Professional Documents
Culture Documents
JurnalKajianJepangVol 4no 1april2020
JurnalKajianJepangVol 4no 1april2020
JURNAL
KAJIAN
JEPANG
Diterbitkan oleh:
Editor-in-Chief :
Diah Madubrangti
Managing Editor :
Rouli Esther
Editorial Board :
Ohgata Satomi (Kyushu International University)
Kano Hiroyoshi (The University of Tokyo)
I Ketut Surajaya (Universitas Indonesia)
Bachtiar Alam (Universitas Indonesia)
Bambang Wibawarta (Universitas Indonesia)
Hamzon Situmorang (Universitas Sumatera Utara)
Nadia Yovani (Universitas Indonesia)
Shobichatul Aminah (Universitas Gadjah Mada)
Editors :
Lea Santiar
Himawan Pratama
Susy Aisyah Nataliwati
Mega Alif Marintan
Published by :
Pusat Studi Jepang (Center for Japanese Studies) Universitas Indonesia
Kampus UI Depok, INDONESIA 16424
Telephone/ Fax :
(021) 786-3547 / (021) 786-3548
i
FOREWORD (KATA SAMBUTAN)
iv
TABLE OF CONTENTS (DAFTAR ISI)
v
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
Abstract
This study attempts to identify the translation strategies deployed by the Japanese
translator in the process of translating humor through a large cultural gap between
England and Japan and examines how culture plays a part in the translation process.
Humor as a culture-specific concept requires special attention in the process of its
translation to other languages. In the case of the translation of Harry Potter and the
Philosopher’s Stone, this issue is amplified by its status as a children’s book. Through
analytic-descriptive method of study and based on Newmark’s translation strategies
theory, the results of this study shows that the translator chose to translate humor
in Harry Potter and the Philosopher’s Stone with domestication ideology, an
ideology that puts naturalness to the reader as main priority at the expense of
preserving the foreign cultural elements of the original text.
1. Pendahuluan
Seri novel Harry Potter karya J.K. Rowling adalah seri novel anak yang
menceritakan kisah seorang anak kecil bernama Harry Potter. Harry yang
sudah menjalani sebelas tahun hidupnya sebagai manusia biasa tiba-tiba
mendapat surat penerimaan dari sekolah sihir Hogwarts. Salah satu faktor
besar menyebarnya popularitas seri novel ini adalah penerjemahan novel ini
ke dalam 67 bahasa, yang memudahkan akses pembaca di seluruh dunia
untuk menikmati kisah Harry Potter, termasuk pembaca-pembaca setia di
Jepang.
Banyak tantangan yang harus dihadapi penerjemah dalam
menerjemahkan seri novel Harry Potter. Penerjemahan buku harus
1
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
2
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
3
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
4
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
pottaa to kenja no ishi) (HPKI). Penulis memakai referensi yang berasal dari
berbagai buku, tesis, jurnal, makalah konferensi, serta artikel dari internet.
Sampel data diambil dari empat bab dalam Harry Potter and the
Philosopher’s Stone terbitan Inggris (Bloomsbury) yaitu bab 2, 6, 11, dan 15.
Novel yang terdiri dari 17 bab dibagi menjadi 4 bagian dan kemudian dipilih
satu bab dari tiap bagian yang dinilai penulis memiliki konten humoris
terbanyak, sehingga distribusi data merata. Data dari novel yang sudah
diseleksi kemudian dinilai tingkat humornya oleh 25 responden yang berasal
dari Inggris melalui sebuah kuesioner. Responden diminta untuk menilai data
tersebut dari skala 1 hingga 4, di mana 1 adalah “tidak lucu”, 2 adalah “sedikit
lucu”, 3 adalah “cukup lucu” dan 4 adalah “sangat lucu”. Data yang dianggap
layak sebagai konten humoris adalah data selain data yang mayoritas
mendapat respons 1 atau “tidak lucu”. Melalui proses ini didapat sejumlah
21 data konten humoris dari novel Harry Potter and the Philosopher’s Stone
untuk dianalisis. Analisis data humoris dilakukan dengan tahapan seperti
berikut:
5
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
2. Landasan Teori
Analisis strategi penerjemahan dilakukan berdasarkan teori strategi
penerjemahan Newmark (1988) yang mencakup 8 strategi yang tersusun
dalam diagram sebagai berikut:
6
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
semantik. Perbedaan di antara kedua strategi ini sendiri tipis dan dalam
aplikasinya pun serupa. Dalam buku Approaches to Translation, Newmark
memperjelas perbedaan kedua strategi tersebut sebagai berikut:
7
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
8
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
Turn this stupid, fat rat yellow.’ Ubahlah tikus bodoh dan gemuk
ini kuning.”
He waved his wand, but
nothing happened. Scabbers Ia mengayunkan tongkatnya,
stayed grey and fast asleep. tetapi tidak terjadi apa pun.
Scabbers tetap abu-abu dan
tertidur pulas.
HPPS Hlm. 79
Gambar 3.1 Perubahan font pada
HPKI Hlm. 158
TSa
dalam penerjemahan mantra
Pada data ini Ron yang ditantang Hermione untuk melakukan sihir
mencoba mengubah warna tikusnya Scabbers menjadi kuning dengan
mantra yang diberi tahu oleh kakaknya George. Tetapi Ron sebenarnya ditipu
oleh George sebab mantra tersebut palsu dan bukan mantra sihir yang
sesungguhnya, dan mantra sihir ini pun terdengar cukup jenaka.
Bahwa Ron sedang mengucapkan mantra dalam bahasa Inggris
terlihat jelas dari penggunaan rima dan adanya sampiran yang tidak
bermakna. Penggunaan rima dalam mantra-mantra dalam dunia fiksi Inggris
9
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
sudah ada sejak Macbeth karya Shakespeare yang ditulis pada abad 19 dan
hingga saat ini masih berlanjut. Sementara itu, mantra pada bahasa Jepang
umumnya memiliki elemen-elemen onomatope, metafora, pengulangan
kata dan penggunaan kosakata lamaii. Elemen-elemen tersebut tidak terlihat
pada hasil penerjemahan. Indikasi bahwa teks tersebut adalah mantra
terletak pada penggunaan font huruf yang berbeda dalam bentuk cetak TSa.
Tidak ada penjelasan bahwa teks tersebut adalah mantra dalam teks itu
sendiri.
Penerjemah tidak berusaha mengadaptasi bentuk mantra dengan
budaya BSa dan memilih untuk menerjemahkan seluruh teks apa adanya,
mempertahankan elemen budaya BSu dan tidak memperhatikan estetika dan
konteks. Hanya ada perubahan dari struktur gramatikal untuk menyesuaikan
dengan tatanan bahasa Jepang. Tidak ada penjelasan tambahan mengenai
elemen budaya dalam teks.
‘Hullo, Bane,’ said Hagrid… ‘…you seen “Hei, Bane,” kata Hagrid... “...kau ada
anythin’ odd in here lately? Only melihat sesuatu yang aneh di sini akhir-
there’s a unicorn bin injured – would akhir ini? Hanya saja ada unicorn yang
yeh know anythin’ about it?’ sedang terluka—ada yang kamu tahu
soal itu?”
Bane walked over to stand next to
Ronan. He looked skywards. Bane berjalan kemudian berdiri di
samping Ronan. Ia melihat ke arah
‘Mars is bright tonight,’ he said simply. langit.
10
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
‘We’ve heard,’ said Hagrid grumpily. “Mars malam ini terang,” katanya
dengan sederhana.
11
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
‘When they say every flavour, they “Saat mereka bilang semua rasa,
mean every flavour – you know, you get maksud mereka memang semua rasa—
all the ordinary ones like chocolate and maksudnya, kau bisa dapatkan yang
peppermint and marmalade, but then biasa-biasa seperti coklat dan
you can get spinach and liver and tripe. peppermint dan marmalade, tapi
George reckons he had a bogey- kemudian kau bisa dapat bayam dan
flavoured one once.’ hati dan babat. George yakin dia pernah
makan rasa upil satu kali.”
HPPS Hlm. 78
HPKI Hlm. 155-156
12
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
‘Send him off, ref! Red card!’ “Keluarkan dia, wasit! Kartu merah!”
‘This isn’t football, Dean,’ Ron “Ini bukan sepak bola, Dean,” Ron
reminded him. ‘You can’t send people mengingatkan dia. “Kau tidak bisa
off in Quidditch – and what’s a red mengeluarkan orang di Quidditch—dan
card?’ apa itu kartu merah?”
13
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
pun sangat populer di Jepang dan anak-anak Jepang sudah familier dengan
konsep tersebut. Sebagai perbandingan, dalam versi Inggris Amerika Harry
Potter and the Sorcerer’s Stone, ditambahkan penjelasan mengenai fungsi
kartu merah (“In soccer you get shown the red card and you’re out of the
game!”) sebab sepak bola tidak populer di Amerika dan anak-anak pada
umumnya tidak familier dengan konsep tersebut.
...news that he was playing Seeker had ...kabar bahwa ia bermain menjadi
leaked out somehow, and Harry didn’t Seeker telah bocor entah bagaimana,
know which was worse – people telling dan Harry tidak tahu yang mana yang
him he’d be brilliant or people telling lebih buruk—orang-orang yang berkata
him they’d be running around padanya ia akan bermain dengan hebat
underneath him, holding a mattress. atau orang-orang yang berkata padanya
mereka akan berlarian di bawahnya,
membawa matras.
14
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
15
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
The youngest boy tried to jerk out of Anak laki-laki bungsu itu mencoba
the way, but she grabbed him and untuk menghindar, tetapi ibunya
began rubbing the end of his nose. menariknya dan mulai mengusap ujung
hidungnya.
‘Mum – geroff.’ He wriggled free.
“Ibu—menjauhlah.” Ia menggeliat
‘Aaah, has ickle Ronnie got somefink keluar.
on his nosie?’ said one of the twins.
“Aaah, ada cecuatu di idungnya Ronnie
‘Shut up,’ said Ron. kecil?” kata seorang dari kembaran itu.
HPPS Hlm. 72
HPKI Hlm. 143-144
16
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
depan publik, membuat Ron merasa malu. Kedua kakak kembarnya, Fred dan
George, mengolok situasi tersebut.
“Ickle” adalah bahasa slang khas Inggris untuk “little” yang memiliki
konotasi kekanak-kanakan yang ironis, seperti mengolok. Panggilan “ickle
Ronnie” diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang menjadi “ロニー坊や” (ronii
bouya). “Bouya” berarti “anak laki-laki” dan dalam penggunaannya
menyugestikan orang yang dipanggil belum dewasa secara emosional. Hal ini
bisa diterima dalam memanggil anak-anak kecil, tetapi penggunaan “bouya”
untuk memanggil orang dewasa memiliki kesan menghina. Kesan menghina
ini diperjelas oleh berubahnya “said” di TSu menjadi “ は や し た て た ”
(hayashiteta) di bahasa Jepang yang berarti mengolok.
