanakan
kewenangan yang terkait dengan:
a) melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran
anggaran belanja; dan/atau
b) mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas
anggaran belanja yang telah ditetapkan.
4) KPA dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa.
5) KPA yang menggunakan belanja dari APBD, dapat merangkap
sebagai PPKom.
c. Pejabat Pembuat Komitmen
1) Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPkom
adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk
mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang
dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara/
anggaran belanja daerah.
2) PPKom ditetapkan oleh PA, jumlah PPKom dapat ditetapkan
sesuai dengan rentang kendali dan kebutuhan Perangkat
Daerah.
3) PPKom dalam Pengadaan Barang/Jasa memiliki tugas:
a) menyusun perencanaan pengadaan;
b) melaksanakan konsolidasi pengadaan barang/jasa;
c) menetapkan spesifikasi teknis/Kerangka Acuan Kerja (KAK);
d) menetapkan rancangan kontrak;
e) menetapkan HPS;
f) menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan
kepada Penyedia;
g) mengusulkan perubahan jadwal kegiatan;
h) melaksanakan E-purchasing untuk nilai paling sedikit di atas
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
i) mengendalikan Kontrak;
j) menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen
pelaksanaan kegiatan;
k) melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada
PA/KPA;
229

l) menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanan kegiatan kepada


PA/KPA dengan berita acara penyerahan;
m) menilai kinerja Penyedia;
n) menetapkan tim pendukung;
o) menetapkan tim ahli atau tenaga ahli; dan
p) menetapkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa.
4) PPKom selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
angka 3), PPKom melaksanakan tugas pelimpahan kewenangan
dari PA/KPA, meliputi:
a) melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran
anggaran belanja; dan
b) mengadakan dan menetapkan perjanjian dengan pihak lain
dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan.
5) Prioritas PPKom dilakukan dengan urutan sebagai berikut:
a) PA/KPA merangkap sebagai PPKom;
b) PA menetapkan personel sebagai PPKom, selanjutnya
PA/KPA menugaskan PPKom untuk melaksanakan
kewenangan sebagaimana dimaksud pada angka 4);
c) PA/KPA menunjuk PPTK untuk melaksanakan tugas PPKom.
6) Dalam hal tidak ada penetapan PPKom yang menggunakan
anggaran belanja dari APBD, PA/KPA menugaskan PPTK untuk
melaksanakan tugas PPKom sebagaimana dimaksud pada
angka 3) huruf a) sampai dengan huruf m).
7) PPTK yang melaksanakan tugas PPKom sebagaimana dimaksud
pada angka 6) wajib memenuhi persyaratan kompetensi PPKom.
8) PPKom dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
pada angka 3), dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan
Barang/Jasa, yaitu Pejabat Fungsional yang diberi tugas,
tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat
yang berwenang untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa
dan/atau dibantu oleh pegawai yang memiliki kompetensi
sesuai dengan bidang tugas PPKom.
9) PPKom dapat dijabat oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa
atau Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Perangkat Daerah.
10) Persyaratan untuk ditetapkan sebagai PPKom dalam Pengadaan
Barang/Jasa yaitu:
a) memiliki integritas dan disiplin;
b) menandatangani Pakta Integritas;
c) memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan
Barang/Jasa; dan
d) berpendidikan paling rendah Sarjana Strata Satu (S1) atau
setara.
11) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 10)
huruf c tidak dapat terpenuhi, Sertifikat Keahlian Tingkat Dasar
dapat digunakan sampai dengan 31 Desember 2023.
12) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 10)
huruf d) tidak dapat terpenuhi, persyaratan Sarjana Strata Satu
(S1) dapat diganti dengan memiliki golongan ruang paling
rendah III/a atau disetarakan dengan golongan III/a.
230

13) PPKom yang dirangkap oleh PA/KPA tidak diwajibkan


memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 10)
huruf c).
14) PPKom tidak boleh dirangkap oleh:
a) Pejabat Penandatanganan Surat Perintah Membayar (PPSPM)
atau Bendahara; atau
b) Pejabat Pengadaan atau Pokja Pemilihan untuk paket
Pengadaan Barang/Jasa yang sama.
15) Pada saat Serah Terima Pekerjaan, PPKom melakukan
pemeriksaan terhadap Barang/Jasa yang dilakukan serah
terima.
16) PPKom menyerahkan barang/jasa kepada PA/KPA dan
dituangkan dalam berita acara.
d. Pejabat Pengadaan
1) Pejabat Pengadaan adalah pejabat administrasi/pejabat
fungsional/personel yang bertugas melaksanakan Pengadaan
Langsung, Penunjukan Langsung, dan/atau E-purchasing yang
ditetapkan oleh PA pada Perangkat Daerah.
2) Jumlah Pejabat Pengadaan dapat ditetapkan sesuai dengan
rentang kendali dan kebutuhan Perangkat Daerah.
3) Apabila terdapat Pengelola Pengadaan Barang/Jasa pada
Perangkat Daerah, maka diutamakan untuk ditunjuk sebagai
Pejabat Pengadaan.
4) Pejabat Pengadaan wajib dijabat oleh Pengelola Pengadaan
Barang/Jasa paling lambat 31 Desember 2020. Dalam hal
penugasan sebagaimana dimaksud masih terdapat kekurangan
Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, maka Perangkat Daerah
dapat:
a) menugaskan Aparatur Sipil Negara yang memiliki sertifikat
kompetensi di Bidang Pengadaan Barang/Jasa sebagai
Pejabat Pengadaan; dan
b) dalam hal setelah dilakukan penugasan sebagaimana
dimaksud huruf a) masih terdapat kekurangan Aparatur
Sipil Negara untuk ditugaskan sebagai Pejabat Pengadaan,
maka menugaskan Aparatur Sipil Negara yang memiliki
Sertifikat Keahlian Tingkat Dasar di Bidang Pengadaan
Barang/Jasa sampai dengan 31 Desember 2023.
5) Pengangkatan dan pemberhentian Pejabat Pengadaan tidak
terikat tahun anggaran dan berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
6) Tugas dan kewenangan Pejabat Pengadaan:
a) melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Pengadaan
Langsung;
b) melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Penunjukan
Langsung untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/
Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah);
c) melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Penunjukan
Langsung untuk pengadaan Jasa Konsultansi yang bernilai
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); dan
231

d) melaksanakan E-purchasing yang bernilai paling banyak


Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
7) Untuk ditetapkan sebagai Pejabat Pengadaan harus memenuhi
syarat sebagai berikut:
a) memiliki integritas dan disiplin;
b) memiliki pengalaman di bidang Pengadaan Barang/Jasa;
c) memahami administrasi proses Pengadaan Barang/Jasa;
dan
d) menandatangani Pakta Integritas.
8) Pejabat Pengadaan tidak boleh merangkap sebagai Pejabat
Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) atau
Bendahara; atau
e. Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat
UKPBJ adalah Biro Pengadaan Barang dan Jasa Sekretariat Daerah
Provinsi Jawa Timur.
f. Kelompok Kerja Pemilihan yang selanjutnya disebut Pokja
Pemilihan adalah sumber daya manusia yang ditetapkan oleh
kepala UKPBJ untuk mengelola pemilihan Penyedia Barang/Jasa
untuk mengelola pemilihan Penyedia. Jumlah Pokja Pemilihan
ditetapkan sesuai dengan rentang kendali dan kebutuhan. Tugas
dan kewenangan serta persyaratan Pokja Pemilihan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.
g. Agen Pengadaan
Agen Pengadaan adalah UKPBJ atau Pelaku Usaha yang
melaksanakan sebagian atau seluruh pekerjaan Pengadaan
Barang/Jasa yang diberi kepercayaan oleh Kementerian/
Lembaga/Perangkat Daerah sebagai pihak pemberi pekerjaan.
h. Penyelenggara Swakelola
Penyelenggara Swakelola adalah Tim yang menyelenggarakan
kegiatan secara Swakelola.
i. Penyedia
Penyedia Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut
Penyedia adalah Pelaku Usaha yang menyediakan Barang/Jasa
berdasarkan kontrak.
j. Pelaku Usaha
Pelaku Usaha adalah badan usaha atau perseorangan yang
melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
k. Persyaratan, tugas dan kewenangan PA/KPA/PPkom/Pejabat
Pengadaan/Pokja Pemilihan lebih detail sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
2. Dalam melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia:
a. PA/KPA/PPKom/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan dalam
pelaksanaannya dibantu oleh Tim Teknis, Tim Ahli atau Tenaga
Ahli, dan/atau Tim Pendukung.
b. Tim Teknis ditetapkan oleh PA yang terdiri dari unsur Pemerintah
Daerah untuk membantu, memberikan masukan, dan
melaksanakan tugas tertentu terhadap sebagian atau seluruh
tahapan Pengadaan Barang/Jasa.
232

c. Tim Ahli atau Tenaga Ahli ditetapkan oleh PPKom dapat berbentuk
tim atau perorangan dalam rangka memberi masukan dan
penjelasan/pendampingan/pengawasan terhadap sebagian atau
seluruh pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang memiliki
kompetensi keahlian sesuai bidangnya.
d. Tim Pendukung ditetapkan oleh PPKom dalam rangka membantu
untuk urusan yang bersifat administrasi/keuangan kepada
PA/KPA/ PPKom/Pokja Pemilihan.

C. Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa


1. Perencanaan pengadaan meliputi identifikasi Pengadaan Barang/Jasa,
penetapan jenis barang/jasa, cara pengadaan, pemaketan dan
Konsolidasi, waktu Pemanfaatan Barang/Jasa, dan anggaran Pengadaan
Barang/Jasa.
2. Para pihak yang terlibat dalam Perencanaan Pengadaan, meliputi
PA/KPA dan PPKom.
3. Dalam perencanaan pengadaan barang/jasa:
a. PA memiliki tugas dan kewenangan:
1) menetapkan Perencanaan Pengadaan;
2) menetapkan dan mengumumkan Rencana Umum Pengadaan
(RUP); dan/atau
3) melaksanakan Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa.
b. PA dapat mendelegasikan tugas dan kewenangannya sebagaimana
dimaksud pada huruf a kepada KPA.
c. KPA melaksanakan tugas dan kewenangan sesuai dengan
pelimpahan dari PA.
d. PPKom mempunyai tugas melaksanakan penyusunan Perencanaan
Pengadaan untuk tahun anggaran berikutnya sesuai kebutuhan
Perangkat Daerah yang tercantum dalam Rencana Kerja dan
Anggaran Pemerintah Daerah (RKA PD).
e. Dalam hal PPKom membutuhkan Pengelola Pengadaan
Barang/Jasa atau personel lainnya, tim teknis, atau agen
pengadaan, PPKom mengusulkan kebutuhannya kepada PA/KPA.
f. Pada Anggaran belanja APBD, PPKom yang dirangkap oleh KPA
dapat menugaskan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) untuk
menyusun Perencanaan Pengadaan.
g. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) yang ditugaskan
sebagaimana dimaksud pada huruf f dalam menyusun Perencanaan
Pengadaan harus memenuhi persyaratan kompetensi PPKom.
h. Dalam hal Perencanaan Pengadaan untuk pekerjaan Konstruksi,
harus memenuhi tahapan penyusunan Detailed Engineering Design
sebelum tahapan penyusunan spesifikasi teknis/Kerangka Acuan
Kerja (KAK) dan penyusunan perkiraan biaya/Rencana Anggaran
Biaya (RAB).
i. Detailed Engineering Design sebagaimana dimaksud pada huruf e,
digunakan sebagai acuan dalam penyusunan spesifikasi teknis/
Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan penyusunan perkiraan
biaya/Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan harus tersedia paling
lambat 1 (satu) tahun anggaran sebelum persiapan pengadaan.
233

j. Ketentuan pada huruf f, dikecualikan untuk:


1) Pekerjaan Konstruksi yang bersifat standar, risiko kecil, tidak
memerlukan waktu yang lama untuk menyelesaikan pekerjaan,
dan tidak memerlukan penelitian yang mendalam melalui
laboratorium yang diindikasikan akan membutuhkan waktu
lama; dan/atau
2) Pekerjaan Konstruksi yang bersifat mendesak dan biaya untuk
melaksanakan Detailed Engineering Design konstruksi sudah
dialokasikan dengan cukup.
4. Penyusunan Perencanaan Pengadaan yang menggunakan APBD, dapat
mulai bersamaan dengan pembahasan Rancangan Perda tentang APBD
dengan DPRD.
5. Untuk barang/jasa yang pelaksanaan kontraknya harus dimulai pada
awal tahun, Perencanaan Pengadaan dapat dilakukan bersamaan
dengan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Perangkat
Daerah.
6. Penyusunan Perencanaan Pengadaan akibat dari perubahan strategi
pencapaian target kinerja dan/atau perubahan anggaran dilakukan
pada Tahun Anggaran berjalan.
7. Perencanaan pengadaan terdiri atas:
a. Perencanaan pengadaan melalui Swakelola; dan/atau
b. Perencanaan pengadaan melalui Penyedia.
8. Perencanaan pengadaan melalui Swakelola meliputi:
a. penetapan tipe Swakelola;
b. penyusunan spesifikasi teknis/Kerangka Acuan Kerja (KAK); dan
c. penyusunan perkiraan biaya/Rencana Anggaran Biaya (RAB).
9. Perencanaan pengadaan melalui Penyedia meliputi:
a. penyusunan spesifikasi teknis/Kerangka Acuan Kerja (KAK);
b. penyusunan perkiraan biaya/Rencana Anggaran Biaya (RAB);
c. pemaketan Pengadaan Barang/Jasa;
d. Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa; dan
e. penyusunan biaya pendukung.
10. Hasil perencanaan Pengadaan Barang/Jasa dimuat dalam Rencana
Umum Pengadaan (RUP).
11. Setiap Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa
Timur menyusun dan mengumumkan Rencana Umum Pengadaan
(RUP) untuk seluruh belanja Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
(lengkap), baik Pengadaan Barang/Jasa yang akan dilaksanakan
dengan cara Swakelola dan/atau melalui Penyedia, baik yang akan
dilaksanakan melalui metode Tender maupun Non Tender termasuk
Pengadaan Langsung.
12. Pengumuman Rencana Umum Pengadaan (RUP) Perangkat Daerah
dilakukan setelah rancangan Peraturan Daerah tentang APBD disetujui
bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
13. Batas waktu pengumuman Rencana Umum Pengadaan (RUP) untuk
pengadaan tahun berikutnya pada aplikasi Sistem Informasi Rencana
Umum Pengadaan (SIRUP) dilaksanakan paling lambat tanggal
31 Maret pada tahun anggaran tersebut.
234

14. Daftar Rencana Umum Pengadaan (RUP) yang akan diumumkan


melalui aplikasi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP)
melalui website https://sirup.lkpp.go.id. terlebih dahulu dilakukan
penetapan dengan ditandatangani oleh PA/KPA.
15. Pengumuman Rencana Umum Pengadaan (RUP) dapat ditambahkan
dalam Website Pemerintah Daerah, papan pengumuman resmi untuk
masyarakat, surat kabar, dan/atau media lainnya.
16. Untuk mendapatkan akses masuk aplikasi Sistem Informasi Rencana
Umum Pengadaan (SIRUP), PA mengajukan permohonan user ID
sebagai sub admin Rencana Umum Pengadaan (RUP) kepada Biro
Pengadaan Barang dan Jasa Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur
selaku admin Pusat Pelayanan Elektronik (PPE).
17. Pengumuman Rencana Umum Pengadaan (RUP) dilakukan kembali
dalam hal terdapat perubahan/revisi paket pengadaan atau Daftar
Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)/Dokumen Pelaksanaan Anggaran
(DPA). Perubahan Rencana Umum Pengadaan (RUP) dalam bentuk hard
copy harus ditandatangani kembali oleh PA/KPA.
18. Proses Pemilihan dapat segera dilaksanakan setelah Rencana Umum
Pengadaan (RUP) diumumkan.
19. Untuk barang/jasa yang kontraknya harus ditandatangani pada awal
tahun, pemilihan dapat dilaksanakan setelah persetujuan Rencana
Kerja dan Anggaran (RKA) Perangkat Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan pelaksanaan pemilihannya
dilakukan setelah Rencana Umum Pengadaan (RUP) diumumkan
terlebih dahulu melalui aplikasi Sistem Informasi Rencana Umum
Pengadaan (SIRUP).
20. Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa lebih lanjut berpedoman pada
ketentuan peraturan perundang-undangan tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.

D. Persiapan Pengadaan Barang/Jasa


1. Persiapan Swakelola
a. Persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola meliputi
penetapan sasaran, Penyelenggara Swakelola, rencana kegiatan,
jadwal pelaksanaan, reviu dan penetapan Spesifikasi
Teknis/Kerangka Acuan Kerja (KAK) serta reviu dan penetapan
Rencana Anggaran Biaya (RAB).
b. Penetapan sasaran pekerjaan Swakelola sebagaimana dimaksud
pada huruf a. ditetapkan oleh PA/KPA.
c. Penetapan Penyelenggara Swakelola dilakukan sebagai berikut:
1) Tipe I Penyelenggara Swakelola ditetapkan oleh PA/KPA;
2) Tipe II Tim Persiapan dan Tim Pengawas ditetapkan oleh
PA/KPA, serta Tim Pelaksana ditetapkan oleh
Kementerian/Lembaga/ Perangkat Daerah lain pelaksana
Swakelola;
3) Tipe III Tim Persiapan dan Tim Pengawas ditetapkan oleh
PA/KPA serta Tim Pelaksana ditetapkan oleh pimpinan
Organisasi Masyarakat pelaksana Swakelola; atau
4) Tipe IV Penyelenggara Swakelola ditetapkan oleh pimpinan
Kelompok Masyarakat pelaksana Swakelola.
235

d. Pada Swakelola Tipe II dilakukan dengan menandatangani nota


kesepahaman antara PA/KPA penanggung jawab anggaran dengan
pelaksana Swakelola lainnya.
e. Nota kesepahaman sebagaimana dimaksud pada huruf d., untuk
Swakelola Tipe II dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1) PA/KPA penanggung jawab anggaran menyampaikan
permohonan kepada Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah
lain untuk bekerjasama menyediakan barang/jasa yang
dibutuhkan pada tahun anggaran berikutnya di tahun anggaran
berjalan; dan
2) penandatanganan Nota Kesepahaman pelaksanaan Swakelola.
f. Rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a. ditetapkan
oleh PPKom dengan memperhitungkan tenaga ahli/peralatan/
bahan tertentu yang dilaksanakan dengan Kontrak tersendiri.
g. Tenaga ahli dapat digunakan dalam pelaksanaan Swakelola tipe I
dan jumlah tenaga ahli tidak boleh melebihi 50% (lima puluh
persen) dari jumlah anggota Penyelenggara Swakelola.
h. Untuk kegiatan tertentu yang membutuhkan tenaga ahli tertentu di
luar dari tenaga ahli yang dimiliki oleh pelaksana Swakelola atau
membutuhkan banyak tenaga di lapangan maka Tim Pelaksana
dapat dibantu oleh tenaga ahli/pendukung lapangan. Dalam hal
dibantu oleh tenaga ahli yang berasal dari luar pelaksana
Swakelola, jumlah tenaga ahli paling banyak 10% (sepuluh persen)
dari jumlah Tim Pelaksana.
i. Hasil persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola
sebagaimana dimaksud pada huruf a. dituangkan dalam Kerangka
Acuan Kerja (KAK) kegiatan/sub kegiatan/output.
j. Rencana kegiatan yang diusulkan oleh Kelompok Masyarakat
dievaluasi dan ditetapkan oleh PPKom.
k. Biaya Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola dihitung
berdasarkan komponen biaya pelaksanaan Swakelola.
l. Standar biaya masukan/keluaran Swakelola berpedoman pada
ketentuan yang telah ditetapkan oleh Gubernur.
m. Dalam rangka penyelenggaraan pekerjaan yang dilaksanakan
melalui Swakelola, Perangkat Daerah mengalokasikan biaya yang
dijabarkan secara rinci dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran
(DPA) Perangkat Daerah, dengan ketentuan:
Biaya Pengelolaan untuk pekerjaan Konstruksi Bangunan Gedung
Negara dihitung berdasarkan persentase terhadap nilai biaya
pelaksanaan konstruksi sesuai dengan klasifikasi Bangunan
Gedung Negara sebagaimana tercantum dalam Tabel VI.17,
Tabel VI.18, dan Tabel VI.19 Lampiran Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung.
n. Perencanaan dan Persiapan Swakelola lebih lanjut berpedoman
pada ketentuan peraturan perundang-undangan tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.
236

2. Persiapan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia


a. Persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia oleh PPKom
meliputi penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), penetapan
rancangan kontrak, penetapan spesifikasi teknis/Kerangka Acuan
Kerja (KAK) dan/atau penetapan uang muka, jaminan uang muka,
jaminan pelaksanaan, jaminan pemeliharaan, sertifikat garansi,
dan/atau penyesuaian harga.
b. Dalam rangka penyelenggaraan pekerjaan yang dilaksanakan
melalui Penyedia, Perangkat Daerah mengalokasikan biaya yang
dijabarkan secara rinci dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran
(DPA) Perangkat Daerah, dengan ketentuan:
1) Biaya Perencanaan dan Pengawasan untuk pekerjaan
Konstruksi Bangunan Gedung Negara dihitung berdasarkan
persentase terhadap nilai biaya pelaksanaan konstruksi sesuai
dengan klasifikasi Bangunan Gedung Negara sebagaimana
tercantum dalam Tabel VI.17, VI.18, VI.19 Lampiran Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2021 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung.
2) Biaya perencanaan dan pengawasan pekerjaan Konstruksi jalan
dan jembatan mengacu pada Peraturan Gubernur Jawa Timur
Nomor 32 Tahun 2022 tentang Standar Biaya Umum
Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun 2023.
3. Persiapan Pengadaan Barang/Jasa lebih lanjut berpedoman pada
ketentuan peraturan perundang-undangan tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.

E. Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa


1. Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Swakelola
a. Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola dilakukan/
dicatatkan melalui aplikasi Sistem Pengadaan Secara Elektronik
(SPSE) dan Sistem Pendukung.
b. Pelaksanaan Swakelola tipe I dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) PA/KPA dapat menggunakan pegawai Kementerian/Lembaga/
Perangkat Daerah lain dan/atau tenaga ahli;
2) Penggunaan tenaga ahli tidak boleh melebihi 50% (lima puluh
persen) dari jumlah anggota Penyelenggara Swakelola; dan
3) Dalam hal dibutuhkan Pengadaan Barang/Jasa melalui
Penyedia, dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.
c. Pelaksanaan Swakelola tipe II dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) PA/KPA melakukan kesepakatan kerja sama dengan
Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah lain pelaksana
Swakelola; dan
2) PPKom menandatangani Kontrak dengan Ketua Tim Pelaksana
Swakelola sesuai dengan kesepakatan kerja sama sebagaimana
dimaksud pada angka 1).
237

d. Pelaksanaan Swakelola tipe III dilakukan berdasarkan Kontrak


PPKom dengan pimpinan Organisasi Masyarakat.
e. Pelaksanaan Swakelola tipe IV dilakukan berdasarkan Kontrak
PPKom dengan pimpinan Kelompok Masyarakat.
f. Untuk pelaksanaan Swakelola tipe II sebagaimana dimaksud pada
huruf c, tipe III sebagaimana dimaksud pada huruf d, dan tipe IV
sebagaimana dimaksud pada huruf e, nilai pekerjaan yang
tercantum dalam Kontrak sudah termasuk kebutuhan barang/jasa
yang diperoleh melalui Penyedia.
g. Pembayaran Swakelola dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
h. Pengawasan dan Pertanggungjawaban
1) Tim Pelaksana melaporkan kemajuan pelaksanaan Swakelola
dan penggunaan keuangan kepada PPKom secara berkala.
2) Tim Pelaksana menyerahkan hasil pekerjaan Swakelola kepada
PPKom dengan Berita Acara Serah Terima.
3) Pelaksanaan Swakelola diawasi oleh Tim Pengawas secara
berkala.
i. Dalam penyelenggaraan Swakelola dibutuhkan Dokumen
Swakelola, ketentuan mengenai Model Dokumen Swakelola
berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
2. Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia dilakukan
melalui aplikasi Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) dan
Sistem Pendukung.
a. Metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa
Lainnya terdiri atas:
1) E-purchasing
E-purchasing adalah tata cara pembelian barang/jasa melalui
sistem katalog elektronik atau toko daring
1. E-purchasing melalui katalog elektronik
a) Pejabat Pengadaan melaksanakan E-purchasing yang
bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).
b) PPKom melaksanakan E-purchasing untuk nilai paling
sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
c) E-purchasing untuk nilai paling sedikit di atas
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) penetapan
Penyedia atas persetujuan PA.
d) Dalam pengadaan barang/jasa melalui E-purchasing tidak
diperlukan Harga Perkiraan Sendiri dan dalam spesifikasi
teknis dapat menyebutkan merk.
2. E-purchasing melalui Toko Daring
E-purchasing melalui Toko Daring dilaksanakan untuk
Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik dengan
memanfaatkan E-marketplace yang mekanisme
pelaksanaannya diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Gubernur Jawa Timur tentang Pemanfaatan Penyelenggara
Perdagangan melalui Sistem Elektronik untuk Pengadaan
238

Barang/Jasa Pemerintah melalui Toko Daring di Lingkungan


Provinsi Jawa Timur.
2) Pengadaan Langsung
Pengadaan Langsung dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
3) Penunjukan Langsung
Penunjukan Langsung dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya dalam keadaan tertentu sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.
a) Pejabat Pengadaan melaksanakan persiapan dan
pelaksanaan Penunjukan Langsung untuk pengadaan
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai
paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
b) Pokja Pemilihan menetapkan pemenang pemilihan/Penyedia
untuk metode pemilihan Penunjukan Langsung untuk
pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya
dengan nilai pagu anggaran paling banyak
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
4) Tender Cepat
Tender Cepat dilaksanakan dalam hal pelaku usaha telah
terkualifikasi dalam Sistem Informasi Kinerja Penyedia untuk
pengadaan yang:
a) spesifikasi dan volume pekerjaannya sudah dapat
ditentukan secara rinci; atau
b) dimungkinkan dapat menyebutkan merk;
Pokja Pemilihan melaksanakan dan menetapkan Pemenang
dengan metode Tender Cepat.
5) Tender
Tender dilaksanakan dalam hal tidak dapat menggunakan
metode pemilihan Penyedia sebagaimana dimaksud pada angka
1) sampai dengan angka 4).
b. Metode pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi terdiri atas:
1) Seleksi
Seleksi dilaksanakan untuk Jasa Konsultansi bernilai paling
sedikit di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2) Pengadaan Langsung
Pengadaan Langsung dilaksanakan untuk Jasa Konsultansi
yang bernilai sampai dengan paling banyak Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
3) Penunjukan Langsung
Penunjukan Langsung dilaksanakan untuk Jasa Konsultansi
dalam keadaan tertentu sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Guna menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran
keuangan negara dan menjamin kualitas hasil pekerjaan, maka
untuk pekerjaan dengan jasa Konsultansi Konstruksi dengan
bentuk kontrak lumpsum, tenaga ahli dapat merangkap
melaksanakan pekerjaan paling banyak 3 (tiga) paket, sepanjang
239

jadwal pelaksanaan pekerjaan atau penugasan dan pembayarannya


tidak tumpang tindih (overlap).
3. Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa menggunakan metode E-
purchasing melalui Toko Daring
1) Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan metode E-purchasing
melalui Toko Daring terdiri atas:
a) Kanal Bela Pengadaan (Kanal UMK PDN) dengan kriteria sebagai
berikut:
1) Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik
(PPMSE) yang tergabung dalam Kanal Pengadaan adalah :
a) Marketplace yang memiliki Pedagang/merchant Pelaku
Usaha Mikro Kecil (UMK) atau memiliki fitur khusus
pedagang (merchant)/Mitra Pelaku Usaha Mikro Kecil
(UMK); dan
b) Ritel Daring dengan kualifikasi Usaha Mikro Kecil (UMK).
2) Barang/Jasa yang dijual/disediakan oleh Penyelenggara
Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE)
diutamakan/ diprioritaskan Produk Dalam Negeri.
3) Nilai Belanja paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) per transaksi, tanpa maksud menghindari
Tender/Seleksi.
b) Kanal PDN Non UMK dengan kriteria sebagai berikut:
1) Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik
(PPMSE) yang tergabung dalam kanal PDN Non UMK adalah
Ritel Daring Non UMK.
2) Barang/Jasa yang tayang adalah barang/jasa Produksi
Dalam Negeri.
3) Diutamakan untuk nilai belanja paling sedikit di atas
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) per transaksi.
c) Kanal Kurasi Lokal
1) Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik
(PPMSE) yang tergabung dalam Kanal Kurasi Lokal
merupakan marketplace yang wilayah cakupannya terbatas
pada daerah tertentu.
2) Produk barang/jasa yang ditayangkan dalam Kanal Kurasi
Lokal merupakan produk barang/jasa yang dijual oleh
Pedagang/Merchant daerah.
d) Kanal Kurasi Lainnya, kanal ini diperuntukkan bagi
Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE)
marketplace dan Ritel Daring atau barang/jasa yang tidak
masuk kriteria Kanal Bela Pengadaan, Kanal PDN Non UMK dan
Kanal Kurasi Lokal.
2) Kanal Toko Daring sebagaimana dimaksud pada angka 1) dapat
digunakan sebagai tambahan infrastruktur teknis dan layanan
dukungan transaksi untuk Pengadaan Barang/Jasa yang belum
dapat diselenggarakan sepenuhnya melalui Sistem Pengadaan
Secara Elektronik (SPSE) dengan terlebih dahulu harus mendapat
persetujuan Gubernur.
240

3) E-purchasing melalui Toko Daring dilakukan dengan


mempertimbangkan pemerataan ekonomi serta memberikan
kesempatan pada Penyedia Usaha Mikro Kecil (UMK) di wilayah
Provinsi dan mengutamakan pembelian barang/jasa produk dalam
negeri/produk lokal sesuai kebutuhan Perangkat Daerah, tanpa
mengabaikan prinsip efisiensi, persaingan usaha yang sehat,
kesatuan sistem, dan kualitas kemampuan teknis;
4) E-purchasing melalui Toko Daring, dicadangkan dan peruntukannya
bagi Penyedia Usaha Mikro Kecil (UMK), kecuali untuk paket
pekerjaan yang menuntut kemampuan teknis yang tidak dapat
dipenuhi oleh Pelaku Usaha Mikro Kecil (UMK);
5) Barang/Jasa yang dapat ditransaksikan melalui Toko Daring
disesuaikan dengan kemampuan kurasi E-marketplace, sepanjang
tidak ditayangkan pada katalog elektronik dengan kriteria:
a) Standar atau dapat distandarkan;
b) Memiliki sifat risiko rendah; dan
c) Harga sudah terbentuk di pasar.
6) Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada angka 4) tidak
ditayangkan pada katalog elektronik dalam hal:
a) spesifikasi yang sama;
b) penjual/penyedia yang sama;
c) wilayah jual sama; dan
d) syarat dan ketentuan yang sama.
7) Pelaksanaan e-purchasing melalui Toko Daring dapat dilaksanakan
dengan metode:
a) Pembelian Langsung;
Pembelian Langsung dilakukan untuk nilai transaksi paling
banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) per transaksi
pada Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik
(PPMSE).
b) Negosiasi Harga;
Negosiasi harga dilakukan untuk transaksi dengan nilai di atas
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan
Rp200.000.000,00 (dua ratus juga rupiah) dalam Penyelenggara
Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE).
Negosiasi harga juga dilakukan untuk metode Pembelian
Langsung apabila platform Penyelenggara Perdagangan Melalui
Sistem Elektronik (PPMSE) terdapat fitur negosiasi.
c) Permintaan Penawaran; dan/atau
Permintaan penawaran dilakukan untuk transaksi dengan nilai di
atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) melalui negosiasi
teknis dan harga jika terdapat volume, pembayaran, pengiriman,
instalasi, atau ketentuan pembelian lainnya yang berbeda dari
yang tercantum dalam Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem
Elektronik (PPMSE).
d) Metode lainnya sesuai dengan proses bisnis yang terdapat pada
Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE).
241

8) Mekanisme e-purchasing melalui Toko Daring diatur lebih lanjut


dalam Peraturan Gubernur tentang Pemanfaatan Penyelenggara
Perdagangan melalui Sistem Elektronik untuk Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah melalui Toko Daring di Lingkungan
Provinsi Jawa Timur.
4. Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui Pengadaan Langsung
Pelaksanaan Pengadaan Langsung dilakukan sebagai berikut:
a. Pembelian/pembayaran langsung kepada Penyedia untuk
Pengadaan Barang/Jasa Lainnya.
1) Pejabat Pengadaan mendatangi langsung atau memesan kepada
Penyedia;
2) Penyedia dan PPKom melakukan serah terima Barang/Jasa
Lainnya;
3) Tidak memerlukan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) untuk
pengadaan barang/jasa dengan pagu anggaran paling banyak
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);
4) Dilakukan untuk pengadaan barang/jasa lainnya dengan nilai
paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
5) Bentuk kontraknya adalah:
a) Bukti pembelian/pembayaran yang diterbitkan oleh Penyedia
(contoh: nota pembelian, struk pembelian, slip ATM dan/atau
bukti pembelian lainnya) untuk Pengadaan Barang/Jasa
Lainnya dengan nilai paling banyak Rp10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah);
b) Kwitansi yang diterbitkan oleh Penyedia untuk Pengadaan
Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
6) Pembelian/pembayaran langsung dilakukan sebagai berikut:
a) Barang/jasa lainnya yang nilainya sudah pasti, dilakukan
secara langsung kepada Penyedia tanpa klarifikasi dan
negosiasi teknis;
b) Barang/jasa lainnya yang belum pasti nilainya (negotiable),
dilakukan melalui permintaan penawaran dengan klarifikasi
dan negosiasi teknis namun bentuk kontraknya tetap berupa
bukti pembelian atau kwitansi.
7) Guna memudahkan pencatatan, bukti pembelian/kwitansi
untuk pengadaan belanja modal harus memuat secara rinci dan
jelas macam/jenis, jumlah, harga dan spesifikasi/ identitas
barang dan bila diperlukan dilampiri faktur atau rincian
kwitansi yang berisi informasi barang/jasa lainnya yang tidak
dapat dimuat dalam Bukti Pembelian/Kwitansi dan
ditandatangani oleh Penyedia dan PPKom.
8) Mekanisme pembayaran sesuai dengan ketentuan dalam Bab
IX.
9) Calon Penyedia tidak diwajibkan untuk menyampaikan formulir
isian kualifikasi apabila menurut pertimbangan Pejabat
Pengadaan, Pelaku Usaha dimaksud memiliki kemampuan
melaksanakan pekerjaan.
10) PPKom dalam melaksanakan tahapan Pengadaan Langsung
dapat dibantu oleh Tim Pendukung.
242

b. Permintaan penawaran yang disertai dengan klarifikasi serta


negosiasi teknis dan harga kepada Pelaku Usaha untuk pengadaan
langsung yang menggunakan surat perintah kerja
1) Permintaan penawaran kepada Pelaku Usaha dilakukan untuk:
a) Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit
di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai
dengan nilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah);
b) Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
c) Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
2) Bentuk kontraknya adalah Surat Perintah Kerja (SPK).
3) Memerlukan Harga Perkiraan Sendiri (HPS).
4) Untuk Penyedia yang sudah pernah melakukan pekerjaan pada
Perangkat Daerah yang sama dan pernah dilakukan penilaian
kualifikasi oleh Pejabat Pengadaan, maka tidak perlu dilakukan
penilaian kualifikasi kembali sepanjang data kualifikasi
Penyedia tersebut tidak ada perubahan.
5) Metode dan tata cara lebih lanjut berpedoman pada ketentuan
peraturan perundang-undangan tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.
c. Pemeriksaan Hasil Pekerjaan
Mekanisme pemeriksaan hasil pekerjaan untuk pembelian langsung
melalui Toko Daring dengan bentuk kontrak berupa Surat Pesanan
adalah sebagai berikut:
1) Pemeriksaan dilakukan berdasar Purchase Order (PO) dalam
platform Toko Daring.
2) Sebelum dilakukan serah terima, Pejabat Penandatangan
Kontrak melakukan pemeriksaan terhadap hasil pekerjaan,
yang dapat dibantu oleh tim teknis.
3) Pemeriksaan dilakukan terhadap kesesuaian hasil pekerjaan
terhadap kriteria/spesifikasi yang tercantum dalam Purchase
Order (PO).
4) Tata cara pemeriksaan lebih lanjut berpedoman pada ketentuan
peraturan perundang-undangan tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah dan Peraturan Gubernur tentang
Pemanfaatan Penyelenggara Perdagangan melalui Sistem
Elektronik untuk Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah melalui
Toko Daring di Lingkungan Provinsi Jawa Timur.
Mekanisme pemeriksaan hasil pekerjaan untuk Pengadaan
Langsung adalah sebagai berikut:
1) Pengadaan Langsung melalui pembelian/pembayaran langsung
kepada Penyedia dengan bentuk kontrak berupa bukti
pembelian atau kwitansi.
a) Pejabat Pengadaan menyusun Berita Acara Hasil Pengadaan
Langsung untuk pengadaan barang/jasa lainnya dengan
nilai paling sedikit di atas Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah)
dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).
243

b) Sebelum dilakukan serah terima, Pejabat Penandatangan


Kontrak melakukan pemeriksaan terhadap hasil pekerjaan,
yang dapat dibantu oleh tim teknis.
c) Pemeriksaan dilakukan terhadap kesesuaian hasil pekerjaan
terhadap kriteria/spesifikasi yang tercantum dalam bukti
pembelian atau kwitansi.
d) Pejabat Pengadaan menyerahkan hasil pengadaan
barang/jasa lainnya kepada Pejabat Penandatangan
Kontrak.
e) Pejabat Penandatangan Kontrak dan Pejabat Pengadaan
menandatangani Berita Acara Pembelian Langsung untuk
pengadaan barang/jasa lainnya dengan nilai paling sedikit di
atas Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
f) Pejabat Penandatangan Kontrak dan Pejabat Pengadaan
menandatangani bukti pembelian untuk pengadaan
barang/jasa lainnya dengan nilai paling banyak
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
2) Pengadaan Langsung melalui permintaan penawaran kepada
Penyedia dengan bentuk kontrak berupa Surat Perintah Kerja
(SPK).
a) Setelah pekerjaan selesai 100% (seratus persen) sesuai
dengan ketentuan yang termuat dalam Surat Perintah Kerja
(SPK), Penyedia mengajukan permintaan secara tertulis
kepada Pejabat Penandatangan Kontrak untuk serah terima
barang/jasa.
b) Sebelum dilakukan serah terima, Pejabat Penandatangan
Kontrak melakukan pemeriksaan terhadap hasil pekerjaan,
yang dapat dibantu oleh Konsultan Pengawas atau tim ahli
dan tim teknis.
c) Pemeriksaan dilakukan terhadap kesesuaian hasil pekerjaan
terhadap kriteria/spesifikasi yang tercantum dalam Surat
Perintah Kerja (SPK).
d) Pejabat Penandatangan Kontrak dan Penyedia
menandatangani Berita Acara Serah Terima.
d. Serah Terima Hasil Pekerjaan
1) Penyerahan Hasil Pekerjaan Swakelola dilaksanakan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a) Tim pelaksana menyerahkan hasil pekerjaan dan laporan
pelaksanaan pekerjaan kepada PPKom melalui Berita Acara
Serah Terima Hasil Pekerjaan;
b) Penyerahan hasil pekerjaan dan laporan pelaksanaan
pekerjaan kepada PPKom setelah dilakukan pemeriksaan
oleh Tim Pengawas dengan Berita Acara Hasil Pemeriksaan;
dan
c) PPKom menyerahkan hasil pekerjaan kepada PA/KPA.
Dalam hal barang/jasa hasil pengadaan melalui Swakelola
akan dihibahkan kepada Kelompok Masyarakat, maka
proses serah terima sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
244

2) Secara umum proses serah terima hasil pekerjaan adalah


sebagai berikut:
a) Setelah pekerjaan selesai 100% (seratus persen) sesuai
dengan ketentuan yang tertuang dalam Kontrak, Penyedia
mengajukan permintaan secara tertulis kepada Pejabat
Penandatangan Kontrak untuk penyerahan hasil pekerjaan.
b) Sebelum dilakukan serah terima, Pejabat Penandatangan
Kontrak melakukan pemeriksaan terhadap hasil pekerjaan,
yang dapat dibantu oleh Konsultan Pengawas atau tim ahli
dan tim teknis.
c) Pemeriksaan dilakukan terhadap kesesuaian hasil pekerjaan
terhadap kriteria/spesifikasi yang tercantum dalam
Kontrak.
d) Apabila dalam pemeriksaan hasil pekerjaan tidak sesuai
dengan ketentuan yang tercantum dalam Kontrak dan/atau
cacat hasil pekerjaan, Pejabat Penandatangan Kontrak
memerintahkan Penyedia untuk memperbaiki dan/atau
melengkapi kekurangan pekerjaan.
e) Apabila dalam pemeriksaan hasil pekerjaan telah sesuai
dengan ketentuan yang tercantum dalam Kontrak maka
Pejabat Penandatangan Kontrak dan Penyedia
menandatangani Berita Acara Serah Terima.
f) Setelah penandatanganan Berita Acara Serah Terima,
Pejabat Penandatangan Kontrak menyerahkan barang/hasil
pekerjaan kepada PA/KPA.
g) PA/KPA meminta Verifikator Keuangan untuk melakukan
pemeriksaan administratif terhadap barang/hasil pekerjaan
yang dilakukan serah terima.
h) Verifikator Keuangan melakukan pemeriksaan administratif
proses pengadaan barang/jasa sejak perencanaan
pengadaan sampai dengan serah terima hasil pekerjaan,
meliputi dokumen program/ penganggaran, surat penetapan
PPKom, dokumen perencanaan pengadaan, Rencana Umum
Pengadaan (RUP), dokumen persiapan pengadaan, dokumen
pemilihan Penyedia, dokumen Kontrak dan perubahannya
serta pengendaliannya, dan dokumen serah terima hasil
pekerjaan.
i) Apabila hasil pemeriksaan administrasi ditemukan
ketidaksesuaian/kekurangan, Verifikator Keuangan melalui
PA/KPA memerintahkan Pejabat Penandatanganan Kontrak
untuk memperbaiki dan/atau melengkapi kekurangan
dokumen administratif.
j) Mekanisme serah terima hasil barang/jasa dari Pejabat
Penandatangan kepada PA/KPA dilakukan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
245

3) Untuk Pengadaan Langsung mekanismenya adalah sebagai


berikut:
a) Setelah penandatanganan Berita Acara Serah Terima,
Pejabat Penandatangan Kontrak menyerahkan barang/hasil
pekerjaan kepada PA/KPA.
b) PA/KPA meminta Verifikator Keuangan untuk melakukan
pemeriksaan administratif terhadap barang/jasa yang akan
dilakukan serah terima.
4) Dalam hal penyerahterimaan barang/jasa kepada PA/KPA tidak
dilakukan langsung oleh PA/KPA sesuai dengan ketentuan
dalam BAB XI huruf E, pemeriksaan administratif dilakukan
setelah penyerahan barang/jasa.
5. Pengadaan Barang/Jasa melalui UKPBJ
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui UKPBJ dilakukan
sebagai berikut:
a. Usulan paket pemilihan Penyedia Barang/Jasa yang pelaksanaannya
dilakukan oleh Pokja Pemilihan memperhatikan estimasi alokasi
waktu diatur sebagai berikut:

Keterangan: *) paling lama proses di UKPBJ, penghitungan 10 (sepuluh) hari


setelah pengiriman atau pengiriman kembali dokumen usulan
karena usulan reviu dari Pokja Pemilihan.

b. PPKom menyampaikan dokumen persiapan pengadaan dan


permintaan pemilihan Penyedia yang pelaksanaannya dilakukan
oleh Pokja Pemilihan melalui aplikasi Sistem Pengadaan Secara
Elektronik (SPSE) dan Aplikasi Pelayanan Pengadaan Barang/Jasa
(APEL BAJA).
c. Setelah dokumen persiapan pengadaan diterima dan dinyatakan
lengkap, UKPBJ menetapkan Pokja Pemilihan, selanjutnya Pokja
Pemilihan melakukan persiapan pemilihan Penyedia yang meliputi:
1) reviu dokumen persiapan pengadaan;
2) penetapan metode pemilihan Penyedia;
3) penetapan metode kualifikasi;
4) penetapan persyaratan Penyedia;
5) penetapan metode evaluasi penawaran;
6) penetapan metode penyampaian dokumen penawaran;
7) penyusunan dan menetapkan jadwal pemilihan; dan
8) penyusunan Dokumen Pemilihan.
246

d. Apabila berdasar hasil reviu, dokumen persiapan pengadaan


memerlukan perubahan maka Pokja Pemilihan menyampaikan
usulan perubahan dimaksud melalui Aplikasi Pelayanan Pengadaan
Barang/Jasa (APEL BAJA).
e. Pelaksanaan Pemilihan Penyedia melalui UKPBJ
1) Prakualifikasi
a) Proses Kualifikasi terdiri dari tahap Undangan Prakualifikasi
dan Prakualifikasi;
b) Proses Pemilihan terdiri dari tahap Undangan Pemilihan,
Pemilihan, dan Penetapan Pemenang.
2) Pascakualifikasi
Proses Pemilihan terdiri dari tahap Pengumuman, Pendaftaran
sampai dengan Calon Pemenang, Pascakualifikasi, dan Penetapan
Pemenang.
f. Pokja Pemilihan bertanggung jawab terbatas sampai dengan
selesainya proses Pengadaan Barang/Jasa yang menjadi lingkup dan
kewenangan UKPBJ sampai dengan terpilihnya pemenang Penyedia
Barang/Jasa.
g. Pokja Pemilihan dan UKPBJ tidak bertanggung jawab atas
keterlambatan pemilihan Penyedia dan/atau pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa yang diakibatkan karena keterlambatan tindak lanjut
hasil reviu dokumen persiapan pengadaan.
h.Prosedur permintaan pemilihan Penyedia dan pelaksanaan tugas
UKPBJ diatur lebih lanjut dalam Standar Operasional Prosedur
UKPBJ.
i. Hasil Pemilihan Penyedia disampaikan melalui Aplikasi Pelayanan
Pengadaan Barang/Jasa (APEL BAJA).
6. Penyelenggaraan Katalog Elektronik/E-catalogue lokal dan E-purchasing
Penyelenggaraan Katalog Elektronik/E-catalogue Lokal dilakukan
sebagai berikut:
1) Ketentuan Umum E-purchasing Katalog
Barang/Jasa yang telah tercantum pada Katalog Elektronik
Nasional/Katalog Elektronik Sektoral/Katalog Elektronik Lokal dapat
dibeli oleh Pemerintah Daerah, kecuali Barang/Jasa pada fitur Iklan
Katalog dan/atau diatur lain dalam keputusan penelahaan
Barang/Jasa.
2) Tahapan E-purchasing Katalog
E-purchasing Katalog dapat dilaksanakan dengan metode :
a. Negosiasi Harga;
Metode negosiasi harga dilakukan terhadap harga satuan produk
dengan mempertimbangkan kuantitas produk yang diadakan,
ongkos kirim, biaya instalasi, atau ketersediaan produk.
PPKom/Pejabat Pengadaan dapat memanfaatkan informasi harga
produk dari sumber informasi yang dipercaya lainnya sebagai
referensi untuk negosiasi dengan Penyedia.
b. Mini-Kompetisi; dan/atau
E-purchasing Katalog dengan metode mini-kompetisi dilakukan
terhadap 2 (dua) atau lebih Penyedia yang memiliki produk yang
sama atau produk dengan spesifikasi sejenis yang dibutuhkan
oleh PPKom/Pejabat Pengadaan dengan tujuan mendapatkan
harga terbaik.
247

c. Competitive Catalogue
Competitive Catalogue memuat data dan informasi yang
ditawarkan oleh Penyedia dalam lingkup pekerjaan konstruksi
berupa komponen dasar konstruksi yang kemudian
dikompetisikan melalui sistem.
Tata Cara pelaksanaan E-purchasing Katalog diatur dalam
panduan penggunaan aplikasi E-purchasing.

F. Pengadaan Lain-Lain
1. Pengadaan Kegiatan Pemeliharaan
a. Pengadaan Pemeliharaan/Perbaikan Gedung yang tidak mengubah
bentuk, desain dan fungsinya:
1) Nilai sampai dengan Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah),
mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan
pemeriksaannya dilakukan tanpa melibatkan/verifikasi Dinas
Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya
Provinsi Jawa Timur;
2) Nilai di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), mulai
tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan
pemeriksaannya dilakukan dengan melibatkan/verifikasi Dinas
Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya
Provinsi Jawa Timur.
b. Pengadaan Jasa Pemeliharaan/Perbaikan Kendaraan Bermotor:
1) Nilai per unit kendaraan sampai dengan Rp25.000.000,00 (dua
puluh lima juta rupiah) proses administrasi pengadaannya
dilakukan secara langsung oleh Perangkat Daerah sesuai
prosedur yang berlaku tanpa melibatkan/verifikasi dari instansi
teknis terkait;
2) Nilai per unit kendaraan di atas Rp25.000.000,00 (dua puluh
lima juta rupiah) dilakukan secara langsung oleh Perangkat
Daerah sesuai prosedur yang berlaku dengan melibatkan/
verifikasi dari Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur.
2. Penyelenggaraan Pembangunan Gedung dan Prasarananya
Mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemeriksaan
melibatkan/verifikasi oleh instansi teknis terkait (Dinas Pekerjaan
Umum Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya).

