You are on page 1of 4

BUKU JAWABAN TUGAS MATA

KULIAH TUGAS 1

Nama Mahasiswa : ARVIANTO

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 044413657

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4103 / Filsafat Hukum Dan Etika Profesi

Kode/Nama UPBJJ : 16 / PEKANBARU

Masa Ujian : 2022 / 23.1 (2022.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
Kasus salah hukum bukan hal yang jarang di negeri ini. Acapkali penegak hukum hanya kejar target
dalam menangkap dan menahan seseorang hingga akhirnya masuk pengadilan yang menghasilkan
salah hukum atau putusan meragukan. Tidak jarang kasus salah hukum ini berlanjut hingga
terdakwa selesai menjalankan hukumannya. Namun ada pula salah hukum yang akhirnya di
tingkat banding, kasasi hingga PK terungkap bahwa putusan di pengadilan tingkat pertama salah
menerapkan hukum dan menjatuhkan putusannya kepada terdakwa. “minimnya bukti, hanya
mengandalkan saksi, tidak ada bukti yang dilakukan dengan pemeriksaan forensic, tidak
didampingi oleh pensihat hukum jika ada hanya formalitas saja, mengalami penyiksaan,
pengadilan mengabaikan pelanggaran hukum acara saat proses penyidikan, dan pengadilan hanya
mengandalkan keterangan-keterangan dalam BAP dibanding yang terungkap di persidangan. Inilah
beberapa karakteristik terjadinya salah hukum” kata Asril dalam diskusi daring yang bertajuk
“besok kita Cerita Tentang Salah Hukum” yang diadakan oleh STHI Jentera, Hukumonline dan Rivisi

Pertanyaan :

1. Dari uraian permasalahan diatas, jelaskanlah urgensi pentingnya mempelajari filsafat hukum!
Uraikan jawaban anda secara konkrit !
2. Berdasarkan uraian wacana diatas, bagaimanakah seharusnya konsep penerapan hukum
dalam aliran rasionalisme yang dikenal dalam filsafat hukum ? jelaskan !
3. Analisislah kasus diatas berdasarkan sudut pandang aliran Sociological Yurisprudence yang
diusung oleh Roscoe Pound ! Jelaskan !

Jawaban :
1. Pentingnya mempelajari filsafat hukum bagi masyarakat yaitu dapat memberikan pengertian,
penyelesaian, pemeliharaan dan pertahanan aturan-aturan yang berlaku, sesuai dengan
kebutuhan sosial yang relevan dengan perubaban-perubahan yang ada di dalam masyarakat,
sesuai dengan berlakunya Hukum Positif. Filsafat hukum berupaya memecahkan persoalan,
menciptakan hukum yang lebih sempurna, serta membuktikan bahwa hukum mampu
menciptakan penyelesaian persoalan-persoalan yang hidup dan berkembang di dalam
masyarakat dengan menggunakan sistim hukum yang berlaku suatu masa, disuatu tempat
sebagai Hukum Positif. Tugas filsafat hukum yaitu untuk menciptakan  dan mengembalikan
hukum ke kondisi yang sebenarnya. Sehingga dengan masyarakat mempelajari setiap filsafat
hukum, diharapkan tidak aka ada lagi muncul istilah 'mafia peradilan', dan Produk-produk
hukum yang diciderai dan dikelabuhi oleh para pelanggarnya, sehingga mengakibatkan
kewibawaan hukum jatuh dan seakan-akan tidak berarti lagi. Hal yang lebih parah muncul
apatisme pada sebagian masyarakat soal hukum, bahkan sampai pada penilaian 'hukum bisa
dibeli'.  Seperti contoh Seringkali kita melihat dan menyaksikan secara langsung konflik-konflik
yang terjadi dalam masyarakat, mulai dari pertengkaran suami-istri, antar tetangga, antar
teman, pencurian, sengketa antara pembisnis, hingga kasus pembunuhan bahkan korupsi yang
dilakukan oleh pejabat-pejabat Negara. bahkan tak jarang, hal tersebut sampai kemeja hijau
dan permasalahannya diputuskan oleh hakim pengadilan, sebagai jalan terakhir untuk
mendapatkan keadilan didunia. 