Selain itu, terdapat beberapa data yang diproses dengan strategi
penerjemahan komunikatif karena konten dalam TSu dianggap tidak sesuai
dengan nilai moral Jepang.
‘Fred, you next,’ the plump woman “Fred, selanjutnya kamu,” kata wanita
said. berisi itu.
‘I’m not Fred, I’m George,’ said the boy. “Aku bukan Fred, aku George,” kata
‘Honestly, woman, call yourself our anak itu. “Benar-benar ya, perempuan,
mother? Can’t you tell I’m George?’ kau sebut dirimu ibu kami? Tak bisakah
kau tahu aku George?”
‘Sorry, George, dear.’
“Maaf, George, sayang.”
‘Only joking, I am Fred,’...
“Hanya bercanda. Aku Fred.”
17
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
HPPS Hlm. 70
HPKI Hlm. 139
Fred dan George Weasley adalah kembar identik yang hampir tidak
bisa dibedakan. Keserupaan mereka menjadi sebuah running gagv dalam seri
novel Harry Potter di mana Fred kerap berpura-pura menjadi George dan
sebaliknya.
Kata “perempuan” dalam TSu diubah menjadi “orang ini” di TSa.
Perubahan pemilihan kata ini ada kemungkinan terpengaruh oleh budaya
Jepang yang berbeda dinamika keluarganya dengan budaya Inggris.
Menyebut orang tua dengan kata “perempuan” dianggap lancang dalam
budaya Asia khususnya Jepang, sedangkan hal tersebut masih dapat diterima
dalam budaya Inggris.
Pada data ini pun terlihat penggunaan strategi penerjemahan
komunikatif untuk menerjemahkan kata-kata yang tidak memiliki padanan
kata yang sesuai dalam BSa. Kata panggilan sayang “dear” di TSu lesap dan
diubah menjadi imbuhan “ ち ゃ ん ” (-chan) pada “George-chan” di TSa.
Bahasa Jepang memang tidak memiliki kata panggilan sayang yang digunakan
untuk anak-anak dan pada umumnya orang tua memilih untuk memanggil
anaknya menggunakan imbuhan “-chan” pada namanya.
Pada data berikut, strategi penerjemahan komunikatif dipakai untuk
mengkomunikasikan tingkat keformalan bahasa agar terlihat jelas pada
pembaca TSa.
18
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
me you’ve – you’ve blown up a toilet menerima satu burung hantu lagi yang
or –’ memberitahuku kalian telah—kalian
telah meledakkan toilet atau—“
‘Blown up a toilet? We’ve never blown
up a toilet.’ “Meledakkan toilet? Kami belum pernah
meledakkan toilet.”
‘Great idea though, thanks, Mum.’
“Ide bagus tapinya, makasih, mama.”
HPPS Hlm. 73
HPKI Hlm. 145
Fred dan George Weasley dikenal sebagai sepasang siswa nakal yang
memiliki hobi mengerjai siswa-siswi Hogwarts dengan penemuan-penemuan
sihir mereka yang jenaka. Oleh karena itu, ibunya Molly sering dikirimi surat
peringatan dari sekolah mengenai tingkah laku mereka, tetapi Fred dan
George tidak memedulikan peringatan-peringatan tersebut dan tetap
berbuat sesuka hati mereka.
Penggunaan “thanks” yang adalah bentuk kasual dari “thank you”
menambah kesan bahwa Fred dan George menganggap ringan peringatan-
peringatan dari sekolah dan ibu mereka sendiri. Intensi ini dipertahankan
dalam hasil terjemahan dengan penggunaan “ありがとさん” (arigatosan)
yang merupakan bentuk kasual dari “ありがとう” (arigatou).
Sebaliknya, ada pula penambahan tingkat keformalan bahasa oleh
pihak penerjemah.
19
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
HPPS Hlm. 73
HPKI Hlm. 145
20
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
HPPS Hlm. 73
HPKI Hlm. 147
21
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
‘So – after that obvious and disgusting “Jadi—setelah sedikit kecurangan yang
bit of cheating –’ jelas dan menjijikkan itu—“
‘I mean, after that open and revolting “Maksudku, setelah pelanggaran yang
foul –’ terang-terangan dan menjijikkan itu—“
‘All right, all right. Flint nearly kills the “Baiklah, baiklah. Flint hampir
Gryffindor Seeker, which could membunuh Seeker Gryffindor itu, yang
happen to anyone, I’m sure, so... pastinya bisa terjadi ke semua orang, aku
yakin, jadi...”
22
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
り得るようなミスですね、きっと
。...
‘The big one,’ said Fred Weasley. “Yang besar,” kata Fred Weasley.
‘The one we’ve all been waiting for,’ “Yang sudah kita nanti-nantikan,” kata
said George. George.
‘We know Oliver’s speech by heart,’ “Kita tahu pidato Oliver luar kepala,”
Fred told Harry. ‘We were in the team kata Fred pada Harry. “Kita masuk tim
last year.’ tahun lalu.”
23
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
フレッドがハリーに話しかけた。
‘So – after that obvious and disgusting “Jadi—setelah sedikit kecurangan yang
bit of cheating –’ jelas dan menjijikkan itu—“
24
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
‘I mean, after that open and revolting “Maksudku, setelah pelanggaran yang
foul –’ terang-terangan dan menjijikkan itu—“
‘All right, all right. Flint nearly kills the “Baiklah, baiklah. Flint hampir
Gryffindor Seeker, which could membunuh Seeker Gryffindor itu, yang
happen to anyone, I’m sure, so... pastinya bisa terjadi ke semua orang, aku
yakin, jadi...”
25
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
harafiah berarti “membuat dada tidak enak” namun juga merupakan sebuah
idiom untuk perasaan jijik. Kata “munekuso” sendiri berarti dada dan sangat
jarang dipakai di luar pemakaian untuk idiom ini.
Hard work and pain are the best Kerja keras dan rasa sakit adalah guru
teachers if you ask me … It’s just a pity yang terbaik menurutku... sayang sekali
they let the old punishments die out … mereka membiarkan hukuman-
hang you by your wrists from the ceiling hukuman seperti dulu hilang...
for a few days, I’ve got the chains still in menggantung pergelangan tanganmu
my office, keep ’em well oiled in case di loteng beberapa hari, aku masih ada
they’re ever needed … rantai-rantainya di kantorku, tetap rutin
melumasinya siapa tahu akan
dibutuhkan...
Pada data ini, “pain” yang bukan idiom diterjemahkan menjadi “痛い
目を見せる” (itai me wo miseru) yang secara harafiah berarti “menunjukkan
mata kesakitan” tetapi juga merupakan idiom yang berarti “membuat
seseorang kesulitan”.
4. Kesimpulan
Setelah melalui proses analisis data, didapat bahwa dalam proses
penerjemahan humor dalam novel Harry Potter and the Philosopher’s Stone
26
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
27
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
penerjemahan ini sulit digunakan untuk menganalisis unit bahasa yang lebih
kecil dan lebih cocok digunakan untuk menganalisis unit bahasa yang lebih
besar seperti paragraf. Sementara, humor sering kali terkandung hanya
dalam beberapa kalimat atau kata saja.
Penelitian lanjutan dalam topik ini dapat menganalisis humor buku
secara keseluruhan untuk memperkuat konsistensi dan argumen. Ada
baiknya pula untuk mengkaji jika teori-teori strategi penerjemahan lainnya
yang bersifat lebih spesifik seperti teori Morina-Albir dapat disangkutkan
dengan ideologi penerjemahan dan implikasi budaya agar bisa mendapat
hasil yang lebih detail dan mendalam.
Catatan
i
Gaya humor di mana seseorang (boke) bertingkah bodoh dan kebodohan itu
dijabarkan oleh seorang lainnya (tsukkomi)
ii
Kato, S. (2007). Sekai dai hyakka jiten [Ensiklopedia besar dunia]. Tokyo:
Heibonsha.
iii
Warren, J. (2017, February 24). Is marmalade toast? The history of Britain's
breakfast favourite. Daily Express. Diambil dari
https://www.express.co.uk/life-style/life/771268/marmelade-toast-history-
sales-down-british-breakfast
iv
Imbuhan nama yang menunjukkan afeksi atau rasa sayang.
v
Lelucon yang diulang berkali-kali dalam sebuah karya.
Daftar Pustaka
Alexander, R.J. (1997). Aspects of Verbal Humour in English. Tubingen: Gunter
Narr Verlag.
Fitriani, T. (2008). A Study of Humor Translation in J.K. Rowling’s Harry Potter
and the Chamber of Secrets as Translated by Listiana Srisanti.
Universitas Andalas, Padang.
Kato, S. (2007). Sekai dai hyakka jiten [Ensiklopedia besar dunia]. Tokyo:
Heibonsha.
Kelley, J.E. (2008). Harmony, Empathy, Loyalty, and Patience in Japanese
Children's Literature, The Social Studies, 99:2, 61-70.
28
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
29
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
Abstract
The concept of ideal mother in Japan called ryousai kenbo (good wife, wise mother)
was reproduced in the post-war era with the name sengyou shufu (full-time
housewife) and kyouiku mama (education mother). The economic crisis in the 90s
in Japan had shaken the internalized values in society, including the ideal mother's
values. After the lost decade era, Japanese people began to question the values of
the ideal mother. The purpose of this research is to find out how the characters of
the mother in Kokuhaku novel were constructed. The research method used is
analysis descriptive. The result of this research has shown that the three characters
of the mother in the novel have some things in common, they tried to fulfill the ideal
mother's standard values in society but ended up failing in fulfilling the ideal
mother's standard values. It can be concluded that Kokuhaku novel written by
Minato Kanae that published in 2008 presents a critique of the internalization of the
ideal mother’s values in contemporary Japanese society.
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Ibu merupakan sosok yang penting dalam keluarga. Masyarakat
mempunyai standar tersendiri terhadap ibu agar ia dapat dikatakan sebagai
ibu ideal. Gosh (2016) dalam jurnalnya mengutip pernyataan Lawler (2002)
bahwa masyarakat menginginkan perempuan yang secara ‘alami’ dapat
mengasuh dan mendidik anak dengan baik, dan menolak ibu yang tidak
memberikan kasih sayang, single, yang bekerja, dan yang masih remaja,
karena dinilai ‘tidak alami’ dan merupakan hal yang menyimpang dari sosok
30
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
31
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
32
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
terduga. Cerita di dalam novel ini mengambil sudut pandang dari masing-
masing tokoh yang terlibat, termasuk di antaranya ibu Naoki dan ibu Shuuya.