G. Kontrak
1. Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Kontrak
adalah perjanjian tertulis antara PA/KPA/PPKom dengan Penyedia
Barang/Jasa atau pelaksana Swakelola.
2. Bentuk Kontrak terdiri atas:
a. Bukti pembelian/pembayaran
Bukti pembelian/pembayaran digunakan untuk Pengadaan
Barang/ Jasa Lainnya dengan nilai paling banyak Rp10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah).
248

b. Kwitansi
Kwitansi digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya
dengan nilai paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).
c. Surat Perintah Kerja (SPK)
Surat Perintah Kerja (SPK) digunakan untuk Pengadaan Jasa
Konsultansi dengan nilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah), Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling
sedikit di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai
dengan nilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah), dan Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai paling
banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
d. Surat perjanjian
Surat perjanjian digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan untuk Pengadaan
Jasa Konsultansi dengan nilai paling sedikit di atas
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
e. Surat pesanan
Surat pesanan digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa melalui
E-purchasing atau pembelian melalui Toko Daring.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk kontrak sebagaimana
dimaksud pada angka 2 dan dokumen pendukung Kontrak, diatur
dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan negara dan/atau menteri yang
menyelenggarakan urusan di bidang pemerintahan dalam negeri.
4. Penandatanganan Kontrak.
a. Untuk Kontrak berupa Kwitansi, Surat Perintah Kerja (SPK) dan
Surat Perjanjian dilakukan sebagai berikut:
1) Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) yang menggunakan
kontrak berupa kwitansi bilamana perlu kwitansi dilampiri
faktur atau rincian kwitansi dengan ditandatangani oleh
Penyedia barang/jasa dan Pejabat Penandatangan Kontrak;
2) Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), Pengadaan
Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan nilai
paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), dan
Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Surat Perintah Kerja
ditandatangani oleh Pejabat Penandatangan Kontrak dengan
Penyedia barang/jasa;
3) Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa lainnya dengan
nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) dan untuk Jasa Konsultansi dengan nilai paling sedikit
di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta juta rupiah) Surat
Perjanjian Pengadaan Barang/Jasa yang ditandatangani oleh
Pejabat Penandatangan Kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa.
249

b. Pejabat Penandatangan Kontrak dilarang mengadakan ikatan


perjanjian atau menandatangani Kontrak dengan Penyedia, dalam
hal belum tersedia anggaran belanja atau tidak cukup tersedia
anggaran belanja yang dapat mengakibatkan dilampauinya batas
anggaran belanja yang tersedia untuk kegiatan yang dibiayai
APBN/APBD.
c. Penandatanganan Kontrak Barang/Jasa dilakukan setelah Penyedia
Barang/Jasa menyerahkan Jaminan Pelaksanaan (untuk pekerjaan
yang dipersyaratkan jaminan pelaksanaan).
d. Kontrak yang mempunyai lampiran, maka lampiran tersebut juga
ditandatangani oleh para pihak yang menandatangani Kontrak.
Lampiran tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dengan Kontrak.
5. Penyelesaian Pekerjaan melampaui masa pelaksanaan pekerjaan
a. Dalam hal Penyedia gagal menyelesaikan pekerjaan sampai masa
pelaksanaan kontrak berakhir, namun Pejabat Penandatangan
Kontrak menilai bahwa Penyedia mampu menyelesaikan pekerjaan,
Pejabat Penandatangan Kontrak dapat memberikan kesempatan
Penyedia sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender, sejak masa
berakhirnya pelaksanaan pekerjaan untuk menyelesaikan
pekerjaan dengan pengenaan sanksi denda keterlambatan.
b. Pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan
pekerjaan dituangkan dalam adendum kontrak yang didalamnya
mengatur pengenaan sanksi denda keterlambatan kepada Penyedia
dan perpanjangan masa berlaku Jaminan Pelaksanaan (untuk
pekerjaan yang mempersyaratkan jaminan pelaksanaan).
c. Dalam pemberian kesempatan sebagaimana tersebut dalam huruf a
dapat dilakukan melampaui tahun anggaran. Perangkat Daerah
mempersiapkan anggaran di tahun anggaran berikutnya untuk
pembayaran pekerjaan yang pemberian kesempatan menyelesaikan
pekerjaannya melewati tahun anggaran sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
6. Perangkat Daerah melaksanakan pencatatan Kontrak secara elektronik
seluruh Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah secara transparan,
cermat, dan akuntabel sesuai Peraturan Perundang-undangan di
bidang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menggunakan sistem
informasi yang terdiri atas Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE)
dan sistem pendukung, baik Pengadaan Barang/Jasa yang
dilaksanakan dengan cara Swakelola dan/atau melalui Penyedia, baik
yang dilaksanakan melalui metode Tender maupun Non Tender
termasuk Pengadaan Langsung.
250

H. Pengadaan Barang/Jasa yang Dikecualikan


1. Pengadaan Barang/Jasa yang dikecualikan dari Peraturan Presiden
Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021
tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, secara umum
dilaksanakan sesuai Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/
Jasa Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengadaan
Barang/Jasa yang Dikecualikan pada Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.
2. Pengadaan Barang/Jasa pada BLUD
a. Pengadaan Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD) yang bersumber dari jasa layanan, hibah tidak terikat, hasil
kerjasama dengan pihak lain dan lain-lain pendapatan BLUD yang
sah dapat diatur tersendiri dengan Peraturan Pimpinan Badan
Layanan Umum Daerah.
b. Dalam hal terdapat hasil kajian internal BLUD yang sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan, Pengadaan Barang/
Jasa pada BLUD sebagaimana dimaksud pada huruf a. dapat
menggunakan peraturan pimpinan BLUD.
c. Ketentuan terkait pelaku dan organisasi Pengadaan Barang/Jasa
pada BLUD mengacu kepada Peraturan Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tentang Sumber Daya Manusia
Pengadaan Barang/Jasa dan Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.
d. Dalam hal Pengadaan Barang/Jasa pada BLUD diatur dengan
peraturan pimpinan BLUD sebagaimana dimaksud pada huruf b.,
BLUD mengumumkan rencana Pengadaan Barang/Jasa ke dalam
aplikasi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) dan
menyampaikan data Kontrak dalam aplikasi Sistem Pengadaan
Secara Elektronik (SPSE).
e. Pengaturan Pengadaan Barang/Jasa dalam peraturan pimpinan
BLUD tersebut meliputi perencanaan pengadaan, persiapan
pengadaan, persiapan pemilihan, pelaksanaan pemilihan, dan
pelaksanaan kontrak.
f. Apabila pimpinan Badan Layanan Umum Daerah belum
menetapkan peraturan tentang tata cara Pengadaan Barang/Jasa di
Lingkungan BLUDnya, maka tata cara pengadaan barang/jasa pada
BLUD tersebut mengikuti ketentuan dalam Bab XII ini.
3. Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan berdasarkan Tarif Barang/
Jasa yang dipublikasikan secara luas kepada masyarakat merupakan
Pengadaan Barang/Jasa yang telah memiliki harga satuan
barang/jasa, pungutan, atau bea yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Pengadaan barang/jasa tersebut meliputi namun tidak
terbatas pada:
251

a. Listrik dan air bersih


Pengadaan listrik dan air bersih yang dikecualikan adalah
pengadaan listrik kepada PLN dan air bersih kepada PDAM.
Mekanisme pembayaran melalui pembayaran secara periodik
(bulanan) dan secara total penggunaan dengan pembayaran dalam
pelaksanaan termasuk bukti kontrak sesuai dengan yang
ditetapkan Penyedia.
b. Telepon/komunikasi
1) Mekanisme pembayaran melalui pembayaran secara periodik
(bulanan) atau secara total penggunaan.
2) Untuk belanja bantuan telepon menggunakan bukti kontrak
yang ditetapkan Penyedia.
c. Bahan Bakar Gas dan Bahan Bakar Minyak
1) Pembelian secara langsung ke Penyedia BBM/BBG, dilakukan
untuk pembelian BBM/BBG kendaraan dinas dan/atau BBM
dan Gas kebutuhan operasional peralatan kantor/peralatan
berat Perangkat Daerah yang memiliki peralatan dan sarana
transportasi untuk membeli langsung kepada Penyedia.
Mekanisme pembayaran melalui pembayaran sesuai
penggunaan dan pembayaran dalam pelaksanaan termasuk
bukti kontrak sesuai dengan yang ditetapkan Penyedia (struk,
bukti pembelian).
2) Perangkat Daerah yang tidak memiliki peralatan dan sarana
transportasi untuk mengangkut BBM/Gas, maka untuk jasa
transportasi menggunakan Penyedia yang memenuhi syarat.
Mekanisme pemilihan Penyedia jasa transportasi dan bentuk
kontrak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Tata
cara pemeriksaan dan penerimaan barang mengikuti Peraturan
Gubernur ini.
3) Tidak diperkenankan pembelian BBM kendaraan operasional
menggunakan bukti kontrak berupa Surat Perintah Kerja (SPK)
pembelian voucher BBM.
d. Pemeriksaan dilakukan PPKom dengan menandatangani bukti
kontrak.
e. Pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan berdasarkan tarif yang
dipublikasikan secara luas kepada masyarakat sebagaimana
tersebut di atas, dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui
tahapan sebagai berikut:
1) Tahapan Perencanaan Pengadaan
Secara umum, perencanaan pengadaan dilaksanakan
berdasarkan Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/
Jasa Pemerintah tentang Pedoman Perencanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.
Pada tahap perencanaan pengadaan, PA/KPA menyusun
perkiraan biaya (RAB) berdasarkan perkiraan volume dan tarif
barang/jasa. Perkiraan volume diidentifikasi berdasarkan
realisasi volume pada tahun-tahun sebelumnya dan proyeksi/
perkiraan peningkatan kebutuhan pada tahun selanjutnya.
252

2) Tahapan Persiapan Pengadaan


Pada tahapan persiapan pengadaan, PPKom tidak menyusun
Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan spesifikasi. PPKom
menetapkan mekanisme pembayaran melalui pembayaran
secara berlangganan/periodik atau pembayaran secara total
penggunaan.
Dalam hal mekanisme pembayaran melalui pembayaran secara
berlangganan/periodik, PPKom tidak perlu menyusun
rancangan kontrak. Dalam hal mekanisme pembayaran secara
total penggunaan, PPKom dapat menyusun rancangan kontrak.
Penetapan mekanisme pembayaran dilaksanakan berdasarkan
kebutuhan dengan memperhatikan pagu anggaran.
3) Tahapan Pembelian dan Pelaksanaan Kontrak
Proses pembelian barang/jasa dilakukan oleh PPKom dengan
pembelian secara langsung kepada Penyedia.
Serah terima pekerjaan dan pembayaran dalam pelaksanaan
kontrak dilakukan sesuai dengan mekanisme pasar/yang
ditetapkan penyedia.
Bentuk kontrak dapat berupa bukti pembayaran/
kwitansi/surat perjanjian kerja/surat perjanjian.
Pembayaran pelaksanaan kontrak sesuai dengan mekanisme
pembayaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
4. Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan berdasarkan praktik bisnis
yang sudah mapan
a. Barang/jasa yang pelaksanaan transaksi dan usahanya telah
berlaku secara umum dalam persaingan usaha yang sehat, terbuka
dan Pemerintah telah menetapkan standar biaya untuk harga
barang/jasa tersebut atau harga sudah terpublikasi secara resmi,
antara lain jasa akomodasi hotel, jasa tiket transportasi dan
langganan koran/majalah, dilaksanakan dengan rincian:
1) Tahapan Perencanaan
Perencanaan pengadaan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan yang telah diatur dalam Peraturan Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tentang
Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
2) Tahapan Persiapan Pengadaan
a) PPKom menyusun spesifikasi/kriteria teknis;
b) PPKom menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB) dengan
memperhatikan standar biaya barang/jasa yang telah
ditetapkan pemerintah; dan
c) Dalam hal dibutuhkan, PPKom dapat menyusun rancangan
kontrak.
Spesifikasi/kriteria teknis, RAB, dan rancangan kontrak (bila
ada) selanjutnya disampaikan kepada Pejabat Pengadaan/
UKPBJ.
3) Tahapan Persiapan dan Pelaksanaan Pemilihan Penyedia
a) Pejabat Pengadaan melakukan persiapan dan pelaksanaan
pemilihan Penyedia dengan nilai pengadaan paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
253

b) Pokja Pemilihan melakukan persiapan dan pelaksanaan


pemilihan Penyedia dengan nilai pengadaan paling sedikit di
atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pengadaan dengan nilai pagu anggaran di atas
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dilakukan oleh
Pokja Pemilihan.
c) Pemilihan penyedia dilakukan melalui metode pemilihan
lainnya, yaitu pembelian/sewa/pemesanan/langganan/cara
lainnya, yang sekurang-kurangnya melalui tahap sebagai
berikut:
1) Berdasarkan spesifikasi teknis/kriteria teknis dan RAB,
Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan mengidentifikasi
Pelaku Usaha yang dianggap mampu.
2) Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan melakukan
pembelian/sewa/pemesanan/langganan/cara lainnya
kepada Pelaku Usaha yang dianggap mampu, atau
mengundang 1 (satu) Pelaku Usaha yang dianggap
mampu untuk menyampaikan penawaran.
3) Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan melakukan
negosiasi teknis dan harga kepada calon Penyedia.
4) Tahapan Pelaksanaan Kontrak
a) Bentuk kontrak dapat berupa bukti pembayaran/Surat
Perintah Kerja (SPK), Surat Perjanjian Kerja/Surat
Perjanjian.
b) Untuk belanja kegiatan s.d Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah), perikatan kontrak dengan Penyedia jasa selain
menggunakan kwitansi dapat ditambah Surat Perintah Kerja
(SPK) yang membuat rincian item pekerjaan/pembayaran,
namun bentuk kontrak untuk pertanggungjawaban berupa
kwitansi bermeterai cukup dari Penyedia jasa.
c) Pelaksanaan Kontrak dilakukan dengan:
1) pembelian/sewa/pemesanan/langganan/cara lainnya
kepada Penyedia berdasarkan perhitungan nilai
transaksi dan jumlah/volume barang/jasa yang
digunakan; atau
2) pembayaran kepada Penyedia berdasarkan Kontrak.
d) Pemeriksaan hasil pekerjaan oleh PPKom dilakukan sebagai
berikut:
1) Untuk pembayaran/pembelian langsung dilakukan
dengan memberikan pernyataan bahwa barang/jasa
telah diterima dengan baik sesuai kesepakatan bersama
pada bukti kontrak (bukti pembelian/kwitansi).
2) Untuk Surat Perintah Kerja (SPK) dan Surat Perjanjian
dilakukan sebagaimana pemeriksaan pekerjaan secara
umum sebagaimana huruf E angka 4.c.
e) Serah Terima pekerjaan dilaksanakan sebagai berikut:
1) Untuk pengadaan barang/jas dengan nilai pagu
anggaran paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah) mengikuti mekanisme Pengadaan Langsung.
254

2) Untuk pengadaan barang/jasa dengan nilai pagu


anggaran paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah) mengikuti mekanisme serah terima
pekerjaan secara umum.
b. Barang/jasa yang jumlah permintaannya lebih besar daripada
jumlah penawaran (excess demand) dan/atau mekanisme pasar
tersendiri sehingga pihak pembeli yang menyampaikan penawaran
kepada pihak penjual, antara lain: keikutsertaan
seminar/pelatihan/ pendidikan, jurnal/publikasi ilmiah/
penelitian/ laporan riset, kapal bekas, pesawat bekas dan sewa
gedung/gudang, dilaksanakan dengan rincian:
1) Tahapan Perencanaan
Perencanaan pengadaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
yang telah diatur dalam Peraturan Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tentang Pedoman
Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
2) Tahapan Persiapan Pengadaan
a) PPKom menyusun spesifikasi/kriteria teknis;
b) PPKom menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB) dengan
memperhatikan pagu anggaran; dan
c) PPKom dapat menyusun rancangan kontrak.
Dalam melaksanakan persiapan pengadaan, PPKom dapat
dibantu Tim Teknis/Tim Ahli atau Tenaga Ahli.
Rencana Anggaran Biaya (RAB), spesifikasi/ kriteria teknis,
serta rancangan kontrak (bila ada) selanjutnya disampaikan
kepada Pejabat Pengadaan/UKPBJ.
3) Tahapan Persiapan dan Pelaksanaan Pemilihan Penyedia
a) Pejabat Pengadaan melaksanakan pemilihan penyedia
dengan nilai pengadaan paling banyak Rp200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah).
b) Pokja Pemilihan melaksanakan pemilihan penyedia dengan
nilai pengadaan paling sedikit di atas Rp200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah).
c) Pelaksanaan pemilihan penyedia dilaksanakan dengan
mengikuti lelang atau metode pemilihan lainnya, dengan
ketentuan:
1) mengikuti lelang yang diselenggarakan oleh Penyedia
atau penyelenggara lelang sesuai mekanisme dan
persyaratan yang ditetapkan oleh Penyedia atau
penyelenggara lelang.
2) metode pemilihan lainnya melalui pembelian/sewa/
pemesanan/langganan/cara lainnya dilakukan dengan
cara menyampaikan penawaran kepada Penyedia.
d) Dalam melakukan persiapan dan pelaksanaan pemilihan,
Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan dapat dibantu oleh Tim
Teknis.
e) Persiapan dan Pelaksanaan Pemilihan Penyedia dengan
mengikuti lelang yang diselenggarakan oleh Penyedia atau
penyelenggara lelang dilakukan sekurang-kurangnya
melalui tahap sebagai berikut:
255

1) Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan dan Tim Teknis


mengidentifikasi barang/jasa yang sesuai dengan
spesifikasi/kriteria teknis;
2) Tim teknis memeriksa kesesuaian teknis dan
memberikan rekomendasi harga barang/jasa; dan
3) Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan menyampaikan
penawaran sesuai dengan mekanisme dan persyaratan
yang ditetapkan oleh Penyedia atau penyelenggara
lelang.
f) Persiapan dan Pelaksanaan Pemilihan penyedia dengan
pembelian/sewa/pemesanan/langganan/cara lainnya
dilakukan sekurang-kurangnya melalui tahap sebagai
berikut:
1) Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan mengidentifikasi
barang/jasa sesuai dengan spesifikasi/kriteria teknis
dan RAB;
2) Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan dapat melakukan
pembelian/sewa/pemesanan/langganan/cara lainnya
kepada Pelaku Usaha, atau mengundang 1 (satu) Pelaku
Usaha untuk menyampaikan penawaran; dan
3) Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan dapat melakukan
negosiasi teknis dan harga kepada calon Penyedia.
4) Pelaksanaan Kontrak
a) Pembelian/sewa/pemesanan/langganan/cara lainnya atas
barang/jasa dibayarkan kepada Penyedia berdasarkan hasil
negosiasi atau hasil lelang; atau
b) Pembayaran kepada Penyedia berdasarkan Surat Perintah
Kerja (SPK), Surat Perjanjian Kerja/Surat Perjanjian
berdasarkan hasil negosiasi atau hasil lelang.
5) Pemeriksaan hasil pekerjaan oleh PPKom dilakukan sebagai
berikut:
a) Untuk pembayaran/pembelian langsung dilakukan dengan
memberikan pernyataan bahwa barang/jasa telah diterima
dengan baik sesuai kesepakatan bersama pada bukti kontrak
(bukti pembelian/kwitansi).
b) Untuk Surat Perintah Kerja (SPK) dan Surat Perjanjian
dilakukan sebagaimana pemeriksaan pekerjaan secara umum
sebagaimana ketentuan dalam huruf E angka 4. c.
6) Serah terima pekerjaan dilaksanakan sebagaimana ketentuan
dalam huruf E angka 4. d.
c. Jasa profesi tertentu yang standar remunerasi/imbalan jasa/
honorarium, layanan keahlian, praktik pemasaran, dan/atau kode
etik telah ditetapkan oleh perkumpulan profesinya, antara lain jasa
Arbiter, jasa Pengacara/Penasehat Hukum, jasa Tenaga Kesehatan,
jasa PPAT/Notaris, jasa Auditor, jasa penerjemah/interpreter dan
Penilai, pengadaan dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
256

1) Tahapan Perencanaan Pengadaan


a) Perencanaan pengadaan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan yang telah diatur dalam Peraturan Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tentang
Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
b) Penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dengan
memperhatikan standar remunerasi yang diterbitkan oleh
Asosiasi Jasa Profesi.
2) Tahapan Persiapan Pengadaan
a) PPKom menyusun Kerangka Acuan Kerja (KAK) pekerjaan;
b) PPKom menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB) dengan
memperhatikan pagu anggaran dan standar renumerasi
yang diterbitkan Asosiasi Jasa Profesi; dan
c) PPKom menyusun rancangan Kontrak.
Rencana Anggaran Biaya (RAB), Kerangka Acuan Kerja
(KAK) pekerjaan, dan rancangan Kontrak selanjutnya
disampaikan kepada Pejabat Pengadaan/UKPBJ.
3) Tahapan Persiapan dan Pelaksanaan Pemilihan Penyedia
a) Pelaksanaan pemilihan Penyedia dilakukan melalui
kompetisi atau metode pemilihan lainnya, yaitu
pembelian/sewa/ pemesanan/ langganan/cara lainnya.
b) Pemilihan Penyedia melalui kompetisi dilaksanakan untuk
Pengadaan Barang/Jasa dengan nilai pagu anggaran paling
sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
c) Pemilihan penyedia untuk Pengadaan Barang/Jasa dengan
nilai pagu anggaran paling sedikit di atas Rp200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) dapat dilaksanakan melalui
pembelian/sewa/pemesanan/langganan/cara lainnya dalam
hal portfolio/reputasi/hak eksklusif yang disediakan/
dimiliki jasa profesi yang dibutuhkan hanya dapat
disediakan oleh 1 (satu) Pelaku Usaha.
d) Pemilihan penyedia melalui pembelian/sewa/pemesanan/
langganan/cara lainnya dilaksanakan untuk Pengadaan
Barang/Jasa dengan nilai pagu anggaran paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
e) Pokja Pemilihan melakukan persiapan dan pelaksanaan
pemilihan Penyedia untuk:
1) Pemilihan penyedia yang dilaksanakan melalui
kompetisi; atau
2) Pemilihan penyedia yang dilaksanakan melalui
pembelian/sewa/pemesanan/langganan/cara lainnya
dengan nilai pagu anggaran paling sedikit di atas
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
f) Pejabat Pengadaan melaksanakan pemilihan Penyedia untuk
Pengadaan Barang/Jasa melalui pembelian/sewa/
pemesanan/langganan/cara lainnya dengan nilai pagu
anggaran paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).
257

g) Dalam melakukan persiapan dan pelaksanaan pemilihan,


Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan dapat dibantu oleh Tim
Teknis.
h) Tim Teknis membantu Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan
dalam menyusun kriteria teknis dan perkiraan harga pasar
barang/jasa.
i) Persiapan dan pelaksanaan pemilihan melalui kompetisi
dilakukan sekurang-kurangnya melalui tahapan sebagai
berikut:
1) Pokja Pemilihan dibantu Tim Teknis melaksanakan
survei pasar ketersediaan jasa profesi sesuai kriteria
yang ditetapkan;
2) Pokja Pemilihan mengumumkan pengadaan jasa profesi
dan/atau mengundang peserta untuk menyampaikan
penawaran harga;
3) Pokja Pemilihan dibantu Tim Teknis melakukan evaluasi
penawaran harga;
4) Pokja Pemilihan menetapkan peserta terpilih
berdasarkan nilai penawaran harga terendah;
5) dalam hal terdapat beberapa penawaran harga terendah
yang sama, Pokja Pemilihan mengundang peserta untuk
menyampaikan paparan/wawancara;
6) Pokja Pemilihan dibantu Tim Teknis melakukan
penilaian atas hasil paparan/wawancara;
7) peserta dengan nilai tertinggi ditetapkan sebagai peserta
terpilih; dan
8) Pokja Pemilihan dapat melakukan negosiasi teknis dan
harga kepada peserta terpilih.
j) Persiapan dan Pemilihan penyedia melalui pembelian/sewa/
pemesanan/langganan/cara lainnya dilakukan sekurang-
kurangnya melalui tahap sebagai berikut:
1) Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan dibantu Tim Teknis
mengidentifikasi Pelaku Usaha yang dianggap mampu;
2) Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan mengundang 1
(satu) Pelaku Usaha yang dianggap mampu untuk
menyampaikan penawaran harga;
3) Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan dapat mengundang
peserta untuk menyampaikan paparan/wawancara;
4) Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan dibantu Tim Teknis
melakukan penilaian atas penawaran harga dan/atau
hasil wawancara; dan
5) Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan melakukan
negosiasi harga kepada calon Penyedia.
4) Tahapan Pelaksanaan Kontrak
Pembayaran kepada Penyedia berdasarkan Surat Perintah Kerja
(SPK), Surat Perjanjian Kerja/Surat Perjanjian.
5) Pemeriksaan hasil pekerjaan dilaksanakan sebagaimana
ketentuan dalam huruf E angka 4. c.
6) Serah terima pekerjaan dilaksanakan sebagaimana ketentuan
dalam huruf E angka 4. d.
258

d. Barang/Jasa yang merupakan karya seni dan budaya dan/atau


industri kreatif, antara lain: pembuatan/sewa/pembelian film,
pembuatan/sewa/pembelian iklan layanan masyarakat, jasa
pekerja seni dan budaya, dan pembuatan/sewa/pembelian
barang/karya seni dan budaya, pengadaan dilakukan melalui
tahapan sebagai berikut:
1) Tahapan Perencanaan Pengadaan
Perencanaan pengadaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
yang telah diatur dalam Peraturan Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tentang Pedoman
Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
2) Tahapan Persiapan Pengadaan
a) PPKom menyusun spesifikasi/kriteria teknis/Kerangka
Acuan Kerja (KAK);
b) PPKom menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB);
c) PPKom dapat menyusun rancangan kontrak; dan
d) PPKom menyusun perkiraan harga pasar barang/jasa.
Dalam melaksanakan persiapan pengadaan, PPKom dapat
dibantu Tim Teknis/Tim Ahli atau Tenaga Ahli.
Rencana Anggaran Biaya (RAB), spesifikasi/kriteria teknis,
serta rancangan kontrak (bila ada) selanjutnya disampaikan
kepada Pejabat Pengadaan/UKPBJ.
3) Tahapan Persiapan dan Pelaksanaan Pemilihan Penyedia
a) Pemilihan dilaksanakan melalui kompetisi atau metode
pemilihan lainnya, yaitu pembelian/sewa/pemesanan/
langganan/cara lainnya.
b) Pemilihan penyedia melalui kompetisi dilaksanakan untuk
Pengadaan Barang/Jasa dengan nilai pagu anggaran paling
sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
c) Pemilihan penyedia untuk Pengadaan Barang/Jasa dengan
nilai pagu anggaran paling sedikit di atas Rp200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) dapat dilaksanakan melalui
pembelian/ sewa/pemesanan/langganan/cara lainnya
dalam hal barang/jasa yang dibutuhkan memiliki
karakteristik/ spesifikasi khusus/tertentu yang hanya dapat
disediakan oleh 1 (satu) Pelaku Usaha.
d) Pemilihan penyedia melalui pembelian/sewa/pemesanan/
langganan/cara lainnya dilaksanakan untuk Pengadaan
Barang/Jasa dengan nilai pagu anggaran paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
e) Pemilihan penyedia melalui pembelian/sewa/pemesanan/
langganan/cara lainnya dilakukan melalui negosiasi.
f) Pelaksanaan pemilihan oleh Pejabat Pengadaan/Pokja
Pemilihan dan dibantu Tim Juri/Tim Teknis.
g) Pokja Pemilihan melakukan persiapan dan pelaksanaan
pemilihan Penyedia untuk:
1) Pemilihan penyedia yang dilaksanakan melalui
Kompetisi; atau
259