2. Aliran pemikiran hukum yang berkembang pesat dalam pengaruh paham filsafat rasionalisme
pertama-tama adalah aliran Positivisme hukum. Aliran pemikiran hukum ini bertitik tolak dari
paham positivisme yang dipelopori oleh Auguste Comte. Positivisme hukum berkembang
diisnpirasi oleh pemikiran paham positivisme tersebut. H.L.hart menunjukkan lima karakteristik
positivisme hukum : (W. Friedmann, 1990: 147-148).
a. anggapan bahwa undang-undang adalah perintah-perintah manusia;
b. anggapan bahwa tidak perlu ada hubungan antara hukum dengan moral atau hukum
yang ada dan hukum yang seharusnya ada;
c. anggapan bahwa analisis (atau studi tentang arti) dari konsepsi-konsepsi hukum :
1) layak dilanjutkan dan
2) harus dibedakan dari penelitian histories mengenai sebab-sebab atau asal-usul
undang-undang dari penelitian-penelitian sosiologis mengenai hubungan hukum
dengan gejala social lainnya, dan kritik atau penghargaan hukum apakah dalam arti
moral, tuntutan-tuntutan social, fungsi-fungsinya atau sebaliknya
d. anggapan bahwa system hukum adalah suatu “system logis tertutupdimana putusan –
putusan dari peraturan-peraturan hukum yang telah ditentukan lebih dahulu tanpa
mengingat tuntutan-tuntutan social, kebijaksanaan, norma-norma moral; dan
e. anggapan bahwa penilaian-penilaian moral tidak dapat diberikan atau dipertahankan,
seperti halnya dengan pernyataan-pernyataan tentang fakta, dengan alas an rasional,
petunjuk atau bukti (non cognitivisme dalam etika)
Aliran pemikiran hukum berikutnya yang juga dipengaruhi pahan rasionalisme adalah
aliran Utilitarianisme hukum. Aliran pemikiran hukum ini bertitik tolak dari paham
utilitarianisme individual yang dikembangkan oleh Jeremy Bentham. Pemikiran yang
berkembang dalam aliran ini mereflesikan ungkapan tuntutan dengan cirri khas abad ke
sembilan belas. Pangkal tolak utama (“hukum alam”) pemikiran Bentham adalah kesenangan
dan kesusahan. Kegunaan didefinisikan sebagai memiliki atau kecenderungan untuk
mencegah kejahatan atau mendapat kebaikan. Dalam hal ini menurutnya kebaikan adalah
kesenangan, sedangkan kejahatan adalah kesusahan. Oleh karena itu menurut Bentham,
tugas hukum adalah memelihara kebaikan dan mecegah kejahatan, jadi hukum bertugas
memelihara kegunaan.( W. Friedmann, 1994: 12).
Aliran pemikiran hukum berikutnya adalah madhab Sejarah (Historis). Pemikiran
dalam mashab ini sebenarnya memperlihatkan penolakan terhadap pemikiran aliran hukum
alam perihal keabadian hukum serta sumber hukum itu sendiri. Dalam pandangan mashab
sejarah ini isi dari kaidah-kaidah hukum itu ditentukan, tumbuh, berkembang, berubah dan
ataupun lenyap dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan yang terdapat secara actual di dalam
masyarakat itu sendiri seperti kekuasaan ekonomi, politik, geraja, agama dan kesusilaan.
Friedman mengidentifikasi adanya tiga karakteristik utama pemikiran madzhab
histories ini yakni : (W. Friedmann, 1994: 61).
a. dalam pandangan savigny hukum ditemukan bukan dibuat. Ada pandangan yang
pesimistis tentang perbuatan manusia. Pertumbuhan hukum pada dasarnya adalah
proses yang tidak di sadari dan organis, oleh karena itu perundang-undangan adalah
kurang penting dibandingkan adat kebiasaan;
b. karena hukum berkembang dari hubungan-hubungan hukum yang mudah dipahami
dalam masyarakat primitive ke hukum yang lebih kompleks dalam peradaban modern,
kesafaran umum tidak dapat lebih lama lagi menonjolkan dirinya secara langsung, tetapi
disajikan oleh para ahli hukum, yang merumuskan prinsip-prinsip hukum secara teknis;
c. undang-undang tidak berlaku atau dapat ditetapkan secara universal. Setiap masyarakat
mengembangkan hukum kebiasaan sendiri, karena mempunyai bahasa, adat istiadat,
dan konstitusi yang khas. Volkgeist (jiwa rakyat) dapat dilihat dalam hukumnya; oleh
karena itu sangat penting mengikuti Volkgeist melalui penelitian hukum sepanjang
sejarah.
Dan seharusnya pada masalah diatas, kita harus menganut hukum positivisme dimana
undang undang dapat di atur dan dikontrol oleh manusia itu sendiri menggunakan akal
sehat.
3. Sociological jurisprudence menekankan perhatiannya pada kenyataan hukum daripada
kedudukan dan fungsi hukum dalam masyarakat. Kenyataan hukum pada dasarnya adalah
kemauan publik, jadi tidak sekedar hukum dalam pengertian law in books tetapi sesuai
kebutuhan masyarakat hukum demi terciptanya kepastian hukum (positivism law) dan living
law sebagai wujud penghargaan terhadap pentingnya peranan masyarakat dalam
pembentukan hukum dan orientasi hukum. Peran strategis hakim dalam perspektif sociological
jurisprudence adalah menerapkan hukum tidak hanya dipahami sebagai upaya social control
yang bersifat formal dalam menyelesaikan konflik, tetapi sekaligus mendesain penerapan
hukum itu sebagai upaya social engineering. Tugas yudisial hakim tidak lagi dipahami sekedar
sebagai penerap undang-undang terhadap peristiwa konkrit (berupa berbagai kasus dan
konflik) atau sebagai sekedar corong undang-undang (boncha de la loi) tetapi juga sebagai
penggerak social engineering
Dalam kasus diatas, bis akita ambil kesimpulan bahwa hukum tidak hanya sebatas teori
melainkan ada hal-hal lain yang bisa dipertimbangkan sebagai bentuk penerapan hukum itu
sendiri.

You might also like