Tokoh-tokoh ibu dalam novel ini pada awalnya digambarkan sebagai
ibu ideal di dalam masyarakat, yaitu dengan digambarkan sebagai sosok ibu
yang mengabdikan diri untuk keluarga, mengorbankan diri untuk anak.
Namun tokoh-tokoh ibu tersebut justru digambarkan berakhir sebagai sosok
ibu yang menyimpang dari nilai-nilai ibu ideal yang sesuai dengan standar
masyarakat. Hal ini yang menarik perhatian penulis untuk meneliti tentang
bagaimana sosok ibu dikonstruksikan di dalam novel Kokuhaku.
33
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
34
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
35
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
anaknya dan dapat menjadi pendamping yang baik bagi suaminya, serta
mampu bergerak di luar rumah saat ia dibutuhkan (Fujimura-Fanselow, 1991,
hlm. 1).
Untuk menganalisis karya sastra, penulis menggunakan teori kritik
sastra feminis. Kritik sastra feminis muncul sebagai akibat dari adanya
gerakan feminisme di dunia. Tujuan dari feminisme adalah meningkatkan
kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan
kedudukan serta derajat laki-laki (Djajanegara, 2000, hlm. 4). Menurut
Kolodny dalam Djajanegara (2000), mereka yang menekuni bidang sastra
pasti menyadari bahwa karya sastra, yang pada umumnya hasil tulisan laki-
laki, menampilkan stereotipe perempuan sebagai istri dan ibu yang setia dan
berbakti, perempuan manja, pelacur dan perempuan dominan. Citra-citra
perempuan seperti itu ditentukan oleh aliran-aliran sastra dan pendekatan-
pendekatan tradisional yang tidak cocok dengan keadaan karena penilaian
demikian tentang perempuan tidak adil dan tidak teliti. Padahal perempuan
mempunyai perasaan-perasaan yang sangat pribadi, seperti penderitaan,
kekecewaan, atau rasa tidak aman yang hanya bisa diungkapkan oleh
perempuan itu sendiri. Hal-hal ini yang membuat pendekatan kritik sastra
feminis sesuai untuk mengungkap permasalahan penggambaran perempuan
dalam suatu karya sastra.
2. Pembahasan
2.1 Tokoh Yuko sebagai Ibu Tunggal
Salah satu tokoh ibu dalam novel Kokuhaku adalah Yuko Moriguchi.
Yuko Moriguchi, di dalam novel Kokuhaku diceritakan sebagai seorang guru
yang ingin balas dendam atas kematian putrinya, Manami yang dibunuh oleh
dua orang muridnya sendiri. Murid-muridnya tahu bahwa Yuko adalah
seorang ibu tunggal, karena ia sering membawa anaknya ke sekolah. Di hari
perpisahannya dengan murid-muridnya, Yuko secara tiba-tiba memberi
pernyataan bahwa ia adalah seorang ibu tunggal, seperti yang ditunjukkan
dalam ungkapan berikut ini:
36
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
みんなも知っているように、私はシングルマザー、未婚の母でした。四
歳だった娘、愛美の父親にあたる人とは結婚が決まっていました。
(Minato, 2008, hlm. 19)
Terjemahan:
Seperti yang kalian ketahui, aku adalah ibu tunggal dan ibu yang tidak
menikah. (Aku hamil) Sebelum aku dan ayah Manami berencana untuk
menikah.
Terjemahan:
Karena aku ingin ia menjadi ayah bagi anakku, aku berkata padanya bahwa
aku ingin menikah (dengannya). Sepanjang kami berdua paham akan
keadaan, kami akan menemukan cara untuk menghadapi masalah. Tetapi, ia
menolak dengan keras.
37
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
確かに、父親のいない子供も偏見を受けるかもしれない。それでもまだ
、社会的にはこちらの方が受け入れられるのではないか。 (Minato, 2008,
hlm. 22)
Terjemahan:
Tentu saja, seorang anak (yang tumbuh) tanpa ayah juga bisa mendapatkan
prasangka (buruk). Namun, bukankah hal ini dapat diterima secara sosial?
38
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
berbeda dari stigma masyarakat yang menilai bahwa ibu tunggal cenderung
mempunyai pekerjaan yang tidak tetap.
Terjemahan:
3.2 Tokoh Ibu Naoki sebagai Ibu yang Mencoba Membunuh Anaknya
Tokoh ibu selanjutnya merupakan ibu dari pelaku pembunuhan putri
Yuko yang bernama Naoki Shitamura. Naoki diceritakan sebagai salah satu
pembunuh yang telah membunuh anak dari Yuko, yaitu Manami. Yuko
membalas dendam dengan membuat Naoki meminum susu yang telah ia
suntik dengan darah Masayoshi, yang mana darah itu telah terkontaminasi
virus HIV. Dengan kondisi anaknya yang depresi akibat mengetahui ia telah
meminum susu yang telah terkontaminasi HIV, ibu Naoki dengan sabar
merawat Naoki selayaknya ibu ideal yang mengabdikan dirinya untuk
anaknya.
39
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
また、父が何を煩いもなく仕事に没頭できるよう、家庭内の揉め事は必
ず自分で解決するように努めていました […] 母の教えの通りにしていれば
、間違いはないのです。(Minato, 2008, hlm. 140)
Terjemahan:
Selain itu, (Ibu saya) selalu berusaha untuk dapat menghadapi masalah di
dalam rumah, sehingga ayah saya dapat berkonsentrasi dalam pekerjaannya
[…] Saya (merasa) tidak akan ada masalah jika saya mengikuti apa yang ibu
ajarkan.
主人は「警察に報告した方がいい」と言いました。とんでもありません
。直樹が共犯の罪に問われたらどうするつもりなのだ、と訊ねましても
、直樹のためにもそうした方がいいと言うのです。男親はこれだから困
40
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
ります。私は主人に事件のことを報告したことを後悔します。やはり、
直樹は私が守ってやらなければなりません。(Minato, 2008, hlm. 130)
Terjemahan:
もう、私の愛した直樹はいないのです。人間としての心を失い、殺人者
として開き直る息子に、母親の私がしてやれることは一つしかありませ
ん […] 私は直樹を連れて、みんなより一足先に、好きだった父と母のとこ
ろへ行きますね。(Minato, 2008, hlm. 165)
41
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
Terjemahan:
Ia bukan lagi Naoki yang kucintai. Ia telah kehilangan akal sehatnya sebagai
manusia dan telah menjadi pembunuh. Hanya ada satu hal yang bisa
kulakukan sebagai ibu […] Aku akan pergi ketempat ayah dan ibu, dan
membawa Naoki bersamaku.
42
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
それをきっかけに二人は結婚し、自分が生まれた。いや、順番は逆だっ
たかもしれない。課題を残したまま、博士課程を修了した母親は、磨き
続けてきた才能を生かすことなく、この田舎町にやってきたのだ。
(Minato, 2008, hlm. 236)
Terjemahan:
Karena hal itu kemudian mereka menikah, dan lahirlah aku. Atau mungkin hal
tersebut (justru) menjadi kebalikan. Ibuku yang telah menyelesaikan studi
doktoralnya kemudian meninggalkan penelitiannya begitu saja, melupakan
talentanya, dan datang ke kota kecil ini.
「修ちゃんは、とっても頭のいい子。ママが果たせなかった夢を託せる
のは、修ちゃんだけよ」[…] 母親は父親に内緒で論文を書き上げ、それを
アメリカの学会に送った。(Minato, 2008, hlm. 236)
43
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
Terjemahan:
“Kamu adalah anak yang pintar, Shuuya. Hanya Shuuya yang bisa ibu percayai
untuk menggapai mimpi yang tidak pernah akan bisa ibu capai.” […] Ibu
menulis makalah penelitian tanpa sepengetahuan ayahku dan
mengirimkannya ke konferensi di Amerika.
しばらくすること、母親がいた研究室の教授だという男が、彼女に大学
に戻るよう説得しにきた […] しかし、母親は申し出を断った。独身であれ
ば、すぐにでも戻りたいが、今私は、子供を置き去りにして出て行くこ
とはできない。そう言って。(Minato, 2008, hlm. 236)
Terjemahan:
Tidak lama setelah itu, seorang profesor dari laboratorium penelitiannya yang
lama datang dan mengajaknya kembali ke universitas […] Tetapi, ibuku
44
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
「あんたさえいなければ」そう言って。彼女は毎日のように手を上げる
ようになった。(Minato, 2008, hlm. 237)
Terjemahan:
“Jika saja kamu tidak ada,” hal yang akan ia (ibu) katakan ketika ia akan
memukulku.
別れの前日、二人で最後の外出をすることになった。(Minato, 2008,
hlm. 239)
45
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
Terjemahan:
2.4 Tidak Menjadi Ibu Ideal: Persamaan antara Tokoh Yuko, Ibu Naoki,
Jun
Tokoh-tokoh ibu di atas memiliki dua persamaan yaitu pertama mereka
ingin menunjukkan bahwa dirinya adalah ibu yang baik dan seorang
perempuan yang sesuai dengan prinsip ryousai kenbo, dan mereka sama-
sama memiliki kegagalan dalam menghadirkan konsep ibu ideal dalam diri
mereka. Pada tokoh pertama, yaitu Yuko, menjadi seorang ibu tunggal
membuat Yuko tidak masuk ke dalam syarat menjadi ryousai kenbo, namun
di awal ia berusaha menunjukkan bahwa ia dapat menjadi ibu yang baik
untuk anaknya dan menunjukkan keinginan untuk mengabdi kepada suami.
Tokoh kedua, yaitu ibu Naoki, digambarkan sebagai sosok ibu ideal dan
merupakan model istri yang baik. Tokoh ketiga, yaitu, Jun, di awal ingin
menunjukkan bahwa ia adalah istri dan ibu yang baik bagi suami dan anaknya
dengan bersedia untuk meninggalkan karir dan mengabdikan diri untuk
keluarga.