2) Pemilihan penyedia yang dilaksanakan melalui


pembelian/sewa/pemesanan/langganan/cara lainnya
dengan nilai pagu anggaran paling sedikit di atas
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
h) Pejabat Pengadaan melakukan persiapan pemilihan dan
pelaksanaan pemilihan Penyedia yang dilaksanakan melalui
pembelian/sewa/pemesanan/langganan/cara lainnya
dengan nilai pagu anggaran paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
i) Tim Juri/Tim Teknis memiliki tugas:
1) Membantu Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan
melakukan evaluasi proposal peserta pemilihan; dan
2) melakukan penilaian paparan/wawancara peserta
pemilihan;
j) Persiapan dan pelaksanaan pemilihan Penyedia melalui
kompetisi dilakukan sekurang-kurangnya melalui tahap
sebagai berikut:
1) Berdasarkan spesifikasi teknis/kriteria teknis/Kerangka
Acuan Kerja (KAK) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB),
Pokja Pemilihan mengidentifikasi paling sedikit 2 (dua)
pelaku usaha yang dianggap mampu;
2) Pokja Pemilihan mengumumkan Pengadaan
Barang/Jasa dan mengundang pelaku usaha yang
dianggap mampu untuk menyampaikan proposal;
3) Pokja Pemilihan dibantu Tim Teknis/Tim Juri
melakukan evaluasi proposal berbasis kualitas;
4) Pokja Pemilihan dapat mengundang peserta untuk
menyampaikan paparan/wawancara;
5) Pokja Pemilihan dibantu Tim Teknis/Tim Juri
melakukan penilaian atas proposal dan hasil
paparan/wawancara;
6) peserta dengan nilai tertinggi ditetapkan sebagai peserta
terpilih; dan
7) Pokja Pemilihan dapat melakukan negosiasi teknis dan
harga kepada peserta terpilih.
k) Persiapan dan Pemilihan penyedia melalui pembelian/
sewa/pemesanan/langganan/cara lainnya dilakukan
sekurang-kurangnya melalui tahap sebagai berikut:
a. Berdasarkan spesifikasi teknis/kriteria teknis/Kerangka
Acuan Kerja (KAK) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB),
Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan mengidentifikasi
pelaku usaha yang dianggap mampu;
b. Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan mengundang 1
(satu) pelaku usaha yang dianggap mampu untuk
menyampaikan proposal;
c. Tim Juri/Tim Teknis membantu penilaian atas proposal;
d. Tim Juri/Tim Teknis menyampaikan hasil penilaian
proposal kepada Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan;
dan
260

e. Dalam hal hasil penilaian proposal memenuhi kriteria


teknis, Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan melakukan
negosiasi harga.
4) Tahapan Pelaksanaan Kontrak
Pelaksanaan Kontrak dilaksanakan dengan pembayaran kepada
Penyedia berdasarkan Surat Perintah Kerja (SPK)/Surat
Perjanjian.
5) Pemeriksaan hasil pekerjaan dilaksanakan sebagaimana
ketentuan dalam huruf E angka 4. c.
6) Serah terima pekerjaan dilaksanakan sebagaimana ketentuan
dalam huruf E angka 4. d.
5. Pengadaan Barang/Jasa yang diatur dengan ketentuan perundang-
undangan lainnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana
diatur dalam masing-masing peraturan perundang-undangan
dimaksud.
Pengadaan Barang/Jasa yang diatur dengan ketentuan perundang-
undangan lainnya, antara lain namun tidak terbatas pada:
a. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai beserta
perubahannya;
b. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang;
c. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri
Pertahanan;
d. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara beserta
perubahannya;
e. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2015 tentang Bentuk dan
Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum
beserta perubahannya;
f. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang
Keimigrasian beserta perubahannya;
g. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum;
h. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Bidang Perkeretaapian;
i. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2021 tentang Kemudahan
Proyek Strategis Nasional;
j. Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2008 tentang Tata Cara
Pengadaan, Penetapan Status, dan Pengalihan Hak atas Rumah
Negara;
k. Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2014 tentang Percepatan
Penyediaan Infrastruktur Prioritas beserta perubahannya;
l. Peraturan Presiden Nomor 52 tahun 2014 tentang Pengadaan dan
Standar Rumah Bagi Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil
Presiden;
m. Peraturan Presiden Nomor 38 tahun 2015 tentang Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha;
n. Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan
Asian Games XVIII Tahun 2018;
261

o. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2018 tentang Pembaruan


Sistem Administrasi Perpajakan;
p. Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2019 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah untuk Percepatan Pembangunan
Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat;
q. Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan
Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan
Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) beserta
perubahannya; dan
r. Peraturan Presiden Nomor 118 Tahun 2020 tentang Pengadaan
Teknologi Industri melalui Proyek Putar Kunci.
6. Dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang Dikecualikan
pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dibutuhkan Dokumen
Pengadaan yang Dikecualikan pada Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.

I. Penelitian
1. Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode
ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan
keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian
kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis di
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta menarik kesimpulan
ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi.
2. Penelitian dilakukan oleh:
a. PA/KPA Perangkat Daerah sebagai penyelenggara penelitian,
memiliki kewenangan:
1) menetapkan rencana strategis penelitian yang mengacu pada
arah pengembangan penelitian nasional;
2) menetapkan program penelitian tahunan yang mengacu pada
rencana strategis penelitian dan/atau untuk mendukung
perumusan dan penyusunan kebijakan pembangunan nasional;
dan
3) melakukan penjaminan mutu pelaksanaan penelitian.
b. Pelaksana penelitian ditetapkan berdasarkan hasil kompetisi yang
dilaksanakan melalui seleksi proposal atau penugasan yang
ditetapkan oleh penyelenggara penelitian untuk penelitian yang
bersifat khusus, meliputi:
1) Individu/kumpulan individu meliputi Pegawai Aparatur Sipil
Negara/non-Pegawai Aparatur Sipil Negara;
2) Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah;
3) Perguruan Tinggi;
4) Organisasi Masyarakat; dan/atau
5) Badan Usaha.
3. Penelitian dapat menggunakan anggaran belanja dan/atau fasilitas yang
berasal dari 1 (satu) atau lebih dari 1 (satu) penyelenggara penelitian
dan dapat dilakukan dengan kontrak penelitian selama 1 (satu) Tahun
Anggaran atau melebihi 1 (satu) Tahun Anggaran.
262

4. Pembayaran pelaksanaan penelitian:


a. Dapat dilakukan secara bertahap atau sekaligus sesuai dengan
kontrak penelitian;
b. Pembayaran dilakukan berdasarkan produk keluaran sesuai
ketentuan dalam kontrak penelitian.
5. Ketentuan mengenai penelitian lebih lanjut berpedoman pada ketentuan
peraturan perundang-undangan.

J. Konsolidasi
1. Konsolidasi adalah strategi Pengadaan Barang/Jasa yang
menggabungkan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa sejenis.
2. Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa dilakukan pada:
a) Tahap perencanaan pengadaan;
b) Persiapan Pengadaan melalui Penyedia; dan/atau
c) Persiapan pemilihan Penyedia.
3. Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa dilaksanakan oleh:
a) PA/KPA;
b) PPKom; dan/atau
c) UKPBJ.
4. Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa dapat dilakukan sebelum atau
sesudah pengumuman Rencana Umum Pengadaan (RUP).
5. Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa dilakukan dengan memperhatikan
kebijakan pemaketan.
6. Tata cara konsolidasi lebih lanjut berpedoman pada ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.
263

BAB XIII
PEDOMAN DAN TATA CARA PENYELENGGARAAN
PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA

A. Pedoman Tata Cara Pelaksanaan Penyelenggaraan Pembangunan


Bangunan Gedung Negara Beserta Lingkungannya.
1. Pedoman dan Tata Cara Penyelenggaraan Pembangunan ini merupakan
petunjuk bagi petugas Pemerintah yang bertanggung jawab atas
penyelenggaraan pembangunan gedung negara, dalam hal pengendalian
dan pelaksanaan pengoperasian dan pembiayaan proyek berdasarkan
dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 Tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan
Gedung serta CT/TB/BGN/003-98.09 tentang Pengelolaan Teknis
Pembangunan Gedung Negara.
Pengelola Teknis bertugas membantu kuasa pengguna anggaran K/L
atau Perangkat Daerah dalam bidang teknis administratif pada setiap
tahapan pembangunan Bangunan Gedung Negara. Bantuan teknis
administratif berupa pemberian informasi atau masukan pada tahap
persiapan, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, pengawasan
teknis dan pasca konstruksi. Pengelola Teknis dalam melaksanakan
tugas tidak mengambil alih tugas dan tanggung jawab profesional
penyedia jasa. Alokasi anggaran berpedoman pada Peraturan
Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Bangunan Gedung Negara yang selanjutnya disingkat BGN adalah
bangunan gedung untuk keperluan Dinas yang menjadi/akan menjadi
kekayaan milik negara, yang penyelenggaraan/ pengelolaannya
dilaksanakan oleh Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Provinsi
Jawa Timur, dengan menggunakan biaya APBD Provinsi, APBN,
Bantuan Luar Negeri (Loan) maupun BUMN/BUMD/Persero Pemerintah
atau dengan biaya dari sumber lain yang sah.
Pembangunan yang dimaksud dalam pedoman tata cara ini meliputi:
a. Pembangunan baru;
b. Pembangunan lanjutan (termasuk penambahan elemen konstruksi
bangunan/utilitas bangunan yang membentuk sistem baru pada
bangunan); dan
c. Perawatan dan pemeliharaan bangunan.
2. Pengelola Kegiatan.
a. Organisasi Pengelola Kegiatan
Organisasi Pengelola Proyek untuk pembangunan bangunan gedung
negara terdiri dari:
1) Kuasa Pengguna Anggaran atau Kepala Satuan Kerja atau
Pejabat Pembuat Komitmen.
2) Pengelola Keuangan.
3) Pejabat Verifikasi.
4) Pengelola Administrasi.
5) Pengelola Teknis.
b. Pengelola kegiatan poin a.1) s.d a.4) melaksanakan tugas dan
fungsinya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
264

c. Dalam penyelenggaraan bangunan gedung negara dan prasarana


lingkungan yang wajib meminta bantuan teknis dari Dinas
Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Provinsi
Jawa Timur yaitu pada Pengadaan Kegiatan Pembangunan Baru
mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan
pemeriksaannya dilakukan dengan melibatkan/ verifikasi Dinas
Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Provinsi
Jawa Timur.
3. Dalam Pengadaan Kegiatan Perawatan Bangunan Gedung yang tidak
mengubah bentuk, desain dan fungsinya:
a. Nilai sampai dengan Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah),
mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan
pemeriksaannya dilakukan tanpa melibatkan/verifikasi Dinas
Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Provinsi
Jawa Timur;
b. Nilai di Atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), mulai tahap
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemeriksaannya
dilakukan dengan melibatkan/verifikasi Dinas Perumahan Rakyat,
Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Provinsi Jawa Timur.
Untuk mendukung kegiatan tersebut diperbantukan tenaga pengelola
teknis yang diharapkan dapat memberikan masukan di bidang teknis
administratif kepada Pemegang Tata Anggaran/Pengguna Anggaran dan
tidak mengambil alih tugas dan tanggung jawab Pejabat Pembuat
Komitmen maupun Penyedia Jasa.
4. Dalam menentukan usulan rencana anggaran dalam penyelenggaraan
pembangunan bangunan gedung negara beserta prasarana lingkungan
untuk pembangunan gedung baru dan perawatan
(rehabilitasi/renovasi/restorasi) dapat mengajukan rekomendasi teknis
kepada Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Cipta
Karya Provinsi Jawa Timur.
5. Terbentuknya UPT Pengelolaan dan Pelayanan Perumahan Permukiman
pada Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya
Provinsi Jawa Timur berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Timur
Nomor 85 Tahun 2019 tentang Nomenklatur Susunan Organisasi,
Uraian Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas
Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Provinsi
Jawa Timur maka dalam penyelenggaraan pembangunan gedung negara
memanfaatkan uji laboratorium bahan bangunan, air, beton, besi beton,
plat WF maupun tanah pada UPT Pengelolaan dan Pelayanan
Perumahan Permukiman, kecuali Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga
Provinsi Jawa Timur yang telah memiliki laboratorium sendiri.
6. Tahap perencanaan teknis menghasilkan dokumen perencanaan
mengacu ketentuan dalam Pasal 145 dan Pasal 151 Peraturan
Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
7. Tahap pelaksanaan konstruksi menghasilkan dokumen pelaksanaan
konstruksi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung (Pasal 151).
265

B. Komponen Biaya Pembangunan


Anggaran biaya pembangunan bangunan gedung negara ialah anggaran
yang tersedia dalam Dokumen Pembiayaan yang berupa Dokumen
Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD) atau
rencana anggaran lainnya yang terdiri atas:
1. Biaya Perencanaan Teknis
Yaitu besarnya biaya maksimum yang dapat digunakan untuk
membiayai perencanaan bangunan gedung negara, yang dilakukan oleh
konsultan perencana secara kontraktual dari hasil seleksi, pengadaan
langsung dan penunjukan langsung, pemilihan langsung atau
penunjukan langsung besarnya biaya perencanaan dihitung
berdasarkan nilai total keseluruhan bangunan. Penggunaan biaya
perencanaan selanjutnya diatur sebagai berikut:
a. Biaya perencanaan dibebankan pada biaya untuk komponen
kegiatan perencanaan Kegiatan yang bersangkutan.
b. Besarnya nilai biaya perencanaan maksimum dihitung berdasarkan
prosentase biaya perencanaan teknis konstruksi terhadap nilai biaya
konstruksi fisik bangunan yang tercantum dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 Tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung
dalam Tabel VI.17, Tabel VI.18, Tabel VI.19 tentang prosentase
komponen biaya pembangunan (halaman 1966-1968).
c. Untuk biaya perencanaan pekerjaan-pekerjaan yang belum ada
pedoman harga satuan tertingginya (non standar), besarnya biaya
perencanaannya dihitung secara orang-bulan dan biaya langsung
yang bisa diganti, sesuai dengan ketentuan billing rate yang berlaku
2. Biaya Pelaksanaan Konstruksi Fisik
a. Yaitu besarnya biaya yang dapat digunakan untuk membiayai
pelaksanaan konstruksi fisik bangunan gedung negara yang
dilaksanakan oleh Penyedia Jasa Pelaksanaan secara kontraktual
dari hasil pelelangan, Pengadaan langsung dan penunjukan
langsung.
b. Biaya pelaksanaan konstruksi fisik terdiri dari Biaya standar dan
Biaya nonstandar.
c. Biaya standar termasuk biaya umum (overhead penyedia jasa
pelaksanaan konstruksi, asuransi, keselamatan kerja, inflasi, dan
pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Biaya non standar dihitung berdasarkan jenis pekerjaan, kebutuhan
nyata, dan harga pasar yang wajar.
Biaya standar dihitung berdasarkan perkalian dari:
1) standar harga satuan tertinggi per m2 (meter persegi) sesuai
klasifikasi BGN;
2) koefisien atau faktor pengali jumlah lantai bangunan;
3) luas bangunan; dan
4) koefisien atau faktor pengali fungsi bangunan atau ruang.
d. Biaya konstruksi fisik ditetapkan dari hasil pelelangan pekerjaan
yang bersangkutan, maksimum sebesar biaya konstruksi fisik yang
tercantum dalam dokumen pembiayaan bangunan gedung negara
yang bersangkutan, yang akan dicantumkan dalam kontrak, yang di
dalamnya termasuk biaya untuk:
266

1) Pelaksanaan pekerjaan di lapangan (material, tenaga, dan alat);


2) Jasa dan overhead pemborong;
3) Biaya Perizinan lain selain PBG (Persetujuan Bangunan Gedung);
4) Pajak dan iuran daerah lainnya; dan
5) Biaya asuransi selama pelaksanaan konstruksi.
e. Pembayaran biaya konstruksi fisik dapat dilakukan secara bulanan
atau tahapan tertentu yang didasarkan pada prestasi/kemajuan
pekerjaan fisik di lapangan.
f. Biaya konstruksi fisik hanya benar-benar diperuntukkan pekerjaan
konstruksi fisik, interior dan mekanikal elektrikal yang tidak
dapat/sulit dipisahkan dan merupakan satu kesatuan. Untuk
Belanja Modal Barang/Peralatan yang bukan merupakan satu
kesatuan sistem konstruksi, penganggaran dan pemaketannya
dipisah dari pekerjaan konstruksi meliputi namun tidak terbatas
pada meubelair, LCD projector, AC Split, TV, CCTV.
3. Biaya Pengawasan Teknis
a. Biaya Pengawasan Teknis
Yaitu besarnya biaya maksimum yang dapat digunakan untuk
membiayai pengawasan pembangunan bangunan gedung negara,
yang dilakukan oleh penyedia jasa pengawas secara kontraktual dari
hasil seleksi, pengadaan langsung dan penunjukan langsung.
Penggunaan biaya pengawasan teknis selanjutnya diatur sebagai
berikut:
1) Biaya pengawasan dibebankan pada biaya untuk komponen
kegiatan pengawasan yang bersangkutan;
2) Besarnya nilai biaya pengawasan maksimum dihitung
berdasarkan prosentase biaya pengawasan konstruksi terhadap
nilai konstruksi fisik bangunan yang tercantum dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung dalam Tabel VI.17, Tabel VI.18, Tabel VI.19
tentang prosentase komponen biaya pembangunan (halaman
1966-1968);
3) Untuk biaya pengawasan pekerjaan-pekerjaan yang belum ada
pedoman harga satuan tertingginya (non standar), besarnya
biaya pengawasan dihitung secara orang-bulan dan biaya
langsung yang bisa diganti, sesuai dengan ketentuan billing rate
yang berlaku.
4) Pembayaran biaya pengawasan konstruksi dilakukan secara
bulanan atau tahapan tertentu yang didasarkan pada prestasi
atau kemajuan pekerjaan pelaksanaan konstruksi fisik di
lapangan sesuai Pasal 182 ayat (4) PP Nomor 16 Tahun 2021.
b. Biaya Manajemen Kontruksi
Yaitu besarnya biaya maksimum yang dapat digunakan untuk
membiayai kegiatan manajemen konstruksi pembangunan
bangunan gedung negara, yang dilakukan oleh penyedia jasa
manajemen konstruksi secara kontraktual dari hasil seleksi atau
penunjukan langsung.
267

Penggunaan biaya pengawasan teknis selanjutnya diatur sebagai


berikut:
1) Biaya manajemen konstruksi dibebankan pada biaya untuk
komponen kegiatan pengawasan yang bersangkutan;
2) Besarnya nilai biaya manajemen konstruksi maksimum
dihitung berdasarkan prosentase biaya pengawasan konstruksi
terhadap nilai konstruksi fisik bangunan yang tercantum dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung dalam Tabel VI.17, Tabel VI.18, Tabel VI.19
tentang prosentase komponen biaya pembangunan (halaman
1966-1968);
3) Untuk biaya manajemen konstruksi pekerjaan-pekerjaan yang
belum ada pedoman harga satuan tertingginya (non standar),
besarnya biaya pengawasan dihitung secara orang-bulan dan
biaya langsung yang bisa diganti, sesuai dengan ketentuan
billing rate yang berlaku.
4) Pembayaran biaya manajemen konstruksi dilakukan secara
bulanan atau tahapan tertentu yang didasarkan pada prestasi
atau kemajuan pekerjaan pelaksanaan konstruksi fisik di
lapangan sesuai Pasal 182 ayat (4) PP Nomor 16 Tahun 2021.
5) Pengawasan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa
manajemen konstruksi dilakukan pada pembangunan BGN
dengan kriteria:
a. klasifikasi tidak sederhana dengan ketentuan jumlah lantai
di atas 4 (empat) lantai dan dengan luas bangunan minimal
5000 m2 (lima ribu meter persegi) untuk pembangunan
baru, perluasan, dan/atau lanjutan pembangunan
Bangunan Gedung;
b. BGN klasifikasi bangunan khusus;
c. melibatkan lebih dari satu penyedia jasa, baik perencanaan
maupun pelaksana konstruksi; dan/atau
d. pelaksanaannya lebih dari satu tahun anggaran dengan
menggunakan kontrak tahun jamak.
4. Biaya Pengelolaan Kegiatan
Yaitu besarnya biaya maksimum yang dapat digunakan untuk
membiayai kegiatan pengelolaan pembangunan bangunan gedung
negara. Prosentase besarnya nilai komponen biaya pengelolaan Kegiatan
dihitung berdasarkan nilai keseluruhan bangunan. Penggunaan biaya
pengelolaan Kegiatan selanjutnya diatur sebagai berikut:
a. Biaya pengelolaan Kegiatan dibebankan pada biaya untuk komponen
kegiatan pengelolaan Kegiatan dari Kegiatan yang bersangkutan.
b. Besarnya nilai biaya pengelolaan Kegiatan maksimum dihitung
berdasarkan prosentase biaya pengelolaan Kegiatan terhadap nilai
konstruksi fisik bangunan yang tercantum dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan
UU No 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dalam Tabel VI.17,
Tabel VI.18, Tabel VI.19 tentang prosentase komponen biaya
pembangunan (halaman 1966-1968).
268

c. Perincian penggunaan biaya pengelolaan Kegiatan adalah sebagai


berikut:
1) Biaya operasional dianggarkan di OPD, digunakan untuk:
a) biaya perjalanan dinas;
b) biaya transportasi lokal dalam kota;
c) biaya pembelian alat tulis kantor;
d) biaya pembelian atau penyewaan bahan dan peralatan;
e) biaya komunikasi dan dokumentasi; dan/atau
2) Biaya pengelolaan kegiatan, perencanaan, dan pengawasan
untuk perjalanan dinas ke wilayah atau lokasi kegiatan yang
sukar dijangkau oleh sarana transportasi (remote area), meliputi
biaya harian, biaya transportasi, dan akomodasi kegiatan:
a) survei lokasi;
b) penjelasan pekerjaan (aanwijzing);
c) pengawasan berkala;
d) opname lapangan;
e) koordinasi; dan
f) pemantauan dan evaluasi.
3) Realisasi pembiayaan pengelolaan Kegiatan dapat dilakukan
secara bertahap sesuai kemajuan pekerjaan (persiapan,
perencanaan, dan pelaksanaan konstruksi).
4) Bantuan teknis administratif berupa pemberian informasi atau
masukan pada tahap persiapan, perencanaan teknis,
pelaksanaan konstruksi, pengawasan teknis dan pasca
konstruksi.
5) Pengelola Teknis dalam melaksanakan tugas tidak mengambil
alih tugas dan tanggung jawab profesional penyedia jasa.
d. Untuk pekerjaan yang berada di wilayah yang sukar
pencapaiannya/sukar dijangkau transportasi (remote area),
kebutuhan biaya untuk transportasi/perjalanan dinas dalam rangka
survei, penjelasan pekerjaan/aanwijzing, pengawasan berkala,
opname lapangan, koordinasi/monitoring dan evaluasi serta biaya
pengelolaan Kegiatan ke lokasi tersebut, dapat diajukan sebagai
biaya non standar, di luar prosentase biaya pengelolaan kegiatan.

C. Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung Negara


1. Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung bertujuan agar
Bangunan Gedung beserta prasarana dan sarananya tetap laik fungsi.
Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung dilaksanakan dengan
mempertimbangkan:
a. umur bangunan;
b. penyusutan;
c. kerusakan bangunan; dan/atau
d. peningkatan komponen bangunan.
2. Umur Bangunan dan Penyusutan
a. Umur bangunan adalah jangka waktu bangunan dapat tetap
memenuhi fungsi dan keandalan bangunan, sesuai dengan
persyaratan yang telah ditetapkan. Untuk bangunan gedung negara
(termasuk bangunan rumah negara) umur bangunan diperhitungkan
50 tahun.
269

b. Penyusutan adalah nilai degradasi bangunan yang dihitung secara


sama besar setiap tahunnya selama jangka waktu umur bangunan.
Untuk bangunan gedung negara, nilai penyusutan adalah sebesar
2% per tahun untuk bangunan gedung dengan minimum nilai sisa
(salvage value) sebesar 20%.
3. Pemeliharaan Bangunan Gedung
a. Pemeliharaan Bangunan Gedung adalah kegiatan menjaga
keandalan Bangunan Gedung beserta prasarana dan sarananya agar
Bangunan Gedung selalu laik fungsi (preventive maintenance).
b. Pekerjaan Pemeliharaan meliputi jenis pembersihan, perapihan,
pemeriksaan, pengujian, perbaikan dan/atau penggantian bahan
atau perlengkapan Bangunan Gedung, dan kegiatan sejenis lainnya
berdasarkan pedoman pengoperasian dan Pemeliharaan Bangunan
Gedung.
c. Pemeliharaan bangunan adalah usaha mempertahankan kondisi
bangunan agar tetap atau dalam usaha meningkatkan wujud
bangunan, serta menjaga terhadap pengaruh yang merusak.
d. Pemeliharaan bangunan juga merupakan upaya untuk menghindari
kerusakan komponen/elemen bangunan akibat keusangan/
kelusuhan sebelum umurnya berakhir.
e. Besarnya biaya pemeliharaan bangunan gedung tergantung pada
fungsi dan klasifikasi bangunan. Biaya pemeliharaan per m2
bangunan gedung setiap tahunnya maksimum adalah sebesar 2%
dari harga satuan per m2 tertinggi yang berlaku.
4. Perawatan Bangunan Gedung
a. Perawatan Bangunan Gedung adalah kegiatan memperbaiki
dan/atau mengganti bagian Bangunan Gedung, komponen, bahan
bangunan, dan/atau prasarana dan sarana agar Bangunan Gedung
tetap laik fungsi (anratiue maintenance).
b. Pekerjaan Perawatan meliputi perbaikan dan/atau penggantian
bagian bangunan, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana
dan sarana berdasarkan dokumen rencana teknis perawatan
Bangunan Gedung, dengan mempertimbangkan dokumen
pelaksanaan konstruksi.
c. Perawatan BGN digolongkan sesuai dengan tingkat kerusakan pada
Bangunan Gedung dan ditetapkan paling banyak:
1. 30% (tiga puluh persen) untuk kerusakan ringan;
2. 45% (empat puluh lima persen) untuk kerusakan sedang; dan
3. 65% (enam puluh lima persen) untuk kerusakan berat.
d. Tingkat kerusakan Bangunan Gedung meliputi kerusakan:
1. kerusakan ringan adalah kerusakan terutama pada komponen
non struktural,seperti penutup atap, langit-langit, penutup
lantai, dan dinding pengisi. Perawatan untuk tingkat kerusakan
ringan.
2. kerusakan sedang adalah kerusakan pada sebagian komponen
non- struktural, dan atau komponen struktural seperti struktur
atap, lantai, dan lain-lain.
270

3. kerusakan berat adalah kerusakan pada sebagian besar


komponen bangunan, baik strukturar maupun non-struktural
yang apabila setelah diperbaiki masih dapat berfungsi dengan
baik sebagaimana mestinya.
e. Pekerjaan Perawatan meliputi:
1. Rehabilitasi adalah memperbaiki bangunan yang telah rusak
sebagian dengan maksud menggunakan sesuai dengan fungsi
tertentu yang tetap, baik arsitektur maupun struktur Bangunan
gedung tetap dipertahankan seperti semula, sedang utilitas dapat
berubah.
2. Renovasi adalah memperbaiki bangunan yang telah rusak berat
sebagian dengan maksud menggunakan sesuai fungsi tertentu
yang dapat tetap atau berubah, baik arsitektur, struktur maupun
utilitas bangunannya.
3. Restorasi adalah memperbaiki bangunan yang telah rusak berat
Sebagian dengan maksud menggunakan untuk fungsi tertentu
yang dapat tetap atau berubah dengan tetap mempertahankan
arsitektur bangunannya sedangkan struktur dan utilitas
bangunannya dapat berubah.
5. Mengenai pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung

D. Pedoman Dan Tata Cara Penyelenggaraan Pembangunan Sarana Dan


Prasarana Lalu Lintas Dan Angkutan, Angkutan Sungai Danau Dan
Penyeberangan, Perkeretaapian, Pelabuhan Serta Bandar Udara
1. Pedoman dan tata cara penyelenggaraan pembangunan sarana dan
prasarana sektor Perhubungan Darat, Laut, Perkeretaapian dan Udara
ini merupakan petunjuk bagi petugas Pemerintahan/BUMN/BUMD
Swasta yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pembangunan
sarana dan prasarana sektor Perhubungan Darat, Laut, Perkeretaapian
dan Udara.
2. Pembangunan sarana dan prasarana sektor Perhubungan Darat, Laut,
Perkeretaapian dan Udara adalah pembangunan baru,
pengembangan/penambahan sarana dan prasarana lalu lintas dan
angkutan jalan, angkutan sungai danau dan penyeberangan,
perkeretaapian, pelabuhan dan bandar udara termasuk helipad yang
dibiayai oleh dana APBN, APBD maupun sumber lainnya yang berada di
wilayah Provinsi Jawa Timur.
3. Dalam pembangunan sarana dan prasarana sektor Perhubungan Darat,
Laut, Perkeretaapian dan Udara meminta pertimbangan teknis dari
proses perencanaan, proses pembangunan fisik dan proses
pengawasannya kepada Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur
sebagai Instansi Teknis Pemerintah Provinsi Jawa Timur, sedangkan
Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya
Provinsi Jawa Timur yang bertanggung jawab dalam pembinaan
bangunan gedung untuk wilayah Provinsi Jawa Timur.
271

4. Pembangunan sarana dan prasarana di atas dapat dijabarkan sebagai


berikut:
a. Sektor Perhubungan Laut:
1) Gedung Kantor Pegawai, Gedung Pelayanan Satu
Atap/Pelayanan Publik dan Bangunan Pendukung seperti
Gudang, Bengkel, Garasi serta Gedung Naik dan Turun
Penumpang agar meminta pertimbangan teknis dari proses
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kepada Dinas
Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya
Provinsi Jawa Timur; dan
2) Selain tersebut pada angka 1), agar meminta pertimbangan
teknis dari proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan
kepada Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur.
b. Sektor Perhubungan Udara:
1) Fasilitas Penginapan/Hotel, Fasilitas Penyediaan Toko dan
Restoran, Fasilitas Penempatan Kendaraan Bermotor dan
Gedung Terminal Penumpang agar meminta pertimbangan teknis
kepada Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan
Cipta Karya Provinsi Jawa Timur; dan
2) Selain tersebut pada angka 1), agar meminta pertimbangan
teknis dari proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan
kepada Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur.
c. Sektor Perhubungan Darat dan Perkeretaapian:
Mulai tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan agar
meminta pertimbangan teknis Dinas Perhubungan Provinsi Jawa
Timur, namun khusus untuk gedung agar meminta pertimbangan
teknis kepada Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan
Cipta Karya Provinsi Jawa Timur.
272

BAB XIV
PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DAN PERTANAHAN

A. Penyelenggaraan Penataan Ruang


Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan antara satu dengan lainnya. Penataan
ruang harus dilaksanakan sesuai dengan kaidah penataan ruang
sebagaimana telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021, ruang adalah
wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk
ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
hidupnya. Peraturan Menteri tersebut tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang dan Peraturan Menteri penjabarannya, penyelenggaraan penataan
ruang meliputi:
1. Perencanaan Tata Ruang
a. Perencanaan Tata Ruang dilakukan untuk menghasilkan Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP). RTRWP mencakup muatan
pengaturan ruang darat dan ruang perairan pesisir yang menjadi
wilayah administrasi Provinsi Jawa Timur. RTRWP tersebut terdiri
atas:
1) Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah provinsi.
2) Rencana struktur ruang wilayah provinsi bagian darat meliputi
sistem perkotaan dalam wilayahnya yang berkaitan dengan
kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan sistem
jaringan prasarana wilayah provinsi, sedangkan rencana struktur
ruang wilayah provinsi bagian perairan meliputi susunan pusat
pertumbuhan kelautan dan sistem jaringan prasarana dan sarana
laut.
3) Rencana pola ruang wilayah provinsi bagian darat meliputi
kawasan lindung dan kawasan budi daya yang memiliki nilai
strategis provinsi sedangkan pola ruang wilayah provinsi bagian
perairan meliputi kawasan pemanfaatan umum dan/atau
kawasan konservasi di laut.
4) Arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi
program utama jangka menengah lima tahunan.
5) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang
berisi indikasi arahan zonasi sistem provinsi, arahan Kesesuaian
Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) dan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL), arahan insentif dan
disinsentif, serta arahan sanksi.
b. Jangka waktu RTRWP ditetapkan selama 20 (dua puluh) tahun sejak
Peraturan Daerah yang mengatur mengenai RTRWP diundangkan dan
dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun sekali.
c. Penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, meliputi:
1) Pengajuan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang di dalamnya memuat
pengaturan wilayah perairan pesisir dari Gubernur kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan dilengkapi
dengan:
273

● Validasi dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis dari


Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang lingkungan hidup; dan
● Rekomendasi peta dasar dari Badan yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang informasi geospasial.
2) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi untuk menyepakati substansi yang akan disampaikan
kepada Menteri.
3) Penyampaian rancangan Peraturan Daerah Provinsi tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dari Gubernur kepada
Menteri untuk memperoleh persetujuan substansi.
4) Pembahasan lintas sektor dalam rangka penerbitan persetujuan
substansi oleh Menteri bersama Kementerian/Lembaga,
Pemerintah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,
dan seluruh pemangku kepentingan terkait.
5) Penerbitan persetujuan substansi oleh Menteri berdasarkan hasil
pembahasan lintas sektor.
6) Pelaksanaan persetujuan bersama antara Gubernur dengan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi berdasarkan
persetujuan substansi.
7) Pelaksanaan Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi oleh Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.
8) Penetapan Peraturan Daerah Provinsi tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi oleh Gubernur.
9) Pelaksanaan sosialisasi Peraturan Daerah RTRW baru yang telah
ditetapkan.
10) Pelaksanan pembinaan dan koordinasi sinkronisasi program
perencanaan ruang daerah provinsi
d. Dalam rangka mengantisipasi dinamika pembangunan dan
penyempurnaan produk rencana tata ruang, Perangkat Daerah yang
menyelenggarakan urusan tata ruang perlu melaksanakan:
1) pembaharuan dan pengembangan sistem pemetaan digital sesuai
standar yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
2) pemanfaatan inovasi teknologi dalam penyempurnaan rencana
tata ruang.
3) perumusan/pengkajian konsepsi dan/atau evaluasi substansi
RTRWP.
2. Pemanfaatan Ruang
Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang
dan pola ruang sesuai dengan RTR melalui penyusunan dan pelaksanaan
program beserta pembiayaannya. Pemanfaatan ruang mencakup:
a. Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, meliputi:
1) Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, yaitu
kesesuaian antara rencana kegiatan Pemanfaatan Ruang
dan/atau Ruang Laut dengan Rencana Tata Ruang.
2) Penyusunan bahan pertimbangan kesesuaian pemanfaatan ruang
dengan rencana tata ruang sesuai dengan kewenangan urusan
konkuren provinsi.
274

3) Melakukan verifikasi dan validasi dokumen persyaratan


pengajuan rekomendasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang
sesuai dengan ketentuan yang berlaku
4) Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang menjadi pertimbangan
dalam pelaksanaan revisi Rencana Tata Ruang.
5) Penanganan dan penyelesaian permasalahan terkait pemanfaatan
ruang Provinsi.
6) Pelaksanan pembinaan dan koordinasi pemanfaatan ruang
daerah.
7) Pelaksanaan inventarisasi data kesesuaian kegiatan pemanfaatan
ruang yang telah terbit secara berkala.
b. Pelaksanaan Dokumen Sinkronisasi Program Pemanfaatan Ruang
(SPPR), meliputi:
1) Dokumen SPPR Jangka Menengah menjadi acuan dalam
Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) dan Renstra Perangkat Daerah pada periode Gubernur
baru yang akan datang
2) Dokumen SPPR Tahunan menjadi acuan untuk Penyusunan RKPD
dan Renja Perangkat Daerah dalam jangka waktu H-2
3) Dokumen SPPR menjadi masukan untuk penyusunan rencana
pembangunan dan pelaksanaan peninjauan kembali dalam rangka
revisi Rencana Tata Ruang.
4) Penyiapan perumusan kebijakan dan strategi operasional,
rencana, serta program di bidang sinkronisasi pemanfaatan ruang.
5) Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi program pemanfaatan
ruang, serta fasilitasi pelaksanaan kerja sama antar daerah dalam
rangka sinkronisasi program pemanfaatan ruang di tingkat
Provinsi dan Kabupaten/Kota.
6) Pelaksanaan bimbingan teknis dan bantuan teknis sinkronisasi
program pemanfaatan ruang daerah dan pedoman bidang tata
ruang dalam rangka perwujudan rencana tata ruang.
7) Pelaksanan pembinaan dan koordinasi sinkronisasi program
pemanfaatan ruang daerah.
c. Pelaksanaan fasilitasi penanganan dan penyelesaian permasalahan
terkait pemanfaatan ruang di wilayah Provinsi.
d. Evaluasi Dalam rangka penyusunan dan revisi Rencana Tata Ruang
Kabupaten/Kota.
1) Pemerintah Provinsi melalui Kelembagaan Penataan Ruang
Provinsi melakukan evaluasi teknis Rencana Tata Ruang
Kabupaten/Kota.
2) Evaluasi penyusunan dan revisi Rencana Tata Ruang
Kabupaten/Kota diselenggarakan dengan memadukan berbagai
kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas
pemangku kepentingan, kemudian dibentuk Anggota
Kelembagaan Penataan Ruang di daerah.
3) Pelaksanaan pembinaan dan koordinasi Kelembagaan Penataan
ruang terkait evaluasi Rencana Tata Ruang Kabupaten/Kota.
e. Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah (Perda) dan/atau fasilitasi
Rancangan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) tentang Rencana Tata
Ruang Kabupaten/Kota.
275

1) Pemerintah Provinsi melalui Kelembagaan Penataan ruang


Provinsi melakukan evaluasi Rancangan Peraturan Daerah (Perda)
dan/atau fasilitasi Rancangan Peraturan Kepala Daerah (Perkada)
tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten/Kota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Pelaksanaan evaluasi Rancangan Peraturan Daerah (Perda)
dan/atau fasilitasi Rancangan Peraturan Kepala Daerah (Perkada)
tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten/Kota untuk memastikan
Rancangan Peraturan Daerah (Perda) dan/atau Rancangan
Peraturan Kepala Daerah (Perkada) telah sesuai dengan
persetujuan substansi oleh Menteri.
3. Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Pengawasan Penataan Ruang
Pengendalian pemanfaatan ruang dan pengawasan penataan ruang
dilakukan untuk mewujudkan tertib tata ruang dan mendorong
terwujudnya struktur dan pola ruang sesuai dengan RTRWP.
Pengendalian pemanfaatan ruang dan pengawasan penataan ruang
dilakukan melalui:
a. penyusunan dan penetapan peraturan pengendalian pemanfaatan
ruang;
b. koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan penataan ruang dalam
rangka pembinaan pengendalian pemanfaatan ruang untuk
meningkatkan kinerja penataan ruang Pemerintah Kabupaten/Kota
di Provinsi Jawa Timur;
c. koordinasi pelaksanaan penataan ruang dalam rangka pengendalian
pemanfaatan ruang meliputi:
1) penilaian pelaksanaan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang (PKKPR) dan Pernyataan Mandiri Pelaku
UMK yang diterbitkan oleh Gubernur Jawa Timur dan KKPR yang
diterbitkan oleh Bupati/Walikota yang tidak dilaksanakan
penilaian KKPR-nya;
2) pemberian rekomendasi Persetujuan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) yang akan diterbitkan oleh
Menteri Kelautan dan Perikanan;
3) penilaian pewujudan RTRWP;
4) Pemberian insentif dan disinsentif bidang penataan ruang;
5) audit tata ruang terhadap indikasi pelanggaran pemanfaatan
ruang;
6) pengenaan sanksi administratif terhadap pelanggaran
pemanfaatan ruang; dan
7) fasilitasi penyelesaian sengketa penataan ruang.
d. pengawasan kinerja fungsi dan manfaat penyelenggaraan penataan
ruang untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi kinerja Pemerintah
Daerah sebagai indikator kemajuan penataan ruang suatu daerah
melalui aplikasi Sistem informasi Pengawasan Teknis (SIWASTEK)
beserta pembinaannya kepada Pemerintah Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Timur secara berkala sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
e. pengawasan penataan ruang dan/atau pengawasan terhadap
pelaksanaan ketentuan sektoral dalam suatu kawasan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
276

4. Kelembagaan Penataan Ruang


a. Dalam rangka koordinasi penataan ruang di daerah, dibentuk Forum
Penataan Ruang (FPR) Provinsi Jawa Timur dengan tugas dan susunan
keanggotaan sebagaimana yang akan diatur dalam Keputusan
Gubernur Jawa Timur;
b. Untuk keperluan yang lebih detail/operasional, dapat dibentuk
Kelompok Kerja (Pokja) dalam urusan penataan ruang
c. Dalam hal Pengawasan Penataan Ruang dibentuk Tim Pengawas
Dalam Pelaksanaan Pengawasan Kinerja Penyelenggaraan Penataan
Ruang Provinsi Jawa Timur yang selanjutnya diatur dalam Keputusan
Gubernur.
5. Ketentuan Lain
Penyelenggaraan kegiatan penataan ruang di daerah, diatur sebagai
berikut:
a. SKPD yang menangani urusan Penataan Ruang menyusun
Indikator Kinerja urusan Penataan Ruang tahunan sebagaimana
amanah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017
sebagai dasar perwujudan Penyelenggaraan Penataan Ruang.
b. Pemerintah Provinsi dapat memberikan layanan/bantuan
penyelenggaraan penataan ruang kepada Pemerintah
Kabupaten/Kota yang diwujudkan dalam bentuk Fasilitasi Teknis
(Fastek) atau bentuk lain yang dipandang relevan dan proporsional
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
c. Dalam hal pemeriksaan terkait laporan dan/atau pengaduan
tindak pidana dalam bidang penataan ruang, Penyidik Pegawai
Negeri Sipil (PPNS) bidang penataan ruang yang berwenang dalam
melakukan pemeriksaan, penyitaan, penyegelan, meminta bantuan
tenaga ahli, dan berkoordinasi dengan pejabat penyidik Kepolisian
Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan.
d. Untuk mendasari rencana tata ruang wilayah agar terintegrasi
dalam kebijakan dan/atau rencana dan/atau program
pembangunan yang berkelanjutan yang berpotensi menimbulkan
dampak dan/atau resiko lingkungan, maka setiap penyusunan
rencana tata ruang wilayah wajib terintegrasi dengan Dokumen
KLHS sebagaimana amanat Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 2021.
e. Sebagai bentuk pembinaan penataan ruang kepada Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota dan masyarakat, Pemerintah Provinsi
Jawa Timur dapat melakukan pengembangan sistem informasi dan
komunikasi Penataan Ruang serta penyebarluasan informasi
Penataan Ruang kepada Masyarakat.
f. Perangkat Daerah yang menangani urusan penataan ruang
melaksanakan pengaturan penataan ruang dengan menyusun dan
menetapkan petunjuk pelaksanaan pedoman bidang penataan
ruang yang ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.
g. Perangkat Daerah yang menangani urusan penataan ruang
melaksanakan pembinaan dan/atau sosialisasi terkait penataan
ruang kepada OPD terkait di Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
h. Dalam penyelenggaraan penataan ruang perlu memperhatikan
hak, kewajiban dan peran serta masyarakat.
277

B. Penyelenggaraan Pertanahan
Penyelenggaraan Aspek Pertanahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah
Provinsi meliputi:
a. Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dengan
luasan lebih dari 5 hektar dilakukan melalui:
1) Verifikasi Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah (DPPT) yang
diselenggarakan oleh Tim Verifikasi DPPT melalui Keputusan
Gubernur;
2) Persiapan Pengadaan Tanah yang diselenggarakan oleh Tim Persiapan
Pengadaan Tanah melalui Keputusan Gubernur dengan tahapan:
a) Pemberitahuan rencana pembangunan;
b) Pendataan awal lokasi rencana pembangunan;
c) Konsultasi publik rencana pembangunan;
d) Penetapan lokasi pembangunan;
e) Pengumuman penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan
umum;
f) Tugas lain yang terkait pengadaan tanah.
b. Dalam rangka percepatan proses penyelesaian perubahan status atas
Objek Pengadaan Tanah yang berstatus tanah kas desa, setelah kegiatan
pendataan awal pada tahapan persiapan Pengadaan Tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum, selanjutnya akan diterbitkan
surat Gubernur tentang Pengajuan Izin Tukar Menukar Tanah Kas Desa
(TKD) untuk Pembangunan Bagi Kepentingan Umum.
c. Fasilitasi/koordinasi terkait pengaduan dalam rangka penyelesaian
sengketa tanah Garapan lintas Daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu)
Daerah Provinsi dilaksanakan oleh perangkat daerah yang melakukan
urusan pertanahan. Jika kegiatan fasilitasi/koordinasi masih belum
memperoleh penyelesaian maka dapat ditempuh jalur hukum oleh pihak
pemohon atau sesuai peraturan perundangan yang berlaku;
d. Penyelenggaraan fasilitasi penyelesaian permasalahan pertanahan
dilaksanakan oleh perangkat daerah yang menangani urusan tersebut;
e. Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan dalam rangka Penyediaan
tanah untuk Pembangunan Nasional dilaksanakan oleh Perangkat
daerah yang menangani urusan tersebut sesuai peraturan perundangan
yang berlaku jika dibutuhkan berkoordinasi dengan Tim Gugus Tugas
Reforma Agraria Provinsi Jawa Timur;
f. Terkait Persetujuan Pelepasan Hak Atas Tanah dan/atau tukar menukar
tanah kas desa untuk kepentingan umum, merupakan kewenangan
Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Dengan kelengkapan dokumen persyaratan sesuai Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa, serta
dilengkapi dengan pakta integritas yang menerangkan bahwa antara
Pihak yang membutuhkan Tanah dengan Pemilik Tanah Menyatakan
Tanah Tersebut Tidak diperjualbelikan/dijaminkan yang ditanda tangani
bermaterai oleh kedua belah pihak.
278

BAB XV
PENANGANAN DARURAT STATUS TANGGAP DARURAT BENCANA

A. Pengertian Penanganan Status Keadaan Darurat Bencana Dan Jenis


Kebutuhan/Kegiatan.
Status keadaan darurat bencana adalah suatu keadaan yang
ditetapkan oleh Pemerintah untuk jangka waktu tertentu atas dasar
rekomendasi lembaga yang diberi tugas untuk menanggulangi bencana
yang dimulai sejak:
1. Siaga Darurat
Siaga Darurat Bencana adalah suatu keadaan terdapat potensi bencana,
yang merupakan peningkatan eskalasi ancaman yang penentuannya
didasarkan atas hasil pemantauan yang akurat oleh instansi yang
berwenang dan juga mempertimbangkan kondisi nyata/dampak yang
terjadi di masyarakat.
Kegiatan pada Status Siaga Darurat Bencana meliputi:
a. Kaji cepat untuk analisis kebutuhan tanggap darurat.
b. Aktivasi Pusat Pengendali Operasi (Pusdalops) menjadi Pos Komando
(Posko) Tanggap Darurat.
c. Penyusunan Rencana Kontijensi.
d. Aktivasi Rencana Kontijensi menjadi Rencana Operasi Tanggap
Darurat.
e. Pengadaan Sarana dan Prasarana Media Center.
f. Sosialisasi terhadap ancaman bencana dan upaya persiapan
evakuasi penduduk yang terancam bencana.
g. Penyiapan jalur evakuasi dan rambu evakuasi.
h. Pengadaan peralatan peringatan dini.
i. Pengadaan sarana teknologi informasi dan komunikasi
j. Evakuasi Penduduk/Masyarakat terancam.
k. Penyediaan dan Penyiapan Bahan, Barang dan Peralatan serta
personil untuk pemenuhan kebutuhan amat mendesak dalam
menghadapi kejadian bencana untuk mengurangi dampak bencana.
l. Penyediaan dengan segera kelengkapan sistem peringatan dini dan
sarana komunikasi, antara lain:
1) pengamatan dan kajian tentang gejala bencana;
2) analisis hasil pengamatan gejala bencana;
3) penyebarluasan informasi tentang peringatan bencana; dan
4) pengambilan tindakan oleh masyarakat;
m. Melakukan kegiatan Mitigasi struktural dan non struktural untuk
mencegah/mengurangi dampak bencana.
n. Melakukan monitoring, evaluasi dan pengendalian atas kegiatan
siaga darurat oleh BPBD Provinsi dan Organisasi Perangkat Daerah
yang terkait.
o. Memobilisasi relawan dan tenaga ahli penanggulangan bencana.
p. Sewa/Kontrak rumah/ruangan untuk Pos Komando Siaga Darurat
Bencana.
q. Kegiatan lainnya yang terkait dengan kebutuhan siaga darurat
bencana sesuai dengan arahan/kebijakan Kepala BPBD Provinsi
Jawa Timur.
279

