You are on page 1of 3

o Tracing Skabies

 Latar Belakang
 Skabies merupakan salah satu infeksi parasit yang cukup
banyak kejadiannya dan menjadi isu penting terutama di daerah
padat penduduk. Penyakit ini dapat menyerang segala usia dan
berbagai kalangan sosial. Beberapa penyebab tingginya angka
kejadian skabies adalah penularan yang cepat, siklus hidup
Sarcoptes scabiei yang pendek, dan ketidakpatuhan pasien pada
terapi.
 Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi
dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan
telurnya. Sinonim atau nama lain skabies adalah kudis, the itch,
gudig, budukan, dan gatal agogo. Skabies terjadi baik pada
laki-laki maupun perempuan, di semua daerah, semua
kelompok usia, ras, dan kelas sosial. Skabies ditularkan melalui
kontak fisik langsung (skin-to-skin) ataupun tak langsung
(pakaian, tempat tidur yang dipakai bersama). Skabies menjadi
masalah utama pada daerah yang padat dengan masalah sosial,
sanitasi yang buruk, dan negara miskin. Angka kejadian skabies
tinggi di negara dengan iklim panas dan tropis. Skabies
endemik terutama di lingkungan padat penduduk dan miskin.
Faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini antara lain
higiene buruk, salah diagnosis, dan perkembangan dermografik
serta ekologi. Penyakit ini dapat termasuk Infeksi Menular
Seksual (IMS).
 Permasalahan
 Skabies seringkali diabaikan karena tidak mengancam jiwa,
sehingga prioritas penanganannya rendah. Akan tetapi,
penyakit ini dapat menjadi kronis dan berat serta menimbulkan
komplikasi yang berbahaya. Lesi pada skabies menimbulkan
rasa tidak nyaman karena sangat gatal sehingga penderita
seringkali menggaruk dan mengakibatkan infeksi sekunder,
terutama oleh bakteri Grup A Streptococcus dan
Staphylococcus aureus. Banyak faktor yang menunjang
perkembangan penyakit ini, antara lain keadaan sosial ekonomi
yang rendah, kebersihan yang buruk, hubungan seksual yang
sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan
demografik seperti keadaan penduduk dan ekologi. Keadaan
tersebut memudahkan transmisi dan infestasi Sarcoptes scabiei.
Oleh karena itu, prevalensi skabies yang tinggi umumnya
ditemukan di lingkungan dengan kepadatan penghuni dan
kontak interpersonal yang tinggi seperti asrama, panti asuhan,
dan penjara.
 Prevalensi skabies di Indonesia menurut Depkes RI
berdasarkan data dari puskesmas seluruh Indonesia tahun 2008
adalah 5,6% - 12,95%. Insiden dan prevalensi skabies masih
sangat tinggi di Indonesia. Scabies di Indonesia menduduki
urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering.
 Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
 Oleh karena permasalahan di atas, maka diadakan tracing
tentang penyakit skabies pada keluarga yang berobat ke
puskesmas sehingga dapat dilakukan pencegahan penularan dan
penatalaksaan sedini mungkin sehingga masyarakat dapat
mengenal gejala dan tanda penyakit skabies lebih dini.
 Pada edukasi, disampaikan cara pencegahan dengan merendam
semua pakaian dan seprei dengan menggunakan air bersuhu
tinggi atau hangat agar kutu penyebab skabies langsung mati
dan jangan lupa mandi 2x sehari dengan menggunakan sabun
antiseptik. Pasien disarankan untuk menjemur kasur tepat di
bawah sinar matahari, serta membersihkan seluruh bagian
rumah, mulai dari lantai, karpet, lemari, dan lain-lain dengan
menggunakan cairan pembersih yang mengandung desinfektan
 Pelaksanaan
 Tanggal, 4 Agustus 2022
 Pukul: 08.00 WIB - selesai
 Tempat: Puskesmas
 Peserta: Pasien yang berobat ke puskemas
 Petugas: 1 dokter internship
 Monitoring dan Evaluasi
 Pasien diberikan edukasi mengenai pentingnya mengenali
gejala penyakit skabies sehingga dapat dilakukan pencegahan
penyebaran penyakit tersebut.
 Namun, masih terdapat beberapa kendala masih banyaknya
paradigma warga yang berasumsi bahwa infeksi kutu hanya
terbatas terjadi pada daerah berambut saja dan masih sulit
untuk menerima informasi baru tentang penyakit skabies.
 Dokter menyarankan seluruh keluarga pasien dibawa ke
puskesmas yang mengalami keluhan agar mendapatkan
pengobatan sedini mungkin.

 Ny. UA/33 tahun/islam/Banyumas

S/ pasien datang ke puskesmas dengan keluhan bruntus yang terasa gatal pada sela
jari kedua tangan, telapak tangan, perut dan dada. Keluhan ini dirasakan sejak 4 hari
yang lalu. Awalnya bruntus kemerahan sebesar ujung jarum pentul dirasakan berawal
dari sela jari tangan kanan kemudian semakin banyak dan meluas kesela jari tangan
kiri, punggung kedua tangan, telapak tangan, dada, dan perut. Keluhan gatal dirasakan
semakin hebat terutama pada malam hari dan menyebabkan pasien sering terbangun
hamper setiap malam. Keluhan gatal tidak dipengaruhi cuaca ataupun keringat. Pasien
menggunakan sabun dan handuk yang sama 1 keluarga. Keluhan demam (-), batuk (-)
dan pilek (-). BAK dan BAB tidak ada keluhan.
RPD: tidak ada alergi makanan dan obat
RPO: tidak ada
RPK: suami dan kedua anak memiliki keluhan yang sama

 O/
Kes, CM GCS 15
TD: 120/90 mmHg
HR: 84x/menit, reguler
RR: 19 ×/menit
T: 36.5C
Kepala: Normocephal
Mata : Conjungiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, eksoftalmus -/-
Leher: Pemb KGB (-)
Thorax: Ves +/+, Wh -/-, Rh -/-, BJ I/II Reguler
Punggung: CVA -/-
Abdomen: Supel, Turgor baik, BU (+) Normal, Nyeri tekan (-)
Ekstremitas: Akral hangat +/+, CRT<2 +/+, edema -/-.
 Status dermatologi:
Distribusi: regional
Lesi: multiple, diskret, bilateral, batas tegas, bentuk bulat, ukuran miliar sampai
lentikuler
Efloresensi: papul eritematosa, pustule, ekskoriasi, krusta

 A/scabies

You might also like