Namun, ketiga tokoh ibu ini kemudian tidak mampu mempertahankan
identitas ibu ideal yang telah mereka bangun sejak awal. Terbukti dari
bagaimana tokoh-tokoh ibu ini kemudian bertindak tidak sesuai dengan
norma ibu ideal yang diharapkan di dalam masyarakat Jepang. Yuko dengan
status ibu tunggal dan berakhir dengan anaknya yang dibunuh karena ia
tinggal bekerja, ibu Naoki yang tidak sanggup menghadapi perilaku Naoki dan
berencana untuk membunuh Naoki, namun justru berbalik menjadi dirinya
sendiri yang dibunuh oleh Naoki, dan Jun yang akhirnya memilih
46
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
3. Kesimpulan
Dalam penelitian ini, telah dilakukan penelusuran gambaran tokoh-
tokoh ibu di dalam novel Kokuhaku karya Minato Kanae. Dari penelusuran
tersebut, dapat disimpulkan bahwa tokoh-tokoh ibu dalam novel Kokuhaku
ini digambarkan tidak sesuai dengan prinsip ibu ideal dalam masyarakat
47
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
Catatan
1. Akhir zaman Meiji disini mengacu pada periode setelah perang
Jepang-Cina tahun 1895.
48
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
49
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
(https://www.washingtonpost.com/world/asia_pacific/in-japan-
single-mothers-struggle-with-poverty-and-with-
shame/2017/05/26/01a9c9e0-2a92-11e7-9081-
f5405f56d3e4_story.html, diakses tanggal 13 Mei 2019)
Daftar Pustaka
Chira, S. (1998). A Mother’s Place: Taking the Debate about Working Mothers
Beyond Guilt and Blame. New York: HarperCollins.
Djajanegara, S. (2000). Kritik Sastra Feminis: Sebuah Pengantar. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Enomoto, Y. (1998). The Reality of Pregnancy and Motherhood for Women:
Tsushima Yuko's "Choji" and Margaret Drabble's "The
Millstone". Comparative Literature Studies, 35(2), 116-124.
Fujimura-Fanselow, K. (1991). The Japanese Ideology of “Good Wives and
Wise Mothers”: Trends in Contemporary Research. Gender & History,
3(3), 345–349.
Ghosh, B. (2016). The Institution of Motherhood: A Critical Understanding.
Gross, E. (1998). Motherhood in Feminist Theory. Affilia, 13(3), 269-272.
Hall, J. W., & Beardsley, R. K. (1965). Twelve Doors to Japan. McGraw-Hill.
Kono, K. (2013). From the "Nikutai" to the "Kokutai": Nationalizing the
Maternal Body in Ushijima Haruko's "Woman". U.S.-Japan Women's
Journal, (45), 69-88.
LeGare, J. E. (2016). Great Mirror of Motherly Love: Maternal Fantasy,
Mystic Mothers, and Reflected Selves in Modern and Contemporary
Japanese Fiction. Arts & Sciences Electronic Theses and Dissertations.
823.
Lukminaite, S. (2015). Developments in female education of Meiji Japan as
seen from Jogaku Zasshi's editorials by Iwamoto Yoshiharu. Annals of
“Dimitrie Cantemir” Christian University Linguistics, Literature and
Methodology of Teaching, 14(1), 9–21.
McKinlay, M. (2002). Unstable Mothers: Redefining Motherhood in
Contemporary Japan. Intersections: Gender, History and Culture in the
Asian Context, Issue 7.
Minato, K. (2008). Kokuhaku. Tokyo: Futabasha.
50
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
51
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
Fithyani Anwar
Abstract
This paper examines five works by Japanese writers and published in Djawa
Baroe from 1st January to 15th March 1944. It consists of four short stories and one
play: these are Kichizo ke Medan Perang by Hino Ashihei, Di Tempat Asuhan
Garuda by Niwa Fumio, Batu by Kawai Tetsukichi, Prajurit Nogiku by Kikuchi Kan,
and the play, Perkawinan 25 Tahun, by Sasaki Takamaru. This paper discusses the
propaganda themes related to the Greater East Asia War (1942-1945, often called
the Pacific War). By using qualitative methods and literature studies, data related to
the propaganda theme of each work is collected and then analyzed to find the
relation of each work to the conditions of the Indonesian society at that time. The
main themes found in the story include nationalism, voluntary and sincerity
attitude, and dedication for the Japanese military government while instilling hatred
for the Dutch East Indies government. With very different settings and storylines,
each work explicitly or implicitly supporting the Greater East War so considered very
relevantly to be published in Djawa Baroe.
1. Pendahuluan
Kesusastraan Perang di Jepang mulai muncul sejak tahun 1931, tetapi
mengalami perkembangan pasca dimulainya Perang Jepang-Tiongkok Kedua
(日中戦争 Nicchu Sensō) pada tahun 1937 hingga berakhirnya Perang Asia
Timur Raya (大東亜戦争 Daitōa Sensō) pada tahun 1945 (Keene, 1978).
Genre kesusastraan ini dipelopori oleh para penulis Jepang yang turut ke
medan perang, baik sebagai jurnalis perang ataupun sebagai serdadu militer.
Penulis yang terkenal di antaranya adalah Hino Ashihei, Hayashi Fumiko, Abe
Tomoji dan Takeda Rintaro. Hasil reportasenya mereka tuangkan ke dalam
bentuk novel ataupun cerpen dan selanjutnya dipublikasikan di Jepang.
52
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
53
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
54
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
55
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
skenario film yang diberi judul Ayahku. Drama ini hingga saat ini masih
dimainkan dan diperlombakan di teater sekolah atau kampus di Indonesia.
Dewi (2015) menganalisis muatan propaganda dalam berbagai
bentuk karya sastra yang dimuat di majalah Djawa Baroe. Bentuk karya sastra
yang dimaksud adalah syair, cerpen, cerita bersambung, essai, drama, dll.
Kelima karya penulis Jepang yang disebutkan sebelumnya juga dibahas tetapi
dalam porsi yang sangat singkat. Dalam kesimpulannya, muatan propaganda
yang ditampilkan antara lain gambaran akan keburukan Barat, ajakan untuk
membantu Jepang mendukung perang, dan gambaran Jepang sebagai
harapan baru bagi Indonesia.
Caradea (2019) memfokuskan penelitiannya pada dua cerpen dalam
Djawa Baroe yaitu Kichizo ke Medan Perang dan Di Tempat Asuhan Garuda.
Kedua cerpen ini dianalisis menggunakan teori analisis struktural-semiotik.
Kedua cerpen diuraikan unsur-unsur pembentuknya lalu dimaknai tanda-
tandanya. Dalam kesimpulannya, pada cerpen Kichizo ke Medan Perang,
ditemukan propaganda politik dengan teknik menumbuhkan hubungan
kepentingan dari pelaku propaganda terhadap objek propagandanya dan
pada cerpen Di Tempat Asuhan Garuda ditemukan propaganda ideologi
dengan teknik penanaman sugesti yang tersembunyi.
Selain penelitian-penelitian yang telah disebutkan, banyak ditemukan
penelitian lain yang membahas mengenai propaganda di zaman Jepang,
tetapi objeknya adalah sandiwara, film, ataupun lagu. Misalnya, Maruyama
(2016) yang memfokuskan penelitian pada lagu-lagu yang dimuat di Djawa
Baroe untuk mengungkap karakteristik lagu-lagu yang populer di zaman
tersebut, dan Hutari (2009) yang membahas mengenai propaganda melalui
media sandiwara modern di zaman Jepang.
Jepang menerapkan sensor yang sangat ketat terhadap karya-karya
penulis Indonesia yang dapat diterbitkan di media cetak. Tulisan yang
dianggap bertentangan dengan tujuan pemerintahan militer Jepang dilarang
untuk dimuat. Bahkan penulis yang karangannya dilarang, dimasukkan ke
dalam daftar hitam orang-orang yang dicurigai. Jassin (1985)
menggambarkan bagaimana penulis Indonesia berusaha melepaskan diri dari
sensor dengan jalan simbolik, yaitu menyelipkan sindiran halus di dalam
56
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
karyanya dalam bentuk simbolik. Makin keras sensor Jepang, maka makin
hati-hati dan teliti pula para penulis dalam mencari makna di balik kata-kata.
Yang menjadi objek dalam tulisan ini adalah kelima karya penulis
Jepang yang telah disebutkan sebelumnya. Sehubungan dengan ketatnya
sensor yang dilakukan oleh Sendenbu terhadap penulis Indonesia di zaman
Pendudukan Jepang, pada tulisan ini dibahas mengenai bagaimana
keterkaitan antara tema dalam kelima karya penulis Jepang tersebut dengan
propaganda perang Asia Timur Raya yang sedang gencar dilakukan oleh
Sendenbu saat itu. Dengan menggunakan metode kualitatif dan studi
pustaka, data terkait tema propaganda pada tiap karya dikumpulkan lalu
dianalisis untuk menemukan relasi setiap karya dengan kondisi soal
masyarakat Indonesia di masa itu.
2. Pembahasan
2.1 Pengorbanan Demi Perang dalam Cerpen Kichizo ke Medan Perang
Cerpen dengan judul asli Kitjizo Kemedan Perang (「軍馬吉蔵の出
征」Gunba Kichizō no Shusse) karya Hino Ashihei dimuat di Djawa Baroe
pada edisi 1 Januari 1944. Hino Ashihei (火野葦平, dalam Djawa Baroe ditulis
Josihei Hino) adalah nama pena dari Tamai Katsunori (1907-1960). Dalam
biografi pengarang di Djawa Baroe disebutkan bahwa ketika masih sekolah,
dia pernah memenangkan penghargaan Akutagawashō*. Tidak lama setelah
pecah perang antara Jepang dan Tiongkok, Hino turut maju ke medan perang
sebagai serdadu. Karya yang ditulisnya di medan perang adalah novel
Gandum dan Serdadu yang membuatnya menjadi penulis terkemuka di
kalangan kesusastraan Perang (Djawa Baroe, January 1, 1944).
Cerpen Kichizo ke Medan Perang adalah potongan cerita dalam novel
Tanah dan Serdadu. Novel ini merupakan salah satu dari novel trilogi serdadu
(兵隊三部作 heitai sanbusaku) karya Hino, yaitu Mugi to Heitai『麦と兵隊
』Gandum dan Serdadu (1938), Tsuchi to Heitai『土と兵隊』Tanah dan
Serdadu (1938), dan Hana to Heitai『花と兵隊』Bunga dan Serdadu (1939).
Trilogi ini menjadi best seller di Jepang di masa itu.
Di cerpen ini, tokoh Aku dalam suratnya untuk adiknya menceritakan
mengenai kesehariannya di atas kapal induk yang sedang menuju ke medan
57
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
58
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
“Agar soepaja kita mendjadi satoe bangsa yang koeat, jang sanggoep
membantoe Dai Nippon, jang sedang berdjoeang dengan tenaga sendiri
didalam perang Asia Raya sekarang, maka kita ra’yat Indonesia haroeslah
ditempah dan dilatih.”