2. Tanggap Darurat
Tanggap Darurat Bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak
buruk yang ditimbulkan, yang meliputi penyelamatan dan evakuasi
korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan,
pengurusan pengungsi, penyelamatan, pelayanan kesehatan, pelayanan
psikososial, penampungan/tempat hunian/ tempat hunian Sementara
serta pemulihan prasarana dan sarana.
Kegiatan pada Status Tanggap Darurat Bencana meliputi:
a. Pencarian dan penyelamatan korban bencana meliputi:
1) Perjalanan Dinas dalam rangka pencarian dan pertolongan
korban.
2) Honorarium/Uang lelah dalam pencarian penyelamatan korban.
3) Transportasi Tim pencarian dan pertolongan korban berupa sewa
sarana transportasi darat, sungai/laut, udara dan/atau
pembelian bakar minyak.
4) Peralatan berupa pembelian dan atau sewa peralatan pencarian
dan penyelamatan berupa:
a) Peralatan pencarian dan penyelamatan yang dapat dibeli
antara lain : sepatu bot, masker, tali temali, lampu senter,
kabel, lampu, senso, alat komunikasi, peralatan pencarian
dan penyelamatan lainnya.
b) Peralatan pencarian dan penyelamatan yang dapat disewa
adalah perahu karet, genset dan alat berat pendukung
pencarian dan penyelamatan lainnya.
b. Pertolongan darurat.
Yang dimaksud pertolongan darurat adalah segala upaya yang
dilakukan dengan segera untuk mencegah meluasnya dampak
bencana. Untuk pertolongan darurat bencana dapat berupa:
1) Sewa peralatan darurat termasuk alat transportasi darat laut,
udara dan udara;
2) Pengadaan atau sewa peralatan dan/atau bahan serta jasa yang
diperlukan diperlukan untuk pembersihan puing/longsor,
perbaikan tanggul, serta perbaikan/pengadaan rintisan
jalan/jembatan/ dermaga/heliped darurat dan peralatan lainnya
yang bersifat sementara dan tidak permanen;
3) Bantuan stimulan perbaikan rumah/ hunian yang rusak
berat/total/hancur;
4) Pengadaan barang dan jasa/sewa bahan, peralatan untuk
penanganan darurat bencana asap akibat kebakaran hutan
lahan, permukiman, pasar yang meliputi pemadaman darat dan
udara;
5) Pengadaan barang dan jasa/sewa bahan, peralatan untuk
penanganan darurat bencana Bencana Alam/Bencana Non Alam;
6) Pengadaan bahan bantuan benih, pupuk, dan pestisida bagi
korban bencana yang lahan pertaniannya mengalami puso akibat
bencana;
7) Pengadaan barang dan jasa/sewa bahan, peralatan untuk
penanganan darurat bencana Kejadian Luar Biasa (KLB);
280

8) Bantuan kemanusiaan penanganan darurat bencana di dalam


dan luar negeri berupa dana, personil, logistik, peralatan dan
dukungan transportasi darat, laut dan udara;
9) Pengadaan barang dan jasa/sewa untuk pemotretan udara
dalam rangka penanganan darurat bencana;
10) Pengadaan barang dan jasa/sewa untuk distribusi bantuan
darurat yang meliputi personil, peralatan dan logistik;
11) Pengadaan barang dan jasa/sewa tempat penyimpanan bantuan
darurat bencana baik berupa logistik maupun peralatan;
12) Bantuan santunan duka cita bagi ahli waris korban yang
meninggal dunia akibat bencana;
13) Bantuan santunan kecacatan bagi korban bencana yang
mengalami kecacatan fisik/mental.
c. Evakuasi korban:
1) Evakuasi korban, berupa sewa sarana transportasi darat, air,
udara dan atau pembelian BBM;
2) Pengadaan alat dan bahan evakuasi yang meliputi kantong
mayat, tandu, tali temali, sarung tangan, formalin, peralatan dan
bahan evakuasi lainnya.
d. Kebutuhan air bersih dan sanitasi:
1) Pengadaan air bersih, baik pengadaan air bersih di lokasi
bencana maupun mendatangkan dari luar daerah;
2) Sewa Alat dan Bahan Pengolahan Air bersih untuk penyediaan
air bersih dampak bencana;
3) Pengadaan/Perbaikan/pembuatan saluran air buangan,
pengadaan MCK darurat, pengadaan tempat sampah, upah
untuk tenaga kebersihan lingkungan;
4) Pengadaan sarana dan prasarana pembuatan dan penampungan
air bersih;
5) Transportasi, berupa sewa sarana transportasi darat, air, udara
dan atau pembelian BBM untuk pengiriman air bersih,
pengiriman peralatan dan bahan yang diperlukan dalam
penyediaan air bersih, dan peralatan sanitasi ke lokasi
penampungan.
e. Pangan:
1) Pengadaan pangan berupa makanan siap saji (kaleng, nasi
bungkus), pangan khusus untuk bayi, ibu hamil, ibu menyusui
dan lansia yang digunakan korban bencana maupun tim
penolong;
2) Pengadaan dapur umum;
3) Bantuan Jaminan Hidup bagi korban bencana yang tempat
tinggalnya rusak berat selama status keadaan darurat bencana;
4) Transportasi untuk distribusi bantuan, pangan berupa sewa
sarana transportasi darat, air, udara, dan atau pembelian BBM.
f. Sandang dan Peralatan Sekolah:
Pengadaan sandang berupa pakaian umum dewasa dan anak,
perlengkapan sandang bayi, keperluan tidur dan perlengkapan
khusus wanita dewasa (celana, daster, kaos, seragam dan sepatu
anak sekolah, popok, bedongan, selendang, selimut bayi, kelambu
untuk bayi dan sejenisnya).
281

g. Pelayanan kesehatan
1) Pengadaan obat obatan dan bahan habis pakai
2) Pengadaan peralatan hygiene (sabun, shampoo, sikat gigi, pasta
gigi dan sejenisnya);
3) Pengadaan alat kesehatan;
4) Biaya perawatan korban;
5) Pengadaan vaksin;
6) Pengadaan alat dan bahan untuk pengendalian vektor penyakit;
7) Transportasi untuk distribusi bantuan obat-obatan dari tempat
lain ke lokasi kejadian.
h. Penampungan/tempat hunian/tempat hunian sementara:
1) Pengadaan tenda (Misal tenda khusus kelompok rentan,
perlengkapan tidur (Misal bantal, guling, alas tidur, selimut dan
sarana penerangan lapangan (Misal : genset, kabel, lampu, solar
cell).
2) Pengadaan alat dan bahan untuk pembuatan tempat
penampungan dan tempat hunian/tempat hunian sementara.
3) Transportasi dalam rangka distribusi peralatan untuk pengadaan
tempat penampungan tempat hunian/tempat hunian sementara.
4) Bantuan sewa/kontrak rumah/hunian sementara bagi
pengungsi.

3. Transisi Darurat ke Pemulihan


Transisi Darurat Bencana ke Pemulihan adalah keadaan dimana
penanganan darurat bersifat sementara/ permanen (berdasarkan kajian
teknis dari instansi yang berwenang) dengan tujuan agar sarana
prasarana vital serta kegiatan sosial ekonomi masyarakat segera
berfungsi, yang dilakukan sejak berlangsungnya tanggap darurat
sampai dengan tahap rehabilitasi dan rekonstruksi dimulai.
Kegiatan pada Status Transisi Darurat Bencana meliputi:
a. Bantuan kebutuhan lanjutan yang belum dapat diselesaikan pada
saat tanggap darurat meliputi antara lain:
1) Tempat hunian masyarakat bagi rumah yang
hancur/hilang/hanyut/rusak melalui pembangunan hunian
sementara atau hunian tetap;
2) Pemulihan dengan segera fungsi sarana/prasarana vital;
3) Biaya pengganti lahan, bangunan dan tanaman masyarakat yang
digunakan untuk pemulihan dengan segera fungsi
sarana/prasarana vital;
4) Kebutuhan air bersih dan sanitasi;
5) Pangan;
6) Sandang;
7) Pelayanan Kesehatan; dan
8) Kebutuhan dasar (fisik dan non fisik) lanjutan setelah status
tanggap darurat bencana berakhir.
b. Kegiatan awal pemulihan dalam rangka pemulihan segera kehidupan
sosial ekonomi masyarakat/korban bencana.
282

B. Belanja untuk Kebutuhan Tanggap Darurat


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, Pasal 40 ayat (1) ditegaskan
bahwa “Pada saat keadaan darurat bencana, pengadaan barang/jasa untuk
penyelenggaraan Tanggap Darurat Bencana dilakukan secara khusus
melalui pembelian/pengadaan/ Penunjukan langsung yang efektif dan
efisien sesuai dengan kondisi pada saat tanggap darurat bencana; Pasal 40
ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana juncto Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Keuangan Daerah juncto Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 13 Tahun
2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur
Nomor 3 Tahun 2010 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 43 ayat (3)
ditegaskan untuk belanja kebutuhan tanggap darurat meliputi:
1. pencarian dan penyelamatan korban bencana;
2. pertolongan darurat;
3. evakuasi korban bencana;
4. kebutuhan air bersih dan sanitasi;
5. pangan;
6. sandang;
7. pelayanan kesehatan; dan
8. penampungan/tempat hunian/tempat hunian sementara.
Berdasarkan Pasal 40 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana juncto
Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 13 Tahun 2013 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2010
tentang Penanggulangan Bencana di Provinsi Jawa Timur Pasal 44 ayat (1)
ditegaskan Pengadaan barang/jasa selain sebagaimana dimaksud
ketentuan diatas dapat dilakukan oleh instansi/lembaga terkait setelah
mendapat persetujuan Kepala BPBD sesuai kewenangannya;
Dengan demikian untuk penanganan bencana/pengadaan selain
Status Tanggap Darurat Bencana, yaitu pada saat Status Siaga Darurat
maupun Transisi Darurat Ke Pemulihan harus mendapat persetujuan
Sekretaris Daerah selaku Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Provinsi Jawa Timur.

C. Mekanisme Penggunaan Dana Belanja Tidak Terduga (BTT) pada Masa


Tanggap Darurat Bencana:
1. Penggunaan dana BTT paling sedikit harus memenuhi persyaratan
adanya:
a. Surat Pernyataan Tanggap Darurat Bencana dari Gubernur dan/atau
Bupati/Walikota;
b. Surat Persetujuan Penanganan Tanggap Darurat; dan
c. Keputusan Gubernur tentang Penggunaan Belanja Tidak Terduga.
2. Untuk mendapatkan Surat Persetujuan Penanganan Tanggap Darurat
Bencana, Bupati/Walikota/Kepala Perangkat Daerah Provinsi
mengusulkan kepada Gubernur yang diterima paling lambat 3 (tiga) hari
kalender sejak terjadinya bencana yang ditembuskan kepada Kepala
BPBD dan Inspektur Provinsi dengan dilampiri:
283

a. Surat Pernyataan Tanggap Darurat Bencana dari Kepala Daerah;


b. Surat Pengantar dari Kepala Daerah/Kepala PD Provinsi
c. Rencana Anggaran Biaya;
d. Dokumen lain yang dipersyaratkan.
khusus untuk bencana alam ditambahkan:
a. Surat keterangan kronologi kejadian;
b. Foto Lokasi Kejadian Bencana;
c. Rencana Kebutuhan Biaya beserta Gambar Teknis (Pengajuan
Infrastruktur dan Permukiman).
3. Status tanggap darurat bencana tingkat Provinsi ditentukan dari hasil
kajian yang dilakukan oleh Tim Reaksi Cepat (TRC) atau Tim Verifikasi
Provinsi berdasarkan penugasan dari Kepala BPBD yang dibentuk dan
ditetapkan dengan Keputusan Gubernur;
4. TRC Provinsi untuk bencana alam beranggotakan unsur Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jawa Timur, Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur,Inspektorat
Provinsi Jawa Timur, Biro Administrasi Pembangunan, Biro
Kesejahteraan Rakyat, Biro Hukum dan Perangkat Daerah terkait yang
bertugas untuk:
a. Melakukan Verifikasi Usulan Penanganan Darurat dari
Kabupaten/Kota dan Perangkat Daerah terkait;
b. Menyusun laporan peninjauan lapangan dan Kajian Teknis;
c. Melaksanakan Monitoring dan Evaluasi dalam Pelaksanaan
Penanganan Darurat;
5. Tim Verifikasi Provinsi untuk bencana non alam dan bencana sosial
beranggotakan unsur Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi
Jawa Timur, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa
Timur, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Inspektorat, Dinas Sosial
Provinsi Jawa Timur, Biro Kesejahteraan Rakyat, Biro Hukum, dan
Perangkat Daerah terkait yang bertugas untuk:
a. Melakukan verifikasi usulan penanganan darurat dari
Kabupaten/Kota dan Perangkat Daerah terkait; dan
b. Melaksanakan monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaan
penanganan darurat;
6. Secara Simultan TRC Pemerintah Provinsi Jawa Timur dapat dibantu
tenaga ahli untuk menghitung kebutuhan di lapangan;
7. TRC melakukan rapat koordinasi bersama dengan Perangkat Daerah
atau Kabupaten/Kota terkait untuk menyusun telaahan kepada
Gubernur tentang persetujuan penanganan darurat bencana alam;
8. Tim Verifikasi melakukan rapat koordinasi bersama dengan Perangkat
Daerah terkait untuk menyusun telaahan kebutuhan anggaran
penanganan bencana non alam dan bencana sosial;
9. Hasil rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada angka 7 dan
angka 8 dilaporkan kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah selaku
ex-officio Kepala BPBD disertai:
a. Konsep surat persetujuan Gubernur yang difasilitasi dan
dikoordinasikan oleh Biro Administrasi Pembangunan untuk
bencana alam; dan/atau
b. Disposisi Gubernur untuk penanganan bencana non alam dan
bencana sosial.
284

10. Setelah diterbitkan surat persetujuan dari Gubernur kepada


Bupati/Walikota/Perangkat Daerah Provinsi terkait penanganan
Tanggap Darurat Bencana, BPBD Provinsi berkoordinasi dengan Biro
Hukum Provinsi untuk menyusun Keputusan Gubernur tentang
penggunaan BTT untuk belanja kebutuhan tanggap darurat bencana;
11. Setelah Keputusan Gubernur tentang Penggunaan Belanja Tidak
Terduga ditetapkan, BPBD memenuhi persyaratan dokumen pencairan
BTT yang lengkap dan sah kepada Badan Pengelola Keuangan dan Aset
Daerah untuk penerbitan SPP, SPM dan SP2D BTT sesuai dengan
dengan ketentuan perundang-undangan;
12. Surat Pertanggungjawaban Belanja (SPJ) harus diserahkan paling
lambat 1 (satu) bulan setelah Masa Tanggap Darurat Bencana berakhir
dan disampaikan kepada Kepala BPKAD Provinsi Jawa Timur dengan
tembusan Kepala BPBD Provinsi Jawa Timur.
285

BAB XVI
PEDOMAN KERJA PLID - PPID PERANGKAT DAERAH
DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi


Publik mengamanatkan, bahwa setiap Badan Publik Pemerintah maupun
Badan Publik Non Pemerintah wajib menyediakan, memberikan dan/atau
menerbitkan informasi publik yang berada dibawah kewenangannya kepada
pemohon informasi publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan
ketentuan.
Dalam memberikan layanan informasi publik Badan Publik dapat
memanfaatkan sarana dan/atau media elektronika dan non elektronika, yaitu
dengan mengembangkan sistem layanan informasi publik yang berbasis
teknologi informasi. Sehingga setiap informasi publik dapat diperoleh atau
diakses Pemohon Informasi Publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan
dan cara sederhana.
Pengelolaan pelayanan informasi publik sesuai amanat Undang Undang,
setiap Badan Publik wajib menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi (PPID), dengan tujuan adalah mewujudkan pelayanan informasi
yang cepat, tepat dan sederhana di setiap Perangkat Daerah dan membuat serta
mengembangkan sistem penyediaan layanan informasi secara cepat, mudah
dan wajar sesuai dengan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik
yang berlaku secara nasional.
Untuk meningkatkan peran dan fungsi Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi (PPID) Badan Publik atau Perangkat Daerah di Lingkungan
Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam implementasi Keterbukaan Informasi
Publik, diterbitkan Peraturan Gubernur Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pedoman
Pengelolaan Pelayanan Informasi dan Dokumentasi di lingkungan Pemerintah
Provinsi Jawa Timur yang mengacu pada Permendagri Nomor 3 Tahun 2017
tentang Pedoman Pengelolaan Pelayanan Informasi dan Dokumentasi
Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah.
Sesuai dengan Permendagri Nomor 3 Tahun 2017 khusus dalam Pasal 6
Pengelolaan Pelayanan Informasi dan Dokumentasi dilaksanakan Pemerintahan
Daerah dengan membentuk dan menetapkan Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi (PPID), yang melekat pada pejabat struktural yang membidangi
tugas dan fungsi pelayanan informasi dan dokumentasi dan/atau kehumasan.
Untuk mendukung kegiatan dan kelembagaan PPID dibentuk Pengelola
Layanan Informasi Dan Dokumentasi (PLID).

A. Struktur Organisasi atau Kelembagaan PPID terdiri atas:


1. Pembina Gubernur dan Wakil Gubernur.
2. Pengarah Sekretaris Daerah selaku Atasan PPID.
3. Tim Pertimbangan, Pejabat Eselon II Setda Provinsi, Pimpinan Perangkat
Daerah dan Pejabat yang menangani Bidang Hukum.
4. PPID Utama Pejabat Eselon II Bidang Informasi dan Komunikasi
dan/atau Kehumasan (Dinas Komunikasi dan Informatika).
5. PPID Pelaksana/Perangkat Daerah, Pejabat Perangkat Daerah Pengelola
Informasi dan Dokumentasi/Sekretaris Perangkat Daerah.
286

II. Bidang-bidang
1. Bidang Pendukung/Sekretariat PLID.
2. Bidang Pengolah Data dan Klasifikasi Informasi.
3. Bidang Pelayanan Informasi dan Dokumentasi.
4. Bidang Fasilitasi Sengketa Informasi.
5. Dibantu Pejabat Fungsional.
III. Bagan/Struktur Kelembagaan Terlampir.

STRUKTUR ORGANISASI PPID – PLID UTAMA

Pembina

Gubernur
Wakil Gubernur

Pengarah Tim Pertimbangan


Pejabat Eselon II Setda
Sekretaris Daerah Provinsi
Selaku Atasan PPID Pimpinan Perangkat Daerah
dan Pejabat yang
menangani Bidang Hukum
PPID Utama
Kepala Dinas
Komunikasi dan Informatika
Provinsi Jawa Timur
Bidang Kehumasan
PPID Pelaksana
Pejabat Perangkat Daerah
Pengelola Informasi dan Dokumentasi

Bidang Pendukung Bidang Pengolah Bidang Pelayanan Tim Fasilitasi


Data dan Klasifikasi Informasi dan Sengketa Informasi
Sekretariat PLID informasi Dokumentasi

LLID / DIDP / SIDP

Pejabat Fungsional
287

STRUKTUR ORGANISASI PPID – PLID PELAKSANA

Pembina

Gubernur
Wakil Gubernur

Pengarah

Sekretaris Daerah
Selaku Atasan PPID

Ketua

PPID Utama
Struktur Organisasi
PLID PPID Pelaksana

Ketua

PPID Pelaksana

Bidang Bidang Pengolah Bidang Pelayanan Tim Fasilitasi


Pendukung Data dan Informasi dan
Sengketa
Klasifikasi Dokumentasi
Sekretariat PLID Informasi
informasi
LLID/DIDP/SIDP

B. Mekanisme Pengumpulan Informasi


Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh setiap Perangkat Daerah
di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam kegiatan
pengumpulan informasi adalah:
1. Pengumpulan informasi merupakan aktivitas penghimpunan kegiatan
yang telah, sedang dan yang akan dilaksanakan oleh setiap satuan
kerja.
2. Informasi yang dikumpulkan adalah informasi yang berkualitas dan
relevan dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing Perangkat
Daerah.
3. Informasi yang dikumpulkan dapat bersumber dari pejabat dan arsip,
baik arsip statis maupun dinamis.
4. Pejabat sebagaimana dimaksud dalam butir 3 merupakan pejabat yang
bertanggung jawab dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi di
Satuan Kerjanya, sedangkan arsip statis dan dinamis merupakan arsip
yang terkait dengan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Satuan Kerja
bersangkutan.
5. Penyediaan informasi dilaksanakan dengan memperhatikan tahapan
sebagai berikut:
a. Mengenali tugas pokok dan fungsi Satuan Kerjanya;
b. Mendata kegiatan yang dilaksanakan oleh Satuan Kerjanya;
c. Mendata informasi dan dokumen yang dihasilkan;
d. Membuat daftar jenis-jenis informasi dan dokumen.
288

C. Klasifikasi Informasi
Dalam proses pengklasifikasian, informasi dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu informasi yang bersifat publik dan informasi yang
dikecualikan.
1. Informasi yang bersifat publik
Dikelompokkan berdasarkan subjek informasi sesuai dengan tugas
pokok, fungsi dan kegiatan setiap satuan kerja meliputi:
a. Informasi yang bersifat terbuka, yaitu informasi yang wajib
disediakan dan diumumkan secara berkala, meliputi:
1) Informasi tentang profil Badan Publik;
2) ringkasan Informasi tentang program dan/atau kegiatan yang
sedang dijalankan dalam lingkup Badan Publik;
3) ringkasan Informasi tentang kinerja dalam lingkup Badan Publik;
4) ringkasan laporan keuangan yang telah diaudit;
5) ringkasan laporan akses Informasi Publik;
6) Informasi tentang peraturan, keputusan, dan/atau kebijakan
yang mengikat dan/atau berdampak bagi publik yang
dikeluarkan oleh Badan Publik;
7) Informasi tentang prosedur memperoleh Informasi Publik;
8) Informasi tentang tata cara pengaduan penyalahgunaan
wewenang atau pelanggaran oleh Badan Publik;
9) Informasi tentang pengadaan barang dan jasa;
10) Informasi tentang ketenagakerjaan; dan
11) Informasi tentang prosedur peringatan dini dan prosedur
evakuasi keadaan darurat di setiap kantor Badan Publik.
b. Informasi yang wajib diumumkan secara serta merta, meliputi:
1) Badan Publik wajib mengumumkan secara serta merta suatu
Informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan
ketertiban umum.
2) Informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan
ketertiban umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. Informasi bencana alam;
b. Informasi keadaan bencana nonalam;
c. Informasi bencana sosial;
d. Informasi tentang jenis, persebaran dan daerah yang menjadi
sumber penyakit yang berpotensi menular;
e. Informasi tentang racun pada bahan makanan yang
dikonsumsi oleh masyarakat; dan/atau
f. Informasi tentang rencana gangguan terhadap utilitas publik.
c. Informasi publik yang wajib tersedia setiap saat, meliputi:
1) Daftar Informasi Publik;
2) Informasi tentang peraturan, keputusan, dan/atau kebijakan
Badan Publik;
3) Informasi tentang organisasi, administrasi, kepegawaian, dan
keuangan;
4) surat-surat perjanjian dengan pihak ketiga berikut dokumen
pendukungnya;
289

5) surat menyurat pimpinan atau pejabat Badan Publik dalam


rangka pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenangnya;
6) persyaratan perizinan, izin yang diterbitkan dan/atau
dikeluarkan berikut dokumen pendukungnya, dan laporan
penaatan izin yang diberikan;
7) data perbendaharaan atau inventaris;
8) rencana strategis dan rencana kerja Badan Publik;
9) agenda kerja pimpinan satuan kerja;
10) Informasi mengenai kegiatan pelayanan Informasi Publik;
11) jumlah, jenis, dan gambaran umum pelanggaran yang ditemukan
dalam pengawasan internal serta laporan penindakannya;
12) jumlah, jenis, dan gambaran umum pelanggaran yang dilaporkan
oleh masyarakat serta laporan penindakannya;
13) daftar serta hasil-hasil penelitian yang dilakukan;
14) Peraturan perundang-undangan yang telah disahkan beserta
kajian akademiknya;
15) Informasi dan kebijakan yang disampaikan pejabat publik dalam
pertemuan yang terbuka untuk umum;
16) Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala;
17) Informasi Publik lain yang telah dinyatakan terbuka bagi
masyarakat berdasarkan mekanisme keberatan dan/atau
penyelesaian sengketa; dan
18) Informasi tentang standar pengumuman Informasi.

2. Informasi yang Dikecualikan


Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi
Publik untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali Informasi yang
dikecualikan sesuai ketentuan dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2008, apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi
Publik dapat menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang
dapat:
a. Menghambat proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana;
mengungkap identitas informan/pelapor/saksi dan/atau korban yang
mengetahui adanya tindak pidana; mengungkapkan data intelijen
kriminal dan rencana-rencana yang berhubungan dengan pencegahan
dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional,
membahayakan keselamatan dan penegak hukum dan/atau
keluarganya, membahayakan keamanan peralatan, sarana dan/atau
prasarana penegak hukum.
b. Mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual
dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat.
c. Dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara.
d. Mengungkapkan kekayaan alam Indonesia.
e. Merugikan ketahanan ekonomi nasional.
f. Merugikan kepentingan hubungan luar negeri.
g. Mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan atau wasiat
seseorang.
h. Mengungkap rahasia pribadi (riwayat kondisi anggota keluarga, kondisi
keuangan, asset, pendapatan dan rekening bank seseorang.
290

i. Memorandum atau surat-surat antar badan publik atau intra badan


publik yang sifatnya rahasia kecuali atas putusan komisi informasi atau
pengadilan.
j. Informasi yang tidak boleh diungkap berdasarkan Undang-Undang.