Pada Djawa Baroe edisi 1 Maret 1944, dimuat beberapa foto kaum
perempuan yang sedang menanam padi di sawah dan memanen jagung di
ladang yang diberi judul “Oesaha Menambah Hasil Boemi”. Disebutkan di situ
tentang masyarakat Jawa baik tua dan muda, kaum perempuan dan anak-
anak giat berusaha meningkatkan hasil bumi untuk mengalahkan Amerika
dan Inggris (March 1, 1944). Melalui kisah tokoh Uhei dalam cerpen ini,
pembaca Djawa Baroe diminta untuk bekerja sama mendukung pemerintah
militer Jepang.
Cerpen Kichizo ke Medan Perang karya Hino Ashihei memang berlatar
Perang Tiongkok-Jepang Kedua tetapi tema yang dibawanya tetap memiliki
kaitan yang erat dengan Perang Asia Timur Raya. Indonesia di masa
Pendudukan Jepang berperan dalam mendukung militer Jepang dengan
menyuplai minyak dan sumber-sumber daya alam serta sumber daya
manusia. Karena itu, kehadiran tulisan dengan tema pengorbanan demi
kepentingan perang Jepang sangat sesuai dengan kondisi masyarakat
Indonesia di masa itu.
59
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
… Ketika itoe seakan ada jang mengosong didalam perasaan saja. Hanjalah
yang saja kesalkan mati jang sia-sia. Sebab… boekankah so’al mati tjoema
tambahan bagi hidoep. Djadi boekan so’al pokok? Kami berpikir dan
memang kami diadjarkan, mati haroes dipandang sebagai “oekoeran
penghabisan dalam penghabisan”, kalau djalan semoea telah boentoe”.
(Niwa, January 15, 1944.)
60
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
61
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
“Memang batoe. Batoe asal dari ksatrian ini. Batoe dari ksatrian jang soedah
menggembleng semangat berpoeloeh djoeta peradjoerit. Ksatrian jang tiap
detik tiada berhenti mendjaga pandji kehormatan balatentara.”
62
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
63
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
64
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
65
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
66
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
Tema yang utama dalam drama ini adalah rasa benci terhadap
pemerintahan Belanda. Hal tersebut dapat dilihat pada perkataan Sono
sebagai berikut,
67
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
dan Jepang (September 1940- Juni 1941) putus dan tentara Jepang mulai
menduduki Indocina, aset-aset orang Jepang dibekukan. Di Indonesia, orang-
orang Jepang secara diam-diam dievakuasi dengan kapal-kapal kembali ke
Jepang. Sebelum pulang, mereka menjual propertinya dengan sangat murah
dan menutup usahanya. Sekitar 2000 orang Jepang yang masih tertinggal
menjadi tawanan (Kurasawa, 2016).
Selain propaganda untuk membenci Belanda, pada cerpen ini juga
diperlihatkan perhatian besar yang dimiliki oleh tokoh Sono terhadap
masyarakat pedesaan Jawa di saat itu. Hal ini dapat dilihat pada perkataan
Ichiro sebagai berikut,
68
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
3 Kesimpulan
Dari analisis yang dilakukan terhadap lima karya penulis Jepang yaitu
empat cerpen yang masing-masing berjudul Kichizo ke Medan Perang karya
Hino Ashihei, Di Tempat Asuhan Garuda karya Niwa Fumio, Batu karya Kawai
Tetsukichi, Prajurit Nogiku karya Kikuchi Kan, dan satu naskah drama dua
babak berjudul Perkawinan 25 Tahun karya Sasaki Takamaru ditemukan
bahwa setiap karya membawa pesan propaganda yang berbeda-beda. Tema
utama yang ditemukan antara lain pengorbanan demi perang, sikap sukarela
dan ikhlas, semangat pengabdian kepada negara, serta kebencian terhadap
Belanda. Meskipun dengan setting dan alur cerita yang sangat berbeda,
masing-masing karya secara tersurat ataupun tersirat memberi pesan
dukungan terhadap pemerintahan militer Jepang sehingga sesuai untuk
dimuat di Djawa Baroe sebagai alat propaganda bagi pembaca di Indonesia,
khususnya di Pulau Jawa.
Tulisan ini membatasi analisis pada tema propaganda yang dibawa
oleh masing-masing karya, sedangkan mengenai masyarakat yang menjadi
latar belakang dalam cerita tidak dibahas secara mendetail. Khusus naskah
drama Perkawinan 25 Tahun karya Sasaki Takamaru, banyaknya detil-detil
dalam cerita yang relevan dengan kondisi masyarakat Indonesia dan Jepang
di masa Pendudukan Jepang sangat menarik untuk dianalisis dalam
penelitian selanjutnya.
Endnotes
Bungei Sensen (文芸戦線): majalah kesusastraan proletar yang terbit pada tahun
1924- 1932. Di dalamnya banyak memuat faham marxisme.
69
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
Kokumin Engeki (國民演劇): majalah khusus drama yang terbit pada 1941-1943
Senki (戦旗): majalah kesusastraan proletar yang terbit di Jepang pada tahun 1928-
1931. Majalah ini fokus pada peningkatan kesejahteraan buruh dan petani.
Senninbari (千人針, Jarum seribu orang): berdasarkan catatan kaki pada cerpen
Kichizo ke Medan Perang, merupakan kain penutup perut yang dibuat untuk
anggota keluarga yang akan berangkat perang. Kain ini menjadi jimat yang dipercaya
dapat melindungi dari peluru musuh.
Taiyo (太陽): majalah bergambar yang terbit di Jepang pada Januari 1895-Februari
1928. Isinya bervariasi termasuk politik, ekonomi dan sosial.
Daftar Pustaka
Anwar, Fithyani。「インドネシアにおける菊池寛の戯曲「父帰る」の
受容」、『愛文』第 50 号、2015 年 12 月、1-14 頁。
70
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
71
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
Artikel Koran
Menoedjoe ke Pembangoenan Djawa Baroe, dengan Membantoe kepada Dai
Nippon…. (1943, January 1). Djawa Baroe, p. 4.
Penjerahan Barang Logam dan Bidji Djarak. (1944, December 2). Asia Raya,
p.2.
Oesaha Menambah Hasil Boemi. (1944, January 1). Djawa Baroe, p. 14.
72
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
Lisda Nurjaleka
Abstract
This study aims to examines and analyse gairai-go and katakana-go usage on
catchphrases of cosmetic advertisement (CM or commercial message, pamphlets,
others). The commercial Message (CM) that focuses on this study refers to short
advertisement broadcasting that flows in the TV programs, also a video that spread
in the mass media. Moreover, it also clarifies how gairai-go plays a role in the
cosmetics advertisement. Also, we analyze the use of gairai-go linguistically.
Therefore, we collect and investigate cosmetic advertisement catchphrases posted
on commercials on TV and brochures as primary data. The results show that gairai-
go and katakana-go found abundance in catchphrases on cosmetics
advertisements. Moreover, the frequency of a noun as a gairai-go and katakana-go
also higher. Furthermore, a word that frequently occurred in catchphrases in
cosmetics advertisements considered as a noun, the usage of gairai-go and
katakana-go as `noun` in catchphrases commonly found.
1. Pendahuluan
Iklan menurut kamus bahasa Jepang berisi tentang konten, layanan,
bisnis dan lainnya mengenai suatu produk. Perusahaan membuat iklan
melalui media seperti commercial message (CM), pamphlet dan lainnya,
untuk memperkenalkan produk baru kepada konsumen. Penelitian ini
membahas tentang produk iklan berbentuk commercial message (CM) dan
bentuk media cetak. Media iklan di sini merupakan siaran iklan pendek yang
diputar sebelum dan sesudah program radio atau siaran televisi, berupa iklan
pendek yang disiarkan. Produk iklan lainnya yang menjadi objek penelitian
adalah iklan media cetak yang diwakili dengan pamflet.
73
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
Dalam sebuah iklan, kita sering melihat apa yang disebut dengan
catchphrase frasa yang membuat orang memperhatikan produk tersebut.
Catchphrase (atau disebut juga dengan catch-copy) merupakan kalimat
berbentuk frasa atau ungkapan bisa juga berbentuk jingle atau nyanyian yang
digunakan untuk mengumumkan atau mempromosikan produk apa saja
khususnya digunakan sebagai iklan.
Ikegami (1982) menyatakan bahwa suatu kata-kata dalam iklan akan
dapat menarik perhatian. Dalam hal ini, kata-kata di dalam iklan atau promosi
memiliki karakteristik yang sama seperti kata-kata yang digunakan dalam
puisi. Di dalam ungkapan pada iklan atau promosi, menggunakan gambar
yang dibuat oleh mereka dan dinilai lebih baik daripada objek nyata
kemudian ditunjukkan melalui suatu ungkapan. (Ikegami, 1982)
Jika dilihat Iklan kosmetik di Jepang penuh dengan istilah asing.
Secara umum, penggunaan gairai-go terlihat canggih dan menciptakan
suasana modern. Goto (2000) menyatakan bahwa dengan menggunakan
istilah pinjaman (gairai-go) dalam suatu iklan maka dapat memperluas citra
produk perusahaan tersebut. Oleh karena itu, penggunaan istilah pinjaman
(gairai-go) dalam periklanan merupakan salah satu strategi iklan di Jepang.
Catchphrase (slogan) juga dibutuhkan di media iklan seperti kosmetik untuk
menarik hati customer yang kebanyakan wanita untuk membeli produk
tersebut. Dalam hal ini, catchphrase menggunakan bahasa pilihan berbentuk
ungkapan yang memberikan kesan kuat kepada konsumen atas produk
perusahaan tersebut. Catchphrase dapat ditemui seperti dalam iklan pendek
(CM) televisi atau iklan media cetak seperti pamphlet. Karaktersitik dari
catchphrase ini adalah jumlah kata yang singkat dan biasanya hanya terdiri
dari kurang lebih 10 kata. Catchphrase juga biasanya mengandung fitur
singkat dari produk tersebut.
Baru-baru ini sering terlihat penggunaan catchphrase di media iklan
yang menggunakan kata-kata asing atau kata kata serapan. Penelitian kali ini,
khususnya produk iklan kosmetik wanita menjadi target penelitian
dikarenakan iklan kosmetik terlihat banyak menggunakan gairai-go dan
katakana-go Seberapa seringkah frekuensi penggunaan gairai-go dan
katakana-go tersebut di dalam iklan kosmetik akan menjadi tujuan dari
penelitian ini. Penulis akan memfokuskan penggunaan gairai-go dan
74
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
katakana-go hanya pada catchphrase yang menjadi slogan atau symbol dari
produk-produk tersebut. Selain itu, penelitian ini akan melalui pendekatan
secara linguistik bagaimana peran gairai-go dan katakana-go, dan
bagaimana penggunaannya. Untuk itu, objek penelitian kali ini adalah
catchphrase pada suatu iklan kosmetik yang ada dalam CM televisi dan iklan
media cetak berbentuk pamflet.
2. Tinjauan Pustaka
Kitazawa (2016) menganalisis penggunaan ungkapan seperti dalam
“ensiklopedia catchphrase iklan surat kabar” yang membahas tentang
ungkapan yang tidak biasa pada catchphrase iklan seperti penggunaan
partikel pada non-kata benda. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa
prosentase penggunaan delapan jenis catchphrase pada non-kata benda
seperti (frasa setara kalimat, kata seru, stem kata kerja adjektif, bentuk
akhiran adjektif, bentuk akhiran verba, onomatope, modifier, dan kata
keterangan pada umumnya) cukup tinggi. Selain itu, ditemukan juga
karakteristik partikel yang mengikat.
Kuremoto et al. (2007) menyatakan bahwa melalui catchphrase
perusahaan ingin konsumen memahami bagaimana produk dan gambaran
perusahaan. Tetapi pada kenyataannya, ada variasi yang berbeda di antara
konsumen dalam penafsiran pesan yang dikirimkan oleh perusahaan. Oleh
karena itu, perusahaan membuat apa yang disebut dengan catchphrase
untuk menangkap keindahan dari gagasan atau pemikiran disebut juga
dengan “pluralitas interpretasi” dengan mempertimbangkan faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat interpretasi pluralisme tersebut.
Lu (2016) juga dalam penelitiannya menganalisis tentang bentuk-
bentuk catchphrase. Terdapat dua jenis bentuk kalimat di dalam iklan yaitu
interjeksi dan kata benda. Di dalam suatu catchphrase biasanya terdiri dari
kalimat seperti kalimat perintah, kalimat tanya atau kalimat biasa.
Adakalanya bentuk kalimat seperti non-deskriptif juga dapat dijadikan
catchphrase.
Watanabe (1985) menganalisis empat jenis majalah, kemudian
melihat berapa frekuensi dari kosakata yang digunakan dalam iklan kosmetik
bahasa Jepang, kemudian membandingkannya dengan iklan bahasa Inggris.
75
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
3. Metode Penelitian
Data primer pada penelitian ini adalah catchphrase yang terdapat
pada iklan kosmetik dengan merk ternama Jepang seperti Shiseido, dr. cilabo,
Kose, Kanebo, Sofina SK II. Penulis akan menganalisis penggunaan gairai-go
dan katakana-go dari catchphrase tersebut kemudian
mengklasifikasikannya. Data catchphrase yang kami dapat dari pamflet dan
iklan CM ini dikumpulkan kemudian ditulis ulang. Penelitian ini bertujuan
untuk mengklarifikasi bagaimana penggunaan gairai-go dan katakana-go
yang ada dalam catchphrase tersebut.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan mencari
frekuensi kemunculan gairai-go dan katakana-go dalam suatu catchphrase di
media iklan televise dan cetak. Kemudian, peneliti menganalisis bentuk kelas
76
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
Total 299
77
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
Tabel 2.1 Jumlah gairai-go dan katakana-go serta bentuk campuran yang ada
pada masing-masing produk kosmetik pada pamflet.
1 SHISEIDO MAQUILLAGE 6 1
HAKU 3
ELIXIR 1 1 1
MAQUIA 1 1
PRIOR 5 1
BENEFIQUE 8 1 1
2 Dr. AQUA- 2 2
CILABO COLLAGEN
Enrich-Lift 16 10 1
78
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
GLOBAL 10 2 1
3 KOSE SEKKISEI 13 7
Supreme
INFINITY 1
ESPRIQUE 6 2 1
ASTABLANC 1 2
4 KANEBO L’EQUIL 9 3
COFFRET 2
D’OR
DOLTIER 1
DEW 1 1
5 SOFINA SOFINA 1
Lift
Professional
ALBLANC 1
6 SK II PITERA 12 1 1
R.N.A. 8 5
Illume 1 2 2
GENOPTICS 22 5 3
Total 128 49 12
Total dari 299 jenis produk kosmetik, dapat kita lihat pada tabel 2 di atas,
gairai-go banyak ditemukan dalam pamflet produk iklan kosmetik.
Penggunaan variasi gairai-go juga banyak ditemukan di setiap produknya,
seperti dalam produk GENOPTICS (SKII), ditemukan penggunaan kata gairai-
79
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
go yang bervariasi dengan total 22 kata. Hal ini dapat kita lihat bahwa produk
tersebut menggunakan gairai-go terbanyak dibandingkan produk lain. SK II
merupakan merk kosmetik Jepang ternama. Brand mereka terkenal di
seluruh dunia, sehingga produk iklan tersebut mempunyai kesan
menginternasional. SKII banyak menggunakan gairai-go dalam proses
pengiklanannya. Tidak hanya SK II, penggunaan gairaigo juga cukup tinggi
dibandingkan dengan katakana-go.
Collins (1992) menyatakan bahwa, tujuan dari iklan Jepang adalah
memperlihatkan kepada customer bahwa produk perusahaan mereka dapat
dipercaya; mempunyai kualitas tinggi dan dengan menggunakan gairai-go
akan terlihat lebih keren dan berkualitas tinggi. Oleh karena itu, dalam
produk kosmetik, erusahaan berlomba-lomba untuk banyak menampilkan
slogan-slogan atau catchphrase yang dapat meningkatkan image produk
mereka. Salah satunya adalah penggunaan gairai-go.
Sedangkan, menutur tabel 2 di atas, penggunaan katakana-go tidak
sebanyak gairai-go. Akan tetapi terlihat bahwa iklan kosmetik menggunakan
katakana-go dengan jumlah yang tidak lebih dari 38% jumlah gairai-go.
Penggunaan katakana-go dilakukan dengan asumsi simplifikasi perusahaan
terhadap kanji-kanji pada istilah istilah khusus, serta digunakan untuk
membuat konsumen tertarik terhadap produk, karena fungsi dari
catchphrase dalam suatu iklan adalah memberikan pesan yang indah dan
menarik terhadap konsumen. Katakana digunakan sebagai pengganti kanji
juga selain dirasakan mudah untuk ditulis dan simplikasi dalam sebuah iklan.
Dalam tabel 2 juga dapat kita lihat bawaha gairai-go yang sering
digunakan adalah 「 オ イ ル , “oiru” 」 = Minyak 、 「 ケ ア , “kea” 」
=perawatan,「オーラ, “o-ra”」=aura、「メイク, “meiku”」= make-up、
「クリーム, “kuri-mu”」= Cream、「マスク, “masuku」= masker、「カ
バー, “kaba-“」= cover, dan lainnya. Dapat disimpulkan bahwa gairai-go
tersebut menjadi ciri khas kosakata yang digunakan pada produk iklan
kosmetik, khususnya yang ada dalam catchphrase. Selain itu, terlihat
penggunaan yang seragam dari kosakata tersebut pada semua merk
kosmetik Jepang dengan produk yang bervariasi. Hal ini dapat
diinterpretasikan bahwa perusahaan dan pembuat iklan tersebut
80
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
Tabel 3 Jumlah gairai-go dan katakana-go serta bentuk campuran yang ada
pada masing-masing produk kosmetik dalam CM
1 SHISEIDO 1
PLAYLIST 4
81
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
MAQUILLAGE 7 1
PRIOR 2
ELIXIR 1 1
2 KOSE ESPRIQUE 6
SEKKISEI 2
FASIO 4 1 1
ELSIA 5 4 3
3 KANEBO DEW 2
COFRET D’OR 4 2 1
KATE 2
EVITA 1
MEDIA 2
4 SOFINA AUBE 7 1
Couture
Primavista 1 1
Primavista 1
DEA
JENNE 1 1
1 1
5 SK II Change 2
Destiny
PITERA 2 1
LXP 1
82
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
R.N.A. 2 1
STEM POWER 1
SK II COLOR 1
Total 54 22 6
83
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
4.3.1. Klasifikasi Kelas Kata Kata Benda untuk Gairai-go dan Katakana-go
Penelitian ini menemukan total sejumlah 271 kata yang terdiri dari
gairai-go, katakana-go dan bentuk campuran yang terdapat dalam
catchphrase iklan. Terdapat kelas kata jenis kata benda kurang lebih 233 kata
atau sebanyak 86% dari jumlah keseluruhan. Dapat dilihat pada tabel 4
berikut ini adalah klasifikasi masing-masing gairai-go dan katakana-go pada
media CM dan pamphlet iklan kosmetik.
No Pamflet CM
1 107 44 12 50 14 6
Seperti yang dapat kita lihat pada tabel 4, total gairai-go dan katakana-
go pada catchphrase banyak ditemukan dan dikategorikan sebagai kata
benda. Untuk masing-masing pembagiannya, dapat kita lihat sebagai berikut:
gairai-go sebanyak 157 kata (67.4%), dan katakana-go sebanyak 58 kata
(25%) dan bentuk campuran sebanyak 18 kata (8%). Dari hasil tesebut dapat
kita lihat bahwa gairai-go dalam catchphrase di kedua media CM dan pamflet
tersebut paling banyak ditemukan.
Selain itu, gairai-go dengan bentuk kata benda yang sering digunakan
masing-masing dari urutan terbanyak sebanyak 9 kata adalah kata benda 「
ケア, “kea”」= perawatan, 6 buah kata 「クリーム, “kuri-mu”」= cream,
dan masing-masing 5 buah kata benda 「クリア, “kuria”」= clear, 「メイ
84
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
Klasifikasi kelas kata selanjutnya adalah jenis kata kerja atau verba.
Jumlah gairai-go dan katakana-go dengan jenis kelas kata kata kerja cukup
sedikit. Tabel 5 di bawah ini, menunjukkan klasifikasi gairai-go dan katakana-
go dengan jenis kelas kata kata kerja.
Tabel 5 menunjukkan gairai-go dan katakana-go dalam kelas kata sebagai kata
kerja.
No Pamflet CM
Gairai-go Gairaigo
16 3
Pada tabel 5 di atas dapat kita lihat bahwa, hanya menemukan satu jenis
katakana-go dalam bentuk kelas kata kata kerja, yaitu 「ハマる, “hamaru”
」 = Candu. Penulisan kata kerja katakana-go ini cukup berbeda karena
85
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
No Pamflet CM
1 2 5
86
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
Jika dilihat dari penggunaan kata sifat pada iklan produk kosmetik, dapat
disimpulkan bahwa kebanyakan kata sifat ini digunakan untuk menegaskan
suatu kalimat atau catchphrase. Selain itu, fenomena penggunaan katakana-
go untuk kedua jenis kata sifat 「キレイ, “Kirei”」= cantik「カワイイ
“Kawaii”」= lucu sering juga ditemukan tidak hanya pada sebuah iklan. Hal
ini juga diasumsikan bahwa adanya pergeseran penulisan dengan bentuk
katakana yang berfungsi untuk simplifikasi. Diperlukan adanya penelitian
lebih jauh lagi mengenai penggunaan 「キレイ, “Kirei” 」= cantic,「カワイ
イ “Kawaii” 」= lucu sebagai Katakana-go yang berfungsi sebagai simplifikasi.