3. Penetapan Pengklasifikasian Informasi


a. Pengklasifikasian Informasi ditetapkan oleh PPID atas persetujuan
Atasan PPID di setiap Badan Publik berdasarkan Uji Konsekuensi secara
seksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan Informasi Publik
tertentu dikecualikan untuk diakses oleh setiap orang.
b. Penetapan Pengklasifikasian Informasi ditetapkan oleh pimpinan Badan
Publik/Kepala Perangkat Daerah dalam bentuk surat penetapan
Klasifikasi. Ketentuan tersebut sebagaimana diatur dalam Peraturan
Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2021.
c. Surat penetapan Klasifikasi paling sedikit memuat:
1) jenis klasifikasi Informasi yang dikecualikan;
2) identitas pejabat PPID yang menetapkan;
3) Badan Publik, termasuk unit kerja pejabat yang mentapkan;
4) jangka waktu pengecualian;
5) alasan pengecualian; dan
6) tempat dan tanggal penetapan.

4. Jangka Waktu Pengecualian


a. Jangka waktu pengecualian informasi publik yang apabila dibuka dan
diberikan kepada pemohon informasi publik dapat menghambat proses
penegakan hukum ditetapkan paling lama 30 (tiga puluh) tahun.
b. Informasi yang dikecualikan yang telah habis jangka waktu
pengecualiannya menjadi informasi publik yang dapat diakses oleh
pemohon informasi publik jika informasi tersebut telah dibuka dalam
sidang pengadilan yang terbuka untuk umum dan dengan penetapan
dari PPID.
c. Penetapan sebagaimana dimaksud pada poin b, dilakukan paling lama
30 (tiga puluh) hari kerja sebelumn berakhirnya jangka waktu
pengecualian.
d. Dalam hal penetapan sebagaimana poin c tidak dilakukan, informasi
yang dikecualikan menjadi informasi publik pada saar berakhirnya
jangka waktu pengecualian.

D. Pelayanan Informasi
1. Mekanisme Pelayanan Informasi
Untuk memenuhi dan melayani permintaan dan kebutuhan
pemohon/pengguna informasi publik, PPID melalui desk layanan
informasi publik, memberikan layanan langsung dan layanan melalui
online website PPID Provinsi Jawa Timur
a. Layanan informasi secara langsung, yaitu layanan informasi publik
yang dikategorikan wajib tersedia setiap saat, dengan mekanisme
pelayanan sebagai berikut:
1. Pemohon informasi datang ke desk layanan informasi dan
mengisi formulir permintaan informasi dengan melampirkan
fotocopy KTP pemohon dan pengguna informasi.
291

2. Petugas memberikan tanda bukti penerimaan permintaan


informasi publik kepada pemohon informasi publik.
3. Petugas memproses permintaan pemohon informasi publik sesuai
dengan formulir permintaan informasi publik yang telah
ditandatangani oleh pemohon informasi publik.
4. Petugas memenuhi permintaan informasi sesuai dengan yang
diminta oleh pemohon/pengguna informasi. Apabila informasi
yang diminta masuk dalam kategori dikecualikan, PPID
menyampaikan alasan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan yang berlaku.
5. Petugas memberikan Tanda Bukti Penyerahan Informasi Publik
kepada Pengguna Informasi Publik.
b. Layanan informasi melalui media baik online maupun cetak, yaitu
informasi publik yang tersedia dan diumumkan secara berkala
dilayani melalui website Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi
Jawa Timur (PPID Provinsi Jawa Timur) dan cetak/hardcopy yang
tersedia.
2. Jangka Waktu Penyelesaian
a. Proses penyelesaian untuk memenuhi permintaan pemohon
informasi publik dilakukan setelah pemohon informasi publik
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
b. Waktu penyelesaian dilaksanakan paling lambat 10 (sepuluh) hari
kerja sejak permohonan diterima oleh PPID. PPID wajib menanggapi
permintaan informasi melalui pemberitahuan tertulis.
Pemberitahuan ini meliputi permintaan informasi diterima,
permintaan informasi ditolak, dan perpanjangan waktu
pemberitahuan permohonan diterima atau ditolak.
c. Jika PPID membutuhkan perpanjangan waktu, maka selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggapan pertama diberikan.
d. Jika permohonan informasi diterima, maka dalam surat
pemberitahuan juga dicantumkan materi informasi yang diberikan,
format informasi, apakah dalam bentuk soft copy atau data tertulis,
serta biaya apabila dibutuhkan untuk keperluan penggandaan atau
perekaman. Bila permintaan informasi ditolak, maka dalam surat
pemberitahuan dicantumkan alasan penolakan berdasarkan UU
KIP.

E. Penyelesaian Sengketa Informasi


1. Upaya penyelesaian sengketa informasi publik diajukan kepada Komisi
Informasi Pusat dan/atau Komisi Informasi Provinsi dan/atau Komisi
Informasi Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya apabila
tanggapan atasan pejabat PPID dalam proses keberatan tidak
memuaskan Pemohon Informasi Publik.
2. Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik diajukan dalam waktu
paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya tanggapan
tertulis dari atasan pejabat.
3. Proses penyelesaian sengketa informasi paling lambat dapat diselesaikan
dalam waktu 100 (seratus) hari kerja.
4. Keputusan Komisi Informasi yang berasal dari kesepakatan melalui
mediasi bersifat final dan mengikat.
292

F. Laporan dan Evaluasi


Badan Publik wajib membuat dan menyediakan laporan layanan
informasi Publik paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun pelaksanaan
berakhir. Salinan laporan disampaikan kepada Komisi Informasi Pusat bagi
Badan Publik Pemerintah Provinsi dan Komisi Informasi Provinsi Jawa
Timur dengan tembusan PPID Prov Jatim bagi Perangkat Daerah di
Lingkungan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Jawa Timur.
Format laporan dapat diunduh di http://ppid.jatimprov.go.id.
1. Badan Publik wajib membuat dan menyediakan Daftar Informasi Publik
dan di update setiap bulan seperti tabel dibawah ini:

DAFTAR INFORMASI PUBLIK

No Ringkasan Pejabat/Unit Penanggung Waktu dan Bentuk Jangka waktu


Isi Informasi / Satker jawab tempat informasi penyimpanan
yang pembuatan pembuatan yang atau Retensi
menguasai atau Informasi tersedia Arsip
informasi penerbitan
informasi

* Format ini adalah format Daftar Informasi secara manual. Badan Publik dapat
mengembangkan dalam format lain, misalnya secara komputerisasi yang harus tetap
dapat diakses oleh publik serta mencakup unsur-unsur yang termuat dalam format ini.

2. Badan publik Perangkat Daerah dan Kabupaten/Kota wajib membuat


laporan tahunan PPID dan dikirim ke Komisi Informasi Provinsi dan PPID
Provinsi Jawa Timur c.q. Dinas Kominfo Provinsi Jawa Timur.

G. Standard Format Konten PPID Melalui Website


Untuk memudahkan masyarakat memperoleh informasi publik maka
dalam rangka mengoptimalkan peran dan fungsi PPID Pembantu/Perangkat
Daerah di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, telah ditetapkan
standard format konten PPID melalui website dan wajib di upload sesuai
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik (Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 11), serta Peraturan KI (Perki) Nomor 1
Tahun 2021 (Pasal 5 Kewajiban Badan Publik dalam Pelayanan Informasi
butir c).

H. Tugas untuk Pengelola Pelayanan Informasi dan Dokumentasi


Dalam memberikan pelayanan informasi kepada masyarakat yang
cepat dan tepat, perlu adanya pengelolaan sistem dan transaksi elektronik
di setiap Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur
perlu menunjuk Pengelola Layanan Informasi dan Dokumentasi (PLID)
dibawah koordinasi langsung PPID Pelaksana di Perangkat Daerah masing-
masing sebagaimana termaktub dalam Permendagri Nomor 3 Tahun 2017
dan Peraturan Gubernur Jatim Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pedoman
Pengelolaan Pelayanan Informasi dan Dokumentasi di lingkungan
Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
293

Sedangkan tugas untuk pengelola layanan informasi adalah sebagai


berikut bertanggungjawab menyiapkan kebutuhan PPID dalam proses
penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan dan pelayanan Informasi
Publik.

I. Standar Pendokumentasian Informasi Publik


Berdasarkan Pasal 46 Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun
2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik, pendokumentasian
informasi publik meliputi:
1) Seluruh Infomasi Publik yang termuat dalam Daftar Informasi Publik
sebagaimana disimpan dan didokumentasikan dalam bentuk dokumen
digital (softcopy) dan dokumen nondigital (hardcopy) serta memenuhi
kaidah Interoperabilitas Data.
2) Pendokumentasian dalam bentuk dokumen nondigital (hardcopy) tidak
berlaku untuk Informasi Elektronik.
3) Untuk memenuhi kaidah Interoperabilitas Data, data yang termuat dalam
Informasi Publik paling sedikit harus memenuhi syarat:
a. Konsisten dalam sintak/bentuk, struktur/skema/komposisi
penyajian, dan semantik/artikulasi keterbacaan; dan
b. disimpan dalam format terbuka yang dapat dibaca Sistem Elektronik.
4) Pemenuhan kaidah Interoperabilitas Data sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
5) PPID mengoordinasikan penyimpanan dan pendokumentasian Informasi
Publik dengan seluruh unit kerja dan/atau satuan kerja di Badan Publik
yang menguasai Informasi Publik.

J. Aksesibilitas Keterbukaan Informasi bagi Penyandang Disabilitas


Badan publik wajib menyediakan sarana dan prasarana permintaan
informasi publik dengan memperhatikan aksesibilitas bagi penyandang
disabilitas. Sarana dan prasarana permintaan informasi publik dan akses
informasi publik bagi penyandang disabilitas dilaksanakan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.

K. Bantuan Kedinasan
Badan Publik dapat memberikan bantuan kedinasan di bidang
layanan Informasi Publik kepada Badan Publik lainnya yang meminta
dengan syarat:
a. tindakan yang diambil oleh Badan Publik tidak dapat dilaksanakan
tanpa memperoleh Informasi dari Badan Publik lainnya;
b. penyelenggaraan pemerintahan oleh Badan publik tidak dapat
dilaksanakan tanpa memperoleh Informasi dari Badan Publik lainnya;
dan/atau;
c. penyelenggaraan pelayanan publik oleh Badan Publik tidak dapat
dilaksanakan tanpa memperoleh Informasi dari Badan Publik lainnya;
Bantuan Kedinasan dilaksanakan dengan cara bagi-pakai Informasi
antar Badan Publik. Bagi-pakai Informasi antar Badan Publik dilaksanakan
dengan ketentuan:
294

a. meminta secara langsung kepada Badan Publik yang dituju; atau


b. mengakses Portal Satu Data Indonesia
Dalam hal bagi-pakai Informasi antar Badan Publik dilaksanakan
dengan cara mengakses Portal Satu Data Indonesia, PPID Badan Publik
yang meminta Informasi dapat berkoordinasi dengan Walidata baik di
instansi pusat maupun di instansi daerah.

L. Ketentuan Pidana
Setiap Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak
memberikan, dan/atau tidak menerbitkan informasi publik, dapat
dikenakan sanksi sesuai ketentuan dalam Pasal 52 s/d Pasal 57 Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

M. Pedoman Pengelolaan Pelayanan Informasi dan Dokumentasi


Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik maka untuk pelaksanaan telah
diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik kemudian diterbitkan Permendagri Nomor 3 Tahun 2017
tentang Pedoman Pengelolaan Pelayanan Informasi dan Dokumentasi (PLID)
di lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah.
Berdasarkan Permendagri Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman
Pengelolaan Pelayanan Informasi dan Dokumentasi (PLID) di lingkungan
Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah, Pemerintah Provinsi
Jawa Timur membuat Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 8 Tahun
2018 tentang Pedoman Pengelolaan Pelayanan Informasi dan Dokumentasi
di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2018 tentang
Pedoman Pengelolaan Pelayanan Informasi dan Dokumentasi di lingkungan
Pemerintah Provinsi Jawa Timur, yang penekanannya untuk menunjang
kegiatan Pejabat Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi (PPID) untuk
meningkatan kualitas pelayanan Informasi Publik baik secara perorangan
maupun kelompok masyarakat.
Sebagai dasar untuk optimalisasi tugas dan fungsi Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi (PPID) dan memberikan layanan informasi yang
prima, setiap Badan Publik Perangkat Daerah membuat standar operasional
prosedur (SOP) yang meliputi:
1. SOP Penyusunan Daftar Informasi dan Dokumentasi Publik (DIDP).
2. SOP Pelayanan Permohonan Informasi Publik.
3. SOP Uji Konsekuensi Informasi Publik.
4. SOP Penanganan Keberatan Informasi Publik.
5. SOP Fasilitasi Sengketa Informasi.
6. SOP Pendokumentasian Informasi Publik.
7. SOP Pendokumentasian Informasi yang Dikecualikan.
SOP sebagaimana tersebut di atas ditetapkan dengan Keputusan Kepala
Dinas selaku PPID Utama.
295

N. Sinergitas antara PPID Provinsi, PPID Pelaksana dengan PPID Pelaksana


UPT Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Hak untuk memperoleh informasi sudah menjadi hak asasi manusia.
Oleh karena itu Keterbukaan Informasi Publik merupakan salah satu ciri
penting Badan Publik dalam menjalankan tugas dan fungsinya dengan
baik, sesuai Undang-Undang dan Peraturan yang berlaku.
Agar tugas dan fungsinya berjalan dengan baik, maka antara PPID
Utama dan PPID Pelaksana di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur
agar senantiasa bersinergi dan saling melakukan hubungan timbal balik
dalam rangka memberikan layanan informasi secara maksimal.
UPT Pemerintah Provinsi Jawa Timur selaku badan publik tentu
memiliki informasi yang dibutuhkan oleh publik. Oleh karena itu, salah
satu langkah strategis yang dilakukan adalah dengan membentuk PPID
Pelaksana UPT Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Hal ini merupakan sarana
meningkatkan koordinasi, sinkronisasi dan keterpaduan pelayanan
informasi PPID pada UPT di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

O. Bakorwil selaku PPID Pelaksana Berfungsi sebagai Koordinator Wilayah


Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil) Pembangunan selaku PPID
Pelaksana dalam fungsinya sebagai badan publik yang melakukan
koordinasi, fasilitasi, sinkronisasi, dan inventarisasi ditunjuk sebagai
koordinator wilayah dalam layanan informasi publik di Kabupaten dan Kota
di Jawa Timur sesuai wilayah kerjanya.
296

BAB XVII
PEDOMAN SISTEM PEMERINTAHAN BERBASIS ELEKTRONIK (SPBE)

Memasuki era globalisasi, penggunaan dan pemanfaatan teknologi


informasi dan komunikasi perlu terus dikembangkan dan dipelihara untuk
meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan
publik, serta pengelolaan informasi sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola
pemerintahan yang baik.
Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Timur
menetapkan standar pengelolaan SPBE di lingkungan Perangkat Daerah
Provinsi Jawa Timur untuk meningkatkan penggunaan serta pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi yang efektif, efisien, bermanfaat, terpadu,
aman dan berkesinambungan.
Untuk menunjang keberlangsungan SPBE di lingkungan Pemerintah
Provinsi Jawa Timur mengacu pada:
1. Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan
Berbasis Elektronik.
2. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 10 Tahun 2015
tentang Tata Cara Pendaftaran Sistem Elektronik Instansi Penyelenggara
Negara.
3. Peraturan Badan Siber dan Sandi Negara Nomor 4 Tahun 2021 tentang
Pedoman Manajemen Keamanan Informasi Sistem Pemerintahan Berbasis
Elektronik dan Standar Teknis dan Prosedur Keamanan Sistem
Pemerintahan Berbasis Elektronik.
4. Permenpan RB RI Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pedoman Manajemen
Resiko SPBE.
5. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 53 Tahun 2021 tentang Sistem
Pemerintahan Berbasis Elektronik.
6. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pedoman
Pengelolaan Media Sosial di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
7. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 98 Tahun 2018 tentang Standar
Aplikasi bagi Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa
Timur.
8. Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia;
9. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 81 Tahun 2020 tentang Satu Data
Jawa Timur.

A. PEMBANGUNAN APLIKASI SPBE


Aplikasi SPBE Pemerintah Provinsi digunakan oleh Perangkat
Daerah untuk memberikan layanan kepada Pengguna SPBE Pemerintah
Provinsi.
1. Aplikasi SPBE terdiri atas:
a. Aplikasi Umum; dan
b. Aplikasi Khusus.
2. Aplikasi Umum ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang aparatur negara.
297

3. Aplikasi Umum wajib digunakan oleh Perangkat Daerah.


4. Perangkat Daerah dapat melakukan pembangunan Aplikasi Khusus
setelah dikoordinasikan dan mendapat persetujuan dari Dinas
Kominfo.
5. Pembangunan dan pengembangan Aplikasi Khusus sebagaimana
tersebut didasarkan pada Arsitektur SPBE dan Peta Rencana SPBE
Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
6. Pembangunan dan pengembangan Aplikasi Khusus SPBE harus
memenuhi standar teknis dan prosedur pembangunan dan
pengembangan aplikasi sebagaimana diatur dalam Peraturan
Gubernur Jawa Timur Nomor 98 Tahun 2018 tentang Standar
Aplikasi bagi Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah Provinsi
Jawa Timur.
7. Aplikasi khusus berbasis web harus menggunakan sub domain
jatimprov.go.id.
8. Penamaan sub domain jatimprov.go.id dikoordinasikan oleh Dinas
Kominfo.
9. Manajemen Risiko.
Pengelolaan risiko dilaksanakan secara sistematis dari kebijakan,
prosedur dan kegiatan manajemen untuk mengkomunikasikan,
mengkonsultasikan serta menetapkan konteks risiko organisasi dan
juga untuk mengidentifikasi, menganalisa, mengevaluasi, menangani,
memantau dan meninjau risiko. Pengelolaan risiko mencakup
aktivitas berikut:
a. Menetapkan konteks risiko.
Dalam aktivitas ini, kondisi dan prasyarat dari Perangkat Daerah
akan diidentifikasi dan ditetapkan. Dalam aktivitas ini akan
ditentukan dan ditetapkan juga kriteria risiko yang dibutuhkan
untuk mengevaluasi risiko. Kriteria risiko adalah kuantifikasi dari
prasyarat Perangkat Daerah yang akan menjadi panduan umum
terkait penerimaan dari risiko.
b. Assessment risiko yang mencakup:
1) Identifikasi risiko, adalah proses mengidentifikasi dan
menjabarkan risiko yang dapat mengurangi aspek
kerahasiaan, integritas dan ketersediaan dari informasi,
fasilitas pengelolaan aplikasi dan fasilitas pendukungnya;
2) Analisa risiko, adalah proses untuk menganalisa risiko dan
dampaknya serta menentukan tingkat dari risiko;
3) Evaluasi risiko, adalah proses dimana risiko yang telah
dianalisa akan dibandingkan dengan kriteria risiko untuk
menentukan apakah risiko tersebut dapat diterima;
c. Penanganan risiko.
Hal ini adalah aktivitas untuk memodifikasi risiko. Tujuan utama
dari modifikasi risiko ini adalah untuk menurunkan tingkat risiko
sampai ke tingkat yang dapat diterima. Secara umum penanganan
risiko mencakup mengendalikan, menghindari atau mentransfer
risiko;
298

d. Pemantauan dan peninjauan risiko.


Dalam aktivitas ini risiko dan penanganannya akan secara
berkelanjutan dipantauan dan ditinjau. Hal ini dilakukan
disebabkan oleh dinamika dari kondisi organisasi, prasyarat yang
dihadapi baik internal maupun eksternal dan dinamika risiko itu
sendiri;
e. Komunikasi dan konsultasi risiko.
Risiko pengelolaan aplikasi yang dihadapi Perangkat Daerah
harus dikomunikasikan dan dikonsultasikan kepada pihak yang
terkait.
10. Pendaftaran Aplikasi
Aplikasi sebagai aset yang tidak terwujud perlu dikelola dengan baik
sehingga pemanfaatan aplikasi tersebut mempunyai nilai ekonomis
dan nilai teknologi. Sebagai implementasi Peraturan Gubernur Nomor
98 Tahun 2018 tentang Standar Aplikasi di Lingkungan Pemerintah
Provinsi Jawa Timur, Perangkat Daerah yang membangun aplikasi
harus didaftarkan secara daring melalui http://apps.jatimprov.go.id
untuk mengetahui latar belakang, maksud dan tujuan pembangunan
aplikasi dengan menyertakan dokumen pendukung mulai Kerangka
Acuan Kerja (KAK) sampai dengan dokumentasi paska
implementasinya.

B. DATA CENTER PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR


1. Data Center
Data center merupakan ruangan atau bangunan yang digunakan untuk
meletakan server-server yang dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas seperti
pendingin/AC, koneksi internet, rack-rack server, system monitoring
jaringan dan fire system sebagai pendukungnya.
a. Data Center Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang dikelola oleh Dinas
Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Timur mempunyai akses
yang mudah baik fisik maupun logikal.
b. Adanya Intrution Prevention System dan Intrution Detection system
untuk keamanan secara logikal.
c. Mempunyai Akses dengan biometric baik sidik jari maupun kartu
akses elketronik untuk kemanan secara fisik.
d. Menerapkan Best Practices untuk layanan Data Center dan didukung
oleh Petugas yang mempunyai sertifikasi CDCP.
e. Fasilitas yang ada di Data Center Pemerintah Provinsi Jawa Timur
saat ini adanya beberapa Server baik Server Storage maupun dan
Bandwidth yang memadai dan terus meningkat seiring dengan jumlah
Perangkat Daerah yang hosting di Datacenter.
2. Hosting
Hosting adalah penyewaan tempat untuk menampung data-data yang
diperlukan oleh sebuah website dan sehingga dapat diakses lewat
Internet. Data disini dapat berupa file, gambar, email,
aplikasi/program/ script dan database.
299

Sesuai Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik


Indonesia Nomor 5 Tahun 2015 tentang Registrar Nama Domain
Instansi Penyelenggara Negara dalam Lampiran tentang Format
Penamaan Nama Domain, semua alamat Official Website Instansi
pemerintahan harus menggunakan domain .go.id. Berdasarkan
peraturan tersebut Hosting Official Website Perangkat Daerah harus
dilakukan di Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Timur
dengan domain .jatimprov.go.id.
Hosting diperuntukkan bagi Perangkat Daerah yang melaksanakan
pembangunan sistem informasi hanya dengan menampilkan data dan
tidak banyak transaksi elektronik.
Mekanisme Hosting yang ada di data center Pemerintah Provinsi Jawa
Timur:
- Perangkat Daerah Membuat Surat Permohonan untuk Aplikasi yang
akan di Hosting data center Pemerintah Provinsi Jawa Timur
ditujukan kepada Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika
Provinsi Jawa Timur;
- Setiap aplikasi yang di Hosting dalam Data Center harus dilakukan
penetrasi tes untuk mengetahui kelemahan (lubang keamanan)
dalam aplikasi
- Perangkat Daerah Mengisi Form Hosting yang disediakan oleh Dinas
Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Timur;
- Dinas Komunikasi dan Informatika memfasilitasi Hosting sesuai
dengan kebutuhan Perangkat Daerah;
- Setelah Mengisi Formulir dan Mengupload aplikasi di server dalam
waktu 1 x 24 Jam Aplikasi sudah bisa online.