Akan tetapi fenomena katakana-go muncul tidak hanya dalam penggunaan
produk iklan saja.
No Pamflet CM
Katakana-go Katakana-go
6 3
87
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
5. Kesimpulan
Penggunaan gairai-go dan katakana-go pada catchphrase dalam produk
iklan kosmetik dapat disimpulkan cukup banyak. Selain itu, frekuensi
penggunaan gairai-go dan katakana-go dengan kelas kata kata benda sangat
tinggi. Temuan ini dimungkinan berbeda jika dibandingkan dengan data lain
atau jenis iklan produk lain. Diperlukan penelitian lanjutan mengenai hal ini.
Selain itu, penulis menemukan beberapa gairai-go berikut ini yang
kemunculannya cukup tinggi di dalam bidang kosmetik. Contohnya seperti
kata 「オイル “oiru”」= minyak「ケア “kea”」= care「オーラ “o-ra”」=
aura「メイク “meiku”」=riasan,「クリーム “kuri-mu”」=cream「マスク
“masuku”」= masker「カバー “kaba-“」= cover dan lainnya. Gairai-go
tersebut dapat disimpulkan sebagai kata-kata khusus pada produk kosmetik.
Kemudian, ditemukan juga penggunaan katakana-go dalam catchphrase
iklan kosmetik seperti 「ハリ “hari”」=bersinar「シミ “Shimi”」=flek「ツ
ヤ “Tsuya” 」 =mengkilap dan lainnya. Ketiga katakana-go tersebut
merupakan istilah yang sering muncul dalam data catchphrase pada iklan
kosmetik. Kata-kata tersebut sengaja ditulis dalam huruf katakana yang
dimaksudkan untuk menjadi pusat perhatian, karena salah satu fungsi
catchphrase adalah membuat konsumen merasa tertarik pada produk
tersebut.
Adapun frekuensi kemunculan kelas kata di dalam catchphrase iklan
kosmetik adalah bentuk kata benda yang melampaui 80% lebih dari jumlah
data yang ditemukan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini
yaitu gairai-go dan katakana-go dalam catchphrase iklan produk kosmetik,
kelas kata yang paling umum adalah bentuk kata benda. Kami juga
menemukan tidak hanya penggunaan gairai-go dan katakana-go saja tapi,
penggunaan campuran antara gairai-go dengan bentuk kanji ataupun
katakana-go dengan bentuk kanji, walaupun secara kuantitas cukup sedikit.
Beberapa contoh bentuk campuran yang ditemukan dalam iklan kosmetik
adalah seperti 「かたつむりエキス “Katasumuri Ekisu”」= ekstrak siput、
「カサつく “Kasatsuku”」= kering dan lainnya. Kata-kata ini hanya dapat
ditemukan sebagai kata khusus pada iklan-iklan kosmetik.
Data penelitian ini, peneliti batasi hanya meneliti enam buah merk
terkenal Jepang seperti “Shiseido”, “Dr. CIlabo”, “Kose”, “Kanebo”, “Sofina”,
88
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
dan “SK II”. Dengan pertimbangan, keenam produk kosmetik Jepang tersebut
sering kita lihat di media iklan seperti iklan televisi seperti commercial
message (CM) maupun media cetak. Dapat dilihat bahwa penggunaan gairai-
go dan katakana-go dilakukan secara mengglobal dan mempunyai
keseragaman dalam pemakaian penulisan dan jenis. Keseragaman
penggunaan penggunaan gairai-go dan katakana-go di sini penulis
asumsikan selain untuk simplifikas penulisan, penggunaan gairai-go dan
katakana-go juga untuk menampilkan kemutakhiran atau untuk terlihat
mewah.
Data penelitian ini, tentunya hanya memfokuskan pada iklan kosmetik.
Jika ditinjau dari segi linguistik yaitu klasifikasi kelas kata, penulis
menemukan penggunaan kata benda yang sangat banyak dibandingkan kelas
kata lain. Sebagai pertimbangan untuk penelitian selanjutnya, bentuk gairai-
go dan katakana-go yang ditemukan pada penelitian ini bisa dikaji dari segi
semantik, dikarenakan adanya kemungkinan perbedaan makna antara
gairai-go bahasa Jepang dengan makna dalam kata aslinya dalam bahasa
asing. Selain itu, klasifikasi secara detail asal kata gairai-go juga cukup
menarik untuk dianalisis. Terakhir, pembentukan bentuk campuran yang
tidak banyak ditemukan kali ini belum mendapatkan penjelasan dan analisis
yang lebih mendalam. Sehingga terbuka kesempatan untuk melakukan
kajian lanjutan.
Catatan
1
KBBI: onomatope adalah kata tiruan bunyi
Referensi
池上嘉彦(1982)『言葉の詩学』岩波書店
北澤尚(2016)「広告キャッチコピーにおける破格の表現についての一考察」
『東京学芸大学紀要(人文社会科学系)』(Ⅰ)(67),pp.35-48.
後藤いく子(2000)「現代日本語における英語からの借用語の現状」『東
海女子短期大学紀要』26, pp. 57-71
89
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
呉本彰子・赤岡仁之(2007)「広告コピーの解釈多元性に関する研究983え
――美容関連製品のキャッチコピーをケースにして――」『武庫川
女子大学紀要(人文・社会科学)』(55), pp.99-105.
呂晶(2013)「広告表現の語用論的機能に関する一考察:平述文を中心に」『
北海道大学研究論集』(13),pp.271-283.
呂晶(2016)「広告における非述定文に関する一考察:統語語用論の観点から
」『北海道大学研究論集』(15),pp.161-178.
渡辺(1985)「広告に使われる語彙の日米比較」『産業経営』(11).早稲田大学
産業経営研究所,」pp.119-136.
Referensi Website
90
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
Susy Ong
Abstract
Meiji Restoration, or the regime change in 1868, is generally regarded as the starting
point of the modernization process in Japan, when the conservative government
(Tokugawa regime, or Bakufu) hostile to the West (or modernity) was replaced by
Meiji government which was most aggressive in learning from the West, and
succeeded in modernize Japan. However, those who hold this historical view simply
neglected the era of change predating Meiji Restoration, i.e. the Bakumatsu era,
1853-1868. In this paper, I will focus on Bakumatsu era and discuss about Bakufu’s
efforts to send students, legally, to European countries; and local governments in
southern Japan (Satsuma and Choshu), while attacking Bakufu with the slogan
‘Sonno Joi’ (respect the emperor, expel the barbarians), also sent students to Europe
and America, illegally, for studies. After the change of regime in 1868, those former
Bakufu students, together with those formerly sent abroad illegally for study,
worked together to promote the modernization in Japan. I argue that we should
stop consider Bakufu as a conservative regime vis a vis Meiji regime, and realize that
the slogan Sonno Joi is fallacious; and thus, putting more emphasis on the process
rather than the result of Japan’s modernization.
Pendahuluan
Restorasi Meiji tahun 1868 sering kali dinilai sebagai titik awal
modernisasi Jepang, dengan argumen bahwa pada tahun tersebut terjadi
pergantian pemerintahan, dari rezim Tokugawa yang anti Barat dan tertutup,
ke pemerintahan aliansi Satsuma-Choshu (pemerintahan lokal di selatan
Jepang) yang proaktif belajar dari Barat1.
Hal ini merupakan versi pemerintahan Meiji (dan pemerintah Jepang
sekarang) untuk me-legitimasi tindakan mereka merebut kekuasaan dari
91
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
92
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
93
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
94
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
95
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
Dua pemerintah lokal yang paling lantang dalam kampanye anti bakufu
adalah Satsuma di pulau Kyushu dan Choshu di bagian selatan pulau Honshu.
96
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
97
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
98
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
99
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
100
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
Kesimpulan
Dengan menelaah peristiwa-peristiwa di Jepang selama dekade
menjelang tahun 1868, kita dapat menyimpulkan bahwa Restorasi Meiji
bukan semata-mata suatu peristiwa sejarah, tetapi konsekuensi dari
tindakan-tindakan yang diambil selama sekitar satu dekade sebelumnya, baik
oleh pemerintah (Bakufu) maupun kubu anti pemerintah. Baik Bakufu
maupun kubu anti Bakufu sama-sama menyadari bahwa Jepang sangat
tertinggal dibandingkan dengan negara-negara Eropa dan Amerika, dan
ketertinggalan tersebut hanya dapat dikejar melalui pembinaan SDM,
dengan cara mengirim para pemuda Jepang ke negara-negara Eropa untuk
belajar.
101
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
102
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
Catatan Kaki:
1
I Ketut Surajaya. Pengantar Sejarah Jepang I. Jakarta, Fakultas Sastra Universitas
Indonesia, 1993.
2
Bakufu adalah sebutan untuk pemerintahan yang berkedudukan di kota Edo (sekarang:
kota Tokyo) dan berlangsung sejak tahun 1603 sampai dengan tahun 1868. Selama
periode tersebut, negeri Jepang yang kita kenal sekarang (minus pulau Hokkaido di utara
dan kepulauan Okinawa di selatan) terbagi menjadi sekitar 250 Han (wilayah otonom),
namun semua Han tetap tunduk pada pemerintahan pusat di Edo. Jumlah Han sekitar
250, karena sepanjang periode tersebut, jika ada Han yang pemimpinnya membangkang
terhadap perintah Bakufu, atau ada Han yang mana pemimpinnya tidak ada ahli waris
(putra), maka Han tersebut akan diambil alih oleh Bakufu, sehingga jumlah Han
berkurang dari waktu ke waktu.
3
Bakufu menerapkan kebijakan melarang orang Jepang pergi ke luar negeri, kecuali utusan
pemerintah. Orang Jepang yang pergi ke luar negeri tanpa izin dari pemerintah, berarti
melakukan tindakan melawan hukum, dengan ancaman hukuman pidana.
4
相澤理「江戸幕府が鎖国していたという大きなウソ 歴史研究よりも一歩
早い「東大の日本史」(https://toyokeizai.net/articles/-/129161;diakses tanggal
1 Agustus 2019)
5
渡辺直樹「ケンペルの「……国を鎖している日本」論‐志筑忠雄訳「鎖国論」と
啓蒙主義ヨーロッパ」『宇都宮大学国際学部研究論集』2015 年、第 39 号、23 ペ
ージ
6
同上、25 ページ
7
大島明秀「『鎖国祖法』という呼称」熊本県立大学文学部『九州大学学術
情報リポジトリ』第 55 号、2010 年 4 月、29-34 ページ
8
Pada bulan September 1862, di daerah Namamugi (sekarang masuk kota
Yokohama) di dekat Edo (sekarang: kota Tokyo), iring-iringan petinggi Satsuma
berpapasan dengan 4 orang pedagang Inggris yang sedang plesir dengan naik
kuda. Pihak Satsuma memberi isyarat agar mereka turun dan kuda. Orang-orang
Inggris tersebut mengira diri mereka disuruh meminggir, sehingga mereka tidak
turun dari kuda. Ini dianggap menghina petinggi Jepang, sehingga 4 orang Inggris
tersebut diserang dan dilukai. Setelah mendapat laporan, pihak kedutaan Inggris
menuntut Satsuma untuk ganti rugi dan menghukum pelaku penyerangan.
9
Menanggapi insiden bentrokan di Namamugi (dalam sejarah Jepang dikenal sebagai
Insiden Namamugi (名麦事件), pada awal tahun 1863, Inggris mengirim armada
angkatan laut ke Kagoshima untuk menggempur Satsuma. Perlengkapan senjata Satsuma
jauh dari memadai, sehingga kalah telak. Dari kekalahan tersebut, para petinggi Satsuma
menyadari Inggris terlalu kuat untuk dilawan, dan sebaiknya bersekutu dengan Inggris
103
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
agar bisa maju. Sejak itu, justru terjalin aliansi Satsuma-Inggris, yang berlanjut hingga
kerja sama untuk menjatuhkan rezim Bakufu. (Ian RUXTON. Ernest Satow’s Early Years in
Japan (1862-9) (Part 1)) https://core.ac.uk/download/pdf/147424251.pdf (di-akses 20
Agustus 2019)
10
http://nakanishi-shuppan.co.jp/murahashi-00/murahashi-03/ (di-akses 20
Agustus 2019)
11
‘Setelah tiba di pelabuhan Marseille, rombongan diantar ke hotel. Oleh staf hotel,
kami dipersilakan masuk ke kamar yang kecil sekali. Kami semua kesal, karena
merasa diremehkan. Tetapi begitu kami masuk kamar, pintu langsung ditutup, dan
ternyata kamar itu naik. Astaga! Ternyata itu elevator! Kami semua menangis
karena menyadari betapa besarnya kesenjangan ekonomi dan teknologi antara
Jepang dengan Eropa.’(米倉誠一郎『イノベーターたちの日本史 近代日本
の創造的対応』(Creative Response Entrepreneurial History of Modern Japan)東
洋経済新報社、2017、142-3 ページ)
12
Pada tahun 1858, Bakufu dipaksa menandatangani perjanjian perdagangan
dengan Amerika, Inggris, Perancis, Rusia dan Belanda. Menurut perjanjian-
perjanjian tersebut, pihak Jepang tidak berhak menetapkan bea masuk untuk
komoditas impor, dan orang asing (=Eropa dan Amerika) yang melakukan tindakan
criminal di Jepang, tidak boleh diadili oleh pihak yang berwenang di Jepang. Ini
berarti kedaulatan Jepang sebagai negara merdeka, dibatasi. Akibat ketentuan
mengenai bea masuk, produk dalam negeri Jepang menjadi sulit bersaing dengan
komoditas impor; hak kekebalan hukum pada warga negara asing, memaksakan
superioritas bangsa-bangsa Barat, yang merupakan ciri khas negeri jajahan.
13
「英国へ渡った幕末留学生たち 長州ファイブと薩摩スチューデント」
http://www.news-digest.co.uk/news/features/10582-choshu-five-and-satsuma-
students.html (di-akses 28 Agustus 2019)
Daftar Pustaka
Literatur dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris
1. I Ketut Surajaya. Pengantar Sejarah Jepang I. Jakarta, Fakultas Sastra
Universitas Indonesia, 1993
2. Ian RUXTON. Ernest Satow’s Early Years in Japan (1862-9) (Part 1)
(Received November 29, 1996.
104
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
https://core.ac.uk/download/pdf/147424251.pdf (di-akses 20
Agustus 2019)
Literatur dalam bahasa Jepang
1. 相澤理「江戸幕府が鎖国していたという大きなウソ 歴史研
究よりも一歩早い「東大の日本史」
(https://toyokeizai.net/articles/-/129161;diakses tanggal 1 Agustus
2019)
2. 渡辺直樹「ケンペルの「……国を鎖している日本」論-志筑忠雄
訳「鎖国論」と啓蒙主義ヨーロッパ」『宇都宮大学国際学部
研究論集』2015 年、第 39 号
3. 大島明秀「『鎖国祖法』という呼称」熊本県立大学文学部『
九州大学学術情報リポジトリ』第 55 号、2010 年 4 月
4. ファン・カッテンディーケ著、水田信利訳『長崎海軍伝習所
の日々』平凡社、1994
5. 「 江 戸 時 代 の 日 蘭 交 流 6 . 幕 末 オ ラ ン ダ 留 学 生 」
https://www.ndl.go.jp/nichiran/s2/s2_6.html (di-akses tanggal 10
Agustus 2019)
6. 森孝晴「長澤鼎、アメリカに生きる ニューヨーク州からカ
リフォルニア州へ」『国際文化学部論集』(鹿児島国際大学
)第 18 巻第 3 号(2017 年 12 月)
7. 「 薩 摩 藩 派 遣 英 国 留 学 生 」 http://nakanishi-
shuppan.co.jp/murahashi-00/murahashi-03/ (di-akses 20 Agustus
2019)
8. 「1862 年第 2 回ロンドン万博 日本人がはじめて見た万博」
https://www.ndl.go.jp/exposition/s1/1862-1.html (di-akses 21
Agustus 2019)
9. 米倉誠一郎『イノベーターたちの日本史 近代日本の創造的
対応』(Creative Response Entrepreneurial History of Modern Japan)
東洋経済新報社、2017
10. 「 1867 年 第 2 回 パ リ 万 博 万博にも娯楽を」
https://www.ndl.go.jp/exposition/s1/1867.html (di-akses 22
Agustus 2019)
105
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
11. 斉藤泰雄(国立教育政策研究所)「初等義務教育制度の確立
と女子の就学奨励 日本の経験」広島大学教育開発国際協力
研究センター『国際教育協力論集』第 13 巻第 1 号(2010)
https://home.hiroshima-u.ac.jp/cice/wp-
content/uploads/2014/02/13-1-04.pdf (di-akses 25 Agustus 2019
12. 門松秀樹『明治維新と幕臣 「ノンキャリア」の底力』中公
新書新社、2014
13. 「英国へ渡った幕末留学生たち 長州ファイブと薩摩スチュ
ーデント」http://www.news-digest.co.uk/news/features/10582-
choshu-five-and-satsuma-students.html (di-akses 28 Agustus 2019)
106
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
Judul buku : SHAKAI KAIZO Seratus Tahun Reformasi Jepang 1919-2019 Dari
Demokrasi ke Reformasi
Penulis : Susy Ong
Tahun terbit : 2019
Penerbit : PT Elex Media Komputindo
ISBN : 978-623-00-0264-9
Pengulas : Rouli Esther Pasaribu
107
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
108
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
terlebih dahulu agar dapat menyusun media rekreasi yang tepat dan sesuai
dengan kebutuhan masyarakatnya. Jika sekarang kita melihat di Jepang ada
fasilitas olahraga untuk publik yang memadai, perpustakaan kota dan daerah
dengan koleksi buku yang lengkap, museum dengan pemanfaatan maksimal
sebagai sarana rekreasi dan pembelajaran mandiri yang dilengkapi dengan
berbagai pameran dan program menarik, adanya kegiatan matsuri atau
festival di setiap komunitas masyarakat agar para anggota masyarakat dapat
berkumpul untuk menari, menyanyi dan makan bersama…itu semua bukan
hal-hal yang memang sudah ada dari dulu, karena karakter bangsa Jepang
yang gemar belajar atau gemar hidup sehat. Sebaliknya, semua fasilitas di
atas memang sengaja dibangun dan dirancang oleh pemerintah berdasarkan
riset yang dilakukan oleh akademisi dan kerjasama dari pengusaha dan tokoh
masyarakat, demi membentuk karakter masyarakat Jepang yang senang
belajar, memiliki pola hidup sehat, dan cukup terpenuhi kebutuhan
rekreasinya.
Buku ini ditutup dengan sebuah kesimpulan yang mengajak kita untuk
mempertanyakan kembali bagaimana selama ini kita memandang Jepang:
“Poin terakhir, melanjutkan argumen saya dalam buku SEIKATSU KAIZEN
Reformasi Pola Hidup Jepang (Elex Media Komputindo, 2017), bahwa orang
Jepang adalah manusia, bukan dewa; Jepang unggul BUKAN DARI SONONYA,
dan BUKAN KARENA MEMILIKI BUDAYA/NILAI TRADISIONAL YANG UNGGUL.
Justru sebaliknya, Jepang unggul karena mau membuang tradisi demi
mengejar kemajuan. Jika poin ini dapat diterima, maka seharusnya kita
mengubah sikap selama ini, dari MENGAGUMI Jepang, menjadi berusaha
MENIRU Jepang; bukan meniru SEMANGAT Jepang (bagaimana caranya
meniru SEMANGAT?), tetapi meniru PROGRAM KERJA KONKRIT Jepang; agar
ke depan, kita dapat mengejar ketertinggalan sehingga dapat sejajar dengan
Jepang dalam hal sosial-ekonomi-politik.” (Ong 2019:257-258).
Buku ini cocok dibaca oleh akademisi/mahasiswa khususnya dalam
bidang studi Jepang dan pembaca umum yang ingin berpikir kritis dan
menaruh perhatian serta minat pada Jepang dan studi sejarah, ilmu sosial,
dan kemasyarakatan.
109
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
Avidya Sekar Saga has graduated from Japanese Studies Department, Faculty
of Humanities Universitas Indonesia in 2019. Her research interest include
Japanese modern literature, especially on female representation in Japanese
contemporary literary works. E-mail address: avidyasekars@gmail.com
110
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
111
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
Ketentuan Umum
112
Jurnal Kajian Jepang
Vol. 4 No. 1, April 2020
Bahasa
Indonesia/Inggris Bahasa Jepang
Ukuran huruf
(kutipan) 10pt 10pt
Penanda awal
paragraf 1 tab 1 spasi
113