Hak dan Kewajiban


1) Hak Perangkat Daerah
a) Mendapatkan layanan Hosting dengan kapasitas bandwidth dan
Storage sesuai kebutuhan;
b) Mendapatkan layanan akses 24 Jam x 7 Hari;
c) Mendapatkan dukungan teknis dari Dinas Kominfo Prov. Jawa
Timur.
2) Kewajiban Perangkat Daerah
a) Untuk merawat aplikasi;
b) Untuk memantau jalannya aplikasi;
c) Untuk memperbaiki aplikasi atau web bila diindikasikan ada
celah keamanan;
d) Membackup sesuai dengan kebutuhan;
e) Untuk merestore kembali apabila terjadi hack pada aplikasi dan
website;
f) Menugaskan 1 pejabat struktural sebagai penanggung
administrasi dan menugaskan 1 staf teknis sebagai penanggung
jawab teknis.
300

3) Hak Dinas Kominfo


a) Memberikan layanan sesuai dengan permintaan dan kebutuhan
yang dianggap perlu bagi Perangkat Daerah.
b) Mensuspence (menonaktifkan domain) apabila terjadi serangan
hack pada aplikasi dan website.
c) Memberikan bimbingan teknis terkait pemanfaatan Data Center.
d) Membersihkan file file yang diindikasikan membahayakan sistem.
4) Kewajiban Dinas Kominfo
a) Memonitoring aplikasi atau web yang di hosting data center
Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
b) Penetration System yang di hosting data center Pemerintah
Provinsi Jawa Timur.
3. Colocation
Perangkat Daerah diharapkan menitipkan Server dan Storage di Data
Center Provinsi Jawa Timur yang berada di Dinas Kominfo Prov. Jatim,
dan tidak diperbolehkan membangun data Center sendiri di
Lingkungan Perangkat Daerah nya. Semua Perangkat Daerah bisa
memanfaatkan Colocation untuk kebutuhan Perangkat Daerah itu
sendiri, sehingga akan membuat efisiensi baik dari sisi biaya dan
resource yang lain.
Mekanisme Colocation yang ada di data center Pemerintah Provinsi
Jawa Timur:
- Perangkat Daerah Membuat Surat Permohonan untuk server yang
akan di colocation data center Pemerintah Provinsi Jawa Timur
ditujukan kepada Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika
Provinsi Jawa Timur;
- Perangkat Daerah Mengisi Form Colocation yang disediakan oleh
Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Timur;
- Dinas Komunikasi dan Informatika memfasilitasi Colocation sesuai
dengan kebutuhan Perangkat Daerah;
- Setelah mengisi Formulir dan memasukkan server di Data Center
dalam waktu 1 x 24 Jam Aplikasi sudah bisa online.
a. Hak dan Kewajiban Perangkat Daerah
1. Perangkat Daerah berhak mendapatkan layanan colocation
sesuai dengan kebutuhan.
2. Perangkat Daerah berkewajiban memaintenance server yang di
colocation dan dikoordinasikan dengan Dinas Komunikasi dan
Informatika Provinsi Jawa Timur.
3. Perangkat Daerah berkewajiban menunjuk satu orang
struktural dan teknis untuk bertanggung jawab keberadaan
server yang di colocation.
b. Hak dan Kewajiban Kominfo
1. Kominfo berkewajiban memonitoring aplikasi atau web yang di
Colocation data center Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
2. Kominfo berkewajiban untuk Penetration System yang di
colocation data center Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
3. Kominfo berhak memberikan bimbingan teknis terkait
pemanfaatan Data Center.
301

4. Virtual Machine
Virtual machine adalah program yang berguna untuk melakukan
simulasi suatu sistem PC lengkap. Yang dimaksud ‘lengkap disini
adalah RAM, hard disk, floppy disk, prosesor, graphics card dan
beberapa device lain yang umumnya terdapat pada PC.
Perangkat Daerah yang belum siap dengan infrastruktur untuk
aplikasi yang berbasis web dan online bisa difasilitasi dengan virtual
machine sehingga Perangkat Daerah akan mudah untuk maintenance-
nya.
5. Dedicated Server
Dedicated server adalah sebuah server hosting yang disediakan sendiri
oleh sang pemilik website atau dengan kata lain pemilik website
menggunakan komputernya sendiri sebagai hosting server.
Dedicated server digunakan bagi Perangkat Daerah yang belum
mempunyai sarana server yang dipakai untuk penempatan
aplikasinya, dengan demikian Kominfo Provinsi Jawa Timur akan
menyediakan Server tersebut dan dikelola untuk Perangkat Daerah
namun di-maintenance oleh Dinas Kominfo Prov. Jawa Timur.

C. PENGELOLAAN INFRASTRUKTUR JARINGAN TIK


Pemerintah provinsi Jawa Timur mempunyai dua jenis jaringan
yaitu LAN (Local Area Network) dan WAN (Wide Area Network). Jaringan ini
tidak hanya menghubungkan Perangkat Daerah di wilayah Surabaya,
tetapi juga telah terhubung dengan Perangkat Daerah di luar kota
Surabaya.
Unsur Pendukung
1. Jaringan Komputer (LAN/WAN)
Jaringan komputer merupakan syarat utama untuk menerapkan
penggunaan sistem perkantoran elektronis dalam area satu kantor dan
atau antar kantor; kecepatan pengiriman data relatif tinggi; pemilikan
dan pengoperasian oleh lembaga yang bersangkutan; serta terdiri dari
beragam komputer dan perangkat pendukung. Untuk membangun
sebuah jaringan komputer diperlukan penyiapan sebagian atau
seluruh perangkat, sebagai berikut:
a. Media transmisi (Wireline dan wireless) yang dapat
mengkomunikasikan data (kabel Coax, kabel UTP, serat optik dan
lain-lain);
b. Konektor penghubung kabel transmisi ke peralatan (modem,
ethernet-card, hub, switch, router, dan lain-lain);
c. Network interface card (NIC);
d. Perangkat lunak jaringan (driver dari NIC).
2. Perangkat Keras (Hardware)
Perangkat keras terdiri dari server primer, server cadangan, komputer
kerja (workstation), peripheral (printer, plotter, scanner dan lain
sebagainya) dan perangkat keras pendukung seperti UPS.
302

3. Topologi Jaringan
a. Topologi WAN (Wide Area Network)
WAN menghubungkan antar Perangkat Daerah di lingkungan
Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Secara fisik, Perangkat Daerah
tidak secara langsung terhubung dengan Perangkat Daerah yang
lain. Namun secara virtual, jaringan Perangkat Daerah terkoneksi
secara langsung dengan Perangkat Daerah yang biasa dikenal
dengan topologi mesh. Antar Perangkat Daerah hanya bisa
berkomunikasi pada perangkat jaringan menggunakan alamat WAN
yang telah ditentukan. Alamat yang digunakan adalah
172.16.xxx.xxx/24. Setiap Perangkat Daerah memiliki alamat yang
berbeda. Setiap Perangkat Daerah tidak bisa mengakses perangkat
yang ada di internal Perangkat Daerah lain.
Perangkat Daerah

Perangkat Daerah Perangkat Daerah

Perangkat Daerah Perangkat Daerah

Perangkat Daerah

4. Topologi LAN (Local Area Network)


Jaringan LAN pada Perangkat Daerah minimal terdiri dari beberapa
komputer dan server yang terkoneksi dengan switch atau hub kurang
lebih seperti gambar di bawah ini. Namun topologi ini bisa berkembang
disesuaikan dengan kondisi dari Perangkat Daerah. Dalam
pengembangan jaringan, Perangkat Daerah bisa menggunakan konsep
jaringan seperti VLAN atau pengaturan subnet. Sedangkan untuk
pengalamatan IP, disarankan setiap Perangkat Daerah menggunakan
alamat 192.168.xxx.xxx atau 10.xxx.xxx.xxx. Hal ini bertujuan agar
tidak terjadi bentrok dengan jaringan WAN yang telah ada.
303

5. Pengoperasian dan Pemeliharaan Sistem Jaringan


Perangkat jaringan yang harus dioperasikan dan dipelihara meliputi
semua perangkat komputer pusat (server), komputer pengguna
(misalnya: desktop, notebook atau lainnya), perangkat jaringan, dan
perangkat komputer lain yang terhubung dalam jaringan komputer
instansi pemerintah (misalnya: modem, hub, switch, printer dan lain-
lain). Pendukung (support) yang akan tersedia di setiap lokasi akan
terdiri dari tiga level. Level pertama adalah pendukung yang
disediakan oleh internal instansi pemerintah. Level kedua adalah
pendukung yang disediakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika
Prov. Jawa Timur. Level ketiga adalah pendukung yang disediakan
oleh kontraktor dan vendor eksternal instansi pemerintah.
a. Pendukung level pertama
Area pendukung dari internal instansi pemerintah adalah
pengoperasian, perawatan sistem, dan troubleshooting untuk
masalah ringan. Petugas dapat menjawab masalah-masalah yang
paling sering terjadi dengan menggunakan sistem informasi
pendukung penggunaan teknologi informasi. Jika masalah belum
terselesaikan, masalah akan ditangani oleh tenaga Dinas
Komunikasi dan Informatika Prov. Jawa Timur.
b. Pendukung level kedua
Jika unit internal instansi pemerintah belum dapat memecahkan
permasalahan, pendukung tingkat berikutnya akan disediakan oleh
Dinas Komunikasi dan Informatika Prov. Jawa Timur.
c. Pendukung level ketiga
Jika Dinas Komunikasi dan Informatika Prov. Jawa Timur belum
dapat memecahkan permasalahan, pendukung tingkat berikutnya
akan disediakan oleh kontraktor dan vendor.
6. Pengelolaan Bandwidth
Untuk memaksimalkan penggunaan bandwidth baik internet maupun
intranet, dibutuhkan pengelolaan bandwidth. Untuk membantu
pengelolaan bandwidth dapat menggunakan perangkat jaringan seperti
Proxy Server, Mikrotik, Packet Shaper, dan lain sebagainya. Dalam
pengelolaan bandwidth dapat didasarkan pada jam kerja pegawai, situs
yang dituju atau konten yang dibuka, dan sebagainya.
304

7. Sistem Keamanan
Untuk mencegah kerusakan dan penyalahgunaan data atau informasi
yang bersifat rahasia diperlukan sistem keamanan yang handal melalui
kode akses (password), identitas pengguna (account), tingkat otoritas
(authorization level), dan alat proteksi (block protection). Dilihat dari
fungsinya dalam sebuah sistem informasi, keamanan dapat dibagi
menjadi tiga kelompok, yaitu network security, sistem pengamanan
yang terfokus pada media pembawa informasi/data, misalnya firewall
dan lainnya; computer security, sistem pengamanan yang terfokus
pada komputer (server, workstation, terminal), termasuk di dalamnya
masalah yang berhubungan dengan operating system; dan application
security,sistem pengamanan yang terfokus pada program aplikasi
(software) dan database.
Penggunaan perangkat pengamanan seperti firewall dan IDS/IPS
membantu mengamankan serangan dari luar (internet). Sedangkan
dari internal, setiap komputer disarankan mengaktifkan antivirus dan
firewall. Selain itu, untuk menghindari penggunaan jaringan oleh
pihak yang tidak berwenang, jaringan wireless disarankan untuk
menggunakan kunci pengaman sehingga tidak semua orang bisa
menggunakannya. Jika terdapat jaringan wireless yang dibuka untuk
umum, disarankan untuk memisahkan jaringan dengan jaringan
internal Perangkat Daerah sehingga tidak bisa mengakses perangkat
yang ada di dalam Perangkat Daerah.

D. PENGELOLAAN WEBSITE
1. Konten Website
a. Informasi yang disediakan di situs web Perangkat Daerah minimal
terdiri dari:
1) Profil
Informasi tentang profil Perangkat Daerah yang meliputi alamat
domisili, nomor telepon, fax, e-mail, kelembagaan yang terdiri
dari dasar hukum, susunan organisasi yang dirinci sampai unit
kerja terkecil, fungsi dan tugas pokok organisasi, visi, misi,
tujuan dan sasaran ,profil pimpinan instansi, pejabat
struktural serta data kepegawaian.
2) Program kegiatan
Berisi tentang Rencana Strategis, Indikator Kinerja Utama,
Penilaian Kinerja serta Perencanaan Anggaran.
3) Laporan Kinerja
Berisi tentang Laporan Akuntabilitas, Laporan Realisasi
Anggaran, Neraca Keuangan, Laporan Arus Kas serta Aset.
4) PPID
Ketentuan tentang konten PPID sebagaimana disebutkan dalam
Surat Edaran Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor:
065 /1703/105/2015.
305

5) Layanan
Informasi tentang prosedur berbagai jenis layanan teknis sesuai
fungsi dan tugas pokok Perangkat Daerah termasuk layanan
pengaduan.
6) Data pendukung
Menyediakan data pendukung dalam bentuk tabel, grafik,
narasi tekstual atau gambar yang dapat melengkapi informasi
lainnya.
7) Pengadaan barang dan Jasa
Link dengan situs LPSE Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan
Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan LKPP.
8) Informasi berbentuk berita.
b. Home page
Home page situs web Perangkat Daerah minimal menyangkut hal-
hal berikut:
1) Nama Perangkat Daerah.
2) Logo Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
3) Alamat kantor, nomor telepon dan fax, alamat email Perangkat
Daerah.
4) Teks yang berhubungan dengan keberadaan situs web
Perangkat Daerah.
5) Link dengan isi yang tersedia pada situs web.
6) Link eksternal dengan instansi terkait.
7) Fasilitas Pencarian.
8) Fitur interaktif.
c. Struktur Organisasi
Organisasi pengelola website Perangkat Daerah minimal terdiri
dari:
1) Web designer;
2) Pengelola berita;
3) Data entry.
2. Desain Format
a. Kriteria Desain Website:
1) Tidak Memiliki halaman antara.
2) Tidak memuat File Multimedia yang terlalu banyak.
3) Navigasi Informasi:
Pengelolaan website sebaiknya memberikan informasi yang
cukup pada halaman website Perangkat Daerah yang
bersangkutan, seperti judul yang cukup jelas dibaca dan
informasi isi halaman website, pemberian tautan (link) yang
menuju halaman-halaman lain pada website .
4) Layout/Blocking
Struktur penempatan konten website seperti header, footer,
menu navigasi, agar ditempatkan pada struktur yang tepat dan
mudah dimengerti.
306

5) Pemilihan Warna
Untuk pemilihan warna, beberapa hal yang harap diperhatikan,
yaitu:
a) Warna yang sesuai dengan Karakter.
b) Kombinasi Warna.
6) Penempatan Logo
Beberapa hal yang perlu diperhatikan tentang penempatan Logo
Website Perangkat Daerah di Lingkup Prov. Jatim:
a) Untuk desain logo website Perangkat Daerah di Lingkup
Provinsi Jawa Timur adalah Lambang Pemerintah Provinsi
Jawa Timur;
b) Penempatan logo di sebelah pojok kiri atas;
c) Untuk ukuran logo agar memperhatikan desain dari website
itu sendiri dan memperhatikan struktur dari website itu
sendiri.
7) Tipografi
Perancangan teks pada tipografi dilakukan melalui typesetting,
yaitu pengaturan komposisi huruf dan teks. Komposisi pada
typesetting mencakup jenis huruf yang digunakan, ukuran
huruf, panjang baris, jarak antar baris, jarak antar kata, dan
jarak antar huruf.
8) Grafik/Gambar
Agar koneksi ke website bisa lebih cepat, perlu memahami
beberapa format file yang sering digunakan pada sebuah
website, diantaranya:
a) GIF (Graphics Interchange Format, GIF berukuran kecil
karena membatasi jumlah warnanya sebanyak 256 warna
sehingga dapat menghemat ukuran berkas).
b) JPG (Joint Photographic Expert Group, suatu file yang
mempunyai konversi bersifat lossy).
c) PNG (Portable Network Graphics, adalah salah satu format
penyimpanan citra yang menggunakan metode pemadatan
yang tidak menghilangkan bagian dari citra).
Dalam pemilihan format file, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
▪ Usahakan ukuran file seminimal mungkin.
▪ Selalu gunakan mode warna RGB.
▪ Gunakan web palette (216 web – safe colour).
3. Media
Jenis media yang dapat dipakai untuk penyebaran informasi melalui:
a. Video Streaming
Video streaming adalah istilah gunakan saat melihat video di
internet melalui browser dimana kita tidak perlu men-download file
video tersebut untuk dapat memutarnya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan Video
Streaming:
307

1) Durasi
a) Durasi pendek antara 1-3 menit.
b) Durasi menengah antara 3-5 menit.
c) Durasi panjang antara 5-10 menit.
2) Untuk mendapatkan hasil yang baik, maka bandwidth harus
diperbesar sesuai dengan kebutuhan di masing-masing
Perangkat Daerah.
b. Video on Demand (VoD)
Video on demand memiliki arti sebuah penyajian video yang dapat
diakses secara online melalui jaringan internet maupun dengan
menggunakan fasilitas intranet dimana para pemakainya dapat
melihatnya kapan pun sepuasnya dan dapat dilihat berulang-ulang
baik secara live streaming maupun dengan cara mendownload file
video yang mereka inginkan.
c. Media Visual
Media visual adalah media yang bisa dilihat, dibaca dan diraba.
Media ini mengandalkan indra penglihatan dan peraba. Berbagai
jenis media ini sangat mudah untuk didapatkan. Contoh Media
visual yang biasa ditampilkan pada website adalah foto.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan foto:
1) Foto yang ditampilkan di website antara 2-3 foto, yaitu foto yang
berkaitan dengan kegiatan yang sedang berlangsung atau event-
event yang menjadi topik utama dari instansi terkait;
2) Foto-foto kegiatan lain, bisa dimasukkan di Gallery foto dengan
membuat list foto kegiatan.
d. Media Sosial
Media sosial adalah sebuah media online, dengan para penggunanya
bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi
meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog,
jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling
umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia.

E. Sumber Daya Manusia (SDM) Pengelola SPBE


1. Perangkat daerah menunjuk pejabat struktural dan staf teknis sebagai
pengelola SPBE;
2. Pengelola SPBE tersebut bertanggungjawab terhadap proses bisnis
SPBE, data dan informasi SPBE, layanan SPBE, keamanan SPBE,
aplikasi SPBE, dan infrastruktur SPBE.

F. Peta Rencana SPBE


1. Pemerintah Provinsi Jawa Timur menetapkan Peta Rencana SPBE yang
berlaku selama 5 (lima) tahun;
2. Peta Rencana SPBE dilakukan reviu setiap tahun menyesuaikan
perkembangan teknologi dan peraturan yang berlaku;
3. Pembangunan SPBE perangkat daerah harus sejalan dengan Peta
Rencana SPBE;
308

4. Perangkat daerah wajib berkonsultasi dengan Dinas Komunikasi dan


Informatika dalam pembangunan SPBE;
5. Konsultasi pembangunan SPBE dilakukan sebelum Dokumen
Pelaksanaan Anggaran ditetapkan.

G. Implementasi Tanda Tangan Elektronik (Sertifikat Elektronik) Di


Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur
Penggunaan Tanda Tangan Elektronik (TTE)
dalam dokumen pemerintahan ini menjadi salah satu bentuk nyata
pemanfaatan teknologi informasi yang mengacu pada Peraturan Presiden
Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik
(SPBE).
Adapun tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi sistem
pemerintahan dengan optimalisasi pemanfaatan sumber daya. Tak hanya
itu, dengan diterapkannya Tanda Tangan Elektronik (TTE) juga
mendukung pengurangan penggunaan kertas (paperless) sehingga ramah
lingkungan, memperkecil risiko pemalsuan SK dilengkapi barcode untuk
memastikan validitasnya dan mempercepat proses jalannya
pemerintahan.
➢ Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang
memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan
status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang
dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
➢ Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang
berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan
mengaudit Sertifikat Elektronik.
➢ Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas
Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan
Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi
dan autentikasi.
➢ Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur
elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah,
menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan,
mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
➢ Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik,
termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta,
rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik
(electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf,
tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah
yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya.
Ada 2 Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dipergunakan dalam
menggunakan Tanda Tangan Elektronik/Sertifikat Elektronik yaitu:
1. Standar Operasional Prosedur (SOP) Pengusulan Tanda Tangan
Elektronik / Sertifikat Elektronik Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
309

2. Standar Operasional Prosedur (SOP) Integrasi Sistem Elektronik


pada Layanan Tanda Tangan Elektronik Jawa Timur

Adapun mekanisme yang dipergunakan dalam penerbitan sertifikat


elektronik, yaitu:

BAGAN ALUR PENERBITAN SERTIFIKAT ELEKTRONIK

Permohonan penerbitan SE
• Surat Permohonan Jika permohonan disetujui,
Registration Authority
• Dilampirkan scan KTP, scan SK maka pengguna akan
(Lembaga Penerbit SE)
Jabatan Terakhir dan email dinas menerima email notifikasi
pribadi melakukan verifikasi akhir
bahwa SE telah diterbitkan

Pengguna menerima
Jika syarat permohonan
tautan set passphrase
lengkap, maka Diskominfo
melalui email dan
membuat akun pengguna
melakukan pengaturan
pada AMS
passphrase

Pengguna menerima
tautan melalui email untuk Diskominfo Jatim
dapat melakukan aktivasi melakukan Proses
dengan cara pindai KTP dan Verifikasi Data Pengguna
swafoto

Keterangan:
1. Nama pengguna harus sesuai dengan KTP, sebab verifikasi data
Pemohon merujuk pada basis data Dukcapil Kementerian Dalam
Negeri Republik Indonesia.
2. Surat permohonan penerbitan Tanda Tangan Elektronik/Sertifikat
Elektronik diajukan oleh Kepala/Pimpinan Organisasi Perangkat
Daerah bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menjadi
kewenangannya.
3. Proses aktivasi hingga penerbitan Tanda Tangan Elektronik/Sertifikat
Elektronik setelah verifikasi oleh Dinas Komunikasi dan Informatika
dilakukan oleh Pemohon/Calon Pengguna melalui Email Dinas Pribadi
dan tidak dapat diwakilkan.
310

BAGAN ALUR PENERAPAN SERTIFIKAT ELEKTRONIK PADA SISTEM


ELEKTRONIK

Permohonan Penerapan Proses Penerbitan Surat Sistem Elektronik telah


Sertifikat Elektronik pada Pengesahan Sistem oleh terintegrasi dengan
Sistem Elektronik BSrE Sertifikat Elektronik BSrE

Analisis Kebutuhan Sistem Proses Uji Kesesuaian


Elektronik Sistem

Diskominfo Jatim
menyiapkan akun pada
Proses Integrasi dan
Server eSign Gateway
Penyesuaian Sistem
Jatimprov untuk proses
integrasi

Keterangan:
1. Pada bagian Analisis Kebutuhan dijelaskan terkait proses bisnis Sistem
Elektronik instansi yang bersangkutan.
2. Disampaikan kebutuhan terkait Tanda Tangan Elektronik serta beberapa
penyesuaian pada Sistem Elektronik instansi yang bersangkutan
3. Server eSign Gateway berisikan dokumentasi API (Application Programming
Interface) untuk melakukan integrasi sistem.
4. Pada bagian Proses Integrasi dan penyesuaian sistem, dilakukan oleh
pemilik Sistem Elektronik

1. VERIFIKASI TANDA TANGAN ELEKTRONIK/SERTIFIKAT


ELEKTRONIK
a. Segala bentuk image pada dokumen/naskah dinas keluaran aplikasi
(QRCode, Bar Code, Logo Instansi, Spesimen Tanda Tangan basah,
dll) tidak menunjukkan keaslian suatu dokumen/naskah dinas
serta tidak dapat dijadikan sebagai bahan verifikasi/validasi
keaslian suatu dokumen/naskah dinas yang menerapkan Tanda
Tangan Elektronik/Sertifikat Elektronik.
b. Verifikasi/validasi Tanda Tangan Elektronik/Sertifikat Elektronik
hanya dapat dilakukan secara elektronik melalui beberapa cara atau
aplikasi, seperti:
1. Menggunakan aplikasi pengolah dokumen digital Portable
Document Format (PDF), seperti Adobe Acrobat Reader;
2. Menggunakan aplikasi penandatangan elektronik, seperti
BeSign dan Panter (BSSN);
3. Melalui situs tte.kominfo.go.id.
311

2. TANDA TANGAN ELEKTRONIK/SERTIFIKAT ELEKTRONIK UNTUK


TUJUAN KEDINASAN
a. Tanda Tangan Elektronik/Sertifikat Elektronik yang diterbitkan
untuk keperluan dan/atau kepentingan kedinasan tidak dapat
dimanfaatkan/ dipergunakan di luar keperluan dan/atau
kepentingan kedinasan serta hanya diperuntukkan terbatas bagi
kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN).
b. Tanda Tangan Elektronik/Sertifikat Elektronik untuk keperluan
dan/atau kepentingan kedinasan hanya diterbitkan oleh
Kementerian/Badan/Lembaga Negara yang telah ditetapkan sebagai
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PsrE) di Indonesia, yaitu Badan
Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN (iOTENTIK) serta Balai
Sertifikasi Elektronik/BsrE - Badan Siber dan Sandi Negara
(sebelumnya adalah Lembaga Sandi Negara atau LEMSANEG).

3. KEWAJIBAN DALAM PEMANFAATAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK/


SERTIFIKAT ELEKTRONIK
a. Konsekuensi hukum yang timbul dari pemanfaatan Tanda Tangan
Elektronik/Sertifikat Elektronik mengikat kepada Pemilik/Pengguna
Tanda Tangan Elektronik. Maka tidak diperkenankan untuk
memberikan, mendelegasikan, menggandakan, dan/atau
menyebarluaskan Tanda Tangan Elektronik miliknya kepada pihak
lain, termasuk dalam hal ini adalah meminta pihak lain untuk
melakukan Tanda Tangan Elektronik menggunakan Tanda Tangan
Elektronik/Sertifikat Elektronik miliknya.
b. Untuk dokumen/naskah dinas keluaran aplikasi yang
memanfaatkan Tanda Tangan Elektronik/Sertifikat Elektronik,
wajib mencantumkan informasi bahwa dokumen telah
ditandatangani secara elektronik menggunakan Sertifikat Elektronik
yang diterbitkan oleh Lembaga Penerbit Sertifikat Elektronik pada
setiap lembar dokumen/naskah dinas.
Untuk setiap aplikasi yang menggunakan Tanda Tangan Elektronik/
Sertifikat Elektronik, wajib mencantumkan Logo dan nama Lembaga
Penerbit Tanda Tangan Elektronik/Sertifikat Elektronik.

H. E-PEDUM
Dalam rangka mendukung efektifitas dan efisiensi penyusunan Pedoman
Kerja dan Pelaksanaan Tugas Pemerintah Provinsi Jawa Timur, maka
dalam pengajuan dan pengusulan substansi Pedoman Kerja ini dapat
dilaksanakan melalui aplikasi E-PEDUM baik dalam bentuk website atau
aplikasi berbasis android.
312

BAB XVIII
PENUTUP

Demikian Pedoman Kerja dan Pelaksanaan Tugas Pemerintah Provinsi


Jawa Timur Tahun 2023 dibentuk dengan harapan agar dilaksanakan sebaik-
baiknya dan penuh tanggung jawab.

GUBERNUR JAWA TIMUR,

ttd

KHOFIFAH INDAR PARAWANSA

You